You are on page 1of 25

USULAN PENELITIAN

EVALUASI PENGELOLAAN LANSKAP WISATA SITU


CANGKUANG, KABUPATEN GARUT

ALDI AHMAD RAINALDI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018
ABSTRAK

ALDI AHMAD RAINALDI. Evaluation of Landscape Management Area Situ


Cangkuang, Garut. Supervised by ARIS MUNANDAR

Situ Cangkuang is one of the most famous tourist attraction in Garut. It is


located in the Village Cangkuang, District Leles and surrounded by four large
mountains, Mount Haruman, Mount Kaledong, Mount Mandalawangi, and
Mount Guntur. Cangkuang own name is taken from the name of a cangkuang tree
that grows in the area. The reason why Situ Cangkuang quite famous in Garut
because in the tourist area there is a Hindu temple relic of Indonesia is known as
Cangkuang Temple. Cangkuang Temple is list as a Cultural Heritage based UU
No. 11 tahun 2010 with Ministerial Decree No. 139 / M / 1998 with National
Registration of Cultural Heritage (RNCB) number 19980616.04.000711.as a
cultural heritage area, it’s necessary to have a management system that is able to
maintain the preservation of cangkuang temple as well as build a sustainable
tourism area. As a public history tourism, Situ Cangkuang is visited by many
tourists, where if the tourists is excessive, it can threaten the sustainability of the
Cangkuang temple building. Of the problem, the researcher evaluates the
managemet of Situ Cangkuang to find out whether the management of Situ
Cangkuang is right to preserve the Cangkuang area using WALROS method.
WALROS (Water and Land Recreation Opportunity Spectrum) are develoved by
USDAF (United State Departement of Agriculture and Forestry). determines how
the assessment of a tourist attraction based on “Recreation Opportunity” is
categorized to Urban, Sub-Urban, Rural Development, Rural Natural, Semi
primitive, and Primitive with based on recreation activity, recreation setting,
recreation experience, and recreation benefit. in the walros method, a setting of a
tourist object can be determined or changed in accordance with the manager's will
based on the physical, social, and management elements that affect the object. In
addition, the research use uu no. 14 tahun 2016 on sustainable tourism destination
guidelines that contain management criteria are assessed based on aspects of
planning, management, monitoring and evaluation to compare the completeness
of the tourism management system.

Keyword : tourism, Situ Cangkuang, WALROS


RINGKASAN

ALDI AHMAD RAINALDI. Evaluasi Pengelolaan Lanskap Kawasan Situ


Cangkuang, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR.

Objek wisata Situ Cangkuang merupakan salah satu objek wisata yang
sangat terkenal di Kabupaten Garut, kawasan wisata tersebut berada di Desa
Cangkuang, Kecamatan Leles dan dikelilingi oleh empat gunung besar, Yaitu
Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung
Guntur. Nama Cangkuang sendiri diambil dari nama pohon cangkuang yang
tumbuh di daerah tersebut. Alasan mengapa Situ Cangkuang cukup terkenal di
Garut karena di dalam kawasan wisata tersebut terdapat sebuah candi peninggalan
kerajaan Hindu Indonesia yang dikenal dengan Candi Cangkuang. Candi
Cangkuang terdaftar sebagai Cagar Budaya menurut UU No. 11 tahun 2010
dengan SK menteri No. 139/M/1998 dengan nomor Registrasi Nasional Cagar
Budaya (RNCB) 19980616.04.000711 sehingga keberadaannya perlu dilestarikan.
Sebagai wisata sejarah publik, situ cangkuang banyak dikunjungi para wisatawan
yang dimana apabila kunjungan para wisatasan berlebih dapat mengancam
keberlangsungan bangunan Candi Cangkuang. Dari masalah tersebut, peneliti
melakukan penilaian terhadap manajemen Situ Cangkuang untuk mengetahui
apakah managemen Situ Cangkuang sudah tepat untuk melestarikan kawasan Situ
Cangkuang dengan menggunakan metode WALROS. WALROS(Water and Land
Recreation Opportunity) dikembangkan oleh USDAF (United State Departement
of Agriculture and Forestry). WALROS menentukan penilaian suatu atraksi
wisata berdasarkan prinsip“ recreation opportunity”yang dikategorikan kedalam
Urban, Sub-Urban, Rural Development, Rural Natural, Semi primitive, and
Primitive dengan berdasarkan pada recreation activity, recreation setting,
recreation experience, dan recreation benefit. Dalam metode WALROS, suatu
setting atau latar dari tempat wisata dapat ditentukan maupun dirubah sesuai
dengan keinginan pengelola berdasarkan aspek fisik, sosial, dan manajerial yang
berpengaruh terhadap latar wisata tersebut. Selain itu. Peneliti menggunakan uu
no. 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan yang
memuat kriteria pengelolaan yang dinilai berdasarkan aspek perencanaan,
manajemen, pemantauan, dan evaluasi untuk membandingkan kelengkapan sistem
pengelolaan wisata.
Kata Kunci : Wisata, Situ Cangkuang, WALROS
Judul Skripsi : Evaluasi Pengelolaan Lanskap Kawasan Situ Cangkuang

Kabupaten Garut

Nama : Aldi Ahmad Rainaldi

NIM : A44140010

Disetujui oleh

Dr. Aris Munandar, MS


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Afra DN Makalew, MSc


Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Pengesahan :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul :
Evaluasi Pengelolaan Lanskap Kawasan Situ Cangkuang Kabupaten Garut.
Proposal penelitian ini dibuat sebagai bentuk prasyarat untuk melaksanakan
penelitian dalam rangka menyelesaikan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Aris Munandar,
MS, yang telah membantu memberikan banyak saran, masukan, dan pengarahan
selama proses penyusunan proposal penelitian ini. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada berbagai pihak lain, yang telah membantu menyelesaikan
proposal penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Proposal penelitian ini tentu masih punya banyak kekurangan dan


kesalahan, maka dari itu penulis sangat menerima kritik, saran, dan masukan
membangun guna penelitian yang akan dilaksanakan pada Agustus 2018 hingga
Desember 2018 bisa berjalan dengan lancar.

Bogor, Agustus 2018

Aldi Ahmad Rainaldi


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Objek wisata Situ Cangkuang merupakan salah satu objek wisata yang
sangat terkenal di Kabupaten Garut, kawasan wisata tersebut berada di Desa
Cangkuang, Kecamatan Leles dan dikelilingi oleh empat gunung besar, Yaitu
Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, dan Gunung
Guntur. Nama Cangkuang sendiri diambil dari nama pohon cangkuang yang
tumbuh di daerah tersebut. Alasan mengapa Situ Cangkuang cukup terkenal
di Garut karena di dalam kawasan wisata tersebut terdapat sebuah candi
peninggalan kerajaan Hindu Indonesia yang dikenal dengan Candi
Cangkuang. Candi Cangkuang terdaftar sebagai Cagar Budaya menurut UU
No. 9 tahun 2010 dengan SK menteri No. 139/M/1998 dengan nomor
Registrasi Nasional Cagar Budaya (RNCB) 19980616.04.000711. dari
keterangan tersebut, Candi Cangkuang merupakan bangunan cagar budaya
yang keberadaannya perlu dilestarikan
Candi Cangkuang ditemukan pada tahun 1966 dan mulai dibangun
kembali pada tahun 1974. Karena itu, pemerintah Kabupaten Garut
menjadikan wilayah sekitar kawasan Candi Cangkuang menjadi objek wisata,
salah satunya adalah Situ Cangkuang yang menjadi bagian dari wisata Candi
Cangkuang. Selain Situ Cangkuang, wilayah yang berada di kawasan Candi
Cangkuang antara lain Kampung Pulo yang merupakan sebuah kampung
budaya yang berada di di tengah situ Cangkuang dan makam Eyang Embah
Dalam Arif Mochammad, leluhur dari masyarakat Kampung Pulo, yang
berdekatan dengan Candi Cangkuang.
Secara Administrasi, wisata Situ Cangkuang dikelola oleh pemerintah dan
yang bertanggungjawab terhadap pengembangan dan pelestarian diserahkan
kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, melalui zona
Satuan Kawasan Wilayah (SKW) yang memiliki kepala UPTD khusus untuk
mengelola dilapangan dalam pengembangan objek wisata Situ Cangkuang
dan Candi Cangkuang. Dengan demikian, objek wisata Situ Cangkuang
merupakan objek wisata publik yang diperuntukkan bagi segala lapisan
masyarakat.
Sebagai objek wisata publik, Situ Cangkuang banyak didatangi oleh
wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Dengan banyaknya wisatawan
yang berkunjung, hal tersebut dapat mempengaruhi pelestarian Candi
Cangkuang. Maka dari itu, perlu adanya suatu pengelolaan khusus terkait
dengan pengaturan jumlah pengunjung demi meminimalisir dampak
kerusakan situs Candi Cangkuang akibat membludaknya pengunjung. Untuk
itu, diperlukan suatu evaluasi untuk mengetahui seberapa efektifkah
pengelolaan kawasan wisata di Situ Cangkuang.

Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah
sistem pengelolaan kawasan wisata Situ Cangkuang sudah mampu untuk
mengatasi permasalahan yang terdapat dalam kawasan Situ Cangkuang.
Apakah pengelolaan kawasan sudah cukup baik atau perlu adanya
penambahan kebijakan baru untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Tujuan
Tujuan yang dicapai dalam tugas akhir ini antara lain
1. Mengidentifikasi jenis kegiatan pengelolaan apa saja yang dilakukan
dalam mengelola kawasan Situ Cangkuang.
2. Menganalisis sistem manajemen pengelolaan kawasan Situ Cangukang
dalam menangani permasalahan yang terdapat dalam kawasan tersebut.
3. Mengevaluasi sistem manajemen pengelolaan kawasan Situ Cangkuang
berdasarkan analisis sistem manajemen pengelolaan yang telah dilakukan.
4. Memberikan rekomendasi yang disesuaikan dengan hasil evaluasi terhadap
pengelolaan kawasan Situ Cangkuang.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan dan
wawasan tentang proses kegiatan pengelolaan lanskap dalam kawasan
lanskap sejarah. Adapun bagi pihak dinas pariwisata yang mengelola kawasan
lanskap sejarah tersebut adalah bisa dijadikan referensi dalam menilai kualitas
pengelolaan kawasan yang telah mereka lakukan apakah sudah memadai atau
belum.

Kerangka pikir

Objek wisata Situ Cangkuang merupakan kawasan wisata yang


melestarikan salah satu bangunan cagar budaya, yaitu Candi Cangkuang yang
dilindungi berdasarkan UU no. 9 tahun 2010 dan SK Menteri no. 139/M/1998.
Agar objek wisata tersebut dapat berfungsi secara optimal. Diperlukan
manajemen pengelolaan yang baik dan terstruktur. Untuk mengetahui apakah
manajemen pengelolaan sudah terlaksana dengan baik, dibuat evaluasi untuk
mengetahui tingkat pengelolaan lanskap itu sendiri yang didasarkan pada
aspek wisata sendiri dan sistem pengelolaan kawasan berupa data invetarisasi
wisata (fisik, sosial, manajerial) dan elemen manajemen kawasan(organisasi,
pekerja, alat dan bahan, jadwal, kegiatan, anggaran biaya). Dari data tersebut
kemudian diolah untuk dianalisis dengan metode WALROS untuk penilaian
setting kawasan dan UU no. 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi
Pariwisata Berkelanjutan. Berdasarkan dari hasil analisis tersebut, langkah
selanjutnya memberikan rekomendasi atau saran yang dapat mempertahankan
atau mengembangkan kebijakan pengelolaan kawasan Situ Cangkuang. Alur
kerangka pikir kegiatan penelitian dapat dilihat pada gambar.
Situ Cangkuang

Candi Cangkuang

UU No. 9 tahun 2010


Cagar budaya SK Menteri no.
139/M/1998

Inventarisasi dan
Pengumpulan Data

Unsur Wisata Sistem Pengelolaan

1. Perencanaan
fisik manajerial sosial 2. Pengelolaan
3. Pemantauan
4. Evaluasi
Analisis WALROS
UU no. 14 tahun 2016
Evaluasi Setting
Kawasan Wisata Evaluasi Manajemen
Wisata

Rekomendasi atau
Saran

Diagram 1 Alur Kerangka Pikir Penelitian


TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap

Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, dimana


elemen-elemennya dibagi menjadi elemen-elemen lanskap utama dan elemen
elemen lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen yang tidak dapat
diubah atau sukar sekali diubah seperti gunung, lembah, sungai, daratan, pantai,
danau, lautan dan sebagainya. Elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap
yang dapat diubah sesuai keinginan perencana atau pemakainya seperti bukit,
anak sungai dan aliran air yang kecil (Simonds,1983).

Berdasarkan karakternya, suatu lanskap dapat dibagi atas dua jenis yaitu
lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami merupakan suatu lanskap yang
terbentuk secara alami. Lanskap alami dapat berupa gunung, danau, laut, hutan,
sungai, dan sebagainya. Lanskap buatan merupakan suatu lanskap yang sengaja
dibuat manusia untuk tujuan tertentu. Lanskap buatan dapat berupa kota, waduk,
perumahan, pasar, dan sebagainya. Setiap lanskap memiliki tipe lanskap tersendiri
yang didasarkan pada visual khusus yang dimiliki, formasi batuan, pola air dan
tumbuhan. Untuk itu, pengembangan suatu lanskap sangat memerhatikan
bagaimana peningkatan kualitas dari karakteristik lanskap itu sendiri dengan cara
melakukan pengeliminasian terhadap unsur lanskap yang tidak harmonis maupun
memperkuat suatu objek lanskap yang menjadi ciri khas dari karakter lanskap
tersebut (Simonds,1983).

Pengelolaan Lanskap

Menurut KBBI, pengelolaan dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, atau


cara dalam mengelola. Sehingga pengelolaan lanskap dapat diartikan sebagai
suatu cara, perbuatan, atau proses dalam mengelola lanskap, baik lanskap alami
maupun lanskap buatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia dan lingkungan.
Pengelolaan lanskap dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan energi. Dalam
cakupannya, pengelolaan lanskap meliputi aspek biofisik sumberdaya lanskap
(lingkungan), sosial budaya manusia (pemilik, pengguna, pengelola;
individu/kelompok), kebijakan (aturan, uu), dan ekonomi (alokasi dana, kebijakan
moneter). Dalam kegiatan pengelolaan, setidaknya terdiri atas organisasi
pengelola, jumla tenaga kerja yang terlibat, metode yang digunakan dalam
kegiatan pengelolaan, spesifikasi alat dan bahan yang digunakan selama proses
pengelolaan, jadwal pengelolaan, dan kebutuhan anggaran yang dikeluarkan
selama proses pengelolaan tersebut.

Pariwisata

wisata dapat diartikan sebagai bepergian secara bersama-sama dengan tujuan


untuk bersenang-senang, menambah pengetahuan, dan lain-lain. Padanan kata
yang sama dengan kata wisata adalah tamasya atau piknik. Apabila menurut uu no.
10 tahun 2009 mengenai kepariwisataan, wisata diartikan sebagai kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
yang lama. Dari pengertian tersebut, wisata dapat diartikan sebagai perjalanan
seseorang atau kelompok ke suatu tempat dengan tujuan rekreasi, pengembangan
diri, ilmu pengetahuan, dan lainnya dalam jangka waktu tertentu.

pengembangan pariwisata ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor demand


dan faktor supply. Faktor demand mengacu pada seseorang atau sekelompok
individu dalam suatu wilayah dengan ketertarikan akan pariwisata dan
kemampuan untuk pergi berwisata, sementara faktor supply mengacu pada wujud
fisik dan program pariwisata untuk wisatawan di area yang dituju. Agar pariwisata
berfungsi dengan baik, diperlukan keseimbangan antara demand dan supply.
Tetapi, tidak dapat disimpulkan bahwa demand dan supply bersifat tetap dan dapat
diidentifikasi. Malahan, mereka sangat dinamis dan kompleks. Untuk itu,
diperlukan studi khusus dan pemahaman kondisi saat ini dan tren oleh semua
pengembang pariwisata. Hubungan antara demand dan supply berupa hubungan
timbal balik yang dimana demand mempengaruhi pengembangan supply, dan
supply mempengaruhi pasar. Tidak peduli skala pengembangannya, baik skala
situs, komunitas, atau destinasi daerah maupun nasional. hubungan antara
demand dan supply menjadi fondasi utama dalam semua wisata (Clare, 1997).

Cagar budaya

Menurut UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan. Penetapan cagar budaya bertujuan untuk melestarikan warisan budaya
dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui
cagar budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejanteraan
rakyat, dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat
internasional.

Apabila suatu benda atau tempat telah ditetapkan sebagai cagar budaya, maka
benda atau tempat tersebut perlu diberi perlindungan dan pengembangan cagar
budaya agar dapat dilestarikan dengan baik. Bentuk perlindungan dapat berupa
penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran. Sementara
pengembangan cagar budaya dapat berupa penelitian, revitalisasi, dan adaptasi.

Situ Cangkuang

Situ Cangkuang merupakan suatu danau yang merupaka hasil bendungan


pada abad 17 masehi oleh Embah Dalam Arif Muhammad dan masyarakat sekitar
daerah Cangkuang sehingga membentuk situ. Situ Camgkuang terletak di Desa
Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Apabila dari Kota
Garut, berjarak 16 km ke arah utara. Untuk menuju ke daerah tersebut bisa
menggunakan kendaraan bermotor maupun delman bagi yang tidak memiliki
kendaraan. Pengambilan nama situ cangkuang diambil dari jenis tanaman pandan
yang tumbuh di daerah sekitar Situ Cangkuang. Situ Cangkuang menjadi objek
wisata dikarenakan penemuan Candi Cangkuang pada tahun 1966 yang menjadi
satu-satunya candi hindu di Jawa Barat. Fasilitas yang terdapat di Situ
Cangkuang terdiri atas museum, toko cindramata, tempat parkir, layanan
informasi, tempat parkir, toilet, dan dermaga rakit. Objek wisata Situ Cangkuang
terdiri atas

1. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang terletak di kampung pulo yang merupakan
sebuah pulau di tengah-tengah situ cangkuang yang dinama pulau panjang
atau pulau gede. Pulau ini berbentuk memanjang dengah arah barat –timur
sebesar 16,5 Ha.
Pada tahun 1966 tersar berita adanya penemuan berupa arca batu
dan sisa-sisa reruntuhan candi di Kampung Pulo, Garut. Penemuan ini
dilaporkan pula pada LPPN di Jakarta yang kemudian menindaklanjuti
laporan itu dengan mengadakan penelusuran dokumentasi dan survei ke
lapangan dipimpin oleh Uka Tjandrasasmita. Dari hasil penelusuran
dokumentasi kepurbakalaan dan survei lapangan diketahui sebenarnya
penemuan tersebut telah dilapotkan sejak dekade terakhir abad ke -19.
Penemuan ini telah dikemukakan dalam laporan R.D.M. Verbeek(1891),
NBG(1893), A.G. Voorderman(1894), N.J. Krom(1915). Mulai tahun
1966 temuan arca dan batu-batu sisa reruntuhan candi yang sudah tersebar
di beberapa tempat di Kampung Pulo, Desa Cangkuang tersebut telah
dikumpulkan kembali dan diteliti ulang oleh LPPM. Setelah diadakan
penelitian beberapa waktu lamanya dan memperbandingkan dengan candi-
candi dari masa awal percandian di JawaTengah, baik dari sudut bentuk
dan gaya seni bangunannya maupun ragam hiasannya, maka diperolah
rekonstruksi di atas kertas mengenai perkiraan bentuk utuhnya. Mulai
tahun 1974 reruntuhan Candi Cangkuang tersebut dipugar kembali dan
selesai pada tahun 1976.

Berdasarkan penelaahan melalui perbandingan gaya seni bangunan


dan seni hiasannya banyak memiliki kesamaan dengan candi-candi di
kompleks Candi Dieng dan kompleks candi-candi Gedongsongo di lereng
Gunung Ungaran. Berdasarkan hal tersebut Candi Cangkuang diperkirakan
berasal dari masa sekitar abad ke-7 dan ke-8 masehi.

2. Kampung Pulo

Kampung Pulo terletak di Desa Cangkuang kurang lebih 2 Km dari


Kecamatan Leles. Merupakan perkampungan yang terletak di dalam situ
atau danau Cangkuang. Penduduk Kampung Pulo menganut agama Islam,
akan tetapi penduduk Kampung Pulo masih melaksanakan ritual upacara
hindu. Bahasa sehari-hari penduduk Kampung Pulo adalah bahasa sunda.
Di Kampung Pulo terdapat aturan kampung yang masih berlaku sampai
sekarang, sebagai berikut.

- Bentuk atap rumah selamanya harus memanjang(jolopong)


- Tidak boleh memakai gong besar.
- Di Kampung Pulo dilarang memelihara atau beternak hewan
berkaki empat, seperti kambing, sapi, kerbau, dan lainnya.

Pemukiman di Kampung Pulo memiliki pola radial. Terdapat enam


buah rumah memanjang dan saling berhadapan. Biasanya di sebelah kanan
perumahan terdapat sebuah masjid. Jumlah bangunan di Kampung Pulo
tidak boleh ditambah atau dikurangi. Jumlah kepala keluarga pun harus
berjumlah enam orang. Jika ada seorang anak yang sudah dewasa
kemudian menikah maka dalam waktu dua minggu harus meninggalkan
rumah dan keluar dari kampung tersebut.

3. Makam Embah Dalam Arif Muhammad


Merupakan suatu makam yang terletak berdekatan dengan Candi
Cangkuang. Embah Dalam Arif Muhammad merupakan seorang ulama
yang mendirikan kampung pulo sekaligus leluhur dari masyarakat
Kampung Pulo itu sendiri.
Gambar 1. Lanskap Situ Cangkuang

Gambar 3. Denah bangunan adat


Kampung Pulo

Gambar 2. Candi Cangkuang Gambar 4. Peta Wisata Situ Cangkuang


METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian

Objek penelitian adalah kawasan Wisata Situ Cangkuang yang berada di


Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Penelitian dilaksanakan
mulai September 2018 sampai Desember 2018

Kabupaten Garut Kecamatan Leles


Skala 1 : 2.000.000 Skala 1:75.000

Keterangan :
Danau
Hutan
Pemukiman
Sawah

Tutupan Lahan Situ Cangkuang


Skala 1 : 15 .000
Tabel 1 Jadwal rencana kegiatan penelitian
Jenis Bulan
kegiatan Jul 18 Ags 18 Sep 18 Okt 18 Nov18 Des18 Jan 19
Persiapan
Penyusunan
usulan
Pembuatan
proposal
Perizinan
administrasi
pelaksanaan
Inventarisasi
dan
pengumpulan
data
Pengolahan
dan analisis
data
sintesis
Penulisan
laporan akhir
seminar

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan dua alat, yaitu perangkat keras (hardware)


dan perangkat lunak (software) dalam proses pengerjaannya. Berikut dicantumkan
alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya.

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Alat dan Bahan Fungsi


Alat
Kamera Pengambilan data visual
Laptop Pengoperasian beberapa software, pengolahan dan
penyimpanan data

Bahan
Peta dasar Penunjang data sekunder
Software pendukung
Microsoft Excel Mengolah data
Microsoft Word Mengolah data, pembuatan laporan
Google Earth Menunjang data sekunder
Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan mencakup tahap persiapan, inventarisasi


tapak, pengolahan dan analisis data dan sintesis yang dituangkan dalam bentuk
rekomendasi pengelolaan kawasan wisata Situ Cangkuang.

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan data
sekunder yang kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriftif kualitatif
serta analisis spasial.

1. Persiapan
Tahapan persiapan yang dilakukan terdiri atas pengambilan informasi
umum tentang lokasi penelitian melalui studi pustaka, konsultasi kepada
pembimbing, pengajuan surat izin penelitian, penyusunan proposal penelitian dan
makalah kolokium, serta pelaksanaan kolokium.

2. Inventarisasi data
Tahapan inventarisasi mencakup pengumpulan data primer maupun
sekunder dalam tapak melalui observasi langsung ke tapak, studi pustaka,
wawancara, dan penyebaran kuisioner. Adapun untuk data kuisioner, jumlah
responden yang diambil sebanyak 30 orang yang diambil secara acak.

Tabel 3 jenis, sumber, dan cara pengambilan data

Jenis Data Sumber Data Cara Pengambilan Data


Data Fisik
1. Profil tempat wisata pengelola Studi pustaka, wawancara
2. Luas dan letak pengelola Studi pustaka, wawancara
geografis
3. Aksesibilitas Pengelola, lapangan Studi pustaka, wawancara
4. Topografi Pengelola, lapangan Studi pustaka
5. Iklim pengelola Studi pustaka
6. Vegetasi dan satwa Pengelola, lapangan Studi pustaka,
wawancara, survei
7. Visual lanskap Pengelola, lapangan Studi pustaka,
wawancara, survei
8. Fasilitas dan utilitas Pengelola, lapangan Studi pustaka,
wawancara, survei
Data Sosial
1. Pengunjung Pengelola, lapangan Wawancara, kuisioner
2. Pengelola Pengelola, lapangan wawancara
3. Karyawan Pengelola, lapangan wawancara
Data Ekonomi
1. Kegiatan rekreasi pengelola Studi pustaka,
survei,wawancara
2. Promosi pengelola Studi pustaka, wawancara
Data Pemeliharaan
1. Pemeliharaan fisik Pengelola, lapangan Survei lapang,
wawancara
2. Pemeliharaan ideal Pengelola, lapangan Survei lapang, studi
pustaka, wawancara.
Data Pengelolaan
1. Struktur organisasi pengelola Studi pustaka, wawancara
2. Kebutuhan tenaga pengelola Studi pustaka, wawancara
kerja
3. Jadwal kerja pengelola Studi pustaka, wawancara
4. Spesifikasi alat dan pengelola Studi pustaka, survei,
bahan wawancara
5. Rencana anggaran pengelola Studi pustaka.
biaya

3. Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan dalam proses pengolahan data adalah metode


WALROS(Water and Land Recreation Opportunity Spectrum) atau spektrum
peluang rekreasi wisata alam dan air. Metode WALROS adalah metode yang
memetakan tipe dan lokasi peluang wisata yang bebasis wisata air dan
dikembangkan berdasarkan prinsip “ Recreation Opportunity” yaitu kesempatan
bagi seseorang untuk terlibat dalam aktivitas rekreasi tertentu dalam suatu latar
yang spesifik untuk menikmati pengalaman rekreasi tertentu dan keuntungan yang
diperolehnya. Dalam prinsip recreation opportunity, wisatawan berekreasi tidak
hanya untuk aktivitas wisata saja, tetapi juga ditambah dengan mencari latar
tempat wisata yang memberikan pengalaman berwisata dan keuntungan
tambahan.
Recreation activity + setting = experience >>> benefit
Many activities Physical attributes Many dimension Individual
Social attributes multiple senses Community
Manajerial attributes Economic
Enviromental
Manajer manages Recreationist consume Society gain
Komponen dalam opportunity recreation

Berdasarkan teori tersebut, metode WALROS menjadi sebagai alat untuk


mempelajari latar suatu tempat wisata berdasarkan enam kategori, yaitu urban,
suburban, rural developed, rural natural, subprimitive, dan primitive yang
memberikan gambaran bagaimana bagaimana setiap latar dari 6 kategori tersebut
memberikan jenis kegiatan wisata, atribut latar, pengalaman, dan keuntungan
yang diberikan.

Metode WALROS juga memberikan gambaran tentang invetarisasi suatu


tempat wisata dan memetakan jenis wisata tersebut dengan inventory protocol.
inventory protocol dapat digunakan untuk mendata atribut fisik, sosial, dan
manajerial suatu latar wisata.

Physical Attributes Social Attributes Manajerial Attributes


 Degree of major  Degree of visitor  Degree of
development presence management
structure
 Distance of major  Degree of visitor  Distance of
development concrentration developed
recreation
facilities and
services
 Degree of natural  Degree of  Distance of
resources recreation developed public
modification diversity access facilities
 Senses of  Degree of solitude  Frequency of
closeness and remoteness seeing
community management
personel
 Degree of natural  Degree of
ambiance nonrecreational
dominated the activity
area
Inventory protocol

Dengan pemetaan atribut WALROS membantu perencana dan pengelola


suatu objek wisata melalui kerangka kerja dan prosedur tertentu untuk membuat
keputusan yang lebih baik mengenai kualitas spektrum dan keragaman peluang
wisata air dan darat. Meningkatkan pemahaman kita akan kompleksitas
manajemen wisata outdoor, memperkuat suara opini para ahli, dan
memungkinkan manager untuk membuat keputusan yang lebih baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Dalam pengaplikasiannya dalam perencanaan dan manajemen, metode


WALROS dapat diaplikasikan ke dalam tugas sebagai berikut :

 Inventarisasi dan pemetaan peluang rekreasi wisata air dan/atau darat.


 Mengintegrasi rekreasi kedalam proses perencanaan agensi.
 Membandingkan permintaan rekreasi terhadap ketersedian penawaran
peluang rekreasi.
 Penyedia alternatif perencanaan yang diajukan dalam peta visual (SIG)
 Evaluasi alternatif keuntungan dan biaya yang diajukan.
 Mengidentifikasi dan mengatur ceruk wisata untuk masyarakat dan sektor
privat.
 Merencanakan dan mengatur siste peluang rekreasi air dan/atau darat
regional.
 Mengidentifikasi dan melindungi sumber daya alam dan budaya yang
penting.
 Menambah kesadaran publik akan pilihan rekreasi dan peluang
ketersediaannya.
 Menentukan tipe dan lokasi kegiatan manajemen pengunjung.
 Prioritas, desain, dan lokasi fasilitas.
 Mengembangkan kapasitas pengunjung.
 Meratakan kebutuhan individu dan biaya.
 Menyetarakan keputusan perencanaan dan pengelolaan secara sah.
 Menyediakan komunikasi interagensi, konsistensi, kolaborasi, dan
koordinasi.
 Melestarikan keberagaman peluang rekreasi air dan/atau darat.
 Menjamin pengalaman rekreasi berkualitas tinggi dan keuntungan untuk
saat ini dan kedepannya bagi pengunjung maupun masyarakat lokal.

Metode WALROS

Selain menggunakan metode WALROS. Peneliti juga menggunakan UU


no. 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Dalam uu
no.14 tahun 2016 dijelaskan bahwa evaluasi pengelolaan dinilai berdasarkan
empat kriteria, yaitu perencanaan, manajemen, pemantauan, dan evaluasi yang
dibagi atas tiga belas kategori, yaitu.

A. Perencanaan
1. Strategi destinasi berkelanjutan
2. Pengaturan rencana
3. Standar keberlanjutan
B. Pengelolaan
1. Organisasi manajemen destinasi
2. Pengelolaan pariwisata musiman
3. Akses untuk semua
4. Akuisisi properti
5. Keselamatan dan keamanan
6. Manajemen kritis dan kedaruratan
7. Promosi
C. Pemantauan
1. Monitoring
2. Inventarisasi aset
3. Atraksi pariwisata
D. Evaluasi
1. Adaptasi perubahan iklim
2. Kepuasan pengunjung

Sintesis

Tahapan sintesis merupakan tahap akhir dari penelitian. Sintesis berupa


usulan rekomendasi pengelolaan kepada pihak pengelola kawasan Situ
Cangkuang yang diharapkan dapat menjawab tujuan dan permasalahan yang
terdapat pada tapak.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Hendi dan Hafidz Ahmad Nugraha. 2013. Rumah Etnik Sunda. Jakarta
(Id): Griya Kreasi ( Penebar Swadaya Grup).

Ayudya, Anandita dan Anasthasia R Y Sadrach. 2010. 99 Tempat Liburan Akhir


Pekan di Pulau Jawa dan Madura. Jakarta (Id): Gramedia.

Gunn, Clare A.1997.Vacationscapoe 3rd Edition. Washington DC (USA): Taylor


& Francis.

Hass, Aukermen et, all. 2009. Water and Land Recreation Opportunity Spectrum
2nd Edition. Colorado (USA) : U.S Departement of the Interior Bureau of
Reclamation.

Sedyawati, Edi et, all. 2013. Candi Indonesia Seri Jawa. Jakarta (Id): Direktorat
Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktur Jendral Kebudayaan, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Simonds J.O. 1983. Landscap Architecture. Mc Graw-Hill, Inc United States of


America.

UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya

UU No. 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

You might also like