You are on page 1of 9

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 3(1) :1-9 (2015) ISSN : 2303-2960

PEMIJAHAN IKAN GABUS (Channa striata) DENGAN RANGSANGAN HORMON


GONADOTROPIN SINTETIK DOSIS BERBEDA
The Spawning of Snakehead (Channa striata)
Stimulated Synthetic Gonadotrophine Hormone with Different Doses
Ari saputra1, Muslim1*, Mirna Fitriani1
1
PS.Akuakultur Fakultas Pertanian UNSRI
Kampus Indralaya Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Ogan Ilir Telp. 0711 7728874
*
Korespondensi email : muslim_bdaunsri82@yahoo.com

ABSTRACT
The objective of this study is to know the best synthetic gonadotrophine hormon
doses to stimulate the breeding of snakehead through observing the latent time, the number
of eggs, and the percentage of fertilized eggs and the hatching percent of snakehead. This
experiment was conducted in (UPR) Batanghari Sembilan in North Indralaya sub-district in
Ogan Ilir regency on January until February 2015. The design of this study was completely
randomized design which having three different treatments of different doses of hormone
given. The doses treatments were P1 = 0.2 ml/kg fish, P2 = 0.4 ml/kg fish and P3 = 0.6
ml/kg fish with each male and female parent of fish was injected three treatment trhee times
for each treatments. The result of this experiment showed that utilization of synthetic
gonadotrophine hormone with different doses had significant different effect to hatching
percentage did not significantly different (P<5%) to latent time, the amount of eggs, and
fertilized eggs percentage of snakehead. In this experiment, the treatment P1 was the best
terms of four parameters which were the latent time (27.70 hours), the amount of eggs
(6,668 eggs), the fertilized eggs percentage (99.75 %), and hatching percentage (78.47 %).
Futhermore, the value range of water quality during the experiment were temperature 28-
320C, pH 3.7-7.0 and dissolved oxygen 3.08-5.76 ppm.
Keywords : gonadotrophine hormone, snake head fish, spawning, doses

PENDAHULUAN BPS (2010) selama periode 1998-2008


tangkapan ikan gabus dari perairan umum
Ikan gabus (Channa striata)
mengalami kenaikan rata-rata 2,75% per
merupakan salah satu komoditas air tawar
tahun. Pemenuhan kebutuhan ikan gabus
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
saat ini masih mengandalkan tangkapan
yang dimanfaatkan untuk memenuhi
dari alam, sehingga eksploitasi ikan gabus
kebutuhan protein hewani. Selain itu, ikan
dikhawatirkan semakin tidak terkendali.
gabus juga merupakan bahan baku bagi
Pemenuhan permintaan yang masih
produk olahan pangan khas Sumatera
mengandalkan hasil tangkapan alam
Selatan. Berdasarkan data statistik dari

1
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

mengakibatkan populasi ikan gabus di ikan gabus agar dapat memijah. Beberapa
alam semakin sedikit (Fitriliyani, 2005). penelitian yang menggunakan hormon
Berdasarkan data statistik Dirjen gonadotropin sintetik diantaranya
PPHP (2010) dalam Cucikodana et al. penelitian Marimuthu (2011), pada
(2012), bahwa ikan gabus merupakan Channa punctatus. Hasil dari penelitian
salah satu hasil tangkapan penting dalam tersebut menunjukkan penggunaan dosis
sektor perikanan di Indonesia, jumlah terbaik adalah 0,4 ml/kg ikan Channa
produksi ikan gabus di Sumatera Selatan punctatus sedangkan pada Fitriliyani
pada tahun 2008 yaitu sebesar 5.702 ton. (2005), pada ikan Channa Striata
Habitat ikan gabus di lahan banjiran, rawa mengatakan bahwa penggunaan
dan lebak di Sumatera Selatan semakin gonadotropin sintetik lebih efektif jika
berkurang dan sempit karena telah berubah dibandingkan dengan pregnant mare
menjadi pemukiman penduduk dan lahan serum gonadotrophine (PMSG). Mengacu
pertanian (Makmur, 2003). Jika hal pada dua penelitian tersebut maka
tersebut terus berlanjut, maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
dikhawatirkan dapat menyebabkan mengetahui dosis gonadotropin sintetik
populasi ikan gabus di alam semakin terbaik dalam pemijahan ikan ikan gabus.
berkurang, mengingat ikan gabus
pemijahannya bersifat musiman, BAHAN DAN METODA
tergantung pada peningkatan hormon Bahan-bahan yang digunakan
gonadotropin dan hormon steroid serta dalam penelitian meliputi indukan ikan
menunggu sinyal lingkungan sebagai gabus (ukuran 160-170 g/ ekor), hormon
pematangan gonad (Ng dan Idler, 1983) gonadotropin sintetik dan pakan induk.
sehingga ditemui kesulitan untuk Alat-alat yang digunakan antara lain
memperoleh ikan gabus sepanjang tahun. timbangan analitik, waring, terpal, transek,
Berdasarkan hal tersebut, maka spuit suntik, pH meter, termometer, dan
dibutuhkan teknologi yang dapat DO meter. Penelitian ini dilaksanakan di
membantu memijahkan ikan gabus, yaitu Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
mempercepat pemijahan dengan Batanghari Sembilan Kecamatan Indralaya
menyuntikan hormon gonadotropin Utara kabupaten Ogan Ilir, pada bulan
sintetik, sebagai upaya untuk merangsang Januari sampai dengan Februari 2015.

2
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

Rancangan Penelitian persatu calon induk berdasarkan bobot


Rancangan yang digunakan pada tubuh dan matang gonad. Ikan gabus yang
penelitian ini adalah rancangan acak akan digunakan sebanyak 12 ekor jantan
lengkap (RAL) 3 perlakuan dosis hormon dan 12 ekor betina. Berdasarkan
gonadotropin sintetik berbeda dengan 3 kelengkapan anggota tubuh, tidak cacat,
kali ulangan. Dosis perlakuannya adalah tidak luka dan sudah mencapai tingkat
P1 = 0,2 ml/kg ikan, P2 = 0,4 ml/kg ikan kematangan gonad akhir. Ciri-ciri induk
dan P3 = 0,6 ml/kg ikan. jantan matang gonad yaitu warna tubuh
lebih gelap, urogenital warna kemerah-
Cara kerja
merahan, bagian bawah perut rata dan ciri-
Persiapan Media
ciri induk betina matang gonad yaitu
Persiapan media dimulai dengan
warna tubuh lebih cerah, bagian bawah
membersihkan kolam terpal yang
perut membesar dan lembek, urogenital
berukuran 1x1x1 m3 lalu memasang
berwarna kemerah-merahan.
waring, kemudian dilakukan pemberian
label perlakuan sesuai rancangan Adaptasi dan Pemeliharaan Induk
penelitian dan mengisi air dengan
Indukan ikan gabus dari hasil
ketinggian 25 cm (Bijaksana, 2012).
seleksi diadaptasikan dengan cara
Pengisian kiambang sebanyak 50% dari
memasukkan ikan gabus secara perlahan
permukaan air media kolam terpal.
ke dalam kolam dan dipelihara selama 1
minggu. Jumlah induk yang dimasukkan
Persiapan Induk
ke dalam kolam terpal sesuai dengan
Induk yang digunakan pada penelitian
rancangan perlakuan, yaitu dengan
ini merupakan hasil tangkapan nelayan
perbandingan 1 jantan : 1 betina.
dari rawa lebak yang berada di Desa
Pemeliharaan selama adaptasi, induk
Arisanjaya, Kecamatan Pemulutan Barat,
gabus diberi pakan berupa benih ikan nila
Ogan Ilir yang kemudian diadaptasi di
(3-5 cm) dengan frekuensi 3 kali sehari
kolam yang terkontrol selama seminggu.
yaitu pagi (08.00-09.00 WIB), siang
Seleksi Induk (12.00-13.00 WIB), sore (15.00-16.00
Seleksi induk dilakukan di kolam WIB) sebanyak 2 ekor/induk.
pemeliharaan dengan cara memilih satu

3
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

Penyuntikan Kualitas air yang diukur dalam penelitian


Sebelum dilaksanakan proses ini adalah suhu, pH dan oksigen terlarut.
penyuntikan, terlebih dahulu menyiapkan Pengukuran parameter tersebut dilakukan
alat dan bahan yang digunakan untuk selama penelitian pemijahan.
penyuntikan. Selanjutnya, dilakukan
pengukuran bobot tubuh induk ikan gabus Analisa Data
untuk menghitung kebutuhan hormon Data yang diperoleh berupa waktu
sesuai dengan dosis perlakuan. laten, jumlah telur, persentase telur
Penyuntikan induk betina dan induk jantan terbuahi, persentase telur menetas
dilakukan secara bersamaan. Penyuntikan dianalisis secara statistik menggunakan
dilakukan pada bagian punggung dengan analisa sidik ragam (ANOVA) dengan
kemiringan jarum suntik 30 – 40o. tingkat kepercayaan 95%. Apabila data
menunjukkan berpengaruh nyata maka
Parameter yang Diamati dilakukan uji lanjut terkecil (BNT). Data
Parameter yang diamati dalam kualitas air meliputi suhu, pH, dan DO
penelitian ini adalah waktu laten data dianalisis secara deskriptif.
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia
waktu laten diambil selama proses
pemijahan berlangsung dengan cara
menghitung selisih waktu dari penyuntikan HASIL DAN PEMBAHASAN
sampai keluarnya telur menggunakan
Kelangsungan Hidup
rumus Manantung et al (2013). Jumlah
Waktu Laten
telur dihitung menggunakan alat bantu
Waktu laten pemijahan diamati
berupa transek berukuran 10 x 10 cm2
setiap satu jam sekali setelah penyuntikan
yang terbuat dari pipa, telur dihitung
sampai jam ke sembilan, sehingga didapat
dalam transek sebanyak 5 kotak sampling.
hasil rata-rata waktu laten antara 27,70 –
Persentase telur terbuahi, telur yang tidak
23,29 (jam). Berdasarkan data hasil
terbuahi dihitung secara menyeluruh.
penelitian di atas, bahwa waktu laten pada
Setelah itu dihitung persentase telur yang
perlakuan P3 dengan dosis tertinggi
terbuahi dengan menggunakan rumus
merupakan waktu tercepat ikan memijah
Effendie (1979). Persentase telur menetas
yaitu 23,70 jam jika dibandingkan dengan
dari hasil penelitian ini dihitung dengan
P1 dan P2, sedangkan P1 dengan waktu
menggunakan rumus Arfah et al. (2006).

4
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

ikan memijah yaitu 27,70 jam adalah cukup lama antara P1, P2 dan P3 untuk
waktu rata-rata paling lama induk ikan bisa melakukan ovulasi. Induk ikan gabus
gabus untuk mampu melakukan yang berhasil melakukan ovulasi
pemijahan. Berdasarkan analisis sidik disebabkan adanya pengaruh dari dosis
ragam menunjukan bahwa penggunaan penyuntikan menggunakan hormon
dosis hormon gonadotropin sintetik yang gonadotropin sintetik .
berbeda tidak berbeda nyata terhadap Semakin banyak penggunaan dosis
waktu laten pemijahan ikan gabus. Cepat yang disuntikan ke induk ikan gabus,
atau lambatnya waktu laten atau batas semakin mempercepat pemijahan ikan
waktu ovulasi dipengaruhi oleh beberapa gabus. Adanya pengaruh GnRH dan anti
faktor yaitu faktor hormonal berupa dopamin semakin banyak diberikan
rangsangan penyuntikan hormon menyebabkan GtH mensekresikan kelenjar
gonadotropin sintetik terhadap proses hipofisa semakin banyak. GtH yang terlalu
spermiasi dan faktor lingkungan berupa banyak dapat menyebabkan
kuantitas dan kualitas air keberadaannya diplasma darah semakin
(Najmiyati, 2009). lama dapat memaksimalkan kematangan
Pada penelitian ini, cepatnya waktu gonad dan mempercepat ovulasi. Hal ini
laten pada perlakuan P3 diduga karena pula dijelaskan oleh Kestemont (1988)
dosis hormon gonadotropin sintetik paling dalam Novianto (2004) yang menyatakan
tinggi, sehingga menyebabkan aktivitas bahwa kombinasi antara LHRH-a dan anti
pengeluaran feromonnya makin cepat oleh dopamin dapat menyebakan tingginya GtH
induk betina untuk ovulasi. Menurut yang disekresikan dan keberadaannya
Syafei et al. (1991) dalam Zairin Jr et al. dalam plasma darah lebih lama.
(2005), respon feromon menyebabkan
terjadinya peningkatan hormon neurofisa, Jumlah telur
sehingga bila kadarnya telah mencapai Jumlah telur adalah jumlah telur yang
tingkat tertentu mengakibatkan dikeluarkan saat ovulasi (Najmiyati et al.,
pengeluaran telur oleh induk betina 2006). Berdasarkan hasil penelitian jumlah
semakin cepat. Ovulasi ikan gabus dengan telur induk ikan gabus pada perlakuan P1,
penggunaan hormon gonadotropin sintetik P2 dan P3 rata-rata mencapai 2.847-6.668
dilihat dari lama selisih waktu butir/cm2 ikan gabus. Jumlah telur ikan
diperolehnya ovulasi dengan selisih waktu gabus pada perlakukan P1 sebesar 6.668

5
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

butir telur, lebih besar bila dibandingkan Menurut Bijaksana (2011),


pada perlakuan P2 dengan jumlah telur beberapa penelitian banyak menujukan
sebanyak 2.847 butir telur dan jika bahwa pengaruh induk betina untuk
dibandingkan jumlah telur pada perlakuan pertama kalinya memijah memiliki ukuran
P3 sebanyak 3.616 butir telur. Berdasarkan telur ikan lebih kecil, kemudian meningkat
analisis sidik ragam penggunaan hormon secara signifikan pada pemijahan kedua,
gonadotropin sintetik dosis berbeda selain itu jumlah telur juga dapat
hasilnya tidak berbeda nyata terhadap dipengaruhi oleh umur ikan yang akan
jumlah telur ikan gabus. dipijahkan, semakin tua umur induk ikan
Pada hasil penelitian ini perlakuan biasanya memiliki bobot gonad yang
P2 dan P3 penyuntikan dengan dosis 0,4 cukup besar dan memiliki rongga perut
ml/kg ikan dan dosis 0,6 ml/kg ikan yang cukup lebar sebagai penampung telur
dengan kisaran bobot 160–170 g ikan yang lebih besar pula.
diperoleh telur 2.874 butir – 3.616 butir.
Tidak selamanya ikan yang mempunyai Persentase telur terbuahi
bobot tubuh maksimal memiliki jumlah Berdasarkan data hasil penelitian,
telur yang banyak. Menurut Effendie pada perlakuan P3 dengan dosis hormon
(2002) dalam Harianti (2013) bahwa, gonadrotropin sintetik sebesar 0,6 ml/kg
ukuran atau bobot tertentu ikan, jumlah ikan menghasilkan pembuahan lebih
telur dapat bertambah kemudian menurun rendah dibandingkan P1 dengan dosis
lagi akibat respon terhadap perbaikan hormon gonadrotropin sintetik sebesar 0,2
makanan melalui kematangan gonad pada ml/kg ikan dan P2 dengan dosis sebesar
saat jarak antara siklus pemijahan. 0,4 ml/kg ikan. Hal ini diduga pemberian
Menurut Fujaya (2001) dalam dosis yang tinggi pada P3 menyebabkan
Harianti (2013), jumlah telur pada setiap ikan betina cepat berovulasi dari efek
individu betina tergantung pada umur, pemberian GnRH-a. Akibat pemberian
ukuran, spesies dan kondisi lingkungan GnRH-a maka proses pematangan telur
(ketersediaan makanan, suhu, air dan semakin cepat, sehingga menyebabkan
musim). Menurut Sukendi (2001) dalam tidak meratanya kematangan telur pada P3.
Makmur (2006), nilai jumlah telur spesies Menurut Mylonas (1992) dalam Novianto
ikan dipengaruhi oleh ukuran panjang total (2004), menyatakan pada ikan Brown trout
dan bobot tubuh. bahwa, treatment GnRH-a akan

6
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

menyebabkan ketidak sikronan antara optimal untuk pemijahan ikan gabus.


kematangan meiotik telur dengan proses Menurut Yulisman et al. (2012), ikan
ovulasi sehingga telur yang belum matang gabus lebih toleran terhadap kondisi suhu
ikut diovulasikan, hal ini yang berkisar 20-350C. Menurut Shao (1977)
menyebabkan pengurangan derajat dalam Bijaksana (2011), bahwa suhu yang
pembuahan. baik untuk kehidupan ikan gabus berkisar
Berdasarkan analisis sidik ragam antara 26-30oC.
menunjukkan penggunaan hormon Nilai kisaran pH pada proses
gonadotropin sintetik dosis berbeda pada pemijahan ialah 5,3- 7,0. Hal ini
pembuahan ikan gabus tidak berbeda merupakan nilai yang optimal untuk
nyata. Hal ini diduga karena dosis yang pemijahan ikan gabus. Batas minimum pH
tinggi pada ikan uji yang mengakibatkan air yang dapat ditolerir oleh ikan adalah
menurunnya volume semen saat memijah. 4,0 dan batas maksimum pH air yang
Seperti yang dikemukakan oleh Billard et sanggup ditolerir adalah 11,0 (Hickling,
al. (1981) dalam Muhammad et al. (2003), 1971 dalam Bijaksana 2011), sedangkan
bahwa dosis yang tinggi akan memberikan menurut Sutisna (1995), pH air 4-9 adalah
efek negatif terhadap kerja gonad sehingga kisaran yang optimal untuk pembenihan
volume semen rendah dan konsentrasi ikan air tawar.
sperma tinggi. Munkittrick dan Moccia Nilai oksigen terlarut pada
(1987) dalam Muhammad et al. (2003) penelitian pemijahan ikan gabus ini adalah
menambahkan bahwa semakin tinggi 3,08-5,76 ppm nilai tersebut merupakan
konsentrasi spermatozoa untuk pembuahan masih dalam kisaran optimal dalam proses
telur, maka tingkat pembuahan semakin pemijahan ikan gabus sesuai dengan
rendah. pernyataan Ramli dan Rifa’i (2010),
kebutuhan optimal oksigen terlarut bagi
Kualitas Air ikan pada umumnya adalah berkisar antara
Berdasarkan data hasil penelitian 4 – 8 ppm, sedangkan nilai tertinggi
bahwa, kualitas air selama proses oksigen terlarut dalam penelitian ini adalah
pemijahan masih dalam kisaran yang 5,76 ppm. Menurut Bijaksana (2011),
optimal untuk pemijahan ikan gabus. Nilai tingginya oksigen tarlarut di dalam kolam
suhu pada pemijahan ikan gabus adalah disebabkan karena terjadinya difusi
28-32ºC, suhu ini merupakan suhu yang

7
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

oksigen dari udara oleh tingginya aktivitas terhadap waktu laten, jumlah telur, dan
pergerakan ikan gabus di dalam wadah. persentase telur yang terbuahi. Pada
penelitian ini perlakuan P1 adalah
KESIMPULAN perlakuan yang terbaik berdasarkan pada
Penggunaan hormon gonadotropin empat parameter yakni waktu laten (27,70
sintetik dosis berbeda, memberikan hasil jam), jumlah telur (6.668 butir), persentase
berbeda nyata terhadap persentase telur telur terbuahi (99,75%) dan persentase
yang menetas namun tidak berbeda telur menetas (78,47%).
nyata

DAFTAR PUSTAKA Effendie MI. 1979. Metode Biologi


Perikanan. Yayasan Dewi Sri,
Arfah H., Maftucha L dan Carman O. Bogor.
2006. Pemijahan secara buatan
pada ikan gurame (Osphronemus Fitriliyani I. 2005. Pembesaran Larva Ikan
gouramy Lac) dengan penyuntikan Gabus, Channa striata dan
ovaprim. Jurnal Akuakultur Efektifitas Induksi Hormon
Indonesia. 5(2):103-112. Gonadotropin untuk Pemijahan
Induk, Tesis S2 (tidak
Biro Pusat Statistik. 2010. Statistik dipublikasikan). Fakultas Pasca
Indonesia 2010. BPS, Jakarta Sarjana Institut Pertanian Bogor,
Bijaksana U. 2011. Pengaruh Beberapa Bogor.
Parameter Air pada Pemeliharaan Harianti. 2003. Fekunditas dan diameter
Larva Ikan Gabus, Channa striata telur ikan gabus (Channa striata
Blkr di dalam Wadah Budidaya : Bloch) di danau Tempe, Kabupaten
Kualitas Air Larva Ikan Gabus. Wajo. Sulawesi Selatan. J. Saintek
http//haruanrawa.wordpress.com. Perikanan. 8(2):18-24.
(Diakses 12 Januari 2015)
Juliansyah, Noor M dan Idrus MI. 2014.
Bijaksana U. 2012. Dosmestikasi ikan Aspek biologi reproduksi ikan
gabus (Channa striata Blkr), upaya kelabu (Osteochilus melanopleurus
optimalisasi perairan rawa di Bleeker) sebagai potensi akuakultur
Provinsi Kalimantan Selatan. J. untuk mendukung peningkatan
Lahan Suboptimal. 1(1):92-101. produksi perikananan budidaya.
Cucikodana Y, Supriadi A dan Purwanto Jurnal BBAT Mandi Angin.
B. 2012. Pengaruh perbedaan suhu Makmur S. 2003. Biologi Reproduksi,
perebusan dan konsentrasi NaOH Makanan dan Pertumbuhan Ikan
terhadap kualitas bubuk tulang ikan Gabus (Channa striata Bloch) di
gabus (Channa striata). J. Daerah Banjiran Sungai Musi
Fishtech. 1(1): 91-101. Sumatera Selatan, Tesis S2 (Tidak
dipublikasikan). Program Pasca
Sarjana, IPB, Bogor.

8
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Saputra, et al. (2015)

Makmur S. 2006. Fekunditas dan diameter Ng TB dan Idler DR. 1983. Yolk
telur ikan gabus (Channa striata formation and differentiation in
Bloch) di daerah banjiran sungai teleost fishes. In Hoar WS, Randall
Musi Sumatra Selatan. J. Fish DJ, Donaldson EM. (Eds.) Fish
Science. 7 (2):254-259. Physiology Vol IX. New York,
Manantung VO, Sinjal HJ dan Monijung Academic Press.pp. 373-404
R. 2013. Evaluasi kualitas, Ramli HR dan Rifa’i MA. 2010. Telaah
kuantitas telur dan larva ikan patin food habits, parsit dan bio-
siamdengan penambahan ovaprim limnologi fase-fase kehidupan ikan
dosis berbeda. J. Budidaya gabus (Channa striata) di perairan
Perairan. 1(3):14-23. umum Kalimantan Selatan. J.
Muhammad, Hamzah S dan Irfan A 2003. Ecosystem.10(2):76-84.
Pengaruh donor dan dosis kelenjar Sumiasari WE. 2010. Pengaruh Dosis
hipofisa terhadap ovulasi dan daya Hipofisa Ikan Lele Dumbo (Clarias
tetas telur ikan betok (Anabas gariepinus) Terhadap Kualitas
testudineus). J. Sain dan Teknologi. Sperma dan Penetasan Telur Ikan
3(3):87-94. Baung (Hemibrangus nemurus).
Najmiyati E, Lisyastuti E dan Eddy YH. Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan).
2006. Biopotensi kelenjar hipofisis Fakultas Pertanian, UNSRI.
ikan patin (Pangasius pangasius) Tishom RI. 2008. Pengaruh sGnRHa+
setelah penyimpanan kering selama domperidon dengan dosis
0, 1, 2, 3 dan 4 bulan. Jurnal pemberian yang berbeda terhadap
Teknik Lingkungan. 7(3):311-316. ovulasi ikan mas (Cyprinus carpio
Najmiyati E. 2009. Induksi Ovulasi dan L) Surabaya. Berkala Ilmiah
Derajat Penetasan Telur Ikan Hike Perikanan. 3(1):9-16.
(Labeobarbus longipinnis) dalam Yulisman, Fitrani M dan Jubaedah D.
Penangkaran Menggunakan GnRH 2012. Peningkatan pertumbuhan
Analog. Tesis S2 (Tidak dan efisiensi pakan ikan gabus
dipublikasikan). Sekolah Pasca (Channa striata) melalui optimasi
Sarjana Institut Pertanian Bogor, kandungan protein dalam pakan.
Bogor. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk.
Novianto E. 2004. Evaluasi Penyuntikan 40(2):47-55.
Ovaprim-C dengan Dosis Berbeda Zairin Jr M. Sari KR dan Raswin M. 2005.
pada Ikan Sumatera (Puntius Pemijahan ikan tawes dengan
tetrazona). Skripsi S1. Departemen sistem imbas memijahkan ikan mas
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
sebagai pemicu. Jurnal Akuakultur
Bogor, Bogor Indonesia4(2):103-108.

You might also like