You are on page 1of 6

IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH

LAHAN BASAH KABUPATEN BANJAR

Acep Supriadi Wahyu


Mariatul Kiptiah
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Univ. Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen. H. Hasan Basri Banjarmasin
email: profwahyu@gmail.com

Abstract: Conflict over customary land dispute in the area of wetlands and located in South
Kalimantan in order of importance of business expansion by certain groups increasingly rife. The
results of the research in the first year indicates that the land-related conflicts in wetland areas
associated with layered certificate and between the seal and the certificate in the village of Gambut
District of Banjar Regency. Generally, conflicts become apparent when peat lands are uncultivated
land previously held a high place in the economy due to the access road. High-value economy is
usually associated with the interests of residential, business, and other economic interests. The next
approach in this research uses a qualitative approach with descriptive methods. The population
derived from the conflicts over indigenous land in wetland areas Banjar regency with the sampling
technique is purposive sampling. In general, the Focus Group Discussion (FGD) for two events form
the basis for formulating a model of conflict resolution of land in wetland areas. Land conflicts that
stem from overlapping certificates, certificates and seals both for personal as well as public and
indigenous land has led to the completion of both litigation and non litigation. Outcomes of this
study is to create a model of conflict resolution of land in wetland areas in Banjar district.

Keyword: wetlands, land conflict, conflict resolution

Abstrak: Konflik tentang perebutan tanah adat di daerah lahan basah dan strategis di Kalimantan
Selatan dalam rangka kepentingan perluasan lahan bisnis oleh kelompok tertentu semakin marak
terjadi. Hasil penelitian di tahun ke 1 menunjukkan bahwa konflik tanah yang terkait di daerah lahan
basah berhubungan dengan sertifikat berlapis dan antara segel dan sertifikat di daerah kelurahan
Gambut Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Umumnya, konflik menjadi muncul ketika lahan gambut
yang sebelumnya adalah lahan tidur sudah bernilai tinggi secara ekonomi akibat adanya akses jalan.
Bernilai tinggi secara ekonomi biasanya terkait dengan kepentingan pemukiman, usaha, dan
kepentingan ekonomi lainnya. Pendekatan dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif. Populasi yang diambil diperoleh dari daerah konflik perebutan
tanah adat di daerah lahan basah Kabupaten Banjar dengan teknik samplingnya adalah purposive
sampling. Secara umum, Focus Group Discussion (FGD) selama dua kali kegiatan menjadi dasar
dalam memformulasi model penanganan konflik tanah di daerah lahan basah. Konflik tanah yang
berakar dari sertifikat tumpang tindih, sertifikat dan segel baik untuk kepentingan pribadi serta umum
serta tanah ulayat sudah mengarah pada penyelesaian baik litigasi maupun non litigasi. Luaran dari
penelitian ini adalah membuat model penanganan konflik tanah di daerah lahan basah di Kabupaten
Banjar.

Kata Kunci: lahan basah, konflik tanah, dan model penanganan

Berbicara tanah tentu berbicara tentang permulaan dalam membangun kehidupan manusia.
bagaimana setiap manusia bisa bertahan hidup Pertahanan kehidupan manusia juga sangat
karena tanah sesungguhnya menjadi tempat bagi dipengaruhi oleh keberadaan tanah. Tanah menjadi
setiap manusia untuk melakukan aktualisasi diri tempat berpijak sehingga ini pun harus
(UU Agraria No. 5/1960). Tanah merupakan dipertahankan keberlangsungannya. Pembicaraan
1
2 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

tentang tanah tidak dapat dilepaskan dari agraria Selanjutnya hasil penelitian berjudul
yang sudah lama menjadi pembahasan dari masa “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di
ke masa. Konflik agraria dalam setiap peradaban Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar” (Wahyu
manusia menjadi warna tersendiri yang dan Mariatul Kiptiah, 2014) yang merupakan
menentukan sebuah perjalanan bangsa. Konflik penelitian tahun ke-1 menunjukkan bahwa konflik
agraria berjalin kelindan dengan bagaimana lahan tanah yang terkait dengan lahan basah secara lebih
menjadi ajang kontestasi (Suhendar dan Winarni, persisnya berada di Kelurahan Gambut dan
1998). Dengan kata lain, perebutan lahan terus umumnya mengenai sertifikat berlapis. Yang
menerus bermunculan. Tanah, dalam konteks ini, mendasari kemunculan konflik tanah dan adanya
kemudian menjadi rebutan dan perebutan sehingga sertifikat berlapis adalah karena adanya akses jalan
kondisi inilah yang melahirkan konflik. Umumnya, yang sebelumnya tidak ada. Tanah di daerah lahan
konflik tentang perebutan tanah muncul ketika ada basah kelurahan Gambut yang sebelumnya hanya
pihak yang merasa kuat ingin menguasai tanah merupakan lahan tidur atau dapat juga disebut
padahal lahan tersebut menjadi milik bersama. Hutan Galam kemudian bernilai ekonomi tinggi
Data menunjukkan bahwa di Kalimantan pasca dibukanya akses jalan. Tanah dengan
Timur (Kaltim) konflik agraria umumnya sertifikat berlapis berlokasi di sepanjang jalan A.
didominasi oleh konflik sektor perkebunan dengan Yani di antara Km. 7 sampai dengan Km. 18 dan
jumlah 30 konflik, kemudian konflik di sektor Lingkar Utara.
kehutanan dengan jumlah 26 konflik, dan konflik Dengan pertimbangan itulah, maka menjadi
pertambangan sebanyak 5 konflik. Konflik di penting untuk mendesain pola penanganan konflik
sektor kehutanan, misalnya, terjadi akibat tanah di daerah lahan basah di Kabupaten Banjar
perampasan hutan adat oleh perusahaan hutan dalam rangka mengantisipasi konflik-konflik laten
tanaman industri, padahal Kementerian tentang tanah yang dimungkinkan muncul suatu
Kehutanan telah menyutujui adanya hutan adat waktu tertentu. Tujuan penulisanini adalah untuk
seluas 700 Ha dari 11.667 Ha di Masyarakat Adat mendeskripsikan pemetaan tahapan upaya-upaya
Modang. Sementara di Kalimantan Selatan dalam penanganan konflik tanah di daerah lahan
(Kalsel) konflik didominasi oleh konflik di sektor basah Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan
pertambangan dan perkebunan dengan skala Gambut dan membuat model penanganan konflik
besar dengan masing-masing 7 konflik, kemudian tanah di daerah lahan basah Kabupaten Banjar,
sektor kebijakan penataan ruang dengan 3 konflik khususnya Kecamatan Gambut. Kebermanfaatan
dan 1 konflik di sektor kehutanan. Salah satu konflik tulisan ini setidaknya mencakup dua aspek baik
perkebunan besar adalah rencana pembukaan dalam konteks teoritis maupun praktis. Secara
lahan rawa secara besar-besaran di daerah rawa teoritis diharapkan dapat memberikan sebuah
di beberapa kabupaten seperti Hulu Sungai Utara, pandangan baru terkait pemetaan tahapan upaya-
Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut dan Tapin. upaya dalam penanganan konflik tanah di daerah
Ekspansi perkebunan besar selain mengancam lahan basah Kabupaten Banjar, khususnya
pengurangan lahan pertanian juga mengancam Kecamatan Gambut. Secara praktis, diharapkan
mata pencaharian masyarakat di sektor perikanan dapat memberikan sumbangan konkret bagi
air tawar. Industri ekstraktif pertambangan batu pemerintah daerah dan pusat tentang model
bara cukup masif di Kalimantan Selatan walaupun penanganan konflik tanah di daerah lahan basah
hanya tercatat hanya 7 konflik tapi diperkirakan Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan
jumlahnya mungkin jauh lebih besar. Salah satu Gambut.
konflik dengan pertambangan adalah di komunitas Kajian ini bermaksud untuk mengindentifikasi
Dayak Deyah di Kabupaten Tabalong. persoalan yang dihadapi masyarakat di daerah
Perusahaan pertambangan telah merampas lahan lahan basah di Kabupaten Banjar terkait perebutan
milik masyarakat padahal disana terdapat tanah adat. Pendekatan yang digunakan adalah
setidaknya ada 6 lokasi makam leluhur pendekatan kualitatif deskriptif yang bertujuan
mereka.Kini apapun nama konflik yang memicu untuk mengetahui dan mengamati akar konflik
tersebut, maka ketika rakyat ingin merebut kembali yang mendasari perebutan tanah adat di daerah
tanahnya yang akan dirampas para perampok, hal lahan basah Kabupaten Banjar. Lokasi penelitian
tersebut sebetulnya dinamakan konflik restoratif dilakukan di daerah lahan basah Kabupaten Banjar
(Sadikin dan Samandawai, 2007). yang sedang terjadi konflik perebutan tanah adat.
Wahyu & Kiptiah, Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar 3

Populasinya adalah semua warga dengan tanah persoalan menjadi jelas serta terukur dan semua
adatnya yang sedang menjadi lahan perebutan oleh pihak bisa saling menerima pendapat masing-
pihak penguasa di daerah lahan basah Kabupaten masing. Satu kegiatan pem-fasilitasi-an selesai,
Banjar.Penentuan sampel dilakukan dengan pur- maka kedua belah pihak yang berkonflik
posive sampling. Respondennya adalah tokoh dipersilahkan untuk melakukan perenungan secara
masyarakat, ketua RT/RW, lurah Gambut, dan mendalam demi kepentingan bersama. Agenda
camat. Penelitian ini menggunakan teknik selanjutnya adalah meminta kedua belah pihak
pengumpulan data berupawawancara mendalam untuk menentukan jadwal pertemuan kembali.
dan observasi langsung. Analisa data adalah dengan Selama masa jedah untuk menuju pertemuan
menggunakan deskriptif-analitis, yakni selanjutnya, dipersilahkan agar kedua belah pihak
menggambarkannya dan kemudian menganalisa membahasnya bersama keluarga terkait dengan
obyek penelitian tersebut secara kritis. Setelah itu, melaporkan apa yang sudah dimusyawarahkan
dilakukan teknik analisis isi (content analysis). bersama kelurahan. Mendiskusi hasil pertemuan
Latar belakang konflik tanah di Kabupaten dengan kelurahan dalam keluarga tentunya
Banjar, terutama di Kelurahan Gambut adalah diharapkan bisa memberikan titik terang arah
terkait dengan dua hal, yakni waris dan penyelesaian konflik tersebut.
pembangunan di bidang ekonomi. Untuk konflik Selanjutnya pada pertemuan berikut dimana
tanah yang bersumber dari perebutan tanah kelurahan melakukan fasilitasi terhadap kedua
warisan, maka dilakukan dengan pendekatan belah pihak, maka kedua belah pihak yang
kekeluargaan dimana kelurahan memfasilitasi berkonflik tersebut menyampaikan ulang atas hasil
kedua belah dalam konteks mencari jalan tengah musyawarah dengan keluarga. Umumnya, ada
dengan tujuan agar bisa mendamaikan dan mencari dua hasil atas fasilitasi kelurahan, yakni sepakat
titik temu yang menyejukkan. Dengan kata lain, untuk sepakat mengakhiri konflik secara
lurah dan atau pembakal mengundang saudara kekeluargaan dimana konflik tanah dianggap
sekandung dari bapak atau ibu untuk duduk selesai setelah sama-sama sepakat atas
bersama dalam rangka menemukan jalan keluar. kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak
Dalam konflik perebutan tanah warisan, jalan dan sepakat untuk tidak sepakat dimana konflik
tempuh lebih berorientasi kepada semangat yang tidak bisa diselesaikan di tingkat kelurahan
bersama dan harmoni untuk tetap mempertahan- diteruskan ke meja pengadilan agama. Ketika
kan keutuhan keluarga. Oleh sebab itu, langkah sudah masuk ke pengadilan agama, maka
pertama dengan mengundang saudara sekandung pendekatan hukum positif kemudian menjadi jalan
menjadi awal untuk membuka dialog. Pintu terakhir dengan mendasarkan diri kepada ilmu
pembuka dialog tersebut kemudian diteruskan waris yang kemudian lebih dikenal disebut ilmu
dengan meminta kedua belah pihak untuk saling faraidh.
menceritakan permasalahan yang ada, memulai Selanjutnya mengenai konflik perebutan tanah
dari sumber masalah itu muncul. Dengan yang didasarkan pada tumpang tindih sertifikat,
menceritakan masalahnya, ini kemudian diarahkan segel dengan sertifikat, surat kepemilikan tanah
kepada apa yang menyebabkan masalah atau (SKT) dan sertifikat tanah yang berorietansi
pemicu kemunculan masalah tersebut. kepada pembangunan ekonomi sudah menjadi
Langkah selanjutnya adalah mendudukkan bagian dari posisi strategis, maka umumnya, ketika
setiap persoalan secara proporsional dan ada konflik tanah, hal ini kemudian diselesaikan
memberikan tanggapan atas penyampaian kedua secara kekeluargaan yang awalnya difasilitasi
belah pihak juga proporsional, tidak mengundang aparat kelurahan, yakni Lurah dan Ketua RT
keberpihakan karena faktor pertimbangan setempat. Dalam status ini, kedua belah pihak yang
tertentu. Setelah memberikan umpan balik atau bersengketa kemudian dihadap-hadapkan dan
tanggapan balik dari pihak kelurahan atau diajak melakukan dialog dengan kemudian
pembakal kepada kedua belah pihak yang menunjukkan surat tanah yang dimiliki, misalnya
berkonflik dalam satu keluarga tersebut, maka segel atau sertifikat tanah dan surat-surat lain yang
kedua belah pihak selanjutnya memberikan bisa mendukung untuk menguatkan kepemilikan.
penyampaian ulang. Langkah dan pendekatan dia- Tak hanya itu saja, proses dialog untuk
log tersebut dilakukan secara berulang-ulang menjembatani ketidakjelasan menuju kejelasan
dalam satu kegiatan pem-fasilitasi-an hingga akar status tanah yang sedang menjadi konflik juga
4 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

dilakukan dengan melakukan pengukuran ulang paling dekat dengan daerah tanah tersebut menjadi
batas tanah dengan menghadirkan tetangga bahan konflik. Saksi adalah yang tinggal di bagian
terdekat yang kebetulan atau tidak dekat dengan kiri, kanan, depan, dan belakang tanah yang
tanah yang sedang menjadi bahan konflik tersebut. menjadi sengketa konflik. Ketiga, menunggu hasil
Para saksi tersebut adalah tetangga kanan, kiri, dari proses hukum yang berlangsung di pengadilan
depan, dan belakang yang mengitari tanah negeri, siapakah yang menang (bukan
berkonflik tersebut. Dengan menggunakan dimenangkan) dengan mempertimbangkan bukti-
pendekatan tersebut, ini diharapkan bisa bukti yang sudah ditunjukkan di sidang pengadilan.
memberikan upaya penjelasan. Selain itu, umur Berdasarkan sejumlah temuan yang
surat tanah pun kemudian menjadi pertimbangan, diperoleh dari hasil Focus Group Discussion
apakah segel, surat keterangan tanah, sertifikat (FGD) selama dua kali kegiatan, selanjutnya
tanah, dan saporadik yang lebih muncul. Dengan menjadi penting untuk membangun konsep baru
kondisi kemunculan yang lebih awal, ini dapat tentang upaya-upaya dan langkah-langkah yang
memperjelas status kepemilikan tanah dan begitu dapat digunakan dalam menyelesaikan konflik
seterusnya. tanah, baik yang merupakan konflik tanah warisan,
Tentunya, dialog tahap satu selesai tanah ulayat, maupun konflik tanah demi
dilaksanakan dan semua pihak yang berkonflik kepentingan umum.
diharapkan melakukan perenungan diri sebelum Konflik tanah dalam rentang sejarah dari
melakukan dialog kekeluargaan atas tanah konflik. waktu ke waktu tidak akan pernah hilang dan terus
Harapannya adalah di dialog tahap kedua ini kedua menerus akan menjadi bagian tak terpisahkan dari
belah pihak sudah menemukan titik terang, apakah perjalanan kehidupan manusia. Manusia tanpa
sepakat untuk mengakhir konflik dengan mengakui konflik tidak akan mampu melakukan adaptasi diri
status tanah yang dimiliki oleh surat tanah, yang dan melakukan gerak langkah untuk terus
lebih awal muncul dan begitu seterusnya. Dengan melakukan pembenahan diri demi kepentingan
kata lain, sepakat untuk sepakat menyelesaikan kehidupan yang lebih baik baik diri maupun
perdebatan mengenai tanah di tingkat kelurahan lingkungan sekitar. Menurut Limbong (2012),
saja. Apabila hasil dialog tahap kedua kemudian konflik pertanahan di dalam masyarakat pada
menjadi buntu, maka biasanya akan mengundang umumnya memiliki hubungan tiga hal, yakni: (1)
pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk proses ekspansi dan perluasan skala akumulasi
melakukan pengukuran ulang serta mengecek sta- modal, baik modal domestik maupun internasional,
tus surat tanah, manakah yang lebih kuat baik secara (2) watak otoriternya negara dalam menyelesaikan
hukum maupun secara usia surat keluarnya tanah. kasus agraria, (3) berubahnya strategi dan orientasi
Selanjutnya, yang biasa dilakukan pasca dia- pembangunan masyarakat menjadi kapitalistik.
log kekeluargaan ketika tidak mencapai titik temu, Beberapa model penyelesaian konflik yang
ini kemudian dilanjutkan dengan jalur hukum, yakni dapat digunakan untuk mengatasi sengketa tanah
pengadilan negeri. Di dalam pengadilan negeri, yaitu penyelesaian melalui pengadilan dan melalui
maka baik penggugat maupun tergugat harus luar pengadilan. Penyelesaian sengketa tanah
mengikuti peraturan yang berlaku dalam melalui jalur pengadilan dapat dilakukan melalui
persidangan, menunjukkan fakta-fakta hukum beberapa tahap, yaitu mulai dari pengadilan negeri,
demi kepentingan hukum yang berlaku. pengadilan tinggi, kasasi, dan peninjauan kembali
Umumnya, ada beberapa hal yang dilakukan ketika (PK). Pengadilan Negeri memproses perkara
sudah masuk jalur hukum. Pertama, baik tergugat selama kurang lebih enam (6) bulan. Oleh
maupun penggugat harus menyiapkan berkas- karenanya, perkara tanah di tingkat pengadilan
berkas terkait untuk saling menguatkan bukti negeri sudah dipastikan memakan waktu yang
kepemilikan tanah. Bukti-bukti kepemilikan tanah cukup lama yang kemudian dapat menggantungkan
tersebut kemudian dilakukan verifikasi secara perkara. Pengadilan Tinggi merupakan kelanjutan
administratif melalui Badan Pertanahan Nasional dari proses di pengadilan tinggi apabila ada pihak-
(BPN) sebelum dikembangkan dan dilanjutkan pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan di
dengan survei lapangan. Kedua, baik tergugat pengadilan negeri. Masa berlangsungnya perkara
maupun penggugat juga harus menghadirkan para di pengadilan tinggi juga tidak jauh berbeda dengan
saksi yang bisa menguatkan bukti kepemilikan di pengadilan negeri dan ini kemudian semakin
tanah. Para saksi tentunya adalah orang yang menambah mandeknya penyelesaian perkara.
Wahyu & Kiptiah, Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar 5

Pada tingkat kasasi sering juga terjadi maka lembaga konsiliasi harus memenuhi hal-hal
keterlambatan dalam pemeriksaan. Untuk dapat sebagai berikut: (1) bersifat otonom dan
diperiksa harus menunggu bertahun-tahun independen; (2) bersifat monopolistis atau hanya
lamanya dan biasanya tidak kurang dari tiga (3) lembaga itulah yang berfungsi menyelesaikan
tahun sebelum akhirnya diputus dalam kasasi. Ini konflik demikian; (3) mampu mengikat
juga terjadi akibat antrean pemeriksaan dalam kepentingan semua golongan; dan (4) bersifat
acara kasasi karena banyaknya perkara kasasi demokratis.
yang ditangani.Peninjauan Kembali (PK)umumnya Mediasi merupakan pengendalian konflik
memerlukan waktu antara 8-9 tahun sebelum yang dilakukan dengan cara membuat konsensus
perkara ini tiba pada taraf dapat dilakukan eksekusi di antara dua pihak yang berkonflik untuk mencari
oleh pengadilan negeri. pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai
Penyelesaian perkara melalui luar pengadilan mediator dalam penyelesaian konflik. Mediator
dapat dilakukan dengan musyawar (negotiation), wajib menyelesaikan tugasnya paling lama 30 hari
konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Negosiasi kerja sejak menerima pendaftaran konflik dari para
merupakan fact of life dan setiap orang pihak
melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang Arbitrase merupakan pengendalian konflik
diinginkan oleh orang lain. Negosiasi berasal dari yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak
kata bahasa Inggris, negotiation yang berarti yang bertentangan sepakat untuk menerima atau
berunding, bermusyawarah atau bermufakat. terpaksa akan hadirnya pihak ketiga yang akan
Penyelesaian secara musyawarah mufakat juga memberikan keputusan bagi mereka dalam
dapat dikenal dengan sebutan penyelesaian secara menyelesaikan konflik tersebut. Dalam
bipartit, yakni penyelesaian yang dilakukan oleh penyelesaian secara arbitrase, kedua belah pihal
para pihak yang sedang berselisih dan orang yang sepakat untuk mendapatkan keputusan yang
mengadakan perundingan disebut negotiator. bersifat legal sebagai jalan keluar. Selayaknya
Menurut Goodpaster (1993), negosiasi adalah kasus perdata di pengadilan, arbitrase termasuk
suatu proses interaksi dan komunikasi dinamis penyelesaian kasus pertanahan, ada Penggugat
serta beragam dengan tujuan menyelesaikan atau dan Tergugat. Bedanya adalah disebut Pemohon
mengurangi persengketaan atau perselisihan. dan Termohon. Secara umum, proses persidangan
Sedangkan Kanowitz sebagaimana dikutip Wijaya arbitrase dapat melalui beberapa tahap, yakni mulai
(2001) mengatakan bahwa negosiasi itu sendiri dari upaya damai, jawaban Termohon, tanggapan
dapat berjalan sukses ketika melibatkan beberapa Pemohon, pemeriksaan bukti, keterangan saksi dan
hal penting: (1) kekuatan dari pengetahuan dan ahli, kesimpulan akhir para pihak dan terakhir
keterampilan; (2) kekuatan dari hubungan yang adalah pembacaan putusan. Putusan arbitrase
baik; (3) kekuatan dari alternatif yang baik dalam bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap
negosiasi; (4) kekuatan untuk mencapai serta mengikat para pihak. Dengan demikian,
penyelesaian yang elegan; (5) kekuasaan putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding,
legitimasi; dan (6) kekuatan komitmen. kasasi atau peninjauan kembali.
Konsiliasi merupakan bentuk pengendalian
konflik sosial utama. Pengendalian ini terwujud PENYELESAIAN SENGKETA TANAH
melalui lembaga tertentu yang memungkinkan ULAYAT
tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan
keputusan. Dalam bentuk konsiliasi, konflik Konflik tanah hak ulayat pada prinsipnya dapat
pertanahan diselesaikan melalui parlemen dimana diselesaikan melalui cara non litigasi atau
kedua belah pihak berdiskusi dan berdebar secara penyelesaian sengketa alternatif. Secara umum,
terbuka untuk mencapai kesepakatan.Orang yang terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu tahap
berkonsiliasi disebut konsiliator dan yang musyawarah, pelaksanaan hasil musyawarah, dan
bersangkutan terdaftar di kantor yang berwenang penutupan hasil musyawarah. Tahap musyawarah
menangani masalah pertanahan. Konsiliator harus bertujuan untuk: (a) menentukan siapa yang akan
dapat menyelesaikan perselisihan tersebut paling menjadi juru penengah yang bertugas untuk
lama tiga puluh hari kerja sejak menerima melakukan pemahaman terhadap sengketa yang
permintaan penyelesaian konflik. Sehubungan terjadi, penentuan tempat penyelesaian, waktu dan
dengan penyelesaian konflik melalui konsiliasi, pihak-pihak lain yang akan dilibatkan serta hal-hal
6 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni 2016

lain untuk mendukung musyawarah, (b) meminta pendekatan ekonomi. Namun untuk non fisik, ini
keterangan dari pihak Pemohon/Penggugat dan lebih dekat dengan pendekatan sosiologis. Bentuk
Termohon/Tergugat berkaitan dengan sengketa kompensasi non fisik adalah sebagai berikut: (1)
serta mendengar keterangan dari pasa saksi yang pembangunan infrastruktur pemukiman baru yang
berasal dari pihak Pemohon dan Termohon, dan memadai seperti jalan dan transportasi umum,
(c) menyimpulkan pembicaraan, membuat surat pelistrikan, dan lain-lain; (2) pembangunan sarana
pernyataan damai, penandatanganan kesepakatan rekreasi seperti taman umum, tempat pertemuan
oleh para pihak yang bersengketa (bila sudah umum, dan lain sejenisnya; (3) akses ke tempat
disepakati), saksi dan penutupan musyawarah. strategis, seperti terminal, pasar, sekolah, dan lain
Tahap pelaksanaan hasil musyawarah, para sejenisnya; (4) pembangunan daerah tangkapan air
pihak akan melaksanakan kesepakatan yang sudah yang meliputi pengelolaan sumber DAS,
dibuat secara suka rela. Tahap penutupan penghutanan kembali, dan lain sejenisnya.
musyawarah, musyawarah akan ditutup oleh pihak
yang berkompeten dan biasanya dilakukan oleh SIMPULAN
pemimpin musyawarah.
Konflik perebutan tanah adat di daerah lahan
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH basah di Kabupaten Banjar khususnya
UNTUK KEPENTINGAN UMUM dilatarbelakangi oleh masalah waris dan pembangnan
di bidang ekonomi. Secara umum konflik tersebut
Konflik tanah terkait kepentingan umum dapat diselesaikan dengan model penyelesaian
sering melahirkan dampak sosial yang tidak sedikit melalui pengadilan dan melalui luar pengadilan
baik secara ekonomi, sosial dan lain sejenisnya. disesuaikan dengan jenis permasalahannya.
Oleh karenanya, diperlukan strategi untuk Penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilan
mereduksi dampak negatif dari konflik tanah untuk dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu mulai
kepentingan umum. Ini harus diawali dari dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, kasasi, dan
perubahan cara pandang yang biasanya selalu peninjauan kembali (PK). Sedangkan penyelesaian
menyebut ganti rugi menjadi kompensasi. Ganti perkara melalui luar pengadilan dapat dilakukan
rugi selama ini dimaknai bahwa pemilik hak atas dengan musyawar (negotiation), konsiliasi, mediasi,
tanah telah merugi sebelum melepaskan tanahnya dan arbitrase. Penyelesaian sengketa tanah ulayat
untuk kepentingan umum. dilakukan dengan cara non litigasi atau penyelesaian
Sementara kompensasi lebih bermakna positif, sengketa alternatif. Tahapan yang dilakukan adalah
yakni balasan atau imbalan untuk tanah yang musyawarah, pelaksanaan hasil musyawarah dan
dibebaskan. Ada dua bentuk kompensasi yang penutup musyawarah. Sedangkan berkaitan dengan
umumnya dilakukan, yakni uang dan non uang atau sengketa tanah untuk kepentingan umum diselesaikan
bersifat non fisik. Untuk uang sesuai dengan jumlah dengan pemberian komisi yang sesuai dengan
yang harus diterima, hal tersebut merupakan sesuatu kesepakatan antara pihak-pihak yang
yang bisa dihitung secara matematis dengan berkepentingan.

DAFTAR RUJUKAN

Gautama, Sudargo. 1999. Undang-Undang Suhendar, Endang dan Yohana Budi Winarni.
Arbritase Baru 1999. Bandung: Penerbit Petani dan Konflik Agraria. Bandung:
Citra Aditya Bakti. AKATIGA.
Goodpaster, Garry. 1993. Negosiasi dan Mediasi: Wijaya, Mahendra. 2001. Mediasi dan Negosiasi
sebuah Pedoman Negosiasi dan yang Efektif dalam Resolusi Konflik,
Penyelesaian Sengketa Melalui Makalah Pelatihan ADR yang
Negosiasi. Jakarta: Penerbit Elips Project. diselenggarakan Pusat Penelitian
Limbong, Bernhard. 2012. Konflik Pertanahan. Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian
Jakarta: Pustaka Margaretha. UNS, Sukarakarta, 9 Oktober-5 Nopember.
Sadikin dan Sofwan Samandawai. 2007. Konflik
Kesehariaan di Pedesaan Jawa.
Bandung: AKATIGA.

You might also like