You are on page 1of 115

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN SEBAYA TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA DALAM


PENCEGAHAN HIV/AIDS DI SMA
NEGERI 4 BUKITTINGGI
TAHUN 2017

SKRIPSI

Oleh :

Retno Nadya
NIM : 1314201062

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2017
FORT DE KOCK HEALTH SCIENCES COLLEGE BUKITTINGGI
NURSING SCIENCE PROGRAM
RESEARCH, MAY 2017

RETNO NADYA

THE EFFECTIVENESS OF PEER EDUCATION ON KNOWLEDGE AND


ATTITUDE STUDENTS IN PREVENTING HIV/AIDS IN STATE SENIOR
HIGH SCHOOL 4 BUKITTINGGI 2017

viii, vii chapter + 73 page 2 scheme + 7 table + 10 appendix


ABSTRACT
HIV/AIDS is a big problem that threaten indonesia and many countries
around the word. The percentage of AIDS cases reported in the year 2015 according
to the risk factors the show that most new cases of AIDS is at age 20-29 years. This
study aims to determine the effectiveness of peer education on knowledge and
attitudes students in the preventing in stated senior high school 4 Bukittinggi 2017.
This researc wiil be conducted at state senior high school 4 bukittinggi, from
february to march 2017. This research use quasi experiment design with non
equivalent control group design with pre-test and post-test method. The population in
this study is all students of class X in state senior high school 4 bukittinggi 2017 as
many 224 people. With a sample of 40 students with details of 20 students in the
intervention group and 20 students in the control group, and 4 peer educator selected
by purposive sampling. Data processing is done by using computerized and using non
parametric test (wilcoxon).
The result showed that the average knowledge of the students before the
intervention was 7,05 and the average knowledge after the intervention was 12,05
with p value = 0,000. While the average attitude was 43,75 with p value = 0,000.
Based on the results of this study it can be concluded that effective peer education to
the knowledge and attitude of students in the prevention of HIV/AIDS in state senior
high school 4 bukittinggi 2017. It is expected that peer education method can be used
in reproduction health program in HIV/AIDS prevention and prevention efforts.

Keywords : HIV/AIDS, Peer Education, Knowledge, Attitude.


References : Books 28 (2007 – 2016)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FORT DE KOCK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SKRIPSI, MEI 2017

RETNO NADYA
EFEKTIFITAS PENDIDIKAN SEBAYA TERHADAP PENGETAHUAN DAN
SIKAP SISWA DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI SMA NEGERI 4
BUKITTINGGI TAHUN 2017

Viii+ Vii BAB + 73 Halaman + 2 Skema + 7 Tabel + 10 Lampiran

ABSTRAK

HIV/AIDS merupakan masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak


negara di seluruh dunia. Persentase kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2015
menurut faktor risiko penularan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus baru AIDS
terdapat pada umur 20-29 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan
HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017.
Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 4 Bukittinggi, pada bulan
Februari – Maret tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment
dengan metode rancangan Non Equivalent Contol Group design with pre-test and
post-test. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri 4
Bukittinggi tahun 2017 sebanyak 224 orang. Dengan sampel sebanyak 40 orang siswa
dengan rincian 20 siswa dalam kelompok intervensi dan 20 siswa pada kelompok
kontrol, serta 4 peer educator yang dipilih secara purposive sampling. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi dan menggunakan uji non
parametrik (wilcoxon).
Hasil penelitian diperoleh rat-rata pengetahuan siswa sebelum intervensi
adalah 7,05 dan rata-rata pengetahuan sesudah intervensi adalah 12,05 dengan p value
= 0,000. Sedangkan rata-rata sikap siswa sebelum intervensi adalah 31,90 dan rata-
rata sikap sesudah intervensi adalah 43,75 dengan p value = 0,000.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebaya


efektif terhadap pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA
Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017. Diharapkan metode pendidikan sebaya dapat
digunakan dalam program penyuluhan kesehatan reproduksi dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS.

Kata Kunci : HIV/AIDS, Pendidikan Sebaya, Pengetahuan, Sikap


DaftarPustaka : Buku 28 (2007 – 2016)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Retno Nadya


Tempat / Tanggal Lahir : Salimparik, 10 Agustus 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Nagari Padang Lua Kec. BanuhampuKab. Agam
: Islam
Anak Ke :7
Jumlah Saudara :7
Nama Orang Tua
Ayah : Basri
Ibu : Erma
Riwayat Pendidikan
1. 2001 – 2007 : Sd Negeri I Banuhampu.
2. 2007 – 2010 : Smp Negeri I Banuhampu.
3. 2010 – 2013 : Sma Negeri I Banuhampu.
4. 2013 – 2017 : S I Ilmu Keperawatan Stikes Fort De Kock Bukittinggi.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan judul “Efektifitas Pendidikan Sebaya Terhadap Pengetahuan Dan

Sikap Siswa Dalam Pencegahan HIV/AIDS Di SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun

2017”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

rangka untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

di STIKes Fort De Kock Bukittinggi.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,

arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Terutama dari Ibu Yenni, M.Kep, Ns,

Sp.Kep.Kom selaku Pembimbing I dan Ibu Oktavianis, S.ST, M.Biomed selaku

Pemimbing II, yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan, pemikiran, serta

dorongan semangat kepada penulis. Pada kesempatan ini perkenankan penulis

mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Nurhayati, S.ST, M.Biomed selaku ketua STIKes Fort De Kock Bukittinggi,

yang telah memberikan fasilitas dan sarana kepada penulis selama perkuliahan.

2. Ibu Ns. Fitrianola Rezkiki, S.Kep, M.Kep selaku ketua Program Studi Keperawan

STIKes Fort De Kock Bukittinggi.

3. Kepala Sekolah SMAN Kota Bukittinggi yang telah memberikan izin untuk

pengambilan data awal dan memberikan izin penelitian.


4. Bapak/Ibu staf dosen STIKes Fort De Kock Bukittinggi yang telah memberi

pengetahuan, peran serta, nasehat dan semangat pada penulis.

5. Untuk yang teristimewa Ayah tercinta dan Ibunda tersayang terima kasih atas

dukungannya, jerih payah dan pengorbanannya, serta do’a yang tak terhingga

untuk mengiringi setiap langkahku.

6. Serta semua sahabat dan rekan-rekan senasib dan seperjuangan yang tidak dapat

penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan bantuannya baik

secara langsung maupun tidak langsung, serta dukungan, semangat dan sarannya

dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini

bukanlah suatu kesenjangan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan

penulis, untuk itu penulis harapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari

semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Bukittinggi, Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR SKEMA ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori ........................................................................... 10
1. Konsep HIV/AIDS .............................................................. 10
2. Konsep Pengetahuan ........................................................... 26
3. Konsep Sikap ...................................................................... 32
4. Konsep Pendidikan Sebaya ................................................. 37
B. Kerangka Teori ........................................................................... 43

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep ....................................................................... 44
B. Defenisi Operasional .................................................................. 45
C. Hipotesa Penelitian ..................................................................... 46

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian ........................................................................ 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 48
C. Populasi dan Sampel .................................................................. 48
D. Instrument Penelitian.................................................................. 50
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ................................................ 50
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisa ....................................... 53
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 55
B. Analisis Univariat ....................................................................... 55
C. Analisis Bivariat ......................................................................... 59

BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat ....................................................................... 61
B. Analisis Bivariat ......................................................................... 68

BAB VII PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................. 71
B. Saran ........................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ........................................................................ ..........46

Tabel 5.1 Rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi
tahun 2017...................................................................................................55

Tabel 5.2 Rata-rata pengetahuan sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi
tahun 2017...................................................................................................56

Tabel 5.3 Rata-rata sikap sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun
2017.............................................................................................................57

Tabel 5.4 Rata-rata sikap sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun
2017.............................................................................................................58

Tabel 5.5 Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya
pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi
tahun 2017...................................................................................................59

Tabel 5.6 Perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada
siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun
2017 ............................................................................................................59
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Kerangka Teori ............................................................................... 44

Skema 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 45


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Kisi-Kisi Kuesioner

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 : Surat Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 6 : Surat Balasan Penelitian

Lampiran 7 : Master Tabel

Lampiran 8 : SPSS

Lampiran 9 : Surat Validasi Data Penelitian

Lampiran 10 : Lembar Konsultasi


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam banyak

negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang bebas dari masalah

HIV/AIDS. Didunia diperkirakan lebih dari 40 juta orang mengidap HIV/AIDS.

Sekitar 75% yang tertular HIV/AIDS berada di kawasan Asia Pasifik dan Afrika.

Sebanyak 50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang

dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang

dengan HIV dan AIDS. Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke

tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang

melakukan hubungan seksual tidak aman (WHO, 2013).

Perkembangan jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia terus meningkat

sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1987. Berdasarkan laporan Ditjen PP &

PL Kemenkes RI, sampai dengan Juni 2015 jumlah orang dengan HIV/AIDS di

Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 735.256 orang dengan jumlah infeksi

baru sebanyak 85.523 orang. Persentase kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun

2015 menurut faktor risiko penularan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus

baru AIDS terdapat pada umur 20-29 tahun (31,8%) , 30-39 tahun (29,9%) , dan

40-49 tahun (12,1%). Kelompok umur tersebut masuk ke dalam kelompok umur
produktif yang aktif secara seksual dan termasuk kelompok umur yang

menggunakan NAPZA suntik (Kemenkes RI, 2016).

Pada tahun 2015 proporsi kasus AIDS dengan faktor risiko heteroseksual

merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 82,8%, diikuti oleh homoseksual sebesar

7,4% dan perinatal sebesar 4,0%. Pada tahun 2015 AIDS dilaporkan bersamaan

dengan penyakit penyerta yaitu penyakit tuberkulosis, kandidiasis, dan diare

merupakan penyakit penyerta AIDS tertinggi masing-masing sebanyak 275 kasus,

191 kasus, dan 187 kasus (Kemenkes RI, 2016).

Perkembangan kasus HIV di Provinsi Sumatera Barat juga terus mengalami

peningkatan dan sangat mengkhawatirkan karena penularan serta wilayah

penyebarannya semakin meluas. Hal ini terlihat dari jumlah kasus baru

HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Barat yang terus mengalami peningkatan, dan

sejak tahun 2007 sampai akhir tahun 2013 tampak bahwa setiap tahunnya telah

terjadi peningkatan kasus baru lebih dari 100 orang. Pada tahun 2013 telah

ditemukan 150 kasus AIDS baru dan 200 kasus HIV baru. Selanjutnya sampai

dengan kondisi akhir tahun 2013 tercatat kumulatif kasus AIDS di Sumatera

Barat sebanyak 948 dan kumulatif kasus HIV sebanyak 964 (Dinkes Provinsi

Sumbar, 2014).

Distribusi jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS tersebar di 19 kabupaten

dan kota di Provinsi Sumatera Barat yaitu jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS

terbesar terdapat di Kota Padang diikuti oleh Kota Bukittinggi, dan Kota

Payakumbuh. Jumlah kumulatif kasus AIDS paling banyak terdapat di Kota

Padang sebanyak 383 kasus, dan diikuti Bukittinggi sebanyak 148 kasus. Jika
dilihat dari case rate AIDS, Kota Bukittingi adalah yang tertinggi di Sumbar,

yaitu 119.75, sedangkan Kota Padang hanya sebesar 35,79 (Dinkes Provinsi

Sumbar, 2014).

Menurut faktor resiko penularan AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29

tahun, dengan memperhitungkan masa inkubasi sejak terinfeksi hingga

berkembang menjadi AIDS sekitar 5-10 tahun, dimana pada kelompok umur

tersebut, sebagian masuk pada kelompok remaja (15-24 tahun). Masa remaja

merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik,

psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

menyebabkan remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pengalaman dan pengetahuan yang matang

(BKKBN, 2012).

Dannayanti (2011) dalam penelitiannya tentang peran teman sebaya terhadap

perilaku seksual pranikah siswa SLTA kota bukittinggi menunjukkan bahwa

terdapatnya sebanyak 18,5% remaja memiliki perilaku seksual pranikah resiko

berat, diantaranya berciuman basah 16,3%, melakukan hubungan seksual 7,2%.

Perilaku seksual pranikah resiko ringan sebanyak 82,6%. Dari 7,2% responden

yang pernah melakukan hubungan seksual, usia pertama kali melakukan

hubungan seksual yang terendah adalah 14 tahun dan tertinggi 19 tahun.

Remaja yang mempunyai prilaku seksual tidak wajar tentu akan

meningkatkan penularan HIV/AIDS. Oleh karena itu diperlukan adanya

pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS yang difokuskan


pada kelompok remaja. Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan

(notoatmodjo, 2010). Menurut kamus Merriam Webster (1985), istilah pendidikan

mengacu pada pembangunan, pelatihan, atau bujukan dari pendidik yang

diberikan pada kelompok tertentu. Atau ilmu pengetahuan yang merupakan hasil

dari suatu proses pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah sistem yang

memastikan hampir seluruh anak bisa masuk ke dalamnya. Sehingga dapat

digunakan sebagai media untuk menyebarkan informasi yang komprehensif

tentang bahaya dan pencegahan penularan HIV/AIDS (Cyntia, 2014).

Salah satu program yang terbukti sukses diterapkan dibeberapa negara dan

amat dianjurkan oleh WHO, untuk dilaksanakan secara sekaligus yaitu program

pendidikan sebaya (peer education) untuk berbagai kelompok sasaran. Pendidikan

sebaya (peer education) diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

mengubah sikap tentang prilaku beresiko HIV/AIDS di kalangan generasi muda

khususnya dikalngan remaja. Pendidikan sebaya (peer education) adalah sebuah

konsep populer yang mengacu pada berbagai pendekatan seperti saluran

komunikasi, metodologi, filosofi, dan strategi. Pendidikan sebaya diidentifikasi

sebagai sarana penting menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS dan kesehatan

reproduksi karena dapat mengatasi beberapa kesulitan, dapat mentransfer

pengetahuan dan komunikasi dilakukan lebih bebas dan secara terbuka dalam

kelompok sebaya (Purnomo, 2013).

Penelitian Cyntia (2014) menyatakan bahwa adanya peningkatan pengetahuan

pada siswa setelah dilakukan pendidikan kesehatan melalui metode peer


education serta terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Sehingga pendidikan sebaya lebih efektif

digunakan dalam mempengaruhi pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan

HIV/AIDS.

Sriasih (2013) dalam penelitiannya menunjukan bahwa ada perbedaan sangat

bermakna antara pengetahuan, sikap dan respon antara responden kelompok

remaja yang mendapatkan dengan yang tidak mendapatkan pendidikan seksualitas

remaja oleh pendidik sebaya (peer education), hasil ini mengartikan bahwa

pendidik sebaya mampu mengubah atau mempengaruhi sikap remaja terhadap

bahaya seks bebas, sehingga diharapkan mampu mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 17

November 2016 di beberapa SMA Negeri di Kota Bukittinggi, Hasil wawancara

yang dilakukan di SMA Negeri 1 Teladan Bukittinggi adalah siswa kelas X

berjumlah 142 orang siswa. Dari 142 orang siswa, 10 orang yang diwawancarai

didapatkan hasil bahwa 5 orang siswa mengatakan penularan HIV/AIDS dari

hubungan seksual karena sebelumnya mereka sudah mengikuti penyuluhan. 3

orang siswa mengatakan HIV/AIDS itu dapat mematikan dan penyakit yang

menakutkan, dan 2 orang lainya mengatakan HIV/AIDS itu sejenis virus.

Survey di SMA Negeri 2 Bukittinggi, dimana jumlah siswa kelas X berjumlah

251 orang siswa. Dari 251 orang siswa, 10 orang yang diwawancarai didapatkan

hasil bahwa 3 orang mengatakan mengetahui perilaku kesehatan reproduksi dari

orang tua kalau melakukan hubungan seks pada usia remaja apalagi berganti-ganti
pasangan dapat menular penyakit seks seperti HIV/AIDS, 4 orang mengatakan

HIV/AIDS dapat menular melalui suntik karena membicarakan dengan teman

sebaya dan 3 orang mengatakan tanda orang HIV/AIDS kurus.

Peneliti melanjutkan survei di SMA Negeri 3 Teladan Bukittinggi,dimana

jumlah siswa kelas X berjumlah 239 orang siswa. Dari 239 orang siswa, 10 orang

yang diwawancarai didapatkan hasil bahwa 6 orang siswa mengatakan penularan

HIV/AIDS bisa melalui berganti-ganti pasangan saat berhubungan seksual dari

majalah dan internet sedangkan 2 orang lainnya mengatakan HIV bisa menular

dari jarum suntik, 2 orang lainya mengatakan tidak tahu tentang penyakit

HIV/AIDS ini.

Peneliti melanjutkan survey kembali pada tanggal 21 November 2016 di SMA

Negeri 4 Bukittinggi, dimana jumlah siswa kelas X berjumlah 224 orang siswa.

Dari 224 orang siswa, 10 orang yang diwawancarai didapatkan hasil bahwa 3

orang siswa mengatakan tidak tahu bahwa seks bebas dapat beresiko infeksi

HIV/AIDS, 2 orang siswa mengatakan tidak tahu tentang HIV/AIDS , 4 siswa

mengatakan bahwa HIV/AIDS adalah kuman sejenis bakteri, 4 siswa belum

mendapatkan pelajaran tentang penyakit menular seksual. Berdasarkan

wawancara dengan guru di SMA 4 Bukittinggi belum ada dilakukan pendidikan

sebaya (peer education) disekolah tersebut.

Survey terakhir dilanjutkan peneliti Di SMA Negri 5 Bukittinggi, dimana

jumlah siswa kelas X berjumlah 264 orang siswa. Dari 263 orang siswa, 10 orang

yang diwawancarai didapatkan hasil bahwa 4 orang siswa mengatakan HIV/AIDS

disebabkan oleh virus, 3 orang siswa mengatakan HIV/AIDS dapat menular


karena hubungan seks, 3 siswa mengatakan sebelumnya sudah belajar tentang

HIV/AIDS.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis memandang perlu

untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas pendidikan sebaya

terhadap pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA

Negeri 4 Bukittinggi. Siswa diharapkan dapat menjadi pendidik bagi teman-teman

sebayanya dalam pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS. Sehingga sangatlah

penting dalam memberikan pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS, maupun

membentuk sikap yang baik dalam pencegahan penyebaran HIV/AIDS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah : Bagaimanakah efektifitas pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan

sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun

2017 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap

siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017.

2. TujuanKhusus

a. Diketahui rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017.
b. Diketahui rata-rata pengetahuan sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017.

c. Diketahui rata-rata sikap sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017.

d. Diketahui rata-rata sikap sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017.

e. Diketahui perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

sebaya pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4

Bukittinggi tahun 2017 .

f. Diketahui perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

sebaya pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4

Bukittinggi tahun 2017 .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori keperawatan

komunitas khususnya dalam pendidikan kesehatan melalui metode pendidikan

sebaya dalam pencegahan HIV/AIDS.

2. Bagi SMA N 4 Bukittinggi

Sebagai masukan dalam memberikan materi-materi dan informasi yang

bermanfaat terutama khususnya tentang HIV/AIDS. Selain itu juga dapat


dijadikan sebagai cara untuk melakukan pendidikan kesehatan melalui teman

sebaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan

HIV/AIDS .

3. Bagi peneliti

Untuk memperoleh pengalaman dan menambah wawasan peneliti mengenai

masalah HIV/AIDS dan Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih

lanjut dalam bidang keperawatan, khususnya tentang pendidikan kesehatan dan

pencegahan HIV/AIDS.

4. Bagi Profesi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk promosi kesehatan

yaitu dengan menggunakan metode pendidikan sebaya (peer education) . Dalam

rangka mengantisipasi terjadinya HIV/AIDS.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pendidikan sebaya terhadap

pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4

Bukittinggi tahun 2017. Jenis penelitian Quasi Experiment Design dengan metode

rancangan Non Equivalent Contol Group design with pre-test and post-test.

Tempat penelitian di SMA Negeri 4 Bukittinggi. Penelitian ini akan dilakukan

pada bulan Februari - Maret Tahun 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas X sebanyak 224 orang, dengan sampel sebanyak 40 orang dan

pengambilan sample dengan teknik purposive sampling, instrument dalam

penelitian ini adalah kuisioner dan menggunakan analisa data univariate dan

bivariat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep HIV/ADS

a. Pengertian HIV/AIDS

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang

menyerang sel darah putih di dalam tubuh ( limfosit) yang mengakibatkan

turunnya kekebalan tubuh manusia sedangkan AIDS (Acquired Immune

Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul

karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat

menurunya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat

mudah terkena penyakit TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru,

saluran pencernaan, otak, dan kanker (KPAN, 2013).

HIV atau Human Immunodeficiency Virus secara fisiologis adalah

virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh penderitanya. Dalam buku

“Pers Meliput AIDS”, virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam

family lentivirus, yaitu virus yang dapat berkembang biak dalam darah

manusia. Pasien yang sudah terinfeksi HIV dan mengalami stress yang

berkepanjangan, akan mempercepat menyebarnya AIDS. HIV menyerang

salah satu jenis sel darah putih (limfosit / sel-sel T4) yang bertugas

menangkal infeksi. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan


semakin berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan

terhadap infeksi oportunistik (IO) sehingga akan berakhir dengan kematian

(Glasier & Gebbie, 2012).

Secara struktural morfologinya, virus HIV sangat kecil sama halnya

dengan virus-virus lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang

dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Dan pada pusat

lingkaran terdapat untaian RNA atau ribonucleic acid. Bedanya virus HIV

dengan virus lain, HIV dapat memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah

manusia, yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat

melawan segala virus, lain halnya dengan virus HIV, virus ini justru dapat

memproduksi sel sendiri untuk merusak sel darah putih (Glasier & Gebbie,

2012).

b. Epidemiologi HIV/AIDS

UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di

dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta

orang. Prevalensi AIDS tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada akhir

tahun 2000 sebesar 2 juta. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV baru pada

anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari

800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan Asia

Tenggara. Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan

April 1987 (terjadi pada orang Belanda). Pada tahun 1999, di Indonesia

terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus baru AIDS. Mulai tahun 2000-2005

terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus


AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang meningkat menjadi 316 orang pada

tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005

(Widoyono, 2008).

Berdasarkan Laporan Kemenkes RI (2015), secara kumulatif jumlah

kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 735.256 orang dengan jumlah infeksi

baru sebanyak 85.523 orang. Persentase kasus AIDS yang dilaporkan pada

tahun 2015 menurut faktor risiko penularan menunjukkan bahwa sebagian

besar kasus baru AIDS terdapat pada umur 20-29 tahun (31,8%) , 30-39

tahun (29,9%) , dan 40-49 tahun (12,1%). Kelompok umur tersebut masuk ke

dalam kelompok umur produktif yang aktif secara seksual dan termasuk

kelompok umur yang menggunakan NAPZA suntik. proporsi kasus AIDS

dengan faktor risiko heteroseksual merupakan yang tertinggi yaitu sebesar

82,8%, diikuti oleh homoseksual sebesar 7,4% dan perinatal sebesar 4,0%.

Pada tahun 2015 AIDS dilaporkan bersamaan dengan penyakit penyerta yaitu

penyakit tuberkulosis, kandidiasis, dan diare merupakan penyakit penyerta

AIDS tertinggi masing-masing sebanyak 275 kasus, 191 kasus, dan 187 kasus

(Kemenkes RI, 2016).

Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta memiliki konstribusi terbesar,

diikuti Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan

Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat.

Peningkatan ini terutama disebabkan karena semakin membaiknya sistem

pencatatan dan pelaporan kasus dan semakin bertambahnya sarana pelayanan

diagnostik kasus dengan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT).


Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus

HIV/AIDS di Indonesia termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin

adalah akibat kelemahan dalam sistem pencatatan dan pelaporan, terbatasnya

peralatan laboratorium penunjang, dan rendahnya kemampuan diagnosis

(Kemenkes RI, 2016).

c. Patofisiologis HIV/AIDS

Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dengan merusak sel-sel

darah putih (sel T) sebagai penangkal infeksi sehingga lama kelamaan tubuh

berkurang serta mudah terkena penyakit. Virus HIV terdapat di cairan tubuh

dan yang terbukti menularkan adalah darah, sperma/air mani, cairan vagina

dan ASI. Sementara air mata, air ludah, air kencing dan keringat belum ada

laporan menularkan penyakit AIDS. Bila seseorang dalam darahnya terdapat

virus HIV maka orang tersebut dikatakan positif HIV. Kerusakan pada sistem

kekebalan tubuh seseorang akan menyebabkan seseorang rentan dan mudah

terjangkit bermacam macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak

berbahayapun lama kelamaan dapat menyebabkan sakit parah bahkan

berujung pada kematian. Sehingga AIDS disebut sebagai Syndrome atau

kumpulan dari berbagai gejala penyakit (KPA, 2010).

Seseorang yang terinfeksi virus HIV dan menderita AIDS sering

disebut ODHA, yaitu singkatan dari orang yang hidup dengan HIV/AIDS.

Penderita yang terinfeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS jika

menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan suatu akibat dari

penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV atau hasil
tes darah menunjukkan jumlah CD<200/mm. Virus ini hidup dalam empat

jenis cairan tubuh manusia yaitu darah, sperma, cairan vagina dan Air Susu

Ibu (ASI), tidak hidup dalam cairan tubuh lain seperti air ludah (air liur), air

mata ataupun keringat.

HIV termasuk golongan retrovirus (kelompok virus yang mampu

mengkopi-cetak materi genetik diri di dalam materi genetik yang

ditumpanginya) yang biasanya menyerang sistem imun manusia yaitu

menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4+ dipermukaanya,

menghancurkan dan menggangu fungsinya. Limfosit T helper berfungsi

menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan

pembentukan sel-sel lain dalam system kekebalan tubuh serta sebagai

pembentukan anti bodi, sehingga yang terganggu bukan hanya Limfosit T

saja tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan lain sebagainya. Apabila

HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut menjadi

kurang dari 200 per mikro liter darah (πL) darah maka kekebalan pada

tingkat sel akan hilang sehinggan kondisi pada saat seperti ini di sebut AIDS

(KPA, 2010).

d. Tanda dan Gejala

Bentuk gejala HIV tergantung pada stadium infeksi. Banyak orang

yang terinfeksi HIV tidak memperlihatkan gejala, dan infeksi hanya

terdeteksi dengan uji serologi. Pengidap dalam beberapa minggu setelah

infeksi, dan sebelum antibody terdeteksi, sebagian pasien mengalami sakit

mirip- mononucleosis infeksiosa dengan demam, malaise, ruam kulit, nyeri


tenggorokan, limfadenopati, diare, antralgia (Glassier & Gebbie, 2012).

Infeksi yang secara progresif melemahkan sistem imun

seseorang dapat mengalami tanda dan gejala lain seperti

pembengkakan kelenjar limfe, kehilangan berat badan, kedinginan,

merasa lemah, demam, berkeringat (terutama di malam hari), diare, dan

batuk. Tanpa pengobatan, penyakit-penyakit tersebut juga dapat

berkembang menjadi beberapa jenis penyakit seperti tuberculosis,

meningitis kriptokokus, dan kanker seperti limfoma dan sarcoma Kaposi,

dan lain-lain. Infeksi HIV juga dapat menimbulkan beragam kelainan

tingkah laku karena gangguan pada saraf (neuropsychiatric sequel), yang

disebabkan oleh infeksi organisme atas sistem saraf yang telah menjadi

rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri (Glassier &

Gebbie, 2012).

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala

yang tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat

badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-

intracellulare dan virus sitomegalo. Virus Sitomegalo dapat menyebabkan

gangguan radang pada usus besar (colitis) dan gangguan radang pada

retina mata (retinitis sitomegalovirus) yang dapat menyebabkan kebutaan

(Glassier & Gebbie, 2012).

Negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik yang

memadai, telah disusun suatu ketentuan klinik untuk mengetahui gejala

AIDS yaitu berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah,


Oktober 1985 dalam Notoatmodjo (2011):

1) Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila terdapat paling sedikit 2

gejala mayor dan 1 gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi

yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian

kortikosteroid yang lain.

Gejala mayor tersebut adalah:

a) Penurunan berat badan lebih dari 10%.

b) Diare kronis lebih dari 1 bulan

c) Demam lebih dari 1 bulan (kontinu/intermitten).

Sedangkan gejala minor adalah :

a) Batuk lebih dari 1 bulan.

b) Dermatitis puritik umum.

c) Herpes zoster recurrens.

d) Kandidiasis oro-faring

e) Limfadenopati generalisata.

f) Herpes simpleks diseminata yang kronis progresif.

2) Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit 2 gejala mayor

dan 2 gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang

lain seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid

yang lama. Adapun gejala mayor tersebut adalah :

a) Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal.

b) Diare kronis lebih dari 1 bulan.

c) Demam lebih dari 1 bulan (kontinu/intermitten).


Sedangkan gejala minor adalah :

a) Batuk persisten

b) Dermatitis generalisata

c) Infeksi umum yang berulang

d) Kandidiasis oro-faring

e) Limfadenopati generalisata

f) Infeksi HIV pada ibunya

e. Penularan penyakit

Empat prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPA, 2010) adalah :

1) Exit, yakni terdapat virus yang keluar tubuh.

2) Survival, yakni virus bertahan hidup.

3) Suffient, yakni jumlah virus yang cukup.

4) Enter, yakni terdapat pintu masuk bagi virus masuk kedalam tubuh.

Martono & Joewana (2006) mengatakan virus HIV dapat ditularkan melalui

beberapa cara yakni :

1) Penularan seksual

Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi

HIV. Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada

kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal

seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut

pasangannya. Hubungan sosial dengan orang yang menderita HIV/AIDS

baik hubungan seksual secara vagina, oral maupun anal, karena pada

umumnya terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara
penularan yang paling umu terjadi. Sekitar 70-80% total kasus

HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homoseksual 10%)

disambungkan melalui penulran seksual meskipun resiko terkena

HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.

2) Kontaminasi patogen melalui darah

Jalur penularan ini berhubungan dengan penggunaan obat-obatan

suntik, penderita hemofilia, dan resipien tranfusi darah dan produk

darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang

mengandung darah dan terkontaminasi oleh organisme biologis

penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama

atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Jalur penularan

ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima tato

dan tindik tubuh dan dapat pula ditransmisikan melalui suntikan yang

tidak steril di fasilitas kesehatan. Risiko penularan HIV pada penerima

tranfusi darah sangat kecil di Negara maju. Namun demikian, menurut

WHO mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah

yang aman dan 5% - 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui tranfusi

darah yang terinfeksi.

3) Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim

(invitro) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir

kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan

dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%.
Namun demikian, jika sang ibu menggunakan terapi antiretrovirus dan

melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya

sebesar 1%. HIV juga dapat ditemukan dalam jumlah sangat kecil

dalam air mata, air liur, cairan otak dan keringat. Namun, belum ada

bukti bahwa HIV dapat ditularkan melalui cairan-cairan tersebut. HIV

juga tidak terdapat dalam air kencing, tinja, dan muntahan. HIV juga

tidak menembus kulit yang utuh, yaitu kulit yang tidak lecet dan terluka

(Martono & Joewana, 2006).

HIV mudah mati di luar tubuh manusia, maka HIV tidak dapat

ditularkan melalui kontak sehari-hari seperti :

a) Bersenggolan atau menyentuh

b) Berjabat tangan dan berpelukan

c) Melalui bersin atau batuk

d) Berenang bersama

e) Menggunakan toilet bersama

f) Tinggal serumah

g) Menggunakan alat makan bersama

h) Gigitan nyamuk atau serangga yang sama

f. Perjalanan Penyakit

Masa inkubasi sejak awal penularan dan kemudian muncul gejala

penyakit AIDS berlangsung cukup lama yaitu rata-rata 5 sampai 10

tahun. Selama 5-10 tahun tersebut disebut pengidap HIV, yang tampak

dari luar seperti orang sehat lainnya (Badan Pengembangan dan


pemberdayaan SDM Kesehatan, 2014).

Secara singkat seseorang yang terinfeksi HIV akan mengalami 4

stadium, yaitu :

1) Stadium satu

a) Stadium ini dimulai sejak pertama terinfeksi HIV, tidak ada gejala

atau tanda kasus.

b) Dalam beberapa hari sampai sekitar 12 minggu orang tersebut

mungkin akan menjadi sakit dengan gejala mirip flu, yaitu demam,

rasa lemas dan lesu, sendi-sendi terasa nyeri, batuk, dan nyeri

tenggorokan, yang akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.

c) Pada saat ini, jika dilakukan tes darah untuk HIV hasilnya

negatif karena belum terbentuk antibodi HIV dalam darah. Periode

ini disebut Periode Jendela (Window period) yaitu sejak masuknya

HIV ke dalam tubuh saat munculnya antibody anti-HIV.

Lamanya window period adalah satu sampai enam bulan. Meski

hasil tes darah untuk HIV masih negatif, namun orang tersebut

sangat mudah menularkan HIV kepada orang lain.

d) Setelah window period terlewati, pemeriksaan antibodi anti

HIV menjadi positif.

e) Pada stadium ini penderita masih nampak sehat dan merasa sehat,

dapat bekerja seperti biasa tanpa keluhan atau gangguan kesehatan.

2) Stadium dua (stadium HIV dengan gejala ringan)

a) HIV telah berkembang biak, hasil tes darah untuk HIV hasilnya
positif, namun orang tersebut masih nampak sehat, masih dapat

bekerja seperti biasa, terkadang disertai keluhan atau gangguan

kesehatan ringan seperti ketombe, jamur kuku, gangguan infeksi

kulit, luka di sudut bibir, dan penurunan berat badan < 10% berat

badan normalnya.

b) Stadium ini dapat berlangsung 2-5 tahun.

3) Stadium tiga (stasium HIV dengan gejala sedang)

a) Sistem kekebalan tubuh makin menurun.

b) Penderita makin mudah sakit, tidak dapat bekerja dengan baik,

sering izin atau dirawat karena sakit, mulai muncul gejala diare

kronis atau demam kronis yang tidak diketahui sebabnya dan

berlangsung lebih dari satu bulan, jamur di mulut serta gejala

mulut lain, batuk karena tuberculosis, penurunan berat badan >

10% berat badan normalnya, dan infeksi bakterial berat lainnya.

c) Apabila dilakukan pemeriksaan sel limfosit T CD4, jumlahnya ≤

350 sel/mm3.

d) Stadium ini dapat berlangsung 2 - 3 tahun.

4) Stadium Empat (HIV dengan gejala berat)

a) Sistem kekebalan tubuh rusak parah, tubuh menjadi sangat

lemah terhadap serangan penyakit apapun.

b) Penderita sangat kurus, sudah tidak berdaya, dan memerlukan

bantuan orang lain. Muncul berbagai macam penyakit yang dapat


muncul sendiri atau bersamaan seperti tuberkulosis, infeksi baru,

serta infeksi berat lainnya, toksoplasmosis pada otak, jamur

saluran pencernaan, saluran pernapasan, sakit mata dan berbagai

kanker seperti Sarkoma Kaposi, kanker serviks, dan lain-lain.

c) Pemeriksaan sel limfosit T CD4, jumlahnya sangat sedikit bisa

sampai nol.

d) Stadium empat ini dapat berlangsung selama 1-2 tahun, stadium tiga

dan empat disebut AIDS.

g. Diagnosis

Tes HIV mengungkapkan status infeksi dengan mendeteksi kehadiran

atau ketidakhadiran antibodi HIV dalam darah. Tes HIV harus dilakukan

secara sukarela dan hak penolakan tes harus dihormati, hal ini dikenal

dengan sebutan VCT (Voluntary Counseling Test). Mewajibkan atau

memaksa tes pada fasilitas kesehatan yang tersedia, otoritas atau dengan izin

pasangan atau keluarga tidak dapat diterima sebagai praktik kesehatan

masyarakat yang baik dan melanggar hak asasi manusia.

Seluruh pelayanan tes dan konseling harus menyertakan 5 C yang

direkomendasikan oleh WHO, yaitu informed Consent,

Confidentiality, Counselling, Correct test results and linkage to Care,

treatment and other services (Informed Consent, kerahasiaan, Konseling,

hasil test yang benar dan akses pada perawatan, pengobatan dan pelayanan

lainnya).

Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan
apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu

dengan mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sampel darah. Masing-

masing alat memiliki sensitivitas (kemampuan untuk menentukan seseorang

terinfeksi HIV) dan spesifitas (kemampuan untuk menentukan seseorang

tidak terinfeksi HIV).

1) ELISA (Enzyme-linkes immunosorbent assay)

Tes ELISA merupakan uji serologis yang digunakan untuk

menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam

suatu sampel dengan menggunakan enzim.

2) Western Blot

Tes western Blot merupakan sebuah metode untuk mendeteksi protein

pada sampel jaringan. Sampel yang positif pada tes ELISA dapat

dikonfirmasi dengan tes Western Blot.

3) Jumlah Virus/Viral Load RNA HIV dalam plasma

Pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan anjuran untuk

dilakukan sebagai pemeriksaan awal tetapi akan sangat berguna (bila

pasien punya data) utamanya untuk memantau perkembangan dan

menentukan suatu keadaan gagal terapi (BKKBN, 2013).

h. Pencegahan penyakit

Individu dapat mengurangi faktor risiko dengan membatasi akses pada

perilau berisiko. Menurut WHO (2014) kunci utama pencegahan HIV

yang sering dikombinasikan adalah:

1) Penggunaan kondom pria dan wanita


Penggunaan kondom wanita dan pria yang benar dan konsisten

selama penetrasi anal atau vaginal dapat melindungi penularan

penyakit menular seksual, termasuk HIV.

2) Konseling dan tes HIV dan IMS

Tes HIV dan IMS lainnya sangat dianjurkan untuk semua orang

yang berperilaku berisiko sehingga mereka dapat mengetahui

status infeksinya sendiri dan mengakses pencegahan dan pelayanan

pengobatan yang diperlukan tanpa hambatan. WHO juga

merekomendasikan tes untuk pasangan.

3) Sirkumsisi pada laki-laki

Sirkumsisi pada laki-laki ketika dilakukan secara aman oleh tenaga

kesehatan profesional dapat mengurangi risiko infeksi HIV hingga

sekitar 60 %

4) Tidak menggunakan jarum suntik bersama pada pengguna narkoba

suntik Orang yang menggunakan narkoba suntik dapat

mengambil tindakan pencegahan melawan infeksi HIV dengan

menggunakan alat suntik steril, termasuk jarum dan tabungnya pada

setiap suntikan.

5) Eliminasi penularan HIV dari ibu ke bayi

Transmisi HIV dari ibu positif HIV kepada anaknya selama

kehamilan, persalinan dan menyusui disebut dengan transmisi vertikal

ibu ke bayi atau Mother to Child Transmission (MTCT). Pada

semua intervensi selama stadium ini, tingkat transmisi HIV dari ibu
ke bayi sekitar 15-45%. MTCT hampir seluruhnya dapat dicegah jika

ibu dan bayi diberikan ART selama stadium infeksi.

Di Indonesia tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS

disebut ABCDE yang merupakan kepanjangan dari:

1) Pencegahan penularan melalui hubungan seksual (ABC)

A = Abstinence = puasa seksual, yaitu tidak melakukan hubungan

seks di luar nikah (abstinansia).

B = Be faithful = saling setia terhadap pasangan (tidak berganti-

ganti pasangan) dan sama-sama tidak melakukan aktivitas

berisiko lainnya.

C = Condom use = selalu menggunakan kondom dengan baik dan

benar saat melakukan hubungan seksual (melindungi diri).

2) Pencegahan penularan melalui darah (termasuk DE)

D = Don’t use drugs = tidak melakukan penyalahgunaan Napza

sama sekali, terutama narkoba suntik karena saat sakaw

pengguna menjadi tidak sadar sehingga dapat menggunakan jarum

suntik yang sama dan tidak steril secara bergantian.

E = Education, Equipment, Environment = Senantiasa belajar lebih

banyak mengenai HIV/AIDS, serta menerapkan pencegahan yang

benar dan menyebarkan informasi yang benar kepada orang lain.

Informasi yang benar dan komprehensif sangat berperan dalam

penurunan angka penularan HIV dan menghapus stigma dan

diskriminasi terhadap ODHA.


3) Menggunakan peralatan tajam yang steril atau sekali pakai dan selalu

berhati-hati terhadap peralatan yang berisiko membuat luka dan

digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik,

pisau cukur, dan lain-lain.

4) Turut serta menciptakan lingkungan kondusif, serta

menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita dan

orang-orang yang terinfeksi HIV.

2. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu , penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia.sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata

dan telinga . pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan , pengalaman diri

sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan

(Notoatmodjo, 2003 : Wawan & Dewi, 2011).

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bahwa

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan

rendah pula. Hal ini mengingatkan bahwa peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan tetapi dapat diperoleh

melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek


mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini

yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan

dan objek yang diketahui , maka akan menimbulkan sikap makin positif

terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2011).

b. Tingkat pengetahuan

Notoadmodjo (2003) dalam Wawan & Dewi, (2011) Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan Pengetahuan yang mencakup didalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasikan

materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham dengan objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini

diartikan sebagai aplikasi atau menggunakan rumus- rumus , metode,

prinsip, dalam konteks atau situsi yang lain. Misalnya dapat

menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari

kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan

dan mengelompokkan .

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada misanya

dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampun untuk melakukan justifilkasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan

pada sutau kriteria yang ditentukan sendiri atau mengunakan kriteria

yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara menggunakan

kondom dengan yang tidak menggunakan kondom.

c. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan oleh Notoadmodjo (2003) dalam

Wawan & Dewi (2011) adalah sebagai berikut :

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara

sistematik dan logis sebagai berikut :

a) Cara coba-salah (Trial and error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan suatu masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak

berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan

kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan

apabila kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal

dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut

metode trial (coba) dan error (gagal atau salah) atau metode coba

salah/coba-coba.
b) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsipdari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyaai otoritas, tanpa terlebih

dulu menguji atau membuktikan kebenaranya, baik berdasarkan

fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini

disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut

menganggap bahwa yang dikemukakanya adalah benar.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah sumber pengetahuan atau merupakan sumber

pengetahuan, atau suatu cara untuk memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalam yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu.

2) Cara modren atau ilmiah

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini di sebut “metode penelitian ilmiah”,

atau lebih popular di sebut metode penelitian (research methodology).

Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan

observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta

sehubung dengan objek penelitiannya.


d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

1) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun orang

lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

2) Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki

pengetahuan yang lebih luas dari pada orang yang berpendidikan lebih

rendah.

3) Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh turun-temurun, baik keyakinan yang

positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu.

4) Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku dan

lain-lain.

5) Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu (Wawan & Dewi, 2011).


e. Pengukuran Pengetahuan

Notoadmodjo (2003) dalam Wawan & Dewi (2011) mengatakan

pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

dengan menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek

penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui dan

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

Salah satu penyebab timbulnya masalah pada remaja adalah faktor

ketidaktahua, tidak mendapat informasi yang jelas, benar, dan tepat

mengenai masalah kesehatan yang dihadap. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat mungkin terbentuknya sikap seseorang dan sikap merupakan

kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki,

dengan pengetahuan yang kurang dapat terjerumus kedalam masalah

kesehatan, seperti kebiasaan merokok pada remaja, untuk itu perlunya

informasi yang benar dan realistis agar terhindar dari pengaruh yang kurang

baik (Wawan & Dewi, 2011).

3. Konsep Sikap

a. Pengertian sikap

Secara garis besar sikap dibedakan atas dua macam yaitu sikap positif

dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap menyetujui menerima atau

menyenangi. Sebaliknya sikap negatif adalah sikap tidak menyetujui,

menolak atau tidak menyenangi. Apabila seseorang bersikap negatif

terhadap pendidikan maka orang tersebut misalnya tidak mau


menyekolahkan anaknya ketingkat yang lebih atas misalnya hanya tamat

SMP saja (Saam, 2013).

Sikap dalam bahasa inggris disebut attitude. Menurut Calhoun dan

Acocella, 1990 : Saam, 2013 sikap adalah sesuatu yang melekat pada

keyakinan dan perasaan terhadap suatu objek dan predisposisi untuk berbuat

terhadap objek dengan cara- cara tertentu.

b. Fungsi Sikap

sikap memiliki 5 fungsi sebagai berikut :

1) Fungsi Instrumental

Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan

menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita maklumi bahwa

untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan sarana yang disebut sikap.

Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu

akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau sebaliknya.

fungsi manfaat (Utility), yaitu sejauhmana manfaat objek sikap dalam

mencapai tujuan, misalnya sikap sangat setuju terhadap kenaikan gaji

PNS karena bermanfaat untuk meringankan beban keluarga.

2) Fungsi pertahanan ego

Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan

atau ancaman harga dirirnya.


3) Fungsi nilai ekspresi

Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada pada diri individu. Sistem nilai

apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil

oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.

4) Fungsi pengetahuan

Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa

keteraturan terhadap bermacam- macam informasi yang perlu di

asimilasikan dalam kehidupan sehari- hari. Setiap individu memiliki

motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapatkan

pengalaman dan pengetahuan.

5) Fungsi penyesuaian sosial

Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat.

Dalam hal ini, Sikap yang diambil individu tersebut akan dapat

menyesuakan dengan lingkungannya (Wawan & Dewi, 2011)

c. Tingkatan Sikap

Notoatmodjo (1996) dalam Wawan & Dewi (2011) Sikap memiliki 4

tingkat, dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu :

1) Menerima (receiving)

Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus

) yang diberikan.

2) Merespon (responding)

Pada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila

ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.


3) Menghargai (valuing)

Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah.

4) Pertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

menanggung segala risiko atas segala sesutu yang telah dipilihnya

d. Pembentukan dan pengubahan sikap

Sikap bukan dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk

berdasarkan pengalaman individu sepanjang hayatnya. Pembentukan sikap

merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Walgito (2001)

menyebutkan pembentukan sikap seseorang adalah perpaduan faktor internal

dengan faktor eksternal. Faktor internal seperti keadaan fisiologis, emosi,

motif, minat, dan aspek- aspek psikologis lainnya.Faktor eksternal seperti

pengalaman, norma- norma nilai, dan pendidikan. Pengaruh sosial

merupakan sumber pembentukan sikap yang paling penting, yaitu orang tua,

teman sebaya, dan media massa (Saam, 2013).

Pada masa anak- anak orang tua relatif mudah untuk mengontrol

pengaruh teman- teman anaknya karena orang tua pada masa anak

merupakan tokoh anak dalam pembentukan identitas diri. Pada massa

remaja, terjadi perubahan kelompok refensi (reference group) dari dalam

keluarga kepada kelompok teman sebay. Pengaruh kelompok teman sebaya

sangat dominan pada massa remaja ini, termasuk pembentukan sikap bagi
para remaja.Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Saam, 2013).

Dalam bidang kesehatan teknik persuasi sering digunakan untuk

mengubah sikap masyarakat menjadi sikap positif atau lebih peduli terhadap

kualitas kesehatan seperti : memperhatikan gizi balita, air minum yang sehat,

kebersihan diri dan lingkungan. Persuasi dapat dilakukan secara langsung,

misalnya melalui penyuluhan kesehatan melalui brosur.

e. Pengukuran sikap

Saam (2013) mengatakan bahwa Pengukuran sikap di golongkan pada

dua golongan yaitu pengukuran secara langsung tidak berstruktur dan secara

berstruktur.

1) Pengukuran langsung tidak berstruktur

Caranya dengan melakukan wawancara bebas (free interview) tetapi

berpedoman pada panduan wawancara. Misalnya kita ingin mengetahui

sikap penduduk terhadap pemakaian air sungai untuk MCK. Maka

alternatif jawaban dari soal (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) ragu- ragu,

(d) tidak setuju, dan (e) sangat tidak setuju. Pernyataan positif yang

jawabanya sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, ragu-ragu

diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju

diberi skor 1.

2) Secara langsung berstruktur

Pengukuran sikap secara langsung berstruktur artinya menggunakan

pernyataan- pernyataan yang telah di susun secara sistematis dan


berstruktur yang ditanyakan langsung kepada responden baik secara lisan

maupun tertulis salah satu alat pengukur sikap yang cukup terkenal dan

praktis adalah pengukur sikap dengan skala likert.skala pengukur ini

disebut juga “ Summated Ratings”. Skala likert mengukur sikap dengan

sejumlah pernyataan berupa berilah tanda centang () pada alternatif

jawaban adalah SS = Sangat Setuju, S = Setuju, Rr = Ragu- ragu, TS =

Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak Setuju.

4. Konsep Pendidikan Sebaya (Peer Education)

a. Pengertian Pendidikan Sebaya (Peer Education)

Dalam bahasa Inggris pengertian pendidikan sebaya adalah peer

education atau sering disebut dengan peer group yang artinya kelompok

sebaya. Dari berbagai literatur dapat dikatakan bahwa pengertian pendidikan

sebaya adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang atau sekelompok orang yang

berkaitan dengan pencegahan HIV dan AIDS. Pendidikan sebaya

dilaksanakan antar kelompok sebaya tersebut dengan dipandu oleh fasilitator

yang juga berasal dari kelompok itu sendiri (Dinas Pendidikan, 2007)

Model pembelajaran yang diterapkan dalam pendidikan sebaya adalah

komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Pendidikan sebaya diidentifikasi

sebagai sarana penting menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS dan

kesehatan reproduksi karena terkait masalah seks sering sulit untuk


membahas secara terbuka dan adanya hambatan untuk menyampaikan secara

formal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Pendidikan sebaya dapat

mengatasi beberapa kesulitan, dapat mentransfer pengetahuan dan

komunikasi dilakukan lebih bebas dan secara terbuka dalam kelompok

sebaya (Unesco, 2009).

b. Manfaat Pendidikan Sebaya

Dinas Pendidikan (2007) menyatakan bahwa manfaat pendidikan

sebaya dalam pencegahan HIV dan AIDS sebagai berikut:

1) Alih pengetahuan dilakukan antar kelompok, sehingga komunikasi lebih

terbuka.

2) Penjelasan yang diberikan oleh anggota kelompoknya akan lebih mudah

dipahami.

3) Hal-hal yang tidak dapat dibicarakan bersama orang lain dapat

didiskusikan secara terbuka diantara mereka.

4) Mendengarkan kelompoknya.

5) Memahami permasalahan dan peduli dalam upaya pencegahan HIV dan

AIDS.

c. Syarat Pendidik Sebaya

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dimiliki dalam metode

pendidik sebaya. Menurut Tang & Funnell (2011), syarat yang harus

dipenuhi yaitu adanya seorang pendidik sebaya dan kelompok sebaya.


1) Pendidik Sebaya

Pendidik sebaya merupakan seseorang yang termasuk dalam kelompok

sebaya yang telah dilatih untuk membawa perubahan dalam

pengetahuan, sikap, keyakinan dan perilaku pada tingkat orang per orang

pada kelompok sebayanya. Seorang pendidik sebaya diharapkan dapat

menjadi panutan bagi kelompok sebayanya dalam sikap dan berperilaku

dalam kehidupan sehari-hari. Syarat yang harus dimiliki untuk menjadi

seorang pendidik sebaya adalah sebagai berikut :

a) Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya

b) Berminat dalam penyebarluasan informasi kesehatan dalam

pencegahan HIV/AIDS

c) Lancar berbahasa dan menulis

d) Menggunakan komunikasi dua arah serta sikap mendengar yang

aktif

e) Memiliki kepribadian yang ramah, luwes dan mudah berinteraksi

dalam pergaulan

2) Kelompok Sebaya

Kelompok sebaya adalah kelompok yang memiliki usia, jenis kelamin,

latar belakang, pekerjaan, budaya, sosial-ekonomi, status kesehatan, gaya

hidup, pengalaman serta pemahaman yang sama. Semakin banyak

kesamaan dan interaksi orang-orang yang terdapat dalam suatu

kelompok, semakin besar kemungkinan orang itu menerima pesan-pesan

dan dipengaruhi baik sikap maupun perilakunya (PMI, 2010)


d. Tugas dan Peran Pendidik Sebaya

1) Mengadakan diskusi perorangan atau kelompok baik formal maupun

informal tentang pencegahan HIV danAIDS.

2) Memberikan motivasi kepada perorangan maupun kelompok.

3) Membagikan materi atau bahan pelatihan/pembelajaran.

4) Membuat bahan-bahan pelatihan/pembelajaran.

5) Mengadakan pelatihan atau pertemuan untuk membahas pencegahan

HIV danAIDS.

e. Pelaksanaan Metode Pendidik Sebaya

Seorang pendidik sebaya berguna untuk menyadarkan dan

mempengaruhi teman mereka yang berada dalam satu kelompok tersebut.

Menurut Widiantoro et al (2002), metode pendidik sebaya idealnya 5-10

peserta dalam satu kelompok agar setiap peserta mempunyai kesempatan

untuk bertanya. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam satu kelompok

akan mengakibatkan proses tanya jawab menjadi kurang efektif. Adapun

tahap pelaksanaan metode ini meliputi pelatihan untuk calon pendidik

sebaya dan pelatihan dari pendidik sebaya yang telah dilatih kepada

kelompok sebayanya (Dinas Pendidikan, 2007)

1) Pelatihan Pendidik Sebaya

a) Sesi Pembahasan

Tahap ini merupakan bagian proses pembelajaran yang berisi

pembahasan materi berdasarkan topik tertentu. Pendekatan yang


dilakukan dalam pembahasan materi ini yaitu curah pendapat, studi

kasus serta diskusi.

b) Sesi Penyimpulan Materi Bahasan

Penyimpulan materi berdasarkan pembahasan hasil diskusi dengan

merujuk pada bahan pembelajaran sebagai pedoman. Selain itu,

masukan dan pendapat dari peserta selama proses pembelajaran

dapat digunakan sebagai catatan pelengkap.

2) Pelatihan Kelompok Sebaya

a) Tahap Penerimaan

Hal yang terpenting pada tahap ini adalah mendengarkan keluhan

atau masalah yang dialami oleh kelompok sebaya. Seorang

pendidik sebaya berperan dalam mendengar secara aktif terhadap

masalah-masalah yang diungkapkan oleh kelompok sebayanya.

b) Tahap Pemasukan Ide

Pendidik sebaya secara pelan memasukkan ide ke dalam fikiran

kelompok sebayanya. Memberikan sedikit demi sedikit secara

berulang dan dikemas dengan baik serta tidak bersifat menggurui.

Palang Merah Indoensia (2010) menyatakan bahwa metode pendidik

sebaya merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan dalam

menyampaikan informasi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran

terhadap sesama teman sebaya. Alur pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan

secara berkelompok dengan proses sebagai berikut :


1) Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-10

orang tiap kelompok

2) Peserta dipersilahkan duduk dalam satu lingkaran, jelaskan bahwa akan

dilakukan latihan

3) Pendidik sebaya menyampaikan materi selama tidak lebih dari setengah

jam, waktu selebihnya digunakan untuk diskusi dan menampung

pertanyaan

4) Pendidik sebaya memberikan beberapa pertanyaan sebagai pemicu

diskusi pada kelompok

5) Kelompok akan melakukan diskusi dan menuliskan hasil diskusi pada

lembar flipchartatau papan tulis yang telah disediakan

6) Kelompok mengulang kembali dan menyimpulkan materi yang telah

didiskusikan bersama dibantu oleh pendidik sebaya.


B. Kerangka Teori

Skema 2.1
Kerangka Teori

Cara penularan HIV/AIDS:


1. hubungan seksual dengan pengidap
HIV/AIDS
2. darah yang tercemar HIV/AIDS
3. pemakaian alat kesehatan yang tidak
steril
4. alat-alat untuk menoreh luka
5. menggunakan jarum suntik secara
bergantian
6. ibu pada bayinya

Tingkatan sikap:
Tingkat pengetahuan: Pendidikan 1. menerima
kesehatan dengan (receiving)
1. Tahu metode pendidikan
2. Memahami 2. merespon
sebaya (peer (responding)
3. Analisis education) tentang
4. Aplikasi 3. menghargai
pencegahan (valuing)
5. Sintesis HIV/AIDS 4. pertanggung jawab
6. evaluasi
(responsible)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi

dari hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan sebuah abstraksi, maka

konsep tidak dapat diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui

konstruk yang lebih dikenal dengan variabel. Variabel adalah symbol atau

lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep atau sesuatu yang

lebih bervariasi (Notoadmojo, 2011).

Nursalam (2008) menyatakan bahwa Variabel terikat atau dependent variable

adalah variable yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel bebas atau

independent variabel adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain.

Variable terikat pada penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap Siswa dalam

pencegahan HIV/AIDS. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

pendidikan sebaya (peer education).

Skema 3.1
Kerangka Konsep

pre test intervensi post tes

Tingkat Pendidikan sebaya Tingkat


pengetahuan dan (peer education) pengetahuan dan
sikap siswa sebelum tentang pencegahan sikap siswa setelah
intervensi. HIV/AIDS intervensi.
B. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan batasan ruang lingkup suatu variable yang

diamati atau diukur. Defenisi operasional juga berguna dalam mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan tiap-tiap variable yang bersangkutan dan

pengembangan instrument (Notoatmodjo, 2011). Defenisi operasional tiap-tiap

variabel dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 3.2
Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
(4)
(1) (2) (3) (5) (6) (7)
1 Pendidikan Adalah proses Lembar Pemberian Diberikan Nominal
sebaya (peer komunikasi dan kegiatan Pendidikan perlakuansesuai
education) penyampaian oleh teman prosedur
informasi yang sebaya
dilakukan oleh
kalangan sebaya y
aitu kalangan kelo
mpok sebaya
pelajar

2 Tingkat Segala informasi y Kuesioner Pengisian a. 1–7 Interval


pengetahuan ang diketahui dan kuesioner b. 8 – 15
HIV/AIDS. dimengerti oleh mandiri.
remaja
mengenai HIV/AI
DS secara umum,
tanda gejala, cara
penularan serta
pencegahan
penyakit tersebut.

3 Sikap terhadap Sikap yang Kuesioner Pengisian a. 1 – 30 Interval


pencegahan muncul dalam kuesioner b. 31 – 60
HIV/AIDS memandang mandiri
pencegahan
HIV/AIDS
dikalangan remaja
C. Hipotesa

a. Ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

sebaya pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4

Bukittinggi tahun 2017.

b. Ada perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya

pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen atau

percobaan (experimental research) adalah suatu penelitian dengan melakukan

kegiatan percobaan (experiment), yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau

pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau

eksperimen tersebut. Rancangan penelitian eksperimen ini adalah Quasi

Experiment Design dengan metode rancangan Non Equivalent Control Group

dengan memberikan pretest dan postest serta kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini

melibatkan 2 kelompok yaitu kelompok kontrol diberikan pendidikan kesehatan

dengan metode ceramah dan kelompok intervensi diberikan pendidikan kesehatan

dengan metode pendidikan sebaya ( peer education).

Bentuk rancangan penelitian ini adalah :

Pretest Perlakuan Posttest

Kelompok intervensi 01 X 02

01 02
Kelompok kontrol
Keterangan :

01 : pengetahuan dan sikap siswa sebelum diberikan pendidikan sebaya (peer

education) tentang pencegahan HIV/AIDS

02 : pengetahuan dan sikap siswa sesudah diberikan pendidikan sebaya (peer

education) tentang pencegahan HIV/AIDS

01 : pengetahuan dan sikap siswa sebelum diberikan pendidikan dengan

metode ceramah tentang pencegahan HIV/AIDS

02 : pengetahuan dan sikap siswa sesudah diberikan pendidikan dengan

metode ceramah tentang pencegahan HIV/AIDS

X :Pembekalan yaitu pendidikan sebaya (peer education) tentang

pencegahan HIV/AIDS pada kelompok intervensi.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 4 Bukittinggi, pada bulan Februari -

Maret tahun 2017.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X

di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017 sebanyak 224 orang, pada Tahun Ajaran

2016/2017.
2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmojdo, 2011). Penelitian ini yang menjadi sampel adalah siswa kelas X

SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017 yang telah memenuhi syarat kriteria

inklusi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability

sampling dengan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan

sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2011).

Berdasarkan teknik pengambilan sampel di atas. Sampel yang diambil pada

penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Bukittinggi sebanyak 40

orang siswa dengan rincian 20 siswa dalam kelompok intervensi dan 20 siswa

pada kelompok kontrol, serta 4 peer educator. Teknik pengambilan sampel ini

juga dijadikan sebagai pertimbangan alasan kelas X merupakan siswa yang baru

masuk dalam masa peralihan dari SMP menuju SMA. Maka dari itu keadaan

siswa masih sangat labil.

a. Kriteria Sampel

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu dilakukan kriteria inklusi

maupun eksklusi Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian

mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.


Sedangkan kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2011).

1) Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

a) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed

consent.

b) Siswa kelas X SMA N 4 Bukittinggi.

c) Mau berpartisipasi dalam pencegahan HIV/AIDS.

d) Siswa yang berusia 15-18 tahun

2) kriteria eksklusi yaitu :

a) Siswa yang berumur diatas 18 tahun.

b) Siswa yang tidak hadir saat penelitian

D. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data

(Notoadmodjo, 2011). Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan HIV/IDS

adalah dengan menggunakan lembar kuisioner. Lembar Kuesioner terdiri dari 3

bagian, yaitu bagian pertama (a) berisi tentang karakteristik responden,

bagian kedua (b) berisi pertanyaan tentang pengetahuan berjumlah 35 butir, dan

bagian terakhir (c) berisi tentang sikap berjumlah 15 butir pertanyaan.

Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan pengetahuan responden mengenai

HIV/AIDS sebanyak 5 pertanyaan, transmisi dan cara penularan sebanyak 18

pertanyaan, tanda dan gejala sebanyak 8 pertanyaan, serta pencegahan sebanyak

4 pertanyaan. Pertanyaan pada bagian kedua menggunakan borang yang diisi


dengan tanda check list pada jawaban yang paling sesuai dengan responden.

Pertanyaan positif dinilai dengan skala Guttman, yaitu: (1) untuk jawaban

benar dan (0) untuk jawaban salah, sedangkan pada bagian ketiga

menggunakan skala likert, dimana Pernyataan positif yang jawabanya sangat

setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, ragu-ragu diberi skor 3, tidak setuju

diberi skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Prosedur pengumpulan data

a. Peneliti mendapatkan surat permohonan izin penelitian dari kantor kesatuan

bangsa politik (kesbangpol) kota Bukittinggi.

b. Peneliti mendapatkan izin penelitian dari kepala SMA N 4 Kota Bukittinggi

c. Melakukan survey awal dengan wawancara pada siswa di SMA N kota

Bukittinggi

d. Persiapan fasilitator untuk pembekalan pada peer educator

e. Persiapan fasilitator/ penceramah

f. Persiapan materi untuk peer education

g. Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dengan pemilihan peer

education dengan kriteria : memiliki kemampuan dengan komunikasi yang

baik, terlibat dalam organisasi kegiatan siswa, memiliki minat dalam

pencegahan HIV, mampu mempengaruhi kelompoknya dan bersedia menjadi

peer educator, direkomendasikan oleh kepala sekolah / dekan perguruan

tinggi. Jumlah peer education yang dipilih 4 orang yang untuk dibekali

pengetahuan tentang HIV/AIDS.


2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian adalah :

a. Pengambilan data pretest responden pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.

b. Promosi kesehatan dengan metode ceramah pada kelompok kontrol oleh

peneliti.

c. Pengisian post test pada kelompok kontrol setelah perlakuan berupa

kuesioner pengetahuan dan sikap yang diisi sendiri oleh responden dan

langsung dikumpulkan.

d. Pelatihan untuk 4 peer education yang membahas tentang materi pendidikan

sebaya, IMS, HIV/AIDS, dan Narkoba. Kegiatan yang dilakukan pada hari

pertama yaitu pre test, kemudian pemberian materi dinamika kelompok,

pemberian materi pelatihan dengan konsep peer education, teknik

komunikasi dengan menggunakan metode diskusi. Kegiatan pada hari

selanjutnya yaitu membahas materi pokok IMS, HIV/AIDS dan Narkoba.

Selanjutnya dilaksanakan post test untuk mengetahui tingkat pengetahuan

dan standarisasi peer education. Standarisasi terhadap pengetahuan peer

education adalah dengan melihat nilai dari post test terhadap pengetahuan ≥

70% menjawab benar. Semua peer educatoion dinyatakan lulus dengan nilai

post test 86%-100% menjawab benar. kemudian dievaluasi oleh sesama

peer education dan dipandu oleh fasilitator untuk mencari kesepakatan cara

penyampaian materi kepada kelompoknya masing-masing dalam rencana


kegiatan pendidikan kesehatan tentang pencegahan HIV/AIDS pada

kelompoknya (peer group), yang dibuat oleh semua peer education sebelum

penutupan.

e. Promosi kesehatan oleh peer education kepada kelompok intervensi (peer

group) melalui metode diskusi kelompok atau orang per orang bila

diperlukan dalam suasana non formal dengan jadwal dan tempat pertemuan

sesuai dengan kesepakatan masing-masing kelompok.

f. Pengisian post test dilakukan 1 minggu setelah perlakuan berupa kuesioner

pengetahuan dan sikap yang diisi sendiri oleh responden kelompok intervensi

dan langsung dikumpulkan

g. Mengecek jawaban responden.

h. Skoring data.

i. Tabulasi data hasil penelitian dan lihat serta simpulkan bagaimana keadaan

pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS sebelum dan

sesudah diberikan metode pendidikan kesehatan dengan metode pendidikan

sebaya (peer education) dan metode ceramah.

F. Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Tahap ini peneliti mengecek kembali terhadap jawaban pada kuesioner

apakah jawaban sudah lengkap, jelas. Tujuan dari kegiatan ini bagi peneliti
adalah tujuan untuk menjaga kualitas data, kebenaran data dan kelengkapan

data agar dapat peneliti proses ketahap berikutnya.

b. Coding

Tahap ini peneliti memberikan kode pada kuesioner sehingga

informasi dari data yang terkumpul mudah di lacak dengan tujuan untuk

mempermudah mengklasifikasikan jawaban secara teratur.

c. Entry

Tahap ini peneliti memasukan data kedalam bentuk tabel dan

selanjutnya di masukan kedalam soft ware yang sesuai.

d. Cleanning

Tahap ini peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap data yang

sudah terkumpul apakan ada kemungkinan terdapat kesalahan data, sehingga

data siap untuk dianalisis.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian (Notoatmodjo, 2011). Analisa data dilakukan secara

komputerisasi. Analisa data dimulai dengan dilakukan untuk mendapatkan

distribusi rata-rata semua variabel yang akan diteliti meliputi rata-rata

pengetahuan dan sikap, standar devisiasi, dan nilai maksimal dan minimal

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan apabila telah dilakukan analis univariat dan

telah diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel (Notoatmodjo,


2011). Analilis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mengetahui perbedaan

antara 2 kelompok yaitu sebelum (pretest) dan setelah (posttest) dilakukan

pendidikan sebaya dengan menggunakan uji wilcoxon signed ranks test.

Terlihat adanya perbedaan apabila hasil uji statistik didapatkan p < 0,05

sehingga hipotesis diterima.


BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum lokasi penelitian

Gambaran umum SMA N 4 Bukittinggi berada di Jl. Panorama Baru,

Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Kec. Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi

dengan luas tanah 15.024 m2. Letak ± 5 Km dari pusat kota Bukittinggi, adapun

batas-batas wilayah yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau, Kec. Tilatang

Kamang.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Banuhampu Kec. Banuhampu.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok ,Guguk, Kec. IV Koto.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang,

Kec. IV Angkat Candung.

B. Analisa Univariat

1. Tingkat Pengetahuan Siswa Sebelum Dilakukan Perlakuan


Pada Kelompok Peer Education Dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.1
Rata-Rata Pengetahuan Siswa Sebelum Dilakukan Perlakuan Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Pada
Siswa Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Kelompok N Mean SD Min-Max 95% CI


Intervensi 20 7,05 1,986 5 - 12 6,12 – 7.98
Kontrol 20 7,30 2,179 4 - 12 6,28 – 8,32
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan rata-rata pengetahuan sebelum

dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 7,05 dengan standar

deviasi adalah 1,986. Tingkat pengetahuan terendah adalah 5 dan tertinggi

adalah 12. Dari hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata

pengetahuan sebelum diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun

2017 yaitu 6,12 – 7,98. Rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan

pada kelompok kontrol yaitu 7.30 dengan standar deviasi adalah 2,179.

Tingkat pengetahuan terendah adalah 4 dan tertinggi adalah 12. Dari hasil

estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata pengetahuan sebelum

diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun 2017 yaitu 6,28 – 8,32.

2. Tingkat Pengetahuan Siswa Sesudah Dilakukan Perlakuan


Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.2
Rata-Rata Pengetahuan Siswa Sesudah Dilakukan Perlakuan Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Pada
Siswa Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Min-
Variabel N Mean SD 95% CI
Max
Intervensi 20 12,05 1,905 9 - 15 11,16 – 12,94
Kontrol 20 10,75 2,124 6 - 15 9,76 – 11,74

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan rata-rata pengetahuan sesudah

dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 12,05 dengan standar

deviasi adalah 1,905. Tingkat pengetahuan terendah adalah 9 dan tertinggi

adalah 15. Dari hasil estimasi dismpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
pengetahuan sesudah diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun

2017 yaitu 11,16 – 12,94. Rata-rata pengetahuan sesudah dilakukan

perlakuan pada kelompok kontrol yaitu 10,75 dengan standar deviasi adalah

2,124. Tingkat pengetahuan terendah adalah 6 dan tertinggi adalah 15. Dari

hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata pengetahuan

sebelum diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun 2017 yaitu 9,76

– 11,74.

3. Tingkat sikap siswa sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok


Intervensi dan kelompok kontrol

Tabel 5.3
Rata-Rata Sikap Siswa sebelum Dilakukan Perlakuan Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Pada
Siswa Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Variabel N Mean SD Min-Max 95% CI


31,90 4,154
Intervensi 20 26 - 46 29,96 – 33,84
34,70 5,975
Kontrol 20 27 - 47 31,90 – 37,50

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan rata-rata sikap sebelum dilakukan

perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 31,90 dengan standar deviasi

adalah 4,154. Tingkat sikap terendah adalah 26 dan tertinggi adalah 46. Dari

hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata sikap sebelum

diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun 2017 yaitu 29,96 – 33,84.

Rata-rata sikap sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol yaitu

34,70 dengan standar deviasi adalah 5.975. Tingkat sikap terendah adalah 27
dan tertinggi adalah 47. Dari hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini

rata-rata sikap sebelum yaitu 31,90 – 37,50.

4. Tingkat sikap siswa sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok


Intervensi dan kelompok kontrol

Tabel 5.4
Rata-Rata Sikap Siswa Sesudah Dilakukan Perlakuan Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Pada
Siswa Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Variabel N Mean SD Min-Max 95% CI


43,75 6,034
Intervensi 20 29 - 54 40,93 – 46,57
37,85 6,310
Kontrol 20 21 - 47 34,90 – 40,80

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan rata-rata sikap sesudah dilakukan

perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 43,75 dengan standar deviasi

adalah 60,34. Tingkat sikap terendah adalah 29 dan tertinggi adalah 54. Dari

hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata sikap sesudah

diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun 2017 yaitu 40,93 – 46,57.

Rata-rata sikap sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol yaitu

37,85 dengan standar deviasi adalah 63,10. Tingkat sikap terendah adalah 21

dan tertinggi adalah 47. Dari hasil estimasi disimpulkan bahwa 95% diyakini

rata-rata sikap sebelum diberikan perlakuan di SMA N 4 Bukittinggi tahun

2017 yaitu 34,90 – 40,80.


C. Analisa Bivariat

1. Perbedaan Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pendidikan


Sebaya Pada Siswa

Tabel 5.5
Perbedaan Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan
Pendidikan Sebaya Pada Siswa Dalam Pencegahan
HIV/AIDS Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Pengetahuan Mean SD p value N


7,05 1,986
Pre-Test
0,000 20
12,05 1,905
Post-Test

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan perbedaan rata-rata pengetahuan

sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada siswa dalam pencegahan

HIV/AIDS, dimana terjadi peningkatan rata-rata yaitu 7,05 – 12,05 dengan nilai p

value 0,000 lebih kecil dari α ≤ 0,05. Hal ini berarti pendidikan sebaya efektif

untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam pencegahan HIV/AIDS pada siswa

di SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017.


2. Perbedaan Sikap Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pendidikan Sebaya Pada
Siswa
Tabel 5.6
Perbedaan Sikap Sebelum Dan Sesudah Dilakukan
Pendidikan Sebaya Pada Siswa Dalam Pencegahan
HIV/AIDS Di SMA Negeri 4 Bukittinggi
Tahun 2017

Pengetahuan Mean SD p value N


31,90 4,154
Pre-Test
0,000 20
43,75 6,034
Post-Test

Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan perbedaan rata-rata sikap sebelum dan

sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS,

dimana terjadi peningkatan rata-rata yaitu 31,90 – 43,75 dengan nilai p value

0,000 lebih kecil dari α ≤ 0,05. Hal ini berarti pendidikan sebaya efektif untuk

meningkatkan sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA

Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017.


BAB VI
PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Tingkat Pengetahuan Sebelum Dilakukan Perlakuan Pada Kelompok


Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan

sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 7,05 dengan

tingkat pengetahuan terendah adalah 5 dan pengetahuan tertinggi adalah 12.

Rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol

yaitu 7,30 dengan tingkat pengetahuan terendah adalah 4 dan pengetahuan

tertinggi adalah 12.

Pengetahuan merupakan hasil dari suatu indra seseorang (mata, telinga,

hidung, lidah, dan kulit), atau hasil seseorang mengerti dan tahu melalui indra

yang dimilikinya terhadap suatu objek. pengetahuan itu sendiri dapat dipengaruhi

oleh pendidikan formal, Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka

semakin luas pengetahuannya dan semakin mudah dalam menerima suatu

informasi (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Andayani & Harahap (2010), tentang “Pengaruh Peer Education Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Universitas Sumatra Utara dalam Hal

HIV/AIDS”, diketahui bahwa tingkat pengetahuan sebelum intervensi lebih

rendah dari sesudah intervensi yaitu dengan rata-rata 18,18.


Menurut asumsi peneliti, sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang

pencegahan HIV/AIDS masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari hasil jawaban

responden secara keseluruhan hanya dapat menjawab dengan benar 50% dari

seluruh pertanyaan yang diberikan. Pengetahuan yang sedikit diketahui oleh

siswa yaitu tentang perjalanan penyakit dan cara penularan dari HIV/AIDS.

Sedangkan untuk pengetahuan yang banyak diketahui oleh siswa yaitu tentang

penyebab AIDS itu berasal dari virus. Pengetahuan siswa tentang pencegahan

HIV/AIDS baru sekedar mengetahui tanpa memahami lebih lanjut tentang segala

sesuatu yang ada pada penyakit ini. Siswa sebelumnya belum ada mendapatkan

mata pelajaran tentang HIV/AIDS jadi siswa kurang informasi mengenai

penyakit HIV/AIDS.

2. Tingkat Pengetahuan Siswa Sesudah Dilakukan Perlakuan Pada Kelompok

Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan

sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 12,05 dengan

tingkat pengetahuan terendah adalah 9 dan pengetahuan tertinggi adalah 15.

Rata-rata pengetahuan sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol yaitu

10.75 dengan tingkat pengetahuan terendah adalah 6 dan pengetahuan tertinggi

adalah 15.

Tingkat pengetahuan siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pendidikan, pekerjaan, umur, lingkungan dan sosial budaya. Pendidikan

diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang


kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan sebaya (peer

education) adalah salah satu yang secara luas digunakan untuk mengatasi

pandemi HIV/AIDS. Pendidikan sebaya diidentifikasi sebagai sarana penting

menyebarkan informasi tentang pencegahan HIV/AIDS karena dapat mengatasi

beberapa kesulitan, dapat mentransfer pengetahuan dan komunikasi dilakukan

lebih bebas dan secara terbuka dalam kelompok sebaya. Pendidikan sebaya

sering digunakan untuk mengubah tingkat perilaku pada individu dengan cara

memodifikasi pengetahuan, sikap, keyakinan, atau perilaku seseorang.

Pendidikan sebaya juga dapat mempengaruhi perubahan di tingkat kelompok

atau masyarakat dengan memodifikasi norma-norma dan merangsang tindakan

kolektif yang mengarah pada perubahan program dan kebijakan yang ada dalam

masyarakat (Nugroho, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Purnomo & Murti (2013), tentang “Perbandingan Pengaruh Metode Pendidikan

Sebaya Dan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pengendalian

HIV/AIDS Pada Mahasiswa Fakultas Olahraga Dan Kesehatan Universitas

Pendidikan Ganesha”, menyatakan bahwa skor pada kelompok pendidikan

sebaya lebih tinggi yaitu 69,33 dibandingkan kelompok ceramah yaitu 62,77.

Menurut asumsi peneliti, berdasarkan data penelitian diketahui bahwa

tingkat pengetahuan siswa tentang pencegahan HIV/AIDS meningkat sesudah

dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada

kelompok intervensi dilakukan metode pendidikan sebaya (peer education)

adalah salah satu yang secara luas digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
dan sikap siswa tentang pencegahan HIV/AIDS. Dari hasil penelitian

pengetahuan siswa meningkat tentang cara penularan dan pencegaham penyakit

HIV/AIDS karena pendidik sebaya mampu menyampaian informasi dengan

mempengaruhi responden dengan cara melalui diskusi sehingga respoden lebih

mengerti dan bisa bertukar pendapat dengan teman sebayanya, mereka tidak

merasa malu dan hal ini akan menarik minat mereka untuk mendengarkan,

bertanya, dan menambah pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS. Pendidik

sebaya (peer education) dipilih dari kelompok siswa dengan beberapa kriteria.

Seorang pendidik sebaya harus telah mendapat pelatihan sebagai seorang

pendidik sebaya. Pendidik sebaya harus punya pengetahuan yang luas khususnya

tentang HIV/AIDS. Pendidik sebaya harus mempunyai komitmen dalam

mengendalikan HIV/AIDS, mempunyai jiwa pemimpin, dan dapat melakukan

komunikasi dengan baik terhadap kelompoknya.

3. Tingkat Sikap Siswa Sebelum Dilakukan Perlakuan Pada Kelompok

Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata sikap

sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 31,90 dengan

tingkat terendah adalah 26 dan pengetahuan tertinggi adalah 46. Rata-rata sikap

sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol yaitu 34,70 dengan tingkat

sikap terendah adalah 27 dan pengetahuan tertinggi adalah 47.

Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau

objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang dalam bertindak yang

reaksinya bersifat emosional. Sikap merupakan kecenderungan dari dalam diri


untuk merespon secara positif atau negatif orang lain,situasi atau objek. Sikap

mengandung suatu penilaian kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), afektif

(senang, sedih dan benci) dan konatif (kecenderungan bertindak) (Nursalam,

2007).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai

kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang objek tadi.Jadi sikap

senantiasa rendah terhadap suatu hal objek, tak ada sikap yang tanpa objek

(Notoatmodjo, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Purnomo & Murti (2013), tentang “Perbandingan Pengaruh Metode Pendidikan

Sebaya dan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Pengendalian

HIV/AIDS Pada Mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas

Pendidikan Ganesha” diketahui bahwa tingkat Sikap sebelum metode ceramah

mahasiswa dalam kelompok ini mempunyai rata-rata (mean) sebesar 106.47, dan

standar deviasi (SD) sebesar 9.90. metode pendidik sebaya Sikap mahasiswa

dalam kelompok ini mempunyai rata-rata (mean) sebesar 112.90.

Menurut asumsi peneliti, sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol diketahui bahwa sikap siswa tentang

pencegahan HIV/AIDS masih tergolong negatif. Supaya tingkat sikap siswa ini

dapat menjadi positif maka penyampaian informasi oleh temn sebaya mampu

berkomunikas, mampu mempengaruhi teman sebayanya , punya hubngan pribadi

yang baik, dan memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga mereka


mampu mengajak dan mengubah sikap teman sebayanya untuk melihat secara

positif mengenai masalah-masalah yng terjadi pada penyakit HIV/AIDS.

4. Tingkat Sikap Siswa Sesudah Dilakukan Perlakuan Pada Kelompok

Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata sikap

sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi yaitu 43,75 dengan

tingkat terendah adalah 29 dan pengetahuan tertinggi adalah 54. Rata-rata sikap

sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol yaitu 37,85 dengan tingkat

sikap terendah adalah 21 dan pengetahuan tertinggi adalah 47.

Sikap merupakan predisposisi dalam memberikan respon dalam bentuk

suka atau tidak suka terhadap objek tertentu. Sikap itu mempunyai tiga

komponen pokok yaitu komponen kognisi, yang berhubungan dengan biliefs, ide

dan konsep. Afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang, Kognisi

yang merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku,atau yang disebut niat

atau intensi. Selain itu sikap juga merupakan intensitas perasaan yang ada dalam

diri seseorang (individu) baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif.

Sikap yang positif dapat dipengarui oleh perasaan, seperti dikemukakan oleh

bahwa sikap adalah perasaan memihak (favorable) ataupun perasaan tidak

memihak (unfavorable) terhadap objek psikologis. Dengan demikian sikap dapat

dikatakan perasaan yang muncul karena stimulus (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Siriasih (2013), tentang “Pengaruh Pendidikan Seksualitas Remaja oleh Pendidik

Sebaya Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Seks Bebas”
menyatakan bahwa nilai rata-rata sikap responden yang mendapatkan pendidikan

seksualitas remaja oleh pendidik sebaya 81,58, standar deviasi 9,93. Nilai

minimum 63 dan maksimum 95. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

pendidikan sebaya mampu merubah atau mempengaruhi sikap remaja tentang

bahaya sek bebas.

Menurut asumsi peneliti, sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol diketahui bahwa pendidik sebaya lebih efektif

meningkatka sikap kelompok sebayanya tentang pencegahan HIV/AIDS. Pada

remaja di sekolah menengah teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat

tinggi dalam pembentukan sikap. Mereka akan cenderung memilih sikap yang

sama dengan anggota teman sebayanya, agar mereka tidak dianggap asing oleh

kelompoknya. Secara pribadi seorang pendidik sebaya juga mempunyai

hubungan yang lebih baik dengan teman sebayanya. Hubungan pribadi yang baik

adalah sebuah modal utama untuk mempengaruhi dan membentuk sikap yang

baik terhadap HIV/AIDS. Sehingga pada pemilihan pendidik sebaya, diupayakan

mereka yang mempunyai pengaruh dan menjadi panutan pada teman sebayanya
B. Analisis Bivariat

1. Perbedaan Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pendidikan


Sebaya Pada Siswa Dalam Pencegahan HIV/AIDS Di SMA Negeri 4
Bukittinggi Tahun 2017

Hasil penelitian pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-

rata pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada siswa

dalam pencegahan HIV/AIDS, dimana terjadi peningkatan rata-rata yaitu 7,05 –

12,05 dengan nilai p value 0,000 lebih kecil dari α ≤ 0,05. Hal ini berarti

pendidikan sebaya efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam

pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017.

Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi keperawatan yang

mandiri untuk membantu individu, kelompok, maupun masyarakat dalam

mengatasi masalah kesehatan. Metode pendidikan kesehatan diantaranya yaitu

metode pendidikan sebaya dan metode ceramah. Metode Pendidikan sebaya (peer

education) adalah berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang atau sekelompok orang yang berkaitan

dengan pencegahan HIV/AIDS. Pendidikan sebaya dilaksanakan antar kelompok

sebaya tersebut dengan dipandu oleh fasilitator yang juga berasal dari kelompok

itu sendiri (Dinas Pendidikan, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Purnomo & Murti (2013), Hasil uji t pada variabel pengetahuan menunjukkan ada

perbedaan bermakna antara metode ceramah dan metode pendidikan sebaya

terhadap peningkatan pengetahuan mahasiswa dalam penanggulangan HIV/AIDS


(p<0,05). Rata-rata skor pengetahuan pada metode pendidikan sebaya lebih tinggi

dari pada rata-rata skor pengetahuan pada metode ceramah. Ini berarti bahwa

metode pendidikan sebaya lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan

mahasiswa terhadap pengendalian HIV/AIDS.

Menurut asumsi peneliti, Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan ada

perbedaan yang signifikan antara pengetahuan kelompok intervensi dan kelompok

kontrol. Pada kelompok intervensi penyampaian informasi adalah teman sebaya,

mereka pendidik sebaya yang telah dilatih sebelumnya. Pendidik Sebaya ini

adalah orang yang dipilih mempunyai sifat kepemimpinan dalam membantu

orang lain. Disamping itu ada syarat tertentu yang harus dipunyai Pendidik

Sebaya diantaranya mampu berkomunikasi, mampu mempengaruhi teman sebaya,

punya hubungan pribadi yang baik, mampu mendengarkan pendapat orang lain,

punya pengetahuan tentang HIV/AIDS dan punya waktu yang cukup. Dari syarat-

syarat pendidikan sebaya tersebut seorang peer educator memang harus mampu

mempengaruhi pengetahuan siswa. Dalam penyampaian informasi fasilitator

memiliki modul panduan tentang pencegahan HIV/AIDS.

2. Perbedaan Sikap Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pendidikan Sebaya Pada


Siswa Dalam Pencegahan HIV/AIDS Di SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun
2017
Hasil penelitian pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa didapatkan perbedaan

rata-rata sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada siswa

dalam pencegahan HIV/AIDS, dimana terjadi peningkatan rata-rata yaitu 31,90 –

43,75 dengan nilai p value 0,000 lebih kecil dari α ≤ 0,05. Hal ini berarti
pendidikan sebaya efektif untuk meningkatkan sikap siswa dalam pencegahan

HIV/AIDS pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017.

Model pembelajaran yang diterapkan dalam pendidikan sebaya adalah

komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Pendidikan sebaya diidentifikasi

sebagai sarana penting menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS dan kesehatan

reproduksi karena terkait masalah seks sering sulit untuk membahas secara

terbuka dan adanya hambatan untuk menyampaikan secara formal pendidikan

kesehatan reproduksi di sekolah. Pendidikan sebaya dapat mengatasi beberapa

kesulitan, dapat mentransfer mengubah atau mempengaruhi sikap remaja terhadap

bahaya seks bebas, sehingga diharapkan mampu mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal (Unesco, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Andayani & Harahap (2010), rerata nilai sikap mahasiswa tentang HIV/AIDS di

Universitas Sumatra Utara antara kelompok peer education dan kelompok kontrol

terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) dengan rata-rata nilai lebih tinggi

dari pada kelompok peer education.

Menurut asumsi peneliti, Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa

adanya peningkatan sikap yang signifikan antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Hasil ini mengartikan bahwa pendidik sebaya mampu

mengubah atau mempengaruhi sikap remaja terhadap bahaya seks bebas,

sehingga diharapkan mampu mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dan

terhindar dari penyakit HIV/AIDS.


BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakuka peniliti pada bulan

februari 2017 mengenai efektifitas pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan

sikap siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun

2017 maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Rata-rata pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017 adalah : 7,05 – 7,30.

2. Rata-rata pengetahuan sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi

tahun 2017 adalah : 12,05 – 10,75.

3. Rata-rata sikap sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017

adalah : 31,90 – 34,70.

4. Rata-rata sikap sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol pada siswa di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017

adalah : 43,75 – 37,85.

5. Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya

pada siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun

2017 adalah 7,05 – 12,05 dan p = 0,000


6. Perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya pada

siswa dalam pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun

2017 adalah 31,90 – 43,75 dan p = 0,000

B. Saran

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh bahwa intervensi pendidikan

sebaya efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dalam

pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 4 Bukittinggi tahun 2017. Peneliti ingin

menyampaikan beberapa saran, yaitu:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan untuk dapat menggunakan metode pendidikan sebaya untuk

penyuluhan kesehatan dalam mata kuliah komunitas sehingga lebih mudah

untuk menyebarkan informasi dalam sistem reproduksi khususnya dalam

pencegahan HIV/AIDS.

2. Bagi SMA N 4 Bukittinggi

Bagi sekolah diharapkan untuk dapat memanfaatkan pendidik sebaya yang

sudah dilatih sebagai bimbingan konseling bagi siswa-siswi yang lainnya

mengenai masalah kesehatan reproduksi remaja khusunya dalam pencegahan

HIV/AIDS.

3. Bagi peneliti

Disarankan dapat membuat penelitian yang topiknya tentang efektifitas

pendidikan sebaya terhadap prilaku kesehatan dalam pencegahan HIV/AIDS


4. Bagi Profesi Kesehatan

Bagi pengelola program penyuluhan kesehatan reproduksi dapat memilih

metode pendidikan sebaya (peer education) dalam upaya pencegahan dan

penanggulangan HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2012. Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-Hak Reproduksi Bagi


Remaja Indonesia. Jakarta. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi.

Buhari.M., & Abu-saed, K. 2013. Attitunal changes using peer education training in
the prevenrion of HIV/AIDS : A case study of youths in north central nigeria.
Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(1),45-50.

Cyntia, L. 2014. Efektifitas Peer Education Pada Pengetahuan Dan Sikap Siswa SMA
Dalam Pencegahan HIV/AIDS. Jurnal Promkes, 10(10), 26-33

Dannayanti. Y., Lestari. Y., Ramadani. M. 2011. Peran Teman Sebaya Terhadap
Perilaku Seksual Pranikah Siswa SLTA Kota Bukittinggi. Jurnal Kesehatan
Masarakat, 6(1), Edisi September- Maret.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan


Sebaya (Peer Education) Dalam Rangka Pendidikan Pencegahan HIV/AIDS di SMP.
Jakarta : Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan Indinesia Tahun


2015. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan


Sebaya (Peer Education) Dalam Rangka Pendidikan Pencegahan HIV/AIDS di SLTA.
Jakarta : Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani.

Ditjen PPM dan PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d
Maret 2016. Jakarta.

Ervyna, A., Utami. P.A., Surasta, I.W. (2015). Pengaruh Peer Education Terhadap
Prilaku Personal Hygiene Genetalia Dalam Pencegahan Kanker Serviks Pada
Remaja Putri Di Smp Negri 10 Denpasar. COPING Ners Journal, 3(2),45-51.

Glasier, J., & Gebbie, A. 2012. Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: EGC.

Hayati, M.N., Devy, S.R. Evaluasi Pendidikan Kesehatan HIV Dan AIDS Oleh Peer
Educator ‘Da Bajay Pada Remaja Di Lokalisasi Dolly Surabaya. Jurnal Promkes,
2(1), 66-76.
Hutapea, R. 2011. AIDS & PMS dan Pemerkosaan. Jakarta : Rineka Cipta.

Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2009. Pendidikan Dan


Pencegahan HIV. Jakarta. Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO.

KPAD Surakarta. 2010. Laporan Cakupan Kasus HIV/AIDS Oktober 2005-April


2010 di Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Daerah Surakarta

Martono, L.H. & Joewana, S. 2006. Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba
Berbasis Masyarakat. Jakarta: PT Balai Pustaka

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan prilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan prilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Palang Merah Indonesia. 2010. Pendidikan Remaja Sebaya: Tentang Kesehatan dan
Kesejahteraan Remaja. Jakarta

Purnomo, K.I., Murti, B., Suriyasa. P. (2013). Perbandingan Pengaruh Pendidikan


Sebaya Dan Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pengendalian
HIV/AIDS Pada Mahasiswa Fakultas Olahraga Dan Kesehatan Unervsitas
Pendidikan Ganesha. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga, 1(1), 49-56.

Pemerintah Provinsi Sumbar. 2014. Kajian Pengembangan Strategi Penaggulangan


HIV/AIDS Melalui Pendekatan Sosial Budaya. Sumbar.

Siriasih, NGK. 2013. Pengaruh pendidikan seksualitas remaja oleh pendidik sebaya
terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang bahasa seks bebas. Jurnal skala
husada, 10(1), 13-19.

Saam, Z. 2013. Psikologi Keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers

UNNAIDS, 1999. Peer education and HIV/AIDS. Switzerland: diakses tanggal 1


januari 2017.

WHO. 2013. United Nations Joint Programme on HIV/AIDS and World Health
Organization. AIDS Epidemic Update 2013. WorldHealth Organization, Geneva.

WHO. 2014. Global Update On The Health Sector Response To Hiv 2014
Wawan, A., & Dewi, M. 2011. Teori dan pengukuran pengetahuan , sikap dan
prilaku manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Responden Penelitian
Di Tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Fort De Kock Bukittinggi, semester VII yang akan mengadakan
penelitian :
Nama : Retno Nadya
NIM : 1314201062
Alamat : Padang Lua
Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektifitas Pendidikan
Sebaya Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Dalam Pencegahan HIV/AIDS Di
SMA Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan
akibat yang merugikan saudara sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi
yang diberikan akan dijaga dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila
saudara menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan untuk menandatangani
lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Atas perhatian
saudara sebagai responden saya ucapkan terima kasih.

Bukittinggi, Februari 2017


Peneliti

Retno Nadya
Lampiran 2

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia ikut berpartisipasi sebagai

responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa STIKes Fort De Kock

Bukittinggi yang bernama Retno Nadya dengan judul “Efektifitas Pendidikan Sebaya

Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Dalam Pencegahan HIV/AIDS Di SMA

Negeri 4 Bukittinggi Tahun 2017”.

Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa unsur

paksaan.

Bukittinggi, Februari 2017

Responden,

( )
Lampiran 3
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

NO VARIABEL JUMLAH NO SOAL

1. Pengetahuan 15 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15

2. sikap 15
Pernyataan 2, 5, 7,8,9,14
positif

Pernyataan 1,3,4,6,10,11,12,13,15
Negatif
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN SEBAYA TERHADAP


PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA DALAM PENCEGAHAN
HIV/AIDS DI SMA
NEGERI 4 BUKITTINGGI
TAHUN 2017

Petunjuk pengisian
1. Mohon kesediaan saudara/i untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu alternatif jawaban saudara/i.
2. Anda diharapkan menjawab dengan jujur dan terhindar dari intervensi
(diskusi/saran) orang lain, jawaban murni dari anda sangat penting bagi peneliti,
jawaban ini tidak menilai anda secara pribadi, Jika ada yang kurang dimengerti
anda boleh bertanya kepada peneliti.

I. IDENTITAS RESPONDEN

No. Responden :
Nama Responden :
Umur :
Jenis Kelamin :
Kelas :

II. PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS

1. Apakah kepanjangan dari HIV?


a. Human immunedeficiency virus
b. Human immobilization virus
c. Human immunodeficiency virus
d. Human immubilization virus
2. Menurut anda penyebab HIV/AIDS adalah ?
a. Bakteri
b. Parasit
c. Virus
d. Protozoa
3. Sistem organ tubuh manusia yang diserang oleh HIV adalah ....
a. Sistem syaraf
b. Sistem kekebalan tubuh
c. Sistem pernafasan
d. Sistem pencernaan

4. Menurut anda HIV/AIDS termasuk kedalam penyakit apa ?


a. Kanker
b. Jantung
c. Infeksi menular seksual
d. Penyakit kulit
5. HIV/AIDS adalah penyakit yang menyerang ?
a. Sel-sel darah merah (eritrosit)
b. Sel-sel darah putih (leukosit)
c. limfosit
d. trombosit
6. Menurut anda, masa inkubasi penyakit HIV adalah?
a. 1-4 tahun
b. Kurang dari 5 tahun
c. 5-10 tahun
d. Lebih dari 10 tahun
7. Menurut anda, virus HIV/AIDS terdapat dalam ?
a. Cairan vagina, air mata, urin (air kencing)
b. ASI (air susu ibu), cairan vagina, keringat
c. Cairan sperma, cairan vagina, darah
d. Air kencing, tinja, keringat.
8. Virus HIV dapat menular melalui, kecuali ?
a. Hubungan seksual
b. Transfusi darah
c. Gigitan nyamuk
d. Jarum suntik
9. Menurut anda, siapa saja yang termasuk kelompok risiko tinggi terkena kasus
HIV/AIDS, kecuali?
a. mereka yang mempunyai banyak pasangan seksual baik homo maupun
hetero.
b. Orang-orang yang sering berciuman (mout to mout)
c. Penyalah guna narkotika yang menggunakan jarum suntik secara bergantian
d. Mereka yang melakukan hubungan seksual baik anal maupun oral.
10. Bagaimana kronologis perjalanan HIV/AIDS, kecuali ?
a. Stadium pertama HIV
b. Stadium kedua : Asimtomatik
c. Stadium ketiga: pembesaran kelenjar limfe.
d. Tidak berstadium langsung AIDS
11. Antara berikut yang manakah merupakan gejala dari infeksi akut
HIV/AIDS?
a. Pembengkakan kelenjar, demam, muntah
b. Gejala mirip flu, demam, sendi-sendi terasa nyeri.
c. Luka pada kulit, diare, pneumonia
d. Tidak tahu
12. Hal-hal apa saja yang tidak dapat menularkan infeksi HIV/AIDS, kecuali?
a. Berenang bersama dengan odha
b. Menggunakan WC bersamaan
c. Gigitan nyamuk
d. Transfusi darah
13. Bagaimana mencegah penularan HIV/AIDS, kecuali ?
a. Tidak melakukan hubungan seks (secara oral, anal atau vaginal)
b. Selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan cara apapun
c. Menghindari kontak langsung dengan cairan-cairan tubuh yang bisa
menularkan HIV/AIDS.
d. Memakai satu jarum suntik secara bersama-sama
14. Menurut anda tes HIV dapat dilakukan pada ?
a. Darah
b. Air kencing
c. Air liur
d. Organ tubuh
15. Menurut yang anda ketahui, tes HIV digunakan untuk?
a. Memastikan kalau persediaan darah di bank darah tidak tercemar
b. Menggambarkan besarnya masalah epidemi HIV/AIDS di masyarakat.
c. Mengetahui secara dini status HIV seseorang.
d. Penyaringan tenaga kerja.

Sumber : Ginto Saputra, FKM UI, 2008

III. SIKAP TERHADAP HIV AIDS

SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat tidak setuju
NO PERNYATAAN SIKAP SS S TS STS
1. Jika saya curiga diri saya terinfeksi virus HIV,
saya tidak akan mengkonsultasikannya karena
saya takut mengetahui penyakit saya itu.
2. Mengingat semakin banyaknya penderita HIV/
AIDS saat ini, demi menghindari penularannya
saya segera menjauhi orang-orang yang
saya curigai terinfeksi HIV/AIDS.
3. Orang yang berciuman mulut dengan mulut
dapat menularkan infeksi HIV/AIDS
4. Orang yang melakukan onani/ masturbasi
beresiko mendapatkan HIV/AIDS.
5. Jika teman saya pengguna NAPZA jenis suntik,
saya akan segera memberitahukan akan bahaya
penularan virus HIV/AIDS.
6. Orang yang terlibat dalam oral/anal seks tidak
dapat terinfeksi HIV/AIDS
7. Jika saya mempunyai teman yang suka bergont
a ganti pasangan seksual, saya akan menasehati
nya akan bahaya penularan virus HIV/AIDS.
8. Saya akan berperan aktif dalam program-progra
m pencegahan HIV/AIDS jika diperlukan.
9. Saya akan tetap mendukung dan menjadi teman
buat orang-orang dengan HIV/AIDS agar mere
ka dapat tetap berkarya dan tegar dalam menjal
ani kehidupannya.
10. Apakah dengan memeluk teman dekat dapat
terinfeksi HIV jika dia penderita HIV positif
11. Menurut anda ,menempatkan pelacur di penjar
a akan dapat menghentikan penyebaran HIV/
AIDS
12. HIV/AIDS bisa pindah dengan menggunakan
sisir secara bergantian
13. Apakah menurut anda orang yang HIV positif
dapat bertahan hidup
14. Menggunakan sikat gigi bersama akan beresio
mendapatkan infeksi HIV/AIDS
15. ODHA sangat mudah menularkan virus HIV,
makanya saya akan menjauhi ODHA (ODHA
= Orang Dengan HIV/AIDS)

Sumber : advanced pharmaceutical bulletin, 2013


Explore

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pre test pengetahuan kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
kontrol

post test pengetahuan kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
kontrol

pre test sikap kelompok kontrol 20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%

post test sikap kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
kontrol

pre test pengetahuan kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
intervensi

post test pengetahuan kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
intervensi

pre test sikap kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
intervensi

post test sikap kelompok


20 83.3% 4 16.7% 24 100.0%
intervensi

Descriptives

Statistic Std. Error

pre test pengetahuan kelompok Mean 7.30 .487


kontrol
95% Confidence Interval for Lower Bound 6.28
Mean
Upper Bound 8.32

5% Trimmed Mean 7.22

Median 7.00

Variance 4.747

Std. Deviation 2.179


Minimum 4

Maximum 12

Range 8

Interquartile Range 3

Skewness .318 .512

Kurtosis -.540 .992

post test pengetahuan kelompok Mean 10.75 .475


kontrol 95% Confidence Interval for Lower Bound 9.76
Mean Upper Bound 11.74

5% Trimmed Mean 10.78

Median 11.00

Variance 4.513

Std. Deviation 2.124

Minimum 6

Maximum 15

Range 9

Interquartile Range 3

Skewness -.295 .512

Kurtosis .229 .992

pre test sikap kelompok kontrol Mean 34.70 1.336

95% Confidence Interval for Lower Bound 31.90


Mean Upper Bound 37.50

5% Trimmed Mean 34.44

Median 35.00

Variance 35.695

Std. Deviation 5.975

Minimum 27

Maximum 47

Range 20

Interquartile Range 11
Skewness .317 .512

Kurtosis -1.031 .992

post test sikap kelompok Mean 37.85 1.411


kontrol 95% Confidence Interval for Lower Bound 34.90
Mean Upper Bound 40.80

5% Trimmed Mean 38.28

Median 39.00

Variance 39.818

Std. Deviation 6.310

Minimum 21

Maximum 47

Range 26

Interquartile Range 8

Skewness -.991 .512

Kurtosis 1.314 .992

pre test pengetahuan kelompok Mean 7.05 .444


intervensi 95% Confidence Interval for Lower Bound 6.12
Mean Upper Bound 7.98

5% Trimmed Mean 6.89

Median 6.00

Variance 3.945

Std. Deviation 1.986

Minimum 5

Maximum 12

Range 7

Interquartile Range 2

Skewness 1.177 .512

Kurtosis .891 .992

post test pengetahuan kelompok Mean 12.05 .426


intervensi 95% Confidence Interval for Lower Bound 11.16
Mean Upper Bound 12.94
5% Trimmed Mean 12.06

Median 12.50

Variance 3.629

Std. Deviation 1.905

Minimum 9

Maximum 15

Range 6

Interquartile Range 4

Skewness -.434 .512

Kurtosis -1.069 .992

pre test sikap kelompok Mean 31.90 .929


intervensi 95% Confidence Interval for Lower Bound 29.96
Mean Upper Bound 33.84

5% Trimmed Mean 31.44

Median 31.00

Variance 17.253

Std. Deviation 4.154

Minimum 26

Maximum 46

Range 20

Interquartile Range 4

Skewness 2.101 .512

Kurtosis 6.615 .992

post test sikap kelompok Mean 43.75 1.349


intervensi 95% Confidence Interval for Lower Bound 40.93
Mean Upper Bound 46.57

5% Trimmed Mean 44.00

Median 43.00

Variance 36.408

Std. Deviation 6.034


Minimum 29

Maximum 54

Range 25

Interquartile Range 9

Skewness -.376 .512

Kurtosis .532 .992

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pre test pengetahuan kelompok


.175 20 .111 .952 20 .400
kontrol

post test pengetahuan kelompok


.197 20 .041 .964 20 .619
kontrol

pre test sikap kelompok kontrol .230 20 .007 .911 20 .066

post test sikap kelompok


.172 20 .122 .935 20 .191
kontrol

pre test pengetahuan kelompok


.251 20 .002 .858 20 .007
intervensi

post test pengetahuan kelompok


.191 20 .054 .897 20 .036
intervensi

pre test sikap kelompok


.246 20 .003 .810 20 .001
intervensi

post test sikap kelompok


.117 20 .200* .969 20 .741
intervensi

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

post test pengetahuan Negative Ranks 1a 2.00 2.00


kelompok intervensi - pre test
Positive Ranks 19b 10.95 208.00
pengetahuan kelompok Ties 0c
intervensi
Total 20

post test sikap kelompok Negative Ranks 0d .00 .00


intervensi - pre test sikap Positive Ranks 20e 10.50 210.00
kelompok intervensi
Ties 0f

Total 20

a. post test pengetahuan kelompok intervensi < pre test pengetahuan kelompok intervensi

b. post test pengetahuan kelompok intervensi > pre test pengetahuan kelompok intervensi

c. post test pengetahuan kelompok intervensi = pre test pengetahuan kelompok intervensi

d. post test sikap kelompok intervensi < pre test sikap kelompok intervensi

e. post test sikap kelompok intervensi > pre test sikap kelompok intervensi

f. post test sikap kelompok intervensi = pre test sikap kelompok intervensi

Test Statisticsb

post test
pengetahuan post test sikap
kelompok kelompok
intervensi - pre intervensi - pre
test pengetahuan test sikap
kelompok kelompok
intervensi intervensi

Z -3.857a -3.925a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000


Test Statisticsb

post test
pengetahuan post test sikap
kelompok kelompok
intervensi - pre intervensi - pre
test pengetahuan test sikap
kelompok kelompok
intervensi intervensi

Z -3.857a -3.925a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test


.

You might also like