You are on page 1of 10

Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

Judul : Uterine Rupture

Jenis Artikel : Artikel Review

Penulis : Ratna Dewi Puspita Sari

Affiliasi (setiap penulis) : Obstetrics and Gynecology Department, Faculty of


Medicine Lampung University

Korespondensi Penulis :
Nama : Ratna Dewi Puspita Sari
Alamat Lengkap : Jl. Untung Suropati Perum Kampung Eldorado Blok
A1 no.7 Bandar Lampung
Telepon : 081367155786
E-mail : ratnadps@gmail.com

1
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

UTERINE RUPTURE
Ratna Dewi Puspita Sari
Obstetrics and Gynecology Department
Faculty of Medicine Lampung University

Abstract
Hemorrhage is majority cause of maternal mortality in addition preeclampsia/eclampsia
and infections. Uterine rupture is the tearing of the uterine wall during pregnancy or
during labour more than 28 weeks gestational age. Maternal mortality due to
hemorrhagic caused by uterine rupture ranged from 17.9% to 62.6%. At the first stage
and the second stage of labour, boundary between the lower uterine segment and the
upper uterine segment is called physiological retraction, if the lower part of uterine is
not progress it became pathological retraction (Bandl's Ring). When the lower uterine
segment is still no progress at delivery time it cause uterine rupture and complications
such as maternal mortality. It required accuracy in diagnosis of uterine rupture and
treatment can be done properly and quickly, so shock and infection can be prevented.

Keywords: Uterine Rupture, Hemorrhage, Lower Uterine Segment

RUPTUR UTERI

Abstrak
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada
saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Angka
kematian ibu akibat perdarahan yang disebabkan ruptur uteri berkisar antara 17,9%
sampai 62,6%. Saat persalinan kala I dan awal kala II batas antara segmen bawah rahim
dan segmen atas rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis, jika bagian terbawah
tidak mengalami kemajuan akan timbul retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila saat
persalinan tetap tidak ada kemajuan maka akan terjadi ruptur uteri dan menyebabkan
komplikasi berupa kematian maternal. Untuk itu diperlukan ketepatan dalam
mendiagnosis terjadinya ruptur uteri dan melakukan penatalaksaaan dengan tepat dan
cepat sehingga syok dan infeksi dapat dicegah.

Kata kunci: Ruptur Uterus, Perdarahan, Segmen Bawah Rahim

2
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

PENDAHULUAN ling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu


ibu dengan penyulit kehamilan ruptur
Penyebab kematian janin dalam
uteri dan penyulit medis diabetes
rahim paling tinggi yang berasal dari
melitus.
faktor ibu adalah penyulit kehamilan
Selain itu evaluasi di RS Hasan
seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.
Sadikin dan 3 rumah sakit lain pada
Perdarahan masih merupakan trias pe-
periode 1999-2003 menunjukkan insiden
nyebab kematian maternal tertinggi, di
kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin
samping preeklampsi/eklampsi dan
0,09% (1:1074) dan di rumah sakit lain
infeksi. Perdarahan dalam bidang
sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996).
obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan
Di RSHS, tidak didapatkan kematian
pada kehamilan muda (kurang dari 22
ibu, sedangkan di 3 rumah sakit lainnya
minggu), perdarahan pada kehamilan
didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya,
lanjut dan persalinan, dan perdarahan
kematian perinatal di RSHS mencapai
pasca persalinan.
90% sedangkan di rumah sakit lainnya
Ruptur uteri merupakan salah satu
100%. Maka dari itu dapat disimpulkan,
bentuk perdarahan yang terjadi pada ke-
kasus ruptur uteri memberi dampak yang
hamilan lanjut dan persalinan, selain pla-
negatif baik pada kematian ibu maupun
senta previa, solusio plasenta, dan
bayi.
gangguan pembekuan darah. Batasan
perdarahan pada kehamilan lanjut berarti I. DEFINISI
perdarahan pada kehamilan setelah 22 Ruptur uteri adalah robeknya
minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, dinding uterus pada saat kehamilan atau
sedangkan perdarahan pada persalinan persalinan pada saat umur kehamilan
adalah perdarahan intrapartum sebelum lebih dari 28 minggu.
kelahiran.
Penelitian deskriptif tentang profil II. EPIDEMIOLOGI
kematian janin dalam rahim di RS Hasan Angka kejadian ruptur uteri di
Sadikin, Bandung periode 2000-2002 Indonesia masih tinggi yaitu berkisar
mendapatkan 168 kasus kematian janin antara 1:92 sampai 1:428 persalinan.
dalam rahim dari 2974 persalinan. Pe- Angka-angka tersebut masih sangat
nyebab kematian janin dalam rahim pa- tinggi jika dibandingkan dengan negara-

3
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

negara maju yaitu antara 1:1250 sampai Ruptur uteri pada dinding uterus baik,
1:2000 persalinan. Angka kematian ibu tapi bagian terbawah janin tidak
akibat ruptur uteri juga masih tinggi maju/ turun yang dapat disebabkan
yaitu berkisar antara 17,9% sampai oleh:
62,6%, sedangkan angka kematian anak  Versi ekstraksi
pada ruptur uteri berkisar antara 89,1%  Ekstraksi forcep
 Ekstraksi bahu
sampai 100%.  Manual plasenta
Klasifikasi ruptur uteri menurut
III. KLASIFIKASI etiologinya
Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan
1. Ruptur uteri spontan (non violent)
robek
1. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Ruptur uteri yang terjadi karena
Ruptur uteri yang hanya dinding dinding uterus lemah atau dinding
uterus yang robek sedangkan lapisan uterus masih baik, tapi bagian
serosa (peritoneum) tetap utuh. terbawah janin tidak maju atau tidak
2. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding turun.
uterusnya robek, lapisan serosa 2. Ruptur uteri traumatika (violent)
(peritoneum) juga robek sehingga Ruptur uteri yang terjadi oleh karena
dapat berada di rongga perut. adanya rudapaksa pada uterus.
3. Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena
Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan
adanya locus minoris pada dinding
terjadinya
uterus sebagai akibat adanya jaringan
1. Ruptur uteri pada waktu kehamilan
parut bekas operasi pada uterus
(ruptur uteri gravidarum)
sebelumnya.
Ruptur uteri yang terjadi karena
dinding uterus lemah yang dapat IV. ETIOLOGI
disebabkan oleh: Faktor etiologi ruptur uteri dapat

 Bekas seksio sesaria dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma


 Bekas enukleasi mioma uteri pada uterus, faktor jaringan parut pada
 Bekas kuretase/ plasenta manual
uterus, dan faktor yang terjadi secara
 Sepsis post partum
 Hipoplasia uteri spontan. Faktor trauma pada uterus
2. Ruptur uteri pada waktu persalinan
meliputi kecelakaan dan tindakan.
(ruptur uteri intrapartum)
Kecelakaan sebagai faktor trauma pada

4
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

uterus berarti tidak berhubungan dengan  Jarak yang terlalu dekat


proses kehamilan dan persalinan dengan persalinan sebelumnya
misalnya trauma pada abdomen,  Induksi persalinan
 Persalinan lama
sedangkan tindakan berarti berhubungan  Persalinan macet
dengan proses kehamilan dan persalinan  Persalinan dengan ekstraksi
misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep
 Manual plasenta
forcep, alat-alat embriotomi, manual
 Versi luar
plasenta, dan ekspresi/dorongan. Faktor  Dorongan pada fundus
jaringan parut pada uterus paling sering
VI. PATOGENESIS
karena parut bekas seksio sesaria,
Pada kehamilan 28 minggu maka
enukleasi mioma atau miomektomi,
isthmus uteri berubah mnjadi segmen
histerektomi, histerotomi, histerorafi dan
bawah rahim, dan pada kehamilan aterm
lain-lain. Faktor yang menyebabkan
segmen bawah rahim terdapat 1-2 cm di
ruptur uteri secara spontan misalnya
atas simfisis dan pada kehamilan normal
kelainan letak dan presentasi janin,
tak teraba. Pada kehamilan aterm saat
disproporsi sefalopelvik, kelainan
persalinan kala I dan awal kala II maka
panggul, dan tumor pada jalan lahir.
batas anatara segmen bawah rahim dan
segmen atas rahim dinamakan lingkaran
V. FAKTOR PREDISPOSISI
retraksi fisiologis. Pada persalinan kala
1. Faktor uterus
 Jaringan parut pada uterus II apabila bagian terbawah tidak
 Kelaianan kongenital pada mengalami kemajuan sementara itu
uterus segmen atas rahim terus berkontraksi
2. Faktor ibu
 Grande/multiparitas dan makin menebal, sedangkan segmen
 Usia tua bawah rahim makin tertarik ke atas dan
3. Faktor janin
 Hamil ganda menjadi tipis sehingga batas antara
 Makrosomia segmen bawah rahim dan segmen atas
 Letak lintang
 Presentasi bokong rahim akan naik ke atas. Apabila batas
4. Faktor plasenta tersebut sudah melampaui pertengahan
Kelainan letak dan implantasi antara pusat dan simfisis maka lingkaran
plasenta misalnya pada plasenta retraksi fisiologis menjadi retraksi
akreta, inkreta, dan perkreta. patologis (Bandl Ring). Apabila
5. Faktor persalinan

5
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

persalinan tetap tidak ada kemajuan Ruptur uteri karena adanya


maka akhirnya akan terjadi ruptur uteri. tindakan dalam usaha pervaginal untuk
Ruptur uteri spontan pada uterus melahirkan janin pada uterus yang
normal dapat terjadi karena beberapa segmen bawahnya telah teregang karena
penyebab yang menyebabkan persalinan adanya distosia.
tidak maju. Persalinan yang tidak maju Adanya jaringan parut (skar) juga
ini dapat terjadi karena adanya rintangan merupakan penyebab lain ruptur uteri.
misalnya panggul sempit, hidrosefalus, Ruptur uteri paling sering terjadi pada
makrosomia, janin dalam letak lintang, parut bekas seksio sesaria, jarang terjadi
presentasi bokong, hamil ganda dan pada uterus yang telah dioperasi untuk
lainnya. Keadaan-keadaan tersebut dapat mengangkat mioma (miomektomi), dan
menyebabkan segmen bawah uterus lebih jarang lagi terjadi pada uterus
makin lama makin teregang sehingga dengan parut karena kerokan yang
akhirnya pada suatu saat regangan yang terlampau dalam. Diantara parut-parut
terus bertambah ini melampaui batas bekas seksio sesaria, parut yang terjadi
kekuatan jaringan miometrium sehingga sesudah seksio sesarea klasik empat kali
terjadilah ruptur uteri. lebih sering menimbulkan ruptur uteri
Selain itu ruptur uteri dapat daripada parut bekas seksio sesaria
disebabkan oleh trauma pada uterus baik profunda. Hal ini disebakan oleh karena
karena kecelakaan maupun tindakan. luka pada segmen bawah uterus yang
Kecelakaan meliputi trauma pada merupakan daerah uterus yang lebih
abdomen misalnya jatuh dan terbentur. tenang dalam masa nifas dapat sembuh
Robekan pada uterus karena kecelakaan dengan lebih baik, sehingga parut lebih
ini dapat terjadi setiap saat dalam kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio
kehamilan, tetapi ternyata ruptur seperti sesaria biasanya terjadi tanpa banyak
ini jarang terjadi karena otot uterus menimbulkan gejala, hal ini terjadi
(miometrium) cukup tahan terhadap karena tidak terjadi robekan secara
trauma dari luar. Ruptur uteri karena mendadak melainkan terjadi perlahan-
trauma tindakan lebih sering terjadi, lahan pada sekitar bekas luka. Daerah
misalnya karena versi ekstraksi, disekitar bekas luka lambat laun makin
ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, menipis sehingga akhirnya benar-benar
manual plasenta, dan ekspresi/ dorongan. terpisah dan terjadilah ruptur uteri.

6
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

Robekan pada bekas sayatan lebih intraabdomen, anemia, nadi cepat dan
mudah terjadi karena tepi sayatan halus (filipormis), pernapasan cepat
sebelah dalam tidak berdekatan, dangkal, dan tekanan darah turun.
2. Jika kejadian ruptur uteri telah lama,
terbentuknya hematom pada tepi
maka akan timbul gejala-gejala
sayatan, dan adanya faktor lain yang
meteorismus dan defans muskular
menghambat proses penyembuhan.
yang menguat sehingga sulit untuk
meraba bagian-bagian janin.
VII. GAMBARAN KLINIS
Biasanya ruptur uteri didahului VIII. DIAGNOSIS
oleh gejala-gejala ruptur uteri yang Anamnesis
membakat, yaitu his yang kuat dan terus - Adanya riwayat partus yang lama
menerus, rasa nyeri yang hebat di perut atau macet
bagian bawah, nyeri waktu ditekan, - Adanya riwayat partus dengan

gelisah, nadi dan pernapasan cepat. manipulasi oleh penolong.


- Adanya riwayat multiparitas
Selain itu, segmen bawah uterus tegang, - Adanya riwayat operasi pada uterus
nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (misalnya seksio sesaria. enukleasi
(Van Bandle Ring) meninggi sampai mioma atau miomektomi,
mendekati pusat, dan ligamentum histerektomi, histeritomi, dan
rotunda menegang. Pada saat terjadinya histerorafi)
ruptur uteri penderita dapat merasa
Gambaran Klinik
sangat kesakitan dan seperti ada robek Keadaan umum penderita tidak baik,
dalam perutnya. Perdarahan terjadi pada dapat terjadi anemia sampai syok

saat terjadi robekan pada uterus. Pada (nadi filipormis, pernapasan cepat

ruptur uteri komplit darah selain keluar dangkal, dan tekanan darah turun).
Pemeriksaan Luar:
pervaginam sebagian dapat mengalir ke  Nyeri tekan abdominal
rongga perut. Pada ruptur uteri inkomplit  Perdarahan per vaginam
 Kontraksi uterus biasanya hilang
perdarahan biasanya tidak terlalu
 Pada palpasi bagian janin mudah
banyak, darah berkumpul di bawah
diraba di bawah dinding perut ibu
peritoneum atau mengalir keluar.
atau janin teraba di samping uterus
1. Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai  Di perut bagian bawah teraba
gejala-gejala syok, perdarahan uterus kira-kira sebesar kepala bayi
pervagina sampai perdarahan  DJJ biasanya negatif (bayi sudah
meninggal)

7
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

 Terdapat tanda-tanda cairan bebas


 Defans muskular menguat IX. PENTALAKSANAAN
Pemeriksaan Dalam: 1. Perbaiki keadaan Umum
 Pada ruptur uteri komplit - Atasi syok dengan pemberian
 Perdarahan pervaginam disertai cairan dan darah
perdarahan intra abdomen - Berikan antibiotika
- Oksigen
sehingga didapatkan tanda
2. Laparatomi
cairan bebas dalam abdomen. a. Histerektomi
 Pada pemeriksaan pervaginal Histerektomi dilakukan, jika:
- Fungsi reproduksi ibu tidak
bagian bawah janin tidak teraba
diharapkan lagi
lagi atau teraba tinggi dalam
- Kondisi buruk yang
jalan lahir, selain itu kepala atau
membahayakan ibu
bagian terbawah janin dengan b. Repair uterus (histerorafi)
mudah dapat didorong ke atas Histerorafi dilakukan jika:
- Masih mengharapkan fungsi
hal ini terjadi akrena seringkali
reproduksinya
seluruh atau sebagian janin - Kondisi klinis ibu stabil
masuk ke dalam rongga perut - Ruptur tidak berkomplikasi
melalui robekan pada uterus.
 Kadang-kadang kita dapat X. PROGNOSIS
meraba robekan pada dinding Ruptur uteri merupakan peristiwa
rahim dan jika jari tangan dapat yang gawat bagi ibu dan terutama untuk
melalui robekan tadi, maka janin. Apabila ruptur uteri terjadi
dapat diraba omentum, usus, dirumah sakit dan pertolongan dapat
dan bagian janin. diberikan dengan segera, angka
 Pada kateterisasi didapat urin mortalitas ibu dapat ditekan sampai
berdarah. beberapa persen. Akan tetapi di
 Pada ruptur uteri inkomplit
 Perdarahan biasanya tidak Indonesia, seringkali penderita dibawa

terlalu banyak, darah ke rumah sakit dalam keadaan syok,

berkumpul di bawah dehidrasi, atau sudah adanya infeksi

peritoneum atau mengalir intrapartum sehingga angka kematian

keluar melalui vagina. ibu menjadi sangat tinggi. Dalam


 Janin umumnya tetap berada laporan beberapa rumah sakit besar di
dalam uterus. Indonesia angka kematian ibu berkisar
 Pada kateterisasi didapat urin
antara 30% sampai 46,4%. Kematian ibu
berdarah.

8
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

segera setelah terjadinya ruptur uteri Di Indonesia, ruptur uteri


umumnya karena perdarahan, sedangkan merupakan salah satu penyebab
kematian ibu yang terjadi kemudian kematian janin dalam rahim paling
umumnya karena infeksi (misalnya tinggi. Untuk mencegah hal tersebut
peritonitis). Ruptur uteri inkomplit terjadi maka harus dapat mendiagnosis
prognosisnya lebih baik daripada ruptur adanya ruptur uteri sehingga dapat
uteri komplit. Prognosis yang lebih baik segera menatalaksana dengan cepat serta
ini terjadi karena pada ruptur uteri meningkatkan kecermatan dan kehati-
inkomplit, cairan dari kavum uteri tidak hatian dalam memimpin persalinan.
masuk ke rongga abdomen. Janin Selain itu pula tatalaksana yang baik
umumnya meninggal pada ruptur uteri. terhadap syok dan infeksi sangat penting
Janin hanya dapat ditolong apabila pada dalam penanganan ruptur uteri.
saat terjadinya ruptur uteri ia masih
hidup dan segera dilakukan laparatomi DAFTAR PUSTAKA
untuk melahirkannya. Angka kematian 1. Soedigdomarto MH, Prabowo RP.
Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S,
janin pada ruptur uteri mencapai 85%. Wiknjosastro H, Saifuddin AB,et all,
editors. Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
SIMPULAN Prawirohardjo;2005.p.668-672
Ruptur uteri merupakan salah satu 2. Albar, Erdjan. Ruptura Uteri, Dalam:
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H,
bentuk perdarahan yang terjadi pada ke- Saifuddin AB,et all, editors. Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina
hamilan lanjut dan persalinan yaitu Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2007.p.184-187
robeknya dinding uterus pada saat 3. Syamsuddin, Komar. Ruptura Uteri,
Dalam: Bunga Rampai Obstetri.
kehamilan atau persalinan pada saat
Palembang: Bagian Obstetri dan
umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya;2004.p.74-79
Faktor etiologi ruptur uteri dapat 4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Perlukaan dan peristiwa
dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma lain dalam persalinan. In: Martohoesodo
S, Marsianto. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
pada uterus, faktor jaringan parut pada Yayasan Bina Pustaka Sarwono
uterus, dan faktor yang terjadi secara Prawirohardjo. 2002; 45: 668-72.
5. Wei SW, Chen CP. Uterine rupture due
spontan. Selain itu pula, faktor traumatic assisted fundal pressure.
Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45-2.
prediposisi terjadinya ruptur uteri 6. Dane B, Dane C. Maternal death after
uterine rupture in an unscarred uterus: A
dipengaruhi oleh faktor uterus, ibu, Case Report. The J of emer med. 2009;
37: 393-5.
janin, plasenta, dan persalinan. 7. Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K,
Moshe M. Uterine rupture: differences

9
Ratna Dewi Puspita Sari| Uterine Rupture

between a scarred and an unscarred


uterus. Am J Obstet Gynecol. 2004; 191:
425-9.
8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno JL.
Prior cesarian delivery. In: Williams
Obstetrics. 21st ed. New York: Mac Graw-
Hill. 2001; 26: 729-42.
9. Meraj N, Siddiqui M, Ranasinghe JS.
Spontaneous rupture of uterus. J of
Clinical Anest. Elsevier. 2002; 14: 368-
70.
10. Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K,
Moshe M. Uterine rupture risk factor and
pregnancy outcome. Am J Obstet
Gynecol. 2003;189: 1042-6.
11. Sweeten KM, Graves WK, Athanassiou
A. Spontaneous rupture of the unscarred
uterus. Am J Obstet Gynecol. 1995; 172:
1851-6.
12. Ripley D.L. Uterine emergencies, atony,
inversion, and rupture. Am J Obstet
Gynecol Clin. 2002
13. Husodo L. Pembedahan dengan
laparatomi. Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010; 59: 863 –75.

10

You might also like