You are on page 1of 14

Ners Jurnal Keperawatan Volume 10.

No 1, Oktober 2014 : 136 - 150

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Rencana Keluarga di


Pesisir Pantai Kota Padang dalam Menghadapi Bencana
Rika Fatmadona1, Rika Sabri2
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Abstract : Padang city as the capital of West Sumatra province, is geographically laid on west coast of Sumatra
island, so inevitable from disaster / ring of fire. The study was purposed to investigate factors related to family plan
in the coastal of Padang city on facing the disaster. The study design was cross sectional study. Population study
were involved the community in 4 districts coastal of Padang city; Lubuk Begalung District, Bungus Teluk Kabung
District, Koto Tangah district, North of Padang District, and Koto Tangah District, numbering 71.046 people with
quota sampling 100 people. The data was collected using a questionnaire and focus group discussions. Results
indicated that families who live along the coast disasters most often experienced is the earthquake-tsunami (100%).
Family’s plan in facing disaster has been good (76%), most of respondents have education level on high school
(42%), respondents 42% majority work in private sector jobs, more than half of respondents (67%) have less
knowledge about disaster , more than half of respondents have positive attitudes toward disaster (59%), more than
half of respondents (68%) had a positive perception on disaster.
From the chi square test showed a significant relationship exists between knowledge and attitudes with family plan
to face disaster with p <0.05. But there is no relationship between perception, employment, disaster information
with plan for disasters, where p> 0.05. The conclusion is knowledge and attitude of families living in coastal area of
Padang city is closely linked to disaster response plan. But the perception, jobs and disaster information is found
not closely associated with the face of disaster plans. Recommendation addressed to the local government to provide
knowledge and dissemination of disaster management, quick and responsive to overcome the negative issues related
to disaster risk outstanding changed public perception of the disaster.

Key words : family’s plan, disaster

Abstrak: Kota Padang sebagai ibu kota provinsi Sumatera Barat berdasarkan geografis berada pesisir barat
pulau Sumatera, sehingga tak terelakkan dari jalur bencana/ring of fire. Keluarga sebagai unit terkecil
masyarakat yang tinggal dipesisir diharapkan tanggap akan bencana. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
faktor yang berhubungan dengan rencana keluarga di pesisir pantai kota padang dalam menghadapi bencana.
Desain penelitian adalah Cross Sectional study. Populasi penelitian melibatkan masyarakat di 4 kecamatan
yang berada dipesisir kota Padang; Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Bungus Teluk Kabung,
Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Padang Utara, dan Kecamatan Koto Tangah, berjumlah 71.046 orang
dengan quota sampling sebanyak 100 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner
dan fokus grup diskusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa keluarga yang tinggal di sepanjang pesisir telah
menyadari bencana yang sering dialami adalah gempa-tsunami (100%). Rencana keluarga yang tinggal di
pesisir pantai Kota Padang dalam menghadapi bencana 76 % sudah baik, responden memiliki tingkat
pendidikan terbanyak adalah SMA (42 %), responden mayoritas pekerjaan swasta 42 %, lebih dari separuh
responden (67 %) memiliki tingkat pengetahuan tentang bencana kurang, lebih dari separuh responden
memiliki sikap terhadap bencana positif (59 %), lebih dari separuh responden (68%) memiliki persepsi
positif.
Dari hasil uji chi square menunjukkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan rencana
keluarga menghadapi bencana dengan p<0,05. Namun tidak terdapat hubungan antara persepsi, pekerjaan, informasi
bencana dengan rencana menghadapi bencana, dimana p>0,05. Kesimpulannya pengetahuan dan sikap keluarga
yang tinggal dipesisir pantai kota Padang berhubungan erat dengan rencana tanggap bencana. Namun pada persepsi,
pekerjaan dan informasi bencana ditemukan tidak berkaitan erat dengan rencana menghadapi bencana Rekomendasi
ditujukan kepada pemerintah daerah agar memberikan pengetahuan dan sosialisasi mengenai manajemen bencana,
cepat dan tanggap mengatasi isu negatif yang beredar terkait bencana yang beresiko merubah persepsi masyarakat
tentang bencana.

Kata kunci : rencana keluarga, bencana

1
Bagian KGD-KMB Fkep Unand, 2Bagian Keperawatan Komunitas FKep Unand.
136
PENDAHULUAN Dampak bencana bumi langsung
dirasakan oleh masyarakat, seperti kebutuhan
Bencana adalah situasi dan kondisi yang pangan, kesehatan, sarana air bersih bahkan
terjadi dalam kehidupan masyarakat. korban meninggal. Hal ini membuat
Tergantung pada cakupannya, bencana ini terganggunya masyarakat dalam melakukan
bisa merubah pola kehidupan dari kondisi aktivitas sehari-hari. Masalah psikologis,
kehidupan masyarakat yang normal menjadi social dan ekonomi turut dirasakan pada
rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa keluarga dalam bencana. Angka kemiskinan
manusia, merusak struktur sosial masyarakat, dan ketelantaran menjadi semakin besar.
serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar Masalah kesehatan yang melanda pengungsi
(Effendi & Makhfudli, 2009). di lokasi penampungan, dan perencanaan
Indonesia merupakan negara yang berada keluarga berantakan karena ketidakpastian
di jalur Ring of Fire atau negara yang rawan kapan masa pengungsian berakhir (Gunawan,
bencana alam – Tsunami, Gunung Api, 2007). Hal ini diakibatkan oleh kerusakan
Gempa Bumi, dan Banjir. Sumatera Barat infrastruktur masyarakat seperti, sarana jalan,
merupakan salah satu wilayah Indonesia yang kantor pemerintahan, fasilitas kesehatan,
berada di sepanjang pesisir pantai Sumatera fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan,
Bencana datang secara tiba-tiba tanpa ada dan resort pariwisata (BNPB, 2010).
peringatan. Namun, para ahli telah meneliti Isu bencana beredar di media massa
dan menyampaikan sejak tahun 2000 dan sangat berpengaruh pada psikologis
terakhir pada Seminar tentang Tsunami masyarakat, salah satunya adalah dari
Disaster pada awal 2004 Dr. Danny Hilman ilmuwan terkemuka John McCloskey,
Natawijaya, ahli gempa bumi alumni profesor Irlandia Utara. Beliau terkenal sejak
California Institute of Technology (Kompas, prediksi gempa Sumatera yang cukup akurat
2005), memprediksi bahwa gempa bumi di tahun 2005. Isu tersebut memprediksi
besar akan muncul di pesisir Barat pulau akan terjadi gempa berkekuatan 8.5 SR di
Sumatera. Namun prediksi ini hanya wilayah barat pulau Sumatera yang akan
ditanggapi dingin oleh pemerintah dan menelan korban sangat banyak (Pemda
kurang mempersiapkan masyarakat yang Sumbar 2010). Oleh karena itu, masyarakat
berisiko terhadap bencana ini (Canahar, Sumbar khususnya yang berada di sepanjang
2005). pesisir pantai, seperti kota Padang,
Pemerintah belum didukung dengan Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman,
manajemen bencana yang rapi dalam Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten
menghadapi beragam bencana. Hal ini Pasaman. Masyarakat berupaya untuk
terlihat pada gempa bumi dan tsunami di menghindari pantai sampai isu yang
Aceh, gempa bumi di Padang, Yogyakarta, berkembang mereda atau waktu bencana
Tasikmalaya, Sulawesi dan Papua. Bencana yang diprediksi oleh para ahli berlalu.
alam yang terjadi (gempa bumi) Pemerintah Sumbar telah melakukan
menimbulkan korban yang tidak sedikit simulasi-simulasi menghadapi bencana
banyaknya, seperti gempa bumi dan tsunami gempa dan tsunami, namun belum seluruh
Aceh tahun 2004 mencapai 166.080 korban, masyarakat terpapar. Simulasi belum
Yogyakarta 3098 korban, dan Padang tahun dilaksanakan secara menyeluruh disepanjang
2009 mencapai 1,195 korban, ini hanya pantai Sumbar, namun hanya di beberapa
korban meninggal dan ditemukan, namun titik kegiatan seperti di Muaro, Bayang,
masih banyak korban yang tidak ditemukan Kabupaten Pesisir Selatan, kota Pariaman
(Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana). (Pemda Sumbar 2008), Simulasi belum

137
cukup sebagai cara untuk mengurangi korban METODE
bencana ini, tetapi dibutuhkan pengetahuan
yang cukup untuk unit terkecil di masyarakat Penelitian ini menggunakan desain
yaitu keluarga. penelitian deskriptif korelasi. Deskriptif
Belum adanya rencana keluarga korelasi adalah desain penelitian yang
menghadapi bencana, dapat dilihat dari dilakukan untuk menguji hubungan antara
kurang tanggapnya manajemen bencana di dua atau lebih variabel. Tujuan dari deskriptif
tingkat pemerintah lokal dan nasional. Untuk korelasi adalah menguji hubungan yang ada
mengantisipasi bencana, masing-masing dalam situasi serta memudahkan idnetifikasi
anggota keluarga perlu menyusun suatu banyaknya hubungan timbal balik pada
perencanaan untuk menghadapinya. Karena situasi dalam periode yang singkat (Burn &
hal ini akan membantu keluarga untuk lebih Groove, 2001). Penelitian ini bertujuan
tenang menghadapi bencana (Patilima, 2005) mengetahui hubungan antara variabel
Beberapa keluarga yang tinggal di pesisir rencana keluarga yang tinggal di Pesisir
pantai Air Tawar dan Lubuk Buaya kota Pantai Kota Padang dengan faktor-faktor
Padang mengatakan bahwa keluarga hanya terkait.
pasrah apabila terjadi bencana, baik ombak
besar yang menerjang rumah mereka, Teknik pengambilan data dilakukan
maupun banjir yang datang secara tiba-tiba dengan menggunakan instrument kuesioner.
dan gempa bumi. Belum semua keluarga Kuesioner berisikan pertanyaan terkait
pernah mengikuti pelatihan simulasi bencana dengan variabel independent (pendidikan,
dan mendengar apa yang harus dilakukan pengetahuan, sikap, pengalaman, pekerjaan
pada saat bencana. Keluarga hanya & persepsi) dan variabel dependen (rencana
berpatokan pada perubahan alam dan atau keluarga dalam menghadapi bencana).
cuaca dari arah laut. Keluarga-keluarga disini Kuesioner akan menggunakan analisa data
juga mengatakan bahwa pada saat gempa dengan uji Chi-square karena variabel
tanggal 30 September 2009, pada umumnya independent akan dikategorikan. Analisa data
mereka masih tetap berada di rumah, karena untuk hasil kuesioner dikumpulkan dan
sebagian dari kepala keluarga baru saja dilakukan pengorganisasian dan pengaturan
berangkat ke laut untuk menangkap ikan. sehingga mudah dipahami. Data ini juga akan
Karena dekat dari pantai, dan air laut terlihat direduksi dengan membuat rangkuman data
tidak surut, keluarga memilih untuk tidak serta kata-kata subjektif dari responden yang
meninggalkan rumah. Namun beberapa mendukung. Triangulasi yang diterapkan
keluarga ada yang menjauhi pantai setelah mengarah kepada crosscheck pada data
disuruh oleh pemerintah kota Padang dan kuantitatif yang diperoleh, disamping
mengeluhkan kondisi pasca gempa karena melakukan cek data dengan wawancara pada
tidak ada sama sekali melakukan persiapan sejawat.
untuk menghadapi kondisi-kondisi kritis. Lokasi penelitian di empat kecamatan
Mereka hanya mengharapkan bantuan dari kawasan pesisir pantai Kota Padang;
pemerintah yang tidak mencukupi untuk Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan
kebutuhan mereka. Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Koto
Tangah, Kecamatan Padang Utara,
Mengetahui faktor yang berhubungan Kecamatan Koto Tangah. Penyebaran
dengan rencana keluarga di pesisir pantai kuisioner diberikan pada responden yang
kota padang dalam menghadapi bencana merupakan bagian dari keluarga yaitu kepala
keluarga atau ibu rumah tangga. Dengan kata

138
lain, Responden pada penelitian ini adalah
kepala keluarga atau salah seorang anggota ` Faktor Predisposisi
Pendidikan, pekerjaan,
keluarga yang dianggap mampu menjelaskan pengetahuan, sikap,
tentang bencana, serta dipandang telah persepsi, pengalaman,
mempunyai tanggung jawab dalam keluarga.

Faktor pendukung: Rencana


Tabel. 1. Sebaran Populasi dan Sampel Tanggap
Fasilitas untuk
selamat, informasi bencana
KECAMATAN JLH % SA
KK MP
EL Faktor pendorong:
Kesepakatan dalam
Bungus (5 =[- 11715
keluarga & tetangga
‘/;kel 4 kel.
pesisir) 16.5 17 Gbr. 1 Kerangka konsep ‘Analisis Faktor
Padang Utara (7 43018 60.5 60 yang Berhubungan dengan Rencana Keluarga
kel  4 kel. di Pesisir Pantai Kota Padang dalam
pesisir) Menghadapi Bencana’.
Koto Tangah 10790 15.215.2 15 15
(13 kel  3 kel. Penelitian ini meneliti tiga faktor: faktor
pesisir) predisposisi, faktor pendukung dan faktor
Lb. Begalung 5523 7,8 8 pendorong. Faktor Predisposisi (Predisposing
(15 kel  1 kel. Factors), yaitu faktor – faktor yang berasal
pesisir) dari diri manusia itu sendiri meliputi antara
Total 71046 10 100 lain pendidikan, pengetahuan, sikap ,
0 pengalaman, pekerjaan & persepsi). Dalam
(Sumber: Data pilkada masing-masing hal ini variabelnya meliputi pengetahuan
kecamatan, 2010) tentang bencana, jenis-jenis bencana dan
rencana menghadapi bencana, sikap terhadap
Kriteria inklusi adalah yang bersedia bencana dan rencana keluarga dalam
menjadi responden, kepala rumah tangga dan menghadapi bencana, persepsi keluarga
atau ibu rumah tangga, dapat membaca dan terhadap bencana dan rencana keluarga
menulis, bersedia mengisi kuesioner. dalam menghadapi bencana serta pengalaman
Penentuan jumlah sampel dengan keluarga dalam menghadapi bencana dan
menggunakan rumus Slovin (Setiawan, 2007) rencana dalam menghadapi remcana.
dan didapatkan sejumlah 100 sampel yang Variabel pengalaman tidak diteliti lagi
diambil dengan quota sampling dimana dikarenakan, kawasan pesisir pantai Padang
sampel diambil secara proporsional untuk sudah sering atau lebih dari sekali mengalami
masing-masing wilayah kemudian sampel bencana.
akan diambil secara acak . Faktor Pendukung/Pemungkin (Enabling
Factors), yaitu ketersediaan dan
Kerangka Konsep dalam penelitian ini keterjangkauan suatu fasilitas oleh manusia
digambarkan dalam skema berikut: itu sendiri, terwujud dalam keberadaan
fasilitas, kemudahan untuk pengguna
perlintasan saat melewati perlintasan dengan
selamat. Variabel-variabelnya dalam studi ini
adalah manajemen dalam penanggulangan

139
bencana di keluarga dan tenaga kesehatan dengan 3 kelurahan, kecamatan Padang Utara
yang dapat memberikan informasi dengan dengan 4 kelurahan. Penelitian dilakukan
kata lain variabel pada faktor ini adalah oleh tim peneliti dengan sistem door to door,
informasi bencana. diakhir minggu (Jumat, Sabtu, Minggu) pada
Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) 100 orang kepala keluarga yang dijadikan
dalam hal ini berkaitan keluarga dan responden penelitian, yang memenuhi kriteria
masyarakat sekitar keluarga nelayan. inklusi penelitian.
Variabel dalam penelitian ini sejauh mana
keluarga dalam menyepakati apa yang harus a. Bencana yang muncul dikawasan pesisir
dilakukan jika terjadi bencana. Begitu juga kota Padang
dengan masyarakat terdekat dari keluarga
(dalam hal ini tetangga). Sejauh mana peran Tabel 2. Distribusi frekuensi bencana
serta tetangga dalam membantu keluarga dikawasan pesisir pantai kota Padang 2010
untuk menghadapi bencana. Untuk variabel
ini dicakup pada pertanyaan pada sikap Jumlah bencana Frekuensi Persen
keluarga. Gempa 58 58.0
Hipotesa peneliti sementara adalah ada Gempa, banjir 21 21.0
hubungan yang bermakna antara faktor Gempa, banjir, 19 19.0
predisposisi, faktor pendukung dan faktor gelombang badai
pendorong dengan rencana keluarga di pesisir Gempa, banjir, 2 2.0
pantai Kota Padang dalam menghadapi gelombang badai,
bencana. erosi pantai
Total 100 100.0
Teknik Pengumpulan data, dikumpulkan
dengan observasi dan kuesioner. Observasi Responden dikawasan pesisir kota
dilakukan pada saat pemberian kuesioner Padang semuanya pernah mengalami dan
pada responden, sambil mengamati kondisi merasakan bencana diareal pemukimannya
rumah dan lingkungan responden, hanya 1 jenis gempa, yaitu sebanyak 58
kerawanannya terhadap bencana. Kuesioner orang. Namun, oleh karena semua responden
disebarkan dengan dibantu oleh 6 orang berada dipesisir kota Padang, maka semua
mahasiswa, yang telah diarahkan sebelumnya orang 100% merasakan gempa.
etika bertanya, kriteria pemilihan responden Hampir separuh responden berpendidikan
dan maksud pertanyaan dalam lembaran SMA (42 %). dan memiliki perkerjaan swasta
kuesioner serta observasi. (47%). lebih dari separuh responden
memiliki pengetahuan tentang bencana
Pengolahan Data, dikumpulkan dan melalui sedang (53 %) dan sikap terhadap bencana
proses editing dengan memeriksa negatif atau kurang sebanyak 58 % atau 58
kelengkapan jawaban, melalui proses koding. orang. Informasi bencana yang didapatkan
responden lebih dari separuhnya (68 %)
HASIL DAN PEMBAHASAN masih kurang.
Pengambilan data penelitian dilakukan Sebagian besar responden (44 %) sudah
pada tanggal 10 Juli hingga 1 Agustus 2010 mempunyai rencana yang baik dalam
di empat kecamatan sepanjang pesisir pantai menghadapi bencana. Sementara yang kurang
kota Padang ; kecamatan Bungus dengan 4 baik sebanyak 18 %
kelurahannya, kecamatan Lubuk Begalung
dengan 1 kelurahan, kecamatan Koto Tangah 1. Data Bivariat

140
Hubungan antara faktor predisposisi yaitu Tabel 4. Hubungan antara faktor pengetahuan
pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, dengan rencana keluarga di pesisir pantai
persepsi, akan dilihat dibawah ini. Faktor kota Padang dalam menghadapi bencana
pengalaman tidak diteliti lagi dikarenakan
Sumatera Barat merupakan wilayah endemik
gempa, sehingga masyarakatnya sudah
berpengalaman akan bencana. Pada faktor
pendukung yang terdiri dari Fasilitas untuk
selamat, informasi, ini dirangkum dalam
informasi bencana saja. Dan faktor
pendorong: Kesepakatan dalam keluarga &
tetangga, sudah tercantum dalam pernyataan
sikap. Dengan demikian hanya 6 variabel saja
yang akan diketahui hasilnya:

Tabel 3. Hubungan antara faktor pendidikan Pada tabel 4 diketahui bahwa 53


dengan rencana keluarga di pesisir pantai responden yang memiliki pengetahuan
kota Padang dalam menghadapi bencana bencana baik, ternyata rencana tanggap
bencananya kurang baik sebanyak 2 orang.
10 orang rencana sedang dan 41 orang
rencananya baik. Berdasarkan uji statistik chi
square didapat nilai p 0,044. dengan
ketetapan pada derajat kemaknaan p<0,05
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan pengetahuan responden tentang
bencana dengan rencana tanggap bencana
dipesisir pantai kota Padang 2010.

Uji statistic menunjukkan tidak terdapat


hubungan yang bermakna antara faktor
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 42
pekerjaan (p 0.536), sikap (p 0.260) persepsi
responden berpendidikan SMA yang
(p 0.389) serta informasi (p 0.184) keluarga
memiliki rencana tanggap bencana sedang
dengan rencana tanggap bencana responden
sejumlah 35 orang, dan 7 orang rencana
yang tinggal dipesisir pantai Padang.
tanggap bencana baik. Namun dari 16
responden yang berpendidikan SD, terdapat
Responden pada penelitian ini berjumlah
15 orang memiliki rencana tanggap bencana
100 orang yang tersebar di 4 (empat)
kurang baik. Berdasarkan uji statistik chi-
kecamatan dipesisir kota Padang. Dari data
square didapat nilai p= 0,001. Sesuai dengan
jenis kelamin, didapatkan wanita 41 orang
ketetapan pada derajat kemaknaan p < 0,05
dan pria 59 orang. Dari segi umur pun
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
responden berasal dari kalangan umur
hubungan yang bermakna antara pendidikan
dewasa madya (40-60 thn) 53 orang, dewasa
responden yang tinggal dipesisir pantai kota
muda (18-39 th) 44 orang, sementara dewasa
Padang dengan rencana keluarga dalam
lanjut (>60 th) 3 orang. Melihat dari umur
menghadapi bencana.
responden yang dominan memasuki usia
tua/lanjut, menurut Stuart dan Laraia (2005),
semakin tua usia sesorang maka tingkat

141
kecemasan responden dalam menghadapi menilai apakah kebudayaan masyarakatnya
berbagai masalah akan rendah, karena akan dapat memenuh kebutuhan zaman atau
semakin banyak pengalaman individu dalam tidak. (Anonim, 2009). Dengan mayoritas
menghadapi berbagai masalah. Begitu juga pendidikan responden tamat SMA,
dalam menghadapi bencana, responden diharapkan setidaknya responden memiliki
ditambah sudah mengalami bencana gempa wawasan tentang kondisi lingkungan terkait
yang lebh dari sekali sehingga dapat lebih dengan bencana yang terjadi dipemukiman
menyesuaikan diri dengan kondisi. Namun mereka.
dari segi kondisi fisik, responden berumur 40 Semakin rendah tingkat pendidikan, maka
tahun keatas, ketahanan fisiknya sudah mulai perencanaan mereka tentang bencana akan
menurun, sehingga membutuhkan strategi kurang baik, dikarenakan pola pikir mereka
dalam keluarga cara mensiasati bencana bagi yang masih terbatas atau rendah. Pendidikan
anggota keluarga yang lemah. responden yang rendah mempunyai resiko
Tingkat pendidikan pada penelitian ini yang lebih tinggi terulangnya penanganan
dibagi atas jenjang pendidikan dasar (SD), bencana yang buruk (Okatini, Purwana,
pendidikan menengah pertama (SMP), &Djaja, 2007). Responden wanita menurut
pendidikan menengah atas (SMA) dan Stuart & Laraia (2005), dengan pendidikan
jenjang Pendidikan Tinggi (PT). Responden rendah cenderung lebih cemas, dibanding
yang tinggal dipesisir pantai mayoritas adalah wanita yang pendidikannya lebih tinggi.
SMA sebanyak 42 orang (42 %), diikuti sehingga kurang mempersiapkan rencana
kemudian oleh SMP (24 orang), Perguruan menghadapi gempa. Tingkat pendidikan
Tinggi 18 orang dan pendidikan dasar (SD) yang lebih tinggi akan membuat seseorang
sebanyak 16 orang. lebih berorientasi terhadap tindakan
Tingkat pendidikan menurut preventif, yang mana mengarahkannya pada
Notoatmodjo (2003) yaitu kemampuan perencanaan yang lebih baik dalam
belajar yang dimiliki manusia merupakan menghadapi peristiwa yang sama, dalam hal
bekal yang sangat pokok. Jenis pendidikan ini bencana. Hal ini seperti yang diungkapkan
adalah macam jenjang pendidikan formal oleh Timmrech (2005).
yang bertujuan untuk meningkatkan Namun tingkat pendidikan dasar dimiliki
kemampuan belajar seseorang, sehingga responden pada penelitian ini sebanyak 16
tingkat pendidikan dan jenis pendidikan orang, sehingga tidak berarti tingkat
dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan akan bencana rendah, hal ini
pengetahuan responden tentang tanggap hampir sama dengan penelitian Marpaung
bencana. Dengan jenjang pendidikan (2009) tentang Faktor-faktor yang
sebagian besar SMA, responden sudah mempengaruhi tindakan komunitas sabo
memiliki kemampuan memiliki kemampuan tinggal di daerah rawan bencana debris
berpikir lebih tinggi dari pada yang tamat Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa.
SMP apalagi SD. Mayoritas responden berpendidikan SD,
Pada dasarnya pendidikan memberikan namun pengetahuan mereka sangat baik
nilai-nilai tertentu bagi individu, untuk tentang bencana. Ditinjau dari segi
memberikan wawasan serta menerima hal-hal pendidikan, mayoritas responden tidak tamat
baru, juga memberikan bagaimana caranya SD (52,5%), disusul dengan tamat SD (20%).
dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga Tingkat pendidikan yang rendah ini bukan
mengajarkan kepada individu untuk dapat berarti tingkat Pengetahuan akan bencana
berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan rendah. Hal ini dapat dilihat pada variabel
dapat membantu setiap manusia untuk pengetahuan.

142
Responden merupakan kepala keluarga kehilangan; (4) takut menghadapi kekacauan.
yang berdomisili dipesisir kota Padang atau Untuk itu keluarga perlu mempunyai
salah seorang anggota keluarga yang perencanaan bagaimana menghadapi
dianggap mampu menjelaskan tentang bencana, baik saat mereka berkumpul
bencana, serta dipandang telah mempunyai maupun sedang diluar melakukan aktivitas,
tanggung jawab dalam keluarga. Hasil seperti bekerja.
penelitian menunjukkan terdapat hubungan Pada penelitian ini tidak terdapat
antara variabel pendidikan dengan rencana hubungan antara pekerjaan dengan
keluarga dalam menghadapi bencana (p= perencanaan keluarga menghadapi bencana
0,01). Semakin baik pendidikan responden (p= 0,305). Dengan p>0,05 maka ditemukan
maka perencanaan keluarga dalam tidak adanya hubungan, ini dimungkinkan
menghadapi bencana akan semakin baik pula. karena pengetahuan klien yang kurang
Karena keluarga pada intinya saling sehingga keluarga dengan pekerjaan
menyayangi anggota keluarganya, sehingga beresiko seperti nelayan, rencana keluarga
dengan pendidikan yang dimilikinya, menghadapi bencana kurang baik, terutama
berusaha melindungi keluarga dengan pabila orang bekerja diluar rumah untuk
menyusun rencana menghadapi bencana. bekerja.
Pekerjaan responden dari 100 orang Hasil penelitian menemukan bahwa
dominan adalah swasta (47 %), pengetahuan responden 53 orang (53 %)
nelayan/buruh 15 %, PNS 15 % dan lain-lain berpengetahuan sedang tentang bencana. 45
(ibu rumah tangga, pensiun dll) sebanyak 23 orang masih kurang pengetahuan tentang
%. Responden yang tinggal dipesisir pantai bencana, hanya 2 orang yang
dengan memiliki profesi wiraswasta, PNS pengetahuannya baik.
akan menghabiskan waktu dari pagi hingga Pengetahuan yang kurang ini walaupun
sorenya diluar rumah, jauh dari keluarga. responden mayoritas bertaraf pendidikan
Bagi nelayan ataupun buruh juga mengalami SMA 42 orang, namun kurangnya informasi
hal yang sama, nelayan dari segi bencana tentang bencana diduga berkontribusi
tsunami justru profesi yang lebih menantang tehadap kurangnya pengetahuan responden.
dikarenakan dekat sekali dengan pusat Hal ini diperkuat oleh penelitian Mega
bencana. Hasanul Huda (2009) yang menyatakan,
Sejumlah jam yang dihabiskan ditempat walaupun dari segi pengetahuan masyarakat
bekerja cukup memberikan tekanan sudah tergolong tinggi, namun pabila
psikologis bagi keluarga yang ditinggalkan informasi yang tersedia dan didapatkan
ataupun yang bekerja. Anggota keluarga minim, wawasannya tidak akan bertambah.
yang pergi selama bekerja, meninggalkan Gempa berpotensi tsunami yang sekarang
keluarga, dimana kondisi rawan bencana dihebohkan pun dari pertanyaan mengenali
tentunya membutuhkan strategi penanganan gejala tsunami seperti soal no. 3, hanya 7
bencana bagi keluarga, agar dapat responden yang bisa mengenali tandanya
melanjutkan rutinitas harian (Hassmiller & sejumlah 4 item, responden kebanyakan
Stanley, 2009). mengenali tanda gejala tsunami hanya 2 buah
Sebagaimana dikemukan oleh Bilal saja (43 orang). Informasi bencana yang
(2007) dalam artikelnya, seorang pekerja kurang, adaptasi kultural dan religi
mengalami trauma sekunder setelah bencana, masyarakat diduga menjadi penyebab
akan memikirkan: (1)apa yang pengetahuan bencana kurang pada
diharapkan/tujuan bekerja; (2) keamanan masyarakat.
keluarga saat pulang; (3) tidak siap akan

143
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yakni : kesadaran, merasa tertarik,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan menimbang, mencoba dan mengadopsi/
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. menerima. Jadi pengetahuan keluarga tentang
Penginderaan ini terjadi melalui panca indera rencana keluarga dalam menghadapi bencana
manusia, yaitu indera penglihatan, diawali dengan kesadaran tentang
pendengaran, penciuman, rasa dan raba pengetahuan bencana, lalu merasa tertarik
(Notoatmojo, 2003). Dari proses dengan untuk mempelajari dan menimbang-
penginderaan tersebut, responden mampu nimbang, setelah itu timbul unsur untuk
menjawab pertanyaan sesuai dengan apa mencoba. Dan jika sudah dicoba maka
yang ia dapat. diharapkan keluarga mau mengadopsi/
Bencana alam memang merupakan suatu menerima kondisi saat bencana.
peristiwa alam yang tidak bisa diperkirakan Pendidikan responden yang mayoritas
kapan datangnya, namun manusia dengan SMA memiliki kontribusi yang tinggi
ilmu yang dimilikinya dapat mengenali tanda sehingga pengetahuan responden terhadap
dan gejala bencana dan bila mungkin bencana menjadi baik. Masyarakat yang
memprediksi kapan bencana terjadi, sehingga berpengetahuan tinggi tentang bencana
memperkecil korban yang timbul. Selain itu, mempunyai rencana tanggap bencana yang
majalah National Geographic Indonesia baik. Hal ini sesuai dengan kerangka konsep
(2009) juga menyebutkan Padang yang dibuat oleh peneliti.
mempunyai potensi resiko tertinggi di dunia Penelitian ini menemukan dari segi sikap,
jika terjadi tsunami ditinjau dari jumlah responden mampu menjawab sebagian besar
penduduk yang berada di pesisir pantai. pertanyaan dengan benar, karena responden
Tingginya resiko ini disebabkan letak membandingkan dengan pengalaman pribadi
geografis daerah ini berbatasan langsung serta pengetahuan responden, baik dari media
dengan Samudera Hindia dan dilalui lempeng masa atau dari lainnya. Ini sama dengan
Indo Australia-Eurasia yang aktif bergerak penelitian Lina Rahayu (dalam CRSCS
empat hingga enam centimeter pertahun. UGM, 2010) tentang hubungan tingkat
Pergerakan lempeng itu jika bertumbukan pengetahuan masyarakat korban banjir
atau mengalami patahan dapat memicu tentang penyakit kulit, dimana pengetahuan
terjadinya gempa bumi yang berpotensi yang tinggi 85 % terhadap penyakit kulit,
diikuti gelombang tsunami. (Yulianto, et. al, oleh karena berdasarkan pengalaman
2009) dikawasan pantai, sehingga berbagai sebelumnya, mereka jadi mengetahui apa itu
bencana dikawasan pantai seperti: gempa- penyakit kulit.
tsunami, banjir, angin badai/gelombang Penelitian oleh Aris Marfai (2010, dalam
tinggi, erosi pantai, sedimen beresiko terjadi. CRCS UGM, 2010), tentang bencana alam,
(Adrianto, 2010). Manusia hanya memiliki menemukan bahwa masyarakat yang tinggal
akal untuk berpikir dan mengandalkan di pesisir pantai memiliki strategi hingga
pengetahuan tentang bencana agar dapat dalam fenomena banjir dan tsunami.
merencanakan dan mempersiapkan apa yang Berangkat dari hidup yang terbiasa dengan
dilakukan saat bencana tersebut datang. kedua fenomena alam tersebut, menandakan
Pengetahuan atau kognitif merupakan masyarakat memiliki adaptasi yang
domain yang sangat penting untuk menjadikannya mitigasi khas masyarakat.
terbentuknya tindakan seseorang. Rogers Sebagai contoh, pada masyarakat Ambon
(1974, dalam Marpaung, 2009) pesisir, mereka melakukan beberapa aktivitas
mengungkapkan bahwa sebelum orang kesenian untuk transfer knowledge dari
tersebut tahu terjadi proses yang berurutan, generasi ke generasi mengenai sikap sigap

144
dalam menghadapi fenomena alamnya. Pola rentan bencana, seharusnya persepsi
yang sama dimiliki juga oleh masyarakat masayarakat terhadap bencana dan
Desa Kemadang, Yogyakarta, melalui ritual- perencanaannya lebih baik.
ritual yang mereka miliki. Hal ini dapat dijelaskan oleh penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005) sikap Gunawan (2009) tentang Pemberdayaan
seseorang dipengaruhi oleh situasi saat itu, sosial keluarga pasca bencana alam.
pengalaman masa lalu orang lain, Pandangan masyarakat tentang bencana alam
pengalaman masa lalu sendiri dan nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam dua landasan
yang dianutnya. Berdasarkan penjelasan yakni spiritual dan rasionalitas. Kedua
tersebut, seseorang yang sesungguhnya landasan pandangan ini mempunyai
bersikap positif terhadap bencana dapat kesamaan bahwa setiap bencana selalu diikuti
menunjukkan sikap negatif boila situasi tidak dengan kerugian harta benda, pekerjaan,
mendukung sikap positifnya. bahkan jiwa. Namun dalam hal tertentu
Sikap responden negatif terhadap rencana seringkali berseberangan seolah-olah tidak
tanggap bencana dimungkinkan karena ada titik temu. Sebagai ilustrasi, ketika di
pengalaman terdahulunya saat menghadapi lingkungan masyarakat ada yang
bencana. Menurut Aris Marfai (2010) lagi, berpendapat, bahwa turunnya binatang di
kondisi korban bencana alam (khususnya perkampungan diyakini masyarakat setempat
gempa di Yogyakarta dan Sumatera Barat) sebagai pembawa pesan akan ada banjir di
adalah masyarakat yang membutuhkan daerahnya. Mengingat tuntutan kebutuhan
bantuan. Namun, kehadiran masyarakat di hidup yang semakin hari harus bekerja keras,
lokasi bencana sebagai rasa keprihatinannya permasalahan lebih banyak telah mengurangi
itu semuanya membuat korban merasa tak kepekaan masyarakat terhadap isyarat alam.
nyaman. Mereka memandang seolah-olah Suara imbau yang bersahut-sahutan sudah
sebagai objek tontonan. Ketidaknyamanan mulai diabaikan, mimpi dipahami sebagai
masyarakat korban bencana terhadap bunga tidur, pembawa pesan (ke empat ular)
wisatawan ini tercermin dari ungkapan tersebut dibunuh beramai-ramai karena
masyarakat solok: rumah lah runtuah, lalok ketakutan dan emosional masyarakat
baratok langik, kadinginan dek ujan, paruik terhadap bahaya ular itu. Sementara itu
lapa, tu tibo lo urang bakacomato itam anggota masyarakat yang lain (kelompok
basarawa hawai manonton awak sambia rasional) seringkali terburu-buru
mamfoto foto... tu pai se lai ... ba perasaan menyimpulkan sebagai fenomena yang
awak... bersifat tahayul.
Dari hasi statistik chi square, didapatkan Bahkan kejadian di Padang tanggal 22
p 0.260, dengan p<0,05, maka tidak terdapat September 2010 lalu tentang munculnya halo
hubungan antara sikap responden dengan matahari, terjadi karena pembiasan cahaya
rencana keluarga menghadapi bencana. matahari oleh uap air yang terjadi di atmosfer
Walaupun pengetahuan mereka tentang sehingga membentuk lingkaran pelangi oleh
bencana baik, namun masyarakat yang sudah sebagian besar warga lalu mengaitkan
beradaptasi dengan kondisi bencana, secara fenomena ini dengan gempa besar (Anonim,
kultural mereka tidak menyusung rencana 2010).
menghadapi bencana dengan baik. Jika dicermati, pandangan masyarakat
Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 47 yang berlandaskan spiritual dengan
orang memiliki persepsi negatif atau kurang pandangan masyarakat yang berdasar
terhadap bencana. 53 0rang sudah baik. realisionalitas masih saling berkaitan.
Sebagai masyarakat yang tinggal dikawasan Persoalannya adalah bagaimana

145
menjastifikasi gejala yang dijadikan sebagai sosialisasi kepada masyarakat menyangkut
objek pengamatan masyarakat. Fenomena dunia kesehatan, memberikan bekal
turunnya ke perkampungan berdasar insting pengetahuan dan pembelajaran, serta
untuk mencari tempat yang paling nyaman. memberikan motivasi akan pentingnya
Jika binatang tersebut merasa terusik (tidak peningkatan kesehatan bagi masyarakat.
aman), maka binatang tersebut akan mencari Informasi dapat memberikan pandangan bagi
tempat lain yang lebih nyaman. Aspek yang masyarakat, sehingga masyarakat dapat
dapat mengganggu kenyamanan binatang menentukan tindakan selanjutnya dari
tersebut antara lain suhu udara (cuaca), suara informasi yang didapatkan.
(kegaduhan). Binatang akan meninggalkan Keberadaan ini didukung oleh penelitian
pegunungan apabila ada perubahan suhu Ekawati (2009) pengetahuan responden yang
udara yang cenderung ekstrem melampaui sudah baik hendaknya perlu dipertahankan
ambang batas untuk kehidupan (baik dan ditingkatkan lagi dengan meningkatkan
semakin panas maupun semakin dingin). pemberian informasi kesehatan yang terus
Binatang juga akan pergi jika ada suara berkembang, sehingga diharapkan
berisik yang asing misalnya kegaduhan suara pengetahuan meningkat menjadi lebih baik.
penebangan kayu di hutan. Keberadaan informasi menjadi kunci penting
Dalam tabel 7, dengan p 0,389 dimana dari meningkatnya pengetahuan responden.
derajat kemaknaan p > 0,05, tidak terdapat Informasi yang kurang sangat disayangkan
hubungan antara faktor informasi bencana sekali, karena informasi terkait pengenalan
dengan rencana tanggap bencana. Hassmiller bencana, tanda gejala, tindakan antisipasi dan
& Stanley (2009) mengemukakan respon rencana menghadapi bencana sangat
yang dihasilkan individu terhadap sesuatu hal dibutuhkan masyarakat yang tinggal
dapat berupa respon positif maupun respon dikawasan yang sangat rentan bencana
negatif. Persepsi positif dipengaruhi oleh seperti kota Padang, Hal ini melibatkan
faktor status emosi, tingkat pengetahuan atau semua pihak berwenang yang mengetahui
pendidikan, optimisme, kesadaran akan bencana dengan baik, baik pemerintah,
perubahan, interaksi dengan lingkungan dan ilmuwan dan organisasi yang terlibat dalam
produktivitas yang tetap. Sedangkan persepsi mitigasi bencana, seperti PMI, Satkorlak,
negatif dipengaruhi oleh faktor iritable, LSM-LSM, dll. Kemampuan/kesiapsiagaan
negatif, pesimis, cemas, isolasi sosial dan baik pemerintah maupun masyarakat dalam
produktivitas yang menurun. Responden penanggulangan bencana masih relatif
dengan persepsi positif (47 orang) memiliki terbatas pada pelayanan korban akibat
status emosi, tingkat pengetahuan atau bencana alam.
pendidikan dan sadar akan merubah Purbo (2007) mengatakan bahwa warga
kondisinya saat bencana yang terjadi yang bermukim di zona merah tsunami
beberapa waktu lalu ataupun didaerah lain. terbesar di Kota Padang mencapai 380.402
Namun rasa pesimis responden akan ajal orang. Sumbar merupakan daerah dengan
ditangan Tuhan dan dorongan ekonomi, resiko dan potensi tsunami tinggi,
membuat 53 responden lainnya memiliki berdasarkan sejarah dan hasil penelitian para
persepsi negatif terhadap tanggap bencana. ahli. Dari penelitian diketahui bencana
Dari penelitian, ditemukan informasi gelombang tsunami menghantam Pulau
bencana ternyata masih kurang didapatkan Sumatera setiap 200 tahun dan Sumbar
oleh 68 responden dari 100 responden. mempunyai potensi resiko tinggi jika
Menurut Wijaya (2009), pengadaan informasi musibah itu terjadi. Peneliti itu antara lain
menjadi sangat penting guna memberikan dilakukan Prof Kerry Sieh dan Dr Danny

146
Natawidjaya, yang mengungkapkan Sumbar, Pelayanan yang diberikan lebih
terutama Kota Padang dalam sejarah telah terkonsentrasi pada pelayanan yang bersifat
dua kali dilanda gelombang tsunami, yakni emergensi respons (darurat), yakni
pada tahun 1604 dan 1833. (Natawidjaja, penyelamatan dan pemulihan (recovery).
2007). Sedangkan pelayanan yang bersifat
Informasi yang tersedia dan menyebar pengembangan yakni untuk membangun
dimasyarakat sekarang hanya terkait dengan kesiapsiagaan dan mitigasi masyarakat relatif
prediksi bencana terjadi dan besarnya masih kurang. Di seluruh desa yang dijadikan
kekuatan bencana, namun tidak ada yang sebagai lokasi penelitian belum pernah ada
menginformasikan apa dan bagaimana penyuluhan dan bimbingan menghadapi
masyarakat mempersiapkan diri menghadapi bencana. Kesiapan yang dibangun adalah
bencana. Masyarakat yang menghadapi kesiapan memberikan pelayanan jika
bencana adalah yang menjadi korban dan sewaktu-waktu terjadi bencana seperti
yang harus menghadapi kondisi akibat pengadaan Kit bencana (tenda, dapur umum,
bencana. Oleh karena itu, masyarakat perlu makanan, pakaian dan pelayanan kesehatan).
membuat perencanaan untuk persiapan dalam Untuk itu perlu keseriusan segala pihak
pencegahan bencana (Idep, 2007). terkait, karena ini sudah pasti berhubungan
Rencana keluarga dalam menghadapi dengan nyawa banyak orang, masa depan
bencana pada penelitian ini didapatkan 44 % kota Padang khususnya, Indonesia umumnya,
sudah baik, dengan 18 orang yang tidak baik. dipertaruhkan saat ini. Pada masyarakat yang
Akan lebih baik lagi bila rencana keluarga relatif lebih siap, penanganan masa tanggap
dalam menghadapi bencana diperbaiki, darurat akan lebih terorganisasi dan masa
mengingat responden berada dilokasi yang pemulihan (recovery) akan lebih cepat dari
rawan bencana. Dalam bencana apapun, masyarakat yang tidak siap.
kebutuhan akan informasi menurut Purbo Pujiono (2006) mengemukakan pada
(2007), menjadi sangat kritis. Pada saat dasarnya penanggulangan bencana muncul
Bencana Alam di Padang kemarin, e-mail dari keyakinan bahwa hidup manusia pada
dan SMS berisikan pertanyaan mengenai hakekatnya adalah sangat berharga.
kondisi wilayah, kondisi korban, mencari Ditempatkannya hidup dan kehidupan
sanak saudara, mencari bantuan, mencari sebagai hak dasar setiap manusia mempunyai
pertolongan. Di sisi lain, para relawan yang implikasi bahwa semua langkah
berusaha membantu juga tidak kalah penanggulangan bencana harus diambil demi
pusingnya mencari lokasi yang mencegah atau meringankan penderitaan
membutuhkan pertolongan, mencari alamat manusia, baik yang diakibatkan oleh konflik
tempat pengiriman bantuan, pengiman maupun bencana. Dengan demikian, maka
makanan, obat-obatam, mencari lokasi proses penanggulangan bencana ini tentunya
longsong, menemukan penampungan memerlukan pengelolaan yang baik dan
pengungsi, semua serba simpang siur tidak efektif. Peran sistem informasi menjadi
ada sumber informasi yang terpusat, tidak sangat penting agar aktivitas tanggap darurat
ada komunikasi yang reliable. Akan lebih dan penanggulang bencana dapat dilakukan
baik lagi jika informasi yang diberikan dapat dengan secepat dan setepat mungkin.
berupa peta sehingga memudahkan bagi Pada penelitian ini tidak ditemukan
pengguna untuk mengira-ngira lokasi mana hubungan antara faktor informasi bencana
yang tertimpa bencana yang parah, dimana dengan rencana keluarga menghadapi
lokasi korban, dimana lokasi kerusakan dan bencana. Dengan p 0,0184 diketahui p <
masih banyak lagi. 0,05, sehingga hipotesa ditolak, tidak ada

147
hubungan. Kondisi ini dimungkinkan oleh s.php?id=1463 pada tanggal 12
karena pertanyaan dikuesioner kurang September 2010.
menggali informasi bencana apa dan Anonim (2010). Lingkaran halo matahari
bagaimana yang sudah didapatkan responden. muncul di langit kota Padang. Diakses
Oleh karena segala keterbatasan tersebut dari
peneliti merekomendasikan penelitian http://asalkamutahuaja.blogspot.com/201
selanjutnya lebih menggali lebih dalam 0/10/lingkaran-matahari-halo-muncul-
variabel penelitian dengan jenis penelitian di.html pada tanggal 25 Oktober 2010.
berbeda. Anonim. (2009). Faktor pendukung &
penghambat perubahan sosial. Diakses
KESIMPULAN & SARAN dari
Bencana yang sering dialami oleh http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/
keluarga yang tinggal di sepanjang pesisir 01/03/faktor-pendukung-dan-
pantai kota Padang adalah gempa (100%). penghambat-perubahan-sosial/ pada
Rencana keluarga yang tinggal di pesisir tanggal 12 September 2010
pantai Kota Padang dalam menghadapi BAKORNAS PBP. Bencana gempa &
bencana 44 % sudah baik. Factor pendidikan tsunami.
dan pengetahuan keluarga berhubungan Bilal, M. S, etc. (2007). Psychological
dengan rencana keluarga di pesisir pantai Trauma in a Relief Worker—A Case
kota padang dalam menghadapi bencana. Report from Earthquake-Struck Areas of
Disarankan bagi pemerintah, Satkorlak, North Pakistan. Diakses dari
PMI dan pihak terkait mitigasi bencana agar http://pdm.medicine.wisc.edu/Volume_22
dapat dengan segera mensosialisasikan /issue_5/bilal.pdf pada tanggal 5 Juli
perencanaan keluarga dalam menghadapi 2010.
gempa, tidak hanya menyebarkan informasi BNPB, Bappenas, and the Provincial and
saat bencana, namun apa yang harus District/City Governments of West
dilakukan dan dipersiapkan keluarga sangat Burns, N. & Groove, S.K. (2001). The
penting. Bagi institusi kesehatan dikota practice of nursing research: conduct,
Padang yang akan berperan serta dalam critique & utilization. Philadelphia:
tanggap bencana, perlu menyusun langkah- W.B.Saunders Company.
langkah penyebaran informasi perencanaan Canahar, 2005. Bencana Gempa dan
menghadapi bencana dan menyebarluaskan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan
kemasyarakat, baik berupa pendidikan Sumaera Utara. Jakarta: Penerbit
kesehatan tanggap bencana melalui praktek Kompas.
mahasiswa, maupun tindakan aktif lainnya CRCS UGM (2010). Bencana Alam dalam
dengan bekerjasama dengan pemerintah dan Kajian Ilmu, Budaya dan Agama. Diakses
organisasi non kepemerintahan untuk dari
terintegrasi menyusun informasi tersebut dan http://crcs.ugm.ac.id/news/269/Bencana-
disebar melalui media, baik cetak ataupun Alam-dalam-Kajian-Ilmu-Budaya-dan-
elektronik. Agama.html

DAFTAR PUSTAKA Effendi, F., & Makhfudli. (2009).


Adrianto. (2010). Informasi Awal Gempa Keperawatan kesehatan komunitas: Teori
Disepakati Satu Sumber. Diakses dari & preaktikum dalam keperawatan.
http://www.sumbarprov.go.id/detail_new Jakarta: Salemba Medika.

148
Gunawan, (2007), Kebijakan Dasar karakteristik individu terhadap kejadian
Puskesmas (Kepmenkes No 128 th 2004) penyakit leptospirosis di Jakarta, 2003-
Hassmiller, S.N & Stanley, S.B.H. (2009). 2005. Jurnal Makara, kesehatan, vol. 11,
Public health Public Health Nursing and no. 1, juni 2007
the Disaster Management Cycle. Ch. 23. Patilima, H. (2005). Rencana Keluarga
Elsevier. Hadapi Bencana.
IDEP. (2007). Gempa bumi: cerita tentang Pemda Sumbar (2008). Simulasi bencana.
peran masyarakat desa saat menghadapi ------------(2010). Prediksi bencana di
bencana gempa. Bali: Yayasan IDEP. Sumbar.
Kompas. (2005). Lebih jauh dengan Dr. Purbo, O. (2007) Sistem Informasi bencana.
Danny Hilman Natawijaya. dlm. Diakses dari
Kompas, 9-1-2005 hal. 16. http://opensource.telkomspeedy.com/wiki
Marpaung, R. (2009). Faktor-faktor yang /index.php/Sistem_Informasi_Bencana
mempengaruhi tindakan komunitas sabo pada tanggal 11 November 2010.
tinggal di daerah rawan bencana debris Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana.
Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa. Bencana Geologis,
Diakses dari http://www.Bencanageologis.htm.
http://sebranmas.pu.go.id/attachments/20 Setiawan, N, (2007). Penentuan ukuran
9_RIDWAN309.pdf pada tanggal 25 sampel memakai rumus slovin dan tabel
Oktober 2010. krejcie-morgan: telaah konsep dan
Mega Hasanul Huda. (2009). Hubungan aplikasinya. FK Unpad,
tingkat pengetahuan tentang bahaya Stuart, G.W. & Laraia. (1998). Principles &
timbal peroksida dan karbonmonoksida practice of psychiatric nursing. (6th ed).
dengan motivasi pemakaian masker pada Saint Louis: Mosby.
polantas dipoltabes pekanbaru. Skripsi. Sumatra and Jambi and international
Depok: FIK UI partners, a joint report.
Natawidjaja, D.H, dkk (2009). Studi Gempa Timmrech, T. (2005). Epidemiologi: suatu
Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis pengantar. Ed 2. Jakarta: EGC
Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di West Sumatra and Jambi Natural Disasters:
Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Damage, Loss & Preliminary Needs
Mentawai Di Masa Datang, Pusat Assessment. October 2009.
Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung. Wijaya, (2009). Penggunaan Sistem Pakar
------------(2007). Gempabumi dan Tsunami dalam Pengembangan portal Informasi
di Sumatra dan Upaya Untuk untuk Spesifikasi Jenis Penyakit Infeksi.
Mengembangkan Lingkungan Hidup Diakses dari
Yang Aman Dari Bencana Alam. diakses http://mubarok.blog.upi.edu/2009/10/19/p
dari enggunaan-sistem-pakar-dalam-
http://geospasial.menlh.go.id/assets/Anali pengembangan-portal-informasi-untuk-
sis/DHNLaporanKLH2007finalv2sm.pdf spesifikasi-jenis-penyakit-infeksi/ pada
National Geographic Indonesia (2009) Ed. 1. tanggal 10 September 2010
April Yulianto, et al. (2009). Saat Gelombang
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi kesehatan: Pertama Tiba dalam Hitungan Menit
teori & aplikasinya. Jakarta: PT. Rineca Pelajaran dari Indonesia Bertahan dari
Cipta. Tsunami yang Bersumber Dekat. Jakarta:
Okatini, M., Purwana, R., & Djaja, I.M. Jakarta Tsunami Information Center
(2007). Hubungan faktor lingkungan dan (JTIC), UNESCO/IOC.

149

You might also like