You are on page 1of 8

Efektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan Perfusi Serebral Pada Pasien Post

Trepanasi di Rumah Sakit Mitra Surabaya


1
Nuh Huda
1
Lecturer, Stikes Hang Tuah Surabaya, email: badawiff@gmail.com
Phone: 08125236192

Abstract: Head trauma often causes cerebral perfusion disturbances that can cause some problems.
Conditions of hypoxia, hypercapnia, hypotension and cerebral edema can cause further effect is
increased intracranial pressure due to an increase in a confined space, reduced cerebral perfusion. so
necessary actions to improve perfusion is by setting position of the head elevation 300 to increase
cerebral venous drainage. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of a 30° head-up
positionin the post trepanation head injury patients in improving cerebral perfusion. This study used
anonqui valent control group design. Post-op patient population trepanation head trauma in Hospital
Mitra Keluarga Surabaya at 1 month Desember 2012 – 10 February 2013. The sample of the study15
patients with post-op trepanation head trauma. Sampling was done by purposive sampling technique.
The variables of this study is the head-up 300 in patients post-op trepanation head trauma and cerebral
perfusion. The results showed that the average MAP was100 mmHg and average GCS was 12.4.
Based on the test paired t-test with significance level α=0.005 obtained P= 0.000 means there is
influence the effectiveness of the head-up 300 against cerebral. Perfusionin patients with post-op
trepanation after 8 hours. Head up to 300 can improve cerebral perfusion in patients with head trauma
post op trepanation. This research needs to be recommended to the health practitioner, specializing in
nursing to provide ahead-up position 300 to increase cerebral perfusion.

Keywords: Flat Position, Head Up 300, Post Op Trepanation Head Trauma and Cerebral Perfusion.

Abstrak: Trauma Kepala Sering menyebabkan gangguan perfusi serebral yang dapat
menyebabkan beberapa masalah. Kondisi hipoksia, hiperkapnia, hipotensi dan edema serebral
dapat menyebabkan efek lebih lanjut Peningkatan tekanan intrakranial karena peningkatan
dalam ruang tertutup, penurunan perfusi serebral. tindakan sehingga Diperlukan untuk
meningkatkan perfusi adalah dengan menetapkan posisi kepala elevasi30°untuk
meningkatkan drainase vena serebral. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
efektivitas posisi elevasi kepala 30° pada pasien post trepanasi akibat cedera kepala dalam
meningkatkan perfusi serebral. Penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol non
quivalent. Populasi pasien Rumah Sakit Keluarga Mitra di Surabaya Post-
optrepanasitraumakepala pada bulan Desember 2012-Februari 2013. Sampel penelitian 15
Pasien dengan post-op trauma kepala. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling. Variabel penelitian ini adalah kepala-up 300 dan perfusi serebral
(MAP). Hasil Menunjukkan bahwa MAP rata-rata adalah 100 mmHg dan rata-rata GCS
adalah 12,4. Berdasarkan t-tes tes dipasangkan dengan tingkat signifikansi α = 0,005
Diperoleh P = 0,000 berarti ada peningkatan perfusi serebral secara efektivitas dengan
elevasi kepala 300. Perfusi pada pasien dengan pasca-op trepanasi setelah 8 jam. Elevasi
kepala 300 dapat meningkatkan perfusi serebral pada pasien. Penelitian ini perlu
direkomendasikan kepada praktisi kesehatan/keperawatan untuk memberikan posisi head-up
300 untuk meningkatkan perfusi serebral.

Kata Kunci: Elevasi Kepala 300, Post Op Trepanasi, Trauma Kepala dan Perfusi Serebral.

Latar Belakang interstisiil dalam substansi otak tanpa


Cedera kepala adalah suatu diikuti terputusnya kontinuitas otak
gangguan traumatik dari fungsi otak yang (Satyanegara, 2010). Pada pasien trauma
disertai atau tanpa disertai perdarahan kepala yang tidak di tangani dengan baik,

1137
selain terjadi cedera otak primer akan (Fan JY, 2004). Angka kematian trauma
terdapat kecenderungan untuk terjadi kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki
cedera otak sekunder (secondary brain – laki dibanding perempuan yaitu
injury) yang akan berakibat pada iskemik sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per
otak (Soemitro et all, 2011). Berkurangnya 100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun
aliran darah ke cerebral sampai tahap keatas, kematian akibat trauma kepala
ambang tertentu akan memulai mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta
serangkaian gangguan fungsi neural. Bila lansia di Amerika yang mengalami trauma
aliran darah berkurang sampai di bawah kepala akibat terjatuh. Di Indonesia saat
ambang fungsi elektrik, fungsi kortikal ini, seiring dengan kemajuan teknologi dan
terganggu namun neuro-neuron masih pembangunan, frekuensi terjadinya cedera
tetap hidup sampai aliran darah turun kepala bukanya menurun malah meningkat
dibawah ambang kerusakan permanen, dan (Dian, 2009).
saat ini akan terjadi kerusakan jaringan Menurut penelitian pada tahun 2008
permanen (Satyanegara, 2010). Parameter di RSU dr. Soetomo Surabaya jumlah
yang dapat digunakan untuk evaluasi kejadian angka trauma kepala 2126 orang
fungsi otak adalah perfusi darah ke otak dan 27,19 % usia di antara 21-30 tahun
atau Cerebral Blood Flow (CBF) dan serta 66,7 % di sebabkan oleh kecelakaan
bukan tekanan intrakranial atau intra lalu lintas (Dian, 2009). Cedera kepala
cranial pressure (ICP). Namun, CBF sulit merupakan penyebab hampir setengah dari
diukur secara kuantitas karena harus seluruh kematian akibat trauma, sedangkan
dimonitor secara kontinyu dan menurut data yang diperoleh dari medical
menggunakan peralatan khusus dan record Rumah Sakit Mitra Keluarga
memliliki tingkat kesulitan yang tinggi tapi Surabaya pada bulan Juli sampai dengan
masih dapat menggunakan cara lain yaitu Agustus 2012 dari sekitar 20 % kasus
dengan menilai tingkat kesadaran dan trauma kepala yang masuk rumah sakit,
tanda-tanda vital,mean arteri Pressure hanya 5 % dari yang dilakukan operasi di
(MAP), perubahan penurunan kesadaran ruang operasai dan bulan selanjutnya naik
secara signifikan dan perubahan tanda- dua kali lipat.
tanda vital dapat merupakan gambaran dari Sistem saraf pusat memiliki
gangguan perfusi cerebral maupun kebutuhan energi yang sangat tinggi yang
peningkatan tekanan intrakranial hanya dapat dipenuhi oleh suplai subtrat
(Soemitro et all, 2011). metabolik yang terus menerus tidak
Setiap tahun di Amerika Serikat, terputus. Pada keadaan normal, energi
mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala tersebut semata-mata berasal dari
52.000 pasien meninggal dan selebihnya di metabolisme aerob glukosa. Otak tidak
Rawat Inap. Trauma kepala juga memiliki persediaan energi untuk
merupakan penyebab kematian ketiga dari digunakan saat terjadi potensi gangguan
semua jenis trauma dikaitkan dengan penghantaran substrat. Jika tidak
kematian. Menurut Penelitian yang mendapatkan glukosa dan oksigen dalam
dilakukan oleh Natroma Trauma Project jumlah cukup, fungsi neuron akan
di Islamic Republik of Iran bahwa, menurun dalam beberapa detik. Sejumlah
diantara semua jenis trauma tertinggi yang energi yang berbeda di butuhkan agar
dilaporkan yaitu sebanyak 78,7 % trauma jaringan otak tetap hidup (intak secara
kepala dan kematian paling banyak juga keseluruhan) dan untuk membuatnya terus
disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh berfungsi. Jika aliran darah yang terancam,
et all,2009). Rata – rata rawat inap pada pulih kembali dengan cepat seperti oleh
laki – laki dan wanita akibat terjatuh trombolisis spontan atau secara terapeutik,
dengan diagnosa trauma kepala sebanyak jaringan otak tidak rusak dan berfungsi
146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 kembali seperti sebelumnya. Manifestasi

1138
klinik bergantung pada teritori vaskuler masyarakat yang sehat jasmani, rohani dan
yang terkena. Jika teritori yang terkena produktif secara mandiri. Tujuan
pada arteri serebral media, pasien sering penelitian ini adalah menganalisis
mengeluhkan parestesia dan defisit efektifitas posisi head up 30o pada pasien
sensorik kontralateral serta kelemahan post op trepanasi trauma kepala dalam
kontralateral sementara. Jika hipoperfusi meningkatkan perfusi cerebral di Rumah
menetap lebih lama dari pada yang dapat Sakit Mitra Keluarga Surabaya.
ditoleransi oleh jaringan otak, terjadi
Metode Penelitian
kematian sel. Kematian sel dengan kolaps
Metode penelitian yang digunakan
sawar darah otak mengakibatkan influks
adalah observasional analitik. Metode
cairan kedalam jaringan otak yang infark
penelitian quasi eksperimen adalah
(edema serebri yang menyertai). Pada
penelitian yang mengujicoba suatu
pasien dengan infark luas di sertai edema
intervensi pada suatu subjek dengan atau
serebri, tanda klinis hipertensi intra cranial
tanpa kelompok pembanding namun tidak
yang mengancam jiwa seperti sakit kepala,
dilakukan randomisasi untuk memasukkan
muntah dan gangguan kesadaran (Behr, M.
subjek ke dalam kelompok perlakuan atau
2010,: 372).
kontrol. Rancangan penelitian pre and post
Fenomena sekunder disebabkan
test without equivalent (kontrol diri
gangguan sirkulasi dan edema yang dapat
sendiri), peneliti hanya melakukan
menyebabkan kematian. Penatalaksanaan
intervensi pada satu kelompok tanpa
penurunan TIK dan manajemen perfusi
pembanding (Notoatmojo, 2008).
serebral salah satunya adalah mengatur
Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara
posisi pasien dengan elevasi kepala 150-
membandingkan nilai pre test denganpost
300 untuk meningkatkan venous drainage
test. Dilakukan pada 1 Desember 2012-10
dari kepala dan elevasi kepala dapat
Februari 2013 di Rumah Sakit Mitra
menurunkan tekanan darah sistemik
Keluarga Surabaya. Populasi pada
mungkin dapat dikompromi oleh tekanan
penelitian ini adalah 15 pasien.
perfusi serebral (Sunardi, 2006)
Teknik sampling dalam penelitian ini
Satu rekomendasi untuk posisi
adalah non probability sampling dengan
selama peningkatan TIK adalah 30 derajat
pendekatan purposive sampling. Instrumen
posisi kepala maksimal tanpa mengurangi
pengumpulan data dalam penelitian ini
cerebral perfusion pressure (CPP) dan
menggunakan lembar observasi. Untuk
cerebral blood flow (CBF) (Black &
pengukuran perfusi serebral diidentifikasi
Hawks, 2006). Berdasarkan fakta dan
melalui grafik tanda-tanda vital dan GCS
fenomena yang telah diuraikan diatas,
(Glasgow coma scale). Data yang
melalui riset ini peneliti berupaya
diperoleh yaitu dari observasi pada pasien
menganalisa efektifitas posisi head up 300
8 jam setelah post op dilakukan dan
untuk meningkatkan perfusi serebral pada
observasi tanda-tanda vital, status
pasien yang dilakukan post op trepanasi di
kesadaran atau Glasgow coma scale (GCS)
Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya.
setiap 30 menit, selanjutnya diberikan
Sehingga kualitas perawat dalam
posisi head up 300 observasi tanda-tanda
mengembangkan ilmu keperawatan yang
vital, status kesadaran atau Glasgow coma
komprehensif meliputi bio-psikososial dan
scale (GCS). Analisa data menggunakan
spiritual dapat dicapai serta dapat
uji Paired T-test.
membantu mengurangi angka morbiditas
maupun mortalitas untuk menuju
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden berdasarkan lokasi cidera kepala
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan lokasi cidera kepala

1139
No. Lokasi Freq Persentase
1 Frontal 8 53
2 Parietal 4 27
3 Oksipital 1 7
4 Temporal 2 13
Total 15 100

Berdasarkan tabel di atas lokasi temporal dialami oleh 2 responden


menujukkan bahwa rata-rata responden (13%) dan sebagian kecil responden
memiliki lokasi cedera di bagian frontal memiliki lokasi cedera di bagian oksipital
sebanyak 8 orang (83%), pada lokasi sebanyak 1 orang (7%).
parietal dialami oleh 4 responden (27%) di

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Perdarahan


Table 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah perdarahan intrakranial
No Jumlah Perdarahan Freq Persentase
1 20-30 cc 1 7
2 30-40 cc 5 33
3 40-50 cc 8 53
4 >50 cc 1 7
Total 15 100
Berdasarkan table 2 di atas 40%) dengan jumlah perdarahan 30-40cc
menujukkan bahwa rata-rata responden dan sebagian kecil responden dengan
dengan jumlah perdarahan 40-50 cc jumlah perdarahan >50cc dan 20-30cc
sebanyak 8 orang (53%),5 responden (30- masing-masing sebanyak 1 orang (7%).
3. Karakteristik Responden berdasarkan tekanan darah pada posisi flat dan head up
300
Table 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Pada Posisi Flat dan Head up
300
Posisi kepala
Tekanan Darah
Flat Head up 300
Hipo 6 0
Normo 8 13
Hiper 1 2
Total 15 15
Berdasarkan tabel di atas hipertensi(>140/>90mmHg) sebanyak 1
menujukkan bahwa pada posisi flat rata- responden (6,7%). Sedangkan pada posisi
rata responden memiliki tekanan darah head up sebagian besar responden
normal (90-140/60-90mmHg) sebanyak 8 memiliki tekanan darah normal (90-
responden (53,3%), 6 responden (53,3%) 130/60-90mmHg) sebanyak 13 responden
memiliki tekanan darah hipotensi (86,7%), 2 (13,3%) orang tekanan darah
(<110/<60mmHg) dan sebagian kecil tinggi (147/98 mmHg)
responden memilik i

1140
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kesadaran pada Posisi Flat dan head
up 300
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan tingkat kesadaranPada Posisi Flat dan head up
Posisi
Tingkat kesadaran Total
Flat Head up
Composmentis 0 14 93,3
Apatis 13 1 93,3
Coma 2 0 13,3
TOTAL 15 15

Berdasarkan table 4 di atas responden (13,3%). Sedangkan pada posisi


menujukkan bahwa sebagian besar head up menujukkan bahwa sebagian besar
responden pada posisi flat memiliki tingkat responden memiliki tingkat Compos
kesadaran apatis (GCS 9-13) sebanyak 13 Mentis (gcs 15) sebanyak 14 responden
responden (86,7%), dan sebagian kecil (93,3 %), dan sebagian kecil apatis (9-13)
responden koma (GCS 5-9) sebanyak 2 sebanyak 1 responden (6,7%).

5. Distribusi Responden Berdasarkan Pupil pada posisi flat/datar

Table 5. Distribusi Responden Berdasarkan SPO2 8 Jam Setelah Post Op Pada Posisi Flat.
Posisi
Kondisi pupil
Flat Head up
Isokor 2 13 100%
un isokor 13 2 100%
TOTAL 15 15 100%
Berdasarkan table 5 di atas head up menujukkan bahwa sebagian besar
menujukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pupil normal (isokor,
responden memiliki reaksi +/+) sebanyak 13 responden
pupilnormal(isokor+2/+2) sebanyak 13 (86,7%) dan sebagian kecil responden
responden (86,7%), dan sebagian kecil memiliki pupil tidak normal
responden memiliki pupiltidak normal (anisokor,reaksi+/+) sebanyak 2 responden
(anisokor , reaksi pupil +/+) sebanyak 2 (13,3%).
responden (13,3%). Sedangkan pada posisi
6. Karakteristik Responden Berdasarkan MAP pada posisi flat dan head up 300
Table 6. Distribusi responden berdasarkan MAP pada posisi flat dan head up 300

Posisi
MAP
Flat Head up
Hipo 6 0
Normal 8 14
Hiper 1 1
TOTAL 15 15
Berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa rata-rata responden memiliki MAP (Mean
Arterial Pressure)pada posisi flat responden (40%) mengalami hipotensi dan
normal sebanyak 8 responden (53,3%), 6 sebagian kecil responden memiliki MABP

1141
(Mean Arterial Blood Pressure)hipertensi (Mean Arterial Pressure) normal (70-100
sebanyak 1 responden (6,7%). Sedangkan mmHg) sebanyak 14 responden (93,4%), 1
pada posisi head up menujukkan bahwa orang responden (6,6%) tinggi (110
sebagian besar responden memiliki MAP mmHg).
7. Hasil Uji analisis
Variabel
No Mean SD Uji Statistik
FLAT HEAD UP
1 TD -.333 .617 .055
2 Kesadaran 1.067 .458 .000
3 Pupil -.067 .258 .034
4 MAP -.333 .617 .055

Berdasarkan uji paired T-test dengan tingkat kemaknaan α = 0,005 didapatkan P=0,000
yang artinya terdapat pengaruh efektifitas head up 300 terhadap perfusi cerebral pada pasien
post op trepanasi trauma kepala di Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya

Pembahasan sirkulasi darah, misalnya hipovolemia


karena perdarahan berat dibagian tubuh
1. Perfusi Serebral pada posisi flat
lainnya (Wahjoepramono, 2005).
Data responden pada posisi flat 6 Reflek tekanan arteri yang terpenting
responden memiliki tekanan darah adalah reflek baroreseptor. Suatu kenaikan
hipotensi, 6 responden memiliki heart rate dalam tekanan arteri meregangkan dinding
bradikardi dan 6 responden memiliki suhu arteri-arteri utama dalam dada dan leher,
hipotermi. 1 responden memiliki tekanan sebaliknya merangsang reseptor regang,
darah hipertensi. dan 1 responden memiliki baroreseptor. Isyarat-isyarat dikirimkan ke
heart rate takikardi, respiration rate 1 pusat vasomotor batang otak, dan isyarat-
responden takipneu dengan suhu isyarat reflek dikirimkan kembali ke
hipertermi dan SpO2 tidak normal. jantung dan pembuluh darah untuk
Didapatkan 15 responden memiliki GCS memperlambat jantung dan melebarkan
<15, 2 responden diantaranya memiliki pembuluh tersebut, dengan demikian
pupil anisokor. menurunkan tekanan arteri kenormal. Jadi,
Hipoksia (oksigen arteri<60 mmHg) reflek baroreseptor membantu
dan hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg) menstabilkan tekanan arteri (Guyton:
merupakan kondisi yang perlu dicegah, 2005).
karena akan berakibat kerusakan lebih Asumsi peneliti, 6 responden yang
lanjut pada jaringan otak yang mengalami mengalami hipotensi, hipotermi, dan
iskemik. Terjadinya hipoksia dapat bradikardi di sebabkan oleh faktor antara
disebabkan akibat trauma di daerah dada, lain banyaknya perdarahan sebelum
yang terjadi bersamaan dengan cedera operasi, maupun saat operasi dan pengaruh
kepala (Baehr,M. 2010). Hipotensi dapat saraf simpatis. Perdarahan dalam ruang
berasal dari intracranial maupun sistemik. subarachnoid mengakibatkan vasospasme
Dari intracranial, hipotensi sesunggguhnya arteri, sebagai akibat aliran darah ke otak
jarang terjadi, dan biasanya kalaupun akan sangat berkurang dan dapat
didapatkan hanya terjadi sesaat setelah mengganggu mikrosirkulasidalam otak dan
konkusi atau merupakan tahap akhir dari sebagai dampaknya akan terjadi edema
kegagalan meduler akibat telah terjadi otak.
herniasi cerebral. Secara sistemik, Hal ini didukung oleh pendapat dari
hipotensi yang terjadi kebanyakan Wahjoepramono (2005: 155) yaitu suhu
disebabkan karena adanya gangguan tubuh harus dijaga pada keadaan normal,

1142
yaitu normothermi (37,50C). Setiap sitemik yang diperlukan untuk
kenaikan suhu harus dicari penyebabnya memberikan oksigen dan glukosa yang
dan diatasi. Penurunan suhu dilakukan adekuat untuk metabolisme otak (Black &
dengan cara kompres dingin pada ketiak Hawks, 2005). Tanda-tanda vital yang
dan lipat paha. Perawatan pasien dilakukan tetap terjaga konstan memperbaiki aliran
pada ruangan yang memiliki pendingin. darah sehingga meningkatkan status
Bila diperlukan, pemberian antipiretik neurologis.
dapat dilakukan. Beberapa literatur bahkan bahwa dengan posisi head up 300
menganjurkan perlakuan hipotermi ringan, perfusi dari dan ke otak meningkat
dengan tujuan menurunkan tingkat sehingga kebutuhan oksigen dan
metabolisme cerebral. Cara yang metabolisme meningkat ditandai dengan
dilakukan adalah dengan menurunkan suhu peningkatan status kesadaran diikuti oleh
tubuh hingga 34-350C selama 24-48 jam, tanda-tanda vital yang lain. 2 responden
lalu secara perlahan dihangatkan kembali memiliki pupil tidak normal (anisokor,
selama 2-3 hari. Namun perlu diketahui reaksi+/+), kemungkinan terjadi
bahwa pasien yang dalam kondisi penekanan terhadap saraf okulomotor
hipotermi memiliki resiko mengalami ipsilateral akibat edema serebri post
hipotensi dan infeksi sistemik. optrepanasi. Pasien dengan hematoma
Responden yang mengalami yang besar yang memberikan efek massa
hipertensi, hipertermi, takikardi dan SpO2 yang besar dan gangguan neurologis
yang tidak normal disebabkan oleh (Bajamal, 2007).
reseptor suhu yang terangsang oleh Otak yang normal memiliki
perubahan kecepatan metabolik, perubahan kemampuan autoregulasi, yaitu
ini disebabkan oleh fakta bahwa suhu kemampuan organ mempertahankan
mengubah kecepatan reaksi kimia intrasel aliran darah meskipun terjadi perubahan
2 kali untuk tiap perubahan 100C. dengan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi
perkataan lain, deteksi suhu mungkin tidak (Tankisi, et.al, 2005). Autoregulasi
disebabkan oleh perangsangan fisik secara menjamin aliran darah yang konstan
langsung tapi oleh perangsangan kimia melalui pembuluh darah serebral diatas
dari ujung saraf tersebut karena diubah rentang tekanan perfusi dengan mengubah
oleh suhu, edema serebri yang diameter pembuluh darah dalam merespon
mengakibatkan terganggunya fungsi perubahan tekanan arteri. Pada klien
hipotalamus juga menyebabkan suhu tidak dengan gangguan autoregulasi, beberapa
dapat turun. Sehingga mempengaruhi aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan
tanda-tanda vital yang lain seperti darah seperti batuk, suctioning, dapat
peningkatan tekanan darah dan denyut meningkatkan aliran darah otak sehingga
nadi juga meningkatkan tekanan TIK
(Thamburaj, V, 2006).
2. Perfusi Serebral pada Posisi Head Up Peningkatan perfusi cerebral juga
300 dipengaruhi oleh lokasi cedera, jumlah
Hasil uji di dapatkan efektifitas head perdarahan intracranial. Dari data diatas
up 300 terhadap peningkatan perfusi didapatkan lokasi cedera daerah frontal
cerebral pada pasien post op trepanasi. sesuai untuk meningkatkan perfusi serebral
Hasil yang signifikan adalah tingkat dan jumlah perdarahan sekitar 40-50 cc
kesadaran. Meskipun secara statistic prognose untuk kembalinya kesadaran
terdapat 2 hasil yang signifikan tapi kekondisi semula akan semakin cepat
terdapat perubahan pada TD, pupil dan dengan posisi head up 300.
MAP.
Cerebral perfusion pressure (CPP) Simpulan
adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi

1143
Pengaturan posisi head up 300 pada
pasien cidera kepala memberikan hasil Tankisi et al, (2002). The Efects of 10 Reverse
yang lebih baik yaitu mampu Trendelenburg Position on ICP and CPP
meningkatkan perfusi jaringanserebral, in Prone Positioned Patients Subjected to
sehingga mampu mempercepat proses Craniotomy for Occipital or Cerebellar
Tumours, Springer-Verlag : Acta
penyembuhan pasien yang cidera kepala. Neurochirugica.
Tetapi hal ini perlu kewaspadaan khusus
pada pasien yang di tengarahi cidera Vincent Thamburaj. Intracranial Pressure.
kepala dengan fraktur basis cranii yaitu Diambil 17 Nofember 2012.
perlu dilakukan pengaturan posisi yang http://www.Thamburaj.com/assited_ventil
berbeda yaitu lebih dianjurkan pada posisi ation-in neurosurgery.htm.
flat.
Wahjoepramono, J Eka, (2005). Cedera
Daftar Pustaka Kepala, FK Universitas Pelita Harapan:
PT. Deltacitra Grafindo.
Baehr, M. (2010). Diagnosis Topik Neurologi
DUUS, jakarta : EGC.

Bajamal A.H, et al, (2007). Pedoman


Tatalaksana Cedera Otak, Surabaya: Tim
Neurotrauma RSU Dr Soetomo.

Black, J.M., & Hawk, H.J (2005). Medical


surgical nursing : clinical management
for positife outcome. Vol. 2, 7th edition,
Elsevier, Saunders.

Soemitro D.W et al, (2011). Sipnopsis Ilmu


Bedah Saraf, Jakarta : CV Sagung Seto

Dian, Prisilia, (2009). Pola Imaging Dan


Angka Kejadia Trauma Kepala Di
Instalasi Gawat Darurat RSU Dr.
Soetomo Periode Januari – desember
2008. Surabaya : RSU Dr. Soetomo
Guyton, C Arthur, (2005). Fisiologi Manusia
dan Mekanisme Penyakit, Jakarta : EGC

JunYu – Fan, (2004), Journal of Neuroscience


Nursing, Seatle : American Association
of Neuroscience Nurses

Notoatmodjo, S (2008). Metodologi Penelitian


Kesehatan edisi Revisi. Jakarta : PT
Rineka Cipta.

Satyanegara, (2010). Ilmu Bedah Saraf,Jakarta


: PT Gramedia Pustaka Utama

Sunardi, (2008). Manajemen Peningkatan


Tekanan Intrakranial, Valsava Maneuver
& Pengikatan, diambil dari http : //
www.cja.csa.org/cgi/content/full/47/5/415
.

1144

You might also like