You are on page 1of 6

Marine Fisheries ISSN 2087-4235

Vol. 3, No.1, Mei 2012


Hal: 1-6

PERFORMA HASIL TANGKAPAN TUNA


DENGAN PANCING TONDA DI SEKITAR RUMPON

(Performance Catch of Tuna from Troll Line in Rumpon)

Oleh:

Tri W. Nurani1*, Prihatin I. Wahyuningrum1, Mustaruddin1, Roisul Maarif2,


Bayu Wiratama2

1 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB


2 CSR Pertamina

* Korespondensi: triwiji@hotmail.com

Diterima: 17 Oktober 2011; Disetujui: 13 Januari 2012

ABSTRACT
In tuna fisheries along south coast Java, rumpon (fish aggregating devices) are mostly used
by fishermen. The using of this technology implies in increasing catch. Some result from previous
researches indicated that tuna catch from trolling were small size and far from export quality
standard. This phenomenon threats sustainability of tuna fisheries. The aim of this research was to
determine feasibility of tuna catch and its quality that trolling around rumpon. This research was
carried out in Tamperan fishing port within July-August 2010 and Sadeng fishing port within 15-29
July 2010. Survey method was used in this research and the catch data were analyzed based on
their composition, size and organoleptic The result showed that in Tamperan fishing port most of
the catch was yellow fin tuna, 68% was under size (below the length of maturity) and 75%
organoleptic value was below 7. In Sadeng fishing port most of the catch was big eye, 95% was
under size and organoleptic value was more than 7 for all catch. For exporting whole fresh tuna,
the organoleptic value of more than 7 is needed.
Keywords: tuna resources, sustainability, rumpon, South Coast of Java

ABSTRAK
Rumpon banyak digunakan pada perikanan pancing tonda untuk menangkap tuna di
perairan selatan Pulau Jawa. Penggunaan rumpon telah meningkatkan produksi tuna yang sangat
tinggi di beberapa perairan. Dari beberapa hasil penelitian diinformasikan bahwa jenis ikan hasil
tangkapan pancing tonda adalah tuna yang berukuran kecil dengan mutu yang tidak memenuhi
standar ekspor. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan hasil tangkapan tuna di
sekitar rumpon. Penelitian dilakukan di PPP Tamperan antara Juli-Agustus 2010 dan PPP Sadeng
antara 15-29 Juli 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dimana analisis
dilakukan terhadap komposisi jenis, ukuran hasil tangkapan dan organoleptik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenis tuna hasil tangkapan dominan nelayan PPP Tamperan adalah jenis
yellowfin. Sekitar 68% berukuran kecil dan belum layak tangkap. Jenis hasil tangkapan tuna di
Sadeng didominasi oleh bigeye tuna. Hampir 95% dari seluruh tangkapannya berukuran kecil dan
belum layak tangkap. Selanjutnya, 75% tuna hasil tangkapan nelayan PPP Tamperan memiliki nilai
organoleptik kurang dari 7. Sementara nilai organoleptik tuna yang tertangkap nelayan PPP
Sadeng lebih dari 7.
Kata kunci: sumberdaya tuna, keberlanjutan, rumpon, pantai selatan
2 Marine Fisheries 3 (1): 1-6, Mei 2012

PENDAHULUAN rikan oleh BSN (1992) menyebutkan bahwa


ukuran berat minimal tuna segar yang dapat
Tuna merupakan komoditas ekspor yang diekspor dalam bentuk segar adalah 25 kg per
bernilai ekonomi sangat tinggi. Negara-negara ekor dengan nilai organoleptik di atas 7 (BSN
yang menjadi tujuan ekspornya dibedakan ber- 2006).
dasarkan jenis produknya. Konsumen Jepang
sangat menyukai tuna segar. Beberapa negara Pembiaran terhadap pengoperasian rum-
Uni Eropa dan Amerika Serikat menghendaki pon yang dilakukan secara berlebihan oleh
tuna olahan dalam bentuk loin, saku, steak, nelayan dikhawatirkan akan membahayakan
atau tuna kaleng (Nurani dan Wisudo 1998). kelestarian sumberdaya tuna. Oleh karena itu,
Indonesia masih mengalami kesulitan untuk kajian awal sebagai bahan evaluasi terhadap
menyediakan produk ekspor ini, karena tuna penggunaan rumpon di perairan selatan Pulau
harus diburu dan ditangkap di laut lepas. Ope- Jawa, khususnya di perairan selatan Jawa
rasi penangkapan tuna yang dilakukan nelayan Timur dan DI Yogyakarta, perlu dilakukan.
terkadang tidak memberikan hasil yang Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan
memuaskan. komposisi jenis dan ukuran serta kelayakan
tuna hasil tangkapan pancing tonda dengan
Inovasi baru yang diharapkan dapat alat bantu rumpon.
meningkatkan produksi tuna adalah penggu-
naan rumpon sebagai alat bantu penangkapan
ikan. Rumpon berfungsi sebagai atraktor pe-
METODE
ngumpul ikan, sehingga kegiatan operasi
penangkapan ikan dapat dilakukan dengan Penelitian dilakukan di dua lokasi yang
lebih efektif dan efisien. Pengoperasian rumpon berbeda, yaitu PPP Tamperan di Kabupaten
sudah mulai dilakukan di Indonesia pada tahun Pacitan dan PPP Sadeng di Kabupaten
2000 sebagai alat bantu penangkapan tuna. Gunung Kidul. Waktu penelitian di Pelabuhan
Pada perkembangan selanjutnya, nelayan pan- Perikanan Pantai (PPP) Tamperan berlangsung
cing tonda di perairan selatan Pulau Jawa mulai antara Juli-Agustus 2010, sedangkan PPP
menggunakannya untuk menangkap tuna. Sadeng antara 15-29 Juli 2010.
Pada awalnya rumpon dipasang di Data utama penelitian berupa hasil tang-
perairan Jawa Timur. Tujuannya untuk mem- kapan tuna dari 10 unit pancing tonda yang
bantu meningkatkan produksi perikanan pan- berbasis di PPP Tamperan dan PPP Sadeng.
cing tonda yang berbasis di PPP Pondokdadap- Jumlah 10 unit pancing tonda dari 10 kapal
Kabupaten Malang, PPI Puger-Kabupaten yang mengoperasikannya dianggap sudah me-
Jember dan PPN Prigi-Kabupaten Trenggalek. wakili populasi yang ada, karena keragaman
Upaya ini ternyata memberikan hasil yang jenis unit pancing tonda yang digunakan tidak
sangat memuaskan. Data statistik PPP Pon- tinggi.
dokdadap menunjukkan bahwa produksi ikan Pada penelitian ini, pengambilan sampel
tuna meningkat dari 19.213 kg pada tahun 2000 dilakukan secara purposive. Jenis tuna yang di-
menjadi 1.738.369 kg (2004), atau meningkat analisis adalah jenis tuna yang jumlahnya men-
1.719.156 ton dalam waktu 4 tahun (Nuramin dominasi di setiap PPP. Sebanyak 3 keranjang
2005). Sementara itu, peningkatan produksi ikan dari setiap kapal dijadikan sampel. Selan-
tuna juga terjadi di Kabupaten Pacitan, yaitu jutnya, sebanyak 5 ekor tuna diambil dari setiap
dari 74.231 kg (2006) menjadi 1.688.588 kg keranjang sampel tersebut. Setiap ikan diukur
(2009), atau naik rata-rata 700% per tahun berat, panjang dan nilai organoleptiknya.
(DKP Kabupaten Pacitan 2010). Keberhasilan Dengan demikian, jumlah ikan yang dijadikan
ini selanjutnya diikuti oleh nelayan di beberapa sampel sebanyak 150 ekor. Penentuan 3 ke-
daerah lain, seperti Provinsi DI Yogyakarta ranjang sebagai sampel dan 5 ekor ikan diambil
dengan basis di PPP Sadeng dan Provinsi dari setiap keranjang dianggap telah mewakili
Jawa Barat (PPN Palabuhanratu). jumlah total hasil tangkapan ikan dari setiap
Permasalahan penggunaan rumpon mu- kapal.
lai muncul ketika beberapa peneliti membuk- Analisis dilakukan untuk mengkaji kom-
tikan bahwa tuna hasil tangkapan pancing ton- posisi dan kualitas hasil tangkapan. Analisis
da dengan alat bantu rumpon memiliki ukuran komposisi hasil tangkapan didasarkan atas
yang kecil. Bobot rata-rata tuna yang tertang- ukuran berat dan panjang ikan. Komposisi be-
kap dengan pancing tonda di PPP Puger antara rat dan panjang tersebut selanjutnya dibanding-
10-30 kg (Ross 2008). Handriana (2007) me- kan dengan pustaka yang ada untuk melihat
nambahkan tuna yang tertangkap oleh pancing kelayakan tangkap tuna yang dihasilkan oleh
tonda di perairan Palabuhanratu memiliki berat pancing tonda. Analisis kualitas hasil tangkapan
rata-rata sekitar 4,22 kg. Ketetapan yang dibe- dilakukan melalui penilaian organoleptik terha-
Nurani et al.– Performa Hasil Tangkapan Tuna dengan Pancing Tonda di Sekitar Rumpon 3

dap sampel tuna. Kegunaan analisis ini adalah dalam, karena tuna yang berada di lapisan
untuk mendapatkan kelayakan ekspor tuna permukaan sudah berkurang?. Pertanyaan ini
yang dihasilkan oleh pancing tonda. timbul karena yellowfin dan bigeye memiliki
habitat yang berbeda. Menurut Collette (1994),
yellowfin bia-sanya membentuk gerombolan
HASIL DAN PEMBAHASAN pada kedalaman kurang dari 100 m, sedangkan
Komposisi hasil tangkapan bigeye biasanya berada pada kedalaman
hingga 200 m. Diniah et al. (1997) juga
Sumberdaya tuna di kawasan barat menyatakan bahwa tuna mata besar (bigeye)
Indonesia terutama terdapat di perairan Samu- banyak tertangkap pada kedalaman 170-190 m.
dra Hindia di bagian selatan Pulau Jawa. Ope- Komposisi jenis dan ukuran panjang ikan yang
rasi penangkapan tuna di perairan ini dilakukan tertangkap di sekitar rumpon kemungkinan
dengan 2 cara. Tuna lapis dalam ditangkap dipengaruhi perbedaan lokasi pemasangan
dengan rawai tuna, sedangkan tuna permukaan rumpon, musim ikan, tipe rumpon, dan jenis alat
dengan pukat cincin, gillnet, tonda dan payang tangkap yang digunakan (Simbolon et al. 2011).
(Sedana 2004).
Tuna yang tertangkap oleh nelayan Ukuran panjang cagak tuna yang
pancing tonda yang berbasis di PPP Tamperan tertangkap oleh nelayan PPP Tamperan berki-
dan PPP Sadeng terdiri atas 2 jenis, yaitu sar antara 45-224 cm dengan berat antara 1-
yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan bigeye 172 kg. Sebanyak 91 ekor atau 61% dari selu-
tuna (Thunnus obesus). Yellowfin tuna mendo- ruh tuna yang dijadikan sampel berada pada
minasi hasil tangkapan nelayan PPP Tampe- kisaran panjang cagak 45-64 cm. Berat domi-
ran. Persentasenya mencapai 98%, sedangkan nannya berada pada selang 1-12 kg yang jum-
bigeye tuna 2%. Hal ini berbeda dengan hasil lahnya mencapai 101 ekor (67%) (Gambar 1).
tangkapan nelayan PPP Sadeng, dimana Big- Pada penelitian di Sadeng, pengukuran
eye tuna mencapai 96% dari seluruh hasil tang- panjang cagak dan berat hanya ditujukan pada
kapan, sedangkan yellowfin 4%. bigeye tuna. Berdasarkan hasil pengukuran
Ada 2 fenomena menarik yang dapat didapatkan bahwa selang panjang bigeye tuna
dicermati dari hal tersebut. Pertama, apakah antara 35-90 cm dengan berat 1-12 kg. Ada-
kondisi stok ikan tuna di perairan selatan DI pun panjang cagak dominan berada pada uku-
Yogyakarta sudah menurun? Kedua, apakah ran 34-50 dengan jumlah 135 ekor (90%), se-
nelayan terpaksa memperpanjang tali pancing dangkan berat dominan antara 1-3 kg berjum-
untuk menjangkau tuna yang berada di perairan lah 140 ekor (93%) (Gambar 2).

Gambar 1 Panjang cagak (a) dan berat (b) tuna hasil tangkapan pancing tonda nelayan PPP
Tamperan
4 Marine Fisheries 3 (1): 1-6, Mei 2012

Berdasarkan hasil pengukuran berat dan tuna mencapai kematangan seksual pada uku-
panjang cagak, maka seluruh tuna hasil tang- ran 100-130 cm ketika berumur sekitar 3 tahun.
kapan tergolong belum layak tangkap. Maturity Ukuran hasil tangkapan tuna yang masih kecil
length of yellowfin tuna tercapai pada ukuran (baby tuna) akan sangat membahayakan bagi
panjang sekitar 105 cm, berat 25 kg dan umur kelestarian sumberdaya tuna. Pemasangan
2,8 tahun; sedangkan bigeye pada ukuran rumpon di perairan Samudera Hindia diduga
panjang 115 cm, berat 31 kg dan umur 3,5 sebagai penyebab terjadinya penurunan terha-
tahun (Fromentin dan Fonteneau 2000). Bigeye dap kualitas sumberdaya tuna.

Gambar 2 Panjang cagak (a) dan berat (b) tuna hasil tangkapan pancing tonda nelayan PPP
Sadeng

Tabel 1 Nilai organoleptik hasil tangkapan tuna yang didaratkan di PPP Tamperan dan PPP
Sadeng
PPP Tamperan PPP Sadeng
Komposisi Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(ekor) (%) (ekor) (%)
Nilai Organoleptik Yellowfin >8 1 0,7 7 100,0
7-8 35 23,8
<7 111 75,5
Subtotal 147 100,0 7 100,0
Bigeye >8 150 100,0
Subtotal 150 100,0
Nurani et al.– Performa Hasil Tangkapan Tuna dengan Pancing Tonda di Sekitar Rumpon 5

Kualitas hasil tangkapan menyatakan bahwa jumlah biomas akan


meningkat dengan adanya rumpon dan ikan
Nilai organoleptik tuna hasil tangkapan cenderung berkumpul di sekitar rumpon.
pancing tonda yang didaratkan di PPP Sadeng Menurutnya, peningkatan biomas ini bersifat
lebih baik dibandingkan dengan tuna yang dida- sementara dan tidak menambah jumlah biomas
ratkan di PPP Tamperan. Hampir 100% tuna di secara keseluruhan, melainkan hanya merubah
PPP Sadeng memiliki nilai organoleptik di atas distribusi biomas.
7, sedangkan tuna di PPP Tamperan hanya
sekitar 25% (Tabel 1). Rumpon merupakan suatu trophic level
yang komplit. Hal ini mengakibatkan waktu
Sekitar 75% tuna yang tertangkap oleh pencapaian daya dukung lingkungan menjadi
nelayan PPI Tamperan memiliki nilai organolep- lebih lama. Sementara itu, Jaquemet et al.
tik kurang dari 7. Nilai ini tidak sesuai dengan (2010) menyatakan bahwa rumpon sering digu-
standar yang ditetapkan oleh BSN (2006), yaitu nakan pada kegiatan perikanan tuna di kawa-
tuna yang diekspor dalam bentuk produk utuh san tropis. Salahsatu jenis tuna yang menjadi
segar harus memiliki nilai organoleptik di atas target tangkapannya adalah yellowfin tuna.
7. Hal yang berbeda terjadi di PPI Sadeng. Rumpon menjadi ecological trap, baik bagi
Seluruh hasil tangkapan tuna memiliki nilai yellowfin tuna berukuran kecil maupun matang
organoleptik lebih dari 7. Penyebabnya adalah gonad.
nelayan pancing tonda PPP Sadeng lebih ber-
pengalaman dibandingkan dengan nelayan Penggunaan rumpon telah dapat me-
PPP Tamperan. Nelayan PPP Sadeng telah ningkatkan produksi tuna yang cukup signifikan
menggunakan rumpon dan pancing tonda lebih (Nuramin 2005; DKP Kabupaten Pacitan 2010).
awal, sehingga mereka sudah menyadari akan Peningkatan produksi ini dikhawatirkan hanya
pentingnya menjaga kualitas tuna untuk berlangsung singkat, karena sumberdaya tuna
mendapatkan harga jual yang tinggi. dimanfaatkan secara berlebihan. Berdasarkan
data statistik Kabupaten Pacitan, produksi tuna
Kemunduran mutu tuna disebabkan oleh
dari tahun 2006-2009 terus mengalami pening-
tidak baiknya penanganan di atas kapal dan di
katan. Antara tahun 2006-2007 terjadi pening-
pelabuhan perikanan. Penataan ikan di palka ti-
katan tertinggi, yaitu sebesar 1.453,58%. Selu-
dak dilakukan dengan baik, sehingga mengaki-
ruh hasil tangkapan tuna tersebut ternyata
batkan kerusakan fisik yang menurunkan mutu
berukuran kecil atau belum layak tangkap. Jika
ikan. Berdasarkan hasil pantauan langsung, be-
nelayan dibiarkan terus menangkap tuna yang
berapa faktor yang menjadi penyebab kemun-
belum layak tangkap, maka kelestarian sumber-
duran mutu tuna selama di pelabuhan perikan-
daya tuna akan terancam. Data terbaru dari
an adalah ikan tidak diberi es, ikan dibiarkan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
terlalu lama di udara terbuka, ikan diletakkan di
Pacitan memperlihatkan bahwa produksi tuna
atas lantai, proses pemindahan tuna setelah
tahun 2010 mengalami penurunan sebesar
ditimbang dengan cara diseret di atas lantai
5,84%. Hal serupa terlihat dari hasil estimasi
dan proses pemindahan tuna dari TPI ke
terhadap stok sumberdaya ikan tuna di PPN
gudang penyimpanan dibiarkan terkena sinar
Prigi yang menunjukkan bahwa upaya penang-
matahari langsung.
kapan telah berlebih dan sudah terindikasi
Fungsi rumpon adanya overfishing. Hal ini juga diperkuat de-
ngan data hasil tangkapan tuna di PPN Prigi
Ada 2 faktor yang menjadi penyebab
yang terus mengalami penurunan.
berkumpulnya kawanan ikan di sekitar rumpon
(Sondita 2011). Pertama, ikan berkumpul kare- Pemasangan rumpon memang dimak-
na tertarik oleh benda-benda terapung atau sudkan untuk meningkatkan efektivitas operasi
bersifat thigmotaxis. Kedua, ikan berkumpul penangkapan ikan. Namun keberadaan rumpon
untuk keperluan mencari makan. Kedua faktor harus dikelola dengan baik melalui penegakan
tersebut secara bersama-sama menyebabkan perijinan. Pemerintah sudah menerbitkan per-
terjadinya akumulasi individu ikan menjadi ka- aturan tentang penggunaan rumpon ini, yaitu
wanan ikan yang didukung oleh sebuah jar- Keputusan Menteri Pertanian nomor 51/Kpts/IK.
ingan makanan yang tersedia terutama pada 250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaat-
bagian atraktor. Peluang keberhasilan operasi an Rumpon. Aturan tersebut selanjutnya diper-
penangkapan ikan dengan menggunakan rum- baharui melalui Permen KP No. 2 tahun 2011,
pon menjadi semakin meningkat. Operasi tentang Perijinan Pemasangan Rumpon. Ber-
penangkapan ikan tidak lagi berupa perburuan, dasarkan peraturan ini, maka rumpon yang
tetapi lebih bersifat memanen. Penangkapan dipasang dalam radius sampai 4 mil harus
ikan menjadi lebih mudah dilakukan, karena disertai ijin dari Dinas Kelautan dan Perikanan
ikan berada dalam kepadatan yang tinggi di (DKP) Kabupaten, rumpon dengan radius 4-12
sekitar rumpon. Sementara itu, Nahib (2008) mil harus disertai ijin dari DKP Provinsi, se-
6 Marine Fisheries 3 (1): 1-6, Mei 2012

dangkan rumpon dengan radius lebih dari 12 Handriana J. 2007. Pengoperasian pancing
mil harus disertai ijin dari Kementerian Kelautan tonda pada rumpon di selatan perairan
dan Perikanan. Faktanya masih banyak rumpon Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa
yang dipasang secara illegal. Sudah saatnya Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas
keberadaan peraturan ini untuk dapat dilak- Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
sanakan dan ditegakkan dengan benar. Pen- Pertanian Bogor.
daftaran atau registrasi rumpon harus dilakukan Jaquemet S, Potierb M, Ménardb F. 2010. do
oleh pemilik atau penggunanya. Drifting and anchored fish aggregating
devices (FADs) similarly influence tuna
feeding habits? a case study from the
KESIMPULAN Western Indian Ocean. Fisheries Re-
Jenis tuna dominan yang tertangkap oleh search Journal. 107: 283-290.
nelayan PPP Tamperan adalah yellowfin tuna. Nuramin M. 2005. Prospek pengembangan
Sekitar 68% berukuran kecil dan tidak layak perikanan tuna di Sendang Biru, Kabupa-
tangkap. Adapun jenis tuna di PPP Sadeng ten Malang, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor:
didominasi oleh bigeye tuna. Hampir 95% Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
berukuran kecil dan tidak layak ekspor. Nilai Institut Pertanian Bogor.
organoleptik hasil tangkapan tuna di PPP
Ross A. 2008. Peluang ekspor tuna segar dari
Tamperan sekitar 75% kurang dari 7, sedang-
PPI Puger (tinjauan aspek kualitas dan
kan di PPP Sadeng 100% lebih dari 7.
aksesbilitas pasar) [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
SARAN
Sedana I. 2004. Musim Penangkapan Ikan di
Pemerintah sudah saatnya untuk Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
bertindak tegas dalam menerapkan peraturan 116 hal.
perijinan pemasangan rumpon. Hal ini sebagai
upaya untuk menghindari penurunan produksi Simbolon D, Jeujanan B, Wiyono ES. 2011.
tuna di perairan selatan Pulau Jawa. Efektivitas pemanfaatan rumpon pada
operasi penangkapan ikan di Perairan
Kei Kecil, Maluku Tenggara. Jurnal
Marine Fisheries. 2(1): 19-28.
DAFTAR PUSTAKA
Sondita MFA. 2011. Sebuah Perspektif:
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Ikan Rumpon sebagai Alat Pengelolaan
Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi Sumberdaya Ikan. Buku II New Paradigm
SNI 01-2693.2-1992. Jakarta: BSN. in Marine Fisheries. Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. FPIK-IPB.
Tuna Segar untuk Sashimi: Spesifikasi
SNI 01-2693.1-2006. Jakarta: BSN. Diniah, Nurani TW, Karna. 1997. Penggunaan
cumi-cumi (Loligo sp.) sebagai umpan
Collette B. 1994. FAO Species Catalogue Vol.2 untuk menangkap tuna mata besar
Scombrids Of The World. Rome: Food (Thunnus obesus) pada perikanan tuna
and Agriculture Organization of The longline. Buletin PSP. 6(3): 19-30.
United Nations. Nahib I. 2008. Analisis bioekonomi dampak
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabu- keberadaan rumpon terhadap kelestarian
paten Pacitan. 2010. Profil dan Statistik sumberdaya perikanan tuna kecil (studi
Kelautan dan Perikanan 2010. Pacitan: kasus di Perairan Teluk Palabuhanratu
DKP. Kabupaten Sukabumi) [Tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Fromentin, Fonteneau. 2000. Fishing effects Bogor.
and life history traits: a case study Nurani TW, SH Wisudo. 1998. Kajian tekno-
comparing tropical versus temperate tu- ekonomi usaha perikanan longline untuk
nas. Fisheries Research Journal. 53: fresh dan frozen tuna sashimi. Buletin
133-150. PSP. 7(1): 1-15.

You might also like