You are on page 1of 16

Jurnal Ilmiah Psikologi MANASA

2018, Vol. 7, No. 1, 35-50

CONFLICT MANAGEMENT STYLE PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG


TINGGAL BERSAMA MERTUA

Nanda Rossalia, Mohammad Adi Ganjar Priadi


Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
nanda.rossalia@atmajaya.ac.id, mohammad.adi@atmajaya.ac.id

Abstract

When two people get married, they have to adapt each other. Marriage adjustment is necessary
for couple so that it will run smoothly. Conflict in a marriage is inevitable. When couple
succeed in resolving marriage conflict, it can also improve the quality of marriage. Moreover,
people have to do some conflict management style in order adapt and reach good marriage.
This phenomenon will be more complicated when couple also live in their parent’s (father and
mother in law) house. Based on conflict management theory, there are two types of it;
confrontive and avoidant. This research’s aim is to gain conflict management style on couple
who live with their parents (father and mother in law). Qualitative method with semi structure
interview is used in this research. Participants are couples who live with their parents (father
and mother in law) age 18-40 and has been married for 5 years. Result shows three couples
has different conflict management style. Furthermore, participants also show conflict with
their parents (father and mother in law) paerticularly on parenting style when raise their kids.
Couples solve these problem by using two types of conflict, confrontive and avoidant. Result
also shows that types of conlict management also depends to vary situation.
Keywords: marriage, couple, parents (father and mother in law), conflict management style,
confrontive, avoidant.

PENDAHULUAN (Janetius, 1998). Oleh karena adanya hal itu


maka timbulah konflik yang bisa terjadi
Pernikahan merupakan waktu yang pada pasangan. Konflik dalam hubungan
penting dalam kehidupan manusia dan pernikahan merupakan sesuatu yang tidak
merupakan salah satu tahapan mungkin dihindari (Canary, Cupach, dan
perkembangan manusia yang cukup krusial Messmon, dalam Mackey, Diemer, dan
dalam kehidupan. Menurut UU Perkawinan O’Brien, 2000).
RI No.1 tahun (1974) Pernikahan adalah Dalam pernikahan terjadi proses
ikatan lahir batin antara seorang pria penyesuaian antara suami dan istri dalam
dengan seorang wanita sebagai suami istri menghadapi segala bentuk perubahan dan
dengan tujuan membentuk rumah tangga tanggung jawab pernikahan, termasuk
yang bahagia dan kekal berdasarkan diantaranya adalah memahami perbedaan-
KeTuhanan Yang Maha Esa. Namun perbedaan yang ada dan bernegosiasi untuk
demikian, untuk menjalani kehidupan mencapai kepuasan kedua belah pihak.
pernikahan yang harmonis dan langgeng, Penyesuaian ini dilakukan karena
perlu adanya usaha yang terus menerus pernikahan sendiri merupakan perpaduan
dilakukan secara sengaja oleh istri dan dari dua individu yang memiliki latar
suami. Tujuan pernikahan biasanya belakang budaya yang berbeda (Sadli,
berujung pada keinginan untuk mencapai dalam Srisusanti & Zulkaida, 2013). Di
kebahagiaan. Seiring perjalanan tersebut setiap pernikahan, meskipun sudah
pernikahan kerap berisikan ekspektasi dari dipersiapkan secara matang melalui proses
dua individu. Hal ini dapat menjadi pengenalan antar pribadi, biasanya tetap
persoalan ketika harapan atau keinginan menemui perselisihan paham atau
yang muncul menjadi tidak realistis pertengkaran (Gunarsa & Gunarsa, 2012).

35
Lima tahun pertama dalam pernikahan pernikahan. Hal ini dapat terjadi jika
seringkali dinilai sebagai tahun kritis dalam pasangan belajar cara yang tepat dalam
pernikahan. Nema (2013) dalam bernegosiasi dan mengolah perbedaan
penelitiannya menyebutkan bahwa lima diantara mereka (Canary, Cupach, &
tahun pertama dalam pernikahan Messmon, dalam Mackey, Diemer, dan
merupakan masa rawan karena masih O’Brien, 2000).
sedikitnya pengalaman suami istri untuk Scanzoi (dalam Dewi & Basti,
hidup bersama. Pasangan suami istri 2008) menyebutkan beberapa area
merupakan individu yang secara esensial permasalahan atau sumber konflik yang
memiliki berbagai macam perbedaan, baik sering muncul pada pasangan suami istri,
dalam hal pengalaman hidup maupun yaitu keuangan (perolehan dan
kebutuhan yang dimiliki. Perbedaan- penggunaannya), pendidikan anak-anak
perbedaan yang dimiliki ini turut (jumlah anak dan pola asuh yang diterapkan
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mereka dalam menerapkan disiplin), hubungan
anut dan akan semakin terlihat ketika pertemanan, hubungan dengan keluarga
mereka menghadapi dan menyelesaikan besar, pertemanan, rekreasi (jenis, kualitas
suatu konflik. Setelah melewati masa-masa dan kuantitasnya), aktivitas yang tidak
tersebut, umumnya pasangan suami istri disetujui oleh pasangan, pembagian kerja
akan lebih mudah dalam menyikapi dalam rumah tangga, dan berbagai macam
perbedaan-perbedaan yang terjadi, seperti masalah (agama, politik, seks, komunikasi
apa yang disampaikan oleh Ardhianita dan dalam pernikahan, dan berbagai masalah
Andayani (t. th.) bahwa pada umumnya, lain yang tidak terlalu siginifikan). Seperti
pasangan yang menikah akan yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
menyesuaikan diri dengan baik dalam perbedaan individu turut berperan dalam
pernikahannya setelah melewati 3-4 tahun adanya perbedaan suami dan istri dalam
pernikahan. memaknai suatu masalah yang kemudian
Adanya perbedaan dalam hal mempengaruhi besar kecilnya suatu konflik
pemaknaan suatu masalah dapat memicu yang dihadapi, begitu juga dengan lamanya
terjadinya konflik dalam pernikahan, waktu pernikahan. Masa lima tahun
terutama ketika pasangan suami istri tidak pertama pernikahan merupakan waktu yang
mampu menerima perbedaan-perbedaan dianggap berat dalam pernikahan.
tersebut. Dalam kaitannya dengan konflik, Pada masa lima tahun pertama
proses penyesuaian pernikahan yang tidak pernikahan, keuangan merupakan area yang
lancar dapat membuat hubungan sering muncul sebagai sumber konflik,
pernikahan perlahan-lahan menjadi dingin terutama pada pasangan yang masih berusia
karena konflik tidak terselesaikan. Hal ini muda. Hal ini diperkuat dengan hasil
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh penelitian yang dilakukan oleh Silalahi
Mackey, Diemer, dan O’Brien (2000) (2010) yang menyatakan banyak pasangan
dalam penelitiannya bahwa ketika konflik muda yang kurang matang merencanakan
terjadi dan tidak terselesaikan, hal ini persiapan finasial sebelum menikah.
memiliki efek yang bersifat korosif Kemapanan secara ekonomi menjadi isu
terhadap kualitas hubungan pernikahan tersendiri bagi pasangan suami istri muda,
karena adanya perbedaan interpersonal dimana pendapatan bulanan umumnya
yang disertai dengan hadirnya berbagai hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari
perasaan negatif akan hal tersebut. Namun dan tidak banyak yang tersisa untuk
demikian, beberapa hasil penelitian lain kemudian ditabung. Adanya perbedaan
mengungkapkan bahwa konflik dalam hal gaya hidup dan pemaknaan
interpersonal dapat memberikan terhadap masalah dapat menjadi konflik
kesempatan pada berkembangnya atau kecil, atau bahkan konflik besar jika tidak
meningkatnya kualitas hubungan diselesaikan dengan baik. Selain keuangan,

36
masalah yang juga umum dihadapi oleh anggota keluarga yang tinggal satu rumah,
pasangan suami istri muda adalah belum maka persoalan tersebut akan berlarut-larut
memiliki rumah dan masih tinggal bersama dengan lahirnya anak dan campur tangan
dengan mertua atau orang tua. Tinggal kakek dan nenek untuk membesarkannya
bersama orang tua atau mertua setelah (Gunarsa & Gunarsa, 2012). Piercy,
menikah seringkali memunculkan Soekandar, Limansubroto, dan Davis
dinamika tersendiri. Pada umumnya dalam (2005) pun menekankan bahwa salah satu
menyiapkan pernikahan di Indonesia, isu di dalam keluarga Indonesia adalah
suami juga memiliki beban dan tuntutan persoalan diantara keluarga besar, misalnya
untuk mencapai kematangan finansial konflik yang terjadi antara mertua dan
sehingga bisa memfasilitasi keperluan menantu.
rumah tangga (Nobles & Buttenheim, Sebagai data perbandingan, di
2008). Namun begitu, realita yang terjadi negara Taiwan dan Filipina sebanyak 69%
adalah meningkatnya harga sandang dan 14% orang tua dari pasangan yang
pangan dan papan yang membuat sulitnya sudah menikah mengaku masih
tuntutan mencapai kematangan finansial memberikan dukungan berupa kiriman
dapat terpenuhi dalam waktu yang relatif uang kepada anaknya (Agree, Biddlecom,
pendek, sedangkan individu sebagai Chang, & Perez, 2003). Hal ini juga
manusia ketika mencapai usia tertentu juga memberikan pandangan terhadap persoalan
memiliki tugas perkembangan yang harus jender dan peran pria sebagai pencari
dipenuhi, yaitu menikah dan bereproduksi. nafkah seperti yang diungkapkan oleh
Hal ini kemudian membuat pasangan muda Good dan Sherrod (2008) bahwa seorang
biasanya memutuskan untuk terlebih pria diidentifikasikan sebagai pihak yang
dahulu tinggal bersama keluarga dari salah perlu melakukan pencapaian tertentu
satu mempelai baik dari mempelai wanita khususnya dalam menyejahterakan
maupun laki-laki hingga akhirnya cukup individu di sekitarnya. Artinya seorang pria
mapan untuk memenuhi kebutuhan papan, memiliki tuntutan dari lingkungan
seperti halnya mencicil atau membeli keluarganya untuk menyediakan hal-hal
rumah. Bahkan pada grup etnis tertentu, yang bersifat materiil. Pada kenyataannya,
khususnya Jawa, pasangan yang baru khususnya pada pasangan muda yang
menikah biasanya akan tinggal di rumah belum stabil secara finasial hal tersebut
salah satu orang tua mereka selama tentunya belum dapat terpenuhi.
beberapa bulan maupun tahun (Williams, Berdasarkan hal tersebut, konflik yang
dalam Nobles & Buttenheim, 2008). terjadi diantara pasangan muda dan
Tinggal bersama orang tua atau keluarganya dimungkinkan terjadi, bukan
mertua setelah meningkali seringkali hanya sebatas konflik finansial. Sejalan
memunculkan dinamika tersendiri. dengan hal tersebut, Andangsari (dalam
Beberapa bentuk dukungan orang tua atau Kompasiana, 2017) menyatakan bahwa
mertua yakni pengasuhan (time), tinggal konflik pada pasangan suami istri muda
bersama (co-residence), bantuan material bukan hanya disebabkan oleh kondisi
dan emosional. Di negara-negara yang internal, melainkan adanya faktor eksternal
memiliki ikatan keluarga besar masih kuat, dari pihak luar yakni campur tangan pihak
maka pengaruh keluarga besar akan lain, termasuk orangtua, mertua, maupun
menimbulkan masalah. Pada pernikahan saudara ipar dalam menentukan keputusan
seperti ini, biasanya keluarga dari dua belah terkait hal-hal krusial.
pihak merasa memiliki kepentingan dan Cahn dan Gotman (dalam Mackey,
berhak untuk campur tangan sesuai Diemer, dan O’Brien, 2000) pada masing-
keinginan dalam kehidupan pernikahan masing penelitiannya menyatakan bahwa
mereka. Lebih lanjut, apabila tidak ada conflict management style dapat
kesepakatan antara suami istri dan semua dikategorikan dalam dua polar, yaitu

37
avoidant behavior pada sisi polar yang satu, keuangan untuk keluarga pasangan. Seperti
dan confrontive behavior pada sisi polar yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
yang lainnya. Perilaku mengekspresikan dalam pernikahan, terjadi proses
pikiran dan pesrasaan terkait perbedaan dan penyesuaian yang terus-menerus dilakukan.
perselisihan pendapat dikategorikan Hidup bersama dengan keluarga pasangan
sebagai confrontation. Cahn (1990) merupakan salah satu hal besar yang
menyebutkan bahwa confrontive style memerlukan penyesuaian. Adanya
merupakan conflict management style yang perbedaan dalam hal pemaknaan suatu
banyak diharapkan untuk muncul dari masalah dapat memicu terjadinya konflik
pasangan bila dibandingkan dengan dalam pernikahan, terutama ketika
avoidant style. Hal ini karena dengan pasangan suami istri tidak mampu
confrontive style, selain menyelesaikan menerima perbedaan-perbedaan tersebut.
perbedaan juga berpotensi untuk Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
meningkatkan tingkat intimacy dalam gaya atau cara pasangan dalam menghadapi
rumah tangga. Sedangkan perilaku konflik pernikahan atau conflict
menghindari diskusi secara langsung akan management style merupakan aspek
perasaan dan pikiran terkait konflik, penting yang mempengaruhi kualitas
termasuk juga mengingkari (denial) hubungan pernikahan.
dikategorikan sebagai avoidance. Levinger
(dalam Mackey, Diemer, dan O’Brien, MASALAH PENELITIAN
2000) mengatakan bahwa ketika avoidance
menjadi suatu pola conflict management Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi
style dalam suatu rumah tangga, hal ini masalah dalam penelitian ini adalah
dapat mengakibatkan hubungan yang tidak bagaimana gambaran conflict management
baik diantara pasangan dan juga style pada pasangan suami isri yang tinggal
ketidakpuasan dalam rumah tangga bersama mertua?
(Baucom, Notarius, Burnett, dan Haefner,
dalam Mackey, Diemer, dan O’Brien, TUJUAN PENELITIAN
2000).
Hurlock (2003) mengatakan bahwa Tujuan dari penelitian ini adalah
terdapat empat hal pokok yang merupakan mengetahui gambaran conflict management
faktor – faktor penyesuaian diri dalam style pada pasangan suami istri yang tinggal
pernikahan yang paling umum dan paling bersama mertua. Penelitian ini merupakan
penting dalam menciptakan kebahagiaan, penelitian kualitatif yakni data didapatkan
diantaranya adalah penyesuaian dengan dengan melakukan wawancara mendalam
pasangan, penyesuaian seksual, (semi terstruktur) dan observasi. Penelitian
penyesuaian keuangan, dan penyesuaian kualitatif berusaha untuk mendapatkan
dengan pihak keluarga pasangan. Dalam pemahaman secara menyeluruh mengenai
hal ini yang disorot adalah penyesuaian fenomena yang diteliti, lebih lanjut
dengan keluarga pasangan. Setiap individu penelitian kualitatif berupaya memahami
yang menikah mendapatkan sekelompok keseluruhan fenomena sebagai suatu sistem
keluarga yang baru. Hal ini tentunya yang kompleks dan memiliki makna
membutuhkan adanya penyesuaian diri mandalam. Selain itu, penelitian kualitatif
dengan pihak keluarga pasangan yang turut juga melihat gejala sosial sebagai sesuatu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu yang berkembang dan dinamis
(1)Stereotip tradisional terhadap ibu (Poerwandari, 2013). Adapun manfaat
mertua, (2)Keinginan untuk mandiri, penelitian dari segi teoritis adalah dapat
(3)Kebersamaan dengan keluarga, memberikan sumbangan bagi ilmu
(4)Mobilitas sosial, (5)Adanya anggota pengetahuan, terutama ilmu psikologi
keluarga berusia lanjut, dan (6) Bantuan keluarga dan perkembangan. Dari segi

38
kepraktisan, penelitian ini diharapkan dapat Hurlock (2003) mengatakan bahwa
berguna sebagai informasi bagi pasangan terdapat empat hal pokok yang merupakan
muda yang ingin serumah tinggal dengan faktor – faktor penyesuaian diri dalam
mertua untuk menyiapkan diri berbagai hal pernikahan yang paling umum dan paling
sehingga nantinya siap untuk menghadapi penting dalam menciptakan kebahagiaan,
konflik yang potensial terjadi dan sebagai diantaranya adalah penyesuaian dengan
informasi tambahan yang berguna bagi pasangan, penyesuaian seksual,
pemilihan intervensi psikologis dalam penyesuaian keuangan, dan penyesuaian
konteks kebutuhan persoalan serupa. dengan pihak keluarga pasangan. Dalam
hal ini yang disorot adalah penyesuaian
KAJIAN TEORITIS dengan keluarga pasangan. Setiap individu
yang menikah mendapatkan sekelompok
Teori mengenai konflik keluarga yang baru. Hal ini tentunya
Cahn dan Gotman (dalam Mackey, membutuhkan adanya penyesuaian diri
Diemer, & O’Brien, 2000) pada masing- dengan pihak keluarga pasangan yang turut
masing penelitiannya menyatakan bahwa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
conflict management style dapat (1)Stereotip tradisional terhadap ibu
dikategorikan dalam dua polar, yaitu mertua, (2)Keinginan untuk mandiri,
avoidant behavior dan confrontive (3)Kebersamaan dengan keluarga,
behavior. Perilaku mengekspresikan (4)Mobilitas sosial, (5)Adanya anggota
pikiran dan perasaan terkait perbedaan dan keluarga berusia lanjut, dan (6) Bantuan
perselisihan pendapat dikategorikan keuangan untuk keluarga pasangan.
sebagai confrontation. Cahn (1990)
menyebutkan bahwa confrontive style METODE PENELITIAN
merupakan conflict management style yang
banyak diharapkan untuk muncul dari Partisipan didapatkan melalui
pasangan bila dibandingkan dengan metode purposive sampling. Jumlah
avoidant style. Hal ini karena dengan partisipan dalam penelitian ini adalah 6
confrontive style, selain menyelesaikan orang yang merupakan 3 pasang suami istri,
perbedaan juga berpotensi untuk berusia 18-40 tahun, berada dalam usia
meningkatkan tingkat intimacy dalam pernikahan maksimal 5 tahun, dan jarak
rumah tangga. Sedangkan perilaku usia suami dan istri tidak lebih dari 5 tahun.
menghindari diskusi secara langsung akan Metode penelitian yang digunakan adalah
perasaan dan pikiran terkait konflik, kualitatif dan menggunakan wawancara
termasuk juga mengingkari (denial) mendalam (semi terstruktur). Periode
dikategorikan sebagai avoidance. Levinger pengambilan data partisipan berlangsung
(dalam Mackey, Diemer, dan O’Brien, pada waktu bulan Mei – Desember tahun
2000) mengatakan bahwa ketika avoidance 2017. Setiap partisipan diminta untuk
menjadi suatu pola conflict management mengisi lembar informed consent yang
style dalam suatu rumah tangga, hal ini merupakan lembar kesediaan untuk
dapat mengakibatkan hubungan yang tidak mengikuti kegiatan ini dan mengisi lembar
baik diantara pasangan dan juga data diri yang berisi berbagai informasi diri,
ketidakpuasan dalam rumah tangga termasuk diantaranya jumlah pemasukan
(Baucom, Notarius, Burnett, dan Haefner, pribadi setiap bulan. Wawancara dilakukan
dalam Mackey, Diemer, dan O’Brien, dengan tatap muka secara satu per satu pada
2000). setiap pasangan dalam durasi 40-60 menit.
Lebih lanjut, triangulasi juga dilakukan
Teori mengenai penyesuaian dalam pada kerabat dekat pasangan yang cukup
pernikahan mengetahui karakteristik pasangan dan
dilakukan atas seijin partisipan. Hasil

39
wawancara kemudian dituliskan secara
verbatim dan dari data yang ada dilakukan HASIL PENELITIAN
analisa sesuai dengan teori utama yakni
teori mengenai masalah-masalah yang Partisipan yang berpartisipasi dalam
terjadi di dalam perkawinan dan teori penelitian ini adalah sebanyak 6 orang
mengenai conflict management style. yang merupakan 3 pasang suami istri.

Tabel 1 Gambaran umum subyek penelitian


Keterangan Pasangan 1 Pasangan 2 Pasangan 3
Nama Y W R Y A M
Hubungan Suami Istri Suami Istri Suami Istri
Agama Islam Islam Protestan Protestan Islam Islam
Jumlah anak 1 1 2 2 2 2
Suku bangsa Jawa Jawa- Jawa Batak Tionghoa Jawa
Manado (khek)
Pekerjaan Fotografer Psikolog Teknisi Karyawan Wirausaha Karyawan
Administrasi BUMN

Gambaran umum partisipan 1 (YW) pasangan YW sudah dikaruniai 1 orang


Pasangan pertama adalah Pasangan YW. anak laki-laki.
Y adalah suami dari W. Pasangan ini
tinggal di rumah mertua yakni orangtua dari Gambaran umum partisipan 2 (RY)
W selama kurang lebih 1 tahun. Sebelum Pasangan kedua adalah pasangan RY. R
menikah, pasangan ini berpacaran selama 1 adalah suami dari Y. Pasangan ini tinggal di
tahun. Pasangan YW memutuskan untuk rumah mertua yakni orangtua dari R selama
tinggal di rumah W dikarenakan ibunda W kurang lebih 6 tahun. Pasangan RY
yang sering sakit-sakitan. Ibunda W memutuskan untuk tinggal bersama mertua
memang tidak memiliki keluhan fisik dikarenakan alasan kepraktisan, yakni
serius, namun pernah mengalami pingsan rumah orangtua R yang dinilai dekat
ketika tidak ada orang di rumah. Di dengan lokasi tempat bekerja R dan Y.
samping itu, W mengatakan bahwa harga R adalah seorang teknisi di sebuah gedung,
beli properti saat ini masih di luar pekerjaanya banyak mengharuskan dirinya
jangkauan daya beli mereka sebagai mengurusi peralatan yang berhubungan
pasangan suami istri muda. Hal ini yang dengan kelistrikan sedangkan Y adalah
kemudian membuat mereka memutuskan karyawan bagian administrasi di sebuah
untuk tinggal bersama orangtua W sambil perusahaan swasta. Saat ini, mereka
menabung untuk mencicil biaya rumah memiliki dua orang anak perempuan yang
sendiri. berusia 6 tahun dan 1 tahun.
Y (suami dari W) adalah seorang
fotografer. Ia memiliki studio foto sendiri Gambaran umum partisipan 3 (AM)
saat ini. Y mengatakan ia menyukai Pasangan ketiga adalah AM. A adalah
pekerjaannya karena tidak terikat oleh suami dari M. Pasangan ini tinggal di
peraturan yang kaku. Y sendiri pernah rumah mertua yakni orangtua dari M
bekerja sebagai bagian penjualan di salah selama kurang lebih 4 tahun. Sebelum
satu perusahaan otomotif di Jakarta, namun menikah pasangan ini berpacaran selama 1
hal ini hanya bertahan beberapa bulan saja tahun. Sebelum menikah dengan A, M
dikarenakan Y merasa bahwa ia tidak pernah bertunangan namun gagal menikah
memiliki ketertarikan kuat untuk menjadi dikarenakan ayah M tidak merestui
pegawai yang bekerja di lingkungan kantor. hubungan tersebut.
Berbeda dengan Y, W adalah seorang A (suami dari M) adalah seorang
psikolog dan karyawan di salah satu wirausaha. Ia memiliki toko elektronik dan
sekolah dasar swasta di Jakarta. Saat ini usaha pangkas rambut. Gaya bekerja A

40
terkesan rileks dan fleksibel, hal ini lah pengen nanti ada cash di situ, bukan di
yang membuat A memilih untuk tidak rekening semua”
bekerja dalam sektor formal seperti bekerja
sebagai pegawai di perusahaan. Berbeda Penuturan RA sebagai triangulasi dalam hal
dengan A, M adalah seorang karyawan penyesuaian keuangan;
BUMN yang bergerak dalam bidang “pasangan ini punya gaya yang beda kalau
perbankan. Mereka berdua menikah pada pake duit, misalnya ketika membeli
tahun 2013 dan hingga saat ini mereka gendongan kain untuk anak, W milih
dikaruniai 2 orang anak, anak pertama gendongan kain yang harganya 2 juta,
berjenis kelamin laki-laki anak kedua sedangkan menurut Y gendongan kain
berjenis kelamin perempuan. seharga 500 ribu saja sudah cukup bagus”

Pada penyesuaian dengan pihak keluarga


1. Area penyesuaian dalam pasangan, khususnya Y sebagai menantu
pernikahan melakukan cara-cara yang dapat
Menurut Hurlock (2000) ada empat hal membuatnya mampu beradaptasi dengan
pokok faktor-faktor penyesuaian diri dalam mertua dan keluarga W, misalnya dengan
pernikahan yang paling umum dan paling ikut membantu mertua dalam mengerjakan
penting dalam menciptakan kebahagiaan, pekerjaan yang berhubungan dengan
yaitu; penyesuaian dengan pasangan, kebersihan rumah. Berdasarkan informasi,
penyesuaian seksual, penyesuaian Y merasa canggung pada masa-masa awal
keuangan, dan penyesuaian dengan pihak tinggal di rumah mertuanya. Hasil
keluarga pasangan. triangulasi juga menunjukkan kondisi yang
serupa bahwa Y sempat merasa bahwa
Pasangan YW dirinya tidak diperhatikan oleh keluarga W,
Pada area penyesuaian dengan keuangan, belakangan diketahui bahwa keluarga W
pasangan YW memiliki gaya dan kebiasaan adalah keluarga yang terbilang “santai”
yang berbeda dalam menggunakan uang, sehingga tidak terlalu mempedulikan
hal ini juga dibenarkan oleh RA teman norma-norma adat secara kaku.
dekata W yang menjadi significant others
dalam penelitian ini; “Gua itu orangnya risihan, ga enakan. Jadi
“penyesuaian soal uang, kalo belanja orang… ya gua masih suka nunduk, kaya
semua bon gua simpen. Gua (Y) tuh gitu. gitu-gitu tuh jangan gitu. Terus kalo lagi
Dia (W) nggak. Dia nggak, dia bon ke mana beres-beres tuh gua ngikut “Kenapa sih?
dibuang, buang aja. Gua nggak. Gua Ada mau ngapain?” Gitu. Nah gua sih
sekecilpun parkiran apapun gua simpen. bilang di sini orang tuanya suka banget
Gua filing (catat dan simpan), walaupun beres-beres. Jadi, ya udah, gua tadi lagi
gua rekapnya nanti. Gua simpen dulu di tas tiduran terus gua ikut sapu ikut beres-
tuh. Banyak. Jadi gua pengen kaya gitu, beresin. Ya walaupun “Ga usah, ga usah.
jadi dari situ gua berharap tau nih… tau Sana…” Kaya gitu sih. Itu doang sih yang
apa ya? Pengeluaran kita berapa sih? gua pikirin”
Pendapatan kita berapa? Keluar yang ga
penting berapa? Yang emang urgent kita “Canggungnya… awal-awal tuh ya
keluarin tuh berapa? Gitu. Terus dari situ pakaianlah ibaratnya. Gua di rumah
gua bisa pilah-pilah. Sebenernya nanti, gua pengennya udah kutangan doang, celana
tuh lagi cari. Itu sih yang ada di pikiran gua pendekkan, santai. Di sini kan awal-
mumpung baru setaun gitu, gua tuh lagi awalnya canggung belom bisa, gitu kan.
cari kaya brankas gitu, lemari sih. Terus gua kerja di rumah tuh, gimana gitu
Pokoknya banyak slot-slot nya. Jadi waktu itu. Waktu belom kerja tetap ya. Jadi
kotaknya udah masing-masing. Gua kerja di rumah tuh biasanya gua suka tuh

41
gua suka komputeran, terus nyalain musik suami, bangun tidur engga seenaknya,
yang kenceng. Di sini gua ga bisa sama habis itu juga mesti bantu beresin rumah,
sekali” nyapu, ngepel dan lain-lain. Tinggal sama
mertua itu mau engga mau juga harus
Penuturan RA sebagai triangulasi dalam hal ngobrol, itu sih yang saya lakukan saya tuh
penyesuaian dengan pihak keluarga susah untuk memulai obrolan tapi sebisa
pasangan; mungkin terlihat “cair” di depan keluarga
“Y pernah cerita sama aku, bahwa ia suami”
awalnya merasa kikuk dan kaget, kok
keluarganya W cuek banget ya, kaya gua “Mas R membantu tapi tidak banyak,
gak pernah disapa, gua nginep di misalnya berusaha menjembatani kalau
rumahnya dari jaman pacaran ampe ada beda persepsi, jadi kalau ada beda
sekarang gak diajak ngobrol kalau gak pendapat saya engga ngomong langsung
ngobrol duluan, tapi lama kelamaan dia (Y) sama mertua, melainkan ke suami dulu,
ngerti kalau keluarganya W memang suami baru nanti meneruskan ke
santai, bukan berarti enggak peduli sama orangtuanya”
menantunya”
2. Area konflik dengan mertua
Pasangan RY Pada pernikahan dengan pengaruh
Pada penyesuaian dengan keuangan, keluarga besar yang kuat, biasanya
pasangan RY khususnya R mengatakan keluarga dari dua belah pihak merasa
bahwa pengeluaran terbesar adalah memiliki kepentingan dan berhak untuk
membeli barang keperluan yang mahal dan campur tangan sesuai keinginan dalam
pendidikan anak namun mereka selalu kehidupan pernikahan mereka. Lebih
berembuk sebelum menentukan keputusan lanjut, apabila tidak ada kesepakatan antara
terkait persoalan keuangan; suami istri dan semua anggota keluarga
yang tinggal satu rumah, maka persoalan
“Sampai saat ini sih, kita selalu diskusi ya tersebut akan berlarut-larut dengan lahirnya
untuk ngambil keputusan, apalagi kalau anak dan campur tangan kakek dan nenek
menyangkut soal finansial yang cukup untuk membesarkannya (Gunarsa &
besar misalnya untuk beli barang yang Gunarsa, 2012).
cukup mahal dan untuk sekolah anak, kalau
untuk sekolah yang pasti kita pilih Pasangan YW
berdasarkan lokasi dan kualitas Y (suami dari W)
sekolahnya. Untungnya untuk keuangan Terkait dengan kelahiran anak, Y
kita sudah bisa mandiri ya, rumah juga mengakui bahwa anaknya banyak
sudah ada tinggal proses pindahnya saja mendapat curahan perhatian dari kedua
jadi tidak terlalu merepotkan orangtua” orangtua dan mertuanya, sampai justru
menimbulkan perbedaan perlakuan, namun
Pada penyesuaian dengan pihak keluarga Y berusaha memandang hal tersebut secara
pasangan, Y sebagai menantu mengakui positif yakni banyak yang menyayangi
jika ia tidak bisa leluasa jika tinggal di anaknya;
rumah mertua dan harus pandai
menempatkan posisi sebagai menantu, “Yaaa sebetulnya sih gua liat positifnya aja
untungnya R menurut Y cukup membantu sih. Jadi lebih deket semuanya. Keluarga
meskipun tidak banyak; gua jadi sering ke sini, iyakan? Nyokap
bokap gua juga sering ke kamar gua. Gua
“Kita kan tinggal di rumah mertua biar liat itunya sih. Gua ga pernah liat “Oh nih
bagaimana bukan sebagai anak, harus harus begini, atau apa, rebutan, diawut ke
ngurus keluarga, tanggung jawab ngurus kamarnya” Gua liat senengnya aja gitu,

42
“Oh anak gua banyak yang sayangin” memukul anak untuk pelajaran saja, tapi
Gitu. Gitu aja sih sebenernya” sama mertua dikasih tahu bahwa anak
jangan dimarahin cukup diarahkan aja,
Secara umum Y tidak merasa ada potensi padahal kan saya lakukan itu supaya anak
konflik yang berarti antara dirinya dan nantinya tidak manja. Ini juga terjadi kalau
mertuanya, namun hasil triangulasi anak lagi pada demam mereka kan tidak
mengungkapkan bisa saja Y ”meledak” boleh minum es, tapi biasanya sama
karena ia memiliki ciri kepribadian yang mertuanya suka dikasih jadi ya kesempatan
kurang ekspresif dalam mengutarakan buat mereka deh untuk curi-curi minum es”
kekesalan, Y juga tidak menampik bahwa ia “Ya itu, masalah jemput anak ya bikin
merupakan pribadi yang sering menahan senewen karena serba salah satu sisi kita
emosinya; memang belum ada solusi untuk antar
jemput dan mertua laki-laki juga mau
“Gua nahan sebenernya. Gua tuh jemputin, tapi di sisi lain kakak ipar yang
orangnya nahan, nunggu nunggu nunggu. malah protes”
Cuma yang gua rasa itu emang cuma
masalah kecil, kaya gitu-gitu. Jadi entar Pasangan AM
ilang aja udah. Mending gua tahan, A (suami dari M)
daripada cape gitu. Entar ilang. Cuma kalo Konflik A dengan mertua laki-laki dimulai
udah sampe bener-bener besar itu gua dari masa-masa awal pernikahan, A sendiri
harus ambil keputusan ya gua obrolin. tidak mengetahui secara pasti hal yang
Sejauh ini gitu sih” membuat mertua laki-lakinya sering
memarahinya, dan saat ini konflik
Penuturan RA sebagai triangulasi dalam hal berlangsung kian memburuk salah satu
ciri kepribadian Y yang pendiam; contohnya dalam hal pengasuhan anak, ia
merasa mertua laki-lakinya terlalu ikut
“Y itu orangnya pendiem banget, suka campur hingga ia tidak memiliki suara
nahan emosi, saking pendiemnya bisa aja dalam membesarkan anak;
nanti dia “meledak” emosinya ngadepin
penyesuaian sama mertuanya, tapi kalau “saya bahkan gak punya suara untuk
gua lihat sih W (istri Y) juga bantu banget membesarkan anak, semua diatur oleh
Y untuk bisa beradaptasi sama keluarga W, eyangnya bahkan dalam segala hal dari
jadi peluang konflik sepertinya sih kecil” mulai pakaian sampai tempat sekolah
mereka (mertua) yang menentukan, anak
Pasangan RY sakit pun pergi ke dokter mana atas
Y (istri dari R) perintah mertua, saya hanya pelaksana
Y tidak menampik bahwa persoalan saja”
tumbuh kembang anak juga turut
berpengaruh dalam hubungannya dengan Atas peristiwa tersebut ia merasa marah
mertua, misalnya terdapat perbedaan gaya namun tidak berhasil mengekspresikan
mengasuh antara Y dan mertuanya, secara terbuka;
sementara itu kakak ipar dari Y sempat “saya sebenarnya marah dan kesal sama
menyinggung persoalan anak dari RY yang mertua laki-laki, tapi tetap saya tahan”
masih perlu diantar jemput oleh mertua
yang terkesan membuat repot mertua; Kemarahan A timbul dikarenakan A merasa
bahwa mertua laki-lakinya sudah
“Ya, ada saya kan orangnya tidak mau mengambil alih perannya untuk mengasuh
memanjakan anak ya, ada saat-saat anak bahkan terkesan ikut campur terlalu
tertentu anak harus diajarkan disiplin, jadi dalam hingga pengurusan anak padahal ia
saya tidak masalah kalau satu atau dua kali mendambakan mertua yang bisa

43
memahami dan memberikan kebebasan
pada dirinya; 3. Area penyesuaian kehidupan
seksual
“sebenarnya saya menginginkan mertua Pasangan YW
yang tidak ikut campur urusan rumah Pasangan YW mengatakan bahwa setelah
tangga, seperti orangtua saya sendiri yang kelahiran anak pertama mereka mengalami
membebaskan anaknya dalam menentukan penurunan frekuensi dalam melakukan
keputusan ketika sudah dewasa” hubungan aktivitas seksual, selain itu
mereka juga merasa bahwa ketika memiliki
Selain penjelasan sebelumnya, bentuk anak mereka jadi semakin jarang
konflik yang terjadi antara A dan mertua melakukan aktivitas romantis, misalnya
laki-lakinya cukup beragam dan tidak pergi meluangkan waktu hanya dengan
jarang hal tersebut dimulai dari hal sepele; pasangan berdua.
”apa ya kadang-kadang soal sepele sih,
misalnya charger saya dan mertua laki-laki “Seks gitu-gitu, ya jelas menurun kan,
itu kan sama, lalu karena saya lupa saya ampe abis nifas kan belom, belom bisa
mengambil charger milik mertua laki-laki juga. Ya jadi masih berjalan, ya emang kalo
saya, sedangkan charger saya ada di romantis udah ga kaya dulu lagi. Dulu kan
kamar, lalu saya pergi dan ditelpon sama kita bisa bebas gitu kan. Sekarang udah
mertua laki-laki, ia marah besar karena ada Albi, terus kerjaan gua lagi banyak,
merasa saya mengambil chargernya, lagi bikin perusahaan” (Y, suami).
padahal saya sudah meminta maaf karena
charger yang saya ambil ternyata punya “Gairah seksual tuh menurun, gitu, karna
dia (mertua laki-laki)” mungkin menyusui juga setelah gua baca
artikel. Terus gua jadi kaya agak trauma
Atas konflik yang terjadi selama kurang karena gua ngerasain sakit eee kan gua
lebih 4 tahun, A menduga bahwa ada melalui proses melahirkan normal” (W,
kesalahan yang pernah dilakukannya, atau istri).
ada hal yang membuatnya mertua kecewa,
A menduga sebagai seorang mantan direksi Pasangan RY
BUMN, mertua laki-lakinya mengharapkan
menantu yang berkecukupan dari segi harta Pada pasangan RY, Y mengatakan bahwa
sedangkan pasca menikah, kondisi kehidupan seksual yang dialami setelah
keuangan A tidak sestabil ketika berpacaran memiliki dua orang anak menurun, menurut
dengan M dahulu; Y (istri) saat ini prioritas mereka bukan lagi
“kesan saya terhadap mertua laki-laki hubungan romantis meskipun mereka tidak
awalnya tidak menyangka bahwa ia sering menampik bahwa hal tersebut penting di
marah-marah dan menyalahkan saya, saya dalam pernikahan
menduga ia punya kekecewaan mendalam
terhadap saya karena sikapnya ketika saya “Ya untuk hal itu, setelah punya anak jadi
pacaran dengan M berbeda dengan ketika berasa susah ya, turun sih untuk intensitas
saya sudah menikah dengan anaknya, tapi ya gimana urusan anak sama kerjaan
memang ketika saya berpacaran kondisi itu lebih menyita waktu, kadang-kadang
keuangan saya cukup stabil bahkan anniversary aja bisa lupa hehe malah
tergolong lebih namun seiring pasang diingetin temen, tapi ya kalau sudah gini
surutnya usaha, ketika menikah dan punya hal-hal kecil, romantis-romantisan jadi
anak kondisi keuangan saya turun, saya engga gitu penting”.
menduga harapan ia mendapat menantu
yang cukup secara harta menjadi tidak Pasangan AM
terlaksana”

44
Pasangan AM mengatakan bahwa aktivitas menyampaikan langsung perasaannya. Ia
seksual yang mereka lakukan sudah sangat cenderung memendam pikiran dan
jarang, mereka mengatakan saat ini fokus perasaannya sendiri dengan tujuan
utama dalam kehidupan pernikahannya menghindari konflik.
adalah memenuhi kebutuhan pendidikan “Kita ngga ngomong gitu, kita cuman oh
kedua anak mereka dan mencapai yaudahh, cuman, kita tetep ngelakuin apa
pemenuhan karir, A bahkan berujar yang harusnya dilakuin, gitu, tapi kalo
dikarenakan masalah yang dimiliki dengan mereka mau, didepan mereka yauda, jadi
mertua dan terbatasnya waktu, sudah ibaratnya kaya ngehargain aja, gitu si”.
kurang lebih 2 tahun dirinya tidak
melakukan hubungan seksual dengan M Y (Istri) kepada suami (Confrontive)
Saat menghadapi suatu persoalan yang
“Menurun sih menurun apalagi pas udah mendesak, Y berusaha untuk
punya anak dua, kalau soal romantis- menyelesaikan masalahnya langsung pada
romantisan kita berdua juga waktu dari suaminya dengan cara mengekspresikan
mulai menikah kosong 2 bulan langsung isi, pendapat dan perasaannya sehingga
jadi memang kayanya kurang ya tapi ya perselisihan atau konflik dapat terhindar.
gitu kalau mau keluar rumah berdua papa “Misalnya, ketika ada acara di sekolah
tuh jadinya ngambek, merasa tidak diajak yang mengharuskan orangtua membeli
jadi kalau mau pergi harus pergi semua kado maka biasanya aku yang putuskan
satu rumah padahal pengen sih punya secara cepat mau beli apa dan beli
waktu yang kualitas buat berdua saja” dimana”

“Sampai sebegitu peliknya konflik yang R (Suami) terhadap istri; Terkait


dialami oleh mertua, bahkan saya sudah permasalahan internal rumah tangga
tidak berhubungan seks selama kurang (Avoidance)
lebih dua tahun dengan istri, kadang- R cenderung untuk menghindari adanya
kadang kita sehari-hari juga udah cape perselisihan pendapat antara ia dan istrinya.
kerja dan weekend yang seharusnya bisa R cenderung tidak terbuka menyampaikan
jadi waktu berkualitas harus terpakai untuk pendapat maupun pikirannya, dan
mengajak main anak-anak dan mertua” menyerahkan keputusan kepada
pasangannya. Hal ini tak jarang membuat
4. Gaya Penyelesaian Konflik istrinya merasa kesal dengan R karena
Terdapat perbedaan gaya manajemen dianggap tidak membantu menyelesaikan
konflik yang dimiliki tiap individu terhadap persoalan.
pasangannya. “Dalam hal pengambilan keputusan ada
yang kadang membuat saya sebel, karena
Pasangan RY Mas Rendy itu sedikit-sedikit jawabnya
Y memiliki gaya manajemen konflik yang terserah, mau makan dimana jawabnya
berbeda ketika menghadapi mertua atau terserah, mau lewat mana jawabnya
suaminya (R). Begitupula dengan R yang terserah, kadang suka gemes tapi dia
memiliki gaya manajemen konflik berbeda memang orangnya datar ya seperti itu.” (Y,
ketika menghadapi permasalahan dengan Istri).
istrinya (Y) atau dengan mertuanya.
Mertua pada Y (Istri) (Avoidance)
Y (Istri) kepada Mertua (Avoidance) Ketika orang tua R merasa keberatan
Ketika menghadapi hal yang tidak dengan perilaku Y (istri R), mereka tidak
membuat nyaman disebabkan oleh mertua, langsung menyampaikan pendapat dan
Y terkadang tidak langsung pikirannya akan perilaku Y yang dianggap
menyelesaikannya dengan berdiskusi atau mengganggu tersebut pada Y. Orang tua R

45
akan menyampaikan keberatannya pada R hal tersebut adalah hal yang benar-benar
agar R sendiri yang menyampaikannya ingin ia selesaikan.
pada Y. Hal ini dilakukan untuk ”Paling ya itunya sih, gua kadang suka
menghindari konflik. gemesnya gitu, kaya “Ini dong bantuin ini
“Kebiasaan yang tidak baik, kebiasaan dong” kaya gitu”(W, Istri)
yang ngga-ga enak gitu, itu dibicarakannya
ke suami, ga langsung ke saya, jadi baru “Akhirnya waktu itu dia sempet ngomong
suami sampein ke saya, kaya gitu sii, jadi sih, ngomong kalo “Aku ini nih.. boleh ga
kan biar gada “kles” atau, karena kan kalo aku me time dengan main sepeda?”
misalnya ngga-ngga nyaman kan, kitanya misalnya main futsal, pilih deh kata dia,
baru, kalo langsung dingomongin kan “Futsal di hari Sabtu atau aku CFD
kesannya, si gitu. Nah ini, jadi engga, gw sepedaan ama temen-temen Minggu pagi”
ngomong ke suami, suami baru ngomong ke gitu. “Soalnya aku suntuk juga nih, karna
saya”(Y, Istri). kan aku…” dia ngaku sendiri sih kaya “Aku
adaptasi, ini bukan di rumah aku. Terus hal
R (Suami) terhadap Y; terkait hal yang yang merasa aku masih bisa enjoy kalo aku
disampaikan orang tua terhadap Y lagi suntuk ya…” Hobi-hobinya dia itulah.
(Confrontive) Ya akhirnya boleh-boleh aja sih” (W, Istri)
R kemudian akan menyampaikannya
langsung pada Y dan menyelesaikannya W (Istri) dengan mertua (Confrontive)
dengan berdiskusi dengan Y untuk Ibu Y adalah seseorang yang masih
mencapai kesepakatan. Harapannya, Y menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang
akan melakukan perubahan pada tradisional dalam mengurus anak. Ketika
perilakunya yang dianggap kurang baik melihat ada yang berbeda dengan cara W
oleh orang tuanya. memperlakukan atau mengurus anak, ibu Y
“Kalo misalnya kaya, waktu itu kan awal- akan menyampaikan pendapat dan
awal karena saya ga nyaman , saya pikirannya langsung pada W. Y yang tidak
seringnya di kamar, di kamar, itu langsung mempercayai kebiasaan tradisional dalam
ditegor suami. Sepertinya si, ditegornya ke mengurus anak dan merasa bahwa anaknya
suami dulu, baru suami ngomong ke saya, merupakan tanggung jawab pribadinya
jangan keseringan di kamar, ga enak gitu” merasa permintaan ibu Y tidak bisa
(Y, Istri) dilakukan. W langsung menyampaikan
“Ngga terlalu mencolok si maksudnya kalo pendapat dan pikirannya, yaitu menolak
penyelesaian masalah kitaa ngg shh apa ya, permintaan ibu Y.
diskusi pas- ,ya uda sepakatin” (Y, Istri)
“Misalnya kaya kemaren deh nih dalam hal
Pasangan YW mengurus anak. Kaya harus dibedong,
Pasangan YW memiliki gaya manajemen anak tuh harus dibedong terus, harus
konflik yang serupa ketika menghadapi diurut. Sedangkan gue tuh punya perspektif
masalah internal rumah tangga. bahwa anak ga boleh dibedong lama-lama,
anak boleh diurut nanti aja kalo tulangnya
Terkait masalah internal (Confrontive) udah kuat, kaya gitu-gitu. Dan akhirnya
W (Istri) merupakan seseorang yang akan karena gua ngebentuk.. gua tuh orangnya
langsung menyampaikan pendapat dan keras, jadi gue bilang nggak. Nggak gitu,
pikirannya pada orang lain. Sedangkan Y nih anak gue ya anak gue. Gua ga mau.”
merupakan seseorang yang cenderung ”Cuma maksudnya tuh emang bener-bener
menahan diri selama hal tersebut masih banyak banget kritikannya tuh kayanya gua
dalam batas toleransinya. Namun demikian, baru…. Bahkan itu tuh pas nyokapnya lagi
Y mampu untuk mengutarakan apa yang ia di rumah sakit udah mulai ngeritik gitu sih.
inginkan dan perasaan pada istrinya ketika Kaya “Jangan diginiin, jangan digituin”

46
Gitu “ Ini harus diiket, ini harus diitu” gue konflik confrontive dan suami memiliki
ga bisa gitu” gaya manajemen konflik avoidant. Hal ini
” Tadinya gua juga biasa aja sih, terus pas sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
pulang ke rumah itu, udah mulai banyak Mackey, Diemer, & O’Brien (2000) bahwa
tuh, aturan-aturan kaya dibedong, atau Istri biasanya lebih memungkinkan untuk
apa-apa. Yang sebenernya gua udah melakukan gaya manajemen konflik tipe
menjelaskan bahwa “Nggak sih bu, itu confrontive sementara suami biasanya akan
sebenernya dibedong biar anget, bukannya lebih sering melakukan gaya penyelesaian
yang harus kenceng” gitu, eee terus konflik tipe avoidant.
sempet ibunya juga agak bete gitu Adanya perbedaan gaya manajemen
dengan… tapi ngegendong anak gue terus konflik pada pasangan ini mungkin saja
gua juga jadi kesel gitu, jadi kaya di sini dapat memunculkan potensi masalah yang
sih. Tapi ya gua ngomong aja sih akhirnya lebih besar di kemudian hari. Istri yang
sama si Ucup, gitu.” memiliki gaya manajemen konflik
confrontive menunjukkan adanya
W terhadap Y; terkait hubungan dengan keinginan agar masalah yang dihadapi
mertua (ibu Y) (Confrontive) dapat segera terselesaikan. Dengan
Ibu Y seringkali meminta W demikian istri menginginkan suami juga
memperlakukan anaknya sesuai dengan memiliki gaya manajemen konflik yang
kehendaknya ataupun mengkritik cara W sama, yaitu berdiskusi dan menyelesaikan
memperlakukan anaknya. Hal ini membuat masalah yang ada tanpa menundanya. Cahn
W merasa tidak nyaman. W menyampaikan (1990) dalam teorinya yang menyebutkan
ketidaknyamanannya tersebut pada Y bahwa confrontive style merupakan gaya
dengan harapan mendapatkan dukungan manajemen konflik yang banyak
dan penyelesaian masalah terkait diharapkan untuk muncul dari pasangan
hubungannya dengan ibu Y. bila dibandingkan dengan avoidant style.
“Akhirnya gua ngomong bahwa gua ga Hal ini karena dengan melakukan
nyaman dengan kelakuan mamanya, eee confrontive style, selain menyelesaikan
mengkritik anak gua tuh sangat eeee, di perbedaan juga berpotensi untuk
saat gua tuh baru berapa hari lahir. Itu meningkatkan tingkat intimacy dalam
sangat ga enak gua bilang, dan emosi gua rumah tangga. Pernikahan adalah suatu
lagi berantakan, eee jadi gua sebenernya perjalanan kehidupan yang dipenuhi
gua butuh support sih, bukan butuh kritik dengan proses penyesuaian diri yang selalu
gitu. Akhirnya kayanya sih Ucup sih ngerti dilakukan antara masing-masing individu
banget, terus kayanya dia ngomong sama (baik istri maupun suami). Membicarakan
ibunya dan gua ga tau kapan. Terus jadi dan mengekspresikan emosi terkait konflik
ibunya udah mulai berubah sih.” yang dihadapi merupakan suatu bentuk
keterbukaan dalam rumah tangga. Hal ini
DISKUSI dapat memberikan dampak yang positif
dalam rumah tangga, yaitu selain dapat
Terdapat hasil temuan dalam menemukan penyelesaian masalah yang
penelitian ini, yaitu setiap pasangan disepakati bersama, keterbukaan dapat
memiliki gaya manajemen konflik yang menjalin intimacy yang lebih erat dalam
berbeda ketika menghadapi konflik dengan pasangan.
pasangan ataupun dengan pihak ke 3 Selain adanya hasil perbedaan dari
(mertua, orang tua, ipar). Pada konteks gaya manajemen konflik yang dimiliki istri
internal pasangan, dari data 3 pasang suami dan suami pada konteks internal pasangan,
istri ditemukan bahwa suami dan istri ditemukan adanya perbedaan pada gaya
memiliki gaya manajemen konflik yang manajemen konflik yang dimiliki oleh
berbeda. Istri memiliki gaya manajemen individu (baik istri maupun suami) ketika

47
bermasalah dengan pihak ke 3 hati. Konflik dalam berinteraksi dan
(Mertua/Orang tua/Ipar). Ketika menantu mengasuh anak juga terjadi pada pasangan
(baik perempuan ataupun laki-laki) AM yakni ketika pasangan menerapkan
bermasalah dengan mertua dan ipar, aturan menggunakan gawai yang dibatasi
mereka cenderung melakukan avoidant pada anaknya yang berusia 3 tahun. Ketika
style. Konflik ini terjadi karena pada masa pasangan AM melarang, justru mertua A
awal pernikahan, pasangan suami-istri membolehkan cucunya untuk bermain
harus dapat menyesuaikan diri dengan menggunakan gawai dan tidak mengikuti
banyak hal. Selain dengan lingkungan yang aturan yang telah dibuat oleh pasangan AM.
baru, pasangan suami-istri juga harus Hal ini membuat anak AM berpotensi
menyesuaikan diri dengan keluarga mengalami kebingungan antara mengikuti
pasangan, termasuk diantaranya orang tua perkataaan orangtua atau kakek dan
pasangan dan ipar. Avoidant style yang neneknya. M pun menyadari bahwa
merupakan gaya manajemen konflik yang anaknya kelak berpotensi lebih menuruti
menghindari membicarakan secara perkataan kakek dan neneknya daripada
langsung pada pihak yang berkonflik orangtuanya sendiri. Peristiwa yang dialami
dianggap sebagai bentuk penyelesaian oleh kedua pasangan ini sejalan dengan
masalah yang lebih tepat ketika pasangan teori yang dikatakan oleh Gunarsa dan
bermasalah dengan keluarga pasangannya. Gunarsa (2012) bahwa gaya mengasuh
Dengan adanya jeda waktu konfrontasi yang berbeda antara suami istri dan mertua
konflik, diharapkan kedua belah pihak sangat dimungkinkan terjadi dan
dapat menyikapi masalah dengan kepala memunculkan konflik berlarut-larut ketika
dingin. Sehingga dengan demikian tinggal satu atap dengan mertua.
mencegah munculnya potensi masalah baru Hasil penelitian menemukan bahwa
yang mungkin lebih besar dari yang ada alasan yang beragam untuk tinggal
sebelumnya apabila pasangan melakukan bersama mertua setelah pasangan suami
tindakan konfrontif. istri menikah. Partisipan YW misalnya,
Salah satu area konflik yang rentan memutuskan untuk tinggal bersama mertua
terjadi ketika tinggal bersama mertua dikarenakan merawat orangtuanya yang
adalah pola pengasuhan anak. Dari tiga sakit juga merasa belum mandiri
pasang partisipan, dua pasang partisipan sepenuhnya sehingga membutuhkan
dalam penelitian ini menyatakan bahwa dukungan finansial dari orangtua. Hal ini
mereka mengalami perbedaan gaya sejalan dengan pernyataan Goetting dalam
mengasuh yang berbenturan dengan Soliz dan Rittenour (2009) yang
mertua. Misalnya, pasangan RY yang mengatakan bahwa orangtua yang masih
mengatakan bahwa dalam mendidik anak memberikan dukungan secara materi pada
perlu juga untuk dikerasi sesekali sehingga anak-anak mereka yang menikah,
anak dapat belajar mengenai norma-norma khususnya di usia 10 tahun awal usia
dan tidak mudah menyalahkan orang lain pernikahan. Hal berbeda mendasari
khususnya ketika berbuat kesalahan, namun pasangan RY dan AM, pasangan RY
hal ini tidak diperbolehkan mertua Y yang memutuskan untuk tinggal bersama mertua
mengatakan bahwa anak harus dipupuk dengan alasan kepraktisan lokasi karena
dengan kasih sayang dan penuh dekat dengan kantor masing-masing.
kelembutan. Y juga mengatakan bahwa ia Pasangan AM menuturkan bahwa alasan
pernah memberitahu anaknya bahwa jika mereka untuk tinggal bersama mertua,
mengalami jatuh ketika berjalan maka itu karena diminta oleh mertua laki-laki untuk
adalah salah diri sendiri karena kurang tinggal bersama mereka, dalam hal ini
berhati-hati ketika berjalan, namun mertua adalah orangtua M.
Y mengatakan yang sebaliknya bahwa
cucunya jatuh bukan karena kurang berhati- PENUTUP

48
pasangan agar lebih mengenali
Tujuan utama penelitian ini yakni situasi atau permasalahan yang akan
mengetahui gambaran conflict management terjadi ketika tinggal bersama
style pada pasangan suami istri yang tinggal mertua, sehingga diharapkan
bersama mertua. Penelitian ini sendiri telah pasangan memiliki komitmen yang
berhasil menjawab tujuan utama penelitian. ajeg, terutama mengenai pembagian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga peran dalam rumah tangga dan
pasangan suami istri memiliki gaya mengasuh anak
penyelesaian konflik yang berbeda dalam - Bagi pembaca yang merupakan
konteks menyelesaikan persoalan dengan pasangan suami istri dan tinggal
pasangan atau mertuanya. Di samping itu, bersama mertua: Komunikasi
ketiga pasangan mengalami konflik dengan efektif dan toleransi tinggi sangat
mertua dikarenakan masalah pola diperlukan sebagai usaha yang
pengasuhan anak yang berbeda. Dalam hal konkrit dalam penyesuaian diri,
ini, mereka menyelesaikan persoalannya termasuk juga sebagai usaha
secara beragam mulai dari gaya confrontive membentuk pernikahan yang
maupun avoidant. Sebagai tambahan, harmonis dan mencapai kepuasan
terdapat pula perbedaan alasan tinggal pernikahan yang tinggi.
bersama mertua dikarenakan penurunan
kondisi fisik orangtua, hingga alasan DAFTAR PUSTAKA
kedekatan lokasi rumah mertua dengan
tempat bekerja pasangan suami istri. Agree, E. M., Biddlecom, A. E., Chang,
Merujuk pada hasil penelitian, maka M., & Perez, A. E. (2003). Transfers
terdapat beberapa saran untuk penelitian from older parents to their adult
selanjutnya, yaitu: children in Taiwan and Philippines.
1. Lebih memperbanyak variasi Journal of Cross-Cultural
tingkat sosial ekonomi subjek. Tiga Gerontology 17. 269 – 294.
subjek dalam penelitian ini Ardhianita, I., & Andayani, B. (t. th.).
memiliki tingkat sosial ekonomi Kepuasan pernikahan ditinjau dari
menengah atas. berpacaran dan tidak berpacaran.
2. Mempertimbangkan penelitian Jurnal Psikologi, 32(2), 101-111.
yang bertujuan untuk melihat Dewi, E. M. P., & Basti. (2008). Konflik
pengaruh dari intervensi konseling perkawinan dan model penyelesaian
pernikahan bagi subjek pasangan konflik pada pasangan suami istri.
suami istri. Hal ini karena Jurnal Psikologi Vol 2 (1). 42 – 51.
mempertimbangkan hasil penelitian Good, G. E., & Sherrod, N. B. (2008). The
ini dimana terdapat indikasi adanya psychology of men and masculinity:
gangguan pada kesejahteraan research status and future directions
pasutri yang tinggal bersama in Handbook of the psychology
dengan mertua. woman and gender. USA: John Wiley
3. Mempertimbangkan penelitian & Sons.
yang fokus pada pernikahan Gunarsa, Y. S., & Gunarsa, S. D. (2012).
multietnis tertentu. Psikologi untuk keluarga. Jakarta:
Melalui penelitian ini, peneliti juga BPK Gunung Mulia
memberikan saran praktis bagi pembaca, Hurlock, E. B. (2003). Developmental
baik pembaca yang belum menikah ataupun psychology: A life-span approach.
pembaca yang merupakan pasangan suami USA: McGraw-Hill
istri yang tinggal bersama mertua, Janetius. (1998). Marriage and marital
- Bagi pembaca yang belum adjustment. Unpublished thesis. De La
melangsungkan pernikahan: Setiap Salle University, Manila.

49
Kompasiana. (14 Agustus, 2017). Diakses Conceptual Model for Mother-
pada 4 April 2018 dari inLaw/Daughter-in-Law
https://www.kompasiana.com/rudywir Research”.Paper in communication
yadi12/konflik-rumah-tangga- studies. 174.
berimbas-pada-anak-dan- Srisusanti, S., & Zulkaida, A. (2013).
pekerjaan_599042a81ceeef041a55856 Studi deskriptif mengenai faktor-
2 faktor yang mempengaruhi kepuasan
Mackey, R.A., Diemer, M.A., & O’Brien, perkawinan pada istri. UG Jurnal, 7
B.A. (2000). Conflict-management (6), 8-12.
styles of spouses in lasting marriages.
Psychotherapy:
Theory/Research/Practice/Training.
37(2). 134-148.
(dol:10.1037/n0087735).
Nema, S. (2013). Effect of Marital
Adjustment in Middle-Aged Adults.
International Journal of Scientific and
Research Publications, 3 (6), 1-6.
Nobles, J., & Buttenheim, A. (2008).
Marriage and socioeconomic change
in contemporary indonesia. Journal of
Marriage and Family, 70(4), 904-
918.
Piercy, F. P., Soekandar, A.,
Limansubroto, C. D. M., & Davis, S.
D. (2005). Ethnicity and Family
Therapy (3rd ed.). Edited by Monica
McGoldrick, Nydia, A. Garcia-Preto,
& Joe Giordano. NY: Guilford.
Poerwandari, E.K. (2013). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Ed.3. Cet.5. Depok: LPSP3
UI.
Russell, M. N., & Lyster, R. F. (1992).
Marriage preparation: Factors
associated with consumer
satisfaction. Family Relations, 41(4),
446.
Silalahi, K. (2010). Karlinawati Silalahi &
Eko A. Meinarno. Mempersiapkan
diri sebelum memasuki gerbang
pernikahan. Keluarga Indonesia
Aspek dan Dinamika Zaman. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Soliz, J. & Rittenour, C. (2009).
“Communicative and Relational
Dimensions of Shared Family Identity
and Relational Intentions in Mother-
in-Law/Daughter-in-Law
Relationships: Developing a

50

You might also like