You are on page 1of 29

JURNAL BIOLOGI SUMATERA

(Sumatran Journal of Biology)

Volume 2, Nomor 2 Juli 2007


ISSN 1907−5537

PENANGGUNG JAWAB
ˆ Dwi Suryanto

KETUA EDITOR (CHIEF EDITOR)


ˆ Erman Munir

DEWAN EDITOR (EDITORIAL BOARD)


ˆ Syafruddin Ilyas, Erman Munir, Ternala A. Barus, Dwi Suryanto, Retno Widhiastuti

EDITOR TEKNIK (MANAGING EDITOR)


ˆ Riyanto Sinaga

BENDAHARA
ˆ Etti Sartina Siregar

PENERBIT (PUBLISHER)
ˆ Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia

ALAMAT EDITOR (EDITORIAL ADDRESS)


Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155
2

DAFTAR ISI ISSN 1907-5537

JURNAL BIOLOGI SUMATERA


(Sumatran Journal of Biology)

Halaman

Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap pada Bangunan Rumah Masyarakat di Dua
Kecamatan (Medan Denai dan Medan Labuhan) Ameilia Zuliyanti Siregar dan Ridwanti Batubara..... 23 – 27

Efek Perlakuan Ekstrak Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium) pada Tahap


Praimplantasi terhadap Fertilitas dan Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus) Emita
Sabri ..................................................................................................................................................... 28 – 32

The Effectiveness of Gibberellic Acid (GA3) Supplementation in Stimulating the Efficiency


Conversion Ingested (ECI) and the Efficiency Conversion Digested (ECD) and Growth of the
Silkworm (Bombyx mori L.) Masitta Tanjung ................................................................................... 33 – 36

Keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan Mayang Sari Yeanny .................. 37 – 41

Jenis-Jenis Palmae di Hutan Gunung Sinabung Sumatera Utara Etti Sartina Siregar................. 42 – 44

Analysis of Protein Fas Expression and Caspase 3 Activated at the Supression Phase to Sperm
Quantity by Androgen/Progestin Combination Syafruddin Ilyas..................................................... 45 – 47
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 23 – 27 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN


RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN
(MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

Ameilia Zuliyanti Siregar1 dan Ridwanti Batubara2


1
Departemen HPT, Fakultas Pertanian USU
2
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian USU

Abstract

The house is able to attack by some termites. Because some termites fed part of the house. Therefore,
some termites caused great economic loss in Medan Denai and Medan Labuhan county. This has lead us to
investigate the possibility several termites to attack them. We used Multi Stage Sampling. Actually, the
economic loss occurred in two county were Rp 22.432.950. Economic loss caused grown and dry wood termites
were Rp 12.532.650 and Rp 9.900.300, respectively. We found a lot of termites, such as; (a) Neotermes
tectonae, (b) Coptotermes curvignatus, and (d) Cryptotermes cynocephalus.

Keywords: termite, economic loss, house

PENDAHULUAN tahun 1980-an. Namun untuk Kota Medan, belum


banyak ditemukan penelitian yang memberikan data
Kota Medan merupakan salah satu kota kerugian akibat serangan rayap baik sektor perumahan
terbesar di Indonesia. Kota Medan beriklim tropis maupun sektor yang lain. Seperti yang diungkapkan
dengan suhu minimum 22,5-23,9o C dan suhu Rudi (1994) dalam Romaida (2002) bahwa kerugian
maksimum adalah 30,8-33,7oC berada di ketinggian untuk Kotamadya Bandung mencapai 1,35 milyar
2,5-37,5 m dari permukaan laut. Rata-rata curah hujan pertahun. Menurut Safaruddin (1994) kerugian
berkisar 120,9 mm/bulan – 169,6 mm/bulan. ekonomis akibat serangan rayap di Jakarta Barat dan
Kelembaban mencapai 84-85% dengan kecepatan Jakarta Timur berkisar Rp 67,57 milyar.
angin 0,48 m/detik. Secara keseluruhan jenis tanah Penelitian ini bertujuan untuk; (1) Mengetahui
wilayah ini terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah besarnya kerugian ekonomis akibat serangan rayap
campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. pada bangunan rumah masyarakat di dua kecamatan,
Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun yaitu Medan Denai dan Medan Labuhan. (2)
1990 dan dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun Mengetahui jenis rayap yang menyerang bangunan
1910 bahwa di samping jenis tanah seperti tadi ada rumah masyarakat di dua kecamatan, yaitu Medan
lagi jenis tanah liat yang spesifik (Badan Pusat Denai dan Medan Labuhan.
Statistik Kota Medan, 2007).
Kondisi umum di atas sangat mendukung bagi BAHAN DAN METODE
kehidupan dan perkembangbiakan rayap di Kota
Medan. Menurut Nandika et al., (2003), faktor Batasan Studi
lingkungan seperti curah hujan, suhu, kelembaban, Dalam penelitian yang dilaksanakan di
ketersediaan makanan dan musuh alami Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan Medan
mempengaruhi perkembangan populasi rayap. Labuhan (Januari-April 2007) ini aspek yang diteliti
Kelembaban dan suhu yang berada dalam batas adalah kerusakan yang disebabkan oleh serangan
optimum menyebabkan perkembangan dan rayap pada komponen bangunan rumah yang terbuat
penyebaran rayap yang tinggi selain tipe tanah yang dari kayu. Adapun komponen yang diamati adalah
cocok. Ini hanya untuk rayap tanah, sedangkan untuk dinding, daun pintu, kusen pintu, daun jendela, kusen
rayap kayu kering tidak memerlukan air atau jendela, lisplang, plafon, tiang. Untuk keperluan
kelembaban dalam jumlah yang tinggi. penelitian ini dipakai beberapa istilah antara lain,
Penelitian tentang kerugian ekonomis akibat sebagai berikut: (1) Rumah permanen: Rumah yang
serangan rayap di Indonesia telah banyak dilakukan. sedikit atau tidak menggunakan kayu. Bahan
Penelitian tentang dampak kerugian yang disebabkan pokoknya adalah tembok, besi baja, atau bahan lain
rayap dan intensitas serangannya telah dilakukan sejak yang lebih kuat dari kayu. (2) Rumah semi permanen:
24 SIREGAR ET AL. J. Biologi Sumatera

Rumah rakyat yang setengah dindingnya berupa B. Analisis Data


tembok (1\2–1\3 tinggi) rumah. Lantainya berupa Perhitungan selanjutnya dilakukan dengan
plasteran, semen kapur atau tegel biasa. Sering disebut parameter statistik:
rumah setengah tembok atau setengah bata. Rumah 1. Perhitungan Kerugian Ekonomis
yang tiang-tiangnya terbuat dari kayu juga m

digolongkan kedalam rumah semipermanen. Krs = ∑


n −1
Kn
Harga kayu dan material yang digunakan
Keterangan:
adalah harga dipasaran pada saat penelitian. Krs = kerugian akibat serangan rayap
Sedangkan upah kerja didapat berdasarkan wawancara r = rayap kayu kering, rayap tanah
dengan seorang pemborong bangunan. s = 1,2,3,... total bangunan sampel
Kn = nilai kerugian masing-masing komponen
Penentuan Rumah Contoh n = 1,2,3,....m komponen (Safaruddin, 1994).
Penentuan rumah contoh dilakukan dengan
menggunakan metode Multi Stage Sampling (metode 2. Perhitungan Standar Deviasi (S):
n∑ xi − (∑ xi )
pengambilan contoh bertingkat). Dalam hal ini 2 2
masing-masing kecamatan diambil dua kelurahan 2
S =
sehingga diperoleh empat kelurahan, dari masing- n(n − 1)
masing kelurahan diambil tiga lingkungan sehingga
diperoleh dua belas lingkungan, dari masing-masing Keterangan:
S2 = Standar Deviasi
lingkungan diambil sepuluh rumah contoh dengan
n = banyak rumah contoh
menggunakan daftar bilangan acak. Jadi, jumlah total Xi = nilai kerugian ke-I
rumah contoh adalah 120 rumah. i = 1,2,3,... total bangunan sampel (Sudzana, 2002).

Pengumpulan Data 3. Perhitungan Interval untuk Rata-rata


Data primer diperoleh dari pengamatan
langsung dan wawancara di lapangan berdasarkan S
tally sheet yang telah disiapkan sebelumnya. Tally
X ± tα / 2
n
sheet mencakup karakteristik bangunan, lingkungan Dimana :
bangunan dan data komponen bangunan.
Bagian kayu yang rusak diukur dimensinya, S
Sx =
baik panjang, lebar dan tebalnya. Jadi data yang n
diperoleh merupakan nilai kerugian minimal. Data-
data yang diperoleh atas komponen tersebut Keterangan:
dikonversi ke dalam nilai rupiah (Rp). Nilai yang X = nilai rata-rata hasil pengukuran
diperoleh merupakan nilai kerugian ekonomis yang Sx = standar error
disebabkan oleh rayap. Sedangkan data sekunder yang tα/2 = 1,96 dan derajat kebebasan (n − 1) untuk tingkat
digunakan adalah: (a) Peta Kota Medan skala 1: kepercayaan 95%
20.000, (b) Harga kayu dipasaran (2007), (c) Kunci S = standar deviasi (Sudzana, 2002).
determinasi (Nandika et al., 2003) dan Borror et al.,
(1993). Identifikasi Rayap
Rayap yang diperoleh dari rumah-rumah
Pengolahan Data penduduk yang terserang atau yang diperoleh dari
A. Pengelompokan Data sekitar rumah disimpan dalam botol kecil yang berisi
Data nilai kerugian dikelompokan ke dalam alkohol 70% agar rayap tersebut tidak cepat rusak.
beberapa kelas umur yaitu: (a) 1 - 10 tahun, (b) 11 - Apabila tidak ditemukan jenis rayap yang menyerang,
20 tahun, (c) 21 – 30 tahun, (c) Lebih dari 30 tahun. maka akan dilakukan pemancingan rayap dengan jenis
Masing–masing kelas umur dikelompokkan lagi kayu yang sama yang diletakkan di sekitar rumah
berdasarkan golongan rayap perusak kayu yaitu antara contoh dan diamati selama satu bulan. Identifikasi
rayap kayu kering (RKK) dan rayap tanah (RT). Nilai rayap dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
kerugian dirinci menurut jenis komponen yang kunci determinasi Nandika et al., (2003) dan Borror et
terserang yaitu: dinding, kusen pintu, kusen jendela, al., (1993).
daun pintu daun jendela, lisplang, plafon, dan tiang.
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 25

HASIL DAN PEMBAHASAN suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh


alami. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan
Kerugian Ekonomis Akibat Serangan saling mempengaruhi satu sama lain. Kelembaban dan
Rayap pada Tiap-Tiap Konstruksi pada Berbagai suhu merupakan faktor yang secara bersama-sama
Kelas Umur. Dari hasil pengamatan yang telah mempengaruhi aktivitas rayap.
dilakukan diketahui total kerugian rumah contoh yang Berdasarkan sifat penyerangannya rayap
berumur 1-10 tahun sebesar Rp 302.500, total tanah cenderung menyukai lokasi yang memiliki
kerugian rumah contoh yang berumur pada 11-20 kelembaban yang tinggi. Dalam suatu rumah, bahan-
tahun sebesar Rp 7.212.700, total kerugian rumah bahan konstruksi kayu yang diduga sering terkena
contoh yang berumur 21-30 sebesar Rp 5.564.600, bocoran air hujan serta lokasi yang lembab seperti di
serta total kerugian rumah contoh yang berumur lebih daerah kamar mandi merupakan bagian yang dominan
dari 30 tahun sebesar Rp 9.130.400. Komponen terkena serangan rayap tanah. Sementara itu, rayap
seperti dinding, daun pintu serta daun jendela sudah kayu kering tidak terlalu memerlukan kondisi yang
terserang pada umur bangunan rumah contoh berkisar lembab pada daerah serangannya karena jenis rayap
1-10 tahun walaupun kerusakan yang ditimbulkan ini mampu membuat kelembaban di dalam kayu yang
masih tergolong kepada kerusakan ringan. Hal ini diserang. Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat
mungkin dikarenakan pada umur bangunan 1-10 tahun serangan rayap tanah dan rayap kayu kering untuk
perlakuan terhadap komponen konstruksi kayu masih masing-masing jenis konstruksi menunjukkan hasil
sangat melekat pada kayu seperti cat yang masih segar yang berbeda seperti pada Tabel 2.
kelihatan pada permukaan kayu.
Berbeda halnya dengan komponen seperti Tabel 2. Kerugian ekonomis akibat serangan rayap
kusen pintu, kusen jendela, lisplang, plafon dan tiang tanah dan rayap kayu kering pada tiap-tiap
baru mendapat serangan pada umur bangunan rumah konstruksi pada bangunan rumah contoh di
contoh berkisar 11-20 tahun. Nilai kerugian ini pada Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan
umumnya meningkat sampai pada umur bangunan Medan Labuhan
Lebih dari 30 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur Komponen Rayap Tanah Rayap Kayu Gabungan RT +
Konstruksi (Rp) Kering (Rp) RKK (Rp)
bangunan yang semakin tua maka perlakuan terhadap Dinding 1.097.900 1.184.600 2.198.200
kayu seperti pengecatan, pendempulan, dan Daun pintu 1.177.100 1.724.100 2.901.200
pengawetan telah mulai pudar sehingga keawetan Kusen pintu 5.433.450 3.428.700 8.862.150
Daun jendela 339.800 696.900 1.036.700
kayu sudah mulai menurun seperti yang tertera pada Kusen jendela 1.833.500 2.118.300 3.951.800
Tabel 1. Lisplang 890.600 0 890.600
Plafon 248.100 32.500 280.600
Tiang 1.970.600 715.200 2.685.800
Tabel 1. Kerugian ekonomis akibat serangan rayap Total 12.532.650 9.900.300 22.432.950
pada tiap-tiap konstruksi pada berbagai kelas Keterangan: Nilai yang tertera adalah nilai kerugian akibat
umur bangunan rumah contoh di Kecamatan serangan rayap yang telah dikonversi dalam
Medan Denai dan Kecamatan Medan rupiah. RT: Rayap tanah; RKK: Rayap Kayu
Labuhan Kering.
Umur Bangunan
Komponen Pada Tabel 2 dapat diketahui kerugian
Konstruksi
1-10 (Rp) 11-20 (Rp) 21-30 (Rp) ≥ 30 (Rp) ekonomis yang terbesar terjadi pada komponen kusen
Dinding 95.600 1.502.500 291.900 256.200 pintu dengan nilai kerugian Rp 8.862.150, kemudian
Daun pintu 156.400 1.243.100 741.200 760.500 disusul oleh kusen jendela dengan nilai kerugian Rp
Kusen pintu 0 1.647.900 2.082.500 4.636.700
Daun jendela 50.500 412.700 186.800 382.700 3.951.800. Aksesibilitas rayap diperkirakan berasal
Kusen jendela 0 475.500 1.383.600 2.302.700 dari tiang-tiang pondasi rumah yang lembab.
Lisplang 0 459.700 269.300 211.200 Dilihat dari bentuk kontruksinya, kusen pintu
Plafon 0 85.500 35.500 159.600
Tiang 0 1.385.800 573.800 643.550
dan kusen jendela pada rumah contoh tingginya tidak
Total 302.500 7.212.700 5.564.600 9.353.150 begitu jauh dari tanah, sehingga akan memudahkan
Keterangan: Nilai yang tertera adalah nilai kerugian bagi rayap untuk naik ke komponen bangunan
akibat serangan rayap yang telah dikonversi tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
dalam rupiah. oleh Prasetyo dan Yusuf (2005) bahwa rayap tanah
akan mudah merambat ke bagian bangunan yang
Kerugian Ekonomis Akibat Serangan tingginya lebih rendah dari 15 cm. Rayap tanah
Rayap Tanah dan Rayap Kayu Kering pada Tiap- biasanya menyerang kusen pintu yang berada di
Tiap Konstruksi. Nandika et al., (2003) daerah yang lembab seperti di dapur dan kamar
menyebutkan faktor lingkungan yang mempengaruhi mandi. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan kusen
perkembangan populasi rayap meliputi curah hujan, jendela. Kusen jendela yang terserang umumnya
26 SIREGAR ET AL. J. Biologi Sumatera

berada di daerah belakang rumah. Rayap kayu kering Jenis Rayap Perusak Bangunan
biasanya menyerang kusen pintu yang berada di ruang Pada empat kelurahan yang dijadikan lokasi
tengah rumah contoh seperti kusen pintu kamar dan penelitian diambil beberapa sampel jenis rayap.
kusen pintu depan. Kusen jendela yang terserang Selanjutnya sampel yang didapat diidentifikasi
umumnya adalah kusen jendela yang berada di depan jenisnya dengan melihat ciri-ciri khas yang
dan di samping rumah. Selain itu, besarnya kerugian membedakan satu dengan yang lainnya seperti dengan
juga disebabkan besarnya intensitas serangan rayap melihat perbedaan kapsul kepala dan abdomen
yang terdapat pada tiap rumah contoh yang dialami. masing-masing sampel yang dilihat melalui
Berdasarkan data yang diperoleh, intensitas
mikroskop yang selanjutnya dicocokkan dengan buku
serangan rayap yang paling kecil terdapat pada
identifikasi Nandika et al., (2003) dan buku
lisplang dan plafon. Hal ini mungkin dikarenakan
letaknya yang strategis yaitu menyangkut keindahan pengenalan serangga Borror et al., (1993). Kasta yang
rumah. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dijadikan acuan untuk pengidentifikasian adalah kasta
kayu yang biasa dijadikan sebagai bahan baku prajurit. Menurut Nandika et al., (2003), kasta prajurit
lisplang ini adalah kayu damar. Nandika et al., (2003) memiliki ciri-ciri khas yang mudah dibedakan bila
menyatakan bahwa kayu ulin, merbau, damar dan jati dibandingkan dengan kasta lain.
merupakan jenis kayu yang digolongkan tahan Dari hasil identifikasi yang dilakukan
terhadap serangan rayap. Mekanisme ketahanan akhirnya dapat diketahui jenis rayap yang menyerang
alaminya tersebut dikendalikan oleh kandungan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 4.
estraktif yang terdapat pada kayu teras, seperti
ieusiderin dan tectoquinon. Umumnya, serangan Tabel 4. Jenis rayap perusak kayu pada masing-
rayap yang terjadi pada komponen ini hanya tergolong masing lokasi penelitian
kepada kerusakan kecil. Kerugian ekonomis yang Lokasi Antar Nama Spesies Rayap Famili
terdapat pada lisplang dapat mencapai seharga Kecamatan
Kec. Medan Denai
Rp 890.600 dan kerugian ekonomis pada plafon yaitu 1. Kelurahan Binjai Neotermes tectonae Kalotermitidae
sebesar Rp 280.600. Kisaran interval kerugian Cryptotermes cynocephalus Kalotermitidae
ekonomis dan persentase serangan pada 120 rumah Coptotermes curvignatus Rhinotermitidae
contoh yang berada di kawasan Kecamatan Medan 2. Kelurahan Coptotermes curvignatus Rhinotermitidae
Denai dan Kecamatan Medan Labuhan ini dapat Medan Cryptotermes cynocephalus Kalotermitidae
dilihat pada Tabel 3. Interval kerugian pada 120 Tenggara
Kec. Medan
rumah contoh ini akibat serangan rayap tanah berkisar Labuhan
Rp 116.983,1 hingga Rp 91.894,4 dengan persentase 1. Kelurahan Coptotermes curvignatus Rhinotermitidae
serangan 53,9%. Kerugian akibat serangan rayap kayu Tangkahan Cryptotermes cynocephalus Kalotermitidae
kering mencapai Rp 9.900.300 dengan rata-rata
2. Kelurahan Coptotermes curvignatus Rhinotermitidae
kerugian per bangunan rumah contoh adalah Rp Nelayan Indah Cryptotermes cynocephalus Kalotermitidae
91.894,4. Interval kerugian pada 120 rumah contoh ini
akibat serangan rayap kayu kering berkisar Rp Pada Tabel 4 diketahui bahwa rayap tanah
92.729,1; hingga Rp 72.275,9 dengan persentase Coptotermes curvignatus dan rayap kayu kering
serangan sebesar 44,1%. Cryptotermes cynocephalus mendominasi serangan
pada masing-masing wilayah penelitian yaitu pada
Tabel 3. Rangkuman kerugian akibat serangan rayap Kelurahan Binjai, Kelurahan Medan Tenggara,
di dua wilayah Kota Medan (Medan Bagian Kelurahan Tangkahan, dan Kelurahan Nelayan Indah.
Timur dan Medan Bagian Utara) studi kasus Rayap tanah Coptotermes curvignatus ini memiliki
di Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan ciri-ciri morfologi kasta prajurit kepala berwarna
Medan Labuhan kuning, dengan antena dan lambrum berwarna pucat.
Rayap
Rayap Gabungan Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung
No. Parameter Kayu
Tanah RT + RKK
Kering diujungnya. Panjang kepala dengan mandibel 1,56-
1 Jumlah (Rp) 12.532.650 9.900.300 22.432.950
2 Rata-Rata Kerugian 104.438,8 82.502,5 186.941,3
1,68 mm. Lebar kepala 1,40-1,44 mm. Panjang badan
(Rp) 5,5-6 mm. Spesies dari famili Rhinotermitidae ini
3 Standart Deviasi (Rp) 137.411,1 112.021,6 249.432,6 menyerang semua kayu, baik pohon-pohon yang
4 Interval Rata-Rata 116.983,1; 92.729,1; 209.712,2; masih hidup maupun kayu yang sudah digunakan
Kerugian (Rp) 91.894,4 72.275,9 164.170,3
5 Rata-rata Persentase 55,9 44,1 100 menjadi bahan bangunan.
(%) Dominansi serangan rayap ini sepadan dengan
Keterangan: Nilai yang tertera adalah nilai kerugian akibat apa yang dikemukakan oleh Prasetyo dan Yusuf
serangan rayap yang telah dikonversi dalam (2005) bahwa rayap Coptotermes curvignatus
rupiah. RT: Rayap tanah, dan RKK: Rayap merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat
Kayu Kering.
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 27

serangan yang paling ganas. Tidak mengherankan membantu penulis dalam melakukan wawancara
kalau rayap ini mampu menyerang hingga ke lantai kepada masyarakat Kecamatan Medan Labuhan untuk
atas suatu bangunan bertingkat. Serangan tersebut bisa mendapatkan data-data primer yang dibutuhkan.
terjadi walaupun tidak ada hubungan langsung dengan
tanah, setelah menyerang rayap perusak bangunan ini DAFTAR PUSTAKA
akan membuat sarang yang cukup lembab karena
rayap jenis ini sangat memerlukan kelembaban yang Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2007. Medan
cukup tinggi. Nandika et al., (2003) menyebutkan Dalam Angka 2007. Medan.
bahwa perkembangan optimum rayap ini dicapai pada Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson.
kisaran kelembaban 75-90%. 1993. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi
Berdasarkan pengamatan yang telah ke-6. (Terjemahan Partosoedjono, S).
dilakukan, daerah penelitian seperti Kelurahan Gajahmada University Press. Jogjakarta.
Tangkahan dan Kelurahan Nelayan Indah merupakan Nandika, D. Yudi Rismayadi dan Farah Diba. 2003.
daerah yang relatif lebih lembab dari daerah penelitian Rayap Biologi dan Pengendaliannya.
lainnya karena lokasi ini berada agak jauh dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.
perkotaan dan berada di kawasan dekat pantai. Surakarta.
Menurut Nandika et al., (2003), rayap Prasetyo, K.W dan Sulaeman Yusuf. 2005. Mencegah
Cryptotermes curvignatus memiliki ciri-ciri dan Membasmi Rayap Secara Ramah
morfologis seperti: kepala berwarna coklat gelap Lingkungan & Kimiawi. Agromedia Pustaka.
kemerah-merahan, antena memiliki 11 segmen, Bogor.
panjang kepala dengan mandibel ialah 0,87-0,97 mm, Romaida. 2002. Kerugian Ekonomis Akibat
dengan panjang mandibel ialah 0,57-0,57 mm. Serangan Rayap dan Intensitas Serangannya
Pada wilayah penelitian Kelurahan Binjai, pada Bangunan Rumah di Kota Cirebon.
rayap yang ditemukan adalah spesies Neotermes [Skripsi]. Jatinangor. Fakultas Kehutanan,
tectonae. Rayap yang berasal dari famili UNWIM.
Kalotermitidae ini memiliki ciri-ciri morfologi kasta Rudi. 2002. Status Pengawetan Kayu di Indonesia.
prajurit kepala berwarna coklat kemerah-merahan. Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Antena dan labrum berwarna coklat kekuning- http://www. Google.com/pengawetan kayu.
kuningan. Mandibel berwarna coklat kemerah- [28 Desember 2006]
merahan. Bentuk kapsul kepala segi empat. Panjang Safaruddin. 1994. Kerugian Ekonomi Akibat
kepala dengan mandibel ialah 2,50-2,75 mm, lebar Serangan Rayap Pada Bangunan Perumahan
kepala ialah 1,75-2,12 mm, dan panjang mandibel di Dua Wilayah DKI Jakarta (Kotamadya
ialah 1,50-1,72 mm. Nandika et al., (2003) Jakarta Barat dan Jakarta Timur). [Skripsi].
menyatakan jenis rayap ini merupakan rayap yang Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut
memiliki aktifitas jelajah yang rendah. Pertanian Bogor.
Sudzana. 2002. Metode Statistik. Edisi Keenam,
Ucapan Terima Kasih Penerbit PT. Tarsito Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tambunan, B. dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi
Pak Fajar pegawai BPS Kota Medan yang telah Kayu Oleh Faktor Biologis. UPT Produksi
membantu penulis dalam mengumpulkan data Media Informasi, Lembaga Sumberdaya
sekunder. Ucapan terima kasih juga disampaikan Informasi IPB, Bogor.
kepada Muhammad Nurul Fadhli yang telah
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 28 – 32 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

EFEK PERLAKUAN EKSTRAK ANDALIMAN (Zanthoxyllum acanthopodium)


PADA TAHAP PRAIMPLANTASI TERHADAP FERTILITAS DAN
PERKEMBANGAN EMBRIO MENCIT (Mus musculus)

Emita Sabri
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang efek ekstrak andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium) pada tahap
praimplantasi terhadap fertilitas dan perkembangan embrio mencit (Mus musculus) umur kebuntingan 0 hingga
13 hari. Konsentrasi ekstrak andaliman yang diberikan pada kelompok perlakuan adalah 5000 ppm, 10.000 ppm,
15.000 ppm, 20.000 ppm, 100.000 ppm dengan pensuspensi CMC 1,5% dengan volume penyuntikan 0,1ml/10 g
b.b. secara oral. Pada umur kebuntingan yang sama dengan kelompok perlakuan, mencit kontrol diberi pelarut
ektrak andaliman dengan volume dan cara penyuntikan yang sama. Mencit dari kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan dipelihara sampai umur kebuntingan 18 hari. Selanjutnya pada umur kebuntingan 18 hari mencit
setiap kelompok perlakuan maupun kontrol dibunuh dengan cara dislokasi leher dan kemudian dibedah. Fetus
dikeluarkan dari uterus, kemudian dimasukkan ke dalam larutan fisiologis. Kemudian dilakukan pengamatan
terhadap jumlah implantasi, jumlah korpus luteum, jumlah fetus hidup, kehilangan praimplantasi. Pada
kelompok perlakuan pemberian ekstrak andalaiman menyebabkan kehilangan praimplantasi meningkat secara
nyata, jumlah implantasi menurun secara nyata serta, selanjutnya jumlah fetus hidup menurun secara nyata.
Dengan demikian ekstrak andaliman bersifat anfertilitas.

Keywords: ekstrak andaliman

PENDAHULUAN Menurut Katzer (2004), Zanthoxylum


merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi sangat tinggi karena mengandung berbagai jenis
terutama di negara berkembang seperti Indonesia senyawa aromatik dan minyak essensial yang sangat
banyak menimbulkan masalah, baik secara ekonomi berguna bagi dunia kesehatan dan industri kosmetika.
maupun terhadap perkembangan manusia. Walaupun Spesies dari Zanthoxylum umumnya mempunyai rasa
keluarga berencana sudah dilaksanakan dengan baik pedar dan getir yang makin menyengat bila buah telah
melalui pemakaian alat-alat kontrasepsi yang pada matang sempurna
umumnya terbuat dari hormone sintetik, namun Di Indonesia, Andaliman hanya ditemukan di
seringkali menimbulkan masalah serius bagi daerah Sumatera Utara akan tetapi belum
pemakainya. Untuk itu, perlu digalakkan pemakaian dimanfaatkan sebagai tanaman obat-obatan seperti
alat kontrasepsi yang berasal dari tanaman asli di halnya di negara-negara lain. Andaliman adalah salah
Indonesia. satu tanaman yang khas ditemukan di daerah
Andaliman (Zanthoxylum spp.) ditemukan di Sumatera Utara, terutama di Parbuluan, Kabupaten
berbagai negara-negara lain seperti Amerika, Eropa, Dairi, Siborong-borong, dan Kabupaten Tapanuli
China, dan India dan telah banyak dimanfaatkan Utara. Tanaman ini mempunyai biji yang sering
sebagai tanaman obat-obatan seperti Z. piperitum, Z. dimanfaatkan sebagai bumbu masak terutama untuk
simulans, Z. fagara, Z. rhoifolium dsb (Rai, 2002; masakan tradisional suku Batak. Sebagian masyarakat
Gonzaga et al., 2003 dan Hur et al., 2003) antara lain menggunakan Andaliman digunakan sebagai tuba
untuk memperbaiki hati (Park et al., 2003), sebagai untuk mempermudah menangkap ikan. Penelitian
bakterisida (Rai, 2002). Wijaya (2001) menyatakan, yang telah dilakukan Sabri et al., (2005) bahwa
tanaman ini mempunyai potensi sebagai tanaman obat ekstrak Andaliman mempengaruhi perkembangan
karena mengandung berbagai senyawa aromatik dan embrio dengan kejadian meningkatnya kematian
minyak essensial antara lain Zanthalene dan geranil intrauterus berupa embrio resorp.
asetat yang tidak dijumpai pada tanaman lain.
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 29

BAHAN DAN METODE ektrak Andaliman dengan volume dan cara


penyuntikan yang sama.
Hewan coba Mencit dari kelompok kontrol dan kelompok
Hewan percobaan yang digunakan ialah perlakuan dipelihara sampai umur kebuntingan 18
mencit (Mus musculus) yang diperoleh dari Balai hari. Selanjutnya pada umur kebuntingan 18 hari
Penyidikan Pengujian Veteriner (BPPV) Medan. mencit setiap kelompok perlakuan maupun kontrol
Pemeliharaan dilakukan di Rumah Hewan dibunuh dengan cara dislokasi leher dan kemudian
Departemen Biologi FMIPA-USU, dalam ruangan dibedah. Fetus dikeluarkan dari uterus, kemudian
yang diberi penerangan listrik selama 12 jam (pukul dimasukkan ke dalam larutan fisiologis. Kemudian
06.00-18.00). Suhu ruangan rata-rata selama dilakukan pengamatan terhadap jumlah implantasi,
pemeliharaan ialah minimum 22,860C dan maksimum jumlah korpus luteum, jumlah fetus hidup, kehilangan
26,830C, dan rata-rata kelembaban relatif 84,78%. praimplantasi.
Pakan butiran (PC-05, PT Mabar Feed Indonesia) dan Untuk menghitung persentase fetus hidup,
air minum berupa air ledeng diberikan secara ad kematian intra uterus, dan kehilangan praimplantasi
libitum. digunakan rumus Manson dan Kang 1989 sebagai
berikut:
Pembuatan ekstrak a. Persentasi fetus hidup =
Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol
Jumlah fetus hidup
dari buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) ∑ tiap induk
Jumlah implantasi
yang dimaserasi dalam alkohol 96% selama semalam. x 100 %
Jumlah induk
Ekstrak Andaliman tidak larut dalam air, oleh karena
itu dibuat sediaan pensuspensi. Agar diperoleh
suspensi yang homogen digunakan bahan pensuspensi b. Persentasi kehilangan praimplantasi =
CMC sebanyak 1,5% dalam akuabidestilasi.
Jumlah korpus luteum − jumlah implantasi
∑ tiap induk
Perlakuan ekstrak andaliman pada tikus Jumlah korpus luteum
x 100%
Mencit betina dewasa dara (umur 8-10 Jumlah induk
minggu), dengan berat badan 25-30 gram, pada saat
estrus dikawinkan (1:1) dengan mencit jantan umur
12-14 minggu pada sore hari. Keesokan paginya HASIL DAN PEMBAHASAN
mencit yang bersumbat vagina dinyatakan bunting 0
hari. Selanjutnya, mencit bunting dikelompokkan Pada penelitian ini, pemberian ekstrak
menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Andaliman pada mencit dengan konsentrasi P1 5000
Pada umur kebuntingan 0 hingga 13 hari, ppm, P2 10.000 ppm, P3 15.000 ppm, P4 20.000 ppm,
mencit perlakuan disuntik secara oral dengan ekstrak P5 100.000 ppm dengan volume penyuntikan 0,1ml/10
andaliman dalam 1,5% larutan CMC. Konsentrasi g b.b. secara ”gavage”. Dilakukan pada periode
ekstrak andaliman yang diberikan adalah P1 5000 praimplantsi sampai periode organogenesi lanjut,
ppm, P2 10.000 ppm, P3 15.000 ppm, P4 20.000 ppm, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak
P5 100.000 ppm dengan volume penyuntikan 0,1ml/10 Andaliman terhadap keberhasilan kebuntingan dan
g b.b. Pada umur kebuntingan yang sama dengan terhadap perkembangan embero dan fetus.
kelompok perlakuan, mencit kontrol diberi pelarut
Tabel 1. Rataan penampilan organ reproduksi induk mencit yang hamil setelah diberi ekstrak andaliman secara
Gavage
Perlakuan Berat Badan Jumlah Jumlah % Jumlah % % Kehilangan
Fetus Hidup (g) Fetus Hidup Implantasi Kumulatif Korpus Kumulatif Praimplantasi
(%) Implantasi Luteum KL
x x
x
K0 1.00 9.67 9.83 23.23 12.00 15.62 17.5
P1 0.47* 3.33* 8.83* 20.87 13.50 17.57 24.3*
P2 0.44* 3.50* 6.5* 15.35 12.00 15.62 48.8*
P3 0.24* 3.00* 6.33* 14.96 12.33 16.05 48.8*
P4 0.00* 0.00* 7.67* 18.11 14.17 18.44 45.8*
P5 0.00* 0.00* 3.17* 7.48 12.83 16.70 74.3*
Keterangan: Uji statistik one-way Anova
* Berbeda nyata dari kontrol (p<0,05)
30 SABRI J. Biologi Sumatera

Pengamatan yang dilakukan pada kelompok dengan meningkatnya kehilangan praimplantasi yang
perlakuan yang diberi esktrak Andaliman dengan nyata lebih tinggi bila dibandingkan kelompok kontrol
konsentrasi yang bervariasi pada induk mencit umur atau mungkin dikarenakan fertilisasi tidak terjadi.
kebuntingan 0 hingga 13 hari, meliputi jumlah Proses fertilisasi ini adakalanya dapat mengalami
implantasi, kehilangan praimplantasi, jumlah fetus gangguan akibat adanya pengaruh baik yang berasal
hidup. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1. dari internal maupun dari eksternal. Adanya berbagai
Pemberian ekstrak Andaliman pada induk mencit zat-zat yang bersifat teratogenik dan fetotoksit yang
yang sedang hamil pada kelompok perlakuan P1, P2, P3, masuk pada saat terjadinya proses fertilisasi akan
P4, P5 dengan konsentrasi 5000 ppm, 10.000 ppm, menyebabkan fertilisasi tidak berlanjut. Senyawa-
15.000 ppm, 20.000 ppm, 100.000 ppm, menyebabkan senyawa tersebut dapat berasal dari berbagai bahan
berat badan fetus pada semua kelompok perlakuan P1, seperti obat-obatan, ataupun berbagai bahan makanan
P2, P3 cenderung menurun bila dibandingkan dengan yang terkonsumsi oleh maternal pada saat terjadi
kelompok kontrol, sedangkan pada, P4, P5 tidak fertilisasi (Dixit, 1992). Proses fertilisasi ini
ditemukan adanya fetus yang hidup. adakalanya dapat mengalami gangguan akibat adanya
Penurunan berat badan pada kelompok pengaruh baik yang berasal dari internal maupun dari
perlakuan ini kemungkin disebabkan lamanya eksternal. Adanya berbagai zat-zat yang bersifat
pemberian ektrak Andaliman sehingga komponen teratogenik dan fetotoksit yang masuk pada saat
senyawa-senyawa kimia yang aktif mempengaruhi terjadinya proses fertilisasi akan menyebabkan
proliferasi sel. Penurunan berat badan pada fetus dari fertilisasi tidak berlanjut. Senyawa-senyawa tersebut
kelompok perlakuan seiring dengan tingginya dapat berasal dari berbagai bahan seperti obat-obatan,
konsentarsi esktrak yang diberikan bila dibandingkan ataupun berbagai bahan makanan yang terkonsumsi
dengan kelompok kontrol, secara statitik berbeda oleh maternal pada saat terjadi fertilisasi (Dixit, 1992;
nyata. Terjadinya penurunan berat badan fetus pada Darmawan, I. 2000)
kelompok perlakuan merupakan suatu gambaran Menurut Mansong dan Kang (1989),
bahwa fetus mengalami malformasi berupa retardasi implantasi mencit berlangsung pada umur
pertumbuhan. Dengan demikian esktrak andaliman kebuntingan 4 atau 5 hari. Karena pemberian ekstrak
bersifat teratogen yang mempengaruhi pertumbuhan Andaliman pada induk mencit umur kebuntingan 0
fetus. Kang dan Mansong (1989) penurunan berat hingga 13 hari yang selama kebuntingan tersebut
badan merupakan gambaran terjadinya kelainan mengganggu perkembangan embrio praimplantasi,
perkembangan atau malformasi. maka pada periode praimplantasi tersebut mungkin
Selanjutnya pemberian ekstrak Andaliman banyak jumlah embrio yang tidak mencapai tahap
pada kelompok perlakuan P1, P2, P3, hasil pengamatan blastokista sehingga tidak dapat implan. Hal ini
terhadap jumlah fetus hidup terjadi penurunan bila mungkin kandungan senyawa aktif yang terdapat di
dibandingkan dengan fetus hidup pada kelompok dalam Andaliman mengganggu proliferasi sel-sel
kontrol dan secara statistik berbeda nyata. Penurunan embrional yang terjadi pada tahap cleavage dari
jumlah fetus hidup ini berkaitan dengan terjadinya embriogenesis. Wijaya (2001) menyatakan, tanaman
peningkatan kehilangan praimplantasi. Namun pada ini mempunyai potensi sebagai tanaman obat karena
kelompok perlakuan P4, P5 implantasi yang ditemukan mengandung berbagai senyawa aromatik dan minyak
berupa embrio resorp, kejadian ini ditemukan pada essensial antara lain Zanthalene dan geranil asetat
perlakuan dengan konsentrasi yang tinggi. Penelitian yang tidak dijumpai pada tanaman lain. Demikian
yang telah dilakukan Sabri et al (2005) bahwa ekstrak pula menurut Katzer (2004), Zanthoxylum merupakan
Andaliman mempengaruhi perkembangan embrio tanaman yang mempunyai nilai ekonomis sangat
dengan kejadian meningkatnya kematian intrauterus tinggi karena mengandung berbagai jenis senyawa
berupa embrio resorp. Dengan demikian dapat aromatik dan minyak essensial yang sangat berguna
disimpulkan pada penelitian ini semakin tinggi bagi dunia kesehatan dan industri kosmetika. Namun
konsentrasi ekstrak Andaliman diberikan cenderung senyawa aromatik dan minyak esesensial yang
bersifat embriotoksik. terdapat pada tanaman tersebut, mungkin akan bersifat
Penurunan jumlah implantasi pada kelompok toksik jika pemberiannya dilakukan pada tahap awal
perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok perkembangan embrio.
kontrol, sejalan dengan tingginya konsentrasi esktrak Jumlah korpus luteum antara kelompok
Andaliman yang diberikan. Dan secara statistik perlakuan dan kelompok kontrol relatif sama,
berbeda nyata antara kelompok perlakuan bila meskipun pada kelompok perlakuan P1 dan P4 terlihat
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Menurunnya meningkat bila dibandingkan dengan kelompok
jumlah implantasi pada kelompok perlakuan P1, P2, P3, kontrol. Kondisi ini dikarenakan sifat genetis yang
P4, P5 pada umur kebuntingan 0 hingga 13 hari, disertai secara alami yang terdapat setiap individu induk mecit
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 31

tersebut, jadi bukan karena pengaruh dari ekstrak Al- Tahan, F.J. 1994. Antifertility Effect of Castos
andaliman. Korpus luteum merupakan cerminan Bean on Mice. Fitoterapia, 65:34-37.
jumlah dari ovum yang diovulasikan oleh suatu Anggara, U. 2000. Aditif Makanan dan Obat–Obatan.
individu, dan kondisi ini akan tetap dipertahankan Pusat Penyelidikan Racun Negara (USM).
apabila terjadinya fertilisasi. Hal ini dikarenakan Jurnal Kedokteran Malaysia. 2 (4):19-23.
korpus luteum menghasilkan progesteron yang Darmawan, I. 2000. Nutrisi Dan Makanan Tambahan.
digunakan mempertahankan implantasi. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta. hlm.
Kemudian hasil pengamatan persentase 13-15.
kejadian kehilangan praimplantasi pada kelompok Dixit, VP. 1992. Plant Product/non Streroid
perlakuan meningkat bila dibandingkan dengan
Compoundaaffecting Fertility in the Indian
kelompok kontrol. Bahwa kejadian kehilangan
Desert Gerbil, Meriones Hurricane. Rodents
praimplantasi pada kelompok perlakuan dibanding
in Indian Agriculture. 1: 595-604.
dengan kelompok kontrol, seiring dengan
bertambahnya konsentrasi ekstrak Andaliman yang Driancourt, M.A., A. Gougeon, Royere, A dan C.
diberikan. Bila persentase kelihangan praimplantasi Thibault. 1993. Ovarian Function,
pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan Reproduction in Mammals and Man.
kelompok kontrol secara statistik berbeda nyata. Elllipses, Paris.
Keadaan ini menggambarkan bahwa pemberian _________ and B. Thuel. 1998. Control of Oocyte
ekstrak Andaliman pada induk mencit yang sedang growth and Maturation by Follicular Cells and
bunting yang diberikan pada umur kebuntingan 0 Molecules Present in Follicular Fluid; A
sampai 13 hari, mempengaruhi terhadap fertilitas. Hal Review. Reproduction, Nutrion,
ini dikarenakan pemberian ekstrak Andaliman yang Development, 38: 345-362.
berlangsung mulai tahap praimplantasi hingga Harahap, R. 2001. Paper Teratologi. Fakultas
organogenesis, sehingga senyawa aktif yang terdapat Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
dalam Andaliman tidak mampu induk Medan. hlm. 13-14.
mendetoksifikasikan ekstrak andaliman, sehingga zat Jacobsons. M. 1995. Antifertility Effects and
aktif yang terdapat di dalam ekstrak Andaliman tidak Population Controls Agents. VCH
dapat dieliminasi dan akan terbawa di dalam Verlagsgesell Schaft, Weinheim Germany.
pembuluh darah dan selanjutnya akan mempengaruhi Katzer, G. 2004. Sichuan Pepper Zanthoxylum
dalam proses embrio. Oleh karena itu emberio pada piperitum/simulans/bungeanum/rhetsa/
tahap cleavage tidak mampu mencapai tahap
acanthopodium and Others.
blastokista yang sempurna, dengan demikian embrio
http://www.ang.klunigraz.ac.at [02 –03-
tidak mampu implan. Dikemukan oleh Manson dan
Kang (1989) serta Jacobsons (1995), menyatakan 2004].
bahwa embrio yang berada pada periode praimplantasi Manson, J. M. & Kang, Y. J., 1989. Methods For
lebih rentan terhadap kematian oleh adanya Assesing Female Reproductive and
xenobiatik. Selanjutnya Syahrum dan Kamaludin Develompment Toxicology In Principles and
(1994) senyawa yang bersifat toksik akan Methods Of Toxicology. Second Edition.
mempengaruhi sel-sel mensenkim sehingga proliferasi A.W Hayes Raven Press, Ltd. New York.
embrio terganggu. Hasil penelitian menunjukkan, Page. 321.
bahwa ekstrak andaliman yang diberikan dengan Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada
beberapa variasi konsentrasi yang diberikan secara Mamalia dan Unggas. Penerbit Universitas
oral pada umur kebuntingan 0 sampai 13 hari; (1) Indonesia Press, Jakarta. hlm. 140-141
Menurunkan secara nyata jumlah implantasi, (2) Park, J.C. 2003. Study on the Inhibitory Effects of
Meningkatkan secara nyata kehilangan praimplantasi, Korean Medicinal Plants and Their Main
dan (3) Menurun secara nyata jumlah fetus hidup. Compounds on the 1,1- diphenyl-2-
picryhydrazyl Radical. Int. J. of Phytotherapy
DAFTAR PUSTAKA & Phytopharmacology. 7 (1): 20 -25.
Roop, J.K., P.K. Dhaliwal dan SS. Guraya. 2005.
Al Gubory, K.H,M P.Bolifraud, G.Germain., A.
Extracts of Azadirachta indica and Melia
Nicole and I Ceballos-Bicot. 2003.
azrdarach Seeds Inhibit Folliculogenesis in
Antioxidant enzymatic defense systems in
sheep Corpus Luteum Thoughout Pregnancy. Albino Rats. Braz J Med Biol Res, 38: 943-
Reproduction: 128:767-774. 947.
32 SABRI J. Biologi Sumatera

Sabri, E. 1996. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaemferia Syahrum, M.H. & Kamaludin. 1994. Reproduksi dan
galanga L.) Terhadap Perkembangan Prenatal Embriologi, Dari satu Sel Menjadi
Mencit (Mus musculus) Swiss Webster Organisme. Penerbit Fakultas Kedokteran
Albino. [Tesis]. Pasca Sarjana. ITB, Bandung. Universitas Indonesia, Jakarta. hlm. 25-26,
69-70.
_______, D. Supriharti dan M. Tanjung. 2005.
Taylor, 1986. Practical Teratology. Academic Press,
Potensi tanaman Andaliman (Zanthoxyllum London. 14-17.
acanthopodium D.C) sebagai antifertilitas dan Wijaya, CH. 1999. Andaliman, rempah tradisioal
pengaruhnya terhadap perkembangan embrio. Sumatera Utara dengan aktivitas antioksidan
Laporan Penelitian, Dikti Proyek SP4. dan antimikroba. Buletin Teknologi Industri
Sadler, T. W. 1988. Embriologi Kedokteran. Penerbit Pangan 10: 59-61.
EGC Buku Kedokteran. hlm. 29-32. _________, 2000. Isolasi dan Identifikasi senyawa
Siregar, B.L. 2003. Andaliman (Zanthoxylum Trigeminal Aktif Buah Andaliman
acanthopodium DC) di Sumatera Utara: (Zanthoxylum acanthopodium DC). Hayati
Deskripsi dan Perkecambahan. Hayati: 7:91 –95.
Winarno, F. G. 1994. Kimia Pangan Dan Gizi.
10(1):17-20.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Smith, J.B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Jakarta. hlm. 207-210, 214.
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Yang, YQ and Wu, XY. 1987. Antifertility
Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta. mechanism of Gossypol acetic acid in female
hlm. 37-49. rats. J of reproduction and Fertility, 80: 425-
Sukra, Y. 2000. Benih Masa Depan. Direktorat 429.
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Yatim, W. 1994. Reproduksi Dan Embriologi.
Pendidikan Nasional. hlm. 80-83. Penerbit Tarsito, Bandung. hlm. 65-67.
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 33 – 36 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

THE EFFECTIVENESS OF GIBBERELLIC ACID (GA3) SUPPLEMENTATION


IN STIMULATING THE EFFICIENCY CONVERSION INGESTED (ECI) AND
THE EFFICIENCY CONVERSION DIGESTED (ECD) AND GROWTH OF
THE SILKWORM (Bombyx mori L.)

Masitta Tanjung
Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Gibberellic acid (GA3) is a growth hormone of plants stimulating growth and development of the cells.
This research has been conducted to study the effectiveness of gibberellic acid (GA3) supplementation in
stimulating the Efficiency Conversion Ingested (ECI) and the efficiency conversion digested (ECD) and then
Growth of the Silkworm (Bombyx mori L.). The method used was a Completely Randomized Design (CRD)
with five treatments (0, 50, 100, 150, 200 ppm of GA3) and thirty replications. The results showed that 100 ppm
of GA3 increased consumption of dry matter per day, digestion, the efficiency conversion ingested (ECI) and the
efficiency conversion digested (ECD). Effectiveness of GA3 to the growth of silkworm can be increase the last
instars V of body weight, pupa and silk gland of weight. The GA3 increased mortality to 150 ppm GA3 also, and
shorten feeding periods or instars (100 ppm) and increasing development of the front and back parts of the
silkworm gland cells.

Keywords: gibberellic acid, efficiency conversion ingested, efficiency conversion digested

PENDAHULUAN (Omura, 1980). Selain peningkatan mutu pakan,


produksi kokon dapat diinduksi dengan pemberian
Ulat sutera (Bombyx mori L.) salah satu jenis hormon seperti hormon juvenil (Rajashekharagounda
serangga yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. et al., 1995), yang terlibat dalam pengaturan sintesis
Serangga tersebut adalah produsen serat sutera yang protein. Ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei
merupakan bahan baku sutera di bidang pertekstilan, yang disemprot giberelin (GA3) dapat meningkatkan
benang bedah dan parasut kualitas tinggi, serta pertumbuhan larva, bobot kokon dan fekunditas ulat
memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sutera (Das et al., 1993).
sandang lainnya (Samsijah dan Andadari, 1992).
Produksi sutera Indonesia dibandingkan BAHAN DAN METODE
negara-negara lain masih sangat rendah. Data yang
diterbitkan FAO tahun 1988, menunjukkan produksi Penyediaan hewan percobaan. Hewan
sutera Indonesia tidak tercatat khusus, hanya data percobaan yang digunakan adalah ulat sutera strain
produksi gabungan dengan negara-negara lain. Jumlah polihibrida yang diperoleh dari Pusat Pembibitan Ulat
produksi gabungan inipun termasuk kecil yaitu kurang Sutera Candiroto Temanggung Jawa Tengah. Bahan-
dari satu persen jumlah total produksi sutera dunia bahan penyusun pakan (Ekastuti et al., 1997) dan
(Nasaruddin dan Nurcahyo, 1992). Pada tahun 1998 hormon giberelin (GA3).
ditargetkan produksi kokon 800 ton, tetapi hanya bisa Prosedur penelitian. Penelitian ini bersifat
mencapai 460 ton. Untuk benang sutera mentah hanya eksperimen dengan rancangan percobaan yang
dapat diproduksi 70 ton sedangkan yang dibutuhkan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
150 ton (The proceding of the XVIIIth ISC Conggress, dengan lima dosis perlakuan dan tiga puluh ulangan.
1999). Saat larva memasuki instar keempat diberikan pakan
Menurut Matsura (1994), kualitas kokon perlakuan sebagai tahap adaptasi. Sebelum pemberian
dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan komersial pakan, larva ditimbang dan ditempatkan dalam tiap-
dan tepung darah. Perbaikan mutu pakan akan tiap unit percobaan secara acak. Masing-masing unit
meningkatkan konsumsi pakan dan akan percobaan terdiri dari 80 ekor sehingga total larva
mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh dan yang dibutuhkan sebanyak 2400 ekor. Satu unit
produksi kokon (Ramadevi et al., 1993). percobaan merupakan satu ulangan untuk setiap
Kokon merupakan hasil yang diharapkan dari perlakuan. Penempatan unit percobaan dalam tempat
ulat sutera. Produksi kokon sangat ditentukan oleh pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada tiap unit
kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi percobaan dilakukan secara acak.
34 TANJUNG J. Biologi Sumatera

Giberelin diberikan dengan konsentrasi 0, 50, untuk kelompok larva yang mengkonsumsi tanpa
100, 150 dan 200 ppm. Air pembasah pakan hormon, (0 ppm) serta yang mengandung hormon
bergiberelin dan yang tidak mengandung giberelin giberelin 50 dan 100 ppm tidak berbeda nyata Namun
ditambahkan ke dalam pakan dua kali dari jumlah kelompok ini berbeda sangat nyata dengan larva yang
pakan (2 ml/g pakan kering). Pemberian perlakuan mengkonsumsi pakan yang mengandung hormon 150
dilakukan pada saat larva memasuki instar keempat dan 200 ppm yaitu 43,53% dan 43,89%. Dalam hal ini
sampai larva mengokon. Respon terhadap perlakuan terlihat semakin tinggi kadar hormon yang diberikan
dilakukan pengamatan variabel-variabel meliputi semakin berkurang daya cerna ulat sutera. Adanya
konsumsi Bahan Kering (g), daya Cerna (%), efisiensi respon balik negatif dari larva akibat dosis yang tinggi
Konversi pakan dikonsumsi (ECI) (%) dan efesiensi kemungkinan terjadi gangguan fisiologis tubuh yang
konversi pakan di cerna (ECD) (%), pertumbuhan akhirnya menurunkan nafsu makan (konsumsi bahan
(terdiri dari pertambahan bobot badan, pupa, dan kering perhari) dan daya cerna.
kelenjar sutera), daya tahan hidup (%) dan stadium Daya cerna sangat dipengaruhi oleh bobot
larva (hari). kering pakan yang dikonsumsi dan bobot kering feses
Data yang diperoleh dari pengamatan yang diekskresikan. Dalam hal ini dapat dikatakan
dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam bahwa pemberian giberelin dalam pakan larva dapat
(Anova). Apabila diperoleh perlakuan berbeda nyata meningkatkan absorbsi nutrisi untuk proses
dilanjutkan dengan uji lanjut jarak berganda Duncan pertumbuhan. Selain untuk proses pertumbuhan, juga
(DnMRT 5%, Duncan New Multiple Range Test) dapat disimpan dalam tubuh. Selama pertumbuhan
(Steel and Torrie, 1993). pakan yang dikonsumsi dikonversikan menjadi lemak
dan disimpan dalam bentuk sel lemak. Cadangan
HASIL DAN PEMBAHASAN energi yang disimpan sebagai lemak tubuh akan
berguna selama periode tidak makan.
Konsumsi dan Efisiensi Pakan Kadar hormon giberelin yang berbeda sangat
Hormon giberelin sebagai zat tumbuh nyata mempengaruhi (P<0,01) efisiensi konversi
tanaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pakan dikonsumsi (ECI) dan efisiensi konversi pakan
konsumsi bahan kering, daya cerna, efisiensi konversi dicerna (ECD). Efisiensi konversi pakan dikonsumsi
pakan dikonsumsi (ECI) dan efisiensi konversi pakan tertinggi pada pakan dengan kadar hormon giberelin
dicerna (ECD) ulat sutera (Bombyx mori), seperti 100 ppm (16,64%) dan paling rendah pada pakan
terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. tanpa hormon (0 ppm) yaitu 12,04%. Terlihat dengan
Konsumsi bahan kering untuk masing masing peningkatan dosis hormon sampai dengan 100 ppm
perlakuan dosis giberelin yang diperlakukan tertinggi terjadi peningkatan efisiensi konversi pakan
pada pakan yang tidak mengandung giberelin (0 ppm) dikonsumsi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
dan terus menurun sesuai dengan meningkatnya dosis dosis yang optimal untuk mendapatkan nilai efisiensi
yang diberikan. Dalam hal ini terlihat bahwa giberelin konversi pakan dikonsumsi yang tertinggi adalah 100
menurunkan konsumsi bahan kering instar V. Setelah ppm hormon giberelin. Efisiensi konversi pakan yang
diuji lanjut (Duncan) antar perlakuan tidak berbeda dicerna paling tinggi pada pakan dengan kadar
nyata (P>0,05). horman giberelin 150 ppm yaitu 34,72%, ini tidak
Kemampuan daya cerna pada kelompok larva berbeda dengan kelompok larva yang mengkonsumsi
yang mengkonsumsi pakan tanpa hormon (0 ppm) pakan yang berkadar hormon 100 ppm (34,01%).
dengan yang diberi hormon 50, 100 ppm Sedangkan nilai terendahnya terdapat pada pakan
menunjukkan angka yang berfluktuasi, pada dosis 150 tanpa hormon (0 ppm) yaitu 25,18%.
dan 200 ppm terjadi penurunan. Setelah diuji lanjut

Tabel 1. Konsumsi BK pakan, daya cerna, ECI dan ECD selama instar V dari larva yang diberi berbagai taraf
giberelin dalam pakan buatan ( x ± SD )
Perlakuan Respon
(ppm) Konsumsi BK (g) Daya Cerna (%) ECI (%) ECD (%)
0 4,02 a ± 0,39 48,22 a ± 4,32 12,04 d ± 1,14 25,18 c ± 3,29
50 3,90 a ± 0,47 46,75 a ± 4,85 15,01 bc ± 1,94 31,53 ab ± 5,93
a a a
100 3,93 ± 0,47 48,98 ± 3,31 16,64 ± 2,06 34,02 a ± 4,20
a b ab
150 3,81 ± 0,54 43,53 ± 3,44 15,80 ± 2,06 34,72 a ± 4,64
a b c
200 3,78 ± 0,49 43,89 ± 3,59 14,07 ± 1,06 29,87 b ± 5,03
Keterangan:
BK : Bahan Kering
ECI : Efficiency conversion ingested/efisiensi konversi pakan dikonsumsi
ECD : Efficiency conversi digested/efisiensi konversi pakan dicerna
Nilai rata-rata dalam baris yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 35

Tabel 2. Bobot larva akhir instar V, bobot pupa, dan bobot kelenjar sutera (Bombyx mori) yang diberi berbagai
taraf giberelin dalam pakan buatan ( x ± SD )
Perlakuan Respon (g)
(ppm) BL BP BKD BKT BKB
0 2,24 c ± 0,44 0,91 b ± 0,12 0,0026 c ± 0,0008 0,33 c ± 0,08 0,17 a ± 0,04
50 2,67 b ± 0,33 1,03 a ± 0,08 0,0036 b ± 0,0005 0,44 b ± 0,04 0,18 a ± 0,03
a
100 3,24 ± 0,29 1,10 a ± 0,08 0,0046 a ± 0,0007 0,60 a ± 0,05 0,23 a ± 0,02
150 3,09 a ± 0,30 1,07 a ± 0,15 0,0048 a ± 0,0004 0,48 b ± 0,06 0,19 a ± 0,04
d
200 1,98 ± 0,36 0,77 c ± 0,14 0,0028 bc ± 0,0007 0,29 c ± 0,09 0,20 a ± 0,04
Keterangan:
BL : Bobot larva akhir instar V
BP : Bobot pupa
BKD : Bobot kelenjar sutera bagian depan
BKT : Bobot kelenjar sutera bagian tengah
BKB : Bobot kelenjar sutera bagian belakang

Pertumbuhan Kematian larva ini diduga karena dosis yang


Pemberian hormon giberelin berpengaruh terlalu tinggi sehingga terdapatnya larva yang tidak
sangat nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan larva dapat mempertahankan proses fisiologis tubuhnya,
instar V, meliputi bobot larva akhir instar V, bobot karena kemampuan mengkonsumsi pakan, daya cerna,
pupa,serta bobot kelenjar sutera ditampilkan pada efisiensi konversi pakan dikonsumsi dan dicerna
Tabel 2. berkurang, bila dibandingkan dengan konsentrasi yang
Pemberian giberelin berpengaruh sangat nyata lebih rendah. Dari data ini dapat dikatakan bahwa
terhadap PBB, BP, BKD, dan BKT (P<0,01) kecuali dosis hormon giberelin yang dapat diberikan tertinggi
adalah 150 ppm.
BKB tidak berbeda nyata (P<0,05). Pertumbuhan
larva sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan
besarnya efisiensi konversi pakan (Paul, Rao and Deb,
1991) (Tabel 1). Pemberian geberelin 100 ppm
meningkatkan konsumsi pakan, daya cerna dan
efisiensi konversi pakan dikonsumsi dan dicerna
sehingga dapat menunjang proses pertumbuhan yang
lebih optimal.
Data membuktikan bahwa giberelin
mempengaruhi pertumbuhan ulat sutera. Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Das et al., (1993)
giberelin dapat meningkatkan pertumbuhan larva,
bobot kokon dan fekunditas ulat sutera. Suatu indikasi
adanya mekanisme umpan balik negatif dari aktivitas
giberelin pada sistem endokrin larva sehingga Gambar 1. Daya tahan hidup larva instar V yang
berpengaruh bagi penimbunan biomassa. Konsentrasi diberi berbagai taraf giberelin dalam pakan
buatan
hormon yang sangat tinggi akan menghambat sintesis
protein dan menyebabkan keseimbangan nitrogen
negatif (Murray et al., 1995).

Daya Tahan Hidup dan Stadium Larva


Pengaruh hormon giberelin terhadap
kemampuan daya tahan hidup larva dan lama periode
makan pada ulat sutera (Bombyx mori L.) dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2, terlihat pemberian giberelin
sampai dosis 100 ppm tidak mempengaruhi daya
tahan hidup larva tetapi dapat memperpendek stadium
larva (6 hari). Pemberian yang lebih dari 100 ppm Gambar 2. Stadium larva instar V yang diberi
menurunkan daya tahan hidup, namun dapat berbagai taraf giberelin dalam pakan
memperpanjang stadium larva. buatan
36 TANJUNG J. Biologi Sumatera

DAFTAR PUSTAKA Omura, S. 1980. Silkworm Rearing Technics in the


Tropic (Revised Edition) Japan International
Das, C.; Chattopadhyay S; Ghosh, J.K.; Sinha S.S. Cooperation Agency Tokyo Japan.
1993. Influence of Gibberellic Acid and Paul, D.C.; G.S. Rao; and D.C. Deb. 1992. Impact of
Triacentanol on Some Economic Characters Dietary Moisture on Nutritional Indices and
of Silkworm Bombyx mori. Uttar Pradesh Growth of Bombyx mori and Concommitant
Journal of Zoology 13: 131 – 134. Larval Duration. J. Insect Physiology. 38:
Ekastuti, D.R, D.A Astuti, D Sastradipraja and R. 229-234.
Widjajakusuma. 1997. Respons of Different Rajashekhargouda R.; M. Gopalan; S. Jayaraj and N.
of Silkworm (Bombyx mori) to Artificial Diet. Natarajan. 1995. Juvenil Hormones and
Indon J Trop Agric 8 (3): 60 – 63 Juvenoids from Plants to Increase Silk Yield
Matsura, J. 1994. Utilization of Blood Meal as a of Bombyx mori L. Proceedings of XVIth
Resouce of Dietary Protein: 2 Low Of Diet International Sericulturae Congress.
Consisting Mainly of Blood Meal and International Sericulturae Commission
Chicken Feed for the Silkworm Bombyx mori. Depart of Forestry. The Research Institute.
JARQ, 28: 138-142. Padjadjaran University.
Murray, K.R; D.K Granner; P.A. Mayes dan V.W. Samsijah dan L. Andadari. 1992. Teknik Pengolahan
1995. Biokimia Harper. (Diterjemahkan oleh Kokon dan Benang Sutera Pusat Penelitian
Andry Hartono). EGC Jakarta. dan Pengembangan Hutan Bogor.
Nazaruddin dan Nurcahyo, E.M. 1992. Budidaya Ulat Steel, RG, J.H Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur
Sutera. Penebar Swadaya. Jakarta. Statistika Suatu Pendekatan Biometrik Alih
Bahasa B. Sumantri. Gramedia Jakarta. hlm.
748.
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 37 – 41 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI MUARA


SUNGAI BELAWAN
Mayang Sari Yeanny
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Diversity of Macrozoobenthic in Belawan river in Medan. Sampling station was determined by using
purposive random sampling. The result showed that fifteen generas of macrozoobenthic, which were
categorized into two phylums, four classes, seven orders, twelve families. The highest index of the population
density was shown by Littorina 42.672 ind./m2 which found in stasion II. The highest index of the diversity was
found in station III: 1.67 and the lowest was found in station I: 1.52. The highest index of the equaitability was
found in station I: 0.95 and the lowest was found in station II: 0.90. The diversity of macrozoobenthic was
effected by some environment factors such as; temperature, salinity, DO, the content of organic substrate, that
were significant effected and pH was highly significant effected

Keywords: macrozoobenthic, diversity, Belawan River

PENDAHULUAN setiap stasiun dilakukan 3 kali pengambilan sampel.


Pengambilan sampel menggunakan eckmamn grab
Sungai Belawan merupakan sumber air yang yang dilakukan dengan cara menurunkannya dalam
sangat penting fungsinya dalam pemenuhan keadaan terbuka sampai dasar sungai, kemudian
kebutuhan masyarakat. Salah satu bagian sungai pengait ditarik sehingga eckmann grab secara
adalah muara. Muara merupakan penggabungan otomatis tertutup bersamaan dengan masuknya
beberapa sungai yang menyatu dan menbentuk suatu substrat. Sampel yang didapat disortir menngunakan
daerah yang lebih besar, dimana dipengaruhi oleh metode hand sorting dengan bantuan ayakan,
beberapa faktor. Sungai Belawan Medan merupakan selanjutnya dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke
salah satu sungai yang mempunyai panjang 74 km. dalam botol sampel yang telah berisi formalin 4%
Dimana aliran sungai Belawan melawati kawasan selama 1 hari, kemudian dicuci dengan akuades dan
pemukiman, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Uap dikeringanginkan, lalu masukkan kembali ke dalam
(PLTU) dan pertambakan. Dengan adanya aktivitas botol koleksi yang telah diberikan alkohol 70%
tersebut, akan mempengaruhi lingkungan sehingga sebagai pengawet dan diberi label (Suin, 2002).
mengganggu kehidupan organisme air. Sampel dibawa ke Laboratorium Ekologi untuk
Salah satu organisme air adalah
diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dan
makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme
yang hidup di dasar perairan, hidup sesil, merayap, alat bantu cawan petri, pinset serta kuas, lalu
atau menggali lubang. Kelimpahan dan diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan
keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi Edmonson dan Dharma (1988).
dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan.
Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air
Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap
Pengukuran faktor fisik kimia air yang diukur
lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam
Marsaulina, 1994). Sejauh ini keanekaragaman dalam penelitian ini adalah: suhu, penetrasi cahaya,
Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan belum kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oygene),
diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian. BOD5 (Biochemical Oxygene Demand) dan
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui kandungan organik substrat. Sebagian dilakukan
keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai langsung di lapangan dan sebagian lagi diukur di
Belawan. (2) Mengetahui pengaruh faktor fisik kimia laboratorium.
terhadap keanekaragaman makrozoobentos di muara
Sungai Belawan Medan. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menghitung
BAHAN DAN METODE kepadatan populasi, kerapatan relatif, frekwensi
kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks
Pengambilan Sampel ekuitabilitas, dan analisa korelasi dengan persanaan
Metode yang digunakan adalah Purposive sebagai berikut:
Random Sampling sebanyak 3 (tiga) stasiun. Pada
38 YEANNY J. Biologi Sumatera

a. Kepadatan Populasi (K) Tabel 1. Nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada
Jumlah individu suatu jenis setiap stasiun pengamatan
K= No Parameter Satuan
Stasiun
Luas area pengambilan sampel I II III
o
1. Suhu C 32,00 33,33 33,17
b. Kepadatan Relatif (KR) 2. Penetrasi cm 26,67 66,67 61,67
ni cahaya
KR = x 100% 3. Kedalaman m 2,33 6,80 6,67
ΣN 4. pH - 6,23 6,80 6,87
Dengan ni : jumlah individu spesies i 5 DO mg/l 4,73 4,4 4,3
ΣN : total individu seluruh jenis 6. Salinitas /ooo 18,00 18,33 19,33

c. Frekwensi Kehadiran (FK) 7. BOD5 mg/l 0,93 0,90 0,83


8. Substrat dasar Lumpur Lumpur Lumpur
Jumlah plot ditempati suatu jenis berpasir, berpasir berbatu
FK = x 100% Lumpur
Jumlah total plot berbatu
Dengan nilai FK: 0-25% (sangat jarang); 25-50% 9. Kandungan % 5,95 6,38 6,03
(jarang); 50-75% (sering); >75% organik
(sangat sering) subsrat
Keterangan:
d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H1) Stasiun I = Lokasi Pemukiman Penduduk
H1 = - Σ pi ln pi Stasiun II = Lokasi PLTU
Dengan H1 = indeks diversitas Shannon Wiener Stasiun III = Lokasi Pelabuhan Lama
pi = proporsi spesies ke-i
ln = logaritma nature Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu ketiga
pi = Σ ni/N (Perbandingan jumlah stasiun berkisar 32,00 – 33,00 oC denga suhu tertinggi
individu suatu jenis dengan pada stasiun II sebesar 33,33 oC, dan yang terendah
keselurahan jenis) pada stasiun I sebesar 32,00 oC. Rendahnya suhu pada
dengan nilai H1: stasiun I disebabkan kondisi yang lebih ternaungi oleh
0<H1<2,302 = keanekaragaman rendah tumbuhan bakau dibandung kedua stasiun lainnya (I
2,302<H1<6,907 = keanekaragaman sedang dan III). Menurut Odum (1988) suhu ekosistem
H1 > 6,907 = keanekaragaman tinggi perairan selain dipengaruhi oleh penetrasi cahaya,
e. Indeks Equitabilitas (E) pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya,
H` ketinggian kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan
Indeks Equitabilitas (E) = yang di pinggiran perairan.
H max Penetrasi cahaya ketiga stasiun berkisar 26,67
Dengan: – 66,67 cm, tertinggi di stasiun II sebesar 26,67 cm
H1 = indeks diversitas Shannon-wiener
dan terendah di stasiun I sebesar 66,67 cm.
Hmax = keanekaragaman spesies maksimum
Rendahnya penetrasi cahaya di stasiun I disekan oleh
= ln S (dimana S banyaknya spesies)
dengan nilai E berkisar antara 0-1 aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan
dan pembuangan limbah masyarakat. Sastrawidjaya
f. Analisis Kolerasi (1991) menyatakan bahwa cahaya matahari tidak
Nilai Kolerasi diperoleh dari persamaan: dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan
Σx. y suspensi atau bahan terlarut terlalu tinggi, akibatnya
r=
Σx 2 . y 2 akan mempengaruhi proses fotosintasis di dalam
perairan tersebut.
Dengan r = koefisien kolerasi
Kedalaman pada ketiga stasiun berkisar 2,33
x = Variabel x (indeks Keanekaragaman)
– 12,00 m. Kedalaman terendah pada stasiun I sebasar
y = Variabel y (faktor fisik kimia)
2,33 dan tertinggi pada stasiun II. Tingginya
Selanjutnya dihutung dengan uji (t) menurut Michael kedalaman pada stasiun II disebabkan karena stasiun
(1984) dengan persamaan: ini merupakan lokasi PLTU yang berdekatan dengan
laut.
r n−2 Derajat Keasaman atau kebasaan (pH) pada
t=
1− r2 stasiun penelitian rata-rata mnendekati netral berkisar
6,23-6,87. pH tertinggi pada stasiun III sebesar 6,23
HASIL DAN PEMBAHASAN dan terendah pada stasiun I sebesar 6,87, namun
keseruhan pH sangat mendukung kehidupan
Faktor Fisik Kimia Perairan makrozoobentos. Sutrisno (1987) menyatakan, pH
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yang optimal untuk spesies makrozoobentos berkisar
nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun 6,0-8,0.
pada Tabel 1 berikut:
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 39

Oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun dari anak sungai sehingga sedimen lumpur
berkisar 4,33-4,73. DO tertinggi pada stasiun I sebesar terakumulasi dan substrat lumpur yang dominan. Jenis
4,73 dan terendah pada stasiun III sebesar 4,33. substrat dapat menyebabkan perbedaan jenis
Tingginya DO pada stasiun I berkaitan dengan makrozoobentos yang hidup pada masing-masing
rendahnya suhu perairan tersebut. Hal ini sesuai stasiun tersebut (Nybakken, 1992).
dengan pernyataan Sastrawijaya (1991), bahwa suhu Kandungan organik subsrat pada ketiga
mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan stasiun berkisar 5,95-6,38% dengan nilai tertinggi
oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air didapatkan pada stasiun I sebesar 6,38%, dan terendah
akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan distasiun I sebesar 5,95%. Secara keseluruhan nilai
oksigen semua stasiun sangat mendukung kehidupan kandungan organik yang dapat pada ketiga
organisme perairan. stasiunpenelitian tergolong tinggi. Menurut Pusat
Salinitas pada ketiga stasiun berkisar 18,00- Penelitian Tanah (1983) dalam Djaenuddin et al.,
19,33o/oo. Salinitas tertinggi pada stasiun III sebesar (1994), kriteria tinggi rendahnya kandungan organik
19,33o/oo dan terendah pada stasiun I sebesar 18,00o/oo. substrat/tanah berdasarkan persentase adalah sebagai
Tingginya salinitas pada stasiun III disebabkan lebih berikut; <1% (sangat rendah); 1-2% (rendah); 2,01-
dekat dengan laut bebas. Nybakken (1992), 3% (sedang); 3,01-5% (tinggi); >5,01% (sangat
menyatakan adanya penambahan air tawar yang tinggi);
mengalir masuk ke perauran laut (muara) dapat
menurunkan salinitas. Jenis-Jenis Makrozoobentos yang Didapat pada
BOD5 pada ketiga stasiun berkisar 0,833- Setiap Stasiun
0,933 mg/l. BOD5 tertinggi pada stasiun I sebesar Berdasarkan hasil penelitian dip[eroleh jenis-
0,933 mg/l dan terendah pada stasiun III sebesar 0,833 jenis makrozoobentos yang didapatkan pada beberapa
mg/l. Tingginya BOD5 pada stasiun I disebabkan stasiun lokasi penelItian seperti Tabel 2. Pada Tabel
banyaknya limbah dari aktivitas masyarakat seperti tersebut dapat dilihat makrozoobentos yang
pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah didapatkan sebanyak 15 genus yang di kelompokkan
masyarakat sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk dalam 2 phylum, 4 kelas, 7 ordo dan 12 famili.
mengurai bahan tersebut semakin sedikit. Brower et Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan
al., (1990), menyatakan jika konsumsi oksigen pada adalah dari kelas Gastropoda, ini disebabkan kondisi
periode lima hari berkisar 5 ppm maka perairan lingkungan sesuai dengan kehidupannya. Menurut
tersebut tergolong baik, sedangkan jika berkisar 10-20 Hutchinson (1993), Gastropoda merupakan hewan
ppm maka perairan tersebut menunjukkan tingkat yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada
pencemaran oleh materio organik. berbagai jenis substrat yang memiliki kesediaan
Substrat dasar pada ketiga stasiun terdiri dari makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh
lumpur berpasir dan lumpur berbatu. Kondisi substrat kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun
yang demikian karena muara merupakan kumpulan oksigen terlarut.

Tabel 2. Jenis-jenis Makrozoobentos yang didapatkan di Muara Percut Sei Tuan


Phylum Kelas Ordo Famili Genus
Annelida Oligochaeta Opisthopora Tubificidae Tubifex
Moluska Bivalvia Toxodonta Arcidae Anadara
Gastropoda Archaegastropoda Trocidae Monodonta
Basommatophora Physidae Physa
Mesogastropoda Cymatiidae Cymatium
Linatella
Epitoiniidae Epitonium
Littorinidae Littorina
Pleuroceridae Goniobasis
Pleurocera

Phylum Kelas Ordo Famili Genus


Potamididae Telescopium
Neogastropoda Melongnidae Pugilina
Muricidae Chicoreus
Murex
Pelecypoda Heterodonta Sphaeriidae Sphaerium
Keterangan:
B : Bawah
T : Tengah
A : Atas
- : tidak ditemukan
40 YEANNY J. Biologi Sumatera

Tabel 3. Nilai kepadatan (ind./m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekwensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun
penelitian
I II III
TAKSA
K KR FK K KR FK K KR FK
Tubifex 26,67 37,50 100
Anadara 10,67 14,29 33,33
Monodonta 10,67 15,39 66,67 16,00 14,99 66,67
Physa 16,00 14,99 66,67
Cymatium 10,67 14,29 66,67
Linatella 10,67 10,00 33,33
Epitonium 5,33 7,13 33,33
Littorina 5,33 7,68 33,33 42,67 39,99 66,67
Goniobasis 16,00 23,08 100
Pleurocera 21,33 30,76 100
Telescopium 10,67 10,00 33,33
Pugilina 10,67 10,00 33,33
Chicoreus 10,67 14,29 33,33
Murex 10,67 14,29 66,67
Sphaerium 16,00 23,08 66,67
Total 69,33 100 106,69 100 74,69 100

Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan dan terendah pada stasiun II sebesar 0,904. Secara
Frekwensi Relatif Makrozoobentos keseluruhan indeks keseragaman ketiga stasiun
Hasil penelitian mendapatkan nilai kepadatan, tergolong tingg, yang berarti penyebaran individu
kapadatan relatif dan frekwensi relatif di stasiun sangat seragam dan merata. Menurut Kreb (1985)
seperti tertera pada Tabel 3. Dari Tabel tersebut dapat indeks keseragaman (E) berkisar 0-1. Bila nilai
dilihat bahwa bahwa genus Littorina yang paling mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena
banyak dijumpai diantara ketiga stasiun penelitian adanya jenis yang mendominasi dan bila mendekati 1,
yaitu sebesar 42,67 ind./m2 (K), 39,99% (KR) dan keseragaman tinggi yang menunjukkan tidak ada jenis
33,33% (FK) yang terdapat stasiun II. Tingginya yang mendominasi.
genus ini disebabkan substrat dasar perairan lumpur
berpasir mendukung keberadaannya. Dharma (1988)
menyatakan genus Littorina banyak dijumpai pada Analisa Kolerasi Keanekaragaman Makrozoobentos
perairan dengan substrat lumpur berpasir disekitar dengan Faktor Fisik Kimia Perairan
muara. Berdasarkan pengukuran faktorfisik kimia
perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun
Indeks Keanekaragaman (H1) dan Indeks penelitian, dan dikolerasikan dengan Indeks
Keseragaman (E) Keanekaragaman (Diversitas Shannon-Wiener) maka
Dari Tabel indeks keanekaragaman (H1) pada diperoleh nilai kolerasi seperti terlihat pada tabel
ketiga stasiun berkisar 1,52-1,67. Indeks berikut:
keanekaragaman (H1) tertinggi sebesar 1,67 pada
stasiun III dan terendah pada stasiun I sebesar 1,52. Tabel 5. Nilai analisis kolerasi keanekaragaman
Keanekaragaman makrozoobentos pada ketiga stasiun Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia
penelitian tergolong rendah. Menurut Kreb (1985), Perairan
Keanekaragaman rendah bila 0<H1<2,30, No Parameter r t
Keanekaragaman sedang bila 2,302<H1<6,907, 1. Suhu 1,00 44,43*
Keanekaragaman tinggi bila H1 < 6,907. 2. Penetrasi cahaya 0,96 3,26tn
3. Kedalaman 0,86 1,69tn
4. pH 1,00 100,82**
Tabel 4. Nilai Keanekaragaman (H1) dan Nilai
5. DO 0,99 13,05*
Keseragaman (E) Makrozoobentos 6. Salinitas 1,00 55,03*
Stasiun 7. BOD 0,99 12,036tn
Indeks
I II III 8. Kandungan organik 0,99 26,02*
Indeks keanekaragaman (H1) 1,52 1,62 1,67 subsrat
Indeks Keseragaman (E) 0,95 0,90 0,93 Keterangan:
tn = tidak berpengaruh
Indeks Keseragaman (E) ketiga stasiun * = berpengaruh nyata
penelitian berkisar 0,904 – 0,947 dengan indeks ** = berpengaruh sangat nyata
keseragaman tertinggi pada stasiun I sebesar 0,947
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 41

Dari Tabel 5 hasil analisis kolerasi antara (stasiun II) dan terendah pada genus Epitonium
faktor fisik kimia perairan dengan indeks sebesar 5,328 ind./m2 (stasiun III). (3)
keanekaragaman dengan uji t memberikan hasil Keanekaragaman pada ketiga stasiun tergolong rendah
bahwa suhu, DO, Salinitas dan kandungan organik (1,52-1,67) dan keseragaman tergolong tinggi (0,90-
sustrat berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman 0,95). (4) Suhu, DO, Salinitas, dan kandungan organik
makrozoobentos, sedangkan pH memberi pengaruh berpengaruh nyata sedangkan pH berpengaruh sangat
sangat nyata terhadap keanekaragaman nyata.
makrozoobentos.
Suhu berpengaruh nyata terhadap DAFTAR PUSTAKA
keanekaragaman makrozoobentos disebabkan
makrozoobentos memiliki kisaran toleransi untuk Brower, J. E. H. Z. Jerrold & Car I. N. Von Ende.
dapat hidup baik di tempat tersebut. Oksigen terlarut 1990. Field and Laboratory Methods for
salah satu faktor penting dalam suatu perairan untuk General Ecology. Third Edition. Wm C.
kelangsungan hidup makrozoobentos. Menurut Brown publisher USA, New York. hlm. 52.
Sastrawijaya (1991), untuk mempertahankan Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia.
hidupnya, organisme air bergantung pada oksigen Cetakan pertama. Sarana Graha, Jakarta hlm
terlarut. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan 4-27
makrozoobentos antara lain mempengaruhi laju Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biologi. Second
pertumbuhan, jumlah makanan yang dikomsumsi, Edition. Jhon Willey & Sons, inc, New York.
nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup hlm. 274-285
biota air. Kandungan organik substrat memberi Krebs.C. J. 1985. Experimental Analysis of
pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat Distribubution of Abudance Third edition.
di substrat dasar perairan. Menurut Hutchinson Harper & Row Publisher, New York. hal.
(1993), keanekaragaman makrozoobentos di perairan 186-187
juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan Marsaulina, L. 1994. Keberadaan dan
organik substrat. Derajat Keasaman (pH) sangat Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai
penting mendukung kelangsungan hidup organisme Semayang Kecamatan Sunggal. Karya tulis.
akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan Lembaga Penelitian USU, Medan hlm 2, 6-10
susunan zat dalam lingkungan perairan dan Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan
tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik. Ladang dan Laboratorium. UI Pres, Jakarta.
Sastrawijaya (1991) kondisi perairan yang sangat hlm. 140,168.
asam atau basa akan membahayakan kelangsungan Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu
hidup organisme karena akan menyebabkan Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta
terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH hlm. 45-48.
yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga.
hidup organisme perairan. Dari penelitian tentang Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta.
keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai hlm. 373,397.
Belawan dapat disimpulkan sebagai barikut: (1) Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan.
Secara keseluruhan makrozoobentos yang didapatkan Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 35, 83-87.
sebanyak 15 genera dari 12 famili, 7 ordo, 4 kelas dan Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Universitas
2 filum. (2) Kepadatan makrozobentos tertinggi Andalas, Padang. hlm. 58-59.
terdapat pada genus Littorina sebasar 42,672 ind./m2
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 42 – 44 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

JENIS-JENIS PALMAE DI HUTAN GUNUNG SINABUNG


SUMATERA UTARA

Etti Sartina Siregar


Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Jl. Bioteknologi No. 1,
Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

A study on biodiversity of Palmae in Mount of Sinabung Forest North Sumatera were conducted from
July to October 2006. This study was based on exploration method. The study showed that there were 8 species
including in 5 genera. They are Arenga sp., Caryota sp., Iguanura geonomaeformis, Calamus tumidus Furt., C.
palustris Griff., C. scipionum Lour. Daemonorops sp1. and Daemonorops sp2.

Keywords: palmae, mount sinabung forest

PENDAHULUAN tentang kekayaan jenis Palmae masih sangat kurang.


Penelitian tentang keanekaragaman Palmae di
Palmae atau Arecaceae termasuk famili yang Sumatera antara lain: Rustiami (2002) melaporkan
terbesar keanekaragamannya di dalam kelas terdapat 7 jenis palem di gunung Kerinci dan gunung
Monokotil. Anggota famili ini secara alami tumbuh di Tujuh Taman Nasional Kerinci Seblat. Di Sumatera
hutan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi Utara sendiri, sejauh ini, belum ada diungkap tentang
dan sangat beragam ditinjau dari habit, ukuran serta kekayaan jenis Palmae. Padahal untuk menggali
morfologinya. Ada jenis-jenis Palmae yang berupa potensinya secara keseluruhan perlu diketahui
semak, pohon, ataupun liana. Tumbuhan ini juga kekayaan jenisnya. Sehubungan dengan hal tersebut
mempunyai daun yang bervariasi; ada yang penelitian ini dilakukan untuk mengungkap jenis-jenis
mempunyai pertulangan menyirip dan ada yang Palmae Hutan Gunung Sinabung Sumatera Utara.
menjari. Palmae mudah dikenali dari susunan daun
yang umumnya roset batang dan mempunyai BAHAN DAN METODA
perbungaan berupa tongkol yang dilindungi oleh daun
pelindung besar yang disebut spatha (Whitmore, Metode yang digunakan dalam penelitian ini
1973; Tjitrosoepomo, 1993). adalah metode survey (eksplorasi). Adapun lokasi
Jenis-jenis Palmae di Indonesia secara umum yang dipilih adalah sepanjang jalur pendakian Hutan
dikenal dengan nama palem. Tumbuhan ini banyak Gunung Sinabung, dengan lebar 20 m ke kiri dan ke
digemari sebagai tanaman hias karena perawakannya kanan. Secara administratif, Hutan Gunung Sinabung
yang menarik dan bentuk daunnya yang cantik. Selain termasuk Desa Lau Kawar Kecamatan Simpang
sebagai tanaman hias, tumbuhan ini juga mempunyai Empat, Kabupaten Karo dengan luas areal sekitar
potensi ekonomi yang tinggi antara lain sebagai 13.844 ha dengan ketinggian 1400 – 2450 meter dari
sumber makanan, buah-buahan, bahan baku minyak, permukaan laut. Dari Brastagi berjarak sekitar 27 km
bahan baku perabot rumah tangga, sumber serat untuk atau 86 km dari kota Medan.
tekstil serta obat-obatan (Dransfield, 1976; Jones & Prosedur penelitian:
Luchinger, 1986). 1. Koleksi Spesimen
Tumbuhan Palmae terdiri dari 200 marga dan Semua jenis-jenis palem yang ditemukan di
sekitar 4000 jenis. Famili ini mempunyai penyebaran lapangan dikoleksi, diutamakan yang sedang berbunga
yang luas yaitu meliputi daerah tropik Asia, Malesia, atau berbuah. Masing-masing sampel yang dikoleksi
Australia, Afrika, dan Amerika serta daerah subtropik diberi label gantung bernomor dan diberi deskripsi
dan daerah beriklim sedang baik belahan bumi utara singkat masing-masing jenis meliputi habit dan ciri-
maupun belahan bumi selatan. Di kawasan Malesia ciri morfologi yang akan hilang setelah spesimen
sendiri, tumbuhan Palmae diperkirakan terdiri dari 52 dikeringkan.
marga dan lebih dari 900 jenis (Rustiami, 2002).
Mengingat pentingnya peranan tumbuhan 2. Pengawetan Spesimen
Palmae ini secara ekonomi maka perlu diungkap Jenis-jenis palem yang telah dikoleksi dibuat
kekayaan jenisnya. Di Sumatera, data dan informasi spesimen herbariumnya dengan cara disusun di antara
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 43

lembaran koran, diikat dan dimasukkan ke dalam geonomaeformis, Calamus tumidus Furt., C. palustris
kantong plastik besar, kemudian disiram dengan Griff., C. scipionum Lour. Daemonorops sp1.,
alkohol 70% sampai basah agar tidak rontok atau Daemonorops sp2. Selanjutnya berdasarkan
busuk. Kantong plastik yang sudah penuh berisi pengamatan terhadap ciri morfologi yang ada, dibuat
material diikat atau ditutup setelah mengosongkan kunci identifikasi sederhana untuk mengenal jenis-
udara seminimal mungkin dan dimasukkan ke dalam jenis Palmae Gunung Sinabung Sumatera Utara.
karung plastik. Dengan teknik ini diusahakan agar
spesimen terbungkus dengan rapi, mengingat Kunci identifikasi jenis-jenis Palmae di Hutan
spesimen Palmae sangat besar dan pada umumnya Gunung Sinabung Sumatera Utara:
berduri. 1. a. Daun terminal tidak terbelah.............................2
b. Daun terminal terbelah dua...............................3
3. Pengapitan dan Pengeringan Spesimen di 2. a. Ujung daun berlobus dalam, bergerigi
Laboratorium rata......................................................Arenga sp.
Spesimen yang diawetkan ditata kembali b. Ujung daun berlobus dangkal, bergerigi tidak
dalam lipatan kertas koran kering kemudian dipres di rata.....................................................Caryota sp.
antara dua kertas kardus atau bisa juga digunakan 3. a. Bentuk daun ovatus..............Daemonorops sp 1.
sasak. Spesimen kemudian dipres dengan cara b. Bentuk daun lanset...............Daemonorops sp 2.
mengikat kuat di antara dua sasak. Selanjutnya 4. a. Bunga biseksual......Iguannura geonomaeformis
spesimen dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC b. Bunga uniseksual...............................................5
sampai kering. Untuk mempermudah pengeringan 5. a. Braktea berduri rapat,..............Calamus tumidus
setiaap hari spesimen dibolak-balikkan posisinya. b. Braktea berduri jarang.......................................6
Spesimen yang sudah kering dimasukkan ke dalam 6. a. Staminate mempunyai 3 tingkat
pendingin dengan temperature -18oC selama 1 percabangan.........................Calamus scipionum
minggu supaya bebas hama. b. Staminate mempunyai 1 tingkat
percabangan............................Calamus palustris
4. Pemberian Label
Spesimen yang sudah dikeringkan disusun Deskripsi Jenis-Jenis Palmae Hutan Gunung
berdasarkan nomor koleksi lapangan, disiapkan label Sinabung Sumatera Utara
herbarium yang ditempelkan pada setiap sudut kiri Berdasarkan pengamatan ciri morfologi,
bawah kertas mounting yang akan digunakan. dibuat deskripsi jenis-jenis Palmae yang diperoleh di
Gunung Sinabung sebagai berikut:
5. Mounting (Pengeplakan) Arenga sp
Spesimen diletakkan di atas kertas mounting Berupa pohon, berumpun, batang tidak
yang sudah diberi label, kedudukan spesimen diatur berduri. Daun majemuk menyirip, bentuk anak daun
sedemikian rupa sehingga rapi dan tidak ada bagian fishtail, ukuran daun 24 x 4,5 cm, tidak mempunyai
spesimen yang keluar melebihi kertas mounting. tangkai, pinggir ujung daun bergerigi halus,
permukaan tidak berbulu; anak daun terminal seperti
6. Deskripsi dan Identifikasi kipas tidak terbelah, ukuran daun terminal 29 x 20 cm;
Parameter pengamatan yang digunakan adalah jarak anak daun 2 – 5 cm. Bunga tidak ditemukan.
perawakan tumbuh, morfologi batang, daun, tipe
perbungaan, morfologi bunga (jantan dan betina), Calamus palustris Griff
morfologi buah dan biji. Untuk identifikasi digunakan Berupa liana; diameter batang ± 1,8 cm. Daun
buku-buku identifikasi Palmae. Selain itu juga majemuk, pelepah berduri jarang dan tersebar,
dilakukan studi pustaka guna kelengkapan informasi panjang duri sampai 2,7 cm; panjang tangkai daun
ilmiah pada jenis-jenis yang teridentifikasi. Semua sekitar 15 cm, berduri berbentuk cakar, duri jarang-
jenis yang diperoleh dibuat deskripsinya dan kunci jarang, panjang duri sampai 1,2 cm; anak daun
identifikasi. tunggal, tersebar, bentuk lanset, bagian ujung lebih
lebar, tepi daun bergerigi dengan lobus agak dalam,
HASIL DAN PEMBAHASAN tidak bertangkai, jarak antar anak daun 6 – 7 cm,
ukuran anak daun 33 x 6 cm; mempunyai cirus
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dengan susunan duri 2 – 4 tiap nodus, jarak antar duri
di Gunung Sinabung Sumatera Utara, diperoleh 8 pada cirus 3,5 – 4 cm, anak daun terminal terbelah
jenis Palmae yang termasuk ke dalam 5 genera. dua. Perbungaan aksilar, panjang perbungaan betina
Adapun jenis-jenis Palmae yang diperoleh adalah 65 cm, panjang rakila 6 – 11 cm, 1 rakila mempunyai
sebagai berikut: Arenga sp., Caryota sp., Iguanura 3 – 6 anak rakila, jarak antar rakila 3 – 6 cm; prophyll
44 SIREGAR J. Biologi Sumatera

tubular, berambut halus. Buah memanjang (oblong), jarak antar anak daun ± 5 – 6 mm, ukuran anak daun 8
diameter 4 mm, panjang 9 mm (buah masih muda). – 9 x 1,5 – 2 cm, daun terminal bifid, ujung anak daun
Bunga tidak ditemukan. berduri halus, permukaan daun tidak berbulu. Bunga
tidak ditemukan.
Calamus scipionum Lour
Berupa liana; diameter batang 17 mm, jarak Daemonorops sp2
internodus 14 cm, berduri besar dengan panjang 1,5 – Berupa liana. Daun majemuk menyirip,
2,5 cm, lebar 2 mm pada pangkal, duri bentuk tangkai daun dan pelepah tidak berduri, panjang
segitiga, tersebar jarang-jarang. Pelepah daun berduri, tangkai 23 – 26 cm, anak daun tidak bertangkai,
tangkai daun 27 cm, berduri; rakis berduri berbentuk bentuk daun lanset, panjang anak daun 15 – 17 x 1,5 –
cakar, tersebar jarang-jarang; anak daun tersebar, 1,8 cm, jarak antar anak daun 1–2 cm, tersebar, ujung
tidak bertangkai, bentuk linier, panjang 40 cm, lebar anak daun berduri halus, daun terminal bifid,
4,5 cm, ujung daun berduri halus, meruncing, pinggir permukaan daun tidak berambut, jumlah anak daun
daun licin, permukaan daun tidak berduri, jarak antar dalam 1 tangkai sekitar 15 daun. Bunga tidak
anak daun 4 – 6 cm, anak daun terminal terbelah dua. ditemukan.
Perbungaan aksilar, panjang 72 cm, mempunyai tiga
tingkat percabangan, masing-masing tingkat terdiri Iguanura geonomaeformis
dari 3 – 5 rakila; bunga tidak ditemukan karena gugur. Berupa pohon, tunggal. Batang tidak berduri,
diameter 1 cm, beruas-ruas, internodus sekitar 7 cm.
Calamus tumidus Furt Daun majemuk, jumlah anak daun 2–3 pasang dalam
Berupa liana. Daun majemuk, tangkai daun satu tangkai; jarak antar anak daun 3–4 cm,
dan rakis berduri jarang, tersebar, duri segitiga, tidak berhadapan, tidak bertangkai, ukuran anak daun 28 x
sama besar, daun terminal bifid; anak daun tunggal, 3-4 cm, ujung meruncing, pangkal tumpul; anak daun
tersebar, bentuk linier, tidak bertangkai, ujung dan terminal terbelah, ujungnya berlobus dangkal;
pangkal anak daun runcing, jarak antar anak daun 3 – pertulangan daun tampak menonjol, jumlah
5 cm, ukuran anak daun 39 x 6 cm, ujung anak daun pertulangan 4-6 dalam satu anak daun. Perbungaan
berduri halus, anak daun terminal terbelah dua. aksilar; panjang perbungaan kira-kira 30 cm, jumlah
Perbungaan aksilar; braktea berduri tersebar dan tidak rakila 2–3; panjang braktea 8 cm, tidak berbulu;
teratur, duri tidak sama besar, panjang braktea sekitar Bunga hermaprodit (biseksual); kelopak 3, ujungnya
22 cm; panjang perbungaan betina 40-50 cm, meruncing dan berambut, panjang kira-kira 3 mm;
mempunyai rakila 7–8, panjang rakila sampai 8 cm, 1 mahkota 3, panjang kira-kira 5 mm. Buah elip,
rakila mempunyai berisi sekitar 8 buah. Buah permukaan licin, panjang kira-kira 1,8 cm, diameter 1
berbentuk elip, diameter 1 mm, panjang 3 cm, cm.
permukaan buah ditutupi sisik (buah masih muda).
Bunga tidak ditemukan. DAFTAR PUSTAKA

Caryota sp Dransfield, J. 1976. Palms in the Everyday Life of


Berupa pohon, tunggal. Batang tidak berduri. West Indonesia, Principes (1): 39 – 47.
Daun majemuk, rakis berbulu, bentuk anak daun Jones Jr, Luchinger. 1986. Plant Systematics.
fishtail, ukuran anak daun 22 x 8 cm, pinggir anak McGraw Hill, Inc. New York St. Louis San
daun bergerigi kasar dan berlobus, daun terminal tidak Fransisco.
terbelah, jarak anak daun sekitar 9 cm, tersebar, Rustiami H. 2002. Keanekaragaman Palem di Gunung
pangkal anak daun runcing, permukaan licin. Bunga Kerinci dan Gunung Tujuh, Taman Nasional
tidak ditemukan. Kerinci Seblat Sumatera. Floribunda II (1): 6
– 8.
Daemonorops sp1 Tjitrosoepomo G. 1993. Taksonomi Tumbuhan
Berupa liana, duri sangat banyak dan rapat. Spermatophyta. Gadjah Mada University
Daun majemuk menyirip, panjang tangkai daun ± 4 Press. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
cm, berpelepah ± 7 cm; anak daun tidak bertangkai, Whitmore T.C. 1970. Palms of Malaya. Oxford
bentuk ovatus, tersusun rapat dan tersebar, jumlah University Press. London.
anak daun dalam satu tangkai sekitar 21 anak daun,
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 45 – 47 Vol. 2, No. 2
ISSN 1907-5537

ANALYSIS OF PROTEIN FAS EXPRESSION AND CASPASE 3 ACTIVATED


AT THE SUPRESSION PHASE TO SPERM QUANTITY BY
ANDROGEN/PROGESTIN COMBINATION

Syafruddin Ilyas
Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Jl. Bioteknologi No. 1,
Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Analysis studied to Fas protein expression and caspase 3 activated at the Sprague Dawley rat.
Administration of Androgen/Progestin was done at the suppression phase of sperm. I used experiment method
and completely randomized design with 4 treatments (0, 6, 12, 18 and 24 weeks) and 5 replications. Androgen
(2,5 mg) and progestin (1,25mg) combination injection with interval of 6 and 12 weeks respectively. Result of
research during 24 weeks was found tend to increase Fas protein expression and Caspase 3 activated. Between
Fas protein and caspase 3 activated was strong correlation (r=0,92) and difference significantly (P<0,01). Sperm
concentration tend to decreased because increased of Caspase 3 activated and Fas protein of germ cell.

Keywords: fas protein, caspase 3 activated, androgen/progestin, sperm quality

PENDAHULUAN androgen/progestin yang dapat mengaktivasi caspase


3 begitu lama, memungkinkan terjadinya gangguan
Peran spermatogenesis dalam pembentukan (disregulasi) pada gen atau aktifitas caspase 3
spermatozoa tidak dapat dilepaskan dengan peran aksi tersebut. Sulpizi et al., (2003) menyatakan bahwa
metabolit yang ada di dalam testis tersebut. Ada dua disregulasi caspase-3 adalah faktor kunci
fungsi utama testis, yakni spermatogenesis (eksokrin) perkembangan berbagai penyakit, seperti Alzheimer,
dan biosintesis androgen (endocrin). Fungsi kedua hal Parkinson, dan kanker. Winter et al., (2001)
tersebut melalui pengaturan yang sangat rumit dan menyatakan bahwa, ekspresi caspase-3 menjadi marka
sangat kompleks. Studi tentang spermatogenesis bermakna untuk pemantauan penyakit kanker seperti
selalui berhubungan dengan aksi androgen. kanker prostat. Oleh sebab itu perlu analisis ekspresi
Keberadaan androgen terututama pada hipofise dan gen caspase-3 terhadap ekspos kombinasi
sel Leydig. androgen/progestin pada proses kematian apoptosis
Ada tipe sel yang berbeda pada testis, yakni jangka panjang sel germinal tikus (Rattus sp.).
sel Sertoli, Leydig, peritubular myoid dan sel
germinal pada beberapa tahap diferensial BAHAN DAN METODE
spermatogenik. Spermatogenesis sangat tergantung
pada komunikasi autokrin dan parakrin antara tipe sel Digunakan metoda eksperimen dan rancangan
berbeda dalam testis. Umpan balik negatif testosteron acak lengkap dengan delapan puluh ekor tikus jenis
pada poros hipotalamus-hipofisis-testis merupakan Sprague Dawley (dari Balai POM Depkes Jakarta)
suatu sistem komunikasi penting dari sel testis. dibagi dalam kelompok perlakuan dan control.
Pemberian kombinasi hormon androgen/progestin Kelompok perlakuan dibagi 5 kelompok. Kelompok
telah banyak dibuktikan dapat menekan testosteron pertama (minggu ke -4 s/d 0; kedua (minggu ke 6);
intratestikular sehingga mengganggu spermatogenesis ketiga (12 minggu), keempat (18 minggu), kelima (24
yang menyebabkan rendahnya produksi spermatozoa. minggu). Penyuntikan androgen (TU) 2,5 mg dengan
Menurunnya produksi spermatozoa dapat terjadi interval 6 minggu dan progestin (DMPA) 1,25 mg
karena pengaruh apoptosis sel germinal. Aktivasi serta dilakukan selama 24 minggu. Penghitungan
caspase 3 merupakan jalur eksekutor sebelum terjadi spermatozoa kauda epididimis dilakukan dengan
apoptosis (Kim et al., 2001; Said et al., 2004). mengambil dan diencerkan dengan menambahkan 250
Aktifitas caspase 3 yang lama secara tidak langsung μL NaCl 0,95%. Kemudian dilarutkan 1:20 dengan
dapat menyebabkan azoospermia. Untuk larutkan George dan diambil 1 tetes untuk dihitung
pengembangan hormon yang dijadikan pilihan untuk pada kamar hitung Neubaeur. Hasil hitungan (dari 10
kontrasepsi pada pria, tentu harus diperhatikan kotak kecil kamar hitung) dijumlahkan dan dikali
keamanan dan reversibelitasnya ketika pemberian dengan faktor pengalinya, yakni 2,5x20x10.000x4.
hormon dihentikan. Pemberian hormon
46 ILYAS J. Biologi Sumatera

Pembuatan preparat testis dilakukan dengan Hasil uji perbandingan rata-rata (Mann-
metode paraffin dengan larutan fiksatif Bouin. Testis Whitney U) antara perlakuan (pemberian
dipotong setebal 6 μm dan ditempelkan pada frosted androgen/progestin) dan kontrol diperoleh adanya
slide yang telah di coated dengan poly-l-lysine perbedaan yang signifikan (P<0,05).
(Sigma) untuk pengecatan caspase 3 aktif (Cat no.
C8487 Sigma - Active antibody produced in rabbit). - Konsentrasi Spermatozoa
Sedangjan untuk analisis ekspresi protein Fas Konsentrasi spermatozoa setelah perlakuan
digunakan Antibodi primer Fas (Monoclonal Mouse, dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Gambar 2
anti-human CD95, APO1/Fas, Clone DX2, Code merupakan konsentrasi spermatozoa setelah
M3654-DakoCytomation Denmark). Jaringan testis di pemberian androgen/progestin selama 24 minggu
counterstain dengan haematoxylin mayer’s. Untuk merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan
visualisasi digunakan diaminobenzidin (DAB) dan sel kelompok perlakuan.
germinal yang positif caspase 3 aktif akan berwarna
coklat. Penghitungan caspase 3 aktif dan protein Fas

Pemberian Androgen/Progestin
sel germinal dilakukan pada ±200 tubulus
seminiferus. Data dikalkulasi sebagai rata-rata dari
jumlah total dan dihitung rata-rata±SEM nya.

(Minggu)
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,


didapatkan hasil sebagai berikut:
- Caspase 3 Sel Germinal
Pada Gambar 1 telihat peningkatan caspase 3 Konsentrasi Spermatozoa (jt/mL)
aktif sel germinal mulai dari minggu ke 12 sampai
Gambar 2. Rata-rata konsentrasi spermatozoa selama
minggu ke 24 (A) dan (B) jika data dikelompokkan
pemberian androgen/progestin
menjadi 3 kelompok yakni praperlakuan, penekanan
dan pemeliharaan.
Hasil uji perbandingan rata-rata (Mann-
Pemberian Androgen/Progestin

Whitney U) antara perlakuan (pemberian


androgen/progestin) dan kontrol tidak diperoleh
adanya perbedaan yang signifikan (P<0,05), namun
(minggu)

sebenarnya telah terlihat adanya kecenderungan


penurunan konsentrasi sperma setelah pemberian
androgen/progestin.
A
- Korelasi antar Caspase 3 Aktif Sel Germinal,
Protein Fas Sel Germinal, dan Kosentrasi
Rata2 sel germinal caspase 3 aktif(+)/200 tub.seminiferus
Sperma
Pada Tabel 1 dapat dilihat korelasi antara
Pemberian Androgen/Progestin

caspase 3 aktif sel germinal, protein Fas sel germinal


dan konsentrasi spermatozoa.
(minggu)

Correlations

CASPASE3 FAS KONS_SP


CASPASE3 Pearson Correlation 1.000 .922* -.360
B Sig. (2-tailed) . .026 .552
N 5 5 5
FAS Pearson Correlation .922* 1.000 -.204
Rata2 sel germinal protein Fas/200 tub.seminiferus Sig. (2-tailed) .026 . .742
N 5 5 5
Gambar 1. (A) Rata-rata sel germinal caspase 3 aktif KONS_SP Pearson Correlation -.360 -.204 1.000
atau protein Fas (B) per 200 tubulus Sig. (2-tailed) .552 .742 .
seminiferus selama pemberian androgen/ N 5 5 5
progestin (minggu) dan (B) Data A *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
dikelompokkan berdasarkan tahap perlakuan
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 47

PEMBAHASAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian telah Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan


diperlihatkan efektifitas androgen/progestin karena bahwa peningkatan eskpresi protein Fas menimbulkan
adanya penekanan terhadap konsentrasi spermatozoa aktivitas caspase 3 sel germinal setelah pemberian
(Gambar 2). Hal ini berhubungan dengan androgen/progestin dan akhirnya menurunkan
meningkatnya aktivasi caspase 3 sel germinal konsentrasi spermatozoa. Ekspresi protein Fas dan
(Gambar 1A) dan ekspresi protein Fas (Gambar 1B) Caspase 3 aktif sel germinal dapat terjadi pada
mulai dari awal perlakuan (6 minggu) sampai spermatogonia, spermatosit dan spermatid. Adanya
perlakuan berakhir (minggu ke 24). Caspase 3 aktif regresi linear dan korelasi positif yang nyata antara
lebih jelas terlihat meningkat ketika data digambarkan protein Fas dan Caspase 3 aktif sel germinal
mendorong kecendrungan turunnya konsentrasi
dengan garis eksponensial (Gambar 1A). Aktivitas
spermatozoa.
caspase 3 ternyata dipengaruhi secara nyata oleh
pemberian kombinasi hormon yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
(P<0,05). Kemungkinan juga diakibatkan oleh
peningkatan ekspresi protein Fas yang mulai dari awal Kim, J.M., et al., 2001. Caspase-3 and caspase-
perlauan sampaia akhir (P<0,05). Ternyata activated deoxyribonuclease are associated
penyuntikan kombinasi hormon tersebut menimbulkan with testicular germ cell apoptosis resulting
negatif feed back dari poros hipotalamus-hipofisis dan from reduced intratesticular testosterone,
testis, sehingga testosteron intratestikular menurun. Endocrinology 142; 3809– 3916.
Hal ini menyebabkan terganggunya proses Meistrich, M.L and Gunapala Shetty. Inhibition of
spermatogenesis. Seperti laporan Meistrich and Shetty Spermatogonial Differentiation by
(2003) bahwa, rendahnya testosteron dapat Testosterone. Journal of Andrology,
menghambat penyempurnaan spermatogenesis. Said March/April 2003. Vol. 24, No. 2.
et al, (2004) dan Tesarik et al., (2002) menyatakan, Nair, R and Chandrima Shaha. Diethylstilbestrol
pengujian jaringan testikular telah membuktikan Induces Rat Spermatogenic Cell Apoptosis in
adanya reduksi konsentrasi testosteron intratestikular Vivo through Increased Expression of
yang dapat mempengaruhi caspase 3 menjadi caspase Spermatogenic Cell Fas/FasL System. J Bio
3 aktif. Chem. 2003; Vol. 278, No. 8, Issue of
Pemberian hormon dapat menyebabkan February 21, pp. 6470–6481.
rendahnya testosteron intratestikular sehinggan dapat Said, T.M., Uwe Paasch, Hans-Juergen Glander and
mengiduksi ekspresi protein Fas pada sel germinal. Ashok Agarwal. Role of caspases in male
Seperti yang dinyatakan oleh Nair, R and Chandrima infertility. Human Reproduction Update,
Shaha (2003), bahwa penurunan hormon testikular 2004; Vol.10, No.1 pp. 39-51.
dapat menimbulkan peningkatan ekspresi protein Fas. Sulpizi, M., U. Rothlisberger dan P. Carloni. 2003.
Molecular Dynamics Studies of Caspase-3.
Akibatnya terjadi peningkatan aktivitas caspase 3
Biophysical Journal 84:2207-2215.
melalui jalur apoptosis. Hal ini dibuktikan dengan iji
Tesarik J, Martinez F, Rienzi L, Iacobelli M, Ubaldi
korelasi yang signifikan (P<0,01) dan sangat kuat
F, Mendoza C and Greco E. In-vitro effects of
(r=0,92) antara ekspresi protein Fas dengan Caspase 3 FSH and testosterone withdrawal on caspase
aktif. Sehingga deoksiribonuklease (caspase-activated activation and DNA fragmentation in
deoxyribonuclease, CAD) teraktivasi pada nukleus different cell types of human seminiferous
yang akhirnya menginduksi apoptosis sel germinal. epithelium. Hum Reprod, 2002; 17,1811-
Ekspresi protein Fas dan Caspase 3 aktif sel germinal 1819.
terlihat pada hampir seluruh tahap sel germina Winter, R.N., Andrew Kramer, Andrew Borkowski
(spermatogonia, spermatosit dan spermatid). and Natasha Kyprianou. 2001. Loss of
Kemungkinan besar ini pemicu yang kuat sehingga Caspase-1 and Caspase-3 Protein Expression
produksi sperma menjadi menurun. in Human Prostate Cancer. Cancer Research
61, 1227-1232.
JURNAL BIOLOGI SUMATERA (J Biol Sum)
Sumatran Journal of Biology

PEDOMAN PENULISAN

Naskah: Jurnal Biologi Sumatera menerima naskah Tulisan: Tulisan untuk naskah artikel hasil penelitian
dari berbagai bidang ilmu biologi baik murni maupun terdiri dari Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil,
terapan. Naskah yang dipublikasi di Jurnal Biologi dan Pembahasan. Hasil dan Pembahasan juga dapat
Sumatera (J. Biol. Sum.) merupakan naskah yang digabung. Untuk Ulas Balik dan Komunikasi Singkat
belum pernah diterbitkan dalam jurnal lainnya. ditulis sebagai naskah sinambung tanpa sub judul
Naskah dapat berupa artikel hasil penelitian (Original bahan dan metode, hasil dan pembahasan.
Article), ulas balik (Review/Minireview) dan Pendahuluan memberikan latar belakang yang cukup
komunikasi singkat (Rapid Communication). Panjang agar pembaca memahami dan memperkirakan hasil
maksimum naskah adalah 6, 8, dan 3 halaman cetak yang akan dicapai tanpa harus merujuk pada
masing-masing untuk artikel hasil penelitian, ulas penerbitan-penerbitan sebelumnya. Cara penulisan
rujukan dalam teks dengan menyebutkan penulis
balik dan komunikasi singkat. Naskah dapat ditulis
diikuti tahun penerbitan (contoh: bila di akhir teks
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah
ditulis [Munir & Suryanto 2004) dan bila di awal teks
yang isinya tidak sesuai dengan pedoman penulisan ditulis Munir & Suryanto (2004)]. Bila penulis lebih
dan penulisannya tidak sesuai dengan kaidah bahasa dari dua, ditulis nama penulis pertama saja dan diikuti
Indonesia dan bahasa Inggris tidak akan dipublikasi dengan kata et al. yang dicetak miring (contoh
dan Editor tidak berkewajiban mengembalikan naskah Suryanto et al. 2001). Pendahuluan juga harus
bersangkutan. berisikan latar belakang beserta tujuan dari penelitian.
Pada bagian Bahan dan Metode harus berisikan
Format: Seluruh isi naskah termasuk abstrak, isi, informasi teknis sehingga peneliti lain dapat
daftar pustaka, tabel, gambar dan keterangan gambar mengulangi berdasarkan teknik percobaan yang
diketik pada kertas ukuran HVS A-4 dengan jarak dua dikemukakan. Untuk kondisi tertentu nama dan merek
spasi dengan menggunakan huruf Times New Roman alat beserta kondisi percobaan harus dicantumkan.
ukuran 12 point. Setiap lembarnya diberi nomor Hasil dapat disajikan dalam bentuk tabel, gambar atau
halaman. Abstrak, isi, ucapan terima kasih, daftar isi, langsung dalam tubuh tulisan. Hasil yang disajikan
tabel, gambar, dan keterangan gambar harus dimulai dalam naskah merupakan hasil yang signifikan dan
dari halaman baru. Tabel, gambar, dan keterangan berarti penting bagi naskah. Hindari penggunaan
gambar diletakkan pada akhir naskah. Standar grafik atau gambar yang berlebihan bila dapat
abreviasi dan unit harus menggunakan standar disajikan dalam tubuh tulisan dengan singkat.
internasional. Abreviasi harus ditulis penuh untuk Pembahasan berisikan interpretasi terhadap hasil
pertama kali muncul dan penggunaan kependekan penelitian dan dikaitkan dengan hasil-hasil yang
dalam judul dan abstrak harus dihindari. Nama pernah dilaporkan. Hindari pengulangan metode dan
generik zat kimia yang digunakan harus ditulis. hasil penelitian serta hal-hal yang telah dicantumkan
Penggunaan nama genus dan spesies ditulis cetak dalam bagian Pendahuluan.
miring.
Daftar Pustaka: Daftar Pustaka ditulis memakai sistem
tahun nama (Harvard) dan diurut menurut abjad.
Judul: Judul harus singkat, spesifik, dan informatif.
Ketepatan penggunaan Daftar Pustaka merupakan
Pada bagian judul harus terdapat jenis naskah, nama tanggung jawab penuh penulis. Data yang tidak
lengkap, dan alamat penulis, dan catatan kaki terhadap dipublikasi tidak dapat digunakan sebagai sumber
koresponden harus ditujukan lengkap dengan nomor kepustakaan, akan tetapi naskah yang sudah diterima
telepon, faksimili, dan/atau e-mail. untuk publikasi tetapi belum terbit dapat dimasukkan
dalam Daftar Pustaka dengan menyebutkan nama jurnal
Abstrak: Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan diikuti oleh kata diterima untuk publikasi atau in
(Abstract) dan tidak lebih dari 250 kata. Dalam press. Seluruh nama penulis dicantumkan dalam
abstrak harus terkandung tujuan, metode, hasil, dan daftar pustaka (tidak ada penggunaan et al dalam
kesimpulan. Data yang terdapat dalam abstrak Daftar Pustaka). Nama jurnal dipendekkan menurut
merupakan data yang sangat penting. Aspek-aspek abreviasi yang lazim dari The List of Serial Title
yang baru dan penting harus tercermin dalam abstrak. Word Abreviation yang dikeluarkan oleh Pusat
Maksimum lima kata kunci dalam bahasa Inggris Internasional ISSN dan dicetak miring. Cara penulisan
ditulis di bawah abstrak. dapat mengikuti salah satu dari berikut:
Jurnal: Tabel: Tabel diberi nomor secara berurutan
Millar SL, Buyck B. 2002. Molecular phylogeny of sebagaimana muncul dalam teks. Setiap tabel diberi
the genus Russula in Europe with a comparison judul yang informatif. Bila dalam tabel terdapat
of modern infrageneric classification. Mycol Res kependekan harus dijelaskan dengan catatan kaki.
106:259-276. Lebar maksimum tabel harus sesuai dengan lebar
Buku: maksimum area cetak yaitu 8,5 cm atau 18 cm.
Boaden PJS, Seed R. 1985. An Introduction to Coastal
Ecology. New York: Blackie. Gambar: Seluruh gambar atau foto harus dirujuk di
Bab dalam Buku: dalam teks dan diberi nomor secara berurutan.
Admassu W, Korus RA. 1998. Engineering of Gambar atau foto hanya yang berwarna hitam putih
bioremediation process: Need and limitations. dan harus jelas untuk dapat diperbanyak. Masing-
Di dalam Crawford RL, Crawford DL (ed). masing gambar harus diserahkan dalam lembaran
Bioremediation: Principles and applications. yang terpisah dan siap jadi tanpa perlu perubahan
Cambridge: Cambridge University Press. ukuran dan bentuk dan masing-masingnya dilengkapi
Abstrak dengan keterangan yang cukup. Lebar maksimum
Priyani N, Simorangkir J, Flaherti V. 2003. The effect gambar harus sesuai dengan lebar maksimum area
of phosphor and nitrogen addition on crude cetak yaitu 8,5 cm atau 18 cm.
oil degradation by Candida sp. Abstrak
Seminar Nasional Kimia. Medan, 11 Oktober Kontribusi Penerbitan: Setiap penulis dibebani
2003. hlm 27. biaya cetak sebesar Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah)
Prosiding: untuk setiap artikel yang diterbitkan. Kelebihan
Nasution Z. 2004. The forest ecology in the Lake halaman dikenakan biaya tambahan sebesar Rp.
Toba catchment area. Di dalam: Proceedings 50.000.- (lima puluh ribu rupiah) per halaman cetak.
of The 5th International Wood Science Penulis mendapatkan satu eksemplar terbitan dan 5
Symposium JSPS-LIPI Core University (lima) salinan artikel.
Program in the Field of Wood Science.
Kyoto, September 17-19. hlm 287-293. Pengiriman Naskah: Penulis diminta untuk
Skripsi/Tesis/Disertasi: mengirimkan dua eksemplar asli beserta dokumen
Rahmawati S. 2003. Pengaruh pemberian ekstrak biji (file) dalam disket atau compact disc (CD) dengan
pepaya (Carica papaya L.) terhadap program Microsoft Word. Pada disket atau CD
gambaran sel-sel Leydig mencit (Mus dituliskan nama penulis pertama dan nama
musculus L.) jantan dewasa strain DDW. dokumennya. Naskah dikirimkan kepada:
[Skripsi]. Medan: Fakultas MIPA, Universitas
Sumatera Utara. Editor Jurnal Biologi Sumatera
Internet: Departemen Biologi, Fakultas MIPA,
Phetteplace H, Jarosz M, Uctuk R, Johnson D, Universitas Sumatera Utara,
Sporleder R. 2000. Evaluation of single cell Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU,
protein as a protein supplement for finishing Medan 20155.
cattle.
http://www.ansci.colostate.edu/documents/ren File elektronik dapat dikirim ke:
ut/2000/pdf/hp001.pdf. [20 Maret 2003]. biologi.usu@lycos.com

You might also like