Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
DEDE TOWIYAH
NIM. 2006277071
Abstract
Fracture is a break of continuity of bone, usually caused by trauma or physical exertion. Pain is the
most common complaint in patients with fracture. One of the interventions that can reduce fracture
pain is giving cold compress using a towel put in ice cubes mixed with water and put it on the skin
that do for 10 minutes. The purpose of this research was to analyze the effect of cold compress
therapy against post operative pain in patients ORIF fracture. This research method was pre
experimental with one group pretest-posttest design. The sampling technique was quota sampling
involving 10 respondents. The independent variable was cold compress therapy and dependent
variable was post operative pain. The data were analyzed using wilcoxon test with significant level
of α = 0,05. Mean of respondent pain score before intervention was 3,7 and score after intervention
was 2,9. The result showed a significant difference between pretest and posttest (p = 0,005). This
result indicates that there is significant effect of cold compress therapy on post operative pain in
patients ORIF fracture. Nurse was suggested to apply cold compress therapy as one of
interventions to decrease post operative pain in patients ORIF fracture.
Abstrak
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Nyeri merupakan keluhan yang paling umum pada pasien dengan fraktur. Salah satu intervensi
yang dapat mengurangi nyeri patah tulang adalah memberikan kompres dingin menggunakan
handuk dimasukkan ke dalam es batu dicampur dengan air dan menaruhnya di atas kulit yang
dilakukan selama 10 menit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi
kompres dingin terhadap nyeri pasca operasi pada pasien fraktur ORIF. Metode penelitian ini
adalah pre eksperimental dengan desain one group pretest-posttest. Teknik pengambilan sampel
adalah quota sampling melibatkan 10 responden. Variabel independen adalah terapi kompres
dingin dan variabel dependen adalah nyeri pasca operasi. Data dianalisis menggunakan uji
wilcoxon dengan tingkat signifikan α = 0,05. Rerata nilai nyeri responden sebelum intervensi
adalah 3,7 dan nilai setelah intervensi adalah 2,9. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara pretest dan posttest (p = 0,005). Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari terapi kompres dingin terhadap nyeri post operasi pada pasien fraktur ORIF.
Perawat disarankan untuk menerapkan terapi kompres dingin sebagai salah satu intervensi untuk
mengurangi nyeri pasca operasi pada pasien fraktur ORIF.
Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
bahwa terjadi penurunan nilai skala nyeri
Berdasarkan Usia pada pasien post operasi setelah dilakukan terapi kompres dingin. Rata-
fraktur ORIF di RSU Dr. H. Koesnadi rata nilai skala nyeri pada pengukuran sebelum
Bondowoso (Juni-Juli 2016; n=10) terapi adalah 3,7 dan mengalami penurunan
setelah terapi kompres dingin menjadi 2,9.
Mea Min-
Variabel Median SD
n Maks Tabel 4. Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test
Usia
(tahun) 46,20 41,50 15,252 26-75 Karakteristik
Responden Nyeri Jumlah
Posttest-Pretest
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia Negative Ranks 8
responden pada penelitian ini adalah 46,20 tahun Positive Ranks 0
dengan SD 15,252. Ties 2
Total 10
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Suku di RSU Dr. H. Koesnadi Hasil analisis tabel 4 diatas menunjukkan
Bondowoso (Juni-Juli 2016; n=10) hasil bahwa responden dengan nilai posttest
lebih rendah daripada nilai pretest yaitu
Responden sebanyak 8 orang. Tidak ada responden yang
Variabel
Jumlah (%) mengalami peningkatan nyeri dan dua orang
Jenis Kelamin yang tidak mengalami perubahan.
Laki-laki 8 80
Perempuan 2 20
Tabel 5. Hasil Uji Wilcoxon Nilai Skala Nyeri Pada
Total 10 100
Responden (n=10)
Suku
Jawa 1 10
No
Madura 9 90 Kelompok Test Z p
Lainnya 0 0 .
Responde Pretest
1. -2,828 0,005
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui n Posttest
berdasarkan jenis kelamin bahwa lebih banyak
Intervention Metode penelitian ini adalah pre eksperimental dengan desain one group pretest-posttest. Pretest dilakukan
sebelum responden diberikan terapi kompres dingin. Terapi kompres dingin diberikan selama 10 menit. Postest
dilakukan setelah pemberian terapi kompres dingin. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan lembar observasi nyeri Verbal Descriptor Scale (VDS). Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan uji saphiro wilk dan data dianalisis dengan menggunakan uji wilcoxon.
Etika penelitian pada penelitian ini adalah Informed consent dan anonimity untuk menjaga kerahasiaan
responden.
Outcome Rata-rata penurunan nilai nyeri pada responden setelah diberikan terapi kompres dingin yaitu sebesar -0,8.
Hasil uji Wilcoxon untuk intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi menunjukkan nilai p-value sebesar
0,005 atau nilai p-value kurang dari α (0,05), artinya ada perbedaan rata-rata intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan kompres dingin. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh terapi kompres dingin terhadap
nyeri. Namun pada hasil penelitian juga didapatkan bahwa 2 responden tidak mengalami penurunan nyeri
setelah diberikan intervensi. Dua responden yang tidak mengalami penurunan nyeri berusia 56 tahun dan 67
tahun, dimana kisaran usia tersebut termasuk dalam dewasa tua. Responden yang tidak mengalami penurunan
nyeri dipengaruhi oleh faktor usia. Usia dapat mempengaruhi nyeri dikarenakan semakin tinggi usia semakin
adaptif seseorang terhadap nyeri yang dirasakan.
Time Ruang Dahlia RSD Dr. H. Koesnadi Bondowoso pada bulan Juni-Juli 2016
Jurnal Kesehatan
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Abstract: The Effects of Deep Breathing Relaxation Techniques of Pain Reduction Fracture
Patient. Fracture is a crack on bones that is caused by trauma, or other physical energy so that the
medical fracture patient will experience start from light until a heavy level of pain. According to
data RSI Siti Khadijah Palembang, the number one of patients fractures tend to increase in 2016 as
many 423 people. The aim of this study is to see whether there is or is not any breath relaxation
technique in case of relieving the pain of fracture patients. This study is using the pre-experimental
design in an involving a subject group, with One group Pretest-Posttest project. Sample taking
technique is performed with Purposive Sampling method that consumes 30 respondents. This
study is performed on 15th of June- 14th of July 2017 in RSI Siti Khadijah Palembang. The
summary of the research shows that before the internal breath relaxation technique is done from 30
respondents, 10 of them experience the pain on scale of 4 as equal as (35,7%), either experience
the reduction after the breath relaxation technique is done on scale of 2 and 3 each 8 respondents
or as equal as (28,6%). The statistics test result that is using the Wilcoxon check (p-value=0.001) <
α (0,05) is obtained which that means there is an effect of breath relaxation technique according to
the pain revelation of medical fracture patients in RSI Siti Khadijah Palembang on 2017. With this
study, it is expected that health workers can implement deep breathing relaxation techniques to
reduce pain in fracture patients.
Abstrak: Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien
Fraktur. Fraktur adalah retak atau patah tulang yang disebabkan oleh trauma, atau tenaga fisik
lainnya sehingga pasien fraktur akan mengalami nyeri dari ringan hingga berat. Di RSI Siti
Khadijah Palembang jumlah pasien fraktur pada tahun 2016 mencapai 423 orang. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan nyeri pada pasien fraktur. Penelitian ini menggunakan desain Pra-eksperimental
dengan cara melibatkan satu kelompok subjek, dengan rancangan One Group pretest-posttest.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yang berjumlah 30
responden. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 di RSI Siti Khadijah Palembang. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan uji wilcoxon didapatkan (p-value=0.001) yang artinya ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalan terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur di RSI Siti
Khadijah Palembang. Dengan adanya penelitian ini diharapkan petugas kesehatan dapat
mengimplementasikan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur.
Fraktur adalah setiap retak atau patah fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat
tulang yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik, kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia
kekuatan, sudut, keadaan tulang dan jaringan Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari
lunak disekitar tulang yang akan menentukan total kecelakaan di dunia, yang didalamnya
apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau termasuk Indonesia.
tidak lengkap. Gangguan kesehatan yang banyak Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
dijumpai dan menjadi salah satu masalah dipusat- (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia salah Pengembangan Depkes RI (2013) di Indonesia
satunya adalah fraktur (Budhiartha, 2013). terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan
pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
262
Aini, Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur 263
sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus Hasil observasi awal di RSI Siti Khadijah
kecelakaan lalulintas, yang mengalami fraktur Palembang, pemberian tindakan non farmakologi
sebanyak 1.770 orang (8,5%) dari 14.127 trauma untuk mengatasi nyeri fraktur misalnya relaksasi
benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur nafas dalam masih jarang dilakukan.Berdasarkan
sebanyak 236 orang (1,7%) (Kemenkes RI, uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
2013). penelitian berjudul Pengaruh teknik relaksasi
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 didapatkan pasien fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang
sekitar 2.900 orang yang mengalami insiden Tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk
fraktur, 56% diantaranya mengalami kecacatan mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas
fisik, 24% mengalami kematian, 15% dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien
mengalami kesembuhan dan 5% mengalami fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang.
gangguan psikologis atau depresi.
Menurut data RSI Siti Khadijah
Palembang jumlah pasien fraktur cenderung METODE
meningkat berturut-turut dari tahun 2014
mencapai 338 orang, pada tahun 2015 397 orang, Penelitian ini menggunakan desain Pra-
dan pada tahun 2016 mencapai 423 orang. eksperimental dengan cara melibatkan satu
Fraktur lebih dominan terjadi pada laki-laki kelompok subjek, dengan rancangan One Group
dengan persentase 75%. pretest-posttest. Penelitian ini dilakukan pada
Menurut Helmi (2012), manifestasi klinik tanggal 15 Juni-14 Juli 2017 di RSI Siti Khadijah
dari fraktur ini berupa nyeri. Nyeri pada Palembang.Populasi pada penelitian ini semua
penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk pasien fraktur yang mendapat perawatan di RSI
(Brunner & Suddarth, 2011). Seseorang dapat Siti Khadijah Palembang. Sampel dalam
belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas penelitian ini didapat menggunakan rumus
kognitif dan perilaku, seperti distraksi, guided sampel rerata menurut Nursalam (2016) dengan
imagery dan banyak tidur. Individu dapat perkiraan besar populasi 30 (Nursalam dalam
berespons terhadap nyeri dan mencari intervensi Agung, 2013) dan proporsi kasus sebesar 50
fisik untuk mengatasi nyeri, seperti analgesik, persen sehingga didapatkan jumlah sampel
masase, dan olahraga (Kozier, et al., 2009). sebanyak 30 responden diambil menggunakan
Gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi
mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi usia 16-55 tahun, grade fraktur 1-3, pengukuran
mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale
meringis, merengek, menjerit dan imobilisasi dengan skala 0 (tidak nyeri), 1-3 (nyeri ringan)
tubuh (Kozier, et al., 2009). Penanganan nyeri dan 4-6 (nyeri sedang), responden diberikan
dengan melakukan teknik relaksasi merupakan analgetik yang sama dan telah lebih dari 8 jam.
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk Data dianalisa secara 2 tahapan yaitu: analisa
mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan
menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat analisa bivariat dengan statistik nonparametrik
efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi menggunakan uji wilcoxon untuk mengetahui
(Sehono, 2010). skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri teknik relaksasi napas dalam.
dengan merilekskan ketegangan otot yang
menunjang nyeri. Teknik relaksasi terdiri atas
nafas abdomen dengan frekuensi lambat, HASIL
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya
dan bernafas dengan perlahan dan nyaman Tabel 1. Rerata Skala Nyeri Responden
(Smeltzer et al., 2010). berdasarkan Skala Nyeri Sebelum
Menurut Ayudianingsih (2009) dalam hasil Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas
penelitiannya menginterpretasikan bahwa Dalam
terdapat pengaruh yang signifikan teknik Variabel Mean Median± SD Min-Max
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri Sebelum 4,21 4±1,074 2-6
pada pasien pasca operasi fraktur femur di dilakukan
Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Nilai p- Teknik
Relaksasi
value sebesar (0,006) dengan taraf signifikan Nafas Dalam
(0.05).
264 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm 262-266
yang sering muncul pada pasien fraktur adalah intensitas nyeri pada pasien post operasi
nyeri ringan dengan ciri-ciri yang tidak apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK
menimbulkan gelisah dan secara objektif dapat II Pelamonia Makassar, menunjukkan bahwa
berkomunikasi dengan baik. Hal ini disebabkan intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah
melalui pemberin teknik relaksasi nafas dalam pemberian teknik relaksasi mengalami
menciptakan kenyamanan, pasien merasa rileks peningkatan penurunan nyeri dari nyeri ringan
dengan kegiatan tersebut mampu meningkatkan 20,00% ke 66,67%, nyeri sedang 53,33% ke
suplai oksigen dalam sel tubuh yang akhirnya 20,00%, dan nyeri berat 26,67% ke 13,33%. Uji
dapat mengurangi nyeri yang dialami responden lebih lanjut membuktikan ada pengaruh
pemberian teknik relaksasi terhadap perubahan
Pengaruh Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah intensitas nyeri pada pasien post operasi
Dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK
II Pelamonia Makassar.
Dari hasil penelitian variabel peneliti Priliana and Kardiyudiani (2016) hasil
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap pengujian menunjukkan hasil uji statistik
penurunan skala nyeri pada pasien fraktur di RSI menunjukkan nilai p<0.05 pada kelompok
Siti Khadijah Palembang (p-value=0,001). Hal perlakuan p-value=0.000 yang berarti terdapat
ini berarti terjadi penurunan skala nyeri sesudah pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
mendapatkan perlakuan teknik relaksasi nafas penurunan nyeri secara bermakna sebelum dan
dalam pada pasien fraktur, yaitu rata-rata skala setelah diberikan perlakan pada pasien fraktur di
nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas bangsal bedah RSPAU dr. S. Hardjo Lukito
dalam adalah 4 dan setelah dilakukan teknik Yogyakarta.
relaksasi nafas dalan adalah 2,80. Keadaan ini Hasil penelitian Agung (2013) menyatakan
menggambarkan bahwa teknik relaksasi nafas bahwa teknik relaksasi napas dalam dapat
dalan mempengaruhi skaka nyeri pada pasien dilakukan oleh semua responden. Hasil penelitian
fraktur. menunjukkan adanya pengaruh signifikan teknik
Respon nyeri yang dirasakan oleh setiap relaksasi napas dalam terhadap penurunan nyeri
pasien berbeda-beda sehingga perlu dilakukan pasien post operasi anastesi umum di Rumah
eksplorasi untuk menentukan nilai nyeri tersebut. Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
Menurut Syahriyani (2010, dalam Menurut asumsi peneliti bahwa pada
Cahyaningrum, 2016), perbedaan tingkat nyeri pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan
yang dipersepsikan oleh pasien disebabkan oleh teknik relaksasi nafas dalam mengalami
kemampuan sikap individu dalam merespon dan penurunan, dimana diperoleh tingkat nyeri
mempersepsikan nyeri yang dialami. sedang menjadi ringan, tingkat nyeri sedang
Kemampuan mempersepsikan nyeri dipengaruhi dengan sikap responden yang meringis,
oleh beberapa faktor dan berbeda diantara menyeringai dapat menujukkan lokasi nyeri,
individu. Tidak semua orang terpajan terhadap dapat medeskripsikannya, dan dapat mengikuti
stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri perintah dengan baik, sedangkan intensitas nyeri
yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi ringan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi dalam secara objektif dapat berkomunikasi
orang lain. Salah satu upaya untuk menurunkan dengan baik, aktif, tersenyum, bercanda dan ceria
nyeri adalah dengan menggunakan teknik serta pasien terlihat tampak lebih rileks dari
farmakologis dan teknik non-farmakologis. sebeumnya. Hal ini disebabkan dengan teknik
Teknik farmakologis yaitu dengan menggunakan relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh
obat-obatan sedangkan teknik nonfarmakologis untuk melepaskan opoid endogen yaitu
salah satunya yaitu dengan relaksasi nafas. endorphin dan enkafalin. Hormon endorphin
Terapi nyeri non farmakologi seperti merupakan substansi sejenis morfin yang
teknik relaksasi nafas dalam mempunyai resiko berfungsi sebagai penghambat transmisi impuls
yang sangat rendah. Penanganan nyeri dengan nyeri ke otak. Sehingga pada saat neuron nyeri
melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan mengirimkan sinyal ke otak, terjadi sinapsis
keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi antara neuron perifer dan neuron yang menuju
nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan otak tempat seharusnya subtansi p akan
bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menghasilkan impuls. Pada saat tersebut
menurunkan nyeri pasca operasi (Sehono, 2010). endorphin akan memblokir lepasnya substansi p
Penelitian yang dilakukan oleh Syahriyani dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri
(2010, dalam Cahyaningrum, 2016), tentang menjadi berkurang.
pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan
266 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm 262-266
Intervention Penelitian ini menggunakan desain Pra- eksperimental dengan cara melibatkan satu kelompok subjek, dengan rancangan
One Group pretest-posttest., pengukuran skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale dengan skala 0 (tidak nyeri), 1-3 (nyeri
ringan) dan 4-6 (nyeri sedang), responden diberikan analgetik yang sama dan telah lebih dari 8 jam. Data dianalisa secara 2
tahapan yaitu: analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan analisa bivariat dengan statistik nonparametrik
menggunakan uji wilcoxon untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi napas dalam.
Outcome Dari hasil penelitian variabel peneliti pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
fraktur di RSI Siti Khadijah Palembang (p-value=0,001). Hal ini berarti terjadi penurunan skala nyeri sesudah mendapatkan
perlakuan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien fraktur, yaitu rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam adalah 4 dan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalan adalah 2,80. Keadaan ini menggambarkan bahwa teknik
relaksasi nafas dalan mempengaruhi skaka nyeri pada pasien fraktur.
Time Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Juni-14 Juli 2017 di RSI Siti Khadijah Palembang.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Lenny Astuti1, Lela Aini2
ABSTRAK
Latar belakang: Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien post operasi fraktur,
di mana nyeri yang tidak diatasi akan menghambat proses penyembuhan, keterbatasan lingkup gerak
sendi sehingga mempersulit pasien memenuhi aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaan nyeri fraktur yang
biasanya digunakan adalah manajemen secara farmakologi dan non farmakologi. Secara farmakologi
dengan obat anti nyeri dan secara non farmakologi salah satu tindakan yang dapat diberikan adalah
dengan pemberian aromaterapi lavender. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap skala nyeri pada pasien post operasi fraktur.
Metode: Penelitian ini kuantitatif dan menggunakan Pre Experimen dengan rancangan One Grup
Pretest dan Posttest. Sampel dalam penelitian ini diambil secara puposive sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 17 responden. Penelitian di lakukan pada bulan tanggal 24 Juni – 6 Juli tahun 2018 di
ruang cempaka dan dahlia RS AK Gani Palembang. Alat pengumpulan data berupa lembar observasi
dan wawancara. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon Matched Pair Test. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada pengaruh skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender
dengan p value = 0,002. Saran: Diharapkan dapat mengaplikasikan tehnik manajemen nyeri bukan
hanya dengan farmakologi tetapi juga bisa dilakukan dengan non farmakologi, salah satunya yaitu
dengan menggunakan aromaterapi lavender.
ABSTRACT
Background: Pain is the most common complaint on patients post fracture surgery. Where unresolved
pain will hinder the healing process, the limited scope of joints makes it difficult for patients to fulfill
the Daily Living Activity. Fracture pain management that is usually used is pharmacological and non-
pharmacological management. Pharmacologically with anti-pain medication and one of the non-
pharmacologi actions that can be given is lavender aromatherapy. Aim: The purpose of this study was
to determine The Influence of giving Lavender Aromatherapy on Pain Scale on Post Fracture
Operation Pateint. Method: This research was a quantitative research and Pre Experiments with One
Group Pretest and Posttes design. The sample in this study was taken by puposive sampling with a
total sample was 17 respondents. This study is perfomed in 24th of June- 6th of Jule 2018 at Cempaka
Room and Dahlia RS AK Gani Palembang. Data collection tools in the form was observation and
interview sheets. Data analysis used Wilcoxon Matched Pair Test. Results: The results showed that
there was an effect of pain scale before and after lavender aromatherapy was given with (p value =
0.002). Suggestion: It is expected to apply pain management techniques not only with pharmacology
but can also be done with non-pharmacology, one of which is by using lavender aromatherapy.
fraktur, dan tiga bulan terakhir ditahun Sensasi nyeri mulai terasa sebelum
2018. kesadaran klien kembali penuh, dan
Ada beberapa dampak yang akan semakin meningkat seiring dengan
terjadi apabila fraktur tidak mendapatkan berkurangnya pengaruh anastesi (Perry &
penanganan secara tepat yaitu syok yang Potter, 2010).
terjadi karena kehilangan banyak darah, Penatalaksanaan nyeri fraktur yang
kerusakan arteri, sindrom kompertemen, biasanya digunakan adalah manajemen
infeksi, dan dan sindrom emboli lemak. secara farmakologi dan secara non
(Smeltzer & Bare, 2013). Oleh karena itu farmakologi. Secara farmakologi yaitu
dibutuhkan penangan yang tepat pada memakai obat – obatan baik analgesik
kasus fraktur. Penanganan terhadap fraktur narkotik/non narkotik. Namun bila keluhan
dapat dengan pembedahan atau tanpa nyeri dapat dihilangkan secara sederhana
pembedahan (Smeltzer & Bare, 2013). maka hal itu jauh lebih baik daripada
Hampir semua pembedahan penggunaan obat-obatan karena obat-
mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri obatan akan menimbulkan ketergantungan
merupakan pengalaman sensori dan terhadap efek penghilang nyeri dan
emosional yang tidak menyenangkan menimbulkan efek samping yang tidak
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual diinginkan seperti mual, muntah, diare, dan
atau potensial. (Brunner & Suddart, 2013). pendarahan lambung. Penatalaksanaan
Nyeri pasca operasi muncul nyeri fraktur dapat juga di manajemen
disebabkan oleh rangsangan mekanik luka secara non farmakologi, seperti teknik
yang menyebabkan tubuh menghasilkan distraksi, dan teknik relaksasi (Potter &
mediator-mediator kimia nyeri. (Smeltzer Perry, 2010). Salah satu teknik non
& Bare, 2013). Bentuk nyeri yang dialami farmakologi yang digunakan untuk
oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri penatalaksanaan nyeri adalah teknik
akut. Nyeri akut secara serius mengancam relaksasi dengan menggunakan
penyembuhan klien pasca operasi sehingga aromaterapi (Sharma, 2009).
menghambat kemampuan klien untuk Aromaterapi adalah terapi
terlibat aktif dalam mobilisasi, rehabilitasi, komplementer dalam praktek keperawatan
dan hospitalisasi menjadi lama (Perry & dan menggunakan minyak esensial dari
Potter, 2010). Nyeri setelah pembedahan bau harum tumbuhan untuk mengurangi
merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal masalah kesehatan dan memperbaiki
ini menjadi salah satu keluhan yang paling kualitas hidup. Sharma (2009) mengatakan
ditakuti oleh klien setelah pembedahan. bahwa bau berpengaruh secara langsung
terhadap otak seperti obat analgesik. Saat terhadap skala nyeri pada pasien post
aromaterapi dihisap, zat aktif yang terdapat operasi fraktur di ruangan cempaka dan
di dalamnya akan merangsang hipotalamus dahlia rumah sakit AK Gani Palembang.
(kelenjar hipofise) untuk mengeluarkan
hormone endoprin. Endoprin diketahui METODE PENELITIAN
sebagai zat yang menimbulkan rasa tenang, Dalam penelitian ini, peneliti
relaks, dan bahagia. Aromaterapi yang menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis
umumnya digunakan adalah aromaterapi penelitian yang digunakan adalah Pre
lavender (Widayani, 2016). Eksperimen Design dengan rancangan
Aromaterapi lavender dapat penelitian one group pre-test post-test
meningkatkan gelombang alfa didalam design yaitu penelitian dimana peneliti
otak yang membantu untuk menciptakan melakukan observasi sebelum diberikan
keadaan menjadi rileks. Minyak esensial perlakuan dan sesudah diberikan
lavender dapat mengurangi kecemasan. perlakuan. Sampel yang digunakan dalam
Lavender dapat memberikan ketenangan, penelitian ini adalah 17 responden yang
keseimbangan, rasa nyaman, rasa menjalani rawat inap post operasi fraktur
keterbukaan dan keyakinan. Zat aktif ekstremitas. Penelitian ini berlangsung
berupa linaool dan linalyl acetate yang pada tanggal 24 juni - 6 juli tahun 2018 di
terdapat dalam lavender berefek sebagai ruang cempaka dan dahlia RS AK Gani
analgetik (Hutasoit, 2012). Hasil penelitian Palembang.
yang dilakukan oleh Ratna (2016) dengan Tahap Pelaksanaan Pemberian
p-value 0,000 menunjukkan ada pengaruh Aromaterapi Lavender : aromaterapi
teknik relaksasi terhadap penurunan lavender berbentuk minyak essensial cair
intentitas nyeri terhadap luka post operasi yang diletakkan diatas bola kapas sebanyak
caesaria. Hasil penelitian Zerlinda (2016) 5 tetes dan dan diberikan dalam waktu 15
dengan p-value 0,000. Aromaterapi menit. Pemeberian bola kapas kepada
lavender juga menurunkan tingkat responden dilakukan sebanyak dua kali,
intensitas nyeri antara sebelum dan yaitu 3 tetes pada 10 menit pertama dan 2
sesudah diberikan aromaterapi lavender tetes pada menit selanjutnya sehingga
pada pasien pasca operasi dengan nilai p- mencapai 15 menit. Responden diminta
value 0,001 (Argivigiona, 2013). untuk melakukan nafas pelan dan dalam
Berdasarkan latar belakang diatas, melalui hidung selama 4 detik sambil
peneliti berkeinginan melakukan penelitian menutup mata, dan menahan inspirasi
mengenai pengaruh aromaterapi lavender secara maksimal selama 3 detik, lalu
Tabel 1
Distribusi Skala Nyeri Responden Sebelum Diberikan
Aromaterapi Lavender Post Operasi Fraktur
Min-
Variabel Mean Median SD 95%CI
Max
Skala nyeri responden sebelum 4,72 –
5,12 5,00 0,781 4-6
diberikan aromaterapi lavender 5,52
Tabel 2
Distribusi Skala Nyeri Responden Sesudah Diberikan Aromaterapi Lavender
Post Operasi Fraktur
Min-
Variabel Mean Median SD 95%CI
Max
Skala nyeri responden sesudah 3,91-
4,35 4,00 0,862 3-6
diberikan aromaterapi lavender 4,80
Tabel 3
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Skala Nyeri
Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Variabel n Mean ranks Sum of ranks P-Value
Sebelum– Sesudah
Negative ranks 11 6,00 66,00
Positive ranks 0 0,00 0,00 0,002
Ties 6
Total 17
Dari tabel 3 diatas didapatkan bahwa lavender adalah 5,12, sedangkan rata-rata
dari 17 responden, ada 11 responden yang skala nyeri responden sesudah diberikan
mengalami penurunan skala nyerinya aromaterapi lavender adalah 4,35.
dengan Mean rank 6,00 dan tidak ada Berdasarkan hasil bivariat pada penelitian
responden yang mengalami peningkatan yang telah dilakukan dari 17 responden,
skala nyeri, serta ada 6 responden yang ada 11 responden yang mengalami
nyerinya tetap. Terlihat bahwa hasil uji penurunan skala nyeri, 6 responden yang
statistik non parametrik (wilcoxon matched nyerinya tetap dan tidak ada responden
pair test)didapatkan nilai P value = 0,002, yang mengalami peningkatan skala nyeri,
maka dapat disimpulkan ada pengaruh dengan Mean Rank 6,00 dan nilai p value
skala nyeri sebelum dan sesudah 0,002.
pemberian aromaterapi lavender. Nyeri pasca operasi muncul
disebabkan oleh rangsangan mekanik luka
PEMBAHASAN yang menyebabkan tubuh menghasilkan
Berdasarkan hasil univariat pada mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer
penelitian yang telah dilakukan dari 17 & Bare, 2013). Penatalaksanaan nyeri
responden menunjukkan bahwa rata rata fraktur yang biasanya digunakan adalah
skala nyeri sebelum diberikan aromaterapi manajemen secara farmakologi dan secara
non farmakologi. Secara farmakologi yaitu Hasil penelitian Vigiona (2013) didapatkan
memakai obat – obatan baik analgesik hasil p value 0,001 (<0,05), dapat
narkotik/non narkotik. Penatalaksanaan disimpulkan bahwa ada ada pengaruh
nyeri fraktur dapat juga di manajemen intensitas nyeri antara sebelum dan
secara non farmakologi, seperti teknik sesudah diberikan aromaterapi lavender.
distraksi, dan teknik relaksasi (Potter Berdasarkan hasil penelitian, teori
&Perry, 2010). Salah satu teknik non dan penelitian-penelitian terkait, peneliti
farmakologi yang digunakan untuk berpendapat bahwa untuk menurunkan
penatalaksanaan nyeri adalah teknik skala nyeri pada pasien selain pemberian
relaksasi dengan menggunakan obat analgesik untuk meredakan nyeri
aromaterapi (Sharma, 2009). perlu juga diberikan manajemen nyeri
Sharma (2009) dalam Widayani secara non farmakologi, diantaranya adalah
(2016) mengatakan bahwa berpengaruh pemberian aromaterapi lavender.
bau secara langsung terhadap otak seperti Dimana aromaterapi lavender
obat analgesik. Saat aromaterapi dihisap, terdapat zat didalamnya yang mengandung
zat aktif yang terdapat di dalamnya akan linalool dan linaly actetace yang berfungsi
merangsang hipotalamus (kelenjar untuk menghilangkan rasa nyeri dan
hipofise) untuk mengeluarkan hormone menimbulkan rasa rileks pada pasien. Pada
endoprin. Endoprin diketahui sebagai zat saat aromaterapi dicium menggunakan
yang menimbulkan rasa tenang, relaks, dan hidung, zat aktif didalamnya merangsang
bahagia. Aromaterapi yang umumnya hipotalamus untuk mengeluarkan hormon
digunakan adalah aromaterapi lavender. endoprin. Dimana hormon endoprin sendiri
Hasil penelitian Ratna (2016) diketahui berfungsi untuk menimbulkan
didapatkan hasil p value 0,000 (<0,05), rasa tenang, nyaman, relaks dan meredakan
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh rasa nyeri. Jadi peneliti berpendapat bahwa
sebelum dan sesudah diberikan pemberian aromaterapi lavender
Aromaterapi Lavender terhadap penurunan berpengaruh terhadap skala nyeri pasien
intensitas nyeri akibat luka post sectio post operasi fraktur.
caesaria. Hasil penelitian Zerinda (2016)
didapatkan hasil p value 0,000 (< 0,05.) KESIMPULAN DAN SARAN
yang berarti ada pengaruh pemberian Kesimpulan
aromaterapi lavender dan teknik relaksasi 1. Rata-rata skala nyeri responden
napas dalam terhadap skala nyeri pada sebelum diberikan aromaterapi
pasien post operasi fraktur ekstremitas. lavender adalah 5,00
Intervention
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah
Pre Eksperimen Design dengan rancangan penelitian one group pre-test post-test design. Alat pengumpulan data
berupa lembar observasi dan wawancara. Uji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk Analisa data menggunakan
uji Wilcoxon Matched Pair Test
Tahap Pelaksanaan Pemberian Aromaterapi Lavender : aromaterapi lavender berbentuk minyak essensial
cair yang diletakkan diatas bola kapas sebanyak 5 tetes dan dan diberikan dalam waktu 15 menit. Pemeberian
bola kapas kepada responden dilakukan sebanyak dua kali, yaitu 3 tetes pada 10 menit pertama dan 2 tetes pada
menit selanjutnya sehingga mencapai 15 menit. Responden diminta untuk melakukan nafas pelan dan dalam
melalui hidung selama 4 detik sambil menutup mata, dan menahan inspirasi secara maksimal selama 3 detik,
lalu dihembuskan melalui mulut yang dimonyongkan selama 5 detik. Selanjutnya skala nyeri diukur
menggunakan Numeric Rating Scale. Catat intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender.
Outcome Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi
lavender dengan p value = 0,002. Rata-rata skala nyeri responden sebelum diberikan aromaterapi lavender adalah
5,00 dan rata-rata skala nyeri responden sesudah diberikan aromaterapi lavender adalah 4,00. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap skala nyeri pada pasien post operasi fraktur.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Lenny Astuti1, Lela Aini2
Time
Penelitian ini berlangsung pada tanggal 24 juni - 6 juli tahun 2018 di ruang cempaka dan dahlia RS AK
Gani Palembang.
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Rentang
Gerak Sendi Aktif Post Operasi
Pada Pasien Fraktur Ekstremitas di Ruang Bedah Trauma Center
RSUP DR. M. Djamil Padang
Vivi Oktasaria, Atih Rahayuningsiha, Mira Susantib
a
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas bRSUP Dr. M. Djamil Padang
Korespodensi: Vivi Oktasari
E-mail: Oktasari.vivi@yahoo.com
Abstract: Mobilization is an important activity in the postoperative recovery to prevent complications, one of
which contractures. Mobilization especially Range of Motion exercises can improve blood circulation which
will speed healing and reduce pain. Immobilization in a long time because fracture will stimulate muscle
artrofi skletal especially extremity which causes decreased muscle strength up to 5.5% per day. To increase
knowledge the fracture patients about exercises must be do post operative is through health education
preoperative. The goal of this research was to know effect of health education to knowledge and
implementation ROM active post ORIF in patients with fractures of the extremity. Design of reseach is quasy
experiment with Post-test Only Control Group Design. Taking of sampling using accidental sampling
technique, 20 patients with fractures of extremity plan ORIF surgery divided 2 groups: 10 patients to be
experiment group and 10 patients to be control group. Analyzing the data is using independent t-test. The
result showed that there were significant differences in knowledge scores (p = 0.000), scores of
implementation (p = 0.000) among patients who received health education and patient are not given health
education. it is suggested that nurses as service providers can implement health education preoperative
especially range of motion exercises on the extremity fracture patients as a nursing intervention in a hospital
to improve patients knowledge about postoperative exercises and motivate the patient to do range of motion
exercises postoperative.
Abstrak: Mobilisasi merupakan kegiatan yang penting dalam pemulihan post operasi untuk mencegah
terjadinya komplikasi, salah satunya kontraktur. Mobilisasi khususnya latihan rentang gerak sendi akan
meningkatkan sirkulasi darah untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi nyeri. Immobilisasi yang
lama karena fraktur akan merangsang artrofi otot skletal terutama ekstremitas yang menyebabkan menurunnya
kekuatan otot sampai 5,5% perhari. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien fraktur tentang latihan yang
harus dilakukan post operasi adalah melalui pendidikan kesehatan pre operasi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatn terhadap pengetahuan dan pelaksanaan rentang gerak sendi
aktif post operasi ORIF pada pasien Fraktur Ekstremitas. Jenis penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen
dengan pendekatan Post-test Only Control Group Design. Pengambilan sampel menggunakan teknik
accidental sampling sebanyak 20 orang pasien fraktur ekstremitas dengan 10 orang pasien menjadi kelompok
eksperimen dan 10 pasien menjadi kelompok kontrol. Analisa data menggunakant independent t-test. Hasil
penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada skor pengetahuan (p=0,000), skor
pelaksanaan (p=0,000) antara pasien yang diberikan pendidikan kesehatan dan pasien yang tidak diberikan
pendidikan kesehatan. Disarankan perawat sebagai pemberi pelayanan dapat menerapkan pemberian
pendidikan kesehatan preoperasi khususnya tentang latihan rentang gerak sendi pada pasien fraktur
ekstremitas sebagai kegiatan intervensi keperawatan dirumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan pasien
dan memotivasi pasien dalam melakukan latihan rentang gerak sendi post operasi.
Kata kunci: Pendidikan kesehatan, Pengetahuan, Pelaksanaan rentang gerak sendi aktif
94
Oktasari, Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pelaksanaan rentang gerak sendi...
95
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 9, No 2, Oktober 2013 : 94-102
salah satunya melalui pendidikan Djamil Padang jumlah pasien fraktur pada
kesehatan. ekstremitas tahun 2011 ada sebanyak 380
Pendidikan kesehatan sebelum operasi orang, dan tahun 2012 terdapat 405 kasus.
tentang perilaku yang diharapkan dilakukan Tahun 2011 jumlah pasien fraktur pada
oleh klien pada pascaoperatif, yang ekstremitas yang menjalani operasi ORIF
diberikan melalui format yang sistematik adalah 165 pasien, dan tahun 2012 dari
dan terstruktur sesuai dengan prinsi-prinsip bulan Januari sampai September meningkat
belajar-mengajar, mempunyai pengaruh menjadi 178 pasien.
yang positif bagi pemulihan klien. Apabila Berdasarkan studi pendahuluan yang
klien memahami alasan pentingnya latihan dilakukan oleh peneliti di ruang Trauma
rentang gerak sendi untuk memulihkan Center RSUP Dr. M Djamil Padang pada
kondisi pada pasca operasi dan klien tanggal 1 September 2012, dari 4 orang
mengetahui cara melakukannya dengan pasien fraktur pada ekstremitas post operasi
benar, maka komplikasi pada tahap ORIF yang diwawancarai, 2 orang post
pemulihan akan berkurang (Potter & Perry, operasi hari kedua mengatakan nyeri
2005). sehingga pasien masih merasa takut untuk
Menurut penelitian yang dilakukan menggerakkan tungkainya,dan 2 orang
oleh Titi (2010) tentang pengaruh pasien post operasi hari ketigamengeluh
pendidikan kesehatan terhadap kaku dan bengkak disekitar area tungkai
pengetahuan, sikap, dan tindakan yang patah karena tidak ada ada dilatih
pencegahan penularan TB Paru pada untuk menggerakkan,dan mereka juga tidak
keluarga di Kecamatan Sitiung Kabupaten tahu bahwa latihan rentang gerak sendi
Dhamasraya, didapatkan bahwa penting untuk pemulihan post operasi.
pengetahuan responden tentang pencegahan Mereka mengatakan tidak ada diberi
penularan TB Paru sebelum diberikan penyuluhan tentang latihan gerak sendi oleh
pendidikan kesehatan berpengetahuan baik perawat, dan perawat hanya memberitahu
(25,9%), dan setelah diberi pendidikan tentang persiapan menjelang operasi tapi
kesehatan pengetahuan responden sehari setelah operasi pasien ada disuruh
meningkat menjadi (88,9%). Hasil gerak oleh perawat, tapi pasien tidak tahu
penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh gerakan seperti apa yang akan dilakukan.
pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan Pasien takut nanti patah pada tulangnya
pasien TB Paru. makin menjadi jika digerakkan, sehingga
Selain itu, menurut penelitian yang klien tidak ada melakukan gerakan pada
dilakukan oleh Okwerita (2010) di Ruang tungkainya yang patah setelah operasi dan
Kebidanan RSUD Sungai Dareh tentang hanya berbaring di tempat tidur.
“Pengaruh penyuluhan terhadap Sementara berdasarkan hasil wawancara
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
paska bedah sesar” didapatkan bahwa latihan rentang gerak sendi tanggal 1
pasien yang mendapatkan penyuluhan pre September, dari 4 orang pasien post operasi,
operatif sebagian besar melaksanakan didapatkan 2 orang pasien tidak tahu tentang
mobilisasi dini dengan kategori baik (60%), pengertian, kapan dilakukan, tujuan, cara
dan pasien yang tidak mendapatkan gerakannnya latihan rentang gerak sendi,
penyuluhan preoperatif sebagian besar sementara 2 orang pasien tahu pengertian dan
melaksanakan mobilisasi dini dengan tujuannya, tapi tidak tahu kapan dilakukan,
kategori sedang (73,3%). dan cara gerakannya seperti apa.
Rumah sakit M. Djamil Padang Berdasarkan hasil observasi yang
merupakan rumah sakit rujukan, dan dilakukan penulis tanggal 15 September
banyak pasien yang menjalani pengobatan 2012 di ruangan Trauma Center RSUP Dr.
dengan kasus-kasus orthopedi. Berdasarkan M Djamil Padang, jika ada pasien rencana
data dari Rekam Medis di RSUP Dr. M. operasi, perawat tidak ada melakukan
96
Oktasari, Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pelaksanaan rentang gerak sendi...
penyuluhan tentang latihan rentang gerak Populasi dalam penelitian ini adalah
sendi yang perlu dilakukan pasca operasi, seluruh pasien fraktur ekstremitas yang
perawat hanya menjelaskan pada pasien akan melakukan operasi ORIF di Ruang
tentang persiapan operasi. Informasi yang Bedah Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
didapat dari 2 orang perawat bahwa belum Padang dengan jumlah rata-rata perbulan
ada SOP (Standar Operasional Prosedur) sebanyak 20 orang. Teknik pengambilan
tentang latihan rentang gerak sendi di sampel yang digunakan dalam penelitian ini
ruangan. adalah dengan metode Accidental Sampling
(Notoadmodjo, 2010). Jumlah sampel pada
penelitian ini adalah 20 responden yang
METODE dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 10
Jenis penelitian adalah yang digunakan responden masuk kedalam kelompok
adalah Quasi Eksperimen dengan desain intervensi (diberi pendidikan kesehatan)
Post-test Only Control Group Design. dan 10 responden masuk ke kelompok
Penelitian ini dilakukan di Ruang Bedah kontrol (tidak diberi pendidikan kesehatan),
Trauma Center RSUP Dr. M Djamil Padang dengan kriteria antara lain: bersedia jadi
pada bulan Agustus 2012 sampai dengan responden, pasien fraktur ekstremitas yang
April 2013, sedangkan pengumpulan data rencana akan operasi ORIF dengan
dilakukan pada tanggal 4 Februari 2013 kesadaran penuh, mampu berkomunikasi
sampai dengan 28 Februari 2013. dengan baik, dan tidak mengalami
gangguan pendengaran.
Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Pasien Fraktur Ekstremitas Pre Operasi tentang Latihan
Rentang Gerak Sendi pada Kelompok yang Diberi Pendidikan Kesehatan dan
Kelompok yang Tidak Diberi Pendidikan Kesehatan di Ruang Bedah Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
Tabel 2. Distribusi Pelaksanaan Rentang Gerak Sendi Aktif Post Operasi ORIF pada Pasien
Fraktur Ekstremitas pada Kelompok yang Diberi Pendidikan Kesehatan dan
Kelompok yang Tidak Diberi Pendidikan Kesehatan di Ruang Bedah Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013
97
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 9, No 2, Oktober 2013 : 94-102
98
Oktasari, Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pelaksanaan rentang gerak sendi...
99
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 9, No 2, Oktober 2013 : 94-102
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat keatas sehingga responden semakin mudah
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap memahami tentang pentingnya melakukan
pelaksanaan rentang gerak sendi aktif post latihan rentang gerak sendi post operasi.
operasi ORIF pada pasien fraktur Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat
ekstremitas. pendidikan mempengaruhi perilaku dan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menghasilkan banyak perubahan,
oleh Okwerita (2010) di Ruang Kebidanan khususnya pengetahuan dibidang
RSUD Sungai Dareh tentang “Pengaruh kesehatan. Semakin tinggi tingkat
penyuluhan terhadap pelaksanaan pendidikan formal akan semakin mudah
mobilisasi dini pada pasien paska bedah seseorang menyerap informasi dan
sesar ” didapatkan bahwa pasien yang semakin tinggi pula kesadaran untuk
mendapatkan penyuluhan preoperative berprilaku hidup sehat.
melaksanakan mobilisasi dini dengan Potter & Perry (2005) mengatakan
kategori baik (60%), dan pasien yang tidak bahwa latihan rentang gerak sendi
mendapatkan penyuluhan preoperatif merupakan hal yang sangat penting bagi
melaksanakan mobilisasi dini dengan pemulihan post operasi, khususnya pasien
kategori sedang (73,3%). Hasil penelitian fraktur yang akan mempercepat proses
didapatkan bahwa pendidikan kesehatan penyembuhan. Pendidikan preoperasi
berpengaruh terhadap pelaksanaan tentang latihan rentang gerak sendi dapat
mobilisasi dini paska bedah sesar. memberikan pemahaman yang baik pada
Wood (1926) dalam Mubarak (2006) pasien tentang latihan post operasi.
mengemukakan bahwa pendidikan Perilaku latihan post operasi yang baik
kesehatan adalah sebagai sekumpulan dapat terjadi karena suatu proses
pengalaman yang mendukung kebiasaan, pembelajaran melalui edukasi preoperasi,
sikap dan tindakan pengetahuan yang baik berupa penambahan pengetahuan dan
berhubungan dengan kesehatan juga penambahan keterampilan.
perorangan, masyarakat dan bangsa. Salah Pendidikan kesehatan adalah proses
satu upaya yang dilakukan untuk yang menjembatani kesenjangan antara
meningkatkan derajat kesehatan informasi kesehatan dan praktek kesehatan,
masyarakat adalah melalui pendidikan yang memotivasi seseorang untuk
kesehatan. memperoleh informasi dan berbuat sesuatu
Berdasarkan analisa peneliti, dari sehingga menjadi lebih sehat dan
hasil penelitian tampak bahwa pada membentuk kebiasaan yang
kelompok yang diberikan pendidikan menguntungkan kesehatan. Pengetahuan
kesehatan sebagian besar responden sudah sangat erat kaitannya dengan motivasi,
mengikuti pelaksanaan rentang gerak sendi dengan seseorang mengetahui tentang
aktif, dimana skor rata-rata adalah 28,40, sesuatu hal, maka ia akan termotivasi
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata untuk mencari tahu lebih rinci lagi tentang
kelompok yang tidak diberikan pendidikan hal tersebut yang akhirnya akan mengubah
kesehatan yaitu 3,30. Hal ini juga perilaku seseorang. Umumnya motivasi
diperkuat oleh rata-rata skor pengetahuan akan meningkat setelah mengenal
responden pada kelompok intervensi lebih kebutuhannya dan merasa yakin
tinggi dibandingkan kelompok kontrol, kebutuhan tersebut dapat terpenuhi (Suliha,
sehingga dengan tingginya pengetahuan 2002).
maka tingkat kesadaran responden untuk Berdasarkan pendapat diatas, maka
melaksanakan latihan rentang gerak sendi peneliti berasumsi bahwa pendidikan
juga lebih besar, selain itu juga dapat kesehatan pre operasi akan meningkatkan
dilihat dari pendidikan responden pada pengetahuan yang seseorang mengenai
kelompok intervensi lebih dari separuh latihan post operasi, dengan pengetahuan
(60%) responden berpendidikan menengah tersebut maka seseorang akan cendrung
100
Oktasari, Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pelaksanaan rentang gerak sendi...
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Suliha Uha. (2002). Pendidikan kesehatan
Fundamental Keperawatan : dalam keperawatan. Jakarta : EGC.
Konsep, Proses, dan Praktik (Edisi
4). Jakarta : EGC. Titi. (2010). Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan,
Smeltzer, S &Brenda G. Bare. (2001). sikap, dan tindakan pencegahan
Buku Ajar Keperawatan Medikal penularan TB Paru pada keluarga
Bedah Brunner & Suddarth (Edisi di Kecamatan Sitiung Kabupaten
8). Jakarta : EGC. Dhamasraya.
102
ANALISA JURNAL FRAKTUR (4)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur ekstremitas yang akan melakukan operasi
Patient/Population/Problem ORIF di Ruang Bedah Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan jumlah rata-rata perbulan sebanyak
20 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Accidental
Sampling. Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 20 responden dengan kriteria antara lain: bersedia
jadi responden, pasien fraktur ekstremitas yang rencana akan operasi ORIF dengan kesadaran penuh, mampu
berkomunikasi dengan baik, dan tidak mengalami gangguan pendengaran.
Intervention Jenis penelitian adalah yang digunakan adalah Quasi Eksperimen dengan desain Post-test Only Control
Group Design Analisa data menggunakant independent t-test. Pada penelitian ini terdapat 10 orang sample yang
diberikan pendidikan kesehatn terhadap pengetahuan dan pelaksanaan rentang gerak sendi aktif post operasi
ORIF pada pasien Fraktur Ekstremitas. Dan 10 orang sample yang tidak diberikan pendidikan kesehatan.
Comparison/Control Komparasi pada penelitian ini adalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol., yaitu 10 responden
masuk kedalam kelompok intervensi (diberi pendidikan kesehatan) dan 10 responden masuk ke kelompok kontrol
(tidak diberi pendidikan kesehatan)
Outcome Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan rata-rata skor pengetahuan responden tentang latihan
rentang gerak sendi pada kelompok yang diberi pendidikan kesehatan adalah 9,90 dengan standar deviasi 1,595,
sedangkan rata-rata skor pengetahuan responden pada kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan
adalah 3,30 dengan standar deviasi 1,337. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji independent t
test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05), ini artinya terdapat pengaruh yang bermakna antara pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan responden tentang latihan rentang gerak sendi pada pasien fraktur ekstremitas.
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pelaksanaan rentang gerak sendi aktif post operasi ORIF
didapatkan rata- rata skor pelaksanaan pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan adalah 28,40,
sedangkan rata-rata pada kelompok kontrol yang tidak diberikan pendidikan kesehatan adalah 3,30. Hasil uji
statistik dengan menggunakan uji independent t- test didapatkan nilai p=0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pelaksanaan rentang gerak sendi aktif post operasi ORIF
pada pasien fraktur ekstremitas.
Time Penelitian ini dilakukan di Ruang Bedah Trauma Center RSUP Dr. M Djamil Padang pada bulan Agustus 2012 sampai
dengan April 2013, sedangkan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 4 Februari 2013 sampai dengan 28 Februari
2013.
ISSN 2303-1433
ABSTRACT
One of the factors that affect the frequency of the pulse is the emotion caused by
acute pain and anxiety to increase sympathetic stimulation, it is can increase the frequency
of the pulse, respiration rate, tension of blood. The purpose of this study was to determine
the effect of music therapy on changes vital signs in patients postoperative fracture who
experienced of pain in RSUD dr. Harjono Ponorogo. Design research is a one group pre -
post test with Pre Experimental approach. The population studied were all patients
postoperative fracture in dr. Harjono Ponorogo, by using a sampling technique accidental
obtained sample was 26 respondents. The instrument used was observation. The results
were analyzed using the Wilcoxon test (α = 0.05). The results showed Effects of music
therapy on blood pressure with a significan p-value (0.002), pulse rate with p-Value
(0.025), Respiratory with p-value (0.014), and that no significant is the body temperature
p-value (0.180). This is because the music therapy can stimulate the production of
serotonin that can stabilize vital signs. The conclusion of this study is blood pressure, pulse
and respiration can be affected by music therapy..Advice for nurses is expected to provide
music therapy to patients by giving the impression that the music is relaxing and beautiful
so as to bring the patient to a state of relaxation.
semuanya menyatakan nyeri, antara nyeri instrumental yang dapat mendorong rasa
sedang sampai dengan berat. damai pada pasien (Muttaqin, 2008).
Nyeri dapat mempengaruhi tanda- Berdasarkan uraian diatas maka
tanda vital. Tanda-tanda vital meliputi peneliti tertarik untuk melaksanakan
temperatur / suhu tubuh, denyut nadi, laju penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi
pernafasan / respirasi, dan tekanan darah. Musik terhadap Perubahan Tanda-Tanda
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan Vital pada Pasien Post Operasi Fraktur
informasi yang berharga terutama yang Mengalami Nyeri di RSUD dr.
mengenai status kesehatan pasien secara Harjono Ponorogo”. Tujuan penelitian ini
umum (Jones, 2008). Ada beberapa hal untuk menganalisa pengaruh terapi musik
yang dapat mempengaruhi tekanan darah, terhadap perubahan tanda-tanda vital pada
frekuensi pernapasan dan frekuensi pasien post operasi fraktur yang
denyut nadi. Faktor yang dapat mengalami nyeri di RSUD dr. Harjono
mempengaruhi tekanan darah salah Ponorogo.
satunya adalah nyeri yang mengakibatkan
stimulasi simpatik, yang meningkatkan Metode Penelitian
frekuensi darah, curah jantung dan Penelitian yang dilakukan
tahanan vaskular perifer. Efek stimulasi menggunakan pendekatan Pra
simpatik meningkatkan tekanan darah. eksperimental dengan desain one group
Faktor yang dapat mempengaruhi pre – post test design yaitu penelitian
frekuensi pernapasan adalah nyeri, hal ini eksperimental yang proses pemberian
dapat meningkatkan frekuensi dan perlakuannya tidak dilakukan pembatasan
kedalaman pernapasan sebagai akibat gangguan dari faktor lain yang tidak
stimulasi simpatik. Kemudian salah satu diteliti (Notoatmodjo, 2005). Desain pre –
faktor yang mempengaruhi frekuensi post test bertujuan untuk membandingkan
denyut nadi adalah emosi yang antara kondisi tanda-tanda vital sebelum
diakibatkan oleh nyeri akut, dan dan setelah pemberian terapi musik.
kecemasan meningkatkan stimulasi Populasi dalam penelitian ini adalah
simpatik, dapat meningkatkan frekuensi seluruh pasien post operasi fraktur di
nadi sedangkan nyeri berat yang tidak RSUD dr. Harjono Ponorogo. Teknik
hilang meningkatkan stimulasi analisa data yang digunakan untuk
parasimpatik, dapat menurunkan menguji hubungan dua variabel
frekuensi denyut nadi (Guyton, 2010). menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank
Berbagai upaya asuhan keperawatan test.
dikembangkan untuk membantu
memperbaiki tanda vital pasien, antara Hasil Penelitian
lain: oksigenasi, pengaturan posisi kepala, Data Umum
stimulasi dengan pendekatan komunikasi Karakteristik Responden Berdasarkan
baik verbal maupun non verbal serta Usia
terapi musik. Terapi musik akan 1
memberikan efek relaksasi dan 17 - 25 tahun
24% 2
meningkatkan produksi hormon 8% 8% 26 - 35 tahun
norepinephrin sehingga mendorong 11 36 - 45 tahun
10
terhadap normalisasi denyut nadi, 38% 42%
46 - 55 tahun
menstabilkan tekanan darah dan
meningkatkan keteraturan napas 56 - 65 tahun
responden. Jenis musik yang dapat
Diagram 1 Karakteristik Responden
mendorong proses normalisasi tanda-
Berdasarkan Usia Pada Pasien Post
tanda vital adalah jenis musik
Operasi Fraktur Yang Mengalami Nyeri
Di RSUD dr. Harjono Ponorogo
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.2 No. 2 Mei 2014 13
ISSN 2303-1433
pada tubuh seseorang yang mengalami rasa yang menyenangkan. Terapi musik
stres (Mucci, 2009). bermanfaat untuk memberikan rasa
Hasil penelitian yang dilakukan nyaman, menurunkan stres, kecemasan
menunjukkan bahwa terapi musik dan kegelisahan, melepaskan tekanan
memiliki pengaruh yang signifikan untuk emosional yang dialami, meningkatkan
menstabilkan tekanan darah pasien post kontrol diri dan perasaan berharga klien.
operasi fraktur. Kondisi ini disebabkan Tujuan tersebut dapat dicapai melalui
karena dengan mendengarkan musik yang berbagai kegiatan yang dapat dilakukan
disukai oleh responden maka responden dalam terapi musik, seperti menyanyi,
akan mendapat efek relaksasi karena bermain musik, mendengarkan musik,
dapat merangsang pengeluaran menyaksikan video musik, menulis lagu
endorphine dan serotonin. Kedua hormon atau aransemen musik, dan berdiskusi
ini memiliki pengaruh pada kerja jantung tentang musik (Lindberg, 2007).
karena dapat membatasi produksi Penelitian ini menunjukkan bahwa
aldosteron yang merupakan hormon yang setelah mendapatkan terapi musik
dapat meningkatkan tekanan darah. Saat responden dapat memberikan rasa
produksi aldosteron normal maka jantung nyaman sehingga detak jantung responden
dapat bekerja secara normal dan tekanan menjadi teratur dengan jumlah detak per
darah menjadi normal. Terapi musik menit dalam kategori normal. Di samping
memberikan rasa nyaman dan rasa tenang musik dapat menyelaraskan iklim
kepada pasien sehingga membawa kondisi emosional seseorang dengan cara
yang lebih baik pada pasien karena fungsi mempengaruhi suasana hati, pikiran,
tubuh menjadi lebih baik dan emosi dan perilaku seseorang.
mempercepat proses penyembuhan. Penyelarasan yang dimaksud adalah
menyelaraskan tipe musik dengan
2. Pengaruh Terapi Musik Terhadap keadaan batin seseorang, kemudian secara
Perubahan Denyut Nadi Pada berangsur-angsur menggeser musik
Pasien Post Operasi Fraktur Yang tersebut untuk mencerminkan suasana
Mengalami Nyeri Di RSUD dr. emosional yang dikehendaki atau
Harjono Ponorogo diharapkan. Musik dan suara menyentuh
Hasil analisis data menunjukkan manusia dengan cara merambat melalui
adanya pengaruh pemberian terapi musik udara sebagai penghantar. Perambatan
terhadap denyut nadi pada pasien post musik memiliki potensi untuk; meresonan
operasi fraktur yang mengalami nyeri di perasaan pendengar dengan perubahan
RSUD dr. Harjono Ponorogo. dari negatif ke positif dan meningkatkan
Musik adalah suara yang keluar dari kondisi kegembiraan dan ketenangan.
dalam jiwa manusia, mampu Pada usia SMA maka responden
mengekspresikan emosi atau gairah yang dapat memahami setiap permasalahan
jauh lebih naik daripada kata – kata hal ini dengan lebih baik sehingga responden
tidak dapat ditawar lagi (Frohnmayer memiliki pemahaman terhadap perubahan
dalam Kirkland, 2007). Dengan musik, yang dialaminya dalam menghadapi
remaja dapat bernyanyi, menari, menulis perubahan kondisi tubus pasca operasi
syair sambil mendengarkan musik. Musik fraktur. Kondisi ini menyebabkan
menyentuh emosi yang mendalam di responden lebih tenang, sehingga ketika
dalam jiwa (Satiadarma, 2008). Musik diberikan terapi musik, maka responden
memiliki elemen – elemen berupa ; ritme, dapat menikmatinya dan terbawa dalam
irama nada, melodi, timbre, tempo, pitch, keselarasan nada yang didengarkannya
dan dinamika yang dapat menstimulasi sehingga jantung responden turut berdetak
seseorang untuk berekspresi, berkreasi normal.
dalam suatu interaksi sosial dengan penuh
benda mati yang patogenik atau dianggap operasi fraktur yang mengalami nyeri
asing oleh host. Suhu tubuh dipengaruhi di RSUD dr. Harjono Ponorogo.
oleh faktor individu dan lingkungan, 4. Pemberian terapi musik tidak
meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik berpengaruh terhadap suhu tubuh
dan suhu udara ambien. Oleh karena itu, pada pasien post operasi fraktur yang
tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh mengalami nyeri di RSUD dr.
normal (Rahdi, 2008). Harjono Ponorogo.
Termoregulasi adalah proses fisiologis
yang merupakan kegiatan integrasi dan
koordinasi yang digunakan secara aktif Saran
untuk mempertahankan suhu inti tubuh.
Mekanisme pengaturan suhu tubuh 1. Bagi Pasien
merupakan penggabungan fungsi dari Diharapkan dapat mendengarkan
organ-organ tubuh yang saling musik yang digemarinya untuk
berhubungan. didalam pengaturan suhu menjaga kondisi tanda-tanda vitalnya
tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor tetap normal dan rileks sehingga
pengatur suhu, yautu sensor panas dan dapat mencegah terjadinya penyulit.
sensor dingin yang berbeda tempat pada
jaringan sekeliling (penerima di luar) dan 2. Bagi Perawat
jaringan inti (penerima di dalam) dari Diharapkan dapat memberikan terapi
tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat musik kepada pasien dengan
yang diterima langsung dikirimkan ke
memberikan musik yang memiliki
sistem saraf pusat dan kemudian dikirim
ke syaraf motorik yang mengatur kesan santai dan indah sehingga
pengeluaran panas. Hasil penelitian dapat membawa pasien pada kondisi
menunjukkan bahwa terapi musik yang relaksasi.
diberikan tidak berpengaruh terhadap
suhu tubuh, hal ini disebabkan karena 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
suhu tubuh pasien lebih banyak Diharapkan dapat mengembangkan
dipengaruhi oleh upaya untuk penelitian ini dengan meneliti faktor
mempertahankan suhu tetap normal dan lainnya yang berpengaruh terhadap
tidak tergantung dengan upaya pemberian TTV pasien post operasi fraktur
kondisi relaks pada pasien.
sehingga dapat dijadikan sebagai
masukan bagi pihak rumah sakit
Kesimpulan dalam pengambilan kebijakan
Kurniawan, Tomy. 2011. Teknologi EM- Surilena. 2008. Pengaruh Musik Klasik
4. Jakarta : Custom Community Pada Kecerdasan Anak.
Diperoleh dari
Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed, www.pdfqueen.com/pdf/hu/hubu
2007. Pemeriksaan Tanda Vital. ngan-memori-dan-visual/
Purwokerto : Modul SkillabA- [Diakses tanggal 5 Nopember
Jilid I. 2013]
Intervention Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan Pra eksperimental dengan desain one group pre –
post test design. Desain pre – post test bertujuan untuk membandingkan antara kondisi tanda-tanda vital
sebelum dan setelah pemberian terapi musik. Teknik analisa data yang digunakan untuk menguji hubungan
dua variabel menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank test.
Outcome Hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value = 0,002 lebih
kecil dari pada α (α = 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada pengaruh pemberian terapi
musik terhadap tekanan darah pada pasien post operasi fraktur yang mengalami nyeri di RSUD dr. Harjono
Ponorogo.
Hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value = 0,025
lebih kecil dari pada α (α = 0,05) maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh pemberian terapi musik
terhadap denyut nadi pada pasien post operasi fraktur yang mengalami nyeri di RSUD dr. Harjono
Ponorogo.
Hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value = 0,014
lebih kecil dari pada α (α = 0,05) maka H0 ditolak artinya ada pengaruh pemberian terapi musik terhadap
pernafasan pada pasien post operasi fraktur yang mengalami nyeri di RSUD dr. Harjono Ponorogo
Hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value = 0,180
lebih besar dari pada α (α = 0,05) maka H0 diterima artinya tidak ada pengaruh pemberian terapi
musik terhadap suhu tubuh pada pasien post operasi fraktur yang mengalami nyeri di RSUD dr. Harjono
Ponorogo. Hal ini disebabkan karena suhu tubuh pasien lebih banyak dipengaruhi oleh upaya untuk
mempertahankan suhu tetap normal dan tidak tergantung dengan upaya pemberian kondisi relaks pada
pasien.
ISSN 2303-1433