You are on page 1of 49

BRIDGE DESIGN CODE

A. CODE/STANDAR YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM


PERENCANAAN JEMBATAN

02 – AMERICAN ASSOCIATION OF
01 – STANDAR NASIONAL INDONESIA 03 – AMERICAN SOCIETY FOR TESTING
STATE HIGHWAY AND
(SNI) AND MATERIALS (ASTM)
TRANSPORTATION OFFICIALS (AASHTO)

04 – AMERICAN CONCRETE INSTITUTE 05 – FEDERAL HIGHWAY 06 – INTERNATIONAL FEDERATION FOR


(ACI) ADMINISTRATION STRUCTURAL CONCRETE (CEB-FIP)

07 – EUROPEAN COMMITTEE FOR


08 – PERKERETAAPIAN 09 – GEOTEKNIK
STANDARDIZATION (CEN)

10 – DAN LAIN-LAIN
RANGKUMAN CODE/STANDAR
DALAM PERENCANAAN
JEMBATAN
B. RANGKUMAN CODE/STANDAR
DALAM PERENCANAAN JEMBATAN

01 – STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)


● Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016
● Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa SNI 2833:2016
● Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan RSNI T-12-2004
● Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan RSNI T-03-2005
● Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013

02 – AMERICAN ASSOCIATION OF STATE HIGHWAY AND TRANSPORTATION OFFICIALS (AASHTO)


● AASHTO LRFD Bridge Design Spesification, 8th Edition, 2017
● AASHTO LRFD Bridge Design Spesification, 4th Edition, 2007
● AASHTO GSCB Guide Specifications for Design and Construction of Segmental Concrete Bridges, 1999
● AASHTO LRFD Guide Spesifications for Seismic Isolation Design, 4th Edition, 2014

03 – AMERICAN CONCRETE INSTITUTE (ACI)


● Building Code Requirements for Structural Concrete ACI 318M-11
● Building Code Requirements for Structural Concrete ACI 318M-14

04 – AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIALS (ASTM)


Standard Specification for Steel Strand, Uncoated Seven-Wire for
● ASTM A 416/A416M - 06
Prestressed Concrete
B. RANGKUMAN CODE/STANDAR
DALAM PERENCANAAN JEMBATAN

05 – FEDERAL HIGHWAY ADMINISTRATION (FHWA)


● Post Tensioned Box Girder Design Manual FHWA-HIF-15-016

06 – INTERNATIONAL FEDERATION FOR STRUCTURAL CONCRETE (CEB-FIP)


● CEB-FIP Model Code for Creep and Shrinkage, 2010

07 – EUROPEAN COMMITTEE FOR STANDARDIZATION (CEN)


● Anti-seismic Devices EN 15129
● Structural Bearings EN 1337
● Structural Steel EN 10025:2004
● Design of Steel Structures EN 1993-1

08 – PERKERETAAPIAN
08.1 – Heavy train
● Rencana Muatan Kereta Api 1921 RM 21
● Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api PM Nomor 60 Tahun 2012
● Perkeretaapian PD Nomor 10
● Steel, Concrete and Composite Bridges - Part 2: Specification for Loads BS 5400-2:2006
B. RANGKUMAN CODE/STANDAR
DALAM PERENCANAAN JEMBATAN

08.2 – Light Rail Transit (LRT)


Guide for the Analysis and Design of Reinforced and Prestressed Concrete
● ACI 343.1R-12
Guideway Structures

09– GEOTEKNIK
● Persyaratan Perencanaan Geoteknik SNI 8460:2017

10 – DAN LAIN-LAIN
● Bridge Design Manual (BMS) Direktorat Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia, 1992

Dan masih banyak lagi, bergantung pada item-item pekerjaan yang tidak umum dan desain kriteria
yang disepakati dengan pemilik pekerjaan dan pihak-pihak yang berwenang.
PENJABARAN
BRIDGE DESIGN CODE
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01 – Pembebanan untuk Jembatan (SNI 1725:2016)


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01 – Pembebanan untuk Jembatan (SNI 1725:2016)


01.1 – Beban Permanen
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.1.a – Berat Sendiri


Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat
bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang dianggap tetap.

01.1.b – Beban Mati Tambahan


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen
nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.1.c – Pengaruh Tetap Pelaksanaan


Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode dan urutan
pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi
lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus
dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2 – Beban Lalu-lintas


01.2.a – Lajur Lalu-lintas Rencana
Jumlah lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan mengambil bagian integer dari hasil pembagian lebar bersih jembatan dengan lebar
lajur rencana sebesar 2750 mm.
Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bias dilihat dalam table di bawah. Lajur lalu lintas
rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2 – Beban Lalu-lintas


01.2.b – Beban Lajur
Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis terpusat (BGT).

Beban terbagi rata mempunyai intensitas q (kPa) dengan besaran q


tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu sebagai
berikut:
Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa
Jika L > 30 m : q = 9,0 ( 0.5 + 15/L ) kPa
Keterangan:
q : intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang
jembatan (kPa)
L : panjang total jembatan yang dibebani (meter)
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2 – Beban Lalu-lintas


01.2.b – Beban Lajur
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m
harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas
pada jembatan/ besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Untuk mendapatkan momen lentur negative maksimum
pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus
ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan
pada bentang lainnya.
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian
rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Untuk
alternatif penempatan dalam arah memanjang dapat
dilihat pada gambar di samping.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2 – Beban Lalu-lintas


01.2.c – Beban Truk
Beban truk tidak dapat digunakan bersamaan dengan
beban lajur. Beban truk dapat digunakan untuk
perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban untuk
beban “T” seperti pada table di bawah ini.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2.d – Faktor Beban Dinamis


Beban statis truk rencana harus diperbesar sesuai dengan FBD
berdasarkan gambar di bawah. . Faktor beban dinamis tidak perlu
diterapkan pada beban pejalan kaki atau beban terbagi rata (BTR). Untuk
perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.

Faktor beban dinamis tidak perlu diterapkan untuk:


• Dinding penahan yang tidak memikul reaksi vertical dari struktur atas
jembatan, dan
• Komponen fondasi yang seluruhnya berada di bawah permukaan tanah.

Untuk bentang tunggal, panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan Untuk pembebanan truk “T”, FBD diambil 30%. Untuk
panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus, panjang bentang bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-
ekuivalen LE diberikan dengan rumus: LE = √ (Lav Lmax) gorong dan struktur baja-tanah, nilai FBD jangan
diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan
Keterangan:
jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk
Lav : panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan secara menerus
Lmax : panjang bentang maksimum dalam kelompok bentan gyang disambungkan secara menerus
kedalaman antara bias diinterpolasi linier.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.2.e – Gaya Rem


Gaya rem harus diambi lyang terbesar dari:
• 25% dari berat gandar truk desain, atau
• 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas permukaan jalan pada
masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan.

01.2.f – Gaya Sentrifugal


Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup
harus diambil sebagai hasil kali dari berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

Keterangan:
v : kecepatan rencana jalan raya (m/detik)
f : faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain keadaan batas fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik
g : percepatan gravitasi: 9.8 (m/detik2)
Rl : jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

Gaya sentrifugal harus diberlakukan secara horizontal pada jarak ketinggian 1800 mm di atas permukaan jalan.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.3 Aksi Lingkungan

• Penurunan
• Gaya akibat Deformasi
• Temperatur merata
• Pengaruh Rangkak – Susut
• Pengaruh Prategang
• Beban Angin
• Tekanan Angin Horizontal
• Beban Angin pada Struktur
• Gaya Angin pada Kendaraan
• Tekanan Angin Vertikal
• Pengaruh Gempa (dijelaskan pada sub-bab selanjutnya)

*penjabaran mengenai aksi lingkungan dapat dilihat pada SNI 1725:2016 Pasal 9.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

01.4 Kombinasi Pembebanan (SNI 1725:2016)


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02 – Perencanaan Jembatan terhadap Beban Gempa C A B

BAGAN ALIR PERANCANGAN JEMBATAN TERHADAP BEBAN GEMPA ZONA GEMPA 1 ZONA GEMPA 2 ZONA GEMPA 3, 4
SNI 2833:2016
MULAI

ANALISIS STRUKTUR ANALISIS STRUKTUR ANALISIS STRUKTUR


PERENCANAAN DAN JEMBATAN JEMBATAN JEMBATAN
PERANCANGAN AWAL
(Pasal 7.2) (Pasal 7.3) (Pasal 7.3) D

TENTUKAN
> KOEFISIEN PERCEPATAN GAYA DALAM GAYA DALAM GAYA DALAM GAYA DALAM

SESUAI ZONA GEMPA


> FAKTOR SITUS RENCANA RENCANA RENCANA RENCANA
> KATEGORI KINERJA SEISMIK
> KLASIFIKASI OPERASIONAL (Pasal 5.9.1) (Pasal 5.9.2) (Pasal 5.9.3) (Pasal 5.9)

Ya
ZONA GEMPA 1
PERPINDAHAN RENCANA

Tidak (Pasal 6.4)

FAKTOR MODIFIKASI RESPONS


DESAIN KOMPONEN
JEMBATAN
Ya
JEMBATAN
BENTANG TUNGGAL

PERBAIKI UKURAN Tidak APAKAH KAPASITAS


Tidak KOMPONEN MEMENUHI?

Ya
C A B D
SELESAI
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02.1 – Umum
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat mengalami
kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan, akibat gempa.

Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja
operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastic (Csm) dengan
berat struktur ekivalen, yang kemudian dimodiikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut:

Keterangan:
EQ : gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm : koefisien respons elastik
Rd : faktor modifikasi respons
Wt : berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)

Koefisien respons elastik (Csm) diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan (peta gempa 2010) sesuai
dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan
suatu faktor amplifikasi sesuai dengan kondisi tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02.1 – Umum
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02.1 – Umum
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02.1 – Umum
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

02.2 – Penentuan Respon Spektra Rencana


PROSEDUR PERHITUNGAN RESPON SPEKTRA Bahaya gempa pada jembatan harus dikarakterisasi dengan
MENURUT PETA HAZARD GEMPA INDONESIA 2010
menggunakan respon spektra percepatan dan faktor situs
Lapisan setebal 30 m sesuai dengan yang didasarkan pada untuk kelas situs yang sesuai. Respon spektra percepatan
MENENTUKAN KLASIFIKASI SITUS
korelasi dengan hasil penyelidikan tanah lapangan dan
(PASAL 5.3.1)
laboraorium
dapat ditentukan baik dengan prosedur umum (pasal 2.2.2.1)
atau berdasarkan prosedur spesifik-situs (tidak dibahas
MENENTUKAN PARAMETER RESPON > Percepatan puncak di batuan dasar (PGA)
pada pelatihan ini).
SPEKTRA (PETA GEMPA 2010: GAMBAR > Respon spektra percepatan 0.2 detik di batuan dasar (S s)
1, 2, DAN 3) > Respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar (S 1)

MENENTUKAN FAKTOR AMPLIFIKASI/ > Faktor amplifikasi untuk PGA dan 0.2 detik (F PGA/Fa)
FAKTOR SITUS (PASAL 5.3.2) > Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik (F v)

> As = FPGA x PGA


RESPON SPEKTRA RENCANA (PASAL
> SDS = Fa x Ss
5.4.1)
> SD1 = Fv x S1

1. T < T0
KOEFISIEN RESPON GEMPA ELASTIK/
2. T0 ≤ T ≤ Ts
Csm (PASAL 5.4.2)
2. T > Ts

T0 = 0.2 Ts
Ts = SD1 / SDS
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

03 – Batasan Tegangan dan Lendutan dalam Perencanaan Jembatan


03.1 – Tegangan Ijin Tarik dan Tekan (AASHTO LRFD)
Tabel 20 Temporary tensile stress limits in prestressed concrete before losses Tabel 21 Compressive stress limits in prestressed concrete at service limit state after losses
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

03 – Batasan Tegangan dan Lendutan dalam Perencanaan Jembatan


03.1 – Tegangan Ijin Tarik dan Tekan (AASHTO LRFD) 03.2 – Batasan Lendutan (RSNI T-12-2004)
Tabel 22 Tensile stress limits in prestressed concrete at service limit state after losses
Batasan lendutan pada komponen struktur jembatan akibat
beban hidup layan termasuk kejut adalah L/800 untuk bentang
dan L/400 untuk kantilever.

*1 ksi ≈ 6,895 MPa


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

a. Tabel - Kecepatan rencana berdasarkan kelengkungan


04 – Heavy Train
Kecepatan Jari-jari minimum tanpa Jari-jari minimum dgn
04.1 – Kecepatan Rencana
Rencana Lengkung Peralihan Lengkung Peralihan
Berdasarkan Peraturan Dinas No. 10 tentang Perkeretaapian, (km/jam) (m) (m)
klasifikasi jalan rel dibagi berdasarkan ukuran rel yang 120 2370 780
110 1990 660
digunakan dan jari – jari kelengkungan pada track yang dilalui.
100 1650 550
Acuan peraturan tersebut dijabarkan sesuai table dibawah ini.
90 1330 440
80 1050 350
a. Tabel - Acuan kecepatan rencana
70 810 270
Passing Kecepatan Tekanan 60 600 200
Klasifikasi
ton Max. Gandar Max. Tipe Rel
Jalan KA
(juta/thn) (km/jam) (ton)
L Span Radius Span Kecepatan design
1 >20 120 18 R60/R54
2 10 - 20 110 18 R54/R50 (m) (m) (km/jam)
3 5 - 10 100 18 R54/R50/R42 40 Straight span 120
4 2.5 - 5 90 18 R54/R50/R42 35 Straight span 120
5 < 2.5 80 18 R42 30 Straight span 120
25 Straight span 120
60 Straight span 120
30 210 - 530 62
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04 – Heavy Train
04.2 – Batasan Ruang Bangun & Ruang Bebas
Batasan ruang bebas diambil dengan megacu pada peraturan Dinas no. 10 tentang perkeretaapian dan Peraturan Menteri No. 10 tahun
2012 tentang Perencanaan Teknis Kereta Api.

04.2.a – Batasan Ruang Bangun

Lebar Jalan Rel 1067 mm


Segmen Jalur Jalur Lengkung
Jalur Lurus
R<800
R ≤ 300, minimal 2.55
minimal 2.35 m di kiri kanan
Lintas Bebas R > 300, minimal 2.45
as jalan rel
di kiri kanan as jalan rel

minimal 1.95 m di kiri kanan minimal 2.35 m di kiri kanan as


Emplasemen
as jalan rel jalan rel

minimal 2.15 m di kiri kanan minimal 2.15 m di kiri kanan as


Jembatan & Tunnel
as jalan rel jalan rel
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.2.b – Batasan Ruang Bebas

Ruang bebas untuk track ganda lurus


Ruang bebas untuk track tunggal
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.2.b – Batasan Ruang Bebas

Ruang bebas untuk track ganda belok


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.3 – Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)


04.3.a – Beban Hidup Kereta Api (Live Load)

Beban hidup yang bekerja pada struktur atas


jembatan adalah beban yang berasal dari rangkaian
kereta api yang besarnya ditentukan berdasarkan
Rencana Muatan 1921 (RM-21). Sebagai muatan gerak
digunakan beban yang berasal dari rangkaian dua
buah lokomotif lengkap dengan tender seperti
tergambar di samping.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.3 – Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)


04.3.a – Beban Hidup Kereta Api (Live Load)

• Faktor beban kejut


Di dalam perencaanan beban kereta api tersebut perlu
dikalikan dengan faktor kejut (impact) dengan impact
bergantung pada interaksi antara rel dengan struktur.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.3 – Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)

04.3.b Beban rem dan traksi (Braking & traction, BR)


Berdasarkan peraturan PM. No. 60 tahun 2012, besar beban rem dan traksi diambil masing- masing
sebesar 25% dari beban kereta dan bekerja pada pusat masa secara longitudinal.

04.3.c Beban Lateral Kereta (LF)


Berdasarkan peraturan PM. No. 60 tahun 2012, beban lateral kereta diaplikasikan searah horizontal
dengan besaran sebesar 15% untuk kereta lokomotif dan 20% untuk kereta listrik/diesel.

04.3.d Beban Rel Longitudinal (LR)


Berdasarkan peraturan PM. No. 60 tahun 2012, beban rel panjang longitudinal diambil sebesar 10kN/m
dengan nilai maksimum sebesar 2,000 kN. Beban ini diaplikasikan secara longitudinal kereta api.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.3 – Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)

04.3.e Beban Sentrifugal Kereta Api (CF)


Berdasarkan peraturan PM. No. 60 tahun 2012, Beban sentrifugal kereta bekerja pada pusat gaya kereta pada
arah tegak lurus rel secara horizontal. Beban ini diperoleh dari mengalikan factor α dengan beban kereta api.

α = koefisien beban sentrifugal

v = kecepatan kereta api (km/jam)


R = radius tikungan (m)
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.4 – Kombinasi Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)

Kombinasi pembebanan yang dijadikan acuan dalam perencanaan ini mengacu pada LRFD Bridge Design Specifications, AASHTO, 2012
dengan kombinasi tersaji sebagai berikut.

Name Load Combination


SLS 1 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + BR + WL + TP + LF

SLS 2 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + BR + WL + TN + LF

SLS 3 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + BR + WL + TU + LF

SLS 4 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + BR + WL + TP + LF

SLS 5 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + BR + WL + TN + LF

SLS 6 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + BR + WL + TU + LF

SLS 7 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + LR + WL + TP + LF

SLS 8 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + LR + WL + TN + LF

SLS 9 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + LR + WL + TU + LF

SLS 10 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + LR + WL + TP + LF

SLS 11 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + LR + WL + TN + LF

SLS 12 DL + PT + CR + SDL + LL (1 TRACK) + LR + WL + TU + LF

SLS 13 DL + PT + CR + SDL + WL + TU + LF

SLS 14 DL + PT + CR + SDL + LL (2 TRACK) + BR + WL (+Train) + TU + LF


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

04.4 – Kombinasi Pembebanan Kereta Api (Heavy Train)

Name Load Combination Ultimate

ULS 1 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TP + 1,2 LF


ULS 2 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TN + 1,2 LF
ULS 3 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TU + 1,2 LF
ULS 4 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TP + 1,2 LF
ULS 5 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TN + 1,2 LF
ULS 6 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 BR + 1,2WL + 1,2TU + 1,2 LF
ULS 7 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TP + 1,2 LF
ULS 8 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TN + 1,2 LF
ULS 9 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TU + 1,2 LF
ULS 10 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TP + 1,2 LF
ULS 11 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TN + 1,2 LF
ULS 12 1,2 DL + PT + CR + 2 SDL + 1,8 LL (1 TRACK) + 1,8 LR + 1,2WL + 1,2TU + 1,2 LF
ULS 13 1,2DL + PT + CR + 2SDL + 1,2WL + 1,2TU + 1,2LF
ULS 14 1,2DL + PT + CR + 2SDL + 1,8 LL (2 TRACK) + 1,8BR + 1,2WL (+Train) + 1,2TU + 1,2LF
ULS 15 1,2 DL + PT + 2 SDL + Eqx + 0,3 Eqy
ULS 16 1,2 DL + PT + 2 SDL + 0,3Eqx + Eqy
ULS 17 0,9 DL + PT + SDL + Eqx + 0,3 Eqy
ULS 18 0,9 DL + PT + SDL + 0,3 Eqx + Eqy
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05 – LRT
05.1 – Pembebanan LRT
05.1.a – Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan terdiri dari berat alas track, rail, dan hand rail. Berdasarkan Design Basis Report - Viaduct 7.1.2, beban
mati tambahan yang diaplikasikan pada jembatan khusus adalah sebagai berikut:

05.1.b – Beban Hidup (Live Load)


C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.1.b – Beban Hidup (Live Load) …lanjutan

Beban dari satu gandar

Struktur jembatan didesain dengan 6 lokomotif dengan 120 kN beban gandar, seperti pada gambar di bawah ini:

Train set
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

- Impact Factor

Impact factor vertikal mengacu pada ACI 343 1R-12 pasal 4.3.1.2 sebagai berikut:

Keterangan:
• V adalah kecepatan rencana (m/s) = 35 km/h yang ditentukan oleh perencana alinyemen,
sama dengan 9.72 m/s
• l adalah panjang bentang (m), 86.5 m untnuk bentang tepi dan 148 m untuk bentang
tengah
• f1 adalah mode pertama flexural natural frequency bentang jembatan (~ 0.6973 Hz)
Komponen beban dinamik tidak diaplikasikan pada perencanaan footing atau pondasi.
Perhitungan impact factor di atas hanya untuk amplifikasi arah longitudinal. Impact factor
arah melintang untuk perencanaan lentur adalah 0.55.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.1.c – Centrifugal Force (CF)

Gaya sentrifugal dirancang berdasarkan ACI 343 1R-12 pasal 4.3.1.3. gaya ini harus diaplikasikan secara simultan dengan
kombinasi pembebanan lainnya untuk mendapatkan beban maksimum pada struktur.

05.1.d – Hunting Force (HF)

Hunting force adalah beban horizontal yang disebabkan oleh interaksi dari kereta api dengan rel. Biasa disebut sebagai nosing load.
Beban yang terbesar dari gaya sentrifugal dan nosing yang digunakan. Mengacu pada ACI 343 1R-12 pasal 4.3.1.4, nosing load harus
diambil sebesar 8% untuk beban kendaraan vertikal tanpa faktor beban.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.1.e –Gaya longitudinal: rem dan percepatan (LF)

Sesuai ACI 343 1R-12 pasal 4.3.1.5, gaya longitudinal harus diaplikasikan secara simultan dengan vertikal live load di atas satu
roda dalam arah yang berbeda (arah maju pada saat pengereman dan mundur pada saat percepatan).
• Pengereman dan percepatan pada keadaan normal adalah sebesar 15% dari beban vertikal kereta tanpa faktor. Beban ini
sesuai dengan pengereman normal dan digunakan dalam perhitungan pada keadaan layan.
• Beban pengereman pada saat keadaan darurat adalah sebesar 30% dari beban kereta vertikal. Pengereman dalam keadaan
darurat ini tidak perlu diaplikasikan secara simultan dengan beban percepatan.

05.1.f – Service Walkway Load (P)

Live load on service or emergency walkways shall be based on 2.82 kN/m2. This load should be used simultaneously with empty
vehicles on guideway, since walkway load is the result of vehicles being evacuated.
As table “load from one axle” above shows operation load of empty train, loading on one axle is 75 kN.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.1.g –Wind Load (WS & WL)

As per PM. Transportation 60 2012, wind load horizontally acts in the perpendicular to rails with the value as below:
• 3 kN/m2 for the projection area without train
• 1.5 kN/m2 for the projection area of the train and bridge structure.

05.1.h – Derailment Load (DR)

Refer to ACI 343 1R-12 clause 4.5.2, the force effects caused by a single derailed standard vehicle should be considered in the design
of the guideway structure components. The derailed vehicle should be assumed to come to rest as close to the barrier wall as
physically possible to produce the largest force effect.
There are two design situations shall be considered:
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

- Design situation I: derailment of railway vehicles, with the derailed - Design situation I: derailment of railway vehicles, with the derailed
vehicles remaining in the track area on the bridge deck with vehicles vehicles remaining in the track area on the bridge deck with vehicles
retained by the adjacent rail or an upstand wall. Collapse of major part of retained by the adjacent rail or an upstand wall. Collapse of major part of
the structure shall be avoided, while local damage may be tolerated. Design the structure shall be avoided, while local damage may be tolerated. Design
loads used for this situation is 1.4LL parallel to the track in the most loads used for this situation is 1.4LL parallel to the track in the most
unfavorable position inside an area of width 1.5 times the track gauge on unfavorable position inside an area of width 1.5 times the track gauge on
either side of the center-line of the track as shown below: either side of the center-line of the track as shown below:

Both design situation shall include horizontal force of 50% standard


vehicle to the top of the flange girder and shall be examined separately.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.2 – Load Combination


The load combination is based on ACI 343 1R-12 chapter 5.

05.2.a – Load Modifier

For service and extreme load combination, resistance factors Detailed calculation of η :
shall be taken as 1.0 η = η_D η_R η_I ≥ 0.95 for unfavorable loads
All limit states shall be considered of equal importance η = 1/(η_D η_R η_I ) ≤ 1.0 for favorable loads
Ση_i γ_i Q_i ≤ ϕ R_n = R_r (for load case where load coefficient is < 1.0)
Where, Where
Qi : Loads η_D : factor related to ductility = 1.0
γ_i : Load factor η_R : factor related to redundancy = 1.0
ϕ : Resistance factor η_I : factor related to operational importance = 1.0
Rn : Nominal resistance η : factors are equal to 1.0 for all limit states other than
Rr : Factored resistance normal strength load combinations
η : Factor related to ductility, redundancy and
operational importance
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

05.2.b – Service Load Combination 05.2.c – Strength Load Combination


Four service load combinations, S1, S2, S3 and S4 are listed below. For strength design, the factored strength of a member should
Load and strength reduction factors are not used for serviceability exceed the total factored load effect. The factored strength of a
design. member or cross section is obtained by taking the nominal
member strength. The total factored load effect should be
obtained from relevant strength combination U incorporating the
appropriate load factors given in table below.
C. PENJABARAN STANDAR/CODE

06 – Persyaratan Perencanaan Geoteknik


Kriteria desain yang umum digunakan dalam perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:

06.1 Faktor kemanan


• SF = 2.5 untuk kondisi pada masa layan (SLS)
• SF = 1.67 untuk kondisi gempa (ULS); 1.5 kali dari kondisi pada masa layan.

06.2 Kontrol lateral


Kontrol lateral didasarkan pada defleksi yang terjadi. Persyaratan defleksi adalah sebagai berikut:
• SLS: maximum 1.27 cm
• ULS: maximum 2.5 cm

06.3 Kontrol penurunan


Kontrol penurunan pondasi didasarkan pada penurunan total dan beda penurunan. Persyaratannya adalah sebagai berikut:
• Penurunan total izin adalah 4% dari diameter tiang.
• Beda penurunan L/300, dengan L adalah jarak antar pier yang berurutan.
TERIMA KASIH

You might also like