You are on page 1of 13

EKSPLORASI BAUKSIT KABUPATEN SINGKAWANG

KALIMANTAN BARAT
Eye Ikras F.R1, Muhammad Rizky1, Khairanisa Ariya1, Wiwik Windasari B.M1

Abstrack
Onsiderable economic value in the scale of quantity and quality. One of the prospective locations
are in areas singkawang, West Kalimantan Province. Singkawang is an area that addressed the
rest of the development of Cretaceous volcanism consisting of the island of Borneo Volcanic
Formations Mensibau with unit members Granodiorite, quartz diorite and diorite, and the
Formation of the Kingdom Volcanic Andesite-trachite units and Formations of alluvium and
swamp sediment quarter. Bedrock types that tend to be acid-intemediet bauxite will produce
certain characteristics that are different from the dominant rock properties of acids or bases. Rock
intensively weathered have the potential to form a precipitate lateritic bauxite. Conducted a
detailed mapping is the next steps of regional mapping to narrow the area of bauxite mineral
mining resource prospects. Geological aspects and lateritic bauxite deposit genesis process on the
site is a very interesting esearch material. Based on field mapping, Gibsite is the bauxite formed
with frame type is the result of weatherin sediment residue on the soil catena. The study area
consists of rocks that form lateritisation overburden, soil laterite, iron cap /gossan, saprolite and
bedrock layers. Lateritic bauxite deposit formation is largely controlled by bedrock type, time,
climate (rainfall), morphology, changes the face of groundwater, and vegetation destruction
process involving a series of rocks, minerals leaching, transport and deposition of mineral
elements of chemical residues. Lateritic bauxite sludge characteristics according to the analysis of
X-Ray Diffraction (XRD) on a layer of overburden to ore (saprolite layer) shows the mineral
composition Nacrite, Kaolinite, Gibsite, Goethite, Quartz, Nordstandite, Hematite, and Dickite.
The average mineral formed at neutral pH tends to be acidic by 5-7 and temperatures below 150C.
The analysis of X-Ray Fluorescence (XRF) shows the rock has certain characteristics which, if
averaged Aluminum trihydrate (Al2O3) as much as ±33%, Iron (II) trihydrate (Fe2O3) of about
±8.5%, Silicate oxide (SiO2) approximately ± 43%, Titanium oxide (TiO2) approximately ≤1% and
total silicate (R-SiO2) approximately ≤7%. Saprolite layer showed a thickening layer on the hillside
at an angle of 20 - 25while the section near the top of the hill or valley will be thinned. The results
showed that the value of XRF levels bedrock formation of bauxite have economic value to the
content of Al and Fe but less to a total content of Si and Si.

1. Pendahuluan
Indonesia memiliki sumberdaya bijih bauksit yang melimpah sebesar 3.617.770.882 ton dengan
jumlah cadangan sebesar 1.257.169.367 ton berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) (Pusat Sumber Daya Geologi, 2015). Sumberdaya bauksit tersebut selama
ini belum dimanfaatkan secara optimal dan perlu dilakukan peningkatan nilai tambah bijih
bauksit melalui proses pencucian, pengolahan dan pemurnian. Bauksit (Al2O3.2H2O) memiliki
sistem kristal oktahedral, terdiri dari 35-65% Al2O3, 210% SiO2, 2-20% Fe2O3, 1-3% TiO2 dan
1030% H2O. Sebagai bijih alumina, bauksit mengandung sedikitnya 35% Al2O3, 5% SiO2, 6%
Fe2O3, dan 3% TiO2. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi,
kadar besi rendah dan sedikit kadar kuarsa bebas. Pada saat batuan mengalami pelapukan
kimiawi unsur kimia silika (Si) terlarut dan terlepas dari ikatan kristal begitu juga sebagian unsur
besi. Alumina, Titanium dan mineral oksidasi terkonsentrasi sebagai endapan residu. Batuan yang
dapat memenuhi persyaratan itu antara lain nephelin sienit, batuan lempung/serpih. Batuan itu
akan mengalami proses lateritisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan
mengalami pelapukan).

2. Studi Pustaka
1. Geologi Regional

1.1 Proses Geologi


Struktur geologi di wilayah Singkawang dikontrol oleh Granodiorit Mensibau. Granodiorit
Mensibau merupakan bagian dari Batolit Singkawang. Satuan batuan ini diperkirakan
merupakan busur magmatik hasil dari subduksi antara Lempeng Proto Laut Cina Selatan
dengan bagian utara Dataran Sunda, yang miring ke arah selatan pada Kapur Bawah
(Suwarna dkk., 1993). Bukti dari jalur subduksi ini didukung oleh adanya mélange
berumur Kapur yang terletak lebih ke utara, yaitu Komplek Serabang di Lembar Sambas.
Proses subduksi selanjutnya terjadi pada Eosen-Oligosen Awal, akibat terjadinya
pemekaran (rifting) yang membentuk Laut Cina Selatan. Proses tersebut menyebabkan
pergerakan Blok Kontinen Luconia ke arah selatan sehingga terjadi subduksi (Daines,
1985; dalam Soeria – Atmadja dkk., 1999). Busur magmatik Eosen-Oligosen Awal dapat
terlihat dari Sintang sampai Kelian di sepanjang Kalimantan Tengah (Gambar 1a) Proses
tektonik berikutnya adalah kolisi yang terjadi pada Oligosen Tengah (Gambar 1b).

a) b)

Gambar 1(a). Subduksi pada Eosen, Gambar 1(b). Kolisi pada Oligosen Tengah

(Soeria – Atmadja dkk., 1999)

Menurut Soeria – Atmadja dkk. (1999), magmatisme yang berumur Oligosen Akhir-
Miosen Tengah memotong busur magmatik yang berumur Eosen-Oligosen Awal. Busur
magmatik yang lebih muda ini dapat diikuti dari Sintang, Masuparia, Kelian, Muyup,
Muara Wahau, dan Sesayap. Magmatisme ini diperkirakan berhubungan dengan sisa
lempeng yang menunjam pada Eosen (Gambar 2).

Gambar 2. Busur magmatik di Kalimantan selama Oligosen


Akhir – Miosen Tengah dan Miosen Akhir – Plistosen. (1)
Busur magmatik Oligosen Akhir – Miosen Tengah, (2) Busur
magmatik Miosen Tengah – Pliosen, (3) Busur magmatik
Miosen Akhir – Plistosen (Soeria – Atmadja dkk., 1999)

Gambar 3. Peta geologi dan kolom stratigrafi daerah Lembar


Singkawang (Suwarna dkk., 1993)

Batuan terobosan yang lebih muda seperti Batuan Terobosan Sintang menunjukkan arah
kelurusan yang memanjang Timurlaut – Baratdaya. Rekahan yang berada di sekitar Batuan
Terobosan Sintang memiliki arah umum Baratlaut sampai Utara, yang di beberapa tempat
membentuk urat kuarsa dengan mineralisasi tembaga dan emas (JICA,1980). Selain itu,
terdapat pula busur magmatik di Zona Sibu – Rajang yang berumur Miosen Tengah –
Pliosen. Busur magmatik ini diperkirakan berhubungan dengan subduksi di Palung Palawan
(Gambar 2). Busur magmatik juga terdapat di Laut Sulu yang berumur Miosen Akhir -
Plistosen. Busur magmatik ini memanjang ke Semenanjung Dent dan berhubungan dengan
subduksi di Palung Sulu (Soeria-Atmadja, 1999)

1.2 Endapan bijih yang berhubungan dengan rejim tektonik lempeng


Stratigrafi di daerah penelitian terdiri dari Satuan Granodiorit Terubah . Satuan batuan ini
terdiri dari granodiorit yang umumnya telah terubah dengan intensitas ubahan yang
bervariasi dari sedang sampai kuat. Mineral ubahan yang mengubah satuan batuan ini
terutama terdiri dari serisit, epidot, klorit, kuarsa sekunder, dan mineral lempung. Satuan
Granodiorit Terubah ini disetarakan dengan Granodiorit Mensibau yang berumur Kapur
Bawah (Suwarna dkk., 1993). Satuan batuan ini merupakan batolit dan stok yang
berhubungan dengan penunjaman pada Kapur Bawah. Secara regional, Satuan Granodiorit
Terubah diterobos oleh batuan terobosan yang lebih muda, yaitu Batuan Terobosan Sintang
yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Batuan Terobosan Sintang ini diperkirakan
sebagai batuan pembawa mineralisasi di daerah singkawang (Suwarna dkk., 1993).

1.3 Staratigrafi Regional


Granodiorit Mensibau merupakan batolit dan stok yang berhubungan dengan penunjaman,
yang berumur Kapur Awal. Satuan ini terdiri dari granodiorit hornblende – biotit, adamelit,
tonalit, diorit, dan granit. Satuan batuan ini memiliki sifat magnetik sedang sampai kuat dan
umumnya telah terubah. Satuan batuan ini secara luas membentuk Batolit Singkawang
(Amiruddin, 1989; dalam Suwarna dkk., 1993). Granodiorit Mensibau menerobos Kelompok
Bengkayang dan Batuan Gunungapi Raya.Bauksit yang terbentuk di Kalimantan Barat
adalah jenis gibsit yang terbentuk pada lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan
bauksit residu hasil pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik
bauksit tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata
dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1 – 3mm dengan
ketebalan lapisan saprolit 7 – 10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit berwarna
kuning keorangean dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan mineral yang
cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4 – 8m, dan Diorit menghasilkan warna
tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah laterit berwarna kuning. Sering
ditemukan rembesan air, boulder fresh rock, lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah
dengan ketebalan lapisan saprolit relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m (Yoga aribowo, Dkk,
2013).

Endapan Bauksit Laterit merupakan endapan residual tetapi sebagian ada yang berupa
endapan koluvial dan aluvial. Terbentuk melalui proses pelapukan batuan aluminosilikat,
pada kondisi subtropis hingga tropis. Jumlahnya mencapai 90% sumberdaya bauksit dunia.
Bauksit laterit pada masa lampau terbentuk pada permukaan datar. Ditemukan sebagai
bagian dari dataran tinggi padamasa kini.

Endapan Bauksit terbentuk dari proses laterisasi yaitu proses yang terjadi karena
pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan asal mengalami pelapukan
(weathering) dan terpecah – pecah. Pada musim hujan, air memasuki rekahan – rekahan dan
menghanyutkan unsur – unsur yang mudah larut, sementara unsur – unsur yang sukar /
tidak larut tertinggal dalam batuan induk. Setelah unsur–unsur yang mudah larut dari
batuan induk seperti Na, K , dan Ca dihanyutkan oleh air, residu yang ditinggalkan (disebut
laterit) menjadi kaya dengan hidrooksida alumunium (Al(OH)3) yang kemudian oleh proses
dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit.

Gambar 5. Sketsa Pembentukan Endapan Sekunder Hasil Rombakan Kimiawi, Contoh


Endapan Lateritik ( Sudarmono, Djuki, 2007).
Gambar 6. Bagan Alir Proses Pembentukan Bauksit
(Sudarmono, Djuki, 2007).

1.4 Genesa bahan galian bauksit


Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur tunggal yang
bereaksi terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru, dalam pertambangan
bauksit senyawa tersebut adalah Aluminium trihidrat (Al2O3), Besi trihidrat (Fe2O3),
Silikat oksida (SiO2), Titanium oksida (TiO2) dan Total silikat (R-SiO2). Intensifnya
perkembangan laterit di daerah tropis basah menyebabkan terbentuknya tanah
laterit. Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang terpenting
pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor yang berpengaruh
pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah iklim, topografi, morfologi,
dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan ditransportasikan oleh airtanah atau air
hujan, kemudian diendapkan kembali. Proses terjadi dengan baik pada permukaan
tanah landai dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi dan topografi yang
cenderung bergelombang miring. Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan
laterit bauksit adalah Al, Fe, Si dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si
merupakanpatokan keekonomisan tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni,Sidan Ti
mengalami pelindian terlebih dahulu dan lebih mobile dibanding denganAl dan
Fe.Pelarutan dan penguraian plagioklas, alkali feldspa,besi, aluminium dan silika dalam
larutan akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan
oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan
menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3), dan
kobalt (Co) dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap menjadi endapan
bauksit Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum). Pengendapan dikontrol pH
sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika konsentrasi air berkurang pada saat
pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan diaspor dapat terbentuk. Selain itu,
pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R – Si. Unsur ini merupakan unsur
terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta unsur yang dipertimbangkan
dalam penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena untuk menguraikan senyawa
bauksit nantinya, perlunya penambahan NaOH untuk mendapatkan bauksit murni.
Proses pengayaan dan pengendapan laterit bauksit paling baik pada topografi miring
yang mana proses mobilitas unsur yang rendah, karena pada bagian puncak cenderung
untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi air meteorik. Sedangkan pada bagian
lembah, lebih banyak membentuk endapan laterit Fe seperti hematit dan limonit
sebagai hasil akumulasi material sedimen serta peresapan larutan. Kehadiran kekar
ataupun rekahan akan mempercepat proses respirasi dan penghancuran batuan
sehingga mempengaruhi pembentukan zona deposit.

2. Ekplorasi
Pemilihan metode didasarkan atas bentuk, ukuran, dan posisi endapan sangat terkait
dengan genesanya. Endapan bauksit yang ditemukan di Indonesia tepatnya kabupaten
singkawang Kalimantan Barat adalah berupa laterit yang dicirikan oleh zona pelapukan
bauksit yang berwarna kemerahan dan relatif lunak. Ketebalan lapisan bauksit rata – rata
terletak dekat permukaan dan tidak lebih dari 20 meter. Berdasarkan pada hal – hal
tersebut, metode yang paling cocok adalah test pitting (sumur uji).
Test pit merupakan suatu metode untuk mengambil conto bijih bauksit yang berada di
bawah permukaan. Adapun ukuran sumur uji ini adalah 0.8 x 1.2 m. Untuk menentukan
titik sumur uji ini berdasar dari hasil analisa laboratorium dari sampel indikasi bauksit
dipermukaan. Pola dan spasi sumur uji tergantung dari tahapan eksplorasi. Rangkaian
teknis kegiatan di lapangan tersebut meliputi tahapan pendahuluan, pengumpulan data,
eksplorasi lapangan, analisa data yang kemudian tahapan kesimpulan dari hasil tahapan-
tahapan sebelumnya yang diwujudkan dalam susunan laporan dan berbagai peta.
Kegiatan olah data menghasilkan pembuatan peta lokasi pengamatan, peta geomorfologi,
dan peta geologi, dan penampang sumur uji, peta penyebaran potensi bauksit dan
perhitungan cadangan.

Tahapan Eksplorasi Bauksit


Pemetaan Geologi Permukaan
Pemetaan geologi permukaan dilakukan untuk mendapatkan data lapangan yang
meliputi data-data geologi dan sebaran bijih bauksit di permukaan. Pengambilan data
litologi di lapangan dengan cara membuat lokasi pengamatan pada singkapan-singkapan
batuan yang ada, baik yang berupa fresh rock maupun yang telah terlapukkan. Setelah itu
dilakukan deskripsi litologi secara megaskopis sehingga didapatkan informasi-informasi
yang diperlukan.Pada pengamatan data morfologi meliputi kemiringan lereng bukit
yang landai, mengingat keterdapatan bauksit berada pada perbukitan rendah biasanya
pada zona yang mengalami proses pendataran akibat erosi dan denudasi. Batas rawa
dengan dataran, umumnya menjadi batas bauksit dilapangan. Bauksit cenderung
mengikuti relief bukit yang dikitari oleh rawa atau biasa disebut natai atau
mungguk.Kemudian dilakukan pula sampling bauksit dari outcrop di permukaan yang
selanjutnya dilakukan analisa laboratorium tentang kadar komponen bauksit dari data
hasil conto permukaaan. Setelah dilakukan lokalisir daerah tersebut barulah dapat
diketahui daerah mana saja yang terindikasi adanya endapan bauksit yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan penggalian test pit.

Penentuan dan Pembuatan Test Pit


Metode pembuatan dan penentuan sumur uji yaitu :
1. Setting point atau pengeplotan titik testpit

Penentuan letak sumur uji, yaitu dengan mengacu pada wilayah yang telah
dieksplorasi dan ditemukan indikasibauksit.Jarak sumur uji, dilakukan jarak random
terlebih dahulu baru kemudian apabila daerah tersebut terindikasi prospek maka
dilakukan pembuatan sumur uji dengan sistem grid, tetapi apabila hasil yang didapat
tidak cukup bagus maka tidak perlu dilanjutkan lagi. Titik pertama yang dilakukan
adalah secara acak, selanjutnya dipasang dengan jarak 400 m pada titik yang
mempunyaikadarcukup bagus. Kemudian grid dipersempit lagi pada jarak 200 m pada
area yang mempunyai kadar yang bagus, kemudian bila hasil masih bagus grid dapat
dipersempit lagi menjadi 100 m. Untuk hasil yang lebih detail, grid dapat dipersempit
menjadi 50 m. Grid 100 m x m 100 m dimaksudkan untuk mengetahui pola penyebaran
bauksit dengan cakupan daerah yang luas dan representatif secara tepat. Sedangkan
grid 50 m x 50 m dimaksudkan untuk mengetahui pola penyebaran bauksit secara semi
detail baik dari segi kualitas maupun ketebalannya serta memberikan gambaran batas
bentang alam (punggungan maupun lembah/rawa) dan tata guna lahan pada daerah
tersebut sehingga pada akhirnya akan memberikan informasi besarnya cadangan yang
lebih akurat. Dan paling akhir diteruskan ke jarak 25 m. Dari grid 25 m didapat
perhitungan cadangan yang terukur dan dapat dilakukan pemodelan yang detail.

2. Penggalian test pit

a. Kemudian dilakukan penggalian testpit berbentuk empat persegi panjang dengan


ukuran 1,2 m x 0,8 m, penggalian test pit menggunakan cangkul, dodos/linggis,
tali, ember dan pita ukur.
b. Penggalian test pit dihentikan apabila telah mencapai batuan dasar yaitu material
lempung atau kong dan boulder batu. Bila penggalian telah mencapai kedalaman 5
meter tetapi belum juga ditemukan indikasi akan adanya bauksit maka penggalian
juga dihentikan.

Lebar bukaan test pit

Tanah penutup

Lapisan Bauksit

Kong (penggalian dihentikan)

Gambar 5. Sketsa Cara Pengambilan Conto Bauksit Dengan Sumur Uji


(Eko Yoan Toreno dan Moetamar, (2012) shantara 2002)

Metode Perhitungan Cadangan Bauksit

Perhitungan cadangan pada daerah eksplorasi menggunakan metode geometrik


dengan menggunakan metode extended area dengan jarak antar sumur uji sebagai batas
acuan untuk daerah pengaruh, karena jarak antar sumur uji pada daerah eksplorasi
teratur sehingga mempermudah dalam penghitungan.

Parameter lain yang digunaan untuk perhitungan cadangan adalah dengan


menggunakan data penyebaran bauksit, ketebalan dan jarak antar test pit, kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus :

Volume = luas area x tebal lapisan bauksit.................................... (1)

Raw ore = Volume x Specific gravity (SG)......................................... (2)

Concretion Factor (CF) = Berat sampel seteleh dicuci x 100%......................... (3)


Berat sampel sebelum dicuci

Whased ore = (raw ore x CF) ................................................................... (4)

Keterangan :

- Grid = jarak antar testpit


- Luas area = luas jarak antargrid
- Tebal = tebal lapisan ore bauksit diukur pada testpit
- SG = berat jenis bauksit(1,6)
- Rawore = berat sampel per luasan daerah sumur uji sebelum dicuci
- Concretionfactor(CF) = persen berat bauksit bersih tanpapengotor.
- Whasedore = berat sampel per luasan daerah sumur uji setelah dicuci
- Tebal lapisan bauksit diukur pada masing-masing test pit.
Kemudian dari hasil analisa laboratorium kadar masing-masing unsur dikalikan dengan
whased ore, maka akan didapatkan volume masing-masing unsur. Untuk total cadangan
adalah :
Total = Σ Whased ore............................................................................................................ (5)

Metode Extended Area


Metode ini digunakan untuk lubang test pit yang dibuat dengan pola grid, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut 25 lubang test pit telah
dibuat dengan jarak sesuai dengan pola grid (misalnya 25meter). Pada metode
extended area, semua blok mempunyai daerah pengaruh yang sama.

Gambar 3 Sketsa metode extended area (Nurhakim, 2006)


Tebal rata-rata didapat dengan menjumlah (total) seluruh tebal sumur uji dan dibagi
2
dengan 25. Sedangkan total volume didapat kan dengan mengalikan 15.625 m x tebal
rata-rata.

1. Metodologi Penelitian

1. Tahap Awal

Struktur geologi di wilayah Singkawang dikontrol oleh Granodiorit Mensibau.


Granodiorit Mensibau merupakan bagian dari Batolit Singkawang. Satuan batuan
ini diperkirakan merupakan busur magmatik hasil dari subduksi antara Lempeng
Proto Laut Cina Selatan dengan bagian utara Dataran Sunda, yang miring ke arah
selatan pada Kapur Bawah (Suwarna dkk., 1993).

Pemetaan geologi permukaan dilakukan untuk mendapatkan data lapangan yang


meliputi data-data geologi dan sebaran bijih bauksit di permukaan. Pengambilan
data litologi di lapangan dengan cara membuat lokasi pengamatan pada singkapan-
singkapan batuan yang ada, baik yang berupa fresh rock maupun yang telah
terlapukkan. Setelah itu dilakukan deskripsi litologi secara megaskopis sehingga
didapatkan informasi-informasi yang diperlukan.Pada pengamatan data morfologi
meliputi kemiringan lereng bukit yang landai, mengingat keterdapatan bauksit
berada pada perbukitan rendah biasanya pada zona yang mengalami proses
pendataran akibat erosi dan denudasi. Batas rawa dengan dataran, umumnya
menjadi batas bauksit dilapangan. Bauksit cenderung mengikuti relief bukit yang
dikitari oleh rawa atau biasa disebut natai atau mungguk.Kemudian dilakukan pula
sampling bauksit dari outcrop di permukaan yang selanjutnya dilakukan analisa
laboratorium tentang kadar komponen bauksit dari data hasil conto permukaaan.
Setelah dilakukan lokalisir daerah tersebut barulah dapat diketahui daerah mana
saja yang terindikasi adanya endapan bauksit yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan penggalian test pit.

2. Tahap Pengolahan

Berdasarkan atas kontinuitas lateral endapan bauksit yang saat ini di ketahui, maka
untuk tahapan ekplorasi bauksit dibedakan 3 ( tiga ) tahap. Masing – masing tahap
memiliki tujuan dan target yang berbeda, sehingga jenis kegiatannya juga berbeda.
Tahap I ini disebut dengan eksplorasi pendahuluan, hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk membuktikan ada tidaknya endapan bauksit di dalam daerah eksplorasi
berdasarkan dari sumber peta geologi, kegiatan ini meliputi pemetaan geologi
regional skala 1 : 25.000. Dari hasil pemetaan geologi tersebut didapatkan data
indikasi ada tidaknya endapan bauksit dari outcrop di permukaan. Jika hasil outcrop
terindikasi adanya bauksit dengan kualitas bagus, maka dilakukan sampling dari
test pit dengan jarak sumur uji random terlebihdahulu baru kemudian apabila daerah
tersebut terindikasi prospek maka dilakukan pembuatan sumur uji dengan sistem
grid, tetapi apabila hasil yang didapat tidak cukup bagus maka tidak perlu
dilanjutkan lagi.Tahap II disebut juga penyelidikan semi detail eksplorasi
lanjut,selanjutnya dalam tahap III atau disebut dengan kegiatan penyelidikan detail.
Pemilihan lokasi didasarkan atas hasil evaluasi tahap II

3. Tahap Analisis

Setelah dilakukan input data, baik secara manual maupun computerized, hasil
data maka akan dilakukan penghitungan cadangan untuk menghitung
jumlah total ore tercuci (weight metric ton) yang ada pada suatu lokasi
eksplorasi. Rumus perhitungan ini adalah:

Cadangan= luas pengaruh x CF x tebal ore x berat jenis


Pada daerah yang dieksplorasi kali ini berat jenis bauksit yang dipakai adalah
1,6 dan pada masing – masing lokasi eksplorasi memiliki nilai berat jenis yang
berbeda, sesuai dengan keputusan tim yang dipakai.
4. Flow chart

PENDAHULUAN Studi Literatur


Observasi lapangan

Peta topografi
Peta geologi regional
PENGUMPULAN DATA
Pengamatan lapangan / Data lokasi pengamatan
Pengamatan morfologi
Conto batuan dan bauksit permukaan
EKSPLORASI LAPANGAN Profil sumur uji

- Analisis Geomorfologi
ANALISIS DATA - Analisis geometri dan penyebaran
endapan bauksit
- Analisis distribusi kadar Al2O3, SiO2,
dan Fe2O3
- Analisis jenis dan kualitas bauksit
- Analisis sumberdaya cadangan bauksit

PEMBAHASAN Peta Lokasi Pengamatan, Peta Geologi, Peta Geomorfologi


Peta distribusi kadar Al2O3, SiO2, dan Fe2O3
Penampang sumur uji

LAPORAN EKSPLORASI

5. Pembahasan

Struktur geologi di wilayah Singkawang dikontrol oleh Granodiorit Mensibau.


Granodiorit Mensibau merupakan bagian dari Batolit Singkawang. Satuan batuan
ini diperkirakan merupakan busur magmatik hasil dari subduksi antara Lempeng
Proto Laut Cina Selatan dengan bagian utara Dataran Sunda, yang miring ke arah
selatan pada Kapur Bawah (Suwarna dkk., 1993). Bukti dari jalur subduksi ini
didukung oleh adanya mélange berumur Kapur yang terletak lebih ke utara, yaitu
Komplek Serabang di LembarSambas.Granodiorit Mensibau merupakan batolit
dan stok yang berhubungan dengan penunjaman, yang berumur Kapur Awal.
Bauksit yang terbentuk di Kalimantan Barat adalah jenis gibsit yang terbentuk pada
lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan
batuan (insitu). (Yoga aribowo, Dkk, 2013)
Pemilihan metode didasarkan atas bentuk, ukuran, dan posisi endapan sangat terkait
dengan genesanya. Endapan bauksit yang ditemukan di Kalimantan barat singkawang
adalah berupa laterit yang dicirikan oleh zona pelapukan bauksit yang berwarna
kemerahan dan relatif lunak. Ketebalan lapisan bauksit rata – rata terletak dekat
permukaan dan tidak lebih dari 20 meter. Berdasarkan pada hal – hal tersebut, metode
yang paling cocok adalah test pitting (sumur uji). Langkah langkah untuk melakukan
test pitting pada daerah tersebut sebagai berikut
1. Penentuan dan Pembuatan TestPit
2. Metode Sampling atau PengambilanConto
3. Metode Preparasi Conto.

2. Kesimpulan

Berdasarkan genetiknya endapan laterit bauksit terbentuk dari hasil pelapukan


intensif dari batuan asal batuan beku asam yang kaya akan mineral felsic dan potash
feldspar atau mineral silikat lainnya yang mengalami proses laterisasi. Selain itu dari
segi morfologi terbentuk pada perbukitan yang landai sampai kemiringan sedang,
hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi.
Metode yang paling cocok digunakan dalam eksplorasi bauksit adalah metode test
pitting (sumur uji) karena ketebalan lapisan bauksit rata – rata terletak dekat
permukaan dan tidak lebih dari 20 meter, overburden tipis, penyebarannya lateral,
relatif menyeluruh dalam satu bukit yang dikitari rawa. Tahapan eksplorasi detail
bauksit meliputi pemetaan geologi permukaan, pengukuran grid, pengeplotan titik
sumur uji, penggalian sumur uji, sampling bauksit, deskripsi test pit log, preparasi
conto, dan pengolahan data hasil eksplorasi Pada proses input data lapangan
dilakukan perhitungan cadangan untuk menghitung jumlah total ore tercuci (metric
ton). Rumus perhitungan ini adalah cadangan = luas pengaruh x CF x tebal ore x
berat jenis bauksi
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, A. 2006. Pengantar Kuliah Geologi Indonesia. Prodi Teknik Geologi. Fiktm-. Itb.
Bandung

Bachtiar, A, 2011 “Kerangka Tektonik Kaitannya Dengan Metallogenic Province Di Indonesia”

Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, Fiktm-Itb

Buranda, J, 2006, Geologi Indonesia,Jurusan Geografi,Um

David Victor Mamengko, 2013, Potensi Bauksit Di Kabupaten Lingga Provinsi Kepualauan Riau.
Manokwari: Teknik Geologi Jurusan Teknik Fmipa Unipa.

Dhadar, J.R., 1983. Eksplorasi Endapan Bahan Galian. Bandung: G.S.B Bandung

Eko Yoan Toreno Dan Moetamar, 2011, Eksplorasi Bauksit Di Kabupaten Sintang Provinsi
Kalimantan Barat. Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi.

Eko Yoan Toreno Dan Moetamar, 2011. Karakteristik Cebakan Laterit Bauksit Di Daerah Sepiluk-
Senaning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi.

Jurnal Geologi Indonesia Vol 1 Japan International Cooperation Agency (Jica 1990)

Nurhakim, 2006. “Draft Bahan Kuliah Teknik Eksplorasi”(Htkk-009) Program Studi Teknik
Pertambangan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Soeria-Atmadja, R., D. Noeradi Dan B. Priadi, 1999. Cenozoic Magmatism In Kalimantan And
Its Related Geodynamic Evolution. Journal Of Asians Earth Sciences, Vol.17, Elsevier
Science Ltd., P.25-45.

Suwarna, N., Sutrisno, F. De Keyser, R.P. Langford Dan D.S. Trail, 1993. Peta Geologi Lembar
Singkawang, Kalimantan Skala 1:250.00. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi,
Bandung

Sudarmono, Djuki, 2007. “Diktat Ganesa Bahan Galian”, Jurusan Teknik Pertambangan,
Universitas Sriwijaya. Hal 28-31.

Yoga Aribowo, Dkk,2012. Geologi, Karakteristik Dan Genesa Endapan Laterit Bauksit Pt.
Antam (Persero) Tbk, Unit Geomin, Daerah Kenco, Kabupaten Landak, Provinsi
Kalimantan Barat.

You might also like