Professional Documents
Culture Documents
The general objective of this research was to formulate policy for food and
nutritional planning based on Desirable Dietary Pattern in Banjar City. The particular
objectives of the research were to 1) Analyze the situation of food consumption in
household level in Banjar City using Desirable Dietary Pattern, 2) Formulate
consumption necessity and food supplying directing to the ideal in Banjar City, 3)
Determine causing factor (causal model) of food and nutritional problem in Banjar
City, 4) Formulate the policy recommendation for food and nutritional planning based
on Desirable Dietary Pattern in Banjar City.
The research conducted in Banjar City, West Java Province, was a
prospective research to reflect the future. Sample was chosen by purposive
sampling. Sample for nutritional status and consumption data was 700 households
which 176 households in poor category and 524 households in non poor category.
The result shows that poverty problem, low income and low education are
some of the factors that cause low quantity and quality of energy consumption in
household level in Banjar City. It is difficult for poor family to access the food
because of food insecurity. Formulating the right policy for food and nutritional
planning will support food security in Banjar City.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Oleh :
INDY FITRIA ADICITA
A54103020
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS
NIP 130 516 871 NIP 131 669 944
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Banjar, Jawa Barat pada tanggal 20 Juni 1985.
Penulis merupakan anak sulung dari pasangan almarhum Sholeh Iskandar, SH
dan Yuyu Yuliawati. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh pada tahun 1991
sampai tahun 1997 di SDN Balokang III Kota Administratif Banjar. Tahun 1997
penulis melanjutkan sekolah di SLTPN I Banjar sampai tahun 2000. Pada tahun
2000 penulis melanjutkan sekolah di SMUN I Banjar dan memperoleh kelulusan
pada tahun 2003.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun
2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan
kepanitian dan organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjabat sebagai
Sekretaris II Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian periode
2004/2005, Anggota DKM Alhuriyyah Departemen Sosial dan Kemasyarakatan
periode 2004/2005, Sekretaris I Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi
Pertanian periode 2005/2006, Anggota Bina Desa Departemen Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga IPB, Ketua Biro Pengembangan Sumberdaya
Manusia (PSDM) Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian periode 2006/2007,
dan terakhir sebagai Sekretaris Menteri Sosial dan Lingkungan BEM KM IPB
periode 2006/2007.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT atas
segala karunianNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga salawat
dan salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kebaikan kita, Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan umat pengikutnya. Skripsi
ini berjudul “Studi Perumusan Kebijakan Perencanaan Pangan dan Gizi
Berdasarkan Pola Pangan Harapan di Kota Banjar Jawa Barat” yang merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program
Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS. dan Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS selaku
dosen pembimbing.
2. Ir. Budi setiawan, MS. Phd selaku dosen pemandu seminar.
3. Leily Amalia, STP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan dan saran perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
4. Yayat Heryatno, SP, MPS, Dr. Ir. Drajat Martianto, Dr Ir. Yayuk Farida
Baliwati, MS yang telah membantu dan izin penggunaan software Analisis
Konsumsi Pangan Wilayah Kabupaten/Kota dan Provinsi.
5. Bapak Wali Kota Banjar, Bapak Kepala Sekretaris Daerah Kota Banjar,
Ibu Shopia beserta staf dari Dinas Kesehatan Kota Banjar, Bapak Tata
beserta staf dari Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Perkebunan, dan
Kehutanan, Kak Teuku beserta staf dari Badan Pusat Statistik Kota
Banjar atas kerjasama dan bantuannya selama pengumpulan data.
6. Mamah, Papah (alm), Bapa Cecep, Mama Sri, adik-adikku tercinta
(Shinta, Silfi, Shapira dan Hilmi) serta seluruh keluarga atas doa, kasih
sayang, dan semangatnya selama penyusunan skripsi.
7. Anna, Desty, Anes Nasrullah, Wida, Bambang, Ahmad, dan Kuswan yang
telah memberi semangat dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teh Jihad, Teh Anggit, Teh Biwi, Ka Pindut atas kesabaran, bantuan, dan
nasihatnya selama ini.
9. Lenny, Aklesta, Alia, dan Bambang selaku pembahas yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukannya dalam skripsi ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan HIMAGITA dan BEM KM IPB atas kerjasama
dan kenangan-kenangannya yang tak akan pernah terlupakan.
11. Teman-teman GMSK 40 tercinta yang telah memberikan kenangan
terindah.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
khususnya Pemerintah Daerah Kota Banjar sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pangan dan gizi. Penulis sangat membutuhkan kritik dan
saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian...................................................................................... 3
Kegunaan Penelitian ................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan................................................................................... 4
Indikator Ketahanan Pangan .................................................................... 5
Ketersediaan Pangan ......................................................................... 6
Distribusi Pangan ............................................................................... 7
Konsumsi Pangan .............................................................................. 7
Faktor Penyebab Masalah Pangan dan Gizi ............................................ 9
Akses terhadap Pangan, Kemiskinan, dan Masalah Gizi ................... 9
Perencanaan Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan ......... 10
Status Gizi ................................................................................................ 14
KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................... 16
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 18
Cara Penempatan Sampel ....................................................................... 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data.......................................................... 19
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 19
Definisi Operasional ................................................................................. 30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah.......................................................................... 31
Geografis dan Topografi..................................................................... 31
Demografi dan Sosial Ekonomi .......................................................... 31
Produksi Pangan Kota Banjar .................................................................. 34
Analisis Situasi Konsumsi Pangan Kota Banjar Tahun 2006 ................... 38
Analisis secara Kuantitatif .................................................................. 39
Analisis secara Kualitatif..................................................................... 41
Komposisi dan Skor Mutu Konsumsi Pangan Berdasarkan PPH....... 43
Proyeksi Skor dan Komposisi PPH .................................................... 47
Situasi Status Gizi di Kota Banjar............................................................. 49
Target Konsumsi Pangan di Kota Banjar ................................................. 52
Target Penyediaan Pangan di Kota Banjar .............................................. 53
Causal Model Masalah Pangan dan Gizi di Kota Banjar .......................... 54
Masalah Pokok Pangan dan Gizi........................................................ 54
Causal Model...................................................................................... 55
Kondisi Umum Aspek Kebijakan dan Program Aktual Kota Banjar .... 56
Rekomendasi Kebijakan Pangan dan Gizi di Kota Banjar........................ 58
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan............................................................................................... 64
Saran ........................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66
LAMPIRAN ..................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Merumuskan kebijakan perencanaan pangan dan gizi berdasarkan Pola
Pangan Harapan di Kota Banjar.
Tujuan Khusus :
1. Menganalisis situasi konsumsi pangan tingkat rumah tangga Kota Banjar
dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).
2. Menentukan faktor penyebab berdasarkan (causal model) masalah
pangan dan gizi Kota Banjar.
3. Merumuskan kebutuhan konsumsi dan penyediaan pangan menuju ideal
dengan Pola Pangan Harapan.
4. Merumuskan rekomendasi kebijakan pangan berdasarkan Pola Pangan
Harapan (PPH) dan status gizi di Kota Banjar.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan arahan dan dijadikan sebagai
salah satu bahan bagi pemerintah daerah atau pengambil keputusan Kota Banjar
dalam memilih alternatif prioritas kebijakan pangan dan gizi, dimana program-
program yang akan diterapkan diharapkan mampu menyentuh kebutuhan dasar
masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu dapat juga dijadikan
sebagai salah satu acuan dalam menyusun arah kebijakan pembangunan
ketahanan pangan, dan pada akhirnya kejadian kerawanan pangan dapat diatasi
dan diantisipasi sedini mungkin.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Dasar utama kebijakan ketahanan pangan di Indonesia adalah Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan dalam
undang-undang tersebut didefinisikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya
pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup baik jumlah mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Sastraatmadja
2006). Sedangkan batasan yang dipakai oleh The World Food Summit (1996)
pada saat mencetuskan FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information
and Mapping Systems) adalah ketahanan pangan merupakan suatu kondisi
dimana semua orang, setiap waktu, mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi
pada bahan pangan yang aman dan bergizi sehingga cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh sesuai dengan kepercayaannya sehingga bisa hidup secara
aktif dan sehat.
Upaya pemantapan ketahanan pangan, sesuai amanat Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, bertujuan untuk mewujudkan
ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup,
mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata, serta terjangkau oleh setiap
individu (Suryana 2003). Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 68
Tahun 2002 (Badan Ketahanan Pangan 2002) tentang ketahanan pangan dalam
penjelasannya tertuliskan bahwa upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan
merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan
Bangsa Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam
dan sosial budaya yang beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk
mewujudkan ketahanan pangan. Upaya mewujudkan ketahanan pangan
nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung
keragamanan antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan
pada pemasukan pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka
seluruh sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan strategi demi
mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Pengertian ketahanan pangan pada International Food Submit dan
International Conference of Nutrition 1992 (FAO 1997) diperluas menjadi kondisi
tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk
5
hidup sehat, aktif, dan produktif. Makna yang terkandung dalam pengertian
ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan),
dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu
(dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai
untuk hidup sehat, aktif, dan produktif serta halal), dimensi keamanan pangan
(kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan).
Mengingat kompleksnya pembangunan ketahanan pangan yang
melibatkan banyak pelaku dan daerah, dengan dinamika perubahan antar waktu,
maka koordinasi dan sinergi yang baik merupakan kunci keberhasilan dalam
pembangunan ketahanan pangan. Berdasarkan Kebijakan Umum Ketahanan
Pangan 2006-2009 (BKP 2006) dalam melaksanakan koordinasi dan sinergisme
tersebut, maka pemerintah membentuk Dewan Ketahanan Pangan melalui
Keppres Nomor 132 Tahun 2001 yang mengatur koordinasi, evaluasi, dan
pengendalian upaya-upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
mengatur peran pemerintah yang lebih bersifat sebagai inisiator, fasilitator, dan
regulator, sedangkan masyarakat berperan sebagai pelaku utama pembangunan
ketahanan pangan. Sejalan dengan itu, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan atau pemerintah desa sesuai kewenangannya, menjadi
pelaksana fungsi-fungsi inisiator, fasilitator, dan regulator atas penyelenggaraan
ketahanan pangan di wilayah masing-masing, namun tetap dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan nasional. Berkaitan dengan itu, maka
kebijakan ketahanan pangan nasional menjadi payung kebijakan ketahanan
pangan daerah. Sedangkan kebijakan ketahanan pangan daerah menjadi
komponen utama dalam kebijakan pangan nasional. Kebijakan ketahanan
pangan nasional harus menjamin sinergisme kebijakan antar daerah, sehingga
tidak ada kebijakan suatu daerah yang merugikan daerah lain. Untuk itu
pemerintah memberikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang harus
ditaati pemerintah daerah, melakukan pemantauan dan pengendalian untuk
menjaga sinergi pembangunan antar daerah dan mengarahkan proses
pembangunan pada tujuan bersama, yaitu mewujudkan ketahanan pangan
nasional (DKP 2006).
Ketersediaan Pangan
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan
serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan
harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia
bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya
dari waktu ke waktu (Suryana 2001).
Syarief (1992) menyatakan bahwa ketersediaan pangan (food availability)
di suatu daerah atau negara ditentukan oleh beberapa faktor seperti keragaan
produksi pangan, tingkat kerusakan, dan kehilangan pangan karena penanganan
yang kurang tepat, serta tingkat ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan
harus dipertahankan sama atau lebih besar daripada kebutuhan penduduk
terhadap pangan. Jika keadaan ini tercapai maka keterjaminan pangan (food
security) akan berada pada tingkat yang aman. Peningkatan jumlah penduduk,
disamping mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan pangan, menyebabkan
adanya perubahan ekosistem pertanian. Lahan yang biasanya digunakan untuk
memproduksi pangan dapat berubah fungsi menjadi pemukiman, tapak industri,
prasarana transportasi atau prasarana lain. Pergeseran fungsi lahan ini dapat
menyebabkan penurunan produksi pangan apabila tidak diikuti dengan
terobosan teknologi budaya dan kelembagaan. Penurunan produksi pada
gilirannya dapat mengancam kelestarian swasembada pangan. Akan tetapi,
menurut pandangan Amiruddin (2004) bahwa ketersediaan pangan yang cukup
di suatu wilayah (pasar) tidak dapat menjamin hal yang sama di tingkat rumah
tangga, karena tergantung pada kemampuan rumah tangga dalam mengakses
pangan, dalam arti fisik (daya jangkau) maupun ekonomi (daya beli).
Menurut Gsianturi (2003), penyediaan pangan yang cukup, beragam,
bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun kualitas, merupakan
fondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu
7
Distribusi Pangan
Suryana (2001) menyatakan bahwa subsistem distribusi pangan
mencakup aspek aksesibilitas atas pangan secara merata, baik secara fisik
maupun ekonomi. Hal ini berarti bahwa sistem distribusi bukan semata-mata
mencakup aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang
membutuhkan, tetapi juga menyangkut keterjangkauan ekonomi yang
dicerminkan oleh harga dan daya beli masyarakat. Meskipun ketersediaan
pangan secara mikro/nasional maupun per kapita mencukupi, namun belum
tentu setiap rumah tangga memiliki akses yang nyata secara sama. Dengan
demikian surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan
bagi individu.
Konsumsi Pangan
Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai kemampuan atas pangan, gizi, dan
kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.
Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan konsumsi pangan dan gizi yang
cukup dan seimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang
sehat, kuat, cerdas, dan produktif (Suryana 2001)
Konsumsi pangan dengan gizi cukup dan seimbang merupakan salah
satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia
manusia. Volume dan kualitas konsumsi pangan dan gizi dalam rumah tangga
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan, dan budaya masyarakat.
Permasalahan dan tantangan yang perlu diantisipasi dan diatasi dalam
mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, dan berimbang
adalah : (i) besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan
kemampuan akses pangan rendah; (ii) rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap diversifikasi pangan dan gizi; (iii) masih dominannya
8
konsumsi sumber energi karbohidrat yang berasal dari beras; (iv) rendahnya
kesadaran dan penerapan sistem sanitasi dan higienis rumah tangga; dan (v)
rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan (DKP 2006).
Keragaman sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki
Indonesia merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
peningkatan konsumsi masyarakat menuju pangan yang beragam dan bergizi
seimbang. Berbagai sumber pangan lokal dan makanan tradisional yang dimiliki
oleh seluruh wilayah, masih dapat dikembangkan untuk memenuhi
keanekaragaman pangan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan.
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi dapat memberikan
peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran gizi, yang diharapkan
dapat mengubah perilaku konsumsinya, sehingga mancapai status gizi yang
baik. Disamping itu, perkembangan teknologi informatika serta strategi
komunikasi publik dapat menyediakan peluang yang tinggi untuk mempercepat
proses, serta memperluas jangkauan upaya pendidikan masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran gizi masyarakat.
Sementara itu, terdapat berbagai institusi (infrastruktur sosial) di tingkat
lokal (kecamatan atau bahkan desa), yang dapat menjadi mitra kerja pemerintah
maupun lembaga non-pemerintah dalam perbaikan konsumsi pangan dan status
gizi. Beberapa contoh institusi lokal tersebut adalah tersedianya posyandu,
kantor cabang dinas, balai penyuluhan dan para penyuluh dari berbagai bidang,
kelembagaan masyarakat seperti organisasi ibu-ibu PKK, majlis ta’lim, dan
sebagainya. Institusi ini dapat berperan aktif dalam mendeteksi masalah, serta
memfasilitasi upaya-upaya peningkatan kualitas konsumsi dan perbaikan gizi
(DKP 2006).
Program-program pengembangan masyarakat, dalam pengentasan
kemiskinan, yang mencakup kapasitas masyarakat untuk bekerja sama,
peningkatan keterampilan usaha dan peningkatan akses sumberdaya produktif,
telah dilaksanakan oleh berbagai kementrian lingkup pemerintahan maupun
berbagai organisasi non pemerintah. Program ini diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga pada masyarakat miskin.
Keberhasilan program tersebut memberikan peluang cukup tinggi bagi keluarga
miskin untuk meningkatkan kualitas konsumsinya, ke arah pangan yang lebih
beragam dan bergizi seimbang. Peluang ini akan lebih memberikan hasil apabila
disertai dengan proses penyadaran kepada mereka atas pentingnya
9
kapasitas keuangan, mengakibatkan angka kematian bayi yang lebih tinggi dan
peningkatan kemiskinan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2006) dalam Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 menyebutkan bahwa dari berbagai faktor
penyebab masalah gizi, kemiskinan dinilai mempunyai peranan dan bersifat
timbal balik. Artinya, kemiskinan akan menyebabkan kurang gizi dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses kemiskinan
melalui tiga cara, yaitu: (1) kurang gizi secara langsung menyebabkan hilangnya
produktivitas karena kelemahan fisik; (2) kurang gizi secara tidak langsung
menurunkan kemampuan fungsi kognitif dan berakibat pada rendahnya tingkat
pendidikan, dan (3) kurang gizi dapat menurunkan tingkat ekonomi keluarga
karena meningkatnya pengeluaran untuk berobat.
Anggota rumah tangga miskin tidak dapat memenuhi kecukupan gizi
sesuai kebutuhan karena asupan makanan yang masih rendah baik kuantitas
maupun kualitasnya. Dengan asupan yang tidak mencukupi, anak balita keluarga
miskin menjadi lebih rentan terhadap infeksi sehingga sering menderita sakit.
Keluarga miskin dicerminkan oleh mata pencaharian dan pendidikan yang
rendah sehingga tingkat pengetahuan gizi dan pola asuh keluarga yang kurang
berkualitas. Adanya hubungan kemiskinan dan kurang gizi sering diartikan
bahwa upaya penanggulangan kekurangan gizi dapat diatasi apabila ekonomi
meningkat dan kemiskinan dapat dikurangi. Padahal secara empirik telah
dibuktikan bahwa mencegah dan menanggulangi masalah kekurangan gizi tidak
harus menunggu sampai masalah kemiskinan dituntaskan. Salah satunya adalah
dengan memperbaiki gizi anggota rumah tangga miskin sejak dini. Semakin
banyak rakyat miskin diperbaiki gizinya, akan semakin berkurang jumlah rakyat
miskin. Investasi pembangunan di bidang gizi tidak mudah dan tidak cepat, tetapi
perbaikan gizi memerlukan konsistensi dan kesinambungan program dalam
jangka pendek dan jangka panjang (Bappenas 2006).
Tabel 1 Komposisi energi, bobot, dan skor pangan dalam Pola Pangan Harapan
Kelompok Pangan Energi (kkal) % Energi Bobot Skor Pangan
Padi-padian 1000 50.0 0.5 25.0
Umbi-umbian 120 6.0 0.5 2.5
Pangan hewani 240 12.0 2.0 24.0
Minyak dan lemak 200 10.0 0.5 5.0
Buah dan biji berminyak 60 3.0 0.5 1.0
Kacang-kacangan 100 5.0 2.0 10.0
Gula 100 5.0 0.5 2.5
Sayur dan buah 120 6.0 5.0 30.0
Lain-lain 60 3.0 0.0 0.0
Total 2000 100.0 100.0
Sumber: Deptan (2001)
Konsep PPH dan skor PPH diperkenalkan di Indonesia pada awal dekade
90-an, dimana konsep PPH ini digunakan sebagai basis perencanaan dan
penilaian kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah
dijadikan sebagai salah satu indikator output pembangunan pangan dalam
kebijakan pembangunan termasuk evaluasi penyediaan , konsumsi pangan , dan
diversifikasi pangan. Hal ini merupakan kekuatan dari konsep PPH dan Skor
PPH (Hardinsyah et al. 2001)
Akan tetapi, kehadiran konsep PPH dan skor PPH tidak lepas dari
kelemahan metodologis yaitu bahwa proporsi kalori dalam PPH perlu diadaptasi
12
Status Gizi
Status gizi merupakan muara akhir dari semua subsistem dalam sistem
ketahanan pangan. Dengan kata lain status gizi merupakan salah satu indikator
yang mencerminkan baik buruknya ketahanan pangan. Terdapat beberapa tolak
ukur untuk menilai status gizi, antara lain berat badan dan tinggi badan menurut
umur serta prevalensi gangguan pertumbuhan (DKP 2006)
Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi
menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu (kehamilan
dan menyusui). Angka agregasi rata-rata nasional angka kecukupan energi dan
angka kecukupan protein, yaitu 2 000 kkal dan 52 g/kap/hr. Sebagai salah satu
basis untuk perencanaan ketersediaan pangan, maka AKE dan AKP tingkat
konsumsi dikali faktor 1,1 atau ditambah 10 % sehingga menjadi 2 200 kkal dan
57 g protein/kap/hari pada tingkat penyediaan (Suryana 2004)
Penilaian pertumbuhan, kesehatan, atau penyakit dengan cara
antropometri merupakan praktek yang sudah lama dikerjakan. Metode yang
sudah lama dikerjakan adalah pemeriksaan umum (general inspection), terutama
penilaian subjektif tentang kekurusan atau kegemukan; pengukuran tunggal
(single measurement), sebagai contoh, tinggi badan digunakan dalam seleksi
anggota militer; atau pengukuran seri (serial measurement), dalam hal ini,
menggunakan berat badan untuk memonitor pertumbuhan anak. Pengukuran
antropometri difokuskan pada pengukuran berbagai dimensi, proporsi, dan
berbagai aspek komposisi tubuh manusia pada berbagai umur dan derajat gizi
yang berbeda (Jelliffe, et. al., 1989).
Gibson (1990) menyederhanakan dimensi pengukuran antropometri
menjadi dua dimensi, yaitu pertumbuhan dan komposisi tubuh. Pada dimensi
pertumbuhan, Jelliffe, et. al., (1989) memisahkan antara komponen pertumbuhan
linear (tinggi badan) dan pertumbuhan ponderal atau massa tubuh (berat badan).
Menggunakan model dua komponen, lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak
(fat-free mass).
15
KERANGKA PEMIKIRAN
Kebijakan perencanaan
pangan dan gizi
Produksi
- Ekspor
- Impor
- Stok
Status Ekonomi
(pendapatan)
- Keluarga miskin
- Keluarga tidak miskin
METODE PENELITIAN
Data konsumsi
Dinkes, 2006
Penyusunan Target
Evalusi Pola Proyeksi Skor dan Penyediaan Pangan
Konsumsi dan Skor Komposisi PPH (II) Pada Taraf Konsumsi
PPH (I) Kg/Kap/Th (III)
Penyusunan Strategi
dan Langkah-langkah
Implementasi (V)
Energi (kkal)
= Jumlah produksi (ton/thn) x kandungan energi komoditas x BDD(%)
100 gram
yang akan dipecah maka digunakan FPS MP. Selanjutnya perhitungan AKE
regional dihitung dengan cara mengalikan persentase penduduk menurut
kelompok umur kecukupan gizi dengan Faktor UKE. Faktor Pengali Sprangue
(FPS) untuk memecah kelompok umur demografi menjadi umur tunggal dapat
dilihat pada Tabel 6.
AKE Regional selain diperoleh dengan menggunakan Multiple Sprangue
dapat juga diperoleh dari pengolahan data dengan software “Aplikasi Komputer
Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Kbupaten/Kota dan Provinsi”.
b. Analisis secara kualitatif
Kualitas konsumsi pangan akan diukur dengan skor PPH yang memiliki
angka maksimal 100. Semakin tinggi skor PPH , maka kualitas konsumsi pangan
semakin baik.
Hasil olahan data konsumsi pangan dengan menggunakan software
“Aplikasi Komputer Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah
Kabupaten/Kota dan Provinsi” kemudian dianalisis secara deskriptif, yang
nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan
perencanaan pangan dan gizi Kota Banjar. Berikut ini langkah-langkah untuk
menghitung skor dan komposisi PPH aktual :
1). Konversi bentuk, Jenis, dan satuan
Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk.
jenis dengan satuan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan konversi ke
dalam satuan dan jenis komoditas yang sama (yang disepakati).
2). Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok
a. Padi-padian meliputi beras dan olahannya, jagung dan olahannya,
gandum dan olahannya.
b. Umbi-umbian meliputi ubi kayu dan olahannya, ubi jalar, kentang, talas,
dan sagu (termasuk makanan berpati)
c. Pangan hewani meliputi daging dan olahannya, ikan dan olahanya, telur,
serta susu dan olahannya.
d. Minyak dan lemak meliputi minyak kelapa, minyak sawit, margarin, dan
lemak hewani.
e. Buah/biji berminyak meliputi kelapa, kemiri, kenari, dan coklat.
f. Kacang-kacangan meliputi kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau,
kacang merah, kacang polong, kacang mete, kacang tunggak, kacang
lain, tahu, tempe, tauco, oncom, sari kedelai, kecap.
26
g. Gula meliputi gula pasir, gula merah, sirup, minuman jadi dalam
botol/kaleng.
h. Sayur dan buah meliputi sayur segar dan olahannya, buah segar dan
olahannya, dan emping.
i. Lain-lain meliputi aneka bumbu dan bahan minuman seperti terasi,
cengkeh, ketumbar, merica, pala, asam, bumbu mask, terasi, teh dan
kopi.
3). Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan
Pada tahap ini perlu dilakukan :
a. perhitungan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi
dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM).
b. menjumlahkan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi
menurut kelompok pangan.
4). Menghitung total konsumsi energi dari kelompok pangan 1 sampai dengan 9
Angka ini menunjukkan angka konsumsi pangan wilayah Kota Banjar
pada tahun 2006.
5). Menghitung kontribusi energi tiap kelompok pangan ke 1 s/d ke 9
Langkah untuk menilai pola/komposisi konsumsi pangan dengan cara
menghitung kontribusi energi menurut AKE dari setiap kelompok pangan. dalam
bentuk persen yaitu dengan cara membagi masing-masing energi kelompok
pangan dengan AKE sebesar 1 944 kkal/kapita/hari dikalikan 100%.
6). Menghitung Skor PPH
Terdapat perbedaan antara cara perhitungan PPH yang baru
(Deptan, 2001) dengan yang lama (Meneg Pangan, 1994). Perhitungan
PPH yang lama menggunakan perbandingan antara energi yang
dikonsumsi dengan total energinya sedangkan yang baru menggunakan
perbandingan antara energi yang dikonsumsi dengan AKEnya. Selain itu,
pada perhitungan PPH cara lama tidak dilakukan koreksi terhadap skor
maksimal.
a. tahap I : mengalikan % kontribusi energi per AKE dengan bobot/rating
b. tahap II : memperhatikan batas skor maksimum. Jika skor AKE lebih tinggi
dari skor maksimum. maka yang diambil adalah skor maksimum.
Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum. maka yang
diambil adalah skor AKE. Skor PPH setiap kelompok pangan
27
St= S0 + n(S2020-S0)/dt
Causal Model
Terdapat berbagai macam faktor penyebab terjadinya masalah
konsumsi pangan. Beragam faktor penyebab tersebut saling berkaitan dan
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu diperlukan analisis
“apakah suatu faktor merupakan penyebab langsung atau tidak langsung
terjadinya masalah konsumsi pangan?”. Analisis dapat dilakukan melalui
pengembangan kerangka pikir (conceptual framework) atau model faktor
penyebab (causal model) masalah konsumsi pangan. Causal model
menggambarkan rangkaian faktor yang menyebabkan masalah konsumsi
pangan. Causal model disusun berdasarkan jawaban atas pertanyaan “mengapa
terjadi faktor penyebab tersebut”, dan seterusnya sehingga terjadi suatu
rangkaian faktor penyebab terjadinya masalah konsumsi pangan.
KURANG GIZI
Masalah
KRISIS POLITIK DAN EKONOMI DASAR
Definisi Operasional
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang
atau kelompok orang pada waktu tertentu (recall 24 jam).
Pola konsumsi pangan rumah tangga adalah susunan makanan yang
mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per rumah tangga yang
umum dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu (recall 24 jam).
Keluarga Miskin dan Tidak Miskin adalah pengkategorian keluarga yang dapat
dilihat dengan menggunakan 14 variabel yang dimiliki oleh suatu rumah tangga.
Pola Pangan Harapan adalah komposisi/susunan pangan atau kelompok
pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya baik mutlak maupun relatif ,
yang memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas maupun
keragamannya dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya,
agama, dan cita rasa.
Skor Pola Pangan Harapan adalah nilai yang menunjukkan kualitas atau tingkat
mutu pangan (beragam) yang dikonsumsi oleh rumah tangga
Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang
yang diukur oleh konsumsi pangan dan antropomentri (BB dan TB).
Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang
dihasilkan dari sektor pertanian, baik yang belum mengalami proses pengolahan
maupun yang sudah mengalami proses pengolahan
Ketahanan Pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah mutunya,
aman, merata, dan terjangkau.
Kebijakan konsumsi pangan dan gizi adalah suatu hal yang ditetapkan dan
diberlakukan sebagai arahan atau dasar tindakan melalui serangkaian
pengambilan keputusan tentang konsumsi pangan dan gizi.
31
Jumlah penduduk Kota Banjar menurut data dari Dinas Catatan Sipil
Kependudukan dan KB tahun 2006 tercatat sebanyak 168 912 jiwa dengan
rincian 84 328 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 84 584 jiwa
berjenis kelamin perempuan, sehingga angka sex ratio (perbandingan penduduk
laki-laki dan perempuan) sebesar 99.70 persen. Kecamatan Pataruman
32
Padi-padian
Produksi kelompok pangan padi-padian Kota Banjar tahun 2006 dapat
dilihat dari tiga jenis komoditas yaitu padi sawah, padi gogo, dan jagung. Tabel
11 menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan dari kelompok pangan padi-
padian (1 330 kkal/kap/hari) telah mencukupi proporsi ideal yang dianjurkan
untuk kelompok padi-padian yaitu 1 100 kkal/kap/hari (50% dari AKE
ketersediaan ideal). Hal ini menunjukkan bahwa dari segi ketersediaan, produksi
kelompok padi-padian sudah mencukupi kebutuhan penduduk Kota Banjar.
Berdasarkan Tabel 11, daerah produksi padi sawah terbesar tahun 2006
terdapat di Kecamatan Langensari (15 233.0 ton/tahun). Sedangkan daerah
produksi jagung terbesar yaitu Kecamatan Pataruman (498.6 ton/tahun). Hal ini
disebabkan luas lahan sawah di Kecamatan Langensari lebih luas dibandingkan
dengan kecamatan lainnya (Lampiran 2). Jenis tanaman padi-padian yang
berpotensi untuk dikembangkan yaitu padi sawah, karena terjadi peningkatan
produksi dari tahun 2005 hingga 2006 yaitu 6.3 persen (Lampiran 3)
35
Umbi-umbian
Produksi pangan kelompok umbi-umbian Kota Banjar tahun 2006 dapat
dilihat dari komoditas ubi kayu dan ubi jalar. Bedasarkan Tabel 12, komoditas ubi
kayu dan ubi jalar menyumbangkan energi sebesar 69 kkal/kapita/hari. Hal ini
menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan oleh kelompok umbi-umbian belum
mencukupi proporsi ideal yang dianjurkan untuk kelompok umbi-umbian yaitu
132 kkal/kap/hari (6 % dari AKE ketersediaan ideal). Kontribusi energi terbesar
diperolah dari komoditas umbi kayu (91.3 persen dari total energi).
Apabila dibedakan menurut kecamatan, daerah produksi kelompok
umbi-umbian terbesar yaitu Kecamatan Pataruman yaitu produksi ubi kayu
2 121.6 ton/thn dan ubi jalar 247.9 ton/thn. Penggunaan lahan untuk berkebun
dan berladang di Kecamatan Pataruman yang masih luas menyebabkan produksi
umbi-umbian lebih tinggi dibanding kecamatan lainnya. Laju produksi ubi kayu
Kota Banjar dari tahun 2005 hingga 2006 mengalami peningkatan yang cukup
tinggi yaitu sebanyak 1 232.1 persen. Akan tetapi, produksi ubi kayu ini belum
mampu memenuhi kebutuhan ideal penduduk Kota Banjar sehingga perlu terus
ditingkatkan terutama Kecamatan Pataruman.
Pangan Hewani
Ketersediaan pangan hewani dapat dilihat dari produksi daging sapi,
domba, kambing, ikan, ayam, itik, dan telur. Tabel 13 menunjukkan bahwa
36
Kacang-kacangan
Produksi kelompok kacang-kacangan di Kota Banjar tahun 2006 dapat
dillihat dari komoditas kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang
merah. Berdasarkan Tabel 15, produksi terbesar terdapat pada kacang merah
yaitu 1 512.5 ton/tahun. Kecamatan penghasil kacang merah terbesar yaitu
Kecamatan Banjar (1 001.0 ton/tahun). Selain itu, Tabel 15 menunjukkan total
energi yang dihasilkan dari kelompok pangan kacang-kacangan sebesar 121
kkal/kap/hari. Sedangkan proposi ideal kelompok kacang-kacangan sebesar 110
37
kkal/kap/hari (5% dari AKE ideal). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kacang-
kacangan telah mencukupi kebutuhan penduduk Kota Banjar.
Laju produksi kacang merah dari tahun 2005 hingga 2006 mengalami
peningkatan sebanyak 222.6 persen (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa
kacang-kacangan merupakan komoditas yang cukup potensial untuk
dikembangkan di Kota Banjar terutama di Kecamatan Banjar.
karena itu, produksi pisang untuk tahun selanjutnya perlu ditingkatkan kembali
khususnya di Kecamatan Langensari dan Banjar.
Tabel 17 Produksi buah-buahan (ton/tahun) menurut kecamatan di Kota
Banjar tahun 2006
Produksi (ton/thn)*
Kecamatan Alpukat Durian Jambu biji Jambu air Mangga
Banjar 60.6 173.9 4.6 21.4 615.1
Purwaharja 4.5 4.1 1.5 4.9 29.1
Pataruman 55.5 250.0 302.6 150.7 859.4
Langensari 1.1 0.9 14.2 21.0 315.5
Total 121.7 428.9 322.9 198.0 1819.1
aspek kualitas konsumsi. Aspek kualitas konsumsi pangan dinilai dari aspek
komposisi atau keragaman dan mutu gizi konsumsi pangan. Pendekatan yang
digunakan untuk analisis kualitas konsumsi (skor mutu konsumsi) yaitu
berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Analisis kualitatif dilakukan dengan
melihat mutu pangan berdasarkan keragaman pangan yang ditunjukkan oleh
skor PPH. Hasil analisis ini dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan
kebutuhan konsumsi dan ketersediaan pangan melalui teknik proyeksi secara
interpolasi linear.
Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah nilai yang menunjukkan jumlah
energi yang diperlukan tubuh setiap hari untuk dapat hidup sehat bagi hampir
semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis
tertentu seperti hamil dan menyusui. AKE ditetapkan berdasarkan kajian dan
kesepakatan antar pakar berdasarkan hasil-hasil penelitian kebutuhan gizi
(requirement) individu. Dengan demikian, istilah kebutuhan energi lebih tepat
untuk menggambarkan banyaknya energi yang dibutuhkan individu agar dapat
hidup sehat, sedangkan kecukupan energi (AKE) lebih menggambarkan
banyaknya energi yang dibutuhkan agar sebagian besar populasi bisa hidup
sehat. Perhitungan AKE digunakan sebagai nilai rujukan untuk perencanaan dan
penilaian konsumsi pangan dan gizi bagi orang yang sehat agar dapat
mempertahankan kesehatannya dan terhindar dari kekurangan dan kelebihan
gizi. Hasil perbandingan antara konsumsi energi suatu populasi dengan AKE
disebut Tingkat Kecukupan Energi (PKKP 2006). Berikut ini hasil analisis situasi
konsumsi pangan Kota Banjar 2006 secara kuantitatif dan kualitatif.
Tabel 20 AKE Regional Kota Banjar tahun 2005 dan 2006 dengan menggunakan
metode Sprangue Multipliers
Tahun
Tahun Rata-rata AKE
2005 2006
AKERP 1 985 1 984 1 985
AKE Konsumsi 1 985 1 984 1 985
AKE Ketersediaan 2 184 2 182 2 183
40
Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk Kota Banjar adalah jumlah energi
yang harus dipenuhi oleh rata-rata penduduk Kota Banjar agar hampir semua
penduduk dapat hidup sehat dan menjalankan aktivitasnya. AKE konsumsi Kota
Banjar tahun 2005 dan 2006 dengan menggunakan metode di atas masing-
masing sebesar 1 985 dan 1 984 kkal/kap/hari. Apabila AKE konsumsi kedua
tahun ini dirata-ratakan akan diperoleh hasil sebesar 1 984.5 ≈ 1 985 yang
merupakan AKE konsumsi Kota Banjar yang dianjurkan.
Berbeda dengan AKE Regional hasil perhitungan di atas, AKE Regional
Kota Banjar hasil olahan data dengan menggunakan software “Aplikasi Komputer
Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Provinsi” adalah sebesar 1944
kkal/kapita/hari. Selanjutnya, seluruh perhitungan dalam pembahasan ini
menggunakan AKE regional hasil olahan dengan software “Aplikasi Komputer
Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Provinsi” dengan tujuan untuk
memudahkan dalam perhitungan. Berikut ini tabel 21 AKE Regional berdasarkan
software “Aplikasi Komputer Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah
Provinsi”.
Tabel 21 AKE Regional Kota Banjar dengan menggunakan software “Aplikasi
Komputer Analisis kebutuhan Konsumsi Pangan Wilayah Provinsi”
Kecukupan Energi
Kelompok/Jenis Pangan
(Kkal/Kapita/Hari)
1. Padi-padian 972
2. Umbi-umbian 117
3. Pangan Hewani 233
4. Minyak dan Lemak 195
5. Buah/Biji Berminyak 58
6. Kacang-kacangan 97
7. Gula 97
8. Sayur dan Buah 117
9. Lain-Lain 58
Total 1 944
energi rumah tangga tidak miskin yaitu sebesar 1251.6 kkal/kapita/hari (TKE 64.4
persen) masih di bawah AKE konsumsi yang dianjurkan. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22 Situasi konsumsi energi dan Tingkat Kecukupan Energi di Kota Banjar
berdasarkan status ekonomi *
Status Ekonomi
Situasi Konsumsi Miskin & Tidak
Miskin Tidak miskin
miskin
Energi (kkal/kap/hari) 1170 1251 1210
Tingkat Kecukupan Energi
60.2 64.4 62.2
(%AKE)
* Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari) untuk setiap komoditi terdapat pada
Lampiran 10
Tabel 23 Skor PPH Kota Banjar, keluarga miskin, dan tidak miskin
Skor PPH
Kelompok Pangan
Miskin Tidak Miskin Kota Banjar
Padi-padian 20.0 19.2 19.6
Umbi-umbian 0.4 0.4 0.4
Pangan Hewani 9.0 20.5 14.8
Minyak dan Lemak 0.4 0.6 0.5
Buah/Biji Berminyak 0.1 0.2 0.1
Kacang-kacangan 10.0 10.0 10.0
Gula 0.3 0.3 0.3
Sayur dan Buah 18.7 19.9 19.3
Lain-lain 0.0 0.0 0.0
Total 58.8 71.1 65.0
Tabel 24 Konsumsi energi, skor PPH, dan pangan (gram) penduduk Kota Banjar
2006 dibandingkan dengan standar ideal
Kelompok 2006 Standar Ideal Selisih*)
pangan Energi Skor Energi Skor Energi Skor
1) Gram Gram Gram
(kkal) PPH (kkal) PPH (kkal) PPH
Padi- 763 19.6 211.6 1000 25.0 275 -237 -5.4 -63.4
padian
Umbi- 15 0.4 14.6 120 2.5 100 -105 -2.1 -85.4
umbian
Pangan 144 14.8 134.3 240 24.0 150 -96 -9.2 -15.7
Hewani
Minyak 20 0.5 2.2 200 5.0 20 -180 -4.5 -17.8
dan
Lemak
Buah/Biji 5 0.1 5.2 60 1.0 10 -55 -0.9 -4.8
Berminyak
Kacang- 161 10.0 48.4 100 10.0 35 61 0 13.4
kacangan
Gula 11 0.3 2.9 100 2.5 30 -89 -2.2 -27.1
Sayur dan 75 19.3 252.6 120 30.0 250 -45 -10.7 2.6
Buah
Lain-lain 16 0.0 7.4 60 0.0 0 -44 0 7.4
Total 1210 65.0 2000 100 -790 -35
1)
Untuk setiap komoditas disajikan pada Lampiran 10
Hardinsyah et.al. 2001 menyatakan bahwa untuk mengkoreksi
pertumbuhan konsumsi yang negatif ini perlu dirumuskan dan dilakukan upaya
peningkatan penyediaan berbagai komoditas pangan ini yang disertai dengan
peningkatan akses penduduk (secara ekonomi, fisik dan informasi) untuk
memperoleh dan mengkonsumsi beranekaragam pangan ini.
Namun, peningkatan penyediaan pangan dalam arti fisik saja belum
menjamin peningkatan konsumsi pangan, karena pangan yang tersedia belum
tentu dibeli karena rendahnya daya beli/pendapatan. Sementara peningkatan
penyediaan pangan dan pendapatan keluarga saja juga belum sepenuhnya
mendorong keluarga dapat mewujudkan pemenuhan konsumsi pangan, bila tidak
disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan perilaku gizi yang baik
terutama dalam pemilihan dan pengolahan pangan. Oleh karena itu, upaya
perbaikan konsumsi pangan perlu dicermati secara komprehensif, baik dari
dimensi fisik penyediaan pangan maupun dari dimensi ekonomi dan kesadaran
gizi, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
kacangan dalam hal ini konsumsi kacang kedelai (tahu dan tempe). Hal ini
menunjukkan bahwa rumah tangga miskin mensubstitusi pangan yang relatif
mahal (kelompok pangan hewani) dengan tahu dan tempe ( kelompok kacang-
kacangan). Sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin yang memiliki
pendapatan cukup tidak melakukan substitusi dengan pangan yang murah, tetapi
mereka tetap mengkonsumsi pangan hewani.
Berdasarkan Tabel 26 menunjukkan bahwa kelompok pangan padi-
padian wilayah Kota Banjar 2006 memberikan kontribusi energi terhadap AKE
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan standar ideal (AKE Regional Kota
Banjar), yaitu sebesar 39.2 % sedangkan standar ideal sebesar 50 % dari AKE
Regional Kota Banjar. Pemerintah Kota Banjar perlu membuat suatu kebijakan
bagi penduduk Kota Banjar agar lebih mudah untuk mengakses pangan,
khususnya kelompok padi-padian dalam hal ini pangan beras, misalnya bantuan
beras untuk rumah tangga miskin (Raskin).
Tabel 26 Kontribusi kelompok pangan pada AKE aktual Kota Banjar 2006
berdasarkan satus ekonomi terhadap AKE Regional Kota Banjar
Tidak Miskin Miskin Kota Banjar AKE Regional
Kelompok 2006 Kota Banjar
Pangan % % % %
Energi Energi Energi Energi
AKE AKE AKE AKE
Padi-padian 755 38.8 770 39.6 763 39.2 972 50.0
Umbi-umbian 301 0.8 14 0.7 15 0.8 117 6.0
Pangan 189 10.3 87 4.5 144 7.4 233 12.0
Hewani
Minyak dan 25 1.3 14 0.7 20 1.0 194 10.0
Lemak
Buah/Biji 5 0.4 4 0.2 5 0.3 58 3.0
Berminyak
Kacang- 139 7.2 184 9.5 161 8.3 97 5.0
kacangan
Gula 12 0.6 10 0.5 11 0.6 97 5.0
Sayur dan 78 4.0 72 3.7 75 3.9 117 6.0
Buah
Lain-lain 18 0.9 15 0.8 16 0.8 58 3.0
Total 1 252 64.4 1 170 60.2 1 210 62.2 1 944 100.0
Tabel 28 Proyeksi kontribusi energi menurut kelompok pangan (%) Kota Banjar
Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan (%)
Kelompok Pangan
2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020
Padi-padian 39.2 40.0 40.8 41.5 42.3 46.2 50.0
Umbi-umbian 0.8 1.1 1.5 1.9 2.3 4.1 6.0
Pangan Hewani 7.4 7.7 8.1 8.4 8.7 10.4 12.0
Minyak dan Lemak 1.0 1.6 2.3 2.9 3.6 6.8 10.0
Buah/Biji Berminyak 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 2.0 3.0
Kacang-kacangan 8.3 8.1 7.8 7.6 7.4 6.2 5.0
Gula 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 3.4 5.0
Sayur dan Buah 3.9 4.0 4.2 4.3 4.5 5.2 6.0
Lain-lain 0.8 1.0 1.1 1.3 1.5 2.2 3.0
Angka Kecukupan Energi
62.2 64.9 67.6 70.3 73.0 86.5 100.0
(kkal/Kap/Hari)
0.4% agar mencapai standar ideal tahun 2020. Selanjutnya kelompok pangan
hewani harus ditingkatkan sebesar 0.3% setiap tahunnya. Peningkatan kontribusi
energi juga masih perlu dilakukan untuk kelompok pangan minyak dan lemak,
buah/biji berminyak, gula, sayur dan buah serta kelompok pangan lain-lain
masing masing sebesar 0.6 persen, 0.2 persen, 0.3 persen, 0.1 persen, dan 0.2
persen.
Tabel 29 Jumlah dan presentase balita gizi kurang dan buruk menurut
kecamatan di Kota Banjar tahun 2006
Kecamatan Jumlah balita tiap Jumlah
kecamatan Buruk % Kurang %
Banjar 5704 68 0.35 531 2.78
Pataruman 5705 44 0.23 219 1.16
Purwaharja 2204 9 0.05 56 0.29
Langensari 5465 72 0.38 216 1.13
Total 19078 193 1.01 1022 5.36
Sumber : Dinas Kesehatan
Tabel 31 Banyaknya tenaga dan sarana kesehatan di Kota Banjar tahun 2006
Tenaga Kesehatan Sarana Kesehatan
Kecamatan Dokter Perawat Bidan Puskesmas Puskesmas Posyandu
Pembantu
Banjar 7 12 13 2 1 47
Purwaharja 3 4 5 1 1 22
Pataruman 35 184 31 2 2 46
Langensari 1 14 9 2 - 42
Kota Banjar 46 214 58 7 4 157
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banjar
Sanitasi merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi status gizi
penduduk, sanitasi yang buruk akan berakibat mudahnya mengalami penyakit
52
infeksi yang akan menurunkan kualitas gizi seseorang. Umumnya rumah tangga
miskin identik dengan sanitasi yang buruk. Tabel 34 menunjukkan bahwa dari
seluruh rumah tangga miskin, hampir 76.12% masih menggunakan jenis air
minum yang kurang bersih. Apabila dibedakan menurut kecamatan, Kecamatan
Pataruman merupakan kecamatan yang tertinggi menggunakan jenis air yang
kurang bersih yaitu 86.43 persen. Penggunaan air minum yang kurang bersih
dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit infeksi, seperti diare.
2. Penyebab tidak langsung terhadap masalah kurang gizi di Kota Banjar antara
lain karena:
a. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang tidak mencukupi. Faktor
penyebab tidak langsung kurangnya ketersediaan pangan tingkat rumah
tangga yaitu akses pangan yang masih kurang karena Pendapatan dan
daya beli penduduk yang masih rendah, khususnya bagi rumah tangga
miskin yang berjumlah 10 908 KK (24.56%)
b. Pola asuh anak kurang baik, yang disebabkan oleh jumlah dan
persentase penduduk 10 tahun ke atas masih banyak yaitu penduduk
yang berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 32520 jiwa (23.09 %) dan
tamat SD 59149 jiwa (41.99%)
c. Kurangnya hygiene dan sanitasi di tingkat rumah tangga
• Di Kota Banjar, terdapat sebanyak 77.21 persen rumah tangga miskin
yang memiliki fasilitas tempat buang air besar bersama/umum,
sedangkan sisanya sebanyak 22.79 persen memiliki fasilitas tempat
buang air besar sendiri.
• Rumah tangga miskin di Kota Banjar dengan sumber air minum
kurang bersih sebanyak 76.12 persen, sedangkan sisanya sebanyak
23.88 persen memiliki sumber air minum bersih.
Causal Model
Status gizi masyarakat Kota Banjar yang bisa dilihat dari prevalensi balita
yang gizi kurang dan buruk dipengaruhi oleh dua faktor penyebab langsung yaitu
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Rendahnya konsumsi pangan Kota
Banjar yang tercermin dari skor PPH sebesar 65 (masih jauh di bawah standar
minimal nasional yaitu 80). Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
tingkat pendidikan rata-rata yang masih rendah yaitu prevalensi penduduk di atas
10 tahun yang tidak/belum tamat SD masih tinggi sebesar 23.09%, ketersediaan
pangan, keamanan pangan, daya beli dan pola asuh yang juga masih rendah.
Faktor-faktor tersebut secara umum masih berada di bawah standar ideal.
Tingkat ketersediaan pangan yang masih rendah dipengaruhi oleh produksi
pertanian, cadangan pangan wilayah dan rumah tangga serta ekspor-impor yang
tidak sesuai dengan kebutuhan wilayah. Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh
besarnya produksi pertanian, cadangan pangan wilayah dan rumah tangga, dan
laju ekspor impor beras. Ketersediaan pangan Kota Banjar hanya dapat dilihat
56
dari produksi pangan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan keterbatasan data
ketersedian pangan yang tersedia di Kota Banjar, khususnya data ekspor impor.
Penyakit infeksi dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan dan pelayanan
kesehatan. Secara umum pelayanan kesehatan di Kota Banjar sudah baik,
terlihat dari pelayanan kesehatan gratis di semua puskesmas di Kota Banjar.
Akan tetapi prevalensi rumah tangga miskin yang masih cukup tinggi
menyebabkan sanitasi lingkungan yang masih relatif rendah. Sanitasi lingkungan
penduduk yang rendah mengakibatkan prevalensi penduduk yang mengalami
keluhan kesehatan (penyakit infeksi) masih tinggi yaitu sebesar 29.39%. Secara
umum, situasi pangan dan gizi wilayah Kota Banjar sangat terkait dengan
keberadaan kelembagaan pangan dan gizi di wilayah Kota Banjar, sebagai
pembuat kebijakan yang sangat menentukan program pangan dan gizi menuju
ketahanan pangan daerah berbasis sumberdaya lokal. Situasi pangan dan gizi
Kota Banjar berdasarkan Causal Model masalah pangan dan gizi dapat di lihat
pada bagan Causal model dalam Lampiran 14.
Kondisi Umum Aspek Kebijakan dan Program
Pemantapan ketahanan pangan yang ingin diwujudkan oleh
pemerintahan Kota Banjar berdasarkan Renstra Dinas Pertanian, Ketahanan
Pangan, Kehutanan, dan Perkebunan Kota Banjar (program kerja bidang
ketahanan pangan dan penyuluhan) yaitu mewujudkan ketahanan pangan
pangan rumah tangga, yang tentunya secara kumulatif akan menopang
ketahanan pangan Kota Banjar. Sehubungan dengan itu, strategi yang
dikembangkan dalam upaya pemantapan ketahanan pangan adalah:
1) Pengembangan kapasitas produksi pangan melalui rehabilitas kemampuan
dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam (lahan, air dan perairan)
2) Peningkatan keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan
sistem ketahanan pangan, melalui berbagai bentuk kerja sama dan kemitraan
usaha 3) Pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerja sama lintas
pelaku, lintas wilayah, dan lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna
mensinergiskan kebijakan, program, dan kegiatan pemantapan ketahanan
pangan 4) Penintgkatan efektivitas dan kualitas kinerja pemerintahan dalam
memfasilitasi masyarakat berpartisi pasi dalam pemantapan ketahanan pangan
5) Pengembangan agribisnis pangan yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan terdesentralisasi.
57
Tabel 41 Masalah pangan dan gizi, kebijakan Kota Banjar yang sudah dibuat, serta rekomendasi kebijakan/program, indikator dan
Sakeholder
No Masalah Kebijakan /program yang sudah ada Rekomendasi
Pangan dan Gizi Rekomendasi Kebijakan/program Indikator Stakeholder
1. Masih banyaknya jumlah bayi/balita Peningkatan upaya pemeliharaan, Peningkatan status gizi masyarakat, dengan 1. Menurunnya persentase Dinas
yang mengalami gizi kurang dan perlindungan, keselamatan, melaksanakan program: keluarga yang rawan pangan Kesehatan
buruk, yaitu yang mengalami gizi peningkatan kesehatan dalam rangka 1. Pengembangan Isyarat dini dan da gizi dan Dinas
buruk sebanyak 193 jiwa (1.01%) peningkatan status kesehatan dan penangggulangan keadaan rawan pangan 2. Meingkatnya posyandu yang Pertanian
dan yang mengalami gizi kurang status gizi terutama miskin dan dan gizi (SKPG) aktif
sebanyak 1022 jiwa (5.36%) kelompok rentan; 2. Revitalisasi posyandu
2. Prevalensi penduduk Kota Banjar Peningkatan upaya pencegahan dan Peningkatan status gizi dan kesehatan 1. Menurunnya prevalensi Dinas
yang mengalami keluhan penyembuhan penyakit menular dan masyarakat, dengan melaksanakan program: penduduk yang mengalami pertanian
kesehatan pada tahun 2006 tidak menular terutama untuk 1. Menyediakan pelayanan kesehatan keluhan kesehatan dan Dinas
sebesar 29.39% percepatan penurunan kematian ibu dan yang bermutu dan terjangkau khususnya 2. Meningkatnya tenaga kerja kesehatan
bayi; bagi keluarga miskin yang terlatih di tiap desa
2. Penambahan tenaga kerja kesehatan
yang terlatih hingga tingkat pedesaan
3.. Tahun 2006 ini jumlah tenaga Peningkatan upaya pemenuhan Peningkatan status gizi dan kesehatan 1. Menurunnya prevalensi Dinas
kesehatan dokter sebanyak 46 kecukupan dan profesionalisme serta masyarakat, dengan melaksanakan program: penduduk yang mengalami Kesehatan
orang, perawat 214 orang dan daya saing petugas kesehatan melalui 1. Menyediakan pelayanan kesehatan keluhan kesehatan
tenaga bidan sebanyak 58 orang peningkatan mutu dan profesionalisme yang bermutu dan terjangkau khususnya 2. Meningkatnya tenaga kerja
tersebar di seluruh kecamatan. sumber daya manusia dan pelatihan bagi keluarga miskin yang terlatih di tiap desa
Sedangkan jumlah puskesmas (teknis, manajemen dan komunikasi) 2. Penambahan tenaga kerja kesehatan
mencapai 7 unit, puskesmas petugas kesehatan; yang terlatih hingga tingkat pedesaan
pembantu 4 unit, dan posyandu
sebanyak 157 unit.
4. Kurangnya sanitasi di tingkat rumah Peningkatan lingkungan sehat Peningkatan status gizi dan kesehatan Meningkatnya perilaku hidup Dinas
tangga, khususnya keluarga miskin kecamatan, desa dan permukiman masyarakat, melalui program : Peningkatan sehat di masyarakat, khususnya Kesehatan
kumuh padat dan miskin, serta pendidikan dan pengetahuan tentang perilaku keluarga miskin
perlindungan kesehatan keluarga miskin hidup sehat, sanitasi, dan penyakit
termasuk ketersediaan air bersih dan
jamban keluarga.
61
62
62
63
63
64
KESIMPULAN
Tingkat konsumsi energi penduduk Kota Banjar yaitu sebesar 1 210
kkal/kapita/hari atau 62.2% dari AKE kota Banjar 1985 kkal/kapita/hari. Apabila
dibedakan berdasarkan status ekonomi yaitu rumah tangga miskin dan tidak
miskin, maka dapat diketahui bahwa tingkat konsumsi pangan penduduk rumah
tangga tidak miskin Kota Banjar masih kurang jika dibandingkan dengan AKE
Kota Banjar yang dianjurkan yaitu sebesar 1 251 kkal/kapita/hari atau 64.4% dari
AKE Kota Banjar. Tingkat konsumsi energi untuk penduduk rumah tangga miskin
juga masih di bawah AKE yang dianjurkan yaitu sebesar 1 170 kkal/kapita/hari
atau 60.2% dari AKE Kota Banjar.
Kota Banjar mempunyai skor PPH sebesar 65.0, dengan kata lain skor
PPH kota Banjar masih jauh di bawah kondisi ideal (100). Salah satu sasaran
ketahanan pangan dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009 yang
akan dicapai yaitu peningkatan kualitas konsumsi dengan skor PPH minimal 80
(DKP 2006). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa skor PPH kota Banjar
masih belum sesuai dengan sasaran Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-
2009. Apabila PPH kota Banjar ingin mencapai kondisi ideal (100) pada tahun
2020, maka bila dilakukan proyeksi perlu dilakukan peningkatan skor PPH rata-
rata sebesar 2.5 poin setiap tahunnya.
Masalah kemiskinan, pendapatan rendah, pendidikan rendah merupakan
beberapa penyebab ketidaktahanan pangan rumah tangga. Sulitnya memperoleh
akses bagi keluarga miskin menyebabkan rumah tangga miskin mengalami
rawan pangan. Selain itu kurangnya kerjasama antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat menyebabkan belum terwujudnya ketahanan pangan di Kota Banjar.
Perumusan kebijakan pangan dan gizi yang tepat serta pembentukan
suatu badan khusus ketahanan pangan akan membantu peningkatan ketahanan
pangan di kota Banjar. Kebijakan ketahanan pangan yang dirumuskan mencakup
seluruh aspek ketahanan pangan, yaitu kebijakan dalam aspek ketersediaan,
aspek konsumsi pangan, aspek distribusi dan aspek status gizi.
65
SARAN
Upaya pengentasan kemiskinan di Kota Banjar harus terus dilakukan
sebagai salah satu cara dalam upaya perbaikan konsumsi pangan penduduk.
Selain itu peningkatan pendapatan juga perlu terus dilakukan khususnya pada
penduduk miskin agar dapat meningkatkan akses konsumsi pangan yang bergizi
dan berimbang.
Pembentukan suatu badan ketahanan pangan di Kota Banjar perlu
dilakukan untuk mengkoordinir seluruh sektor yang terkait dalam pembangunan
ketahanan pangan. Pelengkapan data yang mendukung kebijakan pangan harus
dilakukan agar program kebijakan pangan dan gizi dapat berjalan lancar dan
tepat sasaran. Perlunya penelitian mengenai pola ketersediaan dari berbagai
segi (produksi, ekspor, impor dan stok) di kota Banjar untuk mengetahui pangan
yang tersedia secara aktual dalam menentuka pembangunan ketahanan pangan
Kota Banjar
66
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Kota Banjar dalam angka tahun 2005.
Banjar: BPS.
Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan & Departemen Gizi Masyarakat. 2006.
Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen Gizi
Masyarakat, IPB.
Syarief, H. 1992. Metode Statistik untuk Pangan dan Gizi Masyarakat. Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Peta Kota Banjar
Lampiran 2 Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan Di Kota Banjar Tahun
2006
Jenis irigasi (ha)
Kecamatan
Teknis Semi teknis Tadah hujan
Banjar - - 559
Purwaharja 492 47 -
Pataruman 181 216 373
Langensari 1279 - 169
Total 1 952 263 1 101
Lampiran 3 Produksi padi palawija dan laju produksi menurut jenis tanaman di
Kota Banjar tahun 2005 dan 2006
Jenis tanaman Produksi (ton/tahun) Laju produksi
2005 2006 (%)
Padi Sawah 32 818 34 875 6.3
Padi Gogo 581 64 -89.0
Jagung 1 288 782 -39.3
Kedelai 118 38 -67.8
Kacang Tanah 586 170 -71.0
Kacang Hijau 22 488 2 118.2
Ubi kayu 265 3 530 1 232.1
Ubi Jalar 503 353 -29.8
Sorgum 5 - -
Talas 24 - -
Ganyong 40 - -
Irut 21 - -
Lampiran 8 Produksi dan laju produksi daging Kota Banjar tahun 2005 dan
2006
Jenis tanaman Produksi (ton)
2005 2006 Laju
Daging sapi 13.81 441.20 3095.5
Daging kerbau 0.01 - -
Daging kuda 0.00 - -
Daging domba 3.99 49.20 1133.1
Daging kambing 3.16 40.05 1166.2
Ayam ras pedaging 0.04 0.04 1.9
Ayam buras 0.02 0.02 2.2
Itik 0.00 0.00 -
Sumber : Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kota Banjar
74
Proyeksi Konsumsi (Kg/Kapita/tahun)
Kelompok/jenis pangan
2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020
6.Kacang-kacangan 17.7 17.3 16.9 16.5 16.2 14.3 12.4
Kacang Tanah 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4
Kacang Kedelai 16.6 16.3 15.9 15.5 15.2 13.4 11.7
Kacang Hijau 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kacang Merah 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.3 0.3
7.Gula 1.1 1.8 2.4 3.1 3.8 7.2 10.6
Gula Pasir 0.3 0.4 0.6 0.8 0.9 1.8 2.6
Gula Aren 0.8 1.3 1.8 2.3 2.8 5.3 7.8
Gula Kelapa 0.0 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.2
8.Sayur dan Buah 92.2 91.4 90.7 89.9 89.2 85.4 81.6
Sayur-Sayuran 67.0 66.5 65.9 65.4 64.8 62.1 59.3
Buah-Buahan 25.2 25.0 24.8 24.5 24.3 23.3 22.3
9. Lain-Lain 2.7 2.9 3.1 3.3 3.4 4.4 5.3
Minuman 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 0.3
Bumbu 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2
Lainnya 2.5 2.7 2.8 3.0 3.2 4.0 4.9
75
Lampiran 13 Proyeksi kebutuhan (Ton/tahun) wilayah Kota Banjar untuk setiap komoditi
Kelompok/jenis pangan Proyeksi Kebutuhan (Ton/tahun)
2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020
1.Padi-padian 14353 15175 16039 16947 17900 23430 30471
Beras giling 13360 14125 14929 15774 16661 21808 28362
Jagung Pipilan 3 3 3 4 4 5 7
Tepung Terigu 990 1047 1107 1169 1235 1617 2102
2.Umbi-umbian 993 1397 1830 2293 2789 5821 9972
Ketela Pohon 824 1158 1517 1902 2313 4827 8270
Ubi Jalar 27 38 50 63 76 159 273
Sagu 0 0 0 0 0 0 0
Kentang 142 200 262 329 400 834 1429
Talas 0 0 0 0 0 0 0
3.Pangan Hewani 9108 9461 9828 10209 10605 12826 15512
Daging Ruminansia 978 1016 1056 1096 1139 1378 1666
Daging Unggas 1110 1153 1198 1244 1293 1563 1891
Telur 2158 2242 2329 2419 2513 3039 3676
Susu 1001 1040 1080 1122 1165 1409 1705
Ikan 3860 4010 4166 4327 4495 5436 6575
4.Minyak dan Lemak 150 266 392 526 670 1554 2770
Minyak Kelapa 86 153 225 303 386 894 1594
Minyak Sawit 63 113 166 223 284 660 1176
Lemak 0 0 0 0 0 0 0
Minyak Ikan 0 0 0 0 0 0 0
5.Buah/Biji Berminyak 355 391 429 469 512 769 1108
Kelapa 267 294 323 353 385 578 834
Kemiri 6 7 7 8 9 13 19
Biji Jambu Mete 0 0 0 0 0 0 0
Melinjo 82 90 99 108 118 177 256
76
Kelompok/jenis pangan Proyeksi Kebutuhan (Ton/tahun)
2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020
6.Kacang-kacangan 3283 3335 3386 3436 3485 3708 3878
Kacang Tanah 96 97 99 100 101 108 113
Kacang Kedelai 3085 3134 3182 3229 3275 3485 3644
Kacang Hijau 25 25 26 26 27 28 30
Kacang Merah 77 79 80 81 82 87 91
7.Gula 199 339 488 649 821 1875 3324
Gula Pasir 50 84 121 161 204 466 827
Gula Aren 146 248 358 475 601 1373 2435
Gula Kelapa 4 6 9 12 15 35 62
8.Sayur dan Buah 17129 17631 18145 18674 19217 22152 25485
Sayur-Sayuran 12454 12818 13192 13577 13971 16105 18528
Buah-Buahan 4676 4812 4953 5097 5245 6047 6956
9. Lain-Lain 500 555 614 676 742 1137 1662
Minuman 24 27 30 33 36 55 81
Bumbu 14 16 18 19 21 33 48
Lainnya 461 512 566 624 685 1049 1534
Lampiran 14 Bagan Causal Model Masalah Pangan dan Gizi di Kota Banjar
77