You are on page 1of 16

Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm.

153-168 | E-ISSN: 2443-0110

TINJAUAN HISTORIS SIMBOL HARMONISASI ANTARA ETNIS TIONGHOA


DAN MELAYU DI BANGKA BELITUNG

Meta Sya, Rustono Farady Marta,* Teguh Priyo Sadono


Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Bunda Mulia
Jakarta - Indonesia
*
Alamat korespondensi: rmarta@bundamulia.ac.id
DOI: https://doi.org/10.14710/jscl.v4i2.23517

Diterima/Received: 30 Mei 2019; Direvisi/Revised: 2 November 2019; Disetujui/Accepted: 8 November 2019

Abstract

This article discusses the historical background of the formation of the Bangka Belitung islands as a
province full of harmonization symbols, namely ethnic Chinese and Malays (Thongin Fangin Jit Jong).
Based on historical searches using primary and secondary sources, it can be concluded that the arrival of
the Chinese in Bangka as miners has made a mixture of Chinese and Malay ethnic groups in Bangka. Then,
the assimilation was expressed with an attitude of solidarity between the two, which began with the arrival
of the white nation in Bangka, causing a resistance between ethnic Chinese and Malays through the
Bangka War led by Depati Amir. This was done because of the feelings of oppression and suffering
experienced by ethnic Chinese and Malays at that time. Then, the attitude of solidarity did not stop at that
moment, but when Bangka Belitung struggled to break away from South Sumatra. The participation of
the entire community of the Bangka Belitung Islands together struggled to be able to provide prosperity.
Therefore, historical ties become very important media in the formation of the symbol of harmonization.
Keywords: Thongin Fangin Jit Jong; Historical Tide; Regional Expansion, Ethnic Harmonization.

Abstrak

Artikel ini membahas tentang latar belakang sejarah pembentukan Kepulauan Bangka Belitung sebagai provinsi
dengan simbol harmonisasi yaitu etnis Tionghoa dan Melayu (Thongin Fangin Jit Jong). Berdasar penelusuran
historis dengan menggunakan sumber primer dan sekunder, dapat disimpulkan bahwa kedatangan orang Tionghoa
di Bangka sebagai buruh tambang telah membuat pembauran antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka.
Kemudian, pembauran itu dinyatakan dengan sikap solidaritas di antara keduanya yang berawal dari kedatangan
bangsa kulit putih di Bangka sehingga menyebabkan terjadinya perlawanan di antara etnis Tionghoa dan Melayu
melalui Perang Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir. Hal ini dilakukan karena adanya perasaan penindasan dan
penderitaan yang dialami oleh etnis Tionghoa dan Melayu pada saat itu. Kemudian, sikap solidaritas itu tidak hanya
berhenti pada saat itu saja, tetapi pada saat Bangka Belitung berjuang untuk melepaskan diri dari Sumatera Selatan.
Peran serta seluruh masyarakat Kepulauan Bangka Belitung bersama-sama berjuang agar mampu memberikan
kesejahteraan. Oleh karena itu, ikatan historis menjadi media yang sangat penting dalam pembentukan simbol
harmonisasi tersebut.

Kata Kunci: Thongin Fangin Jit Jong; Ikatan Historis; Pemekaran Daerah; Harmonisasi Etnis.

PENDAHULUAN Sabang hingga Merauke (Satya & Maftuh, 2016:


10).
Negara Indonesia dikenal sebagai negara dengan Etnisitas sering kali dijadikan alat adu
kemajemukannya mulai dari suku, bangsa, domba demi kepentingan–kepentingan motif
bahasa, dan budaya. Keberagaman etnisitas ekonomi atau politik tertentu. Ritaudin (2017:8)
menjadi salah satu kompleksitas di Indonesia juga berargumentasi bahwa salah satu fenomena
secara horizontal yang tersebar dari wilayah yang menarik dalam pergantian millennium

153
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

adalah masuknya isu-isu etnik dan agama dalam (Theo & Lie, 2014:3). Martabak manis atau biasa
ranah politik, dan isu etnis juga rentan disebut Hok Lopan merupakan salah satu jenis
mencederai demokrasi di Indonesia dan memicu kue warisan kuliner yang menampilkan jejak
kecemburuan masyarakat yang plural. Selain itu, budaya Tiongkok yang pada perkembangannya
politik etnisitas juga merupakan kreasi negara sejalan dengan proses akulturasi budaya yang
yang monumental dalam rangka pelabelan warga berlangsu-ng di Bangka, kue ini juga menjadi
negaranya (Haboddin, 2012:7). salah satu jenis kue yang juga dinikmati oleh
Hal ini juga dibenarkan oleh Emil Salim seluruh kelompok masyarakat yang ada di Bangka
dalam Zein (2000:4), yang mengungkapkan hal (Setiati, 2008:78).
yang sama bahwa jika dilihat sejarahnya, Pengakuan akan kesamaan derajat dari
persoalan konflik antara etnisitas memang telah fenomena budaya yang beragam itu tampak
berlangsung sejak masa kolonial. Pada saat itu, dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-
Hindia Belanda menetapkan orang Tionghoa beda tetapi tetap satu (Marta, 2018:6). Ungkapan
sebagai second class citizen setelah orang Belanda itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan yang
dan Eropa. Sementara, inlander atau pribumi kuat untuk mengakui perbedaan, tetapi sekaligus
ditempatkan menjadi kelas ketiga. Akibatnya memelihara kesatuan atas dasar pemeliharaan
ketika bangsa Indonesia baru merdeka, keragaman, bukan dengan menghapuskannya
pelampiasan kebencian kepada nonpribumi atau mengingkarinya. Perbedaan dihargai dan
dirasakan sangat kuat karena etnis Tionghoa dipahami sebagai realitas kehidupan, hal ini
dianggap sebagai golongan yang berkolaborasi adalah asumsi dasar yang juga melandasi paham
dengan penjajah. multikulturalisme.
Akan tetapi, salah satu pulau di Indonesia Hal menarik yang juga ditemukan di
yaitu Pulau Bangka dengan keberagaman Bangka adalah sangat jarang ditemui konflik di
penduduknya, mampu menjaga keharmonisan di antara Etnis Tionghoa dan Melayu. Kekompakan
antara Etnis Tionghoa dan Melayu. Harmonis hubungan Etnis Melayu dan Tionghoa di Bangka
adalah keadaan dimana antara satu individu telah dibuktikan pada saat pecahnya kerusuhan
dengan individu lainnya saling seia sekata, atau Mei di Jakarta dan sejumlah tempat lainnya
dapat dikatakan perbedaan antara individu itu dimana penduduk etnis Tionghoa di Bangka
sudah terkikis oleh sikap tenggang rasa dan benar-benar terlindungi (Permana, 2002:4).
toleransi yang baik (Fernando & Marta, 2015:2). Bahkan sejarah Bangka juga tidak pernah
Etnis Tionghoa dan Melayu merupakan mencatat adanya satupun kerusuhan rasial besar
penduduk dengan jumlah terbesar di Pulau menimpa etnis Tionghoa karena hal ini tidak
Bangka. Bangka Belitung memiliki komposisi terlepas dari hubungan yang sudah lama terjalin
penduduk etnis terbesar yaitu Melayu Bangka antaretnis-etnis di Pulau Bangka (Theo & Lie,
dan Belitung sekitar 69 persen dan Etnis 2014:3).
Tionghoa dengan populasi 11 persen (Kavin, Pernyatan yang sama juga diungkapkan
2016:12). oleh Sudirman, warga Melayu di Pasir Putih
Mereka saling berbaur dan menerima dalam kompas.com Melayu-Tionghoa Bersau-
kebudayaan masing-masing. Keakraban antar- dara Tanpa Sekat bahwa eratnya kebersamaan ini
budaya antara Etnis Tionghoa dan Melayu, membuat hampir tidak ada konflik sosial yang
tampak pada pakaian pengantin perempuan melibatkan etnis di Bangka. Apalagi, pekerjaan
dalam pernikahan Melayu Bangka dengan yang ditekuni dan jenis rumah yang ditempati
dominasi warna merah dan emas yang mirip pun hampir sama, sehingga nyaris terbebas dari
dengan pengantin Tionghoa. Dahulu banyak kecemburuan sosial.
perempuan Tionghoa mengenakan kain dan Harmonisasi antar-warga Melayu dan
kebaya sebagai pakaian sehari- hari. Tionghoa di Bangka begitu kental dan mesra.
Selain itu, sejumlah kuliner Bangka mem- Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak zaman
buktikan adanya keakraban antara kedua budaya nenek moyang orang-orang Bangka, sehingga
ini dan membuat masyarakat di Pulau Bangka masyarakat Bangka wajib merawatnya. Selain itu,
menyadari keberagaman yang mereka miliki antara Melayu Bangka dan masyarakat Tionghoa
154
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

sudah seperti dua sisi mata uang karena di pulau hankan kerukunan dan interaksi sosial masya-
ini, kelompok masyarakat Tionghoa telah rakat etnis Tionghoa dan Melayu Bangka demi
menyatu dengan tanah setempat selama ratusan memperkuat kesatuan bangsa serta kaitan politik
tahun. buruh dan etnisitas yang terjadi di Bangka. Akan
Selanjutnya dalam wawancara yang tetapi, kajian ini lebih mengetengahkan pada
dilakukan dengan Elvian, sejarawan Bangka peran nilai sejarah dari peristiwa-peristiwa yang
mengungkapkan bahwa fenomena menarik yang terjadi di Bangka, mulai dari Perang Bangka yang
juga terjadi di Bangka adalah etnis Tionghoa dan dipimpin oleh Depati Amir dan Pemekaran
Melayu bersatu dalam melawan penjajah Belanda wilayah Pulau Bangka maupun Belitung menjadi
karena mereka sama-sama menderita pada saat provinsi. Berdasar dari perjalanan historis
itu (Wawancara Elvian, 25 Januari 2019). tersebut diketahui bahwa terdapat harmonisasi
Tidak mengherankan jika muncul antara etnis Tionghoa dan Melayu, dalam ikatan
semboyan dalam bahasa Hakka Thong Ngin Fan yang disebut ThongNgin Fan Ngin Jit jong, yang
Ngin Jit Jong, yang bermakna orang Tionghoa bermakna Melayu dan Tionghoa itu sama atau
dan Melayu itu sama atau setara. Semboyan ini setara
bukan hanya sekadar sebuah jargon, tetapi buah
dari kehidupan bersama selama tiga ratus tahun METODE
lebih. Kekhasan pembauran yang terjadi antara
etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka bukan Dalam artikel ini, metode yang digunakan adalah
merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan metode historis. Dalam metode sejarah, seorang
dari sejarah yang terjadi di Pulau Bangka (Theo & sejarawan yang ingin mengetahui suatu sejarah
Lie, 2014:4). tertentu akan menggunakan prosedur
Terdapat beberapa kajian yang penyelidikan yang sistematis yakni dengan meng-
menganalisis mengenai simbol harmonisasi di gunakan teknik-teknik tertentu, yaitu pengum-
masyarakat kepulauan. Kajian Susilowati dan pulan bahan-bahan sejarah baik dari arsip dan
Masruroh (2018:13-19) menganalisis upaya- perpustakaan (Abbas, 2014:35). Darmawan
upaya dalam merawat kebhinekaan yang (2010: 145) menjelaskan bahwa metode historis
dilakukan oleh warga bangsa yang berdomisili di Gottschalk (1975) dipahami sebagai suatu proses
pulau dengan mengambil dua contoh kasus di dua yang menguji dan menganalisis secara kritis
kepulauan yaitu Kepulauan Natuna dan terhadap rekaman serta peninggalan masa
Kepulauan Karimunjawa. Selanjutnya, Pageh lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan
(2018:1-11) yang mengetengahkan mengenai fakta. Selain itu, ada beberapa langkah dalam
pemahaman tentang kearifan sistem keagamaan metode penelitian sejarah ini, yaitu heuristik,
lokal dalam mengintegrasikan keberagaman kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
agama di Bali. Kemudian, kajian yang dilakukan Peneliti menggunakan berbagai sumber
Idi (2012:1-23) yang berargumentasi bahwa yang berupa bahan sejarah dari perpustakaan,
hubungan antaretnis yang harmoni dapat terjadi jurnal yang sudah diterbitkan, surat kabar, dan
secara alami tanpa ada “rekayasa” sosial terbitan resmi Pemerintah Provinsi Bangka
sistematis, dan memberikan suatu pelajaran Belitung. Selain itu, peneliti menggunakan
penting bagi Indonesia bahwa integrasi sosial dan sumber yang berasal dari wawancara. Wawancara
harmoni sosial akan mungkin terjadi apabila ini dilakukan dengan sejarawan Bangka untuk
struktur sosial ekonomi, politik, budaya, dan memahami proses pembauran yang terjadi antara
agama menunjukkan keseimbangan atau yang etnis Tionghoa dan Melayu. Wawancara juga
disebut sebagai “equilibrium” di tengah-tengah dilakukan kepada orang-orang yang secara
kehidupan masyarakat pluralistik Indonesia. langsung mengalami peristiwa sejarah dalam
Bebrapa kajian tersebut sebagai panduan pembentukan Bangka menjadi provinsi, dan
kajian ini untuk mengetengahkan perspektif sumber sekunder. Selanjutnya dilakukan kritik
merawat keberagaman melalui sejarah yang ada sumber, yaitu peneliti membandingkan apa yang
di Bangka dalam berinteraksi untuk memperta- diucapkan dengan apa yang tertulis di buku atau

155
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

berbagai sumber lainnya, sehingga sumber- alternatif untuk menerima budaya asing dengan
sumber yang ada dapat dipertanggungjawabakan syarat tidak merusak jati dirinya. Orang
kebenarannya. Setelah itu, peneliti melakukan bumiputra memiliki sikap yang sangat ramah dan
interpretasi untuk saling mengaitkan antara satu toleran, tetapi mereka akan melawan jika
fakta yang ditemukan dengan fakta lainnya. terdesak. Selain itu, perkawinan antara etnis
Terakhir, peneliti memaparkan kembali hasil dari Tionghoa dengan orang bumiputra, merupakan
penelitian sejarah mulai dari awal hingga hal yang biasa, dan bahkan yang sering terjadi
berakhirnya sebuah peristiwa sejarah agar dapat adalah etnis Melayu Bangka mengangkat anak
mudah dipahami oleh pembaca yang lainnya. dari Tionghoa untuk dibesarkan bahkan ada
anggapan bahwa etnis Tionghoa di Bangka
BANGKA DALAM TINJAUAN HISTORIS adalah keturunan perempuan bumiputra Bangka
(Theo & Lie, 2014:3).
Kedatangan etnis Tionghoa di Pulau Bangka Tidak hanya sejarah kedatangan Tionghoa
awalnya sebagai buruh tambang. Mereka sudah ke Pulau Bangka, yang menarik untuk ditelusuri
hadir sejak ratusan tahun lalu yaitu ketika Bangka sebagai penanda awal pembauran antara Etnis
di bawah kekuasaan Sriwijaya dan kedatangan Tionghoa dan Melayu di Bangka. Akan tetapi,
Etnis Tionghoa ini dalam jumlah yang besar pembauran itu pun diwujudkan dengan sikap
tercatat pada awal abad ke-18, yaitu saat solidaritas di antara keduanya pada saat melawan
ditemukan dan dibukanya tambang timah di pemberontakan yang dipimpin oleh Depati Amir.
Bangka (Idi, 2012: 362) . Pada masa ini, kuli-kuli Bersatunya bumiputra Bangka dengan etnis
dari China terus berdatangan ke Bangka untuk Tionghoa melawan dapat membuktikan bahwa
bekerja di tambang timah. ada persatuan dan kesatuan antarbangsa dan
Masyarakat Tionghoa mulai hadir di antarsuku bangsa dalam bingkai kebhinnekaan.
Bangka selama periode 1757-1776 atas kehen- Kebhinnekaan suku, adat istiadat, agama dan
dak Sultan Ahmad Najamuddin Adikusumo, budaya berhasil dipersatukan dan tetap dilanjut-
putra Sultan Mahmud Badaruddin II, yang saat kan oleh orang Bangka hingga masa kini.
itu memimpin Kerajaan Sriwijaya (Kompas, 25
November 2011). Tujuan utama mendatangkan KUASA BANGSA ASING DI BANGKA
mereka adalah untuk meningkatkan produksi dan Persamaan senasib dan tempaan sejarah antara
kualitas pengolahan timah, sebab warga Tionghoa dan Melayu berawal pada saat
Tionghoa dinilai lebih terampil dan sudah kedatangan orang Eropa, yaitu pada 1722
menguasai teknologi penambangan timah. Masehi, yang mulai menancapkan kekuasaannya
Gelombang berikutnya didatangkan lagi para di wilayah Kesultanan Palembang Darussalam,
petani, tukang jahit, dan tukang kayu. Kehadiran termasuk di Pulau Bangka.
beragam profesi itu dimaksudkan agar terjalin
hubungan yang lebih luas antara warga asal China Kekuasaan Belanda di Bangka
dan masyarakat setempat. Para warga asal China Monopoli perdagangan lada sangat penting
yang datang ke Bangka saat itu umumnya laki-laki dilakukan oleh Verenidge Oost-Indische
dan tidak membawa keluarga. Seiring dengan Compagnie (VOC) karena harga dan permintaan
perjalanan waktu, mereka pun akhirnya memilih terhadap komoditas lada sangat tinggi di Eropa.
bertahan di Bangka dengan menikahi Selain itu, suplai lada di Eropa sering tidak lancar
perempuan-perempuan bumiputra dan Melayu. dan Portugis pada sekitar abad XVI yang
Sama halnya dengan masyarakat mendominasi perdagangan rempah–rempah
bumiputra, Bangka menganut sistem sosial kema- dunia memindahkan jalur distribusi lada di
syarakatan sebagaimana suku bangsa pada Eropa, tidak lagi melewati kota Antwerp di negeri
umumnya. Suatu hal yang biasa bagi masyarakat Belanda.
Bangka adalah melakukan kontak dengan dunia Tidak hanya pada monopoli perdagangan
luar karena wilayah tempat tinggal orang Bangka lada saja, tapi di sektor timah juga (hak otroi)
kebanyakan menghuni wilayah pesisir dan menguntungkan bagi VOC. Timah dapat dibeli
bandar. Masyarakat pribumi Bangka memilih dengan murah melalui Kesultanan Palembang
156
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

Darussalam dengan harga sebesar delapan ringgit Raffles yang menjabat sebagai Agent to Governor
per pikul, kemudian dijual di pasaran bebas General, mengirim utusan ke Palembang untuk
dengan harga tinggi sekitar 16 ringgit perpikul. mengurus pengambil alihan Kantor Dagang
Nawiyanto & Endrayadi (2016:96) Hindia Belanda hingga mekanisme monopolinya.
memaparkan timah merupakan komoditas yang Seperti yang dijelaskan dalam Hazmirullah
sangat bernilai, karena bahan ini sangat (2016:11) bahwa pada 19 Oktober 1810, Lord
dibutuhkan Belanda untuk kegiatan industri Minto menunjuk Thomas Stamford Raffles 20
dalam negeri dan negara Eropa lainnya. Itulah sebagai agent to the Governor-General with the
sebabnya, Belanda selalu berusaha membujuk Malay States (wakil gubernur jenderal untuk
Sultan Palembang, agar memberikan hak [urusan] dengan negeri-negeri Melayu). Tugas
monopoli tersebut. VOC berasalan, bahwa utamanya adalah menyiapkan segenap data yang
kedatangan mereka untuk menghapus sistem berkaitan dengan seluk beluk tanah Melayu
pajak Timah Tiban dan Tukon yang tidak sesuai (termasuk kekuatan musuh) serta berkoordinasi
dengan rasa keadilan. Akibatnya, dampak yang sekaligus menggalang dukungan para penguasa
diterima oleh Pulau Bangka sejak Belanda lokal.
berkuasa melalui serikat dagang VOC di Pulau Pada saat Inggris berkuasa, Pulau Bangka
Bangka, dari 1717 Masehi hingga 1799 Masehi dibagi menjadi tiga divisi yang cenderung lebih
adalah kekayaan timah di Bangka telah dikirim didasarkan pada wilayah eksplorasi atau
dan dikeruk sebanyak 64.187,60 ton timah. penambangan timah, dibandingkan berdasar
pada kepentingan pemerintahan. Divisi-divisi
Kekuasaan Perancis di Bangka tersebut dibagi kedalam tiga wilayah,yaitu; bagian
Setelah Belanda, Pulau Bangka kemudian utara mencakup wilayah Jebus, Belinyu,
dikuasai oleh Perancis Hindia Belanda di bawah Sungailiat, Merawang, (merupakan wilayah
pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Kabupaten Bangka) (Rahayu, 2016:18).
Willen Daendels berlangsung sampai dengan Kemudian, bagian wilayah Barat Pulau Bangka
tanggal 24 April 1811 dan kemudian dilanjutkan meliputi wilayah Mentok, Belo, Kotawaringin.
oleh Jan Willem Janssens hingga Kapitulasi Terakhir, wilayah Bagian Timur pulau Bangka
Tuntang 18 September 1811 (Palmaya, Wakidi, yang meliputi hampir separuh Pulau Bangka yaitu
& Ekwandari, 2017:2). Mawaddah (2017:151) Pangkal Pinang, Sungaiselan, Bangkakota, Paku,
juga menjelaskan sejak adanya Kapitulasi Permis, Olim, dan Toboali.
Tuntang, pemerintahan untuk sementara Adapun upaya untuk meningkatkan
dipegang oleh Jenderal Thomas Stamford Raffles. produksi olahan timah dan memperkenalkan cara
Farida (2007) mengungkapkan lebih penambangan hingga pengelolaan timah di Pulau
lanjut bahwa pada masa pemerintahan Gubernur Bangka, Raffles mengutus Dr. Horsfield untuk
Jenderal Herman Willem Daendels, telah mengadakan penelitian. Kathirithamby-Wells
dilakukan perubahan terhadap daerah-daerah (2009:2) menjelaskan bahwa dalam setiap karya
kekuasaannya, termasuk Palembang. Perubahan buku yang dibuat, Raffles memilih daerah-daerah
tersebut meliputi bentuk perdagangan monopoli untuk diambil bahan-bahan observasi alam dan
dari sistem pembayaran kontan menjadi hutang pengolahan data oleh Horsfield. Inggris juga
atau barter dengan beras, bahkan harga timah melakukan beberapa strategi untuk menarik hati
akan diturunkan. rakyat Bangka. Pertama, Inggris menghapus
sistem pajak Timah Tiban dan Tukon yang
Kekuasaan Inggris di Bangka dianggap tidak adil, karena hanya dibebankan
Berakhirnya kekuasaan Perancis di Indonesia, kepada orang bumiputra Bangka. Berikutnya,
maka pulau Bangka berada di bawah kekuasaan Pemerintah Inggris mengadakan perundingan
Inggris dan menjadi bagian dari East India dengan kepala–kepala parit dan kongsi–kongsi
Company (EIC), yang dikenal sebagai Serkat penambangan untuk meningkatkan produksi
Dagang Inggris di Hindia Timur. Tindakan timah di pulau Bangka dan kemudian disepakati
berikutnya yang dilakukan oleh Inggris adalah penjualan timah dengan harga baru. Ketiga,

157
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

mereka bebas dari ongkos melebur dan Asimilasi antaretnis sejatinya memang
mengangkut serta pelunasan hutang. Selanjutnya, tetap menghargai aspek-aspek pluralism yang
pemerintah juga memberi bantuan biaya terdapat dalam dua kelompok etnis yang
pembukaan tambang baru, membayar pekerja berinteraksi secara asimilatif itu (Kusuma & Sari
tambang dengan upah yang lebih tinggi dalam 2015:5). Masyarakat Tionghoa dan Melayu di
mata uang yang dapat dipertukarkan, dan Bangka kiranya telah berhasil memperlihatkan
melantik opsir dari etnis Tionghoa. Terakhir, hal ini, sehingga konflik antar etnis di wilayah
pemerintah juga membangun gedung baru dan dapat dihindari.
tanur-tanur untuk peleburan timah, tetapi ongkos
pembuatan parit-parit penambangan timah Perang Bangka
sementara ditanggung oleh kepala parit. Penindasan-penindasan yang dilakukan oleh
Masa kekuasaan Inggris di Pulau Bangka Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan
tidak berlangsung lama, karena berdasar Traktat kesengsaraan yang luar biasa bagi rakyat pulau
(konvensi) London, Belanda kembali berkuasa Bangka. Hal ini menyebabkan terjadinya
atas wilayah Hindia Belanda. Di sisi lain,kebijakan perlawanan yang dilakukan oleh seluruh
Pemerintah Inggris memberikan dampak yang masyarakat pulau Bangka. Perlawanan yang
besar bagi pola penambangan dan pengelolaan dilakukan untuk menentang bangsa asing kulit
timah di Pulau Bangka. Seluruh proses serah putih merupakan sebuah perjuangan yang cukup
terima daerah kekuasaan antara Inggris dan panjang, yaitu selama sekitar 40 tahun.
Belanda dilaksanakan pada 10 Desember 1816 di Perlawanan ini dimulai sekitar bulan Mei 1812
Kota Muntok (Elvian, 2009:9). Penyerahan Masehi saat Inggris berkuasa dan terus berlanjut
tersebut mendapat protes dari Raffles karena ia pada saat kekuasaan pemerintahan Hindia
sangat mengerti akan pentingnya posisi strategis Belanda dan berakhir sampai sekitar bulan
Pulau Bangka pada masa itu. Februari 1851 Masehi. Wiharyanto (2009:4)
mengungkapkan akibat jatuhnya VOC, monopoli
BANGKA KEMBALI KE BELANDA Belanda di Palembang tidak dapat dipertahankan
sehingga pada 17 Mei 1812 Inggris memperoleh
Jayanyi (2014:22) menuliskan bahwa yang Bangka Belitung sebagai daerah kekuasaannya.
mendatangani Traktat London tanggal 17 Maret Perlawanan rakyat Bangka yang terjadi
1842 adalah dari Belanda diwakili oleh Hendrik pada masa kekuasaan Hindia Belanda, dipimpin
Fagel dan Anton Reinhard sedangkan Inggris ole Demang Singayudha berlangsung di daerah
diwakili oleh George Canning dan Charles Kotaberingin dan di daerah Gudang dipimpin
William Wyan. Pulau Bangka diserahkan oleh Batin Tikal. Kemudian perlawanan besar
Pemerintah Kerajaan Inggris kepada Kerajaan rakyat Bangka yang lebih terorganisasi dipimpin
Belanda sebagai ganti Cochin yang terletak di oleh Depati Bahrin yang berhasil membunuh dan
Kerala India. memenggal serta mengeringkan kepala Residen
Kembalinya kekuasaan Belanda di Bangka Belanda M.A.P Smissaert pada 14 November
menjadi awal mula terjadinya Perang Bangka 1819. Tidak tinggal diam, pemerintah Hindia
yang dipimpin oleh Depati Amir, karena adanya Belanda menjadikan Kota Muntok sebagai pusat
monopoli pertambangan timah yang sangat kekuatan pasukannya dan Pangkal Pinang
merugikan kepentingan rakyat Bangka (Elvian, sebagai pusat kekuatan militer pasukan Belanda
2016a:193). Harga resmi timah yang ditetapkan karena Pangkal Pinang letaknya strategis,
Pemerintah Hindia Belanda dengan yang berlaku sehingga memudahkan pasukannya ke daerah –
di pasaran bebas sangat mencolok, sehingga daerah pusat perlawanan rakyat. Strategi ini
mengakibatkan penyelundupan dan penjarahan dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk
terhadap parit-parit (area penambangan) oleh menumpas perlawanan-perlawanan rakyat
perompak yang berkeliaran di perairan, sehingga Bangka.
menyebabkan kekacauan di berbagai pelosok Tidak lama kemudian, tentara Belanda
Pulau Bangka. melakukan serangan pertama pada 17 Agustus
1819 melalui darat dan laut yang dipimpin oleh
158
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

Kapten Age. Kemudian, dilanjutkan dengan mengatakan Depati Bahrin dimakamkan di


serangan kedua pada September 1819 yang Lubuk Bunter Desa Kimak Kecamatan
menyebabkan terjadinya pertempuran besar- Merawang.
besaran di Bangka. Pada saat itu, Bangkakota Setelah Depati Bahrin wafat, Perang
dipimpin oleh Kapten Laemlin yang membawa Bangka tidak terhenti begitu saja. Akan tetapi,
pasukannya sekitar 230 prajurit dari Perang Bangka selanjutnya dipimpin oleh Depati
Pangkalpinang. Tidak hanya berhenti pada Amir, putera sulung Depati Bahrin. Perang ini
serangan di darat saja, serangan laut juga merupakan perlawanan rakyat terbesar dan
dilakukan oleh pasukan Belanda dengan empat terkoordinasi serta meliputi seluruh pulau
buah kapal perang di bawah pimpinan Kapten Bangka terhadap penjajahan Belanda. Gusnelly
Baker. (2016:7) memaparkan bahwa perlakuan tidak
Seketika Bangka Kota dibumihanguskan adil dari pemerintah Belanda membuat salah satu
oleh rakyat karena persediaan senjata yang minim toko Melayu, yaitu Depati Amir bersama dengan
dan rakyat menyingkir ke Kotaberingin dan beberapa tokoh Tionghoa yang sudah melebur
Nyireh. Akibat dari kejadian ini menewaskan dengan masyarakat pribumi melakukan perlawa-
pihak Belanda sebanyak empat orang, 19 terluka, nan, yang dipimpin oleh Depati Amir cukup
seorang perwira dan 45 prajurit mengalami menguras tenaga pasukan Belanda.
kelaparan, dua perwira, dan 63 prajurit Amir menjadi Depati pada 1830 Masehi,
mengalami sakit, total 50 persen pasukan tidak yaitu menggantikan ayahnya di daerah Jeruk,
mampu bertempur (Santosa, 2011:134) yaitu nama sungai yang bermuara di pesisir barat
Kegigihan perlawanan rakyat Bangka Bangka. Perjuangan seluruh rakyat Bangka yang
membuat pemerintah Hindia Belanda terpaksa dipimpin oleh Depati Amir dimulai sejak
harus melakukan berbagai upaya untuk penolakan jabatan depati yang diberikan oleh
menangkap Depati Bahrin, yaitu memberikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1830
hadiah uang sebesar 500 ringgit bagi siapa yang sampai Amir diasingkan ke Pulau Timor, Nusa
berhasil menangkap Depati Bahrin, tetapi upaya Tenggara Timur pada 1851 Masehi dan
tersebut tidak berhasil. Kemudian, pada tahun meninggal dunia di pembuangan dan dimakam-
1828 Masehi Pemerintah Hindia Belanda Batvia kan di pemakaman Batukadera kampung
mengutus seorang juru runding bernama Launy Airmata, Kupang pada 1885 Masehi. Disadur
untuk melakukan perundingan dengan Depati dalam Pos-Kupang.com dengan judul PT Timah
Bahrin. Pemerintah Hinda Belanda berjanji akan dari Bangka Belitung Akan Kunjungi Makam
memberikan kompensasi tunjangan sebesar 600 Pahlawan Nasional Depati Amir di Kupang
gulden setahun kepada Depati Bahrin jika menuliskan bahwa pascapenetapan Depati Amir
menghentikan perlawanan kepada Pemerintah sebagai Pahlawan Nasional, PT. Timah Tbk.
Belanda. Upaya perundingan ini dilakukan turut memberikan apresiasi dengan berkunjung
karena pasukan milter Belanda kewalahan dalam ke makam Depati Amir yang ada di Kupang, Nusa
menghadapi perlawanan rakyat dan ingin Tenggara Timur.
berkonsentrasi dalam menghadapi perlawanan Fakta-fakta historis menjelaskan bahwa
rakyat di Pulau Jawa yang dipimpin oleh perlawanan yang dipimpin oleh Depati Amir
Pangeran Diponegoro pada 1825-1830 Masehi merupakan gerakan sosial dan moral dari seluruh
(Elvian, 2016b:78) masyarakat Pulau Bangka. Hal ini dilakukan
Memperimbangkan kepentingan rakyat karena ingin mengubah situasi yang penuh
Bangka yang lebih besar dan memikirkan dampak dengan penderitaan, ketidakadilan, kesengsaraan,
berlarut larutnya peperangan akan menyebabkan dan ketidakpastian yang dialami oleh mereka
ladang terlantar dan rakyat Bangka terancam selama penindasan yang dilakukan oleh kolonial
kelaparan, maka Depati Bahrin menerima Belanda. Hal yang sama juga diungkapkan dalam
tawaran perundingan damai tersebut. Depati jurnal Erman (2010:9) mengungkapkan bahwa
Bahrin wafat pada 1848 dan dimakamkan di patut dicatat solidaritas antar etnik semakin kuat
kawasan Mendara, tetapi ada juga yang antara penambang Tionghoa dengan orang-

159
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

orang Melayu Bangka yang tergabung dalam Monopoli pertambangan timah ini terjadi
gerakan perlawanan Depati Bahrin dan Depati pada 1819 Masehi yang menyebabkan terjadinya
Amir, ketika kedua etnik ini dirugikan dengan penyimpangan, dan kecurangan dalam tata niaga
sistem monopoli dalam eksploitasi dan timah. Penetapan harga timah yang berbeda
pemasaran timah oleh pemerintah Belanda. Jika antara harga resmi timah dengan yang berlaku di
ditelusuri, ada beberapa hal yang menyebakan pasaran bebas yang sangat mencolok serta
perlawanan Bangka ini dilakukan, yakni: (1) penyelundupan dan penjarahan terhadap parit–
penyatuan administrasi pemerintahan dan per- parit oleh perompak di sekitar perairan pulau
tambangan; (2) peraturan monopoli perdaga- Bangka menyebabkan terjadinya kekacauan di
ngan timah; dan (3) kerja paksa. berbagai pelosok Pulau Bangka.
Penyatuan administrasi pemerintahan dan Dalam mengatasi penyelundupan timah
pembangunan yang dilakukan oleh kolonial yang terjadi secara besar-besaran, maka
Belandamenyebabkan terjadinya ketidakseim- Keresidenan Bangka membuat peraturan agar
bangan karena pejabat-pejabat pemerintah pelayaran dari dan menuju Pulau Bangka hanya
kolonial Belanda lebih mengutamakan atau dapat dilakukan melalui pelabuhan ibu kota
mementingkan urusan pertambangan daripada Muntok. Selain itu, perahu-perahu pribumi
memerhatikan pemerintahan dan kepentingan dilarang berlayar dan berhubungan dengan
rakyat. Hal ini dilakukan karena dianggap lebih daerah-daerah yang ada di luar Pulau Bangka.
menguntungkan bagi kepentingan pribadi Kebijakan ini membuat sulitnya penyediaan
mereka. bahan pangan termasuk garam. Barang
Ada sekitar 250 tambang timah yang kebutuhan tersebut diperoleh dengan harga yang
menghasilkan jutaan gulden bagi kemakmurn sangat tinggi karena bahan pangan harus
negeri Belanda dan menghasilkan kekayaan didatangkan Pemerintah Belanda dari luar Pulau
pribadi bagi pejabat pemerintahan. Komoditas Bangka. Pemerintah Hindia Belanda memper-
timah pada pertengahan abad ke-19 merupakan oleh banyak keuntungan dari penjualan
komoditas eksporter besar ketiga setelah kopi dan kebutuhan bahan pangan ini dan keuntungan
gula. Timah Bangka menjadi tambang emas pada penjualan paling besar diperoleh dari hasil
1926, Bangka Tin Winning Bedrijf (BTW) penjualan kepada para pekerja tambang, yaitu
memperkirakan keuntungan kasar yang diperoleh orang Cina yang kemudian terikat hutang kepada
sebesar f 400 juta dalam Sembilan puluh tahun tambang sehingga kontrak kerja mereka di parit
pertama yaitu dari tahun 1820-1910. Selain itu, penambangan terus diperpanjang sampai hutang-
dalam 15 tahun berikutnya keuntungn yang hutang mereka lunas.
diperoleh sebesar f 350 juta (Heidhues, Perlawanan rakyat Bangka berikutnya
1992:128-129). Oleh karena itu, kebanyakan dilakukan karena kerja paksa yang diwajibkan
pejabat kolonial Belanda yang bekerja di Pulau oleh pemerintah Hindia Belanda. Kerja paksa
Bangka beranggapan, bahwa mengembangkan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia
perdagangan, pertanian dan kerajinan rakyat akan Belanda sangat memberatkan karena tanpa
merugikan sektor pertambangan. Akan tetapi, hal dibayar. Rakyat Bangka dipaksa untuk membuat
ini akhirnya membuat penduduk pribumi Pulau dan merawat jalan, membuat dan memperbaiki
Bangka dikondisikan oleh Belanda hanya bekerja jembatan, memikul tandu pejabat Belanda, dan
untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja mengangkut logistik tentara. Selain itu, mereka
seperti membuat arang untuk keperluan harus menjadi kurir pengantar surat dengan
penambangan timah, membuat atap dari rumbia berjalan kaki dan tanpa diupah. Berbagai macam
(daun kelapa kering) sedangkan perempuan kerja paksa tersebut kemudian menyebabkan
pribumi Bangka bekerja menjual kebutuhan kegiatan berladang sebagai mata pencaharian dan
makanan dan pakaian yang diantar kepada sumber pangan masyarakat pribumi Bangka
pekerja-pekerja di penam-bangan timah. Orang terlantar dan ancaman kelaparan terjadi dimana -
laut pribumi Bangka bekerja mencari teripang, dimana.
ikan, dan rumput laut untuk ditukar dengan beras, Sejak penguasaan timah oleh Pemerintah
garam, dan pakaian Belanda, salah satu mata pencaharian rakyat
160
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

Bangka menjadi hilang. Sebelumnya rakyat cukup Penindasan dan penderitaan serta perasaan
sejahtera ketika Sultan Palembang Darussalam senasib dengan pribumi di Bangka menyebabkan
memberikan kebebasan kepada rakyat Bangka munculnya rasa persatuan dan solidaritas untuk
untuk menambang timah serta menjualnya bersama–sama berjuang dalam melawan Belanda
kepada kesultanan. ketika mereka diajak untuk ikut berperang.
Perlakuan yang buruk dari Pemerintah Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Depati
Hindia Belanda juga tidak hanya diterima oleh Amir semakin meluas karena dibantu oleh para
etnis Melayu di Pulau Bangka, tetapi etnis demang dan batin yang ada di Pulau Bangka,
Tionghoa yang bekerja di parit pertambangan seperti Demang Suramenggala, Batin Ampang,
sebagaimana layaknya budak juga menerima Batin Ketapik, Batin Gerunggang, Batin Jebus,
perlakuan yang sama. Kuli tambang yang sudah Batin orang-orang Sekak, Batin Nyalau, Batin
terikat kontrak harus bekerja terus menerus dan Bakung,Batin Tjepurak, Batin Penagan dan Batin
tidak boleh meninggalkan lokasi pertambangan. Maras.
Janji–janji yang seharusnya diterima oleh para Kondisi sejarah seperti ini juga sudah
penambang tampak bertolak belakang, yaitu terjadi di beberapa daerah, yaitu di kota Lasem.
kontrak kerja yang mereka tanda tangani seolah– Atabik (2016:6) menjelaskan bahwa solidaritas
olah tiada habis–habisnya karena keterikatan dan kerja sama antara warga pribumi Jawa dan
hutang para pekerja tambang kepada kepala- Etnis Tionghoa terjadi dengan indah di tanah
kepala parit pertambangan. Hutang ini terjadi Lasem ini. Persaudaraan antara oang Lasem
karena para pekerja tambang timah dari merupakan warisan Perang Kuning dari Oei Ing
Tiongkok menerima gaji yang sangat kecil serta Kiat, Panji Margono, dan Kyai Baidhawi.
potongan-potoangan yang dikenakan untuk Tidak hanya mendapat bantuan dari para
pembayaran cicilan biaya keberangkatan dari demang, Depati Amir juga mendapat bantuan
daerah asal ke Pulau Bangka dan biaya dari kepala-kepala parit penambangan timah
pemenuhan kebutuhan relatif mahal. berupa senjata dan mesin yang dibeli dari
Selain itu, pembayaran gaji yang diterima Singapura terutama datang dari orang-orang etnis
juga tidak sesuai dengan kontrak yang telah Tionghoa, seperti Bun A Tjong kepala parit
ditandatangani, yaitu gaji para pekerja tambang kampung Air Duren, Ho Tjing kepala parit Seruk,
yang seharusnya dibayar dengan menggunakan Tjin Sie kepala parit Singli Bawah, Kai Sam, dan
uang logam spanyol, dibayar dengan uang logam Ko Su Sui. Selain itu, bantuan yang datang juga
Belanda. Uang logam Belanda hanya dapat berasal dari beberapa orang mualaf seperti
digunakan pada satu distrik saja dan tidak bisa Raman, Aim, dan King Tjoan, para lanun atau
digunakan di distrik yang lain. Hal ini membut perompak laut dari Lanao Mindanao, Kerajaan
Etnis Tionghoa tidak bisa mengirimkan uang Lingga, dan Kesultanan Palembang Darussalam
kepada keluarga mereka yang ada di Tiongkok Berdasar laporan Residen Bangka dalam
atau mengumpulkan uang untuk pulang ke Algemeen Verslag der Residentie Bangka over het
tempat asal merek. Jaar 1850, Bundel Bangka No. 41, disebutkan
Perlakuan buruk yang dialami tidak hanya bahwa “di antara beberap orang Tionghoa selalu
sampai di situ saja, pembangunan fasilitas yang ada penghinaan terhadap kekuasaan kita. Hal ini
seadanya dan kurangnya perhatian terhadap terbukti dari apa yang muncul dalam laporan
kebersihan, kesehatan, dan makanan yang dise- pada 26 Januari 1851 Nomor XIV/A mengenai
diakan menyebabkan mewabahnya penyakit, hubungan beberapa orang Tionghoa dengan
seperti beri-beri, kolera, dan demam yang Depati Amir.” Dalam laporan Residen Belanda,
menyebabkan banyaknya kematian pada pekerja bisa dilihat bahwa sudah terjalin hubungan dan
tambang etnis Tionghoa di Bangka. ikatan yang begitu erat sejak lama antara Depati
Amir dengan orang–orang Tionghoa terutama
SOLIDARITAS TIONGHOA DAN yang menyangkut urusan pertambangan. Hubu-
MELAYU ngan ini semakin erat terjalin pada saat
menghadapi kekuasaan Kolonial Belanda di

161
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

Pulau Bangka yaitu antara kalangan elite orang Sumatera Selatan. Selain itu, ada beberapa faktor
Tionghoa (pemilik-pemilik saham kongsi, yang mendorong sebuah wilayah ingin
kepala-kepala parit) maupun elite pribumi melepaskan diri dari wilayah induknya atau
Bangka (para depati, batin, dan krio) yang meng- pembentukan provinsi baru, yaitu kemampuan
alami pemberlakuan monopoli oleh Belanda yang ekonomi, potensi daerah sosial budaya, sosial
merugikan dan mengancam ekonomi mereka. politik, kependudukan,luas daerah, pertahanan
Setelah memahami perjuangan etnis dan keamanan serta faktor lain yang menunjang
Tionghoa dan Melayu dalam perang Bangka yang otonomi daerah. Pemekaran wilayah akan
dipimpin oleh Depati Amir, perjuangan meningkatkan pelayanan, mempercepat pemba-
pembentukan Bangka menjadi provinsi juga ngunan, dan meningkatkan pembangunan
perlu dibahas dalam artikel ini karena sikap daerah. Dalam situs resminya, pemerintah daerah
solidaritas etnis Tionghoa dan Melayu tidak menyampaikan apa yang terjadi jika Bangka
terhenti pada saat Perang Bangka saja. Akan Belitung (Babel) tidak memisahkan diri dari
tetapi, sikap solidaritas itu juga tetap Provinsi Sumatera Selatan akan membuat Bangka
dipertahankan pada saat Bangka berjuang untuk tidak banyak mengalami perubahan.
menjadi provinsi. Tidak hanya itu saja, Alfirdaus & Zakiah
Sikap solidaritas antara masyarakat Bangka (2006:12) juga memaparkan saat Babel masih
ini juga tidak terlepas dari hubungan yang terjadi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan,
secara turun temurun, yaitu mulai dari perang keuntungan dalam hal sektor wisata lebih banyak
melawan penjajan Belanda sampai dengan diserap oleh Provinsi sehingga masyarakat tidak
Perang Bangka. Sikap kerukunan antara Etnis bisa bebas banyak bagi pengembangan daerah-
Tionghoa dan Melayu juga terjadi di Kota nya. Akan tetapi, setelah Babel menjadi provinsi
Singkawang. Irfani (2016:10) mengungkapkan sendiri, masyarakat pun lebih memiliki kekuasaan
dari fakta sejarah dapat dipahami bahwa ada dalam mengembangkan potensi pariwisatanya.
kerukunan di Singkawang bersifat asosiatif yang Selain itu, dalam wawancara yang
selalu terpelihara secara turun temurun, dilakukan secara langsung dengan Amung
berkelanjutan bahkan sudah seperti budaya Tjandra sebagai salah satu yang ikut berjuang
untuk sebagian masyarakat asli Kota Singkawang. dalam pembentukan Bangka menjadi Provinsi
Oleh karena itu, para sesepuh dan tokoh menjelaskan jika Bangka ini tidak menjadi
masyarakat Bangka Belitung saat itu tentunya provinsi, Bangka akan menjadi pulau hantu.
sudah memikirkan bahwa perubahan dan Setelah dikeruk timahnya kemudian akan
kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung akan dibiarkan begitu saja.
lebih dapat digenggam jika memisahkan diri. Oleh karena itu, selama puluhan tahun
masyarakat Babel sangat bersemangat untuk
PEMBENTUKAN PROVINSI BANGKA meningkatkan status daerahnya menjadi provinsi
sendiri, yaitu lepas dari Sumatera Selatan. Akan
Perjuangan Provinsi Bangka Belitung dimulai tetapi, sempat terjadi persoalan, yaitu pembagian
tahun 1956 sampai era reformasi Tahun 2000. kekuasaan antara Bangka dan Belitung jika sudah
Hal ini terdorong oleh keinginan yang kuat untuk menjadi provinsi. Selanjutnya, muncul kesepaka-
lebih meningkatkan peran serta Bangka Belitung tan yang disebut Ikrar Tanjung Kelayang yang
dalam pembangunan nasional di segala bidang, sampai sekarang menjadi pedoman penting
khususnya dengan meningkatkan kualitas dalam kesepakatan persamaan hak antara Bangka
ekonomi, sosial, dan budaya daerah Bangka dan Belitung. Salah satu deklarator Tanjung
Belitung secara mandiri. Kelayang itu adalah Amung Tjandra yang
Senada dengan Yandra (2004:45) yang mengatakan bahwa tanpa adanya Ikrar Tanjung
memaparkan pemekaran wilayah merupakah hal Kelayang ini, rasanya tidak akan ada Provinsi
yang termasuk baru dalam kehidupan berbangsa Bangka Belitung. Tanjung Kelayang mempunyai
dan bernegara Indonesia dimana untuk pertama sejarah dalam pembentukan provinsi Babel dan di
kalinya pada tahun 2000, munculnya Provinsi sanalah lahir ikrar pembentukan provinsi yang
Bangka Belitung yang melepaskan diri dari dimotori oleh tokoh-tokoh pejuang.
162
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

PENINGKATAN STATUS MENJADI peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan


PROVINSI BANGKA BELITUNG stabilitas nasional pada masa Orde Baru. Oleh
karena itu, dalam menjaga stabilitas Nasional
Setelah adanya kesepakatan dan penandatanga- dibutuhkan kekuatan militer yang dilapisi dengan
nan atas Ikrar Tanjung Kelayang, dilakukan langkah–langkah intelijen, karena tanpa hal
pembentukan forum-forum, salah satunya adalah tersebut, akan sangat mudah terjadi pemberonta-
Presidium Perjuangan Peningkatan Provinsi kan ataupun serangan dari negara lain.
Bangka Belitung. Perkembangan intelijen Indonesia, tidak bisa
Anggota dalam forum ini adalah Jahja lepas dari nama Ali Moertopo karena peranan Ali
Jakob, Rahim Sjarief, Amung Tjandra, Islam, Moertopo di bidang politik, yaitu untuk
Syamsuri Djalil. Para pengurus Presidium ini mewujudkan stabilitas nasional Indonesia dan
harus rela meluangkan waktunya mondar- membantu jalannya perpolitikan di awal Orde
mandir, yaitu dari Bangka ke Jakarta. Semua itu Baru dalam melancarkan strategi politik agar
dilakukan demi sebuah perjuangan untuk Bangka terciptanya stabilitas politik pada masa itu.
Belitung. Perjuangan yang harus dilewati tidaklah
mudah karena minimnya dana yang diperoleh LANGKAH GENERASI REFORMASI
membuat mereka harus berhemat biaya. Oleh
karena itu, untuk menuju bandara mereka harus Setelah lama tidak terdengar suara untuk
menumpang becak, tetapi hal ini tidak menyu- memisahkan diri dari Sumatera Selatan, muncul
rutkan semangat mereka meskipun dengan tiga penggerak perjuangan generasi ketiga.
fasilitas dan dana yang begitu minim. Mereka yaitu, Johan Murod, Eddy Jang, dan Agus
Proses yang harus dilewati para personalia Adaw dimana mereka dengan rajin berdiskusi
tidak mudah. Belum lagi setelah berlangsungnya dengan para senior termasuk Amung Tjandra.
Pemilu, Gubernur Sumatera Selatan, yaitu Begitu banyak tantangan yang harus dihadapi
Asnawi Mangku Alam pun bermain mata dengan oleh pemuda ini karena beberapa tokoh
orang kepercayaan Presiden Soeharto, Ali masyarakat di Bangka Belitung sendiri lebih
Moertopo. Saat itu Ali datang langsung ke Pulau banyak kontra daripada pro. Seakan tidak mau
Bangka dan berpidato di halaman pusat kantor peduli terhadap gunjingan dan cemoohan
PN. Dalam pidatonya berkata: “Siapa yang masyarakat kala itu, Johan Murod cs terus
berkeinginan untuk mendirikan Provinsi baru, mengajak masyarakat luas agar turut bersama-
silahkan dirikan Provinsi itu di Laut sana!!” sama dalam perjuangan menuntut Bangka
Tindakan Ali Moertopo membuat semangat menjadi Provinsi.
perjuangan pembentukan Provinsi Bangka Perjuangan generasi Reformasi yang
Belitung sempat terhenti pada saat itu karena para dilakukan ternyata tidak berjalan mulus karena
kepala daerah dan para tokoh pejuang yang dana menjadi salah satu kendala dalam
berasal dari PNS mendapat ancaman akan menunjang berbagai pertemuan Presidium
dimutasikan ke Palembang tanpa pekerjaan. Pembentukan Provinsi Bangka Belitung di
Akibat kondisi ini dan kuatnya pengaruh Jakarta. Akhirnya, kondisi ini membuat para
pemerintah pusat melalui Ali Moertopo, pejuang berninisiatif untuk membuat malam
perjuangan pembentukan Provinsi Bangka penggalangan dana yang dinamakan “Galang
Belitung generasi kedua pun terpaksa sementara Dana Perjuangan” dan mengundang 10 orang
harus berhenti. Pada saat itu adalah masa Orde ibu-ibu masyarakat Bangka Belitung yang aktif
Baru, hal ini membuat mereka paham bahwa para dan bisa diajak kerja sama untuk perjuangan
pejuang dapat dengan mudah dituduh sebagai pembentukan Bangka Belitung.
pemberontak bahkan dan dijebloskan ke dalam Salah satu etnis Tionghoa yang ikut dalam
penjara. pengumpulan dana ini adalah ibu Rita Benjamin
Perkataan dan tindakan tegas Ali (Lie Su Djin). Dalam perjuangan pembentukan
Moertopo seolah terasa kejam bagi masyarakat Provinsi Bangka Belitung di era generasi ketiga,
Bangka, tetapi hal ini dilakukan sesuai dengan masyarakat Bangka yang berada di Jakarta sering

163
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

kali berkumpul. Saat itu, Rita Benjamin adalah membuktikan adanya sikap persatuan yang
satu-satunya perempuan yang berasal dari etnis begitu nyata terbangun di antara masyarakat
Tionghoa. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan Bangka yang berbeda etnisitas. Pembentukan
semangat dan cinta beliau terhadap daerah provinsi merupakan buah perjuangan dari
sendiri untuk turut bersama masyarakat Melayu seluruh komponen masyarakat Pulau Bangka dan
demi perjuangan terbentuknya Bangka Belitung Pulau Belitung yang dibuktikan dengan terbitnya
menjadi Provinsi. Selain itu, teman-teman yang UU Nomor 27 tahun 2000 tentang Pembentukan
lain tidak pernah membedakan Ibu Rita soal etnis Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 21
karena saat perjuangan itu tidak ada istilah November 2000. Para pejuang menyerukan
Tionghoa ataupun Melayu, yang ada hanyalah bahwa pembentukan Provinsi Bangka Belitung
Bangka Belitung. Hal ini senada dengan yang dapat menjadi gerbang dan jembatan emas bagi
diungkapkan dalam Sulaiman (2009:6) etnis di masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan
Kepulauan Bangka melahirkan keberagaman masyarakat di Bumi serumpun sebalai. Maksud
budaya yang memiliki pengaruh terhadap pernyataan jembatan emas menurut Johan, salah
interaksi yang terjalin dalam masyarakatnya yaitu satu pejuang pembentukan Provinsi Bangka
pembauran antarkelompok etnis menyebabkan Belitung Generasi ketiga dalam buku biografi
keharmonisan sosial yang ditunjukkan dengan Amung Tjandra Inspirator adalah fan ngin thong
tidak adanya pembedaan antara masyarakat ngin jit jong yang hidup rukun dan damai saling
Melayu setempat dengan kelompok etnis mendidik, mengasihi, dan menjaga dalam
Tionghoa. membangun negeri.
Para pejuang pembentukan Provinsi
Bangka Belitung mengundang masyarakat luas SIMPULAN
untuk menghadiri hari bersejarah pembangunan
Provinsi Bangka Belitung. Pada saat itu Fenomena bersatunya etnis Tionghoa dan
dibagikanlah selebaran yang berupa ajakan Melayu dalam Perang Bangka dan pemekaran
kepada seluruh masyarakat Bangka Belitung daerah Bangka untuk melepaskan diri dari
dengan salam “Fan Ngin Thong Ngin Jit Jong” Provinsi Sumatera Selatan menjadi sebuah
yang ditandatangani oleh H. Romawi Latief sejarah yang tidak boleh dilupakan begitu saja.
(mewakili generasi pertama, 1956, Amung Nilai-nilai sejarah yang ada dalam Perang Bangka
Tjandra (mewakili generasi kedua, 1970), Johan yang dipimpin oleh Depati Amir menggambar-
Murod dan Agus Adawa (mewakili generasi kan adanya perasaan senasib dan terasingkan
ketiga, 2000). yang sama-sama dialami oleh etnis Tionghoa dan
Setelah melalui proses yang begitu panjang Melayu pada masa pnejajahan. Hal ini yang
dan sulit, yaitu mulai dari dana dan tenaga yang kemudian menimbulkan sikap yang begitu solid
tidak sedikit serta melibatkan banyak masyarakat, di antara kedua etnis tersebut. Tidak hanya
akhirnya pada tanggal 21 November 2000, darii sampai pada sejarah perang Bangka saja sikap
podium ruang Nusantara V Gedung DPR RI solidaritas ini terbentuk, tetapi pada saat Bangka
Senayan Jakarta, naskah Undang- Undang No 27 melakukan pemekaran daerah yaitu melepaskan
Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi diri dari Provinsi Sumatera Selatan. Perjuangan
Kepulauan Bangka Belitung dibacakan. Setelah ini juga tidak terlepas dari sumbangsih para
membacakan naskah Undang-Undang tersebut, pejuang baik dari etnis Tionghoa dan etnis
pimpinan Sidang Paripurna mengetok palu Melayu yang berjuang agar Bangka Belitung
pertanda disahkannya Bangka Belitung menjadi menjadi provinsi yang sejahtera dalam segala
provinsi ke-31 melalui Undang-Undang No. 27 bidang.
Tahun 2000. Setelah dimulainya operasi militer pada
Proses perjuangan pembentukan Bangka Oktober 1850, Amir dengan orang Tionghoa
Belitung menjadi sebuah provinsi yang begitu Bong Atjing, Kepala Tambang Doerin Kotjeng,
panjang dan sulit yang dialami masyarakat Kepala Tambang Seroe, Tinsie, Kepala Tambang
Bangka khususnya para pejuang yang ikut Singlie Bawah, Ko So Sie mengadakan pertemuan
menyumbangkan pikiran dan tenaga mereka, di rumah Bong Atjing untuk membahas apa saja
164
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

yang akan dilakukan oleh mereka. Proses kedaulatan (souvereiniteit), sehingga dapat
pergaulan antara orang Tionghoa dengan Melayu bertindak layaknya suatu negara.
2
terjalin dengan tidak lagi memandang perbedaan Monopoli perdagangan timah juga mengikat
SARA (Nata, Tanggok, Madjid, & Rumandi, Sultan Palembang untuk merampas timah hasil
2016:131) selundupan dan menghukum mati
Latar belakang sejarah yang sama inilah penyelundupnya
3
yang pada akhirnya membuat masyarakat Bangka VOC dibubarkan karena perubahan di Eropa di
memiliki semboyan hidup yang mereka pegang bidang politik yang lebih demokratis dan
sampai saat ini yaitu Thong Ngin Fan Ngin Jit perubahan ekonomi ke arah perdagangan bebas,
Jong yang memiliki makna Etnis Melayu dan kemudian VOC mengalami kebangkrutan
Tionghoa itu sama atau setara. Hal ini juga yang dengan hutang sekitar 136,7 juta Gulden
4
mampu menjadikan masyarakat Bangka, yaitu Kapitulasi Tuntang adalah perjanjian
Etnis Tionghoa dan Melayu mampu mengabai- penyerahan kekuasaan atas wilayah Indonesia
kan permasalahan etnisitas di antara keduanya dari pemerintah Hindia Belanda kepada
dan hidup jauh dari konflik etnisitas. Pemerintah Britania Raya di sebuah desa yang
bernama Tuntang, sekarang berada di Kecamatan
UCAPAN TERIMA KASIH Tuntang, Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Perjanjian Tuntang isinya antara lain, bahwa
Apresiasi setinggi-tingginya untuk semua pihak Inggris berkuasa atas wilayah bekas jajahan
yang berkontribusi untuk penelitian ini. Belanda termasuk wilayah Kesultanan
Utamanya ditujukan bagi Program Studi Palembang Darussalam yaitu Pulau Bangka
5
Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Sepucuk surat Raffles tertanggal 3 Juli 1818
Mulia dan Program Hibah Penelitian Tesis kepada Dewan Rahasia East India Company“it is
Magister Kementerian Riset, Teknologi, dan much to be regretted that the island of Banca was
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia ever ceded to the Dutch. Could this important
(Kemenristekdikti RI) berdasar keputusan station be regained, in payment for the heavy
Direktur Jendral Penguatan Riset dan sums due by the Dutch Government on the close
Pengembangan Nomor 7/E/KPT/2019 sebagai of the Java accounts, its advantages to the British
pemberi kesempatan yang menunjang penelitian Government would abundantly repay the
ini hingga selesai. Selanjutnya, terima kasih tidak amount foregone. Possesing Banca in disputed
terperi kami kepada Pemerintah Provinsi sovereignity, it would be the seat of our eastern
Kepulauan Bangka Belitung, berikut dengan para Government…” (Bakar, 1969:14)
laskar pejuang pemekaran wilayah yang bersedia (Hal yang sangat disesalkan bahwa Pulau Bangka
dilibatkan sebagai narasumber. Tidak lepas peranh diserahkan kepada Belanda, mungkinkah
ucapan terima kasih juga kepada Redaksi Jurnal kedudukan penting ini didapatkan kembali
Sejarah Citra Lekha yang memberikan wadah sebagai bayaran atas sejumlah besar yang
bagi aktualisasi bidang ilmu komunikasi dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Memiliki
berkontribusi dalam membumikan realitas Bangka dalam kekuasaan yang diperdebatkan,
keharmonisan antara etnis Tionghoa dan Melayu akan menjadi kursi Pemerintahan Timur kita)…”
6
yang tersaji secara ilmiah melalui penelusuran Bahrin adalah putera Depati Karim
sejarah terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka berkedudukan di tempat yang bernama jeruk.
Belitung. Dalam peperangan antara VOC dan kerajaan
Lingga, Depati Karim memihak kepada Panglima
CATATAN Rahman, pemimpin angkatan perang Lingga yang
datang menyerang Bangka. Akan tetapi, dalam
1
Hak Oktroii disahkan pada 20 Maret 1602 salah satu pertempuran, Depati Karim tewas.
meliputi hak monopoli VOC untuk berlayar di Putera Depati Bahrin yang waktu itu masih kecil
wilayah sebelah Timur Tanjung Harapan dan hak dibawa oleh Panglima Rahman ke Lingga dan
dirawat sebagai putera sendiri. Setelah dewasa,

165
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

Bahrin pulang ke Bangka dan kemudian Selat Bangka yang dapat memiliki senjata dengan
menghadap kepada Sultan Palembang. Ia lalu mudah.
11
diangkat oleh sultan menjadi Depati di Jeruk Orang-orang Lingga dengan menggunakan
menggantikan bapaknya. perahu bercap dari Raja Lingga menyerang
7
Merujuk pada pengangkatan depati-depati wilayah pesisir di berbagai Teluk, yaitu di Teluk
sebelumnya dan pengangkatan depati di Pulau Kelabat, di Teluk Jebus, dan di Pantai Timurlaut
Belitung, bahwa depati diangkat dari keturunan perairan Sungailiat. Kemudian, Pemerinah
atau putera laki-laki tertua,bila tidak ada, maka Hindia Belanda mengirimkan kapal uap Onrust
putera laki-laki depati yang lain atau saudara laki- dan Tjipanas bersama dua perahu bersenjata
laki depati atau anak saudaranya atau cucunya untuk mengejar orang-orang Lingga tersebut.
12
atau cucu depati tertua dari sebelah laki-laki. Amung Tjandra merupakan salah satu pejuang
8
Perkiraan jumlah timah yang dihasilkan oleh pembentukan Provinsi Bangka Belitung
Pemerintah Hindia Belanda dari Pulau Bangka keturunan etnis Tionghoa. Kisah hidup beliau
yang diperoleh dari olahan berbagi sumber dan mulai dari keluarga dan perjuangannya dibuat
data. Sejak 1810 sampai 1819 rata-rata produksi dalam satu buku biografi yang berjudul Inspirator
timah per tahun sebesar 20.000 pikul atau total Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Bangka
produksi sekitar 200.000 pikul. Kemudian, Belitung oleh Ahmadi Sofyan.
13
produksi timah antara 1820 sampai 1829 rata-rata Istilah tanur-tanur merupakan tungku yang
setahun sebesar 25.000 pikul selanjutnya antara digunakan untuk peleburan timah.
14
1830-1839 rata-rata produksi timah sebesar Agent to the Governor-General, yaitu sebagai
60.000 pikul setahun. Selanjutnya antara 1840- wakil gubernur jenderal untuk urusan dengan
1850 produksi timah rata- rata setahun 65.000 negeri-negeri Melayu. Tugas utamanya adalah
pikul. Produksi timah tersebut terus meningkat menyiapkan data-data yang berhubungan dengan
antara 1852-1913 dan telah diproduksi timah dari seluk beluk tanah Melayu serta berkoordinasi
Pulau Bangka sejumlah 7.186.605. Kemudian sekaligus menggalang dukungan para penguasa
dari 1914 hingga 1941 telah diproduksi timah lokal.
sebesar 7.379.765 pikul. Jadi total selama
kekuasaan Hindia Belanda di Pulau Bangka telah REFERENSI
dikeruk kekayaan timah sekitar 16.366.370 pikul
atau 981.982.200 kilogram atau setara dengan Abbas, I. (2014). "Memahami Metodologi
981.982 ton timah. Sejarah antara Teori dan Praktek". Jurnal
9
Harga timah pada masa itu senilai 9 ringgit sama Etnohistori, Vol. 1 (1): 23–41.
dengan harga timah 1 pikul. Alfirdaus, L. K., & Zakiah, F. (2006). "Akar
10
Ikrar Tanjung Kelayang merupakan bentuk Pemekaran dan Prospek Pembangunan
awal semangat Bangka Belitung menjadi provinsi. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung."
Lokasi Tanjung Kelayang berada di Kecamatan Makalah Seminar Internasional Dinamika
Sijuk, Kabupaten Belitung Politik Lokal, Percik-Ford Foundation.
11
Uang perak Spanyol sering dilebur kembali Atabik, A. (2016). "Percampuran Budaya Jawa
menjadi perak sehingga persediaan uang perak di dan Cina: Harmoni dan Toleransi Ber-
dunia menjadi menipis agama Masyarakat Lasem." Sabda: Jurnal
10
Senjata dan amunisi termasuk mesiu Kajian Kebudayaan, Vol. 11 (1): 1–11.
merupakan barang yang diperdagangkan secara Elvian. A. (2009). Setengah Abad Kota Pangkal
bebas di Singapura, yang berasal dari Eropa, Pinang sebagai Daerah Otonom.
termasuk dari Negeri Belanda. Kemudian, atas Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan dan
inisiatif Inggris, Belanda pada 1863 melarang Pariwisata Kota Pangkalpinang.
perdagangan senjata beserta amunisinya di Elvian. A. (2016a). Kampoeng di Bangka (Vol.
Singapura. Hal ini dilakukan untuk mengatasi 1). Pangkal Pinang: Dinas Kebudayaan,
perlawanan-perlawanan pribumi di Nusantara Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota
dan merajarelanya bajak laut di Selat Malaka dan Pangkal Pinang.
Elvian. A. (2016b). Perang Bangka (Tahun 1812-
166
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm. 153-168 | E-ISSN: 2443-0110

1851 Masehi). Pangkal Pinang: CV. Belitung Antara Timah dan Etnis
Talenta Surya Perkasa. Tionghoa". Jurnal Administrasi Pemerinta-
Bakar, A. A. (1969). Bahrin-Amir-Tikal Pahlawan han Daerah, Vol. 8 (2): 75–92.
Nasional Jang Tak Boleh Dilupakan. Marta, R. F. (2018). "Perjuangan Multikultura-
Djakarta: Jajasan Pendidikan Rakjat lisme Perhimpunan Indonesia Tionghoa
Bangka. dalam Perspektif Rekognisi Axel
Darmawan, W. (2010). "Potret Kehidupan sosial- Honneth." Jurnal Bricolage, Vol. 4 (1): 23–
Ekonomi di Kabupaten Indramayu 31.
(Tinjauan Historis tahun 1970-2007)". Nata, H. A., Tanggok, M. I., Madjid, D., &
Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 11 (1): Rumandi. (2016). Permata Dari Surga;
142–150. Potret Kehidupan Beragama di Indonesia.
Farida. (2007). "Konflik Politik di Kesultanan (A. B. Basnur, P. M. Salim, I. Subehi, M. W.
Palembang (1804-1821)." Jurnal Sejarah Sayuti, & M. M. Roup (Ed). Jakarta:
Lontar, Vol. 4 (2): 75–80. Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat
Gusnelly. (2016). "Sejarah Pengelolaan Timah Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik
dan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Kementerian Luar Negeri Republik
Tambang Timah di Bangka Belitung". Indonesia.
Patrawidya, Vol. 17 (3): 155–176. Pageh, I. M. (2018). "Kearifan Sistem Religi
Haboddin, M. (2012). "Menguatnya Politik Lokal dalam Mengintegrasikan Umat
Identitas di Ranah Lokal." Jurnal Studi Hindu-Islam di Bali". Jurnal Sejarah Citra
Pemerintahan, Vol. 3 (1): 116–134. Lekha, Vol. 3 (2): 88–98. https://doi.org/
Hazmirullah. (2016). "Surat Balasan Sultan 10.14710/jscl.v3i2.19411
Sepuh VII Cirebon untuk Raffles: Kajian Palmaya, K. R., Wakidi, & Ekwandari, Yu. S.
Struktu-ralisme Genetik." Metasastra: (2017). "Kebijakan Landrent pada Masa
Jurnal Penelitian Sastra, Vol. 9 (2): 211– Penjajahan Inggris di Jawa Tahun 1811-
224. 1816". Vol. 5 (8): 1–12.
Heidhues, Mary F. Somers (1992). Bangka Tin Permana, N. A. (2002). "Berita Penelitian
and Mentok Pepper: Chinese Settlement Revitalisasi Lembaga Adat dalam
on an Indonesian Island. Singapore: Menyelesaikan Konflik Etnis Menghadapi
Institute of Southeast Asian Studies. Otonomi Daerah." Antropologi Indonesia,
Idi, A. (2012). Harmoni Sosial: Interaksi Sosial Vol. 68 (1): 18–21. https://doi.org/10.7454
“Natural-Asimilatif” antara Etnis Muslim /ai.v0i68.3439
Cina dan Melayu-Bangka". Thaqaffiyat, Ritaudin, M. S. (2017). "Teologi Politik Berbalut
Vol. 13 (2): 361–383. SARA antara Ambisi dan Konspirasi".
Irfani, A. (2016). "Pola Kerukunan Melayu dan Jurnal Kalam, Vol. 11 (1): 85–105.
Tionghoa di Kota Singkawang." Al- https://doi.org/10.24042/klm.v11i1.1087
Hikmah: Jurnal Dakwah, Vol. 12 (1), 1–16. Santosa, I. (2011). Legiun Mangkunegaran
Jayanti, Y. D., Nurdin, & Ardhiansyah, A. (2014). (1808 - 1942): Tentara Jawa - Perancis
"Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Warisan Napoleon Bonaparte. Jakarta:
Darat Antara Indonesia dan Malaysia Kompas.
(Studi Kasus di Kabupaten Bengkayang, Satya, M. S., & Maftuh, B. (2016). "Strategi
Kalimantan Barat)." Jurnal Hukum, Masyarakat Etnis Tionghoa dan Melayu
(June): 1–22. Bangka dalam Membangun Interaksi
Kathirithamby-Wells, J. (2009). "Peninsular Sosial untuk Memperkuat Kesatuan
Malaysia in the Context of Natural Bangsa". Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historyand Colonial Science." New (JPIS), Vol. 25 (1): 10–23.
Zealand Journal of Asian Studies, Vol. 1 https://doi.org/10.17509/jpis.v25i1.3667
(June): 337–374. Setiati, D. (2008). Makanan Tradisional
Kavin, R. (2016). "Politik Lokal di Bangka Masyarakat Bangka Belitung. S. Rohana,
(Ed). Tanjung Pinang: Departemen

167
Meta Sya, dkk. (Tinjauan Historis Simbol Harmonisasi Antara Etnis Tionghoa dan Melayu di Bangka Belitung)

Kebudayaan dan Pariwisata Balai


Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Tanjung Pinang.
Sulaiman, A. (2009). "Kebijakan Partai Politik
Terhadap Caleg Perempuan pada Pemilu
2009 di Bangka Belitung." Jurnal Society,
Vol. 1 (1): 17.
Susilowati, E., & Masruroh, N. N. (2018).
Merawat Kebhinekaan Menjaga
Keindone-siaan: Belajar dari Nilai
Keberagaman dan Kebersatuan. Jurnal
Sejarah Citra Lekha, Vol. 3 (1): 13–19.
https://doi.org/10.14710/jscl.v3i1.17856
Theo, R., & Lie, F. (2014). Kisah, Kultur, dan
Tradisi Tionghoa Bangka. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Wiharyanto, A. K. (2009). "Perlawanan
Indonesia terhadap Belanda pada Abad
XIX". Historia Vitae, Vol. 23 (2): 1–29.
Yandra, A. (2016). "Pembentukan Daerah
Otonomi Baru Problematik dan
Tantangannya di Indonesia." Jurnal Niara,
Vol. 9 (2): 1–14.
Zed, M. (2018). "Tentang Konsep Berfikir
Sejarah." Jurnal Pendidikan Sejarah &
Kepala Pusat Kajian Sosial-Budaya &
Ekonomi (PSKBE), Universitas Negeri
Padang, Vol. 13 (1): 54–60.
Zein, A. B. (2000). Etnis Cina dalam Potret
Pembauran di Indonesia. Yogyakarta:
Gema Insani.
Kompas.com Melayu-Tionghoa Bersaudara
Tanpa Sekat, 25 November 2011 dalam
tautan:https://edukasi.kompas.com/read
/2011/11/25/03273151/melayu-
tionghoa.bersaudara.tanpa.sekat?page=all,
diakses 18 May 2019.

168

You might also like