You are on page 1of 25

p-issn : 2549-0435

Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies (JIPAGS) e-issn: 2549-1431
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Partisipatory Action Research (Par) Implementasi Kebijakan Wajib Belajar


Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Di Kabupaten Serang
Engkos Kosasih *)
*) Magister Administrasi Publik, Pascasarjana, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Email: *)ngkoskosasih123@gmail.com

Abstract
Education is the most important aspect in nation building. Quality human resources will only
be realized from quality education. Education distribution strategy should get main priority because
in reality there are still children in Serang District who dropped out of school or did not continue
their education, especially in elementary education level. The government's step in dealing with the
problem of dropping out of school in Serang Regency with the promulgation of the compulsory 9-year
basic education should be continued. Because in the implementation there are still some inhibiting
factors, such as, the state of the economy, the circumstances of social and cultural environment,
facilities of education and community participation. This study aims to determine the constraints
faced, how the socialization, and what kind of characteristics of school drop outs. This research uses
qualitative approach and descriptive by using Partisipatory Action Reseach (PAR) method. The
presence of researchers in this study as the main instrument in collecting data until the reporting
stage of the results. Source of data used in this research is primary data source, FGD, interview and
narrative. The Researcher becomes the key informant and supporting informant chosen purposively.
The results of the research formulation of the problem shows that there are obstacles faced by the
Government of Serang Regency in the success of wajardikdas program, such as: Demographic-
Economy, Culture, Human Resources, Budget Limitations, Monitoring and Evaluation, Validity Data
obtained and lack of socialization, Understanding of the characteristics of school drop outs.

Keywords: Implementation, Socialization, 9 Year Compulsory Education and Drop Out

323
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

A. PENDAHULUAN pemerintah mencanangkan wajib belajar 9


Pengembangan sumber daya manusia tahun bagi warga negara Indonesia berusia
merupakan salah satu upaya strategis 7 sampai dengan 15 tahun. Program wajib
pembangunan nasional. Sidi (2001:87) belajar pendidikan dasar 9 tahun
menyatakan “Belajar dari berbagai negara merupakan perwujudan amanat
baru dibidang industri di Asia Timur untuk pembukaan UUD 1945 dalam rangka
meningkatkan pembangunan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
diperlukan apa yang disebut critical mass pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan (1)
dibidang pendidikan. Konsep ini Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
mengusahakan adanya suatu persentase pengajaran dan (2) Pemerintah
penduduk dengan tingkat pendidikan mengusahakan dan menyelenggarakan satu
tertentu yang harus disiapkan oleh suatu sistem pengajaran nasional yang diatur
bangsa agar pembangunan dapat dengan undang-undang.
meningkat dengan cepat, karena adanya Secara historis, program wajib belajar
sumber daya manusia yang berkualitas dan dikumandangkan oleh Pemerintah Suharto
memadai. Untuk meningkatkan sumber yang dituangkan dalam pelitia I meskipun
daya manusia disuatu bangsa tidak ada pelaksanaannya baru dimulai pada pelita
jalan lain kecuali dengan meningkatkan IV. Pada momentum hari pendidikan
pendidikan, Pada tinjauan secara luas, Nasional 2 Mei 1984 hal tersebut dijadikan
pengetahuan merupakan kebutuhan pokok sebagai pidato politik untuk pelaksanaan
dan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. program wajib belajar.
Dikatakan kebutuhan pokok karena Program wajib belajar tersebut
manusia tak bisa lepas dari pendidikan. ditumpukan kepada anak usia 7 sampai 12
Dengan demikian manusia dapat tahun untuk dapat mengenyam pendidikan
melaksanakan tugas hidup di dunia. dasar baik SD, MI atau sederajat.
Mengingat begitu pentingnya peran Kewajiban yang terkandung dalam
dan misi pendidikan dalam kehidupan pengertian wajib belajar itu sendiri
berbangsa dan bernegara tidaklah bertumpu pada orang tua untuk
berlebihan jika pemerintah menyekolahkan anaknya dilembaga
menggantungkan harapan kepada dunia pendidikan dasar, khususnya yang berusia
pendidikan. Maju dan mundurnya sebuah 7 sampai 12 tahun. Walaupun kalau dilihat
negara dapat dilihat dari sektor pendidikan lebih jauh sebenarnya program wajib
warga negaranya. Oleh sebab itu, belajar sudah pernah dicanangkan tahun

324
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

1950-an ketika dilangsungkanya konfrensi presiden RI pada pengantar RAPBN tahun


UNESCO di India. Dalam perjalanannya 2000.
program ini terkesan agak lambat, hanya (https://khamdanguru.wordpress.com/2012
diawal yang kelihatan bersemangat tetapi /03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-
dalam pelaksanaanya banyak menemui tahun-khamdan-m-pd-i/. Diakses tanggal
kendala. Hal ini bisa dilihat karena setelah 06-05-017).
sepuluh tahun pemerintah baru Seiring dengan lahirnya UU sisdiknas
mencanangkan kembali program wajib No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti UU
belajar pendidikan dasar 9 tahun yaitu No. 2 Sistem Pendidikan Nasional Tahun
pada pidato politik saat memperingati hari 1989, maka pemerintah harus segera
pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 1994. menjabarkan pelaksanaan Undang-undang
Rencana wajib belajar sembilan tahun tersebut dalam tataran operasional
yang dikumandangkan dalam pidato Poltik pelaksanaan, tidak terkecuali dengan hak
oleh presiden Suharto, hanya sebatas setiap warga negara untuk memperoleh
retorika politik semata, sebab sampai pendidikan secara utuh dan merata. Maka
mundurnya tahun 1998 belum pernah sebagai konsekwensi terhadap
dikeluarkan peraturan pemerintah tentang ditetapkannya dari UU Sisdiknas No. 20
wajib belajar. Memang sebelumnya ada PP Tahun 2003, maka lahirlah Peraturan
No.27 tahun 1990 tentang pendidikan Pemerintah No. 47 Tahun 2008, tentang
dasar, tetapi secara spesifik belum Wajib Belajar 9 Tahun.
mengatur tentang pelaksanaan wajib Pendidikan wajib belajar 9 tahun
belajar sembilan tahun. Jadi sejak di menganut konsepsi pendidikan semesta
canangkannya program wajar 9 tahun oleh (universal basic education), yaitu suatu
presiden Suharto pada tanggal 2 Mei 1994 wawasan untuk membuka kesempatan
sampai lahirnya PP No. 47 Tahun 2008, pendidikan dasar. Jadi, sasaran utamanya
pelaksanakan wajib belajar 9 tahun seperti adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan
berjalan tanpa arah yang jelas, karena orang tua dan peserta didik yang telah
hanya didasarkan peraturan setingkat cukup umur untuk mengikuti pendidikan,
menteri. Sehingga terkesan pemerintah dengan maksud untuk meningkatkan
tidak serius dalam melaksanakan program produktivitas angkatan kerja secara makro.
wajib belajar 9 tahun tersebut. Bagaimana Wardiman Djojonegoro, (1992)
mungkin program wajar 9 tahun dapat mengemukakan alasan-alasan yang
selesai tahun 2006, sebagaimana pidato melatarbelakangi dicanangkannya program

325
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

pendidikan wajib belajar 9 tahun bagi didik, peningkatan usia wajib


semua anak usia 7-15 mulai tahun 1994 belajar dari 6 tahun menjadi 9
adalah: tahun akan memberikan
1. Sekitar 73,7% angkatan kerja kematangan yang lebih tinggi
Indonesia pada tahun 1992 hanya dalam penguasaan
berpendidikan Sekolah Dasar atau pengetahuan, kemampuan
lebih rendah, yaitu mereka tidak dan keterampilan. Dengan
tamat Sekolah Dasar, dan tidak meningkatnya penguasaan
pernah sekolah. Jauh ketinggalan kemampuan dan
dibandingkan dengan negara- keterampilan, akan
negara lain di ASEAN, seperti memperbesar peluang yang
Singapura. lebih merata untuk
2. Dan sudut pandang kepentingan meningkatkan martabat,
ekonomi, pendidikan, dasar 9 kesejahteraan, serta makna
tahun merupakan upaya hidupnya.
peningkatan kualitas Sumber Daya 5. Dengan semakin meluasnya
Manusia yang dapat memberi nilai kesempatan belajar 9 tahun,
tambah lebih tinggi terhadap maka usia minimal angkatan
pertumbuhan ekonomi. Dengan kerja produktif dapat
rata-rata pendidikan dasar 9 tahun, ditingkatkan dari 10 tahun
dimungkinkan bagi mereka dapat menjadi 15 tahun.
memperluas wawasannya dalam Berdasarkan Undang-Undang RI
menciptakan kegiatan ekonomi Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
secara lebih beraneka ragam Pendidikan Nasional, maka tujuan
(diversified). pendidikan nasional ditetapkan untuk
3. Semakin tinggi tingkat mengembangkan kemampuan dan
pendidikan seseorang, maka membentuk watak serta peradaban bangsa
semakin besar peluang untuk yang bermartabat dalam rangka
lebih mampu berperan serta mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk
sebagai pelaku ekonomi berkembangnya potensi peserta didik agar
dalam sektor-sektor ekonomi menjadi manusia yang beriman dan
atau sektor-sektor industri. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
4. Dari segi kepentingan peserta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

326
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara manusia yang berilmu, cakap dan kreatif,
yang demokrasi serta bertanggung jawab. terampil dan memiliki keahlian yang
Dalam rangka memperluas profesional. Untuk mencapai tingkat
kesempatan pendidikan bagi seluruh warga keberhasilan pendidikan, banyak hal yang
negara dan juga dalam upaya perlu dipenuhi seperti: infrastruktur, mutu,
meningkatkan kualitas sumber daya manajemen, kepemimpinan, biaya, dan
manusia Indonesia, Pemerintah melalui PP sistem pendidikan. Selain hal tersebut,
No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar khusus untuk Negara Indonesia, budaya,
menetapkan Program Wajib Belajar disparitas ekonomi, kondisi geografis, dan
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan perilaku budaya lokal merupakan salah
prioritas kebijakan tersebut, antara lain: (1) satu faktor kendala dalam penyelenggaraan
penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk pendidikan di daerah.
Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan anak Menurut penulis, Keberhasilan
usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) implementasi kebijakan pendidikan dasar
pendidikan untuk semua (education for sembilan tahun di Kabupaten Serang bisa
all). dilihat dari beberapa faktor. Pertama:
Program Wajib Belajar Pendidikan angka partisipai murni. Kedua, angka
Dasar 9 Tahun diharapkan mampu siswa yang putus sekolah. Ketiga indek
mengantarkan manusia Indonesia pada pembangunan manusia. Fakta dilapangan
pemilikan kompetensi pendidikan dasar, menunjukan bahwa Angka Partisipasi
sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Murni di Kabupaten Serang, khususnya
Pendidikan Dasar yang dimaksudkan, untuk jenjang pendidikan anak Sekolah
mengacu pada kompetensi yang termuat Dasar anak usia 7-12 tahun dari jumlah
dalam Pasal 13 UU No. 2/1989 yaitu 182.071 orang adalah 99,98% dan ada
kemampuan atau pengetahuan dan sekitar 3.641 orang (0,2%) angka yang
keterampilan dasar yang diperlukan untuk putus sekolah. Sedang Angka Partisipasi
hidup dalam masyarakat serta untuk Murni usia 13-15 dari jumlah 59.310 orang
mengikuti pendidikan yang lebih tinggi adalah 90.85%, dan ada sekitar 5.426
(pendidikan menengah). orang (9,15%) angka yang putus sekolah
Keberhasilan penyelenggaraan (BPS Kab. Serang 2016). Adapun Indeks
pendidikan pada suatu negara Pembangunan Manusia di Kabupaten
mencerminkan negara tersebut maju Serang 64.61% (sumber BPS Provinsi
karena cukup tersedianya sumberdaya Banten 2016).

327
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Dari data di atas, penulis bisa melihat Kebijakan hakikatnya merupakan


bahwa ada permasalahan yang terjadi kewenangan yang dimiliki pemerintah baik
dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat pusat maupun di daerah untuk
dasar sembilan tahun di Kabupaten Serang. melakukan intervensi terhadap kehidupan
Kondisi sosial ekonomi masyarakat juga masyarakat termasuk pelaksanaan wajib
memainkan peran yang sangat penting belajar pendidikan dasar sembilan tahun
terhadap permasalahan anak yang putus dengan tujuan agar kehidupan masyarakat
sekolah, masyarakat menilai bahwa dapat tertata lebih baik lagi dan memiliki
bersekolah membutuhkan biaya yang ilmu pengetahuan. Implementasi kebijakan
sangat mahal sehingga memunculkan pendidikan wajib belajar sembilan tahun
pemahaman negatif akan pentingnya tidak cukup hanya didasarkan pada data
sekolah. Sikap negatif orang tua terhadap dan kondisi fisik secara rasional saja tetapi
sekolah mempengaruhi terhadap prestasi memerlukan nilai peradaban (ethical
anak-anaknya. Orang tua memiliki sikap proposition) yang ada pada kepentingan
negatif terhadap pendidikan akan masyarakat.
menanamkan sikap yang sama pada Thomas B. Smith (1973) dalam
anaknya. Hal ini akan mengakibatkan tulisannya The Policy Implementation
semangat belajar menurun, pada gilirannya Process, mengatakan bahwa dalam proses
prestasinya rendah dan akhirnya drop-out. implementasi kebijakan publik terdapat
Jika sikap orang tua negatif, mereka empat komponen yang memengaruhi
mempunyai pengharapan yang tidak keefektifannya, yaitu: 1) kebijakan yang
realistis terhadap sekolah. Artinya orang diidealkan (idealized policy), 2) Organisasi
tua tidak perduli apa yang dipelajari di pelaksana (implementing organization),
sekolah tetapi lebih memikirkan uang yang 3) Kelompok sasaran (target group),
dihasilkan setelah tamat sekolah. Ivan dan 4) Lingkungan (environmental
Illich (1982: 45) menyebut uang lebih factors) dimana kebijakan itu
berharga daripada ijazah disamping itu diimplementasikan. Dengan demikian
juga, apresiasi dan pemahaman tokoh- dalam konteks ini terdapat tiga unsur
tokoh masyarakat yang tidak sama pokok dan satu faktor.
mengenai pentingnya pendidikan. Ini juga Dalam prosesnya keempat elemen
tidak terlepas dari kurangnya sosialisasi tersebut terjadi interaksi satu dengan yang
program wajardikdas sembilan tahun lain, sehingga menghasilkan ketegangan
kepada masyarakat dari pihak yang terkait. (tensions) yang perlu dicari solusinya

328
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

melalui transaksi-transaksi (transactions), melakukan refleksi kritis terhadap konteks


dan institusi-institusi (institutions). sejarah, politik, budaya, ekonomi,
Transaksi-transaksi dan institusi-institusi geografis, dan konteks lain-lain terkait.
ini selanjutnya merupakan feedback untuk Yang mendasari dilakukannya PAR adalah
perumusan kebijakan publik yang akan kebutuhan kita untuk mendapatkan
datang. perubahan yang diinginkan (Agus Afandi,
Dalam penelitian ini, penulis dkk. 2013:41-42).
menggunakan metode/teknik PAR. PAR Berdasarkan fenomena tersebut yang
melibatkan peneliti secara langsung untuk ingin diteliti adalah implementasi
mendefinisikan sebuah masalah yang kebijakan pada tataran operasional yang
sedang dihadapi dan mengali lebih jauh belum tepat, organisasi penyelenggara
beragam informasi sehingga dapat pendidikan formal, yang dirasakan perlu
dituangkan langsung kedalam aksi sebagai adanya penyempurnaan untuk memperoleh
solusi atas masalah yang telah konsep baru bagi pengembangan ilmu di
teridentifkasi. Disamping itu, PAR bidang kebijakan pendidikan. Oleh karena
menuntut partisipatif dalam arti bahwa di itu penulis tertarik untuk melakukan
sebuah kondisi yang diperlukan dimana penelitian yang mendalam tentang
peneliti memainkan peran kunci di “Partisipatory Action Research (PAR)
dalamnya dan memiliki informasi yang Implementasi Kebijakan Wajib Belajar
relevan tentang sistem sosial (komunitas) Pendidikan Dasar Sembilan Tahun di
yang tengah berada di bawah penelitian, Kabupaten Serang”.
dan bahwa mereka berpartisipasi dalam Berdasarkan latar belakang masalah
rancangan dan implementasi rencana aksi diatas, maka rumusan masalah yang bisa
itu didasarkan pada hasil penelitian. penulis ambil diantaranya adalah sebagai
Pada dasarnya, PAR merupakan berikut:
penelitian yang melibatkan secara aktif 1. Apa kendala yang dihadapi Pemeritah
semua pihak-pihak yang relevan Kabupaten Serang dalam mendukung
(stakeholders) dalam mengkaji tindakan kebijakan wajib belajar 9 tahun?
yang sedang berlangsung (dimana 2. Bagaimana sosialisasi wajib belajar 9
pengalaman mereka sendiri sebagai tahun dari Pemerintah Kabupaten
persoalan) dalam rangka melakukan Serang?
perubahan dan perbaikan ke arah yang
lebih baik. Untuk itu, mereka harus

329
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

3. Bagaimaan karaktersitik anak putus memberikan hasil yang bersifat praktis


sekolah usia 7-15 tahun di Kabupaten terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement
Serang? dimaksudkan menyediakan atau
Tujuan dilakukannya penelitian ini melengkapi dengan alat”.
adalah sebagai berikut: Sehubungan dengan kata
1. Untuk mengetahui kendala yang implementasi di atas, Pressman dan
dihadapi Pemeritah Kabupaten Serang Wildavsky (1978 : xxi) mengemukakan
dalam mendukung kebijakan wajib bahwa, “implementation as to carry out.,
belajar 9 tahun. accomplish, fulfill, produce, complete”.
2. Untuk mengetahui bagaimana Maksudnya: membawa, menyelesaikan,
sosialisasi wajib belajar 9 tahun dari mengisi, menghasilkan, melengkapi.
Pemerintah Kabupaten Serang. Jadi secara etimologis implementasi
3. Untuk mengenalisa karaktersitik itu dapat dimaksudkan sebagai suatu
anak putus sekolah usia 7-15 tahun di aktivitas yang bertalian dengan
kabupaten serang. penyelesaian suatu pekerjaan dengan
penggunaan sarana (alat) untuk meperoleh
B. KERANGKA TEORITIS hasil.
Implementasi Kebijakan Publik Menurut Meter dan Horn (1975)
Implementasi yang merupakan dalam Rusli (2013:105), ada lima variabel
terjemahan dari kata “implementation”, yang mempengaruhi kinerja implementasi,
berasal dari kata kerja “to implement'. yakni: pertama, Standar/ukuran dan
Menurut Webster's Dictionary (1979: 914), sasaran-sasaran kebijakan; kedua, Sumber-
kata to implement dari bahasa Latin sumber daya; ketiga, Karakteristik / sifat
“implementum’ dari asal kata “impere” dan implementor kebijakan (badan/instansi
“plere”. Kata “implere’ dimaksudkan “to /pelaksana); keempat, Komunikasi antar
fill up”; “to fill up yang artinya mengisi organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan
penuh; melengkapi, sedangkan “plere” pelaksanaan; kelima, Sikap para pelaksana;
maksudnya “To fiil’, yaitu mengisi. keenam, Lingkungan ekonomi, social dan
Pertama, to implement dimaksudkan politik.
“membawa ke suatu hasil (akibat);
melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, Kebijakan Publik
to implement dimaksudkan “menyediakan Kebijakan (policy) adalah suatu
sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu; kumpulan keputusan yang diambil oleh

330
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

seorang pelaku atau kelompok politik, sebagai the authoritative allocation of


dalam usaha memilih tujuan dan cara values for the whole society atau sebagai
untuk mencapai tujuan itu. Pada pengalokasian nilai-nilai secara paksa
prinsipnya, pihak yang membuat kepada seluruh anggota masyarakat.
kebijakan-kebijakan itu mempunyai Laswell dan Kaplan juga mengartikan
kekuasaan untuk melaksanakan kebijakan publik sebagai a projected
(Budiardjo,2009:20) program of goal, value, and practice atau
Dalam Kamus Besar Bahasa sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-
Indonesia, kebijakan diartikan sebagai nilai dalam praktek-praktek yang terarah.
rangkaian konsep dan asas yang menjadi Pressman dan Widavsky sebagaimana
garis besar dan dasar rencana dalam dikutip Budi Winarno (2002: 17)
pelaksanaan suatu pekerjaan, mendefinisikan kebijakan publik sebagai
kepemimpinan, dan cara bertindak hipotesis yang mengandung kondisi-
(tentang pemerintahan, organisasi, dsb); kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan diramalkan. Kebijakan publik itu harus
garis pedoman untuk manajemen dalam dibedakan dengan bentuk-bentuk
usaha mencapai sasaran. kebijakan yang lain misalnya kebijakan
Carl J Federick sebagaimana dikutip swasta. Hal ini dipengaruhi oleh
Leo Agustino (2008: 7) mendefinisikan : keterlibatan faktor-faktor bukan
Kebijakan sebagai serangkaian pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana
tindakan/kegiatan yang diusulkan dikutip Leo Agustino (2008:6)
seseorang, kelompok atau pemerintah mendefinisikan kebijakan publik sebagai
dalam suatu lingkungan tertentu dimana “hubungan antara unit pemerintah dengan
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan- lingkungannya”. Banyak pihak
kesulitan) dan kesempatan-kesempatan beranggapan bahwa definisi tersebut masih
terhadap pelaksanaan usulan terlalu luas untuk dipahami, karena apa
kebijaksanaan tersebut dalam rangka yang dimaksud dengan kebijakan publik
mencapai tujuan tertentu. dapat mencakup banyak hal.
Secara terminologi pengertian Menurut Nugroho, ada dua
kebijakan publik (publik policy) itu karakteristik dari kebijakan publik,
ternyata banyak sekali, tergantung dari yaitu:1) kebijakan publik merupakan
sudut mana kita mengartikannya. Easton sesuatu yang mudah untuk dipahami,
memberikan definisi kebijakan publik karena maknanya adalah hal-hal yang

331
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

dikerjakan untuk mencapai tujuan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang


nasional; 2) kebijakan publik merupakan mempengaruhinya untuk dilaksanakan
sesuatu yang mudah diukur, karena atau tidak dilaksanakan pada bidang
ukurannya jelas yakni sejauh mana pendidikan bagi seluruh warga
kemajuan pencapaian cita-cita sudah masyarakat. (Nanang Fatah, 2013: 136).
ditempuh. Menurut Woll sebagaimana Kebijakan publik bidang pendidikan
dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan meliputi anggaran pendidikan, kurikulum,
bahwa kebijakan publik ialah sejumlah rekrutmen tenaga kependidikan,
aktivitas pemerintah untuk memecahkan pengembangan profesional staf, tanah dan
masalah di masyarakat, baik secara bangunan, pengelolaan sumber daya, dan
langsung maupun melalui berbagai kebijakan lain yang bersentuhan langsung
lembaga yang mempengaruhi kehidupan maupun tidak langsung atas pendidikan.
masyarakat. (Muhammad Munadi dan Barnawi, h. 19).
Thomas R Dye sebagaimana dikutip H.A.R Tilaar (2009:7) sendiri
Islamy (2009: 19) mendefinisikan memberikan makna yang sedikit berbeda
Kebijakan publik sebagai “ is whatever tentang “kebijakan pendidikan”,
government choose to do or not to do” menurutnya kebijakan pendidikan
(apapun yang dipilih pemerintah untuk merupakan rumusan dari berbagai cara
dilakukan atau untuk tidak dilakukan). untuk mewujudkan tujuan pendidikan
Definisi ini menekankan bahwa kebijakan nasional, diwujudkan atau dicapai melalui
publik adalah mengenai perwujudan lembaga-lembaga sosial (social
“tindakan” dan bukan merupakan institutions) atau organisasi sosial dalam
pernyataan keinginan pemerintah atau bentuk lembaga-lembaga pendidikan
pejabat publik semata. Di samping itu formal, nonformal, dan informal.
pilihan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu juga merupakan kebijakan publik C. METODE PENELITIAN
karena mempunyai pengaruh (dampak Penelitian ini menggunakan
yang sama dengan pilihan pemerintah pendekatan kualitatif dan deskriptif dengan
untuk melakukan sesuatu. menggunakan metode Partisipatory
Adapun kebijakan publik di bidang Action Reseach (PAR). Kehadiran peneliti
pendidikan dapat didefinisikan sebagai dalam penelitian ini sebagai instrumen
keputusan yang diambil bersama antara utama dalam pengumpulan data sampai
pemerintah dan aktor di luar pemerintah pada tahap laporan hasil. Sumber data

332
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu b. Menentukan pihak yang terlibat
sumber data primer, FGD, wawancara dan (stakeholders)
narrative. c. Merumuskan kemungkinan
Adapun yang menjadi keberhasilan dan kegagalan
Subyek/informan dalam penelitian ini program yang direncanakan
diantaranya adalah, Kabid SD/SMP (Dinas d. Mencari jalan keluar apabila
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten terdapat kendala yang menghalangi
Serang), Dewan Pendidikan Kabupaten keberhasilan program
Serang (praktisi pendidikan), Masyarakat 5. Melakukan aksi perubahan
(Komite Sekolah), anak putus sekolah, a. Memberikan pemahaman kepada
Asosiasi Kepala Sekolah, DPRD Kab. masyarakat akan pentingnya
Serang dan UPTD Pendidikan. pendidikan
b. Mendata jumlah anak usia 7-15
Prosedur Penelitian PAR tahun untuk mendapatkan pelayan
1. Pemetaan Awal pendidikan
a. Melakukan wawancara (interview) c. Mengusulkan pogram kepada
b. Fokus Group Diskusi (FGD) pemerintah untuk memberikan
c. Mencari Sumber atau data yang beasiswa kepada anak usia 7-15
dibutuhkan tahun yang putus sekolah
2. Membangun hubungan dengan d. Mengusulkan kepada pemerintah
staikholder dan Masyarakat untuk mengeluarkan sebuah
a. Menyatu dengan masyarakat peraturan daerah (Perda/Perbup)
b. Belajar memahami masalah yang yang khusus menyangkut wajib
ada di tengah masyarakat belajar sembilan tahun
c. Memecahkan persoalan bersama- 6. Melakukan evaluasi dan refleksi
sama a. Program Wajardikdas sembilan
3. Pemetaan partisipatif tahun harus diawasi terus menerus
a. Melakukan pemetaan wilayah agar Program Wajardikdas
b. Mengorganisir persoalan yang sembilan tahun menjadi lebih baik
dialami masyarakat dalam b. Stakeholder yang terkait harus
pendidikan melakukan evaluasi yang
4. Menyusun strategi gerakan komprehensive
a. Menentukan langkah sistematik

333
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

D. LOKASI DAN WAKTU Daerah Kabupaten Serang dan Komisi


PENELITIAN Pendidikan.
Penelitian ini dilaksanakan di Angka Partisipasi Kasar (APK)
Kabupaten Serang. Adapun yang sekolah di Provinsi Banten, pada satu
menjadi penelitian yaitu Partisipatory sisi pendulum, tergolong tinggi, yaitu
Action Research (PAR) Implementasi 107,73%, dibanding batas APK
Kebijakan Wajib Belajar Pendidikan nasional yaitu sebesar 68% ditunjang
Dasar Sembilan Tahun di Kabupaten dengan payung hukum kebijakan PP
Serang. no. 47 tahun 2008 tentang Wajar
Penelitian ini direncanakan selama Pendidikan Dasar Sembilan Tahun,
6 (Enam) bulan yaitu dimulai dari idealnya respon kebijakan terhadap
bulan Februari 2017 sampai dengan polemik putus sekolah sudah
bulan Juli 2017 menghasilkan sebuah progres terukur.
Kabupaten Serang Sendiri
E. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki APK 64,92% (BPS Provinsi
1. Kendala Yang Dihadapi Pemeritah Banten 2016). Artinya APK Kabupaten
Kabupaten Serang Dalam Serang telah mencapai tenggat batas
Mendukung Kebijakan Wajib revisi respon kebijakan untuk ancangan
Belajar 9 Tahun. perbaikan repon.
Dari hasil "Focus Group
Discussion" yang dilakukan dan diikuti APK Kabupaten Serang Dari Tahun
oleh peneliti, teridentifikasi beberapa ke Tahun
kendala yang terkait dengan
APK (%)
wajardikdas 9 tahun di Kabupaten Usia
Serang, diantaranya adalah ada dua 2013 2014 2015 2016
yaitu faktor eksternal dan internal. 64,5
7-15 63,91 64,05 64,92
Representasi peserta FGD adalah 6
berasal dari Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Serang, Menurut data di atas, dapat
Praktisi Pendidikan yang tergabung disimpulkan bahwa ada kenaikan APK
dalam Dewan Pendidikan, Asosiasi dari tahun ke tahun, walaupun data
Kepala Sekolah, Komite Sekolah, tersebut tidak menunjukkan progres yang
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat signifikan, hal tersebut tidak sesuai dengan

334
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

PP No 47 tahun 2008 tentang wajib wilayah sarat kehidupan masyarakat


belajar dasar sembilan tahun. religius yang minus kesempatan kerja,
Refleksi kritis terbangun dari FGD pada sisi lain, menciptakan budaya
diatas dapat diuraikan ke dalam dua tema berpikir ‘calistung’ (baca tulis hitung)
besar yaitu eksternal dan internal untuk sebagai modal dasar yang diasumsikan
nantinya digaris bawahi ke dalam beberapa sudah cukup dengan tujuan akhir
catatan penting: adalah penciptaan lapangan kerja
a. Faktor Eksternal: sendiri dana atau modal mencari kerja
1) Demografis-Ekonomi di wilayah lain (terutama wilayah
Aspek demografis-ekonomi urban-metropolitan). Budaya pragmatis
sepertinya menjadi alasan primer putus seperti ini menyebar dengan mudahnya
atau tidak melanjutkan sekolah pada dari individu ke individu lain, atau
mereka dalam usia sekolah. Wilayah antar kelompok masyarakat di
lingkup Kecamatan Cikeusal misalnya, Kabupaten Serang dengan anggapan
mayoritas informan dan keluarga dasar bahwa lama tempuh sekolah
informan yang sempat ditemui peneliti, tidak berbanding lurus dengan
menyatakan keharusan untuk kesempatan lebih baik di lokus
membantu memenuhi nafkah keluarga demografis lokal, dan lebih lagi
menjadi alasan klise untuk ditambah budaya pikir prioritas
meninggalkan bangku sekolah. perbaikan ekonomi keluarga secara
Kontradiktif dengan program-program sederhana kerja di wilayah lain diatas
strategis ‘bantuan’ (dari pihak di luar perbaikan kesempatan melalui
pemerintah, dalam hal ini Dinas perbaikan pendidikan.
Pendidikan) dan ‘sumbangan’ (dari Dengan demikian, menurut peneliti
pihak lingkungan organik sekolah), aspek demografis memiliki peran yang
kondisi ekonomi seperti kewajiban cukup signifikan. ini selaras dengan
mencari nafkah penyambung hidup yang dikemukakan oleh John Stuart
cenderung terinternalisasi di benak Mill (dalam mantra, 2000,60) , yang
pelbagai pihak terlibat dalam mengatakan bahwa : Kondisi
penuntasan ‘wajib belajar Sembilan demografis akan mempengaruhi
tahun. perilaku masyarakat dalam kehidupan
Kondisi sosial-demografis sehari-hari, sehingga masyarakat
Kabupaten Serang dengan kondisi tersebut akan mencari wilayah atau

335
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

lapangan pekerjaan yang lebih mencurahkan perhatian yang lebih


menjanjikan untuk menghidupi mendalam kepada pendidikan anaknya
keluarganya. Sehingga arus urbanisasi apabila ia tidak disulitkan dengan
dari desa ke kota tidak bisa diabaikan, perkara kebutuhan-kebutuhan primer
oleh karena susahnya mencari kehidupan manusia
lapangan pekerjaan. 2) Budaya
Berbicara tentang ekonomi tidak Budaya ‘mondok’ atau ‘nyantren’
lepas dari pengeluaran rata-rata rumah dengan jangka waktu dari mulai
tangga perbulan. Asumsi ini bila setengah tahun sampai dengan satu
dijelaskan bahwa semakin tinggi rata- tahun, menurut tuturan Komite
rata pengeluaran rumah tangga Sekolah menjadi pendorong keluarnya
semakin rendah kemungkinan anak siswa-siswa usia sekolah diluar aspek
untuk meninggalkan sekolah (semakin ekonomi. Budaya ‘keluar begitu saja’
tinggi rata-rata konsumsi semakin dari sekolah dianggap sebagai sebuah
rendah drop out). Besarnya ‘kewajaran’ oleh masyarakat setempat
pengeluaran untuk konsumsi lokus penelitian ini. Setelah selesai
memberikan arti bahwa komponen program Pesantren, contohnya lagi,
pengeluaran konsumsi lebih penting siswa-siswa usia sekolah dengan
mereflesikan status ekonomi rumah pilihan ‘mondok’ tidak melanjutkan
tangga (Mulyanto Sumardi, 1986: 74). sekolah mereka. Sebaliknya mereka
Sementara kondisi ekonomi seperti juga tidak kembali ke Pondok
ini disebabkan berbagai faktor, di Pesantren. Implikasi dari pola sosial-
antaranya orang tua tidak mempunyai budaya ini adalah timbulnya kelompok
pekerjaan tetap, perceraian dan hanya masyarakat usia sekolah tanpa
mengandalkan diri sebagai buruh tani. pendidikan baik formal (sekolah)
Hal selaras juga dikemukakan oleh maupun informal (Pondok Pesantren
Gerungan (1998: 182) bahwa: dan sejenisnya). Relatif pada kondisi
Hubungan orang tua dengan anaknya ini, kelompok masyarakat tersebut
dalam status sosial-ekonomi serba berakhir menjadi pekerja serabutan,
cukup dan kurang mengalami tekanan- dalam artian mengerjakan apa saja
tekanan fundamental seperti dalam dimana saja.
memperoleh nafkah hidupnya yang Budaya merupakan faktor lain yang
memadai. Orang tuanya dapat terkait dengan kebiasaan masyarakat

336
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

disekitarnya. Rendahnya kesadaran sebagai "benar" dan "benar" oleh


orang tua atau masyarakat akan orang-orang yang mengidentifikasi diri
pentingnya pendidikan. Perilaku mereka sebagai anggota masyarakat
masyarakat khususnya di pedesaan b. Faktor Internal
dalam menyekolahkan anaknya lebih 1) Sumber Daya Manusia
banyak dipegaruhi oleh faktor Analisis peneliti bahwa
lingkungan, mereka beranggapan tanpa kesiapan sumber daya pemerintah
bersekolahpun anak-anak mereka dapat Kabupaten Serang, khususnya
hidup layak seperti anak lainnya yang kesiapan Dinas Pendidikan dan
bersekolah, oleh karena umumnya di Kebudayaan dalam
desa jumlah anak yang tidak mengimplementasikan kebijakan
bersekolah, dan mereka hidup layak, program wajib belajar pendidikan
maka kondisi seperti itu menjadi dasar sembilan tahun di daerah
landasan dalam kehidupan anaknya, Kabupaten Serang belum
pandangan banyak anak banyak rezeki menunjukan tingkat kesiapan yang
membuat masyarakat pedesaan lebih berarti. Hal ini tampak keberadaan
banyak mengarahkan anaknya yang pegawai baik kualitas maupun
masih usia sekolah diarahkan untuk kuantitas, jumlahnya masih sangat
membantu orang tua dalam mencari terbatas, rekruitmen pegawai negeri
nafkah, selain itu, orang tua dengan kualifikasi S1 belum
beranggapan daripada memilih berjalan karena kurangnya
anaknya disekolahkan pada sekolah anggaran yang tersedia, sehingga
formal lebih baik mereka masukkan berakibat pada kewenangan dalam
anaknya kepondok pesantren. pengambilan keputusan, demikian
Selaras dengan pendapat tersebut di pula kapabilitasnyapun dapat
atas, menurut para ahli, kebudayaan dikatakan belum memiliki kesiapan
adalah: Richard brisling (1990: 11) yang mumpuni. Hal ini disebabkan
Kebudayaan sebagai mengacu pada kewenangan dalam pengambilan
cita-cita bersama secara luas, nilai, keputusan serta kapabilitas
pembentukan dan penggunaan sumberdaya manusia sangat
kategori, asumsi tentang kehidupan, ditentukan oleh status dan tingkat
dan kegiatan goal-directed yang kependidikan pelaksana kebijakan
menjadi sadar tidak sadar diterima

337
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

program wajib belajar pendidikan dengan pengaturan orang-orang


dasar sembilan tahun. lain untuk melaksanakan berbagai
Sumber daya manusia sering pekerjaan yang dibutuhkan atau
diartikan sebagai daya yang bisa dibilang tidak melakukan
bersumber pada manusia yang pekerjaan-pekerjaan tersebut
dapat berupa tenaga (energi) sendirian.
ataupun kekuatan (power). Tenaga 2) Keterbatasan Anggaran
dan kekuatan yang bersumber dari Keterbatasan sarana kelas dan
manusia itu dapat berupa ide, ilmu gedung sekolah masih menjadi
pengetahuan, pengalaman, dan masalah klasik tanpa solusi
lain-lain yang berupa potensi fsik, paradoks dengan besaran jumlah
moral dan intelektual yang dana yang telah digulirkan
berwujud dalam bentuk pemerintah dalam usaha suksesi
pendidikan, keterampilan, program wajib belajar Sembilan
kesehatan, dan sebagainya (Zainun, tahun. Penambahan jumlah tenaga
1993) pengajar (guru SD, SMP) tidak
Sementara menurut ahli lain serta-merta menyelesaikan
yang dikemukakan oleh Hasibuan permasalahan wajib belajar
dalam Donni JP ( 2011: 131) Sembilan tahun.
mendefinisikan: Kebijakan publik bidang
Sumber Daya Manusia adalah pendidikan meliputi anggaran
kemampuan terpadu dari daya pikir pendidikan, kurikulum, rekrutmen
dan daya fisik yang dimiliki oleh tenaga kependidikan,
suatu individu. Pelaku dan sifatnya pengembangan profesional staf,
dilakukan oleh lingkungan dan tanah dan bangunan, pengelolaan
keturunannya, sedangkan prestasi sumber daya, dan kebijakan lain
kerjanya dimotivasi oleh keinginan yang bersentuhan langsung
agar bisa memenuhi kepuasannya. maupun tidak langsung atas
Sedangkan menurut Mary pendidikan. (Muhammad Munadi
Parker Follett dalam Donni J.P dan Barnawi, h. 19).
(2016:135) Sumber Daya Manusia Berbicara tentang mutu
merupakan suatu seni agar bisa pendidikan dalam perspektif
mencapai tujuan-tujuan organisasi manajemen pendidikan, maka

338
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

pembiayaan pendidikan merupakan kebijakan pendanaan yang terfokus


salah satu komponen masukan dan komprehensif. Untuk
instrumen (instrumental inpuf) mengukur dampak biaya
yang sangat penting dalam pendidikan terhadap mutu proses
penyelenggaraan pendidikan dan hasil belajar terdapat asumsi
khususnya di sekolah/madrasah). sebagai berikut: Pertama,
Dalam setiap upaya pencapaian berangsur-angsur dikembangkan
tujuan pendidikan, baik tujuan- kebijakan yang tidak membedakan
tujuan yang bersifat kuantitatif sekolah negeri dan suasta, Kedua,
maupun kualitatif, biaya bagi sekolah, baik negeri maupun
pendidikan mempunyai peranan suasta- yang dana masyarakatnya
yang sangat menentukan. Hampir cukup besar, pemerintah tidak
tidak ada upaya yang dapat perlu memberikan subsidi yang
mengabaikan peranan biaya, sama dengan sekolah yang
sehingga dapat dikatakan bahwa akumulasi dana masyarakatnya
tanpa biaya, proses pendidikan (di kecil. Ketiga, perlu dicari varian-
sekolah/madrasah) tidak berjalan. varian yang dapat dipakai untuk
Biaya (cost) dalam pengertian ini mendinamisasikan pendanaan
memilki cakupan yang luas, yakni pendidikan yang mengarah ke satu
semua jenis penyelenggaraan yang pola. Keempaf, subsidi parsial
berkenaan dengan semua jenis dipakai untuk menolong institusi
penyelenggaraan pendidikan, baik yang lemah, misalnya dengan
dalam bentuk uang, barang dan diberikan bantuan gedung, guru
tenaga fyang dapat diuangkan). atau bantuan lain yang memberi
Dalam pengertian ini misalnya, efek ganda.
iuran siswa adalah jelas merupakan 3) Validitas Data
biaya, tetapi semua sarana fisik, Validitas data disertai
baik sekolah maupun guru juga keraguan atas kebenaran data
adalah biaya (Dedi Supriadi, menjadi faktor penambah
2003:4). kompleksitas akar masalah
Terkait dengan kebijakan kebijakan Kebijakan Wajib
pembiayaan (Pendanaan) Belajar Pendidikan Dasar
pendidikan perlu pola dasar

339
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Sembilan Tahun di Kabupaten pelaksanaan seluruh pelaksanaan


Serang. kebijakan untuk menjamin agar
Mekanisme penggalangan data pelaksanaannya berjalan sesuai
dari pelaporan berkala dan tertib- dengan rencana atau tujuan yang
admnistrasi menjadi kendala telah ditentukan sebelumnya.
pencapaian validitas dan reliabilitas Sedangkan evaluasi didefinisikan
data acuan Dinas Pendidikan dalam sebagai proses pengukuran dan
rancangan program-program solusi pembandingan dari hasil-hasil
kebijakan. pekerjaan yang nyatanya dicapai
4) Monitoring dengan hasil-hasil yang seharusnya
Kendala internal lain, menurut di capai. Baik pengawasan maupun
representasi dinas pendidikan, evaluasi dilaksanakan sebagai
adalah pada belum optimalnya upaya untuk melakukan perbaikan
proses monitoring ‘siapa sajakah atas segala kegiatan.
sebetulnya anak-anak putus
sekolah?’. Tercatatnya siswa-siswa 2. Sosialisasi Wajib Belajar 9 Tahun
putus sekolah yang digunakan Dari Pemerintah Kabupaten Serang
selama ini (by name dan by Dari hasil "Focus Group Discussion"
address) seringkali tidak yang dilakukan dan diikuti oleh peneliti,
menyelesaikan masalah sebab ada beberapa langkah yang telah dilakukan
kebanyakan kasus ditemukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dalam
dalam monitoring tidak hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
menemukan siswa-siswa tersebut di Kabupaten Serang. Diantaranya
atas di lokasi tempat tinggal Dinas sudah memberikan sosialisasi
mereka. Bahkan, pada kasus wajardikas 9 tahun kepada Kepala
tertentu ditemukan siswa-siswa Sekolah, melalui rapat pembinaan Kepala
putus bangku sekolah ini sudah Sekolah yang diselenggarakan satu bulan
meninggalkan Banten untuk sekali.
bekerja di kota-kota besar seperti Pelibatan Komite Sekolah dalam
Jakarta, Bandung, dan lainnya. sosialisasi program ini, tapi hanya
Menurut Siagian (1970:170) dilakukan 2-3 saja.
mengemukakan bahwa monitoring Dinas pendidikan sudah melakukan
ialah proses pengamatan dari beberapaka kali sosialisasi kepada

340
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

masyarakat melalui komite sekolah, dan mewadahi kegiatan pengimplementasian


kepala sekolah, harapannya agar Kepala kebijakan ini, disamping itu, Keterbatasan
Sekolah dan Komite Sekolah dapat anggaran seperti sarana kelas dan gedung
menyampaikan kepada masyarakat terkait sekolah masih menjadi masalah klasik
dengan wajardikas sembilan tahun, namun tanpa solusi paradoks dengan besaran
disadari sosialisassi tersebut tidak cukup, jumlah dana yang telah digulirkan
hal ini disebabkan oleh keterbatasan pemerintah dalam usaha suksesi program
pegawai yang ada di pemerintahan. wajib belajar Sembilan tahun, Validitas
data disertai keraguan atas kebenaran data
3. Karaktersitik Anak Putus Sekolah menjadi faktor penambah kompleksitas
Usia 7-15 Tahun di Kabupaten akar masalah kebijakan Kebijakan Wajib
Serang Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Dari hasil "wawancara" yang Tahun di Kabupaten Serang, dan belum
dilakukan dan diikuti oleh peneliti, optimalnya proses monitoring ‘siapa
teridentifikasi beberapa karaktersitik anak sajakah sebetulnya anak-anak putus
putus sekolah usia 7-15 tahun, diantaranya sekolah?’. Tercatatnya siswa-siswa putus
: sekolah yang digunakan selama ini (by
a. Malas name dan by address) seringkali tidak
b. Ikut-ikutan (lingkungan) menyelesaikan masalah sebab kebanyakan
c. Faktor ekonomi kasus ditemukan dalam monitoring tidak
d. Lingkungan tempat tinggal menemukan siswa-siswa tersebut di atas di
Refleksi lokasi tempat tinggal mereka. Bahkan,
Implementasi kebijakan wajib belajar pada kasus tertentu ditemukan siswa-siswa
pendidikan dasar sembilan tahun di daerah putus bangku sekolah ini sudah
Kabupaten Serang, secara keseluruhan meninggalkan Banten untuk bekerja di
belum optimal, dikarenakan adanya kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
kendala yang dihadapi, berupa masih dan lainnya.
adanya anak putus sekolah di Kabupaten Adapun kendala eksternal yang
Serang, secara internal ada beberapa menjadikan belum optimalnya program
kendala yang dihadapi Pemerintah pendidikan sembilan tahun di Kabupaten
Kabupaten Serang dalam mensukseskan Serang adalah Aspek demografis-ekonomi,
program ini, diantaranya kesiapan dan budaya, ini sepertinya menjadi alasan
sumberdaya aparat yang belum mampu primer putus atau berhenti sekolah pada

341
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

mereka dalam usia sekolah sehingga ini siswa-siswa disekolah, dan melaporkan
juga menghambat keberhasilan program kondisi terbaru dari siswa-siwanya,
wajib belajar 9 tahun. maupun komite sekolah yang mewakili
Selain itu, peran komite sekolah orang tua dan masyarakat setempat, dan
kurang optimal, karena Komite Sekolah komite sekolah harusnya bisa dijadikan
yang selama ini diharapkan sebagai ujung tombak dalam proses sosisalisasi
‘government watchdog’ menjadi program ini, karena mereka adalah pihak
cenderung disfungtif saat keterbatasan atau yang berhubungan langsung dengan
bisa dikatan tidak adanya otoritas masyarakat, mereka adalah suara dan
mengambil keputusan semakin aspirasi masyarakat, sehingga dengan
mengecilkan peran Komite. Representasi mengoptimalkan peran komite sekolah
Komite Sekolah terlihat memahami jelas dalam sosialisasi program ini, diharapkan
permasalahan actual-faktual polemik putus kedepan program wajardikdas sembilan
sekolah, namun sebagai ‘mediator’ suara tahun di Kabupaten Serang bisa lebih
(voice) perwakilan warga pelajar, fungsi optimal.
mediasi tidak terbentuk sebagaimana
mestinya. Penyampaian paparan Komite F. KESIMPULAN DAN SARAN
menduduki peringkat kedua setelah Kesimpulan
referensi data berupa angka-angka hasil Implementasi kebijakan wajib belajar
monitoring dan atau koordinasi antar pendidikan dasar sembilan tahun di
SKPD seperti data Litbang Bappeda serta Kabupaten Serang, secara keseluruhan
BPS. belum optimal, dikarenakan ada beberapa
Sebagaimana yang diakui oleh Dinas permasalahan yang dihadapi diantaranya:
Pendikan dan Kebudayaan Kabupaten, 1. Kendala Yang Dihadapi Pemeritah
proses sosialisasi wajib belajar 9 tahun Kabupaten Serang Dalam Mendukung
telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebijakan Wajib Belajar 9 Tahun,
Kebudayaan Kabupaten Serang dengan yaitu:
melibatkan pemangku-pemangku a. Demografis-Ekonomi Kabupaten
pendidikan, baik itu kepala sekolah yang Serang menciptakan kondisi
terlibat langsung dilapangan, yang tahu eksternal pembatas antara Sekolah-
kondisi siswa dan masyarakat sekolahnya, Dindik-masyarakat, dalam artian
yang sering berkoordinasi dengan Dinas kondisi demografis ekonomi lebih
Pendidikan dan Kebudayaan mengenai mendorong budaya cepat kerja.

342
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

b. Budaya ‘mondok pesantren’ saja, sehingga anggaran BOS tidak


Budaya ‘mondok’ atau ‘nyantren’ menjadi optimal dalam menyerap
dengan jangka waktu dari mulai anak anak-anak miskin yang rentan
setengah tahun sampai dengan satu terhadap putus sekolah.
tahun, menurut tuturan Komite d. Keterbatasan Anggaran,
Sekolah menjadi pendorong Keterbatasan sarana kelas dan
keluarnya siswa-siswa usia sekolah gedung sekolah masih menjadi
diluar aspek ekonomi. Budaya masalah klise dalam dunia
‘keluar begitu saja’ dari sekolah pendidikan di Indonesia, ini juga
dianggap sebagai sebuah dirasakan oleh Dinas Pendidikan
‘kewajaran’ oleh masyarakat dan Kebudayaan Kabupaten
setempat lokus penelitian ini. Serang, kurangnya anggaran untuk
Budaya mondok ini banyaknya rehab ruang kelas yang tidak laik
ditemukan dikalangan perempuan, pakai, ini menjadi kendala internal
itu terjadi karena adanya anggapan dalam anggaran.
dari orang tua bahwa perempuan e. Validitas Data, Validitas data
tidak mesti sekolah tinggi, karena mengenai anak yang putus sekolah
nantinya hanya menjadi ibu rumah disertai keraguan atas kebenaran
tangga saja, sudah cukup dengan data menjadi faktor penambah
baca tulis saja. kompleksitas akar masalah
c. Sumber Daya Manusia, kebijakan Kebijakan Wajib
Kekurangan Pegawai Negeri Sipil Belajar Pendidikan Dasar
di lingkungan Dinas Pendidikan Sembilan Tahun di Kabupaten
dan Kebudayaan Kabupaten Serang. Mekanisme penggalangan
Serang, khususnya untuk tenaga data dari pelaporan berkala dan
pendidik cukup besar, jadi untuk tertib-admnistrasi menjadi kendala
menutupi KBM di sekolah, pencapaian validitas dan reliabilitas
akhirnya dinas mengangkat tenaga data acuan Dinas Pendidikan dalam
honorer, dan mau tidak mau itu rancangan program-program solusi
memberatkan anggaran BOS, BOS kebijakan
yang seharusnya untuk mencover f. Monitoring, belum optimalnya
siswa-siswa miskin, terbebani proses monitoring dari dinas
untuk biaya honor guru honorer Pendidikan dan Kebudayaan

343
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Kabupaten Serang terhadap data kebijakan (misalnya bantuan siswa


anak yang putu sekolah putus sekolah).
3. Siswa putus sekolah harus dijadikan
2. Sosialisasi Wajib Belajar 9 Tahun Dari sebagai isu sistemik dengan tidak
Pemerintah Kabupaten Serang hanya memandang sempit persoalan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan administrasi. Namun, perlu ada tindak
Kabupaten Serang, sudah melakukan lanjut secara komprehensif yang
sosialisasi, namun belum optimal karena melibatkan berbagai stakeholder
hanya sebatas melibatkan Kepala Sekolah terkait.
dan Komite Sekolah, sedangkan dari unsur 4. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
masyarakatnya tidak ada. harus melakukan bargaining baik
3. Karakteristik Anak Putus Sekolah. dengan eksekutif maupun legislatif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan ketersediaan anggaran
dan diikuti oleh peneliti, teridentifikasi yang dibutuhkan.
beberapa karaktersitik anak putus sekolah 5. Perlu dibuat regulasi Perda/Perbup
usia 7-15 tahun, diantaranya : sebagai implementasi dari PP no 47
a. Malas tahun 2008 tentang wajardikdas
b. Ikut-ikutan (lingkungan) sembilan tahun.
c. Faktor ekonomi 6. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
d. Lingkungan tempat tinggal harus memiliki data base siswa putus
sekolah setiap tahun.
Saran 7. Harus dilakukan monitoring dan
Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi wajardikdas secara
simpulan yang telah dipaparkan di atas, berjenjang.
berikut diajukan saran-saran sebagai 8. Sosialisasi kepada masyarakat harus
berikut: lebih massif.
1. Dinas Pendidikan harus menyiapkan
Sumber Daya Manusia yang memadai,
baik yang ada di struktural (kantor)
maupun fungsional (guru)
2. Data anak usia putus sekolah dari BPS
harus diverifikasi, hal ini penting
karena untuk menentukan arah

344
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional


Republik Indonesia. 2003. Undang-
A, W Gerungan. 1998. Psikologi Undang Republik Indonesia Nomor 20
Sosial. Jakarta: Eresco. Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Abdul Wahab, Solichin. 1990. Nasional. Jakarta: Depdiknas RI.
Pengantar Analisis Kebijakan Negara. Djojonegoro, Wardiman. 1992.
Jakarta: Rineka Cipta. Pengembangan Sumberdaya Manusia
Afandi, Agus, dkk. 2014. Modul Melalui Sekolah Menengah Kejuruan.
Participatory Action Research (PAR), Jakarta: Balai Pustaka.
LPPM IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Donaldson, Thomas dan Lee E.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Preston. 1995. “The Stakeholder Theory of
Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta. The Corporation: Concepts, Evidence, and
Atweh Bill, Kemmis Stephen and Implications. The Academy of
Weeks Patricia. 2002. Action Research in Management Review, Vol.20, No. 1.
practice partnerships for social justice in Evers, Hans-Dieter dan Mulyanto
education, Routledge: London. Sumardi (ed.). 1982. Kemiskinan dan
Borgatti, Stephen P. and Halgin, Kebutuhan Pokok (Poverty and Basic
Daniel S. 2011. “On Network Theory”. Needs). Jakarta: CV Rajawali/Yayasan
Organization Science Article in Advance, Ilmu-Ilmu Sosial.
pp. 1-14 ISSN 1047-7039 EISSN 1526- Fatah Nanang, 2013. Analisis
5455 Kebijakan. Pendidikan. Bandung: PT.
BPS Provinsi Banten Tahun 2016 Remaja Rosdakarya.
Brisling, Richard. 1990. Translation, Frederickson, H. George. 1997.
Application and Research. New York: The Spirit of Public Administration.
Oxpord University Press. California:Jossey-Bass.
Chevalier, J.M. and Buckles, Goldsmith, Stephen and Eggers,
D.J.,2013. Participatory Action Research: William D. 2004. Governing by
Theory and Methods for Engaged Inquiry. Network. Washington DC: Brookings
London: Routledge. Institusion Press
D. Gunarsa, Singgih, Yulia Singgih. Grindle, Merilee S. 1980. Politics and
2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Policy Implementation in The Third
Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. World. United States of America:
Princeton University Press.

345
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Habermas, J. 1992. Postmetaphysical Innovation in the Public Sector. Network


thinking: philosophical essays (W.M. Governnace: Theories, Methods, and
Hohengarten, Trans.). Cambridge, practice. RUC October 2011.
Massachusetts: MIT Press. Moleog Lexy J. 2008. ”Metodologi
Hogwood, Brian W, and Lewis A. Penelitian Kualitatif” (Bandung: Remaja
Gunn, 1986. Policy Analysis for the Rosdakarya Offset.
Real World, Oxford University Press. Muhajir Noeng, 2000. Metodologi
Huseini, Martani, 1989. Perencanaan Penelitian Kualitatif, edisi IV, Jogjakarta:
Strategik Dalam Organisasi. Jakarta, PAU Rake Sarasin.
Ilmu-ilmu Sosial UI. Mulyasa E. 2002. Manajemen
Jalal Fasli dan Supriadi Dedi (cd.). Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja
2001. Reformasi Pmdidikan Dalam Rosdakarya.
Kanteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Musfiqon. 2007. Menangani Putus
Adicita Karya Nusa. Sekolah. Rianeka Cipta
Jones, Charles O.1996. Pengantar Jakarta.
Keijakan Publik (Publik Policy) Nugroho, Riant. 2008. Public
Terjemahan Rick Ismanto, Jakarta: Policy: Teori Kebijakan–Analisis
Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Kebijakan–Proses. Jakarta: Elex Media
Lay, Cornelis dan Masudi, Wawan. Komputindo.
2005. “Perkembangan Kajian Ilmu OECD/Asian Development Bank.
Pemerintahan”. Jurnal Ilmu Sosial dan 2003. Education in Indonesia: Rising to
Ilmu Politik. Volume 9, Nomor 2, the challenge, OECD Publishing, Paris.
November 2005. Osborne, Stephen P. (ED) 2010. The
Lester, James P, Stewart, Joseph. New Public Governance?. New York:
2000. Public Policy An Evolutionary Routledge.
Approach, Wadsworth, Stamford, USA. Peraturan Pemerintah Republik
LKPJ Dinas Pendidikan dan Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang
Kebudayaan 2016 Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Mantra, Ida Bagus, 2000. Demografi Pendidikan.
Umum. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Ratna Zunita Putri 2013. Fenomena
Yogyakarta. Pengemis Anak Studi Kualitatif Proses
Martinez, Laia. 2011. “Governance Sosialisasi Serta Eksploitasi Ekonomi
Networks as Collaborative platforms for pada Pengemis Anak Di Makam Sunan

346
JIPAGS, Volume 2 Nomor 2 Juli 2018, 323-347

Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Administration, Victoria University of


Gresik, Program Studi Sosiologi, Fakultas Wellington, Wellington: New Zealand.
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Supriadi Dedi. 2003. Satuan Biaya
Airlangga. Pendidikan Dasar dan Menengah,
Reason, P. & Bradbury, H. 2001. Biandung: Remaja Rosdakarya.
Inquiry and participation in search of a Suwatno dan J.P.Donni. 2011.
world worthy of human Aspiration. In P. Manajemen SDM: Dalam Organisasi
Reason & H. Bradbury (Eds.), Handbook Publik dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
of action research: Participative inquiry Tangkilisan, Hessel Nogi. S. 2003.
and practice. London: Sage. Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:
Ripley and Franklin; 1982. Policy Lukman Offset.
Implementation and Bureaucracy; Thoha, 2012. Birokrasi Politik.
Chicago; Dorsey Press. Chicago. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Rohman Arif, 2009. Politik Ideologi Torres, M. 2004. The role of
Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang participatory democracy in the critical
Mediatama. praxis of social justice. In J. O’Donnell,
S. Nasution. 2004. Sosiologi M. Pruyn, & R. Chavez Chavez (Eds.),
Pendidikan. Jakarta; Bumi Aksara. Social justice in these times. Greenwich
Siagian, Sondang, P. 1970 . Filsafat Connecticut: Information Age Publishing.
Administrasi. Bandung: Bumi Aksara. Ulrich (dalam Riswanda et.al, 2016)
Sidi Indra Djati. 2001. Memijit Wadsworth Yoland. 1998. What is
Masyarakat Belajar: Menggapai Participatory Action Research (articel)?
Paradigma Ham Pendidikan. Jakarta: PT Action research international.
Logos Wacana llmu.
Simon & Schuster. 1983. Webster's
New Twentieth Country Dictionary of the
English Language. New York: The World
Publishing Company, William Collins &
World Publishing Co., Inc.
Smith, Thomas B. 1973. The Policy
Implementation Process. School of
Political Science and Public

347

You might also like