Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Hospitalization can cause anxiety and stress at all age levels. The cause of anxiety is
influenced by many factors, both from the officer factor (nurses, doctors and other health personnel),
the new environment, and the accompanying family during the treatment. Children sometimes
perceive hospitalization as punishment so that children will feel shame, guilt, or fear. This leads to
aggressive reactions such as anger and rebellion, verbal expression by saying angry words, not
cooperating with nurses, thus affecting the treatment process while in hospital. The present study
aimed at investigating the effect of hospitalization on anxiety levels of toddler in Puskesmas Tampa
Padang. This research is an descriptive research with cross sectional design. Research subjects taken
by purposive sampling counted 63 people. The data were analyzed using fisher's exact test. The results
showed that hospitalization influenced toddler child's anxiety level (p 0.005). It is expected that health
workers continue to provide good services and continue to maintain communication to children and
families so that children feel comfortable during the process of hospitalization.
baik dari faktor petugas (perawat, dokter dan yang lebih lama bahkan akan mempercepat
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, terjadinya komplikasi-komplikasi selama
maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam et al., 2005).
perawatan. Keluarga sering merasa cemas
dengan perkembangan keadaan anaknya, METODE PENELITIAN
pengobatan dan biaya perawatan. Meskipun Jenis Penelitian
dampak tersebut tidak bersifat langsung Jenis penelitian yang digunakan dalam
terhadap anak, secara psikologis anak akan penelitian ini adalah deskriptif dengan
merasakan perubahan perilaku dari orang tua rancangan cross sectional.
yang mendampingi selama perawatan
(Nursalam et al., 2005). Perawatan di rumah Populasi dan Sampel
sakit juga sering kali dipersepsikan anak Populasi dalam penelitian ini adalah
sebagai hukuman sehingga anak akan merasa semua anak yang dirawat di Ruang Rawat Inap
malu, bersalah, atau takut. Hal ini menimbulkan Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju.
reaksi agresif dengan marah dan berontak, Subjek penelitian diambil secara purposive
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata sampling, setelah diberikan informed consent
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan memenuhi kriteria inklusi antara lain: anak
apabila kondisi itu terjadi maka akan yang berusia 1 – 3 tahun, anak atau keluarga
mempengaruhi proses perawatan saat di rumah bisa diajak berkomunikasi, anak berdomisili di
sakit. Penelitian membuktikan bahwa wilayah Kalukku.
hospitalisasi anak dapat menjadi suatu Subjek penelitian berjumlah 63 orang.
permasalahan yang menimbulkan trauma baik Penentuan besar sampel dalam penelitian ini
bagi anak maupun orang tua sehingga menggunakan rumus Slovin (Sevilla &
menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat Consuelo, 2007) sebagai berikut:
berdampak pada kerjasama anak dan orang tua
dalam perawatan anak selama di rumah sakit N
(Supartini, 2004). n=
Puskesmas Tampa Padang merupakan N (d)² + 1
salah satu puskesmas perawatan di Kabupaten
Mamuju. Berdasarkan hasil observasi peneliti Keterangan :
di ruang rawat inap Puskesmas Tampa Padang n = Besar sampel
jumlah pasien anak meningkat setiap tahunnya. N = Besar populasi
Diperkirakan sejak tahun 2013 sampai 2015 d = Tingkat signifikansi (0,1).
pasien anak berjumlah 428 orang, dengan Dari rumus diatas dapat dihitung besar sampel
jumlah pasien anak pada tahun 2015 sebanyak yang akan diambil adalah:
173 anak. Berdasarkan klasifikasi umur terdiri
dari: usia 0-12 bulan sebanyak 13 orang; usia 1 n = 173
– 3 tahun sebanyak 39 orang, usia 4 – 6 tahun N (d)² + 1
sebanyak 28 orang, usia 7 – 12 tahun sebanyak
48 orang, usia 13 – 18 tahun 43 orang. Kondisi n = 173
anak yang dirawat sering gelisah, rewel dan 173 (0,1)² + 1
selalu ingin ditemani saat menjalani proses
perawatan. Anak juga sering menangis dan n = 173
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan 2,73
yang dialami beragam, mulai dari rasa cemas
terhadap petugas kesehatan seperti dokter, n = 63
perawat, dan bidan, serta tindakan medis, cemas
karena nyeri yang dialami, rasa cemas karena Teknik Pengumpulan Data
berada pada tempat dan lingkungan baru, rasa Instrument yang digunakan dalam
cemas akibat perpisahan dengan saudaranya. penelitian ini adalah kuesioner. Hospitalisasi
Respon anak tersebut dapat menjadi kendala dinilai dari lamanya hari rawat anak. Tingkat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang kecemasan diukur menggunakan lembar
akan diberikan sehingga menghambat proses observasi Hamilton Rating Scale for Anxiety.
penyembuhan dan mengakibatkan perawatan
Analisa data deskriptif dengan menampilkan distribusi dan
Analisis data dilakukan dengan analisis persentase dari tiap variabel. Selanjutnya
2 Jurnal Kesehatan MANARANG
Volume 3, Nomor 2, Desember 2017 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
Variabel Penelitian n %
Hospitalisasi
Cepat (1 – 3 hari) 59 93.4
Lama (4 – 5 hari) 4 6.4
Tingkat Kecemasan
Tidak Cemas 55 87.3
Cemas 8 12.7
bahwa anak paling banyak cemas ringan di hari baru saja berpisah dari teman bermain,
pertama. Hal tersebut karena anak lingkungan tempat tinggal, hilang
kendali,cedera dan nyeri, lingkungan baru saat
hospitalisasi (Suliswati, 2005; Donna L. Wong,
2008).
Tingkat Kecemasan
Variabel N % p
Tidak Cemas % Cemas %
Hospitalisai
Cepat 54 85.7 5 7.9 59 93.7 0,005
Lama 1 1.60 3 4.8 4 6.3
55 87.3 8 12.7 63 100
Respon anak yang dirawat di Ruang Menurut Wong (2003), stres utama dari
Rawat Inap Puskesmas Tampa Padang dapat masa bayi pertengahan sampai usia prasekolah,
diobservasi seperti sering gelisah, rewel dan terutama untuk anak-anak yang berusia 6 bulan
selalu ingin ditemani saat menjalani proses sampai 30 bulan adalah kecemasan akibat
perawatan. Anak juga sering menangis dan perpisahan yang disebut sebagai depresi
mengatakan ingin pulang. Penyebab kecemasan anaklitik. Pada kondisi cemas akibat perpisahan
yang dialami beragam, mulai dari rasa cemas anak akan memberikan respon berupa
terhadap petugas kesehatan seperti dokter, perubahan perilaku. Manifestasi kecemasan
perawat, dan bidan, serta tindakan medis, cemas yang timbul terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a)
karena nyeri yang dialami, berada pada tempat fase protes (phase of protest) anak-anak
dan lingkungan baru dan rasa cemas akibat bereaksi secara agresif dengan menangis dan
perpisahan dengan saudaranya. Hal ini sesuai berteriak memanggil orang tua, menarik
dengan teori yang menyatakan hospitalisasi perhatian agar orang lain tahu bahwa ia tidak
dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
mengancam dan merupakan sebuah stressor, perhatian orang asing atau orang lain dan sulit
serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan ditenangkan; (b) fase putus asa (phase of
keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena anak despair) dimana tangisan akan berhenti dan
tidak memahami mengapa dia dirawat, stres muncul depresi yang terlihat adalah anak
dengan adanya perubahan akan status kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain
kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari- atau terhadap makanan dan menarik diri dari
hari dan keterbatasan mekanisme koping. orang lain; dan (c) fase menolak (phase of
Menurut Alimul (2005) anak akan memberikan denial) merupakan fase terakhir yaitu fase
reaksi saat sakit dan mengalami proses pelepasan atau penyangkalan, dimana anak
hospitalisasi. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh tampak mulai mampu menyesuaikan diri
tingkat perkembangan, pengalaman terhadap kehilangan, tertarik pada lingkungan
sebelumnya, support system dalam keluarga, sekitar, bermain dengan orang lain dan tampak
keterampilan koping dan berat ringannya membentuk hubungan baru, meskipun perilaku
penyakit. Menurut Wong (2003) perasaan tersebut dilakukan merupakan hasil dari
merupakan respons emosional yang dapat kepasrahan dan bukan merupakan kesenangan.
diakibatkan oleh cemas akibat perpisahan, Responden pada penelitian ini adalah
kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. anak toddler (umur 1 – 3 tahun), sehingga kita
Kecemasan yang timbul merupakan respon dapat melihat beberapa respon kecemasan
emosional terhadap penilaian sesuatu yang seperti di atas. Hal ini sesuai dengan teori
berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak Ericson dalam (Price & Gwin, 2005), bahwa
pasti dan tidak berdaya (Stuart & Sundeen, pada fase ini anak sedang mengembangkan
2010). kemampuan otonominya. Akibat sakit dan
dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan Keterbatasan aktifitas, kurangnya kemampuan
kebebasan dalam mengembangkan otonominya. untuk memilih dan perubahan rutinitas dan
ritual akan menyebabkan anak merasa tidak terjadi penurunan tingkat kecemasan sesudah
berdaya. Toddler bergantung pada konsistensi dilakukan therapeutic peer play.
dan familiaritas ritual harian guna memberikan Berdasarkan hasil penelitian ini penulis
stabilitas dan kendali selama masa pertumbuhan melihat perlu upaya dari berbagai pihak untuk
dan perkembangan. Area toddler dalam hal memenuhi standar pelayanan minimal di
ritual mencakup makan, tidur, mandi, toileting puskesmas, khususnya pelayanan rawat inap
dan bermain. Jika rutinitas tersebut terganggu, bagi pasien anak. Beberapa upaya yang dapat
maka dapat terjadi kemunduran terhadap dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
kemampuan yang sudah dicapai atau disebut masalah ketakutan dan kecemasan anak akibat
dengan regresi (Wong, 2003). hospitalisasi antara lain:
Pemahaman toddler tentang citra tubuh, 1. Pendekatan kepada orang tua dan anak.
terutama definisi batasan tubuh, Pendekatan yang dapat dilakukan perawat
perkembangannya masih sangat buruk. kepada orang tua dan anak adalah dengan
Pengalaman intrusif seperti pemeriksaan telinga memberikan penjelasan setiap melakukan
atau mulut atau pemeriksaan suhu rektal tindakan, selalu berkomunikasi tentang
merupakan prosedur yang sangat mencemaskan perkembangan kesehatan anak, dan
dan toddler bereaksi sama kerasnya dengan memberikan motivasi pada orang tua dan
prosedur yang menyakitkan. Secara umum, anak untuk mengatasi ketakutan dan
anak dalam kelompok usia ini terus bereaksi kecemasannya.
dengan kemarahan emosional yang kuat dan 2. Memberi lingkungan yang aman dan
resistensi fisik terhadap pengalaman nyeri baik nyaman.
yang aktual maupun yang dirasakan. Perilaku Memberi lingkungan yang aman pada anak
yang mengindikasikan nyeri antara lain, misalnya lingkungan yang terhindar dari
meringis kesakitan, mengatupkan gigi dan atau bahaya seperti jatuh dari tempat tidur,
bibir, membuka mata lebar-lebar, keluarga atau orang terdekat selalu ada dekat
mengguncang-guncang, menggosok-gosok, dan anak. Perawat dapat berkolaborasi dengan
bertindak agresif, seperti menggigit, keluarga dalam perawatan anak. Selain
menendang, memukul, atau melarikan diri. lingkungan yang aman juga nyaman bagi
Tidak seperti orang dewasa yang biasanya pasien seperti membatasi pengunjung
mengurangi aktifitasnya pada saat nyeri, anak- sehingga anak dapat beristirahat.
anak cenderung lebih gelisah dan sangat aktif, 3. Menyediakan mainan
seringkali respon ini tidak diketahui sebagai Puskesmas harus menyediakan mainan dan
akibat dari nyeri. Diakhir periode ini, toddler arena bermain untuk pasien anak. Proses
biasanya mampu mengkomunikasikan nyeri asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan
dengan cara menunjuk area spesifik nyeri yang metode bermain. Jika puskesmas tidak
mereka rasakan, meskipun begitu anak belum mempunyai fasilitas bermain bagi anak,
mampu menggambarkan jenis dan intensitas perawat harus kreatif membuat mainan dari
nyeri (Utami, 2014). alat atau bahan sederhana yang tersedia di
Penelitian lain yang menunjukkan lingkungan puskesmas. Selain itu keluarga
bahwa hospitalisasi mempengaruhi tingkat juga boleh membawakan mainan kesukaan
kecemasan anak adalah penelitin yang anak dari rumah.
dilakukan oleh (Nursondang, Setiawati, & Diharapkan dengan upaya ini dapat
Elliya, 2015). Kecemasan yang diakibatkan mengatasi ketakutan dan kecemasan anak
oleh proses hospitalisasi dapat diminimalkan selama proses hospitalisasi.
dengan adanya dukungan keluarga. Selain
dukungan keluarga cara lain untuk menurunkan KESIMPULAN DAN SARAN
kecemasan anak dapat dilakukan dengan terapi Ada pengaruh hospitalisasi terhadap tingkat
bermain, hal ini sesuai dengan hasil penelitian kecemasan anak di Ruang Rawat Inap
(Solikhah, 2011) yang menyatakan bahwa Puskesmas Tampa Padang Kabupaten Mamuju.
Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya
perawat dapat meminimalkan tingkat
kecemasan anak selama hospitalisasi dengan
terus menjaga komunikasi pada anak dan
keluarga, menciptakan lingkunan yang aman
dan nyaman serta menyediakan mainan, sehingga anak merasa nyaman selama proses