You are on page 1of 7

Discovey Vol. 5 No.

1 Maret 2020 1

TINGKAT KESESUAIAN PROSES PELAYANAN RESEP DI UNIT FARMASI


RAWAT JALAN TERHADAP STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL DI RUMAH
SAKIT

Gugus Virianti
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
email: guestveiry@gmail.com

Abstract: Prescription service is an important part in ensuring the success of patient therapy.
In addition, prescription service is also a complex process because it requires precision and
accuracy in each of its activities. Therefore, a Standard Operating Procedure (SOP) is needed to
guide the prescription service process. The aim of this study is to evaluate the suitability of the
prescription service process in outpatient pharmacy unit of a hospital based on SOP. The type of
this research was an observational. Data were collected in August 2018 crosssectionally. Samples
were taken by simple random sampling whose research population were all of outpatient
prescriptions. The inclusion criteria were the prescription listed in the prescription service SOP.
The exclusion criteria are prescription that were not listed in the prescription service SOP. Data
were collected using observation instruments to evaluate the process of receiving prescription,
medicine preparation and dispensing. Furthermore, the data were analyzed descriptively using a
comparison of the level of suitability with SOP. The results obtained was that 372 prescriptions
meet the inclusion criteria. Prescriptions were received based on SOP (6,5%), prescriptions were
prepared based on SOP (22,8%), prescriptions were labeled based on SOP (33,6%) and
prescriptions dispensed based on SOP (20,7%). There not all prescriptions are served based on
SOP. The biggest discrepancy with the SOP was the process of checking prescriptions and
rechecking. Discrepancy with SPO was caused by the lack of pharmacists, the high workload of
pharmacists and lack of accessibility to SOP documents.
Keywords: Prescription Service; Standard Operating Procedures; Outpatient

Abstrak: Pelayanan resep merupakan bagian penting dalam menjamin keberhasilan terapi pasien.
Selain itu, pelayanan resep juga merupakan proses yang kompleks karena membutuhkan ketelitian
dan kecermatan dalam setiap aktivitasnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu Standar Prosedur
Operasional (SPO) sebagai panduan proses pelayanan resep. Tujuan penelitian ini adalah
mengevaluasi kesesuaian pelayanan resep di farmasi rawat jalan rumah sakit terhadap SPO. Jenis
penelitian ini adalah observasional. Pengambilan data dilakukan secara potong-lintang pada bulan
Agustus 2018. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan populasi penelitian
adalah seluruh resep untuk pasien rawat jalan. Kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu resep yang
tercantum dalam SPO pelayanan resep. Kriteria eksklusinya yaitu resep yang tidak tercantum
dalam SPO pelayanan resep. Data diambil menggunakan instrumen observasi untuk evaluasi
proses penerimaan resep, penyiapan dan penyerahan obat. Selanjutnya data dianalisis secara
deskriptif menggunakan perbandingan tingkat kesesuaian terhadap SPO. Hasil penelitian diperoleh
372 resep yang memenuhi kriteria inklusi. Resep yang diterima sesuai SPO (6,5%), resep yang
disiapkan obatnya sesuai SPO (22,8%), resep yang disiapkan etiketnya sesuai SPO (33,6%), resep
yang obatnya diserahkan kepada pasien sesuai SPO (20,7%). Belum seluruhnya resep dilayani
sesuai SPO, ketidaksesuaian terbesar terhadap SPO terjadi pada proses mengkaji resep dan
mengkaji ulang resep. Ketidaksesuaian proses pelayanan resep terhadap SPO disebabkan oleh
kurangnya jumlah apoteker dan tingginya beban kerja apoteker serta kurangnya aksestabilitas
terhadap dokumen SPO.
Kata kunci: Pelayanan Resep; Standar Prosedur Operasional; Rawat Jala
2 Gugus Virianti : Tingkat Kesesuaian Proses Pelayanan...

Pendahuluan terhadap SPO diantaranya penelitian


Pelayanan resep merupakan bagian Kurniasih (2016) menemukan bahwa
penting dalam terapi karena berkaitan pemberian informasi obat pada proses
dengan ketepatan pengobatan pasien. pelayanan resep di RS X di Bogor sangat
Menurut Permenkes no. 72 tahun 2016, kurang dan tidak sesuai SPO-nya,
pelayanan resep merupakan tanggung jawab diantaranya informasi lama terapi hanya
apoteker untuk menyediakan obat yang tepat 7,6%, interaksi obat 1%, efek samping obat
kepada pasien sesuai rencana perawatan 1%. Stiyawan (2018) menemukan bahwa
yang diminta oleh dokter. Proses pelayanan terdapat 11 poli (61 %) tidak melakukan
resep dimulai sejak pasien menyerahkan alur pelayanan rawat jalan yang sesuai
resep sampai obat diserahkan kepada pasien dengan SPO. Hal yang sama juga terjadi di
(Spivey, 2012). Terdapat tahapan kritis RSJ Prof. Dr. Hb.sa’anin Padang dimana
yang berpengaruh pada proses pelayanan sebagian besar (76,9%) responden penelitian
resep diantaranya: menerima dan menilai tidak melaksanakan SPO dalam
resep, mengkaji profil pengobatan pasien, menjalankan tugasnya (Fidora, 2011).
memasukkan data resep ke komputer, Thomas, C.E.L., et.al (2016)
memilih obat yang diperlukan pasien, mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor
menghitung dosis obat, memberi label, yang mempengaruhi kepatuhan petugas
memeriksa ulang resep, assessmen pasien farmasi dalam menjalankan SPO
dan memberi konseling kepada pasien diantaranya tuntutan pekerjaan, beban kerja
(Shah, 2010). Dalam permenkes 72 tahun yang tinggi, norma sosial di dalam apotek,
2016 dinyatakan bahwa pada setiap tahap kurangnya staf, tekanan untuk mencapai
alur pelayanan resep harus dilakukan upaya target dan komunikasi yang buruk.
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Berdasarkan latar belakang ini maka perlu
obat (medication error). Kesalahan yang dilakukan evaluasi kesesuaian pelayanan
terjadi pada proses pelayanan resep dapat resep di rumah sakit di Indonesia terhadap
mengakibatkan kegagalan terapi atau SPO.
bahkan cedera pasien (Shah, 2010).
Upaya untuk mencegah kesalahan Metode
pada setiap tahap pelayanan resep dengan Penelitian ini merupakan penelitian
melakukan aktivitas sesuai standar prosedur observasional dengan menggunakan metode
operasional/ SPO (Kemenkes, 2011). SPO potong-lintang (cross sectional). Penelitian
dibutuhkan untuk menjamin kualitas dilakukan di unit farmasi rawat jalan sebuah
pelayanan, kesinambungan proses, rumah sakit umum daerah di Jawa Timur
meminimalkan kesalahan yang mungkin pada bulan Agustus 2018. Populasi
terjadi karena salah tafsir atau penelitian adalah resep yang dilayani di unit
miskomunikasi informasi, menghindari farmasi rawat jalan selama 1 minggu
campur aduk prosedur, menghindari sejumlah 5001 resep. Blangko resep di unit
kebingungan dan berfungsi sebagai alat vital farmasi telah dilengkapi dengan kolom
untuk mentransfer pengetahuan dan untuk paraf terima resep (T), racik (R),
ketrampilan (Amare, 2012). SPO pelayanan etiket (E) dan serah obat (S) serta blangko
resep menurut pedoman Cara Pelayanan pengkajian resep dan blangko verifikasi.
Kefarmasian yang Baik (CPFB) Kemenkes Teknik pengambilan sampel adalah acak
(2011) terdiri dari tiga tahap yaitu skrining sederhana dengan perhitungan sampel
resep, penyiapan obat dan penyerahan obat berdasarkan rumus Lemeshow diperoleh
oleh apoteker. sampel sebesar 428 resep. Adapun dari 428
Fakta yang diperoleh menemukan resep yang diobservasi secara prospektif,
adanya ketidaksesuaian pelayanan resep terdapat 372 resep yang memenuhi kriteria
Discovey Vol. 5 No. 1 Maret 2020 3

inklusi. Kriteria inklusi yaitu resep yang Tabel 1. Ringkasan Prosedur Pelayanan Resep
tercantum dalam SPO pelayanan resep. No Prosedur Ringkasan Prosedur
Adapun kriteria eksklusi yaitu resep yang Penerimaan Resep
1 Menerima resep dari pasien 1 dan 2
tidak tercantum dalam SPO pelayanan resep.
dibuktikan dengan paraf di
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kolom terima resep (T)
kesesuaian berupa checklist kesesuaian. 2 Melakukan pengkajian resep 3
Checklist dikembangkan peneliti dari dibuktikan dengan isian hasil
langkah-langkah yang tertera dalam SPO. kajian di blangko pengkajian
Selanjutnya data kesesuaian proses resep
pelayanan resep terhadap SPO dianalisis Penyiapan Obat
secara deskriptif. Secara umum, checklist 3 Menyiapkan obat dan alat 4 dan 5
kesehatan sesuai resep
mengukur tiga aspek pelayanan resep yaitu dibuktikan dengan paraf di
penerimaan resep, penyiapan obat dan kolom racik obat (R)
penyerahan obat. 4 Memberi etiket pada sediaan 6 dan 7
Rumah sakit dalam penelitian ini obat dibuktikan dengan paraf di
memiliki SPO sebagai petunjuk teknis kolom etiket (E)
Penyerahan Obat
pelaksanaan pelayanan resep. Ketiga elemen
5 Melakukan kaji ulang 8
tersebut diterjemahkan di SPO kedalam 10 dibuktikan dengan isian hasil
langkah yaitu: kajian ulang pada blangko
1) Menerima resep dari pasien; verifikasi
2) Memberi paraf penerima pada kolom 6 Menyerahkan obat pada pasien 9 dan 10
terima resep (T); dibuktikan dengan paraf di
3) Melakukan pengkajian resep dan kolom serah obat (S)
menuliskan hasil kajian di blangko
pengkajian resep; Hasil dan Pembahasan
4) Menyiapkan obat dan alat kesehatan Hasil observasi proses pelayanan resep
sesuai resep; di salah satu rumah sakit umum daerah di
5) Membubuhkan paraf petugas yang Jawa Timur ditunjukkan pada Tabel 2 di
menyiapkan obat di kolom racik obat bawah ini.
(R);
6) Memberi etiket pada sediaan obat; Tabel 2. Profil Kesesuaian Proses Pelayanan
Resep dengan SPO (n=372)
7) Membubuhkan paraf petugas yang No Jumlah
menulis etiket di kolom etiket (E); Proses Pelayanan Resep
Resep n (%)
Menurut SPO
8) Melakukan kaji ulang/verifikasi obat Ya Tidak
sebelum diserahkan kepada pasien dan Penerimaan Resep
mencatat hasil kajian pada blangko 1 Menerima resep dari pasien 24 348
verifikasi; dibuktikan dengan paraf di (6,5) (93,5)
kolom terima resep (T)
9) Menyerahkan obat kepada pasien dan 2 Melakukan pengkajian 0 (0) 372
memberi informasi; resep dibuktikan dengan (100)
10) Membubuhkan paraf petugas yang isian hasil kajian di blangko
pengkajian resep
menyerahkan obat obat di kolom serah Penyiapan Obat
obat (S). 3 Menyiapkan obat dan alat 85 287
Sepuluh langkah tersebut dapat kesehatan sesuai resep (22,8) (77,2)
dibuktikan dengan paraf di
diringkas dengan menggabungkan prosedur kolom racik obat (R)
yang bersifat subtantif dengan administratif 4 Memberi etiket sediaan obat 125 247
ditunjukkan pada Tabel 1. dibuktikan dengan paraf di (33,6) (66,4)
kolom etiket (E)
4 Gugus Virianti : Tingkat Kesesuaian Proses Pelayanan...

Lanjutan Tabel 2. Profil Kesesuaian Proses Tabel 3 Profil Aspek Pelayanan Resep
Pelayanan Resep dengan SPO (n=372) Berdasarkan Kualifikasi Petugas
Jumlah Jumlah Resep Yang
Proses Pelayanan Resep No Pelayanan resep Dilayani n=372
No Resep n (%)
Menurut SPO
Ya Tidak Apoteker TTK TA
Penyerahan Obat 1 Penerimaan
Resep 0 59 313
5 Melakukan kaji ulang 0 (0) 372 2
dibuktikan dengan isian (100) Penyiapan Obat
0 372 0
hasil kajian ulang pada
3
blangko verifikasi Penyerahan Obat
18 354 0
6 Menyerahkan obat pada 77 295
pasien dibuktikan dengan (20,7) (79,3) Keterangan:
paraf di kolom serah obat TTK : Tenaga Teknis kefarmasian
(S) TA : Tenaga Administrasi

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa Dari Tabel 3 diketahui bahwa


pada tahap penerimaan resep, hanya 6,5% sebagian kecil resep diterima oleh tenaga
resep yang diisi paraf di kolom terima resep teknis kefarmasian dan sebagian besar resep
(T) dan tidak ada isian di blangko diterima oleh tenaga administrasi. Semua
pengkajian resep, artinya prosedur resep disiapkan oleh tenaga teknis
pembubuhan paraf di kolom T dan pengisian kefarmasian. Selanjutnya sebagian besar
blangko pengkajian resep belum dilakukan resep yang diserahkan obatnya oleh tenaga
dengan baik. Pada tahap penyiapan obat, teknis kefarmasian dan hanya sebagian kecil
hanya 22,8% resep yang diisi paraf di kolom diserahkan oleh apoteker. Pelayanan resep
racik obat (R) dan 33,6% resep yang diisi di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga
paraf di kolom etiket (E), artinya prosedur teknis kefarmasian atau asisten apoteker
pembubuhan paraf di kolom R dan E belum juga terjadi di pelayanan masyarakat umum
dilakukan dengan baik. Pada tahap (yanmasum) Farmasi RSPAD Gatot
penyerahan obat, tidak ada isian di blangko Soebroto (Septini, 2012) dan unit farmasi
verifikasi pada semua resep dan hanya rawat jalan RS Karya Bhakti Bogor
20,7% resep yang diisi paraf di kolom serah (Elizabet, 2016). Tenaga yang ada di
obat (S), artinya prosedur pengisian blangko yanmasum Farmasi RSPAD Gatot Soebroto
verifikasi dan pembubuhan paraf di kolom S terdiri dari 1 orang apoteker sebagai
belum dilakukan dengan baik. Hal ini manager pelayanan obat askes, 10 orang
menunjukkan prosedur dokumentasi pada asisten apoteker (6 menangani pasien rawat
proses pelayanan resep di farmasi rawat jalan dan 4 menangani pasien rawat inap), 4
jalan belum dilakukan dengan baik. orang tenaga verifikasi, 1 orang tenaga
Proses pelayanan resep di farmasi administrasi gudang, 1 orang juru racik dan
rawat jalan dilakukan oleh 1 orang apoteker, 2 orang kurir.
14 tenaga teknis kefarmasian dan 2 orang Menurut Permenkes No. 72 Tahun
tenaga administrasi dengan jumlah resep 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian
yang dilayani rata-rata 834 resep/ hari. di rumah sakit dinyatakan bahwa pelayanan
Apoteker bertugas sebagai koordinator di kefarmasian termasuk pelayanan resep harus
unit farmasi rawat jalan dan unit khusus dilakukan oleh apoteker dan atau dibantu
hemodialisa. Selain itu apoteker di farmasi tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis
rawat jalan juga mempunyai tugas tambahan kefarmasian yang melakukan pelayanan
yaitu melayani resep obat tuberkulosis di resep harus di bawah supervisi apoteker.
poli paru dan sebagai pejabat penerima hasil Sedangkan tugas tenaga administrasi dalam
pekerjaan di gudang farmasi. Profil instalasi farmasi rumah sakit adalah untuk
keterlibatan petugas dalam pelayanan resep melakukan pekerjaan penunjang misalnya
ditunjukkan oleh Tabel 3. operator komputer.
Discovey Vol. 5 No. 1 Maret 2020 5

Penerimaan resep seharusnya farmasi rawat jalan rumah sakit tempat


dilakukan oleh apoteker untuk melakukan penelitian ini dapat mempengaruhi
pengkajian resep, menganalisa adanya kepatuhan petugas farmasi dalam
masalah terkait obat namun saat menjalankan SPO. Hal ini sejalan dengan
menanyakan identitas pasien yang terdiri pernyataan Thomas, C.E.L., et.al (2016)
dari nama, alamat, dan informasi lain bahwa ada beberapa faktor yang
tentang pasien dapat dilakukan oleh petugas mempengaruhi kepatuhan petugas farmasi
farmasi terlatih jika apoteker tidak ada. dalam menjalankan SPO diantaranya
Pengkajian resep oleh apoteker secara tuntutan pekerjaan, beban kerja yang tinggi,
signifikan dapat meningkatkan keselamatan norma sosial di dalam apotek, kurangnya
pasien (Spivey, 2012). Menurut Kepmenkes staf, tekanan untuk mencapai target dan
No. 573 tahun 2008, pengkajian resep tidak komunikasi yang buruk. Kualifikasi petugas
termasuk dalam pekerjaan kefarmasian yang pelayanan resep yang tidak sesuai standar
dapat dilimpahkan kepada tenaga teknis dapat mempengaruhi pengetahuan dan
kefarmasian pada rumah sakit. pemahaman dalam menjalankan SPO
Jumlah apoteker di farmasi rawat jalan pelayanan resep. Selain itu kemudahan
yang hanya satu orang dengan jumlah resep mengakses dokumen SPO juga dapat
yang dilayani rata-rata 834/ hari mempengaruhi pelaksanaan SPO
menunjukkan jumlah apoteker belum sebagaimana dinyatakan oleh Ulfa dan
memenuhi standar. Peraturan menteri Sarzuli (2016) bahwa faktor ketidakpatuhan
kesehatan no 56 tahun 2014 tentang SPO meliputi lingkup internal dan eksternal.
perizinan dan klasifikasi rumah sakit Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin,
menyebutkan bahwa kebutuhan apoteker di masa kerja, pengetahuan, dan sikap.
farmasi rawat jalan rumah sakit tipe B Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor
minimal berjumlah 5 orang yaitu 1 orang lingkungan kerja, karakteristik kelompok
apoteker sebagai koordinator 4 orang dan beban kerja.
apoteker yang melakukan teknis. Ketidaksesuaian paling besar dari
Penghitungan kebutuhan apoteker proses pelayanan resep terhadap SPO (Tabel
berdasarkan beban kerja pada pelayanan 2) adalah mengkaji resep pada tahap
kefarmasian di rawat jalan yang meliputi penerimaan resep dan mengkaji ulang resep
pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan pada tahap penyerahan obat. Mengkaji resep
farmasi klinik dibutuhkan tenaga apoteker dan mengkaji ulang resep merupakan
dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien tahapan kritis yang berpengaruh pada proses
(permenkes no 72 tahun 2016). pelayanan resep. Pengkajian resep oleh staf
Hasil observasi di unit farmasi rawat farmasi atau tenaga kesehatan yang salah
jalan rumah sakit ini tidak ditemukan dapat menimbulkan potensi risiko berupa
dokumen SPO pelayanan resep yang salah obat, salah kekuatan, salah pasien,
terpasang di ruangan. Dokumen SPO salah waktu dan salah rute. Adapun
pelayanan resep tersimpan di dalam lemari penyerahan obat yang dilakukan tanpa
yang terkunci dan sulit diakses oleh petugas. mengkaji ulang berpotensi menyebabkan
PermenPAN-RB No 35 Tahun 2012 cedera pasien ketika pasien tidak menerima
menyebutkan bahwa salah satu langkah obat mereka (Shah, 2010).
untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Ketidakpatuhan yang ditunjukkan oleh
SPO adalah dengan membuat salinan/copy ketidaksesuaian terhadap SPO di farmasi
dari berbagai SPO yang dikembangkan dan rawat jalan di atas juga terjadi di tempat-
mempermudah akses pihak-pihak terkait tempat lain. Di rumah sakit X di Malang
dalam implementasi SPO. ditemukan 11 poli (61 %) tidak melakukan
Faktor jumlah apoteker yang kurang alur pelayanan rawat jalan yang sesuai
dan beban kerja apoteker yang tinggi di dengan SPO (Stiyawan, 2018). Selain itu
6 Gugus Virianti : Tingkat Kesesuaian Proses Pelayanan...

ketidaksesuaian terhadap SPO juga terjadi di SPO yang dikembangkan untuk


rumah sakit Karya Bhakti Pratiwi Bogor mempermudah akses pihak-pihak terkait
(Elizabeth, 2016) dan di RSJ Prof. Dr. dalam implementasi SPO yang baru.
Hb.sa’anin Padang (Fidora, 2011). Pelatihan pemahaman SPO juga diperlukan
Hasil penelitian yang menunjukkan untuk memberi motivasi, alih informasi,
ketidaksesuaian praktik terhadap SPO kesempatan untuk melatih keterampilan
menggambarkan hilangnya urgensi SPO di baru, dan peningkatan kemampuan.
proses pelayanan resep di farmasi rawat Supervisi dilakukan untuk memastikan SPO
jalan rumah sakit ini. Spivey (2012) benar-benar dikuasai oleh para pelaksana.
menyatakan bahwa SPO menjadi salah satu Keterbatasan penelitian ini adalah
faktor penting dalam kualitas pelayanan beberapa aktivitas dalam proses pelayanan
farmasi. Selain itu, SPO seharusnya resep tidak dapat diobservasi dan
bermanfaat dalam mengurangi tingkat dinterpretasikan hanya dari dokumentasi
kesalahan dan kelalaian pegawai dalam yang ada di resep, misalnya pengkajian
bertugas, menjamin konsistensi mutu, resep. Untuk itu diperlukan studi dengan
waktu, dan prosedur pelayanan, dan pendekatan lainnya, seperti menggunakan
membantu penelusuran kesalahan-kesalahan unit analisis petugas farmasi.
prosedural dalam memberikan pelayanan
(Lampiran PermenPAN-RB Nomor 35 Simpulan
Tahun 2012). Selain itu, SPO yang ada Dari 372 resep, resep yang diterima
seharusnya dapat mengatasi hambatan sesuai SPO (6,5%), resep yang disiapkan
komunikasi/ miskomunikasi yang menjadi sesuai SPO (22,8%), resep yang disiapkan
penyebab utama proses pelayanan resep etiket sesuai SPO (33,6%), resep yang
(Gandage et al, 2018). Hal ini sejalan obatnya diserahkan ke pasien sesuai SPO
dengan Amare (2012) yang menyatakan (20,7%). Belum seluruhnya resep dilayani
bahwa standar dibutuhkan untuk menjamin sesuai SPO, ketidaksesuaian terbesar
kualitas pelayanan, kesinambungan proses, terhadap SPO terjadi pada proses mengkaji
meminimalkan kesalahan yang mungkin resep dan mengkaji ulang resep.
terjadi karena salah tafsir atau Ketidaksesuaian proses pelayanan resep
miskomunikasi informasi, menghindari terhadap SPO pada obyek penelitian ini
campur aduk prosedur, menghindari disebabkan oleh kurangnya jumlah apoteker
kebingungan dan berfungsi sebagai alat vital dan tingginya beban kerja apoteker serta
untuk mentransfer pengetahuan dan kurangnya aksestabilitas terhadap dokumen
ketrampilan. SPO. Rekomendasi yang diberikan
Penegakan SPO pelayanan resep di melakukan analisis beban kerja apoteker di
farmasi rawat jalan rumah sakit ini farmasi rawat jalan rumah sakit serta
memerlukan beberapa langkah untuk menempatkan salinan SPO di ruang
menjamin keberhasilannya, antara lain pelayanan resep.
perencanaan penerapan SPO, distribusi dan .
aksestabilitas, pelatihan pemahaman SPO,
dan supervisi (Lampiran PermenPAN-RB Daftar Pustaka
No 35 Tahun 2012). Perencanaan penerapan Amare G. (2012). Reviewing The Values of
SPO dilakukan untuk memberikan a Standard Operating Procedure.
kesempatan setiap anggota organisasi yang Ethiopia Journal Health Science.
berkepentingan dalam mempelajari dan 22(3): 205-208
memahami semua tugas, arahan, dan jadwal Depkes. R.I., (2016). Peraturan Menteri
serta kebutuhan sumberdaya yang terkait. Kesehatan No 72 tahun 2016 tentang
Distribusi dan aksesibilitas dilakukan Standar Pelayanan Kefarmasian di
dengan membuat salinan/copy dari berbagai Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen
Discovey Vol. 5 No. 1 Maret 2020 7

Pelayanan Kefarmasian dan Alat standar operasional prosedur


Kesehatan administrasi pemerintahan
Depkes. R.I. (2011). Peraturan Menteri Septini, R. (2012). Analisis Waktu Tunggu
Kesehatan No169/ MENKES/ PER/ Pelayanan Resep Pasien Askes Rawat
VIII/ 2011 tentang Keselamatan Jalan Di Yanmasum Farmasi RSPAD
Pasien Rumah Sakit. Jakarta Gatot Soebroto Tahun 2012. Tesis.
Depkes. R.I. (2011). Pedoman Pelayanan Universitas Indonesia, Depok.
Kefarmasian yang Baik (CPFB). Spivey. (2012). Ensuring Good Dispensing
Jakarta Practice. Management Sciences For
Depkes. R.I. (2008). Tanggung Jawab Health
Apoteker Terhadap Keselamatan Stiyawan, Mansur, Noor. (2018). Dampak
Pasien (Patient Safety). Jakarta. Tidak Patuh Terhadap Pelaksanaan
Elizabeth, Y. 2016. Gambaran Sistem SOP Alur Rawat Jalan di Rumah Sakit
Pelayanan resep Pasien Di Instalasi “X” Malang. Jurnal Bisnis dan
Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Manajemen. Vol 2 No 1.
Karya Bhakti Pratiwi Bogor. Skripsi. Thomas CEL, Phipps DL, Ashcroft DM.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2016). When procedures meet
Fidora. (2011). Faktor-faktor Kinerja yang practice in community pharmacies:
Berhubungan dengan Pelaksanaan qualitative insights from pharmacists
Standar Operasional Prosedur (SOP) and pharmacy support staff. BMJ
Sindrom Defisit Perawatan Diri Pasien Open, 2016;6:e010851. doi: 10.1136/b
Oleh Perawat Pelaksana Di RSJ Prof. mjopen-2015-0108
Dr. Hb. Sa’anin Padang Tahun 2010. Ulfa dan Sarzuli. (2016). Pengaruh Faktor
Penelitian. Internal dan Eksternal Terhadap
Gandage, Ninne, Salimath, Reddy, Kepatuhan Perawat Dalam
Buchanalli, Samson. (2018). A Study Melaksanakan Standar Prosedur
on Role of Clinical Pharmacist in Operasional Pemasangan Kateter di
Identification and Prevention of Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Medication Errors at Tertiary Care Yogyakarta Unit II. Jurnal
Hospital. Indian Journal of Pharmacy Medicoeticolegal dan Manajemen
Practice, Vol 11, Issue 4 Rumah Sakit, Vol 5 No 1.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 573/ Menkes/SK/VI/
2008 tentang Standar Profesi Asisten
Apoteker.
Kurniasih, Amalia, Anggraini. (2016).
Analisis Mutu Pelayanan Farmasi Di
Unit Farmasi Rawat Jalan Rumah
Sakit X di Bogor. Social Clinical
Pharmacy Indonesia Journal, Vol. 1
No.1.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 56 tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia nomor 35 tahun
2012 tentang pedoman penyusunan

You might also like