Professional Documents
Culture Documents
Bambang Sigit Amanto, Siswanti, Angga Atmaja
Bambang Sigit Amanto, Siswanti, Angga Atmaja
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Sebelas Maret Surakarta
e-mail: amantobambang@yahoo.co.id
ABSTRACT
The highly demand of has increased sharply in
Indonesia every year. On the other hand, issue that grew in our people ask food and medicinal product to back
to nature because there is almost no side effect so therefore healthier than those chemical material. One of those
natural ingredients that we can use for medicine is simplicia. Temu giring as one of potential simplicia in
Indonesia use frequently for scrubs, wound healer, slimming, anxious curer moreover dissolving cholesterol that
corked blood vessels. This research conducted to analyze temu giring drying kinetics (Curcuma heyneana
Valeton & van Zijp) using cabinet dryer with blanching as preliminary treatment, thus could produce temu
giring simplicia that still contains active compound yet fulfill maximal simplicia moisture content. Simplicia
quality test conducted with measuring decrease of moisture content using gravimetri methods, curcumin using
spectrofotometri and color test using chromametri. This research using factorial random design with two factors
which is blanching and non blanching on drying temperature (50,60,70 oC) with samples repetition thrice dan
tests repetition thrice.
Research result shows that drying using temperature 50, 60 and 70 oC during 5,4 and 3 hours either blanching
and non blanching produce simplicia with moisture content below 10%. Evaporation rate on almost all of the
drying temperature shows blanching treatment higher than non blanching. Dryer efficiency on temperature
(50,60,70oC) shows blanching higher than non blanching, too.
Key word: simplicia, Curcuma heyneana Valeton & van Zijp, cabinet dryer, blanching, curcumin
ABSTRAK
Permintaan bahan baku obat yang tinggi atau sekitar Rp. 12,9 triliun masih diperoleh dari impor dan
terus meningkat setiap tahun. Di lain pihak, isu yang berkembang di masyarakat menuntut pangan dan produk
back to nature
kimiawi. Salah satu bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat produk kesehatan adalah simplisia.
Temu giring sebagai salah satu simplisia yang potensial di Indonesia sering dipergunakan untuk lulur,
penyembuh luka, pelangsing tubuh, mengatasi perasaan tidak tenang bahkan melarutkan kolesterol yang
menyumbat pembuluh darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kinetika pengeringan temu giring
(Curcuma heyneana Valeton & van Zijp)menggunakan cabinet dryer dengan perlakuan pendahuluan blanching,
sehingga dapat menghasilkan simplisia temu giring yang masih mengandung senyawa aktif namun memenuhi
kadar air maksimal simplisia. Uji kualitas mutu produk dilakukan dengan mengukur penurunan kadar air metode
gravimetri, mengukur kadar kurkumin metode spektrofotometri, dan menguji intensitas warna dengan
kromametri. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Faktorial (RAF) dengan dua faktor yang digunakan
yaitu perlakuan blanching dan non blanching pada suhu pengering (50, 60, 70 oC) dengan pengulangan sampel
tiga kali dan pengulangan uji tiga kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan dengan menggunakan suhu 50, 60 dan 70 oC selama
5,4 dan 3 jam baik perlakuan blanching dan non blanching menghasilkan simplisia dengan kadar air di bawah
10%. Hasil laju penguapan pada hampir semua suhu pengeringan didapatkan perlakuan blanching lebih tinggi
dibandingkan non blanching. Efisiensi pengering yang didapat pada suhu 50, 60, 70 oC pada perlakuan blanching
lebih besar dari tanpa perlakuan blanching.
Kata kunci : simplisia, Curcuma heyneana Valeton & van Zijp, cabinet dryer, blanching,kurkumin
107 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015
PENDAHULUAN menghasilkan simplisia temu giring yang
masih mengandung senyawa aktif selama
Indonesia perlu meningkatkan proses pengeringan simplisia.
kemandirian bahan baku obat, karena Proses pengolahan untuk membuat
meskipun kebutuhan obat nasional telah simplisia pada prinsipnya hanya meliputi
dipenuhi perusahaan farmasi lokal, namun tahap pencucian, pengecilan ukuran dan yang
96 persen bahan bakunya atau Rp. 12,9 terpenting pengeringan. Pengeringan secara
triliun masih diperoleh dari impor, sehingga umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
perlu substitusinya oleh produk dalam negeri. pengeringan buatan dan pengeringan alami.
Isu yang juga berkembang di masyarakat Masing masing dari proses pengeringan
konsumen Indonesia menuntut pangan dan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
produk kesehatan yang aman dengan masing masing. Kelebihan dari pengering
back to nature buatan yaitu dapat dikondisikan suhu
Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 yang pengeringan sehingga proses pengeringan
dilakukan Kementrian Kesehatan, 59,12 dapat lebih akurat dan bahan yang
persen penduduk pernah mengonsumsi jamu dikeringkan tidak kontak langsung dengan
dan 95 persen dari jumlah tersebut mengakui lingkungan luar, namun terdapat kekurangan
manfaat ramuan tradisional untuk kesehatan. yaitu dibutuhkan energi listrik ataupun bahan
Ramuan tradisional ini memiliki bakar yang digunakan sebagai sumber energi
keunggulan yaitu bersifat rekonstruktif atau dalam proses pengeringan. Sedangkan
memperbaiki organ dan membangun kembali kelebihan dari pengeringan alami yaitu tidak
organ, jaringan atau sel yang rusak, membutuhkan biaya untuk proses
mengobati pada sumber penyakit dan efek pengeringannya karena hanya membutuhkan
samping yang hampir tidak ada sehingga sinar matahari, sedangkan kekurangannya
lebih aman daripada bahan kimiawi. Bahan suhu tidak dapat dikontrol dan lama
baku alamiah, seperti yang kita ketahui pengeringan tergantung dari panas matahari.
mudah mengalami kerusakan oksidatif Pengeringan didefinisikan sebagai
maupun mikrobiologis karena kadar airnya proses pengambilan air yang relatif kecil dari
yang masih tinggi, maka dari itu perlu suatu zat padat atau dari campuran gas.Proses
dilakukan proses pengeringan agar kadar air pengeringan simplisia menjadi tahap yang
sesuai dengan standar sehingga dapat sangat kritis mengingat perlunya
disimpan lebih lama. Bahan alami yang mempertahankan kandungan bahan aktifnya.
digunakan untuk membuat ramuan tradisional Metode pengeringan yang salah dapat
adalah simplisia. Simplisia terdapat menurunkan atau bahkan menghilangkan zat
melimpah di Indonesia. Salah satu simplisia aktif pada simplisia tersebut, sebaliknya bila
yang potensial di Indonesia adalah temu pengeringan tidak dilakukan hingga kadar
giring (Curcuma heyneana Valeton & van air aman simpannya maka simplisia akan
Zijp), kandungannya yaitu minyak atsiri mudah rusak karena jamur. Untuk itu
sebanyak 0,8-3%, piperazin sitrat, amilum, pengeringan tradisional seperti pengeringan
damar, lemak, tanin, kurkumin, monoterpen, di bawah paparan sinar matahari langsung
saponin, dan flavonoid. Temu giring harus digantikan dengan cara yang lebih baik
memiliki manfaat untuk perawatan dengan memperhatikan karakteristik
kecantikan maupun sebagai obat tradisional. pengeringan simplisia secara mendetail dan
Senyawa aktif dari temu giring adalah spesifik untuk masing-masing simplisia.
kurkumin. Kurkumin atau diferuloylmethana Penelitian ini akan mengkaji tentang
tidak larut dalam air dan eter tetapi larutan kinetika pengeringan temu giring(Curcuma
dalam etanol, dimetilsulfoksida, dan aseton, heyneana Valeton & van Zijp)menggunakan
dengan titik leleh 183oC, rumus molekul cabinet dryer dengan perlakuan pendahuluan
C21H20O6 dan berat molekul 368,37 g/mol. blanching.Perlakuan pendahuluan berupa
Penurunan jumlah kurkumin mungkin terjadi blanching dalam penelitian ini bertujuan
selama proses pengeringan, oleh karena itu untuk menghambat reaksi pencoklatan yang
dibutuhkan penelitian untuk dapat terjadi pada saat dan setelah proses
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 108
pengeringan. Penelitian ini juga kelembaban relatif saat penimbangan, proses
menggunakan tiga variasi suhu pengeringan pengeringan berakhir ketika temu giring telah
dimana bertujuan untuk mengetahui mencapai kadar air di bawah 10% dimana
kandungan senyawa aktif yang tersisa dalam lama pengeringan tiap suhu telah diketahui
bahan setelah proses pengeringan dengan berdasarkan trial. Kemudian dilakukan uji
adanya perlakuan pendahuluan berupa kualitas mutu simplisia temu giring berupa
blanching. uji kadar air, kadar kurkumin dan uji warna.
109 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015
Pengujian Warna Metode Kromametri pengeringan. Demikian juga sifat bahan yang
Kurkumin sebagai bahan yang akan dikeringkan seperti kadar air awal, ukuran
dianalisis menggunakan spektrofotometri produk pertanian dan tekanan parsial bahan
secara konvensional dapat langsung dianalisis akan mempengaruhi proses pengeringan.
karena kurkumin merupakan salah satu Kelembaban relatif udara adalah
komponen zat warna kuning yang tergolong perbandingan massa uap air aktual pada
dalam kurkuminoid. Simplisia temu giring volume yang diberikan dengan masa uap air
yang telah dihaluskan kemudian diuji dengan yang telah jenuh pada temperatur yang sama
alat kromameter sehingga didapat data L*, a* (Brooker et al. (2004) dalam Syafriyudin dan
dan b*. Dwi, 2009). Lama pengeringan untuk suhu
50oC selama 5 jam (300 menit), 60oC selama
Rancangan Penelitian dan Analisis Data 4 jam (240 menit) dan 70oC selama 3 jam
Penelitian ini menggunakan Rancangan (180 menit).
Acak faktorial (RAF) dengan dua faktor yang Berdasarkan data yang menunjukkan
digunakan yaitu perlakuan blanching dan non hubungan lama pengeringan, RH terhadap
blanching pada suhu pengering (50, 60, grafik laju penguapan baik perlakuan non
70oC) dengan pengulangan sampel tiga kali blanching maupun perlakuan blanching dapat
dan pengulangan uji tiga kali. Pengujian disimpulkan bahwa semakin lama waktu
statistik dilakukan dengan SPSS pengeringan dari masing-masing suhu
menggunakan ANOVA pada menyebabkan laju penguapan akan semakin
tedapat perbedaan maka akan dilanjutkan menurun dan jumlah air yang diuapkan dari
dengan Duncan Multiple Range Test bahan ke lingkungan akan semakin sedikit
dan semakin mendekati keseimbangan.
Sesuai dengan teori bahwa pada variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN suhu yang semakin tinggi laju pengeringan
semakin besar (La Choviya (2009 dalam
A. Kinetika Pengeringan Simplisia Ratnawati dkk., 2013). Ini terjadi karena pada
Simplisia sebagai bahan baku obat atau suhu yang semakin tinggi, semakin besar
ramuan tradisional terdapat melimpah di pula energi panas yang ditransfer udara ke
Indonesia, sebagai salah satu bahan baku bahan sehingga penguapan air semakin
alamiah, simplisia memiliki keunggulan yaitu banyak dan laju pengeringan pun meningkat.
memperbaiki organ dan membangun kembali Dari grafik dapat dilihat bahwa pada
organ, jaringan atau sel yang rusak, semua variabel suhu di awal waktu
mengobati pada sumber penyakit dan efek pengeringan, laju pengeringan naik
samping yang hampir tidak ada sehingga disebabkan pada awal pengeringan beda
lebih aman daripada bahan kimiawi. Masalah kadar air bahan dengan udara pengering
timbul ketika diinginkan simplisia dengan masihbesar. Selama waktu tersebut terjadi
kadar air aman simpannya agar tidak mudah penguapan air bebas, periode ini akan tetap
rusak karena jamur, untuk itu pengeringan terjadi sampai air bebas pada permukaan
tradisional seperti pengeringan di bawah teruapkan. Seharusnya proses blanching
paparan sinar matahari langsung harus memberikan hasil laju penguapan lebih tinggi
digantikan dengan cara yang lebih baik dibandingkan non blanchingkarena kadar air
dengan memperhatikan karakteristik yang juga meningkat, adanya proses
pengeringan simplisia secara spesifik untuk pemanasan (blanching) terlebih dahulu juga
masing-masing simplisia khususnya temu menyebabkan pati yang terdapat dalam bahan
giring mengalami pembengkakan sehingga
1. Pengaruh Lama Pengeringan dan menyebabkan kemampuan menyerap air
RH terhadap Laju Penguapan sangat besar (Tina, 2010). Namun terdapat
Menurut Ramelan dkk. (1996) dalam hasil yang berbeda pada pengeringan suhu
Windi Atmaka dan Kawiji (2003), kecepatan 70oC disebabkan karena sirkulasi udara
udara pengering, suhu dan kelembaban udara pengering yang tidak konstan pada akhir
merupakan faktor yang menentukan proses pengeringan, juga RH pada perlakuan
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 110
blanching yang lebih rendah dari non menuju sisi permukaan bahan dan
blanching, RH yang rendah mempercepat selanjutnya mengalami penguapan. Oleh
difusi dengan menurunkan kadar air pada karena itu waktu yang diperlukan untuk
permukaan, mengakibatkan proses proses penguapan pada saat-saat akhir/hampir
pengeringan perlakuan blanching menjadi mencapai kadar air yang minimum
lebih cepat dibandingkan non blanching. memerlukan waktu yang lebih lama
Laju penguapan suhu 50oC merupakan (Sumarno, 2011). Lama pengeringan untuk
yang tertinggi, faktor yang menyebabkan suhu 50oC selama 5 jam (300 menit), 60oC
hasil berbeda ini dimungkinkan air bebas selama 4 jam (240 menit) dan 70oC selama 3
yang jauh lebih banyak dibandingkan kedua jam (180 menit).Dilihat dari data yang ada
suhu lainnya, bisa dilihat pada 15 menit ke-2 dengan suhu pengering 50, 60, 70 oC dapat
laju penguapan yang turun drastis, tidak dilihat bahwa kadar air awal dan akhir
seperti pada suhu 60oC dan 70oC yang turun perlakuan blanching pada masing-masing
sedikit demi sedikit. Seperti yang dikatakan suhu lebih tinggi dibandingkan perlakuan non
Irawati dkk. (2008) bahwa perpindahan blanching.
massa uap air terjadi karena perbedaan Semakin tinggi suhu udara pengering
tekanan uap di permukaan bahan dengan maka perbedaan suhu antara medium
ruang pengering, jika perbedaan tersebut pemanas dengan bahan semakin besar. Hal
semakin besar maka laju pengeringan akan ini mengakibatkan transfer panas yang
semakin cepat. Laju penguapan adalah diberikan udara kepada bahan lebih besar
banyaknya massa air yang dapat dikeluarkan sehingga mempercepat proses penguapan air
dari bahan per satuan waktu. dari bahan. Pada waktu pengeringan yang
sama, semakin tinggi suhu udara pengering
2. Pengaruh Lama Pengeringan dan akan diperoleh kadar air yang semakin
RH terhadap Kadar Air rendah, namun jika lebih lama
Kadar air dalam produk simplisia dikeringkannya belum tentu simplisia
merupakan standar mutu produk yang tersebut akan mempunyai kadar air lebih
penting, karena kadar air merupakan faktor rendah, karena tiap bahan pangan mempunyai
yang menentukan shelf time-nya. Semakin keseimbangan kelembaban nisbi masing-
tinggi kadar air dalam suatuproduk pangan masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
akan semakin rentan dan memiiliki daya dimana bahan pangan tidak akan kehilangan
simpan yang relatif tidak lama. Penurunan air ke atmosfer atau tidak akan mengambil
kadar air sebanding dengan waktu uap air dari atmosfer. Pada kelembaban nisbi
pengeringan. Semakin lama waktu udara lebih kecil dari keseimbangan
pengeringan, kadar air dalam bahan makin kelembabannisbi, bahan pangan dapat
berkurang, namun dengan kecepatan dikeringkan lagi, tetapi pada kelembaban
penurunan kadar air makin sedikit. Makin nisbi udara yang lebih tinggi dari
tinggi suhu pengeringan, maka waktu yang keseimbangan, bahan pangan malahan akan
diperlukan bahan untuk mengering semakin menarik uap air dari udara (Tien dkk., 2010).
cepat. Awal proses pengeringan penurunan
kadar air sangat signifikan dibandingkan B. Karakteristik Mutu Produk
dengan saat-saat akhir proses pengeringan. 1. Kadar Air
Saat awal proses pengeringan berlangsung, Kandungan air dalam bahan makanan
kandungan air yang diuapkan terlebih dahulu mempengaruhi daya tahan bahan makanan
adalah kandungan air yang terletak pada sisi terhadap serangan mikroba.
permukaan bahan sehingga penurunan kadar Berdasarkanerajat keterikatan air, air terikat
air untuk tahap-tahap awal proses dapat dibagi atas empat tipe. Tipe I adalah air
pengeringan berlangsung dalam waktu yang yang terikat kuat. Tipe II yaitu molekul-
relatif lebih singkat. Setelah kandungan air molekul air membentuk ikatan hidrogen
pada sisi permukaan bahan habis teruapkan dengan molekul air lain, terdapat dalam
maka kandungan air yang berada ditengah mikrokapiler. Air jenis ini lebih sukar
bahan akan naik dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan
111 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015
mengakibatkan penurunan aw. Tipe III adalah jatuh ke indera penglihatan. Tabel 4.2.
air bebas. Tipe IV adalah air yang tidak sampai Tabel 4.4. menunjukkan hasil uji
terikat dalam jaringan suatu bahan atau air kromameter dengan memaparkan nilai L*, a*
murni (Winarno, 2004). Hasil analisis kadar dan b*.
air simplisia temu giring terhadap kedua
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan
dan Variasi Suhu terhadap L*
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Suhu Produk Simplisia
dan Variasi Suhu terhadap Kadar Air Non Blanching Blanching
0 aA
Suhu Produk Simplisia 50 C 59,32 55,84aA
Non Blanching Blanching 600 C 59,75bA 53,65bB
0 cA
500 C 9,55aA 10,18aA 70 C 58,70 54,37cB
600 C 8,90aA 9,40aA Keterangan: Nilai dengan huruf kecil membandingkan
0 bB bA perlakuan pendahuluan sedangkan huruf kapital
70 C 7,86 9,23 membandingkan variasi suhu, superscript yang tidak
Keterangan: Nilai dengan huruf kecil membandingkan sama berarti ada beda nyata pada taraf 5% berdasarkan
perlakuan pendahuluan sedangkan huruf kapital test Duncan.
membandingkan variasi suhu, superscript yang tidak
sama berarti ada beda nyata pada taraf 5% berdasarkan
test Duncan. Dari Tabel 2. yang menunjukkan notasi
Kadar air simplisia setelah dikeringkan perlakuan pendahuluan pada tiap suhu
berkisar antara 8,54% sampai 9,86%. Hasil terdapat beda nyata untuk perlakuan
ini sesuai standar yang mengacu pada Badan blanching maupun non blanching, sedangkan
Standarisasi Nasional (2005) yang hasil analisis antar variasi suhu perlakuan non
mengatakan bahwa kadar air maksimal dari blanching tidak ada beda nyata, sedangkan
simplisia temu-temuan yaitu 10%. Kadar air untuk perlakuan blanching suhu 50oC
yangrendah dapat memperpanjang umur terdapat beda nyata dengan suhu 60oC dan
simpan simplisia, karena kadar air yang 70oC.
rendah dapat membatasi pertumbuhan
mikroba dan reaksi kimia. Hasil analisis Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan
kadar air antar perlakuan pendahuluan dan Variasi Suhu terhadap a*
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang Suhu Produk Simplisia
o
C, Non Blanching Blanching
kemudian hasil kadar air antar suhu 500 C 3,51aA 4,23aA
0 aAB
menunjukkan adanya perbedaan yang 60 C 3,89 4,37aA
signifikan antara suhu 70oC dengan suhu 700 C 4,54bB 3,89bA
60oC dan 50oC perlakuan non blanching, Keterangan: Nilai dengan huruf kecil membandingkan
namun tidak ada beda nyata pada masing- perlakuan pendahuluan sedangkan huruf kapital
membandingkan variasi suhu, superscript yang tidak
masing suhu perlakuan blanching. sama berarti ada beda nyata pada taraf 5% berdasarkan
test Duncan.
2. Warna
Warna merupakan atribut sensori Dari Tabel 3. yang menunjukkan notasi
pertama yang dapat langsung diamati panelis
dan kadang-kadang sangat menentukan. pendahuluan pada suhu 50oC dan 60oC
Selain sebagai faktor yang menentukan mutu, berbeda nyata dengan suhu 70oC perlakuan
warna juga digunakan sebagai indikator blanching maupun non blanching, sedangkan
kesegaran dan kematangan (Winarno, hasil analisis antar variasi suhu perlakuan
2004). Menurut Kartika dkk. (1998) warna blanching tidak ada beda nyata. Untuk
merupakan suatu sifat bahan yang dianggap perlakuan non blanching suhu 50oC terdapat
berasal dari penyebaran spektrum sinar. beda nyata dengan 70oC, namun tidak
Warna bukan merupakan suatu zat/benda terdapat beda nyata dengan 60oC.
melainkan suatu sensasi sensoris karena ada
rangsangan dari berkas energi radiasi yang
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 112
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap nilai sebaliknya bila bernilai positif maka
warna b* menunjukkan kecenderungan warna kuning.
113 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015
pengupan kandungan air dari simplisia temu mengakibatkan semakin rendahnya kadar air
giring terhadap energi pada cabinet dryer. yang juga mengakibatkan semakin rendah
kadar kurkumin, begitu pula sebaliknya.
Hasil laju penguapan pada semua suhu
pengeringan didapatkan perlakuan blanching
lebih tinggi dibandingkan non blanching.
Efisiensi pengering yang didapat pada suhu
50, 60, 70oC pada perlakuan blanching lebih
besar daripada nonblanching.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 114