You are on page 1of 12

Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ...

(Rosita; dkk)

MANAJEMEN PELAYANAN GIZI DI WILAYAH DENGAN STATUS GIZI TINGGI DAN RENDAH
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS TENAGA PELAKSANA GIZI
(MANAGEMENT OF NUTRITION SERVICES IN AREAS WITH HIGH AND LOW NUTRITIONAL
STATUS AND THEIR RELATIONSHIP WITH THE QUALITY OF NUTRITION OFFICER)

Rosita, Iin Nurlinawati, Astuti Lamid

Pusat Penelitian dan Pengembanagan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta, Indonesia
E-mail: aderosi78@gmail.com

Diterima: 04-04-2019 Direvisi: 25-05-2019 Disetujui: 01-06-2019

ABSTRACT
Nutrition officer are nutrition service providers at the Primary Health Care (PHC) who carry out their duties in a
management system to produce as targeted outcomes programs. This study aims to get an overview of the
management of nutrition services and determine their relationship with the quality of nutrition officer in PHC in
areas with high dan low nutritional status. The method used is cross sectional. The research sample was 67
nutrition officer in PHC (32 in West Bandung Regency and 35 in Depok City) and conducted in 2018. As the
dependent variable was implementation of nutrition service management, while the independent variables
consisted of internal factors (age, years of service, education, knowledge, motivation) and external factors
(infrastructure, workload, funding, training, supervision, and leadership support). Data analysis uses Pearson,
Spearman, T-test and Mann-Whitney. The results showed that internal factors that have a relationship with the
management of nutrition services are motivation (p=0,000) while the external factors are infrastructure
(p=0,004). Age has a relationship with planning with the direction of a negative relationship. This means that
the more you age the planning process decreases. There was a significant difference in the planning processes
by nutrition officer that had nutritional education backgrouds than non-nutritional education backgrounds
(p<0,05). It is necessary to improve the quality of nutrition officer through guidance, fulfillment of facilities and
infrastructure, monitoring and evaluation, and fulfillment of nutritionist through coordination between
government institutions including a strong commitment from the leadership of the PHC.

Keywords: management, nutrition services, nutrition officer

ABSTRAK
Tenaga pelaksana gizi (TPG) merupakan pelaksana pelayanan gizi di puskesmas yang melaksakan tugasnya
dalam suatu sistem manajemen untuk menghasilkan capaian program sesuai target. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi dan menilai hubungannya dengan
kualitas TPG puskesmas di wilayah dengan status gizi tinggi dan rendah. Metode yang digunakan adalah
potong lintang. Sampel penelitian 67 orang TPG puskesmas (32 TPG Kabupaten Bandung Barat dan 35 TPG
Kota Depok) yang dilakukan pada tahun 2018. Sebagai variabel terikat adalah manajemen pelayanan gizi,
sedangkan variabel bebas meliputi faktor internal (umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan, motivasi) dan
faktor eksternal (sarana, beban kerja, dana, pelatihan, supervisi, dan dukungan pimpinan). Analisa data
menggunakan pearson, spearman, uji-t dan mann-whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal
yang memiliki hubungan dengan penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi adalah motivasi (p=0,000)
sedangkan faktor eksternalnya adalah sarana (p=0,004). Umur memiliki hubungan dengan perencanaan
dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin bertambah umur maka proses perencanaan semakin
berkurang. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam proses perencanaan antara tenaga pelaksana gizi
dengan latar belakang pendidikan gizi dan non gizi (p<0,05). Perlu peningkatan kualitas TPG melalui
pembinaan, pemenuhan sarana dan prasarana, pemantauan dan evaluasi, serta pemenuhan tenaga gizi
melalui koordinasi antar lembaga pemerintah termasuk komitmen yang kuat dari pimpinan puskesmas. [Penel
Gizi Makan 2019, 42(1):29-40]

Kata kunci: manajemen, pelayanan gizi, tenaga pelaksana gizi

29
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

PENDAHULUAN menunjukkan bahwa faktor internal yaitu

S
pengetahuan dan motivasi serta faktor
asaran pembangunan kesehatan pada
eksternal berupa dukungan pimpinan dan
tahun 2025 adalah meningkatnya derajat
sarana prasarana merupakan faktor yang
kesehatan masyarakat yang ditunjukkan
berhubungan dengan keberhasilan TPG dalam
oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup
melaksanakan program gizi. TPG di
(UHH), menurunnya Angka Kematian Bayi,
puskesmas berperan dalam pemulihan balita
menurunnya Angka Kematian Ibu, menurunnya
gizi buruk melalui proses pemantauan,
prevalensi gizi kurang pada balita, dengan
pengukuran, konseling dan pemberian
demikian Kementerian Kesehatan menetapkan 7
makanan pendamping . Hasil penelitian lain
sasaran pembangunan kesehatan pada
menggambarkan bahwa pengetahuan dan
RPJMN 2015-2019 yaitu meningkatkan status
1 sarana prasarana merupakan variabel yang
kesehatan dan gizi masyarakat . Keadaan
berpengaruh terhadap kinerja tenaga gizi
status gizi masyarakat di Indonesia setiap 8
dalam penanganan gizi buruk .
tahunnya menunjukkan perbaikan walaupun
Laporan Riskesdas tahun 2017
masih dihadapkan pada berbagai
menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan
permasalahan.
provinsi dengan karakteristik masalah gizi akut
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan
kronis. Angka stunting di Provinsi Jawa Barat
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
mencapai 29,2 persen dengan angka tertinggi,
gizi dalam suatu proses manajemen. Dalam
yakni sebesar 52,5 persen ada di Kabupaten
pelaksanaannya manajemen puskesmas
Bandung Barat sementara yang terendah ada
diselenggarakan melalui serangkaian proses
di Kota Depok (25,7%). Beberapa indikator
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
status gizi lainnya di Bandung Barat juga
pelaksanaan dan kontrol untuk mencapai
menunjukkan angka tertinggi di Jawa Barat,
tujuan secara efektif dan efesien. Untuk itu
bahkan melebihi angka nasional, diantaranya
diperlukan dukungan sumber daya yang
prevalensi gizi kurang dan kegemukan.
memadai baik jenis, jumlah maupun fungsi dan
Prevalensi gizi kurang berat di Kabupaten
kompetensinya sesuai standar yang
Bandung Barat mencapai 13,2 persen,
ditetapkan. Jika sumber daya terbatas, maka
sedangkan di Kota Depok angkanya berada di
sumber daya yang tersedia dapat dikelola
bawah angka rata-rata Jawa Barat yaitu
dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak 9
sebesar 6,3 persen . Di sisi ketenagaan, rasio
menghambat jalannya pelayanan yang akan
2 tenaga gizi di Kabupaten Bandung Barat
dilaksanakan . Sumber daya manusia
menunjukkan angka 0,8 per puskesmas,
kesehatan dalam hal ini tenaga kesehatan
sedangkan di Kota Depok lebih tinggi dengan
diperlukan untuk melaksanakan pelayanan gizi 10,11
angka 0,9 per puskesmas .
di puskesmas.Tenaga kesehatan yang memiliki
Intervensi gizi spesifik diantaranya dengan
kompetensi dalam penyelenggaraan pelayanan
pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga
gizi adalah nutrisionist atau tenaga gizi.
kesehatan diperlukan untuk meningkatkan
Di puskesmas, tenaga gizi umumnya
status gizi masyarakat melalui pelayanan gizi
adalah sarjana terapan gizi atau sarjana gizi
dalam suatu sistem yang meliputi fungsi
yang telah lulus uji kompetensi, teregistrasi
manajemen terdiri dari perencanaan,
sesuai peraturan perundang-undangan yang
pelaksanaan, evaluasi, pencatatan dan
berlaku sehingga berhak untuk memberikan 1
pelaporan . TPG di puskesmas sebagai unsur
pelayanan gizi, makanan dan dietetik, serta
3 utama manajemen pelayanan gizi, diharapkan
menyelenggarakan praktik gizi mandiri .
mampu melaksanakan fungsinya untuk
Kondisi saat ini, belum seluruh puskesmas
mendorong peningkatan status gizi
terpenuhi kebutuhannya akan tenaga gizi,
masyarakat. TPG di Kota Depok secara
yakni minimal 1 orang di puskesmas non rawat
4 kuantitas lebih baik dibandingkan dengan
inap dan 2 orang di puskesmas rawat inap .
Kabupaten Bandung Barat sedangkan secara
Terdapat 26,1 persen puskesmas di Indonesia
5 kualitas belum ada informasi yang dapat
tidak memiliki tenaga gizi . Kondisi ini
menggambarkannya Status gizi di Kota Depok
memberikan gambaran bahwa terdapat jenis
juga lebih baik dibandingkan Kabupaten
tenaga lain di puskesmas yang difungsikan
Bandung Barat.
sebagai tenaga pelaksana gizi (TPG). Hal ini
Penelitian ini dilakukan untuk men-
bisa jadi memberikan dampak pada
dapatkan gambaran penyelenggaraan
penyelenggaraan pelayanan gizi di puskesmas.
manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan
Beberapa penelitian menunjukkan adanya
status gizi rendah dan tinggi berdasarkan
hubungan antara kualitas TPG dengan
prevalensi gizi kurang dan stunting yaitu di
pelaksanaan program gizi di puskesmas.
6 Kabupaten Bandung Barat dan Kota Depok,
Penelitian yang dilakukan Deborah dkk (2017)

30
Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ... (Rosita; dkk)

serta menilai hubungannya dengan kualitas pembentuk, dengan rumus :


TPG di puskesmas. Manajemen pelayanan gizi
dilihat berdasarkan fungsi manajemen Skor total
puskesmas yang meliputi proses perencanaan, Jumlah variabel x 100
pelaksanaan, evaluasi, pencatatan dan
pelaporan. Analisis data menggunakan analisis
univariat dalam bentuk deskripsi, dan analisis
METODE bivariat untuk melihat hubungan antara variabel
bebas dan terikat. Analisis yang digunakan
Penelitian ini adalah riset pembinaan tergantung dari jenis dan distribusi data. Jika
kesehatan tahun 2018. Jenis penelitian distribusi data tidak normal, maka digunakan
kuantitatif dengan desain potong lintang (cross prosedur uji statistik non parametrik. Jika
sectional). Penelitian dilakukan pada bulan asumsi kenormalan dapat dipenuhi maka
Maret s.d Oktober 2018 di Kabupaten Bandung 12
digunakan uji statistik parametrik .
Barat dan Kota Depok. Populasi penelitian
adalah tenaga pelaksana gizi puskesmas Uji Normalitas
sebanyak 67 orang (32 orang di Kabupaten
Variabel pendidikan, masa kerja, sarana,
Bandung Barat dan 35 orang di Kota Depok)
pelatihan, dana, dan beban kerja merupakan
dan seluruhnya diambil sebagai sampel.
data kategorik, sedangkan variabel lainnya
Instrumen data kuantitatif berbentuk kuesioner.
merupakan data numerik. Hasil uji normalitas
Variabel terikat adalah penyelenggaraan
dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov
manajemen pelayanan gizi sedangkan variabel
menunjukkan bahwa untuk variabel internal,
bebas terdiri dari faktor internal (umur,
data umur dan motivasi berdistribusi normal
pendidikan, masa kerja, motivasi,
(p>0,05), sedangkan pengetahuan memiliki
pengetahuan) dan eksternal (sarana, pelatihan,
distribusi data tidak normal (p<0,05). Pada
dana, beban kerja, supervisi, dan dukungan
variabel eksternal, supervisi dan
pimpinan).
kepemimpinan berdistribusi normal (p>0,05).
Kuesioner kualitas tenaga pelaksana
Variabel terikat yaitu perencanaan,
disusun dengan mengacu pada kuesioner
pelaksanaan, pencatatan pelaporan, dan
Risnakes yang digunakan oleh Badan
variabel manajemen pelayanan gizi
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
berdistribusi normal, sedangkan evaluasi tidak
tahun 2017. Kuesioner fungsi manajemen
berdistribusi normal (p<0,05). Selanjutnya,
mengacu pada pedoman pelayanan gizi di
jenis uji bivariat yang dilakukan ditunjukkan di
puskesmas yang dikeluarkan oleh Kementerian
Tabel 1.
Kesehatan pada tahun 2014. Kuesioner
Untuk melakukan perbandingan
supervisi, persepsi terhadap kepemimpinan,
gambaran penyelenggaraan manajemen
dan manajemen pelayanan gizi menggunakan
pelayanan gizi di Kabupaten Bandung Barat
5 skala dalam hasil ukurnya dengan bobot skor
dan Kota Depok, dibuat kategori dengan
meliputi 1 “tidak pernah”, 2 “pernah”, 3
kriteria baik dan kurang dengan cut off nilai
“kadang-kadang”, 4 “sering”, dan 5 “selalu”.
mean untuk data yang berdistribusi normal
Hasil ukur kemudian dikonversi ke dalam skala
dan median untuk yang berdistribusi tidak
100 sesuai dengan banyaknya jumlah variabel
normal.

Tabel 1
Jenis Uji Analisis Bivariat Antar Variabel
Fungsi manajemen
Manajemen
Variabel Pencatatan
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pelayanan Gizi
Pelaporan
Umur Pearson Pearson Pearson Pearson Pearson
Pendidikan Uji T Uji T Uji T Mann-Whitney Mann-Whitney
Masa kerja Uji T Mann-Whitney Uji T Mann-Whitney Mann-Whitney
Pengetahuan Pearson Pearson Spearman Pearson Pearson
Motivasi Pearson Pearson Pearson Pearson Pearson
Sarana Uji T Mann-Whitney Uji T Uji T Mann-Whitney
Pelatihan Uji T Mann-Whitney Uji T Mann-Whitney Mann-Whitney
Dana Uji T Mann-Whitney Uji T Mann-Whitney Mann-Whitney
Beban kerja Uji T Mann-Whitney Uji T Mann-Whitney Mann-Whitney
Supervisi Pearson Pearson Pearson Pearson Pearson
Kepemimpinan Pearson Pearson Pearson Pearson Pearson

31
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah mungkin terjadi. Proses selanjutnya adalah
hanya dilakukan di 2 lokasi sehingga tidak penggerakan dan pelaksanaan kegiatan sesuai
dapat digeneralisasi untuk seluruh puskesmas dengan rencana kegiatan/program yang
yang berada di wilayah dengan status gizi disusun, kemudian melakukan pengawasan
tinggi dan rendah lainnya. Etik penelitian dan pengendalian diikuti dengan upaya-upaya
diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan perbaikan dan peningkatan (corrective action)
Badan Penelitian dan Pengembangan dan diakhiri dengan pelaksanaan penilaian
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Nomor hasil kegiatan melalui penilaian kinerja
2
LB.02.01/2/ KE.193/2018. Puskesmas .
Komponen penilaian yang merupakan
HASIL fungsi manajemen terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, serta pencatatan dan
Responden dalam penelitian ini adalah
pelaporan, kemudian dikelompokkan dalam
tenaga pelaksana gizi di puskesmas sebanyak
manajemen pelayanan gizi. Nilai maksimal dari
32 orang (47,8%) berasal dari Kabupaten
empat komponen tersebut adalah 100.
Bandung Barat dan 35 orang (52,2%) dari
Kesenjangan nilai antar responden, terlihat
Kota Depok. Sebagian besar responden, baik
pada komponen pelaksanaan dengan rentang
di Kabupaten Bandung Barat maupun Kota
yang cukup lebar antara nilai tertinggi dan
Depok, adalah perempuan. Seluruh responden
terendah mencapai 60,77 poin. Sedangkan
di Kota Depok berstatus sebagai PNS,
pada unsur manajemen pelayanan gizi secara
sedangkan di Kabupaten Bandung Barat
keseluruhan, rentang skor tertinggi dan
terdapat 3 orang yang merupakan kontrak
terendahnya adalah 58,97 poin (Tabel 2).
daerah.
Secara keseluruhan maupun di setiap
Jabatan utama dari 9 orang (28,1%)
tahapan manajemen pelayanan gizi,
responden di Kabupaten Bandung Barat dan 6
persentase TPG puskesmas yang
orang (17,1%) responden di Kota Depok
menyelenggarakan pelayanan gizi dengan baik
adalah bidan. Dari 23 orang tenaga gizi di
di Kota Depok lebih besar dibandingkan
puskesmas wilayah Kabupaten Bandung Barat
Kabupaten Bandung Barat. Di Kota Depok,
terdapat 34,8 persen yang bukan merupakan
TPG puskesmas yang menyelenggarakan
tenaga fungsional gizi. Di Kota Depok, dari 29
manajemen pelayanan gizi dengan baik
orang tenaga gizi 13,8 persen diantaranya
sebesar 62,9 persen, sedangkan di Kabupaten
bukan merupakan tenaga fungsional gizi.
Bandung Barat hanya sebesar 43,8 persen
(Tabel 3).
Penyelenggaraan Manajemen Pelayanan Gizi
Dalam penelitian ini TPG puskesmas juga
di Puskesmas
memberikan informasi tentang supervisi dan
Dalam melaksanakan fungsinya, feedback yang dilakukan dinas kesehatan.
puskesmas menyelenggarakan manajemen Sebanyak 86,6 persen TPG puskesmas
puskesmas dengan manajemen pelayanan gizi menyatakan bahwa dinas kesehatan
sebagai bagian didalamnya. Puskesmas harus melakukan supervisi terhadap pelaksanaan
menyusun rencana tahunan dan 5 tahunan pelayanan gizi di puskesmas, dan 88,1 persen
yang mengacu pada kebijakan pembangunan menyatakan bahwa dinas kesehatan memberi
kesehatan kabupaten/kota yang disusun feedback hasil supervisi tersebut. Feedback
berdasarkan hasil analisis situasi saat itu yang diberikan dalam bentuk tertulis (83,6%)
(evidence based) dan prediksi ke depan yang dan lisan (86,6%) (Gambar 1).

Tabel 2
Penilaian Penyelenggaraan Manajemen Pelayanan Gizi
di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Depok
Komponen penilaian Min Max Median Mean SD
Perencanaan 40,0 100,0 80,0 76,0 16,6
Pelaksanaan 39,2 100,0 81,5 80,7 10,9
Evaluasi 40,0 100,0 80,0 79,4 14,9
Pencatatan Pelaporan 55,0 100,0 90,0 88,1 10,9
Manajemen Pelayanan Gizi 41,0 100,0 82,0 80,5 10,5

32
Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ... (Rosita; dkk)

Tabel 3
Gambaran Penyelenggaraan Manajemen Pelayanan Gizi di Kabupaten
Bandung Barat dan Kota Depok
Proses Manajemen (%)
Manajemen
Pencatatan pelayanan
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi dan gizi (%)
Kab/Kota
Pelaporan
Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang
Baik Baik Baik Baik Baik
baik baik baik baik baik
Kab Bandung Barat
40,6 59,4 43,8 56,3 56,3 43,8 53,1 46,9 43,8 56,3
(N=32)
Kota Depok
62,9 37,1 60,0 40,0 68,6 31,4 57,1 42,9 62,9 37,1
(N=35)
Sumber: data Risbinkes (diolah)

Gambar 1
Supervisi Dinas Kesehatan terhadap Pelayanan Gizi di Puskesmas

Kualitas Tenaga pelaksana gizi Puskesmas Kota Depok lebih tinggi dibanding Kabupaten
Dalam penelitian ini, kualitas TPG Bandung Barat (Tabel 4).
merupakan kompetensi yang dimiliki oleh TPG Kondisi sarana, pelatihan, dan dana di
yang dihasilkan dari faktor internal dan Kabupaten Bandung Barat lebih tinggi
eksternal. Faktor internal adalah faktor dari dibandingkan Kota Depok. Beberapa kegiatan
dalam diri individu yang dapat mempengaruhi yang dananya tidak cukup seperti yang
produktivitas kerja untuk mencapai tujuan, disampaikan oleh tenaga pelaksana gizi,
meliputi: umur, pendidikan, masa kerja, diantaranya honor petugas kadarzi dan
motivasi dan pengetahuan. Faktor eksternal pemantauan garam, honor kader laktasi, honor
adalah faktor dari luar individu yang dapat kader untuk mendapatkan data, honor kader
mempengaruhi seseorang berupaya untuk motivator laktasi, honor kader posyandu,
mencapai sesuatu, meliputi: sarana, pelatihan, pelatihan kader dan pengadaan alat,
dana, beban kerja, supervisi, dan pelatihan/refreshing kapasitas kader, pelatihan
kepemimpinan .
6 kader posyandu, konseling gizi, pelacakan gizi
Rata-rata umur TPG di Kabupaten Barat buruk, validasi balita gizi kurang dan sangat
sebesar 42,0 sedikit lebih tinggi dibandingkan kurang, pemantuan garam iodium,
Kota Depok (39,9). Tenaga pelaksana gizi baik pemeriksaan Fe rematri, tes garam yodium,
di Kabupaten Bandung Barat (71,9%) maupun distribusi PMT, transport pengiriman barang
Kota Depok (82,9%) sebagian besar adalah gizi, dan kegiatan monev serta supervisi
tenaga yang berlatar belakang pendidikan gizi. penimbangan di posyandu. Beberapa kegiatan
Masa kerja TPG di Kabupaten Bandung Barat yang dirasa masih memerlukan dana lainnya
sebagian besar adalah <10,5 tahun sedangkan kemudian disisasati oleh puskesmas
di Kota Depok sebagian besar memiliki masa diantaranya dengan melakukan kerja sama
kerja ≥10,5 tahun (60,0%) (Tabel 4). dengan pihak lain yang juga memiliki
Rerata skor pengetahuan TPG di kepentingan dan perhatian terhadap kualitas
Kabupaten Bandung Barat sedikit lebih baik pelayanan gizi.
dibandingkan Kota Depok. Hal yang berbeda Terdapat 8 orang TPG di Kabupaten
terlihat pada skor motivasi, dimana skornya di Bandung Barat dan 2 orang TPG di Kota

33
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

Depok yang bertugas hanya sebagai 16,04 sedangkan di Kota Depok rerata sebesar
pelaksana gizi, sisanya mendapatkan tugas 64,0 dengan standar deviasi 17,60 (Tabel 4).
tambahan lain. Rerata supervisi di Kabupaten Semakin tinggi nilai persepsi bawahan
Bandung Barat lebih rendah dibanding Kota terhadap kepemimpinan maka akan
Depok, demikian pula dengan persepsi TPG meningkatkan antusiasnya dalam bekerja.
terhadap kepemimpinan (Tabel 4). Dalam suatu organisasi dan manajemen suatu
Nilai deviasi supervisi di Kabupaten organisasi, kepemimpinan merupakan hal yang
Bandung Barat sebesar 48,1 ± 17,45. penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan
Sementara di Kota Depok lebih baik yaitu berpengaruh terhadap kinerja dan ke-
sebesar 53,4 ± 16,53 (Tabel 4). Supervisi pemimpinan berarti kemampuan untuk meng-
dalam hal ini merupakan persepsi dari TPG endalikan organisasi melalui perencanaan,
terhadap supervisi yang dilakukan baik oleh pengorganisasian, penggerakkan dan peng-
13
kepala puskesmas maupun dinas kesehatan. awasan dalam rangka mencapai tujuan .
Bentuk supervisi yang dilakukan kepala Dalam penelitian ini diketahui pula, bahwa
puskesmas terhadap pelayanan gizi yang secara keseluruhan dari segi sarana, 61,2
dilakukan oleh TPG di Kabupaten Bandung persen TPG menyatakan bahwa pekerjaan
Barat dan Kota Depok diantaranya melalui yang dilakukan pernah terhambat karena
sistem pencatatan dan pelaporan. ketidakadaan sarana. Sementara itu dari 57
Dalam penelitian ini yang dimaksud orang TPG yang mendapatkan penugasan lain
dengan kepemimpinan adalah cara pandang di puskesmas, sebanyak 42,1 persen
tenaga pelaksana gizi puskesmas terhadap menyatakan bahwa adanya penugasan lain
proses kepemimpinan yang dilakukan oleh tersebut menjadikan mereka tidak dapat
kepala puskesmas. Di Kabupaten Bandung bekerja maksimal sebagai tenaga pelakana
Barat, TPG dengan persepsi kepemimpinan gizi.
rerata adalah 54,6 dengan standar deviasi

Tabel 4
Sebaran Variabel Internal dan Eksternal Tenaga Pelaksana Gizi
di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Depok
TPG puskesmas TPG puskesmas
Variabel di Kab Bandung Barat di Kota Depok
(N=32) (N=35)
Variabel Internal
Umur 42,0(8,04) 39,9(7,44)
Pendidikan
 Gizi 23 (71,9) 29 (82,9)
 Non gizi 9 (28,1) 6 (17,1)
Masa kerja
 < 10,5 tahun 19 (59,4) 14 (40,0)
 ≥ 10,5 tahun 13 (40,6) 21 (60,0)
Pengetahuan 48,6(11,02) 41,4(17,30)
Motivasi 72,0(5,34) 74,8(5,03)
Variabel Eksternal
Sarana
 Lengkap 18 (56,2) 19 (54,3)
 Tidak lengkap 14 (43,8) 16 (45,7)
Pelatihan
 Ya 23 (71,9) 23 (65,7)
 Tidak 9 (28,1) 12 (34,3)
Dana
 Cukup 24 (75,0) 25 (71,4)
 Tidak cukup 8 (25,0) 10 (28,6)
Beban kerja
 Sebagai petugas gizi 8 (25,0) 2 (5,7)
 Melaksanakan tugas
24 (75,0) 33 (94,3)
lain
Supervisi 48,1 (17,45) 53,4 (16,53)
Kepemimpinan 54,6 (16,04) 64,0 (17,60)
Sumber: data Risbinkes

34
Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ... (Rosita; dkk)

Hubungan antara kualitas tenaga pelaksana rencanaan dibandingkan tenaga non gizi.
gizi di puskesmas dengan penyelenggaraan Namun tidak ada hubungan bermakna antara
manajemen pelayanan gizi tenaga gizi dan non gizi dalam hal pelak-
Variabel internal yang memiliki hubungan sanaan, evaluasi dan pencatatan pelaporan.
bermakna dengan manajemen pelayanan gizi Masa kerja dan pengetahuan tidak me-
adalah motivasi (p<0,05) dengan kekuatan miliki hubungan bermakna dengan penyeleng-
korelasi kuat (>0,6-0,8). Arah korelasi antara garaan manajemen pelayanan gizi secara ke-
motivasi dengan manajemen pelayanan gizi seluruhan maupun jika dilihat secara terpisah
adalah positif, artinya semakin tinggi motivasi berdasarkan fungsi manajemen (Tabel 3).
tenaga pelaksana gizi maka penyelenggaraan Untuk variabel eksternal, yang memiliki
manajemen pelayanan gizi makin baik. hubungan bermakna dengan penyelenggaraan
Motivasi juga memiliki hubungan yang manajemen pelayanan gizi adalah sarana
bermakna untuk seluruh fungsi manajemen (p<0,05). Hal ini menunjukkan, bahwa terdapat
pelayanan gizi yang meliputi perencanaan, perbedaan penyelenggaraan manajemen
pelaksanaan, evaluasi, dan pencatatan pelayanan gizi oleh tenaga pelaksana gizi yang
pelaporan (p<0,05) dengan arah hubungan memiliki sarana lengkap dan tidak lengkap.
positif. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin Jika dilihat berdasarkan fungsi manajemen,
tinggi motivasi tenaga pelaksana gizi diketahui bahwa variabel sarana juga memiliki
puskesmas, maka proses perencanaan, hubungan yang bermakna dengan proses
pelaksanaan, evaluasi, dan pencatatan perencanaan dan pelaksanaan (p<0,05).
pelaporan yang dilakukan semakin baik. Artinya terdapat perbedaan proses
Umur tidak memiliki hubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan
penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi. oleh tenaga pelaksana gizi yang memiliki
Namun jika dilihat berdasarkan fungsi sarana lengkap dan tidak lengkap. Tenaga
manajemen, umur memiliki hubungan yang pelaksana gizi di puskesmas dengan sarana
bermakna dengan proses perencanaan dengan lengkap lebih baik dalam penyelenggaraan
arah korelasi negatif, artinya semakin manajemen pelayanan gizi dibandingkan
bertambah umur maka proses perencanaan dengan yang tidak lengkap, terutama dalam hal
yang dilakukan TPG semakin menurun. perencanaan dan pelaksanaannya.
Variabel latar belakang pendidikan juga Variabel pelatihan, dana, beban kerja,
memiliki hubungan yang bermakna dengan supervisi, dan kepemimpinan seluruhnya tidak
proses perencanaan. Hal ini berarti terdapat mempunyai hubungan bermakna dengan
perbedaan yang bermakna dalam proses penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi,
perencanaan antara tenaga gizi dengan yang baik secara keseluruhan maupun terpisah
non gizi. Tenaga gizi lebih baik dalam hal pe- sesuai dengan fungsi manajemen (Tabel 4).

Tabel 5
Hubungan antara Kualitas Faktor Internal Tenaga Pelaksana Gizi dengan Fungsi Manajemen
Pelayanan Gizi di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Depok Tahun 2018
Fungsi manajemen Manajemen
Variabel internal Pencatatan Pelayanan
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Pelaporan Gizi
Umur
r - 0,336 - 0,152 -0,007 -0,001 - 0,202
a a a a a
p-value 0,005 0,220 0,956 0,991 0,101
Pendidikan
Gizi (n=52) 79,07 (15,26) 80,99 (10,12) 80 (40-100) 93,3 (60-100) 82,01 (9,53)
Non gizi (n=15) 65,52 (17,33) 78,12 (13,21) 80 (40-100) 90 (63,3-100) 77,30 1(2,03)
c c c d d
p-value 0,005 0,265 0,422 0,256 0,069
Masa kerja
< 10,5 tahun (n=33) 74,98 (17,31) 80,77 (10,68) 80 (40-100) 93,3 (63,3-100) 80,72 (10,16)
≥ 10,5 tahun (n=34) 77,06 (16,11) 80,57 (11,18) 80 (40-100) 93,33 (60-100) 81,19 (10,46)
c d c d d
p-value 0,612 0,836 0,139 0,246 0,568
Pengetahuan
r -0,008 -0,106 -0,121 -0,046 -0,094
a a b a a
p-value 0,951 0,392 0,331 0,713 0,448
Motivasi
r 0,529 0,549 0,376 0,350 0,595
a a a a a
p-value 0,000 0,000 0,002 0,004 0,000
Keterangan : a) Uji pearson; b) Uji spearman; c) Uji t tidak berpasangan untuk varian sama; d) Uji Mann-Whitney

35
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

Tabel 6
Hubungan antara Kualitas Faktor Eksternal Tenaga Pelaksana Gizi dengan Fungsi
Manajemen Pelayanan Gizi di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Depok Tahun 2018
Fungsi manajemen Manajemen
Variabel internal Pencatatan Pelayanan
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Gizi
Pelaporan
Sarana
 Lengkap (n=37) 81,00 (16,18) 82,44 (12,25) 80 (40-100) 93,3 (60-100) 83,29 (11,35)
 Tidak Lengkap 80
69,90 (15,26) 77,78 (8,29) 93,3 (63,3-100) 78,08 (7,94)
(n=30) (60-100)
b c b b c
p-value 0,005 0,008 0,600 0,671 0,004
Pelatihan
 Ya (n=46) 76,71 (16,30) 79,87 (11,03) 80 (40-100) 91,7 (60-100) 80,51 (10,49)
 Tidak (n=21) 74,56 (17,61) 81,41 (10,60) 80 (60-100) 96,7 (63,3-100) 81,95 (9,83)
b c b c c
p-value 0,627 0,771 0,201 0,076 0,670
Dana
 Cukup (n=49) 75,33 (17,26) 79,52 (11,05) 80 (60-100) 93,33 (60-100) 80,25 (10,37)
 Tidak cukup
77,94 (15,02) 82,59 (10,21) 80 (40-100) 95 (63,3-100) 82,88 (9,90)
(n=18)
b c b c c
p-value 0,574 0,354 0,192 0,573 0,339
Beban kerja
 Hanya pelaksana
73,14 (9,73) 82,77 (7,55) 70 (60-100) 86,00 (11,01) 81,08 (5,73)
gizi (n=10)
 Dapat tugas lain
76,54 (17,56) 80,30 (11,35) 80 (40-100) 88,51 (10,94) 80,44 (11,12)
(n=57)
b c b c c
p-value 0,554 0,509 0,583 0,388 0,979
Supervisi
r 0,118 0,064 0,109 - 0,064 0,079
a a a a a
p-value 0,341 0,608 0,377 0,606 0,525
Kepemimpinan
r 0,216 0,219 0,194 0,042 0,231
a a a a a
p-value 0,079 0,075 0,116 0,735 0,059
Keterangan : a) Uji pearson; b) Uji t berpasangan untuk varian sama; c) Uji Mann-Whitney

BAHASAN manajemen pelayanan gizi adalah variabel


Dalam semua sektor pekerjaan pasti umur dan motivasi. Sementara variabel masa
memerlukan manajemen yang terkait dengan kerja serta variabel pendidikan dan
upaya untuk mencapai tujuan tertentu dari pengetahuan tidak memiliki hubungan yang
14
organisasi tersebut . Untuk melaksanakan bermakna.
manajemen diperlukan tenaga yang memiliki Hubungan antara umur dengan proses
kompetensi yang sesuai dengan bidang kerja perencanaan dan pelaksanaan pelayanan gizi
organisasi. Kompetensi tenaga kesehatan memiliki arah korelasi negatif. Artinya semakin
adalah kemampuan yang dimiliki seorang bertambah umur, maka perencanaan dan
tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pelaksanaan pelayanan gizi yang dilakukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap semakin berkurang kualitasnya. Hal ini sejalan
15
profesional untuk dapat menjalankan praktik . dengan teori Robin (2003) yang menyatakan
Pada penelitian ini, kualitas TPG merupakan bahwa umur berpengaruh terhadap
kompetensi yang dimiliki oleh TPG yang produktivitas dengan arah negatif. Semakin
dihasilkan dari faktor internal dan eksternal. bertambah umur semakin menurun
Faktor internal merupakan dorongan yang produktivitasnya karena keterampilan,
berasal dari diri sendiri yang dapat memberikan kecepatan, kekuatan dan koordinasi menurun
13
tekanan untuk mencapai suatu tujuan. Faktor dengan bertambahnya umur . Hasil penelitian
internal meliputi umur, pendidikan, masa kerja, ini juga sesuai dengan penelitian lain yang
pengetahuan dan motivasi. Faktor eksternal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
adalah segala hal yang berasal dari pihak lain umur dengan kinerja tenaga kesehatan, juga
yang mempengaruhi seseorang berupaya lebih terdapat hubungan antara umur dengan
16,17
keras untuk mencapai sesuatu, misalnya produktivitas . Pekerja yang sudah berumur
keluarga, rekan kerja dan pimpinan. Hasil memiliki pengalaman, pertimbangan, etika
penelitian menunjukkan variabel internal yang kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu
13
memiliki hubungan dengan penyelenggaraan pekerjaannya .

36
Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ... (Rosita; dkk)

Motivasi juga memiliki hubungan yang atau program gizi di puskesmas. Berdasarkan
bermakna dengan penyelenggaraan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 9
manajemen pelayanan gizi di puskesmas orang di Kabupaten Bandung Barat dan 6
dengan arah hubungan positif, sehingga orang di Kota Depok, bidan yang juga
semakin tinggi motivasi tenaga pelaksana gizi difungsikan sebagai TPG. Tanggung jawab
puskesmas, maka penyelenggaraan terkait dengan pelayanan gizi tidak termasuk
20
manajemen pelayanan gizi semakin baik. Hasil dalam uraian tugas dari bidan dan perawat .
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang Pengetahuan tentang pelayanan gizi bidan dan
dilakukan sebelumnya dimana terdapat perawat sudah ketinggalan jaman, kompetensi
hubungan antara motivasi dengan kinerja mereka terkait dengan gizi hanya terbatas
6,18,19
tenaga kesehatan . Dalam penelitian pada aktivitas klinis dan kuratif. Beberapa
Deborah (2017) motivasi berhubungan dengan faktor berkontribusi atas kurangnya tenaga gizi
keberhasilan tenaga pelaksana gizi dalam ini, khususnya di negara berpenghasilan
melaksanakan tugas program gizi. Responden rendah dan menengah. Salah satu alasannya
dengan motivasi kurang mempunyai risiko 6 adalah kurangnya pemahaman tentang peran
kali program gizi yang dilakukannya tidak tenaga gizi dalam upaya preventif dan
tercapai dibandingkan dengan responden yang pelaksanaan manajemen pelayanan gizi.
6
mempunyai motivasi kerja baik. Motivasi Banyak negara cenderung memprioritaskan
21
merupakan penggerak perilaku individu. tenaga dokter dan perawat .
Motivasi kerja tenaga kesehatan dapat Masa kerja tidak ada hubungan dengan
mempengaruhi pelayanan kesehatan yang penyelenggaraan pelayanan gizi di puskesmas.
diberikan. Staf yang termotivasi tinggi Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
merupakan aspek kunci dalam kinerja sistem dilakukan Ahmad Farizal (2015) yang
kesehatan. Keinginan dan harapan dalam diri menyatakan bahwa masa atau lama kerja
seseorang akan menyusun motivasi internal. tenaga kesehatan mempengaruhi kualitas
Keadaan ini mempengaruhi pandangan yang kinerja dan pelayanan kesehatan dalam
22
akan mengubah tingkah laku dan tindakan melakukatan tindakan triase . Diketahui pula
menuju langkah ke arah yang diinginkan. bahwa semakin lama masa kerja seseorang
23
Secara keseluruhan tidak terdapat maka kinerjanya semakin baik . Pada
hubungan antara pendidikan dengan umumnya, petugas dengan pengalaman kerja
penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi di yang banyak tidak memerlukan bimbingan
puskesmas. Namun, jika dinilai terpisah dibandingkan dengan petugas yang
berdasarkan unsur manajemen, terdapat pengalaman kerjanya sedikit. Hal ini sesuai
hubungan yang bermakna dalam proses dengan hasil penelitian yang menyatakan
perencanaan antara TPG dengan latar masa kerja atau lama kerja menyebabkan
belakang pendidikan gizi dan non gizi. TPG tenaga kesehatan mempunyai waktu yang
dengan latar belakang pendidikan gizi atau tidak terbatas untuk belajar. Semakin lama
tenaga gizi lebih baik dalam perencanaan masa kerja tenaga kesehatan akan memiliki
pelayanan gizi dibandingkan yang non gizi. Hal pengetahuan dan kemampuan yang baik. Hal
ini dikarenakan latar belakang pendidikan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan
mereka yang telah sesuai memungkinkan tenaga kesehatan dalam memberikan
memasukkan ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya pelayanan kesehatan. Masa kerja yang cukup
dalam proses perencanaan kegiatan program menyebabkan banyaknya pengalaman petugas
gizi. Sementara tenaga dengan latar belakang kesehatan, sehingga pelayanan kesehatan
22
selain gizi perlu belajar lebih untuk bisa yang diberikan lebih efektif dan efisien .
memasukkan perencanaan sesuai ilmu gizi. Pengetahuan tidak memiliki hubungan
Upaya intervensi gizi spesifik dilakukan dengan dengan penyelenggaraan pelayanan gizi di
cara pemenuhan jumlah dan kualitas tenaga puskesmas. Hasil ini berbeda dengan
kesehatan sesuai dengan latar belakang penelitian Debora Kalundang dkk yang
pendidikannya. Namun demikian harus diakui menyatakan bahwa pengetahuan memiliki
bahwa masih terjadi kekurangan tenaga gizi di hubungan bermakna dengan keberhasilan
puskesmas. Hal ini terlihat pada hasil riset tenaga pelaksana gizi dalam melaksanakan
6
ketenagaan di bidang kesehatan tahun 2017. program gizi di puskesmas . Pengetahuan
Rasio tenaga gizi di puskesmas sebagian diperlukan untuk meningkatkan pelayanan
besar berada di bawah angka 1 per yang diberikan. Dalam manajemen untuk
puskesmas, termasuk Provinsi Jawa Barat (0,6 pengendalian berat badan, seorang tenaga gizi
5
per puskesmas) . Kondisi ini memberikan membutuhkan pengetahuan yang lebih besar
gambaran adanya tenaga lain yang difungsikan tentang psikologi dan perubahan perilaku untuk
sebagai tenaga yang melaksanakan pelayanan

37
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

lebih memahami dan mengakomodasi penting dalam penyelenggaraan pelayanan


24
kebutuhan klien mereka . kesehatan. Dukungan supervisi secara
Varibel eksternal yang memiliki hubungan signifikan meningkatkan tingkat penyembuhan
29
dengan penyelenggaraan manajemen anak-anak kurang gizi di Uganda .
pelayanan gizi di puskesmas adalah sarana. Dalam suatu organisasi dan manajemen
Terdapat perbedaan penyelenggaraan mana- suatu organisasi, kepemimpinan merupakan
jemen pelayanan gizi yang dilakukan oleh hal yang penting karena ada bukti bahwa
tenaga pelaksana gizi dengan sarana lengkap kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja.
dan tidak lengkap. Kondisi ini didukung oleh Dalam suatu organisasi dan manajemen suatu
hasil penelitian Deborah dkk yang memberikan organisasi, kepemimpinan merupakan hal yang
gambaran bahwa responden yang bekerja penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan
sebagai tenaga pelaksana gizi dengan berpengaruh terhadap kinerja dan kepemim-
kelengkapan sarana prasarana gizi yang tidak pinan berarti kemampuan untuk mengen-
lengkap mempunyai risiko sebesar 11,2 kali dalikan organisasi melalui perencanaan,
program gizi yang dilaksanakannya tidak pengorganisasian, penggerakkan dan peng-
13
tercapai dibandingkan dengan responden yang awasan dalam rangka mencapai tujuan .
bekerja dengan sarana prasarana gizi Beban kerja tidak memiliki hubungan
6
lengkap . dengan penyelenggaraan manajemen
Berdasarkan hasil penelitian juga pelayanan gizi. Hal ini sesuai dengan penelitian
30
diketahui bahwa 61,2 persen responden lain di RS Jiwa Provinsi Bali tahun 2015 . Hal
pernah terhambat dalam melakukan pelayanan ini berbeda dengan penelitian lain yang
gizi karena ketidakadaan sarana. Artinya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
sarana sangat penting bagi seorang tenaga beban kerja dengan kinerja perawat di ruang
31
pelaksana gizi untuk melakukan pelayanan. rawat inap kelas III RSUD Wates . Penelitian
Hal ini sejalan dengan penelitian yang lainnya juga menyebutkan bahwa beban kerja
menunjukkan bahwa ketersediaan peralatan berpengaruh terhadap turnover intention selain
32
atau sarana dan pelatihan sangat penting stress kerja dan lingkungan kerja . Penelitian
untuk meningkatkan pelayanan gizi di fasilitas yang dilakukan Rini dan Lestari (2016)
25
kesehatan pelayanan primer . Sementara memberikan gambaran bahwa kurangnya
hasil penelitian menggambarkan tidak adanya tenaga kesehatan di puskesmas menjadikan
hubungan antara pelatihan dengan beban kerja tenaga kesehatan semakin tinggi
penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi. dan tidak sesuai dengan tupoksi dan latar
Hasil ini sejalan dengan penelitian tentang belakang pendidikannya. Hal tersebut pada
pelatihan gizi mengenai Proses Asuhan Gizi akhirnya berdampak pada menurunnya kualitas
33
Terstandar pada pasien diabetes melitus (DM) pelayanan puskesmas . Untuk mencegah
yang menunjukkan bahwa pelatihan tidak terjadinya penurunan kualitas pelayanan
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tersebut perlu dilakukan suatu upaya.
perilaku serta motivasi petugas gizi dalam Pengembangan tenaga gizi harus menjadi
26
penatalaksanaan gizi pasien DM . Idealnya komponen integral nasional dengan dukungan
dengan pelatihan dapat meningkatkan dana yang memadai dari pemerintah termasuk
21
pengetahuan tenaga kesehatan sehingga sektor lain di luar pemerintah .
berdampak pada peningkatan kerja. Pelatihan
patient safety dinilai efektif untuk menurunkan KESIMPULAN
27
kesalahan pemberian obat injeksi .
Kualitas tenaga pelaksana gizi yang
Supervisi dan kepemimpinan seluruhnya
ditunjukkan dengan variabel internal dan
tidak memiliki hubungan dengan
eksternal memiliki hubungan dengan
penyelenggaraan pelayanan gizi di puskesmas.
penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi di
Hal ini berbeda dengan penelitian lain yang
puskesmas. Umur dan motivasi tenaga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
pelaksana gizi serta keberadaan sarana
bermakna antara pelatihan, dana atau
pelayanan gizi merupakan variabel yang harus
kompensasi, supervisi dan persepsi terhadap
menjadi fokus untuk meningkatkan
pimpinan dengan kinerja bidan desa dalam
28 penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi di
kunjungan neonatal . Supervisi dapat
puskesmas.
meningkatkan efisiensi kerja, yang
berhubungan erat dengan makin berkurangnya
SARAN
kesalahan yang dilakukan oleh bawahan.
Supervisi dapat membantu tenaga kesehatan Untuk memperkuat pelayanan gizi di
memecahkan permasalahan yang ditemukan di puskesmas, pemerintah perlu meningkatkan
lapangan. Supervisi merupakan hal yang kualitas tenaga pelaksana gizi melalui

38
Manajemen pelayanan gizi di wilayah dengan status gizi tinggi ... (Rosita; dkk)

pembinaan, pemenuhan sarana dan Tulis Ilmiah. Semarang: Program D3 Gizi,


prasarana, pemantauan dan evaluasi, serta FIKK, Universitas Muhammadiyah
pemenuhan tenaga gizi melalui peningkatan Semarang, 2016.
koordinasi antar lembaga pemerintah 8. Cahyono W, dan Rahmani. Faktor
termasuk komitmen yang kuat dari pimpinan determinan kinerja petugas gizi dalam
puskesmas. penanganan gizi buruk di puskesmas
Kabupaten Lombok Timur. Prima.
UCAPAN TERIMA KASIH 2016;2(1):69–75.
9. Indonesia, Badan Penelitian dan
Terima kasih kami sampaikan kepada
Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kepala Badan Litbangkes yang telah
Kesehatan RI. Buku I Riskesdas Provinsi
memberikan kesempatan kepada kami
Jawa Barat tahun 2013. Jakarta: Badan
melakukan Risbinkes. Ucapan terima kasih
Penelitian dan Pengembangan
juga ditunjukan kepada Dinas Kesehatan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
Kabupaten Bandung Barat terutama kepada
2013.
Dian Yudiana, STP, MKM dan staf serta Dinas
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
Kesehatan Kota Depok terutama kepada Eti
Barat. Profil kesehatan Kabupaten
Rohati, SKM, MKM dan staf, yang telah
Bandung Barat tahun 2017. Bandung:
memberikan dukungan penuh dalam
Kabupaten Bandung Barat, 2017.
pelaksanaan penelitian.
11. Dinas Kesehatan Kota Depok. Profil
kesehatan Kota Depok tahun 2017.
RUJUKAN
Depok: Dinas Kesehatan Kota Depok,
1. Indonesia, Badan Perencanaan 2018.
Pembangunan Nasional [Bappenas] RI. 12. Sutanto. Analisis data. Depok: Fakultas
Buku II RPJMN 2015-2019: agenda Kesehatan Masyarakat, Universitas
pembangunan bidang. Jakarta: Badan Indonesia, 2006.
Perencanaan Pembangunan Nasional 13. Robbins SP and Timothy J. Perilaku
[Bappenas] RI, 2015. organisasi jilid II. Edisi bahasa Indonesia.
2. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Prenhalindo, 2008.
Permenkes RI nomor 44 tahun 2016 14. Dessler G. Manajemen sumber daya
tentang manajemen puskesmas. Jakarta: manusia. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 1.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Jakarta: Indeks, 2006.
3. Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Gizi 15. Presiden Republik Indonesia. Undang-
dan Kesehatan Ibu Anak, Kementerian undang nomor 36 tahun 2014 tentang
Kesehatan RI. Pedoman pelayanan gizi tenaga kesehatan. Jakarta: Sekretaris
puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Negara RI, 2014.
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, 16. Handayani S, Fannya P, Nazofah P.
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Faktor yang berhubungan dengan kinerja
4. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. tenaga kesehatan di rawat inap RSUD
Peraturan menteri kesehatan nomor 75 Batusangkar. J Endur. 2018;3(3):440.
tahun 2014 tentang puskesmas. Jakarta: 17. Kumbadewi LS, Suwendra IW, Susila
Kementerian Kesehatan RI, 2014. GPAJ. Pengaruh umur, pengalaman kerja,
5. Indonesia, Badan Penelitian dan upah, teknologi, dan lingkungan kerja
Pengembangan Kesehatan Kementerian terhadap produktivitas karyawan. Jurnal
Kesehatan RI. Laporan Risnakes 2017. Jurusan Manajemen. 2016;4(1):1–11.
Jakarta: Badan Penelitian dan 18. Mutale W, Ayles H, Bond V,
Pengembangan Kesehatan Kementerian Mwanamwenge MT, Balabanova D.
Kesehatan RI, 2017. Measuring health workers’ motivation in
6. Kalundang D, Mayulu N, Mamuaja C. rural health facilities : baseline results from
Analisis faktor yang berhubungan dengan three study districts in Zambia. Hum
keberhasilan tenaga pelaksana gizi dalam Resour Health. 2013;11(8). doi: 10.1186/
melaksanakan tugas program gizi di 1478-4491-11-8.
Puskesmas Kota Manado. Jurnal Ikmas. 19. Ferdinan S. Tewal, Silvya L. Mandey, A.
2017;2(4):44–64. Joy. M. Rattu. Analisis pengaruh budaya
7. Irma R. Peran keluarga dan petugas gizi organisasi, kepemimpinan dan motivasi
puskesmas dalam meningkatkan terhadap kinerja perawat Rumah Sakit
perkembangan status gizi balita pasca Umum Daerah Maria Walanda Maramis
pemulihan pada penderita gizi buruk di Minahasa Utara. Emba.2017;5(3):3744–
rumah pemulihan gizi Semarang. Karya 53.

39
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 29-40

20. Shrimpton R, Du Plessis LM, Delisle H, Magelang. Skripsi. Yogyakarta:


Blaney S, Atwood SJ, Sanders D, et al. Universitas Gadjah Mada, 2015.
Public health nutrition capacity: Assuring 27. Fatimah FS, Rosa EM. Efektivitas
the quality of workforce preparation for pelatihan patient safety; komunikasi S-
scaling up nutrition programmes. Public BAR pada perawat dalam menurunkan
Health Nutr. 2016;19(11):2090–100. kesalahan pemberian obat injeksi di
21. Delisle H, Shrimpton R, Blaney S, Du Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Plessis L, Atwood S, Sanders D, et al. Yogyakarta Unit II. Jurnal Ners dan
Capacity-building for a strong public health Kebidanan Indonesia. 2016;2(1):32-41
nutrition workforce in lowresource 28. Suryaningtyas FR. Analisis faktor internal
countries. Bull World Health Organ. dan faktor eksternal yang berhubungan
2017;95(5):385–8. dengan kinerja bidan desa dalam
22. Lutfi AF. Hubungan lama masa kerja kunjungan neonatal di Kabupaten Pati
tenaga kesehatan dengan kemampuan tahun 2012. Jurnal Manajemen Kesehatan
triase hospital di instalasi gawat darurat. Indonesia. 2013;2(2):123-131.
Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan 29. Lazzerini M, Wanzira H, Lochoro P,
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Muyinda R, Segafredo G, Wamani H, et al.
Jember. 2015. Supportive supervision to improve the
23. Handayani T. Faktor-faktor yang quality and outcome of outpatient care
berhubungan dengan kinerja petugas among malnourished children: a cluster
MTBS (manajemen terpadu balita sakit) di randomised trial in Arua district, Uganda.
puskesmas Kabupaten Kulon Progo tahun BMJ Glob Heal. 2019;4(4): 1-9.
2012. Skripsi. Depok: Universitas 30. Budiawan IN, Suarjana K, Wijaya IPG.
Indonesia, 2012. Hubungan kompetensi, motivasi dan
24. Rogerson D, Soltani H, Copeland R. beban kerja dengan kinerja perawat
Undergraduate UK nutrition education pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
might not adequately address weight Bali. Public Heal Prev Med Arch.
management. Public Health Nutrition. 2015;3(2):143.
2016;19(2):371–81. 31. Widayanti D. Hubungan beban kerja
25. Billah SM, Khan ANS, Arifeen S El, Saha dengan kinerja perawat di ruang rawat
KK, Chowdhury AH, Garnett SP, et al. inap kelas III RSUD Wates. Skripsi.
Quality of nutrition services in primary Yogyakarta: STIKES Jendral Ahmad Yani
health care facilities: Implications for Yogyakarta, 2017.
integrating nutrition into the health system 32. Irvianti LSD, Verina RE. Analisis pengaruh
in Bangladesh. PLoS One. 2017;12(5):1– stres kerja, beban kerja dan lingkungan
16. kerja terhadap turnover intention karyawan
26. Utami DN. Pelatihan gizi sebagai upaya pada PT XL Axiata Tbk Jakarta. Binus
peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku Business Review. 2015;6(1):117-126.
dan motivasi kerja petugas gizi dalam 33. Lestari TRP. Analisis ketersediaan tenaga
proses asuhan gizi terstandar (PAGT) kesehatan Di Puskesmas Kota Mamuju
pada pasien diabetes melitus di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2014.
puskesmas wilayah kerja Kabupaten Kajian. 2016;21(1):75–88.

40

You might also like