You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320419918

Pemanfaatan Teknologi Pascapanen untuk Pengembangan Agroindustri


Perdesaan di Indonesia

Article  in  Forum penelitian Agro Ekonomi · May 2017


DOI: 10.21082/fae.v34n1.2016.21-34

CITATIONS READS

4 8,742

2 authors, including:

Rita nur Suhaeti


Center for Agro-socio Economics and Policy Study, Ministry of Agriculture, Republic of Indonesia
12 PUBLICATIONS   42 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

I am writing a paper on rice farmer's resilience towards climate change View project

All content following this page was uploaded by Rita nur Suhaeti on 31 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 21
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN


AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA

Postharvest Technology Utilization to Promote Rural Agro-industry


in Indonesia
Akmadi Abbas1*, Rita Nur Suhaeti 2
1 Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna–LIPI
Jln. K.S. Tubun No. 5, Subang 41211, Jawa Barat, Indonesia
2 Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Jln. A. Yani 70, Bogor 16161, Jawa Barat, Indonesia


*Korespondensi penulis. E-mail: akm_abbas@yahoo.com

Naskah diterima: 24 Februari 2016 Direvisi: 6 April 2016 Disetujui terbit: 13 Juni 2016

ABSTRACT

Postharvest handling application is one of the ways to increase agricultural commodity’s added value. In
addition, it also can reduce agricultural yield loss. Technology application is started with dissemination and
socialization activity and then followed by technology adoption. The process of dissemination and adoption of the
introduced technologies is a crucial part of the efforts to apply technology at the end user’s level. Various
influencing factors on the process of dissemination and adoption are associated with the technology,
dissemination process, and technology beneficiaries. This paper describes an analysis of post-harvest technology
transfer process mainly for food crops and estate crops, and community development in various regions of
Indonesia. A concept of zero waste development policy is enhanced in the process of disseminating postharvest
technology toward development of rural agro-industry. With that action, it is expected that farmers' income and
agricultural commodity competitiveness could be improved.
Key words: food crops, estate crops, postharvest technology, rural agro-industry, technology transfer

ABSTRAK

Penerapan teknologi pascapanen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas
pertanian. Selain itu, aplikasi teknologi pascapanen juga dapat menekan kehilangan hasil panen. Penerapan
teknologi diawali dengan diseminasi teknologi, selanjutnya terjadi adopsi teknologi. Proses diseminasi dan adopsi
teknologi ini merupakan bagian penting dalam pemanfaatan teknologi bagi pengguna. Berbagai faktor yang
berpengaruh dalam proses diseminasi dan adopsi teknologi terkait dengan teknologi, proses diseminasi, dan
penerima manfaat teknologi tersebut. Tulisan ini mendeskripsikan proses alih teknologi pascapanen produk
tanaman pangan dan tanaman perkebunan serta pemberdayaan masyarakat pengguna teknologi pascapanen di
berbagai daerah di Indonesia. Dalam proses mendiseminasikan teknologi pascapanen menuju pengembangan
agroindustri di perdesaan dikembangkan konsep kebijakan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani dan daya saing komoditas pertanian.
Kata kunci: tanaman pangan, tanaman perkebunan, teknologi pascapanen, agroindustri perdesaan, alih
teknologi

PENDAHULUAN pemasaran, permodalan, teknologi, praproduksi


dan produksi, serta perluasan usaha dan relasi
yang lebih baik. Walaupun telah banyak
Pengembangan dan penerapan teknologi
teknologi yang disebarkan kepada petani kecil
pascapanen perlu terus dipacu dalam upaya
melalui program pemerintah, pada kenya-
menekan kehilangan hasil dan meningkatkan taannya banyak yang bermasalah. Teknologi
kualitas produk sehingga mampu meningkat- yang dikenalkan dan disosialisasikan kepada
kan pendapatan petani khususnya petani kecil.
petani kecil tidak dimanfaatkan secara
Selain itu, pascapanen merupakan salah satu
berkelanjutan (Dyah et al. 2011; Saparita et al.
aspek yang harus diprioritaskan dari tujuh
2012). Program pemerintah yang dilakukan
langkah menuju perluasan akses pasar produk dengan sistem target waktu tanpa memper-
pertanian (Ostertag 2007). Enam aspek lainnya hatikan partisipasi masyarakat merupakan
adalah pengorganisasian petani, tren dan opsi
sebab dari kegagalan program yang dimaksud.
22 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

Kebijakan pengembangan teknologi yang tidak pertanaman, produksi, dan produktivitas kakao
didasarkan pada potensi dan kebutuhan tahun 2005–2010. Dari tabel tersebut dapat
masyarakat dan dilakukan secara sama rata disimpulkan bahwa rata-rata produktivitas kakao
dengan tidak dipersiapkan secara matang terus menurun.
dalam pelaksanaannya berdampak pada
Upaya pemerintah selanjutnya untuk subsektor
macetnya kegiatan sehingga tidak
tanaman pangan dan tanaman perkebunan
berkelanjutan.
tersebut adalah dalam penanganan pascapanen
Sektor pertanian sangat penting dalam yang sudah lama digalakkan sejak era 2000-an.
pembangunan, sehingga pemerintah sejak era Kontribusi teknologi pascapanen dalam mening-
1970-an melaksanakan Program Panca Usaha katkan produktivitas, kualitas produk, dan nilai
Tani. Program tersebut berupaya memacu tambah saat ini masih menghadapi
penenerapan teknologi budi daya khususnya permasalahan dalam implementasinya.
padi yang menghasilkan swasembada pangan Permasalahan penerapan teknologi pascapanen
pada tahun 1984. Pengenalan bibit unggul, pada petani kecil antara lain (1) terbatasnya
pengolahan tanah yang baik, dan pemupukan pengetahuan petani tentang teknologi; (2)
serta pengairan yang baik mendorong terbatasnya aksesibilitas petani terhadap
peningkatan produktivitas dan produksi padi teknologi; (3) kurangnya minat petani untuk
(Suhaeti dan Abbas 2010). Namun, dalam menerapkan teknologi; (4) lemahnya posisi
perkembangannya pemberian pupuk yang tawar petani terhadap tengkulak; dan (5) adanya
berlebihan, banyaknya sarana pertanian yang mafia panen oleh perpanjangan tangan
rusak (khususnya sarana irigasi), dan alih fungsi tengkulak dalam bentuk kelompok panen.
lahan pertanian telah mengakibatkan
merosotnya produksi dan produktivitas (Dyah et Berdasarkan permasalahan tersebut, proses
al. 2011). penerapan dan pemanfaatan teknologi pasca-
panen menjadi sangat penting agar diadopsi
Pada sektor perkebunan seperti tanaman dan dikembangkan petani kecil. Untuk keberlan-
kakao, luas tanamannya pada tahun 2010 di
jutannya, peran kelembagaan yang mengarah
Indonesia mencapai 1.604.485 ha dengan
pada pengembangan agroindustri perdesaan
produksi sebesar 844.626 ton. Produksi sebesar
serta proses pemberdayaan dan pendam-
itu, menempatkan Indonesia sebagai negara
pingannya akan dibahas dalam tulisan ini.
produsen kakao terbesar kedua dunia setelah
Penelitian da Silva et al. (2009) menunjukkan
Pantai Gading dan diikuti Ghana pada urutan
bahwa agroindustri dapat memperluas
ketiga. Sebagian besar (94%) perkebunan
kesempatan kerja di perdesaan, tidak hanya
kakao merupakan perkebunan rakyat dan
melibatkan petani secara langsung sebanyak pada usaha tani, tetapi juga di luar usaha tani
1.567.273 KK (Ditjen Perkebunan 2012). Jika termasuk dalam penanganan pascapanen,
dihubungkan dengan kondisi pertanaman, data pengemasan, pengolahan, transportasi, dan
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat pemasaran. Agroindustri juga memberikan
tanaman menghasilkan (TM) seluas 1.038.186 pengaruh signifikan dalam pengembangan
ha (63%), tanaman belum menghasilkan (TBM) ekonomi global dan pengentasan kemiskinan,
384.868 ha (23%), dan tanaman tidak baik di wilayah perdesaan maupun di perkotaan.
menghasilkan atau tanaman rusak (TTM/TR) Pernyataan ini didukung pendapat Benfica et al.
228.485 ha (14%). Untuk melihat lebih rinci lagi, (2002), bahwa agroindustri dapat mengurangi
Tabel 1 menyajikan perkembangan luas areal kemiskinan terutama di wilayah pedesaan.

Tabel 1. Perkembangan luas areal pertanaman kakao, produksi, dan produktivitasnya, 2005–2010

Tahun Luas areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)


2005 1.167.046 748.828 0,642
2006 1.320.820 769.386 0,583
2007 1.379.279 740.006 0,537
2008 1.425.216 803.594 0,564
2009 1.587.136 809.583 0,510
2010 1.604.485 837.918 0,508
Sumber: Ditjen Perkebunan (2012)
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 23
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI menjadi beras yang lebih cepat dan dalam


PASCAPANEN jumlah yang banyak. RMU adalah salah satu
teknologi pascapanen yang beriringan dengan
kemajuan produksi padi. Perkembangan
Sejak tahun 1960-an teknologi produksi
teknologi panen dan pascapanen padi
pertanian khususnya pada usaha tani padi
selanjutnya ditandai dengan banyaknya petani
dikenalkan dalam beberapa program seperti
menggunakan sabit sebagai pengganti ani-ani
Intensifikasi Khusus (Insus) dan Supra Insus.
sebagai alat panen dan perkembangan
Beberapa teknologi yang dikenalkan seperti
teknologi perontokan, pengeringan, sortasi, dan
benih unggul, pupuk buatan atau pupuk kimia,
penyimpanan. Untuk tanaman perkebunan
dan irigasi teknis. Dampak revolusi hijau
seperti kopi dan kakao, penanganan
ditandai dengan dilepasnya varietas PB5 oleh
pascapanen dilakukan sejak proses pemetikan
International Rice Research Institute (IRRI),
sampai menghasilkan produk setengah jadi
Filipina di Indonesia. Pemerintah mengenalkan
(produk antara/intermediate). Kegiatan pasca-
varietas padi lainnya kepada petani seperti PB8
panen meliputi panen, pengumpulan, pengu-
dan IR36 yang membawa Indonesia mencapai
pasan, pencucian, penyortiran, pengkelasan
swasembada beras pada tahun 1984.
(grading), pengangkutan, pengeringan (drying),
Penyebaran teknologi pertanian di masyarakat
pengemasan, dan penyimpanan.
menjadi kebijakan pemerintah Indonesia mulai
akhir tahun 1969 sampai akhir 1984, atau pada
periode Pembangunan Lima Tahun (Pelita)
PERAN TEKNOLOGI PASCAPANEN DALAM
Tahap I sampai Tahap III. Pada saat itu
MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN DAYA
pemerintah mulai memprioritaskan pemanfaatan
SAING PRODUK PERTANIAN
teknologi pertanian di masyarakat, khususnya
yang berhubungan dengan sistem produksi
pertanian. Tanaman Pangan
Dalam perkembangannya mulai 1989 hingga Pemerintah memantapkan pencapaian swa-
sekarang teknologi mutakhir juga telah sembada pangan dalam arti luas (tidak hanya
digunakan dalam kegiatan pertanian. Pertanian beras) yang dapat dicapai dan berkelanjutan
tidak hanya dilakukan di lahan luas, namun melalui (1) Program Intensifikasi dengan
untuk buah-buahan dan sayur-mayur ditanam di sasaran peningkatan produktivitas per satuan
green house dengan menggunakan teknologi luas lahan; (2) Program Perluasan Areal Tanam
kultur jaringan, nanoteknologi, dan tanaman melalui peningkatan indeks pertanaman dan
gantung. Untuk pangan pokok, selain pembukaan lahan baru; (3) Program
meningkatkan mutu padi atau beras melalui bibit Diversifikasi baik horizontal maupun vertikal;
unggul, dilakukan pula diversifikasi pangan dan (4) Program Rehabilitasi Infrastruktur
dengan mengolah umbi-umbian dan serealia Pertanian, seperti jaringan irigasi, jalan, dan
menjadi makanan penghasil energi pengganti jembatan. Peningkatan produktivitas juga
nasi (Kementan 2013). dilaksanakan melalui penerapan dan
pemanfaatan teknologi spesifik lokasi serta
Peningkatan produksi ternyata tidak mampu
penanganan pascapanen untuk menurunkan
meningkatkan kesejahteraan petani kecil.
tingkat kehilangan hasil. Peningkatan nilai
(Tjondronegoro 2013). Penyebabnya antara lain
tambah dilaksanakan melalui kebijakan yang
adalah karena saat panen, harga komoditas
dituangkan dalam program pembangunan
pertanian cenderung turun, sehingga
industri pertanian yang didukung pengembang-
penerimaan petani tetap rendah (Saparita et al.
an mesin-mesin industri pertanian tepat guna
2013). Di samping kebijakan penetapan harga,
untuk menunjang pengembangan agroindustri.
untuk mengantisipasi persoalan harga
komoditas pertanian, pemerintah juga Penurunan tingkat kehilangan hasil saat
mendorong pemanfaatan teknologi pascapanen panen khususnya usaha tani padi masih cukup
dan pengolahan hasil pertanian untuk tinggi, terutama pada saat panen dan
meningkatkan nilai tambah. Teknologi perontokan gabah dengan cara digebot/
pascapanen mulai dari yang sederhana sampai dibanting yang mencapai 15%. Berdasar pada
yang kompleks, dari skala kecil hingga skala penelitian Setiyono et al. (2009), kehilangan
industri, harus dikuasai petani agar dapat pada saat perontokan dapat dikurangi hingga
meningkatkan nilai tambah. Untuk tanaman mencapai 5%. Pemerintah menyebarkan
pangan seperti padi, teknologi rice milling unit teknologi seperti mesin perontok padi (thresher)
(RMU) di masyarakat berkembang sesuai dan penggilingan padi (rice milling unit/RMU)
dengan kebutuhan dalam pengolahan gabah dalam upaya tersebut di atas. Lembaga Ilmu
24 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

Pengetahuan Indonesia (LIPI) ikut serta untuk perontokan antara lain adalah putaran
merancang mesin perontok agar mampu (rotation per minute/rpm) silinder perontok
memperbesar kapasitas kerja dan kurang dari 550 rpm pada mesin untuk
meningkatkan efisiensi sehingga mutu komoditas tertentu (Abbas 2004). Hal ini
padi/beras menjadi lebih baik dan tingkat memperkuat hasil kajian Setyono et al. (2009)
kehilangan hasil menjadi semakin berkurang terkait dengan prinsip penanganan pascapanen
(Abbas 2004). Dengan menggunakan teknologi khususnya dalam kegiatan perontokan padi.
penggiling padi dengan sistem pemecah kulit
padi dan pemutihan berasnya menggunakan
Tanaman Perkebunan
dua roller karet polimer, kualitas beras yang
dihasilkan akan meningkat (Abbas 2004). Pengembangan penanganan pascapanen
Tingkat kehilangan baik panen maupun tanaman perkebunan seperti kopi dan kakao
pascapanen terus dikurangi melalui perbaikan dilakukan dalam upaya meningkatkan daya
proses, penggunaan peralatan, dan dengan saing produk unggulan yang potensinya cukup
mempertimbangkan keadaan komoditas besar untuk menjadikan kekuatan ekonomi
pertanian yang menjadi objek penanganannya. rakyat di perdesaan. Tujuannya adalah mengu-
Tingkat kehilangan hasil padi pada saat panen rangi kehilangan hasil, baik yang disebabkan
dan sesudahnya cukup tinggi, mencapai 20,5% kehilangan fisik maupun penyusutan, perbaikan
pada tahun 1996–1997 dan pada tahun 2005– mutu, dan nilai tambah produk pertanian.
2008 adalah 10,82% (BPS 2008). Selain itu, Penanganan pascapanen kopi dan kakao
penelitian Nugraha et al. (2007) menunjukkan dilakukan sejak proses pemetikan sampai
bahwa kehilangan hasil pascapanen padi, dengan proses yang menghasilkan produk
dalam hal ini penjemuran pada agroekosistem setengah jadi (produk antara/intermediate).
lahan pasang surut adalah 1,52%. Lebih jauh Kegiatan pascapanen meliputi panen, pengum-
lagi, Nugraha (2012) menyatakan penerapan pulan, pengupasan, pencucian, penyortiran,
inovasi pascapanen telah membuktikan bahwa pengkelasan (grading), pengangkutan, penge-
susut hasil dapat dikurangi dan mutu gabah/ ringan (drying), pengemasan, dan penyim-
beras di tingkat petani dapat dipertahankan. panan.
Peningkatan produktivitas dan nilai tambah Penerapan teknologi pascapanen tanaman
pertanian tidak hanya dilaksanakan melalui perkebunan seperti kopi dan kakao saat ini
pemanfaatan teknologi pascapanen saja, juga masih belum merata. Hal ini disebabkan antara
perlu diterapkan standardisasi pada produk, lain karena penyebaran informasi tentang
proses, dan peralatannya. Berkaitan dengan teknologi pascapanen tersebut masih belum
nilai tambah, mutu produk pertanian menjadi dilakukan secara intensif. Perhatian pemerintah
penentu besaran nilai tambah yang didapat dari terhadap peningkatan nilai tambah komoditas
produk tersebut. Peran standardisasi di sini perkebunan di perdesaan selama ini masih
menjadi penting dan harus diterapkan dalam relatif kecil jika dibandingkan dengan upaya
proses pengembangan agroindustri. Penetapan peningkatan produksi hasil pertanian melalui
produk yang memenuhi standar nasional akan budi daya tanaman. Oleh karena itu,
dapat dipasarkan secara nasional dengan harga perkembangan penanganan pascapanen hingga
yang baik sehingga pendapatan petani pun dewasa ini masih berjalan lambat dan masih
akan meningkat. Dalam konteks ini petani belum sesuai dengan harapan.
diharuskan memulai menerapkan proses Peran teknologi pascapanen pada
standardisasi, baik terhadap produk bahan baku agroindustri kakao masih sebatas pada
maupun produk hasil olahan. Sebagai contoh, teknologi pengupasan atau pelecetan kulit luar,
pada produk gabah kering giling (GKG) standar fermentasi, dan pengeringan. Teknologi ini
yang dipakai adalah kadar air (maksimal 14%) sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh petani
dan banyaknya hampa/kotoran (maksimal 3%), pekebun, seperti yang dilaporkan pada kasus
sedangkan untuk mutu beras premium 1 derajat pelaksanaan kegiatan pemberdayaan UKM
sosoh (tingkat keputihan) 100%, kadar air 14%, Kakao di Kabupaten Poso oleh Abbas dan
dan broken 5%. Standar yang diterapkan pada Ariesusanti (2006). Peningkatan daya saing
produk olahan tepung adalah mesh yang pasar global dilakukan oleh pengepul dan atau
digunakan, tingkat warna putih, dan daya pengusaha skala besar dengan menerapkan
simpan produk yang sesuai dengan SNI 3549; standardisasi yang berlaku secara internasional.
2009. Beberapa parameter yang diterapkan Pelaksanaan standardisasi di tingkat petani kecil
dalam proses pascapanen antara lain suhu (34 masih belum bisa dilakukan secara massal,
°C), kecepatan udara, dan kelembaban yang mengingat keterbatasan pengetahuan dan daya
sesuai untuk proses pengeringan, sedangkan tawar petani yang masih rendah. Standardisasi
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 25
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

terwujud melalui kesepakatan yang ditentukan berkelompok (kelompok tani) (Abbas dan
penjual dan pembeli, sehingga muncul kriteria Hidajat 2008). Berkembangnya agroindustri
atau persyaratan dalam menentukan harga yang memberikan nilai tambah pada komoditas
(Abbas 2005). pertanian, menjadi dasar pemerintah dalam
melanjutkan program pemanfaatan teknologi
Peningkatan nilai tambah produk agroindustri
pascapanen sebagai instrumen kebijakan
di pasar global khususnya untuk tanaman
pengembangan agroindustri. Kondisi ini
perkebunan seperti kakao tidak lepas dari
diharapkan dapat menjadi jalan bagi
kepatuhan dalam mengikuti standar mutu yang
peningkatan kesejahteraan masyarakat tani.
berlaku pada tingkat global. Saat ini juga
sedang digalakkan penerapan standar mutu Dalam penguatan kembali sektor pertanian,
Indonesia yang terkait dengan produk pertanian dilakukan revitalisasi sektor ini (Mundlak et al.
di tingkat nasional. Oleh karena itu, penerapan 2002), melalui pengembangan agribisnis dan
standardisasi terhadap produk baik bahan baku program peningkatan kesejahteraan petani
(segar) maupun olahan, juga pada proses dan (Kementan 2005). Program Usaha Agribisnis
peralatan, akan meningkatkan daya saing di Perdesaan (PUAP) dilakukan melalui pengem-
pasar domestik, regional, dan global. Globalisasi bangan sentra dan kawasan agribisnis
pemasaran akan berdampak pada peningkatan komoditas unggulan di daerah. Program
pendapatan sektor pertanian dan kinerja peningkatan kesejahteraan petani dijalankan
ekonomi nasional, melalui pemantapan dan melalui peningkatan pemberdayaan
peningkatan daya saing produk pertanian penyuluhan, pendampingan, penjaminan usaha,
nasional. perlindungan harga, kebijakan proteksi, dan
promosi lainnya (Sudaryanto et al. 2006). Pada
Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
periode 2010–2014, peningkatan nilai tambah
dilakukan untuk melindungi konsumen,
komoditas difokuskan pada peningkatan kualitas
produsen, pedagang, dan penghematan devisa
dan jumlah olahan produk pertanian untuk
negara. Penerapan SNI harus berbasis
mendukung peningkatan daya saing dan
consumers pull, sehingga sosialisasi harus
ekspor. Peningkatan daya saing difokuskan
dimulai dari kesadaran konsumen akan arti dan
pada pengembangan produk berbasis sumber
manfaat SNI. Perlu penjelasan manfaat SNI
daya lokal sehingga dapat meningkatkan
bagi pedagang dan petani/produsen.
pemenuhan permintaan konsumsi dalam negeri
Penerapan SNI secara struktural dengan
dan mengurangi ketergantungan terhadap
melibatkan kelembagaan dan pihak pemangku
impor, sementara peningkatan ekspor
kepentingan harus didukung dengan adanya
difokuskan pada pengembangan produk yang
aturan yang memberikan insentif untuk
berdaya saing di pasar internasional (Kementan
menggunakan SNI sebagai faktor penentu mutu.
2005). Simatupang dan Purwoto (1990)
SNI merupakan sertifikasi berbasis produk,
menyatakan bahwa untuk bisa berkontribusi
bukan proses, sehingga pelaksanaannya lebih
dalam persaingan global maka ada beberapa
implementatif. Oleh karena itu, dibutuhkan
kriteria produk industri pertanian yang harus
lembaga dan fasilitas uji yang memadai. Jumlah
dipenuhi: kualitas produk baik dan konsisten;
total SNI sampai saat ini ada 7.045, sedangkan
produk khas dan mempunyai karakter tertentu
pada lingkup pertanian sampai bulan Februari
(unique feature); produk bisa memenuhi
2013 sebanyak 610. Jumlah SNI untuk
kebutuhan konsumen; dan produk yang
subsektor tanaman pangan dan hortikultura
mempunyai karakter greener image (ramah
untuk komoditas segar dan peralatan
lingkungan).
pascapanen masing masing adalah 15 dan 12
SNI dari tahun 2006 s.d. Februari 2013. Dengan berbagai kebijakan pemanfaatan
teknologi pertanian di Provinsi Jawa Barat
Dampak penerapan standardisasi yang
dapat dibuktikan bahwa kesejahteraan petani
dinikmati oleh petani kecil di perdesaan antara
antara tahun 2002 hingga 2014 dapat
lain dalam bentuk peningkatan produksi,
dipertahankan, yang ditunjukkan dengan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Sebagai
kestabilan dan besaran nilai tukar petani
contoh, pada agroindustri jus markisa, yang
sebesar 110. Upaya ini masih harus dilanjutkan
merupakan produk unik dari buah tropis eksotis,
dengan penerapan teknologi, khususnya
jika sudah diterapkan standardisasinya (SNI),
teknologi pascapanen dan pengolahan produk
tentu harganya akan lebih baik dibandingkan
yang lebih baik sehingga nilai tambah produk
dengan produk tanpa standardisasi, dan
akan meningkat dan berdaya saing. Dampak
produknya dapat diekspor. Nilai tambah yang
dari peningkatan nilai tambah akan dapat
dihasilkan dari industri yang dilakukan di
memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan
perdesaan akan dinikmati oleh petani secara
petani secara konsisten dan berkelanjutan.
26 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

KENDALA DAN TANTANGAN DALAM based) dalam sistem produksi pertanian.


PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN Keberadaan program pendampingan sejenis
TKS BUTSI pada upaya pemberdayaan
masyarakat melalui peningkatan pemanfaatan
Tingkat adopsi teknologi pascapanen di
teknologi pertanian perlu dipertimbangkan dan
masyarakat relatif rendah sehingga teknologi
diimplementasikan.
pascapanen yang disebarkan di masyarakat
kurang memberikan manfaat pada petani Komersialisasi hasil pertanian juga menjadi
khususnya petani kecil. Berbagai penyebab kendala yang dihadapi masyarakat dalam
belum optimalnya pemanfaatan teknologi meningkatkan penghasilan untuk kesejahteraan.
pascapanen yang terjadi di lapangan antara lain Selain kondisi produk komoditas pertanian yang
karena kualitas sumber daya manusia (petani) belum memenuhi standar, sementara pasar
yang rendah (Dyah et al. 2011). Sebagian menghendaki produk standar agar bisa
petani ada yang sulit untuk berubah atau bersaing. Tantangan yang dihadapi berkenaan
resisten terhadap inovasi teknologi. Kamel dengan daya saing produk antara lain upaya
(2012) menyatakan paling tidak terdapat empat pendampingan dalam proses manajemen
alasan mengapa terjadi resistensi. Alasan pemasaran yang masih lemah. Peran
tersebut adalah sebagai berikut: (1) alasan pendamping yang ulet dan menguasai
pribadi, termasuk aspek sosial, ekonomi, dan bidangnya menjadi kebutuhan utama di samping
emosional; (2) alasan terkait organisasi karena kebijakan pemerintah yang kondusif.
dengan perubahan dalam organisasi
Teknologi sistem budi daya mendorong
dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak
peningkatan produksi pertanian, sementara
disenangi atau pun tidak sesuai dengan
teknologi pascapanen selain dapat mendorong
kebutuhan; (3) alasan kognitif karena kurangnya
peningkatan produksi juga meningkatkan
pemahaman terhadap inovasi yang
kualitas produk yang dihasilkan petani. Namun,
diintroduksikan; dan (4) alasan moral dan
kendala di lapangan terindikasi bahwa teknologi
budaya yang berasal dari harapan bahwa
pascapanen masih kurang dimanfaatkan petani
budaya baru yang diperkenalkan mungkin
khususnya petani kecil. Kondisi tersebut
membawa perubahan penting dalam nilai-nilai,
diakibatkan luas pemilikan lahan semakin kecil,
dan norma-norma yang berlaku.
dan petani kecil hanya mampu menggunakan
Program peningkatan kapasitas SDM teknologi yang relatif sederhana dan murah,
penyuluh pertanian telah tertuang dalam bahkan umumnya cenderung menggunakan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 (UU No. teknologi yang bersifat tradisional dan manual
16/2006) tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, (Dyah et al. 2011).
Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), namun
Berbagai inovasi teknologi pertanian
implementasi di lapangan tidak disertai dengan
termasuk teknologi pascapanen telah dihasilkan
fasilitas pendukung yang memadai, sehingga
dan didiseminasikan kepada para petani, tetapi
para penyuluh tidak dapat menjalankan
yang terjadi adalah kesenjangan/gap yang
fungsinya secara optimal (Saparita et al. 2013).
makin melebar antara petani kaya dan petani
Selain masalah SDM, kendala pada penyuluh
kecil (Saparita dan Abbas 2009). Teknologi
sebagai pelaku penyebaran teknologi juga
pertanian yang dihasilkan dinilai terlalu mahal
terkait dengan metode penyampaian pada
bagi petani kecil dan mereka tidak mampu untuk
masyarakat dan teknologi yang secara teknis
menerapkannya sehingga hanya petani kaya
kurang dipahami masyarakat (Dyah et al. 2011).
yang mampu menerapkannya. Kondisi ini yang
Kendala lain adalah jaminan keberlanjutan memperlebar kesenjangan produktivitas,
pemanfaatan teknologi di masyarakat. Penye- produksi, dan pendapatan petani (Dyah et al.
baran teknologi sejauh ini hanya dilaksanakan 2011). Hasil penelitian Sumarno (2010)
selama program berjalan. Pendampingan untuk menunjukkan bahwa intensitas informasi
keberlanjutan program kebanyakan tidak inovasi, modal kerja, kewirausahaan, dan
dilaksanakan, baik oleh pemerintah daerah, tingkat pendidikan memiliki dampak positif pada
maupun oleh pemerintah pusat (Saparita dan tingkat adopsi inovasi teknologi dan selanjutnya
Abbas 2009). Keberadaan Tenaga Kerja tingkat adopsi inovasi teknologi memiliki
Sukarela−Badan Umum Tenaga Sukarela dampak positif pada tingkat produksi inovasi.
Indonesia (TKS−BUTSI) pada tahun 1970-an di Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan
desa adalah untuk menjalankan pendampingan kasus di Nigeria dan negara-negara di Sub-
kegiatan di masyarakat, agar masyarakat Sahara Afrika, di mana seringkali
berdaya saing cukup tinggi melalui pemanfaatan pengembangan agroindustri yang secara
teknologi (resources based dan technology signifikan meningkatkan ketahanan pangan
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 27
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

keluarga, seringkali terhambat akibat kurangnya mengelola usaha koperasi. Peran berbagai
teknologi pascapanen/pengolahan berbagai gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam
produk pertanian (Olaoye 2014). suatu kawasan telah menjadi sarana untuk
memecahkan permasalahan di atas yang
Hal lain yang menyebabkan belum dapat
sampai saat ini dibina dan dikembangkan oleh
dimanfaatkannya berbagai teknologi pasca-
Dinas Pertanian di tingkat kecamatan dan
panen adalah tidak meratanya penyebaran
kabupaten.
teknologi ditambah cara penyampaian yang
kurang dipahami petani. Kondisi tersebut juga Untuk mengatasi kurang berfungsinya dan
berkaitan dengan kapasitas penyebar teknologi keterbatasan penyuluh pertanian, pemerintah
(penyuluh) yang lebih banyak bergantung pada telah membangun program sarjana masuk desa
program yang tersedia (Abbas 2010). (seperti TKS−BUTSI), program kewirausahaan,
Kebanyakan para penyuluh hanya menjalankan program pengembangan kecamatan, IDT, dan
program dari dinas teknis, bukan menjalankan pendampingan sebagai upaya mendukung
fungsi penyuluhan. Semestinya yang menjadi pembangunan perdesaan dan meningkatkan
fokus dalam melakukan penyuluhan adalah kesejahteraan petani. Program pemberdayaan
diadopsinya teknologi introduksi oleh ini juga dinilai tidak mampu membangun
masyarakat. Namun, yang sering luput dari kemandirian kelompok sasaran secara
perhitungan adalah apakah adopters memahami berkelanjutan karena keterbatasan kapasitas
bagaimana mengoperasikan teknologi/alat dan keberlanjutan program pendampingan
tersebut dan pemeliharaannya. Bila terjadi (Rizky 2011). Keberlanjutan suatu kegiatan
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki menjadi masalah krusial yang perlu mendapat
masyarakat, penyuluh harus menunjukkan perhatian agar berbagai program dan investasi
tempat alat tersebut dapat diperbaiki (Dyah et yang telah ditanamkan di desa memberikan
al. 2011). manfaat dan keuntungan bagi petani khususnya
petani kecil, sehingga dapat meningkatkan
Pemanfaatan teknologi untuk masyarakat
kesejahteraannya.
telah ditegaskan kembali oleh pemerintah tahun
2001, yaitu dalam Inpres No. 3/2001 tentang Tantangan pemanfaatan teknologi pertanian
Teknologi Tepat Guna dan UU No. 18/2002 pascapanen ke depan adalah pemanfaatan
tentang Sinas Litbang Iptek, serta peraturan teknologi yang mampu menekan tingkat
terkait dengan pemanfaatan teknologi untuk kehilangan hasil dan meningkatkan mutu produk
menanggulangi kemiskinan, Permentan 03/2005 pertanian, khususnya tanaman pangan,
tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan sehingga dapat mendukung pencapaian
Teknologi Pertanian. Namun di tingkat swasembada pangan. Penekanan tingkat
lapangan, pemanfaatan teknologi pertanian kehilangan dilakukan dengan penggunaan
termasuk teknologi pascapanen masih rendah. metode dan peralatan/mesin pascapanen yang
Sebagai contoh, di wilayah terpencil seperti di tepat guna. Peningkatan mutu produk dilakukan
NTT, di mana sebagian besar petani memiliki dengan memperhatikan waktu panen yang tepat
tingkat pendidikan rendah bahkan tidak pernah dan tingkat kematangannya, pengeringan,
bersekolah atau tidak tamat SD, sehingga penyortiran, dan pengepakan yang baik,
proses alih teknologi dan pendampingan sehingga diharapkan mampu meningkatkan
menjadi terkendala. Oleh karenanya, perlu harga jual dan daya saing komoditas pertanian.
pembenahan kebijakan agar pemanfaatan
Pencapaian swasembada pangan merupa-
teknologi untuk masyarakat berkelanjutan (Dyah
kan tantangan tahap awal yang harus diraih
et al. 2011).
melalui pemanfaatan teknologi pertanian.
Masalah lain adalah ketika teknologi telah Selanjutnya, penekanan kehilangan hasil
dimanfaatkan dan meningkatkan produksi, melalui pemanfaatan teknologi pascapanen
petani tidak mampu memasarkannya karena harus dapat menjamin terjadinya surplus
rendahnya ketersediaan fasilitas ekonomi, produksi. Ketika produksi pertanian telah
seperti pasar serta sistem kelembagaan surplus, maka kegiatan agroindustri merupakan
pemasaran yang belum kondusif. Antisipasi kegiatan yang dapat menahan jatuhnya harga
solusinya dibentuk Koperasi Unit Desa (KUD) komoditas pertanian. Pemanfaatan teknologi
untuk menampung hasil pertanian sekaligus pascapanen yang tepat guna harus dijaga
juga menyediakan kebutuhan petani. Namun, keberlanjutannya (Kementan 2013). Hal ini
banyak KUD yang tidak berfungsi karena dapat dicapai melalui penumbuhan inovasi lokal.
manajemen yang buruk (Saparita dan Abbas Inovasi lokal yang tumbuh dari
2011). Permasalahan KUD selama ini dikelola masyarakat/petani itu sendiri, pasti lebih sesuai
oleh petani yang kurang terampil dalam dengan kebutuhan dan kondisi serta
28 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

permasalahan lokal. Penumbuhan inovasi lokal daerah karena akan lebih memahami situasi
dapat dilakukan melalui sistem inovasi sebagai dan kondisi sosial budaya dalam proses adopsi
instrumen atau metode. Oleh karena itu, inovasinya.
diperlukan kebijakan yang mendorong
Peran agent of change antara lain melalui
perkembangan sistem inovasi lokal yang efektif
pembentukan dan pembinaan kelompok tani.
dan efisien.
Pembentukan kelompok tani diperlukan karena
biasanya teknologi pascapanen yang baik relatif
mahal dan berskala besar sehingga lebih sesuai
ALIH TEKNOLOGI DAN PENDAMPINGAN
digunakan secara berkelompok. Agar teknologi
DALAM PEMANFAATAN TEKNOLOGI
yang disebarkan dimanfaatkan dengan optimal
PASCAPANEN
oleh petani, maka petani perlu dipersiapkan
melalui peningkatan kapasitas petani.
Peran penyuluh pertanian sebagai agen Peningkatan kapasitas juga diperlukan bagi
perubahan pada era Program Panca Usaha penyuluh pertanian karena selain sebagai
Tani sangat dirasakan manfaatnya. Keberadaan penyebar inovasi, penyuluh juga memiliki tugas
penyuluh yang dekat dengan petani dan untuk mendampingi petani. Supaya penyuluh
intensitas pertemuan yang tinggi antara dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka
penyuluh pertanian dengan petani menjadikan pengetahuan dan keterampilan mereka harus
penyuluh dihargai. Pengetahuan yang dimiliki selalu ditingkatkan secara rutin.
oleh penyuluh lebih baik dari yang dipunyai Penyuluh harus dibekali tidak hanya
petani saat itu, sehingga respons dan penguasaan pemanfaatan teknologi, tetapi juga
penghargaan petani terhadap penyuluh sangat kemampuan untuk mengelola teknologi dan
tinggi (Saparita et al. 2013). Penyuluh juga bisnis hasil pertanian. Pada Program Insus dan
merupakan jembatan antara petani dengan Supra Insus tanaman pangan, petani
pemerintah, khususnya yang terkait dengan memanfaatkan teknologi secara berkelanjutan
program atau proyek pembangunan sektor karena didukung kemampuan pengembangan
pertanian dari pemerintah. produksi dan pemasaran (komersialisasi)
Peran pendampingan lainnya yang dilakukan sebagai upaya peningkatan pendapatan dan
pada sektor pertanian adalah Badan Urusan kesejahteraan petani. Berbagai upaya
Tenaga Kerja Sukarela Indonesia yang dikenal peningkatan kapasitas masyarakat terhadap
dengan BUTSI. Lembaga BUTSI dalam pemanfaatan teknologi telah dilaksanakan LIPI
kegiatannya melakukan pendampingan melalui program pemberdayaan masyarakat.
terhadap masyarakat desa dan berhasil dalam Sebagai contoh, kegiatan pemberdayaan
pemasyarakatan teknologi berkaitan dengan masyarakat di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten
pemberdayaan masyarakat. Selain penyerapan Sumbawa dan di Kabupaten Belu dan Alor,
tenaga kerja sarjana, pendampingan pada Nusa Tenggara Timur (Abbas dan Hidajat
masyarakat perdesaan juga membantu 2008). Hasil peningkatan kapasitas masyarakat
masyarakat mengadopsi teknologi pertanian melalui pelatihan dan pendampingan teknologi
yang disebarkan oleh pemerintah. Dalam pascapanen kedelai, kopi, dan durian ternyata
perkembangannya, program ini telah mengalami dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat
berbagai perubahan, mulai dari perubahan kesejahteraan petani secara memadai. Tingkat
istilah, kelembagaan, hingga fase penghentian pendapatan petani hortikultura di Kabupaten
kegiatan (masa vakum). Meski telah mengalami Belu antara lain meningkat setelah mendapat
beberapa kali perubahan istilah, kegiatan yang pelatihan dan pendampingan rata-rata dari
dijalankan sebenarnya tidak mengalami Rp58.000/bln menjadi Rp220.000/bln (Saparita
perubahan berarti. Pendayagunaan sarjana et al. 2013).
dalam pemberdayaan kelompok di masyarakat, Sebagai penyempurnaan undang-undang
khususnya pendampingan di perdesaan selama sebelumnya, pemerintah menerbitkan Undang-
dua tahun, selain dapat membantu Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
menyelesaikan permasalahan masyarakat, juga Daerah yang mengatur pembagian urusan
saat pascaprogram mereka dapat merintis karier pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Akan
profesional sesuai dengan minat dan bakatnya. tetapi, pelaksanaan undang-undang tersebut
Proses alih teknologi pertanian kepada secara penuh belum dimungkinkan karena
masyarakat juga dilakukan oleh mereka dan masih memerlukan berbagai penerbitan
mendapat respons yang baik serta masyarakat peraturan pemerintah. Ketentuan tentang
sebagian besar menerapkannya. Alangkah penyuluhan pertanian tidak secara eksplisit
baiknya jika para sarjana tersebut adalah putera diatur dalam undang-undang tersebut sehingga
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 29
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

pelaksanaan penyuluhan pertanian tetap produk, penciptaan teknologi dan inovasi


mengacu kepada Undang-Undang No. 16 pertanian, serta penerapan standar mutu produk
Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan (Kementan 2013).
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K).
Tentunya pemerintah daerah harus tetap
memberikan perhatian penuh terhadap hal ini. Strategi
Menteri Pertanian telah menulis surat bernomor Strategi yang diterapkan adalah memanfaat-
02/SM.600/M/1/2015 kepada gubernur seluruh kan advance technology, optimalisasi sumber
Indonesia yang memperkuat sistem penyeleng- daya penelitian, meningkatkan perakitan
garaan penyuluhan pertanian tetap mengacu teknologi, meningkatkan kuantitas, kualitas, dan
kepada UU No. 16/2006 karena tidak berten- kapabilitas sumber daya manusia, mening-
tangan dengan UU No. 23/2014. katkan kapasitas sarana dan prasarana,
Namun, pelaksanaan UU No. 16/2006 meningkatkan promosi dan mengakselerasi
bukannya tanpa masalah. Berbagai masalah diseminasi hasil, serta memperkuat jejaring
yang timbul dalam pelaksanaan UU No. 16/2006 kerja sama penelitian. Program yang
antara lain (1) karena kepangkatan penyuluh dikembangkan antara lain penciptaan teknologi
banyak yang relatif sudah tinggi, maka penyuluh dan inovasi pertanian serta pengkajian dan
tersebut dijadikan pejabat oleh pimpinan daerah percepatan diseminasi (Kementan 2013).
sehingga perannya sebagai penyuluh pertanian Program Sarjana Masuk Desa harus
tidak optimal lagi; (2) perbedaan tunjangan yang dibangun kembali dengan membentuk kelem-
diberikan kepada masing-masing penyuluh bagaan yang menaunginya dengan payung
dengan adanya perbedaan pengelolaan badan hukum, agar program pendampingan
administrasi tersebut akan menimbulkan kesen- berjalan terarah, fokus, dan berkelanjutan.
jangan sosial; dan (3) kemungkinan terjadi Kelembagaan sarjana pendamping harus
disharmoni antara pengelola penyuluhan perta- diintegrasikan dengan kelembagaan ekonomi
nian di daerah (badan atau kantor penyuluhan) desa (misalnya Bumdes) untuk pembangunan
dengan dinas sangat besar karena program ekonomi desa. Selain membantu pembangunan
kerja ada di dinas dan sumber daya manusia desa, juga menjadi lapangan kerja bagi para
pelaksanaannya ada di badan atau kantor sarjana yang baru menyelesaikan pendidikan-
penyuluhan pertanian. Oleh karena itu, solusi nya. Sarjana pendamping bertugas mendam-
terhadap berbagai masalah tersebut hendaknya pingi petani dalam memanfaatkan teknologi
menjadi perhatian para pengambil kebijakan pertanian dan pascapanen untuk peningkatan
dan legislator. produksi dan produktivitas serta nilai tambah.
Alternatif kebijakan pengembangan teknologi
pascapanen berkelanjutan dapat dibangun
STRATEGI DAN KEBIJAKAN melalui kerja sama pemerintah daerah dengan
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN Lembaga Litbang/penyedia teknologi. Kebijakan
juga harus mengakomodasikan pengembangan
Arah Pemanfaatan Teknologi Pascapanen keterkaitan institusional dan fungsional dari
sejumlah kelembagaan terkait yang mencakup
Pemanfaatan teknologi pascapanen diarah- penyuluhan, koperasi, Bumdes, kelompok tani,
kan untuk mendorong pengembangan dan pasar, dan sistem pemasaran.
penerapan advance technology untuk
meningkatkan efisiensi dan keefektifan
pemanfaatan sumber daya yang terbatas Kebijakan
jumlahnya, serta mendorong terciptanya Kebijakan yang terkait dengan iptek
suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang pascapanen meliputi (1) kebijakan peningkatan
kondusif sehingga memungkinkan optimalisasi daya saing produk pertanian melalui
sumber daya manusia dalam pengembangan standardisasi produk dan proses; (2) kebijakan
kapasitasnya untuk melakukan penelitian, pengembangan infrastruktur (sarana dan
perekayasaan serta diseminasi hasil penelitian. prasarana) dan agroindustri di perdesaan
Sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan sebagai dasar/landasan pengembangan
inovasi teknologi penanganan dan pengolahan bioindustri berkelanjutan; (3) pengembangan
hasil pertanian dalam mendukung ketahanan kapasitas sumber daya manusia dan dukungan
pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, anggaran penelitian dan pengembangan; dan
dan ekspor produk. Pencapaian sasaran (4) kebijakan pengembangan komoditas ekspor
dilakukan dengan mengurangi kehilangan dan substitusi impor (Kementan 2013).
kapasitas produksi dan meningkatkan mutu Kebijakan (1) dan (4) sangat erat kaitannya
30 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

dengan upaya menjadikan komoditas pertanian menunjukkan kegagalan KUD umumnya karena
yang tidak saja unggul secara komparatif tetapi pengelolaannya kurang baik. Selain itu,
juga unggul secara kompetitif. Untuk itu, peran kurangnya pengetahuan manajer dan karyawan
penerapan teknologi pascapanen dan sehingga pengelola KUD kurang optimal dalam
standardisasi dalam proses agroindustri di melakukan tugas dan tanggung jawabnya (Rizky
perdesaan menjadi penting untuk diterapkan. 2011).
Pada kebijakan (2) dan (3) penekanannya lebih
Dalam revitalisasi KUD, pengelolaan
pada upaya membangun agroindustri
semestinya diserahkan pada tenaga profesional,
perdesaan yang mengarah pada infrastruktur
sementara petani hanya menjadi anggota bukan
yang disediakan, sumber daya yang disiapkan,
pengurus. Pengembangan produk (pengolahan)
dan peraturan yang menaunginya. Dengan
dan pemasaran komoditas pertanian akan lebih
demikian, agroindustri di perdesaan dapat
baik jika dilakukan oleh tenaga profesional atau
diwujudkan dan dimanfaatkan secara optimal.
dengan mengundang investor melalui kemitraan
Salah satu usulan perangkat kebijakan ataupun transaksi bisnis yang diinisiasi oleh
untuk dikembangkan dan diterapkan dalam pemerintah lokal untuk kepentingan petani.
tulisan ini menurut Sudaryanto et al. (2006) Diperlukan insentif yang memadai agar investor
antara lain adalah perlu dibangunnya suatu dan para sarjana tertarik untuk membantu
model atau mekanisme yang fokus pada dalam pembangunan perdesaan.
keberlanjutan suatu kegiatan/program. Program
tersebut harus berorientasi pada peningkatan Peningkatan kesejahteraan masyarakat tani
kesejahteraan petani melalui pemanfaatan membutuhkan kegigihan dari pelaku usaha
teknologi pertanian yang dapat memberikan nilai terkait komersialisasi dan pengembangan pasar
tambah. Untuk meningkatkan kesejahteraan agar kemandirian dan keberlanjutan usahanya
petani melalui peningkatan teknologi pasca- terjamin. Jika ditelaah lebih jauh, banyak
panen diperlukan kelembagaan yang mengelola keuntungan yang didapatkan dalam meman-
dan menjamin keberlanjutannya. Dalam hal ini faatkan teknologi pascapanen, khususnya
tidak selalu harus membangun kelembagaan teknologi yang mendukung pengembangan
baru, melainkan dapat mengoptimalkan agroindustri melalui pengembangan kebijakan
kelembagaan yang sudah dibangun di tingkat berdasar pada pengembangan agroindustri
desa ataupun kecamatan. Selama ini yang dapat memacu keunggulan kompetitif
kelembagaan belum menjadi prioritas atau fokus produk/komoditas pertanian, dan menjadi
dalam setiap program pembangunan, padahal wahana pengembangan wilayah dan
kelembagaan dinilai sangat penting dalam peningkatan daya saing wilayah (Abbas 2010).
pengelolaan berbagai program pembangunan
Penyertaan tenaga sarjana memungkinkan
maupun pengembangan teknologi yang
adanya peningkatan kemampuan SDM petani
disebarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu,
dan menumbuhkan agroindustri yang sesuai
diperlukan penataan kembali kelembagaan
dan mampu dilakukan di wilayah yang
sebagai suatu sistem (yang terintegrasi),
dikembangkan. Jika agroindustri dilakukan di
sehingga bermanfaat untuk peningkatan
kesejahteraan petani. perdesaan, maka bahan baku lebih mudah
diperoleh. Agroindustri perdesaan juga dapat
Petani berhak mendapatkan pendampingan menyerap tenaga kerja dari wilayah sekitar
dan dapat berkonsultasi mengenai perma- selain biaya produksinya pasti lebih rendah
salahan pemanfaatan teknologi pertanian, karena biaya transportasi angkutan bahan baku
khususnya teknologi pascapanen. Sebagai yang lebih rendah. Selain itu, limbah biomassa
pendamping masyarakat desa, khususnya pertanian dari agroindustri tersebut dapat diolah
petani, sarjana pendamping berhak mendapat- menjadi pupuk organik untuk mendukung
kan pelatihan serta informasi program dari keberlanjutan agroindustri di perdesaan.
pemerintah dan lembaga Litbang. Sarjana
pendamping berkewajiban memberikan laporan Kegiatan agroindustri di perdesaan juga
kegiatan dari program yang dilaksanakan di dapat memperluas wilayah sentra agribisnis
masyarakat kepada institusi pelaksana program. komoditas unggulan daerah dan bahan bakunya
dapat diperoleh secara berkelanjutan. Dengan
Revitalisasi KUD perlu dilakukan dengan demikian, nilai tambah dari industri tidak keluar
membangun visi dan misi yang jelas dan dari wilayah perdesaan, melainkan dinikmati
terintegrasi dalam sistem pembangunan desa. oleh petani kecil untuk memperbaiki
Fungsi KUD ditegaskan kembali sebagai kesejahteraannya.
penyedia kebutuhan petani dan penampung
hasil pertanian. Pengalaman di lapangan
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 31
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI karena sifatnya yang khas dan unik sebagai


PERDESAAN komoditas tropika yang unggul, juga pada
ketersediaan berbagai jenis komoditas
sepanjang tahun dan memiliki cita rasa sesuai
Tujuan kegiatan industri berbasis pertanian
dengan preferensi konsumen luar negeri,
(agroindustri), di samping dapat meningkatkan
sehingga sangat menguntungkan. Keadaan ini
nilai tambah produk, juga pemantapan daya
berlaku untuk komoditas perkebunan seperti
saing terhadap produk sejenis. Pengolahan
kopi, kakao, karet, cengkeh, dan beberapa
komoditas pertanian menjadi produk olahan
komoditas hortikultura eksotis (khususnya buah-
dapat meningkatkan nilai tambah dan
buahan) yang permintaan ekspornya cukup
kemampuan bersaing di pasar. Pengembangan
berkembang. Penerapan proses agroindustri
agroindustri tidak dapat dilakukan oleh petani
yang lebih maju dan mengikuti good
kecil secara individual, namun perlu pendekatan
manufacturing practices (GMP) akan dapat
secara berkelompok dalam wadah koperasi atau
meningkatkan tidak saja nilai tambah bahkan
kelembagaan lainnya (Abbas dan Hidajat 2008;
pemasaran komoditas pertanian Indonesia yang
Abbas dan Siregar 2008). Hal ini diperkuat
berdaya saing tinggi pada tingkat nasional dan
dengan hasil penelitian Gandhi et al. (2001),
global.
bahwa sektor agroindustri di India berkontribusi
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan Agroindustri di perdesaan diharapkan dapat
pendapatan petani kecil di perdesaan, mendukung terciptanya kawasan perdesaan
khususnya di kalangan orang miskin yang tidak yang dapat meningkatkan produktivitas, daya
memiliki lahan, dan juga mengurangi saing produk agroindustri, nilai tambah produk
kemiskinan. pertanian, dan pendapatan masyarakat
perdesaan. Konsep pembangunan agroindustri
Dalam pengembangan agroindustri perlu yang didasarkan pada aspirasi masyarakat
dipertimbangkan agar industri yang dibangun bawah dan bertujuan tidak hanya meningkatkan
mengakar kuat pada masyarakat dan sumber pertumbuhan ekonomi, tetapi juga
daya lokal; mengangkat kehidupan dan mengembangkan segala aspek kehidupan
kesejahteraan masyarakat, terutama masya- sosial menjadi hal yang penting untuk
rakat perdesaan; meningkatkan pembangunan diwujudkan. Konsep agroindustri perdesaan
perekonomian regional yang selanjutnya yang dibangun semestinya memadukan
mengurangi ketimpangan pembangunan pembangunan pertanian (sektor basis di
ekonomi; serta mempercepat transisi dari perdesaan) dengan sektor industri yang selama
masyarakat agraris ke masyarakat industrial ini secara terpusat dikembangkan di kota-kota
(perdesaan) tanpa harus menimbulkan gejolak tertentu saja. Secara luas pengembangan
ekonomi dan sosial. Reardon dan Escobar agroindustri perdesaan berarti mengembangkan
(2001) menyatakan hal berikut tentang hasil perdesaan dengan cara memperkenalkan
penelitiannya di Amerika Latin bahwa agro- berbagai fasilitas kota/modern yang disesuaikan
industri perdesaan memberikan kesempatan dengan lingkungan perdesaan.
kerja luar usaha tani (rural non-farm
employment/RNFE) dan pendapatan luar usaha Dengan pola agroindustri perdesaan berarti
tani (rural non-farm incomes/RNFI): “In terms of tidak mendorong perpindahan penduduk desa
shares of rural incomes: (1) non-farm wage ke kota, justru mendorong mereka untuk tinggal
incomes exceed self-employment incomes; (2) di tempat dan menanamkan modal di daerah
RNFI far exceeds farm wage incomes; (3) local perdesaan. Kondisi ini dimungkinkan karena
RNFI far exceeds migration incomes; (4) service kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja,
sector RNFI far exceeds manufactures RNFI”. akses permodalan, pelayanan kesehatan,
Dengan demikian, pengembangan agroindustri pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial-
perdesaan menjadi suatu keharusan. ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di
perdesaan. Pengembangan agroindustri perde-
Kebijakan pengembangan agroindustri telah saan diperlukan agar tercipta keterkaitan yang
terbukti menjadi penyelamat perekonomian erat antara sektor pertanian dan sektor industri,
Indonesia saat terjadi krisis moneter tahun sehingga proses transformasi struktur
1996/1997, walaupun masih bertumpu atau perekonomian berjalan dengan baik dan efisien
dominan pada keunggulan komoditas (Abbas dari dominasi pertanian menjadi dominasi
dan Hidajat 2008). Sektor pertanian, khususnya industri. Struktur perekonomian seimbang yang
perkebunan, saat krisis menunjukkan pertum- terwujud akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
buhan karena adanya peningkatan nilai tambah (1) kontribusi sektor pertanian dalam
pada komoditas pertanian. Daya saing pembentukan pendapatan daerah secara relatif
komoditas pertanian Indonesia, di samping menurun, sedangkan sektor-sektor di luar sektor
32 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

pertanian mengalami kenaikan terutama sektor PENUTUP


industri; (2) penyerapan tenaga kerja secara
relatif menurun, sedangkan sektor-sektor selain
sektor pertanian mengalami kenaikan; (3) sektor Pemanfaatan dan penerapan teknologi oleh
pertanian mampu menyediakan bahan pangan petani kecil belum terlaksana dengan baik.
untuk kebutuhan nasional; (4) sektor pertanian Kendala yang dihadapi antara lain adanya
mampu menyediakan bahan baku untuk kesenjangan pada komunikasi proses alih
keperluan industri daerah; dan (5) produktivitas teknologi. Hal ini menyebabkan pemahaman
tenaga kerja di sektor pertanian relatif sama yang kurang baik pada sistem alih teknologi.
besarnya dengan produktivitas tenaga kerja di Pemahaman petani yang terbatas dan tidak
luar sektor pertanian. dilakukan pendampingan berakibat pada hasil
alih teknologi berjalan hanya sesaat dan tidak
Agar agroindustri dapat berperan sebagai berlanjut. Penerapan teknologi yang tidak
penggerak utama, industrialisasi perdesaan memperhatikan kelayakan teknis dan ekonomis,
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: serta sosial budaya dan lingkungan setempat,
berlokasi di perdesaan, terintegrasi secara tidak akan dapat menjamin peningkatan
vertikal, memiliki kaitan input-output yang besar penghasilan petani dan akan sulit berkembang
dengan industri lainnya, dimiliki oleh penduduk bahkan kebanyakan akan gagal.
desa, padat tenaga kerja, tenaga kerja berasal
dari desa, bahan baku merupakan produksi Keberlanjutan pemanfaatan teknologi
desa, dan produk yang dihasilkan terutama pascapanen pertanian harus terus didorong
dikonsumsi pula oleh penduduk desa agar berdampak pada peningkatan
(Simatupang dan Purwoto 1990). Latif et al. kesejahteraan petani. Pengembangan teknologi
(2015) menambahkan persyaratan selanjutnya pascapanen memerlukan kerja sama
agar agroindustri perdesaan dapat berke- pemerintah daerah dan lembaga penelitian dan
lanjutan sehingga memberi manfaat bagi pengembangan dalam membangun keterkaitan
masyarakat perdesaan dalam peningkatan institusional dan fungsional dari sejumlah
pendapatan. kelembagaan terkait di lapangan. Keterkaitan
kelembagaan ini dinilai strategis untuk
Selama ini agroindustri telah terbukti dapat
meningkatkan nilai tambah untuk peningkatan membangun optimalisasi jejaring kerja dengan
daya saing wilayah. Untuk komoditas kopi di sasaran keberlanjutan pengembangan
Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur agroindustri dan kesejahteraan petani kecil di
dengan penanganan pascapanen (pengupasan perdesaan.
biji, pemeraman atau fermentasi, pengeringan, Konsep kebijakan pengembangan teknologi
dan grading) telah meningkatkan nilai tambah pertanian berkelanjutan harus mempertim-
dari Rp120.000/kg menjadi Rp260.000/kg. bangkan aspek manajemen, konservasi sumber
Agroindustri harus diupayakan berada di daya alam, teknologi spesifik lokasi, dan
daerah, dalam upaya menekan laju urbanisasi, kelembagaan yang terlibat, sehingga
dan meningkatkan kinerja ekonomi perdesaan produktivitas, produksi, dan pendapatan dapat
dan pembangunan daerah (Abbas dan Hidajat ditingkatkan secara berkelanjutan. Tantangan
2008). Kebijakan pengembangan teknologi ke depan untuk pengembangan teknologi
pascapanen, khususnya untuk kegiatan pascapanen dalam meningkatkan kesejahteraan
agroindustri seharusnya dapat membawa sektor masyarakat adalah terkait dengan aspek
pertanian dan masyarakatnya ke arah yang pemenuhan kebutuhan pangan yang memenuhi
lebih baik. Pengembangan agroindustri harus standar kualitas produk dan penyediaan
dapat meningkatkan kesempatan kerja dan
lapangan kerja melalui optimalisasi
pendapatan petani. Kebijakan pengembangan
pemanfaatan sumber daya lokal secara efektif
teknologi pertanian tidak dilihat dari sisi sumber
dan efisien. Pengembangan konsep sistem
teknologi semata, namun juga harus
kebijakan terintegrasi melalui pengembangan
disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan
kelembagaan dan sumber daya lokal melalui
ketersediaan teknologi tepat guna dan kondisi
pengembangan teknologi tepat guna spesifik
sosial ekonomi dan budaya penduduk wilayah
lokasi dan penerapan standardisasi peralatan
tersebut. Dengan demikian, teknologi introduksi
dimanfaatkan masyarakat dan dapat mengha- yang digunakan, dan mutu produk diyakini
silkan output yang optimal, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kesejahteraan petani
akan berdampak positif terhadap kesejahteraan kecil di perdesaan.
masyarakat (Abbas dan Hidajat 2008).
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PASCAPANEN UNTUK PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI INDONESIA 33
Akmadi Abbas, Rita Nur Suhaeti

UCAPAN TERIMA KASIH collaboration with Food and Agricultural


Organization. ISBN: 978-1-84593-4.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada [Ditjen Perkebunan] Direktorat Jenderal Perkebunan.
2012. Kebijakan pengembangan komoditas
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
perkebunan strategis. Disampaikan pada rapat
yang telah memfasilitasi kegiatan kajian ini. kerja akselerasi industrialisasi dalam rangka
Ungkapan rasa terima kasih yang sama juga mendukung percepatan dan pembangunan
disampaikan kepada Dewan Redaksi, Mitra ekonomi yang diselenggarakan oleh Kementan;
Bestari, serta kepada semua pihak yang 2012 Feb 1; Jakarta, Indonesia.
membantu dan mendukung sehingga tulisan ini Gandhi V, Kumar G, Marsh R. 2001. agroindustry for
dapat tersusun. rural and small farmer development: issues and
lessons from India. Int Food Agribus Manage Rev.
2(3/4):331-344.
DAFTAR PUSTAKA
Dyah S, Saparita, R, Abbas A, Mulyadi D, Hidajat
EW. 2011. Inovasi dan kemiskinan. Subang (ID):
Abbas A. 2010. Perencanaan spin off hasil penelitian B2PTTG LIPI.
dan pengembangan sari suah di B2PTTG. Dalam: Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun
Pramono WB, Kusumadewi S, Komariah, Mastur 2001 tentang penerapan dan pengembangan
M, Prayudi Y, Yuwono T, Adi AN, editors.
teknologi tepat guna. Jakarta (ID): Sekretariat
Pengembangan teknologi berbasis green
Kabinet RI.
technology. Prosiding Seminar Nasional Teknoin
2010; 2010 Des 11; Yogyakarta, Indonesia. Kamel B. 2012. Reasons for resistance to change in
Indonesia (ID): Universitas Islam Indonesia. hlm. the national company for the distribution of
A1-A6. ISBN: 978-979-96964-7-2 electricity and gas. Int J Manage Strategy. 3(5):1-
10.
Abbas A. 2010. Model dinamik proses adopsi
teknologi pascapanen padi spesifik wilayah Jawa [Kementan] Kementerian Pertanian. 2005. Rumusan
Barat [Disertasi]. [Bandung (ID)]: Universitas musyawarah perencanaan pembangunan
Padjadjaran. pertanian 2006. Jakarta (ID): Kementerian
Pertanian.
Abbas A, Ariesusanti L. 2006. Peluang
pengembangan kakao dan produk olahannya [Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Pertanian
dalam upaya pemulihan ekonomi, masyarakat bioindustri berkelanjutan, solusi pembangunan
Kabupaten Poso: Dinamika sosial dan Indonesia masa depan. Jakarta (ID): Kementerian
pembangunan di Kabupaten Poso. Jakarta (ID): Pertanian.
LIPI Press.
Latif MA, Rahman MH, Ehsan MA. 2015. Agro-
Abbas A, Hidajat EW. 2008. Pengembangan industrial development and sustainability in
agroindustri unggulan daerah Kabupaten Belu: Bangladesh: a study. Int J Agric Res Innov Tech.
pengembangan wilayah perbatasan NTT melalui 5(2): 37-43. ISSN: 2224-0616.
penerapan teknologi. Jakarta (ID): LIPI Press.
Mundlak Y, Larson DF, Butzer R. 2002. Determinants
Abbas A, Siregar MTR. 2008. Lesson learned from of agricultural growth in Indonesia, the
research getting profit of fruit handling and Philippines and Thailand. World Bank Policy
processing activities. Paper presented In Research Working Paper 2803. Washington DC
Technology Exhibition and Business Matching on (US): The World Bank.
Turning Technology Innovation into Profit. SIRIM-
WAITRO International Conference; 2008 Aug 12- Nugraha S, Thahir R, Sudaryono. 2007. Keragaan
14; Selangor, Malaysia. Selangor (MY): SIRIM- kehilangan hasil pascapanen padi pada 3 (tiga)
WAITRO agroekosistem. Bul Teknol Pascapanen
Pertanian. 3(1):42-49.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Laporan survei
susut panen dan pascapanen gabah/beras Nugraha S. 2012. Inovasi teknologi pascapanen
tahun 2005, 2006, dan 2007. Jakarta (ID): Kerja untuk mengurangi susut hasil dan memperta-
sama BPS, Pusdatin, Ditjen Tanaman Pangan, hankan mutu gabah/beras di tingkat petani. Bul
dan Badan Litbang Pertanian. Teknol Pascapanen Pertanian. 8(1):48-61.

Benfica R, Tschirley D, Sambo L. 2002. Agro- Olaoye OA. 2014. Potentials of the agro industry
industry and smallholder agriculture: institutional towards achieving food security in Nigeria and
arrangement and rural poverty reduction in Other Sub-Saharan African Countries. J Food
Mozambique. Research Paper Series, No. 51 E, Security. 2(1):33-41 Available online at
Maputo (MZ): Directorate Ministry of Agriculture http://pubs.sciepub.com/jfs/2/1/5. doi:10.12691/jfs-
and Rural. 2-1-5.
da Silva CA, Baker D, Shepherd AW, Jenane C and - Ostertag C, Lundy M, Gottret M, Ferris S. 2007.
da-Cruz SM. 2009. Agro-industries for Identifying market opportunities for rural
Development. Rome (IT): CAB International in smallholder producers. Bogota (CB): International
34 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 1, Juli 2016: 21-34

Center for Tropical Agriculture (CIAT/Centro Simatupang P, Purwoto A. 1990. Pengembangan


Internacional de Agricultura Tropical). agroindustri sebagai penggerak pembangunan
desa. Dalam: Simatupang P, Pasandaran E,
Peraturan Menteri Pertanian nomor: Kasryno F, Zulham A, editors. Faktor penunjang
03/Kpts/Hk.060/1/2005 tentang pedoman pembangunan pertanian di Indonesia; Indonesia.
penyiapan dan penerapan teknologi pertanian. Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
2005. Jakarta (2005): Kementerian Pertanian RI. Pertanian. hlm. 1-20.
Rizky C. 2011. Peranan koperasi unit desa (KUD) Sudaryanto T, Rusastra IW. 2006. Kebijakan
dalam pengembangan usaha ternak sapi perah: strategis usaha pertanian dalam rangka
studi kasus peternakan sapi perah KUD Mandiri peningkatan produksi dan pengentasan
Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut [Skripsi]. kemiskinan. J Litbang Pertanian. 25(4):115-122.
[Bogor (ID)]: Institut Pertanian Bogor.
Suhaeti RN, Abbas A. 2010. Peran penguatan inovasi
Reardon T, Berdegue J, Escobar G. 2001. Rural teknologi dalam pengembangan usaha kecil dan
nonfarm employment and incomes in Latin mikro. Dalam: Pramono WB, Kusumadewi S,
America: overview and policy implications. World Komariah, Mastur M, Prayudi Y, Yuwono T, Adi
Dev. 29(3):385-409. AN, editors. Pengembangan teknologi berbasis
Saparita R, Abbas A. 2009. Inovasi masyarakat di green technology. Prosiding Seminar Nasional
Kabupaten Lombok Tengah. Prosiding Lokakarya Teknoin 2010; 11 Desember 2010; Yogyakarta,
Grasssroot Innovation, Mendayagunakan Inovasi Indonesia. Yogyakarta (ID): Universitas Islam
Masyarakat untuk Membangun Kemandirian Indonesia. hlm. B-23-B-27. ISBN: 978-979-96964-
Bangsa; 2009 Des 8; Bandung, Indonesia. Jakarta 7-2.
(ID): LIPI Press. hlm. C06-1–C06-13. Sumarno M. 2010. Tingkat adopsi teknologi
Saparita R, Abbas A. 2011. Model implementasi penguatan sentra industri kecil kerajinan gerabah
teknologi dalam mengelola sumber daya alam di asongan Kabupaten Sentul. JMK. 13(1):1-10.
wilayah perbatasan Malinau dengan pendekatan Tjondronegoro SM. 2013. An agricultural develop-
sistem dynamics. JEP. XIX(1):103-121. ment legacy unrealised by five presidents, 1966–
Saparita R, Dyah S, Abbas A. 2012. Pola penyebaran 2014. Masyarakat Indonesia. 39(2):379-395.
dan pemanfaatan teknologi dalam menanggulangi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun
kemiskinan penduduk di Kabupaten Subang 2002 tentang sistem nasional penelitian,
Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang. pengembangan, dan penerapan ilmu
10(1):39-48. pengetahuan dan teknologi. 2002. Jakarta (ID):
Saparita R, Dyah S, Abbas A, Hidajat EW. 2013. Sekretariat Kabinet RI.
penanggulangan kemiskinan dalam perspektif Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun
sistem inovasi. Bandung (ID): MQS. 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian,
Setyono A, Nugraha S, Sutrisno. 2009. Prinsip perikanan, dan kehutanan. 2006. Jakarta (ID):
penanganan pascapanen. Dalam: Suyamto, Kementerian Sekretariat Negara RI.
Widiarta IN, Satoto, editors. Padi: inovasi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun
teknologi dan ketahanan pangan. Subang (ID): BB 2014 tentang pemerintahan daerah. 2014. Jakarta
Padi. hlm. 471-492. (ID): Kementerian Sekretariat Negara RI.

View publication stats

You might also like