Professional Documents
Culture Documents
2018, 67 -75
ISSN: 1412-8004
JULIAN WITJAKSONO
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara
Southeast Sulawesi Assessment Institute for Agricultural Technology
Jalan Prof. Muh. Yamin No. 89 Puuwatu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
E-mail : julian_witjaksono@yahoo.com
Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 67
PENDAHULUAN strategi industrialisasi yang tepat bagi Indonesia
(Hadad et al., 2011). Hal tersebut dikarenakan
Peranan sektor pertanian selama ini dalam sebagian besar sumber daya berada di sektor
perekonomian nasional secara tradisional kerap pertanian dan sebagian besar penduduk
dilihat melalui kontribusinya dalam Indonesia masih bergantung pada sektor
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), pertanian. Agroindustri merupakan subsektor
penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pertanian yang diharapkan dapat berperan
pendapatan masyarakat dan perolehan devisa. penting terhadap pertumbuhan ekonomi,
Peranan baru sektor pertanian sekarang ini dapat penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja,
diletakkan dalam kerangka “3F contribution in the pengurangan kemiskinan, dan pemerataan
economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan pembangunan wilayah. Komoditas perkebunan
fuel (bahan bakar). Dari fungsi tersebut, terlihat merupakan bahan baku industri dan barang
bahwa sektor pertanian tidak hanya berkaitan ekspor, sehingga telah melekat adanya
dengan on-farm saja, tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha dengan
off-farm baik hulu hingga hilir (Pratiwi et al., berbagai sektor dan subsektor lainnya. Di
2017). Hal ini memperlihatkan bahwa sektor samping itu, jika diamati dari sisi
pertanian berperan strategis dalam mewujudkan pengusahaannya, sekitar 85 persen komoditas
pembangunan secara komprehensif sehingga agro merupakan usaha perkebunan rakyat yang
dapat mengurangi tingkat kemiskinan, sekaligus tersebar di berbagai daerah. Sehingga
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan industri agro akan berdampak
lapangan pekerjaan (Daryanto, 2009). Menurut langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
Agussalim (2014) kegiatan pertanian industrial masyarakat, terutama melalui perannya dalam
atau yang biasa disebut dengan agroindustri menciptakan lapangan kerja dan distribusi
perlu dikembangkan karena kedua sektor ini, pemerataan pendapatan (INDEF, 2011). Oleh
yaitu sektor pertanian dan industri memiliki sebab itu, upaya percepatan dan perluasan
peran yang besar dalam Pendapatan Domestik agroindustri dengan skala prioritas pada strategi
Bruto (PDB). Keterkaitan antara sektor pertanian hilirisasi khususnya komoditas unggulan yang
dan industri juga ditunjukkan dengan banyaknya memiliki daya saing dibutuhkan untuk
industri yang bergerak di subsektor agroindustri. mendorong peran agroindustri yang lebih besar
Berdasarkan data BPS (2016) terlihat bahwa dan berkelanjutan dalam perekonomian ke
kedua sektor tersebut dalam Produk Domestik depan.
Bruto masih merupakan yang tertinggi, dimana Jambu mete merupakan salah satu
pada tahun 2016 masing-masing mencapai komoditas yang mendapat prioritas dalam
sekitar 20,51% (untuk Industri Pengolahan) dan pembangunan perkebunan dewasa ini, terutama
sebesar 13,45% (untuk Sektor Pertanian, di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini
Kehutanan, dan Perikanan. Dari kontribusi terlihat dari adanya program rehabitasi tanaman
industri pengolahan non migas tersebut, adalah jambu mete seluas 200 hektar oleh Dinas
merupakan kontribusi dari industri makanan, Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Buton
minuman, dan tembakau; industri tekstil, barang (http://kendaripos.co.id/2017/10/06/dintan-buton-
dari kulit dan alas kaki; industri kayu dan remajakan-200-hektare-jambu-mete/). Selain itu,
produk lainnya; industri produk kertas dan Pemerintah Daerah Kabupaten Muna bekerja
percetakan; serta industri produk pupuk, kimia sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan karet. Kelima industri tersebut merupakan dan Obat telah mengembangkan Kebun Induk
industri yang mengandalkan sektor pertanian seluas 5 hektar di Kecamatan Parigi. Lebih lanjut,
sebagai bahan bakunya. Kementrian Pertanian juga telah mencanangkan
Mengingat eratnya keterkaitan antara sektor tahun perbenihan pada tahun 2018 melalui Balai
pertanian dan sektor industri maka paradigma Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi
baru dalam pembangunan ekonomi yang Tenggara untuk melakukan pembibitan jambu
berorientasi pada agroindustri merupakan mete dan mendistribusikan secara luas di
Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 69
dalam memenuhi kelangsungan hidupnya dan bentuk gelondongan (Zani, 2013; La Ola, 2012;
membuat kehidupan yang lebih baik. Potensi Sudjamorko dan Wahyudi, 2011; Sudjamorko dan
pertanaman di Sulawesi Tenggara tersebar di 12 Listyati, 2011; Yusria, 2010; Baker dan
daerah yang diusahakan dalam bentuk Witjaksono, 2008 dan Indrawanto, 2008). Zani
perkebunan rakyat yang tersebar luas hampir di (2013) berdasarkan hasil penelitiannya di lokasi
seluruh wilayah kabupaten/kota yaitu Buton, sentra produksi mete di Sulawesi Tenggara
Muna, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, menunjukan bahwa keuntungan rata-rata usaha
Bombana, Wakatobi, Kolaka Utara, Buton Utara, pengolahan kacang mete di Kabupaten Buton
Konawe Utara, Kolaka Timur, Konawe sebesar Rp 2.600,13/kg bahan baku. Hal tersebut
Kepulauan, Kendari dan Kota Bau-Bau, dengan berarti bahwa dengan melakukan pengolahan
total luas lahan 194.969 ha dan produksi 44.252 mete gelondongan menjadi kacang mete, maka
ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). keuntungan pengolah mengalami peningkatan
Terdapat 3 kabupaten yang memiliki jumlah sebesar Rp 2.600,13 jika dibandingkan dengan
produksi terbesar yaitu Muna (7.902 ton), jika menjual 1 kg dalam bentuk mete
Konawe Selatan (6.152 ton) dan Buton (4.747 ton). gelondongan, sedangkan keuntungan usaha
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pengolahan kacang mete rata-rata Rp
komoditi mete merupakan komoditi potensial 1.148.575,16/tahun atau Rp 95.714,60/bulan.
untuk dikembangkan khususnya industri Jambu mete sebagai komoditas perkebunan
pengolahan kacang mete (Rahni et al., 2018). rakyat di Sulawesi Tenggara memiliki potensi
Potensi bahan baku untuk agroindustri mete besar untuk dikembangkan. Peluang pasar yang
di Sulawesi Tenggara memiliki ketersediaan yang besar, ketersediaan lahan yang luas dan
cukup dilihat dari luas Tanaman Menghasilkan banyaknya jumlah petani yang terlibat,
(TM) perkebunan rakyat memilki areal terluas merupakan tantangan besar bagi daerah untuk
(87.148 ha) atau sekitar 27 % dari luas total TM di meningkatkan produksi dan ekspor selain
Indonesia bila dibandingkan dengan provinsi peningkatan pendapatan petani dari
lain penghasil jambu mete. Lebih lanjut dari sisi pemanfaatan tanaman sela serta produkproduk
produksi menunjukan Sulawesi Tenggara sebagai sampingan dan pengembangan industri hilir.
produsen mete nasional nomor dua (24.496 ton Pasar dunia untuk komoditas kacang mete saat
atau 18,6% dari total produksi nasional mete ini tengah mengalami perkembangan. Peluang
131.302 ton) setelah NTT (44.107 ton atau 33,6%) lebih besar diperoleh melalui perdagangan
(Witjaksono dan Asmin, 2018). Lebih lanjut, dari produk kacang mete secara domestik seiring
tingkat produktivitas jambu mete dari beberapa dengan peningkatan konsumsi dan adanya
hasil-hasil kajian (Zani, 2013; La Ola, 2012; peluang untuk meningkatkan harga domestik.
Yusria, 2010; Baker dan Witjaksono, 2008; dan Pasar lokal memiliki sejumlah keunggulan antara
Witjaksono et al., 2008) menunjukan lain dalam hal tingkat margin yang diterima dan
produktivitas yang masih rendah (281 kg/ha) bila persyaratannya yang tidak serumit pasar
dibandingkan dengan produktivitas nasional internasional. Nilai ekonomi tertinggi dari jambu
(416 kg/ha). Sistem usahatani yang mete sampai saat ini terletak pada kacang
dikembangkan oleh petani memiliki potensi yang metenya (Rahni et al., 2018). Kacang mete sebagai
cukup menguntungkan dari sisi ekonomi bahan baku industri makanan mempunyai posisi
berdasarkan beberapa hasil penelitian dan yang superior dibandingkan dengan komoditas
pengkajian di sentra-sentra produksi mete lain yang sejenis seperti kacang tanah, almond,
nasional dilihat dari indikator B/C ratio lebih dari hazelnut dan walnut. Kondisi yang demikian
1 (Zani, 2013; La Ola, 2012; Sjah et al., 2010; memberikan peluang yang cukup besar untuk
Yusria, 2010; Karmawati, 2008; dan Sahara et al., meningkatkan pangsa pasar di dalam negeri
2007). Selain itu dari sisi nilai tambah dari hasil maupun untuk ekspor. Saat ini, produk olahan
pengolahan kacang mete menunjukan kontribusi biji mete seperti kacang mete, coklat mete dan
pendapatan yang cukup signifikan terhadap produk kombinasi lainnya telah banyak di
ekonomi rumah tangga tani bila dijual dalam produksi di Sulawesi Tenggara oleh para pelaku
Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 71
Masa panen yang singkat tersebut, industri 2. Selanjutnya, program akselerasi adalah
pengacipan tidak sanggup mengolah semua peremajaan tanaman yang sudah berumur
produk yang ada sehingga banyak produk mete lebih dari 25 tahun pada areal Tanaman
yang diekspor dalam bentuk gelondongan Menghasilkan (TM). Program peremajaan
(Indrawanto, 2004; Indrawanto 2008). Fenomena tanaman ini merupakan tantangan yang berat
yang ada terlihat bahwa petani saat ini memiliki dalam program akselerasi, hal ini disebabkan
kemampuan mengelola usahatani serta posisi karena tanaman jambu mete merupakan
tawar (bargainning position) yang rendah (Daton, tulang punggung ekonomi rumah tangga
2008; Anusha et al., 2014) masyarakat sehingga mereka merasa berat jika
tanaman ditebang. Dengan demikian program
STRATEGI AKSELERASI peremajaan ini memerlukan upaya
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI pendekatan khusus dan pemberian insentif
KACANG METE bagi petani pada tanaman yang diremajakan.
. Selain itu teknologi tanaman sela pada
Industri kacang mete pada prinsipnya tanaman jambu mete yang belum
memiliki prospek yang cerah untuk mengasilkan dapat membantu masayarakat
dikembangkan, namun masih terkendala dalam petani jambu mete yang sebagian besar adalah
upaya peningkatan skala usaha (Susilowati et al., masyarakat miskin dalam memenuhi
2007). Oleh sebab itu maka diperlukan strategi kebutuhan pokok, misalnya dengan
yang tepat agar agroindustri kacang mete dapat penanamam Varietas Unggul Baru (VUB) padi
berkembang dalam upaya peningkatan nilai gogo atau INPAGO (Inhibrida Padi Gogo)
tambah dan perbaikan kesejahteraan petani sebagai tanaman sela, VUB jagung seperti
(Indrawanto, 2004). Dengan demikian Bima Uri 19, Bima Uri 20 dan Nasa 29 sangat
agroindustri kacang mete memerlukan strategi membantu petani jambu mete pada program
pengembangan yang lebih spesifik berdasarkan peremajaan tanaman.
persoalan-persoalan dan fakta-fakta yang 3. Penyediaan bahan tanam yang bersertifikat
dijumpai di lahan-lahan pengembangan jambu atau bibit unggul potensi hasil tinggi.
mete (Witjaksono dan Asmin, 2018). Agroindustri Penyediaan bahan tanam atau bibit unggul
kacang mete saat ini merupakan bentuk industri dapat dilakukan melalui sinergi antara
pengolahan kacang mete yang banyak tersebar pemerintah pusat dalam hal ini khususnya
pada skala rumah tangga menjadi tulang Direktorat Jenderal Perkebunan dan
punggung perekonomian rakyat khususnya bagi pemerintah daerah khususnya Dinas
masyarakat yang tinggal dan hidup di lahan Pertanian dan Perkebunan baik di tingkat
kering marginal di Sulawesi Tenggara. provinsi maupun kabupaten. Program
Strategi percepatan industri pengolahan Peremajaan pada program Gernas Kakao yang
kacang mete di Sulawesi Tenggara harus sukses telah diterapkan dapat menjadi contoh
dilakukan secara komperehensif dari sisi hulu bagi peramajaan tanaman jambu mete.
hingga hilir dengan tujuan jangka panjang. Pada sisi pengolahan jambu mete, program
Beberapa poin penting dari sisi hulu harus akselerasi dari sisi hilir yang dapat diterapkan
dilaksanakan, yaitu : adalah :
1. Peningkatan produktivitas pada tanaman 1. Dukungan finansial berupa kredit tanpa
yang berumur muda atau pada areal Tanaman agunan untuk bantuan usaha pengacipan
Belum Menghasilkan (TBM) melalui Paket kacang mete. Industri pengacipan kacang
Introduksi Teknologi dengan perbaikan mete di Sulawesi Tenggara masih lemah dari
teknik budidaya, pemangkasan, pemupukan sisi dukungan finansial, hal ini yang
dan pengendalian hama dan penyakit menyebabkan kondisi industri kacang mete di
tanaman. Melalui upaya ini diharapkan tingkat pedesaan kurang bergairah.
produktivitas dapat dicapai sesuai dengan Dukungan finansial diharapkan dapat
potensi tanaman. memperbaiki peralatan pengacipan yang
Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 73
UCAPAN TERIMA KASIH buton-remajakan-200-hektare-jambu-
mete/).
Ucapan terima kasih penulis ucapkan Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik
kepada Dewan Redaksi atas saran dan masukan Perkebunan Indonesia. Komoditas Jambu
dalam perbaikan makalah serta dorongan dan Mete 2014-2016. Kementerian Pertanian.
motivasi kepada penulis untuk dapat Friyatno, S dan Saptana. 2017. Kinerja agrbisnis
menyelesaikan tulisan ini. komoditas pertanian: Kemampuan
penciptaan output, nilai tambah dan
DAFTAR PUSTAKA keterkaitan antar sektor (analisis
komparasi IO tahun 2005 dan 2010). Jurnal
Agusalim, L. 2014. Pajak ekspor, pertumbuhan Manajemen dan Agrbisnis 14(3): 250-263.
ekonomi, dan pendapatan: Kasus Hadad, E.A., J. Towaha, dan N.R. Ahmadi. 2011.
agroindustri di Indonesia. Kinerja 8(2):180- Inovasi Teknologi: Menghantar Madura
194. Sebagai Pusat Agribisnis Jambu Mete
Anusha, C., Meena, C.P.M., dan Reddy, G.P. Indonesia. TREE. Majalah Semi Populer
2014. Value chain analysis of cashew in Tanaman Rempah dan Indiustri. Balai
Srikakulam District of Andra Pradesh. Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka
Agricultural Economic Research Review. Industri 2(3): 1-8.
27(2): 74-79 Hasibuan, A.M dan Wahyudi, A. 2011. Analisis
Baker dan Witjaksono, J. 2008. Potensi kacang manajemen rantai pasok benih jambu mete
mete di kawasan Timur Indonesia. (studi kasus di Kabupaten Flores Timur).
Laporan penelitian ACIAR-SADI. ISBN Buletin RISTRI 2(2): 239-250.
9781921615696. ACIAR Press. 21 hlm. INDEF. Institute for Development of Economics
Balittro. 2002. Agribisnis Jambu Mete. Booklet. and Finance. 2011. Outlook Industri 2012.
Balittro. Hlm 11. Strategi percepatan dan perluasan
Bank Indonesia. 2010. Industri pengolahan agroindustri. Hlm 1-193.
kacang mete. Laporan pola pembiayaan Indrawanto, C. 2004. Peningkatan daya saing
usaha kecil. Direktorat Kredit, BPR dan industri mete indonesia melalui
UMKM. Hlm 43. pembentukan klaster industri mete.
BPS. 2016. Statistik Nasional. Biro Pusat Statistik. Perspektif Puslitbang Perkebunan. Bogor.
Jakarta. Hlm 15-23.
Daras, U. 2007. Strategi dan inovasi teknologi Indrawanto, C. 2008. Penentuan pola
peningkatan produktivitas jambu mete di pengembangan agroindustri jambu mete.
Nusa Tenggara. Jurnal Litbang Pertanian Jurnal Littri 14(2): 78 – 86.
26(1): 25-34. Indrawanto, C., S. Wulandari, dan A. Wahyudi,
Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri 2003. Analisis faktor-faktor yang
Peternakan. Bogor : IPB Press mempengaruhi keberhasilan usahatani
Daton, A.R. 2008. Analisis pendapatan usahatani jambu mete di Sulawesi Tenggara. Jurnal
jambu mete (kasus di Desa Ratulodong, Penelitian Tanaman Industri. Puslitbang
Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Perkebunan. Bogor. Hlm 141-147.
Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Karmawati, E. 2008. Perkembangan jambu mete
Timur). Skirpsi. Unpublished. Program dan strategi pengendalian hama utamanya.
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Perspektif 7(2): 102-111.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Kurniawan, BPY. 2016. Strategi dan prospek
Bogor. pengembangan Jambu Mete Kabupaten
Dinas Pertanian Buton. 2017. Dinas pertanian Jember. Jurnal Menajemen Teori dan
Buton remajakan 200 hektar jambu mete. Terapan 9(3):242-258.
(http://kendaripos.co.id/2017/10/06/dintan-
Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 75