You are on page 1of 9

Perspektif Vol. 17 No. 1 /Juni 2018. Hlm 67- 75 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v17n1.

2018, 67 -75
ISSN: 1412-8004

STRATEGI AKSELERASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KACANG


METE DI SULAWESI TENGGARA
Acceleration Strategy for Developing Cashew Nuts Agriculture Industry in Southeast
Sulawesi

JULIAN WITJAKSONO
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara
Southeast Sulawesi Assessment Institute for Agricultural Technology
Jalan Prof. Muh. Yamin No. 89 Puuwatu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
E-mail : julian_witjaksono@yahoo.com

ABSTRAK Kata Kunci : Strategi akselerasi, hilirisasi, industri,


pengolahan
Tanaman perkebunan mampu memberikan kontribusi
yang besar bagi Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
ABSTRACT
nasional. Di Sulawesi Tenggara, selain kakao, jambu
mete merupakan tanaman yang telah lama menjadi Crop estate in Indonesia has contributed highly to the
tumpuan hidup masyarakat khususnya di lahan-lahan Gross Domestic Bruto (GDP). In Southeast Sulawesi,
kering marginal. Namun, kondisi pertanaman pada after cocoa, cashew nuts domestically as the
saat ini cukup merisaukan dilihat dari umur tanaman supporting live for farmers in the marginal dry land.
However, current condition of cashew nuts plantation
yang sudah sangat tua yang mengakibatkan
is getting worrying due to aging crop with
penurunan produktivitas tanaman. Rendahnya
consequently decreasing plant productivity. This is
produktivitas berdampak pada ekonomi masyarakat will have impact of low economy of farmers live
petani khususnya di sisi hilir akibat dari kurangnya particulary for people who work in the downstream
suplai gelondongan untuk industri olahan kacang industry due to the low supplay of shell nuts. In the
mete. Agroindustri kacang mete di Sulawesi Tenggara past few years cashew nuts agroindustry in Southeast
berkembang cukup pesat selama beberapa puluh Sulawesi is growing fastly but now this industry is
tahun terakhir namun saat ini usaha pengolahan getting down. This is because there is no supporting
kacang mete tersebut menunjukan kelesuan akibat program to help people who work in the home
tidak adanya upaya untuk pengembangan industri industry. Therefore, acceleration strategies are needed
to support this industry which has spread out across
rumah tangga tersebut. Oleh sebab itu strategi
the county producer in Southeast Sulawesi in order to
percepatan sangat dibutuhkan agar usaha pengolahan grow the economic household. Acceleration program
kacang mete yang merupakan industri rumah tangga should be implemented firstly in the upstream side,
dan tersebar di beberapa kabupaten sentra produksi Viz. 1) Introduction of technological package of cashew
agar dapat terus berkembang sebagai sumber ekonomi nut crop in the plant area of not produce yet, 2) Plant
masyarakat. Akselerasi tersebut dapat dimulai dari sisi rehabilitation program in the area of old crop, and 3)
hulu, yaitu 1) introduksi paket teknologi pada lahan providing certification nurseries program by using
tanaman yang belum menghasilkan untuk, 2) local high yield variety. Moreover, in the downstream
peremajaan tanaman pada lahan tanaman yang tidak side acceleration strategies are 1) providing loan
program with low interest without collateral
menghasilkan, dan 3) penyediaan bibit tanaman
guarantee, and 2) mechanization program by
unggul lokal yang bersertifikat. Kemudian dari sisi
providing semi authomatic machine of peeling shell for
hilir, program akselerasi meliputi 1) penyediaan skim home industry. Another which is important about
kredit tanpa agunan bagi industry pengolahan kacang strengthening program of local economic institutional.
mete, dan 2) dukungan mekanisasi yaitu alat kacip LEM sejahtera which has been implemented for cocoa
semi otomatis skala rumah tangga. Selanjutnya, yang farmers is a good model and successfully implemented
tidak kalah penting adalah dukungan kelembagaan across the county of cocoa farmers household in
ekonomi. Model LEM (Lembaga Ekonomi Masyarakat) Southeast Sulawesi. This model could be introduced
sejahtera seperti yang telah berkembang di Sulawesi for cashew nut farmers.
Tenggara untuk petani kakao dapat diintroduksi pada Key Words : Acceleration strategy, downstream,
masyarakat petani jambu mete. industry, processing, peeling shell

Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 67
PENDAHULUAN strategi industrialisasi yang tepat bagi Indonesia
(Hadad et al., 2011). Hal tersebut dikarenakan
Peranan sektor pertanian selama ini dalam sebagian besar sumber daya berada di sektor
perekonomian nasional secara tradisional kerap pertanian dan sebagian besar penduduk
dilihat melalui kontribusinya dalam Indonesia masih bergantung pada sektor
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), pertanian. Agroindustri merupakan subsektor
penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pertanian yang diharapkan dapat berperan
pendapatan masyarakat dan perolehan devisa. penting terhadap pertumbuhan ekonomi,
Peranan baru sektor pertanian sekarang ini dapat penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja,
diletakkan dalam kerangka “3F contribution in the pengurangan kemiskinan, dan pemerataan
economy”, yaitu food (pangan), feed (pakan) dan pembangunan wilayah. Komoditas perkebunan
fuel (bahan bakar). Dari fungsi tersebut, terlihat merupakan bahan baku industri dan barang
bahwa sektor pertanian tidak hanya berkaitan ekspor, sehingga telah melekat adanya
dengan on-farm saja, tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha dengan
off-farm baik hulu hingga hilir (Pratiwi et al., berbagai sektor dan subsektor lainnya. Di
2017). Hal ini memperlihatkan bahwa sektor samping itu, jika diamati dari sisi
pertanian berperan strategis dalam mewujudkan pengusahaannya, sekitar 85 persen komoditas
pembangunan secara komprehensif sehingga agro merupakan usaha perkebunan rakyat yang
dapat mengurangi tingkat kemiskinan, sekaligus tersebar di berbagai daerah. Sehingga
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan industri agro akan berdampak
lapangan pekerjaan (Daryanto, 2009). Menurut langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
Agussalim (2014) kegiatan pertanian industrial masyarakat, terutama melalui perannya dalam
atau yang biasa disebut dengan agroindustri menciptakan lapangan kerja dan distribusi
perlu dikembangkan karena kedua sektor ini, pemerataan pendapatan (INDEF, 2011). Oleh
yaitu sektor pertanian dan industri memiliki sebab itu, upaya percepatan dan perluasan
peran yang besar dalam Pendapatan Domestik agroindustri dengan skala prioritas pada strategi
Bruto (PDB). Keterkaitan antara sektor pertanian hilirisasi khususnya komoditas unggulan yang
dan industri juga ditunjukkan dengan banyaknya memiliki daya saing dibutuhkan untuk
industri yang bergerak di subsektor agroindustri. mendorong peran agroindustri yang lebih besar
Berdasarkan data BPS (2016) terlihat bahwa dan berkelanjutan dalam perekonomian ke
kedua sektor tersebut dalam Produk Domestik depan.
Bruto masih merupakan yang tertinggi, dimana Jambu mete merupakan salah satu
pada tahun 2016 masing-masing mencapai komoditas yang mendapat prioritas dalam
sekitar 20,51% (untuk Industri Pengolahan) dan pembangunan perkebunan dewasa ini, terutama
sebesar 13,45% (untuk Sektor Pertanian, di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini
Kehutanan, dan Perikanan. Dari kontribusi terlihat dari adanya program rehabitasi tanaman
industri pengolahan non migas tersebut, adalah jambu mete seluas 200 hektar oleh Dinas
merupakan kontribusi dari industri makanan, Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Buton
minuman, dan tembakau; industri tekstil, barang (http://kendaripos.co.id/2017/10/06/dintan-buton-
dari kulit dan alas kaki; industri kayu dan remajakan-200-hektare-jambu-mete/). Selain itu,
produk lainnya; industri produk kertas dan Pemerintah Daerah Kabupaten Muna bekerja
percetakan; serta industri produk pupuk, kimia sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan karet. Kelima industri tersebut merupakan dan Obat telah mengembangkan Kebun Induk
industri yang mengandalkan sektor pertanian seluas 5 hektar di Kecamatan Parigi. Lebih lanjut,
sebagai bahan bakunya. Kementrian Pertanian juga telah mencanangkan
Mengingat eratnya keterkaitan antara sektor tahun perbenihan pada tahun 2018 melalui Balai
pertanian dan sektor industri maka paradigma Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi
baru dalam pembangunan ekonomi yang Tenggara untuk melakukan pembibitan jambu
berorientasi pada agroindustri merupakan mete dan mendistribusikan secara luas di

68 Volume 17 Nomor 1, Juni 2018 : 67 - 75


beberapa kabupaten sentra produksi jambu mete. berbicara mengenai strategi percepatan dan
Tujuan pokok usahatani jambu mente saat ini perluasan agroindustri kacang mete di Sulawesi
adalah mendapatkan produksi dan kualitas Tenggara, yang berisi strategi spesifik bagi
gelondong setinggi-tingginya agar mampu percepatan dan perluasan hilirisasi komoditas
memberikan pendapatan pada petani seoptimal unggulan daerah jambu mete di Sulawesi
mungkin. Di KTI komoditas ini memberikan Tenggara. Akhirnya, sebaik apapun sebuah
peluang yang besar bagi pengentasan strategi kebijakan ekonomi dirumuskan, hanya
kemiskinan, karena pada umumnya di kawasan baru mampu untuk menyelesaikan separuh dari
ini sebagian besar berlahan kering (Bank persoalan ekonomi yang dihadapi. Sisanya
Indonesia, 2010; Daras, 2007; Daton 2008, ; La adalah implementasi konkret dari para
Ola, 2012; Baker dan Witjaksono, 2008). Jambu pengambil kebijakan untuk menerapkan secara
mete (Anacardium occidentale. L) merupakan salah tepat dan cepat strategi yang telah disusun.
satu komoditas tanaman perkebunan yang Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perumusan
memiliki arti ekonomis dan cukup potensial kebijakan ekonomi yang lebih bermutu di masa
karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan depan.
baku industri makanan. Jambu mete di Sulawesi
Tenggara telah menjadi tumpuan masyarakat POTENSI DAN PELUANG
yang tinggal di pedesaan dalam memenuhi PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI
kelangsungan hidupnya serta membuat KACANG METE
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat yang
tinggal di lahan kering marginal (La Ola, 2012). Jambu mete merupakan salah satu
Menurut Karmawati (2008) status tanaman jambu komoditas perkebunan yang banyak
mete yang semula merupakan tanaman dikembangkan di lahan kering marginal
penghijauan beralih menjadi komoditas khususnya yang banyak tersebar di Kawasan
unggulan, sehingga dirasakan perlu adanya Timur Indonesia (KTI). Komoditas tersebut
penekanan pola pengembangan yang sangat prospektif untuk dikembangkan
berorientasi agribisnis, lebih khususnya di di Indonesia, karena memiliki nilai strategis
Sulawesi Tenggara komoditas ini telah dalam pembangunan agribisnis perkebunan
ditetapkan sebagai komoditas unggulan daerah karena sangat terkait dengan berbagai industri
setelah kakao mengingat nilai ekonomi dari seperti industri makanan, minuman, kosmetik,
produk olahan kacang mete yang dapat menjadi industri otomotif (rem, serbuk friksi, campuran
daya ungkit perekonomian masyarakat yang ban, cat, dempul, lak dan lain-lain), industri
tinggal di lahan kering. Oleh sebab itu pupuk dan pestisida nabati dan pakan ternak.
agroindustri kacang mete menjadi prioritas untuk Kacang mete di pasar dunia termasuk salah satu
dikembangkan secara lebih luas di tingkat produk makanan mewah (luxury) dan lebih
pedesaan untuk menghidupkan roda disukai dibandingkan kacang tanah dan almond
perekonomian bagi masyarakat yang tinggal di (Rahni et al., 2018). Khusus untuk produksi
lahan-lahan marginal (Priyarsono dan Backe, makanan dan minuman, bentuk olahan seperti
2007). kacang mete, manisan kering, selai, buah
Tulisan ini diawali dengan paparan tentang kalengan, sirup, sari buah, anggur mete serta
potret potensi pengembangan komoditas jambe penyedap rasa produk-produk es krim dan
mete sebagai komoditas unggulan daerah dan cokelat batangan lainnya cukup banyak digemari
peluang pengembangan agroindustri kacang oleh masyarakat (Listyati dan Sudjarmoko 2011;
mete di Sulawesi Tenggara, termasuk potensi Ola et al. 2012).
bahan baku industri kacang mete. Selanjutnya, Industri kacang mete di Sulawesi Tenggara
dalam tulisan ini diuraikan pula permasalahan dimulai pada tahun 1980-an dan berkembang di
dan tantangan pengembangan agroindustri daerah-daerah lainnya dan khususnya di
kacang mete, baik secara umum maupun Sulawesi Tenggara telah menjadi tumpuan
tantangan spesifik. Bagian akhir tulisan ini ekonomi masyarakat yang tinggal di pedesaan

Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 69
dalam memenuhi kelangsungan hidupnya dan bentuk gelondongan (Zani, 2013; La Ola, 2012;
membuat kehidupan yang lebih baik. Potensi Sudjamorko dan Wahyudi, 2011; Sudjamorko dan
pertanaman di Sulawesi Tenggara tersebar di 12 Listyati, 2011; Yusria, 2010; Baker dan
daerah yang diusahakan dalam bentuk Witjaksono, 2008 dan Indrawanto, 2008). Zani
perkebunan rakyat yang tersebar luas hampir di (2013) berdasarkan hasil penelitiannya di lokasi
seluruh wilayah kabupaten/kota yaitu Buton, sentra produksi mete di Sulawesi Tenggara
Muna, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, menunjukan bahwa keuntungan rata-rata usaha
Bombana, Wakatobi, Kolaka Utara, Buton Utara, pengolahan kacang mete di Kabupaten Buton
Konawe Utara, Kolaka Timur, Konawe sebesar Rp 2.600,13/kg bahan baku. Hal tersebut
Kepulauan, Kendari dan Kota Bau-Bau, dengan berarti bahwa dengan melakukan pengolahan
total luas lahan 194.969 ha dan produksi 44.252 mete gelondongan menjadi kacang mete, maka
ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). keuntungan pengolah mengalami peningkatan
Terdapat 3 kabupaten yang memiliki jumlah sebesar Rp 2.600,13 jika dibandingkan dengan
produksi terbesar yaitu Muna (7.902 ton), jika menjual 1 kg dalam bentuk mete
Konawe Selatan (6.152 ton) dan Buton (4.747 ton). gelondongan, sedangkan keuntungan usaha
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pengolahan kacang mete rata-rata Rp
komoditi mete merupakan komoditi potensial 1.148.575,16/tahun atau Rp 95.714,60/bulan.
untuk dikembangkan khususnya industri Jambu mete sebagai komoditas perkebunan
pengolahan kacang mete (Rahni et al., 2018). rakyat di Sulawesi Tenggara memiliki potensi
Potensi bahan baku untuk agroindustri mete besar untuk dikembangkan. Peluang pasar yang
di Sulawesi Tenggara memiliki ketersediaan yang besar, ketersediaan lahan yang luas dan
cukup dilihat dari luas Tanaman Menghasilkan banyaknya jumlah petani yang terlibat,
(TM) perkebunan rakyat memilki areal terluas merupakan tantangan besar bagi daerah untuk
(87.148 ha) atau sekitar 27 % dari luas total TM di meningkatkan produksi dan ekspor selain
Indonesia bila dibandingkan dengan provinsi peningkatan pendapatan petani dari
lain penghasil jambu mete. Lebih lanjut dari sisi pemanfaatan tanaman sela serta produkproduk
produksi menunjukan Sulawesi Tenggara sebagai sampingan dan pengembangan industri hilir.
produsen mete nasional nomor dua (24.496 ton Pasar dunia untuk komoditas kacang mete saat
atau 18,6% dari total produksi nasional mete ini tengah mengalami perkembangan. Peluang
131.302 ton) setelah NTT (44.107 ton atau 33,6%) lebih besar diperoleh melalui perdagangan
(Witjaksono dan Asmin, 2018). Lebih lanjut, dari produk kacang mete secara domestik seiring
tingkat produktivitas jambu mete dari beberapa dengan peningkatan konsumsi dan adanya
hasil-hasil kajian (Zani, 2013; La Ola, 2012; peluang untuk meningkatkan harga domestik.
Yusria, 2010; Baker dan Witjaksono, 2008; dan Pasar lokal memiliki sejumlah keunggulan antara
Witjaksono et al., 2008) menunjukan lain dalam hal tingkat margin yang diterima dan
produktivitas yang masih rendah (281 kg/ha) bila persyaratannya yang tidak serumit pasar
dibandingkan dengan produktivitas nasional internasional. Nilai ekonomi tertinggi dari jambu
(416 kg/ha). Sistem usahatani yang mete sampai saat ini terletak pada kacang
dikembangkan oleh petani memiliki potensi yang metenya (Rahni et al., 2018). Kacang mete sebagai
cukup menguntungkan dari sisi ekonomi bahan baku industri makanan mempunyai posisi
berdasarkan beberapa hasil penelitian dan yang superior dibandingkan dengan komoditas
pengkajian di sentra-sentra produksi mete lain yang sejenis seperti kacang tanah, almond,
nasional dilihat dari indikator B/C ratio lebih dari hazelnut dan walnut. Kondisi yang demikian
1 (Zani, 2013; La Ola, 2012; Sjah et al., 2010; memberikan peluang yang cukup besar untuk
Yusria, 2010; Karmawati, 2008; dan Sahara et al., meningkatkan pangsa pasar di dalam negeri
2007). Selain itu dari sisi nilai tambah dari hasil maupun untuk ekspor. Saat ini, produk olahan
pengolahan kacang mete menunjukan kontribusi biji mete seperti kacang mete, coklat mete dan
pendapatan yang cukup signifikan terhadap produk kombinasi lainnya telah banyak di
ekonomi rumah tangga tani bila dijual dalam produksi di Sulawesi Tenggara oleh para pelaku

70 Volume 17 Nomor 1, Juni 2018 : 67 - 75


usaha. Menurut Rahni et al (2018) pengolahan Sudjamorko, 2011). Selain itu, dari sisi pasar
mete di Sulawesi Tenggara dilakukan langsung Nurdiyah et al. (2014) menjelaskan bahwa ekspor
oleh petani maupun buruh pabrik. Saat ini yang dominan dalam bentuk gelondong mete,
terdapat 3 perusahaan yang memiliki fasilitas telah menyebabkan petani dan kalangan industri
pengolahan jambu mete untuk keperluan ekspor, pengolahan kehilangan peluang mendapat nilai
yaitu : Comextra, Aeromas dan Phoenix Mas. tambah yaitu sebesar Rp 6 – 9 juta/hektar yang
Sejumlah kegiatan pengolahan besar juga berasal dari pengolahan kacang mete. Namun,
terdapat di Kota Bau-Bau. industri pengolahan mete menghadapi kendala
Ekspor mete berupa gelondong selama ini berupa kontinuitas ketersediaan bahan baku
telah mengurangi nilai tambah yang bisa (Kurniawan, 2016). Hal ini disebabkan karena
dinikmati oleh petani mete dari potensi dalam setahun musim panen jambu mete,
pengolahan kacang mete, hal ini disebabkan umumnya hanya empat bulan (Agustus –
karena harga kacang mete lebih tinggi dari harga November). Hal ini menjadi salah satu faktor
gelondongan (Listyati dan Sudjamorko, 2011; dan tidak berkembangnya industri pengolahan mete,
Bank Indonesia, 2010). Oleh sebab itu, baik pada skala rumah tangga maupun pada
pengolahan kacang mete menjadi alternatif yang industri menengah (Listyati dan Sudjamorko,
baik untuk meningkatkan pendapatan petani 2011). Lebih lanjut, Friyatno dan Saptana (2017)
jambu mete, dengan harga kacang mete Rp. mengemukakan bahwa persoalan pokok
35.000- Rp.40.000 per kg dengan tingkat suku pengembangan agroindustri komoditas pertanian
bunga 12% nilai NPV masih positif (Rp. dari aspek produksi adalah belum terwujudnya
1.049.293), B/C 1.36 dan IRR 22,17% (Balittro, ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan
2002). Apabila harga saat ini mencapai Rp. 77.000, kuantitas yang sesuai dengan dinamikan
nilai B/C dan IRR akan lebih tinggi (Karmawati, permintaan pasar dan preferensi konsumen.
2008). Agroindustri merupakan bagian integral
dari sektor pertanian yang memberikan
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN kontribusi penting pada proses industrialisasi di
AGOINDUSTRI KACANG METE wilayah pedesaan khususnya di Sulawesi
Tenggara yang memiliki luas perkebunan rakyat
Salah satu faktor utama dalam kendala jambu mete lebih dari 87.000 hektar atau sekitar
pengembangan jambu mete adalah tingkat 27% dari luas total pertanaman jambu mete di
produktivitasnya yang rendah bila dibandingkan Indonesia. Menurut Rahni et al (2018)
dengan potensi produksinya. Banyak faktor yang agroindustri mete di Sulawesi Tenggara sebagian
diperkirakan menjadi kendala, mulai dari bahan besar berupa industri yang berskala rumah
tanaman, kondisi biofisik lahan sampai tangga yang masih menggunakan peralatan yang
manajemen kebun (Daras, 2007), bahan tanam sederhana. Pengembangan industri mete yang
yang bukan bibit unggul (Karmawati, 2008; mengandalkan industri besar tidak berjalan baik
Daras, 2007), kondisi agroekologi yang kurang (Susilowati, 2008). Ketidakserasian antara
sesuai, kurangnya pemeliharaan dan gangguan kebutuhan bahan baku agroindustri pengacipan
OPT (Karmawati, 2008; Purwanto dan Pranowo, mete dengan waktu produksi gelondong mete
2011; Indrawanto, 2008). Hal ini juga sejalan mengakibatkan tidak efisiennya industri jambu
dengan hasil hasil penelitian yang dilakukan oleh mete nasional, hal ini didukung oleh Yanuasari et
Zani (2013); La Ola (2012); Listyati dan al (2015) bahwa inefisiensi agroindustri
Sudjamorko (2011); Yusria (2010); Baker dan disebabkan oleh ketersediaan bahan baku yang
Witjaksono (2008); Witjaksono et al (2008); dan bersifat musiman. Faktor terpenting dalam
Sahara et al (2007), selain itu kondisi umur pengembangan agroindustri adalah ketersediaan
tanaman yang telah berumur lebih dari 25 tahun bahan baku. Saat ini, produksi gelondong mete
berpotensi menjadi ancaman terhadap terkendala pada masa panen yang hanya
menurunnya produktivitas tanaman dan berlangsung antara Agustus – November (4
produksi yang dihasilkan (Listyati dan bulan).

Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 71
Masa panen yang singkat tersebut, industri 2. Selanjutnya, program akselerasi adalah
pengacipan tidak sanggup mengolah semua peremajaan tanaman yang sudah berumur
produk yang ada sehingga banyak produk mete lebih dari 25 tahun pada areal Tanaman
yang diekspor dalam bentuk gelondongan Menghasilkan (TM). Program peremajaan
(Indrawanto, 2004; Indrawanto 2008). Fenomena tanaman ini merupakan tantangan yang berat
yang ada terlihat bahwa petani saat ini memiliki dalam program akselerasi, hal ini disebabkan
kemampuan mengelola usahatani serta posisi karena tanaman jambu mete merupakan
tawar (bargainning position) yang rendah (Daton, tulang punggung ekonomi rumah tangga
2008; Anusha et al., 2014) masyarakat sehingga mereka merasa berat jika
tanaman ditebang. Dengan demikian program
STRATEGI AKSELERASI peremajaan ini memerlukan upaya
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI pendekatan khusus dan pemberian insentif
KACANG METE bagi petani pada tanaman yang diremajakan.
. Selain itu teknologi tanaman sela pada
Industri kacang mete pada prinsipnya tanaman jambu mete yang belum
memiliki prospek yang cerah untuk mengasilkan dapat membantu masayarakat
dikembangkan, namun masih terkendala dalam petani jambu mete yang sebagian besar adalah
upaya peningkatan skala usaha (Susilowati et al., masyarakat miskin dalam memenuhi
2007). Oleh sebab itu maka diperlukan strategi kebutuhan pokok, misalnya dengan
yang tepat agar agroindustri kacang mete dapat penanamam Varietas Unggul Baru (VUB) padi
berkembang dalam upaya peningkatan nilai gogo atau INPAGO (Inhibrida Padi Gogo)
tambah dan perbaikan kesejahteraan petani sebagai tanaman sela, VUB jagung seperti
(Indrawanto, 2004). Dengan demikian Bima Uri 19, Bima Uri 20 dan Nasa 29 sangat
agroindustri kacang mete memerlukan strategi membantu petani jambu mete pada program
pengembangan yang lebih spesifik berdasarkan peremajaan tanaman.
persoalan-persoalan dan fakta-fakta yang 3. Penyediaan bahan tanam yang bersertifikat
dijumpai di lahan-lahan pengembangan jambu atau bibit unggul potensi hasil tinggi.
mete (Witjaksono dan Asmin, 2018). Agroindustri Penyediaan bahan tanam atau bibit unggul
kacang mete saat ini merupakan bentuk industri dapat dilakukan melalui sinergi antara
pengolahan kacang mete yang banyak tersebar pemerintah pusat dalam hal ini khususnya
pada skala rumah tangga menjadi tulang Direktorat Jenderal Perkebunan dan
punggung perekonomian rakyat khususnya bagi pemerintah daerah khususnya Dinas
masyarakat yang tinggal dan hidup di lahan Pertanian dan Perkebunan baik di tingkat
kering marginal di Sulawesi Tenggara. provinsi maupun kabupaten. Program
Strategi percepatan industri pengolahan Peremajaan pada program Gernas Kakao yang
kacang mete di Sulawesi Tenggara harus sukses telah diterapkan dapat menjadi contoh
dilakukan secara komperehensif dari sisi hulu bagi peramajaan tanaman jambu mete.
hingga hilir dengan tujuan jangka panjang. Pada sisi pengolahan jambu mete, program
Beberapa poin penting dari sisi hulu harus akselerasi dari sisi hilir yang dapat diterapkan
dilaksanakan, yaitu : adalah :
1. Peningkatan produktivitas pada tanaman 1. Dukungan finansial berupa kredit tanpa
yang berumur muda atau pada areal Tanaman agunan untuk bantuan usaha pengacipan
Belum Menghasilkan (TBM) melalui Paket kacang mete. Industri pengacipan kacang
Introduksi Teknologi dengan perbaikan mete di Sulawesi Tenggara masih lemah dari
teknik budidaya, pemangkasan, pemupukan sisi dukungan finansial, hal ini yang
dan pengendalian hama dan penyakit menyebabkan kondisi industri kacang mete di
tanaman. Melalui upaya ini diharapkan tingkat pedesaan kurang bergairah.
produktivitas dapat dicapai sesuai dengan Dukungan finansial diharapkan dapat
potensi tanaman. memperbaiki peralatan pengacipan yang

72 Volume 17 Nomor 1, Juni 2018 : 67 - 75


rusak atau dengan mengganti mesin semi didukung oleh Zahir dan Sanawiri (2018)
otomatis pengacipan kacang mete. berdasarkan analisis komparatif (RCA) dan
2. Program mekanisasi dalam hal ini penyediaan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
mesin semi otomatis skala rumah tangga menunjukan bahwa keunggulan komparatif
sangat dibutuhkan oleh industri pengolahan komoditas jambu mete Indonesia masih di bawah
kacang mete di Sulawesi tenggara. India dan Vietnam yang disebabkan tingginya
ekspor gelondongan bila dibandingkan ekspor
Selain itu dari sisi kelembagaan keuangan dalam bentuk olahan atau mete kupas.
mikro di tingkat pedesaan masih terlihat Program akselerasi ini membutuhkan
kurangnya dukungan pemerintah daerah koordinasi dan sinergi yang baik di tingkat
terhadap lembaga ekonomi mikro di pedesaan. pemerintah pusat dan kolaborasi dengan
Program LEM (Lembaga Ekonomi Masyarakat) pemerintah daerah baik dukungan finansial
dapat mejadi contoh dan diterapkan pada maupun dukungan kebijakan Pemerintah
industri pengolahan kacang mete di pedesaan. Daerah. Dalam implementasi kebijakan memang
Program LEM Sejahtera pada kawasan memerlukan sinkronisasi program, koordinasi
perkebunan kakao telah sukses diterapkan dan antar instansi, sinergi pusat dan daerah, dan
saat ini berkembang dengan baik. Salah satu kolaborasi yang dapat diterapkan dalam bentuk
program pemerintah pusat saat ini yang konsorsium mete.
diterapkan oleh Kementrian Pertanian yaitu
pengembangan kawasan perkebunan kakao
berbasis korporasi aktif melibatkan LEM KESIMPULAN
Sejahtera dan juga BUMDES (Badan Usaha Milik
Desa). Usahatani jambu mete di Sulawesi Tenggara
Permasalahan dan tantangan yang terjadi selama lebih dari tiga dekade telah memberikan
pada saat ini khususnya di Sulawesi Tenggara penghidupan bagi petani dan kesempatan kerja
untuk pengembangan agroindustri kacang mete bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
memang cukup kompleks, mulai dari persoalan khususnya mereka yang tinggal dan hidup di
di hulu hingga hilirisasi produk dari tanaman lahan-lahan kering marginal. Berbagai persoalan
jambu mete. Namun, strategi ekselerasi yang mulai dari sisi hulu hingga hilir saat ini sedang
tepat adalah menghidupkan sisi hilirisasi produk mengancam sumber penghidupan bagi mereka
kacang mete dengan program akselerasi tersebut yang pendapatan rumah tangganya tergantung
di atas, karena dengan industri pengolahan pada komoditas ini. Pemerintah pusat dan
kacang mete yang berkembang dapat dijadikan daerah selama ini telah berusaha untuk
dukungan dan motivasi untuk memperbaiki sisi menangani persoalan yang sedang terjadi saat
hulu yaitu produksi untuk kontinuitas bahan ini, namun sayangnya karena lemahnya
baku. Hal ini sejalan dengan Zaubin dan sinergitas dan koordinasi serta penanganan yang
Mulyono (2002) yang menyatakan bahwa tidak komperehensif menyebabkan tidak
hilirisasi produk dalam bentuk olahan kacang optimalnya hasil yang diperoleh.
mete menjadi motivasi di sisi hulu untuk Oleh sebab itu strategi percepatan untuk
menghidupkan petani yang sangat tergantung memperbaiki masalah yang sedang terjadi lebih
pada penjualan gelodongan. Hal ini disebabkan difokuskan untuk memperbaiki sektor hilir
karena dari sisi nilai tambah ekonomi penjualan dengan agroindustri mete agar memotivasi
kacang mete lebih menguntungkan dari pada sektor hulu untuk tetap bekerja menghasilkan
penjualan gelondongan (Hasibuan dan Wahyudi, bahan baku olahan kacang mete. Namun
2011). Hasil-hasil penelitian dan kajian yang telah demikian, strategi percepatan di sektor hulu
dikemukakan sebelumnya menunjukan dari sisi harus dilakukan secara bertahap dengan sebuah
pasar global penjualan gelondongan mete atau gerakan nasional, tanpa sebuah stimulus nasional
ekspor dalam bentuk gelondongan sangat sulit jika dilaksanakan secara komperehensif.
merugikan pendapatan devisa negara. Hal ini

Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 73
UCAPAN TERIMA KASIH buton-remajakan-200-hektare-jambu-
mete/).
Ucapan terima kasih penulis ucapkan Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik
kepada Dewan Redaksi atas saran dan masukan Perkebunan Indonesia. Komoditas Jambu
dalam perbaikan makalah serta dorongan dan Mete 2014-2016. Kementerian Pertanian.
motivasi kepada penulis untuk dapat Friyatno, S dan Saptana. 2017. Kinerja agrbisnis
menyelesaikan tulisan ini. komoditas pertanian: Kemampuan
penciptaan output, nilai tambah dan
DAFTAR PUSTAKA keterkaitan antar sektor (analisis
komparasi IO tahun 2005 dan 2010). Jurnal
Agusalim, L. 2014. Pajak ekspor, pertumbuhan Manajemen dan Agrbisnis 14(3): 250-263.
ekonomi, dan pendapatan: Kasus Hadad, E.A., J. Towaha, dan N.R. Ahmadi. 2011.
agroindustri di Indonesia. Kinerja 8(2):180- Inovasi Teknologi: Menghantar Madura
194. Sebagai Pusat Agribisnis Jambu Mete
Anusha, C., Meena, C.P.M., dan Reddy, G.P. Indonesia. TREE. Majalah Semi Populer
2014. Value chain analysis of cashew in Tanaman Rempah dan Indiustri. Balai
Srikakulam District of Andra Pradesh. Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka
Agricultural Economic Research Review. Industri 2(3): 1-8.
27(2): 74-79 Hasibuan, A.M dan Wahyudi, A. 2011. Analisis
Baker dan Witjaksono, J. 2008. Potensi kacang manajemen rantai pasok benih jambu mete
mete di kawasan Timur Indonesia. (studi kasus di Kabupaten Flores Timur).
Laporan penelitian ACIAR-SADI. ISBN Buletin RISTRI 2(2): 239-250.
9781921615696. ACIAR Press. 21 hlm. INDEF. Institute for Development of Economics
Balittro. 2002. Agribisnis Jambu Mete. Booklet. and Finance. 2011. Outlook Industri 2012.
Balittro. Hlm 11. Strategi percepatan dan perluasan
Bank Indonesia. 2010. Industri pengolahan agroindustri. Hlm 1-193.
kacang mete. Laporan pola pembiayaan Indrawanto, C. 2004. Peningkatan daya saing
usaha kecil. Direktorat Kredit, BPR dan industri mete indonesia melalui
UMKM. Hlm 43. pembentukan klaster industri mete.
BPS. 2016. Statistik Nasional. Biro Pusat Statistik. Perspektif Puslitbang Perkebunan. Bogor.
Jakarta. Hlm 15-23.
Daras, U. 2007. Strategi dan inovasi teknologi Indrawanto, C. 2008. Penentuan pola
peningkatan produktivitas jambu mete di pengembangan agroindustri jambu mete.
Nusa Tenggara. Jurnal Litbang Pertanian Jurnal Littri 14(2): 78 – 86.
26(1): 25-34. Indrawanto, C., S. Wulandari, dan A. Wahyudi,
Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri 2003. Analisis faktor-faktor yang
Peternakan. Bogor : IPB Press mempengaruhi keberhasilan usahatani
Daton, A.R. 2008. Analisis pendapatan usahatani jambu mete di Sulawesi Tenggara. Jurnal
jambu mete (kasus di Desa Ratulodong, Penelitian Tanaman Industri. Puslitbang
Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Perkebunan. Bogor. Hlm 141-147.
Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Karmawati, E. 2008. Perkembangan jambu mete
Timur). Skirpsi. Unpublished. Program dan strategi pengendalian hama utamanya.
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Perspektif 7(2): 102-111.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Kurniawan, BPY. 2016. Strategi dan prospek
Bogor. pengembangan Jambu Mete Kabupaten
Dinas Pertanian Buton. 2017. Dinas pertanian Jember. Jurnal Menajemen Teori dan
Buton remajakan 200 hektar jambu mete. Terapan 9(3):242-258.
(http://kendaripos.co.id/2017/10/06/dintan-

74 Volume 17 Nomor 1, Juni 2018 : 67 - 75


La Ola, T. 2012. Analisis kesejahteraan petani perspektif peningkatan kinerja ekonomi
jambu mete di Kabupaten Buton dan dan pendapatan petani. Forum Penelitian
Kabupaten Muna. Agriplus 22(1): 73-80. Agro Ekonomi 26(1): 44-57.
Nurdiyah, Fariyanti, A., dan Jahroh, S. 2014. Susilowati, S.H., Sinaga B.M., Limbong, W.H. dan
Analisis Pemasaran Jambu Mete di Erwidodo. 2007. Dampak kebijakan
Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi ekonomi di sektor agroindustri terhadap
Tenggara. Informatika Pertanian 23(1): kemiskinan dan distribusi pendapatan
85-94. rumah tangga di Indonesia: Analisis
Pratiwi, A.N., Harianto dan Drayanto, A. 2017. simulasi dengan sistem neraca sosial
Peran agroindustri hulu dan hilir dalam ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi 25(1): 11-
perekonomian dan distribusi pendapatan 36.
di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Witjaksono dan Asmin, 2018. Agroindustri
Agribisnis 14(2): 127-137 kacang mete di Sulawesi Tenggara:
Priyarsono, D.S. dan Backe, J. 2007. Industri Potensi, kendala dan strategi
berbasis pertanian: Arah pengembangan pengembangannya. Prosiding Forum
industri di Indonesia. Jurnal SOCA 8(3): Komunikasi Nasional Jambu Mete II. Hlm.
256-264. 207-209.
Purwanto, E.H dan Pranowo, D. 2011. Witjaksono, J., A. Sulle, dan S. Ruku. 2008.
Pemanfaatan lahan diantara jambu mete Strategi Akselerasi Peningkatan
muda di lahan marginal. Buletin RISTRI Pendapatan Petani Jambu Mete di Sulawesi
2(2): 199-206. Tenggara. Jurnal SOCA 8 (1).
Rahni, M.N., Karimuna, L, dan Asmin. 2018. Yanuasari, K.I., Hartadi, R, dan Raharto, S. 2015.
Pengembangan Agroindustri Jambu Met di Analisis pendapatan dan nilai tambah serta
Provinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding strategi pengembangan agroindustri
Forum Komunikasi Nasional Jambu Mete kacang oven pada CV. TDS mitra garuda
II. Hlm. 134-144. di Kabupaten Jember. Agritop. Jurnal
Sahara, D., Abidin, Z., dan Dahya. 2007. Tingkat Ilmu-Ilmu Pertanian. 13(2): 126-136.
pendapatan petani terhadap komoditas Yusria, W.A. 2010. Keadaan ekonomi rumah
unggulan perkebunan Sulawesi Tenggara. tangga petani jambu mete di Kabupaten
Jurnal SOCA 7(2): 1-10. Buton Sulawesi Tenggara. AGRISEP 9(2):
Sjah, T., Jamani, H dan Rusdi. 2010. Masalah 109-119.
usahatani jambu mete di Kabupaten Zahir, N dan Sanawiri, B. 2018. Analisis daya
Sumbawa Barat dan upaya saing kacang mete Indonesia di Pasar
penanggulangnnya. Agroteksos 20(1): 65- Internasional (Studi tentang kacang mete
70. Indonesia tahun 2011-2015). Jurnal
Sudjamorko, B dan Listyati, D. 2011. Nilai tambah Administrasi Bisnis. 54(1): 66-73
ekonomi pengolahan jambu mete Zani, M. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Indonesia. Buletin RISTRI 2(2): 231-238 keuntungan usaha pengolahan kacang
Sudjamorko, B dan Wahyudi, A. 2011. mete di Kabupaten Buton. Agriplus 23(3):
Pengembangan industri klaster jambu 193-200.
mete di Jawa Timur. Buletin RISTRI 2(2): Zaubin, R dan Mulyono, E. 2002. Peningkatan
251-264. daya saing jambu mete menunjang
Susilowati, S.H. 2008. Strategi Agricultural- agribisnis. Perspektif 1(2): 66-72.
Demand-Led-Industrialization dalam

Strategi Akselerasi Pengembangan Agroindustri Kacang Mete di Sulawesi Tenggara (JULIAN WITJAKSONO) 75

You might also like