Professional Documents
Culture Documents
Abstract
This research aims to determine the survival of Litopenaeus vannamei post larvae when challenged with various
density of pathogenic Vibrio harveyi. The L. vannamei post larvae used in this study was obtained from Vannamei
Broodstock Center BPIUUK, Karangasem Bali. This research was conducted for two months, from April to May 2018
in fishery laboratory, Faculty of Marine Science and Fisheries, Udayana University by using complete randomized
experimental design with four different V. harveyi density and three times repetitions. The study showed that the
higher density of pathogenic V. harveyi resulted on the lower survival of L. vannamei post larvae. The highest density
of V. harveyi 107 CFU/mL in treatment D resulted on 53±5.77% post larvae survival, while treatment A as control
without addition of V. harveyi was still has survival of 100±0.00% at the end of experiment. The density 10 5 CFU/mL of
V. harveyi (Treatment B) seems able to be tolerated by L. vannamei post larvae since the shrimp was still have high
survival at this V. harveyi density. Further both V. harveyi density of 106 CFU/mL and 107 CFU/mL were not able to
tolerated by the shrimp post larvae and lead to the high shrimp mortality. Although affected on shrimp survival,
addition of V. harveyi have no significant effect to the weight of shrimp post larvae between treatments.
Keywords: Litopenaeus vannamei, Vibrio harveyi, Challenged Test, Shrimp Post Larvae
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelulushidupan pasca larva Udang Vaname yang diuji tantang
dengan bakteri patogen Vibrio harveyi. Pasca larva Udang Vaname yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari Vannamei Broodstock Center BPIUUK, Karangasem Bali. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu
pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 di laboratorium perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Udayana dengan menggunakan rancangan acak lengkap, 4 perlakuan dengan kepadatan bakteri yang
berbeda dan 3 kali ulangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepadatan bakteri patogen V. harveyi
yang digunakan mengakibatkan tingkat kelulushidupan pasca larva Udang Vaname menjadi rendah. Kepadatan
bakteri V. harveyi tertinggi yaitu 107 CFU/mL terdapat pada perlakuan D dengan tingkat kelulushidupan sebesar 53 ±
5,77%, sementara Perlakuan A sebagai kontrol yaitu tanpa penambahan bakteri V. harveyi, memiliki tingkat
kelulushidupan sebesar 100 ± 0,00% pada akhir percobaan. Kepadatan bakteri V. harveyi 105 CFU/mL pada perlakuan
B masih dapat ditoleransi oleh pasca larva Udang Vaname karena memiliki tingkat kelulushidupan yang tinggi.
Selanjutnya pada kepadatan bakteri V. harveyi 106 CFU/mL dan 107 CFU/mL tidak dapat ditoleransi oleh pasca larva
Udang Vaname karena menyebabkan kematian udang yang tinggi. Meskipun penambahan V. harveyi berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kelulushidupan tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bobot pasca
larva Udang Vaname antar perlakuan.
Kata Kunci: Litopenaeus vannamei, Vibrio harveyi, Uji Tantang, Larva Udang
2.3.1 Pembuatan Media Dan Kultur Bakteri Setiap unit perlakuan diinfeksi oleh bakteri Vibrio
harveyi dengan konsentrasi berbeda. Selama uji
Sebelum kegiatan penelitian, dilakukan sterilisasi tantang, pasca larva diberi pakan dan aerasi.
peralatan. Sterilisasi dilakukan untuk mematikan Pengamatan dimulai jam 07.00 WITA pasca infeksi
segala bentuk kehidupan mikroorganisme dalam dengan mengamati tingkat kelulushidupan dan
peralatan penelitian agar tidak terjadi kontaminasi. abnormalitas yang terjadi pada pasca larva setiap 6
Dalam penelitian ini proses sterilisasi dilakukan jam sekali. Pengamatan dihentikan jika mortalitas
dengan 2 cara yaitu menggunakan autoklaf dan pasca larva Udang Vaname sudah mencapai 50%
bunsen. (LD50). Tingkat kelulushidupan pasca larva udang
Strain bakteri yang digunakan dalam dihitung pada akhir penelitian menurut Effendi
penelitian ini adalah bakteri pathogen yang (1997). Setelah penelitian selesai, bakteri pada
merupakan koleksi dari Laboratorium Ilmu media pemeliharaan dan larva dihitung dengan
Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan menggunakan metode perhitungan TPC (Total
Udayana. Strain bakteri terlebih dahulu Plate Count) dengan jumlah koloni harus berkisar
diinokulasi kedalam media LB Broth. Selanjutnya 30-300 (Hadioetomo, 1993).
isolat bakteri diambil secara aseptik dengan
menggunakan mikropipet sebanyak 0,1 mL lalu 2.4 Analisis Data
disebar diatas media TCBS dengan metode spread-
plate (Pelczar dan Chan, 2002). Setelah Data yang diperoleh selama penelitian ini
ditumbuhkan, bakteri selanjutnya diinkubasi dianalisis menggunakan bantuan software
selama 24 jam pada suhu 37oC (Chau et al., 2011). Microsoft Excel 2010 dan dengan analisis statistik
Bakteri yang telah tumbuh pada media TCBS menggunakan software SPSS (Statistical Product and
kemudian dikultur kembali ke dalam media LB Service Solutions). Analisis yang dilakukan meliputi
Broth. Untuk mengetahui kepadatan bakteri Analisis Ragam (ANOVA) one way untuk
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
pada panjang gelombang 550 nm (Bibiana, 1994). parameter. One way anova dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata
2.3.2 Persiapan Organisme Uji untuk lebih dari dua kelompok sampel yang tidak
berhubungan. Selanjutnya dilakukan Uji tukey
Pasca larva yang digunakan dalam penelitian ini apabila perlakuan yang diberikan memberi
sebelumnya sudah melewati treatmen probiotik pengaruh nyata atau tidak. Data yang diperoleh
mulai dari stadia naupli sampai pasca larva. Pasca disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
larva diadaptasi selama 1 malam sebelum diinfeksi
bakteri dengan metode perendaman. Wadah yang 2.4.1 Tingkat Kelulushidupan
digunakan sebagai media pemeliharaan adalah
toples yang berkapasitas 500 mL dengan padat Tingkat kelulushidupan merupakan perbandingan
penebaran 10 ekor per toples. Penelitian ini jumlah udang pada akhir dan awal penelitian.
menggunakan sistem Waterbath, dimana toples Tingkat kelulushidupan udang dihitung dengan
sebagai media pemeliharaan diletakkan di dalam menggunakan rumus (Effendi, 1997) yaitu:
akuarium yang telah berisi air dan heater. Setiap
akuarium berisikan 6 buah toples dan 1 heater (1)
dengan suhu 28oC serta penambahan air diluar
toples sebanyak 6-7 Liter. Sistem ini dilakukan dimana SR adalah tingkat kelulushidupan (%), Nt
untuk menjaga suhu tetap stabil dalam toples. adalah jumlah udang pada akhir penelitian (ekor),
Selama penelitian berlangsung, pasca larva dan No adalah Jumlah udang pada awal penelitian
diberikan pakan berupa fine crumble. Frekuensi (ekor). Tingkat kelulushidupan yang didapatkan
pemberian pakan 5 kali per hari yaitu pukul 07.00; kemudian dimasukkan dalam kriteria tingkat
11.00; 15.00; 18.00; dan 22.00 WITA (Nurdjana et al., kelulushidupan menurut Effendi, 1997.
1989 dalam Bakhtiar, 2004).
2.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak
2.3.3 Uji Tantang
Pertumbuhan panjang udang dihitung dengan
menggunakan rumus pertumbuhan panjang
mutlak (Growth Rate) sebagai berikut (Effendi, yaitu sebesar 100±0,00% (Gambar 2). Analisis
1998): menggunakan ANOVA untuk menguji perlakuan
terhadap tingkat kelulushidupan pasca larva
(2) Udang Vaname diperoleh hasil yang signifikan
(p<0,05), dimana hasil tersebut menunjukkan
dimana Lm adalah pertumbuhan panjang mutlak bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang
(cm), Lt adalah panjang rata-rata akhir udang (cm), berbeda nyata.
dan Lo adalah panjang rata-rata awal udang (cm).
Pertumbuhan panjang mutlak yang didapatkan 120
c c
Kelulushidupan (%)
kemudian dimasukkan dalam kriteria 100
pertumbuhan panjang mutlak menurut Effendi, b
80
1998.
60 a
2.4.3 Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot udang dihitung dengan 40
menggunakan rumus pertumbuhan bobot mutlak 20
(Growth Rate) sebagai berikut (Effendi, 1998):
0
A B C D
(3)
Perlakuan
dimana Wm adalah pertumbuhan bobot mutlak (g), Gambar 2. Tingkat Kelulushidupan Pasca Larva Udang
Wt adalah bobot rata-rata akhir udang (g), dan Wo Vaname.
adalah bobot rata-rata awal udang (g).
Pertumbuhan bobot mutlak yang didapatkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri
kemudian dimasukkan dalam kriteria Vibrio harveyi dapat menginfeksi pasca larva
pertumbuhan bobot mutlak menurut Effendi, 1998. Udang Vaname dengan mortalitas 50% (LD50)
2.4.4 Kelimpahan Total Bakteri Vibrio harveyi dalam jangka waktu 4 hari (96 jam) perendaman.
Tingkat kelulushidupan terendah terdapat pada
Kelimpahan total bakteri pada media
perlakuan D (Vibrio harveyi 107 CFU/mL) yaitu
pemeliharaan dan larva dihitung menggunakan
sebesar 53±5,77%. Kematian pasca larva pada
metode hitungan cawan sebar dengan perhitungan
perlakuan D (Vibrio harveyi 107 CFU/mL) mulai
sebagai berikut (Hadioetomo, 1993):
terjadi pada 6 jam pasca infeksi bakteri. Setelah
pemberian konsentrasi bakteri, pola
(4) pergerakannya tidak beraturan berakhir dengan
diam di dasar wadah dan tidak responsif terhadap
dimana Bakteri adalah banyaknya sel bakteri pakan. Hal ini diduga karena tingginya
(CFU/mL), N adalah jumlah koloni bakteri, f konsentrasi bakteri Vibrio harveyi menyebabkan
adalah faktor pengenceran, dan Penebaran adalah stress sehingga terjadi gejala yang tidak normal
jumlah sampel yang ditebar pada media kultur pada udang. Pasca larva Udang Vaname hasil
(mL). Kelimpahan total bakteri yang didapatkan pemuliaan yang mati pada perlakuan ini
kemudian dimasukkan dalam kriteria kelimpahan membuktikan bahwa dengan kepadatan bakteri
total bakteri menurut Hadioetomo, 1993. Vibrio harveyi 107 CFU/mL pasca larva sudah tidak
bisa beradaptasi dengan baik dan dapat
3. Hasil dan Pembahasan menyebabkan kematian secara massal selama
pemeliharaan. Mariyono et al. (2006)
3.1 Pengaruh Kuantitas Bakteri Vibrio harveyi mengemukakan bahwa konsentrasi bakteri Vibrio
Terhadap Tingkat Kelulushidupan Pasca Larva Udang harveyi 107 CFU/mL dapat menyebabkan kematian
Vaname sebesar 100% dalam uji terhadap tingkat mortalitas
udang. Hasil ini didukung oleh penelitian Feliatra
Selama uji tantang diperoleh rata-rata tingkat
et al. (2014) dengan menggunakan pasca larva
kelulushidupan terendah pada perlakuan D (Vibrio
udang (windu) hasil produksi BBPBAP Jepara
harveyi 107 CFU/mL) yaitu sebesar 53±5,77% dan
yang diuji patogen dengan metode perendaman
nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan A (kontrol)
selama 96 jam menggunakan bakteri Vibrio harveyi
mengakibatkan kematian benur sebesar 36,7% Vaname. Hal ini diduga karena tidak terjadi
pada konsentrasi 105 CFU/mL, 73,3% pada perubahan kualitas lingkungan selama penelitian
konsentrasi 106 CFU/mL, 100% pada konsentrasi dan pasca larva tidak mengalami stress. Feliatra et
107 CFU/mL, dan tidak terdapat kematian pada al. (2011) mengemukakan bahwa lingkungan yang
perlakuan kontrol. Pernyataan tersebut baik akan meningkatkan daya tahan organisme
mengindikasikan bahwa konsentrasi bakteri yang yang dipelihara, sedangkan lingkungan yang
ditambahkan berbanding lurus dengan kematian kurang baik akan menyebabkan organisme yang
pasca larva Udang Vaname, dimana semakin dipelihara menjadi stress dan dapat menurunkan
tinggi konsentrasi bakteri yang ditambahkan daya tahan terhadap serangan penyakit. Selama
menyebabkan tingkat kelulushidupan semakin pengamatan, respon pasca larva Udang Vaname
menurun. sangat responsif terhadapt pakan dan juga
Tingkat kelulushidupan pada perlakuan C berenang dengan normal sehingga kondisi seperti
(Vibrio harveyi 106 CFU/mL) yaitu sebesar 77±5,77%. ini sangat mampu ditoleransi dengan baik oleh
Kematian pasca larva mulai terjadi pada 6 jam pasca larva Udang Vaname.
pasca infeksi bakteri. Selama perlakuan terlihat
jelas bahwa pasca larva Udang Vaname berenang 3.2 Pengaruh Kuantitas Bakteri Vibrio harveyi
tanpa arah, sering mendekati sumber aerasi, dan Terhadap Intensitas Infeksi
melemah di dasar wadah serta kurang respontif
terhadap pakan, hal ini menandakan bahwa Hasil perhitungan kelimpahan bakteri Vibrio
penambahan konsentrasi bakteri Vibrio harveyi harveyi pada tubuh dan air media pemeliharaan
mulai berpengaruh terhadap kondisi tubuh pasca pasca larva Udang Vaname diperoleh hasil yang
larva Udang Vaname. Penelitian yang telah signifikan (p<0,05), dimana hasil tersebut
dilakukan oleh Feliatra et al. (2014) menunjukkan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh
bahwa tingkat kelulushidupan pasca larva udang nyata terhadap kelimpahan bakteri pada tubuh
(windu) dengan penambahan konsentrasi bakteri dan air media pasca larva Udang Vaname.
106 CFU/mL didapatkan hasil sebesar 26,7% Kelimpahan bakteri tertinggi sama-sama berada
dengan waktu perendaman yang sama. pada perlakuan D (Vibrio harveyi 107 CFU/mL) dan
Tingkat kelulushidupan pada perlakuan B kelimpahan terendah terdapat pada perlakuan A
(Vibrio harveyi 105 CFU/mL) yaitu sebesar 93±5,77%. (kontrol) (Gambar 3).
Kematian pasca larva mulai terjadi pada 60 jam 9
pasca infeksi bakteri. Keadaan pasca larva c c
Log Kelimpahan Bakteri
8
menunjukkan kurang responsif terhadap pakan bc
7
Vibrio harveyi
perlakuan A (kontrol) yaitu sebesar 4,7 x 10 3 dibandingkan kelimpahan pada tubuh pasca larva
CFU/mL. Pada perlakuan B (Vibrio harveyi 105 Udang Vaname. Hal ini diduga karena kondisi
CFU/mL) kelimpahan bakteri sebesar 6,3 x 10 4 lingkungan sangat mendukung pertumbuhan
CFU/mL dan pada perlakuan C (Vibrio harveyi 106 bakteri, dengan memanfaatkan sisa-sisa pakan dan
CFU/mL) kelimpahan bakteri sebesar 8,7 x 105 parameter kualitas air yang mendukung
CFU/mL. Kelimpahan bakteri menunjukkan kehidupannya. Menurut Holt dan Krieg (1984),
peningkatan disetiap perlakuan dan berdasarkan bakteri Vibrio harveyi tumbuh secara optimal pada
analisis menggunakan ANOVA menunjukkan suhu 30°C, salinitas antara 20-30 ppt dengan pH
hasil yang signifikan. Hal ini mengindikasikan 7,0 dan bersifat anaerobik fakultatif, yaitu dapat
bahwa penambahan bakteri Vibrio harveyi hidup baik dengan atau tanpa adanya oksigen.
memberikan pengaruh yang berdeda nyata pada Meningkatnya kelimpahan bakteri pada air
kelimpahan bakteri dalam tubuh pasca larva media diduga karena bakteri masih dalam fase
Udang Vaname. Bakteri Vibrio harveyi diduga pertumbuhan (fase lag). Banyaknya sisa pakan
menginfeksi pasca larva udang Vaname dengan menyebabkan tingginya kandungan nutrien dalam
cara menempel pada eksoskeleton dan air, keadaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh
mengeluarkan bahan atau senyawa yang bakteri untuk memperbanyak diri, selain itu
mendukung virulensinya. penelitian ini berlangsung dalam waktu singkat
Menurut Donnenberg (2000), mekanisme sehingga kelimpahan bakteri menjadi tinggi. Hal
infeksi bakteri patogen dimulai dengan (i) ini didukung oleh pernyataan Sugama (2006) yang
masuknya patogen; (ii) pembentukan dan menyatakan bahwa kelebihan sisa pakan di
multiplikasi, dengan demikian menghindari perairan dapat menyebabkan bakteri tumbuh
pertahanan inang dan menyebabkan kerusakan dengan subur dan melimpah.
pada jaringan dan sel; dan (iii) keluar. Mekanisme
infeksi melibatkan faktor virulensi, yaitu motilitas, 3.3 Pengaruh Kuantitas Bakteri Vibrio harveyi
adhesi, invasi, degradasi jaringan inang, perolehan Terhadap Pertumbuhan Pasca Larva Udang Vaname
zat besi dan perlindungan dari pertahanan inang.
Sistem pertahanan tubuh udang tidak mempunyai Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan mengingat antigen dan merupakan pertumbuhan rata-rata panjang mutlak pasca larva
sistem kekebalan non-spesifik tetapi kekebalan ini Udang Vaname terendah terdapat pada perlakuan
dapat dirangsang dengan penggunaan probiotik D (Vibrio harveyi 107 CFU/mL) yaitu sebesar
dan immunostimulan secara optimal (Nakayama 0,52±0,07 cm dan pertumbuhan tertinggi terdapat
et al., 2007). pada perlakuan A (kontrol) yaitu sebesar 0,52±0,14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cm. Pada perlakuan B (Vibrio harveyi 105 CFU/mL)
kelimpahan bakteri Vibrio harveyi tertinggi dalam pertumbuhan rata-rata panjang mutlak sebesar
air media pemeliharaan terdapat pada perlakuan 0,39±0,14 cm dan pada perlakuan C (Vibrio harveyi
D (Vibrio harveyi 105 CFU/mL) yaitu sebesar 1,0 x 106 CFU/mL) sebesar 0,29±0,10 cm (Gambar 4).
108 CFU/mL dan kelimpahan terendah terdapat 0.60 b
pada perlakuan A (kontrol) yaitu sebesar 2,7 x 10 1
Panjang Mutlak (cm)
Analisis menggunakan ANOVA untuk pasca larva Udang Vaname diperoleh hasil yang
menguji perlakuan terhadap pertumbuhan tidak signifikan (p>0,05), dimana hasil tersebut
panjang mutlak pasca larva Udang Vaname menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan
diperoleh hasil yang signifikan (p>0,05), dimana yang nyata pada setiap perlakuan. Hal ini
hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan mengindikasikan bahwa penambahan bakteri
memberikan pengaruh yang perbedaan nyata Vibrio harveyi pada pasca larva Udang Vaname
pada pertumbuhan panjang mutlak. Rendahnya tidak mempengaruhi pertumbuhan bobotnya.
nilai pertumbuhan panjang mutlak pada
perlakuan D diduga disebabkan karena jumlah 3.4 Kualitas Air Media Pemeliharaan Pasca
konsentrasi bakteri Vibrio harveyi yang Penambahan Bakteri Vibrio harveyi
diaplikasikan lebih banyak dari perlakuan lainnya.
Konsentrasi bakteri yang tinggi diduga Pengukuran parameter kualitas air untuk
menyebabkan stress pada pasca larva sehingga memonitoring kualitas air selama penelitian agar
mengganggu proses konsumsi dan penyerapan tetap terkontrol dan untuk memastikan bahwa
nutrisi yang berasal dari pakan. Brunt dan Austin pasca larva Udang Vaname tidak mengalami
(2005) serta Sheehan et al. (2009) menyatakan kematian akibat lingkungan atau kualitas air yang
bahwa salah satu gejala klinis infeksi bakteri buruk. Hasil kualitas air yang didapatkan sesuai
adalah respons terhadap pakan yang buruk. dengan PERMEN-KP No. 75 (2016) yang
Keberadaan bakteri patogen dalam saluran menyatakan bahwa untuk kegiatan pemeliharaan
pencernaan dapat mengganggu keseimbangan Udang Vaname parameter kualitas air suhu adalah
mikroba sehingga menurunkan tingkat 28-32oC, salinitas adalah 26-35 ppt, pH adalah 7-8,5,
penyerapan pakan serta meningkatkan jumlah dan oksigen terlarut (DO) adalah ≥ 4 mg/L (Tabel
patogen dalam saluran pencernaan (Praditia, 2009). 1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tabel 1. Parameter kualitas air media pemeliharaan
pertumbuhan rata-rata bobot mutlak pasca larva pasca larva Udang Vaname selama penelitian.
Udang Vaname terendah terdapat pada perlakuan Suhu (oC) Salinitas (ppt) pH DO
D (Vibrio harveyi 107 CFU/mL) yaitu sebesar Perlakuan
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir (mg/L)
0,0139±0,00 gram dan pertumbuhan tertinggi A (Kontrol) 30,5 30,5 32,7 33,3 7,01 7,01 ≥4
terdapat pada perlakuan A (kontrol) yaitu sebesar B (105) 30,1 30,4 33 33,7 7,02 7,01 ≥4
0,0139±0,00 gram. Pada perlakuan B (Vibrio harveyi C 106) 30,9 31 33 35,7 7,02 7,02 ≥4
105 CFU/mL) pertumbuhan rata-rata bobot mutlak D (107) 30,8 30,4 33,3 34,7 7,01 7,03 ≥4
sebesar 0,0126±0,00 gram dan pada perlakuan C
(Vibrio harveyi 106 CFU/mL) sebesar 0,0100±0,00 Data parameter kualitas air yang didapatkan
gram (Gambar 5). selama penelitian berlangsung berada pada
kisaran optimal bagi pasca larva Udang Vaname,
0.0160 a sehingga secara keseluruhan tidak berpengaruh
a
Bobot Mutlak (gram)
0.0140
terhadap kematian pasca larva. Jadi, kematian
0.0120
a a pasca larva udang Vaname selama penelitian
0.0100 berlangsung disebabkan karena penambahan
0.0080 bakteri Vibrio harveyi dengan konsentrasi yang
0.0060 berbeda pada setiap perlakuan.
0.0040
0.0020 4. Simpulan
0.0000
A B C D Tingkat kelulushidupan pasca larva Udang
Perlakuan Vaname hasil pemuliaan BPIUUK Karangasem
terendah terdapat pada perlakuan D (Vibrio harveyi
Gambar 5. Pertumbuhan Bobot Mutlak Pasca Larva
107 CFU/mL) sebesar 53±5,77%, selanjutnya pada
Udang Vaname.
perlakuan C (Vibrio harveyi 106 CFU/mL) sebesar
77±5,77%, dan pada perlakuan B (Vibrio harveyi 105
Analisis menggunakan ANOVA untuk CFU/mL) sebesar 93±5,77% selama 4 hari waktu uji
menguji perlakuan terhadap pertumbuhan bobot tantang. Kepadatan bakteri Vibrio harveyi yang
masih mampu ditoleransi oleh pasca larva Udang (Macrobrachium rosenbergii). Thesis. Vietnam:
Vaname hasil pemuliaan BPIUUK Karangasem Departement of Fisheries Biology, College of
adalah 105 CFU/mL. Aquaculture and Fisheries, Can Tho University.
Holt, J. G & Krieg, N.R. (1984). g ys’s M u l
Sistemic Bacteriolgy, USA: The Williams and Wilkins
Daftar Pustaka Co. Baltimore.
[PERMEN-KP] Peraturan Menteri Kelautan dan Lavilla-Pitotogo, C. R., Albright, L. J., Paner, M. G., &
Perikanan No. 75. 2016. Tentang Pedoman Umum Sunaz, N. A. (1990). Studies on the Source of Luminescent
Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dan Udang Vibrio harveyi in Penaeus monodon Hatcheries.
Vaname (Litopenaeus vannamei). Jakarta. [Online](https://repository.seafdec.org.ph/handle/1086
Bakhtiar. (2004). Efektifitas Penggunaan Antibiotik 2/354), (Diakses pada 9 Januari 2019).
untuk Mengontrol Penyakit Bakteri Vibrio harveyi pada Mariyono, Wahyudi, A., & Sutomo. (2006). Teknik
Pasca Larva Udang Windu Penaeus monodon Fabricius. Penanggulangan Penyakit Udang Menyala Melalui
Tesis. Makassar, Indonesia: Program Pascasarjana, Pengendalian Populasi Bakteri di Laboratorium.
Universitas Hasanuddin. Buletin Teknik Pertanian, 7(1), 25-27.
Bibiana, W. L. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Nakayama, T., Suda, S., Kawachi, M., &Inouye, I. (2007).
Jakarta, Indonesia: PT Raja Grafindo Persada. Phylogeny and ultrastructure of Nephroselmis and
Brunt, J., & Austin, B. 2005. Use Of A Probiotic To Pseudoscourfieldia (Chlorophyta), including the
Control Lactococcosis And Streptococcosis In description of Nephroselmis anterostigmatica sp. Nov.,
Rainbow Trout Oncorhynchus Mykiss (Walbaum). and a proposal for the Nephroselmidales ord. nov.
Journal of Fish Diseases, 28, 693−701. Phycologia, 46, 680-697.
Chau, N. T. T., Hieu, N. X., Thuan, L. T. N., Matsumoto, Nur, A. (2011). Manajemen Pemeliharaan Udang Vannamei.
M., & Miyajima, I. (2011). Identifcation and Jepara, Indonesia: Balai Besar Pengembangan
Characterization of Actinomyces Antagonistic to Budidaya Air Payau Jepara, Direktorat Jenderal
Pathogenic Vibrio Spp. Isolated From Shrimp Culture Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan
Pond Sediments in Thua Thien Hue-Vietnam. J. Fac. Budidaya Air Payau Jepara.
Agr. Kyushu Univ., 56(1), 15-22. Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S., (2002). Dasar-dasar
Donnenberg MS. (2000). Pathogenic strategies of enteric Mikrobiologi Jilid ke-1. Jakarta, Indonesia: UI-Press.
bacteria. Nature, 406, 768–774. Prabowo, S. A. (2003). Asian Aquaculture Magazine.
Effendi, R. (1997). Biologi Perikanan. Yogyakarta, Buletin Biru Laut, Edisi I Maret 2003. Lampung,
Indonesia: Yayasan Pustaka Nusatama. Indonesia: Unit Data & Informasi Departemen
Feliatra, N, F., Sazali, T., & Yuslina, S. (2011). Molecular Laboratorium & Monitoring Research and
Characteristics of Vibrio sp Causing Giant Tiger Prawn Development PT. Biru Laut Khatulistiwa.
(Penaeus monodon) Disease By DNA 16s Sequencing. Praditia, F. P. (2009). Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik
Agricultural Technology, 7(3), 679-694. Melalui Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan
Feliatra, Z., & Dessy, Y. (2014). Pathogenitas Bakteri Hidup Udang Windu Penaeus monodon. Skripsi. Bogor,
Vibrio sp Terhadap Udang Windu (Penaeus monodon). Indonesia: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Jurnal Sungkai, 2(1), 23-36. Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Sugama, K., Novita, H., & Koesharyani, I. (2006).
Praktek: Teknik Dan Prosedur Dasar Laboratorium. Production Performance, Diseases, SPF-Breeding and
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Risk Issues Concerning White Shrimp, Penaeus
vannamei, Introduction Into Indonesia. Indonesian
Hoa., T. T., Hoang, D. T., & Phuong, N. T. (2006). Study
Aquaculture Journal, 1(1), 2006.
on Disease In Giant Freshwater Prawns
1