You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317816816

PROGRAM RELOKASI PERMUKIMAN BERBASIS MASYARAKAT UNTUK


KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
(Community Based Resettlement Program for the Victims of Natural
Disaster...

Article · December 2015


DOI: 10.24167/tes.v13i2.644

CITATIONS READS
0 1,278

1 author:

Paulus Bawole
Universitas Kristen Duta Wacana
11 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Integrating geomatics technology to Service-Learning pedagogy View project

Service - Learning Program in UK Duta Wacana, Yoyakarta - Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Paulus Bawole on 18 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROGRAM RELOKASI PERMUKIMAN BERBASIS MASYARAKAT
UNTUK KORBAN BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
(Community Based Resettlement Program for the Victims of Natural Disaster of Merapi
Volcano Eruption 2010)

Paulus Bawole
Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 5 – 25 Yogyakarta
paulus@staff.ukdw.ac.id

ABSTRACT

The most active volcanoes in Indonesia, Mount Merapi erupted with devastating in
October and November 2010. Besides some infrastructure facilities are damage, about
2,900 houses were destroyed. 350,000 people were evacuated and accommodated in
refugee camps. To accommodate the survivors of Merapi Volcano eruption whose
houses were destroyed by the heat clouds it necessary to find a strategy for integrated
housing development which is environmental friendly and sustainable.
The strategy which is choosen to implement relocation program for survivors of Merapi
eruption is the Community-Driven Resettlement. Community involvement from the beginning
of the planning process until the end shows that the power of community involvement in the
development process greatly affect the sense of belonging the residential area. By the
strategy of Community-Driven Resettlement the inhabitants can keep, maintain, and develop
their settlements very well. The development of sustainable resettlements was planned
holistically by considering aspects of disaster mitigation, eco-settlement and community
livelihood.

Keywords: mitigation, settlement, relocation, community-driven.

ABSTRAK

Gunung berapi paling aktif di Indonesia, Gunung Merapi meletus dengan dahsyat pada bulan 
Oktober dan November 2010. Selain beberapa fasilitas infrastruktur yang rusak, sekitar
2.900 rumah hancur. Sebanyak 350.000 orang dievakuasi dan ditampung di kamp-kamp
pengungsi. Untuk mengakomodasi para korban letusan Gunung Merapi yang rumahnya
hancur oleh awan panas perlu ditemukan strategi untuk pembangunan perumahan terpadu
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Strategi yang dipilih untuk melaksanakan program relokasi bagi korban erupsi Merapi adalah
Pemukiman Berbasis Masyarakat. Keterlibatan masyarakat dari awal proses perencanaan
sampai akhir menunjukkan bahwa kekuatan keterlibatan masyarakat dalam proses
pembangunan sangat mempengaruhi rasa memiliki perumahan. Dengan strategi
Pemukiman Berbasis Masyarakat penduduk dapat menjaga, memelihara, dan
mengembangkan permukiman mereka dengan sangat baik. Pengembangan permukiman
berkelanjutan direncanakan secara holistik dengan mempertimbangkan aspek mitigasi
bencana, eco-pemukiman dan mata pencaharian masyarakat.

Kata kunci: mitigasi, permukiman, relokasi, berbasis masyarakat.

114    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


PENDAHULUAN
Suasana mencekam menyelimuti Mulai tanggal 26 Oktober 2010
seluruh masyarakat yang tinggal di sampai dengan akhir 5 November 2010,
kawasan lereng Gunung Merapi pada saat Gunung Merapi meletus tidak hanya sekali,
BPPTKG mengumumkan status tertinggi tetapi delapan kali. Semua masyarakat
Gunung Merapi “awas” pada awal bulan yang tinggal di desa yang berjarak 20
Oktober 2010. Kawasan lereng Gunung kilometer dari kawah gunung Merapi
Merapi masuk dalam wilayah Kabupaten dievakuasi. Letusan Gunung Merapi pada
Sleman di DIY, Kabupaten Klaten, tahun 2010 ini berbeda dengan letusan
Magelang dan Boyolali di Propinsi Jawa biasanya, karena letusan waktu itu
Tengah. Suasana mencekam ini menjadi menyebabkan runtuhnya kawah Merapi
kenyataan pada saat Gunung Merapi yang menyebabkan aliran lahar dan awan
meletus tepat pukul 18.00, tanggal 26 panas (pyroclastic flows) sejauh lebih darii
Oktober 2010. Pada saat itu sirene 10 km (lihat gambar 1). Berdasarkam
ambulan dan mobil polisi tidak henti- tulisan bapak Iguchi letusan pada tanggal
hentinya berbunyi di sepanjang Jalan 26 Oktober menghancurkan bibir kawah
Kaliurang, karena mereka berusaha yang terbentuk pada letusan tahun 2006
membawa korban dan mengevakuasi dan letusan pada tanggal 3 – 5 November
masyarakat yang sulit diajak turun ke jauh lebih dasyat dari letusan-letusan
tempat yang lebih aman. sebelumnya (Iguchi, 2011).
Salah satu korban, Mbah Marijan, Selama akhir bulan Okober 2010
tokoh dan pemimpin spiritual masyarakat sampai dengan awal November 2010
lereng Merapi juga menghembuskan nafas Gunung Merapi memuntahkan awan panas
yang terakhir di Dusun Kinahrejo, Desa ke beberapa wilayah pedesaan di lereng
Hargobinangun, Kecamatan Pakem – Merapi dan aliran lava panasnya mengalir
Kabupaten Sleman. Masih teringat melalui Sungai Gendol dan Opak. Hujan
bagaimana tim Gastronome, Arsitektur abu melingkupi wilayah propinsi Jawa
A17 – ITS pada Tahun 1984 harus tinggal Tengah dan DI Yogyakarta. Lapangan
di Kinahrejo dan bertemu dengan mbah Udara Adisucipto ditutup beberapa hari
Marijan untuk mendapatkan wejangan karena hujan abu. Masyarakat yang tinggal
beliau sebelum mendaki Gunung Merapi. di desa - desa dalam radius 20 km dari
Kearifan beliau yang selalu menekankan kawah Gunung Merapi dievakuasi dan abu
penghormatan terhadap budaya lokal dan volkanik yang dilontarkan menyebabkan
alam sekitarnya tetap terngiang di telinga masalah kesehatan (Bank Dunia, 2012).
sampai saat ini, walaupun jasad beliau
sudah menyatu dengan alam yang beliau
cinta.

Gambar 1. Perubahan Temporal RSAM (Real-time Seismic Amplitude


Measurement) selama periode 20 October – 15 November 2010
(Sumber: IGUCHI, etc. (2011) 

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  115 
ekonominya. Mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik kemampuan menghadapi ancaman
bencana (pasal 1 ayat 6 PP no. 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penang-
gulangan Bencana).

a. Korban Bencana Letusan Gunung


Merapi
Seperti sudah dijelaskan di atas
bahwa letusan gunung Merapi bukan
hanya menelan korban manusia melainkan
menghancurkan seluruh kehidupan dan
penghidupan (livelihood) masyarakat yang
Gambar 2. Letusan Merapi tanggal tinggal di lereng gunung Merapi. Seluruh
13 November 2010 hasil pertanian, perkebunan dan pohon-
(Sumber: Dokumen Penulis:
pohon buah yang menjadi mata
2010)
pencaharian masyarakat luluh lantak
Berdasarkan informasi dari Sekretariat terkabakar awan panas bahkan terkubur
MDF dan IDF awan panas yang membawa oleh lahar yang dimuntahkan gunung
abu panas dan gas beracun dengan suhu Merapi (Bawole, 2014). Pada gambar 2
antara 6000-8000 C membakar apa saja dapat dilihat bagaimana lahar panas
yang dilaluinya, termasuk ternak sapi, menghancurkan livelihood masyarakat di
kambing, tanaman pertanian dan lereng Merapi. Wilayah Kecamatan
perkebunan, pohon-pohon buah yang Cangkringan merupakan wilayah yang
menjadi tumpuhan hidup masyarakat di paling parah terkena awan panas, lahar
lereng Merapi. Masyarakat yang berusaha dingin, dan abu vulkanik. Hal ini
melindungi ternak-ternak piaraan mereka disebabkan karena kedua sungai besar,
dan tidak mau pergi dari tempat tinggal Sungai Gondang dan Opak melewati
mereka juga meninggal akibat awan panas beberapa desa yang masuk dalam wilayah
yang dihembuskan oleh kawah gunung Kecamatan Cangkringan. Dari kelima desa
Merapi (The Secretariat of MDF & IDF, yang ada di Kecamatan Cangkringan
2012). rumah warga Desa Galagahharjo dan
Selain kerusakan infrastruktur yang Kepuharjo yang terbanyak mengalami
sangat besar, sekitar 2.900 rumah hancur rusak berat (lihat tabel 1).
dan 350.000 orang dievakuasi dan
ditampung di kamp-kamp pengungsian.
Tanggap darurat yang dilakukan
menampung 350.000 pengungsi
dibangunlah camp-camp pengungsian di
Daerah Istimewa Yogyakarta (Hidayati,
dkk., 2013). Hampir semua institusi di DIY
seperti Institusi Pendidikan Tinggi, Institusi
Keagamaan, LSM, bahkan pihak Swasta
berusaha membangun temporary shelters
untuk korban Merapi. Sedangkan untuk
mengakomodasi 2.900 keluarga yang
rumahnya hancur akibat awan panas dan
lahar dingin dari Gunung Merapi,
Gambar 3. Situasi Desa Kepuharjo setelah
diperlukan strategi pembangunan rumah
letusan Gunung Merapi pada Bulan
yang terpadu, akrab terhadap lingkungan Oktober – November 2010 (Sumber :
(environmental friendly), berkelanjutan Dokumentasi Penulis, 2010).
(sustainable) dan pengembangannya dapat
meningkatkan taraf hidup dan tingkat

116    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


Tabel 1. Data Dusun dan Rumah yang Rusak Segera setelah tanggap darurat
(tabel diketik ulang) dilakukan dengan menampung para
LOKASI Dusun Rumah pengungsi di refugee camps pihak
Rusak Rusak Berat pemerintah, swasta, dan LSM yang bekerja
sama dengan institusi-institusi pendidikan
Kecamatan Cangkringan
membangun banyak hunian sementara
1. Desa 3 282 (temporary settlements) di beberapa
Umbulharjo lokasi yang aman. Bentuk arsitektural
2. Desa 8 829 temporary settlement sangat sederhana,
Glagahharjo kebanyakan menggunakan bentuk atap
3. Desa 8 830 kampung, dinding anyaman bambu (ada
Kepuharjo juga yang semi permanen - separuh
4. Desa 4 338
batako) dan lantai plesteran semen atau
Wukirsari dari tanah. Beberapa lokasi temporary
settlement dibangun hanya dengan tenda-
5. Desa 4 129
Argomulyo
tenda darurat saja. Masalah besar di Camp
Pengungsian adalah fasilitas KM dan WC,
6. Desa 1 15 karena jumlah pengungsi sangat banyak,
Sindumartani
semetara fasilitas WC/KM yang ada hanya
Kecamatan Ngemplak beberapa kamar saja. Oleh sebab itu
JUMLAH 28 2.411 banyak institusi yang memberikan bantuan
(Sumber : Data dari Kades per 18-11-2010) dengan membangun temporary toilet
dengan jumlah yang banyak (lihat gambar
Sebagai respon masyarakat DIY dan 7). Kualitas lingkungan di sekitar temporary
kepedulian umat manusia dari negeri settlement sedapat mungkin juga dijaga
tercinta Indonesia dan dari luar negeri kualitasnya. Fasilitas-fasilitas technical
banyak tempat pengungsian (refugee infrastructure seperti listrik, air bersih dan
camps) dibangun di wilayah DIY dan drainage serta fasiltas social infrastructure
Propinsi Jawa Tengah. Ratusan bahkan seperti tempat bermain anak, ruang
ribuan orang ditampung dalam refugee terbuka umum, rumah ibadah, pos ronda
camps yang dibangun oleh pemerintah dan ruang-ruang pertemuan juga
daerah, institusi pendidikan, institusi disediakan di Temporary Settlement.
keagamaan, LSM sampai dengan institusi (Budiman, dkk., 2010).
swasta lainnya.
Banyak institusi dari luar kota
Yogyakarta yang mendirikan base camp
untuk melayani para pengungsi dari lereng
Gunung Merapi yang turun ke kota
Yogyakarta, Magelang, Klaten dan
Boyolali. Semua institusi menyediakan
makanan tiga kali sehari untuk para
pengungsi, bahkan pakaian, obat-obatan
dan tim - tim dokter dari berbagai institusi
Gambar 4. Situasi di tempat pengungsian
berkeliling ke tempat penampung korban letusan Gunung Merapi
pengungsi dan relawan yang menderita (Sumber: Dokumen Penulis, 2010)
sakit. Pada gambar 4, 5, dan 6 dapat dilihat
dengan jelas bagaimana keadaan di
tempat pengungsian dan usaha relawan
dalam bidang medis dan dapur umum yang
disiapkan Universitas Kristen Duta
Wacana, Yogyakarta untuk melayani para
pengungsi. Selain itu mahasiswa secara
sukarela juga membangun toilet umum
sementara yang akan dimanfaatkan
sebanyak 1.500 orang pengsungsi.

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  117 
Gambar 5. Klinik Kesehatan Darurat di camp
pengungsuan yang disiapkan oleh UK
Duta Wacana (Sumber: Dokumen
Penulis, 2010)

b. Permasalahan dan Tujuan


Penelitian
Dengan mengamati proses awal
meletusnya Gunung Merapi sampai proses
pembangunan relokasi permukiman
masyarakat korban letusan Gunung Merapi
dapat ditarik beberapa permasalahan yang
nantinya akan dipecahkan dengan
melakukan relokasi permukiman pada
lahan yang dipertimbangkan cukup aman
Gambar 6. Dapur Umum di camp untuk dijadikan tempat hunian.
pengungsuan yang disiapkan Permasalahan yang dihadapi dalam
oleh UK Duta Wacana (Sumber:
Dokumen Penulis, 2010)
melakukan relokasi permukiman korban
  letusan Gunung Merapi antara lain:

- Kedasyatan letusan gunung Merapi


pada tahun 2010 membuat masyarakat
yang tinggal di lereng Gunung Merapi
menjadi terpuruk pada tingkat yang
paling rendah.
- Jumlah keluarga (korban letusan gunung
Merapi) yang membutuhkan rumah di
tempat yang aman sangat banyak, lebih
dari 1000 keluarga.
- Terbatasnya lahan (Tanah Kas Desa)
yang akan dipakai sebagai tempat
relokasi tidak sebanding dengan
Gambar 7. Pembangunan Hunian Sementara banyaknya keluarga yang menjadi
(Temporary Settlement) di Dusun
Kuwang, Desa Wukirsari, Kec.
korban.
Cangkringan – Kab. Sleman - Ketergantungan penghidupan keluarga
(Sumber: Dokumen Penulis, 2010) (Family Livelihood) pada lahan
berbahaya di lereng Merapi, terutama
yang berkaitan dengan pemeliharaan
sapi perah atau penggemukan sapi.
- Pemahaman masyarakat pada penataan
keseimbangan lingkungan masih belum
terlalu tinggi.

Untuk mengatasi permasalahan di


atas banyak strategi yang diterapkan oleh
pemerintah daerah dan pusat dengan
bantuan lembaga donor seperti Bank Dunia
dan beberapa lembaga donor lainnya,
Gambar 8. Mahasiswa Arsitektur UK Duta dalam rangka membantu masyarakat
Wacana Membangun Toilet lereng Gunung Merapi untuk bangkit dari
Umum Darurat di Desa Dukun,
Kabupaten Magelang
keterpurukan yang mereka alami akibat
(Sumber: Dokumen Penulis, 2010). letusan Gunung Merapi. Salah satu strategi
yang diterapkan adalah Relokasi
Permukiman Berbasis Masyarakat
(Community Driven Resettlement).

118    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


Berdasarkan latar belakang dan Salah satu strategi memahami
permasalahan yang diungkapkan di atas, karakteristik permukiman adalah dengan
maka tujuan penelitian adalah sebagai melakukan action research atau penelitian
berikut. tindakan yang menggunakan pendekatan
- Mengetahui efisiensi pelaksanaan total partisipatif. Dengan pendekatan total
program resettlement yang terkait partisipatif tersebut penelitian tindakan
dengan bencana letusan gunung berapi. akan berusaha memahami kehidupan
- Memahami seberapa besar pengaruh masyarakat beserta dengan segala
kesuksesan program resettlement kreativitas mereka dalam mengembangkan
dengan melibatkan masyarakat pada rumah dan lingkungan di sekitarnya.
proses secara keseluruhan. Ada banyak definisi penelitian
- Mengetahui seberapa besar manfaat tindakan (action research) yang
resettlement bagi masyarakat yang diperkenalkan oleh para peneliti, terutama
dipindahkan ke lokasi yang baru. peneliti yang berkecimpung dalam bidang
- Mengetahui apakah ada proses ilmu sosial. Penelitian tindakan adalah
pemberdayaan masyarakat (community penelitian yang difokuskan untuk
empowerment) dalam program relokasi meningkatkan kualitas suatu komunitas
permukiman berbasis masyarakat di atau masyarakat beserta dengan
lereng Gunung Merapi. kapasitasnya. Secara khusus penelitian ini
- Seberapa jauh mitigasi bencana dirancang dan dilaksanakan oleh praktisi
dilaksanakan dalan proses relokasi yang berusaha menganalisa data-data
permukiman akibat letusan Gunung dengan teliti untuk meningkatkan
Merapi tahun 2010. kapabilitas mereka.
Penelitian tindakan mempunyai
METODE PENELITIAN tujuan untuk memberikan kontribusi pada
Penelitian ini didasarkan pada pengembangan kehidupan masyarakat
pengalaman empiris yang dilakukan mulai atau komunitas tertentu dalam suatu situasi
dari awal terjadinya bencana sampai pada problematik yang mendesak. Selain itu
proses pembangunan relokasi permukiman penelitian tindakan juga memberikan
untuk korban letusan Gunung Merapi tahun kontribusi pada pengembangan tujuan-
2010. Sedangkan metode penelitian yang tujuan ilmu sosial dengan kerja sama
dipergunakan untuk melakukan penelitian kolaborasi dalam suatu kerangka etik yang
lebih banyak menggunakan metode saling dapat diterima (Rapoport, 1977).
kualitatif. Sedangkan metode kuantitatif Situasi dalam penelitian tindakan
dipergunakan untuk membaca situasi yang (action research) harus dilakukan oleh
dapat dihitung prosentasenya atau dapat peneliti dengan obyek penelitian
dihitung secara kualitatif. Diharapkan (partisipan) yang sudah ditentukan. Proses
dengan menggunakan kedua metode penelitian ini walaupun bisa berhenti
penelitian ini, informasi dan pembelajaran sampai pada kesimpulan pertama, tetapi
tentang proses resettlement yang pada umumnya proses dilanjutkan dengan
berhubungan dengan kebencanaan kesimpulan awal sebagai input untuk
khususnya bencana letusan gunung berapi proses penelitian selanjutnya. Setelah hasil
dapat diambil sebagai landasan untuk penelitian yang didapatkan cukup signifikan
mengembangkan program resettlement di dengan standar penelitian, maka
masa yang akan datang. kesimpulan yang didapatkan dapat
dipublikasikan ke masyarakat (Madya,
KAJIAN TEORI 2006 disitasi oleh Chandra, 2008).
Dalam melaksanakan penelitian yang
sudah dilakukan, ada beberapa teori yang Permukiman
dipergunakan baik yang terkait dengan Rumah menurut Siswono
metode penelitian maupun teori yang Yudohusodo adalah bangunan yang
berkaitan dengan permukiman. berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Penelitian Tindakan (Yudohusodo, 1991). Demikian juga
menurut UU No. 4 Tahun 1992 rumah

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  119 
merupakan bangunan yang berfungsi diperkenankan sebagai tempat bermukim.
sebagai tempat tinggal atau hunian dan Karena banyak keluarga yang kehilangan
sarana pembinaan keluarga. Dari kedua rumah dan lokasi rumah mereka sudah
pengertian tersebut dapat disimpulkan tidak boleh lagi untuk tempat tinggal, maka
bahwa pemahaman terhadap rumah, selain pihak pemerintah daerah wajib
berfungsi sebagai tempat tinggal atau melaksanakan program resettlement pada
hunian yang digunakan untuk berlindung lokasi-lokasi yang tidak jauh dari lereng
dari gangguan iklim dan makhluk hidup Merapi, tetapi berada pada daerah yang
lainnya, rumah merupakan tempat awal aman dari letusan Gunung Merapi.
pengembangan kehidupan sosial. Relokasi permukiman untuk
Permukiman berkembang baik di daerah pencegahan yang terletak di daerah
pedesaan dengan karakter fisik yang berisiko tinggi adalah ukuran korektif di
didominasi oleh banyaknya ruang terbuka, mana seluruh atau sebagian dari
maupun di perkotaan yang didominasi masyarakat yang direlokasi karena risiko
banyaknya daerah terbangun. Karena bencana tinggi. Ukuran seperti itu harus
kebutuhan akan rumah terus berkembang, dilihat sebagai upaya terakhir, ketika tidak
maka banyak rumah yang berkembang mungkin untuk mengurangi faktor risiko
pada daerah-daerah yang rawan terhadap yang terkait, misalnya, dengan tanah
bencana. longsor, kemungkinan letusan gunung
Pemukiman yang mempunyai resiko berapi, atau banjir yang tidak dapat
bencana tinggi biasanya ditemukan di dikontrol.
daerah yang paling sensitif lingkungannya, Relokasi penduduk yang tinggal di
seperti permukiman yang mengelilingi daerah berisiko tinggi dapat
sistem hidrolik suatu kawasan atau di menghilangkan biaya yang berkaitan
daerah lereng pegunungan yang dengan respon darurat dan rekonstruksi.
mempunyai peranan cukup penting dalam Tentu saja, hilangnya kehidupan,
dinamika ekosistem. Bagaimanapun juga, infrastruktur dan aset, serta kerusakan
tidak adanya perencanaan penggunaan lainnya, semua dapat berkurang baik
lahan (land use plan) sebagai pedoman secara moneter dan non-moneter. Seperti
dalam menentukan lokasi dimana manusia sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
dapat bermukim; kelemahan institusional proses relokasi ini juga dilaksanakan paska
dalam menegakkan undang-undang dan erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
peraturan yang relevan, dan tidak adanya Perencanaan relokasi di lereng Merapi
program perumahan untuk masyarakat diharapkan dapat memberdayakan
berpenghasilan rendah cenderung masyarakat yang menjadi korban letusan
mengakibatkan pemukiman manusia di Gunung Merapi yang rumah dan ladangnya
daerah berisiko tinggi (Correa, 2011). hancur karena awan panas.
Pada kasus di lereng Gunung Program permukiman kembali
Merapi, banyak permukiman yang hancur (resettlement) harus dapat meningkatkan
berantakan karena terkena awan panas kesejahteraan masyarakat bukan
atau lahar dingin. Permukiman yang menambah masalah kemiskinan
dahulunya dibangun di lereng Merapi masyarakat di permukiman yang baru.
dengan radius sekitar 3 sampai 5 km dari Keadaan ini menjadi catatan penting
puncak Merapi merupakan permukiman sekaligus tantangan bagi Rekompak dalam
yang rawan terhadap bencana letusan melakukan program Permukiman Kembali.
Gunung Merapi. Seyogyanya pemikiran untuk
Pada letusan Gunung Merapi tahun meningkatkan taraf hidup masyarakat yang
2010, rumah-rumah yang ada terbakar oleh akan dipindahkan sudah dilakukan pada
awan panas + 600°C atau hanyut dibawa saat proses pembuatan site plan, sehingga
derasnya arus lava yang mengalir cepat beberapa antisipasi terjadinya proses
dari puncak. Karena kondisi di atas yang penurunan tingkat perekonomian
sangat rentan terhadap bencana letusan masyarakat dan kwalitas lingkungan dapat
Gunung Merapi, maka pihak pemerintahl dilakukan dengan baik. Dengan demikian
daerah menentukan kawasan di lereng setiap keluarga yang dipindahkan pada
Merapi menjadi kawasan yang tidak permukiman baru di lokasi Huntap sudah

120    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


bisa memprediksikan usaha apa yang akan dan menjemur pakaian, sampai pada
dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup mengantisipasi para suami agar tidak
keluarga mereka. pulang ke rumah terlalu malam dengan
Memukimkan kembali masyarakat cara membatasi jumlah pos ronda yang
pada daerah baru, bukan hanya ada pada permukiman. Ide-ide dari para
menyediakan fasilitas rumah tinggal wanita ini dapat mewarnai pembuatan site
beserta segala fasilitas infrastrukturnya, plan yang akrab terhadap sosial budaya
melainkan memindahkan kehidupan masyarakat setempat.
masyarakat baik secara individu, keluarga Selain melakukan pendampingan
maupun secara komunitas dalam suatu pada masyarakat untuk membangun
lingkungan yang baru. Oleh sebab itu hunian tetap, proses pembelajaran
aspek sosial-budaya, ekonomi dan kualitas (empowerment) juga dilakukan pada
lingkungan juga harus dipindahkan masyarakat berkaitan dengan mengatur
bersama-sama dengan rumah mereka. pekerjaan pembangunan, mengatur
Dengan kata lain melakukan program keuangan proyek dan pemberdayaan
permukiman kembali berarti memindahkan masyarakat. Masyarakat yang tadinya
kehidupan masyarakat seutuhnya awam terhadap proses lelang, pengaturan
termasuk di dalamnya mata pencaharian pekerjaan tahapan pembangunan,
(livelihood), sosial-budaya (socio-culture) pengaturan keuangan proyek dan
dan kesadaran terhadap lingkungan memikirkan dampak lingkungan terhadap
(environmental awareness). Selain itu pembangunan rumah, secara perlahan
interaksi dengan penduduk asli yang melalui Kelompok Pemukim (KP) mereka
tinggal di sekitar lokasi hunian tetap harus diajak berdiskusi dan memikirkan sesuai
menjadi pertimbangan yang kuat dalam dengan apa yang mereka inginkan. Melalui
merencanakan site plan. fasilitator yang terus menerus di lapangan
masyarakat diperkenalkan terhadap
peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia terutama yang
berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Proses Perencanaan, Perancangan dan
Pelaksanaan
Segera setelah para pengungsi
sudah menempati Hunian Sementara,
pihak pemerinatah daerah dan Dinas Cipta
Gambar 9. Situasi ibu-ibu yang sedang
Karya Pusat dengan bantuan dana grand
mendiskusikan maket model relokasi dari Bank Dunia mulai memikirkan
yang dibuat untuk mempermudah permukiman permanen yang nantinya akan
masyarakat membaca kualitas spasial ditempati para pengungsi yang sudah tidak
ruang permukiman di tempat relokasi
diperkenankan kembali tinggal di rumah
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2010)
mereka yang lama. Berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Sleman No. 12 Tahun
Peranan ibu-ibu dalam memberikan 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman
kontribusi pemikiran pada diskusi ada 9 Dusun yang masuk dalam 3 Desa di
pembuatan site plan menjadi sangat Kecamatan Cangkringan yang dilarang
penting dan berarti bagi keberlangsungan untuk permukiman. Masyarakat yang
kehidupan, karena mereka jauh lebih peka tinggal di 9 dusun tersebut direlokasi pada
terhadap proses kebutuhan keluarga beberapa wilayah yang dianggap aman
dibandingkan dengan kaum lelaki. dengan rekomendasi dari BPPTK. Ada 3
Pemikiran ibu-ibu ini lebih banyak dusun yang masyarakatnya tidak berkenan
terkait dengan keselamatan anak-anak direlokasi. Ketiga dusun tersebut masuk
dalam bermain di lingkungan permukiman, dalam wilayah Desa Glagaharjo.
kemudahan dalam melakukan kegiatan Proses perencanaan sampai dengan
rumah tangga seperti memasak, mencuci pelaksanaan dilakukan dengan melibatkan

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  121 
masyarakat secara total. Pada tahap awal Tahap berikutnya adalah tahap
masyarakat mulai diperkenalkan dengan pembuatan site plan sampai tahap
konsultan pendamping Rekompak yang mempersiapkan lahan untuk pembangunan
akan mendampingi membuat perencanaan permukiman beserta infrastrukturnya. Pada
sampai dengan implementasinya. Selain itu proses ini terjadi transfer of knowledge dari
secara intensif melalui pelatihan-pelatihan fasilitator dan tenaga ahli pada masyarakat
dan lokakarya masyarakat dipersiapkan terkait dengan bagaimana melakukan
untuk membuat perencanaan relokasi review terhadap perencanaan yang sudah
permukiman yang akan menjadi tempat ada, pemetaan swadaya yang akan
tinggal mereka sendiri. Pada proses ini mencari potensi dan permasalahan,
semua relawan dari masyarakat dan meninjau lahan yang akan dimanfaatkan
pemangku kepentingan seperti pemerintah untuk relokasi, membuat site plan untuk
daerah, swasta, akademisi, organisasi resettlement sampai dengan melakukan
keagamaan dan LSM dilibatkan dalam pematangan tanah (land clearing) di lokasi
proses. Bank Dunia dengan staf-stafnya site. Dari semua proses yang dijelaskan di
sebagai lembaga yang memberikan dana atas porses penentuan site plan dan
bantuan juga terlibat dalam proses perencanaan infrastruktur merupakan
melakukan pendampingan baik berupa proses yang paling intensif, karena hampir
pelatihan, workshop, diskusi formal dan semua masyarakat yang akan melakukan
informal dengan masyarakat maupun relokasi terlibat dalam proses penentuan
diskusi dengan pemerintah daerah untuk site plan termasuk fasilitas infrastruktur
memperlancar proses perencanaan sampai yang ada di dalamnya. Proses ini dilakukan
implementasi program. berulang kali sampai ada kesepakatan

Gambar 10. Proses Perencanaan Relokasi Permukiman Korban Merapi yang Melibatkan Masyarakat di
Kabupaten Sleman-DI Yogyakarta Secara Holistik (Sumber: Tim Rekompak tanggal 9
Maret 2012 pada Rapat Koodinasi Teknis di Yogyakarta).

122    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


bersama dengan melibatkan semua tinggal yang ada sudah mulai
pemangku kepentingan termasuk staf dari dikembangkan sesuai dengan selera
Bank Dunia yang memberikan bantuan keluarga masing-masing.
dana untuk pelaksanaan relokasi. Rumah-rumah tinggal yang ada
Setelah proses pembuatan DED dibangun dengan menambah teras yang
(Detail Engineering Design) site plan dan diselesaikan dengan cat dan bahan
pematangan lahan sudah dilakukan proses bangunan lain yang bervariasi. Keadaan
selanjutnya adalah melaksanakan ini membuat rumah - rumah di lokasi
pembangunan inftrastruktur jalan dan Huntap menjadi lebih berkarakter
drainage yang kemudian dilanjutkan “Rumah Sebagai Proses” dibandingkan
dengan pembangunan rumah tinggal. rumah yang dibangun oleh developer yang
Bersamaan dengan itu proses-proses berkarakter “Rumah sebagai Produk”.
pembelajaran melakukan manajemen Keadaan ini terjadi karena keterlibatan
konstruksi juga diberikan pada masyarakat masyarakat dalam proses pembangunan
atau Kelompok Pemukim. Dengan rumah dan lingkungannya dilakukan
demikian masyarakat dapat mengatur dengan sangat intensif.
proses pembangunan baik dari segi
konstruksi maupun dari segi manajemen
keuangan. Tentu saja proses pengelolaan
keuangan ini tidak bisa dilepas langsung
melainkan harus dilakukan pendampingan
oleh para fasilitator dan tenaga ahli yang
dipersiapkan oleh tim Rekompak yang
sudah dikontrak oleh Cipta Karya untuk
mendampingi masyarakat dan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program
relokasi korban Bencana Letusan Gunung
Merapi.
Untuk menjaga kelancaran proses
Gambar 11.Proses Transfer of Knowledge dalam
perencanaan sampai pelaksanaan Pembuatan Site Plan (Sumber:
Relokasi ini Monitoring dan Evaluasi selalu Dokumentasi Pribadi, 2010).
dilakukan baik oleh Bapenas, PU – Cipta
Karya maupun dari Bank Dunia (Bank
Dunia, 2012). Hampir setiap bulan ada Demikian juga dengan pemanfaatan
kegiatan Rakornis atau Rapat Koordinasi infrastruktur transportasi beserta ruang
Teknis) yang isinya adalah memonitor dan terbuka hijau di lokasi Huntap, mereka
mengevaluasi perkembangan fisik di berusaha menanam tanaman pada lahan-
lapangan dan audit pengelolaan keuangan. lahan kosong di luar plot rumah tinggal
Pembangunan rumah tipe 36 dengan untuk membuat permukiman terlihat lebih
bantuan dana stimulan sebesar asri. Sementara pembangunan instalasi
Rp.30.000.000,- yang didanai dengan dana listrik oleh PLN juga berusaha
BDR dan pembangunan infrastruktur yang diintegrasikan dalam perencanaan
didanai dengan dana BDL dilakukan permukiman dan didiskusikan dengan
secara terintegrasi oleh masyarakat masyarakat yang akan tinggal di Huntap.
dengan didampingi oleh Fasilitator Saluran drainage menjadi penting
Rekompak. Proses pembangunan rumah dalam perencanaan permukiman, karena
dan infrastrukturnya saat ini mendekati 100 aliran air hujan harus diatur dengan baik
% hampir seluruhnya sudah dihuni oleh agar tidak menggenai wilayah Huntap
para penerima. maupun permukiman asli tempat Huntap
Interaksi sosial diantara penghuni didirikan. Pembangunan Septic-tank
sudah mulai terlihat. Keadaan yang luar Communal dan pengelolahan limbah yang
biasa terlihat adalah pengembangan rumah menggunakan Lahan Basah Buatan
tinggal inti yang dilakukan oleh (Artificial Wetland) dapat meningkatkan
masyarakat. Saat ini di beberapa lokasi kualitas lingkungan permukiman yang
Huntap (Hunian Tetap) rumah-rumah dikembangkan dengan konsep eco-

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  123 
settlement yang berkelanjutan (sustainable hanya diberikan melalui proses belajar-
eco-settlement). Pada beberapa lokasi mengajar secara intensif dengan ceramah,
dibuat sumur-sumur resapan untuk melainkan dilakukan juga dengan cara
mengalirkan air hujan agar tidak semuanya praktek di lapangan atau dilakukan secara
mengalir pada permukaan tanah. Dengan simulasi.
penataan lingkungan permukiman yang Dalam memberikan penguatan pada
akrab terhadap lingkungan dan berbasis masyarakat tentang proses relokasi
pada komunitas, pembangunan Huntap permukiman diperkenalkan juga tentang
bagi masyarakat yang menjadi korban permukiman berwawasan ekologi yang
letusan Gunung Merapi dapat dilaksanakan berkelanjutan (sustainable eco-settlement).
dengan baik. Aspek-aspek yang berkaitan dengan
Bersamaan dengan itu proses-proses Koefisien Dasar Bangunan (Bulding
pembelajaran melakukan manajemen Coverage), Koefisien Luas Lantai
konstruksi juga diberikan pada masyarakat Bangunan (Floor area Ratio), pengelolaan
atau Kelompok Pemukim. Dengan Public Space, Drainage, IPAL Komunal,
demikian masyarakat dapat mengatur pemanfaatan kotoran ternak untuk biogas
proses pembangunan baik dari segi dan mitigasi bencana juga diperkenalkan
konstruksi maupun dari segi manajemen dan berusaha diendapkan dalam pemikiran
keuangan. Tentu saja proses pengelolaan masyarakat. Dengan pemahaman dan
keuangan ini tidak bisa dilepas langsung
melainkan harus dilakukan pendampingan
oleh para fasilitator dan tenaga ahli yang
dipersiapkan oleh tim Rekompak yang
sudah dikontrak oleh Cipta Karya untuk
mendampingi masyarakat dan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program
relokasi korban Bencana Letusan Gunung
Merapi.
Untuk menjaga kelancaran proses
perencanaan sampai pelaksanaan relokasi,
maka monitoring dan evaluasi selalu
dilakukan baik oleh Bapenas, PU – Cipta
Karya maupun dari Bank Dunia. Hampir Gambar 12. Proses Pendampingan dan Transfer
setiap bulan ada kegiatan Rakornis (Rapat of Knowledge pada Masyarakat
Koordinasi Teknis) yang isinya adalah (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2010)
memonitor dan mengevaluasi
perkembangan fisik di lapangan dan audit pengendapan pada pemikiran masyarakat
pengelolaan keuangan. tersebut diharapkan kualitas lingkungan
pada kawasan relokasi permukiman dapat
Pendampingan Masyarakat Dalam dijaga terus oleh masyarakat secara
Membangun Permukiman Berwawasan berkelanjutan.
Ekologi yang Berkelanjutan Proses pembelajaran ini penting
Dari proses perencanaan dan dilakukan untuk menyamakan
implementasi yang sudah dijelaskan di pengetahuan dan pemahaman terhadap
atas, pendampingan pada masyarakat proses pembangunan permukiman baik
mutlak dilakukan secara intensif oleh secara persiapan dan pelaksanaan
fasilitator dan tenaga ahli dari Rekompak konstruksi maupun secara manajemen
dengan supervisi dari PU-Cipta Karya dan keuangan. Tingkat pendidikan masyarakat
Bank Dunia. Karena proses relokasi yang bisa dikatakan tidak sama, sehingga
di lakukan untuk korban letusan Gunung proses pembelajaran ini sangat diperlukan
Merapi tahun 2010 dilakukan berbasis oleh masyarakat. Dengan proses
masyarakat (community driven program), pemberdayaan ini diharapkan seluruh
maka penguatan pada tingkat masyarakat masyarakat yang melakukan relokasi
harus dilakukan secara detail dan mampu membuat perencanaan,
terperinci. Proses pembelajaran tidak pelaksanaan dan mengontrol keuangan

124    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


secara mandiri. Dengan demikian untuk Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta dan di
proses pengembangan kawasan relokasi Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa
pada massa yang akan datang, Tengah diharapkan dapat memperoleh
masyarakat mampu melakukan evaluasi pembelajaran terhadap Mitigasi Bencana
perencanaan yang sudah mereka buat dan pada pengembangan permukiman
mengembangkannya sesuai dengan berwawasan ekologi yang berkelanjutan
karakter dan kapabilitas masyarakat sendiri dan berbasis masyarakat. Pembangunan
(Bawole, 2013). permukiman berbasis masyarakat, mitigasi
Melalui proses perencanaan relokasi bencana dan ecology sangat membantu
permukiman yang melibatkan masyarakat masyarakat yang sangat menderita akibat
secara holistik, pembangunan permukiman terkena dampak bencana letusan Gunung
berkelanjutan yang berwawasan Merapi yang maha dahsyat.
lingkungan dapat diselesaikan dengan
baik. Pada program relokasi ini masing- Perkembangan Hunian Tetap
masing keluarga mendapatkan dana Rp. Perkembangan Hunian Tetap saat ini
30.000.000,- untuk membangun core terlihat cukup baik dan hubungan sosial
house dengan luas 36 m2 dan sebidang masyarakat di dalamnya terlihat harmonis.
tanah bersertfikat hak milik seluas 100 m2. Keadaan ini dapat dilihat dari hasil
Untuk fasilitas infrastruktur masing-masing penelitian lapangan Evaluasi Paska Huni
keluarga mendapat dana sebesar Rp. (Post Occupation Evaluation) yang
50.000.000,- yang langsung dikelola untuk dilakukan secara random pada seratus
pembangunan fasilitas technical dan social responden yang tinggal di Hunian Tetap
infrastructure. Pendampingan masyarakat Pagerjurang.
terus dilanjutkan sampai masyarakat dapat Kwalitas permukiman di Huntap
mengelola livelihood mereka yang Pagerjurang saat ini terlihat cukup baik,
berkelanjutan. karena masyarakat dapat melakukan
perawatan fasilitas yang ada di
permukiman, terutama penataan ruang luar
baik secara privat maupun ruang terbuka
umum (gambar 14). Walaupun secara core
house Arsitektur Rumah Tinggal dengan
atap kampong mempunyai bentuk yang
seragam, tapi finishing yang dilakukan
masing-masing keluarga berbeda-beda
sesuai dengan karakter masing-masing
keluarga.
Secara ekonomi kehidupan keluarga
terlihat ada peningkatan walaupun
peningkatannya tidak terlalu drastis. Pada
diagram pie gambar 15 dan 16 terlihat
Gambar 13. Pemukiman Berwasan Ekologi yang
Berkelanjutan Dengan Semua Fasilitas bahwa prosentase yang paling terlihat ada
Infrstrukturnya (Sumber: Dokumentasi peningkatan adalah prosentase keluarga
Rekompak dan Pribadi, 2010). yang mempunyai penghasilan antara Rp. 3
juta – Rp. 4 juta. Informasi pada diagram
Kekuatan keterlibatan masyarakat sebelum erupsi tercatat 3,85% sedangkan
dalam melaksanakan proses relokasi data pada paska erupsi tercatat 5,77%.
permukiman untuk korban letusan Gunung Dengan demikian terjadi peningkatan
Merapi dapat teridentifikasi dari prinsip- pendapatan sebesar 1.92 %. Berdasarkan
prinsip Community Driven Program yang hasil observasi di lapangan hubungan
diterapkan bersama dengan strategi interaksi antara keluarga di dalam Huntap
pengembangan sustainable eco-settlement terlihat cukup baik. Demikian juga dengan
dan mitigasi bencana. penduduk asli yang tinggal di Pagerjurang,
Dengan pelaksanaan pembangunan mereka sangat terbuka untuk melakukan
Hunian Tetap untuk korban letusan aktivitas bersama dengan masyarakat yang
Gunung Merapi yang sudah dilakukan di tinggal di huntap.

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  125 
dengan jumlah keluarga yang banyaknya
lebih dari 300 keluarga. Apabila sapinya
beranak, mereka akan tidak mempunyai
kandang untuk anak sapi, sehingga anak
sapi tersebut tepaksa dijual. Jadi untuk
meningkatkan pendapatan dengan
memerlihara sapi masyarakat agak
menghadapi kesulitan. Pada akhir-akhir ini
sempat terekam beberapa keluarga yang
mencoba memelihara sapinya di lokasi
rumah lama di kawasan rawan bencana di
Gambar 14. Keadaan Huntap Pagerjurang saat lereng Merapi.
ini dengan ruang terbuka dengan
drainage dan pengolahan ruang
terbuka di depan rumah (Sumber:
KESIMPULAN
Dokumen Penulis, 2010) Sebagai hasil akhir dari diskusi yang
sudah dilakukan pada pembahasan di atas,
beberapa kesimpulan dapat ditarik sebagai
pedoman dalam melakukan penelitian,
perencanaan dan pelaksanaan program
relokasi permukiman berbasis masyarakat.
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik
antara lain :
 Pembangunan permukiman pada
daerah relokasi Hunian Tetap menjadi
baik apabila keterlibatan masyarakat
dilaksanakan sejak dari proses awal.
 Masyarakat jauh lebih tahu tentang
kebutuhan dan kapabilitas mereka untuk
mengembangkan permukiman dan
lingkungan sekitarnya.
 Pemberdayaan masyarakat terkait
Gambar 15. Pendapatan Sebelum Erupsi
(Sumber: Dokumen Penulis, 2010)
dengan eco-settlement dan livelihood
dapat meningkatkan kesadaran mereka
terhadap lingkungan yang berkelanjutan
sekaligus dapat meningkatkan standard
hidup mereka.
 Mitigasi bencana di wilayah Huntap
dapat memberikan rasa tentram pada
masyarakat yang tinggal di Hunian
Tetap.
 Peningkatan kwalitas rumah secara
individu selalu mengikuti pengembangan
ruang terbuka umum yang dibangun
lebih awal.
 Rencana pengembangan permukiman
Gambar 16. Pendapatan Paska Erupsi
berkelanjutan direview oleh masyarakat
(Sumber: Dokumen Penulis, 2015)
setiap tahun untuk mengaktualisasi
program-program pengembangan yang
Hal yang terlihat masih menjadi diakses baik dari peremintah daerah
masalah adalah penduduk yang maupun dari institusi swasta.
penghidupannya (livelihood) bergantung  Relokasi bisa dikatakan cukup penting,
pada peternakan sapi perah/ Program tetapi harus selalu disepakati oleh
pemerintah member bantuan satu ekor anggota masyarakat secara mayoritas.
sapi untuk setiap keluarga dan fasilitas Tanpa persetujuan masyarakat
kandang komunal dengan kapasitas sesuai

126    Program Relokasi Pemukiman – PAULUS BAWOLE


perbedaan antara penggusuran paksa from|:
dan relokasi sangat kabur. http://miavita.brgm.fr/pressroom
 Kekuatan keterlibatan masyarakat /Pages/ayearafterthe2010Merapierupt
dalam proses perencanaan dan ion.aspx
pembangunan Permukiman mampu IFRC 2010. “Indonesia: Mt. Merapi
menjaga kestabilan dan keberlanjutan Volcanic Eruption” in Information
permukiman berwawasan ekologi Bulletin No. 1 GLIDE no. VO-2-1—
lingkungan. 000214-IDN, 27 October 2010.
IGUCHI, Masatu, etc. 2011. Learn from
2010 Eruption at Merapi and
DAFTAR PUSTAKA Sinabung Volcanoes in Indonesia.
Bank Dunia. 2012. “REKOMPAK- (http://www.dpri.kyoto-
Membangun Kembali Masyarkat u.ac.jp/nenpo/no54/ronbunB/
Indonmesia Pasca bencana”. a54b0p22.pdf)
Sekretariat Multi Donor Fund dan Java Reconstruction Fund - JRF. 2012.
Nias dan Java Reconstruction Fund. Dari Inovasi hingga Praktik Teladan.
Bawole, Paulus. 2014. “Community Laporanm Akhir Java Reconstruction
Engagement in Developing Rural Fund. Unpublished.
Settlement: A Case Study of Village JHA, Abhas K. and Stanton-Geddes,
Development around Merapi Volcano Zuzana. 2013. Kuat, Aman, dan
in Yogyakarta” in Proceeding of Tahan. International Bank for
International Conference: Arte-Polis 5 Reconstruction and Development/The
International Conferenc–Reflections World Bank, Washington DC.
on Creativity: Public Engagement and NMC and DMC Report in 2012,
the Making of Place carried out at Unpublished
School of Architecture, Planning and Madya, S. 2006. Teori dan Praktik
Policy Department – Institute Penelitian Tindakan (Action
Teknologi Bandung, Bandung. Research), Alfabeta: Bandung.
Bawole, Paulus. 2013. “Pembangunan
Permukiman Pasca Erupsi Merapi Rans, Susan and Altman, Hilary. 2002.
2010” in Buletin Lingkungan Hidup Asset-Based Strategies for Faith
“Kalpataru.” Badan Lingkungan Hidup Communities ACTA Publications,
DI Yogyakarta. Edisi Desember 2013, Chicago.
p.26-28. Rapoport, Amos. 1977. Human Aspect of
Budiman dan Subandonosaptono. 2010. Urban Form. Pergamon Press,
Membangun Kembali Permukiman Oxford.
dan Lingkungan Pascagempa dan The Secretariat of MDF and IDF. 2012.
Tsunami Berbasis Masyarakat. REKOMPAK – Rebuilding Indonesia’s
Jakarta: Dirjen Cipta Karya, Communities After Disaster. The
Kementrian Pekerjaan Umum. World Bank, Jakarta.
Chandra. 2008. Action Research / Slezin, Yu.B. 2003. “The Mechanism of
Penelitian Volcanic Eruptions (a Steady State
Tindakan.(http://chandrax.wordpress. Approach)” in Journal of Volcanology
com/2008/07/05/ action-research- and Geothermal Research 122. P. 7 –
penelitian-tindakan/) 50
Community Planning Workshop. 2005. Yudohusodo, Siswono, Ir., 1991. Rumah
Jackson County – Natural Hazards Untuk Seluruh Rakyat. INKOPPOL,
Mitigation Action Plan. Jackson Unit Percetakan Bharakerta,
County Emergency Management, Jakarta.
Oregon - USA
Hidayati, Sri; Surono; Subandriyo. 2013. ”A
year after the 2010 Merapi eruption:
volcano hazard and Indonesian
government mitigation measures”
download on 13th September 2013

JURNAL TESA ARSITEKTUR, Volume 13, Nomor 2, Desember 2015, ISSN 1410-6094  127 

View publication stats

You might also like