You are on page 1of 26

PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM KONDISIBENCANA:

PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PARTISIPASIMASYARAKAT


HEALTH PROBLEMS IN A DISASTER SITUATION: THE ROLE OF HEALTH
PERSONNELS AND COMMUNITY PARTICIPATION
Widayatun1 dan Zainal Fatoni2
1,2
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPK-LIPI)
1
widal960@yahoo.com; 2zainalfatonilipi@gmail.com

Abstrak of natural disasters, including earthquake. Earthquake


disasters followed by the long temporary shelters
Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah potentially create health problems; however, health
yang rentan terhadap bencana alam, termasuk gempa systems in a disaster situation tend to face obstacles,
bumi. Bencana gempa yang diikuti dengan pengungsian such as the damaged or inadeaquate health existing
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan; namun facilities. This paper aims to discuss health problems
demikian, pelayanan kesehatan pada kondisi bencana following a disaster and to assess the role of health
sering menghadapi kendala, antara lain akibat rusak personnel and community participation in this
atau tidak memadainya fasilitas kesehatan. Tulisan ini situation. Data and information in this paper are
mendiskusikan permasalahan kesehatan dalam kondisi mainly based on a study “Assessment on Basic Needs
bencana dan mengkaji peran petugas kesehatan serta Fulfillment following Bantul Earthquake in 20016”and
partisipasi masyarakat dalam penanggulangannya. a desk review on related documents and literatures.
Sebagian besar informasi dalam tulisan ini disusun The study found that within the health sector, many
berdasarkan hasil studi “Kajian Pemenuhan Kebutuhan guidances indicate the important role of the health
Dasar Korban Gempa Bantul 2006” pada tahun 2010 personnel during disaster situation. The 2006 Bantul
serta penelusuran literatur terkait (desk review). Hasil Earthquake was not only resulting in number of deaths,
studi menunjukkan bahwa di sektor kesehatan, berbagai injured people and the damaged health facilities, but it
piranti legal (peraturan, standar) telah menyebutkan was also creating public health problems, for example
peran penting petugas kesehatan dalam the disaster related diseases, the broken water supply
penanggulangan bencana. Bencana tidak hanya and sanitation facilities, traumatic issues among the
menimbulkan korban meninggal dan luka serta victims and the limited access to the health
rusaknya berbagai fasilitas kesehatan, tetapi juga reproductive services for women and couple. Health
berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, personnel together with community have essential role
seperti munculnya berbagai penyakit paskagempa, in dealing with disaster, from the initial stage following
fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang the earthquake (day 1-3), the emergency period (day 3-
baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap pelayanan 30) until the rehabilitation and recontruction phase
kesehatan reproduksi perempuan dan pasangan. Petugas (>1 month). Many factors contributed to the success
kesehatan bersama dengan masyarakat berperan dalam story of the primary health care personnels in
penanggulangan bencana gempa, mulai dari sesaat delivering publich health roles following the Bantul
setelah gempa (hari ke-1 hingga hari ke-3), masa Earthquake, especially the actively community and
tanggap darurat (hari ke-3 hingga sebulan) serta masa volunteer participation in helping dealing with the
rehabilitasi dan rekonstruksi (sejak sebulan disaster victims.
paskagempa). Beberapa faktor turut mendukung
kelancaran petugas Puskesmas dalam melakukan Key words: Disaster response, community
tindakan gawat darurat pada saat gempa, termasuk participation, health, primary health care,
partisipasi aktif masyarakat dan relawan dalam earthquake, Bantul
membantu penanganan korban. PENDAHULUAN

Kata kunci: Penanggulangan bencana, partisipasi Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan
masyarakat, kesehatan, Puskesmas, Gempa, Bantul wilayah rawan bencana alam. Salah satunya adalah
Abstract gempa bumi dan potensi tsunami. Hal ini dikarenakan
wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng
Most Indonesian population are living in prone areas tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 37


selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng tulisan ini disusun berdasarkan hasil kajian literatur
Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut terkait (desk review). Sebagian besar desk review
bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng difokuskan pada bencana gempa bumi, namun pada
Indo-Australia memmjam ke bawah lempeng Eurasia beberapa bagian juga dibahas bencana alam lainnya.
dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan Selain itu, data dan informasi dalam tulisan ini juga
sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng berasal dari sebuah kajian tentang “Pemenuhan
Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Kebutuhan Dasar Korban Gempa Bantul 2006” yang
Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan dilaksanakan pada tahun 2010. Studi ini dilakukan oleh
menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung tim peneliti LIPI bekeija sama dengan Nagoya
api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali University dan Nara University, Jepang. Studi yang
dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman menggabungkan pendekatan kuantitatif (survei rumah
kedua lempeng tersebut. tangga) dan kualitatif (wawancara terbuka dan FGD)
ini memang tidak secara spesifik melihat peran petugas
Potensi bencana alam dengan frekuensi yang cukup kesehatan dalam penanganan masaah kesehatan
tinggi lainnya adalah bencana hidrometerologi, yaitu paskagempa di Kabupaten Bantul, akan tetapi cukup
banjir, longsor, kekeringan, puting beliimg dan banyak informasi yang relevan untuk diangkat sesuai
gelombang pasang. Frekuensi bencana hidrometerologi dengan tujuan penulisan artikel ini.
di Indonesia terns meningkat dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), selama tahun 2002-2012 sebagian DAMPAK BENCANA TERHADAP PENDUDUK
besar bencana yang teijadi disebabkan oleh faktor
Banyaknya bencana alam yang teijadi di Indonesia
hidrometerologi (BNPB, 2012). Bencana lainya yang
memberikan dampak dan pengaruh terhadap kualitas
sering menelan korban dan harta benda yang cukup
hidup penduduk yang dapat dirasakan baik secara
besar lainnya adalah bencana letusan gunung berapi.
langsung maupun tidak langsung. Salah satu dampak
Letusan Gunung Merapi di Provinsi Daerah Istimewa
langsung dari teijadinya bencana alam terhadap
Yogyakarta yang teijadi pada 26 Oktober tahun 2010
penduduk adalah jatuhnya korban jiwa, hilang dan
telah mengakibatkan banyak korban jiwa dan harta
luka-luka. Sedangkan dampak tidak langsung terhadap
benda. Aliran awan panas yang dimuntahkan
penduduk antara lain adalah teijadinya banyak
lava/material Merapi dengan kecepatan mencapai 100
kerusakan-kerusakan bangunan perumahan penduduk,
km per jam, dan panas mencapai kisaran 450-600°C
sarana sosial seperti bangunan sekolah, rumah sakit dan
membakar hutan dan pemukiman penduduk sehingga
sarana kesehatan lainnya, perkantoran dan infrastruktur
dilakukan evakuasi penduduk secara besar-besaran.
jalan, jembatan, jaringan listrik dan telekomunikasi.
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya Selain itu, teijadinya bencana alam juga mengakibatkan
kualitas hidup penduduk, termasuk kesehatan. Salah adanya kerugian ekonomi bagi penduduk, seperti
satu permasalahan yang dihadapi setelah teijadi kerusakan lahan pertanian dan kehilangan mata
bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban pencaharian, terutama bagi penduduk yang bekeija
bencana. Untuk penanganan kesehatan korban bencana, disektor in formal.
berbagai piranti legal (peraturan, standar) telah
Salah satu bencana banjir dan tanah longsor yang cukup
dikeluarkan. Salah satunya adalah peraturan yang
banyak menelan korban jiwa dan harta benda adalah
menyebutkan peran penting Puskesmas dalam
bencana banjir bandang di Wasior pada tanggal 4
penanggulangan bencana (Departemen Kesehatan RI,
Oktober 2010. Bencana ini telah mengakibatkan sekitar
2007; Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
162 orang meninggal, 146 orang hilang, 91 luka berat
Departemen Kesehatan, 2006; Pusat Penanggulangan
dan sekitar 9.016 jiwa mengungsi. Kerugian akibat
Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen
bencana banjir bandang ini ditaksir mencapai 700 milyar
Kesehatan, 2001). Namun demikian, literatur atau studi
(Pemerintah RI, 2007; BNPB, 2012; Pemerintah Kabupaten
yang berkaitan dengan permasalahan kesehatan dalam
Teluk Wondama, 2010). Pada tahun yang sama, letusan Gunung
kondisi bencana dan penanganannya relatif masih
Merapi telah mengakibatkan banyak korban jiwa. Menurut data
terbatas. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk
Pusat Pengendalian dan Operas! BNPB yang dirilis pada tanggal
membahas permasalahan kesehatan dalam kondisi
11 Nopember 2010 jumlah korban jiwa mencapai sekitar 194
bencana dan mengkaji peran petugas kesehatan serta
jiwa meninggal.
partisipasi masyarakat dalam penanggulangannya.
Data BNPB juga mencatal kejadian gempa bumi di berbagai
Data dan informasi serta berbagai kebijakan dan
wilayab di Indonesia. Data pada Tabei 1 memperlihatkan
program yang berkaitan dengan permasalahan
peristiwa Gempa Bantul pada tahun 2006 merupakan yang
kesehatan pada kondisi bencana yang disajikan dalam
terparah dilihat dari jumlah korban meninggal yang mencapai

38 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahim 2013 (ISSN 1907-2902)


4.143 jiwa. Tidak hanya di Kabupaten Bantul, gempa pada Sebagian gempa bumi disertai dengan gelombang tsunami yang
waktu yang sama juga mengguncang Kabupaten Klaten dan semakin memperparah dampak bencana tersebut terhadap
mengakibatkan setidaknya 1.045 orang meninggal. penduduk yang terkena dampak. Data BNPB mencatat gempa
Gempa bumi di Flores Timur {Nusa Tenggara Timur) yang bumi dan tsunami besar pada akhir tahun 2004 merupakan yang
terjadi pada tahun 1992 juga merupakan salah satu yang terparah terbesar (Tabei 2). Ratusan ribu orang menjadi korban dalam
dan menyebabkan sekitar 2.500 orang meninggal. Tidak hanya peristiwa tersebut, terutama di wilayah Provinsi Aceh dan
korban jiwa, bencana gempa bumi seringkali mengakibatkan Sumatera Barat. Selain gempa-tsunami 2004 tersebut, bencana
banyak korban luka-luka, banyak orang mengungsi, serta serupa yang relatif parah juga teijadi di Kepulauan Mentawai
merusak bangunan rumali dan fasilitas umum, tennasuk jalan (2010) dan Ciamis (2006).
dan pelayanan kesehatan.

Tabei 1. Data Sepuluh Besar Gempa Bumi di Indonesia Menurut Jumlah Korban Meninggal Terbanyak

Dampak terhadap Penduduk (Jiwa) Dam pak terhadap Bangunan, Lahan dan Fasilitas Umum
Rumah Rumah Fasilitas Fasilitas
Waktu Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesehatan Pendidikan Jalan Lahan
Meninggal Hilang Menderita Mengungsi
luka Herat Ringan Rusak Rusak Rusak Rusak
(Buah) (Buah) (Buah) (Buah) (Km) (Ha)
27-05 Bantul
2006 (DJY) 4.143 12.026 0 0 802.804 78.622 69.818 94 917 0 0

Flores
12-12
Timur 2.500 2.103 0 0 0 0 18.000 0 0 0 0
1992
(NTT)
27-05 KJaten 1.045 18.127 0 0 713.788 32.277 63.615 111 298 0 0
2006 (Jateng)
02-12 Wonosobo 727 0 0 0 0 2.250 0 0 0 0 500
1924 (Jateng)
28-03 Nias 685 3.277 1 0 12.542 24.739 0 66 520 1.490 1.943
2005 (Sumut)

30-09
Tanah 666 25 0 0 0 57.771 30.108 246 375 191 0
2009
Datar (Sum bar)
12-09 Buleleng 442 362 0 0 0 77 0 0 226 0 0
1976 (Bali)
Kota
05-09 Padang
427 0 0 0 0 2.383 0 0 0 0 0
1926 Panjang
(Sumbar)
Kota
30-09
Padang 383 1.202 2 0 0 37.587 78.891 21 3.547 30 0
2009
(Sumbar)
22-01 Jayawijaya
306 0 1.000 2.682 0 0 0 0 0 0 0
1981 (Papua)
Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia, BNPB fhttp://dibi.bnpb.go.id)

Jumal Kependudukan Indonesia Vo!. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 39


Data Sepuluh Besar Gempa Bumi di Indonesia Menurut Jumlah Korban Meninggal Terbanyak
Dampuk terhadap Penduduk (Jiwa) Dam tak terhadap liangunan. Laban dan Fas i litas Urn 11m
Rumali Rumah Fasilitas Fasilitas
Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesehatan Pendidikan Jalan
Jto Meninggal
lukn
Hilang Mcnderita Mengungsi
Herat Riugan Rusak Rusak Rutak 1 .alum
(Buah) (Buah) (Buah) (Buah) (Km) Rusak (Ha)
27-05 Bantul 4.143 12.026 0 0 802.804 78.622 69.818 94 917 0 0
2006 (DIY)
Flores
12-12 Timur 2.500 2.103 0 0 0 0 18.000 0 0 0 0
1992 (NTT)
27-05 Klaten 1.045 18.127 0 0 713.788 32.277 63.615 111 298 0 0
2006 (Jateng)
02-12 Wonosobo 727 0 0 0 0 2.250 0 0 0 0 500
1924 (Jateng)
28-03 Nias 685 3.277 I 0 12.542 24.739 0 66 520 1.490 1.943
2005 (Sumut)
Tanah
30-09
Datar 666 25 0 0 0 57.771 30.108 246 375 191 0
2009
(Sumbar)
12-09 Buleleng 442 362 0 0 0 77 0 0 226 0 0
1976 (Bali)
Kota
05-09 Padang
427 0 0 0 0 2.383 0 0 0 0 0
1926 Panjang
(Sumbar)
Kota
30-09
Padang 383 1.202 2 0 0 37.587 78.891 21 3.547 30 0
2009
(Sumbar)
22-01 Jayawijaya
306 0 1.000 2.682 0 0 0 0 0 0 0
1981 (Papua)
Sumbcr: Data dan Informasi Bencana Indonesia, BNPB ( http://dibi.bnpb-go.id)
Tabel 2. Data Sepuluh Besar Gempa Bumi disertai Tsunami di Indonesia Menurut Jumlah Korban
Meninggal Terbanyak
Dampak terhadap Penduduk (.liwu) Dam pak terhadap Bangunan, l.ahan dan Fasilitas Umum
Rumah Rumah Fasilitas Fasilitas
Waktu Lokasi Luka- Rusak Rusak Kesehatan Pendidikan Jalan Lahan
Meninggal Hilang Mcnderita Mengungsi
luka Berat Ringan Rusak Rusak Rusak Rusak
(Buah) (Buah) (Buah) (Buah) (Km) (Ha)
26-12 Kota Banda Aceh
2004 (Aceh) 77.804 0 0 269.091 34.146 96.576 96.576 23 55 34.884 58087
26-12 Aceh Besar
2004 (Aceh) 47.784 0 0 306.718 116.984 24,352 0 62 299 0 0
26-12 Aceh Jaya (Aceh)
2004 19.661 0 143 93.547 29.273 34.232 0 26 0 0 0
26-12 Aceh Barat
2004 (Aceh) 11.830 0 3.024 227.278 59.584 43.678 0 23 256 0 0
26-12 Pidic
2004 (Aceh) 4.646 0 1.463 517.452 31.078 43.256 0 20 95 0 0
26-12 Aceh Utara
2004 (Aceh) 2.238 384 488 395.800 28.268 24.654 0 24 204 0 0
26-12 Bireuen
2004 (Aceh) 1.202 276 59 350.962 26.758 41.732 0 4 78 0 0
26-12 Nagan Raya
2004 (Aceh) 493 0 845 152.748 10.659 0 0 21 19 0 0
Kepulauan
25-10
2010 Memawai
(Sumbar) 447 498 56 0 15.353 0 6 0 0
17-07 Ciamis
2006 (Jabar) 413 379 15 0 4.190 1.588 322 1 5 20,19 0

Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia, BNPB (http://dibi.bnpb-go.id')

40 Jurnal Kepcndudukan Indonesia Vol. 8 No. I Tahun20l3 (ISSN 1907-2902)


DAMPAK BENCANA TERHADAP KESEHATAN kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat
MASYARAKAT mempengaruhi banyak sedikitnya korban meninggal dan
cedera akibat bencana ini, yakni: tipe rumah, waktu pada
Salah satu dampak bencana terhadap menurunnya hari teijadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan
kualitas hidup penduduk dapat dilihat dari berbagai American Health Organization, 2006).
permasalahan kesehatan masyarakat yang teijadi.
Bencana yang diikuti dengan pengungsian berpotensi Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan
menimbulkan masalah kesehatan yang sebenamya kesehatan bagi masyarakat terdampak. Dampak ini akan
diawali oleh masalah bidang/sektor lain. Bencana gempa dirasakan lebih parah oleh kelompok penduduk rentan.
bumi, banjir, longsor dan letusan gunung berapi, dalam Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor
jangka pendek dapat berdampak pada korban meninggal, 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
korban cedera berat yang memerlukan perawatan kelompok rentan meliputi: 1). Bayi, balita dan anak-
intensif, peningkatan risiko penyakit menular, kerusakan anak; 2). Ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
3). Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut usia. Selain
fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan
keempat kelompok penduduk tersebut, dalam Peraturan
American Health Organization, 2006). Timbulnya
Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman
masalah kesehatan antara lain berawal dari kurangnya
Tata Cara Pemenuhan Kebutuhan Dasar ditambahkan
air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri,
‘orang sakit’ sebagai bagian dari kelompok rentan dalam
buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari
kondisi bencana. Upaya perlindungan tentunya perlu
perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular.
diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut, mulai dari
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga penyelamatan, evakuasi, pengamanan sampai dengan
merupakan awal dari proses teijadinya penurunan deraj pelayanan kesehatan dan psikososial.
at kesehatan yang dalam jangka panjang akan Identifikasi kelompok rentan pada situasi bencana
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan.
kebutuhan gizi korban bencana. Pengungsian tempat Penilaian cepat kesehatan {rapid health assessment)
tinggal {shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat paska gempa bumi 27 Mei 2006 di Kabupaten Bantul,
kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak misalnya, dapat memetakan kelompok rentan serta
langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana.
tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah Penilaian cepat yang dilakukan pada tanggal 15 Juni
di bidang kesehatan. Sementara itu, pemberian 2006 di lima kecamatan terpilih di wilayah Kabupaten
pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering Bantul (Pleret, Banguntapan, Jetis, Pundong dan Sewon)
menemui banyak kendala akibat rusaknya fasilitas ini meliputi aspek keadaan umum dan lingkungan,
kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta derajat kesehatan, sarana kesehatan dan bantuan
alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan dana kesehatan ('http.V/bondankomunitas. blogspotcpm).
operasional. Kondisi ini tentunya dapat menimbulkan Hasil penilaian cepat terkait dengan kelompok rentan
dampak lebih buruk bila tidak segera ditangani (Pusat beserta permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah
Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Permasalahan
Jenderal Departemen Kesehatan, 2001). kecukupan gizi dijumpai pada kelompok penduduk
rentan balita dan ibu hamil, sedangkan kondisi fisik
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif yang memerlukan perhatian temtama dijumpai pada
berbeda-beda, antara lain tergantung dari jenis dan kelompok rentan ibu barn melahirkan, korban cedera,
besaran bencana yang teijadi. Kasus cedera yang serta penduduk yang berada dalam kondisi tidak sehat.
memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lebih
banyak dijumpai pada bencana gempa bumi Pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana
dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan sering tidak memadai. Hal ini teijadi antara lain akibat
gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah
teijadi dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga
kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di
menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) lapangan. Hasil penilaian cepat paska gempa Bantul
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air 2006, misalnya, mencatat sebanyak 55,6 persen
{water-borne diseases) seperti diare dan leptospirosis. Puskesmas Induk dan Perawatan dari 27 unit yang ada di
Terkait dengan bencana gempa bumi, selain dipengaruhi

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 41


Kabupaten Bantul mengalami kerusakan berat, begitu
juga dengan kondisi Puskesmas Pembantu (53,6 persen)
serta Rumah Dinas Dokter dan Paramedis (64,8 persen).
Bila tidak segera ditangani, kondisi

42 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


tersebut tentunya dapat menimbulkan dampak yang untuk membunuh bibit penyakit berbahaya baru 20
lebih buruk akibat bencana tersebut. persen, dan upaya pengolahan air hanya 21,9 persen.

Tabel 3. Rapid Health Assessment Paskagempa di Salah satu permasalahan kesehatan akibat bencana adalah
Kabupaten Bantul, 2006 meningkatnya potensi kejadian penyakit menular maupun
penyakit tidak menular. Bahkan, tidak jarang kejadian luar biasa
Kelompok Permasalahan kesehatan (KLB) untuk beberapa penyakit menular tertentu, seperti KLB
rentan
Balita diare dan discntri yang dipengaruhi lingkungan dan sanitasi yang
63,55 persen keluarga responden memiliki balita dengan rata-rata usia mcmburuk akibat bencana seperti banjir. Diagram 1, misalnya,
28,9 bulan. memperlihatkan infeksi saluran pemafasan akut (ISPA)
Sebagian balita menderita gizi kurang (20,8 persen) dan gizi buruk merupakan keluhan yang yang paling banyak diderita pengungsi
(4,6 persen) yang perlu mendapat perliatian dan monitoring lebih
sepuluh jenis penyakit bencana letusan Gunung Merapi tahun
besar dari petugas kesehatan.
Ibu hamil 2010 di Kabupaten Sleman. Data EHA - WHO Indonesia (2010)
per 27 Oktober 2010 juga inencatat 91 korban bencana Merapi
• 29 persen keluarga responden memiliki ibu hamil. harus dirujuk ke RS Sardjito di Yogyakarta, sebagian besar
Rata-rata umur kehamilan 21,4 bulan. diantaranya karena mengalami gangguan pemafasan dan/atau
• 16 persen ibu hamil yang menderita status gizi kurang. luka bakar.
Ibu baru • 5,24 persen keluarga responden memiliki ibu bam mclahirkan,
metahirkan sebagian besar (72,73 persen) ditolong oleh dokter di rumah
sakit. Sumber: Forum PRB DIY, 2010
Orang
cedera
Diagram 1. Sepuluh Besar Penyakit Pengungsi Merapi
2010
40 persen responden memiliki anggota keluarga cedera akibat gempa. Gastritis Faringitis akut
di
Sebagian besar letak cedera korban bencana gempa bumi berada di Dermatitis kontak alergi
daerah kepala (15,7 persen), tangan (11,3 persen) dan kaki (11,1
persen). Dispepsi Penyakit/iritasi
Pada saat survei dilakukan 3,4 persen anggota keluarga yang cedera mata Nipertensi primer
mengalami infeksi dan tnemerlukan penanganan perawatan luka
lebih tan jut.
Orang
sakit
• 7,7 persen anggota keluarga responden sedang menjalani rawat inap di Flu dan sejenisnya
fasilitas kesehatan sebesar, scdangkan 13,8 persen lainnya Myalgia
menjalani rawat jalan.
Sumber: (http://bondankomunitas.blogspot.com) Cepalgia
ISPA
Kabupaten
Tidak hanya fasilitas kesehatan yang rusak, bencana alam tidak Sleman
jarang juga menimbulkan dampak langsung pada masyarakat di (Akuinulatif sampai
suatu wilayah yang menjadi korban. Pada kasus gempa Bantul dengan tanggal 15 November 2010)
2006, sebagian besar {81,8 persen) rumah penduduk hancur,
bahkan tidak ada rumah yang tidak rusak meskipun hanya rusak Permasalahan kesehatan lingkungan dan sanitasi juga sering
ringan (3,1 persen). Selain itu, 70,4 persen penduduk masih dijumpai pada kondisi bencana alam. Berbagai litcratur
mengandalkan sumber air bersih dari sumur, namun ada menunjukkan bahwa sanitasi merupakan salah satu kebutuhan
sebagian kecil (4,8 persen) penduduk dengan kualitas fisik vital pada tahap awa! setelah terjadinya bencana (The Sphere
sumur yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Masih banyak Project, 2011; Tekeli-Yesil, 2006). Kondisi lingkungan yang
masyarakat yang mengobati dirinya sendiri di rumah (30,2 tidak higienis, persediaan air yang terbatas dan jamban yang
persen) atau bahkan mendiamkan saja luka yang diderita (6,6 tidak memadai, misalnya, seringkali menjadi penyebab korban
persen). Ketersediaan cadangan bahan makanan pokok masih bencana lebih rentan untuk mengalami kesakitan bahkan
bisa mencukupi kebutuhan keluarga untuk 14 hari, scdangkan kematian akibat penyakit tertentu. Pengalaman bencana letusan
bahan makanan lain masih bisa mencukupi untuk kebutuhan Gunung Merapi pada tahun 2006 (USAID Indonesia - ESP,
selama satu minggu, kecuali buah-buahan (3 hari). Hampir dua 2006) dan 2010 (EHA - WHO Indonesia, 2010; Forum PRB
minggu paskagempa, sudah banyak lingkungan responden yang DIY, 2010; ACT Alliance, 2011; BNPB, 2010,
telah mendapatkan bantuan kesehatan dari berbagai instansi atau http://www.ciptakarya.pu.go.id), gempa bumi di
LSM, namun bantuan pengasapan (fogging) untuk mengurangi
populasi nyamuk baru 47,6 persen, penyemprotan (spraying)
Pakistan (Amin dan Han, 2009) dan Iran (Pinera, Reed penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
dan Njiru, 2005) pada tahun 2005, banjir di Bangladesh
pada tahun 2004 (Shimi, Parvin, Biswas dan Shaw, 1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan
2010), serta gempa disertai tsunami di Indonesia perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan
(Widyastuti dkk, 2006) dan Srilanka (Fernando, risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam
Gunapala dan Jayantha, 2009) pada akhir 2004 perencanaan pembangunan, persyaratan analisis
menunjukkan beberapa masalah terkait kesehatan risiko bencana, penegakan rencana tata ruang,
lingkungan dan sanitasi. Permasalahan tersebut pendidikan dan peletahihan serta penentuan
termasuk terkait penilaian kebutuhan {assessment) yang persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
tidak mudah dan cepat, ketersediaan dan kecukupan (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi
sarana, distribusi dan akses yang tidak merata, privasi bencana).
dan kenyamanan korban bencana (khusunya kelompok
perempuan) serta kurangnya kesadaran dan perilaku 2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian
masyarakat terkait sanitasi pada kondisi darurat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
bencana. penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan
evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar,
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu pelayanan psikososial dan kesehatan.
permasalahan kesehatan yang perlu mendapatkan 3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan
perhatian, khususnya pada bencana yang berdampak rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
kepada masyarakat dalam waktu relatif lama. Studi dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial,
Hapsari dkk (2009) mengidentifkasi temuan menarik psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan
berkaitan dengan kebutuhan pelayanan keluarga ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,
berencana (KB) paskabencana gempa bumi di Bantul pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana,
(Yogyakarta) pada tahun 2006. Satu tahun paskagempa, termasuk fungsi pelayanan kesehatan).
mereka yang menggunakan alat KB suntik dan implant
cenderung menurun, sebaliknya mereka yang Penanggulangan masalah kesehatan merupakan
menggunakan pil KB dan metode pantang berkala kegiatan yang harus segera diberikan baik saat teijadi
cenderung meningkat. Studi ini juga menunjukkan dan paskabencana disertai pengungsian. Upaya
bahwa prevalensi kehamilan tidak direncanakan lebih penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan
tinggi dijumpai pada mereka yang sulit mengakses memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak
pelayanan KB dibandingkan mereka yang tidak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
mengalami kendala. Oleh karena itu, peran penting dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan
petugas kesehatan diperlukan, tidak hanya untuk dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta
memberikan pelayanan KB pada situasi bencana, tetapi hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
juga untuk mengedukasi pasangan untuk mencegah Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No 24
kejadian kehamilan yang tidak direncanakan. tahun 2007, pelayanan kesehatan merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi pada kondisi
PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN bencana, di samping kebutuhan-kebutuhan dasar
DALAM KONDISI BENCANA lainnya: 1). air bersih dan sanitasi, 2). pangan, 3).
sandang, 4). pelayanan psikososial serta 5).
penampungan dan tempat human.
Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang
disebabkan oleh peristiwa/faktor alam atau perilaku Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi
manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan
kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara
Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan: 1).
semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban
mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2007 bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 2).
tentang Penanggulangan Bencana. Dengan lahimya UU Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit
tersebut, teijadi perubahan paradigma penanganan menular bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
bencana di Indonesia, yaitu penanganan bencana tidak standar minimal; 3). Terpenuhinya kebutuhan pangan
lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi
lebih menekankan pada keseluruhan manajemen
penanggulangan bencana mulai dari mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan
rehabilitasi. Berdasarkan UU No 24 tersebut, tahapan
sesuai standar minimal; 4). Terpenuhinya kesehatan lingkungan Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan dikelompokkan pada fase
bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; Prabencana, Saat bencana dan Paskabeucana. Pada masing-
serta 5). Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi masing fase tersebut, telah dikelompokkan kegiatan-kegiatan
korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal. yang perlu dilaksanakan oleh Tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya,
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan pada sangat beragam pada setiap fase bencana dan memerlukan
penanggulangan bencana, termasuk didalamnya Puskesmas, koordinasi kegiatan dengan instansi lain serta kelompok
Kcmenlerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) masyarakat (Tabel 4).
Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/S K/1/2007 tentang
Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dokumen tersebut
mengatur berbagai hal, termasuk kebijakan, pengorganisasian
dan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh masing-
masing jajaran kesehatan. Dalam Kcpmenkes tersebut juga
disebutkan bahwa pada prinsipnya dalam penanggulangan
bencana bidang kesehatan tidak ada kebijakan untuk membentuk
sarana prasarana secara khusus. Upaya lebih difokuskan dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya saja
intensitas kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua
sumber daya pemerintah, masyarakat dan unsur swasta terkait
(Departemen Kesehatan, 2007).
Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan berjenjang mulai
dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai dengan
lokasi kejadian. Di lokasi kejadian misalnya, penanggung jawab
pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah Kepala

Tabel 4. Peran Puskesmas pada Tahap Prabencana, Saat Bencana dan Paskabencana
Prabencana Saat Bencana Paskabencana
• Membuat peta geomedik Puskesmas di lokasi bencana: • Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar di
daerah rawan bencana tempat penampungan (Pos
• Menuju lokasi bencana dengan membavva
• Membuat jalur evakuasi Kesehatan Lapangan)
peralatan yang diperlukan untuk
• Mengadakan pelatihan • Memeriksa kualitas air bersih dan sanitasi
melaksanakan triase dan memberikan
• Inventarisasi sumber daya lingkungan
pertolongan pertama
sesuai dengan potensi • Melaksanakan surveilans penyakit menular dan
• Melaporkan kejadian bencana kepada Kepala
bahaya yang mungkin gizi buruk yang mungkin timbul
Dinas Kesehatan (Kadinkes)
teijadi • Segera melapor ke Dinkes Kabupaten/Kota bila
• Menerima dan Kabupaten/Kota terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk
menindaklanjuti informasi • Melakukan penilaian cepat masalah kesehatan • Memfasilitasi relawan, kader dan petugas
peringatan dini (iearly awal (initial rapid health assessment) pemerintah tingkat kecamatan dalam
warning system) untuk • Menyerahkan tanggung jawab kepada memberikan komunikasi, informasi dan
kesiapsiagaan bidang Kadinkes Kabupaten/ Kota bila telah tiba di edukasi (KIE) kepada masyarakat luas,
kesehatan lokasi bimbingan pada kelompok serta konseling pada
• Membentuk tim kesehatan individu yang berpotensi mengalami gangguan
Puskesmas di sekitar lokasi bencana:
lapangan yang tergabung stres paskatrauma
dalam Satgas • Mengirimkan tenaga dan perbekalan • Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani
• Mengadakan koordinasi kesehatan serta ambulans/transportasi lain dengan konseling awal dan membutuhkan
lintas sektor ke lokasi bencana dan tempat penampungan konseling lanjut, psikoterapi atau
pengungsi. penanggulangan lebih spesifik.
■ Membantu perawatan dan evakuasi korban
serta pelayanan kesehatan pengungsi.

Sumber: Depkes, 2007

Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan yang bertindak sebagai


pelaksana tugas adalah Kepala Puskesmas di lokasi kejadian.

45 Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. S No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Dalam penanggulangan bencana, peran Puskesmas berbagai aspek:
mengacu pada tugas dan fungsi pokoknya, yaitu sebagai
pusat (1) penggerak pembangunan kesehatan 1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan
masyarakat, (2) pemberdayaan masyarakat dan (3) masyarakat, kesehatan reproduksi1 dan kesehatan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat jiwa2. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan,
penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, satu Pusat Kesehatan pengungsi idealnya digunakan
Puskesmas melakukan fungsi penanggulangan bencana untuk melayani 20.000 orang, sedangkan satu
melalui kegiatan surveilans, penyuluhan dan kerjasama Rumah Sakit untuk 200.000 sasaran. Penyediaan
lintas sektor. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan
Puskesmas dituntut mampu melibatkan peran aktif partisipasi Rumah Sakit Swasta, Balai Pengobatan
masyarakat, baik peroangan maupun kelompok, dalam Swasta, LSM lokal maupun intemasional yang
upaya penanggulangan bencana. Sedangkan sebagai terkait dengan bidang kesehatan.
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, Puskesmas
melakukan berbagai kegiatan seperti: pelayanan gawat 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
darurat 24 jam, pendirian pos kesehatan 24 jam di seperti vaksinasi, penanganan masalah umum
sekitar lokasi bencana, upaya gizi, KIA dan sanitasi kesehatan di pengungsian, manajemen kasus,
pengungsian, upaya kesehatan jiwa serta upaya surveilans dan ketenagaan. Berkaitan dengan
kesehatan rujukan. sumber daya manusia (SDM), Kementerian
Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan
Initial rapid health assessment merupakan kegiatan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000
penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan di pengungsi, terdiri dari: pekeija kesehatan
lokasi bencana. Sebagaimana diuraikan pada bagian lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang),
sebelumnya, hasil kajian paskagempa Bantul 2006 dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang), asisten
dapat memetakan kelompok rentan serta masalah apoteker (1 orang), teknisi laboratorium (1 orang),
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana pembantu umum (5-10 orang), pengawas sanitasi
(http://bondankomunitas.blogspot.com). Selanjutnya, (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (1020
dari hasil penilaian cepat kesehatan ini dapat orang).
direkomendasikan upaya-upaya apa saja yang perlu 3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan
dilakukan berbagai pihak terkait untuk memulihkan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
sistem kesehatan di wilayah Kabupaten Bantul 1. kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
Selain berdasarkan SK Menkes 145/2007, peran dan dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui
sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis
tugas Puskesmas dalam penanggulangan bencana juga
kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
mengacu pada SK Menkes Nomor
hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui
Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana
kebutuhan bahan makanan pada tahap
dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut,
penyelamatan dan merencanakan tahapan
surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
1
Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat
meliputi: a), merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling korban bencana, termasuk kaum perempuan, untuk
sebagai dukungan sementara, b). perlu tenaga fisioterapi memastikan kebutuhan- kebutuhan dasar korban
untuk perawatan bagi penduduk yang cedera, c). bencana terpenuhi.
ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, 4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air,
khususnya program Pemberian Makanan Tambahan pembuangan kotoran manusia, pengelolaan limbah
(PMT) bagi balita dan ibu hamil, d). revitalisasi padat dan limbah cair dan promosi kesehatan.
pelayanan Bidan Desa untuk mendukung program
Beberapa tolok ukur kunci yang perlu
Kesehatan Ibu dan Anak, e). revitalisasi tenaga sanitarian
untuk menangani kondisi lingkungan yang tidak sehat,
diperhatikan adalah:
serta f). perlu penanganan psikiatri bagi masyarakat yang
mengalami trauma. Selain itu, rekomenasi juga
• persediaan air harus cukup minimal 15 liter per
dikeluarkan terkait pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, yaitu: 1). melakukan surveilans 1 Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi
penyakit menular untuk memperkuat sistem surveilans kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
rutin; serta 2). Mempertimbangkan langkah antisipasi deteksi dini infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS
munculnya penyakit diare, typhus abdominalis, DHF, serta kesehatan reproduksi remaja.
campak, dan tetanus 2 Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain
(http://bondankomunitas.blogspot.com). bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan kelompok besar
standar minimal yang harus dipenuhi meliputi (lebih dari 20 orang) dengan melibatkan ahli psikologi
serta kader masyarakat yang telah dilatih.

46 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


orang per hari, Pedoman yang disusun The Sphere Project (2011),
misalnya, merinci prinsip-prinsip perlindungan dan
• jarak pemukiman teijauh dari sumber air tidak standar minimal dalam empat aspek, yakni: 1). Air
lebih dari 500 meter, bersih, sanitasi dan promosi terkait higienitas, 2).
Keamanan pangan dan gizi, 3). Tempat penampungan
• satukran air untuk 80-100 orang, atau human sementara dan kebutuhan non-pangan, serta
• satu jamban digunakan maksimal 20 orang, 4). Pelayanan kesehatan. Dalam dokumen ini,
dapat diatur menurut rumah tangga atau disebutkan bahwa pelayanan kesehatan esensial yang
menurut jenis kelamin, perlu diperhatikan meliputi: pengendalian penyakit
menular, kesehatan anak, kesehatan seksual dan
• jamban beijarak tidak lebih dari 50 meter dari reproduksi, cedera, kesehatan mental dan penyakit tidak
pemukian atau tempat pengungsian, menular.

• bak atau lubang sampah keluarga beijarak tidak


PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN
lebih dari 15 meter dan lubang sampah umum
beijarak tidak lebih dari 100 meter dari PARTISIPASIMASYARAKAT: PENGALAMAN
pemukiman atau tempat pengungsian, GEMPA BANTUL 2006

• bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter Bencana alam yang menimpa suatu daerah, seringkali
per 10 keluarga, serta menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, baik itu
korban meninggal, korban luka luka maupun kerusakan
• tidak ada genangan air, air hujan, luapan air fasilitas umum dan harta benda masyarakat. Selain itu,
atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat teijadinya bencana alam sering mengakibatkan wilayah
pengungsian. terkena dampak menjadi terisolasi sehingga sulit
dijangkau oleh para relawan untuk memberikan
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar pertolongan dan bantuan. Selain jatuhnya korban jiwa
kesehatan, seperti penampungan keluarga, sandang dan korban luka, permasalahan lain yang terkait dengan
dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang kondisi kesehatan masyarakat adalah munculnya
tersedia, misalnya, setidaknya tersedia per orang berbagai penyakit setelah bencana. Sebagai contoh
rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2. Kebutuhan sandang hingga satu bulan lebih setelah kejadian bencana gempa
juga perlu memperhatikan kelompok sasaran bumi di Bantul tahun 2006, para korban gempa masih
tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak tinggal di tenda-tenda pengungsian dengan fasilitas air
serta pembalut untuk perempuan remaja dan bersih yang terbatas dan sanitasi lingkungan yang
dewasa. kurang baik. Kondisi tersebut ditambah dengan
Selain piranti-piranti legal di atas, Peraturan Kepala banyaknya debu dan nyamuk yang mengakibatkan para
BNPB Nomor 7 Tahun 2008 juga mengatur pemberian korban, terutama balita dan lansia, rentan terkena
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyakit gatal-gatal, diare, flu, batuk dan demam.
tempat penampungan/hunian sementara, pangan, non-
pangan, sandang air bersih dan sanitasi serta pelayanan Selain rentan terhadap berbagai penyakit, sebagian
kesehatan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa korban juga mengalami trauma kejiwaan. Kondisi
bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam bentuk: traumatik tersebut sangat beragam bentuknya, namun
1). pelayanan kesehatan umum, meliputi pelayanan gejala umum yang diderita para korban menunjukkan
kesehatan dasar dan klinis; 2). pengendalian penyakit reaksi ketakutan. Berbagai isu dan informasi yang
menular, meliputi pencegahan umum, campak, berkembang di masyarakat tentang kemungkinan
diagnosis dan pengelolaan kasus, kesiapsiagaan teijadinya gempa susulan yang lebih besar
kejadian luar biasa (KLB), deteksi KLB, penyelidikan menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan
dan tanggap serta HIV/AIDS; serta 3). pengendalian masyarakat setempat. Beberapa dari mereka tidak
penyakit tidak menular, meliputi cedera, kesehatan mengetahui informasi yang benar mengenai
reproduksi, aspek kejiwaan dan sosial kesehatan serta kemungkinan-kemungkinan teijadinya gempa susulan.
penyakit kronis. Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan Pengalaman gempa Bantul 2006 memberikan
tersebut dilengkapi dengan standar minimal bantuan pembelajaran bahwa peran petugas kesehatan dalam
yang harus dipenuhi dalam situasi bencana alam penanganan bencana cukup penting dalam
(BNPB, 2008). menyelamatkan korban jiwa. Dalam masa tanggap
Terkait upaya pemenuhan kebutuhan dasar pada kondisi darurat petugas kesehatan dari Puskesmas mampu
bencana, di tingkat global sebenamya juga sudah berperan melaksanakan fungsinya melakukan
banyak pedoman-pedoman yang dapat menjadi rujukan. penanganan gawat darurat dan pelayanan kesehatan
lanjutan serta memfasilitasi kegiatan pelayanan

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 47


kesehatan yang dilakukan oleh para relawan. Pelayanan Setelah korban gempa dengan “label merah”
tersebut dilakukan dengan segala keterbatasan sumber mendapatkan penanganan darurat, selanjutnya mereka
daya manusia, alat kesehatan dan obat-obatan dan segera dirujuk ke rumah sakit (RS) atau mendapatkan
sarana penunjang lainya yang sangat tidak memadai perawatan lanjutan di Puskesmas.
karena rusak akibat gempa. Berikut ini gambaran
penanganan masalah kesehatan pada saat teijadi gempa, Pada hari kedua dan ketiga, berbagai bantuan dari pihak
masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi di luar sudah mulai berdatangan. Rumah Sakit lapangan
Kabupaten Bantul. atau pos kesehatan (bantuan dari berbagai daerah,
ABRI, LSM, perusahaan dsb) juga sudah mulai
didirikan. Selain memberikan pelayanan kesehatan pada
• Sesaat setelah gempa (hari pertama hingga hari ketiga) korban gempa, petugas Puskesmas juga berperan
melakukan koordinasi dengan pihak- pihak yang akan
Pada hari pertama peristiwa gempa (27 Mei 2006), mendirikan pos kesehatan. Dalam hal ini, petugas
pelayanan kesehatan, terutama di Puskesmas dilakukan Puskesmas memberikan informasi desa- desa di wilayah
dalam kondisi kekurangan tenaga medis serta fasilitas keijanya yang membutuhkan RS lapangan atau pos
dan peralatan yang minim. Bangunan Puskesmas kesehatan untuk pelayanan korban gempa. Petugas
mengalami kerusakan cukup parah di bagian depan dan kesehatan juga melakukan koordinasi dengan para
ruang pemeriksaan. Namun demikian, ruangan tempat relawan (PMI, LSM dan berbagai lembaga keagamaan)
menyimpan obat-obatan tidak mengalami kerusakan yang memberikan bantuan obat- obatan, alat kesehatan
yang parah, sehingga sebagian besar obat-obatan dan serta alat pendukung lainnya. Hingga hari ketiga setelah
peralatan kesehatan masih bisa diselamatkan. Kegiatan gempa, stok obat-obatan Puskesmas masih mencukupi
pelayanan kesehatan pada saat bencana dilakukan di untuk melakukan pelayanan. Pada hari ke empat,
tenda darurat yang dibangun di halaman Puskesmas. pasokan bantuan obat- obatan dari berbagai pihak untuk
Karena letaknya yang strategis (Puskesmas Piyungan Puskesmas juga sudah mulai masuk.
terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan
Kota Yogyakarta dan Wonosari), banyak pasien korban Keberhasilan penanganan kesehatan yang dilakukan
gempa dari desa-desa sekitar yang datang ke Puskesmas oleh petugas kesehatan pada saat teijadi gempa tidak
ini untuk mendapatkan pertolongan. terlepas dari partisipasi masyarakat. Masyarakat korban
bencana terutama bapak-bapak berpartisipasi membantu
Pelayanan petugas kesehatan di Puskesmas Piyungan proses evakuasi, mencari serta menolong korban luka
pada hari pertama teijadinya gempa diprioritaskan dan mengurus korban yang meninggal dunia. Selain itu,
untuk penanganan kegawatdarutatan {emergency) mereka juga membantu menyiapkan tenda darurat yang
dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. dipakai untuk melakukan perawatan sementara karena
Penanganan kegawatdarutatan dilakukan untuk sebagian bangunan Puskesmas rusak. Sementara itu
mengurangi bertambahnya korban jiwa. Tenaga anggota masyarakat lainnya, terutama para remaja
kesehatan Puskesmas sudah mulai memilah pasien puteri dan ibu-ibu membantu para petugas kesehatan
sesuai dengan kondisi kesehatan mereka yang dilihat menangani pasien, seperti menyiapkan alat kesehatan
dari tingkat keparahan luka/pendarahan. Pasien yang (kapas, obat luka,dan perlengkapan lainnya), membantu
mendapatkan prioritas penanganan adalah pasien label membersihkan luka dan menjaga pasien. Masyarakat
merah, artinya pasien tersebut mengalami luka parah dan relawan juga terlibat aktif membantu petugas
serta keselamatan jiwanya terancam apabila tidak Puskesmas dalam mengidentifikasi dan
segera diambil tindakan medis yang tepat. Informasi mengelompokkan pasien sesuai dengan kondisi lukanya
yang diperoleh dari lapangan menyatakan bahwa pada dan dipisahkan antara yang memerlukan penanganan
pagi hari tanggal 27 Mei sekitar pukul 7.45 WIB segera dan yang tidak. Bantuan yang diberikan
seorang bidan yang tinggal tidak jauh dari Puskesmas masyarakat juga tidak sebatas dalam penanganan
terpaksa melakukan tindakan jahit kepala yang luka pasien, tetapi termasuk juga memberikan informasi
parah hanya dengan benang jahit biasa. Hal ini tentang wilayah-wilayah desa dan dusun yang
dilakukan karena benang jahit untuk luka sulit memerlukan bantuan tenaga kesehatan. Hal ini penting
ditemukan akibat rusaknya ruang obat-obatan karena agar pihak Puskesmas dapat segera melakukan
gempa. penanganan kepada wilayah yang memerlukan
(Fatimah, 2011; Hidayati, 2012).
Dalam melakukan penanganan korban gempa, para
tenaga kesehatan juga dibantu oleh relawan yang
umumnya para remaja puteri dan ibu-ibu. Mereka • Masa tanggap darurat (hari ketiga hingga satu
membantu membersihkan luka, menyiapkan obatan- bulan setelah gempa)
obatan, perban serta alat kesehatan lainnya. Petugas
kesehatan dari Puskesmas dan warga bergotong- royong Kondisi para korban bencana yang meninggal, luka
melakukan pelayanan untuk menyelamatkan korban. berat dan ringan telah tertangani oleh petugas

48 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Puskesmas pada hari pertama sampai pada hari ketiga Pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan umumnya
setelah gempa. Sebagian diantara mereka ada yang dilakukan oleh para relawan medis dari berbagai
dirujuk dan dirawat di berbagai rumah sakit di lembaga yang datang memberikan bantuan untuk
Yogjakarta dan yang lainnya berobat jalan ke melakukan pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan dari
Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Pelayanan Puskesmas memberikan bantuan pelayanan di Pos
Puskesmas tetap dilakukan, umumnya menangani Kesehatan yang personilnya masih kurang. Selain itu,
pasien yang tidak memerlukan tindakan “emergency”, petugas kesehatan dari Puskesmas juga berperan
tetapi lebih pada melayani pasien yang memerlukan memberikan data dan informasi terkait dengan desa dan
perawatan lanjutan. Pasien yang datang umumnya dusun yang memerlukan bantuan pelayanan kesehatan,
dengan keluhan penyakit yang tidak diakibatkan kondisi kesehatan masyarakatnya dan sanitasi
langsung oleh karena kejadian gempa (luka karena lingkungan yang ada.
benturan, tertimpa benda/bangunan), seperti demam,
batuk, pilek, diare dan syok. Keterlibatan masyarakat pada masa tanggap darurat,
selain membantu petugas melakukan pelayanan
Masyarakat korban bencana yang selamat dan tidak kesehatan, masyarakat khususnya pemuda dan pemudi
mengalami luka/perdarahan dan syok tinggal di tenda- yang selama ini aktif di kegiatan desa, juga
tenda darurat yang didirikan di sepanjang jalan desa, berpartisipasi membantu melakukan pendataan korban
kebun/pekarangan dan lapangan. Tenda-tenda darurat bencana. Mereka melakukan pendataan, seperti nama
jumlahnya terbatas dengan kondisi yang dan jenis kelamin serta jenis pelayanan kesehatan yang
memprihatinkan. Tenda-tenda umumnya dari plastik, dibutuhkan. Kegiatan ini dilakukan setelah hari ketiga,
terpal dan alas tidur tikar/plastik seadanya. Karena karena pada hari pertama dan kedua teijadinya bencana
keterbatasan jumlah tenda darurat, warga masyarakat mereka juga sibuk membantu menangani para korban
korban gempa mengutamakan para perempuan, sehingga belum memikirkan dan melakukan pendataan
terutama balita dan ibunya serta lansia yang tinggal di korbam yang memerlukan pelayanan kesehatan
tenda darurat. Sementara warga lainnya, terutama (Hidayati, 2012; Widayatun dan Hidayati, 2012).
bapak-bapak dan remaja pria tidur di tempat seadanya,
diantara puing-puing rumah yang masih tersisa. Proritas Selain pelayanan penyakit fisik, para korban gempa
tenda untuk para perempuan dan balita serta lansia juga perlu mendapatkan pelayanan untuk mengatasi
tersebut merupakan bagian dari rasa “gotong royong masalah psikologis seperti trauma dan depresi, terutama
dan bahu-membahu” dan “tenggang rasa” menempatkan pada anak-anak dan orang yang lanjut usia. Kejadian
masyarakat yang lebih “rentan” kesehatannya. Bentuk gempa telah membuat sebagian masyarakat trauma
partisipasi masyarakat dalam penangangan bencana karena kehilangan keluarga, harta benda, pekeijaan dan
tersebut, merupakan implementasi dari kearifan lokal tidak dapat melakukan kegiatan sehari- hari seperti
yang selama ini masih dipertahankan oleh masyarakat sekolah dan bekeija. Oleh karena itu, perlu adanya
pedesaan di Kabupaten Bantul. Masyarakat di pedesaan pelayanan untuk memulihkan kondisi kesehatan jiwa
terbiasa saling tolong-menolong atau dikenal dengan para korban bencana tersebut.
istilah “sambatan” dan mereka juga merasa senasib Untuk memberikan pelayanan kesehatan berkaitan
dengan pemulihan kondisi kejiwaaan (trauma healing)
sepenanggungan dalam menghadapi musibah bencana
Puskesmas bekeija sama dengan relawan yang
seperti dalam pepatah Jawa ’’seneng dirasakke bareng,
umumnya berasal dari berbagai LSM. Peran Puskesmas
rekoso yo dirasake bareng” (Widayatun dan Hidayati,
termasuk memberikan informasi desa-desa di wilayah
2012).
keijanya yang memerlukan bantuan pelayanan trauma
Sumber air untuk masak, mandi dan cuci juga terbatas, healing dari LSM atau lembaga lainnya. Pada masa
karena setelah gempa banyak sumur warga yang tanggap darurat, Puskesmas juga berperan melakukan
menjadi keruh aimya dan tidak layak dipergunakan pemantauan dan survelians terhadap beberapa penyakit
untuk keperluan sehari-hari (memasak, minum dan tertentu yang potensial menjadi KLB. Kegiatan ini
MCK). Terbatasnya sumber air dan padatnya jumlah dilakukan oleh Puskesmas bekeqasama dengan Dinas
korban yang tinggal di tenda darurat menyebabkan Kesehatan Kabupaten dan Provinsi.
sanitasi lingkungan di sekitar tenda memburuk. Hal ini
mempengaruhi kondisi kesehatan para korban bencana, • Masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Sejak satu
ditambah lagi hujan deras terus-menerus beberapa hari bulan sesudah gempa)
setelah gempa. Para korban bencana banyak menderita
penyakit demam, flu, batuk, pilek, diare, kejang. Setelah masa tanggap darurat berakhir, pelayanan
Puskesmas terfokus pada pelayanan kesehatan promotif,
Pelayanan kesehatan pada para korban gempa yang
seperti pemantauan gizi bayi, balita dan lansia,
tinggal di tenda-tenda darurat dilakukan melalui Pos
memonitor kondisi kesehatan reproduksi para
Kesehatan yang didirikan di sekitar tenda-tenda darurat.
perempuan korban gempa, upaya hidup bersih dan

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 49


pemulihan sanitasi lingkungan. Pemantauan gizi yang meninggal. Dengan segala keterbatasan sumber
dilakukan berkoordinasi dengan para relawan yang daya, peralatan dan obat-obatan para petugas kesehatan
bertugas di tenda-tenda darurat. Kegiatan yang melakukan pertolongan pertama pada para korban,
dilakukan oleh petugas Puskesmas dalam pemantauan sebelum dilakukan perawatan lanjutan. Dalam kondisi
gizi antara lain memastikan bahwa bantuan makanan serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga medis dan
yang diberikan kepada bayi dan balita (seperti susu dan non-medis bekeija sama memberikan pertolongan
makanan tambahan) cukup memadai bagi para korban pertama pada setiap pasien korban gempa. Selain itu,
bencana. Demikian pula dengan masalah kesehatan pelayanan petugas kesehatan pada masa rehabilitasi
reproduksi perempuan, petugas Puskesmas bekeija juga berkontribusi pada tersedianya kebutuhan gizi bayi
sama dengan relawan dan pemerintah desa setempat dan balita serta pemenuhan keperluan kesehatan
memantau bantuan yang diberikan kepada para korban reproduksi perempuan. Salah satu faktor yang
gempa telah mengakomodasi kepentingan para mendukung kelancaran para petugas kesehatan dalam
perempuan untuk menjaga kesehatan reproduksinya melakukan tindakan gawat darurat pada saat teijadi
(tersedianya pembalut dan pakaian dalam). Untuk bencana dan memberikan pelayanan kesehatan paska
pemulihan sanitasi lingkungan petugas Puskesmas juga gempa adalah partisipasi aktif masyarakat. Dalam
berkoordiansi dengan relawan dan petugas pemerintah kondisi mengalami bencana, masyarakat aktif
terkait untuk memonitor ketersediaan air bersih dan membantu pencarian korban; membawa korban luka ke
MCK pada masing-masing lokasi pengungsian. tempat pelayanan; mendirikan tenda darurat; distribusi
obat-obatan, makanan bayi dan balita serta kebutuhan
khusus perempuan; melakukan pendataan korban dan
KESIMPULAN
memberikan informasi tentang wilayah yang
memerlukan penanganan kesehatan di wilayah
Bencana alam yang disertai dengan pengungsian
terdampak.
seringkali menimbulkan dampak terhadap kesehatan
masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka yang Peran petugas kesehatan dan partisipasi aktif
termasuk dalam kelompok rentan. Permasalahan masyarakat dalam penanganan korban pada saat teijadi
kesehatan akibat bencana beragam, termasuk bencana, masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi
meningkatnya potensi kejadian penyakit menular memegang peranan penting dalam membantu
maupun penyakit tidak menular, permasalahan masyarakat untuk bertahan hidup dan menjalani proses
kesehatan lingkungan dan sanitasi serta kesehatan pemulihan dari dampak bencana. Pembelajaran tentang
reproduksi perempuan dan pasangan. Kondisi dapat penanganan masalah kesehatan korban gempa di
menjadi lebih buruk antara lain dikarenakan pemberian Kabupaten Bantul ini dapat digunakan sebagai masukan
pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering tidak untuk mengembangkan manajemen bencana di wilayah
memadai. rawan bencana lainnya di Indonesia.
Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional. DAFTAR PUSTAKA
Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara lain ACT Alliance. 2011. Indonesia: assistance to Mount
hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan Merapi displaced. Diunduh pada 28 April 2013
dasar. Pengorganisasian sektor kesehatan juga dari http//www.actalliance.org.
dilakukan beijenjang. Dalam hal ini, peran Puskemas di
Action Contre la Feme (AFC-France), Global Water,
lokasi kejadian bencana menjadi sangat penting, baik
Sanitation dan Hygiene (WASH) Cluster. 2009.
pada fase prabencana, saat bencana maupun
The human right to water and sanitation in
paskabencana. Initial rapid health assessment,
emergency situations: The legal framework and
misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu
a guide to advocacy. Paris: AFC-France, Global
dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat
WASH Cluster.
dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai
masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana. Amin, M.T. dan Han, M.Y. 2009. Water environmental
Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek and sanitation status in disaster relief of
pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan Pakistan’s 2005 earthquake. Desalination,
penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta 248:436-45.
kebutuhan dasar kesehatan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Peristiwa gempa di Bantul pada tahun 2006 (Bappenas). 2008. Report on Two Years of
memberikan pembelajaran bahwa pelayanan gawat Monitoring and Evaluation of the Post
darurat yang diberikan oleh petugas kesehatan telah Earthquake, May 27, 2006, in the Province of DI
berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa Yogyakarta and Central Java. Jakarta:

50 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Bappenas. Fernando, W.B.G., Gunapala, A.H. dan Jayantha, W.A.
2009. Water supply and sanitation needs in a
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
disaster - lessons learned through the tsunami
Provinsi DI Yogyakarta, Bappeda Kabupaten
disaster in Sri Lanka. Desalination, 248:14-21.
Bantul dan UNDP. 2007. Report on Monitoring
and 2006-2007 Evaluation on Rehabilitation and Ferris, E. dan Petz, D. 2011. A year of living
Reconstruction Activities in Bantul. Bantul: dangerously: a review of natural disasters in
Bappeda Provinsi DI Yogyakarta, Bappeda 2010. Washington DC: The Brooking Institution
Kabupaten Bantul dan UNDP. - London School of Economics Project on
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Internal Displacement.
2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Few, R. dan Matthies, F. 2006. Flood hazards and
Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 health: responding to present and future risks.
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan London: Earthscan.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB;
Forum PRB DIY. 2010. Notulensi rapat koordinasi
2008.
Gugus Tugas Forum PRB dukungan upaya
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The tanggap darurat Merapi. Yogyakarta:
Province of DI Yogyakarta, The Province of Sekretariat Forum PRB DIY.
Central Java, The World Bank dan Asian
Hapsari, E. D., Widyawati, Nisman, W. A.,
Development Bank. 2006. An Assessment of
Lusimalasari, L., Siswishanto, R. dan Matsuo, H.
Preliminary Damage and Loss in Yogyakarta & 2009. Change in Contraceptive Methods
Central Java Natural Disaster. Jakarta: Following the Yogyakarta Earthquake and Its
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The Association with the Prevalence of Unplanned
Province of Central Java, The World Bank dan Pregnancy. Contraception, 79,316-322.
Asian Development Bank.
BNPB. 2010. Laporan harian tanggap darurat Gunung
Merapi 8 Desember 2010. Yogyakarta: BNPB.
BNPB, Bappenas, the Provincial and District/City
Governments of West Sumatra and Jambi,
international partners. 2009. West Sumatra and
Jambi natural disasters: damage, loss and
preliminary needs assessment. Jakarta: BNPB,
Bappenas, the Provincial and District/City
Governments of West Sumatra and Jambi and
international partners.
Departemen Kesehatan (Depkes). 2001 Standar
minimal penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana dan penanganan pengungsi.
Jakarta: Pusat Penanggulangan Masalah
Kesehatan - Sekretariat Jenderal Depkes.
Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
145/Menkes/SKJI/2007 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.
Jakarta: Depkes.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Depkes. 2006. Pedoman Puskesmas dalam
Penanggulangan Bencana. Jakarta: Depkes.
Emergency and Humanitarian Action (EHA), WHO
Indonesia. 2010. Mt. Merapi Volcano eruption,
Central Java Province, Republic of Indonesia:
Emergency situation report (1) 27 October 2010.
Jakarta: WHO Indonesia.
Fatimah, D. 2009. Perempuan dan Kerelawanan
Dalam Bencana. Yogyakarta: Piramedia.

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 51


Pakistan (Amin dan Han, 2009) dan Iran (Pinera, Reed penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
dan Njiru, 2005) pada tahun 2005, banjir di Bangladesh
pada tahun 2004 (Shimi, Parvin, Biswas dan Shaw, 1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan
2010), serta gempa disertai tsunami di Indonesia perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan
(Widyastuti dkk, 2006) dan Srilanka (Fernando, risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam
Gunapala dan Jayantha, 2009) pada akhir 2004 perencanaan pembangunan, persyaratan analisis
menunjukkan beberapa masalah terkait kesehatan risiko bencana, penegakan rencana tata ruang,
lingkungan dan sanitasi. Permasalahan tersebut pendidikan dan peletahihan serta penentuan
termasuk terkait penilaian kebutuhan {assessment) yang persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
tidak mudah dan cepat, ketersediaan dan kecukupan (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi
sarana, distribusi dan akses yang tidak merata, privasi bencana).
dan kenyamanan korban bencana (khusunya kelompok
perempuan) serta kurangnya kesadaran dan perilaku 2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian
masyarakat terkait sanitasi pada kondisi darurat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
bencana. penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan
evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar,
pelayanan psikososial dan kesehatan.
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu
permasalahan kesehatan yang perlu mendapatkan 3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan
perhatian, khususnya pada bencana yang berdampak rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
kepada masyarakat dalam waktu relatif lama. Studi dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial,
Hapsari dkk (2009) mengidentifkasi temuan menarik psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan
berkaitan dengan kebutuhan pelayanan keluarga ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,
berencana (KB) paskabencana gempa bumi di Bantul pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana,
(Yogyakarta) pada tahun 2006. Satu tahun paskagempa, termasuk fungsi pelayanan kesehatan).
mereka yang menggunakan alat KB suntik dan implant
cenderung menurun, sebaliknya mereka yang Penanggulangan masalah kesehatan merupakan
menggunakan pil KB dan metode pantang berkala kegiatan yang hams segera diberikan baik saat teijadi
cenderung meningkat. Studi ini juga menunjukkan dan paskabencana disertai pengungsian. Upaya
bahwa prevalensi kehamilan tidak direncanakan lebih penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan
tinggi dijumpai pada mereka yang sulit mengakses memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak
pelayanan KB dibandingkan mereka yang tidak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
mengalami kendala. Oleh karena itu, peran penting dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan
petugas kesehatan diperlukan, tidak hanya untuk dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta
memberikan pelayanan KB pada situasi bencana, tetapi hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
juga untuk mengedukasi pasangan untuk mencegah Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No 24
kejadian kehamilan yang tidak direncanakan. tahun 2007, pelayanan kesehatan merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang hams dipenuhi pada kondisi
bencana, di samping kebutuhan-kebutuhan dasar
PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN lainnya: 1). air bersih dan sanitasi, 2). pangan, 3).
DALAM KONDISI BENCANA sandang, 4). pelayanan psikososial serta 5).
penampungan dan tempat human.
Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang
disebabkan oleh peristiwa/faktor alam atau perilaku Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi
manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya
manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan
kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara
Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan: 1).
semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana
mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2007 dan pengungsi sesuai standar minimal; 2).
tentang Penanggulangan Bencana. Dengan lahimya UU Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit
tersebut, teijadi perubahan paradigma penanganan menular bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
bencana di Indonesia, yaitu penanganan bencana tidak standar minimal; 3). Terpenuhinya kebutuhan pangan
lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi
lebih menekankan pada keseluruhan manajemen
penanggulangan bencana mulai dari mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan
rehabilitasi. Berdasarkan UU No 24 tersebut, tahapan

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 43


sesuai standar minimal; 4), Terpenuhinya kesehatan lingkungan Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan dikelompokkan pada fase
bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; Prabencana, Saat bencana dan Paskabencana. Pada masing-
serta 5). Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi masing fase tersebut, telah dikelompokkan kegiatan-kegiatan
korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal. yang perlu dilaksanakan oleh Tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupalen/Kota dan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya,
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan pada sangat beragam pada setiap fase bencana dan memerlukan
penanggulangan bencana, termasuk didalamnya Puskesmas, koordinasi kegiatan dengan instansi lain serta kelompok
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) masyarakat (Tabel 4).
Menteri Kesehatan No. 14 5/Menkes/S K/1/2007 tentang
Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dokumen tersebut
mengatur berbagai hal, termasuk kebijakan, pengorganisasian
dan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh masing-
masing jajaran kesehatan. Dalam Kepmenkes tersebut juga
disebutkan bahwa pada prinsipnya dalam penanggulangan
bencana bidang kesehatan tidak ada kebijakan untuk membentuk
sarana prasarana secara khusus. Upaya lebih difokuskan dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya saja
intensitas kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua
sumber daya pemerintah, masyarakat dan unsur swasta terkait
(Departemen Kesehatan, 2007).
Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan berjenjang mulai
dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai dengan
lokasi kejadian. Di lokasi kejadian misalnya, penanggung jawab
pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah Kepala

Tabel 4. Peran Puskesmas pada Tahap Prabencana, Saat Bencana dan Paskabencana
Prabencana Saat Bencana Paskabencana
• Membuat peta geomedik Puskesmas di lokasi bencana: • Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar
daerah rawan bencana di tempat penampungan (Pos
• Menuju lokasi bencana dengan membawa Kesehatan Lapangan)
• Membuat jalur evakuasi
peralatan yang diperlukan untuk • Memeriksa kualitas air bersih dan sanitasi
• Mengadakan pelatihan
melaksanakan triase dan memberikan lingkungan
• Inventarisasi sumber daya
pertolongan pertama • Melaksanakan surveilanspenyakitmenular dan
sesuai dengan potensi
• Melaporkan kejadian bencana kepada Kepala gizi buruk yang mungkin timbul
bahaya yang mungkin
Dinas Kesehatan (Kadinkes) • Segera melapor ke Dinkes Kabupaten/Kota bila
terjadi
Kabupaten/Kota terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk
• Menerima dan
• Melakukan penilaian ccpat masalab kesehatan • Memfasilitasi relawan, kader dan petugas
menindakianjuti informasi
awal (initial rapid health assessment) pemerintah tingkat kecamatan dalam
peringatan dini {early
• Menyerahkan tanggung jawab kepada memberikan komunikasi, informasi dan
warning system) untuk
Kadinkes Kabupaten/ Kota bila telah tiba di edukasi (KIE) kepada masyarakat luas,
kesiapsiagaan bidang
lokasi bimbingan pada kelompok serta konseling
kesehatan
• Membentuk tim kesehatan pada individu yang berpotensi mengalami
Puskesmas di sekitar lokasi bencana:
lapangan yang tergabung gangguan stres paskatrauma
dalam Satgas • Mengirimkan tenaga dan perbekalan • Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani
• Mengadakan koordinasi kesehatan serta ambulans/transportasi lain dengan konseling avva! dan membutuhkan
ke lokasi bencana dan tempat penampungan konseling lanjut, psikoterapi atau
lintas sektor
pengungsi. penanggulangan lebih spesifik.
• Membantu perawatan dan evakuasi korban
serta pelayanan kesehatan pengungsi.

Sumber: Depkes, 2007

Dinas Kabupaten/Kota, sedangkan yang bertindak sebagai


pelaksana tugas adalah Kepala Puskesmas di lokasi kejadian.

44 Jumal Kepcndudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


Dalam penanggulangan bencana, peran Puskesmas berbagai aspek:
mengacu pada tugas dan fungsi pokoknya, yaitu sebagai
pusat (1) penggerak pembangunan kesehatan 1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan
masyarakat, (2) pemberdayaan masyarakat dan (3) masyarakat, kesehatan reproduksi1 dan kesehatan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sebagai pusat jiwa2. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan,
penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, satu Pusat Kesehatan pengungsi idealnya
Puskesmas melakukan fungsi penanggulangan bencana digunakan imtuk melayani 20.000 orang,
melalui kegiatan surveilans, penyuluhan dan keijasama sedangkan satu Rumah Sakit untuk 200.000
lintas sektor. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga
Puskesmas dituntut mampu melibatkan peran aktif dapat memanfaatkan partisipasi Rumah Sakit
masyarakat, baik peroangan maupun kelompok, dalam Swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal
upaya penanggulangan bencana. Sedangkan sebagai maupun intemasional yang terkait dengan bidang
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, Puskesmas kesehatan.
melakukan berbagai kegiatan seperti: pelayanan gawat
darurat 24 jam, pendirian pos kesehatan 24 jam di 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
sekitar lokasi bencana, upaya gizi, KIA dan sanitasi seperti vaksinasi, penanganan masalah umum
pengungsian, upaya kesehatan jiwa serta upaya kesehatan di pengungsian, manajemen kasus,
kesehatan rujukan. surveilans dan ketenagaan. Berkaitan dengan
sumber daya manusia (SDM), Kementerian
Initial rapid health assessment merupakan kegiatan Kesehatan telah menetapkan jumlah kebutuhan
penting yang perlu dilaksanakan petugas kesehatan di tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000
lokasi bencana. Sebagaimana diuraikan pada bagian pengungsi, terdiri dari: pekeija kesehatan
sebelumnya, hasil kajian paskagempa Bantul 2006 lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang),
dapat memetakan kelompok rentan serta masalah dokter (1 orang), paramedis (4-5 orang), asisten
kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana apoteker (1 orang), teknisi laboratorium (1 orang),
(http://bondankomunitas.blogspot.com). Selanjutnya, pembantu umum (5-10 orang), pengawas sanitasi
dari hasil penilaian cepat kesehatan ini dapat (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (1020
direkomendasikan upaya-upaya apa saja yang perlu orang).
dilakukan berbagai pihak terkait imtuk memulihkan 3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan
sistem kesehatan di wilayah Kabupaten Bantul 1. masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
Selain berdasarkan SK Menkes 145/2007, peran dan kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu
tugas Puskesmas dalam penanggulangan bencana juga dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui
mengacu pada SK Menkes Nomor sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis
1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut, penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui
kebutuhan bahan makanan pada tahap
penyelamatan dan merencanakan tahapan
1
Rekomendasi terkait pelayanan kesehatan masyarakat, surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
meliputi: a), merencanakan kegiatan Puskesmas Keliling bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat
sebagai dukungan sementara, b). perlu tenaga fisioterapi korban bencana, termasuk kaum perempuan, untuk
untuk perawatan bagi penduduk yang cedera, c). memastikan kebutuhan- kebutuhan dasar korban
ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, bencana terpenuhi.
khususnya program Pemberian Makanan Tambahan 4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air,
(PMT) bagi balita dan ibu hamil, d). revitalisasi pembuangan kotoran manusia, pengelolaan limbah
pelayanan Bidan Desa imtuk mendukung program
Kesehatan Ibu dan Anak, e). revitalisasi tenaga sanitarian
padat dan limbah cair dan promosi kesehatan.
untuk menangani kondisi lingkungan yang tidak sehat, Beberapa tolok ukur kunci yang perlu
serta f). perlu penanganan psikiatri bagi masyarakat yang diperhatikan adalah:
mengalami trauma. Selain itu, rekomenasi juga
dikeluarkan terkait pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, yaitu: 1). melakukan surveilans 1 Pelayanan kesehatan reproduksi setidaknya meliputi
penyakit menular untuk memperkuat sistem surveilans kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
rutin; serta 2). Mempertimbangkan langkah antisipasi deteksi dini infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS
munculnya penyakit diare, typhus abdominalis, DHF, serta kesehatan reproduksi remaja.
campak, dan tetanus 2 Penanggulangan penderita stes paska trauma antara lain
(http://bondankomunitas.blogspot.com). bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan kelompok besar
standar minimal yang harus dipenuhi meliputi (lebih dari 20 orang) dengan melibatkan ahli psikologi
serta kader masyarakat yang telah dilatih.

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 45


• persediaan air hams cukup minimal 15 liter per banyak pedoman-pedoman yang dapat menjadi rujukan.
orang per hari, Pedoman yang disusun The Sphere Project (2011),
misalnya, merinci prinsip-prinsip perlindungan dan
• jarak pemukiman teijauh dari sumber air tidak standar minimal dalam empat aspek, yakni: 1). Air
lebih dari 500 meter, bersih, sanitasi dan promosi terkait higienitas, 2).
Keamanan pangan dan gizi, 3). Tempat penampungan
• satu kran air untuk 80-100 orang, atau human sementara dan kebutuhan non-pangan, serta
• satu jamb an digunakan maksimal 20 orang, 4). Pelayanan kesehatan. Dalam dokumen ini,
disebutkan bahwa pelayanan kesehatan esensial yang
dapat diatur menumt rumah tangga atau
perlu diperhatikan meliputi: pengendalian penyakit
menumt jenis kelamin,
menular, kesehatan anak, kesehatan seksual dan
• jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari reproduksi, cedera, kesehatan mental dan penyakit tidak
pemukian atau tempat pengungsian, menular.

• bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak


PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN
lebih dari 15 meter dan lubang sampah umum
PARTISIPASIMASYARAKAT: PENGALAMAN
berjarak tidak lebih dari 100 meter dari
pemukiman atau tempat pengungsian, GEMPA BANTUL 2006

• bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter Bencana alam yang menimpa suatu daerah, seringkali
per 10 keluarga, serta menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, baik itu
korban meninggal, korban luka luka maupun kerusakan
• tidak ada genangan air, air hujan, luapan air fasilitas umum dan harta benda masyarakat. Selain itu,
atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat teijadinya bencana alam sering mengakibatkan wilayah
pengungsian. terkena dampak menjadi terisolasi sehingga sulit
dijangkau oleh para relawan untuk memberikan
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar pertolongan dan bantuan. Selain jatuhnya korban jiwa
kesehatan, seperti penampungan keluarga, sandang dan korban luka, permasalahan lain yang terkait dengan
dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang kondisi kesehatan masyarakat adalah munculnya
tersedia, misalnya, setidaknya tersedia per orang berbagai penyakit setelah bencana. Sebagai contoh
rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2. Kebutuhan sandang hingga satu bulan lebih setelah kejadian bencana gempa
juga perlu memperhatikan kelompok sasaran bumi di Bantul tahun 2006, para korban gempa masih
tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak tinggal di tenda-tenda pengungsian dengan fasilitas air
serta pembalut untuk perempuan remaja dan bersih yang terbatas dan sanitasi lingkungan yang
dewasa. kurang baik. Kondisi tersebut ditambah dengan
Selain piranti-piranti legal di atas, Peraturan Kepala banyaknya debu dan nyamuk yang mengakibatkan para
BNPB Nomor 7 Tahun 2008 juga mengatur pemberian korban, terutama balita dan lansia, rentan terkena
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyakit gatal-gatal, diare, flu, batuk dan demam.
tempat penampungan/hunian sementara, pangan, non-
pangan, sandang air bersih dan sanitasi serta pelayanan Selain rentan terhadap berbagai penyakit, sebagian
kesehatan. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa korban juga mengalami trauma kejiwaan. Kondisi
bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam bentuk: traumatik tersebut sangat beragam bentuknya, namun
1). pelayanan kesehatan umum, meliputi pelayanan gejala umum yang diderita para korban menunjukkan
kesehatan dasar dan klinis; 2). pengendalian penyakit reaksi ketakutan. Berbagai isu dan informasi yang
menular, meliputi pencegahan umum, campak, berkembang di masyarakat tentang kemungkinan
diagnosis dan pengelolaan kasus, kesiapsiagaan teijadinya gempa susulan yang lebih besar
kejadian luar biasa (KLB), deteksi KLB, penyelidikan menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan
dan tanggap serta HIV/AIDS; serta 3). pengendalian masyarakat setempat. Beberapa dari mereka tidak
penyakit tidak menular, meliputi cedera, kesehatan
reproduksi, aspek kejiwaan dan sosial kesehatan serta
penyakit kronis. Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan
tersebut dilengkapi dengan standar minimal bantuan
yang harus dipenuhi dalam situasi bencana alam
(BNPB, 2008).

Terkait upaya pemenuhan kebutuhan dasar pada kondisi


bencana, di tingkat global sebenamya juga sudah

46 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


mengetahui informasi yang benar mengenai parah hanya dengan benang jahit biasa. Hal ini
kemungkinan-kemungkinan teijadinya gempa susulan. dilakukan karena benang jahit untuk luka sulit
ditemukan akibat rusaknya ruang obat-obatan karena
Pengalaman gempa Bantul 2006 memberikan gempa.
pembelajaran bahwa peran petugas kesehatan dalam
penanganan bencana cukup penting dalam Dalam melakukan penanganan korban gempa, para
menyelamatkan korban jiwa. Dalam masa tanggap tenaga kesehatan juga dibantu oleh relawan yang
darurat petugas kesehatan dan Puskesmas mampu umumnya para remaja puteri dan ibu-ibu. Mereka
berperan melaksanakan fungsinya melakukan membantu membersihkan luka, menyiapkan obatan-
penanganan gawat damrat dan pelayanan kesehatan obatan, perban serta alat kesehatan lainnya. Petugas
lanjutan serta memfasilitasi kegiatan pelayanan kesehatan dari Puskesmas dan warga bergotong- royong
kesehatan yang dilakukan oleh para relawan. Pelayanan melakukan pelayanan untuk menyelamatkan korban.
tersebut dilakukan dengan segala keterbatasan sumber Setelah korban gempa dengan “label merah”
daya manusia, alat kesehatan dan obat-obatan dan mendapatkan penanganan darurat, selanjutnya mereka
sarana pemmjang lainya yang sangat tidak memadai segera dirujuk ke rumah sakit (RS) atau mendapatkan
karena rusak akibat gempa. Berikut ini gambaran perawatan lanjutan di Puskesmas.
penanganan masalah kesehatan pada saat teijadi gempa,
masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi di Pada hari kedua dan ketiga, berbagai bantuan dari pihak
luar sudah mulai berdatangan. Rumah Sakit lapangan
Kabupaten Bantul.
atau pos kesehatan (bantuan dari berbagai daerah,
ABRI, LSM, perusahaan dsb) juga sudah mulai
• Sesaat setelah gempa (hari pertama hingga hari didirikan. Selain memberikan pelayanan kesehatan pada
ketiga) korban gempa, petugas Puskesmas juga berperan
melakukan koordinasi dengan pihak- pihak yang akan
Pada hari pertama peristiwa gempa (27 Mei 2006), mendirikan pos kesehatan. Dalam hal ini, petugas
pelayanan kesehatan, terutama di Puskesmas dilakukan Puskesmas memberikan informasi desa- desa di wilayah
dalam kondisi kekurangan tenaga medis serta fasilitas keijanya yang membutuhkan RS lapangan atau pos
dan peralatan yang minim. Bangunan Puskesmas kesehatan untuk pelayanan korban gempa. Petugas
mengalami kerusakan cukup parah di bagian depan dan kesehatan juga melakukan koordinasi dengan para
ruang pemeriksaan. Namun demikian, ruangan tempat relawan (PMI, LSM dan berbagai lembaga keagamaan)
menyimpan obat-obatan tidak mengalami kerusakan yang memberikan bantuan obat- obatan, alat kesehatan
yang parah, sehingga sebagian besar obat-obatan dan serta alat pendukung lainnya. Hingga hari ketiga setelah
peralatan kesehatan masih bisa diselamatkan. Kegiatan gempa, stok obat-obatan Puskesmas masih mencukupi
pelayanan kesehatan pada saat bencana dilakukan di untuk melakukan pelayanan. Pada hari ke empat,
tenda darurat yang dibangun di halaman Puskesmas. pasokan bantuan obat- obatan dari berbagai pihak untuk
Karena letaknya yang strategis (Puskesmas Piyungan Puskesmas juga sudah mulai masuk.
terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan
Kota Yogyakarta dan Wonosari), banyak pasien korban Keberhasilan penanganan kesehatan yang dilakukan
gempa dari desa-desa sekitar yang datang ke Puskesmas oleh petugas kesehatan pada saat teijadi gempa tidak
ini untuk mendapatkan pertolongan. terlepas dari partisipasi masyarakat. Masyarakat korban
bencana terutama bapak-bapak berpartisipasi membantu
Pelayanan petugas kesehatan di Puskesmas Piyungan proses evakuasi, mencari serta menolong korban luka
pada hari pertama teijadinya gempa diprioritaskan dan mengurus korban yang meninggal dunia. Selain itu,
untuk penanganan kegawatdarutatan (<emergency) mereka juga membantu menyiapkan tenda darurat yang
dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. dipakai untuk melakukan perawatan sementara karena
Penanganan kegawatdarutatan dilakukan untuk sebagian bangunan Puskesmas rusak. Sementara itu
mengurangi bertambahnya korban jiwa. Tenaga anggota masyarakat lainnya, terutama para remaja
kesehatan Puskesmas sudah mulai memilah pasien puteri dan ibu-ibu membantu para petugas kesehatan
sesuai dengan kondisi kesehatan mereka yang dilihat menangani pasien, seperti menyiapkan alat kesehatan
dari tingkat keparahan luka/pendarahan. Pasien yang (kapas, obat luka,dan perlengkapan lainnya), membantu
mendapatkan prioritas penanganan adalah pasien label membersihkan luka dan menjaga pasien. Masyarakat
merah, artinya pasien tersebut mengalami luka parah dan relawan juga terlibat aktif membantu petugas
serta keselamatan jiwanya terancam apabila tidak Puskesmas dalam mengidentifikasi dan
segera diambil tindakan medis yang tepat. Informasi mengelompokkan pasien sesuai dengan kondisi lukanya
yang diperoleh dari lapangan menyatakan bahwa pada dan dipisahkan antara yang memerlukan penanganan
pagi hari tanggal 27 Mei sekitar pukul 7.45 WIB segera dan yang tidak. Bantuan yang diberikan
seorang bidan yang tinggal tidak jauh dari Puskesmas masyarakat juga tidak sebatas dalam penanganan
terpaksa melakukan tindakan jahit kepala yang luka pasien, tetapi termasuk juga memberikan informasi

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun2013 (ISSN 1907-2902) 47


tentang wilayah-wilayah desa dan dusun yang MCK). Terbatasnya sumber air dan padatnya jumlah
memerlukan bantuan tenaga kesehatan. Hal ini penting korban yang tinggal di tenda darurat menyebabkan
agar pihak Puskesmas dapat segera melakukan sanitasi lingkungan di sekitar tenda memburuk. Hal ini
penanganan kepada wilayah yang memerlukan mempengaruhi kondisi kesehatan para korban bencana,
(Fatimah, 2011; Hidayati, 2012). ditambah lagi hujan deras terus-menerus beberapa hari
setelah gempa. Para korban bencana banyak menderita
penyakit demam, flu, batuk, pilek, diare, kejang.
• Masa tanggap darurat (hari ketiga hingga satu bulan
setelah gempa) Pelayanan kesehatan pada para korban gempa yang
tinggal di tenda-tenda darurat dilakukan melalui Pos
Kondisi para korban bencana yang meninggal, luka Kesehatan yang didirikan di sekitar tenda-tenda darurat.
berat dan ringan telah tertangani oleh petugas Pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan umumnya
Puskesmas pada hari pertama sampai pada hari ketiga dilakukan oleh para relawan medis dari berbagai
setelah gempa. Sebagian diantara mereka ada yang lembaga yang datang memberikan bantuan untuk
dirujuk dan dirawat di berbagai rumah sakit di
melakukan pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan dari
Yogjakarta dan yang lainnya berobat jalan ke
Puskesmas memberikan bantuan pelayanan di Pos
Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Pelayanan
Kesehatan yang personilnya masih kurang. Selain itu,
Puskesmas tetap dilakukan, umumnya menangani
petugas kesehatan dari Puskesmas juga berperan
pasien yang tidak memerlukan tindakan “emergency”,
memberikan data dan informasi terkait dengan desa dan
tetapi lebih pada melayani pasien yang memerlukan
dusun yang memerlukan bantuan pelayanan kesehatan,
perawatan lanjutan. Pasien yang datang umumnya
kondisi kesehatan masyarakatnya dan sanitasi
dengan keluhan penyakit yang tidak diakibatkan
lingkungan yang ada.
langsung oleh karena kejadian gempa (luka karena
benturan, tertimpa benda/bangunan), seperti demam, Keterlibatan masyarakat pada masa tanggap darurat,
batuk, pilek, diare dan syok. selain membantu petugas melakukan pelayanan
kesehatan, masyarakat khususnya pemuda dan pemudi
Masyarakat korban bencana yang selamat dan tidak
yang selama ini aktif di kegiatan desa, juga
mengalami luka/perdarahan dan syok tinggal di tenda-
berpartisipasi membantu melakukan pendataan korban
tenda darurat yang didirikan di sepanjang jalan desa,
bencana. Mereka melakukan pendataan, seperti nama
kebun/pekarangan dan lapangan. Tenda-tenda darurat
dan jenis kelamin serta jenis pelayanan kesehatan yang
jumlahnya terbatas dengan kondisi yang
dibutuhkan. Kegiatan ini dilakukan setelah hari ketiga,
memprihatinkan. Tenda-tenda umumnya dari plastik,
karena pada hari pertama dan kedua teijadinya bencana
terpal dan alas tidur tikar/plastik seadanya. Karena
mereka juga sibuk membantu menangani para korban
keterbatasan jumlah tenda darurat, warga masyarakat
sehingga belum memikirkan dan melakukan pendataan
korban gempa mengutamakan para perempuan,
korbam yang memerlukan pelayanan kesehatan
terutama balita dan ibunya serta lansia yang tinggal di
(Hidayati, 2012; Widayatun dan Hidayati, 2012).
tenda darurat. Sementara warga lainnya, terutama
bapak-bapak dan remaja pria tidur di tempat seadanya, Selain pelayanan penyakit fisik, para korban gempa
diantara puing-puing rumah yang masih tersisa. Proritas juga perlu mendapatkan pelayanan untuk mengatasi
tenda untuk para perempuan dan balita serta lansia masalah psikologis seperti trauma dan depresi, terutama
tersebut merupakan bagian dari rasa “gotong royong pada anak-anak dan orang yang lanjut usia. Kejadian
dan bahu-membahu” dan “tenggang rasa” menempatkan gempa telah membuat sebagian masyarakat trauma
masyarakat yang lebih “rentan” kesehatannya. Bentuk karena kehilangan keluarga, harta benda, pekeijaan dan
partisipasi masyarakat dalam penangangan bencana tidak dapat melakukan kegiatan sehari- hari seperti
tersebut, merupakan implementasi dari kearifan lokal sekolah dan bekega. Oleh karena itu, perlu adanya
yang selama ini masih dipertahankan oleh masyarakat pelayanan untuk memulihkan kondisi kesehatan jiwa
pedesaan di Kabupaten Bantul. Masyarakat di pedesaan para korban bencana tersebut.
terbiasa saling tolong-menolong atau dikenal dengan Untuk memberikan pelayanan kesehatan berkaitan
istilah “sambatan” dan mereka juga merasa senasib dengan pemulihan kondisi kejiwaaan (trauma healing)
sepenanggungan dalam menghadapi musibah bencana Puskesmas bekeija sama dengan relawan yang
seperti dalam pepatah Jawa ’’seneng dirasakke bareng, umumnya berasal dari berbagai LSM. Peran Puskesmas
rekoso yo dirasake bareng” (Widayatun dan Hidayati, termasuk memberikan informasi desa-desa di wilayah
2012). keijanya yang memerlukan bantuan pelayanan trauma
healing dari LSM atau lembaga lainnya. Pada masa
Svunber air untuk masak, mandi dan cuci juga terbatas,
tanggap darurat, Puskesmas juga berperan melakukan
karena setelah gempa banyak sumur warga yang
pemantauan dan survelians terhadap beberapa penyakit
menjadi keruh aimya dan tidak layak dipergunakan
tertentu yang potensial menjadi KLB. Kegiatan ini
untuk keperluan sehari-hari (memasak, minum dan

48 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


dilakukan oleh Puskesmas bekeijasama dengan Dinas dilaksanakan petugas kesehatan dan diharapkan dapat
Kesehatan Kabupaten dan Provinsi. dapat memetakan kelompok rentan serta berbagai
masalah kesehatan dan risiko penyakit akibat bencana.
Standar minimal pun telah ditetapkan, meliputi aspek
• Masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Sejak satu
pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan
bulan sesudah gempa)
penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta
Setelah masa tanggap darurat berakhir, pelayanan kebutuhan dasar kesehatan.
Puskesmas terfokus pada pelayanan kesehatan promotif, Peristiwa gempa di Bantul pada tahun 2006
seperti pemantauan gizi bayi, balita dan lansia, memberikan pembelajaran bahwa pelayanan gawat
memonitor kondisi kesehatan reproduksi para darurat yang diberikan oleh petugas kesehatan telah
perempuan korban gempa, upaya hidup bersih dan berkontribusi dalam mengurangi jumlah korban jiwa
pemulihan sanitasi lingkungan. Pemantauan gizi yang meninggal. Dengan segala keterbatasan sumber
dilakukan berkoordinasi dengan para relawan yang daya, peralatan dan obat-obatan para petugas kesehatan
bertugas di tenda-tenda darurat. Kegiatan yang melakukan pertolongan pertama pada para korban,
dilakukan oleh petugas Puskesmas dalam pemantauan sebelum dilakukan perawatan lanjutan. Dalam kondisi
gizi antara lain memastikan bahwa bantuan makanan serba darurat, petugas kesehatan baik tenaga medis dan
yang diberikan kepada bayi dan balita (seperti susu dan non-medis bekeija sama memberikan pertolongan
makanan tambahan) cukup memadai bagi para korban pertama pada setiap pasien korban gempa. Selain itu,
bencana. Demikian pula dengan masalah kesehatan pelayanan petugas kesehatan pada masa rehabilitasi
reproduksi perempuan, petugas Puskesmas bekeija juga berkontribusi pada tersedianya kebutuhan gizi bayi
sama dengan relawan dan pemerintah desa setempat dan balita serta pemenuhan keperluan kesehatan
memantau bantuan yang diberikan kepada para korban reproduksi perempuan. Salah satu faktor yang
gempa telah mengakomodasi kepentingan para mendukung kelancaran para petugas kesehatan dalam
perempuan untuk menjaga kesehatan reproduksinya melakukan tindakan gawat darurat pada saat teijadi
(tersedianya pembalut dan pakaian dalam). Untuk bencana dan memberikan pelayanan kesehatan paska
pemulihan sanitasi lingkungan petugas Puskesmas juga gempa adalah partisipasi aktif masyarakat. Dalam
berkoordiansi dengan relawan dan petugas pemerintah kondisi mengalami bencana, masyarakat aktif
terkait untuk memonitor ketersediaan air bersih dan membantu pencarian korban; membawa korban luka ke
MCK pada masing-masing lokasi pengungsian. tempat pelayanan; mendirikan tenda darurat; distribusi
obat-obatan, makanan bayi dan balita serta kebutuhan
KESIMPULAN khusus perempuan; melakukan pendataan korban dan
memberikan informasi tentang wilayah yang
Bencana alam yang disertai dengan pengungsian memerlukan penanganan kesehatan di wilayah
seringkali menimbulkan dampak terhadap kesehatan terdampak.
masyarakat yang menjadi korban, terlebih mereka yang
termasuk dalam kelompok rentan. Permasalahan Peran petugas kesehatan dan partisipasi aktif
kesehatan akibat bencana beragam, termasuk masyarakat dalam penanganan korban pada saat teijadi
meningkatnya potensi kejadian penyakit menular bencana, masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi
maupun penyakit tidak menular, permasalahan memegang peranan penting dalam membantu
kesehatan lingkungan dan sanitasi serta kesehatan masyarakat untuk bertahan hidup dan menjalani proses
reproduksi perempuan dan pasangan. Kondisi dapat pemulihan dari dampak bencana. Pembelajaran
menjadi lebih buruk antara lain dikarenakan pemberian
pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering tidak
memadai.

Berbagai panduan penanggulangan masalah kesehatan


akibat bencana sudah dikeluarkan di tingkat nasional.
Upaya tersebut pada prinsipnya dilaksanakan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, antara lain
hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
dasar. Pengorganisasian sektor kesehatan juga
dilakukan beijenjang. Dalam hal ini, peran Puskemas di
lokasi kejadian bencana menjadi sangat penting, baik
pada fase prabencana, saat bencana maupun
paskabencana. Initial rapid health assessment,
misalnya, merupakan kegiatan penting yang perlu

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 49


tentang penanganan masalah kesehatan korban gempa Jambi natural disasters: damage, loss and
di Kabupaten Bantul ini dapat digunakan sebagai preliminary needs assessment. Jakarta: BNPB,
masukan untuk mengembangkan manajemen bencana di Bappenas, the Provincial and District/City
wilayah rawan bencana lainnya di Indonesia. Governments of West Sumatra and Jambi and
international partners.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan (Depkes). 2001 Standar
minimal penanggulangan masalah kesehatan
ACT Alliance. 2011. Indonesia: assistance to Mount akibat bencana dan penanganan pengungsi.
Merapi displaced. Diunduh pada 28 April 2013 Jakarta: Pusat Penanggulangan Masalah
dari http//www.actalliance.org. Kesehatan - Sekretariat Jenderal Depkes.
Action Contre la Feme (AFC-France), Global Water, Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
Sanitation dan Hygiene (WASH) Cluster. 2009. 145/Menkes/SKJI/2007 tentang Pedoman
The human right to water and sanitation in Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.
emergency situations: The legal framework and Jakarta: Depkes.
a guide to advocacy. Paris: AFC-France, Global
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
WASH Cluster.
Depkes. 2006. Pedoman Puskesmas dalam
Amin, M.T. dan Han, M.Y. 2009. Water environmental Penanggulangan Bencana. Jakarta: Depkes.
and sanitation status in disaster relief of
Emergency and Humanitarian Action (EHA), WHO
Pakistan’s 2005 earthquake. Desalination,
Indonesia. 2010. Mt. Merapi Volcano eruption,
248:436-45.
Central Java Province, Republic of Indonesia:
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Emergency situation report (1) 27 October 2010.
(Bappenas). 2008. Report on Two Years of Jakarta: WHO Indonesia.
Monitoring and Evaluation of the Post
Fatimah, D. 2009. Perempuan dan Kerelawanan
Earthquake, May 27, 2006, in the Province of DI
Dalam Bencana. Yogyakarta: Piramedia.
Yogyakarta and Central Java. Jakarta:
Bappenas. Fernando, W.B.G., Gunapala, A.H. dan Jayantha, W.A.
2009. Water supply and sanitation needs in a
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) disaster - lessons learned through the tsunami
Provinsi DI Yogyakarta, Bappeda Kabupaten disaster in Sri Lanka. Desalination, 248:14-21.
Bantul dan UNDP. 2007. Report on Monitoring
and 2006-2007 Evaluation on Rehabilitation and Ferris, E. dan Petz, D. 2011. A year of living
Reconstruction Activities in Bantul. Bantul: dangerously: a review of natural disasters in
Bappeda Provinsi DI Yogyakarta, Bappeda 2010. Washington DC: The Brooking Institution
Kabupaten Bantul dan UNDP. - London School of Economics Project on
Internal Displacement.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Few, R. dan Matthies, F. 2006. Flood hazards and
Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 health: responding to present and future risks.
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan London: Earthscan.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB; Forum PRB DIY. 2010. Notulensi rapat koordinasi
2008. Gugus Tugas Forum PRB dukungan upaya
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The tanggap darurat Merapi. Yogyakarta:
Province of DI Yogyakarta, The Province of Sekretariat Forum PRB DIY.
Central Java, The World Bank dan Asian Hapsari, E. D., Widyawati, Nisman, W. A.,
Development Bank. 2006. An Assessment of Lusimalasari, L., Siswishanto, R. dan Matsuo, H.
Preliminary Damage and Loss in Yogyakarta & 2009. Change in Contraceptive Methods
Central Java Natural Disaster. Jakarta: Following the Yogyakarta Earthquake and Its
Bappenas, The Province of DI Yogyakarta, The Association with the Prevalence of Unplanned
Province of Central Java, The World Bank dan Pregnancy. Contraception, 79,316-322.
Asian Development Bank. Harvey, P. 2007. Excreta disposal in emergencies: a
BNPB. 2010. Laporan harian tanggap darurat Gunung field manual. Leicestershire: Water, Engineering
Merapi 8 Desember 2010. Yogyakarta: BNPB. and Development Centre, Loghborough
BNPB, Bappenas, the Provincial and District/City University.
Governments of West Sumatra and Jambi, Harvey, P. dan Reed, R.A. 2005. Planning
international partners. 2009. West Sumatra and

50 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


environmental sanitation programmes in Tekeli-Yesil, S. 2006. Public health and natural
emergencies. Disasters, 29(2): 129-51. disasters: disaster preparedness and response in
health systems. Journal of Public Health,
Hidayati, D., Widayatun, Triyono, Permana, H.,
Takahashi, M., Shigeyoshi, T., dan Masatomo, 14:317-24.
U. 2011. The Provision of Food for Disaster The Sphere Project. 2011. Humanitarian charter and
Victims: Lessons learned from the 2006 Bantul minimum standards in humanitarian response.
Earthquake. The Investigation Report of 2004 3rd ed. Southampton: The Sphere Project.
Northern Sumatra Earthquake (Additional
United Nations High Commissioner for Refugees
Volume), March 2011, Graduate School of
(UNHCR). 2000. Handbook for emergencies.
Environmental Studies, Nagoya University.
Geneva: UNHCR.
Hidayati, D. 2012. “Akses dan Keterlibatan Perempuan
dan Laki-laki Dalam Penanganan Bencana” United States Agency for International Development
(USAID) Indonesia - Environmental Services
dalam Pengelolaan Bencana Berbasis Gender:
Program (ESP). 2006. Assessments on clean
Pembelajaran Dari Gempa Bantul 2006. Editor
water and sanitation facilities in temporary
Deny Hidayati. Jakarta: PT Dian Rakyat dan
shelters for Merapi eruption affected people.
PPK-LIPI.
Jakarta: USAID Indonesia - ESP.
International Federation of Red Cross and Red Crescent
Widayatun dan Hidayati, D. 2012. “The Role of Local
Societies (IFRC). 2010. Haiti, from sustaining
Wisdom in The Javanese Survival Strategy in
lives to sustainable solutions: the challenge of
Facing The 2006 Bantul Earthquake”. In
sanitation. Special report, six months on.
Community Approach to Disaster. Editors
Geneva: IFRC.
Mardianto and Takahashi. Yogyakarta: Gajah
Landesman, L.Y. Public health management of Mada University Press.
disasters: The practice guide. Washington DC:
Widyastuti, E., Silaen, G., Priesca, A., Handoko, A.,
American Public Health Associataion; 2005.
Blanton, C., Handzel, T., Brennan, M. dan Mach,
Pan American Health Organization. 2000. Bencana O. 2006. Assessment of health-related needs
Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. after tsunami and earthquake - Three districts,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Aceh Province, Indonesia, July-August 2005.
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Morbidity and Mortality Weekly Report,
Barat. 2010. Laporan Pasca Bencana Kota 55(4):93-7.
Wasior 4 Oktober 2010. Wasior: Pemerintah Wisner, B. dan Adams, J. 2002. Environmental health
Kabupaten Teluk Wondama. in emergencies and disasters: a practical guide.
Pemerintah Republik Indonesia (RI). 2007. Undang- Geneva: WHO.
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun World Health Organization (WHO). 2011. Planning for
2007 tentang Penanggulangan Bencana. excreta disposal in emergencies. Technical notes
Jakarta: Pemerintah RI. no. 13 on drinking-water, sanitation and hygiene
Pinera, J.F., Reed, R.A. dan Njiru, C. 2005. Restoring in emergencies. Geneva: WHO.
sanitation services after an earthquake: Field Wawancara dengan Diijen Cipta Karya: pastikan
experience in Bam, Iran. Disasters, 29(3):222- bantuan berfungsi baik. Buletin Cipta Karya.
236. c2010 [cited 2011 May 15]. Available from:
Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat http//www.ciptakarya.pu.go.id.
Jenderal Depkes. 2001. Standar Minimal Air minum dan sanitasi: hak dasar pengungsi Merapi.
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Buletin Cipta Karya. c2010 [cited 2011 May 15].
Bencana dan Penanganan Pengungsi. Jakarta: Available
Depkes. from:http://www.ciptakarya.pu.go.id.
Rusmiyati, C. dan Hikmawati, E. 2012. “Penanganan Derita perempuan di pengungsian. Buletin Cipta Karya.
Dampak Psikologi Korban Merapi”. Informasi, c2010 [cited 2011 May 15]. Available from:
Vol 17, No 2, Hal. 97-110. http//www.ciptakarya.pu.go.id.
Shimi, A.C., Parvin, G.A., Biswas, C. dan Shaw, R. http://www.merdeka.com/peristiwa/bnpb-90-persen-
2010. Impact and adaptation to flood: a focus on wilayah-indonesia-rawan-gempa.html.
water supply, sanitation and health problems of http://bondankomunitas.blogSDOt.com/2006/10/rapid-
rural community in Bangladesh. Disaster and health-assessment-rha-pasca.html.
Prevention Management, 19(3):298-313.

Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) 51


http://nasional.news.viva.co.id/news/read/460959-
gunung-sinabung-meletus-lagi—abu-sampai-
ke-medan diunduh pada tanggal 29 November
2013.
http://lipsus.kompas.eom/topikpilihanlist/2656/l/gunu
ng.rokatenda.meletus. diunduh pada tanggal 25
November 2013.

52 Jumal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No. 1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902)


PANDUAN PENULISAN
JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA

Naskah yang akan diterbitkan dalam Jumal Kependudukan hams i. Penulisan daftar Pustaka mengikuti ketentuan sebagi
memenuhi ketentuan sebagai berikut: berikut:
1. Naskah adalah karya asli yang belum pemah dipublikasikan di - Kutipan dalam teks: nama belakang pengarang, tahu
media cetak lain maupun elektronik. karangan dan nomor halaman yang dikutip
Contoh: (Jones, 2004:15), atau Seperti yan
2. Naskah dapat berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, dikemukakan oleh Jones (2004:15).
tinjauan buku, dan jenis tulisan ilmiah lainnya. - Kutipan dari buku: nama belakang, nama depan
penuli: tahun penerbitan. Judul buku. kota penerbitan:
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris
penerbit Contoh: Horowitz, Donald. 1985. Ethnic
dengan menggunakan tata bahasa yang benar.
Groups L Conflict, Berkeley: University of California.
4. Naskah ditulis dengan menggunakan model huruf Times New - Kutipan dari artikel dalam buku bunga rampai: nam;
Roman, font 12, margin atas 4 cm, margin bawah, 3 cm, margin belakang, nama depan pengarang. tahun. “judul
kanan 3 cm, dan margin kiri 4 cm, pada kertas berukuran A4 artikel' dalam nama editor (Ed.), Judul Buku. nama
minimal 5000 kata, diketik 1,5 spasi dengan program Microsoft kota: nami penerbit. Halaman artikel.
Word. Setiap lembar tulisan diberi halaman. Contoh: Hugo, Graeme. 2004. “International Migratioi
in Southeast Asia since World War II”, dalam A
5. Isi naskah terdiri dari; Ananta dan E.N.Arifin (Eds.), International Migratiot in
a. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Southeast Asia, Singapore: Institute of Southeast Asian
Judul hams mencerminkan isi tulisan, bersifat spesifik dan Studies, hal: 28—70.
terdiri atas 10-15 kata. - Kutipan dari artikel dalam jumal: nama belakang,
nama depan penulis, tahun penerbitan. “Judul artikel”,
b. Identitas Penulis yang diletakkan di bawah judul, meliputi Nama Jumal, Vol (nomor Jumal): halaman.
nama dan alamat lembaga penulis serta alamat email Contoh: Hull, Terence H. 2003. “Demographic
c. Abstrak dan kata kunci dalam bahasa Indonesia dan Perspectives on the Future of Indonesian Family”,
bahasa Inggris. Abstrak ditulis dalam satu paragraf Journal of Population Research, 20 (1 ):51 —65.
dengan jumlah kata antara 100-150. Isi abstrak - Kutipan dari website: dituliskan lengkap alamat
website, tahun dan alamat URL dan html sesuai
menggambarkan esensi isi keselumhan tulisan.
alamatnya.Tanggal download.
d. Pendahuluan yang berisi tentang justifikasi pentingnya Contoh: World Bank. 1998. http://www.worldbank.org/
penulisan artikel, maksud/tujuan menulis artikel, sumber data/countrydara/countrydata.html.
data yang dipakai, dan pembabakan penulisan. Washington DC. Tanggal 25 Maret.
- Catatan kaki {footnote) hanya berisi penjelasan tentang
e. Tubuh/inti artikel berisi tentang isi tulisan, pada teks, dan diketik di bagian bawah dari lembaran teks
umumnya berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi, yang dijelaskan dan diberi nomor.
komparasi, dan pendirian penulis. Bagian inti artikel
dapat dibagi menjadi beberapa subbagian yang jumlahnya 6. Naskah dikirim melalui email jki.ppklipi@vahoo.com dan ppk-
bergantung kepada isu/aspek yang dibahas. lipj@rad.net.id.

f. Kesimpulan berisi temuan penting dari apa yang telah 7. Kepastian pemuatan/penolakan naskah akan diinformasikan
dibahas pada bagian sebelumnya. melalui e-mail.

g. Tampilan tabel, gambar atau grafik hams bisa dibaca 8. Redaksi memiliki kewenangan untuk merubah format
dengan jelas dan judul tabel diletakkan diatas tabel, penulisan dan judul tulisan sesuai dengan petunjuk penulisan,
sedangkan judul gambar atau grafik diletakkan dibawah serta mengatur waktu penerbitan.
gambar atau grafik serta dilengkapi dengan penomoran
tabel/gambar/ grafik.
h. Acuan Pustaka diupayakan menggunakan acuan terkini
(lima tahun terakhir)

You might also like