Professional Documents
Culture Documents
2 Nopember 2019
ISSN: 2598-7593
Doi : https://doi.org/10.30787/gemassika.v3i2.364
Received: Maret 2019 | Revised: September 2019 | Accepted: Nopember 2019
Abstract
School-age children tend to have poor eating behavior and lack of knowledge regarding
nutrition, whereas that age group is the most vulnerable to malnutrition. This activity
aimed to increase the knowledge about balanced nutrition guideline among students in
State Elementary School Pulogebang 11, East Jakarta. This activity was conducted
among all 4th grade students which numbered 109 students, in February 2019. The
details of the activity are (1) education and demonstration about balanced nutrition
guideline, in the form of lectures, games, singing, and exercise; (2) nutritional status
assessment by measuring body weight and height of the students; and (3) food safety
measurement by checking borax and formalin contained in snacks. The results of this
activity shows an increase in knowledge related to balanced nutrition guideline,
evidenced by students being able to answer and complete the game correctly. In terms of
food safety, there are no snacks that contain formalin and borax. However, some snacks
still contain other food additives, such as artificial sweetener, coloring, and flavoring.
Food vendors also still lack of hygiene and sanitation. Based on nutritional status
measurements, the prevalence of very thi, thin, normal, overweight, and obese were 4.6%,
7.3%, 59.6%, 12.8%, and 15.6% respectively.
beberapa faktor, antara lain asupan yang Anak usia sekolah pada umumnya
tidak adekuat, adanya penyakit infeksi, banyak bermain di luar rumah dan
pola asuh yang kurang memadai, memiliki perilaku yang kurang sehat,
pengetahuan anak dan orang tua rendah, seperti konsumsi makanan berlebihan;
serta rendahnya tingkat pendidikan dan konsumsi makanan tinggi lemak jenuh,
ekonomi orang tua (United Nations gula, dan garam; kurangnya konsumsi
Children’s Fund 2015). Berdasarkan sayur, buah, dan air putih; aktifitas fisik
hasil Riskedas Tahun 2013, proporsi yang kurang; dan lain sebagainya
anak usia > 10 tahun mengkonsumsi (Kementerian Kesehatan RI 2014).
buah dan sayur kurang adalah sebesar Ditambah lagi, beberapa jenis
93.5% (Kementerian Kesehatan RI makanan jajanan yang dikonsumsi
2013). Sementara hasil Riskesdas Tahun mengandung bahan tambahan pangan
2018 menunjukkan bahwa proporsi anak yang tidak baik untuk kesehatan, seperti
dengan usia ≥ 5 tahun yang boraks, formalin, pewarna buatan, dan
mengkonsumsi buah dan sayur kurang lain – lain. Temuan Badan Pengawas
adalah sebesar 95.5% (Kementerian Obat dan Makanan (BPOM), sebesar
Kesehatan RI 2018). Ditambah lagi, 48% makanan jajanan anak di sekolah
proporsi anak usia >10 tahun yang tidak memenuhi syarat keamanan
melakukan aktifitas fisik kurang pangan karena mengandung bahan
mengalami peningkatan dari 26.1% pada tambahan pangan berbahaya. Selain itu,
tahun 2013 menjadi 33.5% pada tahun sebanyak 47.8% higiene perorang
2018 (Kementerian Kesehatan RI 2013, pedagang tidak baik, 62.5% memiliki
2018). sanitasi peralatan tidak baik, 30.4%
Kementerian Kesehatan RI pedangang menyajikan makanan tidak
mengeluarkan Keputusan No 41 Tahun baik, dan 47.8% sarana penjaja tidak
2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang baik (BPOM RI 2009; Manalu and
dengan pesan khusus untuk anak usia Su’udi 2016).
sekolah. Hal ini bertujuan untuk Pedoman Gizi Seimbang yang
menurunkan angka masalah gizi anak dikeluarkan oleh Kementerian
sekolah melalui kebiasaan – kebiasaan Kesehatan sebagai sarana mengatasi
yang sehat, yang dapat menurunkan masalah gizi di Indonesia, belum banyak
faktor risiko masalah gizi anak di dikenal oleh masyarakat. Hampir
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI sebagian besar masyarakat Indonesia
2014). mengenal konsep 4 sehat 5 sempurna.
Pedoman Gizi Seimbang memiliki 10
otak anak tidak optimal, dan jika tidak karena mengandung bahan tambahan
diatasi dalam jangka panjang dapat pangan berbahaya. Selain itu, sebanyak
mengakibatkan hilangnya potensi 47.8% hygiene perorang pedagang tidak
generasi muda yang cerdas dan baik, 62.5% memiliki sanitasi peralatan
berkualitas (lost generation). Sementara tidak baik, 30.4% pedangang
kelebihan gizi juga tidak baik bagi anak menyajikan makanan tidak baik, dan
karena memicu munculnya berbagai 47.8% sarana penjaja tidak baik (BPOM
penyakit degeneratif seperti diabetes RI 2009; Manalu and Su’udi 2016).
mellitus, hipertensi, hiperkolesterol dan Kegiatan pemeriksaan kemanan
penyakit jantung (United Nations makanan jajanan dalam kegiatan ini
Children’s Fund 2015; WHO 2017). bertujuan untuk memastikan bahwa
makanan jajanan yang dikonsumsi anak
Pemeriksaan Keamanan Makanan sekolah adalah sehat. Bahan kimia yang
Jajanan diperiksa adalah formalin dan boraks.
Makanan dan jajanan sekolah Makanan jajanan yang dilakukan
merupakan masalah yang perlu menjadi pengecekan adalah makanan yang
perhatian masyarakat, khususnya berpotensi besar mengandung zat
orangtua, pendidik, dan pengelola tersebut, seperti siomay, pentol, cireng,
sekolah, karena makanan dan jajanan sosis, nugget, dan smokebeef.
sekolah sangat berisiko terhadap Hasil pengecekan menunjukkan
cemaran biologis atau kimiawi yang bahwa bahan makanan tersebut tidak
banyak mengganggu kesehatan, baik mengandung formalin dan boraks.
jangka pendek maupun panjang anak Namun, jika dilihat dari penampilannya,
sekolah. beberapa makanan masih mengandung
Berkaitan dengan jenis dan efek zat bahan tambahan pangan berupa pewarna
kimia berbahaya yang sering ditemukan buatan, pemanis buatan, penyedap rasa
dalam bahan makanan, Badan POM buatan, serta tambahan pangan berupa
mengungkapkan bahwa berbagai bahan saos. Aneka jenis makanan kemasan,
kimia yang umum digunakan pada seperti chiki dan minuman manis masih
bahan makanan antara lain formalin, banyak dijual di kantin sekolah. Aneka
rodhamin, methanol yellow, dan boraks. buah – buahan tidak tampak dijajakan di
Temuan Badan Pengawas Obat dan sekolah ini.
Makanan (BPOM), sebesar 48% Selain itu, dilihat dari segi hygiene
makanan jajanan anak di sekolah tidak dan sanitasi makanannya, beberapa
memenuhi syarat keamanan pangan penjaja makanan masih belum
menerapkan hal tersebut. Hal ini tampak dengan edukasi terkait gizi seimbang.
dari beberapa makanan yang tidak Keunggulan yang dihasilkan adalah
ditutup serta kurangnya cuci tangan siswa SD menjadi lebih mudah
sebelum dan setelah menyentuh mengingat dan memahami pesan gizi
makanan. Hal yang menarik yang seimbang.
ditemukan di kantin sekolah ini adalah
mereka mulai mengurangi penggunaan SIMPULAN DAN SARAN
plastic sebagai upaya pengurangan Status gizi anak sekolah dinilai
jumlah sampah. Setiap pembelian berdasarkan indeks IMT/U. Di SD
makanan, daun pisang, kertas, piring, Negeri Pulogebang 11, terdapat 4.6%
gelas digunakan sebagai wadah siswa memiliki status gizi sangat kurus,
pembungkus makanan dan minuman. 7.3% memiliki status gizi kurus, 59.6%
Berdasarkan hal tersebut, edukasi terkait memiliki status gizi normal, 12.8%
hygiene dan sanitasi penjaja makanan memiliki status gizi gemuk, dan 15.6%
perlu untuk dilakukan di sekolah ini. memiliki status gizi obesitas.
Kegiatan Program Kemitraan Salah satu upaya untuk
Masyarakat (PKM) “Gizi Seimbang memperbaiki status gizi siswa adalah
untuk Anak Sehat Berprestasi” berjalan meningkatkan pengetahuan melalui
dengan lancar dan dapat mencapi tujuan. edukasi gizi. Edukasi gizi yang
Siswa SD, yang memiliki karakteristik dilakukan dengan penyuluhan
berbeda dengan orang dewasa, menjadi dilanjutkan permainan, menyanyi, dan
salah satu kesulitan sekaligus tantangan senam gizi seimbang menyebabkan
dalam kegiatan ini. Siswa SD yang siswa dapat menerima pesan gizi yang
memiliki kecenderungan untuk suka disampaikan. Dari hasil edukasi gizi ini,
bermain menyebabkan kondisi siswa cukup paham terkait dengan porsi
pelaksanaan kegiatan menjadi lebih dan jumlah makanan yang dikonsumsi
rame dan kurang kondusif untuk dalam satu piring untuk sekali makan.
melakukan edukasi. Salah satu cara yang Selain edukasi gizi, kegiatan lain
dilakukan untuk mengatasi hal itu yang dilakukan adalah pemeriksaan
adalah dengan memasuki dunia siswa keamanan makanan. Makanan yang
SD yang suka bermain. Cara edukasi dijajakan di kantin sekolah tidak
yang dikemas dalam bentuk game, mengandung formalin dan boraks. Akan
dance, dan lagu membuat siswa SD tetapi, bahan tambahan pangan yang lain
lebih tertarik. Siswa SD dapat seperti pemanis buatan, penyedap rasa
melakukan permainan yang dikemas buatan, pewarna buatan masih
REFERENSI
Aliya, H & Muwakhidah 2017, 'Pengaruh pendidikan gizi dengan media audio kinestetik
(senam dan lagu pesan gizi seimbang) terhadap peningkatan pengetahuan gizi
seimbang pada anak SD Muhammadiyah Kandangsapi Surakarta', Jurnal Kesehatan,
vol. 10, no. 2, hh. 58–65.
BPOM RI 2009, Pangan jajanan anak sekolah, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Jakarta.
Contento, IR 2008, 'Nutrition education: linking research, theory, and practice', Asia
Pacific Journal of Clinical Nutrition, vol. 17, hh. 176–79.
Kementerian Kesehatan RI 2013, Riset kesehatan dasar tahun 2013., Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI 2014, Pedoman gizi seimbang, Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI 2018, Riset kesehatan dasar tahun 2018, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Manalu, HSP & Su'udi, A 2016, 'Kajian implementasi pembinaan pangan jajanan anak
sekolah (PJAS) untuk meningkatkan keamanan pangan: Peran Dinas Pendidikan
Dan Dinas Kesehatan Kota', Media Litbangkes, vol. 26, no.4, hh. 249–56.
Notoatmodjo 2012, Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Rahmawati, T & Marfuah, D 2016, 'Gambaran status gizi pada anak Sekolah Dasar',
Profesi, vol. 14, hh. 72–76.
Supariasa, IDN, Bakri, B & Fajar, I 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.
United Nations Children’s Fund 2015, Unicef ’ s approach to scaling up nutrition for
mother and their children, World Health Organization, New York.
WHO, 2017, The double burden of malnutrition: Policy brief, World Health
Organization, Geneva.