You are on page 1of 9

Jurnal Penelitian Karet, 2014, 32 (2) : 139 - 147

Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2014, 32 (2) : 139 - 147

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR


PENGOLAHAN KARET DI PROVINSI JAMBI

Downstream Rubber Industry Development In Jambi Province

Dompak MT NAPITUPULU, Zulkifli ALAMSYAH, dan ELWAMENDRI

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi


Email : dompakn@yahoo.com

Diterima : 27 November 2013 / Direvisi : 20 Februari 2014 / Disetujui : 20 Mei 2014

Abstract Provinsi Jambi yakni di Kabupaten Muaro Jambi,


Bungo dan Sarolangun. Data dihimpun dengan
Rubber trees have been grown at metode survei dan dianalisis dengan
smallholder level for more than 100 years in Jambi. menggunakan metode analisis deskriptif. Strategi
Natural rubber is also treated as a major pengembangan usaha didekati dengan metode
commodity for its large constribution to the analisis SWOT, sementara kelayakan
government earnings. Nevertheless, the impact on pengembangan usaha dianalisis dengan
the farmer's income seems insignificant. This menggunakan analisis arus dana (cash flow).
research aimed to identify farmer perception in Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya
developing natural rubber based industry as well pengembangan industri hilir berbahan baku
as identify strategic environmental factor affecting karet alam direspons dengan sangat baik oleh
the downstream agroindustry development in petani karet rakyat. Pada umumnya (78,33%)
Jambi. The research was undertaken in three responden setuju jika industri hilir pengolahan
natural rubber estates in the regencies of Muaro karet alam dikembangkan di lokasi penelitian.
Jambi, Sarolangun, and Bungo. Data were Hasil analisis lingkungan strategis menunjukkan
collected by survey method and analysed with terdapat dua faktor kekuatan, tiga faktor
descriptive method. Strategy of downstream kelemahan, tiga faktor peluang dan dua faktor
rubber industry was approached by SWOT, while ancaman yang dapat mempengaruhi
feasibility to develop the industry was analyzed by keberhasilan pengembangan industri pengolahan
cash flow. The results showed that 78.33% of lateks pekat di lokasi penelitian.
respondent accepted the rubber industry
development in their locations. In addition, it was Kata kunci: Lateks, agroindustri, SWOT, strategi,
identified that at least two strength, three analisis finansial
weakness, three opportunities and two threatening
factors could affect the natural rubber based
agroindustry development in Jambi.
PENDAHULUAN
Keywords: Latex, agroindustry, SWOT, strategy,
financial analysis Karet alam merupakan salah satu
komoditas unggulan Provinsi Jambi yang
telah diusahakan pada tingkat perkebunan
Abstrak
karet rakyat sejak lebih dari seratus tahun
Karet alam telah diusahakan pada yang lalu. Hingga dewasa ini, kontribusi
tingkat perkebunan karet rakyat di Provinsi komoditas ini terhadap perolehan
Jambi sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. pendapatan daerah masih tergolong
Kontribusinya yang cukup besar terhadap signifikan. Hal ini ditandai dengan
perekonomian daerah menyebabkan karet alam kontribusinya terhadap Produk Domestik
dianggap sebagai salah satu komoditas unggulan Regional Bruto (PDRB) yang masih relatif
Provinsi Jambi. Namun kontribusinya dalam besar dibandingkan dengan komoditas
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pertanian lainnya. Data statistik
khususnya petani produsen belum terlihat nyata.
Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi menunjukkan bahwa komoditas karet
persepsi petani karet rakyat terhadap berperan sebagai penyumbang devisa yang
pengembangan industri berbahan baku karet cukup berarti terhadap perekonomian
secara lokal dan mengidentifikasi faktor-faktor Provinsi Jambi. Pada tahun 2007 Provinsi
lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi Jambi tercatat mengekspor karet sejumlah
pengembangan industri hilir pengolahan karet 204.534 ton dengan nilai devisa sebesar US $
alam di Provinsi Jambi. Penelitian ini dilakukan 412.230.000. Pada tahun 2011, komoditas
di tiga kabupaten sentra produksi karet alam di

139
Prospek Pengembangan Industri Hilir Pengolahan Karet di Provinsi Jambi

karet menjadi kontributor utama terhadap ditingkatkan. Hal ini senada dengan
perolehan devisa negara dari Provinsi Jambi pendapat Saleh (1991) dan Evawani (2011)
yakni dengan total ekspor 238.965 ton dimana peningkatan daya saing bahan olah
dengan total perolehan devisa sebesar US $ karet rakyat (BOKAR) dewasa ini masih
1.111.721.556 (BPS, 2012). Namun sangat terbuka untuk dilakukan.
demikian, peran usaha tani karet dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
cenderung semakin melemah. Kualitas BAHAN DAN METODE
bahan olahan karet (BOKAR) kering yang
dihasilkan oleh petani juga semakin rendah. Penelitian dilakukan di tiga
Alamsyah et al (2010), mengatakan bahwa kabupaten sentra produksi karet alam di
rata-rata pendapatan petani karet rakyat di Provinsi Jambi yakni di Kabupaten Muaro
Provinsi Jambi tahun 2008 sebesar Rp Jambi, Bungo dan Sarolangun. Data primer
6.090.573/KK/tahun lebih rendah dari diperoleh melalui wawancara dengan petani
Standar Millennium Development Goals yang mengusahakan kebun karet serta
(MDGs). Fenomena tersebut ditengarai melalui kegiatan fokus grup diskusi (FGD)
dapat terjadi disebabkan oleh daya tawar yang menyertakan para pemangku
petani karet rakyat yang lemah dalam kepentingan di lingkungan industri
tataniaga karet alam. perkaretan. Guna melengkapi data primer,
sejumlah data sekunder juga dihimpun dari
Sistem pemasaran BOKAR yang instansi pemerintah dan swasta yang
telah terbangun sejak lama dan telah bergerak di bidang pembangunan ekonomi
membudaya ditengarai menjadi salah satu karet. Data yang dihimpun kemudian
penyebab semakin rendahnya mutu bahan dianalisis dengan menggunakan metode
olah karet yang dihasilkan oleh petani karet analisis deskriptif. Strategi pengembangan
rakyat di berbagai daerah di Provinsi Jambi. usaha industri pengolahan lateks pekat
Untuk mengembalikan kejayaan karet alam didekati dengan metode analisis SWOT,
nasional pada umumnya dan daerah pada sementara kelayakan pengembangan usaha
khususnya maka perlu dikaji pola dianalisis dengan menggunakan analisis
penanganan pasca panen dan pemasaran arus dana (cash flow).
yang dapat mengarahkan pada peningkatan
kualitas bahan olah karet yang dihasilkan
oleh petani dan sekaligus peningkatan HASIL DAN PEMBAHASAN
pendapatan petani karet rakyat.
Permasalahan yang hendak dikaji dalam Gambaran Umum Karet Alam Provinsi
penelitian ini adalah: Jambi
a) Bagaimana persepsi petani karet rakyat
terhadap upaya peningkatan nilai Data menunjukkan bahwa luas
tamanan karet di Provinsi Jambi sampai
tambah karet alam melalui pengenalan
dengan tahun 2011 telah mencapai 653 ribu
industri hilir berbahan baku karet alam hektar, meningkat sebesar 16,39%
di tingkat petani? dibandingkan tahun 2002, atau rata-rata
b) Apakah industri hilir berbahan baku meningkat sebesar 1% per tahun.
karet alam layak dikembangkan di Berdasarkan wilayah sebarannya,
komoditas karet dapat ditemui pada seluruh
tingkat petani di Provinsi Jambi ? wilayah kabupaten/kota, kecuali Kota
Kerinci, di Provinsi Jambi meskipun dengan
Oleh karena itu, penelitian ini tingkat kepadatan yang bervariasi. Namun
bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi demikian, seiring dengan pola
petani karet rakyat terhadap pengembangan pengembangan usaha tani karet yang
industri berbahan baku karet secara lokal mayoritas diusahakan oleh petani karet
dan mengidentifikasi faktor-faktor rakyat, terdapat sejumlah besar (17,87%)
lingkungan strategis yang dapat usaha perkebunan yang berada dalam
mempengaruhi pengembangan industri hilir kondisi karet tua atau rusak dan 29,24%
karet alam di Provinsi Jambi. Melalui tanaman karet belum menghasilkan sisanya
pengembangan industri penghasil lateks 52,87% merupakan tanaman karet
pekat ditingkat petani, mutu bahan olah menghasilkan (Disbun Provinsi Jambi,
karet dan pendapatan petani karet dapat 2012).

140
Napitupulu, Alamsyah, dan Elwamendri

Data Perkebunan Provinsi Jambi berbagai produk kebutuhan rumah tangga


juga menunjukkan bahwa produksi bahan seperti sandal, topi, tikar, dan jok dari serat
olah karet daerah ini pada tahun 2011 sabut kelapa berkaret. Agroindustri sebutret
adalah sebesar 320 ribu ton dengan (serat sabut kelapa berkaret) pada dasarnya
produktivitas rata-rata sebesar 856 merupakan agroindustri yang tidak
kg/ha/tahun. Umumnya produksi bahan membutuhkan penguasaan teknologi yang
olah karet yang dihasilkan oleh petani di terlalu canggih sehingga dianggap sangat
Provinsi Jambi adalah berbentuk slab tebal layak untuk dikembangkan pada tingkat
dengan ketebalan 20 sampai 40 cm. Hasil industri rumah tangga atau kelompok tani
penelitian juga menunjukkan bahwa (Intan et al., 2004).
meskipun relatif banyak petani yang
mengetahui cara menerapkan teknologi Pembuatan sebutret meskipun
pasca panen karet yang baik, akan tetapi melalui sejumlah proses namun secara
masih banyak juga petani yang tidak teknis tidak membutuhkan tingkat keahlian
menerapkannya. Hal ini juga sesuai dengan yang terlalu spesifik. Alur teknis pembuatan
temuan Suharyono (2006) yang mengatakan sebutret telah dipublikasi oleh BPTK Bogor
bahwa pola penanganan pasca panen yang (2003) yang menunjukkan bahwa
dilakukan oleh petani karet di Jambi telah pembuatan serat sabut kelapa berkaret
diwarisi dari orang tua mereka. Hasil secara umum meliputi proses pengolahan
penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar sabut kelapa menjadi serat keriting,
81,67 persen petani masih menggunakan pengolahan dispersi bahan kimia karet,
kotoran dalam proses pengolahan bokar pengolahan lateks dan pembuatan sebutret
yang dihasilkan. Berbagai kondisi yang secara sederhana dapat diuraikan
perkebunan karet Provinsi Jambi yang sebagai berikut:
kurang kondusif yang bermuara pada
rendahnya kualitas dan kuantitas bokar a) Pengolahan sabut kelapa menjadi serat
yang dihasilkan meyebabkan pemerintah keriting. Pada tahap ini kulit kelapa yang
daerah meluncurkan Program Replanting telah dikeringkan digiling dengan
Karet Provinsi Jambi. Di samping itu menggunakan mesin pemecah sabut
Pemerintah Daerah dengan motto Jambi untuk diambil seratnya. Selanjutnya
Emas telah mencanangkan akan serat gilingan tersebut dipisahkan antara
mendirikan 17 industri pengolahan kompon serat kasar dan serat halus. Setelah
karet hingga tahun 2014. dipisah, serat kasar digiling ulang,
sedangkan serat halus dikeritingkan.
Agroindustri Berbahan Baku Lateks Hasil pintalan serat dioven selama 4 jam
Kebun dalam suhu 800C atau dijemur di bawah
sinar matahari selama beberapa hari
Untuk memperoleh gambaran awal sampai serat tersebut kering. Setelah
pengembangan industri hilir berbahan baku dioven, pintalan yang telah dikeringkan
karet alam yang layak dikembangkan di diperam selama sehari semalam untuk
wilayah Provinsi Jambi, maka tim peneliti selanjutnya diurai kembali untuk
melakukan studi banding ke Provinsi menjadi serat keriting. Adapun proses
Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Badan pembuatan serat keriting sabut kelapa ini
Penelitan Pengembangan dan Inovasi disajikan pada Gambar 1.
Daerah (Balitbangnovda) Provinsi Sumatera
Selatan bekerja sama dengan Kementerian b) Proses pengolahan dispersi bahan kimia
Riset dan Teknologi (Ristek) telah karet. Pembuatan bahan dispersi diawali
mengintroduksikan teknologi Industri dengan penimbangan bahan kimia sesuai
Rumah Tangga berbahan baku karet alam formula yang telah ditentukan.
(lateks pekat) untuk menghasilkan berbagai Selanjutnya campuran berbagai bahan
souvenir dan kebutuhan rumah tangga. kimia yang telah dilarutkan dan atau
Salah satu upaya yang sedang dilakukan diencerkan dengan air tersebut
dewasa ini adalah pendirian Inkubator dimasukkan ke dalam guci keramik
Teknologi Balitbangnovda Provinsi berpeluru, perlu diperhatikan agar
Sumatera Selatan di Kelurahan Talang menyediakan tempat kosong untuk udara
Jambe, Palembang. Inkubator Teknologi setidaknya satu per tiga bagian dari guci,
Balitbangnovda Sumatera Selatan di dan selanjutnya diputar selama 24 jam
Kelurahan Talang Jambe menghasilkan pada mesin pengocok (ball mill).

141
Prospek Pengembangan Industri Hilir Pengolahan Karet di Provinsi Jambi

Sabut kelapa

Pembersihan
serat

Pengeringan

Pemintalan

Serat keriting

Gambar 1. Alur kerja pembuatan serat keriting


Figure 1. Manufacturing curly coconut fiber flow chart

Kemudian larutan bahan kimia yang d) Proses pembuatan serat sabut kelapa
telah melalui proses dispersi tersebut berkaret. Pembuatan serat sabut kelapa
siap digunakan untuk proses pengolahan berkaret dilakukan dengan membungkus
lateks karet alam. serat sabut kelapa keriting dengan cairan
kompon lateks. Pembungkusan serat
c) Proses pengolahan lateks menjadi keriting dilakukan dengan cara
kompon. Setelah proses pembuatan pendadaran serat dalam bentuk lapisan
dispersi bahan kimia selesai, lateks yang tipis dalam wadah cetakan untuk
akan dibuat menjadi kompon mulai dapat kemudian disemprot dengan larutan
disiapkan. Lateks terlebih dahulu kompon cair yang telah dihasilkan
disaring untuk memisahkan kotoran sebelumnya. Penyemprotan dilakukan
yang tercampur pada saat penyadapan beberapa tahap, dimana penyemprotan
dan pengumpulan. Selanjutnya larutan tah ap p ertama d itu ju k an u n tu k
bahan kimia hasil dispersi dimasukkan menyatukan setiap serat sehingga
ke dalam lateks, diaduk dengan terbentuk lembaran sebutret tipis. Agar
kecepatan rendah selama lebih kurang keutuhan lembaran serat dapat lebih
1–2 jam. Kemudian dimasukkan larutan baik, maka dilakukan penyemprotan
texapon dengan tetap diaduk selama tahap kedua. Untuk memperoleh
5–10 menit, yang diikuti dengan larutan lembaran sebutret yang lebih tebal,
KOH dengan lateks tetap diaduk selama sejumlah lembaran sebutret tipis
5–10 menit. Setelah itu kompon diperam ditumpuk dengan arah yang berbeda
sesuai kebutuhan (hingga gelembung untuk selanjutnya dikempa dan
udara yang terbentuk dari hasil divulkanisasi dalam oven dengan suhu
pengadukan hilang). 100–110oC selama kurang lebih 60–75

Pengadukan
Kompon lateks
(2-3 menit)

Cetakan
Serat keriting
(lapisan tipis)

Penyemprotan
Pengeringan
tahap I

Penyemprotan
Penumpukan
tahap II

Lapisan tebal Pengempaan

Vulkanisasi
Sabutret Pemotongan (dalam oven 100-110 0C
selama 60-75 menit)

Gambar 2. Alur kerja pembuatan produk serat sabut kelapa berkaret


Figure 2. Manufacturing rubberised coconut fiber (sebutret) flow chart

142
Napitupulu, Alamsyah, dan Elwamendri

menit. Adapun alur proses pembuatan Upaya pengembangan industri hilir


sebutret disajikan pada Gambar 2 . berbahan baku karet alam dapat
dipengaruhi oleh sejumlah faktor
Berdasarkan hasil studi banding sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Pada
tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu Tabel 1 dapat dilihat bahwa berdasarkan
upaya peningkatan nilai tambah karet alam persepsi petani, faktor ketersediaan modal
pada tingkat petani produsen adalah menjadi faktor utama dalam menentukan
mendirikan usaha pengolahan berbahan keberhasilan pengembangan usaha industri
baku lateks cair. berbahan baku karet di tingkat petani. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa
Persepsi Petani 83,33% dan 16,67% dari responden memiliki
anggapan bahwa modal adalah komponen
Upaya pengembangan industri hilir utama yang keberadaannya tergolong
berbahan baku karet alam direspon dengan sangat penting dan penting dalam upaya
sangat baik oleh petani karet rakyat. Hasil pengembangan industri hilir berbahan baku
analisis data menunjukkan bahwa karet di Provinsi Jambi.
umumnya (78,33%) responden setuju jika
terdapat investor atau lembaga yang Ketersediaan modal menjadi sangat
bersedia mendirikan industri hilir menentukan mengingat hingga dewasa ini
pengolahan karet alam di lokasi petani. kelembagaan kelompok tani ataupun
Sejumlah 62,00% responden menyatakan gabungan kelompok tani dirasakan belum
bahwa bahan baku lateks kebun akan dapat memiliki modal yang memadai untuk
dengan mudah diperoleh jika industri mendirikan industri pengolahan hasil
pengolahan karet alam didirikan di lokasi berbahan baku karet. Disamping itu dapat
penelitian. Lebih lanjut, sejumlah 60% dengan nyata dijumpai bahkan di berbagai
diantara responden menyatakan bersedia penelitian bahwa hilangnya daya tawar
mengalihkan hasil produksi mereka dari petani dalam transaksi jual beli karet lebih
bahan olahan karet kering (bokar) menjadi sering disebabkan ketergantungan petani
lateks kebun jika memang ada pasar yang kepada pembeli (toke) untuk memperoleh
membutuhkannya. Kejenuhan petani dan sejumlah dana (Junaidi, 2009; Napitupulu,
hilangnya kepercayaan mereka atas 2011). Modal yang dibutuhkan dengan
kejujuran pedagang pada berbagai tingkat demikian bukan saja terbatas pada biaya
tataniaga karet yang mereka hasilkan investasi pendirian tetapi biaya operasional
menyebabkan petani cenderung mengurangi termasuk biaya pengadaan bahan baku dari
mutu bokar yang mereka hasilkan. petani.

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendirian industri hilir berbahan baku
karet berdasarkan persepsi responden
Table 1. Factors affecting downstream rubber industry establishment based on the respondents'
perception
Komponen Bobot kepentingan
Components Importance level
a) Ketersediaan modal 3,833
b) Manfaatnya bagi masyarakat sekitar 3,667
c) Kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja lokal 3,600
d) Ketersediaan bahan baku 3,317
e) Sistem transaksi (mutu, harga, dan pembayaran) bahan baku 3,217
f) Jenis input yang dibutuhkan 2,967
g) Jenis output yang akan dihasilkan 2,950
Sumber: analisis data primer (Source : prime data analysis)
Keterangan: Skor bobot kepentingan (Remaks : importance level score) :
1 = tidak penting (unimportant) 3 = penting (important)
2 = kurang penting (less important) 4 = sangat penting (very important)

143
Prospek Pengembangan Industri Hilir Pengolahan Karet di Provinsi Jambi

Analisis Lingkungan Strategis yang terbentuk dari setiap elemen SWOT


tersebut yaitu strategi SO
Analisis lingkungan strategis (Kekuatan–Peluang), strategi ST (Kekuatan-
menunjukkan sejumlah faktor penentu Ancaman), strategi WO (Kelemahan-
keberhasilan pengembangan industri Peluang), dan strategi WT (Kelemahan-
pengolah lateks pekat di lokasi penelitian Ancaman) sebagaimana di sajikan pada
adalah penyediaan bahan baku, kesiapan Tabel 2.
pelaku usaha, terbatasnya dana dan
penumpukan modal, rendahnya tingkat Pada Tabel 2 disajikan matrik hasil
produktivitas bokar, rendahnya kualitas elaborasi sejumlah komponen internal dan
bokar, dukungan kebijakan pemerintah dan eksternal agroindustri berbahan baku lateks
pemerintah daerah, komitmen pemerintah kebun jika dikembangkan di tingkat petani
dan perbankan dalam penyediaan dana di wilayah penelitian. Sejumlah komponen
dengan biaya yang rendah, terbukanya internal dan eksternal tersebut diperoleh
peluang pasar, kuatnya keterikatan antara dari elaborasi data primer yang selanjutnya
petani dan tengkulak, dan kekuatan kebenarannya di cross-check melalui
oligopsoni para pedagang besar (pemasok kegiatan FGD yang dilakukan kemudian.
industri crumb rubber). Sesuai dengan sajian yang dilakukan
terlebih dahulu, terdapat dua faktor yang
Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT diprediksi menjadi komponen kekuatan
di atas menggambarkan secara jelas yang dimiliki agro industri tersebut jika
bagaimana ancaman dan kelemahan yang ditumbuhkan di tingkat petani yakni faktor
dihadapi dalam pengembangan industri hilir ketersediaan bahan baku dan kesiapan
karet di Provinsi Jambi. Dari gambaran kelompok tani sebagai pelaku usaha. Selain
tersebut, hal yang paling penting dalam dua kekuatan tersebut, juga dielaborasi tiga
analisis ini adalah memformulasikan elemen yang masih menjadi kelemahan agro
strategi yang harus dilaksanakan mengatasi industri yakni terbatasnya dana dan
ancaman dan kelemahan tersebut dengan penumpukan modal, rendahnya tingkat
menggunakan peluang dan kekuatan yang produktivitas bokar serta rendahnya
ada. Dalam bentuk matriks perumusan kualitas bokar yang dihasilkan petani
strategi tersebut dirinci menurut sel-sel dewasa ini.

Tabel 2. Matriks strategi berdasarkan elemen SWOT dalam pengembangan industri hilir
pengolahan karet di Provinsi Jambi
Table 2. Strategy matrix based on SWOT elements on downstream rubber industry in Jambi
Province
Kekuatan (Strenght) : Kelemahan (Weakness):
Ketersediaan bahan baku Terbatasnya dana dan
Elemen SWOT Kesiapan pelaku usaha/ Indutri penumpukan modal
SWOT’s element rumah tangga Rendahnya tingkat produktivitas
bokar
Rendahnya kualitas bokar

Peluang (Opportunity): Strategi SO: Strategi WO:


Dukungan kebijakan Pemerintah dan Penyusunan roadmap pengembangan Membangun skim kredit yang
Pemerintah Daerah industri hilir karet skala rumah mendukung pengembangan
Komitmen Pemerintah dan tangga industri hilir karet
perbankan dalam penyediaan dana Penyusunan model klaster Pembinaan petani dalam
dengan biaya yang rendah pengembangan industri hilir karet. peningkatan teknik budidaya dan
Terbukanya peluang pasar Membangun industri hilir karet penerapan pasca panen yang lebih
sebagai model pengembangan. efisien.

Ancaman (Threat): Strategi ST: Strategi WT:


Kuatnya keterikatan antara petani Membangun jaringan kerjasama yang Membangun kelembagaan
dan tengkulak kuat antar pelaku usaha dalam keuangan mikro atau BUMD yang
Kekuatan oligopsoni para pedagang bentuk model klaster industri. dapat berperan menggantikan
besar (pemasok industri crumb peran tengkulak/pedagang besar.
rubber)

144
Napitupulu, Alamsyah, dan Elwamendri

Berdasarkan matriks elemen SWOT digunakan dengan baik selama 4–5


di atas maka dapat dirumuskan beberapa tahun. Dengan demikian biaya
alternatif strategi yang perlu ditindaklanjuti penyusutan yang dikenakan terhadap
dalam upaya pengembangan industri hilir perlengkapan kantor adalah sebesar 25
karet di Provinsi Jambi. Secara rinci strategi % per tahun.
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: f) Biaya tetap lainnya yang
diperhitungkan dalam kajian ini adalah
a) Penyusunan roadmap pengembangan biaya provisi, asuransi bayar di muka,
industri hilir karet skala rumah tangga di dan biaya tak terduga selama proses
Provinsi Jambi. konstruksi industri. Biaya amortisasi
b) P e n y u s u n a n m o d e l k l a s t e r untuk biaya provisi dan asuransi
pengembangan industri hilir karet. diperhitungkan sebesar 10% per tahun.
c) Membangun industri hilir karet sebagai g) Beban bank yakni berupa bunga atas
model pengembangan. pinjaman kredit yang dilakukan
d) M e m b a n g u n s k i m k r e d i t y a n g dibebankan sebesar 7,5 % per tahun
mendukung pengembangan industri hilir yang dibayarkan selama jangka waktu
karet. pinjaman yakni selama 10 tahun.
e) Pembinaan petani dalam peningkatan Asumsi ini sejalan dengan kebijakan
teknik budidaya dan penerapan pasca pemerintah yang masih
panen yang lebih efisien. mempertahankan BI rate sebesar 7,5 %
f) Membangun jaringan kerjasama yang per tahun.
kuat antar pelaku usaha dalam bentuk h) Beban pajak dalam kajian ini mengacu
model klaster industri. pada perhitungan pajak penghasilan
g) Membangun kelembagaan keuangan berdasarkan Undang-undang RI
mikro atau BUMD yang dapat berperan Nomor 17 tahun 2000 yakni sebagai
menggantikan peran tengkulak atau berikut :
pedagang besar.
1. Laba sampai dengan
Analisis Finansial Rp. 50.000.000,- = 10 %
2. Laba Rp. 50.000.000,- s/d
Kelayakan usaha pengembangan Rp. 100.000.000,- = 15 %
agroindustri berbahan baku lateks kebun 3. Laba di atas
dalam kajian ini dilihat dari arus rugi laba Rp. 100.000.000,- = 30 %
perusahaan, serta analisis keuntungan
dengan menggunakan indikator Benefit Cost Dengan menggunakan berbagai
(B/C) ratio, IRR, serta Nilai NPV dari arus asumsi penghitungan biaya dan penerimaan
dana selama 10 tahun. Asumsi yang di atas maka perusahaan telah akan
digunakan dalam kajian ini adalah sebagai memperoleh penerimaan yang cukup untuk
berikut: menutupi biaya operasional pada tahun ke-
4 dan keuntungan bersih yang cukup
a) Biaya amortisasi lahan dianggap tidak menutupi seluruh biaya (investasi dan
ada (Rp. 0,-). operasional) pada tahun ke-8. Selanjutnya
b) Bangunan yang digunakan diasumsikan pada Tabel 3 berikut disajikan sejumlah
akan mampu berfungsi dengan baik indikator kelayakan pendirian industri
selama 20 tahun. lateks pekat di lokasi penelitian.
c) Sentrifuse dan mesin lainnya
diasumsikan dapat berfungsi selama Pada Tabel 3 dapat dilihat baik
8–10 tahun, dengan demikian biaya indikator kelayakan usaha NPV, IRR dan
penyusutan terhadap alat sentrifuse B/C ratio secara bersama-sama
tersebut dikenakan sebesar 12,5%. menunjukkan bahwa usaha pengolahan
lateks pekat di lokasi penelitian adalah layak
d) Generator Listrik dianggap hanya dapat untuk dilaksanakan. Dapat dilihat bahwa
berfungsi dengan baik selama 3–4 dengan discount factor sebesar 7,5 % per
Tahun. Dengan demikian biaya tahun, usaha yang hendak dikembangkan
penyusutan terhadap alat ini dikenakan mampu memberikan nilai bersih sebesar Rp
sebesar 33,33% dari harga beli awal. 26.458.241 dalam kurun waktu 10 tahun.
e) Peralatan kantor diasumsikan dapat Kemampuan usaha pengolahan lateks pekat
yang diusulkan mampu memberikan

145
Prospek Pengembangan Industri Hilir Pengolahan Karet di Provinsi Jambi

Tabel 3. Indikator kelayakan usaha industri lateks pekat di lokasi penelitian


Table 3. Indicator feasibility of centrifuged latex in research location
Indikator Nilai
No
Indicator Value
a) NPV (7,5 %) Rp. 26.458.241
b) IRR (%) 12,99
c) B/C ratio 1,40

imbalan IRR sebesar 12,99%. Kemampuan b) Membangun industri hilir karet sebagai
usaha tersebut memberikan keuntungan model pengembangan yang ditunjang
yang memadai dilihat dari nilai rasio benefit dengan pengadaan skim kredit yang
cost (B/C) sebesar 1,40 yang berarti selama mendukung pengembangan industri
kurun waktu 10 tahun, usaha tersebut hilir karet serta membangun
mampu mengembalikan modal yang kelembagaan keuangan mikro atau
dicurahkan sebesar 1,4 kalinya. BUMD yang dapat berperan
menggantikan peran tengkulak atau
pedagang besar.
KESIMPULAN DAN SARAN c) Mencermati faktor lingkungan strategis
berikat untuk membangun agroindustri
Kesimpulan hilir yaitu :
1. Penyediaan bahan baku
1. Sebesar 78,33% responden petani setuju 2. Kesiapan pelaku usaha
jika terdapat investor atau lembaga yang 3. T e r b a t a s n y a d a n a d a n
bersedia mendirikan industri hilir penumpukan modal
pengolahan karet alam di lokasi petani. 4. Rendahnya tingkat produktivitas
2. Sejumlah 62,00% responden petani dan kualitas bokar
menyatakan bahwa bahan baku lateks 5. Dukungan kebijakan Pemerintah
kebun akan dapat dengan mudah dan Pemerintah Daerah
diperoleh jika industri pengolahan karet 6. Komitmen Pemerintah dan
alam di dirikan di lokasi penelitian. perbankan dalam penyediaan
3. Sejumlah 60,00% responden petani dana dengan biaya yang rendah
menyatakan bersedia mengalihkan hasil 7. Terbukanya peluang pasar
produksi mereka dari bahan olahan karet 8. Kuatnya keterikatan antara petani
kering (bokar) menjadi lateks kebun jika dan tengkulak
memang ada pasar yang 9. Kekuatan oligopsoni para
membutuhkannya. pedagang besar (pemasok industri
4. Hasil analisis finansial menunjukkan crumb rubber)
bahwa upaya pendirian dan
pengembangan industri penghasil lateks
pekat di lokasi penelitian secara ekonomi DAFTAR PUSTAKA
layak untuk dilakukan.
Alamsyah, Z., D. Napitupulu dan
Elwamendri. 2011. Konstruksi Model
Saran Kemitraan Pemasaran Bahan Olah
Karet (Bokar) Rakyat Di Provinsi
Hasil analisis lingstra menunjukkan Jambi. Prosiding Seminar Nasional
bahwa agar pengembangan industri Hasil Penelitian Dosen Pertanian
pengolahan karet berbasis lateks kebun Volume III. Jambi, 19 Februari.
dapat dilaksanakan di Provinsi Jambi maka Universitas Jambi, .: 51 – 66.
disarankan untuk:

a) Menyusun roadmap pengembangan Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK).


industri hilir karet skala rumah tangga 2003. Jok Sebutret, Produk Alternatif
yang diikuti dengan penyusunan model yang Prosfektif. Balai Penelitian
klaster pengembangan industri hilir Teknologi Karet, Bogor.
karet di Provinsi Jambi.

146
Napitupulu, Alamsyah, dan Elwamendri

Biro Pusat Statistik (BPS). 2010. Statistik Saleh, D. 1991. Optimalisasi Produksi dan
Perkebunan Provinsi Jambi. Biro Pemasaran Karet Alam Indonesia
Pusat Statistik, Jambi. dalam Dinamika Struktur Industri Karet
Dunia. Disertasi. Fakultas
Evawani, N. 2011. Analisis Strategi Pascasarjana IPB. Bogor.
Peningkatan Mutu Bahan Olah Karet
(Bokar) Di Provinsi Jambi. Tesis. Suharyono, 2006. Peranan Petani dalam
Program Pasca Sarjana Universitas Adopsi Teknologi Budidaya Karet di
Jambi, Jambi. Beberapa Sentra Produksi di Jambi.
Sitgma XIV (1): 159-164.
Junaidi, 2009. Pola Kemitraan
Pembangunan Perkebunan untuk
Peningkatan Pendapatan Petani pada
Era Otonomi Daerah di Kabupaten
Bengkalis. web.ipb.ac.id., diakses
tanggal 1 November 2013.

147

You might also like