You are on page 1of 182

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN (B3) DI RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
SEMARANG

Vinidia Pertiwi, Tri Joko, Hanan Lanang Dangiran


Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro Semarang
Email : vinidiapertiwi@gmail.com

ABSTRACT

Roemani Muhamadiyah Semarang Hospital is special type hospital grade “C”. As


the hospital, the operational produces hazardous and toxic waste that its should
be managed. The purpose of this study is to evaluate the hazardous and toxic
waste management in Roemani Muhammadiyah Semarang Hospital according to
Minister of Environment and Forestry Regulation No. 56 in 2015 about regulation
of hazardous and toxic waste management in health service. Type of reseach is
descriptive method with qualitative approach with primary and secondary data.
Primary data obtained using the technique of indepth interview against the
selected informants and observartin, the secondary data obtained from a review
of the documents. Based on this research hazardous and toxic waste come from
7 hospitalcare with various types of hazardous and toxic waste such syringes,
infusion hoses, tissue and fluids body. The average amount of hazardous and
toxic waste generated as much as 1672,1 kg/month and managed by third-party.
Overall medical waste management in Roemani Muhammadiyah Semarang
Hospital not yet appropriate the regulation of hazardous waste management in
health service according to regulation. There are some missmatch at each
process of management, such as mistake in warehousing, reduction process not
yet applied in medical waste management, hazardous and toxic waste disposal in
the inpatient room is under standard, reduction process not yet applied in medical
waste management, unoptimal policies and operating procedur, mistake in stroge
and transportation.

Keywords : management, waste, hazardous and toxic waste, hospital,


evaluation

PENDAHULUAN Indonesia setiap tahunnya, maka


jumlah produksi limbah medis yang
Perkembangan rumah sakit
dihasilkan akan semakin banyak.
di Indonesia mengalami peningkatan
Kondisi ini dapat memperbesar
yang pesat dalam beberapa tahun
kemungkinan potensi limbah rumah
belakangan ini. Pengetahuan dan
sakit dalam mencemari lingkungan
kepedulian masyarakat akan
serta dapat menyebabkan
kesehatan menyebabkan kebutuhan
kecelakaan kerja dan juga penularan
akan layanan rumah sakit yang
penyakit jika tidak dikelola dengan
bermutu semakin meningkat dari
baik. Sebagai tempat berkumpulnya
tahun ke tahun. Seiring dengan
orang sakit maupun orang sehat,
bertambahnya jumlah rumah sakit di
rumah sakit sebagai sarana
420
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pelayanan kesehatan juga Kalimantan barat, NTT, NTB dan


memungkinkan terjadinya penularan Bengkulu yang seluruh rumah sakit
penyakit, pencemaran lingkungan, di dalamnya belum melakukan
dan gangguan kesehatan.1 pengelolaan limbah medis sesuai
standar.4 Sekitar 70 – 90 % limbah
Rumah sakit selain
yang berasal dari instalasi
memberikan dampak positif sebagai
kesehatan merupakan limbah yang
sarana kesehatan juga memberikan
tidak mengandung risiko atau limbah
dampak negatif yaitu menghasilkan
umum dan menyerupai limbah
limbah sehingga perlu mendapatkan
rumah tangga. Sisanya sekitar 10 –
perhatian.2 Akibat kontak langsung
25 % merupakan limbah yang
dengan benda tajam berupa jarum
dipandang berbahaya dan dapat
suntik dapat menyebabkan infeksi
menimbulkan berbagai jenis dampak
Hepatits B dan C, serta HIV.
kesehatan.7
Beberapa masalah kesehatan
berhubungan dengan pembuangan Produksi limbah medis padat
limbah rumah sakit yang tidak tepat rumah sakit di Indonesia secara
antara lain tifoid, kolera, malaria, nasional diperkirakan sebesar
penyakit kulit, parasitosis usus, dan 376.089 ton/hari. Jumlah limbah ini
hepatitis.3 berpotensi untuk mencemari
lingkugan dan kemungkinan
Jumlah rumah sakit di
menimbulkan kecelakaan kerja serta
Indonesia pada tahun 2015
penularan penyakit.8 Pengelolaan
berdasarkan data yang diperoleh
limbah medis maupun non medis
dari Profil Kesehatan Indonesia
rumah sakit sangat dibutuhkan bagi
tahun 2015 sebanyak 2.488 rumah
kenyamanan dan kebersihan rumah
sakit yang terbagi menjadi rumah
sakit karena dapat memutuskan
sakit publik dan rumah sakit privat.4
mata rantai penyebaran penyakit
Jumlah rumah sakit di seluruh
menular, terutama infeksi
kabupaten / kota di Jawa Tengah
nosokomial.9
pada tahun 2015 terdapat sebanyak
276 buah.5 Rumah sakit publik di Secara umum limbah rumah
Indonesia dikelola oleh Kementrian sakit dibagi menjadi dua kelompok
Kesehatan, Pemerintah Provinsi, yaitu limbah medis dan limbah non
Pemerintag Kabupaten/Kota, medis.10 Limbah medis rumah sakit
TNI/POLRI, kementrian lain serta dikategorikan sebagai limbah bahan
swasta non profit. (organisasi sosial berbahaya dan beracun (B3) dengan
dan keagamaan). Rumah sakit privat kode limbah A337-1 seperti
dikelola oleh Badan Usaha Miliki disebutkan dalam Lampiran I PP No.
Negara (BUMN) dan swasta.6 101 Tahun 2014 bahwa limbah klinis
memiliki karakteristik infeksius.
Cakupan rumah sakit di
Limbah Bahan Berbahaya dan
Indonesia yang melakukan
beracun (B3) yang dibuang langsung
pengelolaan limbah medis sesuai
ke lingkungan dapat menimbulkan
standar sebesar 10,29 %.
bahaya terhadap lingkungan dan
Berdasarkan data Profil Kesehatan
juga kesehatan masyarakat serta
Indonesia tahun 2015, ada 11
makhluk hidup lainnya. Limbah B3
provinsi yaitu Provinsi Papua, Papua
memiliki sifat dan karakteristik yang
Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi
berbeda dengan limbah pada
Tengah, Sulaweai Tenggara,
umumnya, terutama karena sifatnya
Sulawesi Utara, Kalimantan Utara,
yang tidak stabil. Limbah B3 memiliki
421
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sifat reaktif, eksplosif, mudah cidera, pencemaran lingkungan,


terbakar dan bersifat racun.11 serta penyakit nosokomial. Dengan
pengelolaan limbah medis yang baik
Rumah sakit sebagai salah
diharapkan dapat meningkatkan
satu fasilitas pelayanan kesehatan
efisiensi pembiayaan dan tentunya
sebagaimana yang tertulis dalam
dapat melindungi petugas yang
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
menangani limbah medis.
dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2015 wajib
melakukan pengelolaan limbah B3
METODE
yang meliputi pengurangan dan
pemilahan limbah b3, penyimpanan Jenis penelitian ini adalah
limbah B3, pengangkutan limbah B3, penelitian deskriptif dengan
pengolahan limbah B3, penguburan menggunakan metode kualitatif
limbah B3, dan/atau penimbunan dengan waktu penelitiannya ialah
limbah B3.12 cross sectional. Data pendukung
untuk metode kualitatif diperoleh dari
Pada survey awal yang telah
hasil wawancara mendalam,
dilakukan di rumah sakit, masih
observasi, dan telaah dokumen.
ditemukan indikasi pengelolaan
Penelitian ini dilakukan untuk
limbah B3 yang kurang optimal.
mendapatkan alternatif pemecahan
Pengelolaan limbah B3 di Rumah
masalah atau menjawab
Sakit Roemani Muhammadiyah
permasalahan yang dihadapi pada
Semarang sudah dilakukan namun
saat melakukan pengelolaan limbah
dalam pelaksanaanya belum
B3 di lingkungan Rumah Sakit
maksimal seperti dalam upaya
Umum Roemani Muhammadiyah
pengurangan limbah hanya sebatas
Semarang.
pemilahan dan penangananan
ceceran limbah.Pada pemilahan Penentuan informan
limbah masih terdapat kesalahan dilakukan dengan metode purposive
dalam pewadahan untuk limbah sampling yang terdiri dari informan
farmasi yang masih disatukan utama dan informan triangulasi.
dengan limbah medis. Dalam Informan utama sebanyak 16 orang
pengangkutan limbah medis, masih terdiri dari kepala ruangan penghasil
ditemukan troli tidak tertutup rapat limbah B3, pelaksana sanitasi, serta
sehingga berpotensi menyebabkan petugas kebersihan. Sedangkan
pencemaran dan penularan informan triangulasi adalah Kepala
penyakit. Pada tempat Bagian Sanitasi Rumah Sakit
penampungan sementara (TPS) Roemani Muhammadiyah
limbah B3 terjadi penumpukan Semarang.
limbah medis pada wadah serta
penyimpanan limbah B3 yang
melebihi batas penyimpanan yaitu HASIL
maksimal 48 jam sehingga dapat Karakteristik Limbah B3 Rumah
menimbulkan risiko terhadap Sakit Roemani Muhamadiyah
lingkungan dan masyarakat Semarang
sekitarnya. Evaluasi terhadap
pengelolaan limbah B3 di rumah 1. Sumber Limbah B3 Rumah Sakit
sakit sangat diperlukan karena Roemani Muhammadiyah Semarang
limbah B3 yang tidak dikelola Sumber limbah B3 yang
dengan baik dapat mengakibatkan dihasilkan di Rumah Sakit Roemani
422
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Muhammadiyah Semarang terdapat Memenuhi


sebanyak 7 unit yang terdiri dari Unit No Tata Cara dan Persyaratan
Pelayanan Medis dan Unit Persyaratan Sesuai Tidak
Pelayanan Penunjang. Sesuai
2. Jenis Limbah B3 Rumah Sakit ulang
Roemani Muhammadiyah Semarang h. Memisahkan √
limbah B3
Berdasarkan hasil dari i. Limbah benda √
wawancara dan observasi, limbah tajam harus
yang dihasilkan meliputi jarum dikumpulkan
suntik, sarung tangan (handscone) , j. Limbah jarum √
masker disposable, pembalut bekas, dan syringes
botol obat, kapas/kasa yang harus dipisahkan
terkontaminasi, kantong darah, urine k. Limbah farmasi √
bag, cairan tubuh, jaringan tubuh. kadaluwarsa
dikembalikan ke
penyuplai atau
Hasil Wawancara dan Observasi 2. Penyimpanan
Pengelolaan Limbah B3 terhadap limbah B3
Peraturan Menteri Lingkungan Persyaratan Lokasi
Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Penyimpanan
Tahun 2015 a. Daerah bebas √
Tabel 1. Hasil Evaluasi Tata Cara banjir dan tidak
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan rawan bencana
LB3 RS. Roemani Muhammadiyah alam
Semarang b. Lokasi √
penyimpanan
Memenuhi diberikan tanda
No Tata Cara dan Persyaratan c. Lokasi √
Persyaratan Sesuai Tidak penyimpanan
Sesuai tetap, jauh dari
1. Pengurangan dan masyarakat
pemilahan limbah Persyaratan
B3 Fasilitas
a. Pemilahan √ Penyimpanan
dilakukan dekat a. Lantai kedap √
dengan sumber (impermeable),
b. Mengganti √ berlantai beton
termometer atau semen
c. Metode √ b. Tersedia sumber √
pembersihan air atau kran air
tidak berbahaya c. Mudah diakses √
d. Melakukan tata √ untuk
kelola lingkungan penyimpanan
e. Memantau aliran √ limbah.
bahan kimia d. Dapat dikunci √
f. Melakukan √ untuk
sterilisasi botol menghindari
dari kaca akses pihak tidak
g. Melakukan daur √ berkepentingan
423
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Memenuhi Memenuhi
No Tata Cara dan Persyaratan No Tata Cara dan Persyaratan
Persyaratan Sesuai Tidak Persyaratan Sesuai Tidak
Sesuai Sesuai
e. Mudah diakses √ a. Pengangkutan √
oleh kendaraan limbah dilakukan
pengangkut dari ruangan
limbah. setiap pergantian
f. Terlindungi dari √ petugas, atau
sinar matahari, sesering mungkin
hujan, angin b. Kantong limbah √
kencang, banjir, yang terisi ¾ dari
dan faktor lain volume harus
g. Tidak dapat √ ditutup/diikat
diakses oleh dengan kuat
hewan, burung c. Limbah harus √
h. Dilengkapi √ dikumpulkan
ventilasi dan minimum setiap
pencahayaan hari atau sesuai
i. Peralatan √ kebutuhan
pembersihan,
APD, dan wadah d. Setiap kantong √
/kantong limbah limbah harus
diletakkan dekat dilengkapi simbol
dengan lokasi dan label
fasilitas e. Setiap √
penyimpanan pemindahan
j. Pembersihan √ wadah atau
TPS, dinding, kantong limbah
lantai setiap hari harus segera
Tata Cara diganti dengan
Penyimpanan wadah/kantong
a. Limbah diletaan √ baru dan sejenis
di wadah sesuai f. Wadah/kantong √
kategori limbah baru
b. Memberikan √ selalu tersedia
simbol dan label g. Alat pengangkut √
B3 di wadah berupa troli atau
c. Volume paling √ wadah beroda
tinggi limbah dapat dibongkar
adalah 3/4 muat,mudah
volume wadah dibersihkan
d. Penanganan √ h. Alat √
limbah dilakukan pengangkutan
hati-hati limbah insitu
e. Penyimpanan √ didesinfeksi
limbah B3 di TPS setiap hari
maksimal 2 hari, i. Personil limbah √
3. Pengangkutan dilengkapi APD
Limbah B3 j. Penunjukan √
424
Kepala Ruang Perawatan :

“disini tidak memakai pengharum


JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
ruangan ya.. pengharum ruangan
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
kami mulai tahun ini sudah tidak
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
menggunakan penyegar
ruangan..jadi untuk biaya
produksi untuk pembelian
pengharum ruangan kami alihkan
Memenuhi ke intrap untuk cuci tangan..
No Tata Cara dan Persyaratan kalau untuk pengharum ruangan
Persyaratan Sesuai Tidak mungki untuk kamar mandi ada
Sesuai Kepalaya,Bagian
kami menggunakannya
Sanitasi : hanya
personil yang kamper, tidak yang semprotan”
bertanggung “untuk penggunaan kembali atau
k. Menghindari area √ reuse B3 yaitu dari jerigen bekas
yang dilalui HD yaitu cairan dialiser yang
banyak orang merupakan reagen bersifat
atau barang asam..itu kita gunakan sebagai
l. Tidak √ safety box untuk meletakkan
menggunakan lift jarum suntik..yang melakukan
yang sama reuse dari pihak sanitasi. Untuk
dengan SPO pengurangan limbah kita
pengunjung belum ada tetapi masih satu
m. Terdapat izin √ dengan SPO pengelolaan
pengangkutan sampah infeksius dan non
limbah B3 ke luar infeksius”
fasyankes
Total Memenuhi 32 10
Syarat Kepala Ruang Farmasi :
Evaluasi 72% 28% “disini untuk sampah obat,
Pengelolaan Limbah farmasi masuk ke kantong hitam
B3 (non infeksius), kantong limbah
cokelat belum ada.”
Berikut hasil wawancara dengan
beberapa informan terkait
pengelolaan limbah B3 :
Pelaksana Sanitasi :

“jalur khusus belum ada. kalau


rutenya itu biasanya langsung
dibawa oleh masing-masing
cleaning service, yaa mungkin
dulu pas bangun rumah sakit
mungkin nggak kepikiran sampai
situ”

Kepala Ruang Hemodialisa :


PEMBAHASAN
“kalau pencampuran limbah itu
ada...yaa paling kertas yang Karakteristik Limbah B3 Rumah
salah masuk ke tempat sampah Sakit Roemani Muhammadiyah
yang seharusnya...tapi jumlahnya Semarang
hanya sedikit sekali...kalau Sumber limbah B3 yang
secara signifikan ndak ada...” dihasilkan di RS. Roemani
425
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kepala Bagian Sanitasi :

“TPS limbah B3 di Rumah Sakit seluruh jumlah limbah B3 yang


Roemani Muhammadiyah Semarang dihasilkan oleh rumah sakit telah
telah memiliki izin dari Dinas 100% terkelola.
Lingkungan Hidup Kota Semarang dan Evaluasi tata cara dan
juga ada dokumen UKL-UPL” persyaratan teknis pengurangan
Muhammadiyah Semarang terdapat dan pemilahan limbah B3
sebanyak 7 unit yaitu Ruang
Perawatan Inap, Ruang Perawatan Upaya pengurangan limbah
Jalan (Poliklinik), IGD, Farmasi, B3 pada sumber dengan
Laboratorium, Radiologi, dan penggantian termometer merkuri
Hemodialisa. Jenis limbah B3 menjadi termometer digital yang
meliputi sarung tangan, masker, digunakan di lab. Hal ini dilakukan
kasa pembalut bekas darah, kapas oleh pihak RS untuk menghindari
bekas darah/cairan, selang transfusi penggunaan limbah B3. Hal ini
darah, spet, darah/cairan tubuh, sisa sesuai dengan PerMen LHK No 56
operasi,botol obat, ampul obat, tahun 2015 dan juga serupa pada
kemasan sisa obat. Hal ini serupa penelitian Cheng et al (2008) yaitu
dengan penelitian yang dilakukan pusat pelayanan kes bertanggung
oleh Cheng et al (2008) dimana jawab terhadap berbagai limbah
limbah dengan kategori infeksius yang dihasilkan.
dihasilkan juga pada ruang Pihak farmasi melakukan
perawatan, laboratorium, dan ruang pemantauan distribusi bahan kimia
hemodialisa. dan farmasi. Hal ini dilakukan di
Jumlah limbah B3 yang rumah sakit untuk memantau aliran
dihasilkan oleh Rumah sakit bahan kimia sampai dengan
Roemani Muhammadiyah Semarang pembuangannya sebagai limbah B3
selama tahun 2017 yang diukur agar tidak terjadi penyalahgunaan
pada bulan Januari sampai dengan limbah B3. Hal ini sesuai dengan
April sebanyak 6.688,4 kg atau PerMen LHK No 56 tahun 2015 dan
dengan rata-rata adalah 1672,1 juga serupa pada penelitian Pruss
kg/bulan. Menurut hasil wawancara (2005), pengelolaan yang cermat
dengan informan, jumlah limbah B3 dapat mencegah penumpukan
yang dihasilkan paling banyak bahan kimia atau farmasi
terdapat pada ruang perawatan. Hal kadaluwarsa.
ini serupa dengan penelitian yang Kesalahan pewadahan
dilakukan oleh Bassey (2006) yang limbah B3 dan Non B3 serta
mengatakan bahwa limbah medis pencampuran limbah obat/farmasi
paling banyak dihasilkan di ruang dengan limbah Non B3 tidak sesuai
perawatan. dengan PerMen LHK No. 56 Tahun
Dalam upaya pengolahan 2015. Kendala yang ada yaitu
limbah B3, pemusnahan limbah B3 kurangnya kesadaran petugas
tidak dilakukan secara mandiri oleh dalam membuang limbah sesuai
pihak rumah sakit karena rumah kategorinya. Belum ada program
sakit belum memiliki insinerator khusus untuk pemilahan limbah
sehingga untuk pemusnahan limbah farmasi sehingga piihak sanitasi
B3 diserahkan kepada pihak ketiga belum mengajukan pengadaan
yaitu PT. Arah Environmental kantong plastik cokelat. Menurut
Indonesia. Berdasarkan data yang Pruss (2005), banyak zat kimia dan
diperoleh dari neraca limbah B3, bahan farmasi berbahaya yang
426
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

digunakan dalam layanan kesehatan Pujiati (2007), tempat sampah yang


seperti zat yang bersifat toksik, tidak tertutu memungkinkan kontak
genotoksik, korosif, mudah terbakar, manusia dengan mikroba, gangguan
reaktif, mudah meledak, atau sifat pemandangan, dan bau.
yang sensitif terhadap guncangan.
Evaluasi tata cara dan
Penggunaan kembali jerigen persyaratan teknis pengangkutan
HD dilakukan RS untuk mengurangi limbah B3
jumlah limbah B3 dan mengurangi
Pengangkutan limbah
biaya pembelian safety box. Namun
dilakukan dari setiap ruangan
dalam pelaksanaanya belum ada
penghasil limbah B3 menggunakan
prosedur khusus untuk reuse .
troli khusus. Waktu pengangkutan
Kendala yang ada yaitu pihak rumah
limbah B3 dilakukan min 2x sehari
sakit belum memiliki komitmen untuk
atau jika ¾ wadah telah penuh.
melakukan upaya pengurangan,
belum dibuat SPO khusus Petugas menggunakan APD
penggunaan kembali jerigen HD. saat mengangkut limbah B3.
Menurut penelitian Anggraini (2015), Menurut Wilburn (2004), tindakan
pengelolaan limbah harus sesuai kesehatan dan keselamatan pekerja
dengan prosedur untuk meliputi pelatihan kerja, penyediaan
meminimalkan dampak akibat alat dan pakaian, serta program
limbah B3. kesehatan seperti imunisasi dan cek
kesehatan
Evaluasi tata cara dan
persyaratan teknis penyimpanan Pengangkutan limbah B3
B3 belum memilki rute khusus sehingga
masih sama dengan area yang
Lokasi TPS sudah sesuai
dilakui banyak pengunjung. Kendala
dengan peraturan yaitu diletakkan
yang ada yaitu belum memiliki
jauh dari fasilitas umum yaitu sekitar
rencana untuk membuat jalur khusus
300 m2. Sarana dan fasilitas TPS
untuk pengangkutan limbah B3
juga sudah lengkap. Hal ini serupa
(medis). Menurut Paramitha (2007),
dengan penelitian Maulana (2015)
risiko penularan penyakit dapat
penyediaan fasilitas RS perlu
muncul selama proses
direncanakan dengan matang dalam
pengumpulan, pengangkutan, dan
hal penanganan limbah.
penyimpanan
Kebersihan TPS masih
KESIMPULAN
kurang, terjadi penumpukan dan
ceceran limbah B3 pada TPS. Berdasarkan hasil penelitian
Kendala yang ada yaitu mengenai Evaluasi Pengelolaan
penyimpanan limbah dilakukan lebih Limbah Bahan Berbahaya dan
dari 48 jam sehingga menyebabkan Beracun (B3) di Rumah Sakit
penumpukan limbah. Pembersihan Roemani Muhammadiyah Semarang
TPS tidak dilakukan setiap hari. dengan metode wawancara
Kurangnya jumlah petugas dan mendalam, observasi dan telaah
pengawasan terhadap TPS oleh dokumen melalui pendekatan
pihak sanitasi. Hal ini serupa dengan pengelolaan limbah B3 sesuai
penelitian Astuti (2014), tempat dengan Peraturan Menteri
sampah yang telah penuh Lingkungan Hidup dan Kehutananan
menyebabkan ceceran limbah dan No. 56 Tahun 2015, maka
ruangan menjadi kotor. Menurut didapatkan hasil sebagai berikut :
427
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

1. Karaktersitik limbah bahan 2. Upaya pengurangan dan


berbahaya dan beracun (B3) di pemilahan limbah bahan
Rumah Sakit Roemani berbahaya dan beracun (B3) di
Muhammadiyah Semarang terdiri rumah Sakit Roemani
dari : Muhammadiyah Semarang
belum sesuai dengan
a. Sumber limbah bahan
Peraturan Menteri Lingkungan
berbahaya dan beracun
Hidup dan Kehutanan No. 56
(B3) medis berasal dari 7
Tahun 2015 yaitu belum
pelayananan yaitu
dibentuk program khusus
pelayanan rawat inap,
untuk pengurangan limbah B3,
perawatan rawat jalan atau
kebijakan dan Standar
poliklinik, pelayanan
Prosedur Operasional (SPO)
instalasi gawat darurat
mengenai upaya pengurangan
(IGD), pelayanan
limbah B3 belum dibuat. Pada
hemodialisa, pelayanan
tahap pemilahan ditemukan
laboratorium, pelayanan
pencampuran limbah B3 medis
farmasi, dan pelayanan
seperti sarung tangan, masker
radiologi.
disposable, dan botol obat-
b. Jenis limbah bahan obatan yang dibuang tidak
berbahaya dan beracun pada tempatnya.
(B3) medis yang dihasilkan
3. Upaya penyimpanan limbah
yaitu limbah infeksius
bahan berbahaya dan beracun
meliputi sarung tangan
(B3) di rumah Sakit Roemani
disposable, masker
Muhammadiyah Semarang
disposable, kasa pembalut
belum sesuai dengan
bekas darah, kapas bekas
Peraturan Menteri Lingkungan
darah/cairan, selang
Hidup dan Kehutanan No. 56
transfusi darah. Limbah
Tahun 2015 yaitu
benda tajam meliputi jarum
penyimpanan limbah B3 di
suntik, jarum bides. Limbah
TPS melebihi batas maksimal
patologis berupa darah dan
penyimpanan sehingga terjadi
cairan tubuh, jaringan atau
penumpukan limbah B3 pada
organ sisa operasi. Limbah
TPS serta kebersihan TPS
farmasi meliputi botol obat,
kurang terjaga.
ampul obat, kemasan sisa
obat. 4. Upaya pengangkutan limbah
bahan berbahaya dan beracun
c. Jumlah limbah bahan
(B3) di rumah Sakit Roemani
berbahaya dan beracun
Muhammadiyah Semarang
(B3) yang dihasilkan pada
belum sesuai dengan
periode Januari hingga April
Peraturan Menteri Lingkungan
2017 sebesar 6.688,4 kg
Hidup dan Kehutanan No. 56
dengan rata-rata 1672,1
Tahun 2015 tentang Tata Cara
kg/bulan. Seluruh jumlah
dan Persyaratan Pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkan
Limbah Bahan Berbahaya dan
telah 100% terkelola oleh
Beracun (B3) dari fasilitas
pihak ketiga sebagai
pelayanan kesehatan yaitu
pemusnah limbah B3.
belum memiliki jalur khusus
untuk pengangkutan limbah B3
428
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dan juga belum menghindari area yang dilalui


mencantumkan simbol dan banyak orang.
label sesuai klasifikasi limbah 5. Rumah Sakit Roemani
yang diangkut. Muhammadiyah Semarang
sebaiknya memberikan
imunisasi hepatitis kepada
SARAN petugas kebersihan yang
Berdasarkan kesimpulan terlibat dalam penanganan
penelitian, maka rekomendasi limbah B3 untuk menghindari
yang cocok untuk meningkatkan risiko terkena infeksi apablia
atau mengoptimalkan terjadi kecelekaan kerja.
pengelolaan limbah B3 di Rumah Penyediaan wastafel dan
Sakit Roemani Muhammadiyah sabun cuci tangan di TPS
Semarang antara lain : juga diperlukan untuk
1. Untuk meningkatkan upaya mengurangi risiko
pengurangan limbah maka pencemaran kuman penyakit.
diperlukan adanya Standar 6. Untuk mengoptimalkan
Prosedur Operasional (SPO) kegiatan sosialisasi dan
tentang pengurangan limbah pengawasan terhadap
B3 dan harus disosialisasikan pengelolaan limbah B3
kepada semua pihak yang sebaiknya segera
terlibat dalam penanganan ditambakan tenaga
limbah B3. Sebaiknya Sanitarian.
Standar Prosedur
Operasional mengenai DAFTAR PUSTAKA
pengelolaan limbah B3
1. Kementerian Kesehatan
dipisahkan per tahap agar
Republik Indonesia.
mudah dipahami dan
Keputusan Menteri
dilaksanakan oleh petugas
Kesehatan No. 1204 Tahun
yang bersangkutan
2004 tentang Persyaratan
2. Menyediakan kantong plastik
Kesehatan Lingkungan
berwarna cokelat untuk
Rumah Sakit. 2004.
menampung limbah kimia
2. Riyanto. Limbah Bahan
dan farmasi serta penyedian
Berbahaya dan Beracun.
bin untuk menyimpan limbah
Yogyakarta: Deepublish.
B3 pada setiap gedung.
2013.
3. Perlu dilakukan evaluasi
3. Bassey BE, Benka-Coker
mengenai tugas dan
MO, Aluyi HSA.
tanggung jawab petugas
Characterization and
pengangkut limbah medis
Management of Solid Medical
yang dilaksanakan oleh
Wastes in The Federal
petugas kebersihan serta
Capital Territory, Abuja
perhatian khusus terhadap
Nigeria. African Health
TPS limbah B3 agar tidak
Sciences. 2006.
terjadi penumpukan dan
4. Kementerian Kesehatan
ceceran limbah B3.
Republik Indonesia. Profil
4. Membuat jalur khusus
Kesehatan Indonesia 2015.
khusus untuk pengangkutan
2016.
limbah B3 rumah sakit untuk

429
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

5. BPS Provinsi Jawa Tengah.


Provinsi Jawa Tengah dalam
Angka Tahun 2016. 2016
6. Kementerian Kesehatan RI.
Profil Kesehatan Indonesia
2015. 2016.
7. Pruss, A. Pengelolaan Aman
Limbah Layanan Kesehatan.
Jakarta: EGC. 2005.
8. Dhani, Muhammad. Kajian
Pengelolaan Sampah Rumah
Sakit Pusat Angkatan Gatot
Subroto. Surabaya :
Universitas Airlangga. 2011.
9. Astuti, Agustina. Kajian
Pengelolaan Limbah di
Rumah Sakit Umum Provinsi
Nusa Tenggara Barat.
Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Jurnal
Penelitian. 2014.
10. Paramita N. Evaluasi
Pengelolaan Sampah Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto. Jurnal
Presipitasi Universitas
Indonesia. 2007.
11. Peraturan pemerintah Nomor
101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
2014.
12. Peraturan Menteri Limbah Bahan Berbahaya dan
Lingkungan Hidup dan Beracun. 2014.
Kehutanan Nomor 56 Tahun 13. Peraturan Menteri
2015 tentang Tata Cara dan Lingkungan Hidup dan
Persyaratan Teknis Kehutanan Nomor 56 Tahun
Pengelolaan Limbah Bahan 2015 tentang Tata Cara dan
Berbahaya dan Beracun dari Persyaratan Teknis
Fasilitas Pelayanan Pengelolaan Limbah Bahan
Kesehatan. 2015. Berbahaya dan

430
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

KAJIAN TIMBULAN SAMPAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


(B3) RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SENDANGMULYO
KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

Nenti Diah Kusuma Prasetyaningrum, Tri Joko, Nikie Astorina


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro
Email: nenti.kusuma@gmail.com

ABSTRACT
The absence of a regulation that specifically regulates household hazardous
waste makes its management neglected in the community. Sendangmulyo village
is a village with high population and various activities. To find out the
characteristics and characteristics of household hazardous waste in
Sendangmulyo Village, the researcher uses observational method with cross
sectional approach. The population of this study is all households in TPS Klipang
Sendangmulyo with sample 97 KK. The results of this study indicate that the
average of household waste generated hazardous is 0.099 kg/o/ h or 0.057
l/o/bln, with a high income level of 0.121 kg/o/ h or 0.066 l/o/ bln, while 0.077
kg/o/ h or 0.051 l/o/ bln, and low 0.071 kg/o/ h or 0.048 l/o/ bln. The
characteristics of generated generation are easily explosive (29.15%), corrosive
(21.67%), toxic (35.74%), irritating (13.40%) and infectious (0.04%). All of
respondents (100%) not already have a good knowledge about household B3
waste and 100% of respondents also have not done household hazardous waste
storage in accordance with not sorting with domestic waste and container
according to the characteristics. The waste generation of household waste in
Sendangmulyo Village is mostly toxic (35.74%).

Keywords : B3 household waste, generation, characteristics

PENDAHULUAN masalah sosial yang dihadapi setiap


Sampah Bahan Berbahaya dan orang, tidak terkecuali sampah B3.
Beracun (B3) rumah tangga Pengelolaan sampah B3 rumah
merupakan sampah bahan tangga yang tidak dilaksanakan
berbahaya dan beracun yang dengan benar akan menimbulkan
dihasilkan oleh kegiatan atau
berbagai dampak terhadap
aktivitas sehari-hari di lingkungan
rumah tangga atau domestik yang lingkungan yang lebih berbahaya
mengandung bahan atau kemasan dari sampah rumah tangga biasa
suatu jenis bahan berbahaya dan yaitu dapat menyebar lewat tanah,
atau beracun yang sangat air dan udara hingga rantai
berbahaya untuk lingkungan.1 makanan, masuk kedalam tubuh
Sampah merupakan salah satu manusia dan hewan melalui
pernapasan, pencernaan dan kulit

766
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

yang dapat mengancam kulit, mata, 33.843 jiwa.6 Peraturan yang


ginjal, saluran pernapasan, otak, mengatur secara khusus tentang
paru-paru, sistem syaraf dan hati.2 sampah B3 rumah tangga sehingga
Selain itu, sampah B3 rumah tangga pengelolaan sampah B3 rumah
yang tidak dikelola dengan cara tangga terabaikan. Jika sistem
tepat dan sesuai dengan jenis dan pengelolaan sampah yang
karakteristiknya. Penyimpanan dan digunakan masyarakat Kelurahan
pembuangan sampah B3 rumah Sendangmulyo adalah sistem
tangga yang tidak sesuai dapat konvensional, dimana sampah yang
menyebabkan risiko terjadinya berasal dari semua sumber baik
gangguan kesehatan dan dosmetik dan non dosmetik diangkut
keselamatan manusia seperti dan dibuang ke TPA Jati Barang
ledakan, kebakaran, cidera, tanpa dilakukan pemisahan sampah
keracunan bahkan dapat di sumber. Sama halnya dengan
mengakibatkan kematian.3 sampah B3, belum dilakukan
Sebuah penelitian di Cina pemisahan dan penanganan khusus.
yang dilakukan oleh Bixian et al Melihat potensi timbulan sampah B3
pada tahun 2014 menunjukkan yang dapat dihasilkan Kelurahan
bahwa sampah B3 menyumbang Sendangmulyo tinggi, dampak yang
2,23% dari total sampah rumah mungkin ditimbulkan dan perlu
tangga. Kategori limbah yang adanya pengelolaan khusus sampah
berkontribusi terhadap timbulan B3 rumah tangga. Untuk itu
sampah B3 adalah produk penelitian ini bertujuan untuk
pembersih rumah (21,33%), obat- mengkaji timbulan sampah B3 di
obatan (17,67%), dan produk Kelurahan Sendangmulyo.7
perawatan pribadi (15,19%).4
Sedangkan penelitian yang METODE PENELITIAN
dilakukan Idil pada tahun 2016, Jenis penelitian ini termasuk
karakteristik sampah B3 yang penelitian observasional dengan
ditemukan adalah beracun 60,23% pendekatan cross sectional,
mudah meledak sebesar 18,64% dilakukan dengan mengukur berat
mudah terbakar sebesar 15,23%, timbulan sampah B3 rumah tangga,
dan korosif sebesar 4,09%.5 Kota mengukur volume timbulan sampah
Semarang sendiri pada tahun 2015 B3 rumah tangga, menganalisis
menghasilkan timbulan sampah B3 karakteristik sampah B3 rumah
rumah tangga sebesar 0,059 tangga, mendeskripsikan
l/orang/hari dengan karakteristik pengetahuan dan penyimpanan
korosif (1,7%), mudah terbakar atau sampah B3 rumah tangga di
meledak (11,4%), beracun (41,04%) Kelurahan Sendangmulyo
dan menyebabkan infeksi (45,9%). Kecamatan Tembalang yang
Data dari BPS pada tahun mengacu pada SNI 19-3694-1994
2016 menunjukkan bahwa tentang metode pengambilan dan
Kelurahan Sendangmulyo memiliki pengukuran contoh timbulan dan
jumlah penduduk yaitu sebesar komposisi sampah perkotaan dan

767
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

SNI 19-2454-2002 tentang tata cara Sendangmulyo dalam sehari


teknik operasional pengelolaan yaitu sebesar 0,099 kg/o/h
sampah perkotaan. sedangkan timbulan volume
sampah B3 rumah tangga
HASIL sebesar 0,057 l/o/bln. Jika
A. Hasil Timbulan Sampah B3 diproyeksikan dengan jumlah
Rumah Tangga penduduk dii Kelurahan
1. Timbulan Sampah B3 Sendangmulyo timbulan berat
Rumah Tangga Kelurahan sampah B3 rumah tangga yang
Sendangmulyo dihasilkan mencapai 3.595,878
Tabel 1. Berat dan Volume kg setiap harinya sedangkan
Timbulan Sampah Per timbulan volume sampah B3
Orang Per Hari rumah tangga sebesar 2.070,36
Jumlah Penduduk Timbula Timbulan liter per bulannya dimana
Kelurahan Sampah Sampah jumlah penduduk yang
Sendangmulyo (kg/o/h) (l/o/bln) menyumbang timbulan sampah
36.322 0,099 0,057 adalah sebanyak 36.322 jiwa.
Timbulan sampah B3 Jika pertumbuhan
rumah tangga di Kelurahan penduduk terus meningkat
Sendangmulyo dihitung diringi dengan kebutuhan
berdasarkan perhitungan yang penduduk yang semakin
sudah dijelaskan dalam SNI 19- meningkat pula maka timbulan
3694-1994 tentang metode sampah B3 rumah tangga di
pengambilan dan pengukuran Kelurahan Sendangmulyo yang
contoh timbulan dan komposisi dibiarkan secara terus-menerus
sampah perkotaan. Timbulan tanpa dilakukan pengelolaan
sampah B3 Rumah Tangga secara khusus hal tersebut
yang dihitung ada dua, yaitu dapat memberikan dampak
berdasarkan berat dan volume. yang berbahaya bagi kesehatan
Berikut perhitungan berat dan maupun lingkungan di daerah
volume sampah B3 rumah tersebut.
tangga yang dihasilkan 2. Timbulan Sampah berdasarkan
Kelurahan Sendangmulyo: Tingkat Pendapatan
Timbulan berat sampah B3 RT = Tabel 2 Timbulan Sampah
Berdasarkan Tingkat
0,099 x 36.322 = 3.595,88 kg/h
Pendapatan
Timbulan volume sampah B3 Timbulan
Tingkat
RT = 0,057 x 36.322 = 2.070,36 Pendapatan Berat (kg/o/h) Volume (l/o/bln)
l/bln Tinggi 0,121 0,066
Sedang 0,077 0,051
Data tabel di atas 0,048
Rendah 0,071
menunjukkan timbulan berat Rata-rata 0,090 0,165
sampah B3 rumah tangga tiap
Data timbulan sampah
orang di Kelurahan
berdasarkan tingkat pendapatan

768
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

di Kelurahan Sendangmulyo dominasi oleh sampah dengan


menunjukkan, timbulan sampah karakteristik tersebut.
B3 rumah tangga berdasarkan Selain itu juga terdapat
berat dengan tingkat jenis sampah dari karakteristik
pendapatan tinggi sebesar lainnya yaitu oli bekas, kaleng
0,121 kg, tingkat pendapatan bekas pengharum ruangan, lem,
sedang 0,077 kg dan tingkat spidol, tipe-x dari karakteristik
pendapatan rendah sebesar mudah terbakar/ meledak.
0,071 kg. sedangkan timbulan Selain itu juga terdapat pemutih/
sampah B3 rumah tangga pelembut pakaian, pembersih
berdasarkan volume dengan toilet/ kamar mandi, dan baterai
tingkat pendapatan tinggi yang termasuk dalam
sebesar 0,0022 liter, tingkat karakteristik korosif.
pendapatan sedang 0,0017 liter Karakteristik yang menimbulka
dan tingkat pendapatan rendah iritasi ada pembersih gelas/
sebesar 0,0016. piring dan kasa perban yang
termasuk karakteristik infeksius.
B. Hasil Jenis Timbulan Sampah Tabel 3 Jenis Sampah B3 RT
B3 RT berdasarkan yang Dihasilkan
Karakteristik
berdasarkan
jenis sampah yang
dihasilkan berdasarkan Karakteristiknya.
karakteristiknya, dimana Karakteristik Jenis Sampah %
karakteristik yang paling banyak Oli bekas, kaleng
Mudah
atau dominan jenis sampahnya bekas pengharum
terbakar/ 29,15
diantara karakteristik yang lain ruangan, lem,
meledak
adalah karakteristik beracun. spidol, dan tip-x
Sampah dengan karakteristik Pemutih/ pelembut
pakaian, pembersih
beracun memang paling sering Korosif 21,67
toilet/ kamar mandi,
atau banyak digunakan dalam dan baterai
aktivitas sehari-hari dalam Minyak rambut,
rumah tangga. shampo, lampu
Jenis sampah yang neon, obat
ditemukan diantaranya adalah kadaluarsa, sabun
pencuci piring/
minyak rambut, shampo, lampu
Beracun detergen pakaian, 35,74
neon, obat kadaluarsa, sabun kaleng bekas
pencuci piring/ detergen pestisida (baygon),
pakaian, kaleng bekas pestisida kosmetik/ produk
(baygon), kosmetik/ produk kecantikan, parfum
kecantikan, parfum dan dan deodorant
deodorant. Sehingga jumlah Menimbulkan
Pembersih kaca 13,40
Iritasi
timbulan sampah B3 rumah
Infeksius Kasa perban 0,04
tangga yang dihasilkan di
Kelurahan Sendangmulyo di

769
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel tersebut korosif. Karakteristik yang


menunjukkan jenis sampah menimbulka iritasi ada
yang dihasilkan berdasarkan pembersih gelas/ piring dan
karakteristiknya, dimana kasa perban yang termasuk
karakteristik yang paling banyak karakteristik infeksius.
atau dominan jenis sampahnya
diantara karakteristik yang lain C. Hasil Karakteristik Timbulan
adalah karakteristik beracun. Sampah B3 Rumah Tangga
Sampah dengan karakteristik Kelurahan Sendangmulyo
Satu dari seluruh
beracun memang paling sering
karakteristik yang ada,
atau banyak digunakan dalam karakteristik beracun
aktivitas sehari-hari dalam merupakan karakteristik
rumah tangga. Jenis sampah memiliki timbulan yang paling
yang ditemukan diantaranya tinggi diatara karakteristik
adalah minyak rambut, shampo, lainnya. Karakteristik beracun
lampu neon, obat kadaluarsa, memiliki berbagai macam jenis
dalam timbulan sampah B3
sabun pencuci piring/ detergen
rumah tangga dan merupakan
pakaian, kaleng bekas pestisida jenis sampah yang sering
(baygon), kosmetik/ produk dibuang sehingga menyebabkan
kecantikan, parfum dan tingginya timbulan yang
deodorant. Sehingga jumlah dihasilkan. Masyarakat dengan
timbulan sampah B3 rumah tingkat pendidikan tinggi
tangga yang dihasilkan di menghasilkan timbulan sampah
yang berkarakteristik beracun
Kelurahan Sendangmulyo di
hingga 15,658 kg, tingkat
dominasi oleh sampah dengan pendapatan sedang 2,976 kg
karakteristik tersebut. Selain itu dan tingkat pendapatan rendah
juga terdapat jenis sampah dari 1,584 kg. Setelah karakteristik
karakteristik lainnya yaitu oli beracun disusul oleh
bekas, kaleng bekas pengharum karakteristik mudah terbakar/
meledak, korosif, menimbulkan
ruangan, lem, spidol, tipe-x dari
iritasi dan yang paling terakhir
karakteristik mudah terbakar/ dengan timbulan paling sedikit
meledak. Selain itu juga dan hampir tidak ada yaitu
terdapat pemutih/ pelembut infeksius.
pakaian, pembersih toilet/ kamar
mandi, dan baterai yang
termasuk dalam karakteristik

Tabel 4 Karakteristik Timbulan Sampah B3 RT di Kelurahan


Sendangmulyo
Tingkat Pendapatan
Jumlah
Karakteristik Tinggi Sedang Rendah %
(kg)
(kg) (kg) (kg)
Mudah terbakar/ meledak 6,713 2,135 1,116 9,964 29,15
Korosif 4,940 1,738 0,729 7,407 21,67
Beracun 7,658 2,976 1,584 12,218 35,74

770
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Menimbulkan iritasi 3,376 0,674 0,530 4,580 13,40


Infeksius 0,013 0 0 0,013 0,04
Total 22,7 7,523 3,959 34,182 100

D. Hasil Tingkat Pengetahuan SNI 19-3694-1994 rata-rata


tentang Sampah B3 Rumah besarnya timbulan sampah B3
Tangga rumah tangga di Kelurahan
Tabel 5 Tingkat Pengetahuan Sendangmulyo adalah 0,099
Responden kg/o/h atau 0,057 l/o/bln dengan
tentang Sampah berat dan volume tertinggi
B3 Rumah sebesar 0,404 kg/o/h dan 0,174
Tangga l/o/bln. sedangkan besarnya
Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase timbulan sampah B3 rumah
Baik 0 0% tangga yang dihasilkan
Buruk 97 100 % berdasarkan KK adalah 0,352
Total 97 100 % kg/kk/h atau 0,204 l/kk/bln
Data tersebut menunjukkan dengan timbulan tertinggi yaitu
97 responden atau 100 % 1,616 kg/kk/h dan 0,471 l/kk/bln.
responden memiliki Jika penduduk Kelurahan
pengetahuan yang kurang Sendangmulyo berdasarkan
tentang sampah B3 rumah data monografi adalah 36.322
tangga. Sedangkan responden jiwa maka dapat diproyeksikan
yang memiliki pengetahuan baik bahwa timbulan sampah yang
tidak ada atau 0%. Jadi, seluruh dihasilkan dalam satu hari
responden tidak mengetahui mencapai 3.595,878 kg dan
tentang sampah B3 rumah 2.707,36 liter dalam satu bulan.
tangga. Timbulan sampah B3 rumah
E. Hasil Penyimpanan Sampah B3 tangga yang dihasilkan di
Rumah Tangga Kelurahan Sendangmulyo tidak
Tabel 6 Penyimpanan Sampah dapat dikatakan tinggi atau
B3 Rumah Tangga rendah karena belum adanya
Responden standart yang menyatakan rata-
Penyimpanan Sampah Jumlah Persentase rata besarnya timbulan sampah
Sesuai 0 0% B3 rumah tangga per harinya.
Tidak Sesuai 97 100 % Hasil timbulan sampah
Total 97 100 % tersebut tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang
Masyarakat di Kelurahan dilakukan Ruslinda di Kota
Sedangmulyo hampir 100% yang Padang timbulan sampah B3
belum melakukan pemilahan dan rumah tangga yang dihasilkan
pewadahan dengan sesuai. sebesar 0,004 kg/o/h atau 0,041
l/o/h. Selain itu penelitian yang
PEMBAHASAN dilakukan oleh Fikri timbulan
A. Timbulan Sampah B3 Rumah sampah B3 RT yang dihasilkan
Tangga Kota Semarang 0,01 kg/o/h atau
Hasil penelitian yang 0,059 l/o/h.7 Hal tersebut
dilakukan di Kelurahan menunjukkan bahwasanya di
Sendangmulyo dilakukan negara berkembang seperti
selama 8 hari berdasarkan Indonesia kisaran timbulan
dengan sampah B3 RT yang dihasilkan

771
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

jika dibandingkan dengan merupakan sampah yang paling


timbulan sampah domestik yang dominan dan banyak ditemukan.
dihasilkan sehari-hari sangat Hasil sampling tersebut
jauh berbeda atau dapat tentu menujukkan perlu adanya
dikatakan rendah. Sebuah perhatian khusus untuk
penelitian yang dilakukan oleh mengelola sampah B3 rumah
Ramdhani pada tahun 2011, tangga golongan “infeksius”.
timbulan sampah domestik yang Belum tercantumnya kategori
dihasilkan di Kelurahan “infeksius” didalam SNI 19-
Mekarjaya yaitu sebesar 0,322 2454-2002 maka perlu adanya
kg/o/h atau 2,502 l/o/h. Jika revisi terkait penambahan
dibandingkan dengan timbulan kategori “infeksius” di dalam SNI
sampah B3 rumah tangga tersebut. Hasil penelitian
timbulan sampah domestik lebih sampah B3 rumah tangga
tinggi bahkan jika golongan infeksius dimasukkan
diakumulasikan dalam satu hari dalam analisis atas dasar
timbulan sampah B3 rumah dampak yang akan ditimbulkan
tangga lebih sedikit terhadap kesehatan (sebagai
dibandingkan dengan sampah penyebab infeksi) dan
domestic. 8 penurunan kualitas lingkungan.
Dasar tersebut juga diperkuat
B. Karakteristik dan Komposisi dengan pengkategorian yang
Sampah B3 Rumah Tangga dilakukan oleh Delgado.
Hasil sampling terhadap Menurut Delgado tahun 2007,
identifikasi karakteristik sampah pengklasifikasian sampah B3
B3 rumah tangga di Kelurahan rumah tangga ada 8 kategori,
Sendangmulyo menunjukkan dimana yang salah satunya
bahwa timbulan sampah dengan adalah menyebabkan infeksi
karakteristik mudah terbakar/ (infeksius) seperti: sarung
meledak sebesar 9,964 kg, tangan karet, jarum suntik,
karakteristik korosif 7,407 kg, kondom, pembalut dan kasa
karakteristik beracun 12,218 kg, perban.9 Hal tersebut dipertegas
karakteristik menimbulkan iritasi oleh Jin tahun 2006 bahwa
4,580 kg dan karakteristik pemisahan limbah pada
infeksius 0,013 kg. Berdasarkan sumbernya itu sendiri sangat
analisis secara deskriptif, penting karena sampah padat
sampah B3 rumah tangga yang perkotaan akan berubah
paling mendominasi menjadi berbahaya bila
berdasarkan perhitungan berat dicampur dengan limbah
adalah golongan “beracun” berbahaya seperti perban,
dengan pesentase (35,74%) pewarna, baterai dan kotoran
selanjutnya golongan “mudah manusia. Sehingga jelas perlu
meledak/ terbakar” (29,15%), adanya penambahan satu
korosif (21,67%), menimbulkan karakteristik B3 rumah tangga
iritasi (13,40%) dan yang paling yaitu kategori “infeksius”.10
terakhir adalah infeksius dengan Penelitian yang dilakukan
persentase (0,04)%. Sampah oleh Delgado di Meksiko tahun
B3 rumah tangga dengan 2007 mengenai karakteristik
karakteristik “beracun” sampah B3 rumah tangga untuk
golongan B3 rumah tangga

772
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

“beracun” yang didominasi jenis kurang maka begitu pula


detergen untuk mencuci (bubuk dengan sikap dan perilaku
dan cair), pemutih, pelembut masyarakat dalam menangani
pakaian dan sabun. Jika sampah B3 rumah tangga.8
dikorelasikan dengan tigkat Pengetahuan sangat
pendapatan, penelitian Delgado penting terutama pengetahuan
menunjukkan hasil yang tentang sampah B3 rumah
berbeda dengan penelitian ini. tangga dalam menetukan
Pada penelitiannya, golongan pengelolaan sampah B3 rumah
tingkat pendapatan tinggi tangga yang akan dilakukan.
persentasenya lebih tinggi Hal tersebut dikarenakan agar
(30,9%), dibandingkan dengan kegiatan pengelolaan sampah
tingkat pendapatan menengah B3 rumah tangga dapat berjalan
(13,5%), maupun tingkat dengan maksimal, untuk itu
pendapatan rendah (18,6%). perlu ditunjang dengan
Pada penelitian ini juga pengetahuan tentang sampah
melaporkan persentase sampah B3 rumah tangga yang dimiliki
B3 rumah tangga untuk oleh masing-masing
karakteristik “infeksius” sebesar masyarakat. Selain itu
19,5% dari total timbulan B3 pengetahuan yang menunjang
rumah tangga yang ada. dapat memberikan perilaku
Penelitian yang dilakukan yang positif sehingga membantu
Delgado di daerah yang upaya penanggulangan
pedesaan yang didominasi masalah sampah B3 rumah
populasi dengan tingkat tangga langsung dari
pendapatan rendah, sumbernya. Pengetahuan
menunjukkan fakta bahwa merupakan hal yang didapat
keberadaan “popok” sekali pakai dari hasil tahu, untuk itu
lebih besar. Penggunaan diperlukan adanya penambahan
“popok” sekali pakai sudah informasi terkait sampah B3
bergeser dari produk/barang rumah tangga. Adanya edukasi
eksklusif menjadi kebutuhan dari instansi terkait tentang
dasar.9 sampah B3 rumah tangga
sangat diperlukan. Edukasi yang
C. Pengetahuan tentang Sampah diberikan selain membuat
B3 Rumah Tangga masyarakat tahu apa itu
Secara umum masyarakat sampah B3 rumah tangga dapat
sudah mengetahui bahwa diharapkan adanya kemauan
sampah umum (domestik) saja masyarakat untuk mengelola
dapat berdampak berbahaya sampah tersebut terutama dari
untuk lingkungan apalagi jika sumber.11
sampah dengan jenis B3 rumah
tangga. Pengetahuan D. Penyimpanan Sampah B3
merupakan hal yang penting Rumah Tangga
karena pengetahuan yang Masyarakat di Kelurahan
dimiliki seseorang secara tidak Sedangmulyo tidak ada yang
langsung dapat mengubah melakukan penyimpanan
persepsi sikap dan perilaku sampah B3 rumah tanggan
masyarakat. Jika pengetahuan dengan sesuai. 97 responden
sampah B3 rumah tangga masih (100%) belum melakuka

773
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

kegiatan penyimpanan sampah Melakukan pengelolaan sampah


B3 rumah tangga sesuai yang dengan baik memerlukan
diharapkan. Sesuai atau tidak perilaku yang didasari dengan
sesuai dalam penyimpanan pengetahuan yang baik pula. 11
sampah B3 rumah tangga dilihat Nursalam pada tahun 2001
dari perilaku responden dalam juga menjelaskan bahwa
melakukan penyimpanan semakin tinggi tingkat
sampah B3 rumah tangga yang pengetahuan seseorang maka
ada disumbernya. 97 responden semakin mudah pula menerima
atau seluruh responden belum informasi sehingga semakin
sesuai melakukan penyimpanan banyak pula pengetahuan yang
sampah B3 rumah tangga dimiliki. Pengetahuan tentang
dimana masyarakat masih sampah B3 rumah tangga
mencampur antara sampah merupakan yang penting atau
domestik dan sampah B3 rumah harus diutamakan untuk
tangga yang seharusnya meningkatkan kemauan
dilakukan pemilahan. Selain pengelolaan sampah B3 rumah
tidak melakukan pemilahan juga tangga. Kegiatan pengelolaan
belum melakukan pewadahan sampah B3 rumah tangga yang
sesuai karakteristik sampah B3 apabila dilaksanakan dapat
rumah tangga. mengurangi jumlah timbulan
Masih banyaknya sampah B3 rumah tangga yang
responden yang belum dapat dihasilkan. Pengetahuan
melakukan kegiatan tentang sampah B3 rumah
penyimpanan sampah B3 rumah tangga bisa diperoleh melalui
tangga dengan sesuai dapat di pendidikan, penyuluhan oleh
karenakan informasi atau instansi kesehatan, penyuluhan
pengetahuan tentang sampah kesehatan lingkungan atau
B3 rumah tangga yang instansi terkait setempat.12
diperoleh juga kurang.
Masyarakat akan berperilaku KESIMPULAN
atau bersikap sesuai dengann 1. Timbulan sampah B3 rumah
tingkat pengetahuan yang tangga yang dihasilkan di
dimiliki terutama tentang Kelurahan Sendangmulyo
sampah B3 rumah tangga. sebesar 0,099 kg/o/h atau
Seperti yang dijelaskan oleh 0,057l/o/bln, dengan tingkat
Depdikbud bahwa pengetahuan pendapatan tingkat pendapatan
adalah segala sesuatu yang tinggi 0,121 kg/o/h atau 0,066
diketahui seseorang. l/o/bln, sedang 0,077 kg/o/h atau
Sedangkan menurut 0,051 l/o/bln, dan rendah 0,071
Notoadmodjo pada tahun 1997 kg/o/h atau 0,048 l/o/bln.
pengetahuan merupakan hasil 2. Karakteristik timbulan sampah B3
dari tahu, dan terjadi karena rumah tangga yang dihasilkan di
penginderaan terhadap suatu Kelurahan Sendangmulyo adalah
objek dimana objek tersebut karakteristik mudah terbakar/
adalah sampah B3 rumah meledak sebesar 29,15%,
tangga dan tindakan yang karakteristik korosif 21,67%,
dilakukan adalah melakukan karakteristik beracun 35,74%,
pengolahan sampah B3 rumah karakteristik menimbulkan iritasi
tangga dengan sesuai.

774
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

13,40% dan karakteristik infeksius Tamalate Kota Makassar.


0,04%. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2014
3. Pengetahuan tentang sampah B3 6. Kecamatan Tembalang dalam
rumah tangga di Kelurahan Angka 2016.
Sendangmulyo masih kurang, https://semarangkota.bps.go.id/
dimana 57 dari 97 responden website/pdf_publikasi/Kecamata
atau 58,8% responden memiliki n-Tembalang-Dalam-Angka-
pengetahuan yang kurang 2016.pdf diakses pada 1 Maret
tentang sampah B3 rumah 2017
tangga. Sedangkan responden 7. Fikri, E., Purwanto, P., and
yang memiliki pengetahuan baik Sunoko, Henna R. Modelling of
adalah sebanyak 40 dari 97 total Household Hazardous Waste
responden atau 41,2%. (HHW) Management in
4. Masyarakat di Kelurahan Semarang City (Indonesia) by
Sedangmulyo belum melakukan Using Life Cycle Assessment
penyimpanan dengan sesuai, (LCA) Approach to Reduce
dimana 100% dari responden Greenhouse Gas (GHG)
belum melakukan pemilahan Emissions. Procedia
antara sampah B3 rumah tangga Enviromental Science.
dengan sampah domestik dan 2015;23:123-129
pewadahan sesuai 8. Ramdhani, T.A. Analisis
karakteristiknya Timbulan dan Komposisi
Sampah Rumah Tangga di
Kelurahan Mekar Jaya (Depok)
DAFTAR PUSTAKA Dihubungkan dengan Tingkat
1. Republik Indonesia. Peraturan Pendapatan-Pendidikan-
Pemerintah Republik Indonesia Pengetahuan-Sikap-Perilaku
Nomor 101 Tahun 2014 tentang Masyarakat. Jurnal Ilmu
Pengelolan Limbah Bahan Lingkungan. 2011.
Berbahaya dan Beracun. 9. Delgado O.B., Ojeda B.S., and
2. LaGrega. Hazardous Waste Marquez B.L. Comparative
Management. New York:Mc Graw Analysis of Hazardous
Hill Inc, 2001. Household Waste in Two
3. USEPA. Household Hazardous Mexican Regions. Journal
Waste Management: A Manual for Waste Management.
One-Day 2007;27:792-801.
Community Collection Programs. 10. Jin, J., Wang, Z., and Ran, S.
USA: EPA530-R-92-026, August Solid Waste Management in
1993. Macao: Practices and
4. Biaxan, Gu., Weimo, Zhu., Wang, Challenges. Journal Waste
H., Zhang, R., Liu, M., Chen, Y., Management. 2006;26:1045-
Wu, y., Yang, X., et al. Household 1051.
Hazardous Waste Quantification, 11. Notoadmodjo, S. Ilmu
Characterization and Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Management in China’s cities: A PT Rineka Cipta; 1997
case study of Sozhou. Jurnal 12. Nursalam, P.S. Pendekatan
Waste Management. 2014 Praktis Metode Riset. Jakarta:
5. Idil, M. Studi Pengelolaan CV Sagung Seto; 2001
Sampah B3 Rumah Tangga di
Kelurahan Mangasa Kecamatan

775
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-46

Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat B3 Hasil


Insinerasi di RSUD Dr Soetomo Surabaya
Vijay Egclesias Girsang dan Welly Herumurti
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: herumurti@enviro.its.ac.id

Abstrak—Pengelolaan limbah medis di RSUD Dr. Soetomo per tahun, 86% berupa limbah domestik dan 14% adalah
belum memenuhi peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu limbah B3 [4]. Sementara itu, di Indonesia menyebutkan
diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi jumlah timbulan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang
dan karakteristik limbah padat B3, penyimpanan sementara
ada, yang memiliki insinerator baru 49% [5]. Padahal
dan mengevaluasi proses insinerasi. Timbulan limbah dijadikan
acuan dalam mengevaluasi proses insinerasi. Abu insinerasi menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 setiap
diteliti kandungan parameter logamnya dengan metode AAS orang / usaha yang menghasilkan limbah B3 harus mengelola
kemudian dilakukan pengujian TCLP dengan solidifikasi-curing limbahnya mulai dari sumber penghasil hingga
14 dan 28 hari. Rata-rata timbulan limbah medis dari RSUD Dr pemusnahannya.
Soetomo sebesar 1285 kg/hari. Limbah tersebut dimusnahkan Insinerator merupakan teknologi pengolahan limbah medis
dengan menggunakan insinerator sebanyak 3 unit ( 1 sebagai
yang dapat memusnahkan komponen berbahaya. Volume
cadangan). Pada pengujian kandungan parameter logam abu
insinerator didapatkan bahwa parameter logam Pb dan Zn limbah yang dapat direduksi 5 – 15% berupa abu selainnya
melebihi baku mutu, masing-masing kadarnya 5209,38 ppm dan menghasilkan energi. Hal tersebut dapat diperoleh secara
6355,31 ppm. Hasil penelitian tersebut menempatkan abu bersamaan apabila suhu pembakaran 12000C, sehingga
insinerator RSUD Dr Soetomo ditimbun di secure landfill insinerasi dianggap sebagai salah satu cara mengolah limbah
kategori I. Selanjutnya dari hasil uji TCLP didapatkan bahwa yang ideal [3]. Pemusnahan limbah medis disesuaikan
abu insinerator memenuhi baku mutu TCLP sehingga dapat dengan kapasitas tungku pembakaran serta kemampuan
ditimbun di secure landfill kategori I. insinerator dalam mereduksi limbah medis.
Insinerator limbah padat domestik rumah sakit dan limbah
Kata Kunci—Curing, insinerator, limbah medis, solidifikasi, medis dapat beroperasi melalui sistem manajemen yang
TCLP.
terintegrasi. Insinerator tersebut dapat mereduksi massa
sebesar 70% dan mereduksi volume sebesar 90%. Untuk
I. PENDAHULUAN limbah medis infeksius, proses insinerasi yang pokok
dilakukan adalah destruksi organisme infeksius yang berada
pada limbah tersebut. Adapun operasi tambahan dalam
S URVEI menyatakan bahwa masih banyak rumah sakit
yang kurang memberikan perhatian serius terhadap melalukan insinerasi adalah meminimalisasi kandungan
organik dan mengontrol emisi pembakaran [6].
pengelolaan limbahnya, khususnya limbah Bahan Berbahaya
Limbah padat B3 tidak diperbolehkan membuang langsung
dan Beracun (B3) [1]. Tujuan dari pengolahan limbah B3
adalah menurunkan kadar kontaminan yang terdapat dalam ke tempat pembuangan akhir limbah domestik dan harus
limbah, sehingga kualitas limbah mendekati tingkat melalui proses pengolahan. Cara dan teknologi atau
kelayakan untuk dibuang ke lingkungan. Hal ini penting pemusnahan limbah padat B3 sesuai dengan kemampuan
dilakukan sebelum pengelolaan limbah adalah mereduksi rumah sakit dan jenis limbah padat B3 yang ada, dengan
volume limbah agar biaya pengolahan dapat ditekan [2]. pembakaran menggunakan insinerator [7]. Sistem
Insinerator merupakan teknologi pengolahan limbah pengolahan yang disarankan yaitu dengan menggunakan
medis yang dapat memusnahkan komponen berbahaya. insinerator yang sudah ada akan tetapi perlu adanya
Volume limbah yang dapat direduksi 5 – 15% berupa abu modifikasi terhadap suhu insinerator menjadi 12000C. Pada
selainnya menghasilkan energi. Hal tersebut dapat diperoleh suhu tersebut dapat memusnahkan semua limbah padat B3
secara bersamaan apabila suhu pembakaran 12000C, sehingga yang ada di RSUD
insinerasi dianggap sebagai salah satu cara mengolah limbah
yang ideal [3]. Pemusnahan limbah medis disesuaikan II. METODE PENELITIAN
dengan kapasitas tungku pembakaran serta kemampuan
insinerator dalam mereduksi limbah medis. A. Sumber Data
Survei terhadap sebuah rumah sakit di Kroasia Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data
mendapatkan kenyataan bahwa dari 10.064 ton limbah padat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-47

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui satu bak plastik (ember). Benda uji diletakkan di atas kasa
survei di RSUD Dr Soetomo. Sasaran dari data primer adalah yang dibawahnya adalah air yang terisi setengah penuh.
jumlah timbulan limbah yang dibakar di insinerator, Setelah itu bak tersebut ditutup dan diikat dengan tali rafia
kapasitas pembakaran insinerator per satuan waktu, evaluasi untuk mencegah kontak langsung dengan udara luar sehingga
kondisi tempat pewadahan dan TPS dan kondisi insinerator. kelembaban tetap terjaga.
Data sejunder diperoleh dari Instansi Sanitasi Lingkungan
E. Pengujian Benda Uji S/S dengan TCCLP
RSUD Dr Soetomo. Sasaran dari data sekunder adalah
jumlah limbah medis yang dihasilkan per satuan waktu dan Uji TCLP dilakukan pada benda yang telah disolidifikasi
spesifikasi insinerator. untuk mengetahui pencemar dalam suatu limbah untuk
penentuan karakteristik sifat racun. Hasil uji kemudian
B. Evaluasi Kondisi Eksisting dicocokkan dengan baku mutu. Dalam hal ini parameter
Evaluasi kondisi ini adalah proses perbandingan perlakuan logam yang diteliti adalah Mercury (Hg), Plumbun (Pb),
di lapangan dengan peraturan yang ada dalam studi literatur Cadmium (Cd), Chrom (Cr), Cooper (Co) dan Zinc (Zn).
yang ada. Dalam hal ini meliputi hal-hal berikut: Sebelum dilakukan pembuatan sampel, dilakukan
1. Jenis Limbah Padat B3 yang dimusnahkan preliminary evaluation untuk mengetahui kadar pH dari
2. Insinerasi limbah padat B3 per hari sampel. Sampel yang diuji berada pada kisaran pH basa ( pH
3. Residu pembakaran = 8,2) sehingga larutan ekstraksi yang digunakan adalah
4. Temperatur pembakaran cairan ekstraksi 2. Pembuatan sampel yang dilakukan 12,5
5. Kontinuitas insinerasi gram ( 20 x berat padatan) dan ditambahkan aquades 250 ml.
Selanjutnya dilakukan pengkondisian pH ( pH > 2,88) dengan
C. Pembuatan Benda Uji Solidifikasi
menambahkan larutan CH3 COOH.
Pembuatan benda uji solidifikasi dengan komposisi yang Pada proses rotasi-agitasi, sampel ke dalam botol plastik
telah ditentukan. Pada penelitian ini digunakan abu berbahan Polyethylene. Selanjutnya dilakukan proses rotasi
insinerator RSUD Dr Soetomo sebagai bahan campuran dan agitasi dengan menggunakan alat rotation agitator.
semen. Dengan variasi perbandingan komposisi semen:abu Prinsip alat ini adalah dengan menghasilkan suatu putaran
sebesar 75:25, 50:50, 25:75 dari total berat kering campuran dengan arah vertikal. Proses rotasi-agitasi ini dilakukan
semen dan abu. dengan kecepatan putaran mesin pada alat rotation agitation
Proses pembuatan benda uji berdasarkan SNI 03-2834- sebesar 30 rpm ± 12 jam. Rotation agitator ini dapat dillihat
2000 yaitu tata cara pembuatan campuran beton normal, pada Gambar 1.
dimana perbandingan pembuatannya 1:2 {Air : (Semen + Setelah itu dilakukan filtrasi sampel untuk untuk
Abu)} dengan kuat tekanan 35 MPa atau 350 kg/cm2. Benda memisahkan filtrat dan suspensi sampel dengan
uji dan benda kontrol yang akan digunakan pada penelitian menggunakan vacuum filter. Cairan (filtrat) hasil
kali ini, dicetak dalam bentuk silinder berdiameter 5 cm dan penyaringan yang diperoleh inilah yang disebut dengan
tinggi 5 cm. Masing-masing sampel dibuat sebanyak 3 buah TCLP extract. TCLP extract ini kemudian diperiksa
berdasarkan perbandingan semen dan abu. konsentrasi Mercury, Plumbun, Cadmium, Chroom, Cooper,
Adonan yang telah jadi, dimasukkan kedalam cetakan. Zinc. Hasil penyaringan tersebut dianalisis dengan
Cetakan diletakkan diatas plastik (atau bahan yang tidak menggunakan AAS. AAS adalah salah satu metode yang
menyerap air). Sebelumnya cetakan dilumuri dengan minyak dapat digunakan untuk mengukur kandungan logam berat
terlebih dahulu agar mempermudah keluarnya benda uji yang suatu sampel larutan.
telah kering. Setelah adonan penuh, benda uji ditekan hingga
diperoleh kepadatan optimal. Benda uji kemudian dibiarkan
didalam cetakan selama 2 jam kemudian dikeluarkan pelan- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
pelan. Selanjutnya benda uji tersebut di curing selama 14 hari
A. Timbulan Limbah Medis di RSUD Dr Soetomo
dan 28 hari.
Timbulan limbah medis dihasilkan di tiap unit atau ruang
D. Proses Curing Padatan pelayanan kesehatan di RSUD Dr Soetomo. Timbulan limbah
Proses curing adalah suatu proses dimana kondisi diatur medis itu bersumber dari aktivitas pelayanan kesehatan yang
sedemikian rupa sehingga proses hidrasi dapat berjalan dilakukan kepada pasien berupa kegiatan perlindungan
maksimum dengan menjaga kelembaban. Proses curing atau kesehatan, perawatan medis dan penelitian ilmiah. Semua
perawatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses residu tersebut harus ditangani dengan baik agar tidak terjadi
moist curing yang dilakukan selama 14 hari dan 28 hari. infeksi silang. RSUD Dr Soetomo melakukan penimbangan
Proses moist curing 28 hari mengacu pada SNI 03-2834-2000 limbah medis yang dihasilkan setiap hari dan bulan, dimana
sedangkan moist curing 14 hari sebagai pembanding. timbulan limbah medis berfluktuasi. Berikut adalah fluktuasi
Teknik proses moist curing yang dilakukan di dalam total limbah medis per bulan tahun 2012 di RSUD Dr.
penelitian ini adalah dengan mengisi air setengah penuh pada Soetomo (lihat Gambar 2).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-48

disediakan di tiap poli / ruang di RSUD Dr Soetomo telah


sesuai Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 yaitu mengenai
pewadahan dan pelabelan. Akan tetapi hal itu semua
tergantung kepada tenaga medis dalam membuang limbah.
2. Pengumpulan dan Penyimpanan
RSUD Dr. Soetomo memiliki 2 unit TPS, masing-masing
TPS memiliki fungsi penyimpanan yang berbeda, masing-
masing sebagai penyimpanan sementara limbah infeksius dan
limbah B3. TPS limbah infeksius berada berdekatan dengan
insinerator agar memudahkan proses pembakaran di insinerator.
Gambar. 1. Sampel yang di rotasi agitasi. Luas TPS limbah infeksius adalah 5 m x 1,5 m. TPS limbah
infeksius tersebut kurang memadai dalam menyimpan sementara
limbah infeksius sehingga banyak limbah yang dikumpulkan di
depan insinerator sedangkan TPS tersebut diperuntukkan sebagai
penyimpanan sementara botol infus. TPS limbah B3 berada 100
m sebelah barat insinerator. Luas TPS limbah B3 tersebut adalah
4 m x 3 m. jenis limbah yang disimpan adalah limbah abu,
limbah radiologi developer, fixer, farmasi, lampu bekas, dan oli
bekas.
3. Pengolahan
Sistem pengolahan limbah medis di RSUD Dr Soetomo
adalah menggunakan insinerator atau sistem pembakaran.
Pembakaran dilakukan setiap hari. Adapun jam operasi
pembakaran dari pukul 07.00 – 15.00. Satu kali pembakaran
membutuhkan waktu ±2 jam. Lamanya waktu pembakaran
juga dipengaruhi oleh jenis limbah yang dibakar. Dalam
Gambar. 2. Grafik fluktuasi limbah medis perbulan tahun 2012 di RSUD Dr
Soetomo. sehari, insinerator-insinerator di RSUD Dr Soetomo dapat
membakar limbah medis sebanyak 4 kali. Rata-rata suhu
Berdasarkan Gambar 2, didapatkan bahwa rata-rata pembakaran yang berlangsung adalah 900˚C, padahal
timbulan limbah medis di RSUD Dr. Soetomo sebesar menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 pemusnahan
38563,3 kg/bulan. Tampak fluktuasi limbah medis tiap limbah padat infeksius dan farmasi dengan insinerator
bulannya dengan timbulan yang terbesar terdapat pada bulan menggunakan suhu >1000˚C.
Juli dan terkecil pada bulan September. Fluktuasi timbulan 4. Pengangkutan
limbah dipengaruhi oleh jumlah pasien. Dari penelitian RSUD Dr Soetomo melakukan kerja sama dengan pihak
sebelumnya rata-rata timbulan limbah medis 6,4 g/pasien.hari ketiga dalam proses pengangkutan limbah hasil insinerasi (abu).
[8]. Semakin besar jumlah pasien, maka semakin tinggi Abu hasil insinerasi dimasukkan dan dikemas ke dalam drum
jumlah timbulan limbah yang dihasilkan. yang berukuran tinggi 80 cm dan diameter 60 cm (bervolume
Volume limbah medis didapatkan dari hasil perbandingan 0,23 m3). Apabila telah terisi 90 %, dilakukan pengecoran
antara berat total limbah medis dengan densitasnya. Densitas dengan tebal 10 cm. Alasan pengecoran ini adalah mencegah
didapatkan dari range densitas limbah medis infeksius tajam agar abu hasil insinerasi tidak tumpah / tercecer saat diangkut
dan infeksius non tajam yaitu 150 kg/m3 [9]. Berdasarkan oleh pihak ketiga. Biasanya pihak ketiga mengangkut drum berisi
rata-rata timbulan yang dihasilkan di RSUD Dr Soetomo abu pembakaran tersebut setiap bulan
sebesar 38563,3 kg/bulan, maka rata-rata timbulan per bulan
C. Kondisi Eksisting Insinerator RSUD Dr Soetomo
adalah 38563,3 kg/ 30 hari = 1285 kg/hari, diperoleh volume
limbah medis sebesar 8567 l/hari atau 8,567 m3/hari. Nilai RSUD Dr. Soetomo memiliki 3 unit insinerator dengan
tersebut tidak jauh berbeda dari penelitian sebelumnya yang dengan masing-masing type adalah Rotary Klin (Insinerator
memperoleh volume limbah medis di RSUD Dr Soetomo I), Hoval Multizon CV (Insinerator II) dan CMC type IR-2
sebesar 8961,19 l/hari atau 8,961 m3/hari [10] (Insinerator III). Masing-masing insinerator dalam keadaan
baik, akan tetapi insinerator I jarang dipergunakan karena
B. Pengelolaan Limbah Medis di RSUD Dr Soetomo kapasitas pembakarannya yang lebih kecil dan hanya
1. Pewadahan dipergunakan bila timbulan limbah medis menumpuk.
Semua limbah yang diangkut ke insinerator telah sesuai Volume ruang pembakaran CMC type IR-2 adalah 2 m3
dengan pemilahan limbahnya, dimana hanya sedikit limbah sedangkan volume ruang pembakaran Hoval Multizon CV
tercampur antara limbah medis dan non medis (tidak 100% adalah 0,9 m3
terpilah dengan baik). Hal ini dikarenakan wadah yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-49

limbah medis ± 4 kali sehari. Limbah medis yang dibakar


tiap sekali membakar adalah ± 200 kg atau 2 troli besar. Jadi
beban pembakaran insinerator CMC type IR-2 adalah ± 800
kg/hari atau ± 5,333 m3/hari. Kondisi eksisting insinerator
CMC disebutkan bahwa volume ruang pembakarannya
adalah 2 m3. Ditinjau dari limbah yang dibakar dalam sekali
membakar adalah 200 kg atau 1,33 m3, jadi limbah yang
dimasukkan tidak melebihi kapasitas ruang pembakaran
karena limbah yang telah terbakar akan menyusut dan
menjadi abu. Diasumsikan 20% menjadi abu, maka dalam
sekali membakar diperoleh abu ± 160 kg/hari.
Insinerator type hoval multizon CV membakar limbah
medis ± 4 kali sehari. Limbah medis yang dibakar tiap sekali
membakar adalah ± 100 kg atau 1 troli besar. Jadi beban
pembakaran insinerator hoval multizon CV adalah ± 400
kg/hari atau ± 2,67 m3/hari. Kondisi eksisting insinerator
Gambar. 3. Insinerator CMC type IR-2 di RSUD Dr Soetomo. hoval multizon CV disebutkan bahwa volume ruang
pembakarannya adalah 0,9 m3. Ditinjau dari limbah yang
Tabel 1.
Hasil pengujian kadar logam abu insinerator dibakar dalam sekali membakar adalah 100 kg atau 0,67 m3,
Total Kadar jadi limbah yang dimasukkan tidak melebihi kapasitas ruang
Maksimum (mg/kg pembakaran karena limbah yang telah terbakar akan
No Parameter Satuan Hasil Uji berat kering)
Kolom A Kolom B
menyusut dan menjadi abu. Diasumsikan 20% menjadi abu,
Tdk maka dalam sekali membakar diperoleh abu ± 80 kg/hari.
1 Hg ppm 20 2
terdeteksi Setelah dilakukan analisis perhitungan, jumlah limbah
2 Pb ppm 5209.38 3000 300 yang dibakar dalam sehari disimpulkan bahwa jumlah
3 Cd ppm 4.11 50 5 timbulan limbah yang dihasilkan per hari yaitu 1285 kg/hari
4 Cr ppm 1378.92 2500 250 melebihi jumlah limbah limbah yang dibakar setiap harinya
5 Cu ppm 267.71 1000 100 oleh 2 buah insinerator yaitu ± 1200 kg/hari. Oleh karena itu,
8 Zn ppm 6355.31 5000 500 untuk mengantisipasi timbulan limbah yang lebih besar dari
1200 kg/hari, pihak RSUD Dr Soetomo mengoperasikan
Tabel 2. insinerator yang satunya.
Hasil pengujian TCLP limbah medis curing 14 hari
E. Hasil Pengujian Kadar Logam Abu Insinerator
No Parameter Satuan Hasil uji Baku Mutu
Pengujian kadar logam abu insinerator dilakukan (Hg, Pb,
1 Hg mg/l - 0.2 Cd, Cr, Co,dan Zn) untuk mengetahui kadar logam yang
2 Pb mg/l 0.0231 5 dalam abu tersebut. Pengujian kadar logam abu insinerator
3 Cd mg/l 0.0030 1 ini dilakukan tanpa melalui proses pengolahan (solidifikasi).
4 Cr mg/l 0.3505 5 Hasil uji tersebut dibandingkan dengan total kadar
5 Cu mg/l 0.0186 10 maksimum limbah B3 untuk menentukan kategori landfill
6 Zn mg/l 0.0078 50 berdasarkan Kep Bapedal No. 4 tahun 1995. Berdasarkan
Tabel 5.14 bahwa parameter Plumbun (Pb) dan Zinc (Zn)
Tabel 3. melebihi nilai pada kolom A, sehingga kategori landfill yang
Hasil pengujian TCLP limbah medis curing 28 hari
sesuai untuk limbah medis RSUD Dr Soetomo adalah landfill
No Parameter Satuan Hasil uji Baku Mutu kategori I.
1 Hg mg/l - 0.2 F. Hasil Pengujian TCLP
2 Pb mg/l 0.0509 5 Pengujian TCLP dilakukan dengan melakukan serangkaian
3 Cd mg/l 0.0138 1 prosedur yaitu solidifikasi, curing dan rotasi-agitasi. Uji
4 Cr mg/l 0.3325 5 TCLP ini dilakukan karena hasil pengujian kadar logam abu
5 Cu mg/l 0.0169 10 insinerator (Tabel 1) tidak memenuhi baku mutu apabila
6 Zn mg/l 0.0961 50 dilakukan penimbunan langsung ke secure landfill,
sehinggga perlu dilakukan pengolahan.
Berdasarkan Kep Bapedal No. 4 Tahun 1995, limbah B3
D. Proses Insinerasi di RSUD Dr Soetomo
harus telah memenuhi baku mutu uji TCLP sebelum ditimbun
Dalam sehari insinerator CMC type IR-2 membakar di secure landfill. Abu insinerator termasuk ke dalam limbah
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-50

B3 yang disarankan ditimbun di secure landfil karena abu


insinerator mengandung bahan-bahan pencemar yang
berbahaya bagi lingkungan termasuk parameter-parameter
logam.
Pengujian TCLP dilakukan dengan menggunakan benda
uji yang dicuring selama 14 hari dan 28 hari untuk
membandingkan hasil uji dari tiap paramater logam.
Pembandingan itu dilakukan untuk mengetahui curing yang
terbaik dalam proses pengolahan abu insinerator.
Dari kedua Tabel tersebut bahwa hasil uji untuk masing-
masing parameter logam tidak berbeda jauh, sehingga dalam
penanganan abu insinerator yang efisien dapat dilakukan
dengan melakukan solidifikasi curing 28 hari.
Gambar . 4. Desain denah TPS RSUD Dr Soetomo.
G. Desain TPS Limbah Infeksius dan Abu Insinerasi
RSUD Dr Soetomo telah memiliki 2 unit TPS yaitu TPS IV. KESIMPULAN
limbah infeksius dan TPS limbah B3, akan tetapi penggunaan
Rata-rata timbulan limbah medis di RSUD Dr Soetomo
TPS tersebut belum optimal terutama padaTPS limbah
38563,3 kg/bulan atau 1285 kg/hari. Limbah tersebut
infeksius. Pada kenyataannya, TPS limbah infeksius hanya
diinsinerasi dengan menggunakan 2 unit insinerator (1
menyimpan limbah berupa botol infus saja sedangkan limbah
sebagai cadangan).Untuk proses penimbunan akhirnya, abu
infeksius dikumpulkan di depan insinerator. Untuk
insinerator ditimbun di Secure Landfill kategori I sesuai Kep
menangani hal tersebut perlu adanya sebuah unit TPS yang
Bapedal No. 4 Tahun 1994. Sebelum ditimbun, abu insinerasi
cukup luas dan memenuhi syarat menurut Kep Bapedal No 1
disolidifikasi dan dicuring selama 28 hari.
Tahun 1995 untuk menyimpan limbah medis di RSUD Dr
Soetomo, dimana rata-rata volume limbah medis adalah
8,567 m3. DAFTAR PUSTAKA
TPS yang dirancang memiliki 2 ruang dan TPS ini [1] Departemen Lingkungan Hidup RI, “Keputusan Menteri Negara
Lingkungan RI No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
berukuran 10 m x 6 m. Ruang I menyimpan limbah infeksius
Rumah Sakit”. Departemen Lingkungan Hidup RI, (1995).
tajam, limbah infeksius non tajam, limbah farmasi dan botol [2] Wentz, C.A, “Hazardous Waste Management”. Mc Graw-Hill Inc, (1995).
infus sedangkan ruang II menyimpan limbah berupa abu [3] Reindhart, P.A and Gordon, “Infectious and Medical Waste Management.
Lewis Publisher Inc, (1995).
insinerasi. Pada ruang I, antara limbah infeksius tajam/non [4] Marinkovic, N., Vitale, K., Holcer, N.J., Dzakula, A., Pavic, T. 2007, “
tajam dengan limbah farmasi dan botol infus dipisahkan Management of hazardous medical waste in Croatia”. Waste Management
dengan sekat dinding. Adapun tata cara penyimpanan limbah 28 (2008) 1049 – 1056.
[5] Djaja.I.M dan Dwi Maniksulistya, “ Gambaran Pengelolaan Limbah Cair
medis ini mengacu pada Kep Bapedal No 1 Tahun 1995 Di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006”. Makara Kesehatan, VOL.
dimana jarak tumpukan kemasan limbah terluar terhadap 10, NO. 2, (Dec 2006): 60-63
atap dan dinding bangunan tidak boleh kurang dari 1 meter. [6] Ibanez, R., Andres, R., Viguri, J.R., Ortiz, I., Irabien, J.A,
“Characterisation and Management of Incinerator Waste”. Journal
TPS ini dapat dibangun di lahan depan area insinerator Hazardous Material A79(2000) 215-227.
dimana penggunaan lahan tersebut telah menjadi areal [7] Direktorat Jendral PPM dan PL Departemen Kesehatan RI,
“Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
parkir. Adanya TPS yang baik dan sesuai dengan peraturan di Nomor1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
sekitar lokasi insinrator akan memudahkan petugas sanitasi Lingkungan Rumah Sakit”. Departemen Kesehatan RI, (2004)
dalam mengelola limbah medis. [8] Pertiwi, Rizka Firdausi, “ Pola Penyebaran Limbah Padat B3 dari Fasilitas
Kesehatan d Surabaya Selatan”. Jurusan Teknik Lingkungan ITS.
Surabaya, (2012).
[9] Diaz, L.F., Eggerth, L.L., Enkhtsetseg, S.H., dan Savage, G.M,
“Characteristics of Healthcare Wastes”. Waste Management, (2008)
28:1219-1226.
[10] Perdana, Palupi Mutiara, “Kajian Pengelolaan Limbah Padat B3 di Rumah
Sakit Dr Soetomo Surabaya”. Jurusan /Teknik Lingkungan ITS.
Surabaya, (2011)
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 HASIL DARI


KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA
STUDY OF B3 WASTE MANAGEMENT RESULTS FROM
COAL MINING ACTIVITIES
E. Oktarinasari, M.Yusuf2, T. Arief3
1-3
Jurusan TekniksPertambangan, FakultassTeknik, UniversitassSriwijaya
Jl.sRayasPalembang-PrabumulihsKm.32sInderalayasSumaterasSelatan,sIndonesia
e-mail: *1evaoktarinasari@gmail.com, 2maulanaysf@yahoo.co.id,3taufik_arief09@yahoo.co.id

ABSTRAK

Batubara saat ini sumber energi yang cukup melimpah khususnya di Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan
batubara yang cukup besar di Indonesia. Kegiatan pertambangan telah banyak dilaksanakan oleh kabupaten seperti di Kabupaten Lahat.
Banyak aktivitas pertambangan batubara yang telah dilaksanakan sehingga semakin banyak juga produksi Limbah (B3) yang dihasilkan.
Limbah ini dalam pengelolaannya ada yang telah dilaksanakan dengan baik dan ada yang tidak. Sehingga dalam penanganan dampak
limbah ini diperlukan langkah yang tepat agar dapat meminimalisir terhadap lingkungan. Oleh karena itu, dalam hal ini akan dikaji
pengelolaannya di PT.X. Penelitian ini terdiri dari penelitian kualitatif dan kuantitatif yang berbasis pada data sekunder. Pengelolaan
limbahnya terdiri dari identifikasi sumber limbah, tempat penyimpanan dan pengumpulan sementara, pengangkutan limbah dan
pengurangan timbulan B3 yang sesuai dengan peraturan Pemerintah. Selanjutnya untuk pengolahan, pemanfaatan, penimbunan limbah
dilakukan oleh pihak ketiga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada perusahaan tersebut, pengelolaan limbah B3 telah dilakukan
dengan cukup baik. Akan tetapi, harus dilakukan pemantauan oleh pihak DLH terhadap perusahaan.

Kata kunci: Batubara, Limbah B3, Pengelolaan Limbah B3

ABSTRACT

Coal is currently an abundant source of energy, especially in South Sumatra. The province of South Sumatra produces quite large coal
in Indonesia. Mining activities have been carried out by many districts such as Lahat district. Many coal mining activities have been
carried out so that more waste production (B3) is also produced. This waste has been implemented in its management properly and
some is not. So that in handling the impact of this waste is needed the right steps in order to minimize the environment. Therefore, the
management will be reviewed in PT.X. This research consists of qualitative and quantitative research based on secondary data. Waste
management consists of identifying the source of waste, temporary storage and collection, transporting waste and reducing the
generation with Government regulations. Furthermore, the processing, utilization, and backfilling of waste is carried out by third party.
So it can be concluded that at the company, B3 waste management has been done quite well. However, DLH must monitor the company.

Keywords: Coal, B3 waste, B3 waste management

PENDAHULUAN Indonesia adalah Sumatera Selatan. Kegiatan


pertambangan batubara telah banyak dilaksanakan di
Negara Indonesia memiliki kekayaan yang sangat beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Lahat.
melimpah. Salah satu kekayaan dan kebutuhan Beberapa perusahaan di Lahat telah melakukan
penggunaannya sampai saat ini masih cukup banyak kegiatan tersebut mulai dari yang tahap penyelidikan
dibutuhkan yaitu batubara. Batubara adalah kumpulan umum sampai pemasaran.
dari zat kimia organik yang terdiri dari karbon,
oksigen, hidrogen [1]. Salah satu provinsi penghasil Pembangunan yang berkelanjutan dalam aktivitas
sumber energi batubara yang cukup melimpah di pertambangan terdiri dari tiga hal utama yaitu :
52
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

a.Teknis dan ekonomi, yang memastikan apabila industri pertambangan yang mengelola limbah
pertumbuhan ekonomi B3 telah memperoleh izin dari pemerintah.[10]
b.Ekologi, yang menjamin perlindungan sumber daya
alam dan lingkungan Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu :
c.Sosial, yang berarti memperhatikan pengembangan 1. Mengetahui identifikasi limbah B3 yang dihasilkan
karyawan di tempat kerja atau pengembangan dari aktivitas pertambangan batubara.
masyarakat di daerah pertambangan [2] 2. Mengetahui bagaimana cara penyimpanan
sementara dan pengumpulan limbah B3 hasil
Saat ini banyak aktivitas pertambangan batubara yang kegiatan pertambangan batubara di Kabupaten
telah dilaksanakan sehingga semakin banyak produksi Lahat.
Limbah (B3) yang dihasilkan. Menurut (PP) RI Nomor 3. Mengetahui pengangkutan limbah B3 hasil kegiatan
101 Tahun 2014 adalah sisa suatu usaha dan/atau pertambangan batubara.
kegiatan dimana sisa yang dihasilkan tersebut termasuk 4. Mengetahui pengurangan timbulan terhadap limbah
bahan berbahaya dan beracun baik dari sifat-sifat B3 dari aktivitas pertambangan batubara.
fisika, kimia, konsentrasi, jumlahnya, dimana
akibatnya dapat berbahaya bagi lingkungan sekitar.[3] METODE PENELITIAN

Sumber penghasil limbah B3 dapat berasal dari Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan
laboratorium, industri pertambangan, rumah tangga, khususnya Kabupaten Lahat (Gambar 1) dengan
transportasi, dan proses alam. Berdasarkan sumbernya mengambil beberapa data sekunder, baik dari Dinas
terdiri dari sumber tidak spesifik dan tidak spesifik Lingkungan Hidup (DLH) maupun perusahaan
serta yang tidak memenuhi spesifikasi produk dan tambang di Lahat dengan studi kasus PT.X. Kegiatan
bahan yang telah kedaluwarsa.[4] ini dilakukan pada 10 Oktober 2019 sampai 16 Oktober
2019.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah diatas, kegiatan
pengelolaan yang dimaksud meliputi:(1) Penyimpanan;
(2) Pengumpulan; (3) Pengangkutan; (4) Pemanfaatan;
(5) Pengolahan; dan (6) Penimbunan.[5] Kegiatan
pemanfaatan limbah dari pertambangan tersebut adalah
salah satu upaya untuk mencapai tujuan pengelolaan
tambang berkelanjutan.[6]

Kegiatan dalam pengelolaannya harus diperhatikan


baik pengaturan operasi kegiatan, substitusi bahan,
teknologi bersih yang digunakan, pengolahan bahan
serta diupayakannya reduksi pada sumber. Apabila
limbah yang dihasilkan masih dapat dimanfaatkan
maka dapat dilakukan metode untuk mendukung hal
pemanfaatan tersebut.[7] Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Lahat
Kontrol yang ketat dalam proses penanganan,
transportasi, pengolahan dan pembuangan sangat
Penelitian ini dilaksanakan secara kualitatif dan
dibutuhkan. Sistem yang dilakukan untuk mengelola kuantitatif yang berbasis data sekunder. Adapun
limbah termasuk dari pengumpulan sampai
tahapan penelitiannya meliputi :
pengangkutan serta tempat pengolahan atau 1. Studi Literatur
pembuangan akhir [8]. Pengawasan pengelolaan
Berdasarkan topik penelitian yang diambil, diperlukan
limbah B3 juga memerlukan sarana dan prasarana yang pemahaman sehingga dibutuhkan sumber bacaan yang
memadai. Jumlah pengawas yang cukup juga belum
meliputi:
menjamin fungsi pengawasan bisa berjalan optimal.[9]  Jurnal limbah B3
Pengawasan menjadi makin sulit dilakukan karena  Peraturan Undang-Undang terbaru mengenai B3
masyarakat juga memiliki pengetahuan yang minim  Teori dan kajian peraturan dalam limbah B3
terkait dengan limbah B3. Masyarakat belum mampu menurut pemerintah
mengenali penampakan limbah B3 dan dampak  Serta buku-buku dan literatur yang relevan
negatifnya. Pengawasan bisa berjalan dengan baik

53
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

2. Observasi dan Pengambilan data HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengambilan data dilakukan pada instansi pemerintah.
Adapun data-data yang diambil meliputi : 1. Kegiatan Penambangan di PT. X
 Peta administrasi Kabupaten Lahat Adapun kegiatan penambangan di perusahaan ini
 Gambaran industri pertambangan batubara Kab. meliputi :
Lahat a. Land Clearing
Merupakan kegiatan pembersihan lokasi yang akan
 Pertambangan batubara di kabupaten lahat (data
tambang maupun lokasi yang ditimbun dari pohon-
pemegang IUP batubara) pohon/tumbuhan atau semak belukar dengan
 Sumber/identifikasi limbah B3 menggunakan alat berat bulldozer ataupun excavator.
 Penyimpanan dan Pengumpulan Pohon-pohon yang telah dilakukan penebangan oleh
 Pengangkutan perusahaan diserahkan masyarakat atau pemilik lahan
 Pengurangan timbulan sebelumnya.
b. Pengambilan dan Penimbunan Tanah Pucuk
Setelah dilakukan land clearing pada lahan yang
3. Pengolahan data
ditambang atau lahan yang akan ditimbun, maka
Hasil yang telah didapatkan akan diolah dan dianalisis dilakukan pengambilan tanah pucuk pada lokasi
serta dibandingkan secara garis besar pada masing- tersebut. Pengambilan tanah pucuk dengan excavator
masing perusahaan pertambangan batubara di dan dimuat ke dump truck untuk kemudian diangkut ke
Kabupaten Lahat. Pengelolaan ini juga dapat dilakukan disposal.
di beberapa daerah lainnya yang memiliki perusahaan c. Pengupasan Tanah Penutup Batubara
yang bergerak dalam kegiatan pertambangan batubara Pengupasan tanah penutup (overburden) menggunakan
bulldozer sebagai alat bantu ripping dan spreading, dan
di Provinsi Sumatera Selatan. Adapun dapat dilihat
excavator (blue clay, batu pasir), dan penggalian dan
dibawah ini secara umum rencana alir tahapan pemuatan tanah penutup menggunakan excavator.
penelitian ( Gambar 2). Selanjutnya tanah penutup tersebut diangkut dengan
menggunakan dump truck dan articulated dump truck
ke disposal.
d. Penimbunan Tanah Penutup Batubara
Tanah penutup batubara berupa batuan keras seperti
sand stone, stone pack, dan blue clay sebagian besar
diangkut dan ditempatkan area dumping dan sebagian
kecil digunakan untuk penimbunan jalan. Sementara
tanah penutup berupa batu lempung, batu lanau, batu
peak diangkut ke lokasi penimbunan yang telah
disediakan pada daerah lembah yang tidak
mengandung batubara yang berjarak +1 s/d 2 km dari
daerah galian ke sisi utara dan selatan.
e. Penghamparan dan Pemadatan Tanah Penutup
Penghamparan dan pemadatan tanah penutup akan
dilakukan secara lapis perlapis dengan ketebalan
perlapis rata-rata 1 meter dan dipadatkan secara
berulang-ulang oleh bulldozer dan compactor, dibentuk
jenjang dengan dimensi tinggi jenjang maksimal 10
meter, lebar jenjang minimal 5 meter dengan
kemiringan 45 derajat.
f. Penggalian dan Pengangkutan Batubara
Gambar 2. Bagan Alir Tahapan Penelitian Batubara yang telah terkupas tanah penutupnya akan
dibersihkan dari material selain batubara dengan
4. Kesimpulan dan Saran menggunakan bulldozer dan excavator. Pembersihan
Setelah didapatkan data dengan topik penelitian di atas, ini dimaksudkan untuk mendapatkan batubara dengan
maka dapat dibuat pembahasan sehingga nantinya bisa kualitas yang baik tidak bercampur dari material
dihasilkan kesimpulan dan rekomendasi yang nantinya pengotor dan mengurangi kadar abu (ash).
bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak.

54
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

Batubara yang sudah bersih dari material asing diberai Penyimpanan sementara limbah serta pengumpulan B3
dengan menggunakan bulldozer dan excavator serta Di PT.X ada dua tempat penyimpanan sementara
diisikan ke dump truck untuk diangkut ke stockpile. limbah B3 yaitu workshop (Gambar 5) dan tempat
Pengangkutan batubara dari lokasi tambang ke penyimpanan sementara (Gambar 6). Gambar 7
stockpile Merapi berjarak +2 km. menunjukan macam-macam limbah B3 di TPS.

2. Hasil Identifikasi Jenis Limbah B3 yang Dihasilkan


Identifikasi limbah Bahan Berbahaya Beracun
dilaksanakan setiap tahun dengan melihat kemajuan
kegiatan dan produksi. Hasil identifikasi limbah bahan
berbahaya beracun PT.X tercantum pada Gambar 3 di
bawah ini :

(5)

Gambar 3. Tabel Identifikasi Jenis Limbah B3 (6)


Gambar (5) dan (6). Workshop dan Tempat
Penyimpanan Sementara Limbah B3
3. Penyimpanan Sementara dan Pengumpulan limbah B3
PT. X melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3
dengan melakukan penyimpanan sementara yang telah
memiliki perizinan pengelolaan limbah B3 (Gambar 4).

Gambar 4.Tabel Perizinan Limbah B3 Gambar 7. Macam-Macam Limbah B3 di TPS

55
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

3. Hose Bekas
3.1. PT.X dan PT.Y Limbah hose bekas (Gambar 10) dimasukkan dalam
Hasil limbah B3 dari workshop kegiatan penambangan drum dengan kapasitas ±90 kg.
batubara dari perusahaan PT.X dengan kontraktor yang
mengerjakannya yaitu PT.Y. Jarak antara workshop
dengan tempat penyimpanan tersebut berjarak kurang
lebih 80 meter. Limbah yang dihasilkan ada dua yaitu:
a. Limbah Padat
Diklasifikasikan berdasarkan jenis limbahnya yaitu :
1. Filter Bekas
Filter bekas (Gambar 8) dimasukkan dalam drum
dengan kapasitas ±87 kg.

Gambar 10. Limbah B3 Hose Bekas

b. Limbah Cair
PT.X menghasilkan limbah tersebut berupa oli bekas
(Gambar 11) dimana kapasitasnya yaitu ±200 liter per
drum.

Gambar 8. Limbah B3 Filter Bekas

2. Sampah/Majun Terkontaminasi
Kapasitas untuk pengumpulan majun terkontaminasi
ini yaitu : ±166 kg. Gambar 9 menunjukan limbah B3
majun terkontaminasi Gambar 11. Limbah B3 Oli Bekas

Pengeluaran limbah B3 pada tempat penyimpanan


sementara maksimal 90 hari, akan tetapi di perusahaan
rata-rata pengeluarannya 1bulan 1 kali. Adapun
tahapan penyimpanan sementara ini meliputi :
1. Pengumpulan limbah dari workshop ke tempat
penyimpanan sementara oleh PT.Y.
2. Setelah penyimpanan sementara ini dilakukan,
pihak ketiga akan melakukan pengangkutan pada
limbah tersebut sambil dimonitor oleh pihak
perusahaan. Selanjutnya akan dibawa ke pihak
ketiga untuk dilakukan tahapan selanjutnya.

4. Pengangkutan Limbah B3
Setiap pengangkutan jenis limbah B3 dilengkapi oleh
manifest. Lembar manifest terdiri dari tujuh lembar,
Gambar 9. Limbah B3 Majun Terkontaminasi masing-masing lembar memiliki barcode yang sama.
Untuk lembar kedua adalah salinan manifest yang

56
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

harus dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa per-triwulan nya
oleh penghasil limbah sesuai dengan tempat kegiatan mengalami perubahan-perubahan yang cukup
usaha penghasil limbah setelah ditandatangani dan signifikan. Hal ini dikarenakan, hasil limbah B3
distample oleh pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah tersebut ditentukan dari aktivitas penunjang dalam
B3. Lembar ketiga adalah sebagai arsip untuk kegiatan penambangan batubara yang tergantung
penghasil limbah B3, lembar ini diberikan oleh dengan target produksi batubara.
pengelola limbah B3 pada saat pengambilan limbah B3 Tabel 1.Neraca Limbah B3 di PT. X
di lokasi penghasil dan lembar ketujuh adalah sebagai
arsip untuk penghasil setelah ditandatangani dan Tahun Triwu Triwu Triwu Triwula Jumlah
distample oleh pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah lan 1 lan 2 lan 3 n4 Limbah
B3. (kg)
2017 - 22,52 26,22 27,43 76,17
5. Pengurangan Timbulan 2018 30,8 37,04 27,6 5,165 100,60
Volume timbulan dari kegiatan PT.X berasal dari 2019 43,27 55,82 - -
kegiatan workshop (maintenance unit) yaitu perbaikan-
perbaikan unit yang digunakan pada proses produksi
serta limbah yang berasal dari kegiatan perkantoran. Berdasarkan pembahasan di atas, pengelolaan limbah
Bentuk pengurangannya terdiri dari bahan yang B3 oleh PT.X telah baik dalam pelaksanaannya. Hal ini
tersubstitusi, proses yang dimodifikasi, dan penerapan terlihat dari mulai izin pengelolaan limbah B3-nya
teknologi yang digunakan ramah lingkungan. sampai tahapan pelaporan yang dilakukan oleh pihak
perusahaan. PT.X.
Proses pengurangan limbah B3 di PT.X menggunakan
modifikasi proses (4M+1L) yaitu pada tahap man KESIMPULAN
(karyawan). Karyawan menjadi hal utama yang harus
diperhatikan karena semua pekerjaan maintenance unit Berdasarkan hasil di atas dapat ditarik kesimpulan
dikerjakan oleh manusia, sehingga para pekerja harus bahwa pengelolaan limbah B3 hasil dari kegiatan
diberikan training berupa pengenalan limbah B3 dan industri pertambangan batubara di Kab. Lahat
penanganan yang tepat dalam menanggulangi limbah khususnya di PT.X telah berjalan dengan cukup baik.
B3 baik itu saat perbaikan hingga penanganan Pengelolaannya meliputi identifikasi dari limbah B3
tumpahan limbah B3. yang terdiri dari oli bekas, hose bekas, majun
terkontaminasi, dan lain-lain. Tempat pengumpulan
Perusahaan melakukan pengolahan dengan dan penyimpanan sementara limbah B3 telah dilakukan
bekerjasama dengan pihak ketiga seperti di bawah ini : dengan baik. Selanjutnya untuk pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan serta pemanfaatan
dilakukan oleh pihak ketiga.

DAFTAR PUSTAKA

[1].Arif.I. (2014). Batubara Indonesia.Bandung


:Institut Teknologi Bandung.
[2].Dubinski, J. (2016). Sustainable development of
mining mineral resources. Journal of
Sustainable Mining Vol. 12, No.1,1-6.
[3].Kurnia,T., Syafrudin. (2018). Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Studi
Kasus PT. Holcim Indonesia, Tbk Narogong
Plant. Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi
dan Pengembangan Teknik Lingkungan
Vol.15 No.2.
[4]. Putri, A. (2012). Desain Pengolahan Limbah
Kimia Laboratorium Dengan Prinsip
Reduce, Reuse, dan Recycle (Studi di
Gambar 12. Tabel Pengelolaan Lanjutan Limbah B3 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
PT.X Semarang). Prosiding Seminar

57
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008

NasionalKimia dan Pendidikan Kimia IV.


Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
[5].Kurniawan, B. (2019). Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
di Indonesia dan Tantangannya. Jurnal
Dinamika Governance FISIP UPN “Veteran”
Jatim Volume 9 Nomor 1.
[6].Zulkifli, A. (2014). Pengelolaan Tambang
Berkelanjutan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[7].Sidik,A.,Damhuri, E. (2012). Studi Pengelolaan
Limbah B3 (Bahan Berbahaya Dan Beracun)
Laboratorium Laboratorium di ITB. Jurnal
Teknik Lingkungan Volume 18 Nomor 1,12-
20.
[8].Yilmaz,O., Bahar, Y., Ulku, Y. (2016).
Hazardous Waste Management System
Design Under Population and Environmental
Impact Consideration. Journal of
Environmental Management, 1-12.
[9].Suyudi,Y. (2014). Rawannya Pelanggarandalam
Pengelolaan Limbah BahanBerbahaya dan
Beracun (B3).Jurnal Lingkar Widyaiswara
Edisi 1 Nomor 4Oktober-Desember 2014: 41-
46.
[10].Fidhi, A. (2018). Limbah B3 Tanpa Pengawasan.
(https://radarbojonegoro.jawapos.com/read/20
18/02/07/46888/limbah-b3-tanpapengawasan)
diakses November 2019.

58
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-138

Evaluasi Fungsi Insinerator dalam Memusnahkan


Limbah B3 di Rumah Sakit TNI Dr.Ramelan
Surabaya
Jahn Leonard Saragih dan Welly Herumurti
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: herumurti@enviro.its.ac.id
Abstrak—Pengelolaan limbah padat B3 di Rumah Sakit TNI kesehatan manusia atau lingkungan [2]. Sedangkan limbah
Angkatan Laut Dr. Ramelan sangat penting diperhatikan karena rumah sakit merupakan definisi yang lebih luas dengan
dapat berdampak buruk apabila tidak dikelola dengan baik. mengacu pada semua limbah yang dihasilkan oleh rumah
Oleh sebab itu diperlukan adanya penelitian untuk sakit, baik itu limbah yang menular dan yang tidak menular,
mengidentifikasi jumlah timbulan dan penanganan limbah padat
limbah infeksius, limbah kimia dan limbah yang tidak
B3, mengevaluasi manajemen, penyimpanan sementara serta
mengevaluasi proses insinerasi. Evaluasi fungsi incinerator di berbahaya [3].
Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan dilakukan Pemusahan limbah medis rumah biasanya dilakukan dengan
dengan meneliti jumlah timbulan limbah B3, kapasitas pembakaran di insinerator, tetapi yang sering jadi masalah
pembakaran insinerator, suhu pembakaran insinerator, densitas ialah emisi udara dari incinerator tersebut yang dapat
limbah dan abu pembakaran, dan tes TCLP residu pembakaran mencemari udara apabila tidak memiliki pengendalian udara
incinerator Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan. yang baik. Insinerasi merupakan proses pembakaran yang
Dalam penelitian ini, Rumkital Dr. Ramelan memusnahkan terorganisir untuk mengurangi limbah padat sehingga
limbah dengan incinerator. Limbah B3 yang dihasilkan berbentuk abu dan dilakukan netralisasi dan solidifikasi abu
Rumkital Dr. Ramelan dimusnakan dengan satu incinerator
hasil bakaran dan dikuburkan didalam tanah [4]. Insinerator
dengan type KAMINE TYPE BDR-INC 10. Limbah yang
dimusnahkan di Rumkital Dr. Ramelan berasal dari Rumkital dapat mereduksi massa limbah sebesar 70% dan mereduksi
Dr. Ramelan dan Lantamal Perak. Setelah dilakukan penelitian volume sampai 90%. Proses pengoperasian insinerator juga
langsung selama 14 hari berturut-turut, didapatkan bahwa rata- sangat berpengaruh pada evektivitas dari pemusnahan limbah
rata timbulan limbah B3 di Rumkital Dr. Ramelan adalah 89.98 medis rumah sakit sehingga diperlukan standar pengoperasian
Kg/hari dan dengan densitas rata-rata limbah ialah 166,67 yang baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian
kg/m3. Tinggat removal dari pembakaran limbah dengan insinerator antara lain dimulai dari alat peindung diri (APD)
incinerator di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan dari karyawan yang bertugas, durasi pengumpulan limbah dari
ialah 82,63%. Pengelolaan abu sisa incinerator Rumkital Dr. setiap ruang rumah sakit, pengemasan limbah, durasi dan
Ramelan belum sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dari
sistem pembakaran termasuk pengoperasian insinerator dalam
penelitian yang dilakukan yaitu pengujian kandungan abu
incinerator, solidifikasi abu incinerator dengan perbandingan
suhu tinggi (>10000C), serta penanganan terhadap abu sisa
semen:abu adalah 1:3 dan uji TCLP, didapatkan bahwa limbah incinerator [5].
abu sisa insinerator Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr.
Ramelan Surabaya, dapat ditimbun pada landfill kategori I
II. TINJAUAN PUSTAKA
sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No.4 Tahun 1995.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.18 tahun 1999
Kata Kunci—incinerator, Limbah padat B3, pengelolaan, dijelaskan bahwa limbah bahan beracun dan berbahaya
Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Ramelan, (limbah B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
Solidifikasi mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat, konsentrasinya, atau jumlahnya yang secara langsung
I. PENDAHULUAN maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan hidup
dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
A. Latar Belakang kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup yang lain.
Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan
P ERATURAN Pemerintah No.18 tahun 1999 menyatakan
bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas [6]. Limbah
Padat B3 terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
(B3) dan/atau menghasilkan limbah B3 wajib mengelola
kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan,
limbahnya mulai dari sumber penghasil hingga
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
pemusnahannya [1].
Pengelolaan limbah rumah sakit mengacu pada Permenkes
Limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat atau
1204 Tahun 2004 ini.
kombinasi dari limbah padat yang karena jumlah,
Setiap limbah yang tergolong kedalam limbah B3 harus
konsentrasinya, sifat fisik, kimia maupun yang bersifat infeksi
memiliki pengelolaan khusus agar tidak menimbulkan dampak
yang dapat menyebabkan kematian dan penyakit yang tidak
negative bagi lingkungan sekitar limbah B3 tersebut.
dapat pulih, yang substansinya dapat membahayakan bagi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-139

Pengelolaan limbah B3 meliputi dari reduksi, pewadahan,


Tabel 1.
pengumpulan, penyimpanan sementara, pengolahan, dan
Komposisi Bahan Solidifikasi
pemusnahan / penimbunan. Total Massa dalam 1 Kg
Perbandingan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan EPA, insinerator PC I dan Campuran
merupakan teknologi terbaik yang saat ini digunakan dalam Bottom ash PC I (gr) Bottom ash (gr)
pemusnahan limbah rumah sakit dan teknologi yang paling 75:25 750 250
banyak digunakan pada saat ini. Keuntungan utama 50:50 500 500
penggunaan insinerator ialah bahwa insinerator dapat secara 25:75 250 750
drastis mengurangi volume limbah, menghancurkan bakteri
patogen, dan zat organik yang berbahaya [7]. Pengamatan insinerator antaralain mencatat suhu insinerator
Sebelum menggunakan insinerator dalam pemusnahan mulai dari dihidupkan hingga pengoperasian insinerator
limbah medis, menurut Keputusan Kepala Bapedal No.3 dihentikan. Pencatatan suhu dilakukan setiap 5 menit dan
Tahun 1995, sebuah rumah sakit harus memiliki data-data mencatat semua perlakuan pada incinerator.
spesifikasi antara lain nama pabrik pembuat incinerator, jenis Setelah itu dilakukan pengecekan residu yang dihasilkan,
incinerator, kapasitas pembakaran, temperatur operasi, waktu yaitu apabila yang dihasilkan berupa non abu (tidak terbakar
tinggal, laju umpan limbah, kapasitas blower, efisiensi sempurna) dilakukan pembakaran ulang limbah medis
pembakaran, destruction rate efficiency, tinggi cerobong, tersebut, sebaliknya apabila dihasilkan berupa abu, dilakukan
diameter cerobong, kecepatan gas saat keluar dari cerobong, penimbangan kemudian melakukan tes leaching TCLP di
dan akses oksigen pada cerobong. laboratorium untuk mengetahui kelayakan pembuangan.
Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat Pengujian TCLP dilakukan pada abu insinerator setelah
menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity dilakukan pengambilan abu insinerator Rumkital Dr.Ramelan
Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan yang telah mencapai suhu >10000C selama 3 hari berturut-
anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam turut, dilakukan uji TCLP dengan melakukan solidifikasi lebih
Lampiran II Peraturan Pemerintah 18/1999. dahulu. Adapun langkah-langkah yang dilakukan:
Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang 1. Membuat cetakan benda uji yang dibuat dari pipa PVC
terdapat dalam Lampiran II,dengan konsentrasi sama atau dengan diameter 5cm dan tinggi 5cm.
lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah 2. Membuat benda uji antara campuran semen dengan abu
tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat sisa insinerator dengan perbandingan komposisi antara
pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka semen dan abu insinerator seperti pada Tabel 1.
dilakukan uji toksisitas. Proses pembuatan benda uji berdasarkan SNI 03-2834-
2000 yaitu tata cara pembuatan campuran beton normal,
dimana perbandingan pembuatannya 1:2 (Air : (Semen +
III. METODE PENELITIAN
Abu)) dengan kuat tekanan 35 MPa atau 350 kg/cm2.
A. Kerangka Penelitian Bahan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik
dan bahan dimasukkan kedalam baskom tempat
Metode Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan antara mencampur semen dengan abu insinerator dan diaduk
lain ide studi, studi literatur, persiapan peralatan dan bahan, hingga merata.
survey/pengumpulan data, analisa data, Evaluasi/Pembahasan, 3. Air ditambahkan kedalam baskom dengan perbandingan
dan laporan akhir dari evaluasi fungsi insinerator dalam antara air dan adonan ialah 1:2, sehingga air yang
memusnahkan limbah B3 Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. ditambahkan ialah 500gr. Adonan diaduk hingga merata
Ramelan Surabaya. dengan menggunakan sekop semen.
Evaluasi kondisi ini adalah proses perbandingan perlakuan di 4. Adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam cetakan
lapangan dengan peraturan yang ada dalam studi literature yang diletakkan diatas plastik dan adonan diusahakan
yang ada. Dalam hal ini meliputi hal-hal berikut: sepadat mungkin pada cetakan.
1. Jenis Limbah Padat B3 yang dimusnahkan 5. Benda uji dibiarkan selama beberapa jam hingga kering
2. Insinerasi limbah padat B3 per hari lalu dikeluarkan dari cetakan.
3. Residu pembakaran 6. Lalu dilakukan proses curing. Proses curing adalah suatu
4. Temperatur pembakaran proses dimana kondisi diatur sehingga proses hidrasi
5. Kontinuitas insinerator dapat berjalan maksimum dengan menjaga kelembaban.
B. Evaluasi Insinerator Proses moist curing 28 hari mengacu pada SNI 03-2834-
2000 sedangkan moist curing 14 hari sebagai
Penelitian dlakukan selama 14 hari berturut-turut (10 hari
pembanding. Proses curing atau perawatan yang
jam kerja). dilakukan pengamatan di incinerator dan mencatat
dilakukan dalam penelitian ini adalah proses moist curing
semua limbah yang datang baik dari Rumah Sakit TNI
yang dilakukan selama 28 hari. Teknik proses moist
Angkatan Laut Dr.Ramelan maupun dari fasiltas kesehatan
curing yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah:
mitra. Dalam pengamatan ini dilakukan penimbangan limbah
a) Disiapkan satu bak plastik.
yang datang, pewadahannya dan pola pengangkutannya.
b) Bak diisi dengan air setengah penuh.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-140

c) Diletakkan benda uji di atas kasa yang berada Rumkital Dr. Ramelan dan dari Lantamal Perak TNI
dibawahnya adalah kawat. Angkatan Laut Surabaya. Limbah yang datang ke tempat
d) Ditutup dengan bak yang berisi air dan benda uji penyimpanan sementara (TPS) tidak ditimbang beratnya
dengan plastik dan diikat dengan tali raffia untuk sehingga saat penelitian, dilakukan penimbangan langsung
mencegah kontak langsung dengan udara luar oleh peneliti. Adapun massa limbah yang menjadi beban
sehingga kelembaban tetap terjaga. insinerator yang menjadi beban insinerator Rumkital Dr.
7. Dilakukan pengujian kandungan pertama pada sampel Ramelan yang didapatkan dengan penimbangan 14 hari (10
setelah 14 hari di curing pengujian kedua pada sampel hari jam kerja) dari tanggal 14 - 18 Januari 2013 dengan total
setelah 28 hari di curing. 539,8 Kgdan 21- 25 Januari 2013 dengan total 360 Kg adalah
8. Pengujian benda dengan TCLP. Uji TCLP dilakukan pada seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.
benda yang telah disolidifikasi untuk mengetahui Rata-rata berat limbah medis yang menjadi beban
pencemar yang dapat lepas dalam suatu limbah yang telah insinerator Rumkital Dr. Ramelan dari hasil penelitian adalah
disolidifikasi dan untuk mengetahui sifat toksik, lalu hasil 89,98 kg/hari. Adapun limbah medis dari Lantamal Perak
pengujian dibandingkan dengan baku mutu. Prosedur uji Perak mengirim limbahnya 2 minggu sekali dengan berat
TCLP yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah ± 80kg. Pengumpulan limbah di Rumkital Dr.
1. Pembuatan sampel Ramelan dilakukan oleh seorang petugas dalam 3 kali dalam
a. Sampel di oven selama ±24jam untuk mengurangi satu hari, yaitu pada jam 06.00, 09.00, dan 13.00. Jenis dan
kadar air sampel. karakteristik limbah yang dimusnahkan di insinerator
b. Mengambil sampel masing-masing sebanyak Rumkital Dr.Ramelan ialah limbah infeksius, limbah patologi,
12,5gram dengan memotong sampel lalu ditimbang limbah, benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
dengan timbangan. limbah kimia, limbah kandungan logam berat, dan wadah
c. Masukkan 5 gr sampel ke botol agitator. bertekanan.
2. Pembuatan Cairan ekstraksi Limbah yang dikemas di plastik dengan berat rata-rata 3kg
Rumus yang digunakan untuk mengetahui vol cairan dengan dimensi plastik limbah:
ekstraksi ialah = 20 x berat padatan. jadi cairan P = 30cm = 0,3 m, T = 40cm = 0,4 m, L = 15cm = 0,15 m
ekstraksi yang dibutuhkan ialah = 20 x 12.5 = 250 dari data diatas dapat dihitung volume kemasan limbah:
3. Cairan ekstraksi vol limbah = P x L x T
a. Disediakan 3 beker glass 250ml = 0,3m x 0,4m x 0,1m = 0,018m3
b. Aquades ditambahkan ke beker glass hingga 250ml Setelah didapatkan volume limbah, dapat dihitung densitas
c. CH3COOH ditambahkan ke beker berisi aquades limbah:
sebanyak 2,5 ml hingga pH cairan 4,93 ± 0,05
ρ
dengan pipet ukur.
4. Rotasi dan Agitasi 3
ρ 0,018 3
Masukkan cairan ekstraksi ke dalam botol plastik
berbahan Polyethylene (botol agitator) yang telah berisi ρ 166,67kg/m3
sampel ditambahkan larutan. Selanjutnya dilakukan
proses rotasi dan agitasi dengan menggunakan alat jadi, dari data diatas dihitung rata-rata harian volume
rotation agitator. Prinsip alat ini adalah dengan limbah yang dihasilkan oleh Rumkital Dr. Ramelan adalah:

menghasilkan suatu putaran dengan arah vertical.     volume
Proses rotasi-agitasi ini dilakukan dengan kecepatan
89,98 /
putaran mesin pada alat rotation agitation sebesar 30 volume
rpm ± 18 jam. 166,67 / 3
5. Analisa Sampel volume = 0,56 m3/hari
Pemeriksaan konsentrasi logam menggunakan AAS. Hasil perhitungan didapatkan bahwa insinerator Rumkital
AAS adalah salah satu metode yang dapat digunakan Dr. Ramelan Surabaya masih bisa menangani beban limbah
untuk mengukur kandungan logam berat suatu sampel yang dihasilkan karena memiliki insinerator dengan kapasitas
larutan. Parameter yang dianalisa adalah logam berat ruang bakar 1 m3/jam. TPS Limbah B3 Rumkital Dr.Ramelan
yang terkandung pada lumpur yaitu Mercury, Plumbun, dibagi menjadi 3 Sekat (kamar) yang dipisahkan dengan beton
Cadmium, Chroom, Cooper, Zinc. Sampel yang diuji dengan panjang masing-masing sebesar 1,42m x 2,1 m dan
TCLP ialah sampel yang memiliki perbandingan telah diberi simbol dan label. TPS Rumkital Dr. Ramelan
abu:semen ialah 3:1. dibagi menjadi:
1. Limbah medis dan majun bekas.
2. Oli bekas, abu insinerator, dan lumpur IPAL.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Lampu bekas dan baterai bekas (Accu bekas)
Beban insinerator atau limbah medis yang dimusnahkan di Pengemasan limbah dari Rumkital Dr.Ramelan sudah dalam
insinerator Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan keadaan baik, dimana limbah medis sudah diikat didalam
(Rumkital Dr. Ramelan) Surabaya berasal dari Operasional
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-141

= 127170 cm3 = 127,17 Liter = 0,127m3


Vminggu 2 = π . r2 .. t (tinggi abu dalam drum)
Vminggu 2 = 3,14 x (30cm)2 x 33cm
= 93258 cm3 = 93,258 Liter = 0,093m3
Perhitungan densitas abu yang dihasilkan dengan
memasukkan limbah kedalam kotak yang memiliki vol
0,00563m3 lalu ditimbang, dan hasil penimbangan ialah 4kg.
Gambar 1. Saran Wadah Limbah Medis Untuk Pengangkutan dari dari data tersebut, dapat dihitung densitas abu hasil
Lantamal Perak pembakaran insinerator:
ρ
4
ρ 0,00563 3
ρ 710,48kg/m3

jadi, dari data diatas dapat dihitung rata-rata mingguan massa


abu insinerator yang dihasilkan oleh Rumkital Dr. Ramelan
Gambar 2. Perbandingan Suhu dengan Lama Pembakaran Insinerator adalah: - minggu pertama
Minggu 2 massa = ρ x volume
massa = 710,48kg/m3 x 0,127 m3 = 90,23 kg
wadah plastik dan dikumpulkan dengan troli limbah yang - minggu kedua
tertutup dan terbuat dari stainles steel. Pengangkutan limbah massa = ρ x volume
dari Lantamal Perak belum sesuai dengan Permenkes No.1024 massa = 710,48kg/m3 x 0,093 m3 = 66,07 kg
Tahun 2004, dimana plastik limbah medis hanya diletakkan Adapun pengoperasian insinerator yang tidak sesuai dengan
didalam mobil tanpa ada wadah khusus dan limbah yang prosedur antara lain penggunaan alat pelindung diri (APD),
dimasukkan kedalam plastik yang berukuran sangat besar, suhu pembakaran yang tidak konstan diatas 1000oC karena
sehingga pada saat akan dimusnahkan di insinerator, limbah seringnya membuka pintu incinerator, pengambilan abu
medis dari Lantamal Perak harus dibongkar kembali dan akan incinerator tidak dilakukan setiap hari melainkan sekali
mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Pengangkutan seminggu.
limbah medis yang berasal dari Lantamal Perak Surabaya Tingkat removal limbah B3 oleh insinerator di Rumah Sakit
sebaiknya menggunakan wadah limbah HDPE berbentuk TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan adalah:
kotak 480 liter seperti pada Gambar 1. yang dapat dimasukkan %removal = 100% – (massa abu sisa insinerator x 100%)
kedalam mobil pengangkut limbah, dan meletakkan langsung massa limbah yang masuk
limbah yang berasal dari ruang kesehatan tanpa dikumpulkan %removal = 100- ( 156,3 kg x 100%)
di satu kantong plastik yang besar agar mempermudah petugas 899,8 kg
saat limbah akan diinsinerator. %removal = 100% - 17,37% = 82,63 %
Pemusnahan limbah medis di Rumkital Dr.Ramelan Abu sisa insinerator yang dihasilkan oleh Rumkital
dilakukan dengan dibakar pada insinerator dengan suhu 1000 Dr.Ramelan Surabaya belum ditangani dengan baik. Abu
0
C. Insinerator yang dimiliki Rumkital Dr. Ramelan adalah ditempatkan pada drum yang tidak memili penutup dan hanya
KAMINE TYPE BDR-INC 10. Pembakaran limbah dilakukan ditempatkan diluar ruangan terbuka sehingga berpotensi ditiup
selama lima hari dari senin-jumat, mulai jam 08.00 WIB oleh angin dan terkena air hujan. Hal ini dikarenakan tempat
sampai 11.30 WIB dan limbah yang datang setelah jam 11.30 penyimpanan sementara (TPS) abu sisa insinerator hanya
disimpan didalam TPS. Perbandingan Suhu dengan Lama berukuran 1,42m x 2,1 m. Dalam pengelolaan abu sisa
Pembakaran Insinerator Minggu 2 seperti pada Gambar 2. incinerator, Rumkital Dr. Ramelan dilakukan dengan
Residu yang dihasilkan dari pembakaran insinerator tidak bekerjasama dengan PT. Jaya Perkasa, tetapi selama
dikeluarkan setiap hari, sehingga kapasitas ruang bakar bisa pengamatan, tidak pernah ada pengangkutan limbah abu
berkurang karena abu yang berada di ruang bakar insinerator. insinerator oleh pihak ke-3 (PT.Jaya Perkasa).
Di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, pengambilan abu Berdasarkan volume abu insinerator dalam dua minggu
dilakukan setiap hari senin pagi sebelum dilakukan yang telah dihitung, dapat dihitung volume abu insinerator
pembakaran. Abu yang diambil dari tungku bakar dan ruang dalam 90hari (waktu maksimal penyimpanan limbah B3)
abu dimasukkan kedalam drum dengan ukuran ±250 liter dan untuk menentukan keperluan drum tempat abu insinerator dan
pada minggu pertama dari pengamatan yang dilakukan, drum tempat penyimpanan sementara (TPS) di Rumkital
berisi abu sisa insinerator dengan tinggi 45cm dan minggu Dr.Ramelan Surabaya. Perhitungan volume abu insinerator 90
kedua drum berisi abu sisa insinerator setinggi 33cm . jadi hari:
volume limbah pada minggu pertama dan kedua ialah: - Rata-rata volume abu insinerator perminggu:
Vminggu 1 = π . r2 .. t (tinggi abu dalam drum)
Vminggu 1 = 3,14 x (30cm)2 x 45cm
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-142

Gambar 4. Desain TPS Abu sisa incinerator


Gambar 3. Pola penyimpanan kemasan drum di atas palet Tabel 2.
Hasil Lab pengujian kandungan Abu Insinerator Rumkital Dr.Ramelan
. 1 . 2
vol. abu/ming Total Kadar Maksimum
2 Hasil Uji (mg/kg berat kering)
No Parameter
0,127 3 0,098 3 (ppm)
Kolom A Kolom B
3
2
= 0,1125 m /minggu = 112,5 Liter/minggu 1 Hg
tidak
20 2
Perkiraan volume abu insinerator dalam 90 hari (± 13 terdeteksi
minggu): 2 Zn 6046.27 3000 300
Vol.abu 13 minggu = rata-rata vol.abu/minggu x 13 minggu 3 Pb 102.06 50 5
= 112,5 liter/minggu x 13 minggu 4 Cu 76.18 2500 250
= 1462,5 liter
5 Cr 30.31 1000 100
Jadi, dari volume limbah yang didapatkan, drum yang
dibutuhkan sebagai wadah abu insinerator apabila drum yang tidak
6 Cd 5000 1000
terdeteksi
digunakan memiliki volume 250liter ialah:
Jumlah Drum = volume limbah
Volume Drum Jadi, dimensi palet yang dibutuhkan ialah 135cm x 135cm,
Jumlah Drum = 1462,5 liter dengan tinggi 10cm (5cm penyangga bawah dan 5cm plat).
250 liter Dimensi TPS yang dibutuhkan ialah:
= 5,85 Drum ≈ 6 Drum Panjang TPS = Panjang Plat + (2 x panjang gang)
Berdasarkan jumlah perkiraan drum yang telah dihitung = 135cm + (2 x 100cm)
untuk abu 90hari yaitu 6 drum, sedangkan dari data yang = 335cm = 3,35m
didapatkan bahwa abu sisa insinerator akan diambil oleh pihak Lebar TPS = Lebar Plat + (2 x jarak ke dinding)
ke-3 (PT. Jaya Perkasa) setelah terkumpul 10 Drum abu = 135cm + (2x100cm)
insinerator. Pengangkutan yang dilakukan oleh pengelola = 335cm
limbah Rumkital Dr.Ramelan belum sesuai dengan Peraturan Tinggi TPS = (2 x tinggi drum) + jarak min + (2 x tinggi plat)
Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah = (2 x 87cm) + 100cm + (2 x 10cm)
Bahan Berbahaya Dan Beracun menyatakan bahwa = 174cm + 100cm + 20cm = 294 cm
Pengumpul limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang Jadi, dimensi ruang tempat penyimpanan sementara TPS
dikumpulkannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari Abu insinerator dengan perencanaaan dinding TPS setebal
sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah 15cm, jadi dimensi TPS Rumah Sakit TNI Angkatan Laut
dan/atau penimbun limbah B3. TPS abu sisa insinerator yang Dr.Ramelan Surabaya seperti pada Gambar 4 adalah:
baru dengan spesifikasi yang dibutuhkan seperti Panjang = 365cm = 3,65m
perhitungnberikut: Lebar = 365cm = 3,65m
- Diketahui bahwa Diameter drum = 60cm dengan tinggi Tinggi = 294cm = 2,94 m
87cm seperti. Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Dibutuhkan Palet alas Drum berbentuk persegi yang limbah rumah sakit harus dilakukan untuk proses perijinan
dapat mengalasi 4 Drum dan disusun tanpa bersentuhan pengoperasian insinerator.
dengan jarak antar drum dan jarak ketepi palet ± 5cm Abu insinerator Rumkital Dr.Ramelan yang suhunya
seperti gambar 3. Jadi dimensi Palet yang dibutuhkan mencapai 10000C diambil dan diuji kandungan nya yaitu Hg,
ialah: Panjang sisi Palet = (2 x diameter Drum) +(3xjarak Zn, Pb, Cu, Cr, dan Cd. Hasil pengujian yang dilakukan di lab
drum) LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),
Panjang sisi Palet = (2 x 60cm) + (3 x 5cm) didapatkan hasil seperti pada Tabel 2.
= 120cm + 15cm = 135 cm Berdasarkan data yang dilapatkan dari hasil pengujian abu
seperti pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa limbah abu
sisa insinerator Rumkital Dr.Ramelan dapat ditimbun pada
landfill kategori I dikarenakan nilai Zinc (Zn) yang nilainya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-143

Tabel 3. Lokasi Bekas Pengolahan Dan Lokasi Bekas Penimbunan


Hasil Uji TCLP Sampel Curing 14 Hari
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Baku
Hasil Uji
No Parameter Mutu Keterangan
(mg/l)
(mg/l) V. KESIMPULAN/RINGKASAN
Tidak
1 Hg
terdeteksi 0.2 memenuhi Kesimpulan yang didapatkan ialah bahwa Beban insinerator
Tidak Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan adalah 89,98
2 Zn
terdeteksi 2.5 memenuhi
3 Pb 0.0417 0.4 memenuhi
Kg/hari dengan volume 0,56 m3/hari dengan komposisi
4 Cu 0.0119 0.18 memenuhi limbah campuran. Lantamal Perak sekali dalam dua minggu
5 Cr 0.4278 5.0 memenuhi memusnahkan limbah di Rumkital Dr.Ramelan dengan rata-
6 Cd 0.0022 1.0 memenuhi rata adalah ±80kg/2minggu. Pengangkutan, pewadahan dan
pengumpulan limbah di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr.
Tabel 4. Ramelan sudah berjalan dengan baik. Tempat penyimpanan
Hasil Uji TCLP Sampel Curing 28 Hari
sementara (TPS) limbah B3 Rumkital Dr.Ramelan tidak sesuai
Baku
No Parameter
Hasil Uji
Mutu Keterangan dengan peraturan yang berlaku. Tingkat removal insinerator
(mg/l) limbah Rumkital Dr.Ramelan Surabaya adalah 82,63% dan
(mg/l)
1 Hg
tidak belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1995
terdeteksi 0.2 memenuhi dimana dikatakan bahwa efesiensi penghancuran dan
2 Zn 0.0038 2.5 memenuhi
penghilangan insinerator ialah 99,99%. Dalam pengelolaan
3 Pb 0.0014 0.4 memenuhi
4 Cu 0.0028 0.18 memenuhi abu sisa insinerator, Rumkital Dr.Ramelan belum sesuai
5 Cr 0.002 5 memenuhi dengan peraturan yang berlaku.
6 Cd 0.0072 1.0 memenuhi Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah Perlu
adanya kajian berikutnya tentang kualitas udara yang
>5000ppm sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No.4 dihasilkan dari insinerator dan adanya pengawasan dan
Tahun 1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil pelatihan yang diberikan kepada karyawan pengelola limbah
Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan Dan untuk meningkatkan kesadaran akan pemakaian alat pelindung
Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan diri (APD), manajemen pengelolaan limbah B3, dan bahaya
Beracun. Adapun tingginya kadar Zn diakibatkan oleh dari limbah B3.
banyaknya jarum suntik yang ada pada limbah rumah sakit
yang di insinerator.Hasil uji TCLP yang dilakukan di UCAPAN TERIMA KASIH
laboratorium LPPM ITS, didapatkan hasil bahwa kandungan
logam berat yang pada lumpur yaitu Mercury, Plumbun, Terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Cadmium, Chroom, Cooper, Zinc sangat sedikit seperti pada atas berkat yang selalu diberikan kepada saya, kepada dosen
Tabel 3 yang merupakan hasil uji sampel curing 14 hari dan pembimbing saya Bapak Welly Herumurti, ST, M.Sc, kepada
dan pada Tabel 4 merupakan hasil uji sampel curing 28 hari, dosen penguji saya, Ibu Ellina, Bu Warma, dan Pak Didik,
lalu dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan Kepada dosen wali saya Bapak Eddy Setiadi. Terimaksih
pada Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 Tentang kepada Keluarga saya di Pematang Siantar dan kekasih saya.
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Hasil uji TCLP dengan curing 28 hari menunjukkan bahwa
semakin lama proses curing, maka kandungan limbah yang DAFTAR PUSTAKA
terdeteksi semakin sedikit sehingga curing 28 hari lebih baik [1] Sekretariat Negara. 1999. Peraturan Pemerintahan RI No. 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta,
dari curing 14 hari. Hasil uji TCLP sampel curing 14 hari dan Indonesia
28 hari yang didapatkan menunjukkan bahwa solidifikasi abu [2] Watts, R. J. 1997. Hazardous Waste Sources, Pathways, Receptor. New
insinerator dengan perbandingan antara abu:semen ialah 75:25 York : John wiley &sons, inc
telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pada Peraturan [3] Jang, Y., Lee, C., Sub Yoon, O., dan Kim, H. 2006. Medical Waste
Management in Korea. Journal of Environmental Management 80, 107–
Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah 115
Bahan Berbahaya Dan Beracun. [4] Mato, R.R.A.M., dan Kassenga, G.R. 1997. A study on problem of
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengujian management of medical solid waste in Dar es Salaam and their remidial
TCLP limbah yang telah disolidifikasi lebih dahulu, dapat measures. Resources, Conservation, and Recycling 21, 1-16.
[5] Askarian, M. Vakili, M. Kabir, G. 2003. Results of a Hospital Waste
disimpulkan bahwa limbah abu sisa insinerator limbah Survey in Private Hospitals in Fars Province. Iran : Depertemen of
Rumkital Dr.Ramelan yang telah disolidifikasi, dapat Community Medicine
langsung ditimbun pada landfill kategori I sesuai dengan [6] Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
pengukuran kadar kandungan abu insinerator yang belum di Lingkungan Pemukiman. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
solidifikasi sesuai persyaratan yang telah ditetapkan pada
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia
Keputusan Kepala Bapedal No.4 Tahun 1995 tentang Tata [7] Huffman, GL., dan Lee, C.C. 1996. Review Madical waste
Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan management/incineration. Journal of Hazardous Materialls 48, 1-30.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D227

Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat B3 Fasilitas


Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo
Gloria Mayonetta dan IDAA Warmadewanthi
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: mayonetta.gloria@gmail.com

Abstrak— Peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten grave). Pengambilan limbah padat B3 oleh pihak pengolah di
Sidoarjo dalam bentuk program berobat gratis seperti Badan salah satu Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo dilakukan setiap
Penelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan meningkatkan 25 kg, tanpa memperhatikan batas waktu penyimpanan.
kunjungan pasien ke Puskesmas. Peningkatan kunjungan secara Penyimpanan limbah padat B3 pada musim hujan maksimal
tidak langsung mempengaruhi laju timbulan dan karakteristik
48 jam dan pada musim kemarau maksiman 24 jam [1]. Pada
limbah padat B3 Puskesmas. Penelitian dilakukan di Puskesmas
Kabupaten Sidoarjo yang meliputi Puskesmas rawat inap, rawat
tahun 2015 di Puskesmas yang sama, pengambilan limbah
jalan dan pembantu. Evaluasi pengelolaan meliputi kegiatan padat B3 oleh pihak pengolah dilakukan hanya sekali dalam
pengemasan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan beberapa bulan. Di sisi lain, beberapa Puskesmas sudah
pengolahan. Pengukuran laju timbulan dan komposisi limbah memiliki insinerator, namun karena tidak memiliki ijin
padat B3 dilakukan selama 8 hari pada 4 Puskesmas rawat inap, pengolahan limbah B3, insinerator tidak dapat digunakan
3 Puskesmas rawat jalan, dan 9 Puskesmas pembantu (Pustu). sebagaimana mestinya.
Rata-rata laju timbulan Puskesmas rawat inap adalah 60,47 Di negara-negara berkembang, limbah medis belum
g/pasien.hari dengan 59% persen komposisi limbah merupakan mendapat perhatian secara khusus dan masih dibuang bersama
botol infus bekas. Rata-rata laju timbulan Puskesmas rawat jalan
dengan limbah domestik [2]. Limbah Puskesmas mempunyai
adalah 6,37 g/pasien.hari dengan 73% persen komposisi limbah
merupakan infeksius non benda tajam. Rata-rata laju timbulan
potensi besar untuk mencemari lingkungan, menimbulkan
Pustu adalah 1,97 g/pasien.hari dengan 39% persen komposisi kecelakaan, dan penularan penyakit apabila pengelolaan
limbah merupakan infeksius benda tajam. limbah medis belum sesuai dengan peraturan yang berlaku [3].
Rujukan [4] mengemukaan resiko kesehatan akibat limbah
Kata Kunci— limbah medis, limbah padat B3, Sidoarjo, medis, yakni resiko terjadinya trauma, resiko terjadi infeksi,
Puskesmas. resiko zat kimia, resiko ledakan/terbakar, dan resiko radioaktif.
Limbah Puskesmas terdiri dari limbah non medis dan
limbah medis. Limbah non medis mempunyai karakteristik
I. PENDAHULUAN
seperti limbah yang ditimbulkan oleh lingkungan rumah tangga

S IDOARJO merupakan kabupaten dengan pertumbuhan


penduduk tertinggi ketiga di Jawa Timur. Pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Sidoarjo diikuti dengan
(domestik) dan lingkungan masyarakat pada umumnya [5].
Limbah medis antara lain limbah infeksius, patologi, benda
tajam, farmasi, sitotoksis, kimia, radioaktif, dan limbah dengan
peningkatan di berbagai bidang, salah satunya pelayanan kandungan logam berat yang tinggi [1].
kesehatan di Puskesmas. Peningkatan pelayanan Puskesmas di Limbah medis yang dihasilkan oleh pelayanan kesehatan
Sidoarjo dalam bentuk program berobat gratis seperti sebesar 10-25% dan sisanya sebesar 75 – 90% merupakan
Jamkesmas, Jamkesda dan BPJS kesehatan maupun perubahan limbah domestik [6]. Walaupun limbah medis yang dihasilkan
Puskesmas rawat jalan menjadi rawat inap secara tidak lebih sedikit dari limbah domestik, resiko terhadap lingkungan
langsung akan mempengaruhi komposisi dan laju timbulan berpotensi lebih besar apabila tidak ditangani dengan baik.
limbah padat B3. Peningkatan timbulan limbah padat B3 yang Penelitian yang dilakukan di Brookdale University Hospital
terjadi tidak diimbangi dengan peningkatan sistem pengelolaan and Medical Center menyimpulkan bahwa 70-80% limbah
yang baik. infeksius dari rumah sakit merupakan limbah non infeksius
Peningkatan laju timbulan limbah padat B3 (limbah padat yang tercampur dengan limbah infeksius akibat pengelolaan
medis) yang dihasilkan Puskesmas harus diimbangi dengan yang buruk [7].
sistem pengelolaan limbah padat B3 yang baik agar tidak Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperluakan
mencemari lingkungan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor suatu evaluasi pengelolaan limbah padat B3 Puskesmas di
1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kabupaten Sidoarjo. Selain itu penelitian ini juga bertujuan
Rumah Sakit menyatakan fasilitas kesehatan wajib untuk untuk mengidentifikasi laju timbulan dan karakteristik limbah
mengelola limbahnya. Pengelolaan limbah medis telah padat B3 Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo serta memberikan
dilakukan di Puskesmas Kabupaten Sidoarjo, namun terjadi rekomendasi pengelolaan yang sesuai dengan peraturan yang
permasalahan di semua tahap pengelolannya (from cradle to berlaku.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D228

II. METODE PENELITIAN tajam terdiri dari jarum suntik dan pisau bedah. Limbah
infeksius non benda tajam terdiri dari kasa, kapas, diapers,
A. Pengambilan Data tissue, handscoen, dan botol plastik bekas ludah penderita
Pengambilan data dilakukan dengan metode kuisioner dan TBC. Limbah toksik farmasi terdiri dari sisa bungkus obat,
pengamatan/pengukuran secara langsung. Pada penelitian ini, obat yang sudah kadaluarsa, botol obat/reagen yang dipakai di
terdapat dua jenis data yang akan digunakan yaitu data primer laboratorium, ampul dan vial.
dan data sekunder. Metode kuisioner digunakan untuk
memperoleh data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan 1) Komposisi Limbah Padat B3
adalah jumlah pasien/pengunjung Puskesmas, fasilitas yang Berikut ini merupakan persentase komposisi limbah padat
tersedia, kondisi eksisting pengelolaan, spesifikasi alat B3 di Puskesmas rawat inap, rawat jalan, dan Pustu yang
disajikan dalam Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.
pengelolaan yang digunakan, serta data Puskesmas pembantu
(Pustu). Metode pengamatan/pengukuran secara langsung
digunakan untuk memperoleh data primer berupa kondisi
eksisting pengelolaan, laju timbulan dan komposisi limbah
padat B3 Puskesmas. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
pengukuran laju timbulan adalah (1) timbangan portable, (2)
plastik/trash bag, dan (3) alat pelindung diri (APD).

B. Pelaksanaan Penelitian Gambar 1. Persentase Komposisi Limbah Padat B3


Puskesmas Rawat Inap
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data melalui
penyebaran kuisioner ke 26 Puskesmas induk di Kabupaten
Sidoarjo. Puskesmas induk terdiri dari 15 Puskesmas rawat
inap dan 11 Puskesmas rawat jalan. Data yang didapatkan
berupa kondisi eksisting pengelolaan limbah padat B3 yang
meliputi penilahan, pengemasan, pengumpulan dan
penyimpanan. Pengolahan limbah padat B3 dilakukan oleh
pihak ketiga yaitu PT PRIA.
Pengukuran laju timbulan dan komposisi limbah padat B3 Gambar 2. Persentase Komposisi Limbah Padat B3
dilakukan pada 7 Puskesmas induk. Penentuan jumlah ini Puskesmas Rawat Jalan
menggunakan metode stratified random sampling dengan
varians jumlah pasien. Penentuan Puskesmas yang dipilih
untuk pengukuran menggunakan metode simple random
sampling berdasarkan fasilitas pelayanan yang ditawarkan.
Puskesmas yang diukur laju timbulan dan komposisinya adalah
4 Puskesmas rawat inap yaitu Sukodono, Taman, Sedati, dan
Waru, serta 3 Puskesmas rawat jalan yaitu Sidoarjo, Gedangan
dan Candi. Terdapat 9 Pustu yang disampling yaitu Punggul,
Kalang Anyar, Pabean, Ngingas, Tambak Sumur, Wage,
Gambar 3. Persentase Komposisi Limbah Padat B3 Pustu
Jogosatru, Plumbungan, dan Bluru Kidul. Pustu dipilih dengan
metode simple random sampling dari Puskesmas induk yang 2) Laju Timbulan Limbah Padat B3
diukur laju timbulannya. Berikut ini merupakan hasil pengukuran laju timbulan
Pada penelitian ini juga akan dilakukan kunjungan lapangan limbah padat B3 di 7 Puskesmas induk yang disajikan dalam
ke PT PRIA untuk melihat proses pengolahan limbah padat B3 Tabel 1. Hasil pengukuran laju timbulan di Pustu diasjikan
Puskesmas dengan insinerator. Data pengolahan diperoleh pada Tabel 2.
berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara serta data
sekunder dari PT PRIA. Data sekunder berupa spec Tabel 1.
Laju Timbulan Limbah Padat B3 Puskesmas Induk
insinerator, suhu serta waktu pengoperasian insinerator.
Timbulan
Puskesmas
(g/pasien.hari)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
RAWAT INAP
A. Identifikasi Limbah Padat B3 Puskesmas Sukodono 58.08
Limbah padat B3 yang dihasilkan oleh Puskesmas berasal Taman 94.03
dari kegiatan medis. Jenis limbah yang dihasilkan adalah
Sedati 39.70
limbah infeksius benda tajam, infeksius non benda tajam,
toksik farmasi, dan botol infus bekas. Limbah infeksius benda
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D229

Waru 50.06 dan botol air mineral bekas.


Hasil pengamatan pada 33 ruangan yang menghasilkan
Rata-rata 60.47
limbah medis, sebanyak 1 ruangan belum menyediakan
RAWAT JALAN kemasan limbah medis dan 7 ruangan menggunakan
Sidoarjo 7.34 kemasan tanpa penutup. Sebanyak 6 dari 33 ruangan belum
Gedangan 6.25 menyediakan kemasan limbah infeksius benda tajam.
Candi 5.51
3) Pengumpulan
Rata-rata 6.37
Pengumpulan limbah padat B3 dari setiap ruangan di
Puskesmas induk dilakukan setiap hari untuk limbah
Tabel 2.
Laju Timbulan Limbah Padat B3 Pustu
infeksius non benda tajam, toksik farmasi dan botol infus
bekas. Pengumpulan dilakukan sebelum ataupun setelah
Puskesmas Rata-rata timbulan
No Pustu pelayanan administrasi. Pengumpulan dilakukan setiap hari
Induk (g/pasien.hari)
agar tidak terjadi penumpukan dan mencegah kontaminasi
1 Punggul Gedangan 4.20
ruang pelayanan medis. Limbah infeksius benda tajam
2 Kalang Anyar 1.25
Sedati dikumpulkan apabila safety box telah penuh.
3 Pabean 0.56 Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi pengumpulan
4 Ngingas 0.34 di Pustu dilakukan lebih dari 7 hari. Limbah padat B3 dari
Waru Pustu akan dibawa ke Puskesmas induk untuk disimpan di
5 Tambak Sumur 1.68
TP S B3 sebelum diolah. Pengumpulan dilakukan lebih
6 Wage Taman 3.38
dari 7 hari karena limbah padat B3 yang dihasilkan Pustu
7 Jogosatru 0.27 sangat sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam
Sukodono
8 Plumbungan 5.40 beberapa hari Pustu bisa tidak menghasilkan limbah sama
9 Bluru Kidul Sidoarjo 0.69 sekali. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan tidak tertulis
yang diterapkan sebagian Puskesmas mengenai
Rata-rata timbulan 1.97
pembatasan kegiatan injeksi terutama di Pustu.
Pada saat proses pengumpulan limbah, petugas
B. Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Padat B3 pengumpulan pada umumnya hanya menggunakan
Pengelolaan limbah padat B3 yang dilakukan oleh handscoen dan masker. Proses pengumpulan tidak
Puskesmas meliputi pemilahan, pengemasan, pengumpulan menggunakan trolly khusus. Petugas akan mengangkat
dan penyimpanan. Pengangkutan dan pengolahan limbah padat plastik kemasan berisi limbah dan mengganti dengan
B3 dilakukan oleh PT PRIA dengan metode insinerasi. Berikut plastik yang baru. Plastik berisi limbah padat B3 dari setiap
ini merupakan uraian kondisi eksisting pengelolaan limbah ruangan dipegang dan dibawa secara langsung menuju
padat B3. TPS.
1) Pemilahan
Pemilahan limbah dilakukan berdasarkan jenis limbah 4) Penyimpanan
yaitu infeksius benda tajam, infeksius non benda tajam, Penyimpanan limbah padat B3 oleh Puskesmas Induk di
toksik farmasi dan botol infus bekas. Pemilahan dilakukan TPS B3 dilakukan hingga berbulan bulan. Pembayaran
dengan menyediakan kemasan yang berbeda bagi setiap minimum untuk satu kali pengambilan limbah padat B3
jenis limbah. Puskesmas memberikan label “limbah medis” oleh pengolah adalah 25 kg. Laju timbulan rata-rata
pada wadah limbah infeksius benda tajam dan toksik Puskesmas dalam satu hari kurang dari 25 kg. Sehingga
farmasi. Puskesmas menunggu hingga limbahnya mencapai 25 kg
Walaupun sudah dilakukan pemilahan, pada prakteknya atau lebih, lalu kemudian memanggil pengolah untuk
masih ditemukan sampah makanan, sisa bungkus makanan mengangkut limbah padat B3.
dan kertas terdapat pada kemasan limbah medis. Limbah Berdasarkan hasil pengamatan, 1 dari 26 Puskesmas
jarum suntik masih sering ditemukan tercampur dalam belum memiliki TPS B3. Limbah padat B3 diletakkan di
wadah limbah infeksius non benda tajam. area belakang Puskesmas di ruang terbuka. Empat lokasi
TPS B3 berada di dalam bangunan Puskesmas dan
2) Pengemasan merupakan lokasi yang sering dilewati oleh pasien dan
Puskesmas menggunakan safety box sebagai kemasan pengunjung Puskesmas. Satu Puskesmas menggunakan
limbah infeksius benda tajam. Limbah padat B3 jenis ruangan incinerator yang sudah tidak terpakai, dan satu
lainnya dikemas dengan tempat sampah plastik yang Puskesmas memiliki TPS B3 yang berada di lantai 2
dilengkapi penutup. Akibat persediaan yang terbatas, Puskesmas.
beberapa Puskesmas kembali menggunakan safety box
yang telah penuh ataupun menggunakan kemasan kardus 5) Pengangkutan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D230

Pengangkutan limbah padat B3 dari Pustu ke Puskesmas inilah limbah botol infus dihasilkan. Komposisi ini
induk tidak menggunakan kendaraan khusus. Pengangkutan memiliki kesamaan dengan Puskesmas di Surabaya Timur
limbah padat B3 dari Puskesmas induk ke pengolah dan Surabaya Barat [8][9].
menggunakan kendaraan pick up yang tertutup dan sudah
dilengkapi dengan simbol. Petugas hanya menggunakan 2) Laju Timbulan Limbah Padat B3
APD berupa hanscoen saat memasukkan limbah ke dalam Berdasarkan pengukuran di 7 Puskesmas induk dan 9
kendaraan pengangkut. Berdasarkan hasil wawancara, Pustu, didapatkan hasil laju timbulan sebagai berikut.
petugas sudah mendapatkan training sebelumnya perihal  Rawat Inap = 60,47 g/pasien.hari
penanganan limbah medis.  Rawat Jalan = 6,37 g/pasien.hari
 Pustu = 1,97 g/pasien.hari
6) Pengolahan Puskesmas induk di Surabaya Timur dan Surabaya Barat
Terdapat 2 Puskesmas yang membakar limbah infeksius masing masing memiliki laju timbulan 3,97 g/pasien.hari
non benda tajam sendiri dan terdapat 1 Puskesmas yang dan 1,5 g/pasien.hari [8][9]. Terdapat perbedaan yang
membakar limbah toksik farmasi sendiri. Salah satu cukup jauh apabila dibandingkan dengan Puskesmas rawat
Puskesmas membakar di dalam tungku, dan 2 Puskesmas inap dengan laju timbulan 60,47 g/pasien.hari. Penelitian
lainnya membakar secara open burning. Masih banyak yang dilakukan di Surabaya Timur dan Barat tidak
ditemukan Pustu yang membakar limbah infeksius non menyertakan limbah botol infus dalam perhitungan laju
benda tajam secara open burning. timbulannya. Perbedaan kebijakan pemerintah pada saat
Pengolahan limbah medis oleh PT PRIA menggunakan 2 pengukuran dilakukan juga mempengaruhi laju timbulan.
unit insinerator dengan tipe Reciprocating Grate Static Penelitian di Surabaya Timur dan Barat dilaksanakan pada
Incinerator. Insinerator memiliki kapasitas 350 kg/jam. waktu dimana belum ada Badan Penyelenggara Jaminan
Rata-rata penggunaan suhu insinerator pada chamber 1 Sosial (BPJS). Sedangkan pengukuran laju timbulan di
adalah 792°C dan 1019°C pada chamber 2. Rata-rata Kabupaten Sidoarjo dilakukan setelah program BPJS
limbah medis yang dibakar adalah 48 kg/10 menit. diberlakukan. Keberadaan BPJS berpengaruh besar dalam
Berdasarkan hasil uji emisi, efisiensi pembakaran adalah peningkatan kunjungan pasien ke Puskesmas yang secara
99,99%. Alat kontrol emisi berupa wet scrubber. tidak langsung meningkatkan laju timbulan limbah padat
B3. Laju timbulan limbah padat B3 di Pustu adalah 1,97
C. Evaluasi Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Padat B3 g/pasien.hari. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan rujukan
[8][9] yang menemukan laju timbulan Pustu sebesar 1,26
1) Komposisi Limbah Padat B3
g/pasien.hari.
Komposisi limbah B3 terbanyak Puskesmas rawat inap
Total limbah padat B3 yang dihasilkan oleh Puskesmas
adalah botol infus bekas sebesar 59%. Botol infus yang
rawat inap di Kabupaten Sidoarjo adalah 7,4 kg/hari dan
tidak habis terpakai dibuang dalam keadaan dimana cairan
3,02 kg/hari tanpa botol infus. Puskesmas rawat jalan
infus di dalamnya masih tersisa. Sehingga cairan ini
sebesar 1,13 kg/hari dan Pustu 0,033 kg/hari. Penelitian di
membuat berat limbah botol infus bekas meningkat.
Kabupaten Pati oleh rujukan [10] menyebutkan bahwa
Apabila botol infus tidak dimasukkan ke dalam
range laju timbulan Puskesmas berkisar antara 0,5 hingga 5
perhitungan persentase kompsisi maka limbah infeksius
kg/hari serta di Kabupaten Jember sebesar 0.73 kg/hari [3].
non benda tajam menempati persentase tertinggi yaitu
Laju timbulan limbah padat B3 Puskesmas rawat inap di
70%. Persentase komposisi dapat dilihat pada Gambar 4.
Kabupaten Sidorajo masih termasuk dalam range laju
timbulan di Kabupaten Pati dan sedikit lebih tinggi dari
laju timbulan di Pukesmas Kabupaten Jember.
Penyebabnya adalah karena jenis pelayanan medis yang
ditawarkan berbeda. Rujukan [11] menyebutkan bahwa laju
timbulan limbah medis sangat dipengaruhi oleh besar dan
tipe dari fasilitas kesehatan. Selain kedua hal tersebut,
rujukan [12] mengemukakan bahwa aktivitas pemilahan
Gambar 4. Persentase Komposisi Limbah Padat B3 dan pelayanan medis juga turut mempengaruhi laju
Puskesmas Rawat Inap tanpa Limbah Botol Infus timbulan.

Komposisi limbah tertinggi pada Puskesmas rawat jalan 3) Pemilahan


adalah limbah infeksius non benda tajam sebesar 73%. Pemilahan dilakukan mulai dari sumbernya sesuai dengan
Persentase limbah infeksius non benda tajam pada jenis limbah padat medis yang dihasilkan [1]. Kegiatan
Puskesmas rawat inap dan rawat jalan tidak jauh berbeda. pemilahan di Puskesmas belum berjalan optimal. Pada
Perbedaan kedua tipe Puskesmas ini hanya terletak pada kemasan limbah padat B3 masih sering ditemukan limbah
fasilitas pelayanan rawat inap saja, dimana pada fasilitas domestik seperti sisa makanan, plastik, dan kertas.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D231

menggunakan APD lengkap (permen) belum terlaksana.


4) Pengemasan
Kemasan limbah padat B3 terbuat dari bahan yang kuat, 8) Pengolahan
ringan, tahan karat dan kedap air serta limbah benda tajam Suhu minimum pembakaran limba medis adalah 1000C
dikumpulkan dalam satu wadah [1] sudah terlaksana. Di [1]. Untuk insinerator dengan tipe duble chamber, suhu
setiap ruangan yang menghasilkan limbah disediakan pembakaran pada chamber pertama minimum 850°C dan
kemasan dan menggunakan kemasan plastik sekali pakai [1] suhu pembakaran di chamber kedua 1100°C [15]. Penelitian
belum terlaksana. Kemasan dilengkapi penutup, simbol dan lainnya menyatakan insinerasi plastik dan farmasi harus
label [13] masih belum terlaksana. Penggunaan kantong dilakukan pada suhu minimum 1100°C [16]. Di bawah suhu
kemasan limbah infeksius berwarna kuning [1] belum ini terdapat kemungkinan terbentuknya senyawa toksik
terlaksana. berupa dioksin dan furan. Suhu rata-rata pembakaran pada
Untuk mengetahu apakah jumlah kemasan yang tersedia insinerator PT PRIA berdasarkan Kepmenkes 1204 (2004)
sudah memenuhi atau belum makan dilakukan perhitungan sudah memenuhi persyaratan.
kebutuhan jumlah kemasan limbah padat B3 Puskesmas. Berdasarkan data sekunder hasil uji emisi kedua
Perhitungan dilakukan pada 7 Puskesmas induk insinerator, semua parameter sudah memenuhi baku mutu
menggunakan laju timbulan masing-masing Puskesmas. kecuali parameter dioksin dan furan. Pada uji emisi tersebut
Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah kemasan yang tidak dilakukan pengukuran dioksin dan furan.
tersedia di setiap Puskesmas sudah sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan.
D. Rekomendasi Pengelolaan
5) Pengumpulan Berikut ini merupakan beberapa rekomendasi pengelolaan
Pengumpulan limbah harus dilakukan setiap hari atau saat limbah padat B3 Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo.
2/3 volume kemasan sudah terisi [1]. Pengumpulan di 1. Pemilahan limbah botol infus bekas.
Puskesmas induk sudah dilakukan setiap hari. Namun di Botol infus makanan/obat dapat dimanfaatkan kembali
Pustu pengumpulan masih dilakukan lebih dari 7 hari. dan dinyatakan sebagai limbah non B3 apabila tidak
Persyaratan pengumpulan menggunakan trolly pengangkut tercampur dengan limbah infeksius (pemilahan), kemudian
dan APD lengkap oleh petugas [1] belum terlaksana. disterilisasi, lalu selanjutnya dicacah [17].
Pengumpulan dengan segregasi [13] juga belum terlaksana.
2. Pengadaan Safety Talk.
6) Penyimpanan Pengadaan safety talk secara rutin untuk untuk
Persyaratan penyimpanan maksimum 2 hari [1] belum meningkatkan kesadaran mengenai penggunaan APD.
Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan terus menerus dan
terlaksana. Lokasi TPS bebas banjir dan tidak rawan
terjadwal sehingga seluruh karyawan, terutama yang terlibat
bencana alam dan berada dalam penguasaan penghasil
penanganan limbah menjadi familiar dengan aturan aturan
limbah [13] sudah terlaksana. Jarak minimum antar lokasi
dalam Standar Operating Procedure (SOP) dan dapat
dengan fasilitas umum adalah 50m [14] belum terlaksana. melakukan dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan [18].
TPS memiliki saluran drainase, bak penampung,
penerangan, ventilasi, dapat melindungi limbah dari sinar 3. Menyimpan Limbah Medis pada Ruang Pendingin.
matahari dan hujan [13] belum terlaksana. Lantain bangunan Limbah medis dapat disimpan selama 24 jam pada suhu
kedap air, rata, tidak retak, serta dilengkapi simbol dan label 20°C atau 72 jam pada suhu -7°C hingga -13°C [19]. Di
[13] belum terlaksana. Sebagian besar TPS tidak dirancang California dan Mississippi limbah medis dapat disimpan
khusus sebagai tempat penyimpanan limbah padat B3 maksimal 90 hari pada suhu dibawah 0°C (32F). Di
sehingga tidak dapat memenuhi kriteria TPS B3. Malaysia, fasilitas kesehatan dengan skala kecil akan
Terdapat 1 Puskesmas yang tidak memiliki TPS. Limbah menyimpan limbahnya lebih dari 1 hari dengan menyimpan
diletakkan di area belakang Puskesmas di ruang terbuka. limbah medis dalam pendingin bersuhu -1°C hingga -5°C
Pada kondisi ini, limbah tidak akan terlidung dari sinar [20]. Dengan penyimpan limbah medis di ruangan pendingin,
matahari dan hujan serta dapat diakses oleh burung, kucing, maka limbah dapat disimpan lebih dari 2 hari.
dan pemulung.

7) Pengangkutan IV. KESIMPULAN


Pengangkutan limbah B3 dari Pustu ke Puskesmas induk Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
atapun dari Puskesmas induk ke PT PRIA harus sebagai berikut.
menggunakan kontainer yang tertutup [1]. Hal ini belum 1) Komposisi limbah padat B3 terbesar pada Puskesmas
terlaksana pada pengangkutan dari Pustu ke Puskesmas rawat inap adalah botol infus bekas 59%, pada Puskesmas
induk. Pengangkutan limbah menuju pengolah sudah rawat jalan adalah infeksius non benda tajam 73%, dan
menggunakan kontainer yang tertutup. Petugas pada Pustu adalah infeksius benda tajam 39% . Laju
timbulan pada rawat inap adalah 60,47 g/pasien.hari,
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D232

rawat jalan 6,37 g/pasien.hari dan Pustu 1,97 g/pasien.hari [13] Sekretariat Bapedal. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
2) Kondisi eksisting pengelolaan limbah padat B3 di Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkunga, Indonesia. .
Puskesmas dan penggunaan APD belum berjalan optimal. [14] Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1995. Keputusan
3) Rekomendasi yang diberikan adalah penggunaan ruang Kepada Bapedal No.1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
pendingin dengah suhu dibawah 0°C di setiap Puskesmas Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Badang Pengendalian Dampak Lingkungan, Indonesia.
sebagai TPS, pemilahan limbah bekas botol infus dan [15] Mohee, R. 2005. Medical wastes characterization in healthcare
safety talk yang diadakan secara rutin. institutions in Mauritius. Waste Management 25, p575-581.
[16] Thornton, T. 2003. Clinical waste management in Indonesia – Issues
relevant to Developing countries and best practices. In: Sustainability
in a New World, ISWA World Congress 2003, Melbourne.
V. SARAN [17] Surat Kementrian Lingkungan Hidup Deputi Bidang Pengelolaan B3
No. 6251/Dep.IV/LH/PDAL/05/2013 perihal Klarifikasi terkait Limbah
Saran yang diberikan untuk penelitian berikutnya adalah: Botol Infus Bekas. Kementerian Lingkungan Hidup, Indonesia
1) Selain Pustu, Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo juga [18] Alamsyah, Bestari. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk
memiliki jaringan pelayanan fasilitas kesehatan seperti Kaltim Bontang untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan, Tesis.
Universitas Diponegoro: Semarang.
Ponkesdes, Polindes dan Bidan desa. Sebaiknya penelitian
[19] Kocasoy, G. 1995. Handling and disposal of hospital wastes. In: A
juga dilakukan di Ponkesdes, Polindes, dan Bidan desa. paper presented in the symposium on solid waste management in the
2) Observasi lapangan mengenai rute pengangkutan limbah Mediterranean countries, Cairo, Egypt 8–14 September.
pada B3 dari Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo ke [20] Razali, S.S., Ishak, M.B. 2010. Clinical waste handling and obstacle in
pengolah sebaiknya juga dilakukan. Malaysia. J.of Urban and Environmental Engingeering, p47-54.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo dan seluruh Puskesmas di Kabupaten
Sidoarjo yang telah memberikan ijin dan membantu selama
proses pengerjaan penelitian .

DAFTAR PUSTAKA
[1] Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1204/MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
Indonesia.
[2] El-Salam, Magda Magdy Abd. 2005. Hospital waste management in El-
Beheira Governorate, Egypt. Journal of Environmental Management
91, p618-629
[3] Widiartha, Komang Y. 2012. Analisis Sistem Pengelolaan Limbah
Medis Puskesmas di Kabupaten Jember. Program Studi Kesehatan
Lingkugan dan Kesehatan Keselamatan Kerja. FKM: Universitas
Jember.
[4] ICRC, 2011. Medical Waste Management. International Committee of
the Red Cross, Geneva, Switzerland.
[5] Blenkharn, J.I. 2006. Standards of clinical waste management in UK
hospitals. Journal of Hospital Infection, 62, p300-303.
[6] Pruess, A., Giroult, E., Rushbrook, P. 1999. Safer management of
wastes from healthcare activities. World Health Organization Geneva.
[7] Garcia, R.1999. Effective cost-reduction strategies in the management
of medical waste. Am. J. Infect. Control 27 (2), p165-175.
[8] Paraningrum, Epifani Ardysta. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran
Limbah Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Barat. Program
Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
[9] Perdani, Intan Puteri. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat
B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur. Program Studi Teknik
Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
[10] Pratiwi, Dyah. 2013. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat
Puskesmas Kabupaten Pati. Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
[11] Komilis, D., Fouki, A., Papadopoulos, D. 2012. Hazardous medical
waste generation rates of different categories of health-care facilities.
Waste Manag. 32, p1434-1441.
[12] Jang, Y., Lee, C., Yoon, O., Kim, H. 2006. Medical waste management
in Korea. Journal of Environment Management 80, p107-115
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B3 TERHADAP INDEKS


PROPER DI RSPI PROF. DR. SULIANTI SAROSO

Fauziah Anggraini, Mursid Rahardjo,Onny Setiani


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: anggrainifauziah@gmail.com

Abstract : RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso is a hospital that has received ratings
blue for PROPER. The hospital is classified in the government hospitals with the
classification of type B education. The average amount of harzardous and toxic
waste generated as much as 80.55 kg / day with an average number of patient
visits as many as 391 people / day. Based on the field observations that has
done, the management of hazardous and toxic waste in this hospital has not
managed well arcconding to Government Regulation No. 101 in 2014,
Environment Minister Decision No.r 06 in 2013 and Health Minister Decision No.
1204 in 2004. The purpose of this study was to assess the management of
hazardous and toxic waste to PROPER index in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.
This research methodology used in this research was qualitative and quantitative
approaches with cross sectional design. The population of this study was
executing management of hazardous and toxic wastes by using total sampling
technique. The results showed data types and volume hazardous and toxic waste
management, reporting activity of hazardous and toxic waste management,
license and validity period hazardous and toxic waste management, the
implementation of permit conditions, the amount of waste managed hazardous
and toxic, and hazardous and toxic waste management with third-party, Based on
Health Minister Decision No. 1204 in 2004 lug process, transportation, storage
and management of B3 waste management not eligible. Based on the results of
this research hazardous and toxic waste come from 7 hospital primary care with
various types of hazardous and toxic was syringes, plabot, scalpel, infusion
hoses, catheters hoses, tissue and fluids body, the result of assessment
hazardous and toxic waste management by 70% and PROPER ranking was blue.

Key Words : Hazardous and Toxic Waste Management, RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso, PROPER

PENDAHULUAN merupakan salah satu pelayanan


Latar Belakang kesehatan yang menjadi pendonor limbah.
Dengan meningkatnya jumlah rumah sakit
Masalah kesehatan merupakan setiap tahunnya maka akan terjadinya
masalah yang berkaitan langsung dengan peningkatan limbah Bahan Berbahaya
masalah lingkungan. Rumah sakit dan Beracun (B3).1 Sehingga, perlu
723
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

adanya evaluasi pengelolaan limbah B3 radiologi, limbah container bertekanan


yang dihasilkan terhadap penilaian indeks dan limbah dengan kandungan logam
PROPER. berat yang tinggi sesuai dengan kode
Rumah Sakit ialah institusi limbah D227 pada PP Nomor 18 jo 85
pelayanan kesehatan yang Tahun 1999.5
menyelenggarakan pelayanan kesehatan Berdasarkan dengan Peraturan
perorangan secara paripurna yang Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001,
menyediakan pelayanan rawat inap, limbah B3 perlu dikelola sesuai dengan
pelayanan rawat jalan, dan pelayanan peraturan yang telah ada sehingga
2
gawat darurat. Berdasarkan Peraturan pengelolaan lingkungan hidup rumah sakit
Menteri Kesehatan Nomor perlu dilakukan secara sistematis dan
340/Menkes/Per/III/2010, klasifikasi rumah berkelanjutan.6Perencanaan,pelaksanaan,
sakit dibedakan menjadi rumah sakit pemantauan, dan melakukan perbaikan
umum dan rumah sakit khusus. Untuk dalam pengelolaan lingkungan rumah
rumah sakit umum memiliki 4 tipe yaitu sakit harus dilakukan secara
rumah sakit tipe A, rumah sakit tipe B, berkelanjutan dan konsisten. Selain itu
rumah sakit tipe C, dan rumah sakit tipe sumber daya manusianya juga perlu
3
D. memahami permasalahan terkait dengan
Limbah Bahan Berbahaya dan pengelolaan lingkungan rumah sakit
Beracun (B3) ialah sisa suatu usaha dan sehingga kinerja lingkungan rumah sakit
atau kegiatan yang mengandung bahan semakin baik.7
berbahaya dan/atau beracun karena sifat Menerapkan sistem
dan/atau kosentrasinya dan/atau manajemen lingkungan rumah sakit dapat
jumlahnya, baik secara langsung maupun memberikan manfaat berupa perlindungan
tidak langsung, dapat mencemarkan terhadap lingkungan dan kesehatan
dan/atau merusak lingkungan hidup, masyarakat. Pelaksanaan pengelolaan
dan/atau membahayakan lingkungan limbah B3 dapat dilakukan apabila
hidup, kesehatan,keberlangsungan hidup pengelolaan limbah medis padat
makhluk hidup lainnya. 4 dilakukan dengan baik yaitu dengan cara
Limbah B3 yang dihasilkan oleh mengetahui jumlah timbunan limbah
kegiatan rumah sakit merupakan limbah medis dan karakterisitik limbah yang
medis yang terdiri dari limbah infeksius, dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit.
limbah patologi, limbah benda tajam, Pengelolaan limbah yang dilakukan
limbah kimia, limbah sitotoksis, limbah sesuai dengan prosedur yang ada dalam
724
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sistem manajemen lingkungan rumah dengan melihat aspek teknis,


sakit maka akan membantu dalam kelembagaan, pembiayaan, hukum dan
mematuhi peraturan perundang-undangan peran serta masyarakat.10
dan sistem manajemen praktis yang telah Program Penilaian Peringkat
didesain untuk meminimalkan dampak Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
lingkungan akibat limbah B3 dan dapat Lingkungan Hidup atau yang biasa
mengurangi biaya yang dibutuhkan dan disebut PROPER ialah suatu program
program pengelolaan limbah yang efektif.8 penilaian terhadap upaya penanggung
Upaya pengelolaan limbah B3 jawab usaha dan/atau kegiatan dalam
yang harus berdasarkan Keputusan mengendalikan pencemaran dan/atau
Menteri Kesehatan Nomor kerusakan lingkungan hidup serta
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan beracun. PROPER dilaksanakan
Rumah Sakit terdiri dari proses minimisasi berdasarkan tahapan yang telah
limbah; pemilahan, pewadahan, tercantum pada Peraturan Menteri
pemanfaatan kembali, dan daur ulang; Lingkungan Hidup Republik Indonesia
pengumpulan, pengangkutan, dan Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Program
penyimpanan di lingkungan rumah sakit; Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
pengumpulan, pengemasan, dan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.11
pengangkutan ke luar rumah sakit; Kriteria penilaian PROPER
pengolahan dan pemusnahan.9 meliputi : sistem manajemen lingkungan;
Untuk melakukan evaluasi pemanfaatan sumber daya yang terdiri
pengelolaan limbah B3 diperlukan adanya atas; pengurangan limbah bahan
indikator kinerja pengelolaan limbah. berbahaya dan beracun, reduce, reuse,
Indikator kinerja berguna untuk dan recycle (3R) limbah padat non bahan
menunjukkan kemajuan dalam rangka berbahaya dan beracun, pengurangan
menuju pencapaian sasaran maupun pencemar udara, konservasi dan
tujuan organisasi yang penurunan beban pencemaran air, dan
bersangkutan.10kinerja pengelolaan perlindungan keanekaragaman hayati;
limbah dapat diukur dengan pemberdayaan masyarakat; dan
membandingkan kinerja nyata dengan penyusunan dokumen ringkasan kinerja
hasil atau sasaran yang diharapkan, pengelolaan lingkungan.11
disamping itu kinerja juga sangat terkait Tingkatan peringkat pada
dengan tingkat efisiensi dan efektivitas PROPER paling rendah berwarna hitam,
725
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

kemudian merah, biru, hijau dan yang sampling untuk pembuat dan pengambil
tertinggi ialah berwarna emas. Rumah kebijakan dan petugas pengelola limbah
sakit termasuk perusahaan yang wajib rumah sakit, dan teknik aksidental
mengikuti PROPER karena memiliki risiko sampling untuk pekerja non pengelola
dalam pencemaran air, pengendalian limbah rumah sakit. Dengan jumlah
pencemaran udara, pengendalian limbah sampel sebanyak 10 orang.rumus Taro
B3 dan pengelolaan limbah yang Yamane dan sampel berjumlah 76 orang.
dihasilkan oleh kegiatan pelayanan rumah Teknik sampling yang digunakan
sakit.12 adalahquota sampling.
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
merupakan salah satu rumah sakit HASIL DAN PEMBAHASAN
pemerintah dengan klasifikasi tipe B A. Karakteristik Limbah B3 RSPI Prof.
Pendidikan dengan jumlah pasien dalam Dr. Sulianti Saroso
setahun 142592 pasien pertahun. Rumah Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sakit ini telah memperoleh peringkat karakteristik limbah B3 dibedakan
PROPER berwarna biru selama 3 tahun menjadi 3 yaitu :
terakhir. 1. Sumber limbah
Limbah yang dihasilkan
berasal dari 7 pelayanan utama
rumah sakit yang terdiri dari dari
METODE PENELITIAN pelayanan rawat inap, pelayanan
Jenis penelitian yang digunakan dalam rawat jalan, pelayanan gawat
penelitian ini adalah penelitian darurat, pelayanan radiologi,
observasional yang bersifat deskriptif pelayanan farmasi, pelayanan
dengan menggunakan analisis kualitatif laboratorium dan pelayanan
dan kuantitatif. Berdasarkan waktu operasi.
penelitiannya, penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional. 2. Jenis limbah
Populasi dalam penelitian ini adalah Jenis limbah yang dihasilkan
pembuat dan pengambil kebijakan, terdiri dari jarum suntik, spuit,
petugas pengelola limbah rumah sakit, masker disposable, plabot, pisau
dan pekerja non pengelola limbah rumah bedah, benang operasi, kapas
sakit. Teknik pengambilan sampel dalam terkontaminasi, kassa
penelitian ini menggunakanteknik total terkontaminasi, botol obat, selang
726
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

infus, selang kateter, placon, urine digunakan untuk pembelian solar,


bag, verban terkontaminasi, perawatan incinerator, pengelolaan
plester, ampul, pembalut, kantong limbah. Namun, pada saat ini,
daran, cairan serta jaringan tubuh. incinerator sedang dalam perbaikan
sehingga pengolahan dilakukan
3. Jumlah limbah oleh pihak ketiga dengan biaya
Jumlah limbah yang dihasilkan selama sebesar Rp. 7.000/kg limbah.
satu tahun yaitu bulan Mei 2014 hingga
April 2015 sebesar 2459,2 kg per 3. Sarana dan Prasarana
tahun. Sarana dan prasana limbah yang
disediakan oleh pihak rumah sakit
B. Sumber Daya Pengelolaan Limbah terdiri dari tempat sampah medis,
B3 RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tempat sampah domestik, tempat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penampungan sementara domestik,
sumber daya pengelolaan limbah B3 tempat penamungan sementara
dibedakan menjadi 3 yaitu : medis, tempat penyimpanan
1. Tenaga Pelaksana sementara khusus limbah B3,
Tenaga pelaksana yang bertugas kantong plastic kuning dengan
dalam pengelolaan limbah rumah beberapa ukuran, kantong plastik
sakit terdiri dari 2 orang petugas hitam, safety box, alat pelindung diri
cleaning service khusus untuk tenaga pelaksana,
pengangkutan limbah dari sumber incinerator, jalur khusus limbah,
menuju tempat penampungan trolly khusus pengangkutan limbah.
sementara, dan 1 orang petugas
incinerator yang bertugas untuk C. Hasil Observasi Pengelolaan
melakukan pembakaran limbah Limbah Bahan Berbahaya dan
menggunakan incinerator dan Beracun (B3) RSPI Prof. Dr.
perawatan incinerator. Sulianti Saroso
Berdasarkan hasil observasi yang
2. Biaya Pengelolaan telah dilakukan berdasarkan
Biaya yang dianggarkan rumah Kepmenkes Nomor
sakit untuk pengelolaan limbah 1204/Menkes/SK/X/2004 dalam
rumah sakit sebesar Rp. pengelolaan limbah B3, RSPI Prof.
200.000.000/bulan. Dana ini Dr. Sulianti Saroso memperoleh nilai
727
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

70 % dari nilai minimal 80 % untuk dinilai terdiri dari identifikasi,


rumah sakit dengan klasifikasi tipe B. pencatatan, dan pendataan;
penilaian ini dilihat dari aspek pelaporan; status izin; pemenuhan
penampungan, aspek pengangkutan ketentuan izin; open dumping, open
dan aspek pemusnahan. Pada aspek burning, pemulihan lahan
penampungan rumah sakit ini tidak terkontaminasi; jumlah limbah B3
melakukan desinfeksi langsung pada yang dikelola; pengelolaan limbah B3
wadah setelah dikosongkan. Pada dengan pihak ketiga; dumping dan
aspek pengangkutan rumah sakit ini pengolahan limbah B3 dengan cara
hanya melakukan pengangkutan tertentu.13
menuju tempat penampungan Rumah sakit telah melakukan
sementara dua kali dalam sehari, pendataan dan identifikasi limbah B3
padahal seharusnya dilakukan lebih yang dibuktikan dengan adanya
dari dua kali dalam sehari. Dan pada neraca limbah B3, masa berlaku
aspek pemusnahan incinerator yang pengelolaan limbah B3 menggunakan
dimiliki oleh rumah sakit hanya incinerator telah habis dan dalam
memiliki suhu maksimal 1000oC proses perpanjangan izin dari
padahal seharusnya suhu minimal Kementerian Lingkungan Hidup,
o
yang ditetapkan adalah >1000 C. pemenuhan ketentuan izin telah
100% dibuktikan dengan seluruh
D. Penilaian Indeks PROPER dalam limbah yang dihasilkan telah berhasil
Pengelolaan Limbah Bahan dikelola seluruhnya, tidak melakukan
Berbahaya dan Beracun (B3) RSPI open dumping, dan pemulihan lahan
Prof. Dr. Sulianti Saroso terkontaminasi, jumlah limbah B3
Terdapat 8 aspek yang dilakukan yang dikelola oleh pihak ketiga telah
dalam penilaian Indeks PROPER tercatat dalam neraca limbah B3,
dalam Pengelolaan limbah Bahan logbook limbah B3 dan dokumen
Berbahaya dan Beracun di RSPI Prof. manifest limbah B3 dan sesuai
Dr. Sulianti Saroso sesuai dengan dengan kontrak perjanjian,
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pengelolaan limbah B3 dengan pihak
Republik Indonesia Nomor 06 Tahun ketiga dilakukan oleh PT. Wastec
2013 tentang Program Penilaian International sebagai pihak pengolah
Peringkat Kinerja dalam Pengelolaan dan PT. Jalan Hijau sebagai pihak
Lingkungan Hidup. 8 aspek yang pengangkut yang telah memiliki izin
728
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dari Kementerian Lingkungan Hidup Hidup Nomor 06 Tahun 2013


dan Kementerian Perhubungan, dan tentang Program Penilaian
tidak melakukan open burning dan Peringkat Kinerja Perusahaan
pengolahan limbah dengan cara dalam Pengelolaan Lingkungan
tertentu. Hidup memperoleh peringkat
berwarna biru untuk pengelolaan
E. Kinerja Pengelolaan Limbah Bahan limbah B3. Dan untuk
Berbahaya dan Beracun RSPI Prof. meningkatkan peringkat
Dr. Sulianti Saroso PROPER yang diperoleh dari biru
Berdasarkan penelitian yang menjadi hijau, RSPI Prof. Dr.
dilakukan kinerja pengelolaan limbah Sulianti Saroso harus memiliki
B3 dibedakan menjadi 2 yaitu : program Corporate Social
1. Jumlah limbah B3 yang terkelola Responsibility (CSR) terhadap
sesuai perundangan lingkungan dan masyarakat di
Jumlah limbah B3 yang terkelola sekitarnya. Dan juga harus
sesuai dengan perundang- melakukan minimisasi limbah B3
undangan sebesar 29.402,9 lebih dari 50%.
kg/tahun. Jumlah limbah B3 ini
merupakan seluruh limbah yang KESIMPULAN
dihasilkan oleh RSPI Prof. Dr. 1. Karakterisitik limbah bahan
Sulianti Saroso dalam berbahaya dan beracun (LB3) di
memberikan pelayanan RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso terdiri
kesehatan pada masyarakat. dari :
Limbah yang dihasilkan ini telah a. Sumber limbah bahan berbahaya
terkelola seluruhnya. dan beracun (LB3) medis berasal
dari 7 pelayanan utama rumah
2. Peringkat PROPER yang sakit.
diperoleh b. Jenis limbah bahan berbahaya
Peringkat PROPER yang dan beracun (LB3) medis yang
diperoleh oleh RSPI Prof. Dr. dihasilkan meliputi jarum suntik,
Sulianti Saroso berdasarkan hasil spuit, masker disposable, plabot
penilaian penaatan pengelolaan infuse, pisau bedah, benang
limbah B3 pada lampiran II operasi, kapas terkontaminasi,
Peraturan Menteri Lingkungan kassa terkontaminasi, botol obat,
729
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

selang infuse, selang kateter, Sulianti Saroso belum memenuhi


placon, urine bag, verban persyaratan sesuai dengan
terkontaminasi, plester, ampul, Keputusan Menteri Kesehatan
pembalut bekas darah, kantong Republik Indonesia Nomor
darah, jaringan tubuh serta cairan 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
tubuh. persyaratan kesehatan lingkungan.
2. Sumber daya dalam pengelolaan Hasil penilaian pengelolaan limbah
limbah bahan berbahaya dan beracun bahan berbahaya dan beracun (LB3)
(LB3) di RSPI Prof. Dr. Sulianti sebesar 70 % dari nilai minimal 80%.
Saroso terdiri dari : 4. Hasil penilaian pengelolaan limbah
a. Tenaga pelaksana terdiri dari 2 bahan berbahaya dan beracun (LB3)
(dua) orang petugas cleaning berdasarkan Kriteria Pengelolaan
service khusus limbah 1 (satu) Limbah B3 dalam Keputusan Menteri
orang petugas incinerator yang Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
bertugas untuk melakukan 2013 tentang Program Penilaian
pembakaran limbah medis. Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
b. Biaya yang dianggarkan untuk Pengelolaan Lingkungan Hidup
pengelolaan limbah B3 sebesar memperoleh penilaian PROPER
Rp. 200.000.000/bulan. berwarna biru.
c. Sarana dan prasana yang 5. Kinerja pengelolaan limbah bahan
menunjang kegiatan pengelolaan berbahaya dan beracun (LB3) dinilai
limbah B3 terdiri dari tempat terdiri dari :
sampah medis dan domestik, a. Jumlah limbah bahan berbahaya
tempat penampungan sementara dan beracun (LB3) yang terkelola
(TPS), tempat penyimpanan sesuai dengan peraturan
sementara khusus B3 umum, perundangan ialah 100 %.
kantong plastik kuning, safety b. Peringkat PROPER yang
box, Alat Pelindung Diri (APD) diperoleh berdasarkan hasil
untuk petugas pengelola, penilaian aspek pengelolaan
incinerator, dan jalur khusus limbah bahan berbahaya dan
pengangkutan limbah. beracun (LB3) yang telah
3. Berdasarkan hasil observasi dilakukan ialah berwarna biru.
pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun (LB3) di RSPI Prof. Dr. DAFTAR PUSTAKA
730
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

1. Kemenkes RI. Pedoman 11. Peraturan Menteri LIngkungan Hidup


Penatalaksanaan Pengelolaan Republik Indonesia Nomor 06 tahun
Limbah Padat dan Cair di Rumah 2013 tentang Program Penilaian
Sakit. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
Departemen Kesehatan RI. Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jakarta. 2013
2. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 tentang 12. Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Rumah Sakit. Jakarta. 2009. Hasil Penilaian PROPER Periode
2013-2014. Jakarta. 2014
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
340/Menkes/Per/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta.
2010

4. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1


Tahun 1995 Tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan
dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
Jakarta. 1995

5. Peraturan Pemerintah Nomro 18


Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Jakarta. 1999

6. Peraturan Pemerintah Nomor 74


Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Jakarta. 2001

7. Adisasmito, W. Sistem Kesehatan.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2012

8. Adisasmito, W. Sistem Manajemen


Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta.
2004

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Jakarta. 2010

10. Prawirosentono, S. Manajemen


Sumber Daya Manusia : Kebijakan
Kinerja Karyawan. BPPE Yogyakarta.
1999

731
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

Pengelolaan Limbah B3 Di Rumah Sakit X Kota Batam


Salma Savira Siddik1*, Eka Wardhani2
1,2
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas
Jl.PHH.Mustapha 23, Bandung
*Koresponden email: salmasavira01@gmail.com

Diterima: 12 November 2019 Disetujui: 25 November 2019

Abstract
Hospital X was class b private hospitals that are located in Batam with 297 unit beds. The waste that can
be categorized as solid waste medical in the hospital which is infectious, pharmacy, hazardous and toxic
waste, cytotoxic, sharp object. The purpose of this research is to identify, a source of , the characteristics,
solid waste medical produced by hospital X in Batam and also conduct an evaluation of solid waste
medical management hospital in accordance with the minister of environment and forestry 56 2015 on
procedures and technical requirements of hazardous and toxic waste management than health service
facilities. This research used primary and secondary data collection method. The research results show
solid waste medical management at the hospital X in Batam most of them are in according to rule. But
there are some things that must be improved are blinding trash bag, efficiency and minimal temparature
the combustion chamber incinerator. Management efforts must to do are briefing to officer of the waste
collection about the way to blinding trash bag in according to the regulation and the incinerator that can
serve confirming to standard of burning hazardous and toxic waste.
Keywords: Hospital, Managements, Solid waste medical, Hazardous and toxic waste, Health service
facilities

Abstrak
Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta kelas B berlokasi di Kota Batam, dengan jumlah tempat
tidur sebanyak 297 unit. Limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah padat medis di rumah sakit
tersebut yaitu infeksius, farmasi dan B3, sitototoksik, serta benda tajam. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi, sumber, karakteristik, timbulan limbah padat medis yang dihasilkan Rumah sakit X
Kota Batam, serta melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan limbah padat medis di
Rumah Sakit X Kota Batam sebagian besar sudah sesuai dengan peraturan. Namun ada beberapa hal yang
harus ditingkatkan yaitu pengikatan kantong plastik, efisiensi dan temperatur minimal ruang bakar
insinerator. Upaya pengelolaan yang harus dilakukan yaitu memberikan pengarahan kepada petugas
pengumpulan limbah B3 mengenai cara pengikatan kantong plastik sesuai peraturan yang berlaku serta
melakukan perbaikan insinerator yang ada supaya dapat berfungsi sesuai dengan standar pembakaran
limbah B3.
Kata Kunci: Incinerator, Infeksius, Limbah B3, Rumah Sakit

1. Pendahuluan
Kondisi masyarakat yang sehat akan tercapai apabila lingkungan sekitar juga baik. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 7 Tahun 2019, Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan harus
memperhatikan keterkaitan dengan peraturan tersebut [9]. Rumah sakit termasuk penghasil limbah yang
berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis yang memiliki sifat berbahaya dan beracun dalam jumlah
besar serta memiliki dampak besar bagi lingkungan [11]. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101
Tahun 2014, limbah padat medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dapat
berpotensi menimbulkan resiko terhadap kesehatan, lingkungan kerja dan penularan penyakit [12].
Berdasarkan hal tersebut sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat maka
rumah sakit, wajib untuk mengelola limbah medis yang kategori B3 dengan tepat dan sesuai dengan
peraturan terkait.
Menurut United State Environmental Protection Agency (US-EPA) limbah medis padat adalah
limbah padat yang mampu menimbulkan penyakit. Limbah kimia, limbah beracun, dan limbah infeksius
merupakan bagian dari limbah padat yang dapat mengancam kesehatan manusia maupun lingkungan.

760
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

Komposisi limbah padat menurut US-EPA terdiri dari limbah padat medis 22%, limbah farmasi 1% dan
limbah domestik 77% [14].
Berdasarkan kesesuaian dengan PerMen RI No. 340 Tahun 2010, Rumah Sakit X Kota Batam
diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B dimana aktifitas pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah
sakit tersebut akan menghasilkan limbah medis setiap harinya yang berasal dari 297 tempat tidur dari
aktifitas ruang rawat inap, rawat jalan, unit gawat darurat dan lain sebagainya [10]. Sedangkan,
berdasarkan kesesuaian dengan UU RI No. 44 Tahun 2009, Rumah Sakit X Kota Batam diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit dikategorikan rumah sakit khusus dan berdasarkan
pengelolannya dikategorikan rumah sakit privat [15].Limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah
padat medis di rumah sakit yaitu infeksius, farmasi & B3, sitotoksik dan benda tajam yang berpotensi
memiliki risiko terhadap kecelakaan kerja dan penularan penyakit [6].
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis di Rumah
Sakit X Kota Batam, tujuannya yaitu: mengidentifikasi sumber, karakteristik, dan timbulan limbah padat
medis yang dihasilkan, melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan T
Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
memberikan rekomendasi untuk meningkatkan sistem pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X
Kota Batam. Pengelolaan limbah medis maupun nonmedis rumah sakit penting untuk memutuskan
penyebaran penyakit menular [5].

2. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu rangkaian proses yang saling terkait secara sistematis.
Metodologi penelitian digunakan untuk mempermudah jalannya penelitian, diperlukan tahap-tahap
tertentu yang memiliki maksud dan tujuan yang spesifik. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit X Kota
Batam pada Bulan Juli sampai dengan Agustus 2019. Ruang lingkup penelitian yaitu mengidentifikasi
sumber, karakteristik dan timbulan limbah padat medis yang dihasilkan Rumah Sakit X Kota Batam tanpa
meneliti limbah B3 dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Studi literatur berupa tinjauan regulasi
yang digunakan untuk mendukung data-data yang didapat dari kondisi eksisting, sehingga dapat
dibandingkan antar kondisi eksisting dengan literatur dan regulasi terkait. Studi literatur dapat diambil
dari beberapa sumber seperti peraturan-peraturan yang digunakan yaitu:

 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2015
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014
 Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 Tahun 2010
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2019

Pengumpulan data sangat dibutuhkan dalam suatu laporan karena merupakan bahan yang akan
dianalisis dalam pembahasan. Data yang perlu diperoleh untuk melakukan evaluasi pengelolaan limbah
padat medis terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya tanpa melalui perantara. Pengumpulan data primer dilakukan dengan tekik
observasi berupa pengamatan langsung terhadap kondisi eksisting pengelolaan limbah padat medis,
melakukan wawancara kepada pihak terkait pengelola limbah padat medis seperti unit kesehatan
lingkungan, selanjutnya melakukan dokumentasi dengan tujuan melihat gambaran kondisi eksisting yang
berkaitan dengan pengelola limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data-data tersebut diantaranya
gambaran umum Rumah Sakit X Kota Batam terutama profil rumah sakit, struktur organisasi, sumber
daya manusia (SDA) dimana data tersebut akan dihubungkan dengan hasil dan analisis pengelolaan limah
padat medis. Pengolahan data yang dilakukan yaitu menyusun data kondisi eksisting sesuai dengan tahap
pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam terdiri dari sistem pengurangan,
pemilahan, pewadahan dan pelabelan, pengangkutan insitu, penyimpanan, dan pengangkutan limbah B3
eksitu. Evaluasi data merupakan uraian suatu permasalahan atau analisis mengenai data yang telah
didapat dari proses pengolahan data, sebelum akhirnya menarik kesimpulan. Metode evaluasi terhadap
sistem pengelolaan limbah padat medis yang ada, dengan cara membandingkan hasil observasi dengan
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015.

761
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Gambaran Umum
Rumah Sakit X Kota Batam dibangun di atas lahan 8.494 m2 dengan bangunan 7 lantai serta luas
bangunan 13.874 m2. Rumah Sakit X Kota Batam terletak di Jalan Gajah Mada Kavling I, Balai Pulau
Batam-Indonesia. Rumah Sakit ini telah memiliki beberapa sertifikat yaitu: (1) ISO 9001-2015 terkait
manajemen mutu SGS, (2) Akreditasi internasional rumah sakit oleh JCI, (3) Terakreditasi Nasional
SNARS oleh KARS, (4) ISO 14001-2015 sertifikasi terkait manajemen lingkungan oleh SGS, (5) Proper
Biru yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia [6].
Sumber daya manusia yang terdapat di Rumah Sakit X Kota Batam berjumlah 68 orang dengan
berbagai tenaga kerja seperti karyawan, dokter umum, dan dokter spesialis. Rumah Sakit tersebut
memiliki 27 klinik spesialis, dalam hal ini pelayanan rawat jalan merupakan pelayanan medis secara
umum yang wajib ada di rumah sakit untuk melayani pasien. Rumah Sakit X Kota Batam juga melayani
pasien dengan layanan rawat inap dengan jumlah 297 tempat tidur dan memiliki ruang rawat intensif
dengan jumlah tempat tidur 10 buah serta memiliki penunjang medis, pelayanan 24 jam, fasilitas
unggulan, dan fasilitas umum [6].
3.2 Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair bersifat infeksius dan noninfeksius yang berasal dari seluruh ruangan yang ada di
rumah sakit ini akan dikelola di IPAL. Rangkaian IPAL terdiri dari beberapa bak antara lain: Grease trap,
Primary tank, Equalisasi tank, Clarifier tank, Biodetox, Klorinasi dan Outlet. Sumber-sumber yang
menghasilkan air limbah di rumah sakit, yaitu (1) limbah cair Infeksius berasal dari Poliklinik, Critical
care, Laboratorium, Farmasi, Ruang UKO dan tindakan, dan Ruang peraatan; (2) Limbah cair Non-
Infeksius berasal dari Ruang gizi, kafe dan kantin, toilet, dan wastafel umum [6].
3.3 Sistem Pengelolaan Limbah Padat Medis
Sistem pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X Kota Batam sebagian besar dibagi
menjadi 3 yaitu pemilahan, pengangkutan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan pengelolaan
akhir. Limbah padat dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu limbah sitotoksik, farmasi dan B3, infeksius
dan benda tajam. Limbah rumah sakit yaitu limbah yang berasal dari kegiatan rumah sakit berbentuk
padat, cair, pasta (gel), maupun gas yang bersifat infeksius, radioaktif, dan bahan kimia beracun [4].
Pengelolaan Alur pengelolaan limbah padat medis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X Kota Batam
Sumber: Hasil pengamatan (2019)

Limbah padat medis berada dibawah tanggung jawab unit kesehatan lingkungan yang mengelola
limbah dari kegiatan pelayanan rumah sakit seperti pelayanan medis, pelayanan 24 jam, dan penunjang
medis. Menurut PerMenKes No. 7 Tahun 2019, Sumber daya manusia diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit seperti tenaga kesehatan lingkungan. Program-
program pengelolaan limbah padat medis yang sudah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 1.

762
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

Tabel 1. Program pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X Kota Batam
Kegiatan Waktu Pelaksanaan Pelaksana
Pemilahan, Setiap hari, Setiap pasien pulang atau apabila tempat sampah Pengunjung, perawat,
Pewadahan sudah terisi ¾ bagian sampah dokter, staff dan tenaga
Pemilahan dan pewadahan langsung dilakukan di sumber dan kerja lain yang bekerja di
langsung dipilah di wadah yang sesuai dengan karakteristiknya rumah sakit
Pengumpulan, Setiap hari Pengumpulan dilakukan
Penyimpanan Pengumpulan minimal 2 kali dalam sehari. Setiap oleh petugas pengangkut
pengumpulan, limbah diangkut dari spoelhoek ke dibawa ke sampah sebanyak 2 orang
tempat penyimpanan sementara (TPS)
Pengangkutan Pengangkutan disesuaikan dengan lama waktu penyimpanan PT. Prasadha Pamunah
Limbah B3 dan disesuaikan dengan kapasitas TPS Limbah B3 Limbah Industri
(PT. PPLI)
Sumber: Hasil pengamatan (2019)

Timbulan limbah padat medis yang dihasilkan di rumah sakit dipengaruhi kemampuan rumah
sakit dalam memberikan pelayanan medis. Limbah medis yang dihasilkan paling banyak pada ruang
perawatan [13]. Kegiatan medis di Rumah Sakit menghasilkan timbulan limbah yang bervariasi
bergantung dari jumlah pasien yang dirawat. Nilai timbulan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota
Batam dapat diketahui dengan melakukan penimbangan setiap hari yang dilakukan oleh petugas
pengangkut sampah [6]. Penimbangan selesai dilakukan maka dapat diketahui rekapitulasi data timbulan
limbah selama 6 bulan yang dihasilkan. Timbulan limbah padat medis Bulan Januari hingga Juni 2019
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Timbulan limbah padat medis rumah sakit bulan Januari-Juni 2019
Bulan Berat Limbah (kg)
Januari 3.336
Febuari 3.906
Maret 4.015
April 4.575
Mei 7.572
Juni 7.625
Rata-Rata 5.171
Sumber: RS X Kota Batam (2019)

3.4. Aspek NonTeknis


Pelaksanaan pengelolaan limbahnya, selain berpedoman pada PerMenLHK No. 56 Tahun 2015,
Rumah Sakit X Kota Batam juga memiliki acuan yang saat ini menjadi pedoman yang harus dipahami
dan ditaati oleh seluruh pegawai. Pedoman ini yaitu Standar Prosedur Operasional (SPO) dan kebijakan
pengelolaan limbah rumah sakit yang dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh pegawai
yang bersangkutan.
Rumah Sakit X Kota Batam dalam hal ini melakukan sosialisasi mengenai pengelolaan limbah
medis yaitu secara intern. Sosialisasi intern merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan limbah
padat medis yang dilaksanakan oleh Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS),
dimana sosialisasi ini ditujukan kepada seluruh karyawan baru dalam suatu ruangan dimana materi yang
disampaikan adalah cara pemilahan limbah, pewadahan, penanganan jika terjadi tumpahan, dan lain-lain.
Sosialisasi ini tidak hanya dilakukan pada karyawan baru sebelum bekerja di rumah sakit, namun juga
dilakukan peninjauan kembali di setiap tahunnya. Sosialisasi juga diberikan kepada pasien dan
pengunjung secara tidak langsung mendapatkan sosialissasi melalui pelabelan pada setiap wadah yang
tersebar di Rumah Sakit [6]. Pelatihan pekerja, penyediaan APD dan program cek kesehatan juga
merupakan hal penting perlu dilakukan [16]
3.5. Aspek Teknis
Aspek teknis dari pengelolaan limbah pada medis Rumah Sakit X Kota Batam mengacu pada
PerMenLHK No.56 tahun 2015. Adapun pengelolaan limbah padat medis diantaranya yaitu pengurangan,
pemilahan dan pewadahan, simbol dan pelabelan, penanganan dan pengikatan, pengangkutan insitu,
penyimpanan, pengangkutan limbah B3 eksitu dan pengolahan.

763
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

Pengurangan
Pihak rumah sakit selalu memastikan tanggal kadaluwarsa produk-produk dan obat-obatan saat
diantar oleh pemasok. Rumah Sakit X Kota Batam juga melakukan pengurangan limbah padat dengan
melakukan kembali penggunaan limbah yang sudah tidak terpakai (reuse), pengurangan limbah padat ini
merupakan salah satu program green hospital Rumah Sakit X Kota Batam.
Penggunaan kembali jerigen plastik cairan hemodialisa sebagai safety box mampu mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk pembelian safety box.
Rumah Sakit ini juga sudah melakukan pengurangan yang sesuai dengan PerMenLHK No.56 tahun 2015
yang tercantum dalam pasal 38 ayat 1, dapat dilakukan pengolahan untuk bekas kemasan cairan
hemodialisia. Rumah Sakit mengolah kemasan tersebut agar dapat digunakan kembali dan perlu
dilakukan pengosongan dan pembersihan terlebih dahulu setelah penggunaan, sesuai dengan tata cara
pengolahan pada peraturan yang berlaku.
Pemilahan dan Pewadahan
Sistem pemilahan dan pewadahan dilakukan di sumber saat limbah pertama kali dihasilkan.
Pemilahan dan pewadahan dilakukan oleh perawat, staff yang bertugas di setiap ruangan. Selain itu,
upaya yang dilakukan untuk memudahkan dan mengingatkan perawat secara tidak langsung adalah
dengan memberi label pada penutup wadah limbah. Sehingga sebelum memasukkan limbah ke wadah,
para petugas dapat membaca limbah apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam wadah tersebut.
Pewadahan limbah harus dengan kantong limbah yang sesuai, apabila tidak sesuai menimbulkan
penularan penyakit yang tidak diinginkan [1]. Pewadahan di Rumah Sakit X Kota Batam sudah dilakukan
dengan tepat sesuai karakteristik limbahnya.
Simbol dan Pelabelan
Tahap pelabelan dilakukan untuk memudahkan dalam pemilahan dan pengolahan limbah padat
medis yaitu dengan memberikan informasi simbol mengenai warna kantong plastik, dan sumber penghasil
limbah sesuai dengan karakteristik limbah yang dihasilkan. Sehingga resiko wadah tertukar pada saat
dilakukan pembersihan tidak akan terjadi. Untuk limbah infeksius, benda tajam, farmasi & B3, sitotoksik
sudah cukup mewakili karena tercantum isi rincian limbah dan simbol. Pada wadah limbah infeksius dan
benda tajam terdapat simbol biohazard. Untuk limbah infeksius yang berada di toilet yang berisi sampah
pembalut juga sudah terdapat simbol biohazard dan label.
Penanganan dan Pengikatan
Menurut PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 mengatur tata cara penanganan dan pengikatan untuk
limbah padat medis. Tahap pengananan diperlukan untuk menhindari terjadinya tertusuk saat
pengangkutan maupun limbah pada kantong plastik tercecer hingga ke lantai. Pengikatan kantong plastik
dilakukan oleh cleaning service di masing-masing ruangan dilakukan dengan ikatan kelinci, sedangkan
menurut peraturan terkait, kantung limbah seharusnya diikat dengan ikatan tunggal untuk mencegah
limbah tercecer di lantai sehingga penanganan belum sesuai dengan peraturan. Oleh karena itu, perlu
adanya pemantauan mengenai penanganan limbah padat medis.

Gambar 2. Kantong limbah dengan ikatan model “Telinga Kelinci”


Sumber: Dokumentasi (2019)

Tempat sampah yang penuh akan menyebabkan limbah mudah tercecer dan ruangan menjadi
kotor [2]. Oleh karena itu, Upaya yang perlu dilakukan yaitu adanya peningkatan pengawasan mengenai
pengikatan kantong limbah agar limbah padat medis tidak mudah tercecer.
Pengangkutan Insitu

764
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

Tahap pengangkutan Insitu merupakan proses pengangkutan limbah padat medis yang dilakukan
oleh petugas rumah sakit, lalu limbah tersebut diangkut dari sumber (ruangan penghasil limbah) ke TPS.
Limbah yang dihasilkan dari setiap ruangan dikumpulkan oleh petugas cleaning service dan disimpan di
ruang spoelhoek, penyimpanan di ruang spoelhoek selama 2-3 jam. Hal tersebut dilakukan pada setiap
lantainya.
Berdasarkan PerMenLHK No. 5 Tahun 2015, pengangkutan insitu harus menggunakan alat
angkut yang tertutup. Penangkutan insitu limbah dilakukan setiap harinya menggunakan troli yang berisi
3 wheeled bin dengan kapasitas 100 L yang selanjutnya akan diangkut dan dibawa melalui jalur yang
telah ditentukan menuju TPS oleh petugas pengangkut limbah. Pengangkutan perlu memiliki rute khusus
dan melalui area yang tidak banyak dilalui pengunjung, bertujuan untuk meminimalisir risiko penularan
penyakit saat pengangkutan [8]. Di ruang spoelhoek limbah terlebih dahulu ditimbang. Proses
penimbangan ini dilakukan sebelum limbah diangkut. Sehingga terdapat pencatatan limbah yang memuat
data berat limbah di setiap pengumpulannya
Penyimpanan
Setelah dilakukan pengumpulan, limbah padat medis tersebut disimpan di TPS. Limbah padat
medis tersebut disimpan pada 4 buah bin besar dengan kapasitas 600 L sesuai dengan karakteristiknya
yang terdapat di TPS Infeksius sebelum dilakukan pengolahan limbah padat medis. Petugas cleaning
service akan melakukan penimbangan limbah sebelum dibakar. TPS Rumah Sakit dibagi menjadi 3 yaitu
TPS Infeksius, TPS B3 dan TPS Non Infeksius. Pada masing-masing TPS dilengkapi dengan simbol
diantaranya simbol infeksius untuk TPS Infeksius dan simbol infeksius, beracun, korosif, berbahaya
terhadap lingkungan untuk limbah B3. TPS tidak boleh terakses oleh binatang, binatang yang berkeliaran
di rumah sakit dimungkinkan terinfeksi virus melalui penularan intrnasal dan oral [3]. TPS Rumah Sakit
X Kota Batam sudah terhindar dari akses binatang.
Pengangkutan Limbah B3 Eksitu
Sistem pengangkutan limbah B3 eksitu yaitu mengangkut Limbah B3 yang telah disimpan di TPS
Limbah B3 menuju tempat pemusnahan atau pengolahan. Pengangkutan limbah B3 dilakukan oleh pihak
ketiga yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Pengangkutan dilakukan apabila sudah
mendekati batas waktu penyimpanan yang telah ditetapkan di peraturan atau disesuaikan dengan
kapasitas TPS limbah B3 apabila hampir penuh maka dilakukan pengangkutan. Pengangkutan limbah B3
dengan kendaraan darat dan laut. Pihak ketiga akan memberi form pengisian untuk pengambilan limbah
yang disebut dengan lembar manifest. Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan, alat pengangkut
yang digunakan oleh PT. PPLI sudah sesuai dengan PerMenLHK No. 56 tahun 2015, yang disimpan
dalam bak permanen dan tertutup dibelakang pengendara, selain itu memiliki izin pengolahan. Truk yang
digunakan sudah memiliki kelengkapan.
Pengolahan
Pengolahan limbah B3 di lokasi rumah sakit dilakukan dengan menggunakan insinerator.

Gambar 3. Insinerator RSABB


Sumber: Dokumentasi (2019)

Alat ini memenuhi spesifikasi dan masih berfungsi dengan baik. Rumah sakit ini dalam mengolah limbah
padat medis menggunakan incinerator dengan temperatur hingga 1.1000C. Untuk mengurangi resiko
melepasnya partikel limbah B3 ke atmosfer dilakukan dengan mengolah partikel tersebut menggunakan
765
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

cyclone. Partikel tersebut dapat diendapkan atau dilakukan penyemprotan menggunakan air. Proses
pengolahan menggunakan incinerator menghasilkan dust dan sludge incinerator yang akan diolah oleh
PT. PPLI.
Tabel 3. Kesesuaian tahap pengolahan dengan PerMenLHK No. 56 Tahun 2015
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Kondisi Eksisting Kesesuaian
Sesuai Tidak Sesuai
Pengolahan dilakukan oleh penghasil Pengolahan yang dilakukan di √
atau pengolah limbah B3 yang rumah sakit sudah memiliki izin
memiliki izin pengelolaan limbah B3 pengelolaan limbah padat medis
untuk kegiatan pengolahan limbah dari KLH
B3
Pengolahan limbah B3 dapat Pengolahan yang diterapkan √
dilakukan dengan menggunakan rumah sakit yaitu berupa
Beberapa peralatan seperti autoklaf incinerator
tipe gravitasi dan atau tipe vakum,
gelombang mikro, iradiasi frekuensi
radio, incinerator
Lokasi tempat pengolahan harus Tempat pengolahan di rumah √
bebas banjir dan rawan bencana alam sakit terhindari dari banjir dan
bukan daerah rawan bencana
alam
Peralatan pengolahan harus Pengadaan incinerator sudah √
memenuhi izin lingkungan dan melalui persetujuan pemerintah
pengoperasian peralatan setempat sehingga dapat
diterapkan di rumah sakit
Hasil pengolahan yang dihasilkan Limbah asap melalui cerobong √
berupa limbah non-B3 sudah memenuhi standar dan
sudah dilakukan pengujian kadar.
Dust incinerator yang dihasilkan
disimpan di TPS Limbah B3 lalu
diolah oleh pihak ketiga
Sumber: Hasil pengamatan (2019)

Insinerator Rumah Sakit X Kota Batam memiliki 2 burner, dimana burner pertama berfungsi
sebagai pembakaran limbah padat medis yang dihasilkan rumah sakit sedangkan burner kedua berfungsi
sebagai pembakaran bertujuan menurunkan kadar CO sehingga tidak akan mencemari udara sekitar.
Tabel 4. Kesesuaian penggunaan incinerator dengan PerMenLHK No. 56 Tahun 2015
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Kondisi Eksisting Kesesuaian
Sesuai Tidak Sesuai
Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95% Efisiensi pembakaran √
incinerator 91%
Temperatur pada ruang bakar utama sekurang- Temperatur ruang
kurangnya sebesar 800°C dan pada ruang bakar bakar sebesar 500°C- √
kedua sekurang-kurangnya sebesar 1000°C dengan 1.200°C
waktu tinggal paling singkat 2 detik
Sumber: Hasil pengamatan (2019)

Jika dibandingkan kesesuaian penggunaan incinerator di rumah sakit peraturan terkait, belum
sesuai dengan peraturan perundangan terkait yaitu efisiensi pembakaran yang belum mencapai 99,95%
dan suhu minimal belum mencapai 800°C. Hal ini menyebabkan untuk mencapai pembakaran sempurna
membutuhkan waktu tinggal yang lebih lama. Berdasarkan literatur, pembakaran tidak sempurna
(incomplete combustion) akan terjadi apabila waktu tinggal lama dan temperatur pembakaran rendah pada
ruang bakar yang dapat menyebabkan terbentuknya polutan yang menghasilkan dioksin dan furan. Jika
dioksin dan furan berada di udara bebas dan terhirup oleh manusia dapat mengganggu sistem pernafasan.
Hal ini tentu berbahaya karena dioksin dapat mengendap dalam tubuh manusia yang juga menyebabkan
kanker. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan efisiensi dan suhu pembakaran pada incinerator.
3.4 APD (Alat Pelindung Diri)
Penggunaan APD perlu dilakukan sebagai pelindung bagi pekerja dalam mengelola limbah padat
medis. Jenis APD yang digunakan tergantung dari bersarnya risiko terjadap limbah padat medis yang
766
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934

dihasilkan dan dapat melindungi pekerja dari paparan cairan tubuh, darah, meminimalkan kemungkinan
tergores maupun tertusuk dan terpotong. Perlengkapan APD petugas pengelolan limbah padat medis
diletakkan dalam lemari khusus APD. Lemari tersebut berada di depan ruang petugas dan dekat dengan
TPS. Pekerja dapat menggunakan APD seperti celemek dan sarung tangan [7].

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan peraturan terkait, pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit
dengan metode skoring skala likert, tahap pengurangan sebesar 100%, tahap pemilahan sebesar 93,3%,
tahap pewadahan sebesar 93,3%, simbol dan pelabelan sebesar 100%, tahap penanganan sebesar 77,8%,
tahap pengangkutan insitu sebesar 100%, Tahap penyimpanan sebesar 98,35%, tahap pengangkutan
limbah B3 eksitu sebesar 100%, Tahap pengolahan sebesar 96,7% dan kelengkapan petugas 100%. Dapat
disimpulkan bahwa, pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam sudah sesuai dari
sumber sampai pengangkutan limbah B3 eksitu. Namun, masih ada yang harus ditingkatkan yaitu
pengikatan kantong limbah, dimana masih ada beberapa petugas cleaning service yang tidak patuh dalam
pengikatan kantong sampah dengan melakukan kepang plastik ikat kelinci, kemudian efisiensi dan
temparatur minimal ruang bakar incinerator yang masih belum memenuhi.

5. Daftar Pustaka
[1] Alamsyah, B. 2007. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang untuk memenuhi
baku mutu lingkungan. Universitas Diponegoro.
[2] Astuti, A., & Purnama, S. 2014. Kajian Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB).
[3] Darminto, S. B., & SAEPULLOH, M. 1999. Penyakit-penyakit zoonosis yang berkaitan dengan
encephalitis. Wartazoa.
[4] DepKes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.
[5] Keman, S., & Triana, N. 2006. Evaluasi Pengelolaan Sampah Padat di Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Unair.
[6] Laporan pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam
[7] Maulana, M., Kusnanto, H., & Suwarni, A. 2017. Pengolahan limbah padat medis dan pengolahan
limbah bahan berbahaya dan beracun di RS swasta Kota Jogja.
[8] Paramita, N. 2007. Evaluasi pengelolaan sampah rumah sakit pusat angkatan darat gatot soebroto.
Jurnal presipitasi.
[9] PerMenKes No. 7 Tahun 2019 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Indonesia.
[10] PerMenKes No. 340 Tahun 2010 Klasifikasi Rumah Sakit, Indonesia.
[11] PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Indonesia.
[12] Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Indonesia.
[13] Pertiwi, V., Joko, T., & Dangiran, H. L. 2017. Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3) di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
[14] Reinhardt, P, A dan Gordon, G, J, 1991. Infectius and Medical Waste Management. Lewis
Publisher Inc, Michigan.
[15] Undang-undang No. 44 Tahun 2009 Rumah Sakit, Indonesia.
[16] Wilburn, S. Q., & Eijkemans, G. 2004. Preventing needlestick injuries among healthcare workers:
a WHO-ICN collaboration. International journal of occupational and environmental health

767
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT BAHAN


BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI RUMAH SAKIT TK. II 04.05.01 dr.
SOEDJONO MAGELANG

Nila Himayati*, Tri Joko**, Hanan Lanang Dangiran **


*) Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
**) Dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Jalan Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Kota Semarang 50239, Indonesia
*) Email : himayatinila@gmail.com

ABSTRACT
Hospital TK. II 04.05.01 dr. Soedjono Magelang is a grade B hospital which already
has accreditation plenary. Health care facilities has side result was medical and non
medical waste. Medical waste generated belongs to the hazardous materials and
toxic waste. Hazardous and toxic medical solid waste has mandatory be well
managed must be managed properly in the waste began to phase reduction and
sorting, storage phase and the transport phase to reduce the risk of employment,
health, and environmental impact. The purpose of this research was to evaluate the
management of hospital B3 solid waste from reduction and sorting stage, the storage
stage, carriage stage under Regulation Ministry of Environment and Forestry No. 56
in 2015 on Procedures and Technical Requirements for the management of
hazardous and toxic of Health Care Facilities. This research is observational
research which has qualitative descriptive with cross sectional approach. This
research subject is taken using purposive sampling technique that consists of 9 key
informants and 3 triangulation informants. The results of this research showed that
the average B3 solid medical waste generated each day reach 82.37 kg.
Assessment of the evaluation based on the regulation of the Minister of environment
and Forestry Number 56 year 2015 get a percentage of 76,39%, which means do not
meet the standard of 100%. Problems were found in the stages of management,
such as there is no system of labelling on the containers and bags of waste, errors in
the storage and transport, as well as negligence officer in usage self tool protection
(APD) in the storage and carriage stage.

Keyword : Evaluation, management of hazardous and toxic waste, hospital

PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan Keberadaan rumah sakit memberikan
lembaga kesehatan yang kemudahan akses bagi masyarakat
menyediakan layanan kesahatan untuk memperoleh pelayanan
perorangan secara lengkap dan kesehatan dengan jaminan
penuh bagi masyarakat dengan keselamatan dan memberikan
memiliki fasilitas layanan rawat inap, kepastian hukum.1 Aktifitas pelayanan
rawat jalan, dan gawat darurat. kesehatan rumah sakit menjadikan

485
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

rumah sakit sebagai penghasil limbah dan non medis yang sesuai untuk
terbesar salah satunya yaitu limbah menjaga kebersihan dna kenyamanan
yang masuk dalam golongan limbah rumah sakit sehingga tercipta kondisi
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) rumah sakit yang sehat dan dapat
yang berpotensi besar menyebabkan memutuskan laur penularan penyakit
pencemaran lingkungan.2 menular.7
Limbah B3 adalah buangan Menurut lampiran 1 PP Nomor
dari suatu kegiatan yang mengandung 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan
B3 dikarenakan karakteristik yang limbah bahan berbahaya dan beracun
dimilikinya. Limbah tersebut baik limbah medis rumah sakit masuk
secara langsung ataupun tidak dalam kategori limbah B3 dengan
langsung mampu menimbulkan kode limbah A337-1, dimana yang
pencemaran lingkungan, merusak masuk dalam kategori limbah B3 di
lingkungan hidup, bahkan dapat rumah sakit dan fasilitas pelayanan
berdampak buruk pada kelangsungan kesehatan diantaranya adalah limbah
kehidupan manusia.3 medis dengan karakteristik infeksius,
Berdasarkan Profil Kesehatan produk, bahan kimia kadaluarsa,
Indonesia tahun 2016, jumlah rumah farmasi kadaluarsa, peralatan
sakit di Indonesia mencapai 2.601 laboratorium terkontaminasi B3,
rumah sakit umum dan khusus peralatan medis mengandung logam
dengan peningkatan sebanyak 4,5% berat, dan sejenisnya, kemasan
dari tahun 2015.4 Buku Saku produk farmasi dan Sludge IPAL.3
Kesehatan Jawa Tengah tahun 2016, Pengelolaan limbah medis padat
di Provinsi Jawa Tengah terdapat 280 rumah sakit diatur dalam Keputusan
rumah sakit umum dan khusus. Menteri Kesehatan Nomor 1204 tahun
Sebanyak 228 RSU dan 52 RSK.5 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Cakupan rumah sakit yang Lingkungan Rumah Sakit bahwa
melakukan pengelolaan limbah medis pengelolaan limbah medis padat perlu
sesuai standar berdasarkan data Profil meliputi minimasi limbah, pemilahan,
Kesehatan Indonesia tahun 2016 pewadahan, pemanfaatan kembali
sebesar 17,36% dan 6 provinsi yang dan daur ulang.8 Sedangkan dalam
belum melakukan pengelolaan sesuai Permen LHK Nomor 56 tahun 2015
standar yaitu Sulawesi Tengah mengenai Tata Cara dan Persyaratan
Bengkulu, Papua Barat, Nusa Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Tenggara Timur, , Sulawesi Barat, dan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas
Papua.4 Limbah rumah sakit sekitar Pelayanan Kesehatan, rumah sakit
10-20% adalah yang dinilai merupakan salah satu fasilitas
berbahaya dan mampu menimbulkan pelayanan kesehatan yang
berbagai dampak kesehatan, menyumbang produksi LB3 dengan
sehingga 70-90% diantaranya memiliki kewajiban melakukan
merupakan limbah yang menyerupai pengelolaan LB3 meliputi
limbah domestik.6 pengurangan dan pemilahan,
Secara nasional rumah sakit penyimpanan, pengangkutan,
menyumbang produksi limbah padat pengolahan, penguburan, dan/atau
sebanyak 376.089 ton/hari dan penimbunan LB3.9
produksi limbah cair rumah sakit Pada studi pendahuluan yang
sebanyak 48.985 ton/hari. Sehingga sudah dilakukan didapatkan bahwa
dibutuhkan pengelolaan limbah medis pengelolaan limbah B3 yang dilakukan

486
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

di Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. rumah sakit, Kesehatan dan


Soedjono masih belum sepenuhnya Keselamatan Kerja Rumah Sakit
benar dan sesuai menurut Permen (K3RS), dan Pencegahan dan
LHK No 56 tahun 2015, diantaranya Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah
kesalahan pada upaya pemilahan Sakit. Objek penelitian ini adalah
limbah infeksius dan limbah non pengelolaan limbah B3 yang meliputi
medis sehingga ditemukan limbah pemilahan, penyimpanan dan
yang tidak sesuai tempatnya, tidak pengangkutan limbah B3.
adanya simbol B3 pada tong sampah Sumber data yang digunakan
dan pada kantong plastik, pada yaitu data primer dan data sekunder.
pengangkutan diketahui bahwa troli Data primer pada penelitian ini
yang digunakan untuk mengangkut didapatkan berdasarkan hasil dari
limbah B3 memiliki warna yang sama observasi langsung dan wawancara
dengan troli yang digunakan untuk secara mendalam. Data sekunder
mengangku limbah domestik, pada penelitian ini adalah telaah
sehingga memungkinkan terjadi dokumen yang terkait dengan
kekeliruan penggunaan troli. TPS pengelolaan limbah medis padat B3 di
kebersihannya masih kurang dan tidak rumah sakit berupa data terkait
ada tempat untuk menyediakan alat pengelolaan limbah medis dari rumah
pelindunng diri (APD) cadangan. sakit, pedoman pengelolaan limbah
Penelitian ini memiliki tujuan medis rumah sakit secara umum, dan
untuk melakukan evaluasi SOP pengelolaan limbah rumah sakit.
pengelolaan limbah medis padat B3 Teknik pengumpulan untuk
pada aspek pengurangan dan data primer dan sekunder
penyimpanan, pemilahan, dan menggunakan metode observasi,
pengangkutan berdasarkan Permen wawancara, dan dokumentasi.
LHK No 56 tahun 2015 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Teknis HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Limbah Bahan Karakteristik Limbah Medis Padat
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas B3
Pelayanan Kesehatan.0 1. Sumber Limbah Medis Padat B3
0 Sumber penghasil limbah
METODE PENELITIAN padat medis B3 ada 18 ruangan yaitu
Jenis ini adalah penelitian 9 ruang rawat inap, ICU, hemodialisa,
observasional dengan pendekatanan laboratorium, poliklinik, instalasi
deskriptif yang menggunakan metode bedah, IGD, CSSD, kemoterapi,
kualitatif, berdasarkan pendekatan patologi anatomi.
cross-sectional untuk waktu IPCN Rumah Sakit:
penelitiannya.10,11 Penentuan subjek “Hampir semua layanan perawatan
pada penelitian ini menggunakan ada terutama di ruang rawat inap,
purposive sampling yang terdiri dari untuk rawat jalannya ya, yang paling
informan utama dan informan banyak seperti HD, kemudian ruang
triangulasi. Informan utama sebanyak kemoterapi.”
8 orang yang terdiri dari kepala ruang K3RS Rumah Sakit :
pengasil limbah, sta sanitasi, dan “Semua unit bangsal dan sebagian
petugas khusus limbah B3. rawat jalan, kalo HD ikut rawat jalan,
sedangkan untuk informan kemudian OK, CSSD, kalau radiologi
triangulasinya yaitu staf sanitasi

487
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

sudah tidak soalnya sudah pakai Jenis limbah yang dihasilkan


digital.” setiap ruangan memiliki komposisi
Staf Sanitasi Rumah S yang berbeda-beda. Secara umum
“Semua ruangan perawatan, bagi limbah medis padat B3 yang
yang rawat jalan dan rawat inap. dihasilkan pada pelayanan kesehatan
Rawat jalan kalo ada tindakan padti meliputi masker disposable, sarung
ada limbahnya.” tangan disposable, jarum suntik, spuit,
Hal ini serupa dengan kassa/kapas terkontaminasi, plabot,
penelitian yang dilakukan oleh selang infus, alkohol swab, ampul,
Elnovrian, Thamrin, dan Dedi di RS kateter, botol obat, reagen kimia,
PB menyebutkan bahwa limbah medis siringe, sisa obat, celemek
dihasilkan dari, UGD, laboratorium, terkontaminasi, pembalut bekas, vial,
ruang rawat inap poliklinik, ICU, jaringan tubuh, darah, cairan tubuh,
operasi dan ruang bersalin.12 pembungkus alat, urin bag, selang,
jerigen HD, alat tester, dan sludge
2. Jenis Limbah Medis Padat B3 IPAL.
Tabel 1. Jenis Limbah Medis B3 Berdasarkan Sumbernya
Sumber Jenis Limbah Medis B3
Rawat Inap Masker disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit, kassa/kapas terkontaminasi,
plabot, selang infus, alkohol swab, ampul, kateter, botol obat, darah, cairan tubuh, pembalut
bekas, vial, pembungkus alat, urin bag, selang
Rawat Jalan Masker disposable, sarung tangan disposable, kassa/kapas terkontaminasi, jarum suntik, spuit,
(poliklinik) pembalut bekas, alkohol swab, cairan tubuh
IGD Masker disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit, kassa/kapas terkontaminasi,
plabot, selang infus, alkohol swab, ampul, darah, cairan tubuh, pembalut bekas,
Hemodialisa Masker disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit, kassa/kapas terkontaminasi,
plabot, selang konsumable, pembalut bekas, cairan tubuh, darah, jerigen
Laboratorium Masker disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit, jaringan tubuh, cairan tubuh,
darah, sampel cup, tabung kimia, tabung ematologi, kertas/tisu terkontaminasi, pipet, reagen
kimia
Ruang Masker disposable, sarung tangan disposable, jarum suntik, spuit, kassa/kapas terkontaminasi,
Bedah bisturi, ampul, darah, cairan tubuh, jaringan tubuh, potongan tubuh, plastik pembungkus
instrument
Kemoterapi Masker disposable, sarung tangan disposable, kassa/kapas terkontaminasi, infus set, sisa obat,
pembalut bekas, celemek kontaminasi.
Farmasi Obat rusak dan kadaluwarsa (tablet, kapsul)
IPAL Sludge IPAL

Berdasarkan tabel 1. kemoterapi. Limbah medis B3 dengan


mengenai jenis limbah medis B3 yang karakteristik patologis dihasilkan di
dihasilkan disetiap sumber dapat ruang bedah dan laboratorium.
diketahui bahwa terdapat variasi jenis Llimbah radioaktif tidak dihasilkan
limbah yang dihasilkan. Diketahui dikarenakan sudah memakai alat yang
bahwa limbah medis B3 dengan digital. Instalasi Pengelolaan Air
karakteristik infeksius dan benda taja Limbah (IPAL) juga menghasilkan
bersumber dari ruang rawat inap, limbah padat infeksius yang berbentuk
rawat jalan, IGD, hemodialisa, sludge. Limbah farmasi dihasilkan di
kemoterapi, bedah, dan laboratorium. instalasi farmasi, untuk limbah farmasi
Limbah medis B3 dengan karakteristik pengelolaannya dilakukan sendiri oleh
benda tajam ditemukan disemua pihak farmasi rumah sakit. Sehingga
ruangan kecuali instalasi farmasi. unit sanitasi tidak melakukan
Limbah medis B3 dengan karakteristik pengelolaan terhadap limbah farmasi.
sitotoksik dihasilkan di ruang

488
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Komposisi sampah yang dihasilkan atan terhadap limbah medis padat B3


setiap rumah sakit berbeda-beda, yang dhasilkan setiap harinya.
tergantung pada spesialisasi rumah Pencatatan jumlah limbah sudah
sakit, tipe rumah sakit, social ekonomi berdasarkan masing-masing ruangan
masyarakat, budaya, penggunaan alat sumber limbah medis padat B3.
sekali pakai , bahan kemasan serta Pencatatan dilakukan di TPS setelah
praktik pengelolaan limbah.13 pengangkutan dan penimbangan dari
K3RS Rumah Sakit setiap sumber limbah kedalam
“Kalau disini yang terkumpul sampah logbook yang sudah disediakan.
medis infeksiusnya, kalo yang lain Penimbangan dan pencatatan logbook
belum, sama yang sampah umum dilakukan oleh cleaning service
domestik itu jadi dua. Kalau farmasi khusus limbah medis
dikelola farmasi sendiri .”

3. Jumlah Limbah Medis Padat B3


U No Hari Tgl-Bln-Thn Jumlah (kg)
nit 1 Kamis 1 – 3 – 2018 102,12
sanitas 2 Sabtu 3 – 3 – 2018 90,22
3 Minggu 4 – 3 – 2018 33,89
i 4 Senin 5 – 3 – 2018 97,88
rumah 5 Selasa 6 – 3 – 2018 97,98
sakit 6 Rabu 7 – 3 – 2018 103,97
7 Kamis 8 – 3 – 2018 95,17
melak 8 Jumat 9 – 3 – 2018 79,66
ukan 9 Sabtu 10 – 3 – 2018 97,4
pencat 10 Minggu 11 – 3 – 2018 39,22
11 Senin 12 – 3 – 2018 63,49
Tabel 12 Selasa 13 – 3 – 2018 101,84 2.
13 Rabu 14 – 3 – 2018 88,89
14 Kamis 15 – 3 – 2018 122,41
15 Jumat 16 – 3 – 2018 92,9
16 Sabtu 17 – 3 – 2018 83,5
17 Minggu 18 – 3 – 2018 39
18 Senin 19 – 3 – 2018 67,5
19 Selasa 20 – 3 – 2018 84,5
20 Rabu 21 – 3 – 2018 96,3
21 Kamis 22 – 3 – 2018 89,5
22 Jumat 23 – 3 – 2018 115
23 Sabtu 24 – 3 – 2018 93,5
24 Minggu 25 – 3 – 2018 46,5
25 Senin 26 – 3 – 2018 53,5
26 Selasa 27 – 3 – 2018 99
27 Rabu 28 – 3 – 2018 89
28 Kamis 29 – 3 – 2018 91,5
29 Jumat 30 – 3 – 2018 89,5
30 Sabtu 31 – 3 – 2018 108,5
Total limbah bulan maret (kg) 2553,34
Rata-rata per hari bulan maret (kg) 82,37
Jumlah limbah medis padat B3

489
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Berdasarkan tabel 2. dapat Sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono


diketahui bahwa limbah yang Magelang masih belum bisa dikatakan
dihasilkan selama bulan Maret 2018 baik sesuai dengan kriteria tata cara
sebanyak 2553,34 kg dengan rata- dan persyaratan pengelolaan limbah
rata per harinya 82,37 kg. Data jumlah B3 pada Permen LHK Nomor 56
didapatkan dari logbook pengelolaan Tahun 2015 karena memiliki nilai
limbah B3 yang dilakukan pencatatan prosentase pada keseluruhan
setiap hari. Banyaknya limbah medis pengelolaan limbah yang dilakukan
padat yang dihasilkan oleh Rumah masih rendah yaitu memperoleh nilai
Sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono sebesar 76,39%. Sedangakan dapat
Magelang dipengaruhi oleh jumlah dikatakan memenuhi syarat sesuai
kunjungan pasien, kapasitas tempat Permen LHK Nomor 56 Tahun 2015
tidur (TT), lama perawatan inap apabila memperoleh nilai lebih besar
pasien. Hal ini sesuai dengan hasil dari 100%.
peneitian yang dilakukan oleh 1. Pengurangan dan Pemilahan
Askarian yang menyatakan bahwa Limbah Medis Padat B3
tingkat pemakaian tempat tidur (BOR) Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr.
, jenis tindakan perawatan yang Soedjono Magelang sudah melakukan
diberikan, dan jumlah pengunjung upaya pengurangan pada sumber
yang hadir mempengaruhi besarnya limbah yaitu sebagian penghasil
volume limbah medis padat yang limbah sudah menggunakan
dihasilkan.14 Penimbangan juga termometer digital sehingga
dilakukan oleh pihak ketiga sebelum menggurangi limbah B3 jika terjadi
diangkut. Pengangkutan oleh pihak kerusakan yaitu merkuri, kemudian
ketiga dilakukan dua atau tiga kali tidak menggunakan pengharum
dalam satu minggu. Pihak ketiga yaitu aerosol. Upaya tersebut sudah sesuai
PT. Tenang Jaya Sejahtera mengelola dengan Permen LHK No 56 tahun
100% limbah medis padat B3 yang 2015 untuk mengurangi penggunaan
dihasilkan oleh rumah sakit. material yang akan menghasilkan
limbah B3. Pihak rumah sakit juga
Evaluasi Pengelolaan Limbah mengontrol pendistribusian bahan
Medis Padat B3 kimia dan obat yang tanggung
Pengelolaan limbah medis jawabnya dipegang oleh instalasi
padat B3 yang dilakukan di Rumah
farmasi. Upaya penggunaan dapat menetapkan rencana strategi
kembali (reuse) juga sudah dilakukan untuk pengelolaan limbah dan
dengan cara menggunakan kembali rencana anggarannya.12
jerigen bekas hemodialisa (HD) Upaya pemilahan juga sudah
sebagai tempat limbah benda tajam. dilakukan oleh pihak rumah sakit
Menurut Saghita (2017), dengan mulai dari sumber limbah, dimana
melakukan upaya minimasi dan dilakukan pengkategorian tempat
pengelolaan sesuai aturan maka sesuai dengan karakteristik limbah
dalam segi ekonomi bisa mengurangi yaitu limbah medis, limbah non medis,
biaya dalam pengelolaan limbah dan dan limbah benda tajam. Wadah dan

490
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

kantong plastik limbah tidak memiliki “Kalo sampah standar ada tiga, ada
simbol karakteristik limbah tertentu. limbah medis, non medis, sama
Sistem pelabelan sudah berjalan yaitu limbah benda tajam kalo khusus
dengan memberikan keterangan atau kemoterapi ada limbah sitotoksik jadi
informasi diatas penutup wadah ada empat. untuk sementara limbah
mengenai jenis limbah yang harus sitotoksiknya memakai plastik ungu
dibuang diwadah tersebut. Sistem
yang kecil-kecil dan disendirikan dari
pelabelan, pemberian simbol, dan
plastik kuning yang infeksius. kalo
pembedaan karakteristik limbah
berguna untu mencegah penyebaran sampah non medis pakai plastik
penyakit akibat limbah medis tersebut hitam.”
terhadap pengelola limbah. Limbah Kepala Instalasi Rawat Inap :
medis padat seperti bekas jarum “Disana kita bagi tempatnya sampah
suntik, apabila dibuang bersamaan sudah sendiri-sendiri. Limbah medis
dengan limbah domestik maka akan sendiri , non medis sendiri mbak, jadi
membahayakan petugas kebersihan yang ngambil bisalangsung memilah
yang mengelolanya, dapat diambil karena petugas pengambil sampah
oleh pemulung sampah sehingga medis sendiri, sampah non medis
dapat meningkatkan penularan HIV sendiri. Benda tajam juga tempatnya
(99%) lewat penggunaan jarum suntik sendiri
bekas.7
Staf Sanitasi Rumah Sakit:

Tabel 3. Upaya pengurangan dan pemilahan limbah medis padat

Sumber Upaya pengurangan dan pemilahan limbah medis padat B3


Rawat inap 1. Membuang limbah sesuai dengan tempat yang disediakan berdasarkan kriteria limbah
medis infeksius dengan plastik kuning, limbah non medis dengan platik hitam, dan
limbah benda tajam dengan jerigen.
2. Tidak menggunakan pengharum ruangan aerosol
3. Membuang sisa cairan pada infus dan selang.
4. Pembersihan ruangan dengan cara dipel dengan desinfektan karbol/wipol
5. Tidak melakukan penyimpanan obat, sehingga semua obat yang dibutuhkan langsung
diambil di apotik setelah ada resep dokter.
Rawat jalan 1. Membuang limbah sesuai dengan tempat yang disediakan berdasarkan kriteria limbah
(poliklinik) medis infeksius dengan plastik kuning, limbah non medis dengan platik hitam, dan
limbah benda tajam dengan jerigen.
2. Tidak menggunakan pengharum ruangan aerosol
3. Pembersihan ruangan dengan cara dipel dengan desinfektan karbol/wipol
IGD 1. Membuang limbah sesuai dengan tempat yang disediakan berdasarkan kriteria limbah
medis infeksius dengan plastik kuning, limbah non medis dengan platik hitam, dan
limbah benda tajam dengan jerigen.
2. Tidak menggunakan pengharum ruangan aerosol
3. Pembersihan ruangan dengan cara dipel dengan desinfektan karbol/wipol
4. Menggunakan termometer digital
5. Tidak melakukan penyimpanan obat, sehingga semua obat yang dibutuhkan langsung
diambil di apotik setelah ada resep dokter.
6. Pembersihan tumpahan bahan kimia atau ceceran darah menggunakan spill kit

Hemodialisa 1. Terdapat troli untuk memuat semua kebutuhan obat 1 (pasien) yang dilengkapi dengan
platik kuning untul limbah infeksius, dan platik hitam untuk limbah non medis.
2. Pemanfaatan jerigen bekas dialiser
3. Limbah benda tajam dibuang di jerigen bekas
4. Dilakukan desinfektan setiap pergantian pasien dengan klorin
5. Membuang sisa cairan pada infus dan selang pada spoelhoek
Kemoterapi 1. Melakukan pemilahan limbah menjadi 3 kategori yaitu limbah medis infeksius dilapisi
plastik warna kuning, limbah sitotoksik dilapisis plastik warna ungu, dan limbah non

491
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

medis dengan plastik warna hitam.


2. Limbah benda tajam menggunakan jerigen bekas HD
Laboratorium 1. Pemilahan limbah medis infeksius dan non medis
2. Limbah benda tajam dibuang di jerigen bekas HD
3. Menggunakan termometer ruang digital
Bedah 1. Melakukan pemilahan limbah medis infeksius, non medis, dan benda tajam sesuai
dengan tempat yang disediakan
2. Sterilisasi ruangan dengan sinar UV
3. Menggunakan kembali alat kesehatan seperti set minor, set mayor untuk proses
operasi
4. Menggunakan monitor untuk mengetahui suhu dan kondisi tubuh
5. Ada spill kit pada setiap ruangan
6. Tidak memakai penharum ruangan aerosol
2. Penyimpanan Limbah Medis dimana proses pembersihan ruangan
Padat B3 tidak dilakukan setiap hari, yaitu
Upaya penyimpanan yang dilakukan setelah pengangkutan
dilakukan di sumber limbah berupa limbah ke pihak ketiga. Serta
penyimpanan dalam wadah yang kurangnya jumlah petugas dan
sudah disediakan sesuai dengan perhatian terhadap TPS oleh unit
karakteristiknya sebelum diangkut ke sanitasi. Troly dan area TPS harus
TPS oleh petugas. Penyimpanan dilakukan pembersihan serta
sementara apabila dilakukan terlalu desinfeksi agar mikroorganise
lama maka akan menyebabkan jumlah patogan yang ada dapat hilang
bertambah banyak sehingga tidak sehingga tidak menimbulkan masalah
teratur cara penyimpanannya / kesehatan kepada pekerja
berantakan dan dapat menjadi sumber (Misgiono,2014).17
penyakit.15 Staf Sanitasi Rumah Sakit:
Lokasi TPS LB3 yang sudah “Ada APAR, P3K, wastafel,
sesuai dengan persyaratan dalam handscrub, sabun cuci tangan,
peraturan yaitu termasuk dalam lokasi handtowel, saluran IPAL terus
yang bebas banjir dan bencana alam, timbangannya buat limbah B3 juga
memiliki jarak yang jauh dengan ditaruh sana.”
aktifitas pelayanan kesehatan, lalu Tata cara penyimpanan yang
lalang pengunjung dan pasien dengan dilakukan yaitu limbah infeksius
jarak 100 – 200 meter. dengan plastik warna kuning
Fasilitas yang ada di area TPS dimasukan ke welbin dan limbah
LB3 sudah sesuai dengan persyaratan benda tajam yang ada di jerigen
dalam peraturan yaitu lantai terbuat disusun dengan rapi serta ditutup.
dari semen sehingga mudah untuk Pada saat penyimpanan tidak
proses pembersihan, sumber air, ditemukan adanya penumpukan
bangunan permanen dengan atap dan volume limbah karena welbin yang
memiliki vetilasi dara yang cukup, disediakan cukup untuk menampung
dinding kokoh, kotak P3K, dan APAR. limbah yang dihasilkan. Penyimpanan
Penyediaan alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit
(APAR) merupakan salah satu upaya di dalam TPS LB3 selama dua hari.
dari penanggulangan keadaan darurat Hal ini sudah sesuai dengan Permen
untuk mengantisipasi adanya LHK No 56 tahun 2015 yang
kebakaran yang akan menyebabkan menyebutkan bahwa penyimpanan
kerugian besar (Rizky,2009).16 limbah radioaktif, infeksius, daa
Kondisi kebersihan area dan sitotoksik pada suhu lebih dari 0℃
ruang penyimpanan kurang bersih maksimal peyimpannya adalah 2

492
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

(dua) sejak limbah dihasilkan untuk pagi hari pada saat rumah sakit masih
menghindari adanya pertumbuhan dalam kondisi sepi selain itu alat
bakteri, putreaksi, dan bau. angkut yang digunakan juga dapat
3. Pengangkutan Limbah Medis ditutup sehingga mengurangi
Padat B3 persebaran penyakit pada saat
Pengangkutan limbah medis pengangkutan. Sejalan dengan
padat B3 yang dihasilkan dari masing- penelitian yang dilakukan oleh
masing sumber, kemudian akan Agustina (2014) bahwa jalur
dibawa ke TPS LB3 dilakukan pengangkutan yang digunakan sudah
sebanyak 2 (dua) kali dalam satu hari dipertimbangkan sehingga jalur yang
yaitu pada pagi hari (06.30 WIB) dan dilalui untuk membawa limbah medis
siang hari (13.30 WIB). Pengangkutan sudah terstruktur dan berusaha
yang dilakukan secara tidak terjadwal menghindari jalur yang digunakan
atau tidak rutin minimal sehari sekali oleh pengunjung agar tidak
makan akan mengakibatkan mengganggu kenyamanan
penimbunan sampah pada penghasil pengunjung.7
limbah (Aulia, 2012).18 Penggunaan alat pelindung diri
Petugas Kebersihan LB3 : (APD) sudah dilakukan mulai dari
“Pagi hari pukul setengah tujuhan tahap pengurangan dan pemilahan,
dilakukan sebanyak dua kali sehari, penyimpanan dan pengangkutan,
satunya siang jam satu setengah dua namun belum dilakukan secara
tapi cuma yang banyak-banyak saja optimal dengan baik dan benar.
yang dibangsal tidak.” Persyaratan dalam EPA (Environment
Alat pengangkutan yang Protection Agency) menyatakan
digunakan berupa troli khusus untuk bahwa penanganan limbah
limbah medis padat B3 yang sudah seharusnya menggunakan peralatan
sesuai dengan peraturan yaitu mudah pelindung.19
dilakukan bongkar muat limbah,
mudah dibersihkan, tahan dengan KESEIMPULAN
goresan benda tajam, dan beroda 1. Karakteristik limbah medis padat
sehingga memudahkan mobilitas B3 :
pengangkutan serta dilengkapi a. Sumber penghasil limbah
dengan simbol limbah infeksius. Hal medis padat bahan berbahaya
ini serupa dengan penelitian yang dan beracun (B3) berasal dari
dilakukan oleh Astuti (2014) bahwa 8 pelayanan kesehatan yaitu
pengangkutan limbah menuju TPS pelayanan rawat inap,
diangkut menggunakan troli.7 pelayanan rawat jalan
Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr. (poliklinik), pelayanan
Soedjono Magelang belum memiliki hemodialisa, pelayanan
jalur khusus untuk pengangkutan kemoterapi, pelayanan
limbah medis padat B3. Rute farmasi, pelayanan instalasi
pengumpulan dimulai dari area gawat darurat (IGD),
penghasil yang paling jauh dari TPS pelayanan laboratorium, dan
sampai dengan area penghasil yang pelayanan instalasi bedah.
paling dekat dengan TPS LB3 selain b. Jenis limbah medis padat
itu melewati jalur belakang untuk bahan berbahaya dan beracun
menghindari area yang banyak dilalui (B3) meliputi masker
oleh banyak orang dan memilih waktu disposable, sarung tangan

493
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

disposable, jarum suntik, spuit, setelah selesai pengangkutan


kassa/kapas terkontaminasi, ke pihak ketiga.
plabot, selang infus, alkohol c. Pada tahap pengangkutan
swab, ampul, kateter, botol sebagian besar sudah
obat, siringe, sisa obat, memenuhi syarat berdasarkan
celemek terkontaminasi, Permen LHK No 56 tahun
pembalut bekas, vial, jaringan 2015, namun ada yang belum
tubuh, pembungkus alat, urin memenuhi yaitu tidak memiliki
bag, selang, jerigen HD dan jalur khusus, kesalahan
alat tester. pengikatan, kelalaian
c. Jumlah limbah medis padat menggunakan APD lengkap.
bahan berbahaya dan beracun 3. Evaluasi pengelolaan limbah medis
(B3) yang dihasilkan pada padat B3 di Rumah Sakit Tk.II
bulan Maret 2018 sebanyak 04.05.01 dr. Soedjono Magelang
2553,34 kg dengan rata-rata memiliki prosentase 76,39 %
per harinya 82,37 kg sehingga dapat dinyatakan bahwa
2. Identifikasi pengelolaan limbah masih belum memenuhi ketentutan
medis padat B3: persyaratan berdasarkan Peraturan
a. Pada tahap pengurangan dan Menteri Lingkungan Hidup dan
pemilahan sebagian besar Kehutanan No 56 tahun 2015
sudah memenuhi syarat
berdasarkan Permen LHK No SARAN
56 tahun 2015 , namun ada a. Untuk meningkatkan upaya
yang belum memenuhi yaitu pengelolaan limbah B3 maka
tidak ada SPO untuk sebaiknya standar prosedur
pengurangan limbah, tidak ada operasional (SPO) mengenai
sistem pemberian simbol pada pengelolaan limbah B3 dibuat
kantong dan wadah limbah, terpisah untuk masing-masing
pada karakteristik pemilahan tahap, sehingga lebih mudah
belum sesuai dengan Permen dipahami dan dilakukan oleh setiap
LHK No 56 tahun 2015 petugas yang bersangkutan.
b. Pada tahap penyimpanan b. Pemilahan limbah sesuai
sebagian besar sudah karakteristiknya perlu untuk
memenuhi syarat berdasarkan ditingkatkan dengan menambahkan
Permen LHK No 56 tahun plastik warna ungu dan coklat
2015, namun ada yang belum sesuai dengan persyaratan yang
memenuhi yaitu ruangan yang ada.
dapat diakses oleh serangga, c. Pemberian simbol pada wadah dan
melakukan pemadatan pada kantong limbah untuk
satu katong limbah, tidak mempermudah melakukan
menggunakan kantong plastik pemilahan sehingga tidak terjadi
ganda pada kantong yg bocor, kesalahan dalam pemilahan.
kelalaian menggunakan APD d. Perlu dilakukan evaluasi dan
lengkap, pada proses pengawasan yang lebih untuk
pembersihan TPS LB3 dan pengelolaan limbah bahan
wadah penampung limbah berbahaya dan beracun (B3) yang
yang dibersihkan hanya ada di rumah sakit khususnya pada
tahap penyimpanan di TPS LB3

494
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

e. Kegiatan sosialisasi dan inspeksi


perlu dioptimalkan agar
mengurangi tingkat kesalahan dan
meningkatkan pengetahuan
petugas mengenai pengelolaan
limbah B3 yang baik dan benar.

495
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

HUKUM DAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN


BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) WILAYAH
PERBATASAN NEGARA DI KEPULAUAN RIAU
Ukas1, Zuhdi Arman2

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Putera Batam
Jalan R. Soeprapto Muka Kuning, Kibing, Kec. Batu Aji, Kota Batam, Kepulauan Riau
1
Ukasibrahim@gmail.com, 2Zuhdiarman1@gmail.com

Abstract, Hazardous and toxic waste (B3) is waste generated from a production process both
industrial and other business activities, where the people who live there are usually found or
produce waste, waste water or other activities that are not well managed will have an impact on
creatures and the environment around it, because of its nature and concentration, both directly
and indirectly, can damage the environment and the health of living things around it. The
method used in this research is normative juridical. The results of the study show that pollution,
hazardous and toxic substances (B3) can occur anytime and anywhere, whether carried out by
industry or other business activities to take advantage without thinking about mistakes caused
by these activities, the arrangement and environmental habitat are damaged due to
environmental damage and which do not less important is the emergence of hazardous and
toxic substances, which must be fought to maintain the development of a beautiful and
environmentally friendly environment for now and for generations to come.
Keywords:Waste; dangerous; Poisonous; Border.

Abstrak, Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun kegiatan usaha lainnya, dimana masyarakat
bermukim disana biasa didapati atau menghasilkan sampah, air buangan atau aktivitas lainnya
yang tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan dampak bagi makhluk dan lingkungan
disekitarnya, karena sifat dan konsentrasinya baik langsung maupun tidak dapat merusak
lingkungan dan kesehatan mahluk hidup disekitarnya. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan pencemaran,
bahan berbahaya dan beracun (B3) bisa saja terjadi kapan dan dimana saja baik dilakukan
oleh industri dan kegiatan usaha lainnya untuk mengambil keuntungan tanpa memikirkan
kesalahan akibat kegiatan tersebut, penataan dan habitat lingkungan itu rusak karena
terjadinya kerusakan lingkungan dan yang tak kalah penting munculnya bahan berbahaya dan
beracun, yang harus diperangi untuk menjaga pembangunan lingkungan yang asri dan
berwawasan lingkungan untuk saat ini dan saat generasi yang akan datang.
Kata Kunci:Limbah; Berbahaya; Beracun; Perbatasan.

~ 200 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

Pendahuluan
Dalam perkembangan sejak kemerdekaan sampai dengan sekarang ini Indonesia
merupakan Negara demokrasi yang menerapkan hukum.1Hukum Lingkungan merupakan
suatu kajian tentang tata alam, ilmu ini tergolong baru dipelajari khususnya di Indonesia.
Berbicara hukum lingkungan berarti berbicara tentang sumber daya alam dan peraturan
hukum yang mengaturnya, baik yang meliputi tata hukum lingkungan, perlindungannya,
kesehatan lingkungan, maupun perselisihan lingkungan. Dalam tulisan ini penulis secara
umum mengedepankan kepada hukum pengelolaan pencemaran lingkungan yang bisa
berakibat lebih jauh karena selainkerusakan lingkungan (kesehatan lingkungan) juga
menimbulkan bahaya yang ditimbulkan yakni secara khusus adanya yang dikenal bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Menurut Drupsteen bahwa “hukum lingkungan(milieurecht) adalah “hukum yang
berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijkmilieu) dalam arti luas, ruanglingkupnya
berkaitan dengan ruangpengelolaan lingkungan, dengan demikian hukum lingkungan
merupakan instrument-instrumen yuridis bagi pengelolaan lingkungan”2lebih lanjut St.
Moenadjat Danussaputro membedakan antar hukum lingkungan modern yang
berorientasi kepada lingkunganatau (environment-oriented law) dan hukum lingkungan
klasik yang berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau (use-oriented law)3,yang
dalam penulisan ini lebih mengarah kepada hukum lingkungan klasik yang berorintasi
secara khusus kepada penggunaan lingkungan yaitu pengelolaan pencemaran dan bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang membahayakan lingkungan dan kesehatan mahluk
hidup terutama manusia dan sekitarnya.
Beberapa Peraturan perundang-undangan yang mengatur lingkungan (perlindungan
hukum lingkungan) mulai dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 bahkan sampai
pada perubahan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH). Perlindungan yang
termaktub dalam Undang-Undang tersebut meliputi perlindungan sumber daya alam
hayati dan sumber daya alam non hayati dan ekosistemnya, bahwa perlindungan hukum
itu dilakukan berdasarkan Baku Mutu Lingkungan (BML) dan sebagainya.
Lingkungan Hidup Sebagai Kesatuan Ruang, dan Lingkungan hidup sebagai
kesatuan ruang dengan semua benda. Hukum lingkungan sebagai kesatuan ruang semua
benda, daya, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya bagitu mempengaruhi
alam itu sendiri. Dalam ilmu ekologi (ilmu tentang makhluk hidup di dalam rumah
tangganya), artinya setiap makhluk hidup berada dalam suatu proses penyesuaian diri
(adaptasi) dalam sistem kehidupan yang dipengaruhi oleh asas-asas dalam kelangsungan
perikehidupan ekologi tersebut. Menurut Nursid Sumaatmadja bahwa”asas dari ekologi
dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) yaitu asas keanekaragaman, kerjasama, persaingan,

1
Zuhdi Arman, Tinjauan Terhadap Sistem Multi Partai Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial
Di Indonesia Pada Era Reformasi, Jurnal Cahaya Keadilan, Vol 6, No.1, April 2018, hlm.23
2
Grusteen, yang dikutip Muhammad TaufikMakarau, Aspek-AspekHukumLingkungan, (Jakarta:
PT. Indeks, 2011), hlm. 3.
3
St. MoenadjatDanussaputro, HukumLingkungan, (Bandung: Bina Cipta,1979), hlm 35-37.

~ 201 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

intraksi dan asas keseimbangan4. Dalam sistem peri kehidupan ekologi tersebut
diperlukan pengaduan yang berwujud penetapan nilai-nilai dalam kehidupan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui pendekatan norma-norma hukum lingkungan.
Indonesia dengan Undang-Undang lingkungan yang ada dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Kesatuan Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup (UULH)
yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) yangmengenal dua bentuk masalah-masalah lingkungan
hidup yaitu pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup sebagaimana
dalam Pasal 1 butir (2 ) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yakni masuknya atau
dimasukannyamakhluk hidup, zat, energy dan atau komponenlain kedalam lingkungan
hidup, oleh kegiatan, sehinggakualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Dalam
perkembangan berikutnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 menjadi Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam Pada Pasal 1 butir 12 dipertegas dan menambah
kelimat akibat dari rusaknya lingkungan itu salah satu sebab karena terjadi pencemaran
yang membawa akibat hal negatif dengan munculnya bahan berbahaya dan beracun (B3),
dari Pasal tersebut perlunya pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup terutama di wilayah air yang meliputi (danau,
sungai, pantai dan laut) tanpa membedakan wilayah udara ,darat, dan laut (terutama
wilayah laut perbatasan negara (Kepri) khususnya.
Pembangunan terhadap ekologi di ukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari
batas-batas yang ditetapkan sesuai komponen atau daya tenggap ekosistem lingkungan,
kemampuan lingkungan atau daya ekosistem lingkungan tersebut dikenal dengan istilah
daya dukung lingkungan (carrying coacity), adapaun untuk batas-batas daya dukung
kemampuan lingkungan disebut dengan istilah nilai ambang batas (NAB). Menurut
Muhammad Erwin dalam bukunya Hukum Lingkungan bahwa “nilai ambas batas
merupakan batas tinggi (maksimum) dan terendah (minimum) dari kandungan zat-zat,
makhluk hidup, atau komponen komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap intraksi
yang diperkenankan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu
lingkungan.5
Pengertian batas mutu lingkungan juga dapat dipahami dari rumusan dalam Pasal 1
angka 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni
ukuran batas atau keadaan makhluk hidup, zat, energy atau komponen yang dapat atau
harus ada atau unsur pencemaran yang ditegangkan adanya dalam suatu sumber daya
bentuk sebagai unsur lingkungan hidup.
Pemerintah telahmelakukan berbagaiupaya penanggulangan,6Pencemaran
Lingkungan dan Pengelolaan Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Didalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan

4
R. M. Gatot P. Soemartono, HukumLingkungan Indonesia, (Jakarta: SinarGrafika,1996),hlm. 37.
5
Muhamad Erwin,
HukumLingkunganDalamSistemPerlindungandanPengelolaanLingkunganHidup di Indonesia.
(Jakarta: RafikaAditama, 2015), hlm. 49.
6
Jevlin Solim, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Situs Jual Beli Online Di
Indonesia, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol 14, No.1, 2019, hlm 106.

~ 202 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dimana dalam
Pasal 17 penulis pahami bahwa ketentuan-ketentuan yang mendasar pencegahan akibat
sudah dan terjadinya pencemaran lingkungan dan penanggulangan perusakkan secara
integral beserta beberapa peraturan lainnya. Untuk pencemaran dari segi pengawasannya
harus dilakukan secara sunguh-sungguh (secara sektoral). Hal ini telah ditetapkan dari
berbagai Perurutan perundang-undangan lainnya yang ada termasuk penegakan hukum
lingkungan itu sendiri7.
Bagi pelaku usaha golongan ekonomi lemah yang usahanya diperkirakan telah dan
akan merusak materi/fisik lingkungan pelaku usaha tersebut diberi pemahaman
masalahperusakakan dan pencemaran lingkungan, agar lingkungan terjaga dari
pencemaran dan kerusakannya8, sesuai materi Undang-Undang Lingkungan Hidup
Nomor 32 Tahun 2009.Izin Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Izin pengoprasian pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 meliputi
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Izin
pengoperasian ini dikeluarkan oleh Kepala BAPEDAL. Bahan yang karena sifatnya daan
konsentrasi, jumlahnya baik langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan
merusak lingkungan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hdup manusia serta
mahluk lainnya. Bahan beracun dan berbahaya (B3) yang merupakan sisa usaha dan
kegiatan yang mengandung bahaya karena ia bisa berakibat racun dapat mencemarkan
juga lingkungan hidup, membahayakan lingkungan, kesehatan mahluk lainnya. Limbah
bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat dikategorikan sebagai limbah jika setelah
melalui uji karekteristik limbah itu memiliki karakter atau sifat-sifat antara lain mudah
meledak, bersifat reaktif dan beracun serta menyebabkan infeksi.
Berdasarkan uraian tersebut, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut bagaimana
pengaturan hukum dan pengelolaan limbah B-3 wilayah perbatasan negara terkait upaya
pengelolaan pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah perairan
perbatasan khususnya di Kepulauan Riau.

Metode Penelitian
Metode dalam melaksanakan suatu penelitian, penulis membutuhkan sebuah
metode dalam bentuk desain penelitian dalam hal penggunaannya kualitatif tentunya
penulisan ini akan menentukan dan menyesuaikan. Dalam hubungan desain penelitian,
dalam penyusunan dan melakukan karya ilmiah ini tentunya menggunakan desain
penelitian dengan metode kualitatif yang bertolak dari teori yang ada sebagai penjelasan
dan berakhir dengan suatu teori9. Teknik pengumpulan data berupa pengumpulan bahan
refrensi dan dokumen terkait dengan termasuk karya ilmiah lainnya dari beberapa pakar
dibidangnya. Analisa data, membuat suatu aturan, memanipulasi, serta menyikapi data
sehingga mudah dipahami dan dibaca dalam hal analisa data adalah membagi data atau
kelompok atau kategori, kategori yang sesuai dan lengkap, bebas dan terpisah, dalam

7
Takdir Rahmadi. Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafika, 2014), hlm. 135.
8
Ibid.hlm. 152.
9
Muhamad Erwin, Op. cit.hlm. 49.

~ 203 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

penulisan karya ilmiah inidiharapkan data yang bersifat deskriptif bersumber dari tulisan
atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari manusia. Lokasinya penulis
ini memilih wilayah /lingkungan hidup di Kepulauan Riau terutama diwilayah perairan
perbatasan Negara.

Pembahasan
1. Hukum Lingkungan Hidup(UUPPLH)
Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan Lingkungan Hidup
diantaranya terdapat dalam Pasal 11-17 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Dalam
Pasal tersebut penulis memahami bahwa bertapa pentingnya menjaga lingkungan dari
hal-hal yang merusak, mencemari bahkan sampai pada bahaya bahan beracun (B3)
terhadap sumber daya alam baik hayati maupun non hayati. Hal tersebut selain
pengaturan lingkungan itu sendiri juga perlunya instrument atau ketentuan-ketentuan lain
berupa ketentuan konservasi sumber daya alam sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1984, ketentuan perlindungan sumber daya buatan ditetapkan dengan Undang-
Undang (Pasal 13). Dari ketentuan-ketentuan yang diutarakan/dikemukaknan di atas juga
terkait dengan baku mutu lingkungan (BML). Setiap rencana yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan anlisisa,
mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusahan dan pencemaran
lingkunganhidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau
secara sektoral ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Pemerintah memiliki peran dalam mempromosikan tata pemerintahan yang baik
10
, Dalam hal tersebut di atashubungannya dengan hukum perlindungan atas sumber daya
alam nonhayati yang melipiuti hukum perlindungan atas tanah, dalam rangka pelestarian
sumber daya manusia, tanah dan air kaitannya dengan pelaksanaan Pasal 15 Undang-
Undang Pokok Agraria, hukum perlindungan atas air, karena air beserta sumber-
sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Pasal tersebut dapat dipahami memberi
wewenang kepada pemerintah untuk mengelola serta mengembangkan manfaatan air dan
atau sumber sumber air agar tidak tercenmar. Menyusun dan mengatur perencanaan
teknis pengaturan, menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan orang dan badan
hukum dalam persoalan air dan atau sumber- sumber air, menghormati hak yang dimiliki
oleh masyarakat Adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
Nasional.

2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Berbicara tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan
meliputi “perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan

10
Citra, Sukmadilaga, Good Governance Implementation In Public Sector: Exploratory Analysis of
Government Financial Statements Disclosures Across ASEAN Countries, Procedia Social and
Behavioral Sciences, 2015.

~ 204 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

penegakan hukum”. Perencanaan atau hukum perencanaan identik hukum administrasi


kaitannya dengan pencemarandan identifikasi masalah atau regulasi yang berbentuk atau
berkaitan dengan pencemaran wilayah dan pembangunan wilayah lingkungan.
Perencanaan itu dipersiapkan dengan mateng, yang penuh tahapan-tahapan terhadap
investasi lingkungan termasuk penetapan wilayah, dan penyusunan RPPLH. Perencanaan
yang seperti ini akan melahirkan investasi lingkungan hidup, penetapan wilayah dan
penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH).
Pemanfaatan, pemanfaatan dan daya dukung wilayah serta daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses pembangunan lingkungan itu
sendiri.Perencanaan yang dilakukan ini seharusnya harus dituangkan dalam bentuk
penyusunan RPPLH secara tertulis untuk memudahkan menelaah dan mempertanggung
jawabkan dalam waktu yang telah ditentukan, sedangkan penyusunan RPPLH beserta
peraturannya termasuk analisa daya dukung lingkungan berdasarkan UUPPLH tahun
2009 dengan mengedepankan kearifan lokal tanpa mengurangi perubahan yang setiap
saat bisa terjadi. Untuk itu RPPLH tersebut tentunya memuat pemanfaatansumber daya
alam dan atau daya dukung lingkungan, memelihara dan melindungi kualitastanpa
mengabaikan fungsi lingkungan hidup itu sendiri, pemantauan, pengendalian serta
pendayagunaan lingkungan serta penyesuan dan atau adaptasi yang teratur terlebih
meneghadapi perubahan-perubahan sewaktu-waktu terjadi karena pengaruh iklim yang
ada.
Selain apa yang telah diuraikan di atas pemanfatan dan pengendalian pencemaran
termasuk kerusakan lingkungan hidup telebih jika tercemar dengan bahan berbahatya dan
bercun (B3). Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan juga berdasarkan RPPLH beserta
daya dukung lainnya berdasarkan ketentuan Menteri yang terkait, sedangkan
pengedalainnya pencemaranatau kerusakan lingkungan hidup berdasarkan UUPPLH
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan yang meliputi instrument
pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup tentunya harus memuat
kajian lingkungan yang strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan tetap tidak bisa
diabaikan dan lain-lainnya.

3. Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup (Air-Laut)


Salah satu Peraturan yang mencakup tentang pencemaran dan atau perusakan
wilayah laut khususnya adalah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun1999, Peraturan
Tersebut dipahami bahwa pendekatan seperti perlindungan mutu laut, pencegahan
pemecemaran laut, pencegahan perusakan lingkungan laut dan penanggulangan
perusakan dan pencemaran laut, prerlindungan mutu air dilakukan melalui langkah-
langkah penelitian data mutu air laut, dan kerakteristik kerusakan laut, menjawab
kegiatan usaha mengelola limbah air dan limbah padat. Langkah-langkah yang harus
dilakukan antara lain melarang perbuatan yang dapat mrenimbulkan kerusakan laut,
mewajibkan kegiatan usaha, pencemaran dan perusakan laut dilakukan dengan melalui
langkah-langkah mewahjibkan kegiatan usaha menanggung biaya penagnggulangann
pencegahan, penanggulangan dan pembayaran ganti rugi Pengendalain pencemaran laut

~ 205 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

dilakukan melalui penggunaan instrumen-instrumen baku mutu air laut, karakteriabaku


kerusakan laut, izin melakukan dumping, dan pengawasan.
Pembangunan Pusat Peningkatan Kapasitas Regional di Indonesia dinilai
penting untuk meningkatkan upaya penanggulangan pencemaran laut dari aktivitas
daratan. Pasalnya, lingkungan laut yang terjaga memiliki peran penting bagi
kesejahteraan masyarakat juga untuk mengendalikan perubahan iklim. Utusan Badan
Lingkungan Hidup PBB (UNEP) Satya S Tripathi mengatakan, berdasarkan komitmen
yang sudah didaftarkan setiap negara berdasarkan Persetujuan Paris, masih akan terjadi
peningkatan suhu bumi hingga 3,2 derajat celcius dibandingkan dengan masa pra
revolusi industri. Padahal, traktat global untuk pengendalian perubahan iklim itu
mengamanatkan agar kenaikan suhu bumi dipertahankan di bawah 2 derajat celcius.
“Jadi kita butuh untuk meningkatkan ambisi dan upaya hingga tiga kali lipat dari saat
ini. Kalau kita ingin mencapai pengendalian suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius,
kita butuh upaya hingga empat kali lipat,” ujar Satya saat panel tingkat tinggi di
Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke- 24 di
Katowice, Polandia, Rabu (12/12) waktu setempat.Hadir dalam kesempatan tersebut
sejumlah menteri dan pejabat tinggi dari negara-negara yang berada di kawasan Asia-
Pasifik, seperti Jepang dan negara Kepulauan Seychelles. Satya menjelaskan, salah
satu upaya yang mesti terus ditingkatkan adalah pengendalian pencemaran laut dari
aktivitas di darat. Ekosistem laut dan pesisir memiliki peran penting dalam
pengendalian perubahan iklim menyerap emisi gas rumah kaca (GRK) dan juga
menghasilkan oksigen bagi kehidupan. Di sisi lain, perubahan iklim juga mengancam
terjadinya kenaikan air laut yang bisa menenggelamkan pesisir dan pulau-pulau kecil.11
Terkait eskalasi upaya dalam pengendalian perubahan iklim, Satya menegaskan,
perlunya peningkatan kapasitas setiap negara untuk mengendalikan pencemaran laut
dari aktivitas di darat. Dia memuji insiatif Indonesia di bawah kepemimpinan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang mendorong
dibangunannya Pusat Peningkatan Kapasitas Regional sebagai tempat berbagi
pengalaman dan pengetahuan upaya pengendalian pencemaran laut. “Indonesia punya
sumber daya, kemampuan dan kemauan. Pusat Peningkatan Kapasitas Regional bisa
menjadi tempat bagi negara seperti Indonesia untuk saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan dalam mengendalikan pencemaran laut,” tuturnya. Dia memastikan
UNEP akan mendukung sepenuhnya inisiatif Indonesia tersebut. Menteri LHK Siti
Nurbaya mengatakan, pemerintah Indonesia menyadari ada tantangan pencemaran laut
dari aktivitas di darat. Menurut dia, sekitar 80% pencemaran laut, seperti sampah
plastik, logam berat, dan limbah cair, bersumber dari aktivitas di darat. “Indonesia
telah melakukan sejumlah upaya agar pencemaran laut dari aktivitas di darat bisa
ditanggulangi,” ucapnya. 12
Menteri LHK menekankan, pencemaran laut bukan saja berdampak buruk bagi
keanekaragaman hayati laut tapi juga bagi perekonomian. Pencemaran bisa membuat

11
http://agroindonesia.co.id/2018/12/cegah-perubahan-iklim-pencemaran-laut-harus-dikendalikan/,
diakses pada tanggal 11 September 2019.
12
https://www.beritasatu.com/nasional/527425/tingkatkan-kapasitas-pengendalian-pencemaran-
laut, diakses pada tanggal 12 September 2019.

~ 206 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir jatuh, menggangu sektor pariwisata, dan
mengacaukan aktivitas pelayaran. Untuk diketahui, Pembangunan Pusat Peningkatan
Kapasitas Regional di Indonesia merupakan hasil pembahasan pada pertemuan antar
pemerintah yang ke-4 untuk meninjau implementasi program aksi global demi
perlindungan lingkungan laut dari aktivitas berbasis lahan (The 4th Intergovermental
Review Meeting on the Implementation of the Global Programme of Action for the
Protection of the Marine Environment from Land-Based Activities/IGR-4).
Pertemuan itu menghasilkan Deklarasi Bali yang mengandung dua isu utama,
yaitu meningkatkan pengarusutamaan pada perlindungan ekosistem laut dan pantai,
terutama dari ancaman lingkungan yang disebabkan peningkatan zat kimia, air limbah,
sampah laut, dan mikroplastik. Isu lainnya adalah peningkatan kapasitas, pemahaman
dan berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kerja sama, meliputi pemerintahan,
sektor swasta, masyarakat sipil, dan ahli di tingkat regional maupun global dalam
perlindungan ekosistem laut dan pantai dari aktivitas berbasis lahan dan sumber-
sumber polusi.13

4. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).


Pengeloaan limbah di tetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
1994 Yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1995 dan
diperbaharui kembali dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tanggal 27
Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001
tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B-3.Menurut Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 yang dimaksud dengan limbah B-3 adalah suatu usaha
dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan
konsentrasinya dalam jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungna hidup dan atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.Tujuan
pengelolaan limbah B-3 adalah untuk mencegah, menanggulani pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibtaknya oleh limbah B-3 serta pemulihan kualitas
lingkungan yang sudah tercemar sehingga tidak sesuai fungsinya kembali.
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, Peraturan lainnya yang terkait
dan analisa sementara bahwa mayoritas industri dan kerajinan masyarakat lainnya belum
(tidak) menyadari bahwa limbah tersebut dalam kategori limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), sehingga pihak industri dan atau kegiatan lainnya oleh masyarakat akhirnya
di buang begitu saja kesistem perairan dan atau tempat lainnya di wilayah darat tanpa
adanya proses pengelolaan, yang pada prinsipnya pengelolaan penangan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) begitu juga ditimbun, dibakar atau dibuang kelingkungan,
karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dapat membahayakan
manusia dan mahluk lainnya, limbah bahan berbahaya dan bercun yang umumnya
diterapkan oleh hukum. Beberapa metode penanganan bahan beracun (B3) antara lain :
1. Metode pengelolahan secara kimua, fisika, dan biologi
2. Metode pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun

13
Ibid

~ 207 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

3. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well inkjection).


Kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecah lapisan batuan
akibat gempa dan lain-lain sehingga limbah merembes kelapisan tanah, dan semua secara
umum terjadi di kota Batam terhadap pengelolahan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) dan ini dilakukan pengawasannya oleh pemerintah dalam hal ini instansi yang
terkait dengan lingkungan hidup, pemerintah dan masyarakat untuk upaya mengurangi
tersebarnya bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah kota Batam dan sekitarnya.

5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Wilayah Kepulauan Riau.


Limbah Studge Oil yang berbahaya bertebaran di sepanjang wilayah dan atau
pantai kawasan resort di wilayah Nongsa Pulau BatamKepulauan Riau. Hingga saat ini
asal limbah bahan berbahaya dan beracun tersebut tidak dapat dipastikan dari mana
datangnya, ada kemungkinannya aktivitas kapal di laut, mengingat Kepulaun Riau
sebahagian besar wilayahnya adalah laut, yang langsung berbatasan dengan negara-
negara tetangga lainnya. Limah bahan berbahaya dan beracun ini jika dimakan oleh ikan
dan seterusnya dimakan lagi oleh manusia itu bisa menyebabkan gangguan pencernaan
bahkan kanker. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
limbah B3 seperti Studge Oil yang tumpahan itu termasuk kategori 1 limbah B3. Limbah
tersebut bahkan mematikan segala mahluk hidup yang ada di laut itu ditambah lagi kalau
kalau membeku mudah terbakar, tapi kalau bercampur dengan pasir dan menjadi
genangan di tepi panatai akan menghalangi udara yang masuk kelaut, ketika udara tidak
masuk kelaut maka kehidupan di dasar laut akan mati, ikan-ikan tumbuh karang dan lain-
lain akan mati. Pembuangan limbah minyak hitam di pesisir wilayah kelautan di
Kepulauan Riau ini sepertinya ritual tahunan karena terjadi setiap musin angin utara,
sehingga ada yang menyebutnya Kepulauan Riiau sebagai tong sampah oleh pelaku
pembuangan sampah berupa minyak hitam. Permasalahan tersebut limbah minyak hitam
ini terjadi sejak beberapa tahun silam, keberadaan limbah tersebut berwarna hitam dan
kenyal yang sangat mengganggu lingkungan hidup termasuk mahluk lainnya.
Aparat Gugus Keamanan Laut Komando Armada Laut 1 beberapa hari yang lalu
menghentikan aktivitas penambangan pasir ilegal oleh PT X di Pulau Buluh Kabupaten
Karimun, Perusahaan tersebut masih beraktivitas padahal sudah dikeluarkan Surat
Penghentian Aktivitas Tambang Pasir di pulau tersebut sejak bulan Juni 2019 oleh Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ini merupakan salah satu kerusakan
lingkungan di pulau Buluh wilayah Kabupaten Karimun, karena pulau ini sebelumnya
merupakan pemandangan yang indah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2008 Pasal 297 ayat (2) junto 339 ayat (1), kegiatan tersebut termasuk penambangan
ilegal yang mengakibatkan sejumlah pulau disekitarnya rusak dan kemungkinannya
bahaya lain juga bisa muncul seperti bahan berbahaya dan beracun (B3) bagi lingkungan
dan mahluk hidup yang ada disekitar wilayah tersebut.14
Selain limbah seperti di atas, juga didapat limbah B3 Plastik dari perusahaan yang
ada di Kepri terlebih di Kota Batam. Beberapa perusahaan plastik di kota Batam
mengurus dokumen re-ekspor ke kantor Bea dan Cukai Batam. Pengurusan dokumen itu

14
HarianUmum Tribun Kepri,29 Juli 2019, hlm. 6.

~ 208 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

menyusul desakan masyarakat dan Pemerintah Kota Batam akan bahaya limbah
berbahaya dan beracun (B3) pada bahan baku yang diimpor beberapa waktu lalu. Kepala
Layanan Pengiriman dan Informasi (BLKI) Kantor Bea dan Cukai Batam mengatakan
bahwa beberapa perusahaan itu telah mengajukan pengurusan dokumennya untuk re-
ekspor.
Limbah lainnya yang cemari wilyah perairan pesisir wilayah Kepulauan Riau,
seperti yang disebutkan di atas (berupa limbah Studge Oil, limbah akibat penambangan
ilegal yang ada di wilayah Kepri, limba plastik dan sejenisnya) juga masih di dapati
pencemaran ditempat-tempat lainnya di Kepri seperti limbah akibat kegiatan nelayan
yang mempergunakan alat tangkap yang dilarang oleh Undang-Undang bahkan
melakukan menangkap ikan dengan cara memakai bom selain merupak tumbuh karang
dan ikan, ikan yang terkena dan ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka bahaya
bisa berakibat terganggunya kesehatan bahkan yang lebih fatal lagi ada menyebabkan
kanker. Ini dilakukan nelayan daerah setempat maupun nelayan dari wilayah lainnya
bahkan nelayan asing, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok atau
industri (perusahaan).Jadi selain merusak kesehatan mahluk hidup juga sangat berdampak
kepada tatanan lingkungan dan mahluk hidup lingkungan lainnya, apalagi Kepri yang
sebahagian besar wilayahnya yang berbatasan langsung dengan wilayah Negara-Negara
lainnya.

6. Upaya Pemerintah Kepulauan Riau tentang Limbah dan B3.


Pemerintah Provinsi Kepri dan instansi yang terkait mengajak warga/masyarakat
menjaga Laut dari Kerusakan dan bahaya B3.Laut bukan tong sampah, untuk itu
pemerintah meminta masyarakat agar semua pihak tidak membuang sampah ke laut
karena bisa terjadi pencemaran dan bahkan bisa menimbulkan bahan beracun dan
berbahaya (B3). Kepulauan Riau yang luas lautannya sebesar 96 % adalah sumber
kehidupan. Kalau lautnya bersih, ikan dan biota lautnya akan semakin banyak, ketika
sampah banyak mengapung, sektor pariwisata juga ikut terganggu, karena itu mari kita
jaga laut agar selalu bersih dari sampah dan pencemaran dan bahan berbahaya lainnya.
Sehubungan hal di atas Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti dan
Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau sepakat bahwa sektor perikanan dan
periwisata akan membawa daerah ini makin maju, sumber daya ini harus tidak akan
pernah habis kalau dijaga semua pihak. Periwisata dapat uang dengan memperindah, jaga
keindahannya maka turis akan datang, kalau keindahan itu hilang, karangnya dirusak atau
tercemar apalagi terkena dampak B3 orang datang hanya sekali.
Pelaksanaan Ketentuan Pasal 59 ayat (7) dan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, kedua Peraturan tersebut sangat diperlukan
pemerintah dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bahan
berbahaya tersebut yang sifatnya objektif karena merupakan sisa atau usaha dan atau
kegiatan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), makanya Peraturan
Pemerintah 101 Tahun 2014 ini jelas dan dapat di pahami sebagai Pengatur Pencemaran
Limbah berbahaya karena ia merupakan sisa usaha/kegiatan industri berupa zat, energi
dan atau kumpulan lainnya yang kerena sifatnya konsentrasi, atau jumlahnya baik secara

~ 209 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

langsung maupun tidak dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup, termasuk


kesehatan umat manusia dan makhluk lainnya.
Menurut beberapa referensi dan pemerhati lingkungan hidup mereka
mengklasifikasikan pencemaran limbah berbahaya ini ke dalam 3 (tiga) golongan yaitu :
a. Limbah bahan berbahaya dan beracun kategori 1
b. Limbah bahan berbahaya dan beracun kategori 2 atau
c. Limbah bahan berbahaya non B3.
Penglolaan bahan Bercun dan berbahaya (B3) tersebut seperti di atas
pengelolaannya harus merujuk pada Peraturan Perundang-undangan yang ada mulai di
gevaarlijke stuffen ordonnatie stb 1949 no. 337 serta sejalan dengan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1993 tentang pengawasan atau pendistribusian, penyimpanan
dan pengguna pestisida sesuai SK Menteri Perindustrian No. 148/M/SK/1985. Dari
berbagai Peraturan Perundang-undangan tentang limbah bahan beracun dan berbahaya
(B3) setelah melalui uji karakteristik limbah tidak memiliki karakteristik dan atau
sifatnya-sifatnya antara lain mudah terbakar, mudah meledak dan mudah reaktif.
Pengendalian pencemaran limbah B3 bisa saja terjadi dalam pencemaran di air (laut)
darat maupun di udara, kesemuanya merusak lingkungan hidup. (PP No. 101 Thn 2014),
PP tersebut diharapkan dapat terlaksana dalam pengelolaan limbah bahan beracun dan
berbahaya agar lingkungan itu berkurang dari segi pencemaran.

Penutup
1. Simpulan
Upaya pengelolaan pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah
perairan perbatasan khususnya di Kepulauan Riau harus dilakukan secara sistematis,
terpadu, melibatkan instansi yang terkait (pemangku kepentingan) dan masyarakat, agar
wilayah perairan tersebut dapat mengurangi pencemaran dari bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan menjadikan lingkungan ini berfungsi dengan baik, terutama memberi
manfaat bagi masyarakat dan nelayan yang khususnya yang berdomisili diwilayah
tersebut yang mana sebahagian pencahariannya ada dilaut. Hambatan pencemaran limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah perairan perbatasan Negara di Kepulauan
Riau antara lain adalah letak geografisnya (laut) lebih luas dibanding daratannya, dimana
wilayah lalulintas kapal termasuk kapal asing yang segaja atau tidak sengaja
menyebabkan kegiatannya terjadi pencemaran bahan berbahaya dan bercun (B3) begitu
juga kegiatan nelayan termasuk nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara
melawan hukum, dan masih adanya ditemukan perusahaan termasuk perusahaan asing
yang belum sepenuhnya mengikuti tata aturan lingkungan hidup.

2. Saran
Diharapkan para penegak hukum yang terkait, disarankan rutin melakukan
penjagaan dan pengawasanwilayah perairan secara efektif ditambah keikut sertaan
masyarakat menjaga keindahan laut agar tidak tercemar bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang dapat merusak lingkungan hidup itu sendiri danmakhluk hidup lainnya.

~ 210 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

Daftar Pustaka
Buku :

Arif Djohan Tunggal. Hukum Laut (Suatu Pengantar). Jakarta: Harvarindo, 2008.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2015.

Drusteen, yang dikutip Muhammad Taufik Makarau. Aspek-Aspek Hukum


Lingkungan. Jakarta: Indeks, 2011.

Muhammad Erwin. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung: Rafika
Aditama, 2015.

Muhammad Taufik Makarau. Aspek-Aspek Hukum Lingkungan. Jakarta: Indeks,


2011.

R.M Gatot P. Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,


1996.

Rangkuti, Siti Sundari. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Nasional.


Surabaya: Airlangga University Press, 1996.

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2010.

Takdir Rahmadi. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Rajagrafika, 2014.

Koesnadi Hardjosomitro. Hukum Lingkungan. Jakarta : Raja Grafindo Persada,


1986.

Jurnal :
Citra, Sukmadilaga, Good Governance Implementation In Public Sector:
Exploratory Analysis of Government Financial Statements
Disclosures Across ASEAN Countries, Procedia Social and
Behavioral Sciences, 2015.

Jevlin Solim, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Situs Jual Beli
Online Di Indonesia, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol 14, No.1,
2019.

Zuhdi Arman, Tinjauan Terhadap Sistem Multi Partai Dalam Sistem


Pemerintahan Presidensial Di Indonesia Pada Era Reformasi, Jurnal
Cahaya Keadilan, Vol 6, No.1, April 2018.

~ 211 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019

Peraturan Perundangan-undangan :

Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Kelautan

Unang- Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bahan berbahaya
dan bercun (B3)

Internet :

http://agroindonesia.co.id/2018/12/cegah-perubahan-iklim-pencemaran-laut-
harus-dikendalikan/, diakses pada tanggal 11 September 2019.

https://www.beritasatu.com/nasional/527425/tingkatkan-kapasitas-pengendalian-
pencemaran-laut, diakses pada tanggal 12 September 2019.

~ 212 ~
Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan 14 (2) 2019 93-102

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika,


Arsitektur dan Lingkungan
Journal homepage: jurnal.pelitabangsa.ac.id

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN (B3) PT. YTK INDONESIA

Nisa Nurhidayanti
Program Studi Teknik Lingkungan, STT Pelita Bangsa
Korespondensi email: nisa.kimia@pelitabangsa.ac.id

Abstract Informasi Artikel


PT. YTK Indonesia is one of the automotive industries Diterima : 24 Juli 2019
in Indonesia that does not yet have a permit related to Direvisi : 04 Sept 2019
processing hazardous and toxic waste, so that the Dipublikasikan: 09 Sept 2019
resulting hazardous and toxic waste is handed over to
third parties for further processing. The presence of
Keywords
hazardous and toxic waste produced from various
Management, hazardous waste,
production activities requires special attention,
toxic waste, solid waste
because the losses that will be caused if the waste is
not managed and not properly treated. The purpose of
this study was to determine the type of hazardous and
toxic waste and hazardous and toxic management
produced and to assess the suitability of hazardous
and toxic waste management with Government
Regulation No. 101 of 2014. Data analysis was
carried out by conducting a literature study of the
research objects and basic concepts of hazardous and
toxic waste management systems. hazardous and toxic
wastes produced are used drums, used buckets,
contaminated mounds, contaminated cloth gloves,
iron scrab, grinding sludge, contaminated wood
powder, aluminum powder, NG parts, waste material,
contaminated gloves, used oil, and domestic
hazardous and toxic waste. Hazardous and toxic waste
Management carried out includes reduction, storage,
storage, internal transportation, external
transportation and utilization. The processing of
hazardous and toxic waste is left to a third party,
namely PT. Menembus Batas Langit and PT. Karya
Nusa Bumi Persada. All hazardous and toxic waste
management processes at PT. YTK Indonesia as a
whole has complied with government regulations, but
there is a discrepancy with PP No. 101 of 2014 which
is about hazardous and toxic waste packaging that
does not have labels and symbols and there is a
storage area for hazardous and toxic waste that has
rust.

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 93


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

I. Pendahuluan [2] Tentang Pengelolahan Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Indonesia memiliki industri
manufaktur mobil terbesar kedua di Studi pengelolaan limbah B3 pada PT
Asia Tenggara dan di wilayah ASEAN Bayer Indonesia meliputi reduksi,
setelah Thailand yang menguasai pewadahan pengumpulan,
sekitar 50 % dari produksi mobil di penyimpanan sementara, pengemasan,
wilayah ASEAN dengan demikian pelabelan dan symbol, pengangkutan
banyaknya perusahaan manufaktur intern, pemanfaatan, sedangkan
otomotif yang berproduksi di negara pemusnahan dan pengolahan
Indonesia. Keberadaan limbah B3 dilakukan oleh pihak ketiga [3]. Kajian
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pengelolaan limbah B3 PT.INKA di
produksi membutuhkan perhatian Madiun meliputi proses pemilahan,
khusus, karena kerugian yang akan penyimpanan, pengumpulan,
ditimbulkannya apabila limbah pengangkutan, pemanfaatan,
tersebut tidak dikelola dan tidak diolah pengolahan, penimbunan. Hasil
dengan baik. Setiap orang yang penelitian menunjukkan bahwa PT
menghasilkan limbah B3 wajib INKA belum memenuhi syarat dalam
melakukan pengelolaan tehadap hal pengelolaan limbah B3 yaitu
limbah B3 yang dihasilkannya [1]. proses pemilahan dan penyimpanan
[4].
PT. YTK Indonesia merupakan salah
satu industri otomotif di Indonesia II. Metodologi penelitian
namun PT. YTK Indonesia belum
memiliki izin terkait pengolahan Metode yang digunakan dalam
limbah B3 sendiri, sehingga limbah B3 penelitian ini adalah deskriptif
yang telah dihasilkan diserahkan kualitatif, yaitu memberikan gambaran
kepada pihak ketiga untuk selanjutnya secara jelas yang terbatas pada usaha
diolah. Karena itu, PT. YTK Indonesia mengungkapkan suatu masalah dan
memiliki kewajiban yang besar keadaan sebagaimana adanya sehingga
dalam hal pengelolaan limbah B3, hanya merupakan penyingkapan suatu
mencakup proses pengurangan, fakta dan data yang diperoleh dan
penyimpanan, pengumpulan, digunakan sebagai bahan penulisan
pengangkutan dan pemanfaatan. laporan serta bertujuan untuk
Ditambah lagi tidak adanya mengetahui bagaimana gambaran
departemen yang khusus untuk fokus pengelolaan limbah B3 yang ada di PT.
memperhatikan sistem pengelolaan YTK Indonesia.
limbah B3. 2.1 Sumber Data
Tujuan penelitian ini adalah untuk Sumber data yang diperoleh dari
mengetahui jenis limbah B3 dan penelitian ini yaitu:
pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkan oleh PT. YTK Indonesia a. Data Primer
serta mengkaji pengelolaan limbah B3 Data primer yaitu data yang diperoleh
yang dilakukan PT. YTK Indonesia dari hasil observasi dan hasil
apakah sudah sesuai dengan Peraturan pengamatan kegiatan pada area
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 produksi dan area limbah B3.

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 94


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

Pengumpulan data primer dilakukan di c. Lokasi dan Objek Penelitian


dalam lokasi dengan melakukan Lokasi pelaksanaan penelitian
pengamatan langsung terhadap proses adalah di PT. YTK Indonesia yang
pengelolaan limbah B3 di PT. YTK beralamat di kawasan industri
Indonesia dan wawancara dengan para MM2100 Jl. Irian XIV Blok QQ No.8
pekerja. Data primer yang dibutuhkan Jatiwangi, Cikarang Barat - Bekasi
diantaranya: 17520, Jawa Barat.
1) Data sumber limbah B3.
2) Data karakteristik effluent limbah B3.
3) Data proses pengemasan,
pengumpulan dan penyimpanan limbah
B3.

b). Data sekunder


Pengumpulan data sekunder meliputi
kegiatan pengumpulan sekunder, literatur,
jurnal, makalah, laporan penelitian
terdahulu, data keterangan berupa bagan
alir proses produksi dan dampak yang
mungkin timbul serta data pendukung
lainnya seperti membandingkan hasil Gambar 2.1. Lokasi PT. YTK Indonesia
penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Objek penelitian ini adalah di area
Penyimpanan Limbah B3 dan area
2.2 Analisis Data lainnya terkait dengan proses
Analisis data yang dilakukan yaitu pengelolaan limbah B3 PT. YTK
melakukan studi literature terhadap Indonesia.
obyek penelitian dan konsep dasar
sistem pengelolaan limbah B3. Kemudian III. Hasil dan Pembahasan
dilanjutkan dengan proses administrasi 3.1 Jenis Limbah PT YTK
sampai diperoleh persetujuan Indonesia
pelaksanaan penelitian pada obyek Jenis limbah yang dihasilkan dari proses
tersebut. Kajian pustaka terus dilakukan produksi PT. YTK Indonesia berupa
untuk melihat hubungan antara observasi limbah padat dan cair.
lapangan dan teori. Data yang diperoleh a. Limbah Padat
lalu diolah berdasarkan referensi yang Limbah padat yang dihasilkan oleh PT.
ada dan dimasukkan kemudian disusun YTK Indonesia merupakan hasil dari
ke dalam hasil penelitian. Selanjutnya proses produksi juga sisa material (drum
dilakukan pembahasan dengan cara bekas, ember bekas, tong bekas, sarung
membandingkan dengan Tata Cara tangan bekas, majun bekas, sarung
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan tangan bekas, sludge grinding, iron
Berbahaya dan Beracun dan Peraturan scrap, serbuk aluminium, part NG,
Pemerintah Republik Indonesia Nomor serbuk kayu terkontaminasi dan sisa
101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan material.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 95


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

b. Limbah Cair matahari, banjir atau bencana


Limbah cair yang dihasilkan oleh PT. alam lainnya yang berukuran 5
YTK Indonesia berasal dari proses m x 10 m dengan titik
produksi. koordinat E 07°05'82,10" S
06°19'58,90".
3.2 Pengelolaan Limbah B3 PT. YTK 7. Terdapat fasilitas peralatan
Indonesia penanggulangan keadaan
Setiap penyerahan limbah B3 kepada darurat seperti APAR dan
pihak Ketiga disertai dengan Manifest. Kotak P3K.
a. Pengurangan Limbah B3
Dilakukan pemisahan di sumber limbah Proses pewadahan disesuai-kan
domestik dan limbah B3 dengan dengan limbah yang ada, Pengumpulan
menyediakan tempat sampah yang limbah B3 di PT. YTK Indonesia
dibedakan. Dari tempat sampah dibawa adalah pengumpulan yang bersifat
ke TPS untuk disimpan ditempat intern pabrik, artinya limbah B3 yang
Penyimpanan sampai menunggu proses dihasilkan dari area produksi, office,
pengangkutan oleh pihak ketiga yaitu gudang dan area lainnya diangkut untuk
PT. Menembus Batas Langit. Petugas kemudian dikumpulkan ke
menggunakan alat pelindung diri penyimpanan sementara limbah B3.
(sarung tangan, sepatu bot, masker, kaca 1. Drum bekas minyak disusun rapih
mata safety). pada area tempat drum bekas untuk
b. Penyimpanan Sementara Limbah B3 selanjutnya diambil oleh pihak ke
1. Tempat penyimpanan tiga PT. Menembus Batas Langit.
Sementara Limbah B3 PT. 2. Ember bekas minyk disusun rapih
YTK Indonesia berada di pada area tempat ember bekas
bagian belakang PT. YTK untuk selanjutnya diambil oleh
Indonesia . pihak ke tiga PT. Menembus Batas
2. Tidak mencampur limbah B3, Langit.
limbah disimpan sesuai dengan 3. Tong bekas minyk disusun rapih
jenisnya. pada area tempat ember bekas
3. Menghindari tumpahan untuk selanjutnya diambil oleh
ceceran limbah B3 yang pihak ke tiga PT. Menembus Batas
disimpan. Langit.
4. Tidak menyimpan limbah B3 4. Majun bekas pakai yang telah
lebih dari 90 (sembilan puluh) terkontaminasi dikumpulkan
hari. dalam drum terbuka kapasitas 200
5. Limbah B3 yang dihasilkan L kemudian menunggu
bekerja sama dengan pihak mengangkutan oleh PT. Karya
ketiga yaitu PT. Menembus Nusa Bumi Persada.
Batas Langit dan PT. Karya 5. Sarung tangan bekas pakai yang
Nusa Bumi Persada yang telah telah terkontaminasi dikumpulkan
mempunyai izin dari dalam drum terbuka kapasitas 200
Kementrian Lingkungan L kemudian menunggu
Hidup dan Kehutanan. mengangkutan oleh PT. Karya
6. Lokasi penyimpanan Limbah Nusa Bumi Persada.
B3 bebas dari hujan, sinar

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 96


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

6. Gloves bekas pakai yang telah


terkontaminasi dikumpulkan
dalam drum terbuka kapasitas 200
L kemudian menunggu
mengangkutan oleh PT. Karya
Nusa Bumi Persada.
7. Skrap yang telah terkontaminasi
dikumpulkan dalam kontainer
terbuka ukuran 2m x 1m x 2m
kemudian menunggu
mengangkutan oleh PT.
Menembus Batas Langit. Gambar 3.1 Bak Penyimpanan Limbah
8. Sludge Grinding dibungkus dalam Cair PT. YTK Indonesia.
plastik dikumpulkan dalam drum
terbuka kapasitas 200 L kemudian Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
menunggu mengangkutan oleh PT.
a. Pengangkutan
Menembus Batas Langit.
9. Serbuk kayu terkontaminasi Pengangkutan limbah B3 yang ada
dikumpulkan dalam tong kapasitas di PT. YTK Indonesia terbagi
200 L kemudian menunggu menjadi dua yaitu Pengangkutan
mengangkutan oleh PT. Internal dan Pengangkutan
Menembus Batas Langit. Eksternal. Pengangkutan Internal
10. Serbuk Aluminium disimpan merupakan pengangkutan limbah B3
dalam drum kapasitas 200 L dari sumber limbah B3 ke tempat
kemudian menunggu TPS PT. YTK Indonesia. Limbah B3
mengangkutan oleh PT. diangkut dengan menggunakan
Menembus Batas Langit. hand lift dan juga forklift.
11. Sisa Material dikumpulkan Pengangkutan ekternal merupakan
dalam ember besi kapasitas 25 L pengangkutan limbah B3 dari TPS
kemudian menunggu PT. YTK Indonesia menuju lokasi
mengangkutan oleh PT. pihak ketiga untuk dilakukan
Menembus Batas Langit. pengolahan limbah B3.
12. Part NG dikumpulkan dalam Pengangkutan eksternal dilakukan
ember besi kapasitas 25 L oleh pihak ketiga menggunakan
kemudian menunggu kendaraan truk pengangkut atau
mengangkutan oleh PT. disebut dengan transporter yang
Menembus Batas Langit. dilengkapi dengan kartu izin
13. Minyak Kotor disimpan dalam pengangkutan. Setiap kegiatan
drum kapasitas 200 L kemudian penyerahan limbah B3 kepada pihak
menunggu mengangkutan oleh PT. ketiga disertai dengan Manifest yang
Karya Nusa Bumi Persada. berisi informasi mengenai penghasil
14. Limbah Cair disimpan dalam limbah B3, informasi lengkap
bak penampungan ukuran 2 m x 2 mengenai limbah B3 yang diangkut,
m x 3 m kemudian menunggu instruksi penanganan limbah B3,
mengangkutan oleh PT. Karya tanggal dan tujuan pengangkutan,
Nusa Bumi Persada. informasi mengenai pihak

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 97


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

pengangkut limbah B3, dan Sumber: Hasil analisis, 2019


informasi mengenai perusahaan
pengolah/ pengumpul/ pemanfaat 3.3. Kesesuaian Pengelolaan
limbah B3. Dokumen ini harus diisi Limbah B3 dengan Peraturan
lengkap saat melakukan kegiatan Pemerintah
pengangkutan dan dibawa dari PT. YTK Indonesia dalam hal
tempat asal pengangkutan hingga ke Pengolahan limbah B3 selama ini
tempat tujuan akhir. melakukan kesepakatan dengan PT.
b. Pemanfaatan Menembus Batas Langit dan PT. Karya
Nusa Bumi Persada sebagai pihak ke-3
PT. YTK Indonesia dalam kegiatan
untuk diolah sesuai dengan regulasi
produksinya menghasilkan limbah
yang berlaku.
antara lain yaitu ember bekas, tong
bekas,dan drum bekas. Ember- Metode penilaian yang digunakan
ember bekas tersebut digunakan adalah metode kuantitatif dengan
kembali untuk tempat oil. Begitu menggunakan scaling penskalaan.
juga dengan tong bekas dan drum Penskalaan dilaksanakan dengan
bekas yang dimanfaatkan untuk memberikan angka skala 1 – 5.
tempat minyak anti rust. Angka skala 1 yaitu angka yang
menunjukan bahwa suatu parameter
kondisinya sangat jelek atau
melampaui standar. Skala 2 hasil
pengolahan suatu parameter masih
belum berhasil, hal itu ditunjukan
bahwa suatu parameter masih jelek.
Skala 3 hasil pengolahan terhadap
parameter sudah agak baik atau
sedang. Demikian seterusnya hingga
skala 5 yaitu parameter yang dinilai
kondisinya sangat bagus. Penilaian
terhadap parameter ini didasarkan pada
standar yaitu PP No. 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
Penilaian Kesesuaian Pengelolaan
Limbah B3 disajikan pada Tabel 3.2.
Hasil pengamatan kesesuaian dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) disajikan pada Tabel 3.1 sebagai
berikut:
Gambar 3.2 Pemanfaatan Limbah
Padat B3 PT. YTK Indonesia

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 98


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

Tabel 3.1 Kesesuaian Pengelolaan Limbah B3 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 99


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059
4. Pengangkutan limbah B3 yang ada di PT. Pengumpulan Limbah B3
YTK Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Pengumpulan Limbah B3 dilakukan dengan :
Pengangkutan Internal dimana merupakan a. Segregasi Limbah B3
pengangkutan limbah B3 dari sumber limbah b. Penyimpanan Limbah B3
B3 ke tempat TPS dan pengangkutan (Pasal 31 ayat 3)
ekternal yaitu pengangkutan limbah B3 dari
TPS PT. YTK Indonesia menuju lokasi Sesuai
pihak ketiga untuk dilakukan pengolahan
limbah B3.
Setiap penyerahan limbah B3 kepada pihak Penyerahan Limbah B3 kepada Pengumpul Limbah B3
ketiga disertai dengan Manifest. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti
penyerahan Limbah B3 (Pasal 32 Ayat 2). Sesuai
5. Pengangkutan dilakukan oleh pihak ketiga Pengangkutan Limbah B3
menggunakan kendaraan truk pengangkut Pengangkutan Limbah B3 wajib dilakukan dengan menggunakan
terbuka dan tertutup atau disebut dengan alat angkut yang tertutup untuk Limbah B3 kategori 1 dan
transporter yang dilengkapi dengan kartu izin terbuka untuk kategori 2 (Pasal 47 ayat 1 dan 2)
pengangkutan. Sesuai
6. PT. YTK Indonesia dalam kegiatan Pemanfaatan
produksinya menghasilkan limbah yang salah Pemanfaatan Limbah B3 Pasal 54 ayat (1) meliputi:
satunya merupakan ember - ember bekas, a. Pemanfaatan Limbah B3 Pasal 54 ayat (1) meliputi:
ember - ember bekas tersebut dicuci bersih b. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
dan dimanfaatkan untuk tempat minyak anti c. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
rust. d. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku; dan
e. Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu Sesuai
pengetahuan dan teknologi
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 100


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

Tabel 3.2 Penilaian Kesesuaian Pengelolaan Limbah B3

Parameter Skala Parameter yang Dinilai


PP No. 101 Tahun 1 2 3 4 5
2014 Tentang (Sangat (Jelek) (Sedang) (Baik) (Sangat
No. Aspek
Jelek) Baik)
1. Tempat pengelolaan sementara. Pengelolaan
Pasal 3 ayatLimbah
1 B3 √
2. Pengurangan limbah B3. Pasal 10 ayat 2 √
3. peralatan penanggulangan keadaan darurat Pasal 12 ayat 6 d d √
4. Lokasi penyimpanan limbah B3 tidak banjir Pasal 16 Ayat 1

atau terkena bencana lainnya.

5. Wadah penyimpanan limbah B3. Pasal 19 Ayat 1 d √


6. Label dan simbol pada tempat penyimpanan Pasal 19 ayat 2

limbah B3.
7. Waktu penyimpanan limbah B3 sebelum Pasal 28 Ayat 1d1

diserahkan kepada pihak ketiga.
8. Menyerahkan Limbah B3 kepada pihak lain. Pasal 29 Ayat 1b √
9. Pengangkutan limbah B3 terbagi menjadi dua Pasal 31 ayat 3
yaitu pengangkutan internal dan pengangkutan √
eksternal.
10. Penyerahan limbah B3 kepada pihak ketiga. Pasal 32 Ayat 2 √
11. Pengangkutan dilakukan oleh pihak ketiga Pasal 47 ayat 1 dan 2
menggunakan kendaraan truk. √

12. Pemanfaatan limbah B3 Pasal 54 ayat 1 √


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 101


ISSN: p.2301-475X e.2656-7059

IV.Kesimpulan Pengelolaan Limbah Bahan


Berbahaya dan Beracun.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
Yuliani, Endah. “Pengelolaan Limbah
1. Limbah B3 yang dihasilkan PT. B3 di PT Bayer Indonesia,
YTK Indonesia antara lain drum Surabaya Plant”. 2011. Surakarta
bekas, ember bekas, majun
terkontaminasi, sarung tagan kain Ichtiakhiri, Tentrami Hayuning &
terkontaminasi, iron scrab, sludge Sudarmaji. “Pengelolaan Limbah
grinding, serbuk kayu ter- B3 dan Keluhan Kesahatan Pekerja
kontaminasi, serbuk alumunium, di PT INKA Madiun”. Jurnal
part NG, sisa material, gloves Kesehatan Lingkungan. Vol.1
terkontaminasi, oil bekas, serta No.8. 2015.p118-127
limbah B3 domestik.
2. Pengelolaan Limbah bahan
berbaya dan beracun (B3) yang
dilakukan oleh PT. YTK
Indonesia meliputi pengurangan,
penyimpanan, pewadahan, peng-
angkutan internal, pengangkutan
ekternal, dan pemanfaatan. Tidak
ada proses pengolahan limbah B3
yang dilakukan oleh PT. YTK
Indonesia, semua limbah B3
diserahkan kepada pihak ketiga
yaitu PT. Menembus Batas Langit
dan PT. Bina Karya Bumi Persada.
3. Semua proses pengelolaan limbah
B3 yang ada di PT. YTK
Indonesia secara keseluruhan
telah memenuhi peraturan
pemerintah, namun terdapat
ketidaksesuaian dengan PP No.
101 Tahun 2014 yaitu tentang
kemasan limbah B3 yang tidak
terdapat label dan simbol serta
terdapat tempat penyimpanan
limbah B3 yang sudah karat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang Undang. 2009. No. 32:
Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pemerintah Republik Indonesia. 2014.
Peraturan No. 101: Tentang

Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan | 102


p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Evaluasi Pengelolaan Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT. X
Siti Amalia Fajriyah1, Eka Wardhani2*
1,2
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung
Jl. PHH. Mustapha 23, Bandung
*Koresponden email: ekawardhani08@gmail.com

Diterima: 18 November 2019 Disetujui: 22 November 2019

Abstract
Disposal of the residual production of an industry containing hazardous and toxic materials can have a
negative impact on the environment and human health. PT. X The Spinning Division is a company
engaged in spinning yarn that produces hazardous waste in the production process, especially in machine
maintenance. The hazardous waste produced is in the form of used TL lamps, contaminated cotton waste,
used oil, and used hazardous packaging. The hazardous waste is toxic, corrosive and flammable. The
purpose of this study is to compare the existing conditions of hazardous waste management with
applicable regulations. The study was conducted by directly observing the existing conditions and scoring
using Guttman scale. The research variables include sorting, storing, collecting, transporting, utilizing,
processing and landfill hazardous waste. The results showed that the management of hazardous waste in
PT. X The Spinning Division gets a score 34.3% which is categorized “Poor”.
Keywords: Hazardous waste, Spinning, Guttman, Hazardous waste management, Scoring

Abstrak
Pembuangan sisa hasil produksi suatu industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PT. X Divisi Pemintalan
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemintalan benang yang menghasilkan limbah B3
pada proses produksi terutama pada pemeliharaan mesin. Limbah B3 yang dihasilkan berupa lampu TL
bekas, majun terkontaminasi, oli bekas, dan kemasan bekas B3. Limbah B3 tersebut bersifat beracun,
korosif, dan mudah terbakar. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 dengan peraturan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan cara mengobservasi
langsung kondisi eksisting dan melakukan skoring dengan menggunakan skala Guttman. Variabel
penelitian meliputi pemilahan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan penimbunan limbah B3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi
Pemintalan mendapatkan skor 34,3 % yang dikategorikan “Buruk”.
Kata kunci : limbah B3, pemintalan, Guttman, pengelolaan limbah B3, skoring

1. Pendahuluan
PT. X merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang tekstil dan menghasilkan produk
berupa benang pintal serat kapas alami serta benang pintal serat polyester yang berkualitas eksport.
Lokasi PT. X terletak di Jalan Industri Ubrug, Kembangkuning, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten
Purwakarta dengan luas 50,2 Ha. Secara geografis PT. X dibatasi sebelah Utara oleh Jalan Tol
Cipularang, Selatan berbatasan dengan Elegant Textile, Timur berbatasan dengan Waduk Jatiluhur, dan
Barat berbatasan dengan Terminal Ciganea [1].
Proses produksi yang dilakukan PT. X menghasilkan suatu produk serta sisa proses proses produksi
yang tidak dapat digunakan lagi atau limbah. Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan terdapat
limbah yang bersifat berbahaya dan beracun (B3). Bahan Berbahaya, dan Beracun (B3) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain [2]. Berdasarkan

711
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Peraturan Pemerintah No. 101 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tahun 2014, limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 yang dihasilkan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang diawali dengan
dengan proses penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengelolaan limbah B3
termasuk penimbunan. Pengelolaan tersebut, diharapkan dapat meminimasi timbulan Limbah B3 yang
dihasilkan dengan melakukan upaya yang dimulai dari pengurangan timbulan dari sumber dengan
meminimasi penggunaan bahan baku atau bahan penolong yang semula B3 menjadi non B3, melakukan
pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien serta menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi
Pemintalan, melakukan evaluasi dari sistem pengelolaan limbah B3, serta memberikan penilaian
pengelolaan limbah B3 yang telah dilakukan berdasarkan kepada saran perbaikan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Penelitian ini mengacu kepada beberapa dasar hukum tentang pengelolaan limbah B3 yaitu (1) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3, (2) Keputusan
Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3, (3) Keputusan Bapedal
No. 2 Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kegiatan yang dilakukan di
divisi pemintalan PT. X terdiri atas pemintalan benang yang dilakukan di 7 departemen pemintalan.
Pemintalan adalah proses pembuatan benang dengan memilin dan menjalin secara bersama serat-
serat tumbuhan maupun hewan. Proses pemintalan menghasilkan limbah B3 yang berasal dari perawatan
mesin diantaranya oli bekas, majun/kain terkontaminasi B3, kemasan B3 [3]. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengelolaan limbah B3 di proses
pemintalan.

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini memiliki empat tahapan, yaitu studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data serta kesimpulan. Studi pustaka yang digunakan yakni mempelajari peraturan-peraturan yang
berlaku yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3, serta jurnal terkait pengelolaan limbah B3 di
industri tekstil khususnya bidang pemintalan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh dengan cara
wawancara dan observasi yang dilakukan pada tanggal 1-30 Juli 2019, serta data sekunder berupa profil
perusahaan, tahapan proses produksi, limbah B3 yang dihasilkan, pengelolaan limbah B3, serta pihak
ketiga yang akan mengelola limbah B3 perusahaan dalam proses produksi yang diperoleh dari dokumen
yang tersedia di PT X Divisi Pemintalan.
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan yaitu dengan membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT X Divisi Pemintalan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku. Pengelolaan limbah B3 yang dibandingkan dimulai dari pengurangan, penyimpanan, dan
pengumpulan. Proses pengangkutan dan pengolahan tidak dibandingkan karena tidak dilakukan oleh PT.
X. Hasil dari perbandingan tersebut, kemudian dilakukan pembobotan untuk menilai pengelolaan limbah
B3 yang telah dilakukan dengan menggunakan Skala Guttman.
Skala Guttman disebut juga skala scalogram merupakan metode yang sangat baik untuk meyakinkan
hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan sifat yang diteliti yakni sesuai dan tidak sesuai [4]. Nilai
perhitungan pembobotan menggunakan skala Guttman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pembobotan Skala Guttman


No Keterangan Skor
1 Tidak Sesuai 0
2 Sesuai 1

Jawaban dari sifat yang diteliti dibuat skor tertinggi “1” dan terendah “0”. Penelitian ini
menggunakan Skala Guttman dalam membandingkan kondisi eksisting dengan peraturan yang berlaku
untuk melakukan skoring agar didapat hasil yang bersifat tegas. Setelah memberikan skor berdasarkan
Tabel 1. kemudian dilakukan perhitungan terhadap persentasi skoring, dengan rumus yang disajikan pada
persamaan (1). Pengelolaan limbah B3 dengan menggunakan Skala Guttman telah dipergunakan untuk

712
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

meneliti pengelolaan limbah B3 di Klinik Gigi Kota Yogyakarta [5] dan di PT Indopherin Jaya
Probolinggo [6].

Total Skor Terpenuhi Eksisting (1)


Persentase Skoring = x 100%
Total Skor Ideal

Persentase skoring ini diberikan untuk setiap tahapan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh
PT. X Divisi Pemintalan sehingga kita dapat mengetahui nilai persentase untuk setiap tahap pengelolaan
Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan. Hasil persentase yang sudah dilakukan kemudian dibandingkan
kedalam kategori penilaian untuk menentukan menentukan kesesuaian pengelolaan limbah B3 di PT. X
Divisi Pemintalan dengan regulasi yang berlaku yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori penilaian pengelolaan limbah B3


No Nilai (%) Kategori Penilaian
1 81-100 Baik Sekali
2 61-80 Baik
3 41-60 Cukup
4 21-40 Buruk
5 0-20 Buruk Sekali
Sumber: [7]

Evaluasi pengelolaan limbah B3, apabila data yang didapat bersifat kuantitatif menggunakan Skala
Guttman, maka data perlu diolah untuk menarik kesimpulan. Teknik hitung presentase merupakan teknis
analisis yang digunakan [5].

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Gambaran Umum Industri X
PT X didirikan dalam rangka merealisasikan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing. Tahun 1991 dibangun pabrik polyester. Tahun 1994 dilakukan ekspansi benang filamen
dan pendirian pabrik mentah, serta tahun 1995 PET (resin) di dirikan, tahun 1996 pendirian pabrik
Polyester II dengan mesin-mesin canggih dan ekspansi pabrik kain mentah. Tahun 1999 mendirikan
pabrik pemintalan benang jahit untuk coats. Tahun 2006 pendirian pembangkit listrik tenaga batubara 60
MW, serta pad tahun 2007 ekspansi pabrik pemintalan benang dengan mesin-mesin modern [8].
Produk yang dihasilkan PT X adalah benang pintal serat kapas alami dan benang pintal serat
polyester yang dihasilkan oleh divisi pemintalan, serta sarung tangan lateks dan tekstil kain jadi. Proses
produksi di PT X Divisi Pemintalan menerapkan sistem berlanjut dimana proses produksi benang pintal
berlangsung secara terus-menerus setiap hari dengan bahan baku serat kapas alami sebanyak 144 bale. PT
X Divisi Pemintalan dapat menghasilkan produk jadi benang pintal dari serat kapas alami sebasar 25 ton
setiap harinya. Proses produksi secara lengkap terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses produksi PT X Divisi Pemintalan

713
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Proses produksi PT X menggunkan bahan baku serat kapas alami yang di impor. Meskipun peranan
serat kapas di Indonesia sangat dominan, kenyataan menunjukkan sebalikya, produksi serat kapas
nasional masih sangat memprihatinkan [9]. Oleh karena itu, digunakan kapas import untuk bahan baku.
Jenis bahan baku yang digunakan adalah bahan baku indirect material yaitu bahan baku yang ikut
berperan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung pada barang jadi yang dihasilkan. Bahan
baku serat kapas alami akan di produksi menjadi benang pintal yang akan menjadi bahan dasar kain jadi.
Berat kapas yang dibutuhkan dalam satu hari untuk pengolahan sebesar 144 bale atau 30 ton.
Proses produksi PT. X Divisi Pemintalan memiliki 7 departemen yang masing-masing departemen
memiliki 3 rangkaian mesin dari mesin blendomat sampai packing (7 mesin) sehingga mesin keseluruhan
berjumlah 147 mesin yang beroperasi setiap hari.
3.2. Limbah yang Dihasilkan
PT. X Divisi Pemintalan menghasilkan limbah B3 dan non B3. Terdapat 2 cara untuk menentukan
suatu limbah termasuk limbah B3, yaitu dengan tes laboratorium dan mengidentifikasi limbah tersebut
dengan daftar limbah spesifik yang disusun oleh pemerintah karena telah dicurigai berpotensi
menunjukkan karakteristik limbah B3 [10]. Daftar limbah spesifik tersebut dimuat di Peraturan
Pemerintah No. 101 Tahun 2014.
Limbah B3 yang dianalisis berasal dari perawatan/perbaikan mesin produksi yang ada di
departemen pemintalan 1-7 yang artinya bukan dari proses produksi utama. Limbah B3 tersebut
merupakan sumber tidak spesifik [2]. Menentukan kategori limbah B3 merupakan salah satu proses
identifikasi limbah B3 selain sumber limbah B3 berdasarkan PP 101 Tahun 2014. Kategori limbah B3
yang dihasilkan PT. X Divisi Pemintalan merupakan kategori 2. Kategori 2 adalah limbah B3 yang
mengandung B3, memiliki efek tunda, dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan
hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis [2].
Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT.X Divisi Pemintalan terdiri atas (1) kemasan bekas B3,
dihasilkan oleh bagian utility dan mekanik yang berupa kemasan bekas oli dan kemasan bekas grease;
(2) oli bekas, dihasilkan oleh bagian mekanik dan utility; (3) limbah elektronik, dihasilkan oleh bagian
elektrik, limbah ini berupa kabel, baterai, dan lampu TL; dan (4) majun terkontaminasi dihasilkan dari
bagian mekanik, dan utility. Majun berupa kain yang digunakan untuk mengelap tumpahan atau ceceran
oli ataupun grease. APD bekas masker dan sarung tangan juga termasuk kedalam kategori limbah majun.
Limbah B3 yang dihasilkan dari setiap departemen pemintalan akan diangkut secara rutin oleh
pihak gudang sekali dalam sebulan untuk dikumpulkan di TPS LB3, karena limbah yang dihasilkan
memungkinkan untuk disimpan. Setiap ± 2 bulan sekali limbah B3 diangkut dan diolah oleh pihak ketiga
yaitu PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Jenis dan timbulan limbah B3 di PT. X Divisi
Pemintalan dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Jenis dan timbulan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan


No. Kode Limbah Jenis Limbah Kategori Bahaya Timbulan (kg/hari)
1 B104d Kemasan bekas B3 2 0.133
2 B105d Oli bekas 2 2.910
3 B107d Limbah elektronik 2 0.156
4 B110d Majun terkontaminasi 2 1.500
Sumber: [8]

Jenis limbah B3 yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda setiap jenisnya. Karakteristik
setiap jenis limbah tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. karakteristik limbah B3


Jenis Limbah Karakteristik Limbah
Kemasan Bekas B3
Tong (besi) 200 Liter Korosif, Beracun
Jerigen 25 Liter
Oli bekas Mudah terbakar, Beracun
Limbah elektronik Beracun
Majun terkontaminasi Beracun
Sumber: [8]

714
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Limbah B3 yang dihasilkan di PT. X Divisi Pemintalan dapat dimanfaatkan kembali dengan
melakukan pengolahan terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian, oli bekas dapat digunakan kembali
menjadi bahan bakar diesel dengan melakukan proses pemurnian yang meliputi pengendapan, pemanasan
untuk membuang kandungan air, serta penambahan asam sulfat dan natrium hidroksida [11]. Pengolahan
limbah oli bekas juga dapat dilakukan menggunakan metode elektrokoagulasi dengan elektoda
alumunium [12].
Limbah non B3 yang dihasilkan dari proses produksi berupa nailcomber yang dihasilkan dari
proses blowing, hardwaste yang dihasilkan dari proses carding dan drawing, serta softwaste yang
dihasilkan dari ring spinning dan simplex. Ketiga limbah padat non B3 ini, dihasilkan 3,5 ton dalam
sehari. Limbah nailcomber dan limbah non hardwaste berupa serat-serat pendek yang putus dan
gumpalan serat yang masih menyatu, sedangkan softwaste berupa serat-serat halus yang terputus dari
proses spinning. PT. X Divisi Pemintalan dalam menanggulangi limbah padat non B3 dari proses
produksi menggunakan metode daur ulang. Limbah padat non B3 yang dihasilkan akan diserahkan
kepada pihak ketiga berizin.
Limbah serat kapas juga dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku berupa komposit berpenguat
limbah serat kapas berupa felt (produk nonwoven) dan manufactured wood (papan pabrikan) berupa
papan serta yang dapat memenuhi standar [13].
3.3. Pengelolaan Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
teknis pengelolaan limbah B3. Aspek non teknis meliputi dasar hukum pelaksanaan pengelolaan limbah
B3 dan kelembagaan.
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan mengacu pada peraturan terkait meliputi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
c. Keputusan Kepala Bapedal, KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Tekns
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Unit yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan
adalah store (gudang). Unit gudang bertugas untuk mengelola limbah B3 yang akan dikirim ke pihak
ketiga dari mulai penyimpanan hingga pengangkutan. Pewadahan, dan pengumpulan di tugaskan kepada
bagian mekanik dan utility masing-masing departemen pemintalan 1-7. Limbah B3 yang dihasilkan
disimpan di departemen masing-masing kemudian akan diangkut oleh unit gudang perbulan dengan
menggunakan truk.
Aspek teknis pengelolaan limbah B3 menurut PP 101/2014, bahwa pengelolaan yang harus
dilakukan yaitu pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3. Skoring yang dilakukan dalam mengevaluasi pengelolaan limbah B3
dilakukan disetiap tahap pengelolaan limbah B3, kecuali tahap pemilahan limbah. Tahap pemilahan
limbah B3 dilakukan untuk memilah antara limbah B3 dan non B3, tidak ada kriteria khusus pemilahan.
Berdasarkan hasil observasi, PT.X Divisi Pemintalan belum melakukan pemilahan antara limbah B3 dan
non B3 terutama di TPS limbah B3 2 seperti terdapat di Gambar 2.

Gambar 2. Pemilahan limbah B3 berdasarkan jenis limbah


Sumber : Hasil dokumentasi (2019)

715
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Pengurangan Limbah B3
Pengurangan limbah B3 dapat dilakukan dengan tata kelola yang baik terhadap material yang
berpotensi menghasilkan pencemaran terhadap lingkungan maupun gangguan kesehatan [14].
Berdasarkan kriteria pengurangan PP 101/2014, PT. X Divisi Pemintalan belum melakukan pengurangan
limbah B3. Persentase skoring yang didapat untuk parameter pengurangan adalah sebesar 0%.
Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan
dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah “Buruk Sekali”. Upaya pengurangan dilakukan adalah
dengan menggunakan kembali wadah/kemasan B3 seperti kemasan oli untuk oli bekas yang telah
digunakan untuk mengurangi timbulan limbah B3 berupa kemasan B3.
Pewadahan/Pengemasan Limbah B3
PT. X Divisi Pemintalan belum sepenuhnya melakukan pengemasan sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Kep-01/Bapedal/09/1995. Pewadahan seharusnya dilakukan sesuai dengan jenis
limbahnya, untuk itu masing-masing limbah B3 memiliki jenis pewadahan yang berbeda-beda [15].
Pewadahan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan berdasarkan jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 5
dan contoh kemasan/wadah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 5. Pewadahan limbah B3 PT. X Divisi Spun Yarn


No Jenis Limbah Karakteristik Pewadahan
1. Majun terkontaminasi Beracun Plastik
Kemasan Bekas B3
2.  Tong (besi) 200 liter Korosif, Beracun Disimpan tidak di atas palet
 Jerigen 25 liter
3. Limbah elektrik Beracun Tidak diberi wadah
4. Oli Bekas Mudah terbakar, beracun Tong (besi) dan jerigen
Sumber : Hasil Observasi (2019)

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan skala Guttman pengemasan dan pewadahan
limbah B3 yang dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan yang dibandingan dengan Kep-
01/Bapedal/09/1995 belum sesuai di 5 parameter, yaitu kondisi, bahan keamanan dan penutup kemasan,
kemasan yang telah penuh, dan kemasan kosong. Persentase skoring yang didapat untuk parameter
pengemasan dan pewadahan adalah sebesar 40%. Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah
“Buruk”.

(a) (b)
Gambar 3. (a) Oli bekas disimpan dalam jerigen tanpa palet dan (b) Lampu TL disimpan tanpa wadah
Sumber: Hasil dokumentasi (2019)

Simbol dan Label Limbah B3 dan TPS Limbah B3


PT. X Divisi Pemintalan memiliki 2 buah TPS limbah B3 yang berada dilokasi dan memiliki fungsi
yang berbeda. 1 buah TPS limbah B3 menampung limbah B3 yang berasal dari departemen Spinning 1-5
dan lainnya menampung limbah B3 yang berasal dari departemen Spinning 6-7. Lokasi antara departemen
1-5 dan 6-7 memiliki lokasi yang berjauhan oleh karena itu TPS LB3 dibuat berbeda. Rekapitulasi
perbandingan antara kondisi eksisting mengenai simbol dan label limbah B3 di TPS limbah B3 1 dan 2
PT. X Divisi Pemintalan dengan PermenLH 14/2013 belum sesuai. Pemberian simbol limbah B3 pada
setiap kemasan limbah B3 belum dilakukan, tetapi untuk pemberian simbol di dinding serta pintu TPS
Limbah B3 1 sudah dilakukan tetapi belum sesuai. Sementara itu di TPS Limbah B3 2 baik penempelan
716
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

simbol di kemasan Limbah B3 maupun di dinding serta pintu tidak dilakukan penempelan, sehingga
belum sesuai dengan PermenLH 14/2013.
Pemberian label limbah B3 pada semua wadah dan/atau kemasan limbah B3 yang memuat
informasi tentang asal usul limbah, identitas limbah, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan belum
memenuhi PermenLH 14/2013, baik di TPS Limbah B3 1 maupun 2 karena belum diberikan label.
Persentase skoring yang didapat untuk parameter simbol dan label untuk TPS Limbah B3 1 adalah 18%
dan TPS Limbah B3 2 adalah 0%. Rata-rata kedua nilai persentase ini yaitu 9%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk pemberian label dan simbol di PT. X. Divisi
Pemintalan adalah “Buruk Sekali”.
Pengumpulan Limbah B3 ke TPS Limbah B3
Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3
sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau penimbun limbah B3 [2]. Pengumpulan limbah B3 di
PT. X. Divisi Pemintalan untuk departemen Spinning 6-7 yang memiliki TPS limbah B3 terpisah akan
melakukan pengumpulan limbah B3 ke TPS limbah B3 1, sekali dalam sebulan. Pengumpulan akan
dilakukan dengan menggunakan truk. Tingkat ketercapaian dari pengumpulan limbah B3 diketahui
dengan melakukan perbandingan antara kondisi eksisting dengan PP 101/2014 untuk mengevaluasi
limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dapat disimpulkan bahwa pengumpulan limbah B3 yang telah
dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan dengan persentase 50% adalah “Cukup”.
Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPS LB3)
Dari kedua TPS limbah B3 yang dimiliki PT. X. Divisi Pemintalan hanya 1 TPS yang memiliki izin
yaitu TPS limbah B3 1. TPS limbah B3 2 selain belum memiliki izin, juga belum meiliki pengelola yang
resmi, sehingga limbah yang dikumpulkan masih belum dilakukan pengelolaan dengan baik.
Penyimpanan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan selama maksimal 365 hari karena limbah B3
yang dihasilkan termasuk kategori 2 dari sumber tidak spesifik dengan berat < 50 kg/hari. Kedua TPS
limbah B3 menampung limbah B3 berupa lampu TL bekas, oli bekas, kemasan bekas B3, dan majun
terkontaminasi.
Berdasarkan hasil analisis persentase yang diperoleh pada evaluasi penyimpanan limbah B3 di PT.
X Divisi Pemintalan baik di TPS limbah B3 1 maupun 2 sebagai berikut: (1) berdasarkan evaluasi
penyimpanan dengan Kep-01/Bapedal/09/1995, score total yang diperoleh adalah 5 dengan score ideal
22. Sehingga persentase skoring yang didapatkan adalah 22%. (2) berdasarkan evaluasi penyimpanan
dengan PP 101/2014, score total yang diperoleh adalah 4,5 dengan score ideal 8. Sehingga persentase
skoring yang didapatkan adalah 56%. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa secara keseluruhan
persentase skoring untuk tempat penyimpanan sementara bila ditinjau dari 2 peraturan pembanding
adalah 39% yang dikategorikan “Buruk”.
Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan limbah B3 yang berasal dari TPS limbah B3 2 akan di angkut ke TPS limbah B3 1,
kemudian akan diangkut oleh pihak ketiga yaitu PT. PPLI yang telah memiliki izin dan rekomendasi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pengangkutan dilakukan setiap 2 bulan sekali.
Pihak PPLI akan mengangkut jenis limbah B3 yang sesuai dengan perjanjian yang telah mendapat izin
dari KLHK. Setiap pengangkutan limbah B3 yang dilakukan oleh pihak ketiga, PT. X akan melakukan
pengecekan kelengkapan dokumen meliputi identitas, perlengkapan pengemudi, serta izin alat angkut
yang berasal dari Dinas Perhubungan.
Langkah untuk mengetahui tingkat ketercapaian perlu dilakukan perbandingan antara kondisi
eksisting dengan peraturan berlaku. Peraturan yang digunakan adalah Kep-01/Bapedal/09/1995 dan PP
101/2014 untuk pengangkutan Limbah B3 di PT. X Berdasarkan hasil perhitungan total score yang
diperoleh pada evaluasi pengangkutan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan adalah 17, dengan score
ideal adalah 25, maka persentase skoring yang di dapat adalah 68%. Tingkat ketercapaian untuk evaluasi
pengangkutan diperoleh 68% yang dikategorikan “Baik”.
Setelah dilakukan analisis dan pembahasan dari masing-masing pengelolaan limbah B3 di PT X
Divisi Pemintalan dihasilkan nilai dari setiap pengelolaan yang dilakukan yang dapat dilihat pada Tabel
6.

717
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

Tabel 6. Rekapitulasi hasil persentase per kegiatan pengelolaan


No Evaluasi Peraturan terkait % skoring Kategori Ketercapaian
1. Pengurangan PP 101 Tahun 2014 0 Buruk Sekali
2. Pewadahan Kep Bapedal No. 01/1995 40 Buruk
Pemberian Simbol Permen LH No. 14 Tahun
3. 9 Buruk Sekali
dan Label 2014
4. Pengumpulan PP 101 Tahun 2014 50 Cukup
Kep Bapedal No. 01/1995
5. Penyimpanan 39 Buruk
PP 101 Tahun 2014
Kep Bapedal No. 02/1995
6. Pengangkutan 68 Baik
PP 101 Tahun 2014
Total % Ketercapaian 34,3 Buruk
Sumber: Hasil analisis (2019)

Berdasarkan persen skoring seluruh parameter bahwa PT. X Divisi Pemintalan telah melakukan
pengelolaan limbah B3 dengan hasil 34,3% yang dikategorikan “Buruk”. Maka dari itu, diharapkan PT.
X. Divisi Pemintalan dapat melakukan beberapa perbaikan untuk memaksimalkan pengelolaan limbah B3
agar seluruh parameter sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengelolaan limbah B3 PT. X Divisi Pemintalan agar dapat dikatakan pengelola limbah B3 yang
baik harus memenuhi parameter-parameter dari setiap tahapan pengelolaan berdasarkan peraturan yang
berlaku. Rekomendasi yang diberikan pada pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT. X Divisi
Pemintalan harus dilakukan di setiap tahap.
Pengemasan/pewadahan Limbah B3
Rekomendasi pada tahap pengemasan/pewadahan limbah B3 yaitu melakukan pengemasan yang
sesuai [15], diantaranya dus bekas atau box plastik dapat digunakan untuk menampung lampu TL bekas
dan majun terkontaminasi serta oli bekas dikemas dengan menggunakan tong besi yang tidak berkarat dan
tidak rusak.
Simbol dan Label Limbah B3 dan TPS Limbah B3
Tahap pemberian simbol dan label pada limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan
memberikan simbol beracun, mudah terbakar, dan korosif pada limbah B3 yang sesuai dengan ukuran 10
x 10 cm pada kemasan limbah B3 serta dinding tempat penyimpanan limbah B3 yang berada di TPS
limbah B3. Simbol beracun untuk lampu TL bekas serta majun terkontaminasi, mudah terbakar untuk oli
bekas, dan korosif untuk kemasan limbah B3. Pemberian label B3 pada masing-masing limbah B3 perlu
dilakukan, juga dengan melengkapi informasi yang diminta dalam label limbah B3. Label diletakkan
diatas simbol limbah B3 dengan ukuran 15 x 20 cm [16].
Pengumpulan Limbah B3
Tahap pengumpulan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu melakukan pemisahan
wadah limbah B3 dan non B3, memberikan nama serta karakteristik limbah B3 pada tempat pengumpulan
limbah B3.
Penyimpanan Limbah B3
Tahap penyimpanan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan pada tata letak penyimpanan
limbah B3 yaitu melakukan sistem blok yang terdiri dari 2x2 kemasan, memberikan palet pada
penumpukan antar kemasan limbah B3 serta alasnya, lebar tiap blok diberikan jarak 60 cm, serta
penyimpanan limbah B3 tidak menempel pada dinding. Izin TPS limbah B3 belum dimiliki oleh PT. X
Divisi Pemintalan untuk TPS limbah B3 2, oleh karena itu segera mengajukan izin TPS limbah B3 2 pada
DLH Kota/Kabupaten. Bangunan serta fasilitas TPS limbah B3 harus banyak diperbaiki diantaranya, bagi
TPS limbah B3 2 bangunan dibuat tertutup agar terhindar dari sinar matahari dan hujan, dibuat tanpa
plafon, memiliki ventilasi udara, serta memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) dan
membuat lantai kedap air dengan kemiringan maksimal 1% ke arah bak penampung, serta membuat bak
penampung tumpahan atau ceceran, bagi TPS limbah B3 1 maupun 2 dengan memberikan simbol
karakteristik limbah B3 yang disimpan pada bagian luar bangunan. Fasilitas lain yang perlu dipenuhi oleh
TPS limbah B3 2 yaitu memberikan alat pemadam kebakaran, pagar pengaman, peralatan P3K, serta
untuk TPS limbah B3 1 maupun 2 yaitu dengan memberikan pembangkit listrik cadangan, peralatan
komunikasi, gudang peralatan dan perlengkapan serta pintu darurat dan alarm.
Pengangkutan Limbah B3
Tahap pengangkutan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan melakukan
pencatatan di logbook dan neraca limbah.
718
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi mengenai pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan, limbah
B3 yang ada berasal dari sumber tidak spesifik, limbah B3 yang ada yaitu kemasan bekas B3 (0,133
kg/hari), limbah elektronik (0,156 kg/hari), majun terkontaminasi (1,500 kg/hari), dan oli bekas (2,910
kg/hari). Karakteristik limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan terdiri dari atas tiga karakteristik yaitu
mudah terbakar, korosif, dan beracun.
Pengelolaan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
tekns. Aspek non teknis pengelolaan limbah B3 terdiri atas dasar hukum pelaksanaan dan kelembagaan,
sedangkan aspek teknis yaitu pengelolaan mulai dari pemilahan, pengurangan, pewadahan, simbol dan
label, pengumpulan, dan penyimpanan. Tahap pengangkutan dan pengolahan dilakukan oleh pihak ke-3
yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).
Berdasarkan hasil analisis dengan peraturan terkait yakni PP 101/2014, PermenLH 14/2013, dan
Kep-01/Bapedal/09/1995 bahwa sistem pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan berada pada
kondisi “Buruk” dengan persentase ketercapaian 34,3% yang artinya harus melakukan berbagai perbaikan
agar parameter-parameter pengelolaan limbah B3 terpenuhi sehingga tercipta pengelolaan limbah B3
yang baik.

5. Daftar Pustaka
[1] PT. X. 2019 Dokumen PT. X: Purwakarta
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
[3] Subekhi, Muhammad dan Azwar Hanik. 2018. Perancangan Pabrik Benang Carded Ne1 40
(Tex14,8) 100% Cotton dengan Kapasitas 66.000 Mata Pintal. Universitas Islam Indonesia:
Yogyakarta
[4] Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[5] Nandito, Muhammad Afrizal. 2018. Identifikasi Pengelolaan Limbah B3 Padat Klinik Gigi di
Kota Yogyakarta. Jurnal UII.
[6] Jannah, Miflathul. 2018. Tugas Akhir Studi Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di PT Indopherin Jaya Probolinggo Tahun 2018. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Jurusan Kesehatan Lingkungan Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan: Surabaya
[7] Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Karya.
[8] PT. X Divisi Pemintalan. 2019. Dokumen Divisi Pemintalan: Purwakarta
[9] Hanifah, Nida’ul dan Fitri Kartiasih. 2018. Determinan Impor Serat Kapas di Indonesia Tahun
1975-2014. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/media_statistika diakses tanggal 5 November
2019.
[10] LaGrega. 2001. Hazardous Waste Management. Mc Graw Hill Inc. New York. Li, C. S.
[11] Suparta, I. 2015. Daur Ulang Oli Bekas menjadi Bahan Bakar Diesel dengan Proses Pemurnian
Menggunakan Media Asam Sulfat dan Natrium Hidroksida. Jurnal METTEK Vol. 1, No.2, 9-19.
[12] Ni’mah, Laila. 2017. Pengelolaan Limbah Minyak Pelumas dengan Menggunakan Metode
Elektrokoagulasi. Chemica Vol. 4., No. 1, 21-26.
[13] Mutia, Theresia. 2018. Pemanfaatan Limbah Serat Kapas dari Industri Pemintalan untuk Felt dan
Papan Serat. Arena Tekstil Vol. 33., No. 1, 37-46.
[14] Purwanti, Alvionita Ajeng. 2018. Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Rumah Sakit di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10., No.3, 291-
298.
[15] Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
[16] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 tahun 2013 mengenai Simbol dan Label Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.

719
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

KUALITAS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH B3


TERHADAP INDEKS PROPER DI RSUD RAA SOEWONDO PATI

Nia Dhesti Arindita, Mursid Rahardjo, Nikie Astorina Yunita Dewanti


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: arinditania@gmail.com

Abstract : RSUD RAA Soewondo Pati is a hospital which has not received
assessment ratings for PROPER. Based on the field observations that has done,
the management of hazardous and toxic waste in the hospital has not entirely
true and safe according to Health Minister Decision No. 1204 in 2004,
Environment Minister Decision No. 03 in 2014, and Government Regulation No.
101 in 2014. This study aims to assess the quality of the management of B3
waste management at RSUD RAA Soewondo Pati to PROPER index. This
research methodology used in this research was qualitative and quantitative
approaches with cross sectional design. The population of this study is was
executing management of hazardous and toxic wastes by using total sampling
technique. The results showed percentage of obedience data collection type and
volume hazardous and toxic waste management, reporting activity, license and
validity period, the implementation of permit conditions, the amount of waste
managed hazardous and toxic, and B3 waste management with a third-party.
Hazardous and toxic waste management in the collection, storage,
transportation, and disposal has not managed well according to Health Minister
Decision No. 1204 in 2004. Based on the research results of hazardous and toxic
waste management derived from 13 primary care hospital with various types of
hazardous and toxic waste generated is plabot, infusion hoses, syringes, tissue
and fluids body. The conclusion of the research indicated the assessment results
of the management hazardous and toxic waste management by 50% and
PROPER ranking was red.

Keywords : hazardous and toxic waste, PROPER, Pati

PENDAHULUAN Indonesia, jumlah ini naik 39,8%


Latar Belakang menjadi 2.406 unit pada tahun
Rumah sakit dapat dikatakan 2014.2 Seiring dengan
sebagai pendonor limbah karena bertambahnya jumlah rumah sakit di
menggunakan bahan dan Indonesia setiap tahunnya, maka
menghasilkan limbah rumah sakit jumlah produksi limbah medis yang
yang tergolong limbah Bahan dihasilkan akan semakin banyak.
Berbahaya dan Beracun (B3) Pengelolaan limbah rumah sakit
maupun non B3.1 Pada tahun 2012 yang baik menurut kriteria WHO
terdapat 1.721 rumah sakit di apabila persentase limbah medisnya
833
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

15%, namun kenyataannya di PROPER karena memiliki risiko


Indonesia persentase limbahnya dalam pencemaran air, pencemaran
mencapai 23,3%, melakukan udara, dan pengelolaan limbah B3
pewadahan 20,5%, dan yang dihasilkan oleh kegiatan
pengangkutan 72,7%.3 Limbah pelayanan rumah sakit.7 RSUD RAA
medis yang dihasilkan dari Soewondo Pati merupakan rumah
pelayanan kesehatan hanya 10%- sakit negeri kelas B non pendidikan
25% saja, sedangkan sisanya yang memberikan pelayanan
sebesar 75-90% dihasilkan oleh kedokteran spesialis dan
limbah domestik.4 Walaupun jumlah subspesialis terbatas. Pada tahun
limbah medis yang dihasilkan lebih 2015, terdapat 6 rumah sakit yang
sedikit dibandingkan limbah telah menjadi peserta PROPER
domestik, namun limbah medis yaitu RSUP Dr. Kariadi Semarang,
berpotensi besar dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
menimbulkan risiko terhadap Klaten, RS Roemani
kesehatan apabila tidak ditangani Muhammadiyah Semarang, RS
dengan baik.5 Telogorejo Semarang, RS St.
Di Indonesia, limbah rumah Elisabeth Semarang, dan RS
sakit khususnya limbah B3 jenis Keluarga Sehat Pati.
infeksius belum dikelola dengan Rumah sakit kelas B yang telah
baik. Sebagian besar pengelolaan mengikuti program PROPER sendiri
limbah medis disamakan dengan hanya terdapat 3 rumah sakit atau
limbah non medis. Hal ini sekitar 6,4% dari total 47 rumah
menunjukkan bahwa sistem sakit kelas B di Jawa Tengah yaitu
pengelolaan limbah rumah sakit di RS Telogorejo, RS St. Elisabeth
Indonesia masih sangat buruk Semarang,dan RSUP Dr. Soeradji
dibandingkan dengan standar yang Tirtonegoro Klaten.8
ditetapkan WHO. Pengelolaan limbah B3 medis di
Program Penilaian Peringkat RSUD RAA Soewondo Pati masih
Kinerja Perusahaan dalam belum sepenuhnya benar dan aman
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sesuai kriteria pengelolaan limbah
yang biasa disebut PROPER ialah B3 dalam Kepmenkes RI Nomor
suatu program penilaian terhadap 1204/Menkes/SK/X/2004, sehingga
upaya penanggung jawab usaha dan berpotensi mencemari lingkungan
atau kegiatan dalam mengendalikan sekitar rumah sakit. RSUD RAA
pencemaran dan atau kerusakan Soewondo Pati juga merupakan
lingkungan hidup serta pengelolaan rumah sakit negeri kelas B yang
limbah B3. Evaluasi PROPER belum mendapat peringkat
memberikan masukan untuk PROPER. Hal itu karena
perbaikan kebijakan pengelolaan pengelolaan limbah B3 di RSUD
lingkungan. Meskipun tingkat RAA Soewondo Pati masih
ketaatan perusahaan meningkat 2% mengalami masalah dalam
dari tahun sebelumnya menjadi 74% pengelolaan limbah B3 medis
di tahun 2015, namun beberapa terutama pengumpulan limbah
sektor industri masih memiliki tingkat infeksius dan limbah benda tajam
ketaatan yang rendah yaitu rumah yaitu bekas ampul dan jarum suntik.
sakit, pengolahan ikan, dan Hal ini disebabkan karena
pengolahan limbah B3.6 belum lengkapnya perizinan dalam
Rumah sakit juga termasuk pengelolaan limbah B3 untuk
perusahaan yang wajib mengikuti penilaian PROPER di RSUD RAA
834
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Soewondo Pati. Di samping itu, kepada informan utama dan


keterbatasan dana untuk biaya informan triangulasi sebagai penguat
pengelolaan limbah B3, kurangnya data. Pengumpulan fakta dari
sumber daya, dan tingkat fenomena atau peristiwa – peristiwa
kedisiplinan karyawan dalam yang bersifat khusus kemudian
pentaatan pengelolaan limbah B3 masuk pada kesimpulan yang
menjadi faktor penting mengapa bersifat umum.
rumah sakit tersebut belum Keabsahan data dilakukan
melaksanakan PROPER. dengan teknik triangulasi. Teknik
Tujuan dari penelitian ini yaitu triangulasi dengan sumber
mengkaji kualitas manajemen membandingkan dan mengecek baik
pengelolaan limbah B3 di RSUD derajat kepercayaan pada suatu
RAA Soewondo Pati terhadap informasi yang diperoleh melalui
indeks PROPER. waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif.9
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan jenis A. Karakteristik Limbah B3
penelitian observasional yang Limbah B3 yang dihasilkan
bersifat deskriptif, pendekatan cross RSUD RAA Soewondo Pati berasal
sectional. Metode penelitian yang dari 13 pelayanan utama rumah
digunakan adalah metode kualitatif sakit yang memberikan pelayanan
kuantitatif. Teknik pengambilan kegiatan medis baik untuk diagnosa
sampel penelitian ini menggunakan maupun terapi.
total sampling. Tabel 4.3 Sumber Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) Medis
Populasi dalam penelitian ini di RSUD RAA Soewondo Pati
adalah pelaksana pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan No. Ruangan Komposisi
Beracun (B3) di RSUD RAA 1. Farmasi Obat-obatan
Soewondo Pati baik yang terdiri dari kadaluarsa,
subjek penelitian maupun objek PK,
penelitian. Sampel yang dipilih peroksida,
sebagai subjek penelitian ini 2. Laboratorium Wadah
sebanyak 6 orang yaitu Kepala specimen,
Instalasi Sanitasi, staf instalasi asam klorida,
sanitasi sejumlah 4 orang, dan reagen, spuit
tenaga pengelola limbah B3 RSUD 3. IBS Syringe,
RAA Soewondo Pati sejumlah 1 phenol,
orang. Informan triangulasi dalam underpad,
penelitian ini adalah Kepala Instalasi N2O
Sanitasi dan Kepala Bidang 4. Hemodialisa Botol dialiser,
Pengendalian Pencemaran dan cairan darah,
Kerusakan Lingkungan BLH acid
Kabupaten Pati. bikarbonat
5. Linen Kasa bekas,
Pengumpulan data penelitian linen,
dilakukan dengan cara observasi, underpad
dokumentasi, dan wawancara 6. Sterilisasi Kasa bekas,
mendalam (indepth interview) cairan tubuh,
835
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

alkohol berdasarkan berat (kg) sebanyak


7. Rawat Inap Selang infus, 159,5 kg/hari. Nilai tersebut tidak
kantong jauh berbeda dari penelitian
darah, O2 sebelumnya di RSUD Dr Soetomo
8. Rawat Jalan Anestasi, dimana terdapat kesamaan antara
sputum, sisa volume limbah medis rata-rata per
ramuan obat bulan dengan perhitungan volume
9. Gawat N2O, O2, produksi limbah medis rata-rata
Darurat ampul, harian.10
selang
kateter B. Sumber Daya Pengelolaan
10. ICU Plabot, cairan Limbah B3
tubuh, blood Mayoritas tenaga pengelola
lines limbah B3 di RSUD RAA Soewondo
11. IKB Ampul, spuit, Pati merupakan lulusan SMA
darah, sebanyak 3 orang, lulusan D3
underpad kesehatan lingkungan sebanyak 2
12. Radiologi Developer, orang, dan lulusan S1 kesehatan
perak masyarakat sebanyak 1 orang.
bromida, Dalam pelaksanaan pengelolaan
handscoon limbah B3, petugas pengelola limbah
13. Bank Darah Sisa sampel B3 di RSUD RAA Soewondo Pati
darah beku, belum mendapat pelatihan khusus
NaCl mengenai pengelolaan limbah B3
yang aman dan benar sesuai
persyaratan perundang-undangan
Secara umum, limbah B3 yang baik dari rumah sakit. Hal ini belum
dihasilkan RSUD RAA Soewondo memenuhi kualifikasi sebagai tenaga
Pati adalah limbah medis padat, pengelola limbah B3 yaitu minimal
limbah cair, dan limbah gas. lulusan SMP dengan latihan
11
Sebagian besar merupakan limbah khusus.
medis padat diantaranya kapas Volume produksi limbah B3
terkontaminasi, jaringan tubuh, yang dihasilkan rata-rata RSUD
handscoon, sisa ramuan obat, RAA Soewondo Pati dalam
ampul, selang infus, kantong darah, sebulan sekitar 4.531,2 kg/bulan
dan jarum suntik. dengan biaya yang dianggarkan
sebesar Rp. 516.559.650,00/tahun.
Sebagai contoh, biaya yang
Hasil pendataaan dan
diperlukan untuk melaksanakan
pengukuran volume produksi limbah
kegiatan pengelolaan limbah pada
B3 medis per bulan semua ruangan
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
akan dilakukan setiap dua hari sekali
yaitu Rp 503.733.150,00/tahun
pada saat proses pengangkutan
yang meliputi biaya penggunaan
oleh pihak ke-3 yaitu PT. Jasa
insinerator dan autoclave, biaya
Medivest yaitu sebesar 4.531,2
insentif petugas kebersihan,
kg/bulan atau sebanyak 151,4
belanja sarana kebersihan, biaya
kg/hari dan hasil pengukuran volume
pengangkutan limbah non medis,
produksi limbah B3 medis yang
dan lain sebagainya.12 Biaya ini
dihasilkan rata-rata per hari tiap
lebih kecil dibandingkan dengan
ruangan dilakukan selama 3 hari
biaya yang dikeluarkan oleh RSUD
836
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

RAA Soewondo Pati. Hal ini sesuai jadwal pengambilan.


membuktikan jenis dan volume Penampungan limbah kimia dan
produksi limbah yang dihasilkan limbah farmasi di RSUD RAA
dapat mempengaruhi biaya yang Soewondo Pati masih
dikeluarkan dalam pengelolaan ditampung di kantong plastik
limbah B3. kuning sehingga belum
RSUD RAA Soewondo Pati memenuhi standar yang
telah menyediakan peralatan dan ditetapkan, sebaiknya rumah
sarana yang menunjang untuk sakit melakukan pemisahan
pengelolaan sampah rumah sakit. limbah infeksius dengan limbah
Sarana prasarana pengelolaan kimia dan farmasi dengan
limbah B3 meliputi tempat sampah menyediakan kantong plastik
medis dan non medis, TPS khusus coklat sehingga dapat
B3, wheeled bins, safety box, dibedakan berdasarkan jenis
kantong plastik kuning, truk limbahnya.
pengangkut, insinerator pihak 2. Penyimpanan
ketiga, dan sarana perlengkapan Jarak TPS B3 yang terdapat
untuk keselamatan petugas di RSUD RAA Soewondo Pati
kebersihan yang diberikan yaitu yaitu 30 m dari bangunan
Alat Pelindung Diri (APD) berupa perkantoran sehingga belum
masker, coverall, sepatu boot, dan memenuhi standar Kepmenkes
sarung tangan. RI Nomor 1204 tahun 2004 yaitu
C. Hasil Observasi Pengelolaan jarak TPS B3 >50 m dari
Limbah B3 terhadap bangunan gedung lain.13
Kepmenkes Nomor RSUD RAA Soewondo Pati
1204/Menkes/SK/X/2004 menyimpan limbahnya di TPS
1. Pengumpulan khusus B3. Limbah medis
Hasil observasi yang disimpan selama 36 jam,
dilakukan di RSUD RAA sedangkan limbah domestik
Soewondo Pati, menunjukkan disimpan paling lama 24 jam.13
apabila masih terdapat tenaga Penyimpanan volume produksi
medis yang melakukan limbah B3 di TPS khusus B3
kesalahan dalam pemilahan RSUD RAA Soewondo Pati
limbah B3 seperti pengumpulan potensial menyebabkan
limbah infeksius di kantong penularan penyakit karena
plastik hitam, limbah cair berupa terjadi penumpukan lebih dari 2
cairan darah yang ditampung hari kemudian baru
dalam kantong plastik kuning dimusnahkan.
belum tertutup rapat sehingga 3. Pengangkutan
dapat berisiko terjadi kebocoran Pengangkutan limbah B3
dan tumpahan, dan RSUD RAA Soewondo Pati
pencampuran limbah medis dan dilakukan dengan 2 trip/shift
non medis. Kantong plastik dengan waktu 1,5 jam/trip.
harus diangkut apabila 2/3 Pengumpulan limbah B3 medis
bagian dari kantong telah terisi RSUD RAA Soewondo Pati
penuh dan dikeluarkan dari dilakukan dengan 2 shift/hari
ruangan oleh petugas cleaning sehingga total trip dalam sehari
service ruangan untuk sebanyak 4 trip/hari.
selanjutnya diambil oleh Pengangkutan limbah B3 medis
petugas pengelola limbah B3 pada shift 1 dilakukan pada
837
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pukul 07.30 WIB - 09.00 WIB tahapan pengelolaan limbah


dan pada shift 2 dilakukan sore dapat diminimalkan serta
hari pada pukul 13.00 WIB - peningkatan kedisiplinan
14.30 WIB. Jumlah wheeled menggunakan APD bagi
bins yang dibutuhkan petugas petugas kebersihan.12
pengelola limbah B3 sebanyak 2 4. Pemusnahan
buah dalam sekali Pemusnahan dengan
pengangkutan dan 2 buah insinerator pihak ke-3 sudah
kereta sampah untuk sesuai standar Kepmenkes yaitu
mengangkut limbah non medis. sebelum dibakar limbah B3
RSUD RAA Soewondo Pati ditimbang terlebih dahulu dan
telah mengikuti persyaratan dilakukan pelaporan melalui
yang telah ditetapkan yaitu lembar manifest kepada
mengangkut limbah non medis instalasi sanitasi. Selanjutnya,
ke TPA sebanyak 2 kali dalam PT. Jasa Medivest akan
sehari. Menurut persyaratan melakukan perjanjian jasa
limbah non medis harus dengan Prasadha Pamunah
diangkut ke TPA lebih dari satu Limbah Industri (PPLI) dalam
kali per hari.13 Volume produksi hal pemusnahan dan
limbah B3 medis di RSUD RAA penanganan abu insinerator.
Soewondo Pati per harinya Proses pengangkutan limbah B3
setiap ruangan adalah sebesar RSUD RAA Soewondo Pati
1,009 m3/hari, yang berarti dilakukan 3 kali dalam seminggu
seharusnya terdapat 4 kali sesuai hasil perjanjian dengan
pengangkutan limbah B3 medis PT. Jasa Medivest yaitu hari
dari seluruh ruangan karena senin, rabu, dan jum’at. Hal ini
kapasitas daya angkut wheeled belum memenuhi standar dari
bins yang ideal hanya 0,240 Kepmenkes RI Nomor
m3/hari saja.14 1204/Menkes/SK/X/2004,
Hasil pengamatan yang tentang penyimpanan limbah B3
dilakukan menunjukkan petugas medis pada musim kemarau
pengelola limbah B3 yang maksimal 24 jam dan pada
bertugas hanya menggunakan musim hujan maksimal 48 jam.13
sepatu boots dan sarung tangan Pembuangan dan
saja. Masker dan pakaian pemusnahan limbah medis dan
panjang (coverall) panjang non medis secara terpisah.
hanya digunakan saat ingat Limbah domestik yang
saja. Masalah tersebut sama dihasilkan RSUD RAA
dengan masalah rumah sakit Soewondo Pati dikelola oleh
pada umumnya. Hal ini dapat DPU Kabupaten Pati dan
diatasi dengan adanya pelatihan diangkut ke Tempat
pengelolaan limbah secara Pembuangan Akhir di TPA
sistematis dan berkala serta Margorejo Pati. Pihak RSUD
pemberian Surat Peringatan RAA Soewondo Pati harus
bagi petugas kebersihan yang membayar retribusi kepada
tidak menggunakan APD Dinas Pekerjaan Umum
dengan lengkap agar diperoleh Kabupaten Pati sebulan sekali.13
peningkatan kesadaran dan D. Penilaian Indeks PROPER
pengetahuan, sehingga dalam Pengelolaan Limbah B3
diharapkan pelanggaran dalam RSUD RAA Soewondo Pati
838
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

RSUD RAA Soewondo Pati selain infeksius yang


memenuhi kriteria pembobotan dihasilkan rumah sakit.
peringkat PROPER warna biru
dengan skala 40-60%, namun Volume produksi limbah
masih belum bisa mendapatkan B3 non medis RSUD RAA
peringkat warna biru karena Soewondo Pati telah
masih belum melakukan disimpan melebihi batas
pendataan dan pelaporan data waktu 365 hari. Hal ini
pengelolaan limbah B3, dan disebabkan, RSUD RAA
jumlah limbah B3 yang dikelola Soewondo Pati belum
sesuai peraturan perundang- memiliki catatan jumlah
undangan <100%. Peringkat residu dan jumlah limbah B3
merah diberikan kepada yang belum dikelola,
penanggung jawab usaha dan sehingga tidak dapat
kegiatan yang melakukan upaya dilakukan perhitungan total
pengelolaan lingkungan hidup jumlah B3 yang terkelola.
namun belum sesuai dengan Oleh karena itu, kinerja
persyaratan sebagaimana diatur pengelolaan limbah B3
dalam peraturan perundang- RSUD RAA Soewondo Pati
undangan.6 belum memenuhi ketaatan
E. Kinerja Pengelolaan Limbah 100% terhadap peraturan
B3 RSUD RAA Soewondo Pati yang ada.
1. Jumlah Limbah B3 yang
Terkelola Sesuai dengan 2. PROPER rumah sakit
Peraturan Perundangan
Peringkat merah
Pengelolaan limbah B3 diberikan kepada RSUD RAA
medis RSUD RAA Soewondo Soewondo Pati karena dalam
Pati pada bulan Mei 2015 pentaatan pelaksanaan
hingga April 2016 sesuai pengelolaan limbah B3
dengan peraturan memperoleh prosentase
perundang-undangan telah sebesar 50%. Peringkat
terkelola 100%. merah yang diperoleh oleh
Pengangkutan limbah B3 non RSUD RAA Soewondo Pati
medis tidak dilakukan oleh hanya untuk penilaian aspek
pihak ketiga untuk limbah B3 pengelolaan limbah B3.
yang dihasilkan kurang dari Kriteria merah disebabkan
50 kg karena belum rumah sakit melakukan
dilakukan kegiatan kesalahan yang sama
pengumpulan oli bekas, dengan tahun sebelumnya,
minyak bekas, lampu TL, maksudnya apabila periode
baterai, dan lain-lain belum penilaian sebelumnya belum
dikelola. Pengelolaan limbah melakukan identifikasi,
B3 selain infeksius hanya pencatatan, dan pendataan
terbatas pada proses limbah B3 dan tahun ini tetap
penyimpanan dan dilakukan, maka
penanganan tumpahan peringkatnya tetap merah.
sehingga tidak dapat Apabila rumah sakit yang
diketahui komposisi volume menghasilkan limbah B3
produksi limbah karakteristik tidak melakukan identifikasi,
839
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pencatatan, dan Diharapkan bagi RSUD


pendataanlimbah B3 dalam RAA Soewondo Pati khususnya
logbook dan neraca limbah instalasi sanitasi untuk
B3, maka usaha tersebut memantau kebutuhan safety
tidak dapat memperoleh box, menyediakan kantong
peringkat biru. plastik coklat untuk menampung
limbah kimia dan farmasi,
KESIMPULAN DAN SARAN memenuhi ketentuan teknis
1. Sumber limbah B3 berasal dari penyimpanan limbah B3 di TPS
13 pelayanan utama rumah B3, melakukan penyempurnaan
sakit dan volume produksi SOP pengelolaan limbah B3
limbah B3 yang dihasilkan rata- non medis, melakukan
rata per hari semua ruangan identifikasi dan pendataan jenis
sebesar 159,5 kg/hari atau maupun jumlah limbah B3 yang
1,063 m3/hari. masuk dan keluar, melaporkan
2. Sumber daya pengelolaan salinan manifest lembar kedua
limbah B3 di RSUD RAA warna kuning ke Kementerian
Soewondo Pati terdiri dari Lingkungan Hidup.
tenaga pengelola limbah B3
sebanyak 6 orang. Biaya yang DAFTAR PUSTAKA
dianggarkan untuk pengelolaan 1. Departemen Kesehatan RI.
limbah B3 medis sebesar Rp. Pedoman Penatalaksanaan
516.559.650,00/tahun. Pengelolaan Limbah Padat dan
3. Hasil penilaian pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit.
limbah B3 belum memenuhi Jakarta: Direktorat Jenderal
persyaratan sesuai standar PPM & PPL dan Direktorat
yang ditetapkan Kepmenkes Jenderal Pelayanan Medik,
Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 2006.
tentang Persyaratan Kesehatan 2. Kemenkes RI. Data Rekapitulasi
Lingkungan sebesar 47%. Rumah Sakit Tahun 2015.
4. Hasil penilaian pengelolaan Jakarta: Direktorat Bina Upaya
limbah B3 RSUD RAA Kesehatan Departemen
Soewondo Pati berdasarkan Kesehatan RI, 2015.
Peraturan Menteri Lingkungan 3. Arifin. Pengaruh Limbah Rumah
Hidup Nomor 03 tahun 2014 Sakit terhadap Kesehatan.
memperoleh peringkat PROPER Jakarta: ECG, 2008.
berwarna merah. 4. Pruss A, Giroult E, Rushbrook
5. Kinerja pengelolaan limbah B3 P. Pengelolaan Aman Limbah
yang dinilai terdiri dari : Layanan Kesehatan, WHO:
a. Jumlah limbah B3 yang Penerbit Buku Kedokteran EGC,
terkelola sesuai dengan 2005.
peraturan perundangan 5. Massrouje, H.T.N. Medical
<100%. Waste and Health Workers in
b. Peringkat PROPER yang Gaza Govermorates Eastern
diperoleh berdasarkan hasil Mediterranean Health Journal,
penilaian aspek pengelolaan Vol. 7(6), 2001: pp 1017-1024.
limbah B3 yang telah 6. Sekretariat Proper Kementrian
dilakukan ialah berwarna Lingkungan Hidup. Sosialisasi
merah dengan prosentase PROPER HTI. Jakarta:
pentaatan sebesar 50%.
840
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kementerian Lingkungan Hidup Pada Rs. Dr. H. Moch. Ansari


dan Kehutanan, 2016. Saleh Banjarmasin. Fakultas
7. Adisasmito, W. Sistem Kesehatan Masyarakat.
Manajemen Lingkungan Rumah UNISKA. An-Nadaa, Vol (1)
Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo No.1, Juni 2014: hlm 5-9.
Persada, 2009.
8. Dirjen Bina Upaya Kesehatan.
Profil Kesehatan Indonesia
2014. Jakarta: Katalog dalam
Terbitan Kementerian
Kesehatan RI, 2015.
9. Milles, M., B., Hubberman A. M.
Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan oleh Tjjetjep Rohidi
dan Mulyarto, Jakarta: UI
Percetakan, 1992.
10. Perdana, P., M, Kajian
Pengelolaan Limbah Padat B3
di Rumah Sakit Dr Soetomo
Surabaya. Surabaya. Fakultas
Teknik Lingkungan. ITS, 2011.
(Online),
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-17168-Paper-
365807, diakses 27 Mei 2016).
11. Kemenkes RI. Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Jenderal
PPM & PL dan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik,
Departemen Kesehatan, 2002.
12. Ratu, W., K, Johannes., P, dan
Achmad., Z. Studi Pengelolaan
Sampah Rumah Sakit Dan
Prospek Pengembangannya Di
Kota Makassar. Makassar.
Jurusan Teknik Sipil. Universitas
Hasanuddin, 2014. (Online).
(http://repository.unhas.ac.id/ha
ndle/123456789/11898, diakses
27 Mei 2016).
13. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Jakarta, 2004.
14. Yunizar, A, dan Akhmad, F.
Sistem Pengelolaan Limbah
Padat
841
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)


BERDASARKAN PERINGKAT PROPER DI RSUD UNGARAN

Bella Arieza Andriyana Putri*, Tri Joko**, Hanan Lanang Dangiran**

*) Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Diponegoro
**) Dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Jalan Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Kota Semarang 50239, Indonesia
*) Email: bellaarieza29@gmail.com

ABSTRACT
The hospital is one of the agencies that must perform the assessment for
PROPER, this is because it has risks in water pollution, air pollution, and the
management of B3 waste generated from health service activities in the hospital.
RSUD Ungaran is a type C hospital that has not received PROPER assessment
in B3 waste management. The management is still not in accordance with
Government Regulation No. 101 in 2014, Health Minister Decision No. 1204 in
2004, Environment and Forestry Minister No 56 in 2015 and Environment
Minister Decision 03 in 2014. The purpose of this research is to know the
management of Hazardous and Toxic Waste based on PROPER rate in RSUD
Ungaran. This research is a qualitative research with cross sectional approach.
The sample uses a total sampling technique consisting of 3 main informants and
1 triangulation informant. The results showed that the source of the waste came
from 14 hospital service rooms with the volume of B3 waste produced per day
average of 91.65 kg/day. Assessment of waste management related to sorting,
storage, and transportation got percentage of 57,1% which mean still less than
requirement that is 100%. The result of PROPER assessment get red rating with
percentage 32,26%.

Keyword : management of hazardous and toxic waste, PROPER

PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai sarana lingkungan dengan kesehatan.
upaya kesehatan yang Rumah sakit bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya pelayanan untuk mengelola limbah medis
kesehatan yang meliputi pelayanan dengan benar dan sesuai
rawat jalan, rawat inap, pelayanan persyaratan demi menjaga
gawat darurat, pelayanan medik, kesehatan lingkungan sekitarnya
pelayanan medik dan non medik sebagai sarana pelayanan
yang dalam pelaksanaannya akan kesehatan.1
menimbulkan dampak positif Limbah yang dihasilkan oleh
maupun negatif. Oleh sebab itu rumah sakit berupa limbah bahan
rumah sakit wajib memperhatikan dan beracun (B3) dan juga non B3.
keterkaitan antara masalah Oleh sebab itu perlu dilakukannya
514
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

pengelolaan limbah agar tidak pengendalian pencemaran udara,


memberikan dampak buruk pengendalian pencemaran air, dan
kesehatan lingkungan di sekitarnya2. pelaksanaan AMDAL.8penilaian
Berdasarkan PP No 101 PROPER terdapat tingkatan yaitu
Tahun 2014 tentang Pengelolaan untuk yang paling rendah hitam,
Limbah Bahan Berbahaya dan merah, biru, hijau dan emas. Kriteria
Beracun menjelaskan bahwa peringkat PROPER kandidat emas
pengelolaan limbah B3 adalah dapat dicapai apabila telah
kegiatan yang meliputi pengurangan, memperoleh peringkat hijau 2 (dua)
penyimpanan, pengumpulan, kali berturut-turut dan dipilih sebagai
pengangkutan, pemanfaatan, kandidat peringkat emas pada
pengolahan, dan atau penilaian tahun berjalan.7
penimbunan.5Pengelolaan limbah Rumah sakit merupakan salah
rumah sakit di Indonesia tergolong satu instansi yang wajib melakukan
pada kategori masih belum baik. Hal penilaian untuk PROPER, hal ini
ini terlihat dari di Indonesia dikarenakan memiliki risiko dalam
presentase limbah medis mencapai pencemaran air, pencemaran udara,
23,3%, melakukan pewadahan dan pengelolaan limbah B3 yang
20,5% dan pengangkutan 72,7%. dihasilkan dari kegiatan pelayanan
Sedangkan untuk pengelolaan kesehatan yang ada di rumah sakit
limbah dengan insenerator untuk tersebut. Rumah Sakit Umum
limbah infksius 62%, limbah Daerah Ungaran merupakan rumah
citotoksin 51,1%, limbah radioaktif di sakit tipe C yang berada di
Batam 37%. Padahal berdasarkan Kabupaten Semarang. RSUD
kriteria WHO, pengelolaan limbah Ungaran merupakan salah satu
rumah sakit yang baik bila instansi yang menghasilkan limbah
presentase limbah medis sebesar B3 yang apabila tidak dikelola
15%.6 dengan baik akan memberikan
Berdasarkan Peraturan Menteri dampak yang merugikan dan
Lingkungan Hidup Republik berbahaya bagi kesehatan manusia
Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 maupun lingkungan.
Tentang Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam METODE PENELITIAN
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jenis penelitian yang dilakukan
Program Penilaian Peringkat Kinerja adalah observasional deskriptif
Perusahaan dalam Pengelolaan dengan pendekatan cross sectional.
Lingkungan Hidup atau yang biasa Penelitian ini dilakukan di RSUD
disebut PROPER adalah evaluasi Ungaran. Teknik sampling yang
ketaatan dan kinerja melebihi digunakan adalah teknik total
ketaatan penanggung jawab usaha sampling yang merupakan teknik
dan/ atau kegiatan dibidang penentuan sampel sama dengan
pengendalian pencemmaran dan/ jumlah populasi.17 Sampel yang
atau kerusakan lingkungan hidup, dipilih sebagai subjek penelitian
serta pengelolaan limbah bahan yaitu Kepala Bidang Sarana dan
berbahaya dan beracun.7Dalam Sanitasi sejumlah 1 (satu) orang,
penilaian PROPER terdapat 7 Kepala Seksi Higiene Sanitasi
tingkatan yang dinilai berdasarkan sejumlah 1 (satu) orang, staf Higiene
penilaian tata kelola air, kerusakan Sanitasi sejumlah 1 (satu) orang,
lahan, pengendalian pencemaran dan tenaga pengelola limbah B3
laut, pengelolaan limbah B3, sejumlah 1 (satu) orang.

515
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis bahannya


dengan melakukan observasi atau yaitu bersifat korosif, eksplosif,
pemeriksaan terhadap fasilitas yang oksidator, flammable/dapat
digunakan dalam pengelolaan terbakar, toksik/beracun,
limbah B3 di RSUD Ungaran. Selain iritan/mengiritasi dan bahan
itu juga dilakukan wawancara berbahaya bagi lingkungan.
mendalam kepada informan. Jenis-jenis limbah B3 lain yang
Terdapat beberapa variabel yang dihasilkan oleh RSUD Ungaran
diperiksa pada lembar observasi adalah bekas wadah obat,
antara lain aspek pengelolaan bekas spuit, perban, sisa infus,
limbah meliputi pemilahan, cairan-cairan laboratorium,
penyimpanan dan pengangkutan reagen, bekas suntik, pil, kasa
serta aspek penilaian pengelolaan pembalut dan sludge IPAL B3.
limbah berdasarkan PROPER yang Bahan atau alat-alat yang
meliputi Aspek Penilaian PROPER terkontaminasi oleh pasien
Pengelolaan Limbah B3 yang berpotensi sebagai limbah B3.
meliputi pendataan dan identifikasi 3. Volume Limbah
jenis dan volume limbah, perizinan Penimbangan volume limbah
pengelolaan limbah B3, pelaporan tidak dilakukan per hari
kegiatan pengelolaan limbah B3, melainkan setiap pengangkutan
pemenuhan ketentuan izin, dumping dari pihak ke-3. Jumlah limbah
terbuka (open dumping), pemulihan yang dihasilkan dipengaruhi
lahan terkontaminasi limbah B3, oleh jumlah pasien yang ada di
jumlah limbah B3 yang dikelola, RSUD Ungaran. Besarnya
pengelolaan limbah B3 oleh pihak timbulan limbah medis
ke-3, dumping pembakaran terbuka dipengaruhi oleh aktivitas
(open burning), dan pengelolaan kegiatan medis, banyaknya
limbah B3 cara tertentu. kunjungan baik jumlah pasien
maupun keluarga pasien29.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selain itu jumlah limbah yang
Karakteristik Limbah B3 RSUD dihasilkan oleh rumah sakit juga
Ungaran dipengaruhi oleh tingkat hunian
1. Sumber Limbah (BOR) dan jenis pelayanan yang
Hampir dari semua ruangan diberikan30. Dalam sehari rata-
menghasilkan limbah B3 baik rata volume limbah yang
yang berhubungan langsung dihasilkan sebesar 91,65kg.
dengan pasien maupun yang
tidak. Ruangan-ruangan yang Pengelolaan Limbah B3 di RSUD
menghasilkan limbah B3 berasal Ungaran
dari apotek, bangsal, IBS, Pengelolaan limbah B3 yang
laboratorium, radiologi, IGD, dilakukan oleh RSUD meliputi
HD, ICU, poliklinik, gudang obat, pemilahan, penyimpanan dan
laundry, VK, gizi dan sanitasi. pengangkutan. RSUD Ungaran
2. Jenis Limbah belum memiliki izin terkait
Di RSUD Ungaran terdapat pengelolaan limbah bahan
berbagai jenis limbah B3 yang berbahaya dan beracun (B3).
dihasilkan, meliputi limbah B3 Berdasarkan Kepmenkes Nomor
medis dan non medis. Jenis 1204/MENKES/SK/2004, penilaian
limbah B3 yang dihasilkan oleh pengelolaan limbah B3 yang
RSUD Ungaran diklasifikasikan dilakukan oleh RSUD belum

516
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

mencapai 100%13. Persentase petugas dengan mengangkat


pengelolaan limbah B3 yang dikelola langsung plastik tempat limbah B3
sebesar 57,1%. atau menggunakan troli. RSUD
Di RSUD Ungaran pemilahan Ungaran memiliki jalur khusus dalam
dilakukan ketika di dalam ruangan pengangkutan limbah B3 ke TPS.
oleh petugas keperawatan. Jalur tersebut terpisah dari jalur
Pemilahan dilakukan dengan pasien dan pengunjung rumah sakit,
membedakan tempat sampah sehingga menghidari terjadinya
penampung limbah medis yaitu kontaminasi terhadap pasien
warna kuning untuk limbah B3 ataupun pengunjung. Setiap proses
dengan plastik berwarna kuning, pengangkutan limbah B3 memang
merah untuk sampah non B3 diharuskan terdapat jalur khusus
anorganik dengan plastik berwarna misalnya menggunakan koridor dan
hitam, hijau untuk sampah organik lift khusus34. Petugas yang
dan safety boxberwarna kuning melakukan pengangkutan limbah B3
untuk benda tajam. di RSUD Ungaran menggunakan
Tempat penyimpanan limbah alat pelindung diri (APD) berupa
B3 di RSUD Ungaran berupa masker dan sarung tangan. APD
bangunan TPS limbah B3 yang yang digunakan oleh petugas masih
dulunya adalah bekas tempat belum sesuai dengan persyaratan
insenerator. TPS limbah B3 RSUD yang ditentukan.
Ungaran masih belum memenuhi
syarat. TPS limbah B3 di RSUD Analisis Pengelolaan Limbah B3
Ungaran belum memiliki drainase RSUD Ungaran oleh Pihak Ke-3
yang baik. Selain itu juga tempatnya Sejak tahun 2015, RSUD
masih sulit diakses oleh kendaraan Ungaran memutuskan
untuk mengangkut limbah. Meskipun menggunakan pihak ke-3 sebagai
lantainya kedap air dan tersedia kran pengolah limbah B3 yang dihasilkan.
air serta dapat dikunci tetapi masih Sebelumnya RSUD Ungaran
banyak kekurangan dari TPS mengolah sendiri limbah B3 yang
tersebut. Tidak terdapat ventilasi dan dihasilkan dengan menggunakan
pencahayaan masih kurang insenerator. Tetapi dikarenakan
memadahi. Kemudian peralatan tidak mendapatkan izin dari BLH
pembersih dan pakaian pelindung kemudian RSUD Ungaran
tidak terletak dekat dengan TPS. menggunakan pihak ke-3. RSUD
Keadaan di dalam TPS masih Ungaran bekerjasama dengan PT.
berantakan dan tidak dalam Noor Annisa Kemikal yang berada di
keadaan bersih. Limbah B3 yang Tangerang dan juga PT. ARAH
disimpan di dalam TPS ditumpuk Environmental Indonesia yang
begitu saja di lantai. memilik cabang di Kota Semarang.
Proses pengangkutan limbah Pihak ke-3 yang bekerjasama
B3 ke TPS dilakukan lebih dari 2 dengan RSUD Ungaran sendiri
(dua) kali dalam sehari. Hal ini merupakan perusahaan yang telah
sesuai dengan persyaratan yang memiliki rekomendasi Kementrian
telah di tetapkan. Pengangkutan Lingkungan Hidup Republik
limbah B3 dari ruangan dilakukan Indonesia No. B-
ketika volume limbah B3 sudah ¾ 13224/Dep.IV/LH/PDAL/11/2013,
(tiga per empat) dari volume tempat No. B-
sampah. Pengangkutan biasa 14593/Dep.IV/LH/PDAL/12/2014,
dilakukan secara langsung oleh dan S-270/PSLB3-VPLB3/2015

517
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

serta izin Pengangkutan Barang No Aspek Hasil Penilaian


Berbahaya dari Kementerian Penilaian Peringkat
Perhubungan untuk mengangkut PROPER
limbah B3. Merah
Dalam pengangkutannya dari 1 Pendataan Tidak melakukan
TPS RSUD Ungaran ke dalam mobil jenis dan pendataan
box, petugas pengangkut limbah dari volume limbah limbah B3
secara lengkap
pihak ke-3 melakukan penimbangan
2 Pelaporan Pelaporan
terlebih dahulu, baru kemudian kegiatan dilakukan hanya
diangkut. Petugas selalu pengelolaan di tingkat
menggunakan alat pelindung diri limbah kabupaten
(APD) lengkap.Berdasarkan 3 Perizinan Tidak memiliki
PerMenKerTrans RI Nomor pengelolaan izin pengelolaan
PER.08/MEN/VII/2010 setiap limbah B3 dan limbah
pekerja wajib menggunakan APD masa berlaku
sesuai potensi bahaya yang ada40. izin (izin
Pengangkutan limbah B3 oleh kadalursa)
4 Pelaksanaan Tidak melakukan
pihak ketiga dilakukan dua kali
ketentuan izin pengecekan
dalam seminggu yaitu pada hari yaitu baku mutu emisi
rabu dan juga sabtu. RSUD Ungaran pemenuhan dan effluent,
sudah menjadwalkan pengangkutan terhadap karena
yang dilakukan oleh pihak ke-3. ketentuan pengelolaan
Pengangkutan dilakukan dua kali teknis dalam dilakukan pihak
dalam seminggu untuk menghindari izin selain baku ke-3
penumpukan limbah di dalam TPS. mutu
lingkungan
Penilaian Peringkat PROPER seperti emisi,
effluent, dan
dalam Pengelolaan Limbah B3
standar mutu
RSUD Ungaran 5 Open dumping, Tidak melakukan
Pada penilaian pentaatan pengelolaan open dumping
pengelolaan limbah B3 berdasarkan tumpahan dan
peringkat Program Penilaian Kinerja penanganan
Perusahaan dalam Pengelolaan media
Lingkungan Hidup (PROPER) yang terkontaminasi
dilakukan di RSUD Ungaran, 6 Jumlah limbah Volume limbah
diperoleh hasil peringkat merah. B3 yang B3 yang dikelola
Penilaian peringkat didapatkan dari dikelola sesuai 57,1% yaitu
peraturan kurang dari
hasil penaatan pengelolaan limbah
perundang- 100%
B3 meliputi 8 (delapan aspek) sesuai undangan (%)
dengan lampiran IV Peraturan 7 Pengelolaan Pihak ke-3
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 limbah B3 oleh memiliki izin
tahun 2014. pihak ke 3 yang masih
berlaku
Tabel Tabel 4.1Hasil Penilaian 8 Dumping, open Memiliki izin
Pengelolaan Limbah B3 RSUD burning, pengelolaan
Ungaran Berdasarkan Peringkat pengelolan limbah B3
PROPER limbah B3 dengancara
dengan cara tertentu dari
tertentu instansi yang
berwenang
Pembobotan 32,26%
518
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

RSUD Ungaran telah memenuhi Ungaran berdasarkan Peraturan


beberapa kriteria pentaatan dalam Menteri Lingkungan Hidup
pengelolaan limbah B3 sebesar Nomor 03 Tahun 2014
32,26%. Hal ini berarti RSUD memperoleh peringkat berwarna
Ungaran telah memenuhi merah dengan persentase
pembobotan peringkat PROPER penilaian sebesar 32,26%.
warna merah dengan skala 21% - Saran
40%. Dalam kriteria pentaatan 1. Bagi Bidang Sarana dan
pendataan dan pelaporan data Sanitasi RSUD Ungaran
pengelolaan limbah serta jumlah a. Melakukan identifikasi dan
limbah B3 yang dikelola sesuai pendataan jenis maupun
peraturan perundang-undangan jumlah limbah B3 yang
masih kurang dari 100% (<100%). masuk dan keluar dalam
Persentase pengelolaan limbah logbook secara lengkap
yang di dapatkan oleh RSUD untuk mengetahui jumlah
Ungaran sebesar 57,1%. dan jenis limbah B3 yang
terkelola.
KESIMPULAN DAN SARAN b. Memenuhi ketentuan teknis
Kesimpulan penyimpanan limbah B3 di
1. Sumber limbah B3 medis TPS dengan
berasal dari 14 ruang pelayanan memperhatikan kelayakan
rumah sakit dengan volume TPS serta persyaratan TPS
produksi limbah B3 yang yang benar seperti apa
dihasilkan rata-rata per hari dari sehingga memudahkan
semua ruangan sebesar 91,65 pengangkutan.
kg/hari. c. Memperhatikan kebersihan
2. Pengelolaan limbah B3 RSUD dari tempat penyimpanan
Ungaran masih belum sementara (TPS) limbah B3
memenuhi persyaratan dengan menghindari
berdasarkan PP No 101 Tahun penumpukan limbah B3
2014 tentang Pengelolaan yang berlebihan dan
Limbah Bahan Berbahaya dan mengurangi ceceran limbah
Beracun, Peraturan Menteri B3.
Lingkungan Hidup dan d. Melakukan pengelolaan
Kehutanan Republik Indonesia limbah B3 non medis sesuai
Nomor P.56/Menlhk- ketentuan
Detjen/2015 serta Keputusan e. Melaporkan salinan
Menteri Kesehatan Republik manifest lembar kedua
Indonesia Nomor terkait pengelolaan limbah
1204/MENKES/SK/X/2004 oleh pihak ke 3 ke
Tentang Persaryaratan Kementrian Lingkungan
Kesehatan Lingkungan Rumah Hidup sesuai peraturan
Sakit terkait teknis pemilahan, yang berlaku.
penyimpanan, dan 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
pengangkutan limbah B3 yang Diharapkan di masa
memiliki persentase sebesar yang akan datang penelitian ini
57,1% yang berarti masih dapat digunakan sebagai salah
kurang dari 100% satu sumber data untuk
3. Hasil penilaian PROPER terkait penelitian selanjutnya dan
pengelolaan limbah B3 RSUD dilakukan penelitian lebih lanjut

519
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

berdasarkan variabel yang 1204/MENKES/SK/X/2004


berbeda, tempat yang berbeda Tentang Persaryaratan
dengan desain penelitian yang Kesehatan Lingkungan Rumah
lebih tepat, dan dapat Sakit Jakarta, 2004.
dikembangkan untuk penilaian 9. Tsakona, E. Anagnostopou, and
PROPER dengan aspek E. Gidarakos. Hospital
penilaian yang lain. management and Toxocity
Evaluation: A Case Study.
Journal of Waste Management,
DAFTAR PUSTAKA 2007.
1. Badan Pengendalian Dampak 10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Lingkungan. Pedoman dan Transmigrasi Republik
Minimisasi Limbah. Jakarta: Indonesia Nomor
BAPEDAL, 1992. PER.08/MEN/VII/2010 Tentang
2. Kemenkes RI. Data Rekapitulasi Alat Pelindung Diri. Jakarta,
Rumah Sakit Tahun 2015. 2010.
Jakarta: Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Departemen
Kesehatan RI, 2015.
3. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 101 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun. Jakarta. 2014.
4. Arifin, M. Pengaruh Limbah
Rumah Sakit Terhadap
Kesehatan. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2008.

5. Peraturan Menteri Lingkungan


Hidup Republik Indonesia
Nomor 03Tahun 2014 Tentang
Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jakarta, 2014
6. Sekretariat PROPER
Kementrian Lingkungan Hidup.
Sosialisasi PROPER HTI.
Jakarta: Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, 2016.
7. Askarian, M., Vakili, M, dan
Kabir, G. Result of a Hospital
Waste Survey in Private
Hospital in Fars Province, Iran.
Waste Managemen, 24, 347-
352. 2011.
8. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
520
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Identifikasi Timbulan dan Analisis Pengelolaan


Limbah B3 di Pabrik Kertas PT X

Eka Wardhani1*, Rosmeiliyana2


1,2
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung
Jalan PHH Mustofa No 23 Bandung 40124
*Koresponden email: ekawardhani08@gmail.com

Diterima: 25 Juli 2020 Disetujui: 6 Agustus 2020

Abstract
This study aimed to evaluate the management of toxic hazardous materials (THM) in PT. X. The research
method uses a comparison technique between the implementation of THM management with the
applicable regulations, namely Republic of Indonesia Government Regulation No. 101/2014 concerning
management of THM, Minister of Environment Regulation No. 14/2013 concerning the symbol and label
of THM, environmental control agency decision No 1/1995 concerning the storage and collection of
THM, and environmental control agency decision 2/1995 concerning THM documents. Based on the
research PT X has carried out the management of THM in each production unit that produces THM. The
types of THM were produced those are ink sludge, WWTP sludge, fly ash, bottom ash, used chemical
packaging, ink cans, electronic waste, mercury lamps, toner, filters, and used refrigerants. The
characteristics of THM are toxic, corrosive, highly flammable, and infectious. The biggest amount of
THM produced in the WWTP sludge. The company has reused WWTP sludge so that it can reduce the
amount of sludge produced by 99.83%. The THM management system at PT X follows the work
instruction that has been based on applicable regulations. PT X conducts THM management very well.
Keywords: hazardous materials, pulp industry, waste management, waste generation, waste policy

Abstrak
Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi pengelolaan LB3 di PT. X. Metode penelitian menggunakan
teknik perbandingan antara implementasi pengelolaan LB3 dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
yaitu PPRI No. 101/2014 tentang Pengelolaan LB3, Permen LH No. 14/2013 tentang simbol dan label
LB3, Kep Bapedal No. 1/1995 tentang penyimpanan dan pengumpulan LB3, Kep Bapedal No. 2/1995
tentang dokumen LB3. Berdasarkan hasil penelitian PT X telah melakukan pengelolaan LB3 di setiap unit
produksi yang menghasilkan LB3. Jenis LB3 yang dihasilkan diantaranya adalah sludge tinta, lumpur
IPAL, fly ash, bottom ash, kemasan bekas bahan kimia, kaleng tinta, electronic waste, lampu mercury,
toner bekas, filter bekas, dan refrigerant bekas. Karakteristik LB3 bersifat beracun, korosif, mudah
terbakar, dan infeksius. Jumlah LB3 terbesar yang dihasilkan yaitu lumpur IPAL dengan jumlah
mencapai 33.073,333 ton/bulan. Perusahaan ini telah melakukan pemanfaatan kembali lumpur IPAL
sehingga dapat mereduksi jumlah lumpur yang dihasilkan sebesar 99,83%. Sistem pengelolaan LB3 di
PT X mengikuti work instruction yang telah mengacu pada peraturan yang berlaku. PT X melakukan
pengelolaan LB3 dengan sangat baik.
Kata Kunci: bahan beracun berbahaya, industri kertas, pengelolaan limbah, timbulan sampah,
peraturan persampahan

1. Pendahuluan
Pabrik kertas merupakan industri yang sangat penting dan memegang peranan vital dalam
kehidupan sehari-hari sehingga keberadaannya harus terus dikembangkan. Proses produksi industri kertas
memerlukan bahan kimia serta bahan pendukung lainnya yang dikategorikan sebagai limbah Bahan
Beracun dan Berbahaya (LB3),sehingga memerlukan penanganan khusus [1][2][3]. Penelitian mengenai
evaluasi LB3 telah banyak dilakukan diberbagai sektor yaitu rumah sakit [4][5], industri tekstil [6,7],
sehingga diketahui bagaimana proses pengelolaan LB3 yang telah dilakukan. Saat ini berkembang
penelitian mengenai pemanfaatan limbah industri kertas untuk dijadikan berbagai bahan baru seperti
bahan bakar boiler, mortar, dan bahan tambahan batako [2][8][9][3][1][10].
PT. X merupakan pabrik kertas karton terbesar di Indonesia yang terletak di Kabupaten Serang.
Kegiatan pembuatan kertas di PT. X menghasilkan produk sampingan seperti sludge tinta, sludge Instalasi

1251
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Pengelolaan Air Limbah (IPAL), Fly Ash, Bottom Ash, kemasan bekas bahan kimia, oli bekas, aki bekas,
kaleng tinta, electronic waste, limbah laboratorium, dan limbah lainnya yang termasuk LB3 yang
berpotensi mencemari lingkungan [11]. Pengelolaan LB3 harus dimulai dari awal limbah tersebut
terbentuk, sampai limbah dihilangkan atau dimusnahkan. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh LB3 yang dihasilkan. Menurut Peraturan Pemerintah No.
101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan LB3, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang LB3 yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain [12].
PT. X telah melakukan kegiatan pengelolaan LB3 untuk meminimalisir terjadinya pencemaran
lingkungan diantaranya pengolahan kembali, pengurangan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan,
dan pelekatan simbol dan label LB3 [13][14]. Maksud dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi
pengelolaan LB3 di PT. X. Tujuan penelitian yaitu: mengetahui kegiatan-kegiatan produksi kertas yang
menghasilkan LB3, menghitung timbulan LB3, mengidentifikasi LB3 yang dihasilkan, mengetahui sistem
pengelolaan LB3 yang telah berjalan, dan mengevaluasi implementasi sistem pengelolaan LB3.

2. Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan studi pustaka mencakup mencari dan mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan sebagai landasan pelaksanaan penelitian dari perpustakaan dan internet yang berhubungan
dengan pengelolaan LB3. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan
sekunder. Sumber data primer berasal dari wawancara kepada narasumber seperti kepala laboratorium,
petugas IPAL, dan petugas lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan LB3. Sumber data primer lainnya
berasal dari hasil observasi dan dokumentasi seperti pengambilan foto sebagai bukti implementasi
pengelolaan LB3 di PT X. Data Sekunder yang dikumpulkan antara lain gambaran umum, prosedur tetap
proses produksi, prosedur penanganan LB3, timbulan LB3 di PT. X serta data lainnya yang diperlukan
untuk menganalisis maksud dan tujuan penelitian.
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menganalisis dan menyusun data hasil identifikasi
sumber, timbulan, karakteristik dan jenis LB3 di PT. X. Evaluasi implementasi pengelolaan LB3 di PT. X
dilakukan dengan menganalisis kesesuaian implementasi pengelolaan LB3 dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Peraturan yang dipergunakan yaitu (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
(PPRI) No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan LB3 [12], (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
(Permen LH) No. 14 Tahun 2013 tentang simbol dan label LB3 [13], (3) Keputusan Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) No. 1 Tahun 1995 tentang penyimpanan dan pengumpulan LB3 [15], (4)
Keputusan Bapedal No. 2 Tahun 1995 tentang dokumen LB3 [16]. Kesimpulan dan saran dilakukan
berdasarkan hasil proses analisis, pengolahan data dan hasil evaluasi implementasi pengelolaan LB3 pada
PT. X.

3. Hasil Dan Pembahasan


PT. X didirikan pada tahun 1976 oleh perusahaan gabungan antara Indonesia dan Taiwan. Sejak
berdiri, pabrik tersebut secara konsisten melakukan berbagai program pengembangan. Produk kertas yang
dihasilkan berupa kertas untuk pengemasan barang, makanan, dan keperluan lainnya. Produk kertas dari
pabrik disebarkan ke seluruh Indonesia. PT X melengkapi produknya dengan mengkonversi lembaran
kertas gelombang menjadi kardus baru bernilai ekonomis. Bahan dasar kertas tulis dan cetak sebagian
besar berasal dari hutan yang dimiliki oleh PT. X di Provinsi Riau.
Proses produksi kertas di PT. X menggunakan bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku utama
yang diperlukan adalah pulp yang berupa waste paper and pulp berasal dari lokal dan import (Amerika
Serikat dan Kanada). Kebutuhan bahan baku yang di import untuk waste paper 2.300 ton/hari, sedangkan
bahan baku lokal adalah sekitar 500-700 ton/hari (waste paper) dan 230 ton/hari (pulp). Pengemasan
dalam penyediaan bahan baku berupa container dan ball dengan sistem penyimpanan dilakukan per block
(20 container x 23 ton) pada gudang tertutup maupun terbuka. Bahan pendukung yang dibutuhkan berupa
bahan kimia yang sebagian didatangkan dari luar negeri. Batubara untuk pengoperasian unit PLTU
sebanyak 2.700 ton/hari berasal dari Pulau Kalimantan yang diangkut melalui pelabuhan Cigadang-
Cilegon (Pelabuhan Ciwandan) dan Pelabuhan Merak [11].
Proses produksi kertas di PT.X meliputi 3 tahapan proses utama, yaitu stock preparation, paper
machine, dan finishing. Stock preparation merupakan penyiapan bahan baku kertas dan bahan kimia yang
akan digunakan dalam proses pembuatan kertas. Tahapan ini memiliki peranan yang sangat penting,
karena dapat mempengaruhi kualitas kertas yang dihasilkan. Jika proses ini tidak dilakukan dengan benar,
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

maka dapat mempengaruhi beberapa faktor antara lain kekuatan kertas rendah, ketahanan terhadap air
kurang baik, dan bercak yang terdapat pada kertas. Pembuatan kertas di PT. X, bahan dasar yang
digunakan ada 2, yaitu berupa serat kayu asli (virgin pulp) dan kertas bekas (waste paper). Bahan dasar
ini diperoleh dari beberapa negara antara lain, yaitu Amerika Serikat, Chili, Swedia, dan Switzerland.
Tahapan proses produksi sebelum dikirim ke paper machine. Buburan kertas dikirim ke paper machine
yang dibuat menjadi beberapa jenis kertas. Paper machine adalah mesin yang membuat bubur kertas
menjadi lembaran kertas yang berbentuk gulungan. Kertas yang telah digulung diproses lebih lanjut
sesuai dengan kegiatan yang dituju [11].
Identifikasi Sumber LB3 di PT X
PT. X sebagai industri penghasil kertas menghasilkan jenis limbah yang sangat beragam. Limbah
yang terbentuk harus diperhitungkan baik jumlah dan karakteristiknya. Penentuan karakteristik jenis LB3,
dimulai dari mengidentifikasi sumber LB3 dengan tujuan menentukan jenis pengelolaan yang sesuai
dengan karakteristik limbah tersebut. Identifikasi LB3 dilakukan berdasarkan sumber dan juga
berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Peraturan yang diacu yaitu Peraturan Pemerintah No. 101
Tahun 2014 [12]. Hasil identifikasi yang dilakukan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi karakteristik LB3 beserta sumbernya


Kode Kategori Kategori Limbah berdasarkan
Nama Limbah B3 Sifat/ Karakteristik
Limbah Limbah sumber
B321-1 Sludge tinta Beracun 2 Sumber Spesifik umum
B351-4 Lumpur IPAL Beracun 2 Sumber Spesifik umum
B-409 Fly Ash Beracun 1 Sumber Spesifik umum
B-410 Bottom Ash Beracun 1 Sumber Spesifik umum
B-104D Kemasan bekas bahan Beracun 2 Sumber tidak spesifik
kimia
A-102D Aki Bekas Korosif 2 Sumber tidak spesifik
B321-4 Kaleng Tinta beracun 2 Sumber Spesifik umum
B-107d Electronic Waste beracun 2 Sumber tidak spesifik
A329-2 Lampu Mercury Beracun 2 Sumber Spesifik umum
B110d Majun Bekas Padatan mudah terbakar 2 Sumber tidak spesifik
B-353-1 Toner bekas Beracun 2 Sumber Spesifik umum
A337-1 Limbah Medis Infeksius 1 Sumber Spesifik umum
B109d Filter Bekas Beracun 2 Sumber tidak spesifik
A111d Refrigerants Bekas Beracun 1 Sumber tidak spesifik
Sumber: PT X, 2019

Tabel 1 menjabarkan bahwa PT. X Serang menghasilkan 14 jenis LB3 dengan karakteristik
sebagai berikut:
 Sludge tinta adalah lumpur hasil pengendapan dari air limbah yang dihasilkan dari proses pewarnaan
kertas. Lumpur dari tinta ini dikategorikan sebagai LB3 karena mengandung bahan kimia berbahaya
yang berasal dari komposisi tinta yang digunakan. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], sludge tinta
berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum. Sludge tinta dihasilkan pada Seksi
Converting, yaitu seksi yang bertugas untuk membuat kertas dengan ukuran yang diminta oleh
konsumen.
 Lumpur IPAL merupakan lumpur hasil dari pengolahan air limbah di proses pengolahan air limbah di
IPAL. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], lumpur IPAL berdasarkan sumber merupakan jenis
limbah spesifik umum.
 Fly Ash berasal dari proses pembakaran batubara di boiller dan pembangkit listrik. Fly Ash
dikategorikan sebagai LB3 karena mengandung banyak residu seperti silica (SiO2) yang jika
berterbangan bebas di udara dapat mempengaruhi kualitas udara di perusahaan. Menurut PP No. 101
Tahun 2014 [12], Fly Ash berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum.
 Bottom Ash merupakan abu yang tertinggal dan yang dikeluarkan dari bawah tungku Boiller
pembangkit listrik. Bottom Ash dikategorikan sebagai LB3 karena terdapat kandungan oksida logam
berat yang dapat mencemari lingkungan. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], Bottom Ash
berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum.
 Kemasan bekas bahan kimia adalah kemasan sisa yang sudah tidak terpakai lagi. Kemasan ini
mengandung bahan kimia sesuai dengan bahan yang dikemasnya sehingga dikategorikan sebagai LB3.
Kemasan bekas kimia ini dihasilkan hampir di setiap proses produksi yang ada di PT. X. Menurut PP

1253
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

No. 101 Tahun 2014 [12], kemasan bekas kimia berdasarkan sumber merupakan jenis limbah sumber
tidak spesifik.
 Aki bekas dihasilkan dari area kerja stock preparation, yang bersumber dari alat-alat transportasi. Aki
bekas tergolong LB3 dari sumber yang tidak spesifik. Aki bekas mengandung asam kuat dan timbal
(Pb). Asam kuat dapat mengakibatkan korosi, sehingga aki bekas dapat dikategorikan sebagai LB3
yang korosif.
 Kaleng tinta memerlukan banyak tinta yang disimpan ke dalam kaleng. Kaleng bekas tinta ini
mengandung bahan beracun sehingga dikategorikan sebagai LB3 yang bersumber dari spesifik umum.
 Limbah elektronik (electronic waste) adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak
berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah ini berasal dari area kerja utility. Limbah ini
dikategorikan sebagai LB3 dengan karakteristik beracun dan bersumber dari sumber tidak spesifik.
 Lampu mercury atau Lampu TL bekas termasuk ke dalam LB3 dari sumber tidak spesifik dan bersifat
beracun. Lampu TL mengandung merkuri (dalam bentuk uap atau serbuk), yang apabila pecah, maka
merkuri dapat terlepas ke lingkungan. Merkuri atau raksa dalam lampu TL berfungsi mengonversi
energi listrik menjadi cahaya, sehingga substansi fosfor pada tabung lampu TL menjadi berpendar
menyala. Lampu ini dihasilkan dari area kerja SP Warehouse (W/H).
 Majun bekas yang terkontaminasi adalah kain yang digunakan untuk proses perawatan atau perbaikan
pada mesin-mesin di area produksi. Kain-kain tersebut mengandung oli mesin yang sifatnya mudah
terbakar sehingga majun bekas dikategorikan sebagai LB3 dengan karakteristik padatan mudah
terbakar yang bersumber dari sumber tidak spesifik. Majun bekas banyak dihasilkan pada area kerja
percetakan dan utility.
 Toner dihasilkan dari area information technology (IT), digunakan pada printer. Toner mengandung
bahan yang bersifat toksik, seperti kadmium. Bahan-bahan kimia yang terdapat pada toner apabila
terhirup dapat mengakibatkan gangguan pada pernapasan dan kontak dengan toner dapat
menyebabkan iritasi kulit sehingga toner tergolong LB3 yang bersifat beracun.
 Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Faktor penting dalam penyimpanan
limbah medis adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan penutup, menjaga areal penyimpanan
limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses lokasi, dan pemilihan
tempat yang tepat. Limbah medis dihasilkan dari klinik yang merupakan salah satu fasilitas yang ada
di PT. X, dan bersifat infeksius.
 Filter bekas yang dihasilkan oleh PT. X merupakan filter yang berasal dari bekas penyaringan oli
mesin di unit pembangkit listrik. Filter bekas bersifat beracun karena mengandung banyak zat-zat
kimia yang berbahaya yang tersisa dari proses penyaringan oli mesin yang terjadi di unit pembangkit
listrik.
 Refrigerants atau zat pendingin atau bahan pendingin adalah suatu zat atau campuran, biasanya berupa
cairan, yang digunakan dalam suatu pompa kalor dan siklus pendinginan serta disimpan dalam tabung.
Pada sebagian besar siklus, zat ini mengalami perubahan wujud dari cair menjadi gas dan kembali
lagi. Tabung yang sudah tidak terpakai inilah yang dikategorikan sebagai LB3 dengan sifat beracun
dan bersumber dari sumber tidak spesifik. Refrigerant bekas banyak dihasilkan dari area kerja Utility

Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan PT. X dalam kurun waktu
enam bulan yaitu bulan Januari-Juni 2019 dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis karakteristik limbah
dengan jenis limbah untuk masing-masing krakteristik adalah beracun, korosif, mudah terbakar, dan
infeksius. LB3 yang merupakan limbah beracun diantaranya adalah sludge tinta, lumpur Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), fly ash, bottom ash, kemasan bekas bahan kimia, kaleng tinta, electronic
waste, lampu mercury, toner, filter dan refrigerant bekas. Jenis limbah yang mudah terbakar ada majun
bekas. Limbah yang bersifat korosif yaitu aki bekas sedangkan limbah dengan jenis infeksius yaitu
limbah medis yang dihasilkan dari klinik PT. X. Berdasarkan dari tabel karakteristik limbah, dapat dilihat
bahwa secara umum, jenis LB3 yang banyak dihasilkan oleh PT. X yaitu limbah dengan jenis
karakteristik beracun sehingga LB3 jenis ini harus mendapat perhatian khusus.
Timbulan LB3
PT X sebagai industri penghasil kertas menghasilkan jenis limbah yang sangat beragam. Limbah
yang terbentuk harus diperhitungkan jumlahnya. Kuantifikasi jenis limbah yang dihasilkan dikenal
dengan perhitungan neraca limbah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup No. 02
Tahun 2008 tentang pemanfaatan LB3, neraca limbah adalah data kuantitas LB3 dari usaha atau kegiatan
yang menunjukkan kinerja pengelolaan LB3 pada satuan waktu penataannya. Pembuatan neraca limbah
bertujuan untuk mengetahui jumlah LB3 yang masuk dan keluar sehingga memudahkan dalam proses
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

pengelolaannya. Neraca LB3 diisi sesuai dengan jenis LB3 yang dihasilkan pada periode waktu tertentu
dan dilengkapi dengan tujuan penyerahan limbah tersebut, misalnya dilakukan oleh pihak ketiga atau
disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) LB3
Pembuatan dan pelaporan neraca limbah dibuat oleh PT. X selama tiga bulan sekali. Peraturan
Menteri Negara Lingkungan hidup No. 02 Tahun 2008 menjelaskan bahwa penghasil LB3 wajib
melaporkan kegiatan pemanfaatan dan neraca LB3 paling sedikit 1 kali dalam waktu enam bulan kepada
pihak terkait. PT. X telah memenuhi kewajiban yang diatur oleh pemerintah. Selama kurun waktu 6
bulan, rata-rata dihasilkan timbulan LB3 seberat 37.481,96 ton/bulan untuk total 14 jenis LB3 yang sudah
teridentikasi pada Tabel 2.

Tabel 2. Timbulan limbah B3 di PT. X periode Januari-Juni 2019


Nama Limbah B3 Berat rata Ton/bulan Persentase (%)
Sludge tinta 30 0,0800
Lumpur IPAL 33.073,333 88,2380
Fly Ash 3.770,667 10,0600
Bottom Ash 532,167 1,41980
Kemasan bekas bahan kimia 67,582 0,18030
Aki Bekas 2,982 0,00795
Kaleng Tinta 1,.487 0,00397
Electronic Waste 0,182 0,00049
Lampu Mercury 0,039 0,00010
Majun Bekas 3,495 0,00932
Toner bekas 0,140 0,00037
Limbah Medis 0,005 0,00001
Filter Bekas 0,180 0,00048
Refrigerent Bekas 0,127 0,00034
Total 37.481,96 100
Sumber: PT X, 2019

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa limbah terbanyak yang dihasilkan oleh PT. X selama periode
Januari-Juni 2019 adalah lumpur IPAL. Proses pengolahan lumpur IPAL dibagi menjadi dua jenis yaitu
lumpur yang berasal dari IPAL yang menggunakan proses fisika-kimia diserahkan ke pihak ketiga,
sedangkan lumpur dari proses pengolahan biologi akan dimanfaatkan kembali ke bagian produksi.
Sementara limbah terendah yang dihasilkan oleh PT. X yaitu limbah medis sebesar 0,00001 persen per
bulan. Total LB3 yang dihasilkan sebanyak 37.481,96 ton/bulan, dimana yang dimanfaatkan kembali
hanya lumpur IPAL untuk bahan baku pendukung dalam pembuatan kertas. LB3 lainnya yang dihasilkan
di simpan di TPS LB3 untuk diserahkan kepada pihak ketiga yang memiliki izin.
Pemanfaatan Kembali LB3 di PT X
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang
pengelolaan LB3, setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan LB3 wajib mencegah terjadinya
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Pengolahan LB3 dilakukan oleh badan usaha yang
memiliki izin pengolahan LB3. Di PT. X, pengelolaan LB3 terdiri dari tahap penyimpanan sementara dan
pemanfaatan. LB3 yang dihasilkan oleh PT. X disimpan di TPS LB3 sebelum diangkut oleh pihak ketiga
yang mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK).
PT. X melaksanakan pengelolaan LB3 dengan berpedoman pada peraturan-peraturan tentang LB3 yang
berlaku di Indonesia serta telah membuat Work Instruction (WI) penanganan LB3 yang menjadi panduan
pengelolaan dan penanganan LB3 di PT. X.
LB3 yang dihasilkan PT. X sebanyak 14 jenis, hanya satu jenis yang dapat dimanfaatkan yaitu
lumpur IPAL dari proses pengolahan biologis. Lumpur IPAL tersebut diolah kembali sebagai bahan baku
pendukung dalam membuat kertas di Paper Machine 5 (PM 5). Kuantitas lumpur IPAL yang
dimanfaatkan kembali dapat dilihat pada Tabel 3.

1255
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Tabel 3. Kuantitas pemanfaatan kembali LB3 di PT. X bulan Januari-Juni 2019


Bulan Jumlah yang Jumlah yang diolah Jumlah yang dikirim % Pengurangan
dihasilkan (ton) (ton) ke pihak ketiga (ton)
Januari 33.013 32.818 195 99,41
Februari 29.795 29.745 50 99,83
Maret 27.505 27.505 0 100,00
April 33.805 33.805 0 100,00
Mei 36.322 36.249 73 99,80
Juni 38.000 37.981 19 99,95
Total 198.440 198.103 337 99,83
Sumber: PT X, 2019

Berdasarkan Tabel 3, pengurangan yang dilakukan oleh PT. X sangat efektif karena mencapai
hingga 99%. Segala jenis pemanfaatan harus disertai dengan ijin pemanfaatan sesuai dengan regulasi
yang berlaku. Kegiatan pemanfaatan LB3, PT. X telah memenuhi regulasi yang ditentukan berdasarkan
izin yang dimiliki yaitu Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 07.80.10
Tahun 2014 tentang Izin Pemanfaatan LB3. Secara umum PT. X masih perlu meningkatkan kreativitas,
usaha, dan inovasi dalam hal pemanfaatan limbah yang dihasilkan sehingga perusahaan tidak hanya
bergantung kepada pihak ketiga. Melakukan pemanfaatan limbah secara mandiri keuntungan yang bisa
diperoleh diantaranya adalah peningkatan efisiensi proses, menurunkan biaya pengolahan LB3 serta
pengadaan bahan baku, meningkatkan prestige dan marketing dimana industri yang lebih peduli terhadap
lingkungan akan mendapat nilai yang lebih, dan banyak keuntungan lain terutama untuk sumber daya di
masa yang akan datang (sustainable development).
Perlakuan Terhadap LB3
LB3 yang dihasilkan oleh PT. X diperlakukan yang sesuai dengan jenis limbahnya, perlakuan
khusus dimulai di unit produksi sebagai sumber ditimbulkan. Dilanjutkan ke dalam tiga macam perlakuan
global, yaitu B3 yang dikelola mandiri oleh PT X dengan cara menyimpannya di TPS dan ada yang
dimanfaatkan kembali, dan yang dikelola oleh pihak ketiga berijin yang berada di luar lokasi PT. X.
Berdasarkan neraca LB3 yang dimiliki PT. X periode bulan Januari-Juni 2019 perlakukan LB3
disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa perlakuan dominan terhadap LB3
yaitu disimpan di TPS milik PT. X dan sebagian lagi diserahkan ke pihak ketiga. Hanya ada 1 jenis
limbah yang dimanfaatkan kembali yaitu lumpur IPAL yang berasal dari proses pengolahan secara
biologi dimana lumpur ini dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku proses produksi. Kegiatan
penyimpanan dan penyerahan kepada pihak ketiga sebenarnya kurang maksimal dalam upaya pengelolaan
lingkungan karena keduanya tidak mengurangi ataupun menghilangkan potensi bahaya yang ada pada
LB3 tersebut. Salah satu jenis pengolahan LB3 yang disarankan adalah dengan cara pembakaran termal di
insenerator. PT. X memiliki insenerator untuk pengelolaan LB3, tetapi mesin insenerator sedang dalam
masa perbaikan karena rusak sehingga tidak dipergunakan kembali untuk sementara waktu.

Tabel 4. Perlakuan pengelolaan LB3 di PT X


Nama Limbah B3 Pengelolaan
Disimpan Dimanfaatkan Diserahkan ke Pihak ketiga
Sludge Tinta √
Lumpur IPAL √
Fly Ash
Bottom Ash √
Kemasan Bekas Bahan Kimia √
Aki Bekas √ √
Kaleng Tinta √
Electronic Waste √
Lampu Mercury √
Majun Bekas (Kontaminan Oli) √
Toner bekas √
Limbah Medis (Klinik) √
Filter Bekas √
Refrigent Bekas √
Sumber: PT X, 2019
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Pengumpulan LB3
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengumpulan adalah kegiatan untuk
mengumpulkan LB3 dari penghasil LB3 sebelum diserahkan kepada pemanfaat LB3 dan/atau penimbun
LB3 [12]. Setelah LB3 disimpan pada setiap sumber yang menghasilkan limbah, kemudian LB3
dikumpulkan di TPS LB3 yang digunakan untuk kawasan pabrik PT X. Alat angkut yang digunakan
untuk mengangkut LB3 dari sumber menuju TPS LB3 di PT. X adalah forklift yang merupakan alat
angkut terbuka, juga truk untuk mengangkut limbah yang mempunyai kapasitas lebih besar.
Lebar jalan menuju TPS LB3 di PT. X sekitar 12 m, untuk jalur pengangkutan di dalam perusahaan
tidak ada alur tetap dimulai dari titik mana saja karena sistem pengangkutan menuju TPS masih
tergantung ada atau tidaknya limbah yang mau diangkut. Jika dari sumber memberitahukan kepada
penanggung jawab TPS yaitu dari Divisi Warehouse-Scrap, maka akan mengirim alat angkut dapat
berupa forklift atau truk tergantung kuantitas limbah yang akan diangkut. PT. X memiliki TPS LB3
berjumlah 21 unit yang tersebar di beberapa titik di seluruh area perusahaan yang menghasilkan LB3.
Penyimpanan LB3
Penyimpanan LB3 di sumber berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disesuaikan berdasarkan
kategori limbah tersebut [12]. Tempat penyimpanan harus memiliki izin baik dari pemerintah daerah
maupun dari pemerintah pusat. PT. X telah memiliki izin untuk menyimpan LB3 berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tentang Izin Pengelolaan
LB3 untuk Kegiatan Penyimpanan Sementara LB3 PT X. Berdasarkan izin dari pemerintah, PT. X
mempunyai dua puluh satu lokasi penyimpanan limbah B3 yang semua terdapat di dalam kawasan PT. X.
Terdapat 1 TPS utama yang berfungsi untuk menampung 21 TPS. TPS utama ini berada pada koordinat
S.06o08’13,0” dan E.106o17’00,5”. TPS utama memiliki bentuk ruangan tertutup dengan ukuran 10 x 10
x 7 m. TPS ini menyimpan 13 jenis LB3 yang 9 diantaranya merupakan LB3, diantaranya adalah filter
bekas, aki bekas, E-waste, lampu mercury, kemasan bekas kimia, refigerent bekas, majun terkontaminasi
B3, limbah klinik, dan toner bekas.
Pintu depan TPS telah terpasang keterangan nama TPS, koordinat, simbol LB3 yang menunjukkan
jenis limbah apa saja yang disimpan di dalam TPS ini, dan peringatan untuk tidak merokok di dalam TPS
dikarenakan dapat memicu terjadinya kebakaran. TPS tertutup dengan baik dan kunci TPS dipegang oleh
penanggung jawab TPS sehingga tidak memudahkan orang-orang tidak berkepentingan untuk masuk ke
dalam TPS. Bagian atap TPS memiliki ventilasi udara yang cukup dengan penerangan yang disediakan
untuk malam hari. Sirkulasi udara yang baik dapat mencegah suhu dalam ruangan TPS meningkat
sehingga tidak memicu terjadinya percikan api dalam TPS. TPS utama juga telah dilengkapi alat
pemadam api ringan (APAR) dan First Aid sebagai alat penanganan darurat apabila terjadi kecelakaan
kerja dan terjadinya percikan api, agar dapat ditangani terlebih dahulu sebelum menimbulkan dampak
yang lebih besar. Lantai bangunan penyimpanan telah kedap air, tidak bergelombang, serta kuat dan tidak
retak dengan kemiringan kurang dari 1%.
TPS utama sudah memetakan atau memberi palang keterangan letak LB3. Palang ini berisikan jenis
LB3 sehingga tidak tercampur dengan jenis limbah lainnya. Hanya saja untuk LB3 yang ditumpuk sesuai
ketentuan telah dipisahkan dengan pallete. Karena terjadi kerusakan beberapa pembatas untuk sementara,
LB3 jenis filter bekas yang dimasukkan ke dalam karung, ditumpuk ke atas dan diposisikan agar tidak
mudah jatuh. Data masuk dan keluarnya LB3 di TPS dicatat oleh Person In Charge (PIC) TPS ke dalam
log book. Nantinya dari log book ini diakumulasikan untuk membuat neraca limbah untuk dilaporkan
kepada pihak terkait.
Jenis simbol LB3 telah dilekatkan sesuai dengan karakteristik LB3 yang disimpan di dalam TPS.
Simbol diletakkan di luar gedung TPS dan tidak terhalang. Selain itu simbol diletakkan pada kemasan
LB3 sesuai dengan jenis karakteristik LB3. Waktu penyimpanan LB3 di PT. X diatur dalam ijin yang
diperoleh dari pemerintah setempat. Izin tersebut mengatur waktu maksimal penyimpanan LB3 di TPS
dan tidak boleh melebihi dari waktu maksimal simpan. Lama penyimpanan LB3 yaitu 365 hari atau 1
tahun. Hasil analisis waktu penyimpanan LB3 di PT X dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Evaluasi Waktu Penyimpanan LB3


Jenis Sumber Kategori Bahaya Waktu Penympanan
Sludge Tinta Spesifik Umum 2
Lumpur IPAL Spesifik Umum 2
Fly Ash Spesifik Umum 1
365 hari
Bottom Ash Spesifik Umum 1
Kemasan Bekas Bahan Kimia Tidak Spesifik 2
Aki Bekas Tidak Spesifik 2

1257
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Jenis Sumber Kategori Bahaya Waktu Penympanan


Kaleng Tinta Spesifik Umum 2
Electronic Waste Sumber Tidak Spesifik 2
Lampu Mercury Spesifik Umum 2
Majun Bekas (terkontaminan Oli) Tidak Spesifik 2
Toner bekas Spesifik Umum 2
Limbah Medis (Klinik) Spesifik Umum 1
Filter Bekas Tidak Spesifik 2
Refrigent Bekas Tidak Spesifik 1
Sumber: PT. X, 2019

Pengemasan LB3
Pengemasan LB3 yang baik sangat penting dilakukan karena dapat mencegah terbentuknya
senyawa yang berbahaya atau mengurangi deformasi sebagai akibat dari hasil reaksi dengan LB3 yang
ditampungnya. Berdasarkan Keputusan kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995, LB3 harus disimpan dalam
kemasan agar potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindari. Kemasan yang digunakan
harus aman, tidak menimbulkan korosif, layak pakai, dan bebas dari kebocoran. Pengemasan LB3 ini
harus disesuaikan dengan karakteristik dari limbahnya masing-masing dan tidak boleh ada pencampuran
limbah. Apabila pengemasan tidak sesuai dengan karakteristik LB3 maka dikhawatirkan terjadi suatu
reaksi senyawa kimia yang menimbulkan bahaya dan kerusakan lingkungan. Kemasan juga harus dalam
kondisi yang layak karena kemasan yang berada dalam kondisi yang tidak layak rawan terhadap
kemungkinan bocor serta rusak.
Menurut Lampiran Keputusan Kepala Bapedal No. 01/Bapedal/09/1995 disebutkan bahwa suatu
kemasan LB3 harus selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika dilakukan
penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya. Kemasan LB3 yang berisi LB3 penting untuk
selalu dalam keadaan tertutup dan dipastikan tidak ada kebocoran agar tidak membahayakan lingkungan
disekitarnya. Pengemasan yang dilakukan di PT. X terdiri dari empat jenis kemasan. Kemasan tersebut
adalah karung besar, drum, kempu, dan kotak khusus.
Kemasan dari karung ini digunakan untuk menyimpan limbah B3 yang besar dan tidak muat jika
dimasukkan ke dalam wadah lain karena ukurannya tidak mencukupi. Kelemahan dari kemasan ini adalah
tidak dapat menutup limbah B3 secara sempurna seperti karung tempat menyimpan filter bekas dan
refrigerant. Dikarenakan ukuran limbah yang cukup besar, sehingga memenuhi kapasitas maksimum dari
karung tersebut. Akibatnya karung tidak dapat diikat sempurna dan menyebabkan karung terbuka begitu
saja. Kelemahan lainnya adalah, tidak bisa disusun secara rapih dan menimbulkan kesan berantakan.
Contoh dari limbah B3 yang dikemas dengan karung adalah filter bekas, refrigerant bekas, dan majun
bekas. Karung yang digunakan untuk mengemas majun bekas dapat diikat dengan kuat untuk mencegah
majun yang tercecer di TPS, tetapi jika kuantitas majun yang disimpan tidak memenuhi kapasitas
maksimum dari karung tersebut.
Drum digunakan sebagai kemasan bekas kimia dan jika sudah dibersihkan disterilkan dari bahan
kimia yang pernah menjadi kemasannya, drum digunakan sebagai wadah atau kemasan untuk jenis LB3
yang lain. LB3 yang menggunakan drum sebagai kemasannya adalah Lampu TL dan Lampu Mercury.
Drum juga digunakan sebagai wadah untuk filter bekas, tetapi tidak dapat menampung banyak
dikarenakan ukuran drum yang tidak terlalu besar untuk menampung filter yang berukuran cukup besar
dan lebar. Pemberian label keterangan mengenai LB3 diletakkan pada bagian depan drum berupa stiker
yang tidak mudah lepas dan disesuaikan dengan karakteristik LB3 tersebut.
Kempu adalah wadah plastik yang berbentuk kubus warna putih. Kempu ini selain dijadikan wadah
untuk sesuatu yang cair seperti air bersih, air buangan, bahan kimia, juga bisa dijadikan sebagai kemasan
untuk LB3 yang memiliki ukuran kecil seperti kaleng tinta (solvent) dan toner bekas. Bahan kempu yang
kuat dan tahan air membuat kempu menjadi salah satu alternatif pilihan sebagai kemasan LB3, selain
karena mudah untuk dibuka dan ditutup, kedap air, dan tidak mudah terkontaminasi udara sekitar atau zat
sekitar selama kempu tidak mengalami kebocoran atau kerusakan.
Simbol LB3 yang memiliki wadah kempu dipasang dibagian depan dari kempu beserta keterangan
mengenai karakteristik LB3 tersebut. Kemasan menggunakan kotak khusus LB3 yang memiliki wadah
dari kotak khusus biasanya memiliki karakteristik yang berbeda dari jenis kebanyakan yang ada di TPS
tersebut. Fungsinya adalah untuk mencegah terjadinya kontak sehingga menimbulkan dampak kimia yang
berbahaya, juga untuk mencegah tercecernya LB3 di TPS. TPS di PT. X, jenis LB3 yang
pewadahan/pengemasannya dengan menggunakan kotak khusus adalah aki bekas dan limbah medis.
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Aki bekas dipisahkan jenis wadahnya karena aki bersifat korosif sehingga berbahaya apabila ada
orang yang tidak tahu mengenai kandungan berbahaya aki, tidak sengaja menyentuhnya dan akhirnya
menimbulkan kecelakaan kerja. Limbah medis dari klinik bersifat infeksius, sehingga pengemasan limbah
medis dikhususkan sendiri tidak dicampur atau dibiarkan terbuka dengan jenis limbah lainnya yang ada di
TPS. Kecuali, dibuatkan TPS khusus limbah medis, tetapi karena timbulan limbah medis yang dihasilkan
tidak terlalu banyak jumlahnya setiap bulan, jadi digabungkan dengan beberapa jenis limbah lainnya di
TPS utama PT X.
Pengangkutan LB3
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengangkutan adalah kegiatan
memindahkan LB3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari
pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun LB3 [12].
Proses pengangkutan di PT. X bekerja sama dengan pihak ketiga yang sudah memiliki izin usaha selaku
pihak yang melakukan pemanfaatan LB3. Pengangkutan LB3, penghasil wajib memiliki dokumen LB3.
Dokumen LB3 merupakan dokumen yang senantiasa dibawa dari tempat asal pengangkutan LB3 ke
tempat tujuan. Dokumen tersebut diberikan pada waktu penyerahan LB3. Dokumen tersebut biasa dikenal
dengan manifest. Pengangkutan menuju TPS dari sumber penghasil limbah biasanya diangkut
menggunakan dua jenis kendaraan. Limbah dengan jumlah sedikit, dapat menggunakan forklift,
sedangkan untuk limbah dengan kapasitas besar menggunakan truk.
Alat transportasi LB3 jenis truk sudah diberikan simbol karakteristik LB3 yang diangkutnya,
sedangkan untuk jenis forklift, belum tercantum simbol karakteristik LB3 dikarenakan forklift yang
digunakan biasanya forklift yang umum digunakan untuk merapikan barang di dalam tempat
penyimpanan (warehouse) sehingga tidak dikhususkan untuk mengangkut LB3 saja. Kegiatan
pengangkutan LB3 tidak terjadwal secara teratur. Pengangkutan dilakukan apabila limbah yang telah
dihasilkan sudah tidak bisa disimpan, jadi harus segera diangkut menuju pihak ketiga berizin. PT. X telah
melakukan penjadwalan untuk pengangkutan lebih efektif dan memudahkan proses pengangkutan.
Penjadwalan tersebut menyebabkan pengangkutan LB3 dapat lebih teratur dan terjadwal. Masing-masing
LB3 memiliki transporter dan pihak ketiga berizin terkait. Data pihak ketiga pengangkut LB3 PT X
disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pihak ketiga pengangkut LB3 PT X


Jenis Limbah B3 Pihak Ketiga Berizin
Oli Bekas PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia
Aki Bekas PT. Nonferindo Utama
Lampu TL PPLI
Lampu Mercury PPLI
Kemasan bekas limbah PT. OTTO Chemical
Lumpur IPAL WPLI
Toner Bekas WPLI
Sludge Tinta PT. Tanang Jaya Sejahtera
Fly Ash PT. Adimix, PT. SLG Indonesia, PT. Holcim, PT.
Wika Wijaya Karya Beton
Bottom Ash PT. Tenang Jaya Sejahtera
Sumber: PT X, 2019

Evaluasi Pengelolaan LB3


Berdasarkan hasil pengamatan dan membandingkan dengan ketentuan hukum yang berlaku terkait
pengelolaan limbah B3, maka rekapitulasi penilaian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi pengelolaan LB3 di PT X


Tahap Pengolahan Jumlah Sesuai Tidak Sesuai Persentase Keterangan
Klausul Ketercapaian (%)
Pengurangan 3 3 0 100 Baik Sekali
Pengumpulan 3 3 0 100 Baik Sekali
Penyimpanan 21 19 2 90 Baik Sekali
Waktu Penyimpanan 14 14 0 100 Baik Sekali
Pewadahan 17 13 4 76 Baik
Pengangkutan 24 17 7 71 Baik
Total 82 69 13 84 Baik Sekali
Sumber: Hasil analisis, 2019

1259
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

PT. X sudah menerapkan sistem pengelolaan yang cukup baik. Semua LB3 yang dihasilkan terdata
dengan teratur dan dilaporkan secara rutin kepada instansi pemerintahan terkait. Ada beberapa hal yang
perlu diperbaiki lagi, terutama dibagian TPS LB3, untuk penyusunan limbah, penumpukan limbah, dan
penataan limbah sesuai karakteristiknya di dalam TPS tersebut. Terkait regulasi izin untuk penyimpanan,
pemanfaatan, dan pengangkutan, PT. X terbilang sangat baik dalam memperhatikan setiap izin yang
diperlukan dan tidak bertindak diluar izin yang sudah diberikan oleh instansi terkait.
Tahap pengolahan yang belum memenuhi persyaratan, yaitu penyimpanan meliputi (1) tidak
terdapat kasa untuk mencegah binatang kecil masuk melalui atap dan (2) tidak terdapat tembok pemisah
antara 1 jenis LB3 dengan jenis LB3 lainnya. Tahap pewadahan terdapat 4 klausul yang tidak sesuai,
yaitu (1) sebagian besar kemasan tidak dapat menutupi LB3 sehingga LB3 terbuka bagian atasnya; (2)
sebagian besar kemasan tidak ada penutup kemasan sehingga LB3 terbuka bagian atasnya; (3) peletakan
di bawah simbol seharusnya di atas; dan (4) tidak semua kemasan yang kosong memiliki label
“KOSONG” pada kemasannya. Tujuh klausul yang tidak memenuhi pada tahap pengangkutan karena
tidak mencantumkan kode UN/NA, kelompok kemasan, satuan ukuran, jumlah total kemasan, peti kemas,
keterangan lain untuk LB3, instruksi penanganan khusus dan keterangan tambahan, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, kesimpulan yang dapat diambil dari pengelolaan LB3 di
PT. X adalah hampir setiap unit produksi di PT X menghasilkan LB3. Jenis LB3 yang dihasilkan paling
besar yaitu lumpur IPAL yang mencapai 88,23% dari seluruh LB3 yang dihasilkan PT. X. Perusahaan ini
telah melakukan pemanfaatan kembali lump[ur IPAL sehingga dapat mereduksi jumlah lumpur yang
dihasilkan sebesar 99,83%. Sistem pengelolaan LB3 di PT X mengikuti work instruction yang telah
disusun mengacu pada PP No. 101 Tahun 2014. PT X melakukan 3 (tiga) jenis pengelolaan LB3, yaitu
pemanfaatan, penyimpanan, dan pengangkutan. Secara keseluruhan, sistem pengelolaan LB3 di PT X
terbilang sangat baik. Hanya saja perlu ditingkatkan dibagian penyimpanan, khususnya dalam peletakkan
limbah di dalam TPS agar lebih sesuai dan diberi pallete dasar. PT. X sebaiknya, mengupayakan lebih
luas dalam pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkan dan lebih memperhatikan kerapihan dalam TPS
Limbah B3 yang ada.

5. Daftar Pustaka
[1] A.T. Haryono, “Analisis Penerapan Produksi Bersih Industri Kertas (Studi Kasus di PT Pindo-Deli
Pulp and Paper Mills Indonesia unit Paper Machine” Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor, 2016.
[2] S. Purwati, R. S. Soetopo, Setiadji, Y. Setiawan, “Potensi Dan Alternatif Pemanfaatan Limbah
Padat Industri Pulp Dan Kertas,” Balai Besar Pulp dan Kertas BS, Vol. 41(2): 68-79, 2006.
[3] Setiadji, “Sistem Pembakaran Limbah Lumpur Pabrik Pulp dan Kertas untuk Boiler,” Prosiding
Seminar Teknologi Selulosa, Bandung, ISBN: 979-95271-0, hal. 165-170, 2002.
[4] A. Ariesmayana dan Hajali, “Studi Pengelolaan Limbah B3 di RSUD dr Drajat Prawiranegara
Kabupaten Serang,” Jurnal Serambi Engineering, Volume 3(2), 2018.
[5] S.S. Siddik dan E. Wardhani, “Pengelolaan Limbah B3 Di Rumah Sakit X Kota Batam,” Jurnal
Serambi Engineering, Volume V (1): 760-767, 2020.
[6] S.A. Fajriyah dan E. Wardhani, “Evaluasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di PT. X,” Jurnal Serambi Engineering, Volume V (1):711- 719, 2020.
[7] J. Miflathul, “Studi Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Indopherin
Jaya Probolinggo,” Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kesehatan Lingkungan,
Surabaya, 2018.
[8] M. Theresia, “Pemanfaatan Limbah Serat Kapas dari Industri Pemintalan untuk Felt dan Papan
Serat,” Arena Tekstil, Vol. 33(1):37-46, 2018.
[9] H. Khusna, “Analisis Kandungan Kimia Dan Pemanfaatan Sludge Industri Kertas Sebagai Bahan
Pembuatan Batako,” Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang, 2012.
[10] A.G. Aritonang, U. S. Hardjanto, dan A. Soemarmi “Pengelolaan Limbah Di Perusahaan Pulp PT.
Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” Diponegoro Law
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934

Journal, Volume 5(3) Tahun 2016. Diakses pada tanggal 01-06-2020 di http://www.ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/dlr/ 1
[11] Laporan Implementasi Lingkungan PT. X. 2019.
[12] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah
B3.
[13] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang simbol dan label LB3.
[14] Keputusan Kepala BAPEDAL No. Kep-05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label Limbah
B3 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
[15] Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 1 Tahun 1995 tentang penyimpanan dan
pengumpulan LB3.
[16] Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 2 Tahun 1995 tentang dokumen LB3.

1261
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 hal 326-337 ISSN : 2528-3561

Studi Pengelolaan Limbah B3


di RSUD dr Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang
Ade Ariesmayana1,*, Hajali2

1,2,
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,Universitas Banten Jaya
Jalan Ciwaru II No.73 Kota Serang
*
Koresponden email: adeariesmayana@unbaja.ac.id

Diterima: 23 Mei 2018 Disetujui: 29 Agustus 2018

Abstract. The purpose of this study was to describe the B3 waste management system in the
District General Hospital dr. Drajat Prawiranegara Serang District 2016, identifying the sources and
characteristics of B3 waste in their respective sources of waste in the District General Hospital dr. Drajat
Prawiranegara Serang District with existing standards. This study uses observation. Collecting data
using systematic observation techniques, while in-depth analysis of the data processed by qualitative
techniques to describe the efforts pengelolahan hazardous wastes and toxic B3 at Regional General
Hospital dr. Drajat Prawiranegara Serang District were then compared with BAPEDAL regulation
No. 01/05 / 1995. The results showed the Regional General Hospital dr, Serang regency degrees
Prawiranegara produce volumes of hazardous and toxic waste. Efforts management of hazardous
wastes and toxic B3 of the lug or packaging, storage, transportation done well.
Keywords: Hazardous and Toxic (B3), Hospital waste management

Abstrak.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengelolaan limbah B3 di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang Tahun 2016, mengidentifikasikan
sumber dan karakteristik limbah B3 pada masing-masing sumber limbah di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang dengan standar yang ada. Penelitian ini menggunakan
metode observasi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi sistematis mendalam sedangkan
analisis data diolah dengan teknik kualitatif untuk menggambarkan upaya pengelolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun B3 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang
yang selanjutnya dibandingkan dengan peraturan Bapedal No 01/05/tahun 1995. Hasil penelitian
menunjukan Rumah Sakit Umum Daerah dr, Drajat Prawiranegara kabupaten Serang menghasilkan
volume limbah bahan berbahaya dan beracun.Upaya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun B3 dari pewadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dilakukan dengan baik.
Kata kunci: Limbah B3, manajemen limbah Rumah Sakit, limbah rumah sakit

1. Pendahuluan Selama tiga dekade terakhir, penggunaan


Meningkatnya kegiatan pembangunan di bahan berbahaya dan beracun B3, seperti limbah
Indonesia dapat mendorong peningkatan pemba- bahan kimia kadaluwarsa di Indonesia semakin
ngunan bahan berbahaya dan beracun B3 di meningkat dan tersebar luas di semua sektor
berbagai sektor seperti industri, pertambangan, apabila tidak dikelola dengan baik, maka dapat
pertanian dan kesehatan. B3 tersebut dapat berasal menimbulkan kerugian terhadap kesehatan
dari dalam negeri maupun luar negeri (impor). B3 manusia, makhluk hidup dan lingkungan hidup,
yang dihasilkan dari dalam negeri juga ada yang seperti pencemaran udara, tanah, air dan laut (PP
diekspor ke suatu negara tertentu. Proses ekspor No 74 tahun 2001).
dan impor ini semakin mudah untuk dilakukan Rumah Sakit menyelenggarakan upaya
dengan masuknya era globalisasi. pelayanan kesehatan meliputi pelayanan rawat

326
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, sanitasi lingkungan rumah sakit dr.
pelayanan medis dan non medis proses kegiatan Drajat Prawiranegara Kabupaten
tersebut akan dapat menimbulkan dampak Serang
positif dan negatif. Oleh karena itu perlu upaya b. Tahapan Pelaksanaan.
penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan Pelaksanaan penelitian dengan tahapan
untuk melindungi masyarakat dan petugas Rumah sebagai berikut:
Sakit dari bahaya pencemaran lingkungan yang 1. Mendata petugas terkait yang ber-
bersumber dari limbah Rumah Sakit. Rumah sakit hubungan dengan limbah medis padat.
merupakan salah satu penghasil limbah B3 yang 2. Mencatat jadwal petugas pengambilan
ditimbulkan dari seluruh aktivitas rumah sakit limbah medis padat.
seperti bahan tambahan untuk pencucian luka, 3. Peneliti bersama petugas terkait
cucian darah praktek bedah, produk farmasi. pengambil limbah medis padat dan
Pada survey awal yang dilakukan pada bulan mencatat hasil limbah yang dihasilkan
maret tahun 2012, di Rumah Sakit Umum Daerah di setiap ruangan.
dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang, 4. Peneliti bersama petugas sanitasi mela-
pembuangan botol ampul masih ditaruh didalam kukan penimbangan limbah medis padat
jeregen bekas atau tempat infus yang sudah tak dan di lanjutkan dengan penyimpanan
terpakai. Pengelolaan limbah B3 Rumah Sakit sementara limbah medis padat.
Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara masih 5. Hasil dari pengukuran dibandingkan
mengalami masalah dalam pengelolaan limbah dengan Keputusan Kepala Bapedal
benda tajam khususunya bekas ampul dan jarum No.1-5/09/1995.
suntik. 6. Membuat kesimpulan berdasarkan
hasil analisis data yang di peroleh.
2. Metode Penelitian 3. Hasil dan Pembahasan
Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan 3.1 Karakteristik limbah bahan berbahaya
mengamati secara fisik (survey) dan kimia dan beracun (B3)
serta menilai sejauh mana pelaksanaan studi Limbah bahan berbahaya dan beracun
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun B3 B3 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat
di RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Prawiranegara Kabupaten Serang berasal dari
Serang Tahun 2016 berjalan disertai dengan tindakan medis yang dilakukan antara lain kegiatan
adanya pengolaan sesuai peraturan serta sistem perawatan pasien baik rawat inap maupun rawat
pengelolaan yang dilakukan. jalan, kegiatan laboratoruim, radiologi bedah
Adapun tahapan – tahapan penelitian adalah maupun kegiatan di ruang farmasi, sebagian besar
limbah bahan berbahaya dan beracun B3 yang
sebagai berikut:
di hasilkan berupa alat atau bahan yang terkena
a. Tahapan Persiapan
reagen kimia yang di gunakan di laboratarium
1. Melaksanakan observasi awal untuk
dan sisa-sisa obat-obatan kadaluwarsa, untuk
mendapatkan data awal tentang
lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1, 2 dan
banyaknya limbah medis padat yang
3 berikut :
dihasilkan dan pengelolaan limbah
Berdasarkan Tabel 3 penelitian di bulan Mei
medis padat di Rumah Sakit Umum
2016 jumlah sampah yang dihasilkan sebanyak
Daerah dr. Drajat Prawiranegara
7.830 kg, bulan Juni 2016 sebanyak 7.438 kg dan
Kabupaten Serang.
bulan Juli 2106 sebanyak 7.375 kg rata-rata volume
2. Menyusun instrumen yaitu formulir
per bulan untuk mengetahui pengelolaan limbah
pengukuran volume limbah medis
medis padat di RSUD dr. Drajat Prawiranegara
padat, tata cara dan persyaratan teknis
Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil dari
penyimpanan dan pengumpulan
penelitian ini dapat di ketahui pengelolaan
limbah medis padat petugas Instalasi
sampah medis di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

327
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

Tabel 1. Sumber dan karakteristik limbah B3 di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

Sumber: Profil Instalasi Sanitasi RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kab. Serang

Tabel 2. Karakteristik limbah B3 di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

Sumber: Instalasi sanitasi RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kab. Serang

Kabupaten Serang mulai dari pengumpulan, Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang sudah
penyimpanan, pewadahan dan pengangkutan sesuai dengan peraturan, tidak semua peghasil
masih perlu penambahan sumber daya manusia atau pengumpul sudah mengetahui karakteristik
(SDM) untuk pengelolaan limbah medis padat. limbah dan dilakukan pengujian terhadap limbah
Karena dengan jumlah rata-rata sampah yang yang dihasilkan, kemasan untuk limbah B3 yang
dihasilkan perbulan diperlukan SDM yang banyak infeksius menggunakan plastik berwarna kuning,
sehingga proses pengolahannya akan efektif dan sedangkan limbah non medis menggunakan
efisien. Sedangkan SDM yang tersedia di RSUD plastik warna hitam.
dr. Drajat Prawiranegara bagian marketing, Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
bagian umum dan pemeliharaan sarana, bagian beracun B3 /TPS di rumah sakit umum daerah dr.
sanitasi, kerohanian, dan UPKM. Tidak ada Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang terletak
bagian khusus mengelolah limbah B3 padat mulai 20 m dari fasilitas umum yaitu mushola, laundry
dari pengumpulan, penyimpanan, pewadahan dan dan intalasi gizi. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pengangkutan untuk jumlah rata-rata tiap hari keputusan kepala Bapedal No. 03/09/95 yang
yang dihasilkan masih membutuhkan SDM. mewajibkan lokasi pengolahan limbah berjarak
minimal 50 m dari fasilitas umum. Pengangkutan
3.2. Evaluasi limbah B3 di RSUD dr. Drajat limbah B3 Rumah Sakit Umum Daerah
Prawiranegara Kabupaten Serang hanya bersifat sementara
Tata cara pengemasan limbah B3 di RSUD dr. pengangkutan secara rutin 1 minggu 3x oleh

328
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

Tabel 3. Sumber volume sampah medis B3 di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

Sumber: Instalasi sanitasi RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kab. Serang


pihak PT. Wastec. Berdasarkan keputusan kepala mengetahui karakteristik bahaya
Bapedal No 03/09/95 mewajibkan pengolah limbah B3 yang dihasikan. Hal tersebut
melakukan pemeriksaan rutin setiap minggu. belum sesuai dengan standar karena
Apabila terjadi tumpahan bahan kimia, bahan belum semua penghasil /pengumpul
penyerap yang dipakai tidak sesuai dengan jenis mengetahui karateristik bahaya
dan karakteristik limbah. limbah B3. Perlu ada sosialisasi dari
pihak sanitasi akan bahaya limbah B3
3.3. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 di RSUD kesemua karyawan RSUD dr. Drajat
dr. Drajat Prawiranegara Prawiranegara Kabupaten Serang
b. Menurut Keputusan Kepala Bapedal
1. Evaluasi tata cara dan persyaratan teknis No. 01 tahun 1995 kemasan tersebut
penyimpanan dan pengumpulan dari plastik logam yang tidak bereaksi
Limbah bahan berbahaya dan beracun dengan limbah B3 lain yang disimpan.
B3 dengan standar acuan Keputusan Kemasan yang ada di Rumah Sakit
Kepala Bapedal No. 01/1995 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara
Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang sudah sesuai standar
Kabupaten Serang. acuan.
a. Menurut keputusan Kepala Bapeda No. c. Menurut Keputusan Kepala Bapedal
01 tahun 1995 penghasil/pengumpul No. 01 tahun 1995 dilakukan
Tabel 4. Evaluasi tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah
B3 di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

329
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

330
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

331
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

332
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

333
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 hal 248-254 ISSN : 2528-3561

Sumber: Instalasi Sanitasi RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kab. Serang.

Tabel 5. Evaluasi teknis pengelolaan limbah B3 di RSUD dr. Drajat Prawiranegara

334
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

335
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

pemeriksaan oleh penanggung jawab No. 01 tahun 1995 tempat penyimpanan


(penghasil, pengumpul, pengolah). untuk lebih dari karakteristik limbah
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat B3. Tempat penyimpanan di Rumah
Prawiranegara Kabupaten Serang Sakit Umum Daerah dr. Drajat
sudah melakukan pemeriksaan pada Prawiranegara Kabupaten Serang tidak
saat pengemasan, hal tersebut untuk memiliki penyimpanan lebih dari satu.
menghindari dampak buruk limbah B3 Hal ini dikarenakan hanya sebatas
d. Menurut Keputusan Kepala Bapedal sementara pihak ke-3 PT. Wastec
No.01/tahun 1995 kemasan yang rusak Internasional melakukan pengangkutan
diperlukan sebagai limbah B3 tetapi di berkala 1 minggu 3x.
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat g. Menurut Keputusan Kepala Bapedal
Prawiranegara Kabupaten Serang No. 01 tahun 1995 luas tanah termasuk
kemasan tersebut disimpan dalam bangunan penyimpanan dan fasilitas
gudang yang tidak terpakai, seharunya lainnya minimal 1 ha. Hal tersebut
pihak RSUD melakukukan pergantian kurang sesuai peraturan. Karena
berkala untuk menangani kemasan limbah B3 langsung di kemas dan di
yang rusak angkut oleh PT. Wastec
e. Menurut Keputusan Kepala h. Menurut Keputusan Kepala Bapedal
Bapedal No. 01 tahun 1995 ruangan No. 01 tahun 1995 adanya fasilitas
penyimpanan harus memiliki fasilitas darurat untuk menampung tumpahan
peneranagan yang memadai untuk cairan/bahan yang terkontaminasi
oprasional inspeksi rutin. Rumah limbah dalam jumlah besar. Di
Sakit Umum Daerah dr. Drajat Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajat
Prawiranegara Kabupaten Serang Prawiranegara Kabupaten Serang
memiliki penerangan namun kurang. fasilitas darurat tumpahan limbah B3
Hal tersebut dikarenakan kurang sesuai peraturan.
adanya perhatian dari petugas terutama i. Menurut Keputusan Kepala
untuk pemeriksaan malam hari. Bapedal No. 01 tahun 1995 tata cara
f. Menurut Keputusan Kepala Bapedal penyimpanan/pengumpulan. Tata cara

336
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561

pengemasan dan pengumpulan sesuai tentang persyaratan penimbunan pengolahan


dengan peraturan. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat
j. Menurut Keputusan Kepala Bapedal Prawiranegara Kabupaten Serang tidak
No. 01 tahun 1995 kemasan yang memiliki tempat pembuangan hasil akhir
digunakan plastik tertutup. Di hasil insenerasi limbah B3
Rumah Sakit Umum Daerah dr. 5. Keputusan Kepala Bapedal No 5 tahun 1995
Drajat Prawiranegara kemasan yang tentang simbol dan label. Simbol limbah B3
digunakan sesuai dengan peraturan. yang digunakan Rumah Sakit Umum Daerah
Strategi perencanaan pengelolaan dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang
limbah B3 di RSUD dr Drajat hanya berada pada ruangan oksigen, farmasi
Prawiranegara Mencakup dari mulai dan laboratorium, dimana simbol tersebut di
pewadahan, pengumpulan, pengolahan tempel di depan pintu masuk ruangan.
dan pemusnahan.
Berdasarkan PP Nomor 101 Tahun 2014 5. Daftar Pustaka
Tentang Pengelolaan Limbah B3 di RSUD dr Anonymous, 2001, Peraturan Pemerintah RI No
Drajat sebagaian sudah sesuai dengan PP Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya
101, dan ada yang belum sesuai yang ke depannya dan Beracun.
akan ditindaklanjuti. Pada point b,c, h dan i Imam Hendargo A. Ismoyo, 2009, Panduan Tata
Cara Indentifikasi Limbah B3, Jakarta:
4. Kesimpulan Deputi IV MENLH Bidang Pengelolaan
Berdasarkan hasil penelitian tentang studi B3.
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-01/
beracun B3 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara
Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang didapat dan persyaratan Teknis Penyimpanan dan
simpulkan sebagai berikut: Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya
1. Pada tahapan pengemasan, pengangkutan dan Beracun.
dan pengumpulan limbah medis padat sudah Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1995
sesuai dengan peraturan Bapedal No. 01 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbaya
tahun 1995. Namun pada tahap penyimpanan dan Beracun.
dan persyaratan bangunan tidak sesuai KeputusanBapedalNo.Kep-03/BAPEDAL/09/1995
dengan peraturan. tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan
2. Keputusan kepala Bapedal No: 02 tahun Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
1995 tentang dokumen limbah B3. Rumah Keputusan Kepala Bapedal No. 4 tahun 1995
Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan
Kabupaten Serang sudah memiliki dokumen Hasil Pengolahan, Persyaratan LokasiBekas
yang lengkap tentang limbah B3, Rumah Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan
Sakit Umum Daerah Kabupaten Serang Limbah B3.
sudah memiliki SOP pengelolaan limbah Keputusan Kepala Bapedal No. 5 Tahun 1995
medis dan non medis dan pengelolaan limbah Tentang Simbol dan Label Limbah B 3.
benda tajam. 2008, Kajian Ulang Dokumen Upaya Pengelolaan
3. Keputusan Kepala Bapedal No: 03 tahun Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
1995 tentang pengelolaan limbah B3 Lingkungan Hidup Pengembangan RSUD.dr.
4. Keputusan Kepala Bapedal No 4 tahun 1995 Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang.

337
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

Aplikasi Pelaporan dan Monitoring Data Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun Pada Tempat
Penyimpanan Sementara Berbasis Web di PT. PLN
(Persero) Sektor Pengendalian Pembangkitan
Bandar Lampung

Ade Irma Rilyani1, Imam Asrowardi2, Kurniawan Saputra3
Politeknik Negeri Lampung,
JL. Soekarno-Hatta No. 10, Bandar Lampung
Email: adeirmarilyani@gmail.com 1, imam@polinela.ac.id2,
kurniawan@polinela.ac.id3

Abstrack - PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung has powerhouse
unit that produces hazardous and toxic substance waste. This company has a job to keep the
environment from production impact that was produced by managing hazardous and toxic substance
waste that was created by every single powerhouse unit. Health, Safety and Environment sector office
staff and Electrical Safety and Environment powerhouse unit staff face difficulties in doing the data
reporting process and monitoring of hazardous and toxic substance waste that is done by directly
visiting sector office and powerhouse unit due to the distance that should be taken is quire far and
takes a long time. The purpose of this research is to create a web-based hazardous and toxic substance
waste data reporting and monitoring application to ease the reporting process and monitoring
hazardous and toxic substance waste data. The method that is used in this research is Rapid
Application Development with the stages of requirement planning, user design, construction and
cutover. The result obtained of this research is a web based reporting and monitoring hazardous and
toxic substance waste application which can help the process of processing and reporting hazardous
and toxic substance waste data in temporary storage areas so that the process of processing hazardous
and toxic substance waste data can be monitored.

Keywords: application, hazardous and toxic substance waste, monitoring, reporting.

Intisari - PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung memiliki unit
pembangkit listrik yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun. Perusahaan ini memiliki
tugas untuk tetap menjaga lingkungan dari dampak produksi yang dihasilkan dengan melakukan
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan pada setiap unit pembangkit. Staf
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan kantor sektor dan staf Lingkungan dan Keselamatan
Ketenagalistrikan unit pembangkit mengalami kesulitan dalam melakukan proses pelaporan dan
monitoring data limbah bahan berbahaya dan beracun yang dilakukan dengan cara mendatangi kantor
sektor maupun unit pembangkit secara langsung karena jarak yang harus ditempuh jauh dan
menghabiskan waktu yang lama. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu menghasilkan aplikasi
pelaporan dan monitoring data limbah bahan berbahaya dan beracun berbasis web untuk membantu
proses pengolahan dan pelaporan data limbah bahan berbahaya dan beracun pada tempat penyimpanan
sementara sehingga proses pengolahan data limbah bahan berbahaya dan beracun dapat terpantau.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Rapid Application Development dengan
tahapan requirement planning, user design, construction dan cutover. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah produk perangkat lunak aplikasi pelaporan dan monitoring data limbah bahan
berbahaya dan beracun berbasis web yang dapat digunakan untuk membantu proses pengolahan dan
pelaporan data limbah bahan berbahaya dan beracun pada tempat penyimpanan sementara sehingga
proses pengolahan data limbah bahan berbahaya dan beracun dapat terpantau dengan baik.

Kata Kunci : Aplikasi, limbah bahan berbahaya dan beracun, monitoring, pelaporan

189
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

I. PENDAHULUAN terjadi kesalahan atau keterlambatan dalam


Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha pengelolaan limbah B3 yang harus
atau kegiatan hasil produksi yang dikeluarkan karena belum adanya media
mengandung Bahan Berbahaya dan pengingat terhadap waktu limbah B3 yang
Beracun (B3). Setiap Orang yang harus dikeluarkan, (5) pemborosan terhadap
menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan waktu dan biaya transportasi, pemakaian
Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya sumber daya yang kurang maksimal seperti
[1]. pemakaian alat (papan tulis) yang kurang
Limbah B3 yang langsung dibuang ke digunakan, dan penggunaan ruang tempat
lingkungan akan menimbulkan dampak penyimpanan sementara (TPS) yang lebih
yang begitu besar yaitu dapat jika ada limbah B3 yang terlambat
membahayakan lingkungan dan kesehatan dikeluarkan sehingga dinilai masih kurang
manusia serta makhluk hidup yang lain. efisien, (6) pelayanannya masih lambat
Oleh karena itu, diupayakan agar setiap sehingga pihak pengangkut harus
kegiatan industri meminimalkan limbah menunggu lama apabila pencarian data
hasil prosesnya. [2]. limbah B3 yang harus dikeluarkan sulit
PT. PLN (Persero) Sektor ditemukan oleh staf Lingkungan dan
Pengendalian Pembangkitan Bandar Keselamatan Ketenagalistrikan (LK2) Unit
Lampung memiliki unit pembangkit listrik Pembangkit.
yang menghasilkan limbah B3. Maka, salah Berdasarkan permasalahan tersebut,
satu tindakan yang dapat dilakukan oleh salah satu solusi yang dapat diterapkan
PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian adalah dengan membuat aplikasi pelaporan
Pembangkitan Bandar Lampung untuk dan monitoring data limbah B3 pada tempat
menjaga lingkungan dari dampak produksi penyimpanan sementara berbasis web di
atau limbah yang dihasilkan yaitu dengan PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian
cara mengelola limbah B3 yang dihasilkan Pembangkitan Bandar Lampung. Aplikasi
pada setiap unit pembangkit. Tantangan ini dibuat dengan menggunakan metode
yang dihadapi dalam pengelolaan limbah RAD. Penerapan metode RAD dapat
B3 semakin tinggi dan memiliki dampak mempercepat proses pengembangan dan
yang cukup besar bagi kehidupan [3]. memberikan hasil yang lebih berkualitas
Sistem pengolahan data limbah B3 [4]. Tujuan dari pembuatan aplikasi ini
yang dilakukan pada PT. PLN (Persero) yaitu untuk membantu Staf K3L Kantor
Sektor Pengendalian Pembangkitan Bandar Sektor dan Staf LK2 Unit Pembangkit
Lampung saat ini masih memiliki beberapa dalam melakukan pengolahan dan
kekurangan seperti : (1) kinerjanya masih pelaporan data limbah B3 pada tempat
dinilai lambat karena sistem belum secara penyimpanan sementara sehingga proses
penuh dapat melakukan proses penyerahaan pegolahan data limbah B3 dapat terpantau.
laporan, monitoring dan juga pengolahan II. SIGNIFIKASI STUDI
datanya, (2) staf Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Lingkungan (K3L) masih sulit Metodologi pengembangan sistem
untuk mendapatkan informasi yang valid yang digunakan yaitu Rapid Application
karena tidak jarang terjadi informasi yang Development (RAD). Tujuan utama dari
didapat merupakan duplikat dari laporan penerapan RAD yaitu jika terjadi perubahan
pada triwulan sebelumnya, (3) pengeluaran didalam spesifikasi maupun perancangan,
biaya transportasi yang cukup banyak maka dapat ditangani secara langsung dan
karena jarak yang ditempuh antara kantor cepat [5]. Tahapan-tahapan dari metode
sektor dan unit pembangkit cukup jauh, (4) RAD terdiri dari requirements planning,
rawan terjadi kehilangan data dan rentan user design, construction dan cutover [6].
terhadap sanksi hukum yang berlaku jika

190
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

A. Requirements Planning Black Box Testing yang hanya berfokus


Tahap ini dilakukan untuk pada kebutuhan unit program apakah sesuai
mengidentifikasi kebutuhan sistem dengan dengan spesifikasi atau tidak. Cara
cara mengumpulkan semua data dan pengujiannya hanya dilakukan dengan
informasi yang terkait dengan pembuatan mengeksekusi modul, yang selanjutnya
aplikasi pelaporan dan monitoring data hasil dari unit diamati agar sesuai dengan
limbah B3 berbasis web. Teknik proses bisnis yang diinginkan [8].
pengumpulan data yang dilakukan yaitu
dengan cara observasi dan wawancara. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari tahapan ini yaitu: A. Requirements Planning
a. Data inventarisasi limbah B3 1. Analisis sistem yang sedang berjalan
b. Data logbook TPS limbah B3
Tahap analisis sistem yang sedang
c. Data neraca limbah B3
berjalan digunakan untuk mengetahui
d. Data salinan Peraturan Pemerintah
bagaimana proses berjalannya sistem
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
pelaporan dan monitoring data limbah B3
2014 Tentang Pengelolaan Limbah
yang sedang digunakan pada perusahaan
Bahan Berbahaya Dan Beracun.
saat ini. Analisis sistem yang sedang
berjalan digambarkan dengan menggunakan
B. User Design mapping chart. Mapping chart sistem yang
Tahap ini dilakukan untuk membuat sedang berjalan disajikan pada Gambar 1.
rancangan perangkat lunak yang sesuai Mapping Chart Lama

dengan kebutuhan user berupa: Staf LK2 Unit Staf K3L Sektor

a. Rancangan alur data aplikasi dalam Saat memiliki data


Mulai
bentuk Data Flow Diagram limbah B3 yang masuk
ataupun keluar dari
TPS Unit
b. Rancangan database dalam bentuk Input Data
Limbah B3 yang
ada di TPS Unit
Entity Relationship Diagram
c. Rancangan alur kerja dalam bentuk Mengolah Data
Limbah B3 yang
ada di Unit

Flowchart
d. Rancangan tampilan antarmuka atau Melakukan
pelaporan ?
Y Cetak Laporan

interface N
Laporan Data Laporan Data
Mencatat Limbah B3 yang Limbah B3 yang
data neraca ada di Unit ada di Unit

C. Construction
pada papan
tulis

Tahap ini dilakukan untuk membangun Data neraca


limbah B3 yang
aplikasi yang telah dirancang dengan ada di TPS
Selesai
Phase

melakukan pengkodean menggunakan


framework CodeIgniter dan bahasa Gambar 1. Mapping chart sistem yang sedang
pemrograman PHP, HTML, SQL dan berjalan
JavaScript. Framework CodeIgniter dipilih
Sistem pelaporan dan monitoring data
karena menawarkan kemudahan proses
limbah B3 pada tempat penyimpanan
pengembangan aplikasi berbasis web
sementara di PT. PLN (Persero) Sektor
menjadi lebih cepat dan sederhana [7].
Pengendalian Pembangkitan Bandar
Lampung harus memenuhi persyaratan dan
D. Cutover fungsi-fungsi yang terbagi atas kebutuhan
Tahap terakhir ini, akan dilakukan fungsional dan non fungsional.
konversi data atau mengimplementasikan
aplikasi yang telah dibuat ke lingkungan a. Kebutuhan fungsional
yang sebenarnya. Setelah itu dilakukan Kebutuhan fungsional merupakan
pengujian dengan menggunakan metode kebutuhan yang harus disediakan dan

191
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

proses-proses apa saja yang dapat dilakukan DFD merupakan alat dalam pembuatan
oleh sistem. Sistem ini memiliki dua level diagram yang terdiri dari lambang
yang memiliki hak akses masing-masing, penyimpanan data, proses, arus data, dan
yaitu level admin (Staf K3L Kantor Sektor) entitas [9]. DFD menggambarkan aliran
dan operator (Staf LK2 Unit Pembangkit). data dan informasi pada sistem pelaporan
dan monitoring data limbah B3. Rancangan
b. Kebutuhan non fungsional DFD level 0, level 1 dan level 2 disajikan
Kebutuhan non fungsional dari sistem pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan
pelaporan dan monitoring data limbah B3 Gambar 6.
berbasis web ini meliputi faktor keamanan Informasi Data User

yaitu dengan menggunakan sistem


Data User
Informasi Data Pengangkut
Data Pengangkut

keamanan menu login sebagai Informasi Data Sumber

Informasi Data Limbah Keluar


Informasi Data Sumber
Data Sumber

authentication bagi admin dan operator Data Limbah Keluar


Informasi Data Sub Limbah
Informasi Data Sub Limbah
Data Sub Limbah
Data Limbah

untuk meningkatkan keamanan data. Staf LK2 Unit Pembangkit


Informasi Data Limbah
Data Limbah Masuk
0
Sistem Pelaporan dan
Monitoring Limbah B3
Informasi Data Limbah
Data Kategori
Staf K3L Kantor Sektor

Informasi Data Limbah Masuk


Informasi Data Kategori
Informasi Data Neraca Limbah Data Sifat

2. Analisis sistem yang diusulkan


Informasi Data Pengangkut Informasi Data Sifat
Data Unit
Informasi Data Unit

Tahap analisis sistem yang diusulkan Informasi Data Limbah Masuk


Informasi Data Limbah Keluar

menggambarkan proses berjalannya sistem


Informasi Data Neraca Limbah

pelaporan dan monitoring data limbah B3


Gambar 3. DFD level 0
yang diusulkan untuk mengatasi masalah
pelaporan dan monitoring data limbah B3
yang terjadi. Analisis sistem yang diusulkan
digambarkan dengan menggunakan
mapping chart. Mapping chart sistem yang
diusulkan disajikan pada Gambar 2.
Mapping Chart Baru

Sistem Pelaporan dan Monitoring


Staf K3L Sektor Staf LK2 Unit
Limbah B3

Pada saat ingin Pada saat ingin


mengolah data mengolah data
Start master dan limbah B3 di
monitoring Unit
limbah B3 yang Database
ada di Unit aplikasi
pelaporan dan
Login monitoring Login
limbah B3

N N
Valid Valid

Y Y

Halaman
Halaman
utama
utama admin
operator

Input Data
Melakukan N
Input Data Limbah B3 yang
monitoring ? di Unit
Master

Y
Tampil data
Tampil data limbah B3 yang
master dan data ada di unit
limbah B3 yang
ada unit

Laporan data
Cetak laporan
limbah B3 yang
data limbah B3
ada di unit
yang ada di unit

End
Phase

Gambar 2. Mapping chart sistem yang disusulkan

B. User Design
1. Rancangan alur data aplikasi dalam
bentuk Data Flow Diagram (DFD)


192
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

Informasi Data Sub Limbah


Sub_Limbah
9.1 Tb_Unit
Data Sub Limbah Data Unit Data Unit
Pengolahan
1 Tabel_sub_limbah Data Unit
Staf K3L Pengolahan Data Unit
Kantor Sub Limbah
Tabel_sub_limbah
Sektor Informasi Data Sub Limbah Informasi Data Unit
Informasi Data Limbah
Tabel_limbah
Limbah Tb_Limbah
Data Limbah 9.2
Tabel_limbah Staf K3L Pengolahan Data Limbah
Data Limbah 2
Pengolahan Tabel_limbah Kantor Sektor Informasi Data Limbah Data Limbah
Data Limbah
Informasi Data Limbah Tabel_sifat Data Limbah

Tabel_kategori Tb_Pengangkut
Informasi Data Kategori Kategori Data Pengangkut
9.3
Informasi Pengangkut Pengolahan Data Pengangkut
Data Limbah 3 Tabel_kategori Data
Pengolahan Pengangkut
Data Kategori Tabel_kategori Data Pengangkut

Informasi Data Sifat Sifat Staf LK2 Unit Data Limbah Keluar Data Unit
Pembangkit
Data Sifat 4 Tabel_sifat
Pengolahan 9.3 Tb_Keluar
Data Sifat Tabel_sifat
Informasi Data Limbah Keluar Pengolahan Data Limbah Keluar
Informasi Data Unit
Data Limbah
Unit Keluar Data Limbah Keluar
5 Tabel_unit
Data Unit
Pengolahan
Data Unit Tabel_unit Gambar 6. DFD level 2 Pengolahan Data Limbah
Informasi Data User
User Keluar
6
Data User Pengolahan Tabel_user
Data User Tabel_user

Tabel_unit
Informasi Data Limbah Masuk
Tabel_sub_limbah 2. Rancangan database dalam bentuk
Staf LK2 Unit
Pembangkit Informasi Data Limbah Masuk
7
Pengolahan Tabel_masuk
Masuk
Entity Relationship Diagram (ERD)
ERD menggambarkan hubungan antar
Data Limbah
Data Limbah Masuk
Masuk Tabel_masuk

Informasi Data Sumber


Tabel_sumber
Sumber entitas yang ada pada rancangan sistem
Informasi Data Sumber

Data Sumber 8
Pengolahan
Tabel_sumber
aplikasi pelaporan dan monitoring data
Data Sumber Tabel_sumber

Tabel_unit
limbah B3. Dalam menggambarkan ERD
Informasi Data Limbah Keluar
Tabel_limbah
perancang basis data harus mendefinisikan
3 hal terlebih dahulu yaitu entitas, atribut,
Keluar
9
Data Limbah Keluar Pengolahan Tabel_keluar
Data Limbah

dan relasi [10]. Rancangan ERD disajikan


Informasi Data Limbah Masuk Tabel_keluar
Keluar

Tabel_pengangkut
Informasi Data Pengangkut
Informasi Data Pengangkut
Pengangkut
pada Gambar 7.
Tabel_pengangkut
10
Data Pengangkut Pengolahan Tabel_pengangkut id (PK)
Data id_pengangkut (FK)

Pengangkut username
id_limbah (FK) tanggal

Informasi Data Neraca Limbah password


id_kategori (FK)

id_unit (FK) jumlah


user id_sifat (FK) kode

11 Tabel_keluar nama id (PK) unit


id (PK) no_dokumen

Informasi Data Neraca Limbah Pengolahan Tabel_masuk


N id (PK) limbah

level
1 1 N N N 1
Data Neraca Memiliki unit Memiliki keluar Memiliki
1
limbah Memiliki kategori
Limbah id_unit (FK)

N
1 1 1
id (PK) id (PK) kategori masa_berlaku_hari
1
id (PK) Memiliki Memiliki pengangkut
Memiliki Memiliki
pengangkut

Gambar 4. DFD level 1


id_unit (FK)
N N
N 1 id (PK)
id_sub_limbah (FK) sifat
masuk Memiliki sub_limbah

sifat
id_sumber (FK)
N

tanggal Memiliki id (PK) Id_limbah (FK) sub_limbah

1 id (PK)
jumlah

7.1 Tb_Unit sumber

Data Unit Data Unit


sumber

Pengolahan
Data Unit
Data Unit Gambar 7. Rancangan ERD
Informasi Data Unit
Tb_Sub_Limbah
Data Sub Limbah
7.2
Pengolahan Data Sub Limbah
3. Rancangan interface
Staf K3L
Data Sub
Kantor Sektor Informasi Data Sub Limbah
Limbah
Data Sub Limbah Rancangan interface dibuat
Data Sumber Tb_Sumber
berdasarkan dua level, yakni admin dan
Informasi Sumber
7.3
Pengolahan Data Sumber operator. Pada menu level admin dirancang
Data Sumber
Data Sumber tampilan untuk mengelola data master
Staf LK2 Unit
Pembangkit
Data Limbah Masuk Data Unit
limbah, kategori, sifat, sumber, pengangkut,
7.3
Pengolahan
Tb_Masuk
unit dan user. Sedangkan, pada menu level
Informasi Data Limbah Masuk Data Limbah Masuk
Data Limbah
Masuk Data Limbah Masuk
operator dirancang tampilan untuk
mengelola data limbah yang masuk dan
data limbah yang keluar dari unit
Gambar 5. DFD level 2 Pengolahan Data Limbah
pembangkit.
Masuk
C. Construction


193
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

Pada tahap ini dilakukan pengkodean Gambar 10. Tampilan laporan data limbah B3 yang
menggunakan framework CodeIgniter dan masuk
bahasa pemrograman PHP, HTML, SQL
dan JavaScript sehingga rancangan
database dan rancangan interface dapat
terhubung berdasarkan rancangan sistem
yang telah dibuat.
Tampilan halaman utama aplikasi dapat
menampilkan grafik jumlah limbah B3
yang masuk, limbah B3 yang keluar, dan
limbah B3 yang ada di TPS yang dapat Gambar 11. Tampilan halaman menu data limbah
dicari berdasarkan tahun dan setiap unit B3 yang keluar
pembangkit sehingga data limbah B3 dapat
terpantau.

Gambar 12. Tampilan laporan data limbah B3 yang


keluar

Gambar 8. Tampilan halaman utama aplikasi Tampilan halaman menu data rekap
limbah berfungsi sebagai warning sistem
Tampilan halaman menu data limbah terhadap data limbah B3 yang hampir
masuk dan limbah keluar dapat dicari melebihi masa penyimpanan maksimal
berdasarkan triwulan dan tahun limbah yang ditandai dengan warna jingga dan data
yang masuk dan keluar dari semua unit limbah yang telah melebihi masa
maupun setiap unit pembangkit. Data penyimpanan maksimal yang ditandai
limbah masuk dan data limbah keluar juga dengan warna merah, dengan begitu
dapat langsung di export menjadi laporan pengolaan data limbah B3 dapat di
dalam bentuk file Ms. Excel berdasarkan monitoring.
laporan triwulan yang diinginkan.

Gambar 13. Tampilan halaman menu data rekap


Gambar 9. Tampilan halaman menu data limbah B3 limbah
yang masuk
D. Cutover
Tahap pengujian menggunakan black
box testing dilakukan untuk mengetahui
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada
sistem yang kemudian akan diperbaiki,
hingga menghasilkan aplikasi yang sesuai
keinginan dan dapat digunakan oleh calon
pengguna aplikasi. Hal-hal yang diuji

194
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

dalam aplikasi pelaporan dan monitoring


data limbah B3 ini yaitu:
1. Kesalahan-kesalahan pada tampilan
Rancang bangun aplikasi pelaporan dan
monitoring data limbah B3 ini telah
dilakukan pengujian dan kesalahan-
kesalahan pada beberapa tampilan sudah
diperbaiki dan disesuaikan dengan
sebagaimana mestinya. Berikut contoh Gambar 17. Hasil perbaikan kesalahan pada fungsi
kesalahan dan hasil perbaikan pada
tampilan disajikan pada Gambar 14 dan 3. Akses database
Gambar 15. Pengujian akses ke database aplikasi
pelaporan dan monitoring data limbah B3
sudah dilakukan dan tidak ditemukan
masalah saat menjalankannya.

IV. KESIMPULAN
Kegiatan pembuatan aplikasi pelaporan
dan monitoring data limbah B3 dihasilkan
Gambar 14. Kesalahan pada Tampilan sebuah aplikasi berbasis website yang
memiliki manfaat yaitu membantu staf K3L
kantor sektor dan staf LK2 unit pembangkit
dalam melakukan proses pelaporan dan
monitoring data limbah B3 yang ada pada
tempat penyimpanan sementara di unit
pembangkit. Pengembangan aplikasi yang
perlu dilakukan adalah dengan penambahan
Gambar 15. Hasil perbaikan kesalahan pada
fitur notifikasi email untuk mengingatkan
tampilan terkait limbah B3 yang hampir dan
melebihi masa penyimpanan maksimal
serta dapat menampilkan data estimasi
2. Fungsi-fungsi aplikasi
biaya pengolahan limbah B3 yang harus
Pengujian pada fungsi-fungsi utama dikeluarkan oleh perusahaan.
pada aplikasi pelaporan dan monitoring
data limbah B3 sudah dilakukan, fungsi REFERENSI
yang terdapat kesalahan selama pengujian
sudah diperbaiki dan berfungsi dengan baik [1] Indonesia, R. 2014. Peraturan
dan sesuai. Berikut contoh kesalahan dan Pemerintah Republik Indonesia
hasil perbaikan pada fungsi disajikan pada Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Gambar 16 dan Gambar 17. Limbah Berbahaya dan Beracun. 1-
233.
[2] R Sulistyani, Dyah. 2013. Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Buletin LIMBAH Vol. 11
No. 1.
[3] Nugroho, S. S. 2013. Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Jurnal Sosial, 60-70.
Gambar 16. Kesalahan pada fungsi


195
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866

[4] Kusmiati, H., dan Ansori, M. 2015. dengan CodeIgniter. Jakarta: Elex
Penerapan Rapid Application Media Komputindo.
Development Pada Aplikasi [8] Fatta, H. A. 2007. Analisis dan
Pencabutan Layanan Reguler Smart Perancangan Sistem Informasi untuk
PT. PLN (Persero). STMIK Pontianak Keunggulan Bersaing Perusahaan dan
Online Jurnal, 107-118. Organisasi Modern. Yogyakarta:
[5] Wicaksono, S.R. 2017. Rekayasa Penerbit Andi.
Perangkat Lunak. Malang: Seribu [9] Yakub. 2012. Pengantar Sistem
Bintang. Informasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[6] Tilley, S., dan Rosenblatt, H. 2017. [10] Kementerian Pendidikan, K.I. 2018.
System Analysis and Design. Buku Kelas 11 SMK - Basis Data 1.
Amerika: Cengage Learning. Kementerian Pendidikan dan
[7] Komputer, W. 2014. Mudah Kebudayaan Indonesia: Jakarta.
Membuat Aplikasi SMS Gateway


196
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah


Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare
Jalan Ahmad Yani KM.6 Pare-Pare Sulawesi Selatan
Email: hettienrekang@gmail.com

Abstrak : Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan desain post test only
control group design. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifikas ekstrak morinda
citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
sebelum dan setelah perlakuan penambahan ekstrak morinda citrifolia dengan berbagai
konsentrasi yaitu 30%, 50%, dan 70%, dimana dilakukan tiga kali percobaan. Berdasarkan hasil
yang didapatkan dalam penelitian ini terdapat kuman pada limbah infeksius (kain kasa) B3
sebelum perlakuan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius B3 Tidak Bisa Untuk Dihitung
(TBUD) dan setelah perlakuan sterilisasi penambahan ekstrak morinda citrifolia terjadi daya
hambat terhadap koloni bakteri dengan tiga kali percobaan. Perlakuan penambahan konsentrasi
30% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat koloni bakteri yang diperoleh
sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat
koloni bakteri yang diperoleh sebanyak 0,08 mm, sedangkan pada konsentrasi 70% ekstrak
morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat koloni bakteri yang diperoleh sebanyak 0,58 mm.
Dosis konsentrasi ekstrak morinda citrifolia dalam penelitian ini adalah semakin banyak jumlah
konsentrasi yang ditambahkan maka semakin besar daya hambat yang diberikan.

Kata Kunci: Limbah Infeksius B3, Ekstrak Morinda Citrifolia

Abstract : The research is a quasi experimental design with the design of a post test only control
group design . The purpose of this study was to determine the effectiveness of morinda
citrifolia extract in sterilizing B3 infectious waste in Kabere Health Center in Enrekang Regency
before and after the treatment of adding morinda citrifolia extract with various concentrations of
30%, 50%, and 70%, where three trials were conducted. Based on the results obtained in this
study, there were germs on infectious waste (gauze) B3 before the treatment of the number of
bacterial colonies in B3 infectious waste could not be counted (TBUD) and after the sterilization
treatment the addition of morinda citrifolia extract occurred inhibition of bacterial colonies with
three times trial. The treatment of the addition of 30% concentration of morinda
citrifolia extract the average amount of inhibition of bacterial colonies obtained was 0.1 mm, at a
concentration of 50% of morinda citrifolia extract the average amount of inhibition of bacterial
colonies obtained was 0.08 mm, whereas at a concentration of 70% morinda citrifolia extract the
average amount of inhibition of bacterial colonies obtained was 0.58 mm. The concentration
dose of morinda citrifolia extract in this study was the more the amount of concentration added,
the greater the inhibitory power given.

Keywords: B3 Infection Waste, Morinda Citrifolia Extract

55
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

Pendahuluan

Fungsi Puskesmas dari dulu sampai sekarang adalah sebagai unit pelayanan
kesehatan primer di masyarakat, karena Puskesmas langsung bersentuhan dengan
masyarakat khususnya masyarakat desa atau masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Jenis pelayanan itu menangani langsung kepada pasien atau hal ini juga membuka wacana
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan. Namun aktivitas pusat
layanan kesehatan kadang memunculkan persoalan baru. Terkadang Puskesmas kurang
tertib dalam penanganan limbah medis contohnya alat habis pakai (bekas kain kasa,
kapas, jarum suntik dan botol infus). Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak Puskesmas
dan klinik-klinik swasta yang menyediakan layanan rawat inap dan tentu saja limbah
medis yang dihasilkan juga bertambah. Padahal limbah medis sangatlah berbahaya karena
mengandung berbagai macam jenis penyakit dan racun. Limbah medis ini bila tidak
ditangani secara baik dan benar maka fungsi atau peran dari puskesmas atau klinik
kesehatan sebagai pembawa kehidupan sehat bagi masyarakat justru akan terbalik.
Bertambahnya jumlah pengunjung pada fasilitas kesehatan berdampak pada
bertambahnya jumlah sampah medis yang dihasilkan. Sampah-sampah medis tersebut
memiliki risiko pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat khususnya paparan ke
tenaga kesehatan, petugas pengelola sampah, pasien dan keluarganya.
Dampak sampah medis bagi kesehatan masyarakat terjadi pada setiap tahapan
pengelolaan sampah mulai dari tahapan pengumpulan, pengolahan dan sampai pada
pembuangan akhir. Dampak langsung sampah medis terhadap kesehatan terjadi karena
terpapar dengan sampah yang infeksius, asap pembakaran sampah dan bau yang
ditimbulkan.
Buah mengkudu mengadung suatu bahan yaitu acubin asperuloside, alazarin dan
antrakuinon yang mampu melawan bakteri, diantaranya escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Pseudomonasaeruginosa. Selain itu bahan tersebut juga dapat menghambat
perkembangan bakteri yang mematikan seprti Salmonell dan Shigella, dikarenakan
esktrak dari daun dan buah mengkudu mengandung senyawa scolopetin, antrakuinon,
acurbin, lizarin dan senyawa antibakteri lainnya yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aures dan E. coli.

56
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

Sehubungan dengan limbah infeksius di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang


yang dihasilkan dari bagian pelayanan pada Unit Gawat Darurat (UDG) dan Ruang
Persalinan yang mengsilkan limbah infeksius B3 seperti perban bekas, kain kasa atau kain
sesekali pakai yang tercemar dengan darah atau cairan tubuh masih belum dilakukan
pengelolaan dengan baik dengan tidak melakukan pemilahan sampah sebelum disimpan
ke Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) serta tidak membersihkan limbah dengan
menggunakan desinfektan atau pembersih limbah infeksius B3 lainnya, petugas
pelayannan hanya melakukan pengumpulan sampah kemudian disimpan pada tempat
penyimpanan sementara (TPS) sampai beberapa bulan, jumlah limbah medis yang
dihasilkan setiap harinya ± 0,8 kg / hari.
Puskesmas Kabere belum melakukan pengolahan sampah dikarenakan puskesmas
belum memiliki insenerator akan tetapi Puskesmas Kabere bekerja sama dengan pihak
ketiga yaitu PT. Mitra Hijau Asia, pihak ketiga inilah yang akan mengangkut dan
melakukan pengolahan sampah medis yang di hasilkan Puskesmas Kabere..
Berdasarkan dari permasalahan tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental yaitu kegiatan ekperimen


untuk melihat pengaruh yang timbul sebagai akibat adanya perlakuan dengan
mengakibatkan beberapa faktor pengganggu, dengan rancangan yang digunakan adalah
pretest (pengujian kadar kapur (CaCO3) sebelum perlakuan) dan postest (pengujian kadar
kapur (CaCO3) setelah perlakuan).
Pengolahan data berupa data primer dilakukan dengan mencatat jumlah sampel yang
netralisir akibat ekstrak buah mengkudu (morinda citrifolia) selama penelitian. Data yang
terkumpul dalam penelitian kemudian diolah manual dengan menggunakan perangkat
komputer.

57
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

Hasil Penelitian Dan Pembahasan


Penelitian mengenai Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi
Limbah Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang dilaksanakan pada
tanggal 29 Juli 2019. Pengambilan sampel limbah infeksius (kain kasa) B3 langsung
diambil di Puskesmas Kabere pada ruang Unit Gawat Darurat (UGD) yaitu limbah
infeksius (kain kasa) B3 perban bekas luka. Sampel limbah infeksius (kain kasa) B3
diambil sebelum dibuang ke tempat sampah tujuannya untuk mengetahui jumlah bakteri
yang terdapat pada perban tersebut. Pengamatan bateri dilakukan di Laboratorium
STIKES Muhammadiyah Sidrap.
Konsentrasi ekstrak morinda citrifolia pada penelitian memiliki tingkatan
diantaranya 30%, 50% dan 70% untuk melihat perbedaan dalam mensterilisasi limbah
infeksius (kain kasa) B3 dari koloni bakteri yang terkandung di dalamnya. Setelah
pengambilan sampel dilakukan prepasi sampel dan isolasi bakteri pada sampel di
Laboratorium STIKES Muhammadiyah Sidrap untuk mengetahui kandungan bakteri yang
terdapat pada perban / sampel dalam waktu 2 kali 24 jam. Kemudian dilakukan
pembuatan ekstraksi morinda citrifolia. Hasil pengukuran limbah infeksius (kain kasa)
B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang dilakukan pengukuran bakteri sebelum dan
sesudah perlakuan penambahan ekstrak morinda citrifolia. Hasil pengukuran adalah hasil-
hasil yang diperoleh dari percoban yang dilakukan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Data hasil pengamatan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Jumlah
Cawan Koloni CFU / ml
Bakteri
10 -1 TBUD
10 -2 52 52 x 10 -2
-3
10 TBUD
10 -4 50 50 x 10 -4
10 -5 75 75 x 10 -5
-6
10 45 45 x 10 -6
-7
10 TBUD
10 -8 TBUD
-9
10 45 45 x 10 -9
Sumber: Data Primer

58
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

Berdasarkan data tabel 1. hasil uji pengamatan jumlah koloni bakteri pada limbah
infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang, hasil pengukuran
koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 dengan menggunkan 9 cawan untuk
melihat perbedaan jumlah bakteri pada tiap-tiap cawan. Koloni bakteri adalah
sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang mengelompok menjadi satu dan
membentuk satu kumpulan. Pada cawan 10-1, 10-3, 10-7, 10-8 terdapat jumlah koloni Tidak
Bisa Untuk Dihitung (TBUD CFU/ml) atau melebihi batas maksimum pengukuran, pada
cawan 10-2 jumlah koloni bakteri sebanyak 52 CFU/ml, cawan 10 -4 jumlah koloni
sebanyak 50 CFU/ml, cawan10-5 jumlah koloni bakteri sebanyak 75 CFU/ml, cawan 10 -6
jumlah koloni bakteri sebanyak 45 CFU/ml dan cawan 10 -9 jumlah koloni bakteri
sebanyak 45 CFU/ml. Pada 9 cawan di bagi menjadi 3 percobaan, setiap
percobaan terdapat 3 kode cawan di dalamnya.
Untuk menghitung efektifitas ekstrak morinda citrifolia sebagai daya hambat koloni
bakteri untuk mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten Enrekang dengan malakukan 3 kali percobaan, tiap-tiap percobaan
penambahan konsentrasi yang sama ekstrak morinda citrifolia sebanyak 30%, 50% dan
70%, percobaan pertama dengan kode cawan 10-1, 10-2 dan 10-3 dapat dilihat pada data
tabel 2.
Tabel 2. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan pertama
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Konsentrasi
Cawan Bakteri Limbah Infeksius (kain
kasa) B3 (CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -1 TBUD 0,1 0,1 0,1
10 -2 52 0,1 - 0,3
10 -3 TBUD 0,1 0,1 0,1
Rata-rata - 0,1 0,06 0,16
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data tabel 2 hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 sebelum penambahan ekstrak morinda citrifolia cawan kontrol sebelum
perlakuan jumlah koloni bakteri tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) dan setelah
perlakuan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 masih tetap tidak
bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml). Cawan 10 -1 jumlah koloni bakteri sebelum
perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml, setelah perlakuan penambahan

59
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1
mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada
konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm. Cawan 10 -2 jumlah
bakteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 52 CFU/ml, setelah perlakuan penambahan
ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambah yang diperoleh sebanyak 0,1
mm, pada konsentrasi 50% tidak diperoleh hasil daya hambat, pada konsentasi 70%
daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Untuk cawan 10-3 jumlah bakteri koloni
sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml), setelah perlakuan
penambahan ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% tidak diperoleh hasil daya
hambat koloni bakteri tetap atau tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml), pada
konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 70%
daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm.

Tabel 3. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan kedua
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Bakteri Konsentrasi
Cawan Limbah Infeksius (kain kasa) B3
(CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -4 50 0,1 0,1 05
10 -5 75 - 0,1 0,3
10 -6 45 0,1 0,3 0,9
Rata-rata - 0,06 0,1 0,5
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data tabel 3. hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 sebelum penambahan ektrak morinda citrifolia cawan kontrol jumlah
koloni tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) sebelum dan setelah perlakuan jumlah
koloni bakteri pada limbah infeksius B3 masih tetap tidak bisa untuk dihitung (TBUD
CFU/ml). Cawan 10-4 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan sebanyak 50 CFU/ml,
setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat
yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh
sebanyak 0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,5 mm.
Cawan 10-5 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan sebanyak 75 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% tidak diperoleh daya
hambat koloni bakteri, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1

60
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Sedangkan
cawan 10-6 jumlah bakrteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 45 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,3 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,9 mm.

Tabel 4. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan ketiga
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Bakteri Konsentrasi
Cawan Limbah Infeksius (kain kasa) B3
(CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -7 TBUD 0,1 0,1 01
10 -8 TBUD - 0,1 0,3
10 -9 45 0,1 0,3 0,7
Rata-rata - 0,06 0,1 1,1
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data tabel 4. hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
B3 sebelum penambahan ektrak morinda citrifolia cawan kontrol jumlah koloni tidak
bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) sebelum dan setelah perlakuan jumlah koloni
bakteri pada limbah infeksius B3 masih tetap tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml).
Cawan 10-7 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD
CFU/ml), setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya
hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,1 mm. Cawan 10-8 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung
(TBUD CFU/ml), setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi
30% tidak diperoleh daya hambat koloni bakteri jumlah koloni tetap tidak bisa untuk
dihitung (TBUD CFU/ml), pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Sedangkan
cawan 10-9 jumlah bakrteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 45 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,3 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,7 mm.

61
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

Berdasarkan data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam sterilisasi
limbah (kain kasa) B3, ekstrak morinda citrifolia ini digunakan sebagai daya hambat
terhadap koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten Enrekang rata rata setelah tiga kali percobaan dapat dilihat pada data tabel 5.

Tabel 5. Rata-Rata Data Hasil Daya Hambat Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi
Limbah Infeksius (kain kasa) B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang Pada Tiap-Tiap
Konsentrasi Dalam Tiga Kali Percobaan
Konsentrasi
Percobaan
30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol - - -
1 0,1 0,06 0,16
2 0,06 0,1 0,5
3 0,06 0,1 1,1
Jumlah 0,22 0,26 1,76
Rata-rata (mm) 0,1 0,08 0,58
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data tabel 5. rata-rata data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia
dalam mensterilisasi limbah infeksius B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
pada tiap-tiap konsentrasi dalam tiga kali percobaan. Tanpa perlakuan (kontrol) jumlah
koloni bakteri tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml). Setelah perlakuan penambahan
konsentrasi 30% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat yang diperoleh
dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius B3 sebanyak 0,1 mm, pada
konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat yang diperoleh
dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius B3 sebanyak 0,08 mm,
sedangkan pada konsentrasi 70% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat
yang diperoleh dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3
sebanyak 0,58 mm.

0.6
0.4 Konsentrasi
0.2 30% -
0
50% -
10¯²

rata-rata
10¯³
10¯⁵
10¯¹

70% -

Sumber: Data Primer

62
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

Gambar 1. Grafik pengaruh ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah


infeksius B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada konsentrasi
30%, 50% dan 70 % dalam 10 gr limbah infeksius (kain kasa) B3.

Berdasarkan data gambar 1. setelah perlakuan dengan tiga kali percobaan dengan
menambahkan berbagai macam konsentrasi ekstrak morinda citrifolia yaitu 30%, 50%
dan 70 %, hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah konsentrasi ekstrak
morinda citrifolia yang digunakan untuk mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3
maka semakin besar daya hambat yang diperoleh, dimana konsentrasi yang paling besar
daya habat terhadap koloni bakteri ialah konsentrasi 70 ml ekstrak morinda citrifolia.
Pemanafaatan ekstrak morinda citrifolia untuk menterisasi limbah infeksius (kain
kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang dalam penelitian ini terbukti
berhasil. Untuk memperoleh hasil koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius B3
maka dilakukan pengenceran. Berdasarkan data tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah
koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten enrekang setelah dilakukan uji isolasi bakteri maka dapat dilihat jumlah koloni
bateri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 tiap-tiap cawan terdapat ada beberapa
perbedaan diantaranya 4 cawan yaitu cawan 10-1, cawan 10-3, cawan 10-7 dan cawan 10-8
yang memiliki angka koloni bakteri yang tinggi atau Tidak Bisa Untuk Dihitung (TBUD)
melebihi batas pengukuran angkan kuman, dan ada beberapa cawan yang memiliki
jumlah koloni yang dapat dihitung dengan angka koloni bakteri di dalamnya yaitu cawan
10-2 sebanyak 52 CFU/ml, cawan 10-4 sebanyak 50 CFU/ml, cawan 10-5 sebanyak 75
CFU/ml, cawan 10-6 sebanyak 45 CFU/ml dan cawan 10-10 sebanyak 45 CFU/ml. Prepasi
sampel dan isolasi bakteri dalam penelitian ini guna untuk melakukan pengamatan untuk
memperoleh jumlah koloni bakteri yang terdapat pada sampel limbah medis infeksius
(kain kasa) B3 bekas luka. Untuk mengetahui jumlah atau menghitung koloni bakteri
limbah infeksius (kain kasa) B3 dengan menggunakan metode Standar Plate Count
(SPC).
Untuk mengetahui apakah ekstrak morinda citrifolia dapat mensterilisasi limbah
Infeksius B3dalam penelitian ini dengan dilakukan isolasi bakteri koloni untuk
mendapatkan jenis bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 yang
dijadikan sebagai sampel. Setelah melakukan isolasi koloni bakteri jenis koloni bateri

63
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

yang diperoleh yaitu bakteri Staphilococcus aereus dan Escherichia coli. untuk
mensterilisasi koloni bateri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 maka
dilakukan perlakuan daya hambat ekstrak morinda citrifolia terhadap koloni baketeri
dengan perlakuan konsentrasi 30%, 50% dan 70 % dalam 10 gr limbah infeksius (kain
kasa) B3, untuk sampel infeksius (kain kasa) B3 dilakukan pengenceran dengan
penambahan NaCl sebayak 0,9 dilarutkan kedalam 100 ml aquadest.
Pada data tabel 5 dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan sterilisasi limbah
infeksius B3 pada konsentrasi 30 ml ekstrak morinda citrifolia yang dapat menjadi daya
hambat koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 sebanyak 0,1 mm konsentrasi
ini sudah membuktikan bahwa ekstrak morinda citrifolia dapat menurunkan bakteri
ataupun kuman pada limbah infeksius (kain kasa) B3, pada konsentasi 50 ml ekstrak
morinda citrifolia dapat menjadi daya hambat koloni bakteri pada limbah infeksius (kain
kasa) B3 sebanyak 0,08 mm. Pada konsentrasi 70 % ekstrak morinda citrifolia dapat
menjadi daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,58 pada konsentrasi ini memiliki daya
hambat paling besar diantara konsentrasi lainnya. Hal ini membuktikah bahwa ekstrak
morinda citrifolia dalam penelitian ini dapat mensterilisai limbah infeksius (kain kasa)
B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan
jumlah koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas
Kabere Kabupaten Enrekang dengan berbagai konsentrasi 30%, 50% dan 70 %
ditunjukkan pada tabel 5.
Pada penelitian ini penambahan konsentrasi 30% ekstrak morinda citrifolia efektif
digunakan sebagai daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,1 mm, sedangkan pada
penambahan konsentrasi 70% ekstrak morinda citrifolia juga efektif digunakan sebagai
daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,58 mm akan tetapi belum sepenunya mensterilkan
limbah infeksius B3 dengan jumlah koloni bakteri yang cukup tinggi atau tidak bisa untuk
dihitung (TBUD CFU/ml). Pada konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia memperoleh
daya hambat lebih sedikit dibandingkan konsentrasi 30% dan 70%. Konsentrasi 50% daya
hambat jumlah koloni bakteri lebih kecil dibanding dengan konstrasi 30% hal ini
dikarenakan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi 50% lebih banyak. Jika perbandingan
ini akan digunakan oleh petugas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kabere Kabupaten
Enrekang untuk efetifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius

64
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66

(kain kasa) B3 maka perlu dilakukan pengukuran penambahan konsentrasi yang lebih
banyak agar lebih efektif dalam mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3, jumlah
konsentrasi yang digunakan harus melebihi dari konsentrasi percobaan yang dilakukan
dalam penelitian ini.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ekstrak morinda citrifolia yang efektif mensterilkan limbah ifeksius
(kain kasa) B3 adalah konsentrasi 70% dengan jumlah koloni yang dihambat sebanyak
0,58 mm, sehingga semakin banyak jumlah konsentrasi yang diberikan maka jumlah daya
hambat semakin besar. Kemasan produk ekstrak morinda citrifolia yang dibuat adalah
konsentrasi 70% untuk menstrerilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas
Kabere Kabupaten Enrekang.

Daftar Pustaka

Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Amrianto, dkk. 2017. Formulasi Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) dalam
Bentuk Sediaan Transdermal Liposome Cream. Prosiding Seminar Nasional
Biology for Life. ISBN: 978-602-72245-2-0

Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Djauhariya Endjo. 2006. Karakterisasi Morfologi dan Mutu Buah Mengkudu. Buletin
Plasma Nutfah Vol.12 No.1 thn 2016.

Februncya Lylyan. 2006. Skipsi Daya Antibakterial Perasan Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia) Terhadap Escherichia Coli Secara In Vitro. Surabaya

Fikri Kamalia. 2015. Potensi Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) Sebagai Anti
Radang Pada Luka Gores Mencit Jantan (Morinda Citrifolia L. Fruit Potency
As Anti Inflamatory In Male Mice Scratch). Volume17, Nomor 1, Juni 2015, hlm.
14 – 19.

Jais Ahmad. 2009. Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit. https://uwityangyoyo.


wordpress.com/2009/10/19/pengelolaan-limbah-medis-rumah-sakit/
Lambatobing Utari U. 2017. Gambaran Perilaku Petugas Rumah Sakit Terhadap Sistem
Pengelolaan Sampah Medis Di Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten

65
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang

Hetti¹, Rahmi Amir²


Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare

Tapanuli Tengah Tahun 2017. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Sumatera Utara.

Leonita Emy dan Yulianto Beny. 2014. Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas
Se-Kota Pekanbaru The Medical Waste Management in Health Centers as the City
of Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 4, Mei 2014.

Murdiatt T.B dkk. 2000. Penulusuran Senyawa Aktif Dari Buah Mengkudu (Morlnda
Citrlfolia) Dengan Aktivitas Antelmintik Terhadap Haemonchus Contortus. Jurnal
Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (4): 255-259.

Ngambut Karolus. 2017. Management of Medical Waste Puskesmas in Kupang Regency,


East Nusa Tenggara Province, Indonesia. Jurnal Info Kesehatan. Vol 15, No.2,
Desember 2017, pp. 417-427.

Nursamsi. 2017. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas Di Kabupaten


Siak. Dinamika Lingkungan Indonesia, Juli 2017, p 86-98. Volume 4, Nomor 2.

Puspitasari Galuh, dkk. 2016. Uji Daya Antibakteri Perasan Buah Mengkudu Matang
(Morinda Citrifolia) Terhadap Bakteri Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus
(Mrsa) M.2036.T Secara In Vitro. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.

Saleh Hidayatullah. 2014. Pengelolaan Sampah Dan Limbah Medis Di Majapahit.


Wocare Clinic Poltekkes Majapahit Mojokerto.

Sarida Munti dkk. 2010. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio harveyi Secara In vitro.Jurnal Penelitian
Sains. Volume 13 Nomer 3(D) 13312.

Utami Nadia. 2017. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Pada Klinik/Praktek
Dokter Di Kota Makassar. Jurnal.

Wulandari Suci dan Rukmini. 2015. Ketersediaan Dan Kelayakan Penanganan


Limbah Puskesmas Berdasarkan Topografi Dan Geografi Di Indonesia. Penelitian
Sistem Kesehatan. Vol.19 No. 1 Januari 2016: 33-39

66
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS RUMAH SAKIT ATAU LIMBAH
B3 (BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA) DI SUMATERA BARAT
Oleh :
Farida Aini
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Padang
email : Faridaaini8899@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran pelaksanaan pengelolaan sampah Medis/
Limbah B3 serta membandingkan dengan Implementasi Hukum terhadap Pengelolaan sampah Medis/ Limbah
B3 Rumah Sakit di Sumatera Barat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Hasil Penelitian
menjelaskan bahwa kegiatan Rumah Sakit yang menghasilkan limbah medis dan non medis. Selanjutnya
limbah medis padat adalah Limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, Limbah Patologi, Limbah benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radio aktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. sedangkan limbah Bahan Bahan Beracun dan Berbahaya (
Limbah B3)adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Hal
ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melansir
kesadaran rumah sakit dalam mengelola limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) masih rendah. Artinya
rumah sakit tersebut belum menerapkan pengelolaan lingkungan sesuai peraturan perundang- undangan berlaku.
Di samping itu, akibat kepedulian atau komitmen pimpinan rumah sakit dan fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
masih kurang, pemahaman petugas fasilitas Pelayanan Kesehatan yang juga masih minim serta kasus hukum di
fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Kata kunci: Rumah Sakit, Pengelolaan Sampah medis/Limbah B3, Implementasi Hukum

I. PENDAHULUAN medis padat adalah Limbah padat yang terdiri dari


Dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 limbah infeksius, Limbah Patologi, Limbah benda
tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang kimiawi, limbah radio aktif, limbah kontainer
setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan berat yang tinggi. Limbah rumah sakit / limbah
kegiatan yang berupa pencegahan dan terinfeksi telah menjadi permasalahan lingkungan
pemberantasan penyakit, pencegahan dan hidup.
penanggulangan pencemaran, pemulihan Kementerian Lingkungan Hidup dan
kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan Kehutanan menyebutkan volume limbah medis
kepada masyarakat. Pelayanan Rumah Sakit yang berasal dari 2.813 rumah sakit di Indonesia
diselenggarakan dalam upaya menciptakan kondisi mencapai 242 ton per hari,( dirilis dari Pikiran
lingkungan Rumah Sakit yang bersih dan nyaman Rakyat, 11 juli 2018) "Dari jumlah tersebut rata-
dengan pelayanan yang baik, sesuai dengan rata tumpukan limbah 87 kilogram per hari, artinya
pengelolaan prasarana lingkungan rumah sakit. limbah yang belum dikelola masih cukup besar,"
Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kata Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan
kesehatannya, rumah sakit akan menghasilkan Limbah B3 dan Limbah Non B3 KLHK, Sinta
sejumlah Limbah/sampah yang cukup banyak Saptarina Soemiarno di Padang, Rabu, 11 Juli
setiap harinya, terutama sampah padat berupa 2018, seperti dilansir Kantor Berita Antara. Ia
Sampah Medis. menyampaikan hal tersebut dalam bimbingan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan teknis pengelolaan limbah B3( sumber :.
Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Kehutanan (KLHK) melansir kesadaran rumah
dimana pengertian Limbah Rumah Sakit adalah sakit dalam mengelola limbah B3 (bahan beracun
Semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan dan berbahaya) masih rendah. Berdasar program
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, penilaian peringkat kinerja perusahaan (Proper),
sedangkan limbah padat Rumah sakit adalah semau sekitar 48,92 persen dari 2.813 rumah sakit di
limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai Indonesia mendapatkan peringkat merah. Artinya
akibat kegiatan Rumah Sakit yang terdiri dari rumah sakit tersebut belum menerapkan
limbah medis padat dan non medis, Dan limbah pengelolaan lingkungan sesuai peraturan

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 13


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
perundang- undangan berlaku. Di samping itu, yang mengalami kasus dan permasalahan
akibat kepedulian atau komitmen pimpinan rumah sertaseringkali limbah Rumah Sakit dibuang bebas
sakit dan fayankes yang masih kurang, pemahaman secara serampangan tanpa perhitungan, dibakar tak
petugas fayankes yang juga masih minim serta terkendali, dan dikuburkan tidak bertanggung
kasus hukum di fayankes. “Sudah banyak rumah jawab, dan bahkan dibuang sembarangan tanpa
sakit dan fayankes yang tersangkut kasus hukum diolah terlebih dahulu, sehingga efek dari
karena kurangnya pengetahuan soal ini”( Padang pengelolaan yang tidak bertanggung jawab
Ekspres 12 Juli 2018). menyebabkan Pengelola internal Rumah Sakit atau
Di Sumatera Barat Dari 70 Rumah Sakit Pihak ketiga harus berhubungan/berurusan dengan
dan 268 puskesmas di Sumatera Barat tidak semua masalah Hukum.
rumah sakit/fasyankes mempunyai incenerator.
Adapun yang memiliki incenerator belum II. METODE PENELITIAN
mempunyai izin operasional incenerator dari Rancang bangun penelitian ini adalah
KLHK. Konsekuensinya RS /fasyankes tetap penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Populasi
membakar LB3 medis pada incenerator yg tidak penelitian adalah seluruh Rumah Sakit Yang
berizin dan sebagian bekerjasama dengan jasa terdapat di Sumatera Barat. Rumah Sakit sebagai
transporter (pihak ke 3) tetapi tidak dapat dilakukan Pengelola Internal sampah Medis/ Limbah B3 dan
setiap 2 x 24 jam terkait biaya dan volume LB3 Pihak Ketiga Sebagai Pengelola Eksternal sampah
medis, sehingga melewati batas waktu Medis/ Limbah B3. Lokasi penelitian adalah di
penyimpanan LB3. Asisten II Setda Provinsi Rumah Sakit yang ada di Sumatera Barat. Variabel
Sumatera Barat, Bpk. Syafruddin menekankan yang diteliti adalah: (1) Pengeloaan Internal
untuk melakukan koordinasi serta mencari sampah medis/ Limbah B3 Rumah Sakit (Pihak
pemecahan masalah terkait pengelolaan limbah B3 Rumah Sakit); (2) Pengelola Eksternal Pengangkut
medis dengan membahas langkah-langkah ( Pihak Ketiga ); (3) Implementasi Hukum terhadap
penanganan limbah B3 yang belum terakomodir Kasus Pengelolaan sampah medis/ Limbah B3
dan belum ada pemecahannya sampai saat ini. Dari Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan aturan dan
rapat tersebut disepakati Pemerintah Provinsi Perundang-undangan yang berlaku. Seluruh data
Sumatera Barat bersama-sama dengan Pemerintah yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif
Daerah agar berkoordinasi dalam mengatasi yang kemudian dievaluasi berdasarkan Keputusan
permasalahan pengelolaan LB3 medis sehubungan Menteri Kesehatan RI No.
dengan pengumpulan, pengangkutan dan 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
pengolahan limbah cair maupun limbah padat serta Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Peraturan
pengurusan izin operasional incinerator agar sesuai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
dengan peraturan yang berlaku. Selain itu P.56/Menlhk.Setjen/2015 tentang tata cara dan
direncanakan kedepan akan dibuat sebuah klaster persyaratan teknis pengelolaan Limbah Bahan
pengelolaan limbah B3 medis terpadu sebagai salah Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan
satu solusi dari pemasalahan tersebut.(Senin 2 Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 101
Oktober 2017, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Sumatera Barat mengadakan acara rapat Berbahaya dan Beracun, Peraturan Menteri
Pengelolaan LB3 Medis Fasilitas Pelayanan Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Fasyankes).acara rapat Pengelolaan Perizinan Pengelolaan Bahan berbahaya dan
LB3 Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Beracun.
(Fasyankes) bertempat di Auditorium Gubernur
Sumatera Barat Jl. Sudirman Padang. Acara ini III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dihadiri oleh lebih kurang 100 orang peserta yang Kegiatan rumah sakit menghasilkan
berasal dari Instansi Provinsi dan Kabupaten/Kota berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
terkait yang terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit
Dinas Kesehatan, Bappeda dan Rumah Sakit di adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan
Sumatera Barat. Acara ini berkenaan dengan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi
banyaknya kendala pengelolaan Limbah B3 Medis masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan
Fasyankes lainnya di Sumatera Barat yang saat ini yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-
tidak hanya menyebabkan permasalahan unsur yang terkait dengan penyelenggaraan
pencemaran lingkungan tetapi telah membuka kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk
peluang tindak pidana hukum. pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi, 2003) :
Limbah rumah sakit tidak hanya a. Pemrakarsa dan penanggung jawab rumah
berbahaya bagi lingkungan, orang lain namun juga sakit,
bagi tenaga medis dan pengelola limbah tersebut. b. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit,
Adanya Pengelolaan Sampah Medis Rumah Sakit c. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat
secara Internal dan Eksternal Rumah Sakit yang memberikan saran-saran, dan
berhubungan dengan Pihak Ketiga sebagai
Pengangkut dan pengelola lanjutanmasih banyak

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 14


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
d. Para pengusaha dan swasta yang dapat a. wajib memiliki Izin Lingkungan; dan
menyediakan sarana dan fasilitasyang b. harus mengajukan permohonan secara tertulis
diperlukan. kepada bupati/wali kota dan melampirkan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik persyaratan izin.
Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Tempat Penyimpanan Limbah B3
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6)
Beracun dalam Bab I Pasal 1 yang dimaksud huruf d harus memenuhi persyaratan:
dengan Bahan Berbahaya dan Beracun yang a. lokasi Penyimpanan Limbah B3;
selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai
dan/atau komponen lain yang karena sifat, dengan jumlah Limbah B3, karakteristik
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya
langsung maupun tidak langsung, dapat pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup;
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, c. peralatan penanggulangan keadaan darurat.
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan Melakukan Penyimpanan Limbah B3 paling lama:
makhluk hidup lain. Limbah Bahan Berbahaya dan 1. 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3
Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari
mengandung B3. Pencemaran Lingkungan Hidup atau lebih;
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, 2. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 1;
ditetapkan. 3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai: Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang
a. penetapan Limbah B3; dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh
b. Pengurangan Limbah B3; kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 2
c. Penyimpanan Limbah B3; dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik
d. Pengumpulan Limbah B3; umum; atau
e. Pengangkutan Limbah B3; 4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak
f. Pemanfaatan Limbah B3; Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3
g. Pengolahan Limbah B3; kategori 2 dari sumber spesifik khusus.
h. Penimbunan Limbah B3; 3. Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan
i. Dumping (Pembuangan) Limbah B3; Beracun
j. pengecualian Limbah B3; Pengumpulan Limbah B3 dilakukan dengan:
k. perpindahan lintas batas Limbah B3; a. segregasi Limbah B3; dan
l. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan b. Penyimpanan Limbah B3.
Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Untuk dapat melakukan Pengumpulan
dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup; Limbah B3,Pengumpul Limbah B3 wajib memiliki
m. Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Pengumpulan
Limbah B3; Limbah B3.
n. pembinaan; 4. Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya Dan
o. pengawasan; Beracun
p. pembiayaan; dan Pengangkutan Limbah B3 wajib dilakukan
q. sanksi administratif. dengan menggunakan alat angkut yang tertutup
Sampah medis Rumah Sakit dalam limbah untuk Limbah B3 kategori 1.
B3 termasuk Kategori 1 karakteristiknya adalah Pengangkutan Limbah B3 wajib memiliki:
infeksius, dan Dalam Peraturan Pemerintah a. rekomendasi Pengangkutan Limbah B3; dan
tersebut juga diatur tentang Tata kelola limbah b. izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
antara lain: Pengangkutan Limbah B3.
1. Pengurangan Limbah Bahan Berbahaya Dan 5. Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Beracun
Dalam Pengumpulan Limbah B3 ini meliputi: Pemanfaatan Limbah B3 sebagaimana
a. substitusi bahan; dimaksud dalam meliputi:
b. modifikasi proses; dan/atau a. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi
c. penggunaan teknologi ramah lingkungan. bahan baku;
2. Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya Dan b. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi
Beracun sumber energi;
Untuk dapat memperoleh izin Pengelolaan c. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku;
Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah dan
B3, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3:

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 15


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
d. Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peraturan Pemerintah ini.
Larangan melakukan Pemanfaatan 8. Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan
Limbah B3dikecualikan jika tingkat radioaktivitas Berbahaya Dan Beracun
dapat diturunkan di bawah tingkat kontaminasi Dalam hal Limbah B3 akan dimasukkan
radioaktif dan/atau konsentrasi aktivitas. ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
6. Dumping (Pembuangan) Limbah Bahan Indonesia untuk tujuan transit, Penghasil Limbah
Berbahaya Dan Beracun B3 atau Pengangkut Limbah B3 melalui negara
Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud eksportir Limbah B3 harus mengajukan
pada ayat (1)berupa izin Dumping (Pembuangan) permohonan notifikasi kepada Pemerintah
Limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa: Republik Indonesia melalui Menteri. Menteri
a. tanah; dan memberikan jawaban berupa persetujuan atau
b. laut. penolakan atas permohonan notifikasi, Persetujuan
Limbah B3 yang dapat dilakukan sebagaimana dimaksud memuat:
Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media a. identitas eksportir Limbah B3;
lingkungan hidup berupa laut berupa: b. negara eksportir Limbah B3;
a. tailing dari kegiatan pertambangan; dan c. dokumen mengenai nama, sumber,
b. serbuk bor dari hasil pemboran usaha karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan
dan/ataukegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi transit;
di lautmenggunakan lumpur bor berbahan dasar d. alat angkut Limbah B3 yang akan digunakan;
sintetis (synthetic-based mud). e. tanggal rencana pengangkutan, pelabuhan atau
Setiap Orang untuk memperoleh izin terminal tujuan transit, waktu tinggal di setiap
Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke laut transit, dan pelabuhan atau terminal masuk dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (3) keluar; dan
huruf b harus mengajukan permohonan secara f. masa berlaku persetujuan
tertulis kepada Menteri. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan
7. Pengecualian Limbah Bahan Berbahaya Dan Hidup dan Kehutanan RI Nomor:P.56/Menlhk-
Beracun Setjen/2015 tentang tata cara dan Persyaratan
Limbah B3 dari sumber spesifik dapat Teknis Pengelolaan Limbah B3dari fasilitas
dikecualikan dari Pengelolaan Limbah B3 Pelayanan Kesehatan yang disebut Limbah B3
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.Untuk dapat adalah Sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
dikecualikan dari Pengelolaan Limbah B3, Setiap mengandung B3, sedangkan kategori limbah B3
Orang yang menghasilkan Limbah B3 dari sumber meliputi Limbah dengan karakteristik infeksius,
spesifik wajib melaksanakan uji karakteristik benda tajam,patologis,bahan kimia
Limbah B3.Uji karakteristik Limbah B3 dilakukan kadaluarsa,tumpahan atau sisa kemasan, radioaktif,
secara berurutan.Uji karakteristik Limbah B3 farmasi, Sitotoksik, Peralatan Medis yang memiliki
sebagaimana dimaksud kandungan logam berat tinggi, dan tabung gas atau
meliputi uji: kontainer bertekanan.
a. karakteristik mudah meledak, mudah menyala, Upaya pengelolaan limbah rumah sakit
reaktif, infeksius, dan/atau korosif sesuai telah disiapkan dengan menyediakan perangkat
dengan parameter uji sebagaimana tercantum lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
dalam Lampiran II yang merupakan bagian pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan
b. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi di lingkungan rumah sakit.Disamping itu secara
LD50 untuk menentukan Limbah B3 dari bertahap dan berkesinambungan Depertemen
sumber spesifik yang diuji memiliki nilai Uji Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan
Toksikologi LD50 lebih kecil dari atau sama limbah rumah sakit, sehingga sampai saat ini
dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi
kilogram) berat badan hewan uji; dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun
c. karakteristik beracun melalui TCLP untuk perlu disempurnakan.Namun harus disadari bahwa
menentukan Limbah B3 dari sumber spesifik pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu
yang diuji memiliki konsentrasi zat pencemar ditingkatkan lagi. (Barlin, 1995).
lebih kecil dari atau sama dengan konsentrasi a. Jenis Limbah B3/Sampah Medis Rumah
zat pencemar pada kolom TCLP-B Sakit
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III a. Limbah Klinik
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Limbah dihasilkan Selama pelayananpasien
Peraturan Pemerintah ini; dan secara rutin, pembedahan dan unit-unit resiko
d. karakteristik beracun melalui uji toksikologi tinggi, yang berbahaya dan mengakibatkan resiko
subkronis sesuai dengan parameter uji tinggi infeksi kuman dan populasi umum serta staf
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II rumah sakit.
b. Limbah Patologi

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 16


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah
dan sebaiknya di autoclave sebelum keluar dari unit citotoksik.
patologi. 7. Limbah Radio Aktif
c. Limbah Radioaktif Limbah radio aktif adalah bahan yang
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal
persoalan pengendalian infeksi dirumah sakit, dari penggunaan medis dan riset radionucleida.
pembungannya secara aman perlu diatur dengan Asal limbah ini antara lain dari tindakan
baik.Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam- kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan
macam dan berdasarkan potensi bahaya yang bakteriologis yang dapat berupa padat, cair atau
ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai gas.
berikut: (Anshar, 2013) 8. Limbah Plastik
1. Limbah Benda Tajam Limbah plastic adalah bahan plastic yang
Limbah benda tajam adalah objek atau alat dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian kesehatan lain seperti barang-barang dissposable
menonjol yang dapat memotong atau menusuk yang terbuat dari plastic dan juga pelapis peralatan
kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan dan perlengkapan medis.
intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau Adapun dalam Pengelolaan Sampah
bedah.Semua benda tajam ini memiliki bahaya dan Medis/Limbah B3 sesuai Keputusan Menteri
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004
tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang (Kemenkes RI, 2004) Tentang Persyaratan
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, terdapat
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. beberapa persyaratan, antara lain:
2. Limbah Infeksius b. Persyaratan Limbah Medis Padat
Limbah infeksius meliputi limbah yang a. Minimisasi Limbah
berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi 1) Setiap Rumah Sakit harus melakukan reduksi
penyakit menular (perawatan intensif).Limbah limbah dimulai dari sumber.
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan 2) Setiap Rumah Sakit harus mengelola dan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/ mengawasi Penggunaan bahan Kimia
isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh berbahaya dan beracun.
meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan 3) Setiap Rumah Sakit harus melakukan
tubuh, sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi
limbah unit dialysis dan peralatan terkontaminasi 4) Setiap peralatan yang digunakan dalam
(medical waste). pengelolaan limbah medis mulai dari
3. Limbah Jaringan Tubuh pegumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan berwenang.
cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali
dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak dan Daur Ulang
memerlukan pengesahan penguburan dan 1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari
hendaknya dikemas khusus, diberi label dan sumber yang menghasilkan limbah.
dibuang ke incinerator. 2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali
4. Limbah Citotoksik harus dipisahkan dari limbah yang tidak
Limbah citotoksik adalah bahan yang dimanfaatkan kembali.
terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi 3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam
dengan obat citotoksik selama peracikan, satu wadah tanpa memperhatikan
pengangkutan atau tindakan terapi terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut
citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah
harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas untuk dibuka sehingga orang yang tidak
1000ºC. berkepentingan tidak dapat membukanya.
5. Limbah Farmasi 4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan tidak dapat digunakan kembali.
kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena 5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan
batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah kembali harus melalui proses sterilisasi panas
terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau harus dilakukan tes bacillus stearothemophilus
dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes
tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan bacilus subtilis.
limbah hasil produksi oabt-obatan.
6. Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan
kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 17


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
Tabel 1 3. Limbah Kunin Plastik
Metode Sterilisasi Untuk Limbah infeksius, g kuat atau
Metode Sterilisai Suhu Waktu Patologi anti bocor
Kontak dan dan
a. Sterilisasi dengan Anatomi kontainer
panas . 4. Sitotoksis Ungu Kontainer
b. Sterilisasi kering 160oC 120 Plastik
dalam oven “ menit kuat dan
Poupinel” 170oC anti bocor
c. Sterilisasi basah 121oC 60 menit
dalam Autoclafe 30 menit
d. Sterilisasi dengan 5. Limbah Colat - Kantong
bahan kimia. 500C- Kimia Plastik
- Ethylene 600C 3-8 jam dan atau
Oxide ( 30 menit Farmasi kontainer
Gas)
- Gluterald
ehyde ( 9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah
Cair) yang kuat, anti bocor, dan diberi label
bertuliskan limbah sitotoksis”.
a. Pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan
6) Limbah Jarum hipodermik tidak dianjurkan limbah medis padat dilingkungan Rumah Sakit
untuk dimanfaatkan kembali, Apabila Rumah 1. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap
Sakit tidak mempunyai jarum yang sekali ruangan penghasil limbah menggunakan troli
pakai (disposable), limbah jarum hipodermik khusus yang tertutup .
dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui 2. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai
proses salah satu metode sterilisasi pada tabel iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama
B.1. 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
7) Pewadahan limbah medis padat harus b. Pengumpulan, Pengemasan dan pengangkutan
memenuhi persyaratan dengan penggunaan keluar Rumah Sakit
wadah dan label seperti pada tabel B.2. 1. Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh Rumah pada tempat yang kuat
Sakit Kecuali untuk pemuliha perak yang 2. Pengangkutan limbah keluar Rumah
dihasilkan dari proses sinar X. menggunakan kendaraan khusus.
c. Pengolahan dan pemusnahan
Tabel 2 1. Limbah medis padat tidak diperbolehkan
Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat membuang langsung ketempat pembuangan
sesuai Kategorinya akhir limbah domestik sebelum aman bagi
N Kategori Warna Lambang Keteranga kesehatan.
o Kontai n 2. Cara dan teknologi pengolahan atau
ner/ pemusnahan limbah medis padat disesuaikan
Kanto dengan kemampuan Rumah sakit dan jenis
ng limbah medis padat yang ada, dengan
Plastik pemanasan menggunakan autoclave atau
1. Radioakti merah Kantong dengan pembakaran menggunakan incinerator.
f Boks c. Peraturan Perundang-undangan tentang
timbal Perlindungan dan Pengelolaan
dengan Lingkungan Hidup
simbol Seluruh aturan yang berkaitan dengan
Radioaktif hukum dari Pengelolaan Lingkungan berdasarkan
2. Sangat Kunin Kantong Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
infeksius g Plastik, Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup
Kuat,anti antara lain yang terkait dengan:
bocor,atau a. Perizinan
kontainer Dalam pasal 36 ayat (1),(2),(3) dan (4) bunyinyasebagai
yang berikut:
dapat 1) Setiap Usaha dan/atau kegiatan yang wajib
disterilisa dimiliki Amdal atau UKL/UPL wajib
si dengan memiliki izin lingkungan.
autoclave 2) Izin Lingk ungan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 diterbitkan berdasarkan keputusan

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 18


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
kelayakan lingkungan hidup sebagaimana d. Pada Bab X berisikan tentang Hak,
dimaksud dalam pasal 31 atau rekomendasi Kewajiban dan Larangan, dimana pada
UKL UPL. bagian kedua pasal 67 berbunyi bahwa”
3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada Setiap orang berkewajiban memelihara
ayat (1) wajibmencantumkan persyaratan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
yang dimuat dalam keputusan kelayakan mengendalikan pencemaran dan/atau
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan pada
UPL. bagian kedua membahas tentang kewajiban,
4) Izin lingkungan diterbitkan oleh menteri, pada pasal 67 berbunyi Setiap orang
Gubernur, atau Bupati/walikota sesuai dengan berkewajiban memeliharan kelestarian fungsi
kewenangannya. lingkungan hidup serta mengendalikan
Izin Lingkungan Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan pencemaran dan/kerusakan lingkungan
apabila : hidup.dan pada bagian ketiga membahas
a. Persyaratan yang diajukan dalam permohonan tentang larangan dimana pada pada bagian
izin mengandung cacat Hukum, kekeliruan, ketiga ini membahas tentan larang
penyalah gunaan, serta ketidak benaran pencemaran lingkungan,larangan memasukan
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau limbah B3 pada NKRI, membuang limbah
informasi; ,B3 dan limah B3 kedalam lingkungan Hidup,
b. Penerbitannya tanpa memenuhi syarat melepaskan produk rekayas genetik kedalam
sebagaimana tercantum dalam keputusan lingkungan hidup,menyusun amdal tanpa
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup memiliki sertifikat kompetensi sebagai
atau Rekomendasi UKL-UPL;atau penyusun Amdal, dan memberikan informasi
c. Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen palsu, dan memberikan keterangan yang tidak
Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan benar.
oleh penanggung jawab usaha dan/atau e. Pada Bab XI berisikan tentang peran
kegiatan. masyarakat dalam pengawasan terhadap
Pada Bab VII Bagian kesatu Tentang pengelolaan pengelolaan lingkungan.
Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 58 f. Sedangkan berikutnya pada Bab XII berisikan
(1) Setiap orang yang memasukan kedalam tentang Sanksi Administratif.
Wilayah Negara kesatuan Republik Pengawasan Lingkungan dapat dilakukan dengan
Indonesia, menghasilkan, mengangkut, cara :
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, a. Melakukan pemantauan
membuang, mengolah, dan/atau menimbun b. Meminta keterangan
B3 wajib melakukan pengelolaan B3. c. Membuat salinan dari dokumen atau
Sedangkan pada Bagian kedua membuat catatan yang diperlukan
(2) Pengelolaan limabh B3 wajib mendapat izin d. Memasuki tempat tertentu
dari menteri,Gubernur, atau Bupati/walikota e. Memotret
sesuai dengan kewenangannya. f. Membuat rekaman audio visual
(3) Menteri,Gubernur, atau Bupati/walikota g. Mengambil sampel
wajib mencantumkan persyaratan lingkungan h. Memeriksa peralatan
hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban i. Memeriksa instalasi dan/alat transportasi
yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 j. Menghentikan pelanggaran tertentu.
dalam izin. Sedangkan Sanksi Administratif terdiri atas:
(4) Keputusan pemberi izin wajib diumumkan. a. Teguran tertulis
Pada Bagian ketiga membahas masalah b. Paksaan Pemerintah
Dumping, yakni pada Pasal 60 c. Pembekuan Izin Lingkungan atau
berbunyi“Setiap orang dilarang melakukan d. Pencabutan izin lingkungan
dumping limbah dan/bahan kemedia g. Pada Bab XII berisikan tentang Penyelesaian
lingkungan hidup tanpa izin”. Sengketa lingkungan yang bisa berupa:
b. Pada Bab VIII, mengatur tentang sistem a. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
informasi, dimana pada pasal 62 ayat (1) diluar pengadilan
Pemerintah dan pemerintah Daerah mengatur b. Penyelesaian Sengekta Lingkungan Hidup
sistem informasi lingkungan hidup untuk Melalui Pengadilan
mendukung pelaksanaan dan pengembangan h. Selanjutnya Pada Bab XIV Membahas
kebijakan perlindungan dan pengelolaan tentang Penyidikan dan pembuktian, Pada
lingkungan hidup. bagi kedua yakni pembuktian , Alat bukti
c. Pada Bab IX, membahas tentang tugas dan yang sah dalam tuntutan tindak pidana
wewenang pemerintah dan pemerintah Lingkungan Hidup terdiri atas :
Daerah dalam perlindungan dan pengelolaan a. Keterangan Saksi
lingkungan hidup. b. Keterangan Ahli

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 19


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
c. Ketentuan Pidana, adapun tindak pidana atau izin
lingkungan
dalam Undang-undang pengelolaan sebagaimana pada
lingkungan ini adalah merupakan kejahatan. pada pasal 69 ayat
1
d. SuratPetunjuk Setiap orang yang Penjara 1 Rp.1.000.000 -
e. Keterangan Terdakwa dan/atau 9 melakukan Tahun s.d .000 s.d
f. Alat bukti lain termasuk alat bukti yang diatur pengelolaan 3 Tahun Rp.3.000.000
limbah B3 tanpa .000
dalam peraturan perundang-undangan. izin sebagaimana
i. Pada Bab XV berisikan tentang maksud pasal 59
ayat (4)
ketentuan – ketentuan sanksi berdasarkan Undang- 10 Setiap orang yang Penjara 1 Rp.1.000.000 -
undang dari pidana tersebut Sebagai berikut: menghasilkan dan Tahun s.d .000 s.d
tidak melakukan 3 Tahun Rp.3.000.000
pengelolaan .000
Tabel 3 sebagaimana
Ketentuan Pidana atas Pelanggaran maksud pasal 59
11 Setiap orang yang Penjara Paling -
Pengelolaan Lingkungan melakukan Paling Banyak
Dumping Limbah lama 3 Rp.3.000.000
No Pelanggaran Sanksi dan/atau bahan Tahun .000
Hukuman Denda Catatan kemedia
Penjara lingkungan hidup
1 Melakukan Penjara Rp.3.000.000 - tanpa izin sebagai
perbuatan Paling .000 s.d mana dimaksud
dilampauinya singkat 3 Rp.10.000.00 pada pasal 60
baku mutu udara Tahun 0.000 12 Setiap orang yang Penjara 4 Rp.4.000.000 -
ambien, mutu air, memasukan Tahun s.d .000 s.d
mutu air laut, limbah kedalam 12 Tahun Rp
kriteria baku Wilayah Negara 12.000.000.0
kerusakan kesatuan Republik 00
lingkungan hidup Indonesia, sebagai
2 Mengakibatkan Penjara 4 Rp.4.000.000 - mana dimaksud
orang luka Tahun s.d .000 s.d pada pasal 69 ayat
dan/atau bahaya 12 Tahun Rp.12.000.00 (1)
kesehatan manusia 0.000 13 Setiap orang yang Penjara 5 Rp.5.000.000 -
3 Mengakibatkan Penjara 5 Rp.5.000.000 - memasukan Tahun s.d .000 s.d
orang luka berat Tahun s.d .000 s.d limbah B3 15 Tahun Rp
atau mati 15 Tahun Rp.15.000.00 kedalam Wilayah 15.000.000.0
0.000 Negara kesatuan 00
4 Setiap orang Penjara 1 Rp.3.000.000 - Republik
karena kelalainnya Tahun s.d .000 s.d Indonesia sebagai
mana dimaksud
mengakibatkan 3 Tahun Rp.10.000.00
dilampauinya 0.000 pada pasal 69 ayat
baku mutu udara (1)
ambien, mutu air, 14 Setiap orang yang Penjara 5 Rp.5.000.000 -
mutu air laut, memasukan Tahun s.d .000 s.d
kriteria baku limbah B3 yang 15 Tahun Rp
kerusakan dilarang menurut 15.000.000.0
lingkungan hidup peraturan 00
5 Setiap orang Penjara 2 Rp.2.000.000 - perundang-
karena kelalainnya Tahun s.d .000 s.d undangan kedalam
Wilayah Negara
mengakibatkan 6 Tahun Rp.6.000.000
orang luka .000 kesatuan Republik
dan/atau bahaya Indonesia sebagai
kesehatan manusia mana dimaksud
pada pasal 69 ayat
6 Setiap orang Penjara 3 Rp.3.000.000 -
(1)
karena kelalainnya Tahun s.d .000 s.d
15 Setiap orang yang Penjara 3 Rp -
mengakibatkan 9 Tahun Rp.9.000.000
orang luka berat .000 melakukan Tahun s.d 3.000.000.00
atau mati pembakaran lahan 10 Tahun 0 s.d
sebagai mana Rp
7 Setiap orang yang Penjara 3 Paling Dapat
dimaksud pada 10.000.000.0
melakukan Tahun Banyak dikenakan
pasal 69 ayat (1) 00
pelanggaran Baku Rp.3.000.000 apabila
16 Setiap orang yang Penjara 1 Rp -
mutu air limbah, .000 sanksi
baku mutu administra melakukan usaha Tahun s.d 1.000.000.00
emisi,atau baku si yang dan/atau kegiatan 3 Tahun 0 s.d
mutu gangguan telah tanpa memiliki Rp
izin lingkungan 3.000.000.00
dijatuhkan
tidak sebagai mana 0
dipatuhi dimaksud pada
atau pasal 36 ayat (1)
pelanggara 17 Setiap orang yang Penjara 3 Paling -
n lebih menyusun amdal Tahun Banyak Rp
dari satu tanpa memiliki 3.000.000.00
kali sertifikat 0
8. Setiap orang yang Penjara 1 Rp.1.000.000 - kompetensi
melepaskan Tahun s.d .000 s.d penyusun amdal
dan/mengedarkan 3 Tahun Rp.3.000.000 sebagai mana
dimaksud pada
produk rekayasa .000
genetik kemedia pasal 69 ayat (1)
lingkungan hidup 18 Pejabat pemberi Penjara 3 Paling -
yang bertentangan izin lingkungan Tahun Banyak Rp
dengan peraturan yang menerbitkan 3.000.000.00
undang-undang izin lingkungan 0
tanpa dilengkapi

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 20


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
dengan Amdal undang dan peraturan menteri Kesehatan, sehingga
atau UKL UPL
sebagai mana pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan
dimaksud pasal 37 Kategori Limbah B3 seperti Internal Rumah Sakit
ayat (1)
19 Pejabat pemberi Penjara 3 Paling -
serta Pihak Eksternal Rumah Sakit hendaknya
izin usaha dan Tahun Banyak Rp harus bisa menerapkan/mengimplementasikan
/atau kegiatan 3.000.000.00 aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
yang menerbitka 0
izin usaha dan/ Pemerintah sehingga Dampak atas pengelolaan
atau kegiatan Limbah tersebut dapat diminimalisir dan Pihak
tanpa dilengkapi
izin lingkungan internal serta Eksternal Rumah sakit tidak
sebagai mana bermasalah dengan Hukum yang akan
dalam pasal 40
ayat (1)
menimbulkan kerugian baik Lingkungan Fisik
20 Setiap pejabat Penjara Paling banyak - maupun Operasional Rumah Sakit dan Pihak
berwenang yang paling Rp Ketiga Pengelola Limbah B3.
dengan sengaja lama 1 500.000.000
tidak melakukan Tahun d. Pemaparan Contoh Kasus
pengawasan Berdasarkan Beberapa Kasus yang terjadi
terhadap ketaatan
penanggung jawab
pada Rumah Sakit di Sumatera Barat masih adanya
usaha dan/atau Pengelolaan sampah medis/Limbah B3 Rumah
kegiatan gerhadap Sakit yang pengelolaannya tidak sesuai dengan
peraturan
perundang- aturan yang berlaku, berikut contoh beberapa
undangan dan izin kasus:
lingkungan
sebagai mana a. Kasus sampah medis Pantai Tan Sridano di
dalam pasal 71 kanagarian Taluak, kecamatan batang kapas ,
dan pasal 72 yang
mengakibatkan Kabupaten Pesisir Selatan(Pessel),Limbah
pencemaran dan medis tersebut berupa jarum suntik, tabung
kerusakan cairan infus dan sempat meresahkan nelayan
lingkungan yang
mengakibatkan masyarakat setempat serta wisatawan. KLH
hilangnya nyawa terus memantau penyelesaian kasus sampah
manusia
21 Setiap orang yang Penjara Paling - medis atau B3 ( bahan Berbahaya dan
memberikan paling Banyak Beracun) yang sempat menggemparkan
informasi palsu , lama 1 Rp1.000.000.
menyesatkan, Tahun 000
masyarakat sekitar, Dlh sendiri memang telah
menghilangkan mendorong agar kasus ini bisa segera tuntas
informasi atau dan pelaku bisa dikenai sanksi agar
memeberikan
keterangan yang memberikan efek jera dan agar kejadian ini
tidak benar yang tidak terulang.Tim Penegakan Hukun Dinas
diperlukan
kaitannya dalam Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Rembrand
pemgawasan dan mengatakan, RSUD Rasyidin kota padang
penegakan hukum
yang berkaitan
sudah menyalahi peratutan karena membuang
dengan limbah medisnya tanpa Prosedur yang jelas.
perlindungan dan Dari hasil investigasi tersebut, maka ia
pengelolaan
lingkungan hidup meminta Proses hukum tidak bisa dihentikan,
sebagaimana karena sudah jelas subjek dan pelakunya (
dimaksud pasal 69
ayat (1) huruf J dikutip dari Harian Haluan, Rabu 22 Februari
22 Setiap Penjara Paling - 2017),sementara itu sebagaimana diketahui
penanggung jawab paling Banyak
usaha/ kegiatan lama 1 Rp1.000.000.
PT.Multazam adalah Perusahaan Pengumpul
yang tidak Tahun 000 dan Pngangkut limbah B3 yang berpusat di
melaksanakan kota angin mamiri makassar sulawesi selatan,
paksaaan
pemerintah yang bergerak dalam pengelolaan limbah B3
23 Setiap orang yang Penjara Paling - ini, dengan SK menteriLingkunan Hidup
sengaja mencegah paling Banyak Rp
, menghalang- lama 1 1.000.000.00
No.810 tahun 2009. (Dikutip dari Portal berita
halangi, atau Tahun 0 Metro andalas, 8 Februari 2017)
menggagalkan
pelaksanaan tugas
pejabat pengawas
lingkungan hidup
dan/atau pejabat
penyidik pegawai
negeri sipil
Sumber : Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Bentuk tata cara dan aturan tentang
pengelolaan Sampah medis/Limbah B3 Rumah
sakit sudah cukup jelas berdasarkan Undang-

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 21


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
Gambar 1 : Sampah medis Pantai Tan
Sridano di kanagarian
Taluak, kecamatan batang
kapas, Kabuapten Pesisir
selatan( Pessel)
b. Limbah bahan berbahaya dan Beracun ( B3)
yang diduga dari Rumah sakit selaguri,
Padang, selasa ( 14/3).Persoalan sampah
medis yang dibuang sembarangan kembali
terjadi. Kali ini diduga Rumah Sakit selaguri Gambar: Limbah medis atau limbah bahan
dikota padang membuang sampah medisnya berbahaya dan beracun (B3) RSUP
ditempat pembuangan sampah tanpa M jamil Padang
mengolah Limbah Bhan Berbahaya dan c. Pariaman - Limbah medis RSUD Pariaman,
Beracun( B3).Kepala Dinas Lingkungan Sumatera Barat menumpuk dan mengeluarkan
Hidup (DLH) kota padang Alamin bau tak sedap di gudang pembakaran.
mengatakan , sewaktu mendapat Laporan Penjelasan dari Direktur RSUD Pariaman
terkait sampah medis yang ditemukan Indria Velutina mengatakan bahwa
ditempat pembuangan sampah, Pihaknya incinerator/alat pembakar sampah medis
langsung menuju kerumah sakit tersebut tersebut tidak digunakan hampir 2 bulan
untuk melakukan pengecekan.“ Ketika karena sedang perbaikan.
mendapatkan informasi, kami langsung tinjau "Incinerator ini rusak karena alam, badai
kelapangan, dan memang benar sampah medis hebat beberapa minggu yang lalu mengakibatkan
ditemuka ditempat pembuangan sampah tanpa cerobong asapnya patah, setelah kita ketahui ada
diolah terlebih dahulu,” kata Alamin pada kerusakan pada salah satu komponen alat pembakar
harian Haluan.com Sela (14/4). Lebih lanjut sampah medis ini rusak, maka dengan terpaksa
Alamin menuturkan, Pihak Rumah Sakit untuk sementara proses pembakaran dihentikan,"
Selaguri sudah membuat pernyataan kata Indria di ruang kerjanya pada Jumat
mengenai cara memberlakukan sampah medis (7/10/2016).Ia juga mengungkapkan semenjak
sesuai dengan aturan yang telah ada. Apabila incinerator RSUD Pariaman mulai di fungsikan
dalam waktu satu bulan tidak dipenuhi maka pada tahun 2009, sudah ada beberapa kali
Pihak DLH akan mencabut Izin Lingkungan perbaikan. pada tahun 2014 di lakukan
Rumah Sakit yang bersangkutan ( Padang, penambahan spare part dan baner untuk
Harian Haluan.com,Rabu 15 maret 2017) menyesuaikan standarisasi dari kementrian
Limbah medis atau limbah bahan lingkungan, dengan menambah ketinggian
berbahaya dan beracun (B3) RSUP M jamil cerobong asap menjadi 14 m yang semula hanya 8
Padang, sudah menumpik sekitar 50 ton, hal ini m."Kalau biaya perbaikan sekarang sekitar Rp 56
membuat warga sekitar resah, karena selain bau juta , sedangkan untuk menyikapi biaya
busuk yang mengganggu, warga juga terancam standarisasi dan lainnya pada 2014 menelan biaya
terserang virus yang ada pada limbah tersebut.“ hampir Rp 200 juta. kemudian kita juga sudah
Baunya sangat menyengat apalagi kalau sudah menyurati pihak Bapedalda Provinsi terkait
malam, sangat mengganggu sekali baunya itu,” rusaknya incinerator tersebut," tutup Indria.
kata salah seorang warga sekitar RSUP M Djamil (warman).
,Aridanil (50), Kamis (15/9/2016). “ Ada sekitar
40-50 ton limbah itu tertumpuk di TPS ( tempat
penyimpanan sementara Limbah B3).Kita sudah
sampaikan komplain kepihak Rumah Sakit,”
sebutnya. Salah seorang sumber terpercaya yang
tidak mau disebutkan namanya mengatakan ,
Limbah yang ada diRSUP M Djamil tersebut sudah
tertumpuk sejak mei 2016, sedangkan limbah yang
dihasilkan RSUP M.Djamil dalam sebulan
mencapai 10 ton/bln.“ Sudah 5 Bln limbah ini
tertumpuk artinya, sekarang ini sudah ada sekitar Gambar 3 :Limbah medis RSUD Pariaman,
50 ton yang menumpuk diTPS’ sebutnya.Dia Sumatera Barat menumpuk dan
sangat menyayangkan pengelolaan limbah yang mengeluarkan bau tak sedap di
seperti ini. Seharusnya pemerintah dalam hal ini gudang pembakaran
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup ( d. Limbah medis RSUD Sungai Dareh tidak
Bapedalda) Sumbar harus mengawasi lebih ketat.” diperlakukan khusus dalam masalah
Masa dirumah sakit tipe A Pengelolaan Limbahnya pengelolaan limbah dibuat berserakan dan
seperti ini” sebutnya ( Valora News, kamis 15 sangat mengganggu pemandangan, jika
september 2016).

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 22


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
dibiarkan berlarut-larut tentu akan menjadi yang lebih fatal lagi terhadap Lingkungan sebagai
sumber malapetaka. media penerima limbah ( Baik fisik maupun non
Bahkan salah seorang anggota DPRD fisik).
menyorot terkait limbah ini, karena masih banyak Dari kasus-kasus diatas dapat dilihat
ditemukan disekitar penumpukan sampah RSUD bahwa perlunya beberapa faktor yang dianggap
berserakan berbagai jarum suntik, selang,botol obat dapat mempengaruhi tata kelola sampah medis.
dan sebagainya.Ketua komisi III suardi ayub,S.sos e. Contoh Kasus Sanksi atas Pengelolaan
menanggapi masalah limbah RSUD sungai Dareh Sampah Medis
mengatkan” setiap rapa atau pertemuan dengan Sebagai contoh kasus dapat kita lihat
pihak RSUD sungai dareh kami selalu dalam Putusan Pengadilan Negeri Langsa Nomor
mengingatkan kepada pihak RSUD agar bisa 163/Pid-B/2013/PN-Lgs. Dalampertimbangannya,
mengeliola limbah secara baik dan sesui dengan hakim mengatakan bahwa dalam hal penanganan
aturan karena mengingat dampak yang ditimbulkan limbah medis dan non medis berupa jarum suntik,
limbah medis RSUD dapat mengancam kesehtan saluran kencing, selang Infus, botol obat, cateter,
masyarakat, yang bisa kami lakukan hanyalah perban pasien yang terdapat darah, sarung tangan
menegur pihak RSUD serta mengingatkan agar dan lain-lain, Pihak RSUD Kota Langsa tidak
limbah medis tidak berserakan dimana-mana” melakukan pengelolaan limbah tersebut dengan
Sampai Suardi.( Faktasumber.com 11 Juli 2018). baik. Pengelolaan limbah B-3 baik limbah medis
Wakilketua DPRD Ampera datu labuan dan non medis tersebut dilakukan pihak RSUD
basa diruang kerjanya menyampaikan kepada awak Kota Langsa dengan cara menumpukkannya di
media” saya sangat menyayangkan terkait limbah tempat pembuangan sampah (TPS) yang terdapat di
medis sungai dareh yang bbelum dikelola piahak samping RSUD Kota Langsa tanpa
RSUD sungai dareh sesuai denga SOP yang memisahkannya terlebih dahulu dan
berlaku akan berdampak buruk pada kesehatan membiarkannya berhari-hari di tempat tersebut
masyarakat dan lingkungan dalam jangka sampai petugas Dinas Kebersihan Kota Langsa
panjang”.sampainya.“ Dalam jangka panjang ini datang.
akan berdampak pada keselamtan pada anak cucu Terdakwa diadili berdasarkan Pasal 104
kita nanti karna limbah medis ini termasuk UU PPLH tentang dumping limbah medis. Hakim
golongan limbah B3/Limbah berbahaya.’ Tutur menyatakan, Terdakwa telah terbukti secara sah
wakil ketua DPRD (R/fs/Tim). dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pidana “Melakukan Dumping Limbah dan/atau
Bahan ke Media Lingkungan Hidup, tanpa izin“
dan menghukum terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana
denda sebesar Rp.1 juta.( Hukum Online .com,
selasa 1 Maret 2016).

Gambar 4 :Limbah medis RSUD Sungai A. Kesimpulan


Dareh tidak diperlakukan 1. Adanya beberapa kasus pada Rumah Sakit di
khusus dalam masalah Sumatera Barat, dianggap pihak RS tidak
pengelolaan limbah dibuat melaksanakan aturan pengelolaan Sampah
berserakan dan sangat medis dan limbah B3 sesuai dengan aturan
mengganggu pemandangan perundang-undangan.
Secara Umum dari beberapa kasus Rumah 2. Banyaknya Rumah Sakit yang tidak
Sakit di Sumatera Barat, Pengelolaan Limbah mengelola Sampah medis dan Limbah B3 nya
medis ini hampir seluruh Rumah sakit tidak sehingga melakukan pelanggaran terhadap
melakukan pengelolaan limbah sesui dengan aturan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
yang berlaku Mulai dari Tempat dan kantong tentang Perlindungan dan Pengelolaan
sampah untuk wadah sampah, prosedur pemilahan Lingkungan Hidup sehingga terjadi
sampah, petugas pengelola yang tidak pelanggaran-pelanggaran atas peraturan
menggunakan APD, Penyimpanan sampah pengelolaan limbah dan berhubungan dengan
sementara yang tidak layak dan waktu yang sanksi dan hukum maka pihak yang
melebihi ambang batas dalam penyimpanan berwenang harus bisa menegakan peraturan
sementara, incenerator yang tidak sesuai standar perundang-undangan yang berlaku dan bisa
untk pemusnahan sampah medis sehingga menindak lanjutinya.
menimbulkan keluhan masyarakat sekitar Rumah 3. Lemahnya/kurangnya kepedulian atau
Sakit, hingga menyangkut pihak ketiga dalam komitmen serta pemahaman pimpinan rumah
melakukan prosedur pengangkutan, pengolahan sakit dan jajaran Manajerialnya atas
dan pemusnahannya. Dimana hal tersebut sangat pengelolaan limbah B3/sampah medis dan
amat merugikan bagi semua pihak yang ikut Dampaknya terhadap lingkungan serta Sanksi
terlibat didalam pengelolaan limbah tersebut dan

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 23


E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
hukum yang akan diterima atas pelanggaran
Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Lemahnya Pengawasan pihak Pemerintah dan
pihak terkait lainnya terhadap pengelolaan
sampah medis oleh fasilitas pelayanan
kesehatan seperti Rumah Sakit maupun pihak
ketiga yang melakukan pengelolaan lanjutan
hingga pemusnahan sampah medis.
5. Belum maksimalnya Pelaksanaan Sanksi
Hukum terhadap pengelola sampah medis
yang melakukan tindakan pelanggaran
terhadap aturan yang berlaku terhadap
pengelolaan limbah B3/sampah medis
terhadap Fasilitas pelayanan
Kesehatan/Rumah Sakit.
6. Adanya Pihak ketiga sebagai Pengangkut
sampah medis dan selaku pemusnah sampah
medis berupa residu yang tidak ada kejelasan
izinnya sehingga dalam pengelolaan dalam
tahap pemusnahannya tidak bisa
dipertanggungjawabkan.

B. Daftar Pustaka
Berlin, 1995. Analisis dan evaluasi hukum tentang
pencemaran akibat limbah rumah sakit
Jakarta: Badan pembinaan hukum
Nasional.
Giyatmi, 2003.Efektivitas pengolahan limbah cair
rumah sakit Dokter Sardjito Yogyakarta
terhadap pencemaran radio aktif.
Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada.
Harian Haluan, Rabu 22 Februari 2017, Judul “Soal
Sampah Medis di Pessel Kementerian
LH turun tangan”.
Kemenkes RI. (2004). KMK No.Kemenkes RI.
(2004). KMK No.
1204/Menkes/SK/X/2004 ttg Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS.
1204/Menkes/SK/X/2004 ttg Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS.
Padang Ekspres 12 Juli 2018, Judul “48.92% RS
Belum kelola Limbah B3”.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor:
P.56/Menlhk.Setjen/2015 tentang tata
cara dan persyaratan teknis pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pikiran Rakyat, 11 juli 2018, Judul “ Limbah
Medis diindonesia capai 242 Ton
perhari”.
Portal berita Metro andalas, 8 Februari 2017, Judul
“RSUD Rasyidin padang diminta
Pertanggungjawabkan limbah”.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 24


PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN (B3) LABORATORIUM KLINIK DI SUMBER LIMBAH
Talent Nia Pramestyawati1
1
Jurusan Teknik Lingkungan – Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
e-mail: Talentnia@itats.ac.id

ABSTRACT
The clinical laboratory is one of the public health service facilities with the aim of diagnosis and cure of
diseases. Clinical laboratory as a producer of the hazardous waste which is dominated by infectious
medical waste. Infectious medical waste has the potential to transmit disease, so there is a need for
hazardous waste management in clinical laboratories as a source of waste. The purpose of this study is to
determine the hazardous waste management technically based on the generation and type of hazardous
waste. This research took place in one of the clinical laboratories in Surabaya. The data needed is a mass
balance, waste characteristics, and layout of the research location. The type of hazardous waste produced
by the clinical laboratory has not been able to process hazardous waste independently, so the manager
cooperates with 2 companies as a third party to transport and process the waste produced. Clinical
hazardous waste emergence as the main hazardous waste produced is 12 kg/week. Hazardous waste storage
of clinical waste at temporary storage uses a refrigerator so that hazardous waste can be stored for a
maximum of 90 days. Clinical laboratory requires temporary sStorage to store hazardous waste before
being taken by a third party. Temporary storage of hazardous waste location is on the first floor near the
exit to facilitate the transport of waste. The dimensions of temporary storage is 12 m2.
Keywords: clinical laboratory, hazardous waste, temporary storage of hazardous waste

ABSTRAK
Laboratorium klinik merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dengan bertujuan untuk diagnosis
dan penyembuhan penyakit. Laboratorium klinik sebagai penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun
(LB3) yang didominasi oleh limbah klinis yang bersifat infeksius. Limbah infeksius berpotensi menularkan
penyakit sehingga perlu adanya pengelolaan LB3 di laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Tujuan
penelitian ini adalah menentukan pengelolaan LB3 secara teknis berdasarkan timbulan dan jenis LB3 dalam
lingkup laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Peneltian ini mengambil lokasi di salah satu
laboratorium klinik di Surabaya. Data yang dibutuhkan adalah neraca limbah, karakteristik limbah dan
layout lokasi penelitian. Jenis LB3 yang dihasilkan Laboratorium klinik belum mampu mengolah LB3
secara mandiri, sehingga pengelola bekerjasama dengan 2 perusahaan sebagai pihak ketiga untuk
mengangkut dan mengolah limbah yang dihasilkan. Timbulan LB3 klinis sebagai LB3 utama yang
dihasilkan sebesar 12 kg/minggu. Pewadahan LB3 jenis limbah klinis di TPS LB3 menggunakan lemari
pendingin agar LB3 klinis dapat disimpan maksimal 90 hari. Laboratorium klinik membutuhkan Tempat
Penyimpanan Sementara (TPS) LB3 untuk menyimpan LB3 sebelum dibawa pihak ketiga. Lokasi TPS LB3
berada di lantai 1 dekat pintu keluar untuk memudahkan pengangkut limbah. Dimensi TPS LB3 yang
dibutuhkan sebesar 12 m2.
Kata kunci: Laboratorium klinik, limbah B3, TPS LB3

PENDAHULUAN
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengandung bahan yang mencemarkan,
merusak dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain. Laboratorim klinik adalah fasilitas kesehatan yang menghasilkan LB3.
Limbah B3 yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan biasanya didominasi oleh limbah
dengan karakteristik infeksius. Dampak tidak terkelolanya limbah dapat menyebabkan penurunan

- 471 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599

kualitas lingkungan dan infeksi saling silang (nosokomial) [1], sehingga memerlukan upaya
pengelolaan LB3 di sumber limbah dengan baik.
Studi kasus pengelolaan LB3 di sumber limbah dalam penelitian ini adalah sebuah
laboratorium klinik di Kota Surabaya. Pengangkutan atau perpindahan LB3, pengolahan LB3
hingga penimbunan LB3 memerlukan persetujuan oleh instansi pemerintah terkait, sehingga
pengelolaan LB3 hanya sampai penyimpanan sementara. Laboratorium klinik sebagai penghasil
LB3 dapat bekerjasama dengan pihak ketiga yang menyediakan jasa pengangkutan dan/atau
pengolahan LB3 [2]. Informasi dan kelengkapan administrasi antara penghasil dan pihak ketiga
perlu diidentifikasi sehingga pengelolaan LB3 jelas.
Pengelolaan LB3 dari fasilitas kesehatan yang dapat dilakukan oleh laboratorium klinik
sebagai sumber limbah meliputi penguragan dan pemilahan LB3 serta penyimpanan limbah B3.
Laboratorium klinik membutuhkan Tempat penyimpanan sementara (TPS) untuk menyimpan
LB3 yang dihasilkan sampai limbah dibawa oleh pihak ketiga. Pembuatan TPS LB3 bertujuan
untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan dan bahaya keselamatan serta kesehatan
sebagai akibat terpaparnya LB3 ke lingkungan [3]. Desain TPS LB3 juga perlu memperhatikan
masa simpan dan kriteria teknis.

TINJAUAN PUSTAKA
Limbah B3 dan Laboratorium Klinik
Pengertian Limbah B3 adalah suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Karakteristik limbah B3 terbagi menjadi 6 yaitu padatan mudah menyala, cairan mudah menyala,
korosif, beracun, reaktif, beracun dan infeksius [4]. Definisi laboratorium klinik adalah
laboratorium kesehatan yang melayani pemeriksaan spesimen klinik untuk mengetahui informasi
kesehatan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan [5]. Limbah fasilitas kesehatan yang utama adalah limbah medis atau
limbah klinis. Sumber limbah medis berasal dari unit pelayanan medis, rawat inap, poliklinik dan
unit penunjang seperti laboratorium, radiologi, farmasi dan lainnya [6].
Pewadahan LB3 dan TPS LB3
Limbah medis diberi pewadahan yang berbeda warna sesuai dengan kategorinya, yaitu:
warna kuning unuk limbah klinis bersifat infeksius, warna ungu untuk limbah medis sitotoksik,
warna merah untuk limbah radiologi dan warna cokelat untuk limbah farmasi. Limbah B3 dari
fasilitas kesehatan tidak hanya limbah medis, namun juga LB3 potensial seperti minyak pelumas
bila di lokasi tersebut memiliki genset. Pewadahan LB3 potensial menyesuaikan dengan jumlah
yang dihasilkan dan karakteristik.
Penandaan simbol dan label limbah B3 sebagai identitas limbah B3 agar mudah dikenali
karena penempatan limbah B3 berdasarkan jenis dan karakteristik limbah B3. Simbol adalah
gambar yang menunjukkan karakteristik LB3. Label adalah keterangan mengenai limbah B3
yang berbentuk tulisan yang berisi informasi penghasil, nama limbah, jumlah limbah dan
karakteristik [7]. Simbol dan label perlu ditempel pada pewadahan limbah di TPS LB3.
Setelah pengumpulan limbah dari sumber limbah, kemudian ditempatkan pada tempat
penampungan sementara (TPS) LB3. TPS LB3 harus memenuhi persyaratan teknis sesuai
peraturan antara lain terbebas dari banjir, memiliki pencahayaan yang baik, mampu mencegah
binatang atau anak kecil memasuki area tersebut, terlindungi dari air hujan, kedap air da diberi
penanda [8]. TPS LB3 yang terbangun perlu dilengkapi dengan izin TPS LB3 yang dikeluarkan
oleh SKPD terkait.

- 472 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599

METODE
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di sebuah laboratorium klinik di Kota Surabaya.
Laboratorium klinik yang menjadi lokasi penelitian melayani pemeriksaan umum, medical check
up hingga vaksin. Identifikasi LB3 dilakukan untuk LB3 eksisting yang memang sudah terbentuk
dan LB3 potensial yang akan terbentuk namun saat ini belum dikelola. Hasil yang diharapkan
dari penelitian ini adalah perencanaan TPS LB3 berdasarkan jenis, timbulan dan masa simpan
LB3. Gambar 1 menunjukkan diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian ini.
Ide penelitian

Pengumpulan Data:
- Data timbulan LB3
- Kondisi pengelolaan eksisting LB3
- Layout lokasi penelitian

Analisis Data:
- Identifikasi jenis dan timbulan LB3
- Analisis masa simpan LB3
- Desain TPS LB3

Kesimpulan

Gambar 1. Diagram Penelitian


Metode pengumpulan data timbulan LB3 eksisting dilakukan dengan rekapitulasi neraca
limbah selama 3 bulan terakhir dan pengukuran langsung di lapangan. Identifikasi timbulan LB3
potensial dilakukan dengan pengamatan langsung pada kegiatan yang berpotensi menghasilkan
LB3. Data kondisi pengelolaan LB3 eksisting meliputi jenis, pewadahan dan pengelolaan LB3
yang telah dilakukan. Layout lokasi penelitian meliputi denah dan gambar Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), data ini dibutuhkan untuk menentukan lokasi TPS LB3 yang sesuai.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengelolaan Limbah B3
Pada kondisi eksiting, laboratorium klinik telah bekerjasama dengan pihak ketiga
sebagai transporter dan pengolah LB3 lebih lanjut, namun LB3 yang terkelola hanya limbah
klinis. LB3 yang dihasilkan diwadahi sementara kemudian dibawa menuju TPS LB3 untuk
disimpan sesuai tidak melebihi masa simpan yang seharusnya, lalu limbah akan dibawa oleh
pihak ketiga. Pihak ketiga yang menjadi pengangkut dan pengolah LB3 harus memenuhi izin
yang dibutuhkan. Berdasarkan identifikasi LB3 potensial, maka diperlukan identifikasi pihak
ketiga lain yang mampu untuk mengangkut dan mengolah LB3 potensial tersebut. Berdasarkan
izin yang dimiliki pihak ketiga, pengelola laboratorium klinik perlu bekerjasama dengan dua
perusahaan yang berbeda. Bentuk kerjasama harus tertuang dalam perjanjian kerjasama dan
ditandatangani semua pihak.
Identifikasi Timbulan Limbah B3
Identifikasi LB3 yang dihasilkan terdiri dari LB3 eksisting dan LB3 potensial. LB3
eksisting adalah limbah B3 yang saat ini dihasilkan dan sudah dikelola seperti limbah klinis,
sedangkan LB3 potensial adalah limbah B3 yang berpotensi dihasilkan dan belum dikelola saat
ini seperti minyak pelumas dari kegiatan perawatan genset. LB3 yang dihasilkan didominasi
dengan limbah klinis bersifat infekius. Limbah klinis yang dihasilkan dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu limbah klinis jenis benda tajam berupa jarum atau pisau bedah dan limbah klinis
bukan benda tajam seperti kapas dan perban terkontaminasi darah.
- 473 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599

Air limbah hasil aktivitas dikelola dahulu dengan IPAL yang dimiliki laboratorium
klinik, air limbah yang telah dikelola dan memenuhi baku mutu dapat dibuang ke badan air,
namun pengelola harus memiliki Izin Pembuangan Air Limbah [9]. Sludge dari IPAL akan
masuk ke dalam LB3 yang akan dikelola. LB3 potensial lain berupa lampu TL, kemasan bekas
B3, minyak pelumas dari genset serta kain majun terkontaminasi minyak pelumas. Identifikasi
LB3 dari penghasil limbah akan memudahkan pengangkut, pemanfaat, pengolah atau penimbun
LB3 [10]. Jenis dan timbulan LB3 yang akan dikelola ditunjukkan pda Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, Timbulan dan Karakteristik LB3 Laboratorium Klinik
Nama Limbah Timbulan Limbah Karakteristik Limbah
Limbah klinis (benda tajam) 2 kg/minggu Infeksius
Limbah klinis (bukan benda tajam) 10 kg/minggu Infeksius
Kemasan bekas B3 2 buah/tahun Korosif dan beracun
Sludge IPAL 50 kg/tahun Beracun
Minyak pelumas bekas 50 L/tahun Cairan mudah menyala
Kain majun (terkontaminasi minyak pelumas) 20 kg/tahun Padatan mudah menyala
Lampu TL 2 bulan/tahun Beracun
Aki bekas 1 buah/ tahun Korosif dan beracun

Pewadahan dan Masa Simpan LB3


Pewadahan sampah klinis jenis bukan benda tajam berupa wadah yang terlebih dahulu
dilapisi dengan kantong plastik. Pewadahan untuk limbah klinis yang bersifat infeksius berwarna
kuning. Pewadahan sampah klinis jenis benda tajam berupa safety box berukuran 5-10 L.
Pemilahan sampah klinis perlu dilakukan dari sumber sampah dan menyesuaikan warna
pewadahan sesuai dengan jenis limbahnya [11]. LB3 jenis limbah klinis yang dihasilkan akan
dibawa setiap hati menuju TPS LB3 oleh petugas kebersihan secara manual atau dengan troli.
LB3 potensial selain limbah klinis yang terbentuk bersifat isidentil dan harus segera dibawa
menuju TPS LB3 ketika limbah tersebut terbentuk.
Penyimpanan limbah klinis yang bersifat infeksius dibatasi maksimal 24 jam pada
musim hujan dan 48 jam pada musim kemarau [12]. Masa simpan limbah klinis selama 48 jam
dan harus segera dibawa oleh pihak ketiga menyulitkan penghasil dan transporter. Hal ini
dikarenakan biaya pengangkutan mahal dan timbulan LB3 dari laboratorium sangat sedikit,
selain itu pihak ketiga sering kali belum mampu memenuhi kebutuhan penghasil untuk datang
setiap 2 hari sekali. Laboratorium klinik perlu menyediakan mesin pendingin untuk menyimpan
limbah klinis yang dihasilkan, untuk menambah masa simpan limbah klinis di TPS LB3. Limbah
klinis dapat disimpan hingga 90 hari jika disimpan pada temperature kurang dari 0 0C [13]. Tabel
2 menunjukkan pewadahan di TPS LB3 dan masa simpan LB3.
Tabel 2. Pewadahan dan masa simpan LB3 Laboratorium Klinik
Nama Limbah Pewadahan Masa Simpan
Limbah klinis (benda tajam) Freezer Maksimal 90 hari
Limbah klinis (bukan benda tajam) Freezer Maksimal 90 hari
Kemasan bekas B3 Drum plastik 200 L Maksimal 365 hari
Sludge IPAL Drum logam 200 L Maksimal 365 hari
Minyak pelumas bekas Drum logam 200 L Maksimal 365 hari
Kain majun (terkontaminasi minyak pelumas) Drum logam 200 L Maksimal 365 hari
Lampu TL Drum logam 200 L Maksimal 365 hari
Aki bekas Kotak Plastik 100 L Maksimal 180 hari

- 474 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599

Desain Tempat Penampungan Sementara Limbah B3


Berdasarkan layout laboratorium dan gambar IMB, dilakukan penentuan lokasi TPS
LB3. Lokasi TPS LB3. Lokasi TPS LB3 harus bebas dari banjir dan bencana alam, serta masih
masuk ke dalam lokasi persil laboratorium klinik. Lokasi TPS LB3 laboratorium klinik dipilih di
lantai dasar dan terletak dekat dengan pintu keluar. Pemilihan lokasi TPS LB3 di dekat pintu
keluar bertujuan untuk memudahkan kendaraan pengangkut LB3. Luas lahan TPS LB3 yang
disediakan berukuran 4 m x 3 m. Penataan limbah harus memperhatikan karakteristik limbah,
dimana limbah yang berbeda karakteristik harus diberi jarak minimal 60 cm dan limbah mudah
menyala harus diberi dinding dengan tebal 15 cm bila terbuat dari beton dan 23 cm bila terbuat
dari batu bata [10]. Gambar 2 menunjukkan rencana desain denah TPS LB3.

Gambar 2. Rencana Desain TPS LB3

KESIMPULAN
Laboratorium klinik belum mampu mengolah LB3 secara mandiri, sehingga pengelola
bekerjasama dengan 2 perusahaan sebagai pihak ketiga untuk mengangkut dan mengolah limbah
yang dihasilkan. Jenis LB3 yang dihasilkan dari laboratorium klinik adalah limbah klinis (benda
tajam), limbah klinis (bukan benda tajam), kemasan bekas B3, sludge IPAL, minyak pelumas
bekas, kain majun (terkontaminasi minyak pelumas), lampu TL, dan aki bekas. Timbulan LB3
klinis sebagai LB3 utama sebesar 12 kg/minggu. Pewadahan LB3 jenis limbah klinis di TPS LB3
menggunakan lemari pendingin agar LB3 klinis dapat disimpan maksimal 90 hari. Dimensi TPS
LB3 yang dibutuhkan sebesar 12 m2.

DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Subekti, “Pengaruh dan Dampak Limbah Cair Rumah Sakit Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan,” Teknik Lingkungan Universitas Pandanaran Semarang, 2011.
[2] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” Tangerang, 2019.
[3] F. A. Dewantara et al., “Perancangan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) Pada Perusahaan Galangan Kapal, Politeknik Perka
[4] Pemerintah Republik Indonesia,”Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,” 2014.

- 475 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599

[5] Kementerian Kesehatan, “Permenkes Nomor 411/Menkes/Per/III/2010 tentang


Laboratorium Klinik,” 2010.
[6] Departemen kesehatan,”Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia,” Jakarta, 2006.
[7] Kementerian Lingkungan Hidup,”Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3,” Jakarta, 2013.
[8] P. Wulandari,”Upaya Minimisasi dan Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Haji
Jakarta,” Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2012.
[9] Pemerintah Kota Surabaya,”Perda 12 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Air Limbah,” Surabaya, 2016.
[10] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan,”Kepbapedal No 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
[11] A. A. Purwanti,”Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Bercun (B3) Rumah Sakit
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya,” Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10, No. 3,291-296,
2018.
[12] Kementerian Kesehatan,”Kepmenkes Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,” Jakarta, 2004.
[13] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,”Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor P.56/Menlhk-setjen/2015 tentang Tata Cara Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” Jakarta, 2015.

- 476 -

You might also like