Professional Documents
Culture Documents
Kumpulan Jurnal 1-20
Kumpulan Jurnal 1-20
ABSTRACT
Memenuhi Memenuhi
No Tata Cara dan Persyaratan No Tata Cara dan Persyaratan
Persyaratan Sesuai Tidak Persyaratan Sesuai Tidak
Sesuai Sesuai
e. Mudah diakses √ a. Pengangkutan √
oleh kendaraan limbah dilakukan
pengangkut dari ruangan
limbah. setiap pergantian
f. Terlindungi dari √ petugas, atau
sinar matahari, sesering mungkin
hujan, angin b. Kantong limbah √
kencang, banjir, yang terisi ¾ dari
dan faktor lain volume harus
g. Tidak dapat √ ditutup/diikat
diakses oleh dengan kuat
hewan, burung c. Limbah harus √
h. Dilengkapi √ dikumpulkan
ventilasi dan minimum setiap
pencahayaan hari atau sesuai
i. Peralatan √ kebutuhan
pembersihan,
APD, dan wadah d. Setiap kantong √
/kantong limbah limbah harus
diletakkan dekat dilengkapi simbol
dengan lokasi dan label
fasilitas e. Setiap √
penyimpanan pemindahan
j. Pembersihan √ wadah atau
TPS, dinding, kantong limbah
lantai setiap hari harus segera
Tata Cara diganti dengan
Penyimpanan wadah/kantong
a. Limbah diletaan √ baru dan sejenis
di wadah sesuai f. Wadah/kantong √
kategori limbah baru
b. Memberikan √ selalu tersedia
simbol dan label g. Alat pengangkut √
B3 di wadah berupa troli atau
c. Volume paling √ wadah beroda
tinggi limbah dapat dibongkar
adalah 3/4 muat,mudah
volume wadah dibersihkan
d. Penanganan √ h. Alat √
limbah dilakukan pengangkutan
hati-hati limbah insitu
e. Penyimpanan √ didesinfeksi
limbah B3 di TPS setiap hari
maksimal 2 hari, i. Personil limbah √
3. Pengangkutan dilengkapi APD
Limbah B3 j. Penunjukan √
424
Kepala Ruang Perawatan :
429
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
430
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
ABSTRACT
The absence of a regulation that specifically regulates household hazardous
waste makes its management neglected in the community. Sendangmulyo village
is a village with high population and various activities. To find out the
characteristics and characteristics of household hazardous waste in
Sendangmulyo Village, the researcher uses observational method with cross
sectional approach. The population of this study is all households in TPS Klipang
Sendangmulyo with sample 97 KK. The results of this study indicate that the
average of household waste generated hazardous is 0.099 kg/o/ h or 0.057
l/o/bln, with a high income level of 0.121 kg/o/ h or 0.066 l/o/ bln, while 0.077
kg/o/ h or 0.051 l/o/ bln, and low 0.071 kg/o/ h or 0.048 l/o/ bln. The
characteristics of generated generation are easily explosive (29.15%), corrosive
(21.67%), toxic (35.74%), irritating (13.40%) and infectious (0.04%). All of
respondents (100%) not already have a good knowledge about household B3
waste and 100% of respondents also have not done household hazardous waste
storage in accordance with not sorting with domestic waste and container
according to the characteristics. The waste generation of household waste in
Sendangmulyo Village is mostly toxic (35.74%).
766
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
767
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
768
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
769
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
770
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
771
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
772
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
773
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
774
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
775
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-46
Abstrak—Pengelolaan limbah medis di RSUD Dr. Soetomo per tahun, 86% berupa limbah domestik dan 14% adalah
belum memenuhi peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu limbah B3 [4]. Sementara itu, di Indonesia menyebutkan
diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi jumlah timbulan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang
dan karakteristik limbah padat B3, penyimpanan sementara
ada, yang memiliki insinerator baru 49% [5]. Padahal
dan mengevaluasi proses insinerasi. Timbulan limbah dijadikan
acuan dalam mengevaluasi proses insinerasi. Abu insinerasi menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 setiap
diteliti kandungan parameter logamnya dengan metode AAS orang / usaha yang menghasilkan limbah B3 harus mengelola
kemudian dilakukan pengujian TCLP dengan solidifikasi-curing limbahnya mulai dari sumber penghasil hingga
14 dan 28 hari. Rata-rata timbulan limbah medis dari RSUD Dr pemusnahannya.
Soetomo sebesar 1285 kg/hari. Limbah tersebut dimusnahkan Insinerator merupakan teknologi pengolahan limbah medis
dengan menggunakan insinerator sebanyak 3 unit ( 1 sebagai
yang dapat memusnahkan komponen berbahaya. Volume
cadangan). Pada pengujian kandungan parameter logam abu
insinerator didapatkan bahwa parameter logam Pb dan Zn limbah yang dapat direduksi 5 – 15% berupa abu selainnya
melebihi baku mutu, masing-masing kadarnya 5209,38 ppm dan menghasilkan energi. Hal tersebut dapat diperoleh secara
6355,31 ppm. Hasil penelitian tersebut menempatkan abu bersamaan apabila suhu pembakaran 12000C, sehingga
insinerator RSUD Dr Soetomo ditimbun di secure landfill insinerasi dianggap sebagai salah satu cara mengolah limbah
kategori I. Selanjutnya dari hasil uji TCLP didapatkan bahwa yang ideal [3]. Pemusnahan limbah medis disesuaikan
abu insinerator memenuhi baku mutu TCLP sehingga dapat dengan kapasitas tungku pembakaran serta kemampuan
ditimbun di secure landfill kategori I. insinerator dalam mereduksi limbah medis.
Insinerator limbah padat domestik rumah sakit dan limbah
Kata Kunci—Curing, insinerator, limbah medis, solidifikasi, medis dapat beroperasi melalui sistem manajemen yang
TCLP.
terintegrasi. Insinerator tersebut dapat mereduksi massa
sebesar 70% dan mereduksi volume sebesar 90%. Untuk
I. PENDAHULUAN limbah medis infeksius, proses insinerasi yang pokok
dilakukan adalah destruksi organisme infeksius yang berada
pada limbah tersebut. Adapun operasi tambahan dalam
S URVEI menyatakan bahwa masih banyak rumah sakit
yang kurang memberikan perhatian serius terhadap melalukan insinerasi adalah meminimalisasi kandungan
organik dan mengontrol emisi pembakaran [6].
pengelolaan limbahnya, khususnya limbah Bahan Berbahaya
Limbah padat B3 tidak diperbolehkan membuang langsung
dan Beracun (B3) [1]. Tujuan dari pengolahan limbah B3
adalah menurunkan kadar kontaminan yang terdapat dalam ke tempat pembuangan akhir limbah domestik dan harus
limbah, sehingga kualitas limbah mendekati tingkat melalui proses pengolahan. Cara dan teknologi atau
kelayakan untuk dibuang ke lingkungan. Hal ini penting pemusnahan limbah padat B3 sesuai dengan kemampuan
dilakukan sebelum pengelolaan limbah adalah mereduksi rumah sakit dan jenis limbah padat B3 yang ada, dengan
volume limbah agar biaya pengolahan dapat ditekan [2]. pembakaran menggunakan insinerator [7]. Sistem
Insinerator merupakan teknologi pengolahan limbah pengolahan yang disarankan yaitu dengan menggunakan
medis yang dapat memusnahkan komponen berbahaya. insinerator yang sudah ada akan tetapi perlu adanya
Volume limbah yang dapat direduksi 5 – 15% berupa abu modifikasi terhadap suhu insinerator menjadi 12000C. Pada
selainnya menghasilkan energi. Hal tersebut dapat diperoleh suhu tersebut dapat memusnahkan semua limbah padat B3
secara bersamaan apabila suhu pembakaran 12000C, sehingga yang ada di RSUD
insinerasi dianggap sebagai salah satu cara mengolah limbah
yang ideal [3]. Pemusnahan limbah medis disesuaikan II. METODE PENELITIAN
dengan kapasitas tungku pembakaran serta kemampuan
insinerator dalam mereduksi limbah medis. A. Sumber Data
Survei terhadap sebuah rumah sakit di Kroasia Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data
mendapatkan kenyataan bahwa dari 10.064 ton limbah padat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-47
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui satu bak plastik (ember). Benda uji diletakkan di atas kasa
survei di RSUD Dr Soetomo. Sasaran dari data primer adalah yang dibawahnya adalah air yang terisi setengah penuh.
jumlah timbulan limbah yang dibakar di insinerator, Setelah itu bak tersebut ditutup dan diikat dengan tali rafia
kapasitas pembakaran insinerator per satuan waktu, evaluasi untuk mencegah kontak langsung dengan udara luar sehingga
kondisi tempat pewadahan dan TPS dan kondisi insinerator. kelembaban tetap terjaga.
Data sejunder diperoleh dari Instansi Sanitasi Lingkungan
E. Pengujian Benda Uji S/S dengan TCCLP
RSUD Dr Soetomo. Sasaran dari data sekunder adalah
jumlah limbah medis yang dihasilkan per satuan waktu dan Uji TCLP dilakukan pada benda yang telah disolidifikasi
spesifikasi insinerator. untuk mengetahui pencemar dalam suatu limbah untuk
penentuan karakteristik sifat racun. Hasil uji kemudian
B. Evaluasi Kondisi Eksisting dicocokkan dengan baku mutu. Dalam hal ini parameter
Evaluasi kondisi ini adalah proses perbandingan perlakuan logam yang diteliti adalah Mercury (Hg), Plumbun (Pb),
di lapangan dengan peraturan yang ada dalam studi literatur Cadmium (Cd), Chrom (Cr), Cooper (Co) dan Zinc (Zn).
yang ada. Dalam hal ini meliputi hal-hal berikut: Sebelum dilakukan pembuatan sampel, dilakukan
1. Jenis Limbah Padat B3 yang dimusnahkan preliminary evaluation untuk mengetahui kadar pH dari
2. Insinerasi limbah padat B3 per hari sampel. Sampel yang diuji berada pada kisaran pH basa ( pH
3. Residu pembakaran = 8,2) sehingga larutan ekstraksi yang digunakan adalah
4. Temperatur pembakaran cairan ekstraksi 2. Pembuatan sampel yang dilakukan 12,5
5. Kontinuitas insinerasi gram ( 20 x berat padatan) dan ditambahkan aquades 250 ml.
Selanjutnya dilakukan pengkondisian pH ( pH > 2,88) dengan
C. Pembuatan Benda Uji Solidifikasi
menambahkan larutan CH3 COOH.
Pembuatan benda uji solidifikasi dengan komposisi yang Pada proses rotasi-agitasi, sampel ke dalam botol plastik
telah ditentukan. Pada penelitian ini digunakan abu berbahan Polyethylene. Selanjutnya dilakukan proses rotasi
insinerator RSUD Dr Soetomo sebagai bahan campuran dan agitasi dengan menggunakan alat rotation agitator.
semen. Dengan variasi perbandingan komposisi semen:abu Prinsip alat ini adalah dengan menghasilkan suatu putaran
sebesar 75:25, 50:50, 25:75 dari total berat kering campuran dengan arah vertikal. Proses rotasi-agitasi ini dilakukan
semen dan abu. dengan kecepatan putaran mesin pada alat rotation agitation
Proses pembuatan benda uji berdasarkan SNI 03-2834- sebesar 30 rpm ± 12 jam. Rotation agitator ini dapat dillihat
2000 yaitu tata cara pembuatan campuran beton normal, pada Gambar 1.
dimana perbandingan pembuatannya 1:2 {Air : (Semen + Setelah itu dilakukan filtrasi sampel untuk untuk
Abu)} dengan kuat tekanan 35 MPa atau 350 kg/cm2. Benda memisahkan filtrat dan suspensi sampel dengan
uji dan benda kontrol yang akan digunakan pada penelitian menggunakan vacuum filter. Cairan (filtrat) hasil
kali ini, dicetak dalam bentuk silinder berdiameter 5 cm dan penyaringan yang diperoleh inilah yang disebut dengan
tinggi 5 cm. Masing-masing sampel dibuat sebanyak 3 buah TCLP extract. TCLP extract ini kemudian diperiksa
berdasarkan perbandingan semen dan abu. konsentrasi Mercury, Plumbun, Cadmium, Chroom, Cooper,
Adonan yang telah jadi, dimasukkan kedalam cetakan. Zinc. Hasil penyaringan tersebut dianalisis dengan
Cetakan diletakkan diatas plastik (atau bahan yang tidak menggunakan AAS. AAS adalah salah satu metode yang
menyerap air). Sebelumnya cetakan dilumuri dengan minyak dapat digunakan untuk mengukur kandungan logam berat
terlebih dahulu agar mempermudah keluarnya benda uji yang suatu sampel larutan.
telah kering. Setelah adonan penuh, benda uji ditekan hingga
diperoleh kepadatan optimal. Benda uji kemudian dibiarkan
didalam cetakan selama 2 jam kemudian dikeluarkan pelan- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
pelan. Selanjutnya benda uji tersebut di curing selama 14 hari
A. Timbulan Limbah Medis di RSUD Dr Soetomo
dan 28 hari.
Timbulan limbah medis dihasilkan di tiap unit atau ruang
D. Proses Curing Padatan pelayanan kesehatan di RSUD Dr Soetomo. Timbulan limbah
Proses curing adalah suatu proses dimana kondisi diatur medis itu bersumber dari aktivitas pelayanan kesehatan yang
sedemikian rupa sehingga proses hidrasi dapat berjalan dilakukan kepada pasien berupa kegiatan perlindungan
maksimum dengan menjaga kelembaban. Proses curing atau kesehatan, perawatan medis dan penelitian ilmiah. Semua
perawatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses residu tersebut harus ditangani dengan baik agar tidak terjadi
moist curing yang dilakukan selama 14 hari dan 28 hari. infeksi silang. RSUD Dr Soetomo melakukan penimbangan
Proses moist curing 28 hari mengacu pada SNI 03-2834-2000 limbah medis yang dihasilkan setiap hari dan bulan, dimana
sedangkan moist curing 14 hari sebagai pembanding. timbulan limbah medis berfluktuasi. Berikut adalah fluktuasi
Teknik proses moist curing yang dilakukan di dalam total limbah medis per bulan tahun 2012 di RSUD Dr.
penelitian ini adalah dengan mengisi air setengah penuh pada Soetomo (lihat Gambar 2).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-48
ABSTRAK
Batubara saat ini sumber energi yang cukup melimpah khususnya di Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan
batubara yang cukup besar di Indonesia. Kegiatan pertambangan telah banyak dilaksanakan oleh kabupaten seperti di Kabupaten Lahat.
Banyak aktivitas pertambangan batubara yang telah dilaksanakan sehingga semakin banyak juga produksi Limbah (B3) yang dihasilkan.
Limbah ini dalam pengelolaannya ada yang telah dilaksanakan dengan baik dan ada yang tidak. Sehingga dalam penanganan dampak
limbah ini diperlukan langkah yang tepat agar dapat meminimalisir terhadap lingkungan. Oleh karena itu, dalam hal ini akan dikaji
pengelolaannya di PT.X. Penelitian ini terdiri dari penelitian kualitatif dan kuantitatif yang berbasis pada data sekunder. Pengelolaan
limbahnya terdiri dari identifikasi sumber limbah, tempat penyimpanan dan pengumpulan sementara, pengangkutan limbah dan
pengurangan timbulan B3 yang sesuai dengan peraturan Pemerintah. Selanjutnya untuk pengolahan, pemanfaatan, penimbunan limbah
dilakukan oleh pihak ketiga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada perusahaan tersebut, pengelolaan limbah B3 telah dilakukan
dengan cukup baik. Akan tetapi, harus dilakukan pemantauan oleh pihak DLH terhadap perusahaan.
ABSTRACT
Coal is currently an abundant source of energy, especially in South Sumatra. The province of South Sumatra produces quite large coal
in Indonesia. Mining activities have been carried out by many districts such as Lahat district. Many coal mining activities have been
carried out so that more waste production (B3) is also produced. This waste has been implemented in its management properly and
some is not. So that in handling the impact of this waste is needed the right steps in order to minimize the environment. Therefore, the
management will be reviewed in PT.X. This research consists of qualitative and quantitative research based on secondary data. Waste
management consists of identifying the source of waste, temporary storage and collection, transporting waste and reducing the
generation with Government regulations. Furthermore, the processing, utilization, and backfilling of waste is carried out by third party.
So it can be concluded that at the company, B3 waste management has been done quite well. However, DLH must monitor the company.
a.Teknis dan ekonomi, yang memastikan apabila industri pertambangan yang mengelola limbah
pertumbuhan ekonomi B3 telah memperoleh izin dari pemerintah.[10]
b.Ekologi, yang menjamin perlindungan sumber daya
alam dan lingkungan Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu :
c.Sosial, yang berarti memperhatikan pengembangan 1. Mengetahui identifikasi limbah B3 yang dihasilkan
karyawan di tempat kerja atau pengembangan dari aktivitas pertambangan batubara.
masyarakat di daerah pertambangan [2] 2. Mengetahui bagaimana cara penyimpanan
sementara dan pengumpulan limbah B3 hasil
Saat ini banyak aktivitas pertambangan batubara yang kegiatan pertambangan batubara di Kabupaten
telah dilaksanakan sehingga semakin banyak produksi Lahat.
Limbah (B3) yang dihasilkan. Menurut (PP) RI Nomor 3. Mengetahui pengangkutan limbah B3 hasil kegiatan
101 Tahun 2014 adalah sisa suatu usaha dan/atau pertambangan batubara.
kegiatan dimana sisa yang dihasilkan tersebut termasuk 4. Mengetahui pengurangan timbulan terhadap limbah
bahan berbahaya dan beracun baik dari sifat-sifat B3 dari aktivitas pertambangan batubara.
fisika, kimia, konsentrasi, jumlahnya, dimana
akibatnya dapat berbahaya bagi lingkungan sekitar.[3] METODE PENELITIAN
Sumber penghasil limbah B3 dapat berasal dari Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan
laboratorium, industri pertambangan, rumah tangga, khususnya Kabupaten Lahat (Gambar 1) dengan
transportasi, dan proses alam. Berdasarkan sumbernya mengambil beberapa data sekunder, baik dari Dinas
terdiri dari sumber tidak spesifik dan tidak spesifik Lingkungan Hidup (DLH) maupun perusahaan
serta yang tidak memenuhi spesifikasi produk dan tambang di Lahat dengan studi kasus PT.X. Kegiatan
bahan yang telah kedaluwarsa.[4] ini dilakukan pada 10 Oktober 2019 sampai 16 Oktober
2019.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah diatas, kegiatan
pengelolaan yang dimaksud meliputi:(1) Penyimpanan;
(2) Pengumpulan; (3) Pengangkutan; (4) Pemanfaatan;
(5) Pengolahan; dan (6) Penimbunan.[5] Kegiatan
pemanfaatan limbah dari pertambangan tersebut adalah
salah satu upaya untuk mencapai tujuan pengelolaan
tambang berkelanjutan.[6]
53
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008
54
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008
Batubara yang sudah bersih dari material asing diberai Penyimpanan sementara limbah serta pengumpulan B3
dengan menggunakan bulldozer dan excavator serta Di PT.X ada dua tempat penyimpanan sementara
diisikan ke dump truck untuk diangkut ke stockpile. limbah B3 yaitu workshop (Gambar 5) dan tempat
Pengangkutan batubara dari lokasi tambang ke penyimpanan sementara (Gambar 6). Gambar 7
stockpile Merapi berjarak +2 km. menunjukan macam-macam limbah B3 di TPS.
(5)
55
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008
3. Hose Bekas
3.1. PT.X dan PT.Y Limbah hose bekas (Gambar 10) dimasukkan dalam
Hasil limbah B3 dari workshop kegiatan penambangan drum dengan kapasitas ±90 kg.
batubara dari perusahaan PT.X dengan kontraktor yang
mengerjakannya yaitu PT.Y. Jarak antara workshop
dengan tempat penyimpanan tersebut berjarak kurang
lebih 80 meter. Limbah yang dihasilkan ada dua yaitu:
a. Limbah Padat
Diklasifikasikan berdasarkan jenis limbahnya yaitu :
1. Filter Bekas
Filter bekas (Gambar 8) dimasukkan dalam drum
dengan kapasitas ±87 kg.
b. Limbah Cair
PT.X menghasilkan limbah tersebut berupa oli bekas
(Gambar 11) dimana kapasitasnya yaitu ±200 liter per
drum.
2. Sampah/Majun Terkontaminasi
Kapasitas untuk pengumpulan majun terkontaminasi
ini yaitu : ±166 kg. Gambar 9 menunjukan limbah B3
majun terkontaminasi Gambar 11. Limbah B3 Oli Bekas
4. Pengangkutan Limbah B3
Setiap pengangkutan jenis limbah B3 dilengkapi oleh
manifest. Lembar manifest terdiri dari tujuh lembar,
Gambar 9. Limbah B3 Majun Terkontaminasi masing-masing lembar memiliki barcode yang sama.
Untuk lembar kedua adalah salinan manifest yang
56
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008
harus dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa per-triwulan nya
oleh penghasil limbah sesuai dengan tempat kegiatan mengalami perubahan-perubahan yang cukup
usaha penghasil limbah setelah ditandatangani dan signifikan. Hal ini dikarenakan, hasil limbah B3
distample oleh pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah tersebut ditentukan dari aktivitas penunjang dalam
B3. Lembar ketiga adalah sebagai arsip untuk kegiatan penambangan batubara yang tergantung
penghasil limbah B3, lembar ini diberikan oleh dengan target produksi batubara.
pengelola limbah B3 pada saat pengambilan limbah B3 Tabel 1.Neraca Limbah B3 di PT. X
di lokasi penghasil dan lembar ketujuh adalah sebagai
arsip untuk penghasil setelah ditandatangani dan Tahun Triwu Triwu Triwu Triwula Jumlah
distample oleh pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah lan 1 lan 2 lan 3 n4 Limbah
B3. (kg)
2017 - 22,52 26,22 27,43 76,17
5. Pengurangan Timbulan 2018 30,8 37,04 27,6 5,165 100,60
Volume timbulan dari kegiatan PT.X berasal dari 2019 43,27 55,82 - -
kegiatan workshop (maintenance unit) yaitu perbaikan-
perbaikan unit yang digunakan pada proses produksi
serta limbah yang berasal dari kegiatan perkantoran. Berdasarkan pembahasan di atas, pengelolaan limbah
Bentuk pengurangannya terdiri dari bahan yang B3 oleh PT.X telah baik dalam pelaksanaannya. Hal ini
tersubstitusi, proses yang dimodifikasi, dan penerapan terlihat dari mulai izin pengelolaan limbah B3-nya
teknologi yang digunakan ramah lingkungan. sampai tahapan pelaporan yang dilakukan oleh pihak
perusahaan. PT.X.
Proses pengurangan limbah B3 di PT.X menggunakan
modifikasi proses (4M+1L) yaitu pada tahap man KESIMPULAN
(karyawan). Karyawan menjadi hal utama yang harus
diperhatikan karena semua pekerjaan maintenance unit Berdasarkan hasil di atas dapat ditarik kesimpulan
dikerjakan oleh manusia, sehingga para pekerja harus bahwa pengelolaan limbah B3 hasil dari kegiatan
diberikan training berupa pengenalan limbah B3 dan industri pertambangan batubara di Kab. Lahat
penanganan yang tepat dalam menanggulangi limbah khususnya di PT.X telah berjalan dengan cukup baik.
B3 baik itu saat perbaikan hingga penanganan Pengelolaannya meliputi identifikasi dari limbah B3
tumpahan limbah B3. yang terdiri dari oli bekas, hose bekas, majun
terkontaminasi, dan lain-lain. Tempat pengumpulan
Perusahaan melakukan pengolahan dengan dan penyimpanan sementara limbah B3 telah dilakukan
bekerjasama dengan pihak ketiga seperti di bawah ini : dengan baik. Selanjutnya untuk pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan serta pemanfaatan
dilakukan oleh pihak ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
57
JJurnal Pertambangano
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mining Jurnal Pertambangan Vol 3. No 4. November 2019
ISSN 2549-1008
58
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-138
c) Diletakkan benda uji di atas kasa yang berada Rumkital Dr. Ramelan dan dari Lantamal Perak TNI
dibawahnya adalah kawat. Angkatan Laut Surabaya. Limbah yang datang ke tempat
d) Ditutup dengan bak yang berisi air dan benda uji penyimpanan sementara (TPS) tidak ditimbang beratnya
dengan plastik dan diikat dengan tali raffia untuk sehingga saat penelitian, dilakukan penimbangan langsung
mencegah kontak langsung dengan udara luar oleh peneliti. Adapun massa limbah yang menjadi beban
sehingga kelembaban tetap terjaga. insinerator yang menjadi beban insinerator Rumkital Dr.
7. Dilakukan pengujian kandungan pertama pada sampel Ramelan yang didapatkan dengan penimbangan 14 hari (10
setelah 14 hari di curing pengujian kedua pada sampel hari jam kerja) dari tanggal 14 - 18 Januari 2013 dengan total
setelah 28 hari di curing. 539,8 Kgdan 21- 25 Januari 2013 dengan total 360 Kg adalah
8. Pengujian benda dengan TCLP. Uji TCLP dilakukan pada seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3.
benda yang telah disolidifikasi untuk mengetahui Rata-rata berat limbah medis yang menjadi beban
pencemar yang dapat lepas dalam suatu limbah yang telah insinerator Rumkital Dr. Ramelan dari hasil penelitian adalah
disolidifikasi dan untuk mengetahui sifat toksik, lalu hasil 89,98 kg/hari. Adapun limbah medis dari Lantamal Perak
pengujian dibandingkan dengan baku mutu. Prosedur uji Perak mengirim limbahnya 2 minggu sekali dengan berat
TCLP yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah ± 80kg. Pengumpulan limbah di Rumkital Dr.
1. Pembuatan sampel Ramelan dilakukan oleh seorang petugas dalam 3 kali dalam
a. Sampel di oven selama ±24jam untuk mengurangi satu hari, yaitu pada jam 06.00, 09.00, dan 13.00. Jenis dan
kadar air sampel. karakteristik limbah yang dimusnahkan di insinerator
b. Mengambil sampel masing-masing sebanyak Rumkital Dr.Ramelan ialah limbah infeksius, limbah patologi,
12,5gram dengan memotong sampel lalu ditimbang limbah, benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
dengan timbangan. limbah kimia, limbah kandungan logam berat, dan wadah
c. Masukkan 5 gr sampel ke botol agitator. bertekanan.
2. Pembuatan Cairan ekstraksi Limbah yang dikemas di plastik dengan berat rata-rata 3kg
Rumus yang digunakan untuk mengetahui vol cairan dengan dimensi plastik limbah:
ekstraksi ialah = 20 x berat padatan. jadi cairan P = 30cm = 0,3 m, T = 40cm = 0,4 m, L = 15cm = 0,15 m
ekstraksi yang dibutuhkan ialah = 20 x 12.5 = 250 dari data diatas dapat dihitung volume kemasan limbah:
3. Cairan ekstraksi vol limbah = P x L x T
a. Disediakan 3 beker glass 250ml = 0,3m x 0,4m x 0,1m = 0,018m3
b. Aquades ditambahkan ke beker glass hingga 250ml Setelah didapatkan volume limbah, dapat dihitung densitas
c. CH3COOH ditambahkan ke beker berisi aquades limbah:
sebanyak 2,5 ml hingga pH cairan 4,93 ± 0,05
ρ
dengan pipet ukur.
4. Rotasi dan Agitasi 3
ρ 0,018 3
Masukkan cairan ekstraksi ke dalam botol plastik
berbahan Polyethylene (botol agitator) yang telah berisi ρ 166,67kg/m3
sampel ditambahkan larutan. Selanjutnya dilakukan
proses rotasi dan agitasi dengan menggunakan alat jadi, dari data diatas dihitung rata-rata harian volume
rotation agitator. Prinsip alat ini adalah dengan limbah yang dihasilkan oleh Rumkital Dr. Ramelan adalah:
menghasilkan suatu putaran dengan arah vertical. volume
Proses rotasi-agitasi ini dilakukan dengan kecepatan
89,98 /
putaran mesin pada alat rotation agitation sebesar 30 volume
rpm ± 18 jam. 166,67 / 3
5. Analisa Sampel volume = 0,56 m3/hari
Pemeriksaan konsentrasi logam menggunakan AAS. Hasil perhitungan didapatkan bahwa insinerator Rumkital
AAS adalah salah satu metode yang dapat digunakan Dr. Ramelan Surabaya masih bisa menangani beban limbah
untuk mengukur kandungan logam berat suatu sampel yang dihasilkan karena memiliki insinerator dengan kapasitas
larutan. Parameter yang dianalisa adalah logam berat ruang bakar 1 m3/jam. TPS Limbah B3 Rumkital Dr.Ramelan
yang terkandung pada lumpur yaitu Mercury, Plumbun, dibagi menjadi 3 Sekat (kamar) yang dipisahkan dengan beton
Cadmium, Chroom, Cooper, Zinc. Sampel yang diuji dengan panjang masing-masing sebesar 1,42m x 2,1 m dan
TCLP ialah sampel yang memiliki perbandingan telah diberi simbol dan label. TPS Rumkital Dr. Ramelan
abu:semen ialah 3:1. dibagi menjadi:
1. Limbah medis dan majun bekas.
2. Oli bekas, abu insinerator, dan lumpur IPAL.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Lampu bekas dan baterai bekas (Accu bekas)
Beban insinerator atau limbah medis yang dimusnahkan di Pengemasan limbah dari Rumkital Dr.Ramelan sudah dalam
insinerator Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan keadaan baik, dimana limbah medis sudah diikat didalam
(Rumkital Dr. Ramelan) Surabaya berasal dari Operasional
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-141
Abstrak— Peningkatan pelayanan kesehatan di Kabupaten grave). Pengambilan limbah padat B3 oleh pihak pengolah di
Sidoarjo dalam bentuk program berobat gratis seperti Badan salah satu Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo dilakukan setiap
Penelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan meningkatkan 25 kg, tanpa memperhatikan batas waktu penyimpanan.
kunjungan pasien ke Puskesmas. Peningkatan kunjungan secara Penyimpanan limbah padat B3 pada musim hujan maksimal
tidak langsung mempengaruhi laju timbulan dan karakteristik
48 jam dan pada musim kemarau maksiman 24 jam [1]. Pada
limbah padat B3 Puskesmas. Penelitian dilakukan di Puskesmas
Kabupaten Sidoarjo yang meliputi Puskesmas rawat inap, rawat
tahun 2015 di Puskesmas yang sama, pengambilan limbah
jalan dan pembantu. Evaluasi pengelolaan meliputi kegiatan padat B3 oleh pihak pengolah dilakukan hanya sekali dalam
pengemasan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan beberapa bulan. Di sisi lain, beberapa Puskesmas sudah
pengolahan. Pengukuran laju timbulan dan komposisi limbah memiliki insinerator, namun karena tidak memiliki ijin
padat B3 dilakukan selama 8 hari pada 4 Puskesmas rawat inap, pengolahan limbah B3, insinerator tidak dapat digunakan
3 Puskesmas rawat jalan, dan 9 Puskesmas pembantu (Pustu). sebagaimana mestinya.
Rata-rata laju timbulan Puskesmas rawat inap adalah 60,47 Di negara-negara berkembang, limbah medis belum
g/pasien.hari dengan 59% persen komposisi limbah merupakan mendapat perhatian secara khusus dan masih dibuang bersama
botol infus bekas. Rata-rata laju timbulan Puskesmas rawat jalan
dengan limbah domestik [2]. Limbah Puskesmas mempunyai
adalah 6,37 g/pasien.hari dengan 73% persen komposisi limbah
merupakan infeksius non benda tajam. Rata-rata laju timbulan
potensi besar untuk mencemari lingkungan, menimbulkan
Pustu adalah 1,97 g/pasien.hari dengan 39% persen komposisi kecelakaan, dan penularan penyakit apabila pengelolaan
limbah merupakan infeksius benda tajam. limbah medis belum sesuai dengan peraturan yang berlaku [3].
Rujukan [4] mengemukaan resiko kesehatan akibat limbah
Kata Kunci— limbah medis, limbah padat B3, Sidoarjo, medis, yakni resiko terjadinya trauma, resiko terjadi infeksi,
Puskesmas. resiko zat kimia, resiko ledakan/terbakar, dan resiko radioaktif.
Limbah Puskesmas terdiri dari limbah non medis dan
limbah medis. Limbah non medis mempunyai karakteristik
I. PENDAHULUAN
seperti limbah yang ditimbulkan oleh lingkungan rumah tangga
II. METODE PENELITIAN tajam terdiri dari jarum suntik dan pisau bedah. Limbah
infeksius non benda tajam terdiri dari kasa, kapas, diapers,
A. Pengambilan Data tissue, handscoen, dan botol plastik bekas ludah penderita
Pengambilan data dilakukan dengan metode kuisioner dan TBC. Limbah toksik farmasi terdiri dari sisa bungkus obat,
pengamatan/pengukuran secara langsung. Pada penelitian ini, obat yang sudah kadaluarsa, botol obat/reagen yang dipakai di
terdapat dua jenis data yang akan digunakan yaitu data primer laboratorium, ampul dan vial.
dan data sekunder. Metode kuisioner digunakan untuk
memperoleh data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan 1) Komposisi Limbah Padat B3
adalah jumlah pasien/pengunjung Puskesmas, fasilitas yang Berikut ini merupakan persentase komposisi limbah padat
tersedia, kondisi eksisting pengelolaan, spesifikasi alat B3 di Puskesmas rawat inap, rawat jalan, dan Pustu yang
disajikan dalam Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.
pengelolaan yang digunakan, serta data Puskesmas pembantu
(Pustu). Metode pengamatan/pengukuran secara langsung
digunakan untuk memperoleh data primer berupa kondisi
eksisting pengelolaan, laju timbulan dan komposisi limbah
padat B3 Puskesmas. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
pengukuran laju timbulan adalah (1) timbangan portable, (2)
plastik/trash bag, dan (3) alat pelindung diri (APD).
Pengangkutan limbah padat B3 dari Pustu ke Puskesmas inilah limbah botol infus dihasilkan. Komposisi ini
induk tidak menggunakan kendaraan khusus. Pengangkutan memiliki kesamaan dengan Puskesmas di Surabaya Timur
limbah padat B3 dari Puskesmas induk ke pengolah dan Surabaya Barat [8][9].
menggunakan kendaraan pick up yang tertutup dan sudah
dilengkapi dengan simbol. Petugas hanya menggunakan 2) Laju Timbulan Limbah Padat B3
APD berupa hanscoen saat memasukkan limbah ke dalam Berdasarkan pengukuran di 7 Puskesmas induk dan 9
kendaraan pengangkut. Berdasarkan hasil wawancara, Pustu, didapatkan hasil laju timbulan sebagai berikut.
petugas sudah mendapatkan training sebelumnya perihal Rawat Inap = 60,47 g/pasien.hari
penanganan limbah medis. Rawat Jalan = 6,37 g/pasien.hari
Pustu = 1,97 g/pasien.hari
6) Pengolahan Puskesmas induk di Surabaya Timur dan Surabaya Barat
Terdapat 2 Puskesmas yang membakar limbah infeksius masing masing memiliki laju timbulan 3,97 g/pasien.hari
non benda tajam sendiri dan terdapat 1 Puskesmas yang dan 1,5 g/pasien.hari [8][9]. Terdapat perbedaan yang
membakar limbah toksik farmasi sendiri. Salah satu cukup jauh apabila dibandingkan dengan Puskesmas rawat
Puskesmas membakar di dalam tungku, dan 2 Puskesmas inap dengan laju timbulan 60,47 g/pasien.hari. Penelitian
lainnya membakar secara open burning. Masih banyak yang dilakukan di Surabaya Timur dan Barat tidak
ditemukan Pustu yang membakar limbah infeksius non menyertakan limbah botol infus dalam perhitungan laju
benda tajam secara open burning. timbulannya. Perbedaan kebijakan pemerintah pada saat
Pengolahan limbah medis oleh PT PRIA menggunakan 2 pengukuran dilakukan juga mempengaruhi laju timbulan.
unit insinerator dengan tipe Reciprocating Grate Static Penelitian di Surabaya Timur dan Barat dilaksanakan pada
Incinerator. Insinerator memiliki kapasitas 350 kg/jam. waktu dimana belum ada Badan Penyelenggara Jaminan
Rata-rata penggunaan suhu insinerator pada chamber 1 Sosial (BPJS). Sedangkan pengukuran laju timbulan di
adalah 792°C dan 1019°C pada chamber 2. Rata-rata Kabupaten Sidoarjo dilakukan setelah program BPJS
limbah medis yang dibakar adalah 48 kg/10 menit. diberlakukan. Keberadaan BPJS berpengaruh besar dalam
Berdasarkan hasil uji emisi, efisiensi pembakaran adalah peningkatan kunjungan pasien ke Puskesmas yang secara
99,99%. Alat kontrol emisi berupa wet scrubber. tidak langsung meningkatkan laju timbulan limbah padat
B3. Laju timbulan limbah padat B3 di Pustu adalah 1,97
C. Evaluasi Kondisi Eksisting Pengelolaan Limbah Padat B3 g/pasien.hari. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan rujukan
[8][9] yang menemukan laju timbulan Pustu sebesar 1,26
1) Komposisi Limbah Padat B3
g/pasien.hari.
Komposisi limbah B3 terbanyak Puskesmas rawat inap
Total limbah padat B3 yang dihasilkan oleh Puskesmas
adalah botol infus bekas sebesar 59%. Botol infus yang
rawat inap di Kabupaten Sidoarjo adalah 7,4 kg/hari dan
tidak habis terpakai dibuang dalam keadaan dimana cairan
3,02 kg/hari tanpa botol infus. Puskesmas rawat jalan
infus di dalamnya masih tersisa. Sehingga cairan ini
sebesar 1,13 kg/hari dan Pustu 0,033 kg/hari. Penelitian di
membuat berat limbah botol infus bekas meningkat.
Kabupaten Pati oleh rujukan [10] menyebutkan bahwa
Apabila botol infus tidak dimasukkan ke dalam
range laju timbulan Puskesmas berkisar antara 0,5 hingga 5
perhitungan persentase kompsisi maka limbah infeksius
kg/hari serta di Kabupaten Jember sebesar 0.73 kg/hari [3].
non benda tajam menempati persentase tertinggi yaitu
Laju timbulan limbah padat B3 Puskesmas rawat inap di
70%. Persentase komposisi dapat dilihat pada Gambar 4.
Kabupaten Sidorajo masih termasuk dalam range laju
timbulan di Kabupaten Pati dan sedikit lebih tinggi dari
laju timbulan di Pukesmas Kabupaten Jember.
Penyebabnya adalah karena jenis pelayanan medis yang
ditawarkan berbeda. Rujukan [11] menyebutkan bahwa laju
timbulan limbah medis sangat dipengaruhi oleh besar dan
tipe dari fasilitas kesehatan. Selain kedua hal tersebut,
rujukan [12] mengemukakan bahwa aktivitas pemilahan
Gambar 4. Persentase Komposisi Limbah Padat B3 dan pelayanan medis juga turut mempengaruhi laju
Puskesmas Rawat Inap tanpa Limbah Botol Infus timbulan.
rawat jalan 6,37 g/pasien.hari dan Pustu 1,97 g/pasien.hari [13] Sekretariat Bapedal. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
2) Kondisi eksisting pengelolaan limbah padat B3 di Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkunga, Indonesia. .
Puskesmas dan penggunaan APD belum berjalan optimal. [14] Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1995. Keputusan
3) Rekomendasi yang diberikan adalah penggunaan ruang Kepada Bapedal No.1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
pendingin dengah suhu dibawah 0°C di setiap Puskesmas Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Badang Pengendalian Dampak Lingkungan, Indonesia.
sebagai TPS, pemilahan limbah bekas botol infus dan [15] Mohee, R. 2005. Medical wastes characterization in healthcare
safety talk yang diadakan secara rutin. institutions in Mauritius. Waste Management 25, p575-581.
[16] Thornton, T. 2003. Clinical waste management in Indonesia – Issues
relevant to Developing countries and best practices. In: Sustainability
in a New World, ISWA World Congress 2003, Melbourne.
V. SARAN [17] Surat Kementrian Lingkungan Hidup Deputi Bidang Pengelolaan B3
No. 6251/Dep.IV/LH/PDAL/05/2013 perihal Klarifikasi terkait Limbah
Saran yang diberikan untuk penelitian berikutnya adalah: Botol Infus Bekas. Kementerian Lingkungan Hidup, Indonesia
1) Selain Pustu, Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo juga [18] Alamsyah, Bestari. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk
memiliki jaringan pelayanan fasilitas kesehatan seperti Kaltim Bontang untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan, Tesis.
Universitas Diponegoro: Semarang.
Ponkesdes, Polindes dan Bidan desa. Sebaiknya penelitian
[19] Kocasoy, G. 1995. Handling and disposal of hospital wastes. In: A
juga dilakukan di Ponkesdes, Polindes, dan Bidan desa. paper presented in the symposium on solid waste management in the
2) Observasi lapangan mengenai rute pengangkutan limbah Mediterranean countries, Cairo, Egypt 8–14 September.
pada B3 dari Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo ke [20] Razali, S.S., Ishak, M.B. 2010. Clinical waste handling and obstacle in
pengolah sebaiknya juga dilakukan. Malaysia. J.of Urban and Environmental Engingeering, p47-54.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1204/MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
Indonesia.
[2] El-Salam, Magda Magdy Abd. 2005. Hospital waste management in El-
Beheira Governorate, Egypt. Journal of Environmental Management
91, p618-629
[3] Widiartha, Komang Y. 2012. Analisis Sistem Pengelolaan Limbah
Medis Puskesmas di Kabupaten Jember. Program Studi Kesehatan
Lingkugan dan Kesehatan Keselamatan Kerja. FKM: Universitas
Jember.
[4] ICRC, 2011. Medical Waste Management. International Committee of
the Red Cross, Geneva, Switzerland.
[5] Blenkharn, J.I. 2006. Standards of clinical waste management in UK
hospitals. Journal of Hospital Infection, 62, p300-303.
[6] Pruess, A., Giroult, E., Rushbrook, P. 1999. Safer management of
wastes from healthcare activities. World Health Organization Geneva.
[7] Garcia, R.1999. Effective cost-reduction strategies in the management
of medical waste. Am. J. Infect. Control 27 (2), p165-175.
[8] Paraningrum, Epifani Ardysta. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran
Limbah Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Barat. Program
Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
[9] Perdani, Intan Puteri. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat
B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur. Program Studi Teknik
Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
[10] Pratiwi, Dyah. 2013. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat
Puskesmas Kabupaten Pati. Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
[11] Komilis, D., Fouki, A., Papadopoulos, D. 2012. Hazardous medical
waste generation rates of different categories of health-care facilities.
Waste Manag. 32, p1434-1441.
[12] Jang, Y., Lee, C., Yoon, O., Kim, H. 2006. Medical waste management
in Korea. Journal of Environment Management 80, p107-115
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Abstract : RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso is a hospital that has received ratings
blue for PROPER. The hospital is classified in the government hospitals with the
classification of type B education. The average amount of harzardous and toxic
waste generated as much as 80.55 kg / day with an average number of patient
visits as many as 391 people / day. Based on the field observations that has
done, the management of hazardous and toxic waste in this hospital has not
managed well arcconding to Government Regulation No. 101 in 2014,
Environment Minister Decision No.r 06 in 2013 and Health Minister Decision No.
1204 in 2004. The purpose of this study was to assess the management of
hazardous and toxic waste to PROPER index in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.
This research methodology used in this research was qualitative and quantitative
approaches with cross sectional design. The population of this study was
executing management of hazardous and toxic wastes by using total sampling
technique. The results showed data types and volume hazardous and toxic waste
management, reporting activity of hazardous and toxic waste management,
license and validity period hazardous and toxic waste management, the
implementation of permit conditions, the amount of waste managed hazardous
and toxic, and hazardous and toxic waste management with third-party, Based on
Health Minister Decision No. 1204 in 2004 lug process, transportation, storage
and management of B3 waste management not eligible. Based on the results of
this research hazardous and toxic waste come from 7 hospital primary care with
various types of hazardous and toxic was syringes, plabot, scalpel, infusion
hoses, catheters hoses, tissue and fluids body, the result of assessment
hazardous and toxic waste management by 70% and PROPER ranking was blue.
Key Words : Hazardous and Toxic Waste Management, RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso, PROPER
kemudian merah, biru, hijau dan yang sampling untuk pembuat dan pengambil
tertinggi ialah berwarna emas. Rumah kebijakan dan petugas pengelola limbah
sakit termasuk perusahaan yang wajib rumah sakit, dan teknik aksidental
mengikuti PROPER karena memiliki risiko sampling untuk pekerja non pengelola
dalam pencemaran air, pengendalian limbah rumah sakit. Dengan jumlah
pencemaran udara, pengendalian limbah sampel sebanyak 10 orang.rumus Taro
B3 dan pengelolaan limbah yang Yamane dan sampel berjumlah 76 orang.
dihasilkan oleh kegiatan pelayanan rumah Teknik sampling yang digunakan
sakit.12 adalahquota sampling.
RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
merupakan salah satu rumah sakit HASIL DAN PEMBAHASAN
pemerintah dengan klasifikasi tipe B A. Karakteristik Limbah B3 RSPI Prof.
Pendidikan dengan jumlah pasien dalam Dr. Sulianti Saroso
setahun 142592 pasien pertahun. Rumah Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sakit ini telah memperoleh peringkat karakteristik limbah B3 dibedakan
PROPER berwarna biru selama 3 tahun menjadi 3 yaitu :
terakhir. 1. Sumber limbah
Limbah yang dihasilkan
berasal dari 7 pelayanan utama
rumah sakit yang terdiri dari dari
METODE PENELITIAN pelayanan rawat inap, pelayanan
Jenis penelitian yang digunakan dalam rawat jalan, pelayanan gawat
penelitian ini adalah penelitian darurat, pelayanan radiologi,
observasional yang bersifat deskriptif pelayanan farmasi, pelayanan
dengan menggunakan analisis kualitatif laboratorium dan pelayanan
dan kuantitatif. Berdasarkan waktu operasi.
penelitiannya, penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional. 2. Jenis limbah
Populasi dalam penelitian ini adalah Jenis limbah yang dihasilkan
pembuat dan pengambil kebijakan, terdiri dari jarum suntik, spuit,
petugas pengelola limbah rumah sakit, masker disposable, plabot, pisau
dan pekerja non pengelola limbah rumah bedah, benang operasi, kapas
sakit. Teknik pengambilan sampel dalam terkontaminasi, kassa
penelitian ini menggunakanteknik total terkontaminasi, botol obat, selang
726
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
731
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Abstract
Hospital X was class b private hospitals that are located in Batam with 297 unit beds. The waste that can
be categorized as solid waste medical in the hospital which is infectious, pharmacy, hazardous and toxic
waste, cytotoxic, sharp object. The purpose of this research is to identify, a source of , the characteristics,
solid waste medical produced by hospital X in Batam and also conduct an evaluation of solid waste
medical management hospital in accordance with the minister of environment and forestry 56 2015 on
procedures and technical requirements of hazardous and toxic waste management than health service
facilities. This research used primary and secondary data collection method. The research results show
solid waste medical management at the hospital X in Batam most of them are in according to rule. But
there are some things that must be improved are blinding trash bag, efficiency and minimal temparature
the combustion chamber incinerator. Management efforts must to do are briefing to officer of the waste
collection about the way to blinding trash bag in according to the regulation and the incinerator that can
serve confirming to standard of burning hazardous and toxic waste.
Keywords: Hospital, Managements, Solid waste medical, Hazardous and toxic waste, Health service
facilities
Abstrak
Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta kelas B berlokasi di Kota Batam, dengan jumlah tempat
tidur sebanyak 297 unit. Limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah padat medis di rumah sakit
tersebut yaitu infeksius, farmasi dan B3, sitototoksik, serta benda tajam. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi, sumber, karakteristik, timbulan limbah padat medis yang dihasilkan Rumah sakit X
Kota Batam, serta melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis yang sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan limbah padat medis di
Rumah Sakit X Kota Batam sebagian besar sudah sesuai dengan peraturan. Namun ada beberapa hal yang
harus ditingkatkan yaitu pengikatan kantong plastik, efisiensi dan temperatur minimal ruang bakar
insinerator. Upaya pengelolaan yang harus dilakukan yaitu memberikan pengarahan kepada petugas
pengumpulan limbah B3 mengenai cara pengikatan kantong plastik sesuai peraturan yang berlaku serta
melakukan perbaikan insinerator yang ada supaya dapat berfungsi sesuai dengan standar pembakaran
limbah B3.
Kata Kunci: Incinerator, Infeksius, Limbah B3, Rumah Sakit
1. Pendahuluan
Kondisi masyarakat yang sehat akan tercapai apabila lingkungan sekitar juga baik. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 7 Tahun 2019, Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan harus
memperhatikan keterkaitan dengan peraturan tersebut [9]. Rumah sakit termasuk penghasil limbah yang
berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis yang memiliki sifat berbahaya dan beracun dalam jumlah
besar serta memiliki dampak besar bagi lingkungan [11]. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101
Tahun 2014, limbah padat medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dapat
berpotensi menimbulkan resiko terhadap kesehatan, lingkungan kerja dan penularan penyakit [12].
Berdasarkan hal tersebut sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat maka
rumah sakit, wajib untuk mengelola limbah medis yang kategori B3 dengan tepat dan sesuai dengan
peraturan terkait.
Menurut United State Environmental Protection Agency (US-EPA) limbah medis padat adalah
limbah padat yang mampu menimbulkan penyakit. Limbah kimia, limbah beracun, dan limbah infeksius
merupakan bagian dari limbah padat yang dapat mengancam kesehatan manusia maupun lingkungan.
760
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Komposisi limbah padat menurut US-EPA terdiri dari limbah padat medis 22%, limbah farmasi 1% dan
limbah domestik 77% [14].
Berdasarkan kesesuaian dengan PerMen RI No. 340 Tahun 2010, Rumah Sakit X Kota Batam
diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B dimana aktifitas pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah
sakit tersebut akan menghasilkan limbah medis setiap harinya yang berasal dari 297 tempat tidur dari
aktifitas ruang rawat inap, rawat jalan, unit gawat darurat dan lain sebagainya [10]. Sedangkan,
berdasarkan kesesuaian dengan UU RI No. 44 Tahun 2009, Rumah Sakit X Kota Batam diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit dikategorikan rumah sakit khusus dan berdasarkan
pengelolannya dikategorikan rumah sakit privat [15].Limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah
padat medis di rumah sakit yaitu infeksius, farmasi & B3, sitotoksik dan benda tajam yang berpotensi
memiliki risiko terhadap kecelakaan kerja dan penularan penyakit [6].
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis di Rumah
Sakit X Kota Batam, tujuannya yaitu: mengidentifikasi sumber, karakteristik, dan timbulan limbah padat
medis yang dihasilkan, melakukan evaluasi pengelolaan limbah padat medis sesuai dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan T
Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan
memberikan rekomendasi untuk meningkatkan sistem pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X
Kota Batam. Pengelolaan limbah medis maupun nonmedis rumah sakit penting untuk memutuskan
penyebaran penyakit menular [5].
2. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu rangkaian proses yang saling terkait secara sistematis.
Metodologi penelitian digunakan untuk mempermudah jalannya penelitian, diperlukan tahap-tahap
tertentu yang memiliki maksud dan tujuan yang spesifik. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit X Kota
Batam pada Bulan Juli sampai dengan Agustus 2019. Ruang lingkup penelitian yaitu mengidentifikasi
sumber, karakteristik dan timbulan limbah padat medis yang dihasilkan Rumah Sakit X Kota Batam tanpa
meneliti limbah B3 dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Studi literatur berupa tinjauan regulasi
yang digunakan untuk mendukung data-data yang didapat dari kondisi eksisting, sehingga dapat
dibandingkan antar kondisi eksisting dengan literatur dan regulasi terkait. Studi literatur dapat diambil
dari beberapa sumber seperti peraturan-peraturan yang digunakan yaitu:
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014
Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 Tahun 2010
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2019
Pengumpulan data sangat dibutuhkan dalam suatu laporan karena merupakan bahan yang akan
dianalisis dalam pembahasan. Data yang perlu diperoleh untuk melakukan evaluasi pengelolaan limbah
padat medis terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya tanpa melalui perantara. Pengumpulan data primer dilakukan dengan tekik
observasi berupa pengamatan langsung terhadap kondisi eksisting pengelolaan limbah padat medis,
melakukan wawancara kepada pihak terkait pengelola limbah padat medis seperti unit kesehatan
lingkungan, selanjutnya melakukan dokumentasi dengan tujuan melihat gambaran kondisi eksisting yang
berkaitan dengan pengelola limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data-data tersebut diantaranya
gambaran umum Rumah Sakit X Kota Batam terutama profil rumah sakit, struktur organisasi, sumber
daya manusia (SDA) dimana data tersebut akan dihubungkan dengan hasil dan analisis pengelolaan limah
padat medis. Pengolahan data yang dilakukan yaitu menyusun data kondisi eksisting sesuai dengan tahap
pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam terdiri dari sistem pengurangan,
pemilahan, pewadahan dan pelabelan, pengangkutan insitu, penyimpanan, dan pengangkutan limbah B3
eksitu. Evaluasi data merupakan uraian suatu permasalahan atau analisis mengenai data yang telah
didapat dari proses pengolahan data, sebelum akhirnya menarik kesimpulan. Metode evaluasi terhadap
sistem pengelolaan limbah padat medis yang ada, dengan cara membandingkan hasil observasi dengan
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015.
761
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Gambar 1. Alur pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X Kota Batam
Sumber: Hasil pengamatan (2019)
Limbah padat medis berada dibawah tanggung jawab unit kesehatan lingkungan yang mengelola
limbah dari kegiatan pelayanan rumah sakit seperti pelayanan medis, pelayanan 24 jam, dan penunjang
medis. Menurut PerMenKes No. 7 Tahun 2019, Sumber daya manusia diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit seperti tenaga kesehatan lingkungan. Program-
program pengelolaan limbah padat medis yang sudah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 1.
762
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Tabel 1. Program pengelolaan limbah padat medis Rumah Sakit X Kota Batam
Kegiatan Waktu Pelaksanaan Pelaksana
Pemilahan, Setiap hari, Setiap pasien pulang atau apabila tempat sampah Pengunjung, perawat,
Pewadahan sudah terisi ¾ bagian sampah dokter, staff dan tenaga
Pemilahan dan pewadahan langsung dilakukan di sumber dan kerja lain yang bekerja di
langsung dipilah di wadah yang sesuai dengan karakteristiknya rumah sakit
Pengumpulan, Setiap hari Pengumpulan dilakukan
Penyimpanan Pengumpulan minimal 2 kali dalam sehari. Setiap oleh petugas pengangkut
pengumpulan, limbah diangkut dari spoelhoek ke dibawa ke sampah sebanyak 2 orang
tempat penyimpanan sementara (TPS)
Pengangkutan Pengangkutan disesuaikan dengan lama waktu penyimpanan PT. Prasadha Pamunah
Limbah B3 dan disesuaikan dengan kapasitas TPS Limbah B3 Limbah Industri
(PT. PPLI)
Sumber: Hasil pengamatan (2019)
Timbulan limbah padat medis yang dihasilkan di rumah sakit dipengaruhi kemampuan rumah
sakit dalam memberikan pelayanan medis. Limbah medis yang dihasilkan paling banyak pada ruang
perawatan [13]. Kegiatan medis di Rumah Sakit menghasilkan timbulan limbah yang bervariasi
bergantung dari jumlah pasien yang dirawat. Nilai timbulan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota
Batam dapat diketahui dengan melakukan penimbangan setiap hari yang dilakukan oleh petugas
pengangkut sampah [6]. Penimbangan selesai dilakukan maka dapat diketahui rekapitulasi data timbulan
limbah selama 6 bulan yang dihasilkan. Timbulan limbah padat medis Bulan Januari hingga Juni 2019
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Timbulan limbah padat medis rumah sakit bulan Januari-Juni 2019
Bulan Berat Limbah (kg)
Januari 3.336
Febuari 3.906
Maret 4.015
April 4.575
Mei 7.572
Juni 7.625
Rata-Rata 5.171
Sumber: RS X Kota Batam (2019)
763
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Pengurangan
Pihak rumah sakit selalu memastikan tanggal kadaluwarsa produk-produk dan obat-obatan saat
diantar oleh pemasok. Rumah Sakit X Kota Batam juga melakukan pengurangan limbah padat dengan
melakukan kembali penggunaan limbah yang sudah tidak terpakai (reuse), pengurangan limbah padat ini
merupakan salah satu program green hospital Rumah Sakit X Kota Batam.
Penggunaan kembali jerigen plastik cairan hemodialisa sebagai safety box mampu mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk pembelian safety box.
Rumah Sakit ini juga sudah melakukan pengurangan yang sesuai dengan PerMenLHK No.56 tahun 2015
yang tercantum dalam pasal 38 ayat 1, dapat dilakukan pengolahan untuk bekas kemasan cairan
hemodialisia. Rumah Sakit mengolah kemasan tersebut agar dapat digunakan kembali dan perlu
dilakukan pengosongan dan pembersihan terlebih dahulu setelah penggunaan, sesuai dengan tata cara
pengolahan pada peraturan yang berlaku.
Pemilahan dan Pewadahan
Sistem pemilahan dan pewadahan dilakukan di sumber saat limbah pertama kali dihasilkan.
Pemilahan dan pewadahan dilakukan oleh perawat, staff yang bertugas di setiap ruangan. Selain itu,
upaya yang dilakukan untuk memudahkan dan mengingatkan perawat secara tidak langsung adalah
dengan memberi label pada penutup wadah limbah. Sehingga sebelum memasukkan limbah ke wadah,
para petugas dapat membaca limbah apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam wadah tersebut.
Pewadahan limbah harus dengan kantong limbah yang sesuai, apabila tidak sesuai menimbulkan
penularan penyakit yang tidak diinginkan [1]. Pewadahan di Rumah Sakit X Kota Batam sudah dilakukan
dengan tepat sesuai karakteristik limbahnya.
Simbol dan Pelabelan
Tahap pelabelan dilakukan untuk memudahkan dalam pemilahan dan pengolahan limbah padat
medis yaitu dengan memberikan informasi simbol mengenai warna kantong plastik, dan sumber penghasil
limbah sesuai dengan karakteristik limbah yang dihasilkan. Sehingga resiko wadah tertukar pada saat
dilakukan pembersihan tidak akan terjadi. Untuk limbah infeksius, benda tajam, farmasi & B3, sitotoksik
sudah cukup mewakili karena tercantum isi rincian limbah dan simbol. Pada wadah limbah infeksius dan
benda tajam terdapat simbol biohazard. Untuk limbah infeksius yang berada di toilet yang berisi sampah
pembalut juga sudah terdapat simbol biohazard dan label.
Penanganan dan Pengikatan
Menurut PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 mengatur tata cara penanganan dan pengikatan untuk
limbah padat medis. Tahap pengananan diperlukan untuk menhindari terjadinya tertusuk saat
pengangkutan maupun limbah pada kantong plastik tercecer hingga ke lantai. Pengikatan kantong plastik
dilakukan oleh cleaning service di masing-masing ruangan dilakukan dengan ikatan kelinci, sedangkan
menurut peraturan terkait, kantung limbah seharusnya diikat dengan ikatan tunggal untuk mencegah
limbah tercecer di lantai sehingga penanganan belum sesuai dengan peraturan. Oleh karena itu, perlu
adanya pemantauan mengenai penanganan limbah padat medis.
Tempat sampah yang penuh akan menyebabkan limbah mudah tercecer dan ruangan menjadi
kotor [2]. Oleh karena itu, Upaya yang perlu dilakukan yaitu adanya peningkatan pengawasan mengenai
pengikatan kantong limbah agar limbah padat medis tidak mudah tercecer.
Pengangkutan Insitu
764
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
Tahap pengangkutan Insitu merupakan proses pengangkutan limbah padat medis yang dilakukan
oleh petugas rumah sakit, lalu limbah tersebut diangkut dari sumber (ruangan penghasil limbah) ke TPS.
Limbah yang dihasilkan dari setiap ruangan dikumpulkan oleh petugas cleaning service dan disimpan di
ruang spoelhoek, penyimpanan di ruang spoelhoek selama 2-3 jam. Hal tersebut dilakukan pada setiap
lantainya.
Berdasarkan PerMenLHK No. 5 Tahun 2015, pengangkutan insitu harus menggunakan alat
angkut yang tertutup. Penangkutan insitu limbah dilakukan setiap harinya menggunakan troli yang berisi
3 wheeled bin dengan kapasitas 100 L yang selanjutnya akan diangkut dan dibawa melalui jalur yang
telah ditentukan menuju TPS oleh petugas pengangkut limbah. Pengangkutan perlu memiliki rute khusus
dan melalui area yang tidak banyak dilalui pengunjung, bertujuan untuk meminimalisir risiko penularan
penyakit saat pengangkutan [8]. Di ruang spoelhoek limbah terlebih dahulu ditimbang. Proses
penimbangan ini dilakukan sebelum limbah diangkut. Sehingga terdapat pencatatan limbah yang memuat
data berat limbah di setiap pengumpulannya
Penyimpanan
Setelah dilakukan pengumpulan, limbah padat medis tersebut disimpan di TPS. Limbah padat
medis tersebut disimpan pada 4 buah bin besar dengan kapasitas 600 L sesuai dengan karakteristiknya
yang terdapat di TPS Infeksius sebelum dilakukan pengolahan limbah padat medis. Petugas cleaning
service akan melakukan penimbangan limbah sebelum dibakar. TPS Rumah Sakit dibagi menjadi 3 yaitu
TPS Infeksius, TPS B3 dan TPS Non Infeksius. Pada masing-masing TPS dilengkapi dengan simbol
diantaranya simbol infeksius untuk TPS Infeksius dan simbol infeksius, beracun, korosif, berbahaya
terhadap lingkungan untuk limbah B3. TPS tidak boleh terakses oleh binatang, binatang yang berkeliaran
di rumah sakit dimungkinkan terinfeksi virus melalui penularan intrnasal dan oral [3]. TPS Rumah Sakit
X Kota Batam sudah terhindar dari akses binatang.
Pengangkutan Limbah B3 Eksitu
Sistem pengangkutan limbah B3 eksitu yaitu mengangkut Limbah B3 yang telah disimpan di TPS
Limbah B3 menuju tempat pemusnahan atau pengolahan. Pengangkutan limbah B3 dilakukan oleh pihak
ketiga yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Pengangkutan dilakukan apabila sudah
mendekati batas waktu penyimpanan yang telah ditetapkan di peraturan atau disesuaikan dengan
kapasitas TPS limbah B3 apabila hampir penuh maka dilakukan pengangkutan. Pengangkutan limbah B3
dengan kendaraan darat dan laut. Pihak ketiga akan memberi form pengisian untuk pengambilan limbah
yang disebut dengan lembar manifest. Berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan, alat pengangkut
yang digunakan oleh PT. PPLI sudah sesuai dengan PerMenLHK No. 56 tahun 2015, yang disimpan
dalam bak permanen dan tertutup dibelakang pengendara, selain itu memiliki izin pengolahan. Truk yang
digunakan sudah memiliki kelengkapan.
Pengolahan
Pengolahan limbah B3 di lokasi rumah sakit dilakukan dengan menggunakan insinerator.
Alat ini memenuhi spesifikasi dan masih berfungsi dengan baik. Rumah sakit ini dalam mengolah limbah
padat medis menggunakan incinerator dengan temperatur hingga 1.1000C. Untuk mengurangi resiko
melepasnya partikel limbah B3 ke atmosfer dilakukan dengan mengolah partikel tersebut menggunakan
765
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
cyclone. Partikel tersebut dapat diendapkan atau dilakukan penyemprotan menggunakan air. Proses
pengolahan menggunakan incinerator menghasilkan dust dan sludge incinerator yang akan diolah oleh
PT. PPLI.
Tabel 3. Kesesuaian tahap pengolahan dengan PerMenLHK No. 56 Tahun 2015
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Kondisi Eksisting Kesesuaian
Sesuai Tidak Sesuai
Pengolahan dilakukan oleh penghasil Pengolahan yang dilakukan di √
atau pengolah limbah B3 yang rumah sakit sudah memiliki izin
memiliki izin pengelolaan limbah B3 pengelolaan limbah padat medis
untuk kegiatan pengolahan limbah dari KLH
B3
Pengolahan limbah B3 dapat Pengolahan yang diterapkan √
dilakukan dengan menggunakan rumah sakit yaitu berupa
Beberapa peralatan seperti autoklaf incinerator
tipe gravitasi dan atau tipe vakum,
gelombang mikro, iradiasi frekuensi
radio, incinerator
Lokasi tempat pengolahan harus Tempat pengolahan di rumah √
bebas banjir dan rawan bencana alam sakit terhindari dari banjir dan
bukan daerah rawan bencana
alam
Peralatan pengolahan harus Pengadaan incinerator sudah √
memenuhi izin lingkungan dan melalui persetujuan pemerintah
pengoperasian peralatan setempat sehingga dapat
diterapkan di rumah sakit
Hasil pengolahan yang dihasilkan Limbah asap melalui cerobong √
berupa limbah non-B3 sudah memenuhi standar dan
sudah dilakukan pengujian kadar.
Dust incinerator yang dihasilkan
disimpan di TPS Limbah B3 lalu
diolah oleh pihak ketiga
Sumber: Hasil pengamatan (2019)
Insinerator Rumah Sakit X Kota Batam memiliki 2 burner, dimana burner pertama berfungsi
sebagai pembakaran limbah padat medis yang dihasilkan rumah sakit sedangkan burner kedua berfungsi
sebagai pembakaran bertujuan menurunkan kadar CO sehingga tidak akan mencemari udara sekitar.
Tabel 4. Kesesuaian penggunaan incinerator dengan PerMenLHK No. 56 Tahun 2015
PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Kondisi Eksisting Kesesuaian
Sesuai Tidak Sesuai
Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95% Efisiensi pembakaran √
incinerator 91%
Temperatur pada ruang bakar utama sekurang- Temperatur ruang
kurangnya sebesar 800°C dan pada ruang bakar bakar sebesar 500°C- √
kedua sekurang-kurangnya sebesar 1000°C dengan 1.200°C
waktu tinggal paling singkat 2 detik
Sumber: Hasil pengamatan (2019)
Jika dibandingkan kesesuaian penggunaan incinerator di rumah sakit peraturan terkait, belum
sesuai dengan peraturan perundangan terkait yaitu efisiensi pembakaran yang belum mencapai 99,95%
dan suhu minimal belum mencapai 800°C. Hal ini menyebabkan untuk mencapai pembakaran sempurna
membutuhkan waktu tinggal yang lebih lama. Berdasarkan literatur, pembakaran tidak sempurna
(incomplete combustion) akan terjadi apabila waktu tinggal lama dan temperatur pembakaran rendah pada
ruang bakar yang dapat menyebabkan terbentuknya polutan yang menghasilkan dioksin dan furan. Jika
dioksin dan furan berada di udara bebas dan terhirup oleh manusia dapat mengganggu sistem pernafasan.
Hal ini tentu berbahaya karena dioksin dapat mengendap dalam tubuh manusia yang juga menyebabkan
kanker. Oleh karena itu perlu adanya upaya peningkatan efisiensi dan suhu pembakaran pada incinerator.
3.4 APD (Alat Pelindung Diri)
Penggunaan APD perlu dilakukan sebagai pelindung bagi pekerja dalam mengelola limbah padat
medis. Jenis APD yang digunakan tergantung dari bersarnya risiko terjadap limbah padat medis yang
766
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 760-767 e-ISSN : 2541-1934
dihasilkan dan dapat melindungi pekerja dari paparan cairan tubuh, darah, meminimalkan kemungkinan
tergores maupun tertusuk dan terpotong. Perlengkapan APD petugas pengelolan limbah padat medis
diletakkan dalam lemari khusus APD. Lemari tersebut berada di depan ruang petugas dan dekat dengan
TPS. Pekerja dapat menggunakan APD seperti celemek dan sarung tangan [7].
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan peraturan terkait, pengelolaan limbah padat medis di rumah sakit
dengan metode skoring skala likert, tahap pengurangan sebesar 100%, tahap pemilahan sebesar 93,3%,
tahap pewadahan sebesar 93,3%, simbol dan pelabelan sebesar 100%, tahap penanganan sebesar 77,8%,
tahap pengangkutan insitu sebesar 100%, Tahap penyimpanan sebesar 98,35%, tahap pengangkutan
limbah B3 eksitu sebesar 100%, Tahap pengolahan sebesar 96,7% dan kelengkapan petugas 100%. Dapat
disimpulkan bahwa, pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam sudah sesuai dari
sumber sampai pengangkutan limbah B3 eksitu. Namun, masih ada yang harus ditingkatkan yaitu
pengikatan kantong limbah, dimana masih ada beberapa petugas cleaning service yang tidak patuh dalam
pengikatan kantong sampah dengan melakukan kepang plastik ikat kelinci, kemudian efisiensi dan
temparatur minimal ruang bakar incinerator yang masih belum memenuhi.
5. Daftar Pustaka
[1] Alamsyah, B. 2007. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang untuk memenuhi
baku mutu lingkungan. Universitas Diponegoro.
[2] Astuti, A., & Purnama, S. 2014. Kajian Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB).
[3] Darminto, S. B., & SAEPULLOH, M. 1999. Penyakit-penyakit zoonosis yang berkaitan dengan
encephalitis. Wartazoa.
[4] DepKes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.
[5] Keman, S., & Triana, N. 2006. Evaluasi Pengelolaan Sampah Padat di Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Unair.
[6] Laporan pengelolaan limbah padat medis di Rumah Sakit X Kota Batam
[7] Maulana, M., Kusnanto, H., & Suwarni, A. 2017. Pengolahan limbah padat medis dan pengolahan
limbah bahan berbahaya dan beracun di RS swasta Kota Jogja.
[8] Paramita, N. 2007. Evaluasi pengelolaan sampah rumah sakit pusat angkatan darat gatot soebroto.
Jurnal presipitasi.
[9] PerMenKes No. 7 Tahun 2019 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Indonesia.
[10] PerMenKes No. 340 Tahun 2010 Klasifikasi Rumah Sakit, Indonesia.
[11] PerMenLHK No. 56 Tahun 2015 Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Indonesia.
[12] Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Indonesia.
[13] Pertiwi, V., Joko, T., & Dangiran, H. L. 2017. Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3) di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
[14] Reinhardt, P, A dan Gordon, G, J, 1991. Infectius and Medical Waste Management. Lewis
Publisher Inc, Michigan.
[15] Undang-undang No. 44 Tahun 2009 Rumah Sakit, Indonesia.
[16] Wilburn, S. Q., & Eijkemans, G. 2004. Preventing needlestick injuries among healthcare workers:
a WHO-ICN collaboration. International journal of occupational and environmental health
767
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
ABSTRACT
Hospital TK. II 04.05.01 dr. Soedjono Magelang is a grade B hospital which already
has accreditation plenary. Health care facilities has side result was medical and non
medical waste. Medical waste generated belongs to the hazardous materials and
toxic waste. Hazardous and toxic medical solid waste has mandatory be well
managed must be managed properly in the waste began to phase reduction and
sorting, storage phase and the transport phase to reduce the risk of employment,
health, and environmental impact. The purpose of this research was to evaluate the
management of hospital B3 solid waste from reduction and sorting stage, the storage
stage, carriage stage under Regulation Ministry of Environment and Forestry No. 56
in 2015 on Procedures and Technical Requirements for the management of
hazardous and toxic of Health Care Facilities. This research is observational
research which has qualitative descriptive with cross sectional approach. This
research subject is taken using purposive sampling technique that consists of 9 key
informants and 3 triangulation informants. The results of this research showed that
the average B3 solid medical waste generated each day reach 82.37 kg.
Assessment of the evaluation based on the regulation of the Minister of environment
and Forestry Number 56 year 2015 get a percentage of 76,39%, which means do not
meet the standard of 100%. Problems were found in the stages of management,
such as there is no system of labelling on the containers and bags of waste, errors in
the storage and transport, as well as negligence officer in usage self tool protection
(APD) in the storage and carriage stage.
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan Keberadaan rumah sakit memberikan
lembaga kesehatan yang kemudahan akses bagi masyarakat
menyediakan layanan kesahatan untuk memperoleh pelayanan
perorangan secara lengkap dan kesehatan dengan jaminan
penuh bagi masyarakat dengan keselamatan dan memberikan
memiliki fasilitas layanan rawat inap, kepastian hukum.1 Aktifitas pelayanan
rawat jalan, dan gawat darurat. kesehatan rumah sakit menjadikan
485
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
rumah sakit sebagai penghasil limbah dan non medis yang sesuai untuk
terbesar salah satunya yaitu limbah menjaga kebersihan dna kenyamanan
yang masuk dalam golongan limbah rumah sakit sehingga tercipta kondisi
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) rumah sakit yang sehat dan dapat
yang berpotensi besar menyebabkan memutuskan laur penularan penyakit
pencemaran lingkungan.2 menular.7
Limbah B3 adalah buangan Menurut lampiran 1 PP Nomor
dari suatu kegiatan yang mengandung 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan
B3 dikarenakan karakteristik yang limbah bahan berbahaya dan beracun
dimilikinya. Limbah tersebut baik limbah medis rumah sakit masuk
secara langsung ataupun tidak dalam kategori limbah B3 dengan
langsung mampu menimbulkan kode limbah A337-1, dimana yang
pencemaran lingkungan, merusak masuk dalam kategori limbah B3 di
lingkungan hidup, bahkan dapat rumah sakit dan fasilitas pelayanan
berdampak buruk pada kelangsungan kesehatan diantaranya adalah limbah
kehidupan manusia.3 medis dengan karakteristik infeksius,
Berdasarkan Profil Kesehatan produk, bahan kimia kadaluarsa,
Indonesia tahun 2016, jumlah rumah farmasi kadaluarsa, peralatan
sakit di Indonesia mencapai 2.601 laboratorium terkontaminasi B3,
rumah sakit umum dan khusus peralatan medis mengandung logam
dengan peningkatan sebanyak 4,5% berat, dan sejenisnya, kemasan
dari tahun 2015.4 Buku Saku produk farmasi dan Sludge IPAL.3
Kesehatan Jawa Tengah tahun 2016, Pengelolaan limbah medis padat
di Provinsi Jawa Tengah terdapat 280 rumah sakit diatur dalam Keputusan
rumah sakit umum dan khusus. Menteri Kesehatan Nomor 1204 tahun
Sebanyak 228 RSU dan 52 RSK.5 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Cakupan rumah sakit yang Lingkungan Rumah Sakit bahwa
melakukan pengelolaan limbah medis pengelolaan limbah medis padat perlu
sesuai standar berdasarkan data Profil meliputi minimasi limbah, pemilahan,
Kesehatan Indonesia tahun 2016 pewadahan, pemanfaatan kembali
sebesar 17,36% dan 6 provinsi yang dan daur ulang.8 Sedangkan dalam
belum melakukan pengelolaan sesuai Permen LHK Nomor 56 tahun 2015
standar yaitu Sulawesi Tengah mengenai Tata Cara dan Persyaratan
Bengkulu, Papua Barat, Nusa Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Tenggara Timur, , Sulawesi Barat, dan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas
Papua.4 Limbah rumah sakit sekitar Pelayanan Kesehatan, rumah sakit
10-20% adalah yang dinilai merupakan salah satu fasilitas
berbahaya dan mampu menimbulkan pelayanan kesehatan yang
berbagai dampak kesehatan, menyumbang produksi LB3 dengan
sehingga 70-90% diantaranya memiliki kewajiban melakukan
merupakan limbah yang menyerupai pengelolaan LB3 meliputi
limbah domestik.6 pengurangan dan pemilahan,
Secara nasional rumah sakit penyimpanan, pengangkutan,
menyumbang produksi limbah padat pengolahan, penguburan, dan/atau
sebanyak 376.089 ton/hari dan penimbunan LB3.9
produksi limbah cair rumah sakit Pada studi pendahuluan yang
sebanyak 48.985 ton/hari. Sehingga sudah dilakukan didapatkan bahwa
dibutuhkan pengelolaan limbah medis pengelolaan limbah B3 yang dilakukan
486
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
487
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
488
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
489
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
490
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
kantong plastik limbah tidak memiliki “Kalo sampah standar ada tiga, ada
simbol karakteristik limbah tertentu. limbah medis, non medis, sama
Sistem pelabelan sudah berjalan yaitu limbah benda tajam kalo khusus
dengan memberikan keterangan atau kemoterapi ada limbah sitotoksik jadi
informasi diatas penutup wadah ada empat. untuk sementara limbah
mengenai jenis limbah yang harus sitotoksiknya memakai plastik ungu
dibuang diwadah tersebut. Sistem
yang kecil-kecil dan disendirikan dari
pelabelan, pemberian simbol, dan
plastik kuning yang infeksius. kalo
pembedaan karakteristik limbah
berguna untu mencegah penyebaran sampah non medis pakai plastik
penyakit akibat limbah medis tersebut hitam.”
terhadap pengelola limbah. Limbah Kepala Instalasi Rawat Inap :
medis padat seperti bekas jarum “Disana kita bagi tempatnya sampah
suntik, apabila dibuang bersamaan sudah sendiri-sendiri. Limbah medis
dengan limbah domestik maka akan sendiri , non medis sendiri mbak, jadi
membahayakan petugas kebersihan yang ngambil bisalangsung memilah
yang mengelolanya, dapat diambil karena petugas pengambil sampah
oleh pemulung sampah sehingga medis sendiri, sampah non medis
dapat meningkatkan penularan HIV sendiri. Benda tajam juga tempatnya
(99%) lewat penggunaan jarum suntik sendiri
bekas.7
Staf Sanitasi Rumah Sakit:
Hemodialisa 1. Terdapat troli untuk memuat semua kebutuhan obat 1 (pasien) yang dilengkapi dengan
platik kuning untul limbah infeksius, dan platik hitam untuk limbah non medis.
2. Pemanfaatan jerigen bekas dialiser
3. Limbah benda tajam dibuang di jerigen bekas
4. Dilakukan desinfektan setiap pergantian pasien dengan klorin
5. Membuang sisa cairan pada infus dan selang pada spoelhoek
Kemoterapi 1. Melakukan pemilahan limbah menjadi 3 kategori yaitu limbah medis infeksius dilapisi
plastik warna kuning, limbah sitotoksik dilapisis plastik warna ungu, dan limbah non
491
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
492
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
(dua) sejak limbah dihasilkan untuk pagi hari pada saat rumah sakit masih
menghindari adanya pertumbuhan dalam kondisi sepi selain itu alat
bakteri, putreaksi, dan bau. angkut yang digunakan juga dapat
3. Pengangkutan Limbah Medis ditutup sehingga mengurangi
Padat B3 persebaran penyakit pada saat
Pengangkutan limbah medis pengangkutan. Sejalan dengan
padat B3 yang dihasilkan dari masing- penelitian yang dilakukan oleh
masing sumber, kemudian akan Agustina (2014) bahwa jalur
dibawa ke TPS LB3 dilakukan pengangkutan yang digunakan sudah
sebanyak 2 (dua) kali dalam satu hari dipertimbangkan sehingga jalur yang
yaitu pada pagi hari (06.30 WIB) dan dilalui untuk membawa limbah medis
siang hari (13.30 WIB). Pengangkutan sudah terstruktur dan berusaha
yang dilakukan secara tidak terjadwal menghindari jalur yang digunakan
atau tidak rutin minimal sehari sekali oleh pengunjung agar tidak
makan akan mengakibatkan mengganggu kenyamanan
penimbunan sampah pada penghasil pengunjung.7
limbah (Aulia, 2012).18 Penggunaan alat pelindung diri
Petugas Kebersihan LB3 : (APD) sudah dilakukan mulai dari
“Pagi hari pukul setengah tujuhan tahap pengurangan dan pemilahan,
dilakukan sebanyak dua kali sehari, penyimpanan dan pengangkutan,
satunya siang jam satu setengah dua namun belum dilakukan secara
tapi cuma yang banyak-banyak saja optimal dengan baik dan benar.
yang dibangsal tidak.” Persyaratan dalam EPA (Environment
Alat pengangkutan yang Protection Agency) menyatakan
digunakan berupa troli khusus untuk bahwa penanganan limbah
limbah medis padat B3 yang sudah seharusnya menggunakan peralatan
sesuai dengan peraturan yaitu mudah pelindung.19
dilakukan bongkar muat limbah,
mudah dibersihkan, tahan dengan KESEIMPULAN
goresan benda tajam, dan beroda 1. Karakteristik limbah medis padat
sehingga memudahkan mobilitas B3 :
pengangkutan serta dilengkapi a. Sumber penghasil limbah
dengan simbol limbah infeksius. Hal medis padat bahan berbahaya
ini serupa dengan penelitian yang dan beracun (B3) berasal dari
dilakukan oleh Astuti (2014) bahwa 8 pelayanan kesehatan yaitu
pengangkutan limbah menuju TPS pelayanan rawat inap,
diangkut menggunakan troli.7 pelayanan rawat jalan
Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr. (poliklinik), pelayanan
Soedjono Magelang belum memiliki hemodialisa, pelayanan
jalur khusus untuk pengangkutan kemoterapi, pelayanan
limbah medis padat B3. Rute farmasi, pelayanan instalasi
pengumpulan dimulai dari area gawat darurat (IGD),
penghasil yang paling jauh dari TPS pelayanan laboratorium, dan
sampai dengan area penghasil yang pelayanan instalasi bedah.
paling dekat dengan TPS LB3 selain b. Jenis limbah medis padat
itu melewati jalur belakang untuk bahan berbahaya dan beracun
menghindari area yang banyak dilalui (B3) meliputi masker
oleh banyak orang dan memilih waktu disposable, sarung tangan
493
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
494
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 4, Agustus 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
495
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Putera Batam
Jalan R. Soeprapto Muka Kuning, Kibing, Kec. Batu Aji, Kota Batam, Kepulauan Riau
1
Ukasibrahim@gmail.com, 2Zuhdiarman1@gmail.com
Abstract, Hazardous and toxic waste (B3) is waste generated from a production process both
industrial and other business activities, where the people who live there are usually found or
produce waste, waste water or other activities that are not well managed will have an impact on
creatures and the environment around it, because of its nature and concentration, both directly
and indirectly, can damage the environment and the health of living things around it. The
method used in this research is normative juridical. The results of the study show that pollution,
hazardous and toxic substances (B3) can occur anytime and anywhere, whether carried out by
industry or other business activities to take advantage without thinking about mistakes caused
by these activities, the arrangement and environmental habitat are damaged due to
environmental damage and which do not less important is the emergence of hazardous and
toxic substances, which must be fought to maintain the development of a beautiful and
environmentally friendly environment for now and for generations to come.
Keywords:Waste; dangerous; Poisonous; Border.
Abstrak, Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun kegiatan usaha lainnya, dimana masyarakat
bermukim disana biasa didapati atau menghasilkan sampah, air buangan atau aktivitas lainnya
yang tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan dampak bagi makhluk dan lingkungan
disekitarnya, karena sifat dan konsentrasinya baik langsung maupun tidak dapat merusak
lingkungan dan kesehatan mahluk hidup disekitarnya. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan pencemaran,
bahan berbahaya dan beracun (B3) bisa saja terjadi kapan dan dimana saja baik dilakukan
oleh industri dan kegiatan usaha lainnya untuk mengambil keuntungan tanpa memikirkan
kesalahan akibat kegiatan tersebut, penataan dan habitat lingkungan itu rusak karena
terjadinya kerusakan lingkungan dan yang tak kalah penting munculnya bahan berbahaya dan
beracun, yang harus diperangi untuk menjaga pembangunan lingkungan yang asri dan
berwawasan lingkungan untuk saat ini dan saat generasi yang akan datang.
Kata Kunci:Limbah; Berbahaya; Beracun; Perbatasan.
~ 200 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
Pendahuluan
Dalam perkembangan sejak kemerdekaan sampai dengan sekarang ini Indonesia
merupakan Negara demokrasi yang menerapkan hukum.1Hukum Lingkungan merupakan
suatu kajian tentang tata alam, ilmu ini tergolong baru dipelajari khususnya di Indonesia.
Berbicara hukum lingkungan berarti berbicara tentang sumber daya alam dan peraturan
hukum yang mengaturnya, baik yang meliputi tata hukum lingkungan, perlindungannya,
kesehatan lingkungan, maupun perselisihan lingkungan. Dalam tulisan ini penulis secara
umum mengedepankan kepada hukum pengelolaan pencemaran lingkungan yang bisa
berakibat lebih jauh karena selainkerusakan lingkungan (kesehatan lingkungan) juga
menimbulkan bahaya yang ditimbulkan yakni secara khusus adanya yang dikenal bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Menurut Drupsteen bahwa “hukum lingkungan(milieurecht) adalah “hukum yang
berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijkmilieu) dalam arti luas, ruanglingkupnya
berkaitan dengan ruangpengelolaan lingkungan, dengan demikian hukum lingkungan
merupakan instrument-instrumen yuridis bagi pengelolaan lingkungan”2lebih lanjut St.
Moenadjat Danussaputro membedakan antar hukum lingkungan modern yang
berorientasi kepada lingkunganatau (environment-oriented law) dan hukum lingkungan
klasik yang berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau (use-oriented law)3,yang
dalam penulisan ini lebih mengarah kepada hukum lingkungan klasik yang berorintasi
secara khusus kepada penggunaan lingkungan yaitu pengelolaan pencemaran dan bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang membahayakan lingkungan dan kesehatan mahluk
hidup terutama manusia dan sekitarnya.
Beberapa Peraturan perundang-undangan yang mengatur lingkungan (perlindungan
hukum lingkungan) mulai dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 bahkan sampai
pada perubahan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH). Perlindungan yang
termaktub dalam Undang-Undang tersebut meliputi perlindungan sumber daya alam
hayati dan sumber daya alam non hayati dan ekosistemnya, bahwa perlindungan hukum
itu dilakukan berdasarkan Baku Mutu Lingkungan (BML) dan sebagainya.
Lingkungan Hidup Sebagai Kesatuan Ruang, dan Lingkungan hidup sebagai
kesatuan ruang dengan semua benda. Hukum lingkungan sebagai kesatuan ruang semua
benda, daya, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya bagitu mempengaruhi
alam itu sendiri. Dalam ilmu ekologi (ilmu tentang makhluk hidup di dalam rumah
tangganya), artinya setiap makhluk hidup berada dalam suatu proses penyesuaian diri
(adaptasi) dalam sistem kehidupan yang dipengaruhi oleh asas-asas dalam kelangsungan
perikehidupan ekologi tersebut. Menurut Nursid Sumaatmadja bahwa”asas dari ekologi
dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) yaitu asas keanekaragaman, kerjasama, persaingan,
1
Zuhdi Arman, Tinjauan Terhadap Sistem Multi Partai Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial
Di Indonesia Pada Era Reformasi, Jurnal Cahaya Keadilan, Vol 6, No.1, April 2018, hlm.23
2
Grusteen, yang dikutip Muhammad TaufikMakarau, Aspek-AspekHukumLingkungan, (Jakarta:
PT. Indeks, 2011), hlm. 3.
3
St. MoenadjatDanussaputro, HukumLingkungan, (Bandung: Bina Cipta,1979), hlm 35-37.
~ 201 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
intraksi dan asas keseimbangan4. Dalam sistem peri kehidupan ekologi tersebut
diperlukan pengaduan yang berwujud penetapan nilai-nilai dalam kehidupan dan
pengelolaan lingkungan hidup melalui pendekatan norma-norma hukum lingkungan.
Indonesia dengan Undang-Undang lingkungan yang ada dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Kesatuan Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup (UULH)
yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) yangmengenal dua bentuk masalah-masalah lingkungan
hidup yaitu pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup sebagaimana
dalam Pasal 1 butir (2 ) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yakni masuknya atau
dimasukannyamakhluk hidup, zat, energy dan atau komponenlain kedalam lingkungan
hidup, oleh kegiatan, sehinggakualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Dalam
perkembangan berikutnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 menjadi Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam Pada Pasal 1 butir 12 dipertegas dan menambah
kelimat akibat dari rusaknya lingkungan itu salah satu sebab karena terjadi pencemaran
yang membawa akibat hal negatif dengan munculnya bahan berbahaya dan beracun (B3),
dari Pasal tersebut perlunya pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup terutama di wilayah air yang meliputi (danau,
sungai, pantai dan laut) tanpa membedakan wilayah udara ,darat, dan laut (terutama
wilayah laut perbatasan negara (Kepri) khususnya.
Pembangunan terhadap ekologi di ukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari
batas-batas yang ditetapkan sesuai komponen atau daya tenggap ekosistem lingkungan,
kemampuan lingkungan atau daya ekosistem lingkungan tersebut dikenal dengan istilah
daya dukung lingkungan (carrying coacity), adapaun untuk batas-batas daya dukung
kemampuan lingkungan disebut dengan istilah nilai ambang batas (NAB). Menurut
Muhammad Erwin dalam bukunya Hukum Lingkungan bahwa “nilai ambas batas
merupakan batas tinggi (maksimum) dan terendah (minimum) dari kandungan zat-zat,
makhluk hidup, atau komponen komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap intraksi
yang diperkenankan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu
lingkungan.5
Pengertian batas mutu lingkungan juga dapat dipahami dari rumusan dalam Pasal 1
angka 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni
ukuran batas atau keadaan makhluk hidup, zat, energy atau komponen yang dapat atau
harus ada atau unsur pencemaran yang ditegangkan adanya dalam suatu sumber daya
bentuk sebagai unsur lingkungan hidup.
Pemerintah telahmelakukan berbagaiupaya penanggulangan,6Pencemaran
Lingkungan dan Pengelolaan Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Didalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan
4
R. M. Gatot P. Soemartono, HukumLingkungan Indonesia, (Jakarta: SinarGrafika,1996),hlm. 37.
5
Muhamad Erwin,
HukumLingkunganDalamSistemPerlindungandanPengelolaanLingkunganHidup di Indonesia.
(Jakarta: RafikaAditama, 2015), hlm. 49.
6
Jevlin Solim, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Situs Jual Beli Online Di
Indonesia, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol 14, No.1, 2019, hlm 106.
~ 202 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dimana dalam
Pasal 17 penulis pahami bahwa ketentuan-ketentuan yang mendasar pencegahan akibat
sudah dan terjadinya pencemaran lingkungan dan penanggulangan perusakkan secara
integral beserta beberapa peraturan lainnya. Untuk pencemaran dari segi pengawasannya
harus dilakukan secara sunguh-sungguh (secara sektoral). Hal ini telah ditetapkan dari
berbagai Perurutan perundang-undangan lainnya yang ada termasuk penegakan hukum
lingkungan itu sendiri7.
Bagi pelaku usaha golongan ekonomi lemah yang usahanya diperkirakan telah dan
akan merusak materi/fisik lingkungan pelaku usaha tersebut diberi pemahaman
masalahperusakakan dan pencemaran lingkungan, agar lingkungan terjaga dari
pencemaran dan kerusakannya8, sesuai materi Undang-Undang Lingkungan Hidup
Nomor 32 Tahun 2009.Izin Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Izin pengoprasian pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 meliputi
penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Izin
pengoperasian ini dikeluarkan oleh Kepala BAPEDAL. Bahan yang karena sifatnya daan
konsentrasi, jumlahnya baik langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan
merusak lingkungan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hdup manusia serta
mahluk lainnya. Bahan beracun dan berbahaya (B3) yang merupakan sisa usaha dan
kegiatan yang mengandung bahaya karena ia bisa berakibat racun dapat mencemarkan
juga lingkungan hidup, membahayakan lingkungan, kesehatan mahluk lainnya. Limbah
bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat dikategorikan sebagai limbah jika setelah
melalui uji karekteristik limbah itu memiliki karakter atau sifat-sifat antara lain mudah
meledak, bersifat reaktif dan beracun serta menyebabkan infeksi.
Berdasarkan uraian tersebut, menarik untuk ditelusuri lebih lanjut bagaimana
pengaturan hukum dan pengelolaan limbah B-3 wilayah perbatasan negara terkait upaya
pengelolaan pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah perairan
perbatasan khususnya di Kepulauan Riau.
Metode Penelitian
Metode dalam melaksanakan suatu penelitian, penulis membutuhkan sebuah
metode dalam bentuk desain penelitian dalam hal penggunaannya kualitatif tentunya
penulisan ini akan menentukan dan menyesuaikan. Dalam hubungan desain penelitian,
dalam penyusunan dan melakukan karya ilmiah ini tentunya menggunakan desain
penelitian dengan metode kualitatif yang bertolak dari teori yang ada sebagai penjelasan
dan berakhir dengan suatu teori9. Teknik pengumpulan data berupa pengumpulan bahan
refrensi dan dokumen terkait dengan termasuk karya ilmiah lainnya dari beberapa pakar
dibidangnya. Analisa data, membuat suatu aturan, memanipulasi, serta menyikapi data
sehingga mudah dipahami dan dibaca dalam hal analisa data adalah membagi data atau
kelompok atau kategori, kategori yang sesuai dan lengkap, bebas dan terpisah, dalam
7
Takdir Rahmadi. Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafika, 2014), hlm. 135.
8
Ibid.hlm. 152.
9
Muhamad Erwin, Op. cit.hlm. 49.
~ 203 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
penulisan karya ilmiah inidiharapkan data yang bersifat deskriptif bersumber dari tulisan
atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat diobservasi dari manusia. Lokasinya penulis
ini memilih wilayah /lingkungan hidup di Kepulauan Riau terutama diwilayah perairan
perbatasan Negara.
Pembahasan
1. Hukum Lingkungan Hidup(UUPPLH)
Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan Lingkungan Hidup
diantaranya terdapat dalam Pasal 11-17 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Dalam
Pasal tersebut penulis memahami bahwa bertapa pentingnya menjaga lingkungan dari
hal-hal yang merusak, mencemari bahkan sampai pada bahaya bahan beracun (B3)
terhadap sumber daya alam baik hayati maupun non hayati. Hal tersebut selain
pengaturan lingkungan itu sendiri juga perlunya instrument atau ketentuan-ketentuan lain
berupa ketentuan konservasi sumber daya alam sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1984, ketentuan perlindungan sumber daya buatan ditetapkan dengan Undang-
Undang (Pasal 13). Dari ketentuan-ketentuan yang diutarakan/dikemukaknan di atas juga
terkait dengan baku mutu lingkungan (BML). Setiap rencana yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan anlisisa,
mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusahan dan pencemaran
lingkunganhidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau
secara sektoral ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Pemerintah memiliki peran dalam mempromosikan tata pemerintahan yang baik
10
, Dalam hal tersebut di atashubungannya dengan hukum perlindungan atas sumber daya
alam nonhayati yang melipiuti hukum perlindungan atas tanah, dalam rangka pelestarian
sumber daya manusia, tanah dan air kaitannya dengan pelaksanaan Pasal 15 Undang-
Undang Pokok Agraria, hukum perlindungan atas air, karena air beserta sumber-
sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti yang
dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Pasal tersebut dapat dipahami memberi
wewenang kepada pemerintah untuk mengelola serta mengembangkan manfaatan air dan
atau sumber sumber air agar tidak tercenmar. Menyusun dan mengatur perencanaan
teknis pengaturan, menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan orang dan badan
hukum dalam persoalan air dan atau sumber- sumber air, menghormati hak yang dimiliki
oleh masyarakat Adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
Nasional.
10
Citra, Sukmadilaga, Good Governance Implementation In Public Sector: Exploratory Analysis of
Government Financial Statements Disclosures Across ASEAN Countries, Procedia Social and
Behavioral Sciences, 2015.
~ 204 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
~ 205 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
11
http://agroindonesia.co.id/2018/12/cegah-perubahan-iklim-pencemaran-laut-harus-dikendalikan/,
diakses pada tanggal 11 September 2019.
12
https://www.beritasatu.com/nasional/527425/tingkatkan-kapasitas-pengendalian-pencemaran-
laut, diakses pada tanggal 12 September 2019.
~ 206 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir jatuh, menggangu sektor pariwisata, dan
mengacaukan aktivitas pelayaran. Untuk diketahui, Pembangunan Pusat Peningkatan
Kapasitas Regional di Indonesia merupakan hasil pembahasan pada pertemuan antar
pemerintah yang ke-4 untuk meninjau implementasi program aksi global demi
perlindungan lingkungan laut dari aktivitas berbasis lahan (The 4th Intergovermental
Review Meeting on the Implementation of the Global Programme of Action for the
Protection of the Marine Environment from Land-Based Activities/IGR-4).
Pertemuan itu menghasilkan Deklarasi Bali yang mengandung dua isu utama,
yaitu meningkatkan pengarusutamaan pada perlindungan ekosistem laut dan pantai,
terutama dari ancaman lingkungan yang disebabkan peningkatan zat kimia, air limbah,
sampah laut, dan mikroplastik. Isu lainnya adalah peningkatan kapasitas, pemahaman
dan berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kerja sama, meliputi pemerintahan,
sektor swasta, masyarakat sipil, dan ahli di tingkat regional maupun global dalam
perlindungan ekosistem laut dan pantai dari aktivitas berbasis lahan dan sumber-
sumber polusi.13
13
Ibid
~ 207 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
14
HarianUmum Tribun Kepri,29 Juli 2019, hlm. 6.
~ 208 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
menyusul desakan masyarakat dan Pemerintah Kota Batam akan bahaya limbah
berbahaya dan beracun (B3) pada bahan baku yang diimpor beberapa waktu lalu. Kepala
Layanan Pengiriman dan Informasi (BLKI) Kantor Bea dan Cukai Batam mengatakan
bahwa beberapa perusahaan itu telah mengajukan pengurusan dokumennya untuk re-
ekspor.
Limbah lainnya yang cemari wilyah perairan pesisir wilayah Kepulauan Riau,
seperti yang disebutkan di atas (berupa limbah Studge Oil, limbah akibat penambangan
ilegal yang ada di wilayah Kepri, limba plastik dan sejenisnya) juga masih di dapati
pencemaran ditempat-tempat lainnya di Kepri seperti limbah akibat kegiatan nelayan
yang mempergunakan alat tangkap yang dilarang oleh Undang-Undang bahkan
melakukan menangkap ikan dengan cara memakai bom selain merupak tumbuh karang
dan ikan, ikan yang terkena dan ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka bahaya
bisa berakibat terganggunya kesehatan bahkan yang lebih fatal lagi ada menyebabkan
kanker. Ini dilakukan nelayan daerah setempat maupun nelayan dari wilayah lainnya
bahkan nelayan asing, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok atau
industri (perusahaan).Jadi selain merusak kesehatan mahluk hidup juga sangat berdampak
kepada tatanan lingkungan dan mahluk hidup lingkungan lainnya, apalagi Kepri yang
sebahagian besar wilayahnya yang berbatasan langsung dengan wilayah Negara-Negara
lainnya.
~ 209 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
Penutup
1. Simpulan
Upaya pengelolaan pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah
perairan perbatasan khususnya di Kepulauan Riau harus dilakukan secara sistematis,
terpadu, melibatkan instansi yang terkait (pemangku kepentingan) dan masyarakat, agar
wilayah perairan tersebut dapat mengurangi pencemaran dari bahan berbahaya dan
beracun (B3) dan menjadikan lingkungan ini berfungsi dengan baik, terutama memberi
manfaat bagi masyarakat dan nelayan yang khususnya yang berdomisili diwilayah
tersebut yang mana sebahagian pencahariannya ada dilaut. Hambatan pencemaran limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah perairan perbatasan Negara di Kepulauan
Riau antara lain adalah letak geografisnya (laut) lebih luas dibanding daratannya, dimana
wilayah lalulintas kapal termasuk kapal asing yang segaja atau tidak sengaja
menyebabkan kegiatannya terjadi pencemaran bahan berbahaya dan bercun (B3) begitu
juga kegiatan nelayan termasuk nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara
melawan hukum, dan masih adanya ditemukan perusahaan termasuk perusahaan asing
yang belum sepenuhnya mengikuti tata aturan lingkungan hidup.
2. Saran
Diharapkan para penegak hukum yang terkait, disarankan rutin melakukan
penjagaan dan pengawasanwilayah perairan secara efektif ditambah keikut sertaan
masyarakat menjaga keindahan laut agar tidak tercemar bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang dapat merusak lingkungan hidup itu sendiri danmakhluk hidup lainnya.
~ 210 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
Daftar Pustaka
Buku :
Arif Djohan Tunggal. Hukum Laut (Suatu Pengantar). Jakarta: Harvarindo, 2008.
Jurnal :
Citra, Sukmadilaga, Good Governance Implementation In Public Sector:
Exploratory Analysis of Government Financial Statements
Disclosures Across ASEAN Countries, Procedia Social and
Behavioral Sciences, 2015.
Jevlin Solim, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Situs Jual Beli
Online Di Indonesia, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol 14, No.1,
2019.
~ 211 ~
Jurnal Hukum P-ISSN : 2615-3416
Samudra Keadilan E-ISSN : 2615-7845
Volume 14, Nomor 2, Juli-Desember 2019
Peraturan Perundangan-undangan :
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bahan berbahaya
dan bercun (B3)
Internet :
http://agroindonesia.co.id/2018/12/cegah-perubahan-iklim-pencemaran-laut-
harus-dikendalikan/, diakses pada tanggal 11 September 2019.
https://www.beritasatu.com/nasional/527425/tingkatkan-kapasitas-pengendalian-
pencemaran-laut, diakses pada tanggal 12 September 2019.
~ 212 ~
Pelita Teknologi: Jurnal Ilmiah Informatika, Arsitektur dan Lingkungan 14 (2) 2019 93-102
Nisa Nurhidayanti
Program Studi Teknik Lingkungan, STT Pelita Bangsa
Korespondensi email: nisa.kimia@pelitabangsa.ac.id
Tabel 3.1 Kesesuaian Pengelolaan Limbah B3 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
Abstract
Disposal of the residual production of an industry containing hazardous and toxic materials can have a
negative impact on the environment and human health. PT. X The Spinning Division is a company
engaged in spinning yarn that produces hazardous waste in the production process, especially in machine
maintenance. The hazardous waste produced is in the form of used TL lamps, contaminated cotton waste,
used oil, and used hazardous packaging. The hazardous waste is toxic, corrosive and flammable. The
purpose of this study is to compare the existing conditions of hazardous waste management with
applicable regulations. The study was conducted by directly observing the existing conditions and scoring
using Guttman scale. The research variables include sorting, storing, collecting, transporting, utilizing,
processing and landfill hazardous waste. The results showed that the management of hazardous waste in
PT. X The Spinning Division gets a score 34.3% which is categorized “Poor”.
Keywords: Hazardous waste, Spinning, Guttman, Hazardous waste management, Scoring
Abstrak
Pembuangan sisa hasil produksi suatu industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PT. X Divisi Pemintalan
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemintalan benang yang menghasilkan limbah B3
pada proses produksi terutama pada pemeliharaan mesin. Limbah B3 yang dihasilkan berupa lampu TL
bekas, majun terkontaminasi, oli bekas, dan kemasan bekas B3. Limbah B3 tersebut bersifat beracun,
korosif, dan mudah terbakar. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 dengan peraturan yang berlaku. Penelitian dilakukan dengan cara mengobservasi
langsung kondisi eksisting dan melakukan skoring dengan menggunakan skala Guttman. Variabel
penelitian meliputi pemilahan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan penimbunan limbah B3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi
Pemintalan mendapatkan skor 34,3 % yang dikategorikan “Buruk”.
Kata kunci : limbah B3, pemintalan, Guttman, pengelolaan limbah B3, skoring
1. Pendahuluan
PT. X merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang tekstil dan menghasilkan produk
berupa benang pintal serat kapas alami serta benang pintal serat polyester yang berkualitas eksport.
Lokasi PT. X terletak di Jalan Industri Ubrug, Kembangkuning, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten
Purwakarta dengan luas 50,2 Ha. Secara geografis PT. X dibatasi sebelah Utara oleh Jalan Tol
Cipularang, Selatan berbatasan dengan Elegant Textile, Timur berbatasan dengan Waduk Jatiluhur, dan
Barat berbatasan dengan Terminal Ciganea [1].
Proses produksi yang dilakukan PT. X menghasilkan suatu produk serta sisa proses proses produksi
yang tidak dapat digunakan lagi atau limbah. Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan terdapat
limbah yang bersifat berbahaya dan beracun (B3). Bahan Berbahaya, dan Beracun (B3) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain [2]. Berdasarkan
711
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
Peraturan Pemerintah No. 101 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tahun 2014, limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 yang dihasilkan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang diawali dengan
dengan proses penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengelolaan limbah B3
termasuk penimbunan. Pengelolaan tersebut, diharapkan dapat meminimasi timbulan Limbah B3 yang
dihasilkan dengan melakukan upaya yang dimulai dari pengurangan timbulan dari sumber dengan
meminimasi penggunaan bahan baku atau bahan penolong yang semula B3 menjadi non B3, melakukan
pemilihan dan penerapan proses produksi yang lebih efisien serta menggunakan teknologi yang ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi
Pemintalan, melakukan evaluasi dari sistem pengelolaan limbah B3, serta memberikan penilaian
pengelolaan limbah B3 yang telah dilakukan berdasarkan kepada saran perbaikan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Penelitian ini mengacu kepada beberapa dasar hukum tentang pengelolaan limbah B3 yaitu (1) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3, (2) Keputusan
Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3, (3) Keputusan Bapedal
No. 2 Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kegiatan yang dilakukan di
divisi pemintalan PT. X terdiri atas pemintalan benang yang dilakukan di 7 departemen pemintalan.
Pemintalan adalah proses pembuatan benang dengan memilin dan menjalin secara bersama serat-
serat tumbuhan maupun hewan. Proses pemintalan menghasilkan limbah B3 yang berasal dari perawatan
mesin diantaranya oli bekas, majun/kain terkontaminasi B3, kemasan B3 [3]. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan pengelolaan limbah B3 di proses
pemintalan.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini memiliki empat tahapan, yaitu studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan dan
analisis data serta kesimpulan. Studi pustaka yang digunakan yakni mempelajari peraturan-peraturan yang
berlaku yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3, serta jurnal terkait pengelolaan limbah B3 di
industri tekstil khususnya bidang pemintalan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh dengan cara
wawancara dan observasi yang dilakukan pada tanggal 1-30 Juli 2019, serta data sekunder berupa profil
perusahaan, tahapan proses produksi, limbah B3 yang dihasilkan, pengelolaan limbah B3, serta pihak
ketiga yang akan mengelola limbah B3 perusahaan dalam proses produksi yang diperoleh dari dokumen
yang tersedia di PT X Divisi Pemintalan.
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan yaitu dengan membandingkan kondisi eksisting
pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT X Divisi Pemintalan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku. Pengelolaan limbah B3 yang dibandingkan dimulai dari pengurangan, penyimpanan, dan
pengumpulan. Proses pengangkutan dan pengolahan tidak dibandingkan karena tidak dilakukan oleh PT.
X. Hasil dari perbandingan tersebut, kemudian dilakukan pembobotan untuk menilai pengelolaan limbah
B3 yang telah dilakukan dengan menggunakan Skala Guttman.
Skala Guttman disebut juga skala scalogram merupakan metode yang sangat baik untuk meyakinkan
hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan sifat yang diteliti yakni sesuai dan tidak sesuai [4]. Nilai
perhitungan pembobotan menggunakan skala Guttman disajikan pada Tabel 1.
Jawaban dari sifat yang diteliti dibuat skor tertinggi “1” dan terendah “0”. Penelitian ini
menggunakan Skala Guttman dalam membandingkan kondisi eksisting dengan peraturan yang berlaku
untuk melakukan skoring agar didapat hasil yang bersifat tegas. Setelah memberikan skor berdasarkan
Tabel 1. kemudian dilakukan perhitungan terhadap persentasi skoring, dengan rumus yang disajikan pada
persamaan (1). Pengelolaan limbah B3 dengan menggunakan Skala Guttman telah dipergunakan untuk
712
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
meneliti pengelolaan limbah B3 di Klinik Gigi Kota Yogyakarta [5] dan di PT Indopherin Jaya
Probolinggo [6].
Persentase skoring ini diberikan untuk setiap tahapan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh
PT. X Divisi Pemintalan sehingga kita dapat mengetahui nilai persentase untuk setiap tahap pengelolaan
Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan. Hasil persentase yang sudah dilakukan kemudian dibandingkan
kedalam kategori penilaian untuk menentukan menentukan kesesuaian pengelolaan limbah B3 di PT. X
Divisi Pemintalan dengan regulasi yang berlaku yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Evaluasi pengelolaan limbah B3, apabila data yang didapat bersifat kuantitatif menggunakan Skala
Guttman, maka data perlu diolah untuk menarik kesimpulan. Teknik hitung presentase merupakan teknis
analisis yang digunakan [5].
713
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
Proses produksi PT X menggunkan bahan baku serat kapas alami yang di impor. Meskipun peranan
serat kapas di Indonesia sangat dominan, kenyataan menunjukkan sebalikya, produksi serat kapas
nasional masih sangat memprihatinkan [9]. Oleh karena itu, digunakan kapas import untuk bahan baku.
Jenis bahan baku yang digunakan adalah bahan baku indirect material yaitu bahan baku yang ikut
berperan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung pada barang jadi yang dihasilkan. Bahan
baku serat kapas alami akan di produksi menjadi benang pintal yang akan menjadi bahan dasar kain jadi.
Berat kapas yang dibutuhkan dalam satu hari untuk pengolahan sebesar 144 bale atau 30 ton.
Proses produksi PT. X Divisi Pemintalan memiliki 7 departemen yang masing-masing departemen
memiliki 3 rangkaian mesin dari mesin blendomat sampai packing (7 mesin) sehingga mesin keseluruhan
berjumlah 147 mesin yang beroperasi setiap hari.
3.2. Limbah yang Dihasilkan
PT. X Divisi Pemintalan menghasilkan limbah B3 dan non B3. Terdapat 2 cara untuk menentukan
suatu limbah termasuk limbah B3, yaitu dengan tes laboratorium dan mengidentifikasi limbah tersebut
dengan daftar limbah spesifik yang disusun oleh pemerintah karena telah dicurigai berpotensi
menunjukkan karakteristik limbah B3 [10]. Daftar limbah spesifik tersebut dimuat di Peraturan
Pemerintah No. 101 Tahun 2014.
Limbah B3 yang dianalisis berasal dari perawatan/perbaikan mesin produksi yang ada di
departemen pemintalan 1-7 yang artinya bukan dari proses produksi utama. Limbah B3 tersebut
merupakan sumber tidak spesifik [2]. Menentukan kategori limbah B3 merupakan salah satu proses
identifikasi limbah B3 selain sumber limbah B3 berdasarkan PP 101 Tahun 2014. Kategori limbah B3
yang dihasilkan PT. X Divisi Pemintalan merupakan kategori 2. Kategori 2 adalah limbah B3 yang
mengandung B3, memiliki efek tunda, dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan
hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis [2].
Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT.X Divisi Pemintalan terdiri atas (1) kemasan bekas B3,
dihasilkan oleh bagian utility dan mekanik yang berupa kemasan bekas oli dan kemasan bekas grease;
(2) oli bekas, dihasilkan oleh bagian mekanik dan utility; (3) limbah elektronik, dihasilkan oleh bagian
elektrik, limbah ini berupa kabel, baterai, dan lampu TL; dan (4) majun terkontaminasi dihasilkan dari
bagian mekanik, dan utility. Majun berupa kain yang digunakan untuk mengelap tumpahan atau ceceran
oli ataupun grease. APD bekas masker dan sarung tangan juga termasuk kedalam kategori limbah majun.
Limbah B3 yang dihasilkan dari setiap departemen pemintalan akan diangkut secara rutin oleh
pihak gudang sekali dalam sebulan untuk dikumpulkan di TPS LB3, karena limbah yang dihasilkan
memungkinkan untuk disimpan. Setiap ± 2 bulan sekali limbah B3 diangkut dan diolah oleh pihak ketiga
yaitu PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Jenis dan timbulan limbah B3 di PT. X Divisi
Pemintalan dapat dilihat pada Tabel. 3.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda setiap jenisnya. Karakteristik
setiap jenis limbah tercantum pada Tabel 4.
714
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
Limbah B3 yang dihasilkan di PT. X Divisi Pemintalan dapat dimanfaatkan kembali dengan
melakukan pengolahan terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian, oli bekas dapat digunakan kembali
menjadi bahan bakar diesel dengan melakukan proses pemurnian yang meliputi pengendapan, pemanasan
untuk membuang kandungan air, serta penambahan asam sulfat dan natrium hidroksida [11]. Pengolahan
limbah oli bekas juga dapat dilakukan menggunakan metode elektrokoagulasi dengan elektoda
alumunium [12].
Limbah non B3 yang dihasilkan dari proses produksi berupa nailcomber yang dihasilkan dari
proses blowing, hardwaste yang dihasilkan dari proses carding dan drawing, serta softwaste yang
dihasilkan dari ring spinning dan simplex. Ketiga limbah padat non B3 ini, dihasilkan 3,5 ton dalam
sehari. Limbah nailcomber dan limbah non hardwaste berupa serat-serat pendek yang putus dan
gumpalan serat yang masih menyatu, sedangkan softwaste berupa serat-serat halus yang terputus dari
proses spinning. PT. X Divisi Pemintalan dalam menanggulangi limbah padat non B3 dari proses
produksi menggunakan metode daur ulang. Limbah padat non B3 yang dihasilkan akan diserahkan
kepada pihak ketiga berizin.
Limbah serat kapas juga dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku berupa komposit berpenguat
limbah serat kapas berupa felt (produk nonwoven) dan manufactured wood (papan pabrikan) berupa
papan serta yang dapat memenuhi standar [13].
3.3. Pengelolaan Limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
teknis pengelolaan limbah B3. Aspek non teknis meliputi dasar hukum pelaksanaan pengelolaan limbah
B3 dan kelembagaan.
Pengelolaan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan mengacu pada peraturan terkait meliputi:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
c. Keputusan Kepala Bapedal, KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Tekns
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Unit yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan
adalah store (gudang). Unit gudang bertugas untuk mengelola limbah B3 yang akan dikirim ke pihak
ketiga dari mulai penyimpanan hingga pengangkutan. Pewadahan, dan pengumpulan di tugaskan kepada
bagian mekanik dan utility masing-masing departemen pemintalan 1-7. Limbah B3 yang dihasilkan
disimpan di departemen masing-masing kemudian akan diangkut oleh unit gudang perbulan dengan
menggunakan truk.
Aspek teknis pengelolaan limbah B3 menurut PP 101/2014, bahwa pengelolaan yang harus
dilakukan yaitu pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3. Skoring yang dilakukan dalam mengevaluasi pengelolaan limbah B3
dilakukan disetiap tahap pengelolaan limbah B3, kecuali tahap pemilahan limbah. Tahap pemilahan
limbah B3 dilakukan untuk memilah antara limbah B3 dan non B3, tidak ada kriteria khusus pemilahan.
Berdasarkan hasil observasi, PT.X Divisi Pemintalan belum melakukan pemilahan antara limbah B3 dan
non B3 terutama di TPS limbah B3 2 seperti terdapat di Gambar 2.
715
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
Pengurangan Limbah B3
Pengurangan limbah B3 dapat dilakukan dengan tata kelola yang baik terhadap material yang
berpotensi menghasilkan pencemaran terhadap lingkungan maupun gangguan kesehatan [14].
Berdasarkan kriteria pengurangan PP 101/2014, PT. X Divisi Pemintalan belum melakukan pengurangan
limbah B3. Persentase skoring yang didapat untuk parameter pengurangan adalah sebesar 0%.
Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan
dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah “Buruk Sekali”. Upaya pengurangan dilakukan adalah
dengan menggunakan kembali wadah/kemasan B3 seperti kemasan oli untuk oli bekas yang telah
digunakan untuk mengurangi timbulan limbah B3 berupa kemasan B3.
Pewadahan/Pengemasan Limbah B3
PT. X Divisi Pemintalan belum sepenuhnya melakukan pengemasan sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Kep-01/Bapedal/09/1995. Pewadahan seharusnya dilakukan sesuai dengan jenis
limbahnya, untuk itu masing-masing limbah B3 memiliki jenis pewadahan yang berbeda-beda [15].
Pewadahan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan berdasarkan jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 5
dan contoh kemasan/wadah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan skala Guttman pengemasan dan pewadahan
limbah B3 yang dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan yang dibandingan dengan Kep-
01/Bapedal/09/1995 belum sesuai di 5 parameter, yaitu kondisi, bahan keamanan dan penutup kemasan,
kemasan yang telah penuh, dan kemasan kosong. Persentase skoring yang didapat untuk parameter
pengemasan dan pewadahan adalah sebesar 40%. Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan limbah B3 untuk parameter pengemasan dan pewadahan di PT. X. Divisi Pemintalan adalah
“Buruk”.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Oli bekas disimpan dalam jerigen tanpa palet dan (b) Lampu TL disimpan tanpa wadah
Sumber: Hasil dokumentasi (2019)
simbol di kemasan Limbah B3 maupun di dinding serta pintu tidak dilakukan penempelan, sehingga
belum sesuai dengan PermenLH 14/2013.
Pemberian label limbah B3 pada semua wadah dan/atau kemasan limbah B3 yang memuat
informasi tentang asal usul limbah, identitas limbah, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan belum
memenuhi PermenLH 14/2013, baik di TPS Limbah B3 1 maupun 2 karena belum diberikan label.
Persentase skoring yang didapat untuk parameter simbol dan label untuk TPS Limbah B3 1 adalah 18%
dan TPS Limbah B3 2 adalah 0%. Rata-rata kedua nilai persentase ini yaitu 9%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 untuk pemberian label dan simbol di PT. X. Divisi
Pemintalan adalah “Buruk Sekali”.
Pengumpulan Limbah B3 ke TPS Limbah B3
Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3
sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau penimbun limbah B3 [2]. Pengumpulan limbah B3 di
PT. X. Divisi Pemintalan untuk departemen Spinning 6-7 yang memiliki TPS limbah B3 terpisah akan
melakukan pengumpulan limbah B3 ke TPS limbah B3 1, sekali dalam sebulan. Pengumpulan akan
dilakukan dengan menggunakan truk. Tingkat ketercapaian dari pengumpulan limbah B3 diketahui
dengan melakukan perbandingan antara kondisi eksisting dengan PP 101/2014 untuk mengevaluasi
limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan dapat disimpulkan bahwa pengumpulan limbah B3 yang telah
dilakukan oleh PT. X Divisi Pemintalan dengan persentase 50% adalah “Cukup”.
Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPS LB3)
Dari kedua TPS limbah B3 yang dimiliki PT. X. Divisi Pemintalan hanya 1 TPS yang memiliki izin
yaitu TPS limbah B3 1. TPS limbah B3 2 selain belum memiliki izin, juga belum meiliki pengelola yang
resmi, sehingga limbah yang dikumpulkan masih belum dilakukan pengelolaan dengan baik.
Penyimpanan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan selama maksimal 365 hari karena limbah B3
yang dihasilkan termasuk kategori 2 dari sumber tidak spesifik dengan berat < 50 kg/hari. Kedua TPS
limbah B3 menampung limbah B3 berupa lampu TL bekas, oli bekas, kemasan bekas B3, dan majun
terkontaminasi.
Berdasarkan hasil analisis persentase yang diperoleh pada evaluasi penyimpanan limbah B3 di PT.
X Divisi Pemintalan baik di TPS limbah B3 1 maupun 2 sebagai berikut: (1) berdasarkan evaluasi
penyimpanan dengan Kep-01/Bapedal/09/1995, score total yang diperoleh adalah 5 dengan score ideal
22. Sehingga persentase skoring yang didapatkan adalah 22%. (2) berdasarkan evaluasi penyimpanan
dengan PP 101/2014, score total yang diperoleh adalah 4,5 dengan score ideal 8. Sehingga persentase
skoring yang didapatkan adalah 56%. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa secara keseluruhan
persentase skoring untuk tempat penyimpanan sementara bila ditinjau dari 2 peraturan pembanding
adalah 39% yang dikategorikan “Buruk”.
Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan limbah B3 yang berasal dari TPS limbah B3 2 akan di angkut ke TPS limbah B3 1,
kemudian akan diangkut oleh pihak ketiga yaitu PT. PPLI yang telah memiliki izin dan rekomendasi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pengangkutan dilakukan setiap 2 bulan sekali.
Pihak PPLI akan mengangkut jenis limbah B3 yang sesuai dengan perjanjian yang telah mendapat izin
dari KLHK. Setiap pengangkutan limbah B3 yang dilakukan oleh pihak ketiga, PT. X akan melakukan
pengecekan kelengkapan dokumen meliputi identitas, perlengkapan pengemudi, serta izin alat angkut
yang berasal dari Dinas Perhubungan.
Langkah untuk mengetahui tingkat ketercapaian perlu dilakukan perbandingan antara kondisi
eksisting dengan peraturan berlaku. Peraturan yang digunakan adalah Kep-01/Bapedal/09/1995 dan PP
101/2014 untuk pengangkutan Limbah B3 di PT. X Berdasarkan hasil perhitungan total score yang
diperoleh pada evaluasi pengangkutan limbah B3 di PT. X Divisi Pemintalan adalah 17, dengan score
ideal adalah 25, maka persentase skoring yang di dapat adalah 68%. Tingkat ketercapaian untuk evaluasi
pengangkutan diperoleh 68% yang dikategorikan “Baik”.
Setelah dilakukan analisis dan pembahasan dari masing-masing pengelolaan limbah B3 di PT X
Divisi Pemintalan dihasilkan nilai dari setiap pengelolaan yang dilakukan yang dapat dilihat pada Tabel
6.
717
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
Berdasarkan persen skoring seluruh parameter bahwa PT. X Divisi Pemintalan telah melakukan
pengelolaan limbah B3 dengan hasil 34,3% yang dikategorikan “Buruk”. Maka dari itu, diharapkan PT.
X. Divisi Pemintalan dapat melakukan beberapa perbaikan untuk memaksimalkan pengelolaan limbah B3
agar seluruh parameter sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengelolaan limbah B3 PT. X Divisi Pemintalan agar dapat dikatakan pengelola limbah B3 yang
baik harus memenuhi parameter-parameter dari setiap tahapan pengelolaan berdasarkan peraturan yang
berlaku. Rekomendasi yang diberikan pada pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT. X Divisi
Pemintalan harus dilakukan di setiap tahap.
Pengemasan/pewadahan Limbah B3
Rekomendasi pada tahap pengemasan/pewadahan limbah B3 yaitu melakukan pengemasan yang
sesuai [15], diantaranya dus bekas atau box plastik dapat digunakan untuk menampung lampu TL bekas
dan majun terkontaminasi serta oli bekas dikemas dengan menggunakan tong besi yang tidak berkarat dan
tidak rusak.
Simbol dan Label Limbah B3 dan TPS Limbah B3
Tahap pemberian simbol dan label pada limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan
memberikan simbol beracun, mudah terbakar, dan korosif pada limbah B3 yang sesuai dengan ukuran 10
x 10 cm pada kemasan limbah B3 serta dinding tempat penyimpanan limbah B3 yang berada di TPS
limbah B3. Simbol beracun untuk lampu TL bekas serta majun terkontaminasi, mudah terbakar untuk oli
bekas, dan korosif untuk kemasan limbah B3. Pemberian label B3 pada masing-masing limbah B3 perlu
dilakukan, juga dengan melengkapi informasi yang diminta dalam label limbah B3. Label diletakkan
diatas simbol limbah B3 dengan ukuran 15 x 20 cm [16].
Pengumpulan Limbah B3
Tahap pengumpulan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu melakukan pemisahan
wadah limbah B3 dan non B3, memberikan nama serta karakteristik limbah B3 pada tempat pengumpulan
limbah B3.
Penyimpanan Limbah B3
Tahap penyimpanan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan pada tata letak penyimpanan
limbah B3 yaitu melakukan sistem blok yang terdiri dari 2x2 kemasan, memberikan palet pada
penumpukan antar kemasan limbah B3 serta alasnya, lebar tiap blok diberikan jarak 60 cm, serta
penyimpanan limbah B3 tidak menempel pada dinding. Izin TPS limbah B3 belum dimiliki oleh PT. X
Divisi Pemintalan untuk TPS limbah B3 2, oleh karena itu segera mengajukan izin TPS limbah B3 2 pada
DLH Kota/Kabupaten. Bangunan serta fasilitas TPS limbah B3 harus banyak diperbaiki diantaranya, bagi
TPS limbah B3 2 bangunan dibuat tertutup agar terhindar dari sinar matahari dan hujan, dibuat tanpa
plafon, memiliki ventilasi udara, serta memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) dan
membuat lantai kedap air dengan kemiringan maksimal 1% ke arah bak penampung, serta membuat bak
penampung tumpahan atau ceceran, bagi TPS limbah B3 1 maupun 2 dengan memberikan simbol
karakteristik limbah B3 yang disimpan pada bagian luar bangunan. Fasilitas lain yang perlu dipenuhi oleh
TPS limbah B3 2 yaitu memberikan alat pemadam kebakaran, pagar pengaman, peralatan P3K, serta
untuk TPS limbah B3 1 maupun 2 yaitu dengan memberikan pembangkit listrik cadangan, peralatan
komunikasi, gudang peralatan dan perlengkapan serta pintu darurat dan alarm.
Pengangkutan Limbah B3
Tahap pengangkutan limbah B3, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu dengan melakukan
pencatatan di logbook dan neraca limbah.
718
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 1 Januari 2020 hal 711- 719 e-ISSN : 2541-1934
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi mengenai pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan, limbah
B3 yang ada berasal dari sumber tidak spesifik, limbah B3 yang ada yaitu kemasan bekas B3 (0,133
kg/hari), limbah elektronik (0,156 kg/hari), majun terkontaminasi (1,500 kg/hari), dan oli bekas (2,910
kg/hari). Karakteristik limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan terdiri dari atas tiga karakteristik yaitu
mudah terbakar, korosif, dan beracun.
Pengelolaan limbah B3 PT X Divisi Pemintalan dilakukan dengan melihat aspek teknis dan non
tekns. Aspek non teknis pengelolaan limbah B3 terdiri atas dasar hukum pelaksanaan dan kelembagaan,
sedangkan aspek teknis yaitu pengelolaan mulai dari pemilahan, pengurangan, pewadahan, simbol dan
label, pengumpulan, dan penyimpanan. Tahap pengangkutan dan pengolahan dilakukan oleh pihak ke-3
yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).
Berdasarkan hasil analisis dengan peraturan terkait yakni PP 101/2014, PermenLH 14/2013, dan
Kep-01/Bapedal/09/1995 bahwa sistem pengelolaan limbah B3 di PT X Divisi Pemintalan berada pada
kondisi “Buruk” dengan persentase ketercapaian 34,3% yang artinya harus melakukan berbagai perbaikan
agar parameter-parameter pengelolaan limbah B3 terpenuhi sehingga tercipta pengelolaan limbah B3
yang baik.
5. Daftar Pustaka
[1] PT. X. 2019 Dokumen PT. X: Purwakarta
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
[3] Subekhi, Muhammad dan Azwar Hanik. 2018. Perancangan Pabrik Benang Carded Ne1 40
(Tex14,8) 100% Cotton dengan Kapasitas 66.000 Mata Pintal. Universitas Islam Indonesia:
Yogyakarta
[4] Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[5] Nandito, Muhammad Afrizal. 2018. Identifikasi Pengelolaan Limbah B3 Padat Klinik Gigi di
Kota Yogyakarta. Jurnal UII.
[6] Jannah, Miflathul. 2018. Tugas Akhir Studi Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di PT Indopherin Jaya Probolinggo Tahun 2018. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Jurusan Kesehatan Lingkungan Program Studi D-III Kesehatan Lingkungan: Surabaya
[7] Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Karya.
[8] PT. X Divisi Pemintalan. 2019. Dokumen Divisi Pemintalan: Purwakarta
[9] Hanifah, Nida’ul dan Fitri Kartiasih. 2018. Determinan Impor Serat Kapas di Indonesia Tahun
1975-2014. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/media_statistika diakses tanggal 5 November
2019.
[10] LaGrega. 2001. Hazardous Waste Management. Mc Graw Hill Inc. New York. Li, C. S.
[11] Suparta, I. 2015. Daur Ulang Oli Bekas menjadi Bahan Bakar Diesel dengan Proses Pemurnian
Menggunakan Media Asam Sulfat dan Natrium Hidroksida. Jurnal METTEK Vol. 1, No.2, 9-19.
[12] Ni’mah, Laila. 2017. Pengelolaan Limbah Minyak Pelumas dengan Menggunakan Metode
Elektrokoagulasi. Chemica Vol. 4., No. 1, 21-26.
[13] Mutia, Theresia. 2018. Pemanfaatan Limbah Serat Kapas dari Industri Pemintalan untuk Felt dan
Papan Serat. Arena Tekstil Vol. 33., No. 1, 37-46.
[14] Purwanti, Alvionita Ajeng. 2018. Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Rumah Sakit di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10., No.3, 291-
298.
[15] Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
[16] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 tahun 2013 mengenai Simbol dan Label Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
719
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
Abstract : RSUD RAA Soewondo Pati is a hospital which has not received
assessment ratings for PROPER. Based on the field observations that has done,
the management of hazardous and toxic waste in the hospital has not entirely
true and safe according to Health Minister Decision No. 1204 in 2004,
Environment Minister Decision No. 03 in 2014, and Government Regulation No.
101 in 2014. This study aims to assess the quality of the management of B3
waste management at RSUD RAA Soewondo Pati to PROPER index. This
research methodology used in this research was qualitative and quantitative
approaches with cross sectional design. The population of this study is was
executing management of hazardous and toxic wastes by using total sampling
technique. The results showed percentage of obedience data collection type and
volume hazardous and toxic waste management, reporting activity, license and
validity period, the implementation of permit conditions, the amount of waste
managed hazardous and toxic, and B3 waste management with a third-party.
Hazardous and toxic waste management in the collection, storage,
transportation, and disposal has not managed well according to Health Minister
Decision No. 1204 in 2004. Based on the research results of hazardous and toxic
waste management derived from 13 primary care hospital with various types of
hazardous and toxic waste generated is plabot, infusion hoses, syringes, tissue
and fluids body. The conclusion of the research indicated the assessment results
of the management hazardous and toxic waste management by 50% and
PROPER ranking was red.
ABSTRACT
The hospital is one of the agencies that must perform the assessment for
PROPER, this is because it has risks in water pollution, air pollution, and the
management of B3 waste generated from health service activities in the hospital.
RSUD Ungaran is a type C hospital that has not received PROPER assessment
in B3 waste management. The management is still not in accordance with
Government Regulation No. 101 in 2014, Health Minister Decision No. 1204 in
2004, Environment and Forestry Minister No 56 in 2015 and Environment
Minister Decision 03 in 2014. The purpose of this research is to know the
management of Hazardous and Toxic Waste based on PROPER rate in RSUD
Ungaran. This research is a qualitative research with cross sectional approach.
The sample uses a total sampling technique consisting of 3 main informants and
1 triangulation informant. The results showed that the source of the waste came
from 14 hospital service rooms with the volume of B3 waste produced per day
average of 91.65 kg/day. Assessment of waste management related to sorting,
storage, and transportation got percentage of 57,1% which mean still less than
requirement that is 100%. The result of PROPER assessment get red rating with
percentage 32,26%.
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai sarana lingkungan dengan kesehatan.
upaya kesehatan yang Rumah sakit bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya pelayanan untuk mengelola limbah medis
kesehatan yang meliputi pelayanan dengan benar dan sesuai
rawat jalan, rawat inap, pelayanan persyaratan demi menjaga
gawat darurat, pelayanan medik, kesehatan lingkungan sekitarnya
pelayanan medik dan non medik sebagai sarana pelayanan
yang dalam pelaksanaannya akan kesehatan.1
menimbulkan dampak positif Limbah yang dihasilkan oleh
maupun negatif. Oleh sebab itu rumah sakit berupa limbah bahan
rumah sakit wajib memperhatikan dan beracun (B3) dan juga non B3.
keterkaitan antara masalah Oleh sebab itu perlu dilakukannya
514
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
515
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
516
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
517
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
519
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
Abstract
This study aimed to evaluate the management of toxic hazardous materials (THM) in PT. X. The research
method uses a comparison technique between the implementation of THM management with the
applicable regulations, namely Republic of Indonesia Government Regulation No. 101/2014 concerning
management of THM, Minister of Environment Regulation No. 14/2013 concerning the symbol and label
of THM, environmental control agency decision No 1/1995 concerning the storage and collection of
THM, and environmental control agency decision 2/1995 concerning THM documents. Based on the
research PT X has carried out the management of THM in each production unit that produces THM. The
types of THM were produced those are ink sludge, WWTP sludge, fly ash, bottom ash, used chemical
packaging, ink cans, electronic waste, mercury lamps, toner, filters, and used refrigerants. The
characteristics of THM are toxic, corrosive, highly flammable, and infectious. The biggest amount of
THM produced in the WWTP sludge. The company has reused WWTP sludge so that it can reduce the
amount of sludge produced by 99.83%. The THM management system at PT X follows the work
instruction that has been based on applicable regulations. PT X conducts THM management very well.
Keywords: hazardous materials, pulp industry, waste management, waste generation, waste policy
Abstrak
Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi pengelolaan LB3 di PT. X. Metode penelitian menggunakan
teknik perbandingan antara implementasi pengelolaan LB3 dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku
yaitu PPRI No. 101/2014 tentang Pengelolaan LB3, Permen LH No. 14/2013 tentang simbol dan label
LB3, Kep Bapedal No. 1/1995 tentang penyimpanan dan pengumpulan LB3, Kep Bapedal No. 2/1995
tentang dokumen LB3. Berdasarkan hasil penelitian PT X telah melakukan pengelolaan LB3 di setiap unit
produksi yang menghasilkan LB3. Jenis LB3 yang dihasilkan diantaranya adalah sludge tinta, lumpur
IPAL, fly ash, bottom ash, kemasan bekas bahan kimia, kaleng tinta, electronic waste, lampu mercury,
toner bekas, filter bekas, dan refrigerant bekas. Karakteristik LB3 bersifat beracun, korosif, mudah
terbakar, dan infeksius. Jumlah LB3 terbesar yang dihasilkan yaitu lumpur IPAL dengan jumlah
mencapai 33.073,333 ton/bulan. Perusahaan ini telah melakukan pemanfaatan kembali lumpur IPAL
sehingga dapat mereduksi jumlah lumpur yang dihasilkan sebesar 99,83%. Sistem pengelolaan LB3 di
PT X mengikuti work instruction yang telah mengacu pada peraturan yang berlaku. PT X melakukan
pengelolaan LB3 dengan sangat baik.
Kata Kunci: bahan beracun berbahaya, industri kertas, pengelolaan limbah, timbulan sampah,
peraturan persampahan
1. Pendahuluan
Pabrik kertas merupakan industri yang sangat penting dan memegang peranan vital dalam
kehidupan sehari-hari sehingga keberadaannya harus terus dikembangkan. Proses produksi industri kertas
memerlukan bahan kimia serta bahan pendukung lainnya yang dikategorikan sebagai limbah Bahan
Beracun dan Berbahaya (LB3),sehingga memerlukan penanganan khusus [1][2][3]. Penelitian mengenai
evaluasi LB3 telah banyak dilakukan diberbagai sektor yaitu rumah sakit [4][5], industri tekstil [6,7],
sehingga diketahui bagaimana proses pengelolaan LB3 yang telah dilakukan. Saat ini berkembang
penelitian mengenai pemanfaatan limbah industri kertas untuk dijadikan berbagai bahan baru seperti
bahan bakar boiler, mortar, dan bahan tambahan batako [2][8][9][3][1][10].
PT. X merupakan pabrik kertas karton terbesar di Indonesia yang terletak di Kabupaten Serang.
Kegiatan pembuatan kertas di PT. X menghasilkan produk sampingan seperti sludge tinta, sludge Instalasi
1251
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
Pengelolaan Air Limbah (IPAL), Fly Ash, Bottom Ash, kemasan bekas bahan kimia, oli bekas, aki bekas,
kaleng tinta, electronic waste, limbah laboratorium, dan limbah lainnya yang termasuk LB3 yang
berpotensi mencemari lingkungan [11]. Pengelolaan LB3 harus dimulai dari awal limbah tersebut
terbentuk, sampai limbah dihilangkan atau dimusnahkan. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh LB3 yang dihasilkan. Menurut Peraturan Pemerintah No.
101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan LB3, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang LB3 yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain [12].
PT. X telah melakukan kegiatan pengelolaan LB3 untuk meminimalisir terjadinya pencemaran
lingkungan diantaranya pengolahan kembali, pengurangan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan,
dan pelekatan simbol dan label LB3 [13][14]. Maksud dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi
pengelolaan LB3 di PT. X. Tujuan penelitian yaitu: mengetahui kegiatan-kegiatan produksi kertas yang
menghasilkan LB3, menghitung timbulan LB3, mengidentifikasi LB3 yang dihasilkan, mengetahui sistem
pengelolaan LB3 yang telah berjalan, dan mengevaluasi implementasi sistem pengelolaan LB3.
2. Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan studi pustaka mencakup mencari dan mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan sebagai landasan pelaksanaan penelitian dari perpustakaan dan internet yang berhubungan
dengan pengelolaan LB3. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan
sekunder. Sumber data primer berasal dari wawancara kepada narasumber seperti kepala laboratorium,
petugas IPAL, dan petugas lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan LB3. Sumber data primer lainnya
berasal dari hasil observasi dan dokumentasi seperti pengambilan foto sebagai bukti implementasi
pengelolaan LB3 di PT X. Data Sekunder yang dikumpulkan antara lain gambaran umum, prosedur tetap
proses produksi, prosedur penanganan LB3, timbulan LB3 di PT. X serta data lainnya yang diperlukan
untuk menganalisis maksud dan tujuan penelitian.
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menganalisis dan menyusun data hasil identifikasi
sumber, timbulan, karakteristik dan jenis LB3 di PT. X. Evaluasi implementasi pengelolaan LB3 di PT. X
dilakukan dengan menganalisis kesesuaian implementasi pengelolaan LB3 dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Peraturan yang dipergunakan yaitu (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
(PPRI) No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan LB3 [12], (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
(Permen LH) No. 14 Tahun 2013 tentang simbol dan label LB3 [13], (3) Keputusan Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) No. 1 Tahun 1995 tentang penyimpanan dan pengumpulan LB3 [15], (4)
Keputusan Bapedal No. 2 Tahun 1995 tentang dokumen LB3 [16]. Kesimpulan dan saran dilakukan
berdasarkan hasil proses analisis, pengolahan data dan hasil evaluasi implementasi pengelolaan LB3 pada
PT. X.
maka dapat mempengaruhi beberapa faktor antara lain kekuatan kertas rendah, ketahanan terhadap air
kurang baik, dan bercak yang terdapat pada kertas. Pembuatan kertas di PT. X, bahan dasar yang
digunakan ada 2, yaitu berupa serat kayu asli (virgin pulp) dan kertas bekas (waste paper). Bahan dasar
ini diperoleh dari beberapa negara antara lain, yaitu Amerika Serikat, Chili, Swedia, dan Switzerland.
Tahapan proses produksi sebelum dikirim ke paper machine. Buburan kertas dikirim ke paper machine
yang dibuat menjadi beberapa jenis kertas. Paper machine adalah mesin yang membuat bubur kertas
menjadi lembaran kertas yang berbentuk gulungan. Kertas yang telah digulung diproses lebih lanjut
sesuai dengan kegiatan yang dituju [11].
Identifikasi Sumber LB3 di PT X
PT. X sebagai industri penghasil kertas menghasilkan jenis limbah yang sangat beragam. Limbah
yang terbentuk harus diperhitungkan baik jumlah dan karakteristiknya. Penentuan karakteristik jenis LB3,
dimulai dari mengidentifikasi sumber LB3 dengan tujuan menentukan jenis pengelolaan yang sesuai
dengan karakteristik limbah tersebut. Identifikasi LB3 dilakukan berdasarkan sumber dan juga
berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Peraturan yang diacu yaitu Peraturan Pemerintah No. 101
Tahun 2014 [12]. Hasil identifikasi yang dilakukan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menjabarkan bahwa PT. X Serang menghasilkan 14 jenis LB3 dengan karakteristik
sebagai berikut:
Sludge tinta adalah lumpur hasil pengendapan dari air limbah yang dihasilkan dari proses pewarnaan
kertas. Lumpur dari tinta ini dikategorikan sebagai LB3 karena mengandung bahan kimia berbahaya
yang berasal dari komposisi tinta yang digunakan. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], sludge tinta
berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum. Sludge tinta dihasilkan pada Seksi
Converting, yaitu seksi yang bertugas untuk membuat kertas dengan ukuran yang diminta oleh
konsumen.
Lumpur IPAL merupakan lumpur hasil dari pengolahan air limbah di proses pengolahan air limbah di
IPAL. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], lumpur IPAL berdasarkan sumber merupakan jenis
limbah spesifik umum.
Fly Ash berasal dari proses pembakaran batubara di boiller dan pembangkit listrik. Fly Ash
dikategorikan sebagai LB3 karena mengandung banyak residu seperti silica (SiO2) yang jika
berterbangan bebas di udara dapat mempengaruhi kualitas udara di perusahaan. Menurut PP No. 101
Tahun 2014 [12], Fly Ash berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum.
Bottom Ash merupakan abu yang tertinggal dan yang dikeluarkan dari bawah tungku Boiller
pembangkit listrik. Bottom Ash dikategorikan sebagai LB3 karena terdapat kandungan oksida logam
berat yang dapat mencemari lingkungan. Menurut PP No. 101 Tahun 2014 [12], Bottom Ash
berdasarkan sumber merupakan jenis limbah spesifik umum.
Kemasan bekas bahan kimia adalah kemasan sisa yang sudah tidak terpakai lagi. Kemasan ini
mengandung bahan kimia sesuai dengan bahan yang dikemasnya sehingga dikategorikan sebagai LB3.
Kemasan bekas kimia ini dihasilkan hampir di setiap proses produksi yang ada di PT. X. Menurut PP
1253
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
No. 101 Tahun 2014 [12], kemasan bekas kimia berdasarkan sumber merupakan jenis limbah sumber
tidak spesifik.
Aki bekas dihasilkan dari area kerja stock preparation, yang bersumber dari alat-alat transportasi. Aki
bekas tergolong LB3 dari sumber yang tidak spesifik. Aki bekas mengandung asam kuat dan timbal
(Pb). Asam kuat dapat mengakibatkan korosi, sehingga aki bekas dapat dikategorikan sebagai LB3
yang korosif.
Kaleng tinta memerlukan banyak tinta yang disimpan ke dalam kaleng. Kaleng bekas tinta ini
mengandung bahan beracun sehingga dikategorikan sebagai LB3 yang bersumber dari spesifik umum.
Limbah elektronik (electronic waste) adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak
berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. Limbah ini berasal dari area kerja utility. Limbah ini
dikategorikan sebagai LB3 dengan karakteristik beracun dan bersumber dari sumber tidak spesifik.
Lampu mercury atau Lampu TL bekas termasuk ke dalam LB3 dari sumber tidak spesifik dan bersifat
beracun. Lampu TL mengandung merkuri (dalam bentuk uap atau serbuk), yang apabila pecah, maka
merkuri dapat terlepas ke lingkungan. Merkuri atau raksa dalam lampu TL berfungsi mengonversi
energi listrik menjadi cahaya, sehingga substansi fosfor pada tabung lampu TL menjadi berpendar
menyala. Lampu ini dihasilkan dari area kerja SP Warehouse (W/H).
Majun bekas yang terkontaminasi adalah kain yang digunakan untuk proses perawatan atau perbaikan
pada mesin-mesin di area produksi. Kain-kain tersebut mengandung oli mesin yang sifatnya mudah
terbakar sehingga majun bekas dikategorikan sebagai LB3 dengan karakteristik padatan mudah
terbakar yang bersumber dari sumber tidak spesifik. Majun bekas banyak dihasilkan pada area kerja
percetakan dan utility.
Toner dihasilkan dari area information technology (IT), digunakan pada printer. Toner mengandung
bahan yang bersifat toksik, seperti kadmium. Bahan-bahan kimia yang terdapat pada toner apabila
terhirup dapat mengakibatkan gangguan pada pernapasan dan kontak dengan toner dapat
menyebabkan iritasi kulit sehingga toner tergolong LB3 yang bersifat beracun.
Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Faktor penting dalam penyimpanan
limbah medis adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan penutup, menjaga areal penyimpanan
limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses lokasi, dan pemilihan
tempat yang tepat. Limbah medis dihasilkan dari klinik yang merupakan salah satu fasilitas yang ada
di PT. X, dan bersifat infeksius.
Filter bekas yang dihasilkan oleh PT. X merupakan filter yang berasal dari bekas penyaringan oli
mesin di unit pembangkit listrik. Filter bekas bersifat beracun karena mengandung banyak zat-zat
kimia yang berbahaya yang tersisa dari proses penyaringan oli mesin yang terjadi di unit pembangkit
listrik.
Refrigerants atau zat pendingin atau bahan pendingin adalah suatu zat atau campuran, biasanya berupa
cairan, yang digunakan dalam suatu pompa kalor dan siklus pendinginan serta disimpan dalam tabung.
Pada sebagian besar siklus, zat ini mengalami perubahan wujud dari cair menjadi gas dan kembali
lagi. Tabung yang sudah tidak terpakai inilah yang dikategorikan sebagai LB3 dengan sifat beracun
dan bersumber dari sumber tidak spesifik. Refrigerant bekas banyak dihasilkan dari area kerja Utility
Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan PT. X dalam kurun waktu
enam bulan yaitu bulan Januari-Juni 2019 dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis karakteristik limbah
dengan jenis limbah untuk masing-masing krakteristik adalah beracun, korosif, mudah terbakar, dan
infeksius. LB3 yang merupakan limbah beracun diantaranya adalah sludge tinta, lumpur Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), fly ash, bottom ash, kemasan bekas bahan kimia, kaleng tinta, electronic
waste, lampu mercury, toner, filter dan refrigerant bekas. Jenis limbah yang mudah terbakar ada majun
bekas. Limbah yang bersifat korosif yaitu aki bekas sedangkan limbah dengan jenis infeksius yaitu
limbah medis yang dihasilkan dari klinik PT. X. Berdasarkan dari tabel karakteristik limbah, dapat dilihat
bahwa secara umum, jenis LB3 yang banyak dihasilkan oleh PT. X yaitu limbah dengan jenis
karakteristik beracun sehingga LB3 jenis ini harus mendapat perhatian khusus.
Timbulan LB3
PT X sebagai industri penghasil kertas menghasilkan jenis limbah yang sangat beragam. Limbah
yang terbentuk harus diperhitungkan jumlahnya. Kuantifikasi jenis limbah yang dihasilkan dikenal
dengan perhitungan neraca limbah. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup No. 02
Tahun 2008 tentang pemanfaatan LB3, neraca limbah adalah data kuantitas LB3 dari usaha atau kegiatan
yang menunjukkan kinerja pengelolaan LB3 pada satuan waktu penataannya. Pembuatan neraca limbah
bertujuan untuk mengetahui jumlah LB3 yang masuk dan keluar sehingga memudahkan dalam proses
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
pengelolaannya. Neraca LB3 diisi sesuai dengan jenis LB3 yang dihasilkan pada periode waktu tertentu
dan dilengkapi dengan tujuan penyerahan limbah tersebut, misalnya dilakukan oleh pihak ketiga atau
disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) LB3
Pembuatan dan pelaporan neraca limbah dibuat oleh PT. X selama tiga bulan sekali. Peraturan
Menteri Negara Lingkungan hidup No. 02 Tahun 2008 menjelaskan bahwa penghasil LB3 wajib
melaporkan kegiatan pemanfaatan dan neraca LB3 paling sedikit 1 kali dalam waktu enam bulan kepada
pihak terkait. PT. X telah memenuhi kewajiban yang diatur oleh pemerintah. Selama kurun waktu 6
bulan, rata-rata dihasilkan timbulan LB3 seberat 37.481,96 ton/bulan untuk total 14 jenis LB3 yang sudah
teridentikasi pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa limbah terbanyak yang dihasilkan oleh PT. X selama periode
Januari-Juni 2019 adalah lumpur IPAL. Proses pengolahan lumpur IPAL dibagi menjadi dua jenis yaitu
lumpur yang berasal dari IPAL yang menggunakan proses fisika-kimia diserahkan ke pihak ketiga,
sedangkan lumpur dari proses pengolahan biologi akan dimanfaatkan kembali ke bagian produksi.
Sementara limbah terendah yang dihasilkan oleh PT. X yaitu limbah medis sebesar 0,00001 persen per
bulan. Total LB3 yang dihasilkan sebanyak 37.481,96 ton/bulan, dimana yang dimanfaatkan kembali
hanya lumpur IPAL untuk bahan baku pendukung dalam pembuatan kertas. LB3 lainnya yang dihasilkan
di simpan di TPS LB3 untuk diserahkan kepada pihak ketiga yang memiliki izin.
Pemanfaatan Kembali LB3 di PT X
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 tentang
pengelolaan LB3, setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan LB3 wajib mencegah terjadinya
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Pengolahan LB3 dilakukan oleh badan usaha yang
memiliki izin pengolahan LB3. Di PT. X, pengelolaan LB3 terdiri dari tahap penyimpanan sementara dan
pemanfaatan. LB3 yang dihasilkan oleh PT. X disimpan di TPS LB3 sebelum diangkut oleh pihak ketiga
yang mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK).
PT. X melaksanakan pengelolaan LB3 dengan berpedoman pada peraturan-peraturan tentang LB3 yang
berlaku di Indonesia serta telah membuat Work Instruction (WI) penanganan LB3 yang menjadi panduan
pengelolaan dan penanganan LB3 di PT. X.
LB3 yang dihasilkan PT. X sebanyak 14 jenis, hanya satu jenis yang dapat dimanfaatkan yaitu
lumpur IPAL dari proses pengolahan biologis. Lumpur IPAL tersebut diolah kembali sebagai bahan baku
pendukung dalam membuat kertas di Paper Machine 5 (PM 5). Kuantitas lumpur IPAL yang
dimanfaatkan kembali dapat dilihat pada Tabel 3.
1255
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
Berdasarkan Tabel 3, pengurangan yang dilakukan oleh PT. X sangat efektif karena mencapai
hingga 99%. Segala jenis pemanfaatan harus disertai dengan ijin pemanfaatan sesuai dengan regulasi
yang berlaku. Kegiatan pemanfaatan LB3, PT. X telah memenuhi regulasi yang ditentukan berdasarkan
izin yang dimiliki yaitu Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 07.80.10
Tahun 2014 tentang Izin Pemanfaatan LB3. Secara umum PT. X masih perlu meningkatkan kreativitas,
usaha, dan inovasi dalam hal pemanfaatan limbah yang dihasilkan sehingga perusahaan tidak hanya
bergantung kepada pihak ketiga. Melakukan pemanfaatan limbah secara mandiri keuntungan yang bisa
diperoleh diantaranya adalah peningkatan efisiensi proses, menurunkan biaya pengolahan LB3 serta
pengadaan bahan baku, meningkatkan prestige dan marketing dimana industri yang lebih peduli terhadap
lingkungan akan mendapat nilai yang lebih, dan banyak keuntungan lain terutama untuk sumber daya di
masa yang akan datang (sustainable development).
Perlakuan Terhadap LB3
LB3 yang dihasilkan oleh PT. X diperlakukan yang sesuai dengan jenis limbahnya, perlakuan
khusus dimulai di unit produksi sebagai sumber ditimbulkan. Dilanjutkan ke dalam tiga macam perlakuan
global, yaitu B3 yang dikelola mandiri oleh PT X dengan cara menyimpannya di TPS dan ada yang
dimanfaatkan kembali, dan yang dikelola oleh pihak ketiga berijin yang berada di luar lokasi PT. X.
Berdasarkan neraca LB3 yang dimiliki PT. X periode bulan Januari-Juni 2019 perlakukan LB3
disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa perlakuan dominan terhadap LB3
yaitu disimpan di TPS milik PT. X dan sebagian lagi diserahkan ke pihak ketiga. Hanya ada 1 jenis
limbah yang dimanfaatkan kembali yaitu lumpur IPAL yang berasal dari proses pengolahan secara
biologi dimana lumpur ini dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku proses produksi. Kegiatan
penyimpanan dan penyerahan kepada pihak ketiga sebenarnya kurang maksimal dalam upaya pengelolaan
lingkungan karena keduanya tidak mengurangi ataupun menghilangkan potensi bahaya yang ada pada
LB3 tersebut. Salah satu jenis pengolahan LB3 yang disarankan adalah dengan cara pembakaran termal di
insenerator. PT. X memiliki insenerator untuk pengelolaan LB3, tetapi mesin insenerator sedang dalam
masa perbaikan karena rusak sehingga tidak dipergunakan kembali untuk sementara waktu.
Pengumpulan LB3
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengumpulan adalah kegiatan untuk
mengumpulkan LB3 dari penghasil LB3 sebelum diserahkan kepada pemanfaat LB3 dan/atau penimbun
LB3 [12]. Setelah LB3 disimpan pada setiap sumber yang menghasilkan limbah, kemudian LB3
dikumpulkan di TPS LB3 yang digunakan untuk kawasan pabrik PT X. Alat angkut yang digunakan
untuk mengangkut LB3 dari sumber menuju TPS LB3 di PT. X adalah forklift yang merupakan alat
angkut terbuka, juga truk untuk mengangkut limbah yang mempunyai kapasitas lebih besar.
Lebar jalan menuju TPS LB3 di PT. X sekitar 12 m, untuk jalur pengangkutan di dalam perusahaan
tidak ada alur tetap dimulai dari titik mana saja karena sistem pengangkutan menuju TPS masih
tergantung ada atau tidaknya limbah yang mau diangkut. Jika dari sumber memberitahukan kepada
penanggung jawab TPS yaitu dari Divisi Warehouse-Scrap, maka akan mengirim alat angkut dapat
berupa forklift atau truk tergantung kuantitas limbah yang akan diangkut. PT. X memiliki TPS LB3
berjumlah 21 unit yang tersebar di beberapa titik di seluruh area perusahaan yang menghasilkan LB3.
Penyimpanan LB3
Penyimpanan LB3 di sumber berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disesuaikan berdasarkan
kategori limbah tersebut [12]. Tempat penyimpanan harus memiliki izin baik dari pemerintah daerah
maupun dari pemerintah pusat. PT. X telah memiliki izin untuk menyimpan LB3 berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tentang Izin Pengelolaan
LB3 untuk Kegiatan Penyimpanan Sementara LB3 PT X. Berdasarkan izin dari pemerintah, PT. X
mempunyai dua puluh satu lokasi penyimpanan limbah B3 yang semua terdapat di dalam kawasan PT. X.
Terdapat 1 TPS utama yang berfungsi untuk menampung 21 TPS. TPS utama ini berada pada koordinat
S.06o08’13,0” dan E.106o17’00,5”. TPS utama memiliki bentuk ruangan tertutup dengan ukuran 10 x 10
x 7 m. TPS ini menyimpan 13 jenis LB3 yang 9 diantaranya merupakan LB3, diantaranya adalah filter
bekas, aki bekas, E-waste, lampu mercury, kemasan bekas kimia, refigerent bekas, majun terkontaminasi
B3, limbah klinik, dan toner bekas.
Pintu depan TPS telah terpasang keterangan nama TPS, koordinat, simbol LB3 yang menunjukkan
jenis limbah apa saja yang disimpan di dalam TPS ini, dan peringatan untuk tidak merokok di dalam TPS
dikarenakan dapat memicu terjadinya kebakaran. TPS tertutup dengan baik dan kunci TPS dipegang oleh
penanggung jawab TPS sehingga tidak memudahkan orang-orang tidak berkepentingan untuk masuk ke
dalam TPS. Bagian atap TPS memiliki ventilasi udara yang cukup dengan penerangan yang disediakan
untuk malam hari. Sirkulasi udara yang baik dapat mencegah suhu dalam ruangan TPS meningkat
sehingga tidak memicu terjadinya percikan api dalam TPS. TPS utama juga telah dilengkapi alat
pemadam api ringan (APAR) dan First Aid sebagai alat penanganan darurat apabila terjadi kecelakaan
kerja dan terjadinya percikan api, agar dapat ditangani terlebih dahulu sebelum menimbulkan dampak
yang lebih besar. Lantai bangunan penyimpanan telah kedap air, tidak bergelombang, serta kuat dan tidak
retak dengan kemiringan kurang dari 1%.
TPS utama sudah memetakan atau memberi palang keterangan letak LB3. Palang ini berisikan jenis
LB3 sehingga tidak tercampur dengan jenis limbah lainnya. Hanya saja untuk LB3 yang ditumpuk sesuai
ketentuan telah dipisahkan dengan pallete. Karena terjadi kerusakan beberapa pembatas untuk sementara,
LB3 jenis filter bekas yang dimasukkan ke dalam karung, ditumpuk ke atas dan diposisikan agar tidak
mudah jatuh. Data masuk dan keluarnya LB3 di TPS dicatat oleh Person In Charge (PIC) TPS ke dalam
log book. Nantinya dari log book ini diakumulasikan untuk membuat neraca limbah untuk dilaporkan
kepada pihak terkait.
Jenis simbol LB3 telah dilekatkan sesuai dengan karakteristik LB3 yang disimpan di dalam TPS.
Simbol diletakkan di luar gedung TPS dan tidak terhalang. Selain itu simbol diletakkan pada kemasan
LB3 sesuai dengan jenis karakteristik LB3. Waktu penyimpanan LB3 di PT. X diatur dalam ijin yang
diperoleh dari pemerintah setempat. Izin tersebut mengatur waktu maksimal penyimpanan LB3 di TPS
dan tidak boleh melebihi dari waktu maksimal simpan. Lama penyimpanan LB3 yaitu 365 hari atau 1
tahun. Hasil analisis waktu penyimpanan LB3 di PT X dapat dilihat pada Tabel 5.
1257
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
Pengemasan LB3
Pengemasan LB3 yang baik sangat penting dilakukan karena dapat mencegah terbentuknya
senyawa yang berbahaya atau mengurangi deformasi sebagai akibat dari hasil reaksi dengan LB3 yang
ditampungnya. Berdasarkan Keputusan kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995, LB3 harus disimpan dalam
kemasan agar potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindari. Kemasan yang digunakan
harus aman, tidak menimbulkan korosif, layak pakai, dan bebas dari kebocoran. Pengemasan LB3 ini
harus disesuaikan dengan karakteristik dari limbahnya masing-masing dan tidak boleh ada pencampuran
limbah. Apabila pengemasan tidak sesuai dengan karakteristik LB3 maka dikhawatirkan terjadi suatu
reaksi senyawa kimia yang menimbulkan bahaya dan kerusakan lingkungan. Kemasan juga harus dalam
kondisi yang layak karena kemasan yang berada dalam kondisi yang tidak layak rawan terhadap
kemungkinan bocor serta rusak.
Menurut Lampiran Keputusan Kepala Bapedal No. 01/Bapedal/09/1995 disebutkan bahwa suatu
kemasan LB3 harus selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika dilakukan
penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya. Kemasan LB3 yang berisi LB3 penting untuk
selalu dalam keadaan tertutup dan dipastikan tidak ada kebocoran agar tidak membahayakan lingkungan
disekitarnya. Pengemasan yang dilakukan di PT. X terdiri dari empat jenis kemasan. Kemasan tersebut
adalah karung besar, drum, kempu, dan kotak khusus.
Kemasan dari karung ini digunakan untuk menyimpan limbah B3 yang besar dan tidak muat jika
dimasukkan ke dalam wadah lain karena ukurannya tidak mencukupi. Kelemahan dari kemasan ini adalah
tidak dapat menutup limbah B3 secara sempurna seperti karung tempat menyimpan filter bekas dan
refrigerant. Dikarenakan ukuran limbah yang cukup besar, sehingga memenuhi kapasitas maksimum dari
karung tersebut. Akibatnya karung tidak dapat diikat sempurna dan menyebabkan karung terbuka begitu
saja. Kelemahan lainnya adalah, tidak bisa disusun secara rapih dan menimbulkan kesan berantakan.
Contoh dari limbah B3 yang dikemas dengan karung adalah filter bekas, refrigerant bekas, dan majun
bekas. Karung yang digunakan untuk mengemas majun bekas dapat diikat dengan kuat untuk mencegah
majun yang tercecer di TPS, tetapi jika kuantitas majun yang disimpan tidak memenuhi kapasitas
maksimum dari karung tersebut.
Drum digunakan sebagai kemasan bekas kimia dan jika sudah dibersihkan disterilkan dari bahan
kimia yang pernah menjadi kemasannya, drum digunakan sebagai wadah atau kemasan untuk jenis LB3
yang lain. LB3 yang menggunakan drum sebagai kemasannya adalah Lampu TL dan Lampu Mercury.
Drum juga digunakan sebagai wadah untuk filter bekas, tetapi tidak dapat menampung banyak
dikarenakan ukuran drum yang tidak terlalu besar untuk menampung filter yang berukuran cukup besar
dan lebar. Pemberian label keterangan mengenai LB3 diletakkan pada bagian depan drum berupa stiker
yang tidak mudah lepas dan disesuaikan dengan karakteristik LB3 tersebut.
Kempu adalah wadah plastik yang berbentuk kubus warna putih. Kempu ini selain dijadikan wadah
untuk sesuatu yang cair seperti air bersih, air buangan, bahan kimia, juga bisa dijadikan sebagai kemasan
untuk LB3 yang memiliki ukuran kecil seperti kaleng tinta (solvent) dan toner bekas. Bahan kempu yang
kuat dan tahan air membuat kempu menjadi salah satu alternatif pilihan sebagai kemasan LB3, selain
karena mudah untuk dibuka dan ditutup, kedap air, dan tidak mudah terkontaminasi udara sekitar atau zat
sekitar selama kempu tidak mengalami kebocoran atau kerusakan.
Simbol LB3 yang memiliki wadah kempu dipasang dibagian depan dari kempu beserta keterangan
mengenai karakteristik LB3 tersebut. Kemasan menggunakan kotak khusus LB3 yang memiliki wadah
dari kotak khusus biasanya memiliki karakteristik yang berbeda dari jenis kebanyakan yang ada di TPS
tersebut. Fungsinya adalah untuk mencegah terjadinya kontak sehingga menimbulkan dampak kimia yang
berbahaya, juga untuk mencegah tercecernya LB3 di TPS. TPS di PT. X, jenis LB3 yang
pewadahan/pengemasannya dengan menggunakan kotak khusus adalah aki bekas dan limbah medis.
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
Aki bekas dipisahkan jenis wadahnya karena aki bersifat korosif sehingga berbahaya apabila ada
orang yang tidak tahu mengenai kandungan berbahaya aki, tidak sengaja menyentuhnya dan akhirnya
menimbulkan kecelakaan kerja. Limbah medis dari klinik bersifat infeksius, sehingga pengemasan limbah
medis dikhususkan sendiri tidak dicampur atau dibiarkan terbuka dengan jenis limbah lainnya yang ada di
TPS. Kecuali, dibuatkan TPS khusus limbah medis, tetapi karena timbulan limbah medis yang dihasilkan
tidak terlalu banyak jumlahnya setiap bulan, jadi digabungkan dengan beberapa jenis limbah lainnya di
TPS utama PT X.
Pengangkutan LB3
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengangkutan adalah kegiatan
memindahkan LB3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari
pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun LB3 [12].
Proses pengangkutan di PT. X bekerja sama dengan pihak ketiga yang sudah memiliki izin usaha selaku
pihak yang melakukan pemanfaatan LB3. Pengangkutan LB3, penghasil wajib memiliki dokumen LB3.
Dokumen LB3 merupakan dokumen yang senantiasa dibawa dari tempat asal pengangkutan LB3 ke
tempat tujuan. Dokumen tersebut diberikan pada waktu penyerahan LB3. Dokumen tersebut biasa dikenal
dengan manifest. Pengangkutan menuju TPS dari sumber penghasil limbah biasanya diangkut
menggunakan dua jenis kendaraan. Limbah dengan jumlah sedikit, dapat menggunakan forklift,
sedangkan untuk limbah dengan kapasitas besar menggunakan truk.
Alat transportasi LB3 jenis truk sudah diberikan simbol karakteristik LB3 yang diangkutnya,
sedangkan untuk jenis forklift, belum tercantum simbol karakteristik LB3 dikarenakan forklift yang
digunakan biasanya forklift yang umum digunakan untuk merapikan barang di dalam tempat
penyimpanan (warehouse) sehingga tidak dikhususkan untuk mengangkut LB3 saja. Kegiatan
pengangkutan LB3 tidak terjadwal secara teratur. Pengangkutan dilakukan apabila limbah yang telah
dihasilkan sudah tidak bisa disimpan, jadi harus segera diangkut menuju pihak ketiga berizin. PT. X telah
melakukan penjadwalan untuk pengangkutan lebih efektif dan memudahkan proses pengangkutan.
Penjadwalan tersebut menyebabkan pengangkutan LB3 dapat lebih teratur dan terjadwal. Masing-masing
LB3 memiliki transporter dan pihak ketiga berizin terkait. Data pihak ketiga pengangkut LB3 PT X
disajikan pada Tabel 6.
1259
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
PT. X sudah menerapkan sistem pengelolaan yang cukup baik. Semua LB3 yang dihasilkan terdata
dengan teratur dan dilaporkan secara rutin kepada instansi pemerintahan terkait. Ada beberapa hal yang
perlu diperbaiki lagi, terutama dibagian TPS LB3, untuk penyusunan limbah, penumpukan limbah, dan
penataan limbah sesuai karakteristiknya di dalam TPS tersebut. Terkait regulasi izin untuk penyimpanan,
pemanfaatan, dan pengangkutan, PT. X terbilang sangat baik dalam memperhatikan setiap izin yang
diperlukan dan tidak bertindak diluar izin yang sudah diberikan oleh instansi terkait.
Tahap pengolahan yang belum memenuhi persyaratan, yaitu penyimpanan meliputi (1) tidak
terdapat kasa untuk mencegah binatang kecil masuk melalui atap dan (2) tidak terdapat tembok pemisah
antara 1 jenis LB3 dengan jenis LB3 lainnya. Tahap pewadahan terdapat 4 klausul yang tidak sesuai,
yaitu (1) sebagian besar kemasan tidak dapat menutupi LB3 sehingga LB3 terbuka bagian atasnya; (2)
sebagian besar kemasan tidak ada penutup kemasan sehingga LB3 terbuka bagian atasnya; (3) peletakan
di bawah simbol seharusnya di atas; dan (4) tidak semua kemasan yang kosong memiliki label
“KOSONG” pada kemasannya. Tujuh klausul yang tidak memenuhi pada tahap pengangkutan karena
tidak mencantumkan kode UN/NA, kelompok kemasan, satuan ukuran, jumlah total kemasan, peti kemas,
keterangan lain untuk LB3, instruksi penanganan khusus dan keterangan tambahan, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, kesimpulan yang dapat diambil dari pengelolaan LB3 di
PT. X adalah hampir setiap unit produksi di PT X menghasilkan LB3. Jenis LB3 yang dihasilkan paling
besar yaitu lumpur IPAL yang mencapai 88,23% dari seluruh LB3 yang dihasilkan PT. X. Perusahaan ini
telah melakukan pemanfaatan kembali lump[ur IPAL sehingga dapat mereduksi jumlah lumpur yang
dihasilkan sebesar 99,83%. Sistem pengelolaan LB3 di PT X mengikuti work instruction yang telah
disusun mengacu pada PP No. 101 Tahun 2014. PT X melakukan 3 (tiga) jenis pengelolaan LB3, yaitu
pemanfaatan, penyimpanan, dan pengangkutan. Secara keseluruhan, sistem pengelolaan LB3 di PT X
terbilang sangat baik. Hanya saja perlu ditingkatkan dibagian penyimpanan, khususnya dalam peletakkan
limbah di dalam TPS agar lebih sesuai dan diberi pallete dasar. PT. X sebaiknya, mengupayakan lebih
luas dalam pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkan dan lebih memperhatikan kerapihan dalam TPS
Limbah B3 yang ada.
5. Daftar Pustaka
[1] A.T. Haryono, “Analisis Penerapan Produksi Bersih Industri Kertas (Studi Kasus di PT Pindo-Deli
Pulp and Paper Mills Indonesia unit Paper Machine” Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor, 2016.
[2] S. Purwati, R. S. Soetopo, Setiadji, Y. Setiawan, “Potensi Dan Alternatif Pemanfaatan Limbah
Padat Industri Pulp Dan Kertas,” Balai Besar Pulp dan Kertas BS, Vol. 41(2): 68-79, 2006.
[3] Setiadji, “Sistem Pembakaran Limbah Lumpur Pabrik Pulp dan Kertas untuk Boiler,” Prosiding
Seminar Teknologi Selulosa, Bandung, ISBN: 979-95271-0, hal. 165-170, 2002.
[4] A. Ariesmayana dan Hajali, “Studi Pengelolaan Limbah B3 di RSUD dr Drajat Prawiranegara
Kabupaten Serang,” Jurnal Serambi Engineering, Volume 3(2), 2018.
[5] S.S. Siddik dan E. Wardhani, “Pengelolaan Limbah B3 Di Rumah Sakit X Kota Batam,” Jurnal
Serambi Engineering, Volume V (1): 760-767, 2020.
[6] S.A. Fajriyah dan E. Wardhani, “Evaluasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) di PT. X,” Jurnal Serambi Engineering, Volume V (1):711- 719, 2020.
[7] J. Miflathul, “Studi Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Indopherin
Jaya Probolinggo,” Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kesehatan Lingkungan,
Surabaya, 2018.
[8] M. Theresia, “Pemanfaatan Limbah Serat Kapas dari Industri Pemintalan untuk Felt dan Papan
Serat,” Arena Tekstil, Vol. 33(1):37-46, 2018.
[9] H. Khusna, “Analisis Kandungan Kimia Dan Pemanfaatan Sludge Industri Kertas Sebagai Bahan
Pembuatan Batako,” Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang, 2012.
[10] A.G. Aritonang, U. S. Hardjanto, dan A. Soemarmi “Pengelolaan Limbah Di Perusahaan Pulp PT.
Toba Pulp Lestari, Tbk Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” Diponegoro Law
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume V, No. 3, Juli 2020 hal 1251 - 1261 e-ISSN : 2541-1934
Journal, Volume 5(3) Tahun 2016. Diakses pada tanggal 01-06-2020 di http://www.ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/dlr/ 1
[11] Laporan Implementasi Lingkungan PT. X. 2019.
[12] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah
B3.
[13] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang simbol dan label LB3.
[14] Keputusan Kepala BAPEDAL No. Kep-05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label Limbah
B3 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
[15] Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 1 Tahun 1995 tentang penyimpanan dan
pengumpulan LB3.
[16] Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 2 Tahun 1995 tentang dokumen LB3.
1261
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 hal 326-337 ISSN : 2528-3561
1,2,
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,Universitas Banten Jaya
Jalan Ciwaru II No.73 Kota Serang
*
Koresponden email: adeariesmayana@unbaja.ac.id
Abstract. The purpose of this study was to describe the B3 waste management system in the
District General Hospital dr. Drajat Prawiranegara Serang District 2016, identifying the sources and
characteristics of B3 waste in their respective sources of waste in the District General Hospital dr. Drajat
Prawiranegara Serang District with existing standards. This study uses observation. Collecting data
using systematic observation techniques, while in-depth analysis of the data processed by qualitative
techniques to describe the efforts pengelolahan hazardous wastes and toxic B3 at Regional General
Hospital dr. Drajat Prawiranegara Serang District were then compared with BAPEDAL regulation
No. 01/05 / 1995. The results showed the Regional General Hospital dr, Serang regency degrees
Prawiranegara produce volumes of hazardous and toxic waste. Efforts management of hazardous
wastes and toxic B3 of the lug or packaging, storage, transportation done well.
Keywords: Hazardous and Toxic (B3), Hospital waste management
Abstrak.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengelolaan limbah B3 di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang Tahun 2016, mengidentifikasikan
sumber dan karakteristik limbah B3 pada masing-masing sumber limbah di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang dengan standar yang ada. Penelitian ini menggunakan
metode observasi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi sistematis mendalam sedangkan
analisis data diolah dengan teknik kualitatif untuk menggambarkan upaya pengelolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun B3 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang
yang selanjutnya dibandingkan dengan peraturan Bapedal No 01/05/tahun 1995. Hasil penelitian
menunjukan Rumah Sakit Umum Daerah dr, Drajat Prawiranegara kabupaten Serang menghasilkan
volume limbah bahan berbahaya dan beracun.Upaya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun B3 dari pewadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dilakukan dengan baik.
Kata kunci: Limbah B3, manajemen limbah Rumah Sakit, limbah rumah sakit
326
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, sanitasi lingkungan rumah sakit dr.
pelayanan medis dan non medis proses kegiatan Drajat Prawiranegara Kabupaten
tersebut akan dapat menimbulkan dampak Serang
positif dan negatif. Oleh karena itu perlu upaya b. Tahapan Pelaksanaan.
penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan Pelaksanaan penelitian dengan tahapan
untuk melindungi masyarakat dan petugas Rumah sebagai berikut:
Sakit dari bahaya pencemaran lingkungan yang 1. Mendata petugas terkait yang ber-
bersumber dari limbah Rumah Sakit. Rumah sakit hubungan dengan limbah medis padat.
merupakan salah satu penghasil limbah B3 yang 2. Mencatat jadwal petugas pengambilan
ditimbulkan dari seluruh aktivitas rumah sakit limbah medis padat.
seperti bahan tambahan untuk pencucian luka, 3. Peneliti bersama petugas terkait
cucian darah praktek bedah, produk farmasi. pengambil limbah medis padat dan
Pada survey awal yang dilakukan pada bulan mencatat hasil limbah yang dihasilkan
maret tahun 2012, di Rumah Sakit Umum Daerah di setiap ruangan.
dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang, 4. Peneliti bersama petugas sanitasi mela-
pembuangan botol ampul masih ditaruh didalam kukan penimbangan limbah medis padat
jeregen bekas atau tempat infus yang sudah tak dan di lanjutkan dengan penyimpanan
terpakai. Pengelolaan limbah B3 Rumah Sakit sementara limbah medis padat.
Umum Daerah dr. Drajat Prawiranegara masih 5. Hasil dari pengukuran dibandingkan
mengalami masalah dalam pengelolaan limbah dengan Keputusan Kepala Bapedal
benda tajam khususunya bekas ampul dan jarum No.1-5/09/1995.
suntik. 6. Membuat kesimpulan berdasarkan
hasil analisis data yang di peroleh.
2. Metode Penelitian 3. Hasil dan Pembahasan
Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan 3.1 Karakteristik limbah bahan berbahaya
mengamati secara fisik (survey) dan kimia dan beracun (B3)
serta menilai sejauh mana pelaksanaan studi Limbah bahan berbahaya dan beracun
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun B3 B3 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Drajat
di RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kabupaten Prawiranegara Kabupaten Serang berasal dari
Serang Tahun 2016 berjalan disertai dengan tindakan medis yang dilakukan antara lain kegiatan
adanya pengolaan sesuai peraturan serta sistem perawatan pasien baik rawat inap maupun rawat
pengelolaan yang dilakukan. jalan, kegiatan laboratoruim, radiologi bedah
Adapun tahapan – tahapan penelitian adalah maupun kegiatan di ruang farmasi, sebagian besar
limbah bahan berbahaya dan beracun B3 yang
sebagai berikut:
di hasilkan berupa alat atau bahan yang terkena
a. Tahapan Persiapan
reagen kimia yang di gunakan di laboratarium
1. Melaksanakan observasi awal untuk
dan sisa-sisa obat-obatan kadaluwarsa, untuk
mendapatkan data awal tentang
lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1, 2 dan
banyaknya limbah medis padat yang
3 berikut :
dihasilkan dan pengelolaan limbah
Berdasarkan Tabel 3 penelitian di bulan Mei
medis padat di Rumah Sakit Umum
2016 jumlah sampah yang dihasilkan sebanyak
Daerah dr. Drajat Prawiranegara
7.830 kg, bulan Juni 2016 sebanyak 7.438 kg dan
Kabupaten Serang.
bulan Juli 2106 sebanyak 7.375 kg rata-rata volume
2. Menyusun instrumen yaitu formulir
per bulan untuk mengetahui pengelolaan limbah
pengukuran volume limbah medis
medis padat di RSUD dr. Drajat Prawiranegara
padat, tata cara dan persyaratan teknis
Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil dari
penyimpanan dan pengumpulan
penelitian ini dapat di ketahui pengelolaan
limbah medis padat petugas Instalasi
sampah medis di RSUD dr. Drajat Prawiranegara
327
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
Sumber: Profil Instalasi Sanitasi RSUD dr. Drajat Prawiranegara Kab. Serang
Kabupaten Serang mulai dari pengumpulan, Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang sudah
penyimpanan, pewadahan dan pengangkutan sesuai dengan peraturan, tidak semua peghasil
masih perlu penambahan sumber daya manusia atau pengumpul sudah mengetahui karakteristik
(SDM) untuk pengelolaan limbah medis padat. limbah dan dilakukan pengujian terhadap limbah
Karena dengan jumlah rata-rata sampah yang yang dihasilkan, kemasan untuk limbah B3 yang
dihasilkan perbulan diperlukan SDM yang banyak infeksius menggunakan plastik berwarna kuning,
sehingga proses pengolahannya akan efektif dan sedangkan limbah non medis menggunakan
efisien. Sedangkan SDM yang tersedia di RSUD plastik warna hitam.
dr. Drajat Prawiranegara bagian marketing, Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
bagian umum dan pemeliharaan sarana, bagian beracun B3 /TPS di rumah sakit umum daerah dr.
sanitasi, kerohanian, dan UPKM. Tidak ada Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang terletak
bagian khusus mengelolah limbah B3 padat mulai 20 m dari fasilitas umum yaitu mushola, laundry
dari pengumpulan, penyimpanan, pewadahan dan dan intalasi gizi. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pengangkutan untuk jumlah rata-rata tiap hari keputusan kepala Bapedal No. 03/09/95 yang
yang dihasilkan masih membutuhkan SDM. mewajibkan lokasi pengolahan limbah berjarak
minimal 50 m dari fasilitas umum. Pengangkutan
3.2. Evaluasi limbah B3 di RSUD dr. Drajat limbah B3 Rumah Sakit Umum Daerah
Prawiranegara Kabupaten Serang hanya bersifat sementara
Tata cara pengemasan limbah B3 di RSUD dr. pengangkutan secara rutin 1 minggu 3x oleh
328
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
329
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
330
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
331
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
332
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
333
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 hal 248-254 ISSN : 2528-3561
334
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
335
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
336
Serambi Engineering, Volume III, No.2, Agustus 2018 ISSN : 2528-3561
337
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866
Abstrack - PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung has powerhouse
unit that produces hazardous and toxic substance waste. This company has a job to keep the
environment from production impact that was produced by managing hazardous and toxic substance
waste that was created by every single powerhouse unit. Health, Safety and Environment sector office
staff and Electrical Safety and Environment powerhouse unit staff face difficulties in doing the data
reporting process and monitoring of hazardous and toxic substance waste that is done by directly
visiting sector office and powerhouse unit due to the distance that should be taken is quire far and
takes a long time. The purpose of this research is to create a web-based hazardous and toxic substance
waste data reporting and monitoring application to ease the reporting process and monitoring
hazardous and toxic substance waste data. The method that is used in this research is Rapid
Application Development with the stages of requirement planning, user design, construction and
cutover. The result obtained of this research is a web based reporting and monitoring hazardous and
toxic substance waste application which can help the process of processing and reporting hazardous
and toxic substance waste data in temporary storage areas so that the process of processing hazardous
and toxic substance waste data can be monitored.
Intisari - PT. PLN (Persero) Sektor Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung memiliki unit
pembangkit listrik yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun. Perusahaan ini memiliki
tugas untuk tetap menjaga lingkungan dari dampak produksi yang dihasilkan dengan melakukan
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan pada setiap unit pembangkit. Staf
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan kantor sektor dan staf Lingkungan dan Keselamatan
Ketenagalistrikan unit pembangkit mengalami kesulitan dalam melakukan proses pelaporan dan
monitoring data limbah bahan berbahaya dan beracun yang dilakukan dengan cara mendatangi kantor
sektor maupun unit pembangkit secara langsung karena jarak yang harus ditempuh jauh dan
menghabiskan waktu yang lama. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu menghasilkan aplikasi
pelaporan dan monitoring data limbah bahan berbahaya dan beracun berbasis web untuk membantu
proses pengolahan dan pelaporan data limbah bahan berbahaya dan beracun pada tempat penyimpanan
sementara sehingga proses pengolahan data limbah bahan berbahaya dan beracun dapat terpantau.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Rapid Application Development dengan
tahapan requirement planning, user design, construction dan cutover. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah produk perangkat lunak aplikasi pelaporan dan monitoring data limbah bahan
berbahaya dan beracun berbasis web yang dapat digunakan untuk membantu proses pengolahan dan
pelaporan data limbah bahan berbahaya dan beracun pada tempat penyimpanan sementara sehingga
proses pengolahan data limbah bahan berbahaya dan beracun dapat terpantau dengan baik.
Kata Kunci : Aplikasi, limbah bahan berbahaya dan beracun, monitoring, pelaporan
189
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866
dengan kebutuhan user berupa: Staf LK2 Unit Staf K3L Sektor
Flowchart
d. Rancangan tampilan antarmuka atau Melakukan
pelaporan ?
Y Cetak Laporan
interface N
Laporan Data Laporan Data
Mencatat Limbah B3 yang Limbah B3 yang
data neraca ada di Unit ada di Unit
C. Construction
pada papan
tulis
proses-proses apa saja yang dapat dilakukan DFD merupakan alat dalam pembuatan
oleh sistem. Sistem ini memiliki dua level diagram yang terdiri dari lambang
yang memiliki hak akses masing-masing, penyimpanan data, proses, arus data, dan
yaitu level admin (Staf K3L Kantor Sektor) entitas [9]. DFD menggambarkan aliran
dan operator (Staf LK2 Unit Pembangkit). data dan informasi pada sistem pelaporan
dan monitoring data limbah B3. Rancangan
b. Kebutuhan non fungsional DFD level 0, level 1 dan level 2 disajikan
Kebutuhan non fungsional dari sistem pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan
pelaporan dan monitoring data limbah B3 Gambar 6.
berbasis web ini meliputi faktor keamanan Informasi Data User
N N
Valid Valid
Y Y
Halaman
Halaman
utama
utama admin
operator
Input Data
Melakukan N
Input Data Limbah B3 yang
monitoring ? di Unit
Master
Y
Tampil data
Tampil data limbah B3 yang
master dan data ada di unit
limbah B3 yang
ada unit
Laporan data
Cetak laporan
limbah B3 yang
data limbah B3
ada di unit
yang ada di unit
End
Phase
B. User Design
1. Rancangan alur data aplikasi dalam
bentuk Data Flow Diagram (DFD)
192
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866
Tabel_kategori Tb_Pengangkut
Informasi Data Kategori Kategori Data Pengangkut
9.3
Informasi Pengangkut Pengolahan Data Pengangkut
Data Limbah 3 Tabel_kategori Data
Pengolahan Pengangkut
Data Kategori Tabel_kategori Data Pengangkut
Informasi Data Sifat Sifat Staf LK2 Unit Data Limbah Keluar Data Unit
Pembangkit
Data Sifat 4 Tabel_sifat
Pengolahan 9.3 Tb_Keluar
Data Sifat Tabel_sifat
Informasi Data Limbah Keluar Pengolahan Data Limbah Keluar
Informasi Data Unit
Data Limbah
Unit Keluar Data Limbah Keluar
5 Tabel_unit
Data Unit
Pengolahan
Data Unit Tabel_unit Gambar 6. DFD level 2 Pengolahan Data Limbah
Informasi Data User
User Keluar
6
Data User Pengolahan Tabel_user
Data User Tabel_user
Tabel_unit
Informasi Data Limbah Masuk
Tabel_sub_limbah 2. Rancangan database dalam bentuk
Staf LK2 Unit
Pembangkit Informasi Data Limbah Masuk
7
Pengolahan Tabel_masuk
Masuk
Entity Relationship Diagram (ERD)
ERD menggambarkan hubungan antar
Data Limbah
Data Limbah Masuk
Masuk Tabel_masuk
Data Sumber 8
Pengolahan
Tabel_sumber
aplikasi pelaporan dan monitoring data
Data Sumber Tabel_sumber
Tabel_unit
limbah B3. Dalam menggambarkan ERD
Informasi Data Limbah Keluar
Tabel_limbah
perancang basis data harus mendefinisikan
3 hal terlebih dahulu yaitu entitas, atribut,
Keluar
9
Data Limbah Keluar Pengolahan Tabel_keluar
Data Limbah
Tabel_pengangkut
Informasi Data Pengangkut
Informasi Data Pengangkut
Pengangkut
pada Gambar 7.
Tabel_pengangkut
10
Data Pengangkut Pengolahan Tabel_pengangkut id (PK)
Data id_pengangkut (FK)
Pengangkut username
id_limbah (FK) tanggal
level
1 1 N N N 1
Data Neraca Memiliki unit Memiliki keluar Memiliki
1
limbah Memiliki kategori
Limbah id_unit (FK)
N
1 1 1
id (PK) id (PK) kategori masa_berlaku_hari
1
id (PK) Memiliki Memiliki pengangkut
Memiliki Memiliki
pengangkut
sifat
id_sumber (FK)
N
1 id (PK)
jumlah
Pengolahan
Data Unit
Data Unit Gambar 7. Rancangan ERD
Informasi Data Unit
Tb_Sub_Limbah
Data Sub Limbah
7.2
Pengolahan Data Sub Limbah
3. Rancangan interface
Staf K3L
Data Sub
Kantor Sektor Informasi Data Sub Limbah
Limbah
Data Sub Limbah Rancangan interface dibuat
Data Sumber Tb_Sumber
berdasarkan dua level, yakni admin dan
Informasi Sumber
7.3
Pengolahan Data Sumber operator. Pada menu level admin dirancang
Data Sumber
Data Sumber tampilan untuk mengelola data master
Staf LK2 Unit
Pembangkit
Data Limbah Masuk Data Unit
limbah, kategori, sifat, sumber, pengangkut,
7.3
Pengolahan
Tb_Masuk
unit dan user. Sedangkan, pada menu level
Informasi Data Limbah Masuk Data Limbah Masuk
Data Limbah
Masuk Data Limbah Masuk
operator dirancang tampilan untuk
mengelola data limbah yang masuk dan
data limbah yang keluar dari unit
Gambar 5. DFD level 2 Pengolahan Data Limbah
pembangkit.
Masuk
C. Construction
193
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866
Pada tahap ini dilakukan pengkodean Gambar 10. Tampilan laporan data limbah B3 yang
menggunakan framework CodeIgniter dan masuk
bahasa pemrograman PHP, HTML, SQL
dan JavaScript sehingga rancangan
database dan rancangan interface dapat
terhubung berdasarkan rancangan sistem
yang telah dibuat.
Tampilan halaman utama aplikasi dapat
menampilkan grafik jumlah limbah B3
yang masuk, limbah B3 yang keluar, dan
limbah B3 yang ada di TPS yang dapat Gambar 11. Tampilan halaman menu data limbah
dicari berdasarkan tahun dan setiap unit B3 yang keluar
pembangkit sehingga data limbah B3 dapat
terpantau.
Gambar 8. Tampilan halaman utama aplikasi Tampilan halaman menu data rekap
limbah berfungsi sebagai warning sistem
Tampilan halaman menu data limbah terhadap data limbah B3 yang hampir
masuk dan limbah keluar dapat dicari melebihi masa penyimpanan maksimal
berdasarkan triwulan dan tahun limbah yang ditandai dengan warna jingga dan data
yang masuk dan keluar dari semua unit limbah yang telah melebihi masa
maupun setiap unit pembangkit. Data penyimpanan maksimal yang ditandai
limbah masuk dan data limbah keluar juga dengan warna merah, dengan begitu
dapat langsung di export menjadi laporan pengolaan data limbah B3 dapat di
dalam bentuk file Ms. Excel berdasarkan monitoring.
laporan triwulan yang diinginkan.
IV. KESIMPULAN
Kegiatan pembuatan aplikasi pelaporan
dan monitoring data limbah B3 dihasilkan
Gambar 14. Kesalahan pada Tampilan sebuah aplikasi berbasis website yang
memiliki manfaat yaitu membantu staf K3L
kantor sektor dan staf LK2 unit pembangkit
dalam melakukan proses pelaporan dan
monitoring data limbah B3 yang ada pada
tempat penyimpanan sementara di unit
pembangkit. Pengembangan aplikasi yang
perlu dilakukan adalah dengan penambahan
Gambar 15. Hasil perbaikan kesalahan pada
fitur notifikasi email untuk mengingatkan
tampilan terkait limbah B3 yang hampir dan
melebihi masa penyimpanan maksimal
serta dapat menampilkan data estimasi
2. Fungsi-fungsi aplikasi
biaya pengolahan limbah B3 yang harus
Pengujian pada fungsi-fungsi utama dikeluarkan oleh perusahaan.
pada aplikasi pelaporan dan monitoring
data limbah B3 sudah dilakukan, fungsi REFERENSI
yang terdapat kesalahan selama pengujian
sudah diperbaiki dan berfungsi dengan baik [1] Indonesia, R. 2014. Peraturan
dan sesuai. Berikut contoh kesalahan dan Pemerintah Republik Indonesia
hasil perbaikan pada fungsi disajikan pada Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Gambar 16 dan Gambar 17. Limbah Berbahaya dan Beracun. 1-
233.
[2] R Sulistyani, Dyah. 2013. Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Buletin LIMBAH Vol. 11
No. 1.
[3] Nugroho, S. S. 2013. Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Jurnal Sosial, 60-70.
Gambar 16. Kesalahan pada fungsi
195
JURNAL INOVTEK POLBENG - SERI INFORMATIKA, VOL. 3, NO. 2 , NOVEMBER 2018 ISSN : 2527-9866
[4] Kusmiati, H., dan Ansori, M. 2015. dengan CodeIgniter. Jakarta: Elex
Penerapan Rapid Application Media Komputindo.
Development Pada Aplikasi [8] Fatta, H. A. 2007. Analisis dan
Pencabutan Layanan Reguler Smart Perancangan Sistem Informasi untuk
PT. PLN (Persero). STMIK Pontianak Keunggulan Bersaing Perusahaan dan
Online Jurnal, 107-118. Organisasi Modern. Yogyakarta:
[5] Wicaksono, S.R. 2017. Rekayasa Penerbit Andi.
Perangkat Lunak. Malang: Seribu [9] Yakub. 2012. Pengantar Sistem
Bintang. Informasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[6] Tilley, S., dan Rosenblatt, H. 2017. [10] Kementerian Pendidikan, K.I. 2018.
System Analysis and Design. Buku Kelas 11 SMK - Basis Data 1.
Amerika: Cengage Learning. Kementerian Pendidikan dan
[7] Komputer, W. 2014. Mudah Kebudayaan Indonesia: Jakarta.
Membuat Aplikasi SMS Gateway
196
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
Abstrak : Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan desain post test only
control group design. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifikas ekstrak morinda
citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
sebelum dan setelah perlakuan penambahan ekstrak morinda citrifolia dengan berbagai
konsentrasi yaitu 30%, 50%, dan 70%, dimana dilakukan tiga kali percobaan. Berdasarkan hasil
yang didapatkan dalam penelitian ini terdapat kuman pada limbah infeksius (kain kasa) B3
sebelum perlakuan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius B3 Tidak Bisa Untuk Dihitung
(TBUD) dan setelah perlakuan sterilisasi penambahan ekstrak morinda citrifolia terjadi daya
hambat terhadap koloni bakteri dengan tiga kali percobaan. Perlakuan penambahan konsentrasi
30% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat koloni bakteri yang diperoleh
sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat
koloni bakteri yang diperoleh sebanyak 0,08 mm, sedangkan pada konsentrasi 70% ekstrak
morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat koloni bakteri yang diperoleh sebanyak 0,58 mm.
Dosis konsentrasi ekstrak morinda citrifolia dalam penelitian ini adalah semakin banyak jumlah
konsentrasi yang ditambahkan maka semakin besar daya hambat yang diberikan.
Abstract : The research is a quasi experimental design with the design of a post test only control
group design . The purpose of this study was to determine the effectiveness of morinda
citrifolia extract in sterilizing B3 infectious waste in Kabere Health Center in Enrekang Regency
before and after the treatment of adding morinda citrifolia extract with various concentrations of
30%, 50%, and 70%, where three trials were conducted. Based on the results obtained in this
study, there were germs on infectious waste (gauze) B3 before the treatment of the number of
bacterial colonies in B3 infectious waste could not be counted (TBUD) and after the sterilization
treatment the addition of morinda citrifolia extract occurred inhibition of bacterial colonies with
three times trial. The treatment of the addition of 30% concentration of morinda
citrifolia extract the average amount of inhibition of bacterial colonies obtained was 0.1 mm, at a
concentration of 50% of morinda citrifolia extract the average amount of inhibition of bacterial
colonies obtained was 0.08 mm, whereas at a concentration of 70% morinda citrifolia extract the
average amount of inhibition of bacterial colonies obtained was 0.58 mm. The concentration
dose of morinda citrifolia extract in this study was the more the amount of concentration added,
the greater the inhibitory power given.
55
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Pendahuluan
Fungsi Puskesmas dari dulu sampai sekarang adalah sebagai unit pelayanan
kesehatan primer di masyarakat, karena Puskesmas langsung bersentuhan dengan
masyarakat khususnya masyarakat desa atau masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Jenis pelayanan itu menangani langsung kepada pasien atau hal ini juga membuka wacana
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan. Namun aktivitas pusat
layanan kesehatan kadang memunculkan persoalan baru. Terkadang Puskesmas kurang
tertib dalam penanganan limbah medis contohnya alat habis pakai (bekas kain kasa,
kapas, jarum suntik dan botol infus). Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak Puskesmas
dan klinik-klinik swasta yang menyediakan layanan rawat inap dan tentu saja limbah
medis yang dihasilkan juga bertambah. Padahal limbah medis sangatlah berbahaya karena
mengandung berbagai macam jenis penyakit dan racun. Limbah medis ini bila tidak
ditangani secara baik dan benar maka fungsi atau peran dari puskesmas atau klinik
kesehatan sebagai pembawa kehidupan sehat bagi masyarakat justru akan terbalik.
Bertambahnya jumlah pengunjung pada fasilitas kesehatan berdampak pada
bertambahnya jumlah sampah medis yang dihasilkan. Sampah-sampah medis tersebut
memiliki risiko pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat khususnya paparan ke
tenaga kesehatan, petugas pengelola sampah, pasien dan keluarganya.
Dampak sampah medis bagi kesehatan masyarakat terjadi pada setiap tahapan
pengelolaan sampah mulai dari tahapan pengumpulan, pengolahan dan sampai pada
pembuangan akhir. Dampak langsung sampah medis terhadap kesehatan terjadi karena
terpapar dengan sampah yang infeksius, asap pembakaran sampah dan bau yang
ditimbulkan.
Buah mengkudu mengadung suatu bahan yaitu acubin asperuloside, alazarin dan
antrakuinon yang mampu melawan bakteri, diantaranya escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Pseudomonasaeruginosa. Selain itu bahan tersebut juga dapat menghambat
perkembangan bakteri yang mematikan seprti Salmonell dan Shigella, dikarenakan
esktrak dari daun dan buah mengkudu mengandung senyawa scolopetin, antrakuinon,
acurbin, lizarin dan senyawa antibakteri lainnya yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aures dan E. coli.
56
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
Metode Penelitian
57
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Tabel 1. Data hasil pengamatan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Jumlah
Cawan Koloni CFU / ml
Bakteri
10 -1 TBUD
10 -2 52 52 x 10 -2
-3
10 TBUD
10 -4 50 50 x 10 -4
10 -5 75 75 x 10 -5
-6
10 45 45 x 10 -6
-7
10 TBUD
10 -8 TBUD
-9
10 45 45 x 10 -9
Sumber: Data Primer
58
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
Berdasarkan data tabel 1. hasil uji pengamatan jumlah koloni bakteri pada limbah
infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang, hasil pengukuran
koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 dengan menggunkan 9 cawan untuk
melihat perbedaan jumlah bakteri pada tiap-tiap cawan. Koloni bakteri adalah
sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang mengelompok menjadi satu dan
membentuk satu kumpulan. Pada cawan 10-1, 10-3, 10-7, 10-8 terdapat jumlah koloni Tidak
Bisa Untuk Dihitung (TBUD CFU/ml) atau melebihi batas maksimum pengukuran, pada
cawan 10-2 jumlah koloni bakteri sebanyak 52 CFU/ml, cawan 10 -4 jumlah koloni
sebanyak 50 CFU/ml, cawan10-5 jumlah koloni bakteri sebanyak 75 CFU/ml, cawan 10 -6
jumlah koloni bakteri sebanyak 45 CFU/ml dan cawan 10 -9 jumlah koloni bakteri
sebanyak 45 CFU/ml. Pada 9 cawan di bagi menjadi 3 percobaan, setiap
percobaan terdapat 3 kode cawan di dalamnya.
Untuk menghitung efektifitas ekstrak morinda citrifolia sebagai daya hambat koloni
bakteri untuk mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten Enrekang dengan malakukan 3 kali percobaan, tiap-tiap percobaan
penambahan konsentrasi yang sama ekstrak morinda citrifolia sebanyak 30%, 50% dan
70%, percobaan pertama dengan kode cawan 10-1, 10-2 dan 10-3 dapat dilihat pada data
tabel 2.
Tabel 2. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan pertama
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Konsentrasi
Cawan Bakteri Limbah Infeksius (kain
kasa) B3 (CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -1 TBUD 0,1 0,1 0,1
10 -2 52 0,1 - 0,3
10 -3 TBUD 0,1 0,1 0,1
Rata-rata - 0,1 0,06 0,16
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data tabel 2 hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 sebelum penambahan ekstrak morinda citrifolia cawan kontrol sebelum
perlakuan jumlah koloni bakteri tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) dan setelah
perlakuan jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 masih tetap tidak
bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml). Cawan 10 -1 jumlah koloni bakteri sebelum
perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml, setelah perlakuan penambahan
59
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1
mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada
konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm. Cawan 10 -2 jumlah
bakteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 52 CFU/ml, setelah perlakuan penambahan
ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambah yang diperoleh sebanyak 0,1
mm, pada konsentrasi 50% tidak diperoleh hasil daya hambat, pada konsentasi 70%
daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Untuk cawan 10-3 jumlah bakteri koloni
sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml), setelah perlakuan
penambahan ekstrak morinda citrifolia konsentrasi 30% tidak diperoleh hasil daya
hambat koloni bakteri tetap atau tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml), pada
konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 70%
daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm.
Tabel 3. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan kedua
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Bakteri Konsentrasi
Cawan Limbah Infeksius (kain kasa) B3
(CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -4 50 0,1 0,1 05
10 -5 75 - 0,1 0,3
10 -6 45 0,1 0,3 0,9
Rata-rata - 0,06 0,1 0,5
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data tabel 3. hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
(kain kasa) B3 sebelum penambahan ektrak morinda citrifolia cawan kontrol jumlah
koloni tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) sebelum dan setelah perlakuan jumlah
koloni bakteri pada limbah infeksius B3 masih tetap tidak bisa untuk dihitung (TBUD
CFU/ml). Cawan 10-4 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan sebanyak 50 CFU/ml,
setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat
yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh
sebanyak 0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,5 mm.
Cawan 10-5 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan sebanyak 75 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% tidak diperoleh daya
hambat koloni bakteri, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,1
60
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Sedangkan
cawan 10-6 jumlah bakrteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 45 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,3 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,9 mm.
Tabel 4. Data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
(kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang pada percobaan ketiga
Hasil Uji Lab Jumlah Koloni Bakteri Konsentrasi
Cawan Limbah Infeksius (kain kasa) B3
(CFU/ml) 30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol TBUD - - -
10 -7 TBUD 0,1 0,1 01
10 -8 TBUD - 0,1 0,3
10 -9 45 0,1 0,3 0,7
Rata-rata - 0,06 0,1 1,1
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data tabel 4. hasil uji lab jumlah koloni bakteri pada limbah infeksius
B3 sebelum penambahan ektrak morinda citrifolia cawan kontrol jumlah koloni tidak
bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml) sebelum dan setelah perlakuan jumlah koloni
bakteri pada limbah infeksius B3 masih tetap tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml).
Cawan 10-7 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung (TBUD
CFU/ml), setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya
hambat yang diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,1 mm. Cawan 10-8 jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan tidak bisa untuk dihitung
(TBUD CFU/ml), setelah perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi
30% tidak diperoleh daya hambat koloni bakteri jumlah koloni tetap tidak bisa untuk
dihitung (TBUD CFU/ml), pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,1 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,3 mm. Sedangkan
cawan 10-9 jumlah bakrteri koloni sebelum perlakuan sebanyak 45 CFU/ml, setelah
perlakuan penambahan ektrak morinda citrifolia konsentrasi 30% daya hambat yang
diperoleh sebanyak 0,1 mm, pada konsentrasi 50% daya hambat yang diperoleh sebanyak
0,3 mm dan konsentrasi 70% daya hambat yang diperoleh sebanyak 0,7 mm.
61
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Berdasarkan data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia dalam sterilisasi
limbah (kain kasa) B3, ekstrak morinda citrifolia ini digunakan sebagai daya hambat
terhadap koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten Enrekang rata rata setelah tiga kali percobaan dapat dilihat pada data tabel 5.
Tabel 5. Rata-Rata Data Hasil Daya Hambat Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi
Limbah Infeksius (kain kasa) B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang Pada Tiap-Tiap
Konsentrasi Dalam Tiga Kali Percobaan
Konsentrasi
Percobaan
30 ml 50 ml 70 ml
Kontrol - - -
1 0,1 0,06 0,16
2 0,06 0,1 0,5
3 0,06 0,1 1,1
Jumlah 0,22 0,26 1,76
Rata-rata (mm) 0,1 0,08 0,58
Sumber: Data Primer
Berdasarkan data tabel 5. rata-rata data hasil uji efektifitas ekstrak morinda citrifolia
dalam mensterilisasi limbah infeksius B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
pada tiap-tiap konsentrasi dalam tiga kali percobaan. Tanpa perlakuan (kontrol) jumlah
koloni bakteri tidak bisa untuk dihitung (TBUD CFU/ml). Setelah perlakuan penambahan
konsentrasi 30% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat yang diperoleh
dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius B3 sebanyak 0,1 mm, pada
konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat yang diperoleh
dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius B3 sebanyak 0,08 mm,
sedangkan pada konsentrasi 70% ekstrak morinda citrifolia rata-rata jumlah daya hambat
yang diperoleh dalam mensterilisasi koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3
sebanyak 0,58 mm.
0.6
0.4 Konsentrasi
0.2 30% -
0
50% -
10¯²
rata-rata
10¯³
10¯⁵
10¯¹
70% -
62
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
Berdasarkan data gambar 1. setelah perlakuan dengan tiga kali percobaan dengan
menambahkan berbagai macam konsentrasi ekstrak morinda citrifolia yaitu 30%, 50%
dan 70 %, hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah konsentrasi ekstrak
morinda citrifolia yang digunakan untuk mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3
maka semakin besar daya hambat yang diperoleh, dimana konsentrasi yang paling besar
daya habat terhadap koloni bakteri ialah konsentrasi 70 ml ekstrak morinda citrifolia.
Pemanafaatan ekstrak morinda citrifolia untuk menterisasi limbah infeksius (kain
kasa) B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang dalam penelitian ini terbukti
berhasil. Untuk memperoleh hasil koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius B3
maka dilakukan pengenceran. Berdasarkan data tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah
koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas Kabere
Kabupaten enrekang setelah dilakukan uji isolasi bakteri maka dapat dilihat jumlah koloni
bateri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 tiap-tiap cawan terdapat ada beberapa
perbedaan diantaranya 4 cawan yaitu cawan 10-1, cawan 10-3, cawan 10-7 dan cawan 10-8
yang memiliki angka koloni bakteri yang tinggi atau Tidak Bisa Untuk Dihitung (TBUD)
melebihi batas pengukuran angkan kuman, dan ada beberapa cawan yang memiliki
jumlah koloni yang dapat dihitung dengan angka koloni bakteri di dalamnya yaitu cawan
10-2 sebanyak 52 CFU/ml, cawan 10-4 sebanyak 50 CFU/ml, cawan 10-5 sebanyak 75
CFU/ml, cawan 10-6 sebanyak 45 CFU/ml dan cawan 10-10 sebanyak 45 CFU/ml. Prepasi
sampel dan isolasi bakteri dalam penelitian ini guna untuk melakukan pengamatan untuk
memperoleh jumlah koloni bakteri yang terdapat pada sampel limbah medis infeksius
(kain kasa) B3 bekas luka. Untuk mengetahui jumlah atau menghitung koloni bakteri
limbah infeksius (kain kasa) B3 dengan menggunakan metode Standar Plate Count
(SPC).
Untuk mengetahui apakah ekstrak morinda citrifolia dapat mensterilisasi limbah
Infeksius B3dalam penelitian ini dengan dilakukan isolasi bakteri koloni untuk
mendapatkan jenis bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 yang
dijadikan sebagai sampel. Setelah melakukan isolasi koloni bakteri jenis koloni bateri
63
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
yang diperoleh yaitu bakteri Staphilococcus aereus dan Escherichia coli. untuk
mensterilisasi koloni bateri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 maka
dilakukan perlakuan daya hambat ekstrak morinda citrifolia terhadap koloni baketeri
dengan perlakuan konsentrasi 30%, 50% dan 70 % dalam 10 gr limbah infeksius (kain
kasa) B3, untuk sampel infeksius (kain kasa) B3 dilakukan pengenceran dengan
penambahan NaCl sebayak 0,9 dilarutkan kedalam 100 ml aquadest.
Pada data tabel 5 dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan sterilisasi limbah
infeksius B3 pada konsentrasi 30 ml ekstrak morinda citrifolia yang dapat menjadi daya
hambat koloni bakteri pada limbah infeksius (kain kasa) B3 sebanyak 0,1 mm konsentrasi
ini sudah membuktikan bahwa ekstrak morinda citrifolia dapat menurunkan bakteri
ataupun kuman pada limbah infeksius (kain kasa) B3, pada konsentasi 50 ml ekstrak
morinda citrifolia dapat menjadi daya hambat koloni bakteri pada limbah infeksius (kain
kasa) B3 sebanyak 0,08 mm. Pada konsentrasi 70 % ekstrak morinda citrifolia dapat
menjadi daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,58 pada konsentrasi ini memiliki daya
hambat paling besar diantara konsentrasi lainnya. Hal ini membuktikah bahwa ekstrak
morinda citrifolia dalam penelitian ini dapat mensterilisai limbah infeksius (kain kasa)
B3 di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan
jumlah koloni bakteri yang terdapat pada limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas
Kabere Kabupaten Enrekang dengan berbagai konsentrasi 30%, 50% dan 70 %
ditunjukkan pada tabel 5.
Pada penelitian ini penambahan konsentrasi 30% ekstrak morinda citrifolia efektif
digunakan sebagai daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,1 mm, sedangkan pada
penambahan konsentrasi 70% ekstrak morinda citrifolia juga efektif digunakan sebagai
daya hambat koloni bakteri sebanyak 0,58 mm akan tetapi belum sepenunya mensterilkan
limbah infeksius B3 dengan jumlah koloni bakteri yang cukup tinggi atau tidak bisa untuk
dihitung (TBUD CFU/ml). Pada konsentrasi 50% ekstrak morinda citrifolia memperoleh
daya hambat lebih sedikit dibandingkan konsentrasi 30% dan 70%. Konsentrasi 50% daya
hambat jumlah koloni bakteri lebih kecil dibanding dengan konstrasi 30% hal ini
dikarenakan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi 50% lebih banyak. Jika perbandingan
ini akan digunakan oleh petugas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kabere Kabupaten
Enrekang untuk efetifitas ekstrak morinda citrifolia dalam mensterilisasi limbah infeksius
64
http://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/jhest
P-ISSN 2615-398X (cetak) / E-ISSN 2622-3600 (online)
10.25139/htc.v%vi%i.2317
Jurnal Ilmiah : J-HESTECH, Vol. 3 No. 1,
Bulan Juni Tahun 2020, Halaman 55 - 66
(kain kasa) B3 maka perlu dilakukan pengukuran penambahan konsentrasi yang lebih
banyak agar lebih efektif dalam mensterilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3, jumlah
konsentrasi yang digunakan harus melebihi dari konsentrasi percobaan yang dilakukan
dalam penelitian ini.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ekstrak morinda citrifolia yang efektif mensterilkan limbah ifeksius
(kain kasa) B3 adalah konsentrasi 70% dengan jumlah koloni yang dihambat sebanyak
0,58 mm, sehingga semakin banyak jumlah konsentrasi yang diberikan maka jumlah daya
hambat semakin besar. Kemasan produk ekstrak morinda citrifolia yang dibuat adalah
konsentrasi 70% untuk menstrerilisasi limbah infeksius (kain kasa) B3 di Puskesmas
Kabere Kabupaten Enrekang.
Daftar Pustaka
Amrianto, dkk. 2017. Formulasi Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) dalam
Bentuk Sediaan Transdermal Liposome Cream. Prosiding Seminar Nasional
Biology for Life. ISBN: 978-602-72245-2-0
Djauhariya Endjo. 2006. Karakterisasi Morfologi dan Mutu Buah Mengkudu. Buletin
Plasma Nutfah Vol.12 No.1 thn 2016.
Februncya Lylyan. 2006. Skipsi Daya Antibakterial Perasan Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia) Terhadap Escherichia Coli Secara In Vitro. Surabaya
Fikri Kamalia. 2015. Potensi Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) Sebagai Anti
Radang Pada Luka Gores Mencit Jantan (Morinda Citrifolia L. Fruit Potency
As Anti Inflamatory In Male Mice Scratch). Volume17, Nomor 1, Juni 2015, hlm.
14 – 19.
65
Efektifitas Ekstrak Morinda Citrifolia Dalam Mensterilisasi Limbah
Infeksius B3 Di Puskesmas Kabere Kabupaten Enrekang
Leonita Emy dan Yulianto Beny. 2014. Pengelolaan Limbah Medis Padat Puskesmas
Se-Kota Pekanbaru The Medical Waste Management in Health Centers as the City
of Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 4, Mei 2014.
Murdiatt T.B dkk. 2000. Penulusuran Senyawa Aktif Dari Buah Mengkudu (Morlnda
Citrlfolia) Dengan Aktivitas Antelmintik Terhadap Haemonchus Contortus. Jurnal
Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (4): 255-259.
Puspitasari Galuh, dkk. 2016. Uji Daya Antibakteri Perasan Buah Mengkudu Matang
(Morinda Citrifolia) Terhadap Bakteri Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus
(Mrsa) M.2036.T Secara In Vitro. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam.
Sarida Munti dkk. 2010. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio harveyi Secara In vitro.Jurnal Penelitian
Sains. Volume 13 Nomer 3(D) 13312.
Utami Nadia. 2017. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Pada Klinik/Praktek
Dokter Di Kota Makassar. Jurnal.
66
E.ISSN.2614-6061
P.ISSN.2527-4295 Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019
PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS RUMAH SAKIT ATAU LIMBAH
B3 (BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA) DI SUMATERA BARAT
Oleh :
Farida Aini
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Padang
email : Faridaaini8899@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran pelaksanaan pengelolaan sampah Medis/
Limbah B3 serta membandingkan dengan Implementasi Hukum terhadap Pengelolaan sampah Medis/ Limbah
B3 Rumah Sakit di Sumatera Barat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Hasil Penelitian
menjelaskan bahwa kegiatan Rumah Sakit yang menghasilkan limbah medis dan non medis. Selanjutnya
limbah medis padat adalah Limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, Limbah Patologi, Limbah benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radio aktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. sedangkan limbah Bahan Bahan Beracun dan Berbahaya (
Limbah B3)adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Hal
ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melansir
kesadaran rumah sakit dalam mengelola limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) masih rendah. Artinya
rumah sakit tersebut belum menerapkan pengelolaan lingkungan sesuai peraturan perundang- undangan berlaku.
Di samping itu, akibat kepedulian atau komitmen pimpinan rumah sakit dan fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
masih kurang, pemahaman petugas fasilitas Pelayanan Kesehatan yang juga masih minim serta kasus hukum di
fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Kata kunci: Rumah Sakit, Pengelolaan Sampah medis/Limbah B3, Implementasi Hukum
B. Daftar Pustaka
Berlin, 1995. Analisis dan evaluasi hukum tentang
pencemaran akibat limbah rumah sakit
Jakarta: Badan pembinaan hukum
Nasional.
Giyatmi, 2003.Efektivitas pengolahan limbah cair
rumah sakit Dokter Sardjito Yogyakarta
terhadap pencemaran radio aktif.
Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada.
Harian Haluan, Rabu 22 Februari 2017, Judul “Soal
Sampah Medis di Pessel Kementerian
LH turun tangan”.
Kemenkes RI. (2004). KMK No.Kemenkes RI.
(2004). KMK No.
1204/Menkes/SK/X/2004 ttg Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS.
1204/Menkes/SK/X/2004 ttg Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS.
Padang Ekspres 12 Juli 2018, Judul “48.92% RS
Belum kelola Limbah B3”.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor:
P.56/Menlhk.Setjen/2015 tentang tata
cara dan persyaratan teknis pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pikiran Rakyat, 11 juli 2018, Judul “ Limbah
Medis diindonesia capai 242 Ton
perhari”.
Portal berita Metro andalas, 8 Februari 2017, Judul
“RSUD Rasyidin padang diminta
Pertanggungjawabkan limbah”.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
ABSTRACT
The clinical laboratory is one of the public health service facilities with the aim of diagnosis and cure of
diseases. Clinical laboratory as a producer of the hazardous waste which is dominated by infectious
medical waste. Infectious medical waste has the potential to transmit disease, so there is a need for
hazardous waste management in clinical laboratories as a source of waste. The purpose of this study is to
determine the hazardous waste management technically based on the generation and type of hazardous
waste. This research took place in one of the clinical laboratories in Surabaya. The data needed is a mass
balance, waste characteristics, and layout of the research location. The type of hazardous waste produced
by the clinical laboratory has not been able to process hazardous waste independently, so the manager
cooperates with 2 companies as a third party to transport and process the waste produced. Clinical
hazardous waste emergence as the main hazardous waste produced is 12 kg/week. Hazardous waste storage
of clinical waste at temporary storage uses a refrigerator so that hazardous waste can be stored for a
maximum of 90 days. Clinical laboratory requires temporary sStorage to store hazardous waste before
being taken by a third party. Temporary storage of hazardous waste location is on the first floor near the
exit to facilitate the transport of waste. The dimensions of temporary storage is 12 m2.
Keywords: clinical laboratory, hazardous waste, temporary storage of hazardous waste
ABSTRAK
Laboratorium klinik merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dengan bertujuan untuk diagnosis
dan penyembuhan penyakit. Laboratorium klinik sebagai penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun
(LB3) yang didominasi oleh limbah klinis yang bersifat infeksius. Limbah infeksius berpotensi menularkan
penyakit sehingga perlu adanya pengelolaan LB3 di laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Tujuan
penelitian ini adalah menentukan pengelolaan LB3 secara teknis berdasarkan timbulan dan jenis LB3 dalam
lingkup laboratorium klinik sebagai sumber limbah. Peneltian ini mengambil lokasi di salah satu
laboratorium klinik di Surabaya. Data yang dibutuhkan adalah neraca limbah, karakteristik limbah dan
layout lokasi penelitian. Jenis LB3 yang dihasilkan Laboratorium klinik belum mampu mengolah LB3
secara mandiri, sehingga pengelola bekerjasama dengan 2 perusahaan sebagai pihak ketiga untuk
mengangkut dan mengolah limbah yang dihasilkan. Timbulan LB3 klinis sebagai LB3 utama yang
dihasilkan sebesar 12 kg/minggu. Pewadahan LB3 jenis limbah klinis di TPS LB3 menggunakan lemari
pendingin agar LB3 klinis dapat disimpan maksimal 90 hari. Laboratorium klinik membutuhkan Tempat
Penyimpanan Sementara (TPS) LB3 untuk menyimpan LB3 sebelum dibawa pihak ketiga. Lokasi TPS LB3
berada di lantai 1 dekat pintu keluar untuk memudahkan pengangkut limbah. Dimensi TPS LB3 yang
dibutuhkan sebesar 12 m2.
Kata kunci: Laboratorium klinik, limbah B3, TPS LB3
PENDAHULUAN
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun mengandung bahan yang mencemarkan,
merusak dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain. Laboratorim klinik adalah fasilitas kesehatan yang menghasilkan LB3.
Limbah B3 yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan biasanya didominasi oleh limbah
dengan karakteristik infeksius. Dampak tidak terkelolanya limbah dapat menyebabkan penurunan
- 471 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599
kualitas lingkungan dan infeksi saling silang (nosokomial) [1], sehingga memerlukan upaya
pengelolaan LB3 di sumber limbah dengan baik.
Studi kasus pengelolaan LB3 di sumber limbah dalam penelitian ini adalah sebuah
laboratorium klinik di Kota Surabaya. Pengangkutan atau perpindahan LB3, pengolahan LB3
hingga penimbunan LB3 memerlukan persetujuan oleh instansi pemerintah terkait, sehingga
pengelolaan LB3 hanya sampai penyimpanan sementara. Laboratorium klinik sebagai penghasil
LB3 dapat bekerjasama dengan pihak ketiga yang menyediakan jasa pengangkutan dan/atau
pengolahan LB3 [2]. Informasi dan kelengkapan administrasi antara penghasil dan pihak ketiga
perlu diidentifikasi sehingga pengelolaan LB3 jelas.
Pengelolaan LB3 dari fasilitas kesehatan yang dapat dilakukan oleh laboratorium klinik
sebagai sumber limbah meliputi penguragan dan pemilahan LB3 serta penyimpanan limbah B3.
Laboratorium klinik membutuhkan Tempat penyimpanan sementara (TPS) untuk menyimpan
LB3 yang dihasilkan sampai limbah dibawa oleh pihak ketiga. Pembuatan TPS LB3 bertujuan
untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan dan bahaya keselamatan serta kesehatan
sebagai akibat terpaparnya LB3 ke lingkungan [3]. Desain TPS LB3 juga perlu memperhatikan
masa simpan dan kriteria teknis.
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah B3 dan Laboratorium Klinik
Pengertian Limbah B3 adalah suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Karakteristik limbah B3 terbagi menjadi 6 yaitu padatan mudah menyala, cairan mudah menyala,
korosif, beracun, reaktif, beracun dan infeksius [4]. Definisi laboratorium klinik adalah
laboratorium kesehatan yang melayani pemeriksaan spesimen klinik untuk mengetahui informasi
kesehatan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan [5]. Limbah fasilitas kesehatan yang utama adalah limbah medis atau
limbah klinis. Sumber limbah medis berasal dari unit pelayanan medis, rawat inap, poliklinik dan
unit penunjang seperti laboratorium, radiologi, farmasi dan lainnya [6].
Pewadahan LB3 dan TPS LB3
Limbah medis diberi pewadahan yang berbeda warna sesuai dengan kategorinya, yaitu:
warna kuning unuk limbah klinis bersifat infeksius, warna ungu untuk limbah medis sitotoksik,
warna merah untuk limbah radiologi dan warna cokelat untuk limbah farmasi. Limbah B3 dari
fasilitas kesehatan tidak hanya limbah medis, namun juga LB3 potensial seperti minyak pelumas
bila di lokasi tersebut memiliki genset. Pewadahan LB3 potensial menyesuaikan dengan jumlah
yang dihasilkan dan karakteristik.
Penandaan simbol dan label limbah B3 sebagai identitas limbah B3 agar mudah dikenali
karena penempatan limbah B3 berdasarkan jenis dan karakteristik limbah B3. Simbol adalah
gambar yang menunjukkan karakteristik LB3. Label adalah keterangan mengenai limbah B3
yang berbentuk tulisan yang berisi informasi penghasil, nama limbah, jumlah limbah dan
karakteristik [7]. Simbol dan label perlu ditempel pada pewadahan limbah di TPS LB3.
Setelah pengumpulan limbah dari sumber limbah, kemudian ditempatkan pada tempat
penampungan sementara (TPS) LB3. TPS LB3 harus memenuhi persyaratan teknis sesuai
peraturan antara lain terbebas dari banjir, memiliki pencahayaan yang baik, mampu mencegah
binatang atau anak kecil memasuki area tersebut, terlindungi dari air hujan, kedap air da diberi
penanda [8]. TPS LB3 yang terbangun perlu dilengkapi dengan izin TPS LB3 yang dikeluarkan
oleh SKPD terkait.
- 472 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599
METODE
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di sebuah laboratorium klinik di Kota Surabaya.
Laboratorium klinik yang menjadi lokasi penelitian melayani pemeriksaan umum, medical check
up hingga vaksin. Identifikasi LB3 dilakukan untuk LB3 eksisting yang memang sudah terbentuk
dan LB3 potensial yang akan terbentuk namun saat ini belum dikelola. Hasil yang diharapkan
dari penelitian ini adalah perencanaan TPS LB3 berdasarkan jenis, timbulan dan masa simpan
LB3. Gambar 1 menunjukkan diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian ini.
Ide penelitian
Pengumpulan Data:
- Data timbulan LB3
- Kondisi pengelolaan eksisting LB3
- Layout lokasi penelitian
Analisis Data:
- Identifikasi jenis dan timbulan LB3
- Analisis masa simpan LB3
- Desain TPS LB3
Kesimpulan
Air limbah hasil aktivitas dikelola dahulu dengan IPAL yang dimiliki laboratorium
klinik, air limbah yang telah dikelola dan memenuhi baku mutu dapat dibuang ke badan air,
namun pengelola harus memiliki Izin Pembuangan Air Limbah [9]. Sludge dari IPAL akan
masuk ke dalam LB3 yang akan dikelola. LB3 potensial lain berupa lampu TL, kemasan bekas
B3, minyak pelumas dari genset serta kain majun terkontaminasi minyak pelumas. Identifikasi
LB3 dari penghasil limbah akan memudahkan pengangkut, pemanfaat, pengolah atau penimbun
LB3 [10]. Jenis dan timbulan LB3 yang akan dikelola ditunjukkan pda Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, Timbulan dan Karakteristik LB3 Laboratorium Klinik
Nama Limbah Timbulan Limbah Karakteristik Limbah
Limbah klinis (benda tajam) 2 kg/minggu Infeksius
Limbah klinis (bukan benda tajam) 10 kg/minggu Infeksius
Kemasan bekas B3 2 buah/tahun Korosif dan beracun
Sludge IPAL 50 kg/tahun Beracun
Minyak pelumas bekas 50 L/tahun Cairan mudah menyala
Kain majun (terkontaminasi minyak pelumas) 20 kg/tahun Padatan mudah menyala
Lampu TL 2 bulan/tahun Beracun
Aki bekas 1 buah/ tahun Korosif dan beracun
- 474 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599
KESIMPULAN
Laboratorium klinik belum mampu mengolah LB3 secara mandiri, sehingga pengelola
bekerjasama dengan 2 perusahaan sebagai pihak ketiga untuk mengangkut dan mengolah limbah
yang dihasilkan. Jenis LB3 yang dihasilkan dari laboratorium klinik adalah limbah klinis (benda
tajam), limbah klinis (bukan benda tajam), kemasan bekas B3, sludge IPAL, minyak pelumas
bekas, kain majun (terkontaminasi minyak pelumas), lampu TL, dan aki bekas. Timbulan LB3
klinis sebagai LB3 utama sebesar 12 kg/minggu. Pewadahan LB3 jenis limbah klinis di TPS LB3
menggunakan lemari pendingin agar LB3 klinis dapat disimpan maksimal 90 hari. Dimensi TPS
LB3 yang dibutuhkan sebesar 12 m2.
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Subekti, “Pengaruh dan Dampak Limbah Cair Rumah Sakit Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan,” Teknik Lingkungan Universitas Pandanaran Semarang, 2011.
[2] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” Tangerang, 2019.
[3] F. A. Dewantara et al., “Perancangan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) Pada Perusahaan Galangan Kapal, Politeknik Perka
[4] Pemerintah Republik Indonesia,”Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,” 2014.
- 475 -
Seminar Teknologi Perencanaan, Perancangan, Lingkungan, dan Infrastruktur ISSN (print) : 2715-4513
FTSP ITATS - Surabaya, 28 Agustus 2019 ISSN (online): 2715-4599
- 476 -