You are on page 1of 11

62

Konservasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal


pada Pola Tata Ruang ‘Huma Hai’ Djaga Bahen
Studi Kasus: Humahaidjagabahendidesabahupalawa, Kalimantantengah
(The Conservation in Local Wisdom Valuesof ‘Huma Hai’ Djaga Bahen Layout Pattern
Case Study: ‘Huma Hai’ Djaga Bahen at Bahu Palawa Village, Central Kalimantan)

Fristy Sulistiani, R. Siti Rukayah, Suzanna Ratih Sari


Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, S.H Tembalang-Semarang, Indonesia
fristysulistiani1991@gmail.com

ABSTRACT

Huma Hai (the big house) Djaga Bahen is located on Bahu Palawa village, Kecamatan
Kahayan Tengah, Pulang Pisau, Central of Borneo, build in 1933 by Djaga Bahen. This
house become the historical witness of the third Serikat Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI)
III at 1953. In this house is four changes experience at layout pattern the since 1938-1995.
Although had experienced such change but there are spaces are still survive and don’t have
alteration. It is because of the values of eterily that still hold and maintained by the
occupant.In the layout Huma Hai Djaga Bahen than used methods descriftive cualitative. The
did occupant about local wisdom values at layout pattern of Huma Hai Djaga Bahen. This
based analysis the layout, space organitation, characteristic and space fungtion.The local
wisdom values of layout pattern Huma Hai Djaga Bahen is the arrangement or religious
advice ancestor of good and bad placement space based on the flow of the river (upstream
and downstream) and the sun (east-west). The conservation effort that is by passing
arrangement or religious advice ancestor to the next generation hereditary (hereditary Djaga
Bahen), without the interference of other parties. By bequeathing it to his descendants, then
this historic home can stick either with originality arrangement or religious advice ancestor.
Keywords : conservation, local wisdom,layoutpattern, ‘huma hai’Djaga Bahen.

ABSTRAK

Huma Hai (rumah besar) Djaga Bahen terletak di Desa Bahu Palawa, Kecamatan Kahayan
Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, di bangun pada tahun 1933 oleh
Djaga Bahen. Rumah ini menjadi bukti saksi sejarah terbentuknya cikal bakal otonom
Provinsi Kalimantan Tengah yang dimusyawarahkan dalam Kongres Serikat Kaharingan
Dayak Indonesia (SKDI) ke-III tahun 1953. Rumah ini telah mengalami empat kali perubahan
pada pola tata ruangnya sejak tahun 1938-1995.Meskipun telah mengalami perubahan akan
tetapi ada ruang-ruang yang tetap bertahan dan tidak mengalami perubahan, karena adanya
nilai kelokalan yang masih dipegang dan dipertahankan oleh penghuni. Untuk menganalisis
upaya konservasi yang dilakukan oleh penghuni terhadapnilai-nilai kearifan lokal pada pola
tata ruang Huma Hai Djaga Bahen, maka digunakan metode kualitatif deskriptif. Analisa ini
dilakukan berdasarkan denah, organisasi ruang, sifat dan fungsi ruang.Nilai-nilai kearifan
lokal pada pola tata ruang Huma Hai Djaga Bahen berupa aturan atau petuah leluhur tentang
baik dan buruk perletakan ruang berdasarkan aliran sungai (hulu-hilir) dan matahari (timur-
barat). Upaya konservasi yang dilakukan oleh penghuni terhadap nilai-nilai kearifan lokal
tersebut yaitu dengan cara mewariskan aturan atau petuah leluhur kepada generasi
selanjutnya secara turun temurun (keturunan Djaga Bahen), tanpa adanya campur tangan
pihak lain. Dengan mewariskan hal tersebut kepada keturunannya, maka rumah bersejarah
ini dapat tetap bertahan baik dengan originalitas maupun aturan petuah leluhur.
Kata Kunci : konservasi, kearifan lokal, pola tata ruang, ‘huma hai’ Djaga Bahen

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
63

PENDAHULUAN kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan


Latar Belakang diikuti oleh anggota masyarakatnya
Rumah merupakan salah satu (Kartawinata, 2011).Arsitektur yang
kebutuhan pokok masyarakat, dibentuk bermakna kearifan lokal lahir dan
dari aktivitas penghuninya, dan berkembang pada jajaran arsitektur
menggambarkan bagaimana kepribadian tradisional, bentuk kearifan lokal tampil
manusia yang menghuninya.Menurut secara bersahaja, sederhana dan tampil
(Elbas, 1986), sebelum orang-orang apa adanya. Bentuk kearifan lokal bisa
mengenal dengan bentuk-bentuk rumah diungkapkan dengan wujud elemen
seperti sekarang ini, orang dayak hanya arsitektural dalam pola tata ruang, tradisi
mengenal satu rumah tinggal yang membangun, dan aturan yang menjadi
dinamakan Betang. Huma Hai(rumah acuan dari leluhurnya yang masih dianut
besar) dihuni oleh satu keluarga, tinggi sampai dengan saat ini.Dengan begitu
tiang sekitar 4 meter, panjang rumah 12 – nilai-nilai kearifan lokal juga berusaha tetap
15 depa, lebar rumah sekitar 8 – 10 depa, dijaga meskipun secara umum dalam
panjang rumah sejajar dengan sungai. pemahaman masyarakat Dayak bukan
aturan tradisional lagi, melainkan suatu
aturan kearifan lokal yang tetap dijaga
keberlanjutannya untuk warisan kepada
generasi berikutnya yang tetap
dipertahankan dan dilestarikan.
Konservasi merupakan payung dari
segenap kegiatan pelestarian lingkungan
binaan, yang meliputi preservasi, restorasi,
rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi, dan
revitalisasi menurut (Budihardjo, 1997).
Pelestarian terhadap suatu nilai-nilai
kearifan lokal yang masih dijaga dan
diterapkan hingga saat ini oleh
Gambar 1. Huma Hai Djaga Bahen di Desa masyarakatnya dan menjadi satu warisan
Bahu Palawa, Kalimantan Tengah
yang tidak berwujud fisik (intangible) akan
(Sumber: Data Peneliti, 2015)
tetapi diwujudkan dalam suatu bangunan
sebagai bentuk kenangan dari leluhur.
Huma Hai Djaga Bahen merupakan
Teknik konservasi nilai-nilai kearifan lokal
salah satu tipologi rumah tinggal
kiranya dapat menjadi wujud nyata tindak
masyarakat Dayak yang masih bertahan
keberlanjutan pada ‘Huma Hai’Djaga
hingga sekarang dan telah mengalami
Bahen bagi masyarakat Dayak di
perkembangan. Berada di wilayah
Kalimantan Tengah.
administrasi Desa Bahu Palawa,
Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten
METODE PENELITIAN
Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Pendekatan penelitian yang
Didirikan pada tahun 1933 oleh Djaga
digunakan pada penelitian ini yaitu
Bahen sebagai pemilik sekaligus
deksriptif kualitatif, untuk mengetahui nilai-
penghuninya. Sejak didirikan pada tahun
nilai kearifan lokal pada setiap periode
1933 dengan bentuk rumah memanjang,
perubahan pola tata ruang sebagai upaya
sederhana, sejajar dengan sungai,
konservasi ‘Huma Hai’ Djaga Bahen di
menggunakan konstruksi dan material
Desa Bahu Palawa, Kalimantan
kayu, yang dihuni oleh empat kepala
Tengah.Penelitian ini dilakukan dalam dua
keluarga terdiri dari saudara-saudara Djaga
bagian yaitu penelitian kepustakaan dan
Bahen. Dalamperkembangannya, mulai
penelitian lapangan.Oleh karena itu
terjadi perubahandemi perubahan pola tata
penelitian ini adalah suatu bentuk
ruang sejak tahun 1938-1995.
penelitian yang ditujukan untuk
Secara umum, kearifan lokal dapat
mendeskripsikan atau menggambarkan
dipahami sebagai gagasan-gagasan
fenomena-fenomena yang ada, baik
setempat yang bersifat bijaksana, penuh

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
64

fenomena alamiah maupun rekayasa secara teratur untuk mencegah kerusakan


manusia. dan kemusnahan dengan jalan
Lokasi penelitian berada di Desa mengawetkan, pengawetan, pelestarian.
Bahu Palawa, Kecamatan Kahayan Secara harafiah konservasi berasal dari
Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, bahasa Inggris, yaitu Conservation berarti
Kalimantan Tengah. Lokasi ini berjarak pelestarian atau perlindungan. Dalam
sekitar 68 km dari Kota Palangka pengertian lain pada American Dictionary,
Raya.Metode pengumpulan data yang konservasi dipahami sebagai
dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari menggunakan sumber daya alam untuk
pengumpulan data primer dan data memenuhi keperluan manusia dalam
sekunder tentang Konservasi Nilai-nilai jumlah yang besar dalam waktu yang lama.
Kearifan Lokal pada Pola Tata Ruang Dalam Budihardjo(1997), disebutkan
‘Huma Hai’ Djaga Bahen di Desa Bahu bahwa Konservasi merupakan payung dari
Palawa, Kalimantan Tengah.Teknik segenap kegiatan pelestarian lingkungan
pengumpulan data meliputi usaha binaan, yang meliputi preservasi, restorasi,
membatasi penelitian, mengumpulkan rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi, dan
informasi melalui observasi dan revitalisasi. Sedangkan menurut Feilden
wawancara baik yang terstruktur ataupun (1994), Konservasi merupakan tindakan
tidak, dokumentasi, materi-materi visual, yang dilakukan untuk mencegah
serta usaha merancang protokol untuk pengrusakan atau kepunahan, mencakup
merekam/ mencatat informasi.Tahapan semua tindakan yang memperpanjang
penelitian dibagi dalam beberapa langkah umur warisan budaya dan alam kita. Objek
sebagai berikut: Tahap Awal Penelitian, yang hadir untuk generasi selanjutnya yang
Tahap Pelaksanaan Penelitian, dan Tahap menggunakan dan melihat bangunan
Akhir Penelitian. Pengambilan sampel bersejarah tersebut dengan penyampaian
dalam penelitian ini dilakukan secara pesan artistik yang dibuat oleh manusia
random. Berdasarkan data dari sampel pada suatu bangunan. Salah satu fokus
tersebut selanjutnya digeneralisasikan kegiatan konservasi adalah melestarikan
kepada populasi, dimana sampel tersebut bumi atau alam, namun dalam
diambil, (Sugiyono, 2013).Penentuan perkembangannya, makna konservasi juga
sumber data pada orang yang dimaknai sebagai pelestarian warisan
diwawancarai dilakukan secara kebudayaan (cultural heritage).
purposive.Dipilih dengan pertimbangan,
orang yang dijadikan narasumber Tujuan, Sasaran, Manfaat dan Ruang
wawancara merupakan keturunan Djaga Lingkup Konservasi
Bahen dan tokoh-tokoh adat/ budaya desa Adapun tujuan, sasaran, manfaat
Bahu Palawa yang mengetahui seluk beluk dan ruang lingkup konservasi diuraikan
sejarah ‘Huma Hai’ Djaga Bahen dengan sebagai berikut:
tujuan data-data yang dapat dikumpulkan 1. Tujuan Konservasi
merupakan data yang akurat. 2. Sasaran Konservasi
Miles dan Huberman (1984), 3. Manfaat Konservasi
mengemukakan bahwa aktivitas dalam 4. Ruang Lingkup Konservasi
analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus Dari tujuan, manfaat, sasaran dan
menerus sampai tuntas, sehingga data ruang lingkup konservasi dapat
yang diperoleh sudah jenuh. Aktivitas disimpulkan bahwa suatu bangunan yang
dalam analisis data , yaitu reduksi data, dikonservasi diupayakan hidup kembali,
penyajian data, serta penarikan kesimpulan dalam artian memberikan nyawa baru bagi
atau verifikasi (Sugiyono, 2013). obyek-obyek konservasi agar tetap terjaga
eksistensinya dan menjadi satu saksi
KAJIAN TEORI sejarah yang nyata.
Konservasi
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Konservasi adalah
pemeliharaan dan perlindungan sesuatu

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
65

Tolak Ukur Konservasi Kearifan Lokal


Untuk mengkaji kelayakan suatu Nilai-Nilai Kearifan Lokal
bangunan kuno atau lingkungan bersejarah Berikut ini penjelasan tentang
guna di konservasi ada beberapa tolak sumber-sumber kearifan lokal di Indonesia,
ukur yang menjadi acuan.Menurut Snyder pada tabel dibawah ini:
dan Catanese(1979), terdapat6 (enam)
tolak ukur konservasi yaitu: Tabel 1.Sumber-Sumber Kearifan Lokal di
1) Kelangkaan, karya yang sangat Indonesia
langka dan tidak dimiliki oleh daerah
lain;
2) Kesejarahan, lokasi peristiwa
bersejarah yang penting;
3) Estetika, memiliki keindahan bentuk,
struktur, atau ornamen);
4) Super-lativitas, tertua, tertinggi,
terpanjang;
(Sumber: Meliono, 2011)
5) Kejamakan, karya yang tipikal,
mewakili suatu jenis atau ragam
Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
bangunan tertentu; dan
kearifan lokal merupakan baik dan
6) Kualitas pengaruh, keberadaan akan
buruknya suatu kebijakan yang diputuskan
meningkatkan citra lingkungan
oleh tokoh atau masyarakat lokal dan
sekitarnya.
berlaku untuk wilayahnya sendiri. Suatu
tradisi atau aturan yang dipatuhi dan
Dapat disimpulkan bahwa tolak ukur
menjadi kepercayaan untuk mengatur
suatu obyek konservasi meliputi beberapa
tatanan kehidupan masyarakat lokalnya
aspek seperti peranan sejarah, kejamakan,
sendiri.
estetika, keaslian bangunan, keterawatan
bangunan, kelangkaan, nilai ilmiah, nilai
Ciri-ciri Kearifan Lokal
sosial, nilai ekonomi ditambahkan dengan
Suatu kearifan lokal disuatu tempat
yang lebih spesifik mengarah ke dalam
merupakan kebijaksanaan atau
citra dan penampilan bangunan.
pengetahuan asli suatu masyarakat yang
berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk
Strategi-Strategi Konservasi
mengatur tatanan kehidupan
Strategi-strategi konservasi
masyarakat.Kearifan lokal juga dapat
(Budihardjo, 1997) adalah sebagai berikut :
didefinisikan sebagai nilai budaya lokal
1. Konservasi
yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur
2. Preservasi
tatanan kehidupan masyarakat secara arif
3. Adaptasi Revitalisasi
atau bijaksana. (Ayatrohaedi,1986)
4. Gentrifikasi
mengatakan bahwa unsur budaya daerah
5. Renovasi
potensial sebagai local geniuskarena telah
6. Addisi
teruji kemampuannya untuk bertahan
7. Demolisi
sampai sekarang.
Dengan demikian dapat disimpulkan
Tipologi Kearifan Lokal
bahwa strategi-strategi konservasi diatas
Kearifan lokal merupakan bentuk
merupakan upaya yang berupa tindakan
kebudayaan, maka ia akan mengalami
langsung terhadap obyek yang akan
reinforcement secara terus-menerus
dikonservasi, disesuaikan dengan
sehingga menjadi yang lebih baik. Secara
permasalahan yang terjadi pada obyek.
umum tipologi kearifan lokal dapat
Penanganan obyek konservasi bisa di
dikelompokkan terhadap jenis dan
mixed oleh beberapa strategi konservasi di
bentuknya, yaitu:
dalam satu obyek yang ditangani.
1. Jenis Kearifan Lokal
2. Bentuk Kearifan Lokal

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
66

Tolak Ukur Kearifan Lokal Sifat ruang dalam arsitektur menurut


Tolok ukur suatu kearifan lokal Laurens (2005) terdiri dari public, semi
adalah suatu keputusan yang diambil oleh public, private dan semi private.
seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara
menelusuri berbagai masalah yang Transformasi Ruang
berkembang dan dapat memahami Transformasi yaitu sebuah proses
masalah tersebut. Kemudian diambil perubahan secara berangsur-angsur
keputusan sedemikian rupa sehingga yang sehingga sampai pada tahap ultimate,
terkait dengan keputusan itu akan perubahan dilakukan dengan cara
berupaya melaksanakannya dengan memberikan respon terhadap pengaruh
kisaran dari yang menolak keputusan unsur eksternal dan internal yang akan
sampai yang benar-benar setuju dengan mengarahkan perubahan dari bentuk yang
keputusan tersebut. sudah dikenal sebelumnya melalui proses
menggandakan secara berulang-ulang
Pola Tata Ruang atau melipatgandakan.
Tata Ruang Menurut Laseau (1980),
Tata merupakan seperangkat unsur Transformasi dibagi kedalam 4 (empat)
yang berinteraksi, atau berhubungan, atau kategori, yaitu transformasi bersifat
membentuk satu kesatuan bersama; Typological (Geometri), Gramatika Hiasan
sistem.Sedangkan ruang (trimatra) (Ornamental), Reverseal (Kebalikan) dan
merupakan rongga yang dibatasi Distortion (merancukan). Faktor yang
permukaan bangunan.Tata/ menata/ menyebabkan terjadinya suatu
mengatur ruang meliputi tiga suku pokok transformasi (Sari,2007), yaitu sosial,
yaitu unsur (kegiatan), kualitas (kekhasan/ politik, ekonomi, budaya. Sedangkan
ciri sesuatu/ sifat), penolok (standar yang menurut Habraken (1976), bahwa factor-
dipakai sebagai dasar untuk menentukan faktor yang menyebabkan transformasi,
penilaian; kriteria) (White, 1986). yaitu kebutuhan identitas diri
(Identification), perubahan gaya hidup (life-
Ruang style), serta penggunaan teknologi baru.
Ruang adalah sebagai tempat(topos),
suatu dimana, atau suatu place of
belonging, ruang menjadi lokasi yang tepat Pola Tata Ruang pada Rumah
dimana setiap elemen fisik cenderung Masyarakat Dayak
berada. Ruang adalah ‘kekosongan’ yang Rumah tinggal masyarakat Dayak
ada di sekitar kita maupun disekitar obtek asli adalah rumah besar berpanggung
atau benda. Ruang yang ada di dalamnya tinggi dinamakan Betang ataupun Lamin.
lebih hakiki daripada materialnya/ Dalam rumah besar ini terdapat petak-
massanya.(Van de Ven, 1995). petak kamar yang dihuni oleh masing-
masing keluarga.Bentuk panggung yang
Wujud Dasar dan Organisasi Ruang tinggi ini bertujuan untuk menyulitkan
Menurut Ching (1996), wujud ruang serangan musuh dari bawah dan
terdiri dari lingkaran, persegi dan segitiga. memudahkan serangan balik dari atas
Sedangkan organisasi ruang dapat dibagi (Riwut, 1979).
menjadi lima (5) bagian, yaitu terpusat,
linier, radial, cluster, dan grid.
Tipologi Rumah Masyarakat Dayak
Sifat dan Fungsi Ruang Tipologi rumah masyarakat Dayak
Fungsi adalah suatu prinsip terbagi kedalam 10 (sepuluh) tipe rumah,
arsitektural dimana bentuk suatu bangunan yaitu: Huma, Rumah Panjang, Betang/
harus diperoleh dari fungsi yang harus Lamin/ Balai, Kota/ Bakota, Huma
dipenuhinya. Menurut Mukarowsky (1978), Gantung/ Huma Hai, Huma Danum, Karak
fungsi bangunan ditentukan oleh tujuan Betang, Huma Lanting, Pasah Dukuh, dan
langsung dalam konteks penggunaannya. Tingkap.

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
67

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel2. Tabulasi Perubahan Pola Tata


Perubahan Pola Tata Ruang Ruang ‘Huma Hai’ Djaga Bahen
Dalam‘Huma Hai’ Djaga Bahen
‘Huma Hai’ Djaga Bahen memiliki
lima pola tata ruang dan mengalami 4
(empat) kali perubahan pola tata ruang
sebagai berikut:

1. Perubahan Pola Tata Ruang I


(Tahun1938-1982)
2. Perubahan Pola Tata Ruang II
(Tahun 1983-1990)
3. Perubahan Pola Tata Ruang III
(Tahun 1991-1994) (Sumber: Sulistiani, 2015)
4. Perubahan Pola Tata Ruang IV
(Tahun 1995-sekarang) Berdasarkan gambar dan tabulasi
perubahan pola tata ruang ‘Huma Hai’
Pembagian perubahan pola tata Djaga Bahen diatas, maka transformasi
ruang tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dominan terjadi yaitu transformasi
yang dijadikan sebagai landasan untuk typological/ geometri, gramatika
mengetahui transformasi/ perubahan pola hiasan/ornamental dan distortion/
tata ruang yang terjadi pada ‘Huma Hai’ merancukan. Yang disebabkan oleh faktor
Djaga Bahen dan faktor penyebab ekonomi, sosial, politik, perubahan gaya
perubahannya. Maka dilakukan analisa hidup, penggunaan teknologi baru,
hanya terhadap 4 (empat) kali perubahan kebutuhan identitas diri dan budaya. Dari
pola tata ruang Huma Hai Djaga Bahen, beberapa faktor penyebab transformasi
untuk mengetahui sejauh mana perubahan tersebut, yang paling menonjol yaitu faktor
yang terjadi dan penyebab perubahan itu ekonomi dan sosial.
terjadi, sebagai berikut: Di setiap periode tahun
perubahannya faktor ekonomi sangat
mempengaruhi dikarenakan kehidupan
penghuni dari tahun ke tahun semakin
meningkat dari segi penghasilan dan
pekerjaan. Sehingga penghuni perlahan
mengganti material bangunan, menambah
ruang pada rumah ini yang dipicu juga oleh
pertambahan penghuni. Kehidupan sosial
penghuni yang sejak dulu merupakan salah
satu orang berpengaruh terhadap kegiatan
sosial politik juga ikut mempengaruhi
perubahan pada ‘Huma Hai’ ini,
disebabkan adanya kegiatan-kegiatan
rapat/ kongres yang menuntut adanya
penambahan ruang baru yang lebih besar
guna menampung anggota atau utusan
kongres.

Perbandingan Pola Tata Ruang Rumah


Masyarakat Dayak Ngaju
Pola Tata Ruang Luar

Gambar 2. Perubahan Pola Tata Ruang


Perbandingan pola tata ruang luar
pada Denah ‘Huma Hai’ Djaga Bahen pada rumah masyarakat Dayak Ngaju
(Sumber: Sulistiani, 2015) sebagai berikut:

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
68

Tabel 3.Tabulasi Perbandingan Pola Tata Ruang sungai, berubah menjadi tegak lurus
Luar Rumah Masyarakat dengan sungai.Adanya KM/ WC pada
Dayak Ngaju
kelima pola tata ruang rumah diatas
diakibatkan perkembangan teknologi baru
yang mempermudah dan memberikan
kenyamanan bagi penghuni, sehingga
merubah pola pikir penghuni.

2). Organisasi Ruang


Berdasarkan organisasi pada pola
tata ruang Betang Toyoi, Huma Gantung
Buntoi, Huma Hai Djaga Bahen, Huma Hai
Loendjoe, dan Huma Hai Sating, maka
(Sumber: Sulistiani, 2015) dilakukan tabulasi perbandingan organisasi
ruangnya sebagai berikut:

Pola Tata Ruang Dalam


1) Denah/ Wujud Ruang Tabel 5.Tabulasi Perbandingan Organisasi Ruang
Berdasarkan denah pada pola tata pada Pola Tata Ruang
ruang Betang Toyoi, Huma Gantung
Buntoi, Huma Hai Djaga Bahen, Huma Hai
Loendjoe, dan Huma Hai Sating, maka
dilakukan tabulasi perbandingan ruang-
ruangnya sebagai berikut:
Tabel 4.Tabulasi Perbandingan Ruang pada Pola
Tata Ruang
(Sumber: Sulistiani, 2015)

Dari tabulasi diatas, dapat


disimpulkan bahwa berdasarkan organisasi
ruangnya telah terjadi pergeseran.Jika
pada rumah betang terdapat organisasi
ruang linier, maka pada keempat pola tata
ruang lainnya memiliki organisasi ruang
cluster. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan teknologi baru yang
membuat penataan ruangnya menjadi lebih
variatif dibandingkan ruang pada rumah
(Sumber: Sulistiani, 2015)
Dayak sebelumnya (betang).

Pada kelima pola tata ruang rumah 3). Sifat dan Fungsi Ruang
masyarakat Dayak diatas, secara Fungsi ruangnya kelima pola tata
keseluruhan memiliki dapur, yang terletak ruang rumah masyarakat Dayak tersebut
pada bagian hilir atau pada sisi barat. Jika memiliki kesesuaian yang hampir sama.
pada Betang Toyoi, ‘huma gantung’Buntoi Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya
penghuni meletakkan dapur pada arah hulu kebutuhan ruang masyarakat dayak
hilir, sedangkan pada ketiga ‘Huma Hai’ (penghuni) pada zaman dulu hingga saat
meletakan dapur pada sisi timur barat. ini sama. Yang menjadi perbedaannya
pada betang, ‘huma gantung’ dan ‘huma adalah, adanya beberapa ruang yang tidak
hai’ djaga bahen dapur mengarah ke digunakan pada rumah masyarakat dayak
sungai, sedangkan pada kedua huma hai saat ini seperti balai parung/ balai adat
dapur tidak lagi menghadap ke sungai. Hal untuk menyelesaikan pertikaian dan
ini disebabkan oleh perubahan tata letak permasalahan antar penghuni rumah. Hal
ruang yang pada awalnya sejajar dengan tersebut dikarenakan perubahan sosial,

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
69

yaitu perubahan struktur penghuni yang 2). Pola Tata Ruang Dalam
meliputi pergantian penghuni (diwariskan Ruang tidur berjejer linier, berjumlah
turun temurun) keturunan Djaga Bahen genap dalam satu deret untuk menghindari
yang menempati ‘Huma Hai’ tersebut. petaka atau sakit pada penghuni yang
Seperti pada tahun pertama dibangun menempati ruang tidur ditengah jika ruang
Djaga Bahen menempati rumah ini tidur berjumlah ganjil.Pada ruang tidur di
bersama anak-anaknya, pada tahun bagian hulu ditempati oleh anggota
perubahan berikutnya rumah ini diwariskan keluarga tertua, dan pada bagian hilir
kepada anak Djaga Bahen,dan tahun ditempati oleh anggota keluarga termuda ;
perubahan selanjutnya diwariskan kepada Dapur dan ruang makan berada di sisi
cucu Djaga Bahen hingga saat ini. barat/ hilir.
Sehingga perubahan struktur penghuni
tersebut memicu adanya penambahan dan Nilai Kearifan Lokal pada Pola Tata
pengurangan ruang yang disebabkan Ruang Huma Hai Djaga Bahen
jumlah anggota keluarga bertambah, Berikut ini bentuk intangible nilai
perubahan sudut pandang dan kearifan local pada pola tata ruang Huma
kepercayaan (agama) penghuni. Hai Djaga Bahen yang bertahan dan telah
Ditinjau dari perkembangan berubah.
teknologi, penghuni merubah sifat dan
fungsi ruang mengikuti zaman seperti Nilai Kearifan Lokal pada Pola Tata
fungsi ruang tamu pada zaman dahulu Ruang yang Bertahan
digunakan untuk kegiatan sosial politik dan Nilai kearifan local bentuk intangible
kegiatan ritual keagamaan kini berubah pada pola tata ruang Huma Hai Djaga
fungsi sebagai ruang untuk menerima Bahen yang masih bertahan, yaitu :
tamu. Dari segi gaya hidup, penghuni 1. Ruang Tidur
dituntut oleh kebutuhan dan kesadaran Ruang tidur pada Huma Hai Djaga
akan pentingnya menggunakan KM/WC Bahen berjejer linier, dalam satu deret
pribadi dirumah, yang mana dulunya ruang tidur yang berjejer linier hendaknya
hanya terdapat jamban disungai atau KM/ berjumlah genap dan tidak boleh ganjil.
WC komunal. Penghuni sadar jika gaya Ruang tidur dibagian hulu ditempati oleh
hidup dengan melakukan kegiatan MCK anggota keluarga tertua, dan dibagian hilir
disungai akan berdampak buruk bagi ditempati oleh anggota keluarga termuda.
kesehatan dan juga ekosistem sungai.
Begitu juga dengan penggunaan KM/WC 2. Dapur
komunal yang dirasa kurang efesien, Dapur berada di bagian hilir/ barat
sehingga penghuni memutuskan untuk dikarenakan dapur merupakan area yang
membuat KM/WC pribadi (hanya kotor, penghuni percaya dengan
digunakan oleh anggota keluarga). meletakkan area kotor di bagian belakang
Selanjutnya penambahan beberapa segala hal yang tidak baik tidak menimpa
ruang yang dibutuhkan oleh penghuni penghuni akan tetapi dapat hanyut terbawa
akibat perkembangan teknologi, ekonomi aliran sungai atau seiring terbenamnya
dan gaya hidup penghuni. Seperti matahari. Pada ‘Huma Hai’ Djaga Bahen,
munculnya teras dan KM/ WC. dapur berada di sisi barat; Elevasi dapur
lebih rendah dari ruang inti.
Nilai Kearifan Lokal
1). Pola Tata Ruang Luar Nilai Kearifan Lokal pada Pola Tata
Nilai kearifan lokal yang bertahan Ruang yang Berubah
yaitu tata letak pola tata ruang luar pada Nilai kearifan lokal bentuk intangible
rumah masyarakat Dayak ngaju terdiri dari pada pola tata ruang Huma Hai Djaga
bagian depan, bagian tengah, dan bagian Bahen yang telah berubah, yaitu:
belakang. Bagian tengah digunakan untuk
halaman rumah, bagian tengah untuk area 1. Ruang Tamu
hunian, dan bagian belakang untuk area Ruang tamu tidak lagi berada di
bercocok tanam dan berternak. tengah sebagai sumbu dan pusat orientasi
semua ruangan di dalam rumah. Pada

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
70

‘huma hai’ djaga bahen, ruang tamu dan melestarikan huma hai djaga bahen
berada di bagian depan; Ruang tamu baru tetap pada kondisi awal dengan tidak
mengalami perubahan orientasi, ruang membuat perubahan yang signifikan.
tamu mengarah pada jalan lingkungan Jika penghuni membuat perubahan pun
yang baru terbentuk akibat perkembangan berdasarkan berdasarkan aturan/
teknologi baru. petuah leluhur yang telah diwariskan
kepada mereka secara turun temurun
Upaya Konservasi Nilai Kearifan Lokal dan masih dipercaya.
pada Pola Tata Ruang Huma Hai Djaga c. Mewariskan aturan/ petuah leluhur
Bahen kepada keturunannya secara
Dari hasil analisa nilai kearifan lokal berkelanjutan, dan menerapkannya di
pada pola tata ruang Huma Hai Djaga dalam pola tata ruang. Dengan adanya
Bahen maka nilai kearifan lokal dengan aturan lisan/ petuah yang disampaikan
bentuk intangible yang masih bertahan leluhur kepada keturunannya, maka hal
sampai dengan saat ini, yaitu: tersebut telah menjadi bagian dari
a. Ruang tidur berjejer linier dan pelestarian yang secara tidak langsung
berjumlah genap; dan ruang tidur dilakukan oleh penghuni huma hai djaga
dibagian hulu ditempati oleh anggota bahen.
keluarga tertua dan ruang tidur
dibagian hilir ditempati anggota KESIMPULAN
keluarga termuda. Berdasarkan hasil analisa pada bab
b. Dapur berada disisi barat dan sebelumnya, maka dapat ditarik
elevasinya harus lebih rendah dari kesimpulan, yaitu :
ruang inti. 1. Upaya konservasi yang dilakukan
penghuni yaitu :
Dengan demikian dapat disimpulkan a. Menjaga pola tata ruang Huma
bahwa, nilai kearifan local dengan bentuk Hai Djaga Bahen berdasarkan
intangible tersebut harus dijaga, nilai-nilai kearifan lokalnya.
dipertahankan dan dilestarikan sebagai b. Mewariskan Huma Hai Djaga
wujud atau upaya konservasi dengan Bahen kepada keturunannya.
melakukan tindakan konservasi atau c. Mewariskan aturan/ petuah leluhur
pemeliharaan bangunan.Perawatan jangka kepada keturunannya secara
pendek dan juga jangka panjang dapat turun temurun,
dilakukan untuk mengupayakan 2. Nilai kearifan lokal yang terdapat pada
keberlanjutan nilai kearifan local pada pola pola tata ruang Huma Hai Djaga
tata ruang huma hai djaga bahen. Bahen berupa nilai kearifan lokal
dengan bentuk intangible, tentang
Upaya konservasi nilai kearifan lokal aturan/ petuah leluhur terhadap baik
pada Huma Hai Djaga Bahen yang sampai buruk tata letak ruang.
dengan saat ini masih dipertahankan oleh 3. Nilai kearifan lokal intangible pada pola
penghuni yaitu : tata ruang Huma Hai Djaga Bahen
a. Menjaga pola tata ruang Huma Hai yang bertahan hingga saat ini, yaitu :
Djaga Bahen sesuai dengan ketentuan a. Ruang tidur berjejer linier,
nilai-nilai kearifan lokalnya.Meskipun berjumlah genap dalam satu deret;
rumah ini telah mengalami beberapa kali penghuni tertua dihulu dan
perubahan, namun adanya perubahan termuda dihilir.
tersebut juga didasarkan pada nilai-nilai b. Dapur (area kotor) berada di sisi
kearifan lokal tata letak ruangnya. barat dan elevasi dapur lebih
Melakukan penambahan, pengurangan rendah dari pada ruangan inti.
dan perubahan fungsi denggan tetap 4. Nilai kearifan lokal intangible pada pola
memperhatikan aturan/ petuah leluhur tata ruang Huma Hai Djaga Bahen
tentang baik buruk tata letak ruangnya. yang berubah, yaitu :
b. Mewariskan Huma Hai Djaga Bahen a. Penambahan orientasi ruang tamu
kepada keturunannya. Dengan teknik baru yang mengarah pada jalan
konservasi ini, penghuni dapat menjaga lingkungan.

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
71

b. Munculnya KM/ WC yang berada Habraken, N., Boekholt, J., Thyssen, A., &
di sisi selatan. Dinjens, P., 1976. Variations, The
Systematic Design of Support.MIT
DAFTAR PUSTAKA Press: Cambridge, Massachusetts.
Habraken, N. J., 1983. Transformation of
Asteria, 2008. Perkembangan Penataan the Site. Cambridge, Massachusetts, A
Interior Rumah Betang Suku Dayak Water Press.
ditinjau dari Sudut Budaya. Surabaya; Hadi, Sudharto P., 2013. Manusia dan
Universitas Kristen Petra. Lingkungan. Semarang; Badan
Ayat, Rohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Penerbit Universitas Diponegoro.
Bangsa (Local Genius), Jakarta: Kartawinata, Ade, M (ed), 2011, Merentas
Pustaka Jaya. Kearifan Lokal ditengah Modernisasi
Budihardjo, Eko,1997. Arsitektur sebagai dan Tantangan Pelestarian dalam
Warisan Budaya. Jakarta; Djambatan. Kearifan Lokal ditengah modernisasi.
Budihardjo, Eko, 1997. Arsitektur, Jakarta;Pusat Penelitian dan
Pembangunan dan Konservasi. Pengembangan Kebudayaan Badan
Jakarta; Djambatan. Pengembangan Sumber Daya
Budihardjo, Eko, 1997. Preservation and Kebudayaan dan Pariwisata
Conservation of Culture Heritage in Kementrian Kebudayaan dan
Indonesia. Yogyakarta; Gadjah Mada Pariwisata Republik Indonesia.
University Press. Kartono, J. Lukito, 2005. Konsep Ruang
Ching, Francis D.K., 1996. Architecture; Tradisional Jawa dalam Konteks
Form, Space, And Order. Jakarta; Budaya. Makalah ini disajikan pada
Erlangga. seminar yang diselenggarakan oleh
Creswell, John W., 2012. Research Design PPKAI Universitas Kristen Petra,
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Surabaya; Universitas Kristen Petra,
Mixed. Yogyakarta; Pustaka Belajar. 02 Mei 2005.
Djono, dkk., 2012. Nilai Kearifan Lokal Keraf, Alexander Sonny, 2002. Etika
Rumah Tradisional Jawa. Surakarta; Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Humaniora. Lingkungan Hidup. Jakarta; Unika
Elbas, Lambertus dkk., 1986. Arsitektur Atma Jaya.
Tradisional Daerah Kalimantan Laurens, Joyce Marcella, 2005. Arsitektur
Tengah. Jakarta; Depdikbud proyek dan Perilaku Manusia. Jakarta;
Inventarisasi dan Dokumentasi Grasindo
Kebudayaan Daerah. Laseau, Paul, 1980. Architectural drawing;
Ernawi, Imam S., 2009. Harmonisasi Communications in architectural
Kearifan Lokal dalam Regulasi design; Architecture; Graphic arts;
Penataan Ruang.Makalah pada Sketch-books.New York; Van Nostrand
Seminar Nasional “Urban Culture, Reinhold Company.
Urban Future: Harmonisasi Penataan Meliono, Irmayanti, 2011. Understanding
Ruang dan Budaya untuk the Nusantara Thought and Local
Mengoptimalkan Potensi Kota”. Wisdom as an Aspect of the
Malang; 07 Agustus 2009. Indonesian Education. TAWARIKH,
Feilden, Bernard M., 1994. Conservation of International Journal for
Historic Buildings. Butterworth; HistoricalStudies, 2(2) 2011.
Heinemann. Miles M.B dan Huberman. A.M., 1984.
Geertz, C., 1992. Kebudayaan dan Agama. Qualitative Data Analysis : a source
Yogyakarta; Kanisius Press. book or new methods. Sage
Guntur, Mandarin, 2007. Makna Ruang Publication : Beverly Hills.
pada Rumah Betang Suku Dayak Moleong, Lexy J., 2000. Metodologi
Ngaju di Kalimantan Tengah : Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja
Menapak Hidup ke Nirwana Tanpa Rosdakarya.
Neraka. Procceding PESAT : Mukarovsky, Jan., 1978. Structure, Sign,
Universitas Gunadarma and Function. Yale University Press :
New Heaven and London.

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367
72

Nopemberi, A.& Toding, J. Bua.,


2010.Penerapan Bahan Bangunan
pada Huma Hai Djaga Bahen di Bahu
Palawa. Universitas Palangka Raya,
Palangka Raya.
Perkasa, Petrisly, 2010. Konservasi
Bangunan Bersejarah di Desa Bahu
Palawa. Palangka Raya, Jurnal
Perspektif Arsitektur.
Riwut, T., 1979. Kalimantan Membangun,
Jakarta; Jayakarta Agung Offset
Sari,2007 dikutip dari Pakilaran, 2006.
Definisi Transformasi. ITB : Bandung
Snyder dan Catanese A., 1979. An
Introduction to Urban Design, New
York; Harper and Row
Soedigdo dkk., 2014. Elemen-elemen
Pendorong Kearifan Lokal pada
Arsitektur Nusantara. Palangka Raya,
Jurnal Perspektif Arsitektur.
Stone, Sally, 2012. Continuity in
Architecture. Manchester school of
Architecture, University of East
London, Docklands Campus.
Conference Proceedings, Books.
Sugiyono, 2013. Metodologi Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung; Alfabeta
Syahrozi, 2004. Bentuk Awal Komplek
Huma Gantung Buntoi.Semarang;
Universitas Diponegoro.
Usop, Tari Budayanti, 2014. Pelestarian
Arsitektur Tradisional Dayak Pada
Pengenalan Ragam Bentuk Konstruksi
Dan Teknologi Tradisional Dayak Di
Kalimantan Tengah. Palangka Raya,
Jurnal Perspektif Arsitektur.
Ven, Cornelis Van De, 1995. Ruang Dalam
Arsitektur. Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama
White, Edward T., 1986. Tata
Atur.Bandung; ITB
Wijanarka, 2008. Desain Tepi Sungai :
Belajar dari Kawasan Tepi Sungai
Kahayan, Palangka Raya.Yogyakarta;
Penerbit Ombak.

TERAKREDITASI PERINGKAT 2 SK No. 30/E/KPT/2018 Tesa Arsitektur Vol.16 | No. 2 | 2018


ISSN cetak 1410-6094 | ISSN online 2460-6367

You might also like