You are on page 1of 20

SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING


(CPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Shella Malisa*, Iriani Bakti, dan Rilia Iriani


Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lambung Mangkurat
Jalan Brigjend. H. Hasan Basry Banjarmasin, Indonesia
*e-mail: shella_malisa@yahoo.com

Abstract. The ability to think creatively is one of the 21 st century skills that students must
possess. This ability can be improved by using a learning model that exposes students to
problems directly. This research aims to increase teacher activity, student activities, creative
thinking skills, and student academic achievement by implementing Creative Problem
Solving (CPS) learning model in class XI IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin. The research
applied classroom action research (CAR) design with 2 cycles. The subjects were 39
eleventh grade students of natural science class. The data were analyzed by percentage and
descriptive quantitative technique. The results showed that the teacher's activity in the
implementation of the action increased from 70.15% (good) to 85.46% (very good). Student
activity in cycle I 67.27% (quite active) to 85% in cycle II (active). Students' creative
thinking ability for fluency indicators was originally 59.25% to 77.42%, flexibility which was
originally 37.25% to 55.03%, elaboration which was originally 39.75% to 69.75%. Classical
cognitive of students with a percentage of 69.23% increased to 87.17%. Students’ affective
increased from 53.35% to 70.15% in cycle II and students' psychomotor learning outcomes
were originally 59.69% to 69.4% in cycle II.

Keywords: creative thinking ability, academic achievement, creative problem solving

Abstrak. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu dari keterampilan abad 21 yang
harus dimiliki siswa. Kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan model
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah secara langsung. Penelitian ini
bertujuan meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, kemampuan berpikir kreatif, dan
hasil belajar siswa di kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin dengan menerapkan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Penelitian menggunakan desain penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan 2 siklus. Subjek penelitian merupakan siswa kelas XI IPA
berjumlah 39 orang. Data dianalisis menggunakan teknik persentase dan deskriptif
kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan
meningkat dari 70,15% (baik) menjadi 85,46% (sangat baik). Aktivitas siswa pada siklus I
67,27% (cukup aktif) menjadi 85% pada siklus II (aktif). Kemampuan berpikir kreatif siswa
untuk indikator fluency, semula 59,25% menjadi 77,42%, flexibility yang semula 37,25 %
menjadi 55,03%, elaboration yang awalnya 39,75% menjadi 69,75%. Hasil belajar kognitif
siswa secara klasikal dengan persentase 69,23% meningkat menjadi 87,17%. Hasil belajar
afektif siswa meningkat dari 53,35% menjadi 70,15% pada siklus II dan hasil belajar
psikomotorik siswa yang semula 59,69% menjadi 69,4% pada siklus II. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model pembelajaran CPS dapat meningkatkan hasil belajar dan
kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kata kunci: kemampuan berpikir kreatif, hasil belajar, creative problem solving

PENDAHULUAN siswa. Kreativitas berkaitan dengan


Salah satu tujuan mata pelajaran kimia kemampuan berpikir divergen siswa terhadap
dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah persoalan yang dihadapi. Mata pelajaran kimia
menumbuh kembangkan sikap kreativitas merupakan mata pelajaran rumpun IPA yang

1
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

dapat menjadi permasalahan dengan solusi satunya adalah untuk meningkatkan


yang beragam. Kemampuan siswa dalam kemampuan berpikir kreatif siswa.
meberikan solusi yang beragam terhadap Kemampuan berpikir kreatif merupakan
persoalan kimia merupakan tujuan utama kemampuan individu untuk mencari cara,
dalam pembelajaran yang menekankan kepada strategi, ide atau gagasan baru bagaimana
kreatifitas mahasiswa. memperoleh penyelesaian terhadap suatu
Mata pelajaran kimia di sekolah biasanya permasalahan yang
dihubungkan dengan mata pelajaran yang dihadapi. Siswa harus memiliki kemampuan
membosankan sehingga menurunkan tingkat berpikir kritis, logis, kreatif, sistematis,
motivasi dan keaktifan siswa untuk belajar. komunikasi, serta kemampuan dalam bekerja
Salah satu penyebab dari hal tersebut adalah sama secara efektif. Berpikir kreatif
kurang sesuainya model pembelajaran yang merupakan suatu proses berpikir yang
digunakan terhadap kompetensi siswa yang menghasilkan bermacam-macam
diharapkan. Pola pembelajaran di sekolah kemungkinan ide secara luas dan beragam.
umumnya menggunakan pembelajaran Pada saat menyelesaikan suatu persoalan,
konvensional yang menekankan kepada berpikir kreatif akan menghasilkan ide-ide
dominasi aktivitas guru. Padahal pembelajaran yang berguna dalam menemukan
modern menginginkan adanya pusat aktivitas penyelesaiannya. Kreatif berhubungan dengan
pembelajaran yang terpusat pada siswa. penemuan sesuatu yang baru dengan
Pembelajaran yang menggunakan pola mengunakan sesuatu yang telah ada (Putra,
konvensional dengan menekankan Irwan & Vionanda, 2012).
pembelajaran pada guru, masih banyak tidak Munandar (2012) menyatakan bahwa
mampu dalam memecahkan soal yang berpikir kreatif disebut juga dengan berpikir
diberikan. Umumnya mereka cenderung divergen, yaitu kemampuan berpikir untuk
mengikuti contoh yang diberikan oleh guru memberikan bermacam-macam kemungkinan
dan tidak memiliki kemampuan yang jawaban berdasarkan informasi yang diberikan
maksimal dalam menyelesaikan soal dengan dengan penekanan pada keragaman jumlah
caranya sendiri. Perlu suatu pola pembelajaran jawaban dan kesesuaian. Ketika seseorang
yang dapat membantu siswa untuk dapat menerapkan berpikir kreatif dalam pemecahan
menyelesaikan soal dengan cara mereka masalah, pemikiran divergen menghasilkan
sendiri berdasarkan pengetahuan yang banyak ide yang berguna dalam
dimiliki. menyelesaikan masalah. Orang yang disebut
Pembelajaran yang menghadapkan siswa kreatif adalah orang yang mampu menemukan
secara langsung kepada masalah, dapat cara yang berbeda dari orang lain dalam
menjadi pemicu siswa untuk memiliki mengelola informasi sehingga melahirkaan
kemampuan berpikir kreatif. Pada produk yang berbeda (Sudarma, 2013).
pembelajaran yang langsung berhadapan Kemampuan berpikir kreatif melibatkan
dengan masalah, para siswa harus kemampuan lain yang menyusun kemampuan
mendapatkan cara-cara berpikir, kebiasaan berpikir kreatif tersebut. Al-Oweidi (2013)
tekun, dan rasa ingin tahu yang besar untuk menyebutkan bahwa terdapat lima
dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
Permasalahan yang langsung dan menguji memiliki kemampuan berpikir kreatif.
daya pikir siswa merupakan sebuah pola Kemampuan tersebut meliputi: 1) fluency,
pembelajaran yang sangat bermanfaat. Salah kemampuan untuk menciptakan banyak ide; 2)
flexibility, kemampuan adaptasi dan
2
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

melakukan perubahan serta sifat spontan; 3) materi larutan penyangga hanya 36,4% yang
originality, merupakan karakteristik tingkat memenuhi KKM, sedangkan sisanya berada di
lanjut dari berpikir kreatif, yaitu kemampuan bawah KKM. Berdasarkan penelitian tersebut,
untuk meciptakan hal baru dan inovatif; 4) diketahui bahwa siswa di kelas XI IPA 2 SMA
problem sensitivity, kemampuan untuk PGRI 6 Banjarmasin belum memiliki
menemukan suatu masalah dan menentukan kemampuan berpikir kreatif yang baik,
metode yang tepat untuk mengatasinya; 5) sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang
elaboration, realisasi atau transformasi dari dapat meningkatkan kemampuan berpikir
sebuah gagasan. kreatif tersebut.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan Model pembelajaran Creative Problem
bagian dari konsep pembelajaran yang harus Solving (CPS) merupakan salah satu model
ditingkatkan dan dilatih terus menerus pada pembelajaran yang dapat meningkatkan
siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kemampuan berpikir kreatif siswa. Model
kreatif pada siswa bertujuan agar siswa lebih pembelajaran CPS merupakan suatu model
memahami dan memaknai konsep pembelajaran yang melakukan pemusatan
pembelajaran. Mereka tidak hanya menerima pada pengajaran dan keterampilan pemecahan
hal yang disampaikan oleh guru, tetapi mereka masalah yang diikuti dengan penguatan
berusaha mencari kebenaran atas informasi keterampilan serta pengaturan solusi secara
yang diterima. Selain itu, berpikir kreatif kreatif (Supardi & Putri, 2010; Sakaningsih,
melatih siswa untuk berani mengemukakan Asri, & Negara, 2014; Amalia, 2013).
pendapat, tegas dalam memutuskan sesuatu Menurut Siswandi, Abadi, & Negara (2014)
dan bijaksana dalam mengambil kesimpulan. model CPS adalah variasi pemecahan masalah
Berpikir kreatif tidak hanya diperlukan pada dengan teknik sistematik dalam
proses pembelajaran, akan tetapi dengan menyelesaikan suatu masalah. Model
adanya pembiasaaan, berpikir kratif dapat pembelajaran CPS memiliki enam kriteria
membantu mengatasi berbagai persoalan yang dijadikan sebagai landasan utama yang
dalam kehidupan sehari-hari. sering disingkat dengan OFPISA, yaitu
Uraian di atas mengarahkan bahwa objectif finding, fact finding, problem finding,
berpikir kreatif merupakan kompetensi yang idea finding, solution finding dan acceptence
harus dimiliki oleh seorang siswa. Guru dalam finding. Hampir semua upaya pemecahan
pembelajaran harus mengutamakan siswa masalah yang menggunakan model
untuk memiliki kemampuan berpikir kreatif pembelajaran CPS selalu melibatkan keenam
dan menyadari bahwa berpikir rkeatif karakteristik tersebut (Huda, 2013).
merupakan keterampilan abad 21 yang harus Menurut Shoimin (2014) model
dimiliki oleh siswa (Lai, 2011). Pembelajaran pembelajaran CPS mempunyai beberapa
dengan pola yang menekankan kepada kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran CPS diantaranya: 1) melatih
berpikir kreatif menjadi hal yang penting siswa untuk mendesain suatu penemuan, 2)
untuk dilakukan. Penelitian pendahuluan di berpikir dan bertindak kreatif, 3) memecahkan
kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin, masalah yang dihadapi secara realistis, 4)
menunjukkan bahwa 97,4% siswa belum mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan,
memiliki kemampuan berpikir kreatif. Hasil 5) menafsirkan dan mengevaluasi hasil
ini diperoleh dengan menggunakan instrumen pengamatan, 6) merangsang kemajuan
berpikir kreatif – kritis YanPiaw (Filsaime, perkembangan berpikir siswa untuk
2008). Selain itu, hasil belajar siswa pada menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan
3
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

cepat. Adapun kelemahan yang ditemui pada dengan model pembelajaran CPS pada materi
model pembelajaran CPS diantaranya: 1) pelajaran larutan penyangga memiliki
beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk hipotesis tindakan sebagai berikut: 1) melalui
menerapkan model pembelajaran CPS, penerapan model pembelajaran CPS, hasil
misalnya keterbatasan alat-alat laboratorium belajar siswa pada materi larutan penyangga di
menyulitkan siswa untuk melihat dan kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin
mengamati serta menyimpulkan kejadian tahun pelajaran 2016/2017 dapat ditingkatkan,
untuk konsep tersebut, 2) memerlukan alokasi 2) melalui penerapan model pembelajaran
waktu yang lebih panjang dibandingkan model CPS, berpikir kreatif siswa pada materi larutan
pembelajaran yang lain. penyangga di kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6
Hasil penelitian tentang peran model CPS Banjarmasin tahun pelajaran 2016/2017 dapat
dalam peningkatan prestasi belajar siswa dan ditingkatkan.
berpikir kreatif siswa telah banyak di lakukan.
Model pembelajaran CPS menunjukkan hasil METODE PENELITIAN
dapat meningkatkan kemampuan berpikir Penelitian dilaksanakan menggunakan
kreatif siswa (Sari, 2014; Risnawati & Saadi, desain penelitian tindakan kelas (PTK).
2016; Wahyu, Rusmansyah, & Sholahuddin. Penelitian PTK merupakan penelitian bersiklus
2017). Hasil belajar siswa yang meliputi yang bertujuan untuk memperbaiki praktik
kognitif, afektif dan psikomotorik, mengalami pengajaran dengan indikasi adanya
peningkatan dengan menggunakan model peningkatan pada hasil belajar atau indikator
pembelajaran CPS (Supardi & Putri, 2010; lainnya yang dapat menjadi penciri dari
Rusmansyah, 2015; Apriyadi & Syahmani, keberhasilan suatu tindakan. Alur pelaksanaan
2011). penelitian tidakan kelas dapat dilihat pada
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Gambar 1.
kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin Penelitian tindakan kelas yang
berkaitan dengan rendahnya kemampuan dilaksanakan di kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6
berpikir kreatif dah hasil belajar siswa serta Banjarmasin dilakukan dalam dus siklus
uraian tentang model pembelajaran CPS yang penelitian. Setiap siklus memiliki empat
dapat meningkatkan kemampuan berpikir tahapan yang meliputi perencanaan, tindakan,
kreatif dan hasil belajar, maka dilakukan pengamatan, dan refleksi. Penelitian
penelitian tindakan kelas untuk mengatasi dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2017
permasalah tersebut. Penelitian tindakan kelas sampai dengan 18 April 2017. Setiap siklus
dilakukan dengan menerapkan model dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dan
pembelajaran CPS secara bersiklus di kelas XI satu kali pertemuan untuk tes kemampuan
IPA 2 SMA PGRI 6 Banjarmasin pada materi berpikir kreatif dan hasil belajar kognitif,
larutan penyangga. Tujuan penelitian tindakan sehngga total pertemuan yang dilaksanakan
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam penelitian tindakan kelas berjumlah
berpikir kreatif dan hasil beajar siswa. enam kali pertemuan. Subjek penelitian dalah
Sebuah penelitian tindakan kelas memiliki siswa kelas XI IPA 2 SMA PGRI 6
hipotesis tindakan yang menyatakan Banjarmasin pada tahun pelajaran 2016/2017
kemungkinan keberhasilan dari sebuah dengan jumlah siswa sebanyak 39 orang yang
tindakan yang dilakukan. Penelitian tindakan terdiri atas 10 orang laki-laki da 29 orang
kelas yang dilakukan di kelas XI IPA 2 perempuan.

4
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

Gambar 1. Tahapan siklus dalam PTK


(Suharsimi, A., Suhardjono & Supardi, 2015)
Teknik pengumpulan data yang 2) Skor 1 apabila soal bermanfaat tetapi tidak
digunakan dalam penelitan tindakan ini adalah essential yaitu instrumen memenuhi syarat
dengan teknik tes dan non tes. Teknik tes sesuai dengan isi materi pembelajaran tetapi
dilakukan dengan memberikan serangkaian bahasa yang digunakan tidak dapat
soal kepada siswa dan instrumen soal yang dimengerti oleh siswa (komunikatif) atau
digunakan berbentuk problem atau masalah butir soal dapat dimengerti oleh siswa
dan berstruktur uraian. Instrumen tes (komunikatif) tetapi tidak memenuhi syarat
digunakan untuk mengukur kemampuan sesuai dengan isi materi pembelajaran.
berpikir kreatif dan hasil belajar kognitif 3) Skor 0 apabila soal tidak dianggap penting
siswa. Teknik non tes dilakukan dengan yaitu tidak bermanfaat dan tidak essential.
melaksanakan observasi dan angket untuk Lawshe (1975) menjelaskan beberapa arti
mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dari CVR, yaitu sebagai berikut: 1) CVR
dengan model CPS dan tanggapan serta kesan negatif, jika kurang dari setengah jumlah
siswa setelah dilaksanakan pembelajaran. validator menyatakan essential, 2) CVR nol,
Instrumen tes berupa lembar observasi jika setengah dari setengah jumlah validator
aktivitas siswa, lembar afektif dan psikomotor. menyatakan essential, 3) CVR positif, jika
Instrumen tes dan non tes dilakukan validasi lebih dari setengah jumlah validator tetapi
oleh tim validator dengan jumlah validator tidak seluruh. Nilai CVR minimal untuk
lima orang. sejumlah validator tertentu disajikan pada
Validitas instrumen pada penelitian ini Tabel 1.
menggunakan kriteria penilaian instrumen Tabel 1. Nilai CVR minimum
menurut Lawshe (1975) dengan mengacu pada Jumlah
Nilai Minimum
penilaian sebagai berikut: Validator
1) Skor 2 apabila soal memenuhi syarat 5 0,99
essential yaitu sesuai dengan yang 6 0,99
diperlukan. Jika dikaitkan dengan 7 0,99
penyusunan instrumen maka instrumen 8 0,75
9 0,78
tersebut harus memenuhi syarat sesuai
10 0,62
dengan isi materi pembelajaran dan bahasa
11 0,59
yang digunakan dapat dimengerti oleh 12 0,56
siswa (komunikatif).
(Cohen, 2010)

5
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan lembar observasi. Hasil
memiliki nilai CVR sebesar 1, sehingga observasi dikonversi dalam bentuk skala likert
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dengan rentang kategori sebagaimana Tabel 2
telah valid dan layak untuk digunakan. sampai dengan Tabel 7.
Tabel 2. Kategori skor aktivitas guru Tabel 7. Standar ketuntasan SMA PGRI 6
Banjarmasin
Rentang Skor Kategori
16-28 Sangat kurang baik Nilai Kategori
29-41 Kurang baik ≥ 75 Tuntas
42-54 Cukup baik < 75 Belum tuntas
55-67 Baik
68-80 Sangat baik Indikator keberhasilan suatu proses belajar
mengajar melalui model pembelajaran CPS
Tabel 3. Kategori skor aktivitas siswa
pada materi larutan penyangga, dikatakan
Rentang Skor Kategori berhasil jika:
11-19 Sangat tidak aktif 1) Aktivitas guru dalam kriteria minimal baik.
20-28 Kurang aktif 2) Aktivitas siswa dalam kriteria minimal
29-37 Cukup aktif
aktif.
38-47 Aktif
3) Kemampuan berpikir kreatif siswa
48-55 Sangat Aktif
meningkat di tiap indikator pada aspek
Tabel 4. Kategori skor sikap siswa fluency, flexibility, originality dan
Rentang Skor Kategori elaboration.
4-6 Sangat kurang baik 4) Hasil belajar ranah keterampilan siswa
7-9 Kurang baik meningkat dalam kategori minimal 75.
10-12 Cukup baik 5) Hasil belajar ranah pengetahuan siswa
13-16 Baik minimal sesuai dengan KKM SMA PGRI 6
17-20 Sangat baik Banjarmasin yaitu 75.
Tabel 5. Kategori skor keterampilan
psikomotorik HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Tindakan
Rentang Skor Kategori
3-5 Sangat kurang terampil Hasil penelitian tindakan kelas pada
6-7 Kurang terampil materi larutan penyangga menggunakan model
8-9 Cukup terampil pembelajaran CPS dilaksanakan dalam 2
10-11 Terampil siklus. Setiap siklus berisi perencanaan,
12-15 Sangat terampil tindakan, observasi dan refleksi. Hasil
penelitian berupa kemampuan berpikir kreatif
Tabel 6. Kategori kemampuan berpikir
kreatif siswa dan hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes
di akhir siklus I dan siklus II. Selain itu, hasil
Nilai Kategori
non tes berupa aktivitas guru, aktivitas siswa,
Nilai < 55 Rendah
afektif, dan psikomotor, diperoleh dari
55 ≤ Nilai 75 Sedang
pengamatan observer terhadap proses
Nilai ≥ 75 Tinggi
pembelajaran pada setiap pertemuan di siklus I
Aktivitas guru, aktivitas siswa, sikap dan siklus II.
siswa, psikomotorik siswa, hasil belajar dan Pada siklus I, pelaksanaan penelitian
kemampuan berpikir kreatif siswa diamati tindakan kelas di awali dengan tahap

6
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

perencanaa. Pada tahap perencanaan, guru terdiri dari 6 tahapan yakni: objectif finding,
menyusun RPP sebagai pedoman pelaksanaan fact finding, problem finding, idea finding,
pembelajaran, menyusun LKS, solution finding dan acceptence finding.
mempersiapkan alat dan bahan untuk Pada awal pertemuan di siklus I, guru
praktikum, menyusun lembar observasi membuka pelajaran dan melakukan apersepsi
aktivitas guru dan aktivitas siswa, menyusun dengan bertanya kepada siswa,”pernahkah
lembar penilaian afektif dan psikomotor siswa, mata kalian kemasukan debu ketika sedang
menyusun tes akhir siklus I berupa soal uraian berada di jalanan dan apa yang kalian rasakan
beserta kunci jawabannya. setelah kemasukan debu pada mata kalian?”.
Pada saat pelaksanaan tindakan, guru Siswa menjawab “pernah bu, rasanya perih”.
melakukan pembagian kelompok secara Kemudian guru berkata “ketika mata kalian
heterogen. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok perih apa yang kalian lakukan ?”, semua siswa
dengan setiap kelompok beranggotakan 6-7 menjawab “meneteskan obat tetes mata pada
siswa. Pembagian kelompok dilakukan mata bu”. Ketika ditetesi obat tetes mata
sebelum pertemuan pertama dimulai. Hal ini apakah yang kalian rasakan? Tanya guru.
bertujuan untuk mengefisienkan waktu pada Semua siswa berkata “rasanya dingin dan
saat pembelajaran berlangsung. tidak perih dimata bu”. Guru bertanya
Tahap tindakan pada siklus I berisi kembali, “mengapa obat tetes mata tidak perih
kegiatan pembelajaran dan pada akhir siklus saat diteteskan pada mata?” Siswa menjawab
berisi kegiatan tes untuk mengukur “karena dalam obat tetes mata terdapat larutan
kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar penyangga dan pH obat tetes mata disesuaikan
siswa. Tahap pengamatan dilakukan disetiap dengan pH air mata sehingga tidak perih
pertemuan oleh observer. Hasil pengamatan dimata”. Guru menjawab,“iya, benar sekali”.
tersebut digunakan sebagai bahan refleksi Harga pH obat tetes mata sama dengan harga
untuk perbaikan pada pertemuan selanjutnya. pH di air mata yang berkiasar 7,4. Pemakaian
Pertemuan pertama dalam siklus I berisi larutan air mata yang tanpa memberikan rasa
kegiatan untuk mempelajari pengertian, sifat, nyeri adalah larutan yang memiliki pH 7,3 -
dan komponen larutan penyangga dengan 9,7.
indikator pembelajaran: 1) mendefinisikan Pada kegiatan diskusi, masih terdapat
pengertian dan sifat larutan penyangga beserta siswa yang bertanya kepada guru mengenai
komponennya; 2) menentukan larutan jawaban yang akan mereka tulis di LKS. Hal
penyangga dan bukan larutan penyangga; 3) ini mengindikasikan bahwa siswa belum
menentukan larutan penyangga asam dan memiliki kemampuan untuk menjawab
larutan penyangga basa. soal/tugas yang berbeda dari biasa karena
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan siswa belum terbiasa dengan model
dalam kelompok-kelompok kecil heterogen pembelajaran CPS. Pada bagian pertama,
yang beranggotakan 6-7 orang serta objective finding, siswa diminta untuk
pemberian LKS kepada siswa sebagai menuliskan situasi masalah dalam bentuk
panduan kegiatan pembelajaran yang sesuai skema/gambar sesuai dengan perintah yang
dengan model pembelajaran CPS. Selama terdapat pada LKS. Pada bagian ini masih
proses pembelajaran berlangsung, observer banyak siswa yang tidak bisa menuliskan
mengadakan observasi terhadap aktivitas guru, masalah dalam bentuk skema/gambar,
siswa, afektif dan psikomotor siswa. Pada sehingga guru perlu memberikan arahan agar
pelaksanaan proses pembelajaran guru siswa dapat menjawab. Pada bagian fact
menggunakan model pembelajaran CPS yang finding dan problem finding, tidak ada kendala
7
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

yang berarti, siswa sudah memahami yang kekurangan-kekurangan yang muncul dari
harus mereka tuliskan pada bagian tersebut. aktivitas guru yakni guru masih kurang
Pada bagian idea finding dan solution finding, mampu memusatkan perhatian dan
siswa diminta untuk mendiskusikan langkah- memotivasi siswa sehingga menyebabkan
langkah penyelesaian masalah dengan teman masih banyak siswa yang berbicara dengan
satu kelompok. Sebagian siswa masih kurang teman sebangkunya dan menggunakan
mampu dalam menentukan langkah-langkah smartphone saat proses pembelajaran. Selain
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, itu, guru kurang optimal dalam membimbing
sehingga guru harus membimbing siswa untuk siswa dalam merumuskan masalah dan
menentukan langkah penyelesaian masalah memecahkan masalah.
tersebut. Jika langkah-langkah penyelesaian Berdasarkan uraian tersebut, guru
masalah sudah ditentukan, selanjutnya siswa melakukan perbaikan pembelajaran pada
diminta untuk menerapkan langkah-langkah pertemuan berikutnya. Pada pertemuan
yang telah mereka pilih untuk menyelesaikan berikutnya, guru lebih memusatkan perhatiaan
masalah. Setelah selesai memecahkan siswa dengan cara membuat perjanjian
masalah, siswa melakukan kegiatan sebelum memulai pelajaran, apabila siswa
praktikum. Kegiatan praktikum bertujuan ribut saat guru sedang menjelasakan materi
untuk mengaplikasikan konsep yang telah pelajaran, maka siswa akan maju ke depan
diperoleh siswa. Sebelum kegiatan praktikum kelas untuk menjelaskan materi pelajaran yang
dimulai, guru menjelaskan langkah-langkah akan dipelajari. Ternyata dengan melakukan
kerja yang harus dilakukan siswa. Siswa hal tersebut, lebih membuat siswa
melakukan praktikum untuk membedakan memperhatian guru saat pembelajaran
larutan penyangga dan bukan penyangga. berlangsung. Guru juga lebih mendekatkan
Selain itu, siswa mengamati serta menuliskan diri pada tiap kelompok agar dapat
hasil pengamatan pada tabel pengamatan yang memibimbing semua kelompok dalam
tersedia di LKS. Kemudian siswa memecahkan masalah.
menganalisis hasil pengamatan yang Pada siklus II, proses pembelajaran
diperoleh. dengan model CPS mengalami peningkatan
Pada tahap berikutnya dalam dari segi aktivitas guru dan siswa. Keaktifan di
pembelajaran dengan model CPS, siswa kelas mulai terlihat karena siswa sudah mulai
mempresentasikan hasil pengamatannya. terbiasa dengan model CPS yang digunakan.
Siswa perlu dibimbing dalam berbicara di Masalah yang disajikan pada siklus II
depan kelas saat menjelaskan tahap-tahap menuntut siswa untuk menjelaskan cara kerja
penyelesaian masalah mulai dari menjelaskan sistem penyangga dalam mempertahankan pH
situasi masalah, mengubah masalah dalam darah di dalam tubuh makhluk hidup. Pada
bentuk kalimat tanya, membacakan data-data tahap-tahap penyelesaian masalah, tidak
yang diketahui dan langkah-langkah yang banyak kendala yang di alami oleh siswa.
diambil untuk memecahkan masalah. Setelah Siswa dapat menjawab setiap tahapan
siswa selesai mempresentasikan hasil penyelesaian masalah mulai dari objective
diskusinya, kemudian guru menanyakan finding, fact finding, problem finding, idea
tanggapan kelompok lain. Sebagian besar finding, solution finding sampai dengan
kelompok setuju dengan hasil yang acceptance finding. Setelah selesai berdiskusi,
disampaikan. guru meminta perwakilan kelompok untuk
Berdasarkan hasil observasi kegiatan mempresentasikan hasil diskusi mereka di
pembelajaran dapat diketahui bahwa depan kelas. Siswa antusias untuk maju ke
8
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

depan kelas dan siswa mampu menjelaskan memperbaiki proses pembelajaran pada siklus
tahap-tahap penyelesaian masalah yang II.
diambil untuk menyelesaikan permasalahan. Kekurangan lainnya dalam proses
Aktivitas siswa pada awalnya terdapat pembelajaran selain seperti disebutkan di atas,
kekurangan, yakni siswa kurang yaitu pada kegiatan diskusi oleh siswa juga
memperhatikan guru, siswa juga kurang aktif terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut
mengemukakan pendapat untuk menemukan karena banyak siswa yang mengalami
strategi yang sesuai untuk digunakan dalam kesulitan ketika menjawab permasalahan yang
menyelesaikan permasalahan. Siswa lebih disajikan di LKS. Pada pertemuan-pertemuan
sering bertanya kepada guru mengenai awal, siswa mengalami kesulitan ketika
jawaban apa yang harus ditulis dilembar menyelesaikan permasalahan yang disajikan,
jawaban dari pada bertukar pendapat dengan karena siswa diminta untuk menyelesaikan
teman sekelompoknya. Selain itu, siswa permasalahan tersebut dengan menggunakan
kurang berpartisipasi ketika diminta untuk langkah-langkah model pembelajaran CPS,
mempresentasikan hasil diskusi dan sehingga guru harus memberikan bimbingan
menyimpulkan materi pelajaran, sehingga kepada semua siswa agar siswa bisa
guru memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
membujuk siswa agar bersedia Kesulitan yang dialami siswa yakni pada
mempresentasikan hasil diskusi ke depan langkah objective finding, idea finding dan
kelas dan menyimpulkan materi pelajaran. solution finding.
Pada pertemuan-pertemuan berikutnya, Pada langkah objective finding, siswa
guru melakukan perbaikan dengan cara diminta untuk menjelaskan situasi masalah
memberikan teguran atau intruksi agar siswa dalam bentuk skema/gambar. Pada langkah ini
lebih memperhatikan guru, lebih mengarahkan masih ada siswa yang belum memahami
siswa agar saling bertukar pendapat dengan bagaimana menjawab langkah objective
teman sekelompoknya, dan juga membujuk finding tindakan yang dilakukan guru pada
siswa agar bersedia mempresentasikan hasil langkah objective finding ini adalah dengan
diskusi ke depan kelas. Guru membujuk siswa cara memberikan bimbingan dan membantu
dengan mengatakan bahwa bagi siswa yang siswa dalam membuat skema/gambar.
bersedia mempresentasikan hasil diskusi Pada langkah idea finding dan solution
kelompoknya maka akan diberikan nilai finding, siswa diminta untuk membuat
tambahan. langkah-langkah atau rencana penyelesaian
Aktivitas siswa pada pertemuan masalah. Pada langkah ini hampir seluruh
berikutnya pada siklus II setelah mengalami siswa mengalami kesulitan. Siswa tidak tahu
perbaikan berdasarkan hasil refleksi siklus I, jawaban apa yang harus mereka tuliskan pada
mengalami peningkatan. Peningkatan karena kolom jawaban, sehingga tindakan yang
siswa lebih memperhatikan guru saat dilakukan guru adalah menjelaskan ulang
menyampaikan apersepsi, tujuan masalah yang disajikan dan membimbing
pembelajaran, dan materi pelajaran. Selain itu, siswa untuk menanyakan beberapa pertanyaan
siswa juga lebih percaya diri ketika diminta terhadap dirinya sendiri dalam proses
maju ke depan kelas untuk mempresentasikan pemecahan masalah dan menegasakan bahwa
hasil diskusi dan juga menyimpulkan materi pada langkah idea finding dan solution finding
pelajaran meskipun harus dipimpin terlebih siswa di tuntut untuk memberikan lebih dari
dahulu oleh guru. Hal ini tentunya tidak lepas satu jawaban.
dari tindakan yang dilakukan oleh guru untuk
9
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

Permasalahan yang teridentifikasi pada 100 85.46


proses pembelajaran siklus I, diatasi dan 80 70.15

Persentase
dilakukan perbaikan pada siklus II. Pada
60
siklus I, hasil evaluasi proses pembelajaran
40
tidak memenuhi indikator keberhasilan yang
20
telah ditetapkan. Akibatnya, dilakukan proses
pembelajaran model CPS pada siklus II 0
Siklus I Siklus II
dengan melakukan perbaikan proses
sebagaimana yang telah diidentifikasi pada Gambar 2. Persentase aktivitas guru
siklus I. Pada siklus II, terjadi peningkatan
aktivitas guru, aktivitas siswa, kemampuan Pada siklus I berdasarkan hasil observasi
berpikir kreatif dan hasil belajar. Hasil dari pertemuan pertama, berada dalam kategori
evaluasi pada siklus II tersebut telah baik namum masih ada beberapa hal yang
memenuhi indikator keberhasilan. kurang optimal, seperti guru masih kurang
Aktivitas guru mampu memusatkan perhatian dan memotivasi
Aktivitas guru yang diamati dalam siswa dalam pembelajaran sehingga pada
penelitian tindakan kelas ini adalah 1) tahap awal pembelajaran, kondisi kelas belum
membuka pelajaran, 2) menyampaikan dapat terarah sebagaimana mestinya. Guru
apersepsi, 3) menyampaikan topik dan tujuan juga kurang dalam hal pengelolaan kelas
pelajaran, 4) menjelaskan model pembelajaran sehingga kegiatan praktikum yang diadakan
CPS, 5) membagi siswa ke dalam kelompok pada pertemuan pertama ini cendrung ribut
belajar, 6) menyampaikan informasi mengenai karena siswa kurang tertib dalam melakukan
materi dan menyajikan masalah, 7) meminta praktikum. Selain itu, guru juga kurang
siswa mengkaji masalah yang ada di lembar maksimal dalam hal mengkaji ulang hasil
kerja siswa, 8) membimbing siswa pemecahan masalah. Hal ini dikarenakan
menerapkan langkah-langkah penyelesaian alokasi waktu yang digunakan sudah habis,
masalah, 9) membimbing siswa merumuskan maka dari itu pengkajian ulang hasil
masalah, 10) membimbing siswa pemecahan masalah tidak dapat dilakukan
mengungkapkan dan menerapkan strategi dengan maksimal.
pemecahan masalah, 11) mendorong dialog Pada pertemuan kedua, guru mulai
dan diskusi antar siswa dalam kelompok, 12) memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
meminta siswa menyajikan hasil pemecahan ada pada pertemuan pertama, seperti lebih
masalah, 13) membimbing siswa mengkaji memfokuskan perhatian siswa, menyampaikan
ulang proses/hasil pemecahan masalah, 14) tujuan pembelajaran dan menyampaikan
membimbing siswa menyimpulkan materi, 15) permasalahan, sehingga siswa lebih
memberikan tugas dan menginformasikan memperhatikan dan merespon apa yang
materi selanjutnya, 16) menutup pelajaran. disampaikan oleh guru. Guru juga melakukan
Hasil observasi peningkatan aktivitas guru perbaikan dalam hal pengelolaan kelas. Pada
pada siklus I dan siklus II tersaji pada Gambar pertemuan kedua ini guru berusaha membuat
2. suasana kelas menjadi lebih kondusif. Guru
selalu menegur siswa jika ada siswa yang
melakukan keributan. Selain itu, guru juga
melakukan perbaikan dalam hal pengkajian
ulang hasil pemecahan masalah. Guru lebih
memperhatikan alokasi waktu sehingga guru
10
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

dapat melakukan pengkajian ulang hasil atau 100 85


proses penyelesaian masalah.
80

Persenttase
67.27
Pembelajaran di siklus II secara
60
keseluruhan dari tahap awal, inti, dan akhir
pembelajaran mengalami peningkatan. Karena 40
aktivitas guru meningkat maka proses 20
pembelajaran dengan menggunakan model 0
CPS sudah terlaksana dengan baik. Guru telah Siklus I Siklus II
memperbaiki kekurangan-kekurangan pada
Gambar 3. Persentase aktivitas siswa
saat pembelajaran di siklus I. Peningkatan
aktivitas guru tersebut terjadi karena Pada siklus I aktivitas siswa berada pada
pembelajaran sudah terbiasa dengan model kategori cukup aktif, hal ini dikarenakan ada
pembelajaran CPS. Penelitian lainnya juga bagian yang kurang optimal yaitu siswa
menunjukkan hal yang senada bahwa dengan kurang merespon apersepsi yang diberikan
pembelajaran menggunakan model CPS, dapat oleh guru, kurang memperhatikan ketika guru
meningkatkan aktivitas guru. Solfitri dan menjelaskan model pembelajaran CPS, kurang
Armis (2014) menyatakan bahwa dengan memperhatikan ketika guru menyampaikan
menerapkan model CPS dalam suatu tujuan pembelajaran dan permasalahan. Selain
pembelajaran dikelas dapat meningkatkan itu, siswa juga kurang aktif mengemukakan
aktivitas guru. Aktivitas guru yang semula pendapat untuk menemukan strategi yang
berada pada kategori baik, mengalami cocok digunakan untuk menyelesaikan
peningkatan menjadi sangat baik dalam proses permasalahan. Siswa lebih sering bertanya
pembelajaran dengan model CPS untuk kepada guru mengenai jawaban apa yang harus
meningkatkan keterampilan generik sains ditulis dilembar jawaban dari pada bertukar
siswa (Risna, Hamid, & Winarti, 2017). pendapat dengan teman sekelompoknya. Pada
Aktivitas siswa saat mempresentasikan hasil diskusi dan
Aktivitas siswa yang diamati dalam menyimpulkan hasil belajar juga kurang
penelitian tindakan ini adalah 1) siswa optimal, siswa cendrung kurang antusias saat
menjawab salam dan berdoa, 2) siswa diminta guru untuk maju ke depan kelas.
memperhatikan apersepsi yang disampaikan, Pada siklus II terlihat bahwa persentase
3) siswa meperhatikan topik dan tujuan aktivitas siswa mengalami peningkatan. Hal
pembelajaran, 4) siswa membentuk kelompok, ini dikarenakan pada siklus II guru melakukan
5) siswa mendengarkan masalah yang perbaikan proses pembelajaran, sehingga
disampaikan, 6) siswa melakukan perbaikan yang dilakukan oleh guru
penyelidikan masalah, 7) siswa berdampak pada aktivitas siswa. Pada siklus II
mengungkapkan pendapat, 8) siswa ini siswa lebih memperhatikan penjelasan guru
mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang dan siswa sudah aktif berdiskusi dengan teman
terdapat pada LKS, 9) siswa menerapkan sekelompoknya dalam menemukan strategi
strategi penyelesaian masalah, 10) siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang
mempersentasikan hasil diskusi, 11) siswa disajikan.
menyimpilkan materi pelajaran. Hasil Aktivitas siswa yang mengalami
observasi peningkatan aktivitas siswa pada peningkatan dari siklus I ke siklus II maka
siklus I dan siklus II terlihat seperti pada proses pelaksanaan pembelajaran dengan
Gambar 3. menggunakan model CPS sudah terlaksana
dengan baik karena guru telah memperbaiki
11
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

kekurangan-kekurangan pada saat guru dan siswa serta saran-saran dari observer
pembelajaran siklus I. Terjadinya peningkatan sehingga aspek afektif siswa yang berupa
aktivitas siswa pada penelitian ini sejalan sikap akan mengalami parubahan yang lebih
dengan penelitian Ziqri dan Supriyanto (2014) baik dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu
bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dan guru juga memberikan bimbingan pada setiap
menunjukkan aktivitas yang tinggi dengan kelompok dan memberikan arahan untuk
menggunakan model pembelajaran CPS. pembagian tugas dalam kelompok sehingga
Afektif siswa siswa sadar akan pentingnya kerjasama dalam
Perilaku berkarakter yang dinilai yaitu kelompok.
rasa ingin tahu dan disisplin, sedangkan Psikomotor siswa
keterampilan sosial yang dinilai yaitu bekerja Psikomotor siswa dapat diamati dan
sama dan menjadi pendengar yang baik. dinilai berdasarkan aktivitas-aktivitas yang
Perbandingan peningkatan afektif siswa pada siswa kerjakan ketika siswa melakukan
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada kegiatan penyelidikan termasuk praktikum.
Gambar 4. Aspek psikomotor yang dinilai adalah
100 keterampilan siswa mengecek kesesuaian dan
kelengkapan alat dan bahan, menggunkan
80 70.15
Persentase

pipet tetes dalam mengambil larutan, dan


60 53.35
mengukur pH larutan menggunakan indikator
40 universal. Perbandingan peningkatan
20
psikomotor siswa disajikan pada Gambar 5.
100
0
Siklus I Siklus II 80 69.4
Persentase

59.69
Gambar 4. Persentase afektif siswa 60
40
Seiring dengan peningkatan aktivitas guru
dan aktivitas siswa, hasil belajar afektif siswa 20
juga mengalami peningkatan. Afektif siswa 0
dinilai setiap kali pertemuan untuk mengetahui Siklus I Siklus II

perilaku berkarakter dan keterampilan sosial


Gambar 5. Skor psikomotorik siswa
siswa menggunakan lembar observasi yang
diisi oleh empat orang observer. Perilaku Secara keseluruhan, psikomotor siswa
berkarakter yang dinilai yaitu rasa ingin tahu pada pertemuan pertama siklus I dan
dan disisplin, sedangkan keterampilan sosial pertemuan pertama siklus II mengalami
yang dinilai yaitu bekerja sama dan menjadi peningkatan di mana psikomotor siswa pada
pendengar yang baik. pertemuan pertama siklus I berada dalam
Afektif siswa secara keseluruhan pada kategori cukup terampil dengan persentase
siklus I dan siklus II mengalami peningkatan, 59,66% dan pada pertemuan pertama siklus II
dimana afektif siswa pada siklus I berada berada dalam kategori terampil dengan
dalam kategori cukup baik dengan persentase persentase 69,4%. Peningkatan psikomotor
sebesar 53,35% dan pada siklus II berada siswa ini menunjukkan bahwa siswa sudah
dalam kategori baik dengan skor sebesar terampil dalam hal mengecek kesesuaian dan
70,51%. Hal ini karena adanya perbaikan kelengkapan alat dan bahan, mengggunkan
dalam mengajar yang mengacu pada aktivitas pipet tetes dalam mengambil larutan, dan
mengukur pH larutan menggunakan indikator
12
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

universal. Pada pertemuan pertama siklus II Kemampuan berpikir kreatif siswa


siswa sudah terampil menggunakan pipet tetes Persentase rata-rata kemampuan berpikir
karena telah dijelaskan oleh guru bagaimana kreatif siswa pada setiap indikator di setiap
cara penggunaan pipet tetes yang benar. siklus dapat dilihat pada Gambar 6.

100
77.42
80 69.75
Persentase

59.25 55.03
60 Siklus I
37.25 39.75
40 Siklus II

20
0 0
0
fluency originality flexibility elaboration

Indikator berpikir kreatif

Gambar 6. Persentase indikator berpikir kreatif


Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi idea finding dan solution finding, dimana pada
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa tahap ini siswa dituntut untuk mencari dan
pada setiap indikator di tiap siklus. Persentase menemukan solusi untuk menyelesaikan
rata-rata fluency mengalami peningkatan dari masalah. Pada tes siklus I, siswa hanya
59,25% pada siklus I menjadi 77,42% pada mampu memberikan dua ide/gagasan untuk
siklus II. Persentase rata-rata flexibility menyelesaikan masalah. Hal ini terbilang
mengalami peningkatan dari 37,25% pada wajar karena siswa belum terbiasa dihadapkan
siklus I menjadi 55,03% pada siklus II. dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu
Persentase rata-rata elaboration juga pada kemampuan mereka untuk lebih
mengalami peningkatan dari 39,75% pada mengeksplorasi pengetahuan yang mereka
siklus I menjadi 69,75% pada siklus II. dapat sebelumnya. Siswa cendrung
Sedangkan pada indikator originality memiliki mengandalkan pada kemampuan ingatan dan
skor 0 pada siklus I dan siklus II. Hal ini terkadang banyak konsep yang lepas/kurang
dikarenakan tidak ada siswa yang memberikan sesuai. Kemampuan siswa pada indikator
jawaban yang unik atau benar-benar baru. fluency siklus I dapat terlihat dari jawaban tes
Secara keseluruhan kemampuan berpikir pada Gambar 7.
kreatif siswa mengalami peningkatan dari Pada siklus II terjadi peningkatan pada
kategori rendah menjadi kategori sedang. indikator fluency, hal tersebut dapat dilihat
Indikator Fluency dari hasil evaluasi bahwa sebagian besar siswa
Indikator kemampuan berpikir kreatif telah mampu mencapai skor 3-4. Hal ini
yang pertama yaitu fluency. Indikator fluency berarti siswa dapat memberikan lebih dari satu
terlihat dari kemampuan siswa menghasilkan ide/gagasan untuk menyelesaikan masalah.
banyak ide/gagasan pemecahan masalah. Pada Peningkatan yang terjadi dikarenakan siswa
penelitian ini, fluency di beri skor pada tahap telah terbiasa menyelesaikan masalah dengan
“Membuat langkah-langkah atau rencana model pembelajaran CPS. Secara berkala
penyelesaian masalah”. Indikator Fluency setelah sesering mungkin mengatasi masalah
tergambar dalam langkah model CPS yaitu dengan menggunakan langkah-langkah yang

13
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

rutin, siswa diberikan kesempatan untuk yang menuntut siswa mencari sebanyak-
mengembangkan segala kemapuannya dengan banyaknya ide untuk menyelesaikan suatu
menggunakan segala daya dan kemempuan masalah. Kemampuan siswa pada indikator
berpikir lebih tinggi. Indikator fluency fluency siklus II dapat terlihat dari jawaban tes
terlaksana pada tahap idea and solution finding pada Gambar 8.

Gambar 7. Jawaban siswa pada indikator fluency dan originality siklus I

Gambar 8. Jawaban siswa pada indikator fluency dan originality siklus II


Indikator Originality menyelesaikan permasalahan. Melalui
Indikator kemampuan berpikir kreatif pertanyaan yang mengandung fluency, maka
yang kedua yaitu originality. Originality dapat diketahui pula originality. Seperti
merupakan kemampuan siswa menghasilkan halnya yang diungkapkan oleh Nur (2014)
cara yang baru/unik untuk menyelesaikan bahwa ada keterkaitan yang kuat antara
permasalahan. Kemampuan siswa pada fluency dan originality. Sehingga jawaban
indikator originality siklus I dapat terlihat dari siswa pada indikator fluency, mengindikasikan
jawaban tes pada Gambar 7. Dari contoh kemampuan originality yang dimiliki oleh
jawaban siswa masih belum menunjukan siswa.
bahwa adanya jawaban yang baru atau unik, Indikator Flexibility
sehingga pada siklus I indikator originality Indikator kemampuan berpikir kreatif
mendapat skor 0. Pada siklus II indikator yang ketiga yaitu flexibility. Indikator
originality juga mendapat skor 0, karena dari flexibility terlihat dari kemampuan siswa
jawaban siswa masih belum terdapat jawaban menghasilkan dan menerapkan jawaban dalam
yang unik atau benar-benar baru. Jawaban menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini,
siswa berkaitan dengan originality pada siklus flexibility terjadi pada tahap “Menerapkan
II dapat dilihat pada Gambar 8. langkah-langkah atau rencana penyelesaian
Originality merupakan kemampuan siswa masalah yang telah disusun untuk
menghasilkan cara yang baru/unik untuk menyelesaikan permasalahan”. Indikator

14
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

flexibility tergambar dalam langkah model Pada tes siklus I, sebagian besar siswa
pembelajaran CPS yaitu acceptance finding di sudah mampu menerapkan cara penyelesaian
mana pada tahap ini siswa diminta untuk dari rencana-rencana yang telah mereka
menerapkan solusi yang dipilih menjadi suatu kemukakan. Hanya saja kebanyakan siswa
tindakan untuk menyelesaikan masalah. mengalami kesulitan dalam menentukan
Persentase indikator ini meningkat sebesar larutan yang dapat membentuk larutan
17,78% dari 37,25% dengan kategori rendah penyangga, sehingga penyelesaian yang
pada siklus I menjadi 55,03% dengan kategori diterapkan siswa kurang sempurna. Adapun
sedang pada siklus II. Hal ini menandakan untuk siklus II terjadi peningkatan pada
bahwa siswa sudah cukup mampu menerapkan indikator ini, hal tersebut dilihat dari hasil
ide atau langkah-langkah penyelesain yang evaluasi di mana sebagian besar siswa telah
mereka rencanakan. Sebagian besar siswa memberi beberapa rencana penyelesaian dan
sudah mampu menjawab dengan benar dan disertai sebuah argumen. Kemampuan siswa
sudah mampu menyelesaikan jawaban pada pada indikator flexibility siklus I dapat terlihat
indikator flexibility. dari jawaban tes pada Gambar 9.

Gambar 9. Jawaban siswa pada indikator flexibility siklus I

Gambar 10. Jawaban siswa pada indikator flexibility siklus II


15
SHELLA MALISA, IRIANI
JURNAL BAKTI,
VIDYA & RILIA
KARYA IRIANI │
| VOLUME MODEL
33, NOMORPEMBELAJARAN
1, APRIL 2018 CREATIVE..

Pada siklus II terjadi peningkatan pada Persentase indikator elaboration


indikator flexibility, hal tersebut dapat dilihat meningkat sebesar 30% dari 39,75% dengan
dari hasil evaluasi. Kemampuan siswa pada kategori rendah pada siklus I menjadi 69,75%
indikator flexibility siklus II dapat terlihat dari dengan kategori sedang pada siklus II. Pada
jawaban tes pada Gambar 10. tes siklus I, sebagian besar siswa belum
Indikator Elaboration mampu menyimpulkan hasil penyelesaian
Indikator kemampuan berpikir kreatif yang mereka dapat secara tepat dan rinci
yang terakhir yaitu elaboration. Indikator ini sehingga banyak siswa yang tidak bisa
merupakan kemampuan siswa untuk mendapatkan skor 4. Kemampuan siswa pada
menguraikan atau merincikan jawaban. indikator elaboration siklus I dapat terlihat
Indikator elaboration ini terlihat pada tahap dari jawaban tes pada Gambar 11.
“menuliskan kesimpulan yang diperoleh Pada siklus II terjadi peningkatan pada
berdasarkan penyelesaian masalah”. indikator elaboration, hal tersebut dapat dilihat
Pemberian skor indikator elaboration pada dari hasil evaluasi di mana hampir seluruh
tahap tersebut dimaksudkan untuk melihat siswa telah mampu memberikan kesimpulan
kemampuan siswa dalam memberikan berdasarkan hasil penyelesaian masalah secara
kesimpulan penyelesaian masalah secara tepat tepat dan rinci. Kemampuan siswa pada
dan rinci. indikator flexibility siklus II dapat terlihat dari
jawaban tes pada gambar 12.

Gambar 11. Jawaban siswa pada indikator elaboration siklus I

Gambar 12. Jawaban siswa pada indikator elaboration siklus II


Peningkatan kemampuan berpikir kreatif memperlihatkan bahwa peningkatan
dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian kemampuan berpikir kreatif siswa yang
yang dilakukan oleh Indrayani (2002). belajar melalui pendekatan Creative Problem
Indrayani (2002) menyebutkan bahwa melalui Solving dibandingkan dengan siswa yang
model CPS dengan pendekatan open-ended, memperoleh pembelajaran biasa, lebih baik
nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif jika ditinjau secara keseluruhan.
meningkat dari 71,48 di siklus I menjadi 75,67 Salah satu bagian pembelajaran dari CPS
di siklus II. Temuan Agung (2015) yang dapat meningkatkan kreatifitas siswa

16 16
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

adalah adanya kegiatan diskusi dengan teman beberapa perbaikan kekurangan yang ada pada
sebaya atau pembelajaran berbasis kelompok siklus I. Salah satunya guru memberikan
(Cardellini, 2006). Dalam pembelajaran yang latihan-latihan soal pada siswa, mengulang
melibatkan kegiatan diskusi, guru pelajaran yang masih belum dipahami siswa,
menciptakan situasi pembelajaran yang dan menyuruh siswa untuk berdiskusi dengan
kondusif, dan menyenangkan membuatsiswa teman yang sudah paham, karena biasanya
lebih santai dalam memecahkan masalah (La siswa lebih nyaman bertanya kepada
Moma, 2017). Guru mempersiapkan tugas temannya dibandingkan kepada guru.
serta aktivitas dan mengantisipasi setiap Perbaikan pada siklus I mengakibatkan
respon yang mungkin dikemukakan siswa peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang
pada saat pembelajaran. Siswa dituntut untuk diperlihatkan pada hasil tes evaluasi siklus II.
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, yakni Rata-rata persentase ketuntasan setiap
siswa diberi kesempatan untuk indikator secara keseluruhan mengalami
mengemukakan gagasan-gagasan mereka peningkatan jika dibandingkan dengan siklus
mengenai topik yang dibahas. Selain itu, guru I. Pada indikator 3 yaitu menghitung pH
berperan sebagai motivator untuk memotivasi larutan penyangga dengan penambahan sedikit
siswa dengan cara mengajukan pertanyaan asam, sedikit basa atau dengan pengenceran
yang sifatnya menggali pengetahuan yang ada diperoleh persentase rata-rata sebesar 85%,
dalam pikiran siswa. sedangkan untuk indikator 4 yaitu
Hasil belajar kognitif siswa menjelaskan fungsi larutan penyangga dalam
Setelah proses pembelajaran pada siklus I tubuh makhluk hidup diperoleh persentase
selesai, pada akhir siklus dilakukan tes hasil rata-rata sebesar 75. Jika ditinjau dari kategori
belajar kognitif untuk mengetahui pemahaman ketuntasan klasikal juga mengalami
siswa terhadap materi pembelajaran yang telah peningkatan yaitu sebesar 17,94% dari siklus
dipelajari. Hasil belajar kognitif siswa I.
meningkat dari siklus I ke siklus II. Pada Ketuntasan belajar siswa pada siklus II
indikator 1 yaitu menganalisis larutan sebesar 87,17% dengan jumlah siswa yang
penyangga dan bukan penyangga melalui tuntas sebanyak 34 orang dan yang tidak
percobaan termasuk dalam kategori baik tuntas sebesar 12,82% dengan jumlah siswa 5
dengan persentase rata-rata 79%. Pencapaian orang. Perbandingan persentase ketuntasan
skor pada indikator 1 soal nomor 1 yaitu hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
sebesar 75% sedangkan pada nomor 2 adalah disajikan pada Gambar 13.
83%. Pada indikator 2 yaitu menghitung pH
atau pOH larutan penyangga berada dalam 100 87.17
kategori kurang dengan persentase 80 69.23
Persentase

keberhasilan hanya sebesar 71%. Rendahnya


60
siswa yang mampu menjawab soal ini
disebabkan karena guru kurang dalam 40

memberikan latihan soal yang sejenis kepada 20


siswa. Selain itu, ada sebagian siswa yang 0
mengosongkan lembar jawabannya untuk Siklus 1 Siklus 2
soal-soal berikutnya.
Jika dilihat berdasarkan kategori Gambar 13. Persentase ketuntasan hasil belajar
ketuntasan klasikal hanya 69,23% siswa yang Peningkatan hasil belajar kognitif siswa
tuntas, sehingga pada siklus II dilakukan ini sejalan dengan penelitian Hartantia, Elfi &
17
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

Agung (2013) yang menyatakan bahwa membuat siswa menemukan sendiri suatu
penerapan model pembelajaran CPS dapat konsep dengan pemecahan masalah dari
meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri percobaan yang dilakukan, sehingga siswa
Colomadu pada materi pokok termokimia. akan mudah mengingat materi pelajaran.
Penelitian serupa yang dilakukan Totiana, Secara keseluruhan hasil penelitian yang
Elfi, & Tri (2012) yang juga menyebutkan telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi
bahwa penggunaan model pembelajaran CPS peningkatan aktivitas guru, aktivitas siswa,
dengan media pembelajaran laboratorium sikap dan keterampilan siswa dalam setiap
virtual efektif dalam meningkatkan prestasi siklus dengan menggunakan model
belajar materi pokok sistem koloid siswa pembelajaran CPS. Hal tersebut juga
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar berpengaruh terhadap hasil belajar yang
tahun pelajaran 2011/2012. terjadi baik pada ranah pengetahuan maupun
Guru yang menerapkan model kemampuan berpikir kreatif.
pembelajaran CPS mampu mendorong siswa
menyelesaikan permasalahan-permasalahan PENUTUP
yang diberikan dengan cara yang kreatif dan Simpulan
menarik perhatian, sehingga dapat Berdasarkan hasil penelitian dapat
meningkatkan keinginan dan kesenangan disimpulkan bahwa aktivitas guru dan siswa
siswa untuk mempelajari meteri yang selama proses pembelajaran menggunakan
diberikan. Selain itu, pembelajaran dengan model pembelajaran CPS mengalami
CPS menjadikan siswa lebih termotivasi untuk peningkatan. Hasil belajar kognitif siswa
belajar, meningkatkan keterampilan dan mengalami peningkatan sebesar 8,12 %,
pengetahuan siswa serta kemampuan berpikir afektif dan psikomorik siswa mengalami
kreatif (Lin, 2017; Kandemir & Gur, 2007). peningkatan dengan kategori baik dan
Secara tidak langsung mengangkat keinginan terampil. Kemampuan berpikir kreatif siswa
belajar ini dapat menyebabkan terjadi pada aspek fluency pada siklus I sebesar
peningkatan hasil belajar siswa. 59,25% dan pada siklus 2 menjadi 77,42% ,
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi flexibility pada siklus I hanya 37,25% dan
catatan dalam penelitian tindakan kelas ini. pada siklus II menjadi 55,03% serta
Dengan menerapkan model pembelajaran CPS elaboration pada siklus I hanya 39,75% dan
dapat menigkatkan kemapuan berpikir kreatif pada siklus II menjadi 69,75%.
dan hasil belajar siswa, karena siswa dapat
mengeksplorasi kemampuannya untuk DAFTAR RUJUKAN
berpikir lebih dalam, sehingga konsep yang Agung. B. (2015). Peningkatan Kemampuan
didapatkan tidak hanya diingat tapi dipahami. Pemecahan dan Masalah Berpikir
Pada penelitian ini juga ada siswa yang Kreatif Matematis dan Habits of Mind
memiliki kemampuan berpikir kreatif rendah Siswa SMA melalui Pendekatan
tetapi tes hasil belajar kognitif tinggi. Creative Problem Solving. Thesis. SPS
Kegiatan berdiskusi dalam proses UPI.
pembelajaran sangat berpengaruh dalam Al-Oweidi, A. (2013). Creative Characteristics
upaya meningkatkan pemahaman siswa dalam and Its Relation to Achievement and
materi pembelajaran, karena terkadang siswa School Type among Jordanian Students.
lebih memahami penjelasan temannya Creative Education, 4(1): 29-34.
dibanding penjelasan guru. Adanya kegiatan Amalia, N. F. (2013) Keefektifan Model
percobaan dalam pembelajaran dapat Kooperatif Tipe Make A Match dan
18
SHELLA MALISA, IRIANI BAKTI, & RILIA IRIANI │MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE..

Model CPS Tehadap Pemecahan La Moma. (2017). Pengembangan


Masalah dan Motivasi Belajar. Jurnal Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Kreano, 4(2): 151-158. Pemecahan Masalah Matematis
Apriyadi & Syahmani. (2011). Aplikasi Model Mahasiswa Melalui Metode Diskusi.
Creative Problem Solving (CPS) pada Cakrawala Pendidikan, 36(1): 130-139.
Pembelajaran Kelarutan dan Hasil Kali Lai, E.R. (2011). Critical Thinking: A
Kelarutan di SMA. Quantum: Jurnal Literature Review. Research Report.
Inovasi Pendidikan Sains, 2(1): 25-32. Pearson
Cardellini, L. (2006). Fostering creative Lawshe, C. H. (1975). A Quantitative
problem solving in chemistry through Approach To Content Validity.
group work. Chemistry Education Personnel Psychology, 28: 563-575.
Research and Practice, 7(2): 131-140. Lin, C.Y. (2017). Threshold effects of creative
Cohen. R. J. (2010). Psychological Testing problem-solving attributes on creativity
and Assessment: An Introduction to Test in the math abilities of Taiwanese upper
and Measurement 7th Edition. New elementary students. Education
York: McGraw-Hill. Research International, 2017: 1-9.
Filsaime, D.K. (2008). Menguak rahasia Munandar, U. (2012). Pengembangan
berpikir kritis dan kreatif. Jakarta: Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Prestasi Pustaka. Rineka Cipta
Hartantia, R. M. Elfi & Agung. N. (2013). Nur, M. (2014). Berpikir Kreatif. Surabaya:
Penerapan model creative problem Unesa Press.
solving (CPS) untuk meningkatkan Putra, T. T., Irwan & Vionanda, D. (2012).
minat dan hasil belajar kimia pada Meningkatkan Kemampuan Berpikir
materi pokok termokimia siswa Kelas Kreatif Siswa dengan Pembelajaran
XI. IPA 2 SMA Negeri Colomadu Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Matematika, 1(1): 22-26.
Pendidikan Kimia, 2(2): 100-109. Risna, Hamid, A., & Winarti, A. (2017).
Huda, M. (2013). Model-model Pengajaran Meningkatkan Keterampilan Generik
dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Sains dan Hasil Belajar Menggunakan
Pelajar. Model Creative Problem Solving
Indrayani, P.U. (2002). Model pembelajaran dilengkapi Laboratorim Virtual Materi
creative problem solving dengan Hidrolisis Garam Kelas XI IPA 2 SMA
pendekatan open ended untuk PGRI 4. Journal of Chemistry and
peningkatkan kemampuan berpikir Education, 1(1): 131-142.
kreatif siswa kelas VIII E SMP Negeri Risnawati & Saadi, P. (2016). Meningkatkan
13 Malang. Skripsi Sarjana. Universitas Kemampuan Berpikir kReatif dan Hasil
Malang, Malang. Belajar Melalui Model Pembelajaran
Kandemir, A. M. & Gur, H.. (2007). Creative Problem Solving (CPS) pada
Creativity training in problem solving: a Materi Larutan Penyangga. Quantum:
model of creativity in mathematics Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, 7(2):
teacher education. New Horizons in 127-134.
Education, 55(3): 107-122. Rusmansyah. (2015). Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil
19
JURNAL VIDYA KARYA | VOLUME 33, NOMOR 1, APRIL 2018

belajar Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA
Kelarutan Menggunakan Model 1 MAN 2 Model Pekanbaru. Jurnal
Creative Problem Solving. Quantum: Penerapan Model Pembelajaran, 2(2):
Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, 6(1): 1-14.
108-121. Sudarma, M. (2013). Mengembangkan
Sakaningsih, N. M., Asri, I. G. A. A. S. A, & Keterampilan Berpikir Kreatif.
Negara, I. G. A. O. (2014). Model Bandung: Rajagrafindo persada.
Pembelajaran Creative Problem Solving Suharsimi, A., Suhardjono & Supardi. (2015).
Berbasis Reinforcement Berpengaruh Penelitian Tindak Kelas. Jakarta: Bumi
Terhada Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas Aksara.
V SDN 18 Dangin Puri. Jurnal Mimbar Supardi, K. I & Putri, I. R . (2010). Pengaruh
PGSD Pendidikan Ganesha Jurusan Penggunaan artikel Kimia dari Internet
PGSD, 2(1): 1-10. Pada Model Pembelajaran Creative
Sari, Y. F. (2014). Upaya Peningkatan Problem Solving Terhadap Hasil Belajar
Kreatifitas Berpikir dan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA. Jurnal Inovasi
Peserta Didik Pada Pembelajaran Pendidikan Kimia, 4(1): 574-581.
Kimia Melalui Metode Mind Mapping. Totiana, F., Elfi, S.V.H., & Tri, R. (2012).
Skripsi Sarjana. Universitas Islam Efektivitas model pembelajaran creative
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. problem solving (CPS) yang dilengkapi
Tidak dipublikasikan
media pembelajaran laboratorium virtual
Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa pada
Inovatif dalam Kurikulum 2013. materi pokok koloid kelas XI IPA
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media semester genap SMA Negeri 1
Siswadi, I. P., Abadi, S. G & Negara, I. G. A. Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
O. (2014). Pengaruh Model 1. Jurnal Pendidikan Kimia, 1(1): 74-79.
Pembelajaran Creative Problem Solving Wahyu, Rusmansyah, & Sholahuddin, A.
Berbantuan Media Grafis Berpengaruh (2017). Meningkatkan Kemampuan
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V Berpikir Kreatif dan Self Efficacy Siswa
SD Gugus VI Pangeran Diponegoro Menggunakan Model Creative Problem
Denpasar Barat Tahun Ajaran Solving pada Materi Sistem Koloid.
2013/2014. Junal Mimbar PGSD Jurnal Vidya Karya, 32(1): 36-44.
Universitas Pendidikan Indonesia Ziqri, I. M. & Supriyanto. (2014). Efektivitas
Jurusan PGSD, 2(1). model pembelajaran creative problem
Solfitri, T & Armis. (2014). Penerapan Model solving pada materi sistem pernapasan
Pembelajaran Creative Problem Solving di SMAN 1 Jatibarang Brebes. Journal
(CPS) Untuk Meningkatkan Hasil of Biology Education, 3(3): 8-14.

20

You might also like