You are on page 1of 44

Nur Anisah

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF


KI HAJAR DEWANTARA

Nur Anisah
Instansi

Abstract
The purpose of this study was to determine the concept of character
education in the perspective of Ki Hajar Dewantara and their
implications in education today. This research was focused on the literary
reference books and relevant sources. The data were taken by library
research and qualitative approach literature which is a purely literary
study, using the method of documentation to find the data on things or
variables in the form of notes such like books, magazines, documents,
regulations, daily notes, meeting notes, journals and so on. The research
found that Ki Hajar Dewantara respected by the people as well his
enemy, because he has extensive knowledge and unique thinking. Ki
Hajar Dewantara gives hope for the bottom to be able to get an education
as well as the national spirit culture homage to his educational concept.
Ki Hajar Dewantara has among systems, which educators have a very
important role, namely as role models and mentors for the students, so
that parents and teachers are required to behave well in front of their
students. As pointed out above, it is important to writers to contribute in
the form of suggestion, such as Ki Hajar Dewantara’ concept of thought
has an applicable relevant concept in the purpose of building and
maintaining character education up to now.

Keywords: character education, educational concept, Ki Hajar


Dewantara

Pendahuluan
Bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 17
Agustus 1945, akan tetapi hingga saat ini kondisi bangsa Indonesia masih
mengkhawatirkan. Kurang lebih sudah hampir 70 tahun bangsa
Indonesia menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara bebas dari
penjajah tetapi Indonesia memiliki kondisi yang unik dilihat dari

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 117


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

perkembangannya sampai saat ini. Bangsa Indonesia memiliki banyak


sekali konteks sosial dan budaya yang terus berkembang sampai saat ini,
dilihat dari kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat dikategorikan
sangat melimpah disertai dengan letak kepulauan yang berada di garis
khatulistiwa, tanah subur, air melimpah, udara segar, kekayaan sumber
energi dan mineral melimpah di dalam tanah dan laut semuanya
memberikan keunikan terhadap bangsa ini.
Keunikan lainnya dapat kita lihat dari kondisi yang ada, dirasakan,
dan telah menjadi ciri khas bangsa ini. Seharusnya dengan kondisi sosial
budaya dan kekayaan alam yang melimpah, rakyat Indonesia dapat
merasakan kehidupan yang makmur dan sejahtera dari waktu ke waktu.
Kenyataan yang dialami oleh bangsa ini menunjukkan kondisi yang
berbeda dengan logika kekayaan sosial, budaya dan alam. Kondisi yang
dialami menunjukan bahwa kekayaan alam tereksploitasi besar-besaran,
pembangunan industri terjadi terus-menerus, dan pergantian
pemerintahan terus berlangsung dari waktu ke waktu secara damai, tetapi
kebanyakan rakyat Indonesia belum mendapatkan dan mengalami
kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Bukan musuh bersenjata yang menjadi lawan bangsa ini, akan
tetapi pribadi bangsa dalam menghadapi arus globalisasi yang menerjang
bangsa ini. Kekuatan globalisasi menurut para ahli bertumpu pada empat
kekuatan global, yaitu: kemajuan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
(IPTEKS), terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di
dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia, perdagangan
bebas yang ditunjang oleh kemajuan IPTEKS, kerjasama regional dan
internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari bangsa-
bangsa tanpa mengenal batas negara, meningkatnya kesadaran terhadap

118 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan


bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran
bersama dalam demokrasi.
Era globalisasi sekarang, bangsa Indonesia dihadapkan pada fakta
yang tidak dapat diingkari yaitu revolusi teknologi, transportasi,
informasi, dan komunikasi. Kata kunci globalisasi adalah kompetisi,
dalam kompetisi yang keluar sebagai pemenang adalah yang terbaik dari
sisi pengetahuan, teknologi, jaringan, kualitas produk, pelayanan, dan
integritas (Azizy, 2004: 26). Indonesia dalam konteks pengetahuan dan
teknologi masih berada jauh di bawah negara-negara maju, Indonesia
menjadi bangsa konsumen yang senang menikmati produk globalisasi.
Globalisasi di Indonesia telah mengubah berbagai aspek kehidupan
dalam berbagai bidang, perubahan tersebut mendatangkan berbagai
dampak baik positif maupun negatif dalam bidang pendidikan.
Salah satu contoh, peran pemuda dalam masa kini sangat berbeda
jauh dengan peranan pemuda pada era sebelumnya. Pemuda masa kini
hidup dalam dunia yang serba pragmatis sebagai dampak dari globalisasi
yang memasuki budaya Indonesia melalui perkembangan teknologi dan
informasi yang sangat memikat. Globalisasi tidak selalu mendatangkan
dampak negatif seperti tersebut di atas, akan tetapi globalisasi di
Indonesia lebih banyak mendatangkan dampak negatif seperti pola hidup
masyarakat yang menjadi lebih konsumtif, hedonis, dan matrealistik.
Akibatnya pemuda masa kini belajar hanya untuk meraih hasil yang baik
dengan mengandalkan segala cara tidak terkecuali mencontek yang sudah
menjadi budaya bagi siswa yang hanya mementingkan nilai dari pada
ilmu, hal tersebut menunjukan akhlak generasi muda Indonesia yang
bobrok. Faktanya Indonesia menrupakan salah satu negara yang mana

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 119


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

penduduknya mayoritas beragama Islam, dan dalam Islam terkandung


semua tata cara hidup termasuk pedoman berperilaku dan bersikap.
Dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, karena
akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-
Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan
kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar
akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan
bagi seluruh umat manusia. maka selaku umat Islam sebagai penganut
Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. 33/Al-Ahzab : 21
‫يرا‬ َ ‫َو ِل هللاِ أَُ َْوة ٌ َح‬
ً ِ‫سنَةٌ ِلِّ َمن َكانَ َي ْر ُجوا هللاَ َو ْال َي ْو َم اْْل َ ِخ َر َوذَك ََر هللاَ َكث‬ ُ ‫لَّقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
}12{
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.

Perilaku dan sikap bangsa Indonesia di kalangan generasi muda,


khususnya anak didik perlu terus diperkuat sehingga dapat melahirkan
generasi muda yang handal dan memiliki karakter yang kuat, salah
satunya dengan menumbuhkan minat baca untuk menambah
pengetahuan. Hal itu penting agar bangsa Indonesia dapat berkembang
dan sejajar dengan bangsa-bangsa asing dalam pergaulan internasional,
namun tidak larut dalam arus globalisasi. Bangsa Indonesia
membutuhkan lima karakter untuk dapat menampilkan jati dirinya dan
bersaing dengan bangsa lain.
Karakter bangsa yang bermoral (religius). Bangsa ini harus sarat
dengan nilai-nilai moral dan etika keagamaan sebagai sebuah pandangan

120 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

dan praktik, karakter bangsa yang beradab. Beradab dalam arti luas,
menjadi suatu bangsa yang memiliki karakter berbudaya dan
berperikemanusiaan. Karakter bangsa yang bersatu, dimana didalamnya
termasuk menegakkan toleransi, tidak mungin Indonesia dapat bersatu
tanpa adanya toleransi, keharmonisan, dan persaudaraan. Karakter
bangsa yang berdaya, dalam arti yang luas berdaya berati menjadi bangsa
yang berpengetahuan, terampil, berdaya saing secara mental, pemikiran
maupun teknis. Daya saing bukan hanya sekedar dalam arti materi dan
mekanik, melainkan dalam makna secara mental, hati dan pikiran.
Karakter bangsa yang berpartisipasi. Partisipasi amat diperlukan untuk
menghapus sikap masa bodoh, mau enaknya saja, dan tidak pernah peduli
dengan nasib bangsa Indonesia. Karakter partisipasi ditandai dengan
penuh peduli, rasa dan sikap bertanggung jawab yang tinggi serta
komitmen yang tumbuh menjadi karakter dan watak bangsa Indonesia
(Ismadi. 2014: 29).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam
pidatonya menyinggung minat baca masyarakat Indonesia yang masih
sangat rendah, yakni 0,001 persen dari data United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Melalui persoalan
minat baca tersebut, Anies Baswedan juga menyayangkan Indonesia
tidak belajar dari buku berjudul “Sekolah Taman Siswa” karangan Ki
Hajar Dewantara. Bapak Menteri kecewa karena buku Ki Hajar
Dewantara tersebut telah dujadikan referensi di Finlandia akan tetapi di
Indonesia buku tersebut tidak dibaca, dalam buku tersebut salah satunya
Ki Hajar Dewantara telah menuliskan tentang kondisi belajar yang
menyenangkan. Bung Anies mengatakan bahwa pemerintah Finlandia
telah mengikuti pandangan Ki Hajar Dewantara dengan mengubah sistem

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 121


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

belajar dan situasi di sekolah menjadi lebih nyaman dan


menggembirakan, berbeda dengan sekolah dan instansi pendidikan di
Indonesia yang peserta didiknya lebih banyak merasa stres saat belajar
(Belarminus. 2014: 2).
Kementrian Pendidikan Nasional (KEMENDIKNAS) sebagai
lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia memandang pendtingnya pendidikan karakter dalam diri
anak didik agar dapat menjadi bekal kelak di masa depan dalam
menggapai cita-cita anak bangsa. Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003, menerangkan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah untuk “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak yang bermartabat”, dimana dalam proses pendidikan
harus ditanamkan nilai-nilai moral. Penanaman nilai moral tidak hanya
menjadi tanggung jawab sekolah tetapi juga keluarga dan lingkungan
masyarakat, karena dalam proses pembelajaran tidak hanya berlangsung
di sekolah. Ki Hajar Dewantara membedakan lingkungan pendidikan
menjadi tiga, yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Lingkungan keluarga jika ditinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah

122 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat
oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan
masyarakat. Keluarga tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya baik secara fisik
maupun mental.
Lingkungan sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan
karena pengaruhnya sangat besar pada jiwa anak. Maka disamping
keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi
sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Sekolah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Lingkungan
masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak, juga meliputi teman-
teman anak di luar sekolah. Kondisi orang-orang di lingkungan desa atau
kota tempat tinggal anak juga turut mempengaruhi perkembangan
jiwanya (Yuwono, 2015: 3).
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan yang
menunjukan bahwa proses pembelajaran tidak harus berlangsung di
sekolah, akan tetapi dapat dilakukan dimana pun dan oleh siapa pun.
Dalam pembelajaran ditekankan pentingnya penanaman nilai moral dan
karakter agar dapat membentuk kemampuan dan watak peradaban bangsa
yang bermartabat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Ki Hajar
Dewantara dengan sistem among, menegaskan bahwa dalam
pembelajaran tidak melulu harus mengedepankan hasil akan tetapi
prosesnya. Sistem among menuntut pamong (pendidik) untuk menjadi
seorang teladan bagi peserta didiknya, karena anak didik lebih cenderung
mencontoh apa yang dilihatnya dari pada apa yang didengarnya.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 123


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

Cara mengajar dengan menggunakan metode among berarti


mengajar dengan terbuka, penuh kasih sayang, bebas dan melindungi
siswa dengan kenyamanan pikiran agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Teknik mengajar dalam sistem among lebih cenderung
menggunakan permainan, Ki Hajar Dewantara menganjurkan para
pamong untuk mengajak siswanya belajar sambil bermain agar suasana
belajar tidak terlalu serius dan pikiran anak dapat terbuka sehingga
materi ajar dapat tersampaian dengan sukses.
Ki Hajar Dewantara menyatakan sistem pendidikan di Indonesia
mencontoh sistem pendidikan barat, yang dasar-dasarnya adalah perintah,
hukuman dan ketertiban. Sebagai penopang pendidikan, dasar-dasar
tersebut akan memunculkan kehidupan yang penuh perkosaan atas
kehidupan batin anak-anak. Dampaknya terhadap anak-anak adalah
rusaknya budi pekerti yang disebabkan selalu hidup dalam paksaan dan
hukuman (Belamirnus, 2014: 1). Dampak lainnya adalah turunnya
semangat berkreasi dan berinovasi dalam kompetisi yang ketat, kemudian
dikalahkan oleh semangat konsumerisme, hedonisme, dan permisifisme
yang instan dan menenggelamkan. Untuk itu dibutuhkannya generasi
penerus yang beriman, bertaqwa, berilmu pengetahuan luas, bertanggung
jawab dan mempunyai keinginan untuk memperbaiki dan
menyumbangkan sesuatu yang bisa dia berikan untuk negara yang
dicintainya.
Pemaparan di atas menunjukan pentingnya pendidikan karakter
bagi anak baik di keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat
secara intensif dengan keteladanan, kearifan, dan kebersamaan.
Pentingnya pendidikan karakter untuk diserukan dengan dahsyat agar
lahir kesadaran bersama untuk membangun karakter generasi muda

124 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

bangsa yang kokoh. Sehingga, generasi penerus bangsa ini tidak


terombang-ambing oleh modernisasi yang menjanjikan kenikmatan
sesaat serta mengorbankan kenikmatan masa depan yang panjang dan
abadi. Pioner dalam kesadaran pendidikan karakter adalah lembaga
pendidikan, dikarenakan lembaga pendidikan lebih dahulu mengetahui
dekadansi moral dan bahaya modernisme yang ada di depan mata
generasi masa depan bangsa. Terlebih, untuk masyarakat yang tidak siap
menghadapi keduanya, khususnya dalam aspek moral, mental, dan
kepribadian, selain aspek pengetahuan dan teknologi.
Kesadaran pendidikan karakter dari sekolah diharapkan menyebar
kepada keluarga, masyarakat, media massa, dan seluruh lapisan bangsa
ini. Sehingga, terjadi kesinambungan kekuatan dalam membangun
bangsa ini demi lahirnya kader-kader masa depan yang berkarakter, serta
berkepribadian kuat dan cermat. Salah satu tokoh yang memiliki
semangat pendidikan karakter adalah Ki Hajar Dewantara, terlahir
dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada 2 Mei 1889 di
Yogyakarta, Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan dari bangsawan
Yogyakarta. Perjuangan Ki Hajar Dewantara sarat akan nilai-nilai
karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini, mulai dari pergantian namanya
dari Raden Mas Suwardi Suryaningrat menjadi Ki Hajar Dewantara,
semata-mata agar beliau lebih mudah diterima di lingkungan masyarakat
biasa. Asas Tamansiswa yang dia bawa, serta konsep dan pemikiran
pendidikan yang ia ajarkan di bumi pertiwi. Ki Hajar Dewantara melihat
pendidikan mampu mengubah watak dan sikap bangsa untuk menjadi
bangsa yang mempunyai derajat yang tinggi dan sejajar dengan bangsa
lain. Artinya Ki Hajar Dewantara sudah memandang pentingnya
pendidikan karakter saat belum ada yang mempublikasikan nilai karakter

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 125


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

sebagaimana sekarang ini, beliau sudah melangkah disepan kita


membawa konsep pendidikan karakter.
Berdasarkan ulasan di atas, pentingnya pendidikan karakter yang
ditekankan oleh Ki Hajar Dewantara bagi anak agar dapat menjadi
generasi penerus bangsa yang memiliki prinsip, tidak mudah goyah jika
dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang melanda negeri
Indonesia tercinta. Sanggup memegang teguh nilai-nilai luhur dan taat
pada agama, sehingga akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang
maju dan sejahtera. Pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
pendidikan karakter sejalan dengan sistem pendidikan yang sedang
digadang-gadang oleh pemerintah, yang tidak mengedepankan nilai
akademik saja. Maka penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai
bahan penulisan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Ki Hajar Dewantara”

Permasalahan
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Ki Hajar
Dewantara?
3. Bagaimana implikasi konsep pendidikan karakter menurut Ki
Hajar Dewantara?

Tinjauan Pustaka
Penegasan istilah dalam penelitian ini sangat diperlukan agar tidak
terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis
akan menjelaskan istilah-istilah lain adalah didalam judul ini. Istilah yang
perlu penulis jelaskan sebagai berikut :

126 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

A. Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan dengan sadar untuk


mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui
pengajaran dan latihan (Ensiklopedi Nasional Indonesia: 365).
Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 263).
B. Karakter memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan dan perilaku atau bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional).
C. Pendidikan karakter dalam penelitian ini merupakan suatu usaha
yang direncanakan secara bersama yang bertujuan menciptakan
generasi penerus yang memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik
dalam pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter
adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk
mengarahkan peserta didik pada penguatan dan pengembangan
perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai-nilai
keluhuran. Ajaran yang berupa hal positif yang dilakukan guru dan
berpengaruh kepada peserta didik yang diajarnya (Samani, 2012:
243).

Metode Penelitian
Metode penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kajian pustaka atau
sering disebut penelitian pustaka, yaitu menghimpun data dengan cara
menggunakan bahan-bahan tertulis, seperti : buku, artikel, surat kabar,

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 127


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

majalah dan dokumen lainya, yang sekiranya memiliki hubungan dengan


tema penelitian.

Pembahasan
A. Analisi Data
1. Pengertian pendidikan karakter
Definisi pendidikan karakter cukup beragam sesuai dengan
versi dan sudut pandang keilmuan tertentu, pendidikan
merupakan proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik
untuk lebih manju (Listyarti, 2012: 2). Sedangkan karakter
berasal dari bahasa inggris character, artinya watak. Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah
tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar anak-anak
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ki Hajar
Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah pendidikan
karakter, mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat
membangun budi pekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat
mewujudkan kepribadian (persoonlijkhheid) dan karakter (jiwa
yang berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan
senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli
bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan lain-lain (Tamansiswa.
1977: 24).
Pendidikan karakter merupakan perpaduan antara
kecerdasan ilmu dan kecerdasan berperilaku (akhlak), dimana di
dalamnya terdapat unsur yang penting yaitu nilai moral yang

128 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

mengatur hubungan antara individu dengan Sang Pencipta,


individu dengan sesama manusia dan lingkungan. Akhlak Akhlak
berasal dari Bahasa Arab yakni bentuk jamak dari kata khulk
yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat (Nata,
2001: 3).
Pendidikan karakter dalam perspektif Ki Hajar Dewantara
adalah daya dan upaya yang dilakukan untuk memajukan
bertumbuhnya budipekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran dan
tubuh anak agar dapat mencapai kesempurnaan hidup, yaitu
kehidupan dan penghidupan anak-anak peserta didik dapat selaras
dengan dunianya. Keseimbangan cipta, rasa dan karsa juga
menjadi salah satu indikasi tujuan pendidikan, yang merupakan
penerapan dari pembelajaran aktif.
Berdasarkan pengertian pendidikan karakter yang diberikan
oleh Ki Hajar Dewantara dan beberapa tokoh seperti John Dewey,
Montessori, Megawangi, Lickona, Ghaffar, Kertajaya, Amin,
Damayanti maka peneliti dapar melihat ada beberapa konsep
kesamaan diantara tokoh-tokoh tersebut. Konsep tersebut adalah
pendidikan berangkat dari sebuah proses, hal tersebut dapat
peneliti pahami dari pengertian yang diajukan oleh para tokoh
melalui kalimat pola untuk membentuk, proses pembaharuan,dan
proses yang terjadi secara terus menerus. Selain itu pendidikan
merupakan suatu upaya pembentukan watak tidak hanya
menghasilkan teori tapi juga dapat dipraktikan dalam kehidupan
nyata, dan tidak hanya berorientasi pada nilai bagus, serta
bertujuan untuk menghasilkan anak didik yang dapat berperilaku
mencerminkan nilai karakter yang terpuji.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 129


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

2. Konsep Pemikiran tentang Pendidikan Karakter


Berdasarkan uraian pembahasan konsep pendidikan
karakter Ki Hajar Dewantara dan para ahli pada bab III diatas
dapat ditarik benang merah bahwa ;
a. Tujuan pendidikan
Pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantara adalah
membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir
batin, luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi
anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya
dan sifatnya itu kontinuitas, konvergensi dan konsentris
(Suparlan. 1984 : 109). Sedangkan tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuam untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat ditarik benang
merah bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan
pengembangan dari konsep Ki Hajar yang mengusung
keluhuran budi sebagai hasil dari pendidikan.
b. Dasar pendidikan karakter
Agama Islam meninggikan derajat orang yang menuntut
ilmu, seperti dalam firman Allah Swt. Q. S. Al-Mujadillah: 11
;

130 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

‫سحِ هللاُ لَ ُك ْم َوإِذَا‬


َ ‫س ُحوا يَ ْف‬َ ‫س ُحوا فِي ْال َم َجا ِل ِس فَا ْف‬َّ َ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا إِذَا قِي ََ لَ ُك ْم تَف‬
‫ت َوهللاُ بِ َما‬ ٍ ‫ش ُزوا يَ ْرفَِْ هللاُ الَّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬ ُ ‫ش ُزوا فَان‬ ُ ‫قِي ََ ان‬
}22{ ُُ‫ير‬ ُ ‫ت َ ْع َملُونَ َخ ِب‬
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas menjelaskan keutamaan menuntut ilmu bagi


orang muslim, karena ilmu merupakan salah satu amal yang
akan dibawa manusia hingga mati. Maka sebagai orang yang
beriman hendaklah berlomba-lomba dalam menuntut ilmu agar
dapat bermanfaat di dunia dan akhirat.
Pada masa penjajahan Ki Hajar Dewantara menganggap
bahwa pendidikan kolonial tidak dapat memberikan peri
kehidupan bersama, sehingga membuat rakyat Indonesia selalu
bergantung pada penjajah. Pendidikan nasional yang
dimaksudkan Ki Hajar Dewantara adalah suatu sistem
pendidikan baru yang berdasarkan kebudayaan sendiri dan
mengutamakan kepentingan masyarakat (Djumur, 1974: 174).
Dasar pendidikan yang digunakan oleh Ki Hajar
Dewantara adalah pancadharma, yaitu kemerdekaan, kodrat
alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Trikon Ki
Hajar Dewantara dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 131


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

pendidikan. Dalam pengembangan pendidikan harus


berkelanjutan dari budaya sendiri dan terus-menerus menuju
ke asah kemajuan (kontuinitas) menuju kearah kesatuan
kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai
sifat kepribadian dan ciri khas budaya sendiri dalam
lingkungan kemanusian sedunia (konsentrisitas).
Penjabaran dari konsep tersebut antara lain yaitu terdapat
dalam pancasila yang dijadikan dasar negara, selain itu juga
tertulis dalam pembukaan UUD 1945, yang mana
menerangkan pentingnya mencerdaskan generasi bangsa dan
menghasilkan generasi yang cerdas secara ilmu dan perilaku.

c. Prinsip pendidikan karakter


Ki Hajar Dewantara berkeyakinan bahwa perjuangan
pergerakan tidak akan berhasil tanpa kepandaian, karena
pengetahuan merupakan kunci untuk meraih keberhasilan.
Prinsip Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan rakyat
adalah pertama, keseimbangan antara cipta, rasa dan karsa,
kedua mendidik rakyat agar berjiwa kebangsaan dan berjiwa
merdeka, serta menjadi kader-kader yang sanggup dan mampu
mengangkat derajat nusa dan bangsanya sejajar dengan bangsa
lain yang merdeka. Ketiga, melibatkan tripusat pendidikan
untuk menghasilkan generasi yang cerdas secara ilmu dan
akhlaknya. Ki Hajar Dewantara telah menciptakan sistem
pendidikan yang merupakan sistem pendidikan perjuangan.
Falsafah pendidikannya adalah menentang falsafah penjajahan

132 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

dalam hal ini falsafah Belanda yang berakar pada budaya


Barat.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan secara
umum sebagai daya upaya untuk mewujudkan perkembangan
budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelektual) dan jasmani
anak, menuju ke arah masa depan yang lebih baik.
Kedewasaan akan tercapai pada akhir windu ketiga, yaitu
tercapainya kesempurnaan hidup selaras dengan alam anak dan
masyarakat. pendidikan tidak hanya dilakukan di sekolah, tapi
dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, dalam kegiatan
formal maupun non formal, karena pengalaman merupakan
guru terbaik dalam hidup.
Pendidikan karakter memiliki prinsip mengidentifikasi
karakter secara komprehensif agar mencakup pemikiran,
perasaan, dan perilaku, yang merupakan implikasi dari cipta,
rasa dan karsa Ki Hajar Dewantara. Menciptakan lingkungan
pendidikan yang memiliki kepedulian yang melibatkan
tripusan pendidikan, kareba lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat merupakan lingkungan hidup anak (Asmani, 2011:
56).
d. Metode pendidikan karakter
Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif dan psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan
pendidikan (sekolah), dan masyarakat. berdasarkan totalitas
psikologis dan sosiokultural pendidikan karakter dapat

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 133


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

dikelompokan sebagai berikut ; pertama, olah hati, olah pikir,


olah rasa/karsa, dan olah raga. Sesuai dengan penyataan Ki
Hajar Dewantara bahwa pendidikan itu merupakan
keseimbangan cipta, rasa, dan karsa. Kedua, beriman dan
bertaqwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati,
berani mengambil resiko, pantang menyerah, dan rela
berkorban. Ki Hajar Dewantara mengungkapan dalam
tulisannya bahwa pendidikan itu akan menuntun manusia
menuju kemajuan tetapi tidak melupakan Yang Maha Pencipta.
Ketiga, ramah, toleran, saling menghargai, peduli, suka
menolong, gotong royong, mengutamakan kepentingan umum,
kerja keras, dan beretos kerja. Pusat pendidikan bukan hanya
ada di sekolah dan di dalam keluarga tetapi juga di dalam
masyarakat, dimana anak akan belajar tentang lingkungan
sekitarnya dan beradaptasi. Ki Hajar Dewantara dalam
Trisentra pendidikannya yaitu, lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat (Listyarti, 2012: 8).
Metode pendidikan karakter yang diusung oleh Ki Hajar
Dewantara adalah metode among, dimana pendidik hanya
berperan sebagai pembimbing yang mengarahkananak
didiknya dan menjadi fasilitator belajar bagi muridnya.
Sedangkan peserta didik dijadikan pusat pembelajaran karena
siswa diminta untuk mencari sendiri apa yang akan dipelajari,
dan guru hanya membantu memberi arahan. Dalam pendidikan
sekarang lebih dikenal dengan pembelajaran aktif, dimana
pembelajara dilakukan oleh siswa, materi berasal dari siswa
dengan bimbingan guru, dan untuk siswa.

134 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

Pendidik juga berperan dalam memberi dorongan atau


motivasi pada anak agar lebih rajin dalam melaksanakan tugas,
dan yang paling penting harus dapat dijadikan teladan bagi
anak didiknya. Ahli menyatakan bahwa pendidik atau guru
yang dalam bahasa jawa berarti digugu lan ditiru
sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu
sendiri. Guru yang sifat hakikatnya hijau akan “beranak hijau”,
dan guru yang sifat hakikatnya hitam akan “beranak hitam”,
karena guru merupakan keteladanan yang dijadikan bagi anak
didiknya.
e. Materi pendidikan karater
Pendidik harus memahami tentang kondisi psikis dari
peserta didik dengan tujuan bahwa ketika materi pendidikan
karakter disampaikan harus dapat dipahami dan dicerna secara
utuh. Ki Hajar Dewantara menyatakan dalam pelaksanaan
pendidikan karakter haruslah sesuai dengan tingkatan umur
para peserta didik, agar tujuan pendidikan dapat tercapai yaitu
terbentuknya generasi muda yang cerdas intelektual dan budi
pekertinya. Ki Hajar Dewantara membagi empat tingkatan
dalam pengajaran pendidikan karakter, yaitu taman indria/
anak, taman muda, taman dewasa, taman madya dan taman
guru. Dalam konteks kekinian direalisasikan dalam pendidikan
sekarang yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi.
Masing-masing jenjang memiliki konsep yang hampir
sama, yang membedakan hanya unsur pendalaman materi,

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 135


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

semisal di Taman Kanak-kanak peserta didik telah dikenalkan


pada perilaku mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa
(religius), dengan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Di
perguruan tinggi juga terdapat nilai religius tetapi konteksnya
lebih mendalam seperti tasawuf, maksudnya sama yaitu
mendekatkan diri pada Allah Swt tetapi lebih mendalam
pemahamannya.
Berdasarkan uraian di atas secara garis dapat ditarik kesimpulan
bahwa adanya keterikatan yang erat antara konsep pendidikan
karakter Ki Hajar Dewantara dan para tokoh pendidikan. Sebelum
pendidikan karakter booming pada tahun 2013 dalam kurikulum
2013, Ki Hajar Dewantara telah melangkah dengan konsep
pendidikan karakter yang mengusung antara keseimbangan
kecerdasan ilmu dan akhlak peserta didik sehingga dapat
menghasilkan generasi yang cerdas dan memiliki budi pekerti
yang baik serta karakter yang religius, berani, tegas dan
berpendirian teguh
3. Relevansi Pendidikan Karakter KHD dalam Pembentukan
Karakter
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan yaitu ;
“Menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya” (Tamansiswa, 1977 : 20).

”Pendidikan, umumnya berarti daya upaya untuk


memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian
Taman siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu

136 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni


kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras
dengan dunianya”( Tamansiswa, 1977: 14).

Berdasarkan uraian diatas pendidikan karakter menurut Ki


Hajar Dewantara adalah membangun anak didik menjadi manusia
yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya serta sehat
jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta
manusia pada umumnya dan sifatnya itu kontinuitas, konvergensi
dan konsentris (Suparlan. 1984 : 109). Sedangkan tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuam untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat ditarik benang merah
bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan pengembangan dari
konsep Ki Hajar yang mengusung keluhuran budi sebagai hasil
dari pendidikan. Dalam konsep Ki Hajar Dewantara yang menjadi
pokok utama dalam pembentukan karakter adalah budi pekerti
dan akhlak, dimana peserta didik menerapkan dari apa yang telah
diterima dari lingkungan keluarga, sekolah dan juga masyarakat.
Bukan hanya secara teori melainkan pada penerapannya dan juga
prosesnya.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 137


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

Pembentukan karakter pada anak harus dimulai dari


lingkungan keluarga yang mana merupakan lingkungan pertama,
karena dalam keluarga anak mendapat pendidikan. Sebagian besar
dari kehidupan anak adalah dalam lingkungan keluarga, sehingga
pendidikan paling banyak diterima oleh anak adalah dalam
keluarga. Selanjutnya dalam lingkungan sekolah seorang pendidik
atau guru yang oleh Ki Hajar Dewantara disebut dengan pamong
berperan cukup penting dalam pembentukan karakter anak,
karena kedudukan pendidik adalah sebagai teladan bagi anak
didiknya, sehingga guru yang memiliki karakter baik tentu anak
didiknya akan berperilaku baik, karena anak mencontoh dari apa
yang mereka lihat.
Semboyan Ki Hajar Dewantara ing ngarso sung tulodho,
ing madya mangun karso, tut wuri handayani, mengungkapkan
pentingnya peran pendidik dalam proses pembentukan karakter,
karena anak didik berada dalam usia yang labil sehingga mudah
terpengaruh oleh hal-hal yang ada disekitarnya. Jadi sebagai
seorang pendidik yang pasti harus dapat memberikan dan
dijadikan teladan dan panutan bagi anak didiknya. Selain itu juga
harus dapat memotivasi anak didiknya, memberikan dorongan
baik secara moral ataupun material. Dan yang tidak kalah penting
pendidik juga harus dapat bergaul dengan baik bersama anak
didiknya, jangan sampai terdapat sekat antara pendidik dan anak
didiknya sehingga tidak terjalin komunikasi yang baik.
Konsep tripusat pendidikan Ki Hajar Dewantara juga
memiliki kontribusi yang tinggi dalam pembentukan karakter
anak, karena melalui pusat-pusat pendidikan inilah anak dapat

138 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

memperoleh pembelajaran baik secara sengaja maupun tidak


sengaja yang berupa pengalaman. Dan konsep tripusat pendidikan
ini masih relevan diterapkan pada masa kini, terbukti dari
lingkungan keluarga memiliki peran sebagai peletak dasar
pendidikan akhlak dan pandangan agama, seddangkan sekolah
merupakan pendamping yang berjalan beriringan dengan
pendidikan keluarga sedangkan masyarakat merupakan pelengkap
bagi pendidikan keluarga dan sekolah.
B. Implikasi Pendidikan Karakter KHD terhadap Pendidikan
Nasional
1. Pendidikan karakter dalam pembentukan moral anak bangsa
Pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak
mengingat degradasi moral yang dialami generasi penerus bangsa
ini. Pendidikan karakter diharapkan mampu membangitkan
kesadaran bangsa Indonesia untuk membangun fondasi
kebangsaan yang kokoh. Dalam dunia pembelajaran untuk
menghadapi berbagai tantanfan yang muncl seiring
perkembangan zaman, UNESCO memberikan resep berupa empat
pilar belajar yaitu, belajar untuk mengetahui learning to know,
belajar untuk bekerja learning to do, belajar untuk hidup
berdampingan learning to live together, dan belajar untuk
menjadi manusia seutuhnya learning to be (Suyono, 2011: 29).
Hasil penelitian banyak yang membuktikan bahwa karakter
dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil
penelitian di Harvard University, USA, yang menyatakan bahwa
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi oleh

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 139


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

kemampuan mengolah diri dan orang lain (soft skill). Penelitian


ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar
20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
banyak didukung oleh kemampuan soft skill daripada hardskill.
Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta
didik sangat penting untuk ditingkatkan (Asmani. 2011: 48 ).
Ki Hajar Dewantara mengungkapkan dalam tulisannya
perlunya menguasai diri atau mengelola diri (zelfbeheersching)
yang disebutkan sebagai tujuan pendidikan. Karakter akan timbul
dari bersatunya gerak fikiran, perasaan dan kehendak atau
kemauan yang lalu menimbulkan tenaga. Dengan adanya karakter
tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka, yang dapat
menguasai diri sendiri, inilah manusia beradab dan itulah maksud
dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya (Tamansiswa. 1977:
25).
Berdasarkan penyataan di atas dapat ditarik benang merah
bahwa penguasaan diri adalah sesuatu yang penting dalam suatu
proses pendidikan. Secara garis besar pemikiran Ki Hajar
Dewantara dalam pendidikan adalah ;
a. Pendidikan merupakan suatu proses
Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan
tidak hanya berorientasi pada nilai akan tetapi pada proses
pembelajaran tersebut. Anak didik tidak hanya paham teori
tetapi dapat mempraktikan apa yang telah dipelajarinya dalam
kehidupan nyata yaitu dalam bersikap dan berperilau
kesehariannya. Sehingga mengajarkan kepada anak dalam

140 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

belajar tidak hanya untuk mendapat nilai yang bagus tetapi


juga harus paham dan dapat menerapkan apa yang telah
dipelajari serta mengamalkannya.
b. Tripusat pendidikan
Mencerdaskan generasi penerus bangsa bukan hanya
merupakan tugas dari lembaga pendidikan atau sekolah,
melainkan tugas bersama antara lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama
mendapatkan pendidikan. Lingkungan keluarga yang utama,
karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima
oleh anak adalah dalam keluarga. Ki Hajar Dewantara
menegaskan bahwa tugas utama dari keluarga bagi
pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi
pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Lingkungan sekolah adalah pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan sekolah
berperan penting sebagai pendamping dari pendidikan dalam
keluarga. Lingkungan keluarga dan sekolah tidak dapat
terlepas dari tatanan kehidupan sosial dalam masyarakat
dimana keluarga dan sekolah itu berada, hal tersebut
menunjukan pentingnya pendidikan masyarakat sebagai
pelengkap pendidikan anak dalam keluarga dan sekolah.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 141


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

c. Sistem among sebagai metode pembelajaran


Kata among berasal dari bahasa jawa yang berarti
menjaga anak kecil dengan penuh kecintaan, maksudnya
memimpin atau memajukan anak-anak dengan menjaga jangan
sampai mendesak pikiran, perasaan dan kemauan anak didik.
Meskipun anak diberi kebebasan, tetapi tidak berarti menurut
sekehendak hatinya. Sistem among mendidik anak dengan jiwa
kekeluargaan.
Tanggung jawab pendidikan bukan hanya milik
lingkungan sekolah tetapi lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat juga berperan penting di dalamnya. Pertama,
keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat
informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta
lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan
mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Kedua, tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh
orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu
pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Sekolah
membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang
baik serta menanamkan budi pekerti yang baik, memperoleh
kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung,
menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan
kecerdasan dan pengetahuan pelajaran etika, keagamaan,
estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
Ketiga, masyarakat merupakan lingkungan keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah

142 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas


dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan
sekolah.
d. Trikon sebagai dasar pengembangan pendidikan
Proses pembelajaran dalam pendidikan senantiasa
mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut
mengarah pada penyempurnaan pendidikan untuk
menghasilkan generasi yang bermutu tinggi. Ki Hajar
Dewantara menyatakan perkembangan pendidikan dalam
trikon yang berbunyi;
“Bahwa dalam mengembangkan dan membina
kebudayaan nasional, harus merupakan kelanjutan dari
budaya sendiri (kontuinitas) menuju kearah kesatuan
kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai
sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusian sedunia
(konsentrisitas). Dengan demikian jelas bagi kita bahwa
terhadap pengaruh budaya asing, kita harus terbuka, disertai
sikap selektif adaptif dengan pancasila sebagai tolak ukurnya”
(Tamansiswa. 1977 : 206).

Dalam perkembangannya pendidikan itu berkelanjutan


dari yang terdahulu sampai sekarang berlanjut,
menyempurnakan yang budaya terdahulu, dan menuju ke arah
persatuan budaya dunia serta tidak ada unsur individual dalam
pendidikan dan harus berjalan beriringan. Selain itu yang tidak
penting adalah tidak boleh melupakan budaya sendiri dalam
artian menjaga keaslian budaya sendiri dalam proses
pendidikan.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 143


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

2. Penanaman pendidikan karakter di sekolah


Pengembangan pendidikan karakter adalah keterkaitan
antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-
nilai perilaku. Hal ini dapat dilakukan secara bertahap dan saling
berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap
atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap
Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara
(Asmani, 2011: 86).
Pendidikan karakter tidak hanya melibatkan aspek moral
knowing, tetapi juga moral feeling dan moral action. Ki Hajar
Dewantara menerjemahkan langkah tersebut dengan konsep cipta,
rasa dan karsa serta membaginya menjadi empat tingkatan dalam
pengajaran pendidikan karakter, adapun materi pendidikan
karakter tersebut yaitu ;
a. Taman indria dan taman anak usia 5-8 tahun
Tahap penanaman adab. Adab atau tata krama bisa
dilihat dari cara seseorang dalam bertutur sapa, berinteraksi,
bersikap, dan bersosialisasi. Pada tahap ini paling penting
untuk menanamkan pendidikan keimanan, kejujuran, serta
menghormati orang lain baik yang lebih tua ataupun muda.
Diajarkan pula pada anak didik tentang pentingnya proses,
baik dalam belajar maupun mendapatkan sesuatu, sehingga
tidak mendidik anak untuk menjadi anak yang manja (Asmani,
2011: 90).
Pendidikan agama pada tahap ini sangat menentukan
pertumbuhannya di masa depan. Pendidikan agama bisa
menjadi fondasi yang akan menyaring segala hal yang baru

144 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

serta menjadi pijakan dalam menentukan pilihan dan


membangun peradaban.
b. Taman muda usia 9-12 tahun
Tahap penanaman kepedulian, kepedulian berarti empati
kepada orang lain yang diwujudkan dalam bentuk memberikan
pertolongan sesuai dengan kemampuan. Anak diajarkan untuk
menolong temannya yang terkena musibah, misalnya
menjenguk teman yang sakit. Kepedulian ini sangat penting
untuk menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan,
serta menjauhkan diri dari sikap sombong, egois, dan
individual. Kepeduliaan akan menumbuhkan rasa
kemanusiaan, kesetiakawanan, dan kebersamaan. Epeduliaan
yang ditanamkan sejak kecil akan menjadi fondasi kokoh
dalam melahirkan kemampuan kolaborasi dan kooperasi.
Solokhin Abu Azzuddin menyatakan, empati merupakan
kemampuan dalam memahami, melayani, dan
mengembangkan orang lain, serta mengatasi keragaman
dankesadaran politis. Empati bukan sekedar simpati, tetapi
menuntut aksi, bukan hanya belas kasihan dan juga butuh bukti
(Asmani, 2011: 92).
c. Taman dewasa usia 14-16 tahun
Tahap penanaman kemandirian, sikap mandiri
merupakan pola pikir dan sikap yang lahir dari semangat yang
tinggi dalam memandang diri sendiri. Beberapa nilai dalam
kemandirian antara lain tidak menggantung pada orang lain,
percaya kepada kemampuan sendiri, tidak merepotkan dan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 145


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

merugikan orang lain, berusaha mencukupi kebutuhan sendiri


dengan semangat bekerja dan mengembangkan diri.
Nilai kemandirian di dalamnya terdapat nilai kehormatan
dan harga diri yang tidak bisa dinilai dengan sesuatu apapun,
sebab apabila harga diri dan kehormatan seseorang tidak ada
maka tamat sudah. Menumbuhkan kemandirian dalam diri
anak didik bisa dilakukan dengan melatih anak bekerja dan
menghargai waktu. Membangun kemandirian berarti
menanaman visi dalam diri anak, dalam kemandirian terdapat
nilai-nilai agung yang menjadi pangkal kesuksesan seseorang
seperti kegigihan dalam berproses, semangat tinggi, kreatif,
inovatif, dan produktif, serta keberanian dalam menghadapi
tantangan, optimis dan mampu memecahkan masalah (Asmani,
2011: 93).
d. Taman madya dan taman guru usia 17-20 tahun
Tahap penanaman pentinganya bermasyarakat,
bermasyarakat adalah simbol kesediaan seseorang untuk
bersosialisasi dan bersinergi dengan orang lain. Bermasyarakat
berarti meluangkan sebagian waktu untuk kepentingan orang
lain, bermasyarakat identik dengan bercengkerama, bergaul
dan gotong royong. Dalam konteks pendidikan karakter, pola
hidup bermasyarakat membutuhkan banyak tips sukses, salah
satunya anak harus diajari bergaul dan berteman dengan anak-
anak yang mempunyai karakter baik, seperti disiplin,
menghargai waktu, kreatif, moralis, dan mencintai
pengetahuan. Anak dilatih untuk selektif dalam mencari teman
agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, berteman

146 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

memang tidak perlu memilih-milih, tapi jangan asal berteman.


Jadikan semua orang sebagai teman, tetapi jangan asal
menjadikan semua sebagai sahabat karib. Ketika moralitas dan
mentalitas ana masih labil, maka faktor seleksi menjadi
penting. Namun, seleksi itu tidak boleh membuat garis antara
seorang anak dengan teman-teman yang tidak menjadi
pilihannya keterampilan sosial merupakan aset sukses
kepemimpinan dan mempengaruhi orang lain (Asmani, 2011:
94).
3. Nilai karakter yang harus ditanamkan pada anak
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan, pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran
yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Selama ini
pendidikan informal (terutama dalam lingkungan keluarga) belum
memberikan kontribusi yang berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan
keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh
media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap
perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan
dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan
keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Taman siswa
adalah sekolah yang didirikan Ki Hajar Dewantara yang memiliki
dasar pendidikan yang dikenal sebagai Pancadharma, yaitu

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 147


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

memberikan kebebasan kepada anak didik dalam


perkembangannya tanpa perintah atau paksaan pendidik;
mengembangkan jasmani dan rohani ke peradaban dan
kebudayaan; mengusahakan pengaruh yang baik bagi kodrat alam
anak; mengembangkan rasa kebangsaan dan hidup berbangsa;
menumbuhkan dan memupukdasar-dasar perikemanusiaan yang
merupakan sifat kebangsaan (Surjomihardjo. 1986: 10).
Beberapa komponen penting yang harus ditekankan dalam
pendidikan karakter adalah membentuk karakter yang baik yaitu
moral knowing, moral feeling, dan moral action. Penanaman nilai-
nilai pun harus dilakukan sejak dini, jika sejak dini anak tidak
diajarkan nilai-nilai karakter maka ketika anak menginjak usia
dewasa akan mengembangkan sikap cenderung ke arah negatif.
Pendidikan karakter sangat efektif diterapkan di sekolah, hal ini
mengingat ikatan legalitas formal di lembaga pendidikan formal
sangat kuat, yang berbeda dengan pendidikan informal dan non
formal. Walaupun demikian, pendidikan karakter di keluarga dan
masyarakat juga sangat penting.
Agama memberikan perhatian bersar terhadap peran orang
tua dalam pendidikan karater anak, jika orang tua lengah maka
anak bisa rusak moralnya. Lingkungan juga berpengaruh besar
terhadap pendidikan karakter anak, dalam kitab Ta’limul
Muta’allim karya Az-Zarnuji disebutkan bahwa karakter
seseorang akan menjalar kepada temannya. Jika karakter itu
positif maka teman pergaulannya mendapat dampak positif,
namun jika negatif akan dibawa menuju lubang kehancuran moral
yang sulit diobati. Oleh karena itu, sinergi dan kolaborasi antara

148 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

keluarga, sekolah dan lingkungan merupakan keniscayaan yang


tidak bisa ditunda-tunda (Asmani, 2011: 152). Nilai-nilai karakter
yang harus ditanamkan kepada anak agar terbentuk karakter yang
baik dan cara menginternalisasi nilai-nilai tersebut, yaitu ;
a. Religius
Nilai karakter pertama yang harus diajarkan adalah nilai
yang menjadi pedoman hidup manusia, yaitu agama. Agama
merupakan pedoman kehidupan yang mengatur seluruh sendi-
sendi kehidupan manusia. Anak didik dengan berbagai macam
latar belakang hidup keluarga membawa dampak pada
kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Membiasakan diri
untuk berterima kasih dan bersyukur akan membawa pengaruh
pada suasana hidup yang menyenangkan, ceria, dan penuh
warna yang sehat dan seimbang. Untuk melatih hal ini
sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan yang dapat dilakukan
sedini mungkin pada masa pendidikan yaitu dengan
membiasakan berdoa. Doa sebagai ungkapan syukur dan
terima kasih atas hidup, atas teman-teman dan atas apapun
yang terjadi dalam hidup. Memperkenalkan berdoa sebelum
dan sesudah selesai pelajaran, sebelum dan sesudah makan,
serta sebelum dan sesudah bangun tidur.
Melalui kegiatan berdoa, sebelum melaksanakan suatu
kegiatan, anak-anak dibiasakan dan diperkenalkan akan adanya
kekuatan dan kekuasaan yang melebih manusia dan ini semua
ada pada Tuhan Yang Mahakuasa yaitu Allah SWT.
Pentingnya penanaman pada anak didik, keyakinan dan
kepercayaan bahwa Tuhan adalah maha baik dan maha

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 149


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

segalanya, karena segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup


ada dalam alam semesta dan itu berasal dari Tuhan.
Tersedianya segala kebutuhan dasar menusia dalam kehidupan,
tanah yang subur dan indah, kekayaan alam yang melimpah
ruah, dan berguna bagi kehidupan ini harus selalu dijaga
dengan baik, dan senua berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa,
Tuhan Yang Mahapangasih dan Tuhan Yang Maha pemurah.
Selain itu, anak-anak mulai diperkenalkan dengan hari-
hari besar agama, dan diajak untuk menjalankannya dengan
sungguh-sungguh sesuai dengan ajaran agamanya masing-
masing. Melalui kegiatan mendongeng dan bercerita dapat
diperkenalkan nilai-nilai agama yang ada di negara Indonesia
tercinta ini. Anak-anak diajak untuk mengenal bermacam-
macam agama dan ditumbuhkan sikap saling menghormati
satu sama lain antarpemeluk agama yang berbeda. Kegiatan
sosial kemanusiaan menjadi tempat untuk mewujudkan
religiusitas anak secara bersama deri berbagai macam agama
dan keperceyaan yang ada. Kepekaan dan keterlabatan untuk
membantu orang yang menderita merupakan panggilan
bersama umat beragama. Jika seorang anak telah memiliki
dasar agama yang baik, maka nilai-nilai yang lain akan mudah
diterima dan diterapkan.
b. Tanggung jawab, mandiri, disiplin, dan jujur
Nilai-nilai ini penting agar nantinya anak didik bisa
mandiri, disiplin dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri
terhadap apa yang dilakukan. Nilai dan prinsip kejujuran dapat
ditanamkan pada diri siswa sejak kecil dalam lingkup keluarga,

150 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

dalam konteks ini peranan orang tua dan guru sangat penting
dalam mencermati perilaku anak didiknya. Dalam
pelaksanaanya anak perlu diberi pemahaman dan penjelasan
tentang arti dan manfaat kejujuran dalam kehidupan bersama.
Selain itu, anak juga diajak berpikir dan bersikap atas
pernyataan: bagaimana jika kondisi ketidakjujuran ada di
tengah masyarakat. Melalui kegiatan-kagiatan yang kasat mata,
sederhana, serta ada di sekitar sekolah dan keseharian siswa,
anak diajak untuk mengambil sikap yang benar dalam masalah
kejujuran. Nilai dan sikap kejujuran sangat terkait dengan nilai
keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab pada diri manusia.
Salah satu kegiatan yang menuntut kemandirian dan
tanggung jawab siswa adalah kegiatan ekstrakurikuler yang
merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih
kemandirian siswa. Melalui kegiatan ini siswa dilatih dan
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang
dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin.
Kegiatan ekstrakurikuler sangat membantu proses
pengembangan ini, anak yang berbakat diberi kesempatan
untuk mengembangkannya, baik dari sisi akademis maupun
nonakademis.
Kegiatan non akademis yang cukup menarik dan dikenali
secara universal adalah kegiatan pramuka, kegiatan pramuka
yang terencana akan membuat anak senang dan terlatih untuk
dapat menyelesaikan persoalan, baik secara pribadi maupun
bersama. Kemandirian bukan berarti tidak butuh orang lain,
namun justru dalam kebersamaan dengan orang lain.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 151


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki


konsekuensi, paling tidak dalam masalah pembagian waktu
berkaitan dengan multi peran yang disandang setiap orang.
Apabila siswa terlalu bersemangat untuk mengikuti banyak
kegiatan maka ada konsekuensi yang dipikul, yaitu waktu
untuk belajar, mempersiapkan ulangan, menjalankan peran dan
tugas di rumah, dan lain sebagainya. Tanggung jawab tentu
berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban yang diemban
seseorang. Guru dapat mengajak siswa untuk mengevaluasi
dan mengkritisi kegiatan yang telah dipilihnya.
c. Toleransi
Toleransi bisa berarti sikap terbuka dan saling
menghargai dan menghormati terhadap perbedaan, hendaknya
ditanamkan sejak dini pada anak. Arti kata toleransi adalah
sikap terbuka dan menghargai perbedaan, anak dapat
diperkenalkan konsep toleransi sejak dini. Peran penting orang
tua dalam menanamkan toleransi kepada anaknya adalah
menstimulasi anak agar agar siap menerima keberadaan orang
lain dan memperkenalkan anak pada lingkungan sekitar.
Lingkungan keluarga dan sekolah memegang peranan
penting dalam dalam mengembangkan sikap tolerans, terutama
anak pada masa sekarang yang dihadapkan dengan era
globalisasi. Tips salam mengenalkan nilai toleransi kepada
anak yaitu; tunjukan sikap menghargai orang lain dan orang
tua atau guru memberikan contoh yang nyata (Mila. 2011: 2).

152 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

d. Etika dan sopan santun


Penanaman etika dapat dilakukan dengan mengajarkan
sesuatu yang baik mulai dari masa kecil melalui latihan-
latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, menghormati
orang lain, cara makan dan minum dll. Disamping itu
pemberian pemahaman pada anak tentang hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, pemahaman tentang perbuatan baik dan
perbuatan buruk, pemahaman tentang sopan santun, dan
norma-norma yang berlaku. Selain memberikan pemahaman
dapat juga dilakukan dengan memberi dan mengajak anak agar
terbiasa berperilaku baik.
e. Sosialis
Proses sosialisasi merupakan proses pembelajaran
dimana anak anak belajar mengenal dan memahami nilai dan
norma yang berlaku di lingkungan sekitar, baik itu lingkungan
keluarga, sekolah atau masyarakat. Sosialisasi secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi tingkah laku, sikap dan
sifat anak, dan nilai sosialis menjadi penting dan harus
ditanamkan pada anak agar dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Dalam lingkungan keluarga contohnya dengan
adanya waktu kumpul bersama agar terjalin komunikasi yang
intens sehar minimal 30 menit.
f. Gotong-royong dan tolong menolong
Gotong royong merupakan budaya nenek moyang bangsa
Indonesia, semangat gotong royong telah digunakan pada
zaman dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
melawan penjajah. Pilar penting dalam keberhasilah rakyat

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 153


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

mendeklarasikan kemerdekaan adalah karena adanya semangat


gotong royong yang ditanamkan. Penanaman nilai gotong
royong menjadi menjadi senjata untuk membawa sebuah
perubahan. Gotong royong yaitu sikap yang selalu kerja sama,
bahu membahu satu sama lain dengan semangat persatuan agar
segala permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan. Ketika
ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, maka
seseorang yang lainnya dengan segera melakukan tin dakan
untuk menolongnya. Sikap gotong royong yang harus
ditanamkan pada anak agar menciptakan kerukunan dan
toleransi di tengah banyaknya perbedaan adalah memahami
dan melaksanakan nilai-nilai yang terkandung didalamnya
sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis.

Kesimpulan
1. Raden Mas Soewardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara adalah
bangsawan keraton Yogyakarta sekaligus masih berada dalam garis
keturunan Sunan Kalijaga sehingga membuat Ki Hajar Dewantara
menjadi keturunan bangsawan dan juga ulama. Kegemaran Ki Hajar
Dewantara bergaul dengan masyarakat menengah ke bawah
mendorongnya untuk membuang gelar bangsawannya dan merubah
namanya menjadi Ki Hajar Dewantara agar dapat lebih merakyat
dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya yang kebanyakan
adalah rakyat biasa.
2. Ki Hajar Dewantara merupakan sosok pejuang sejati yang memiliki
karakter yang teguh, dimana beliau rela mengorbankan segala baik
ilmu, fikiran, tenaga dan materi yang dimilikinya demi membela

154 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

tanah air tercinta Indonesia, dan demi mencerdaskan kehidupan


rakyat Indonesia agar tidak senantiasa terjajah. Ki Hajar Dewantara
berjuang sebagai pejuang bangsa, pendidik, budayawan maupun
pemimpin rakyat, semata-mata dilakukan hanya untuk mencapai
kesejahteraan bagi bumi pertiwi.
3. Ki Hajar Dewantara yang mengartikan pendidikan karakter sebagai
pola untuk membentuk peserta didik yang beradab, membangun
watak manusia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, merdeka lahir
batin, luhur akal budinya, cerdas dan memiliki ketrampilan, sehat
jasmani dan rohani, sehingga bisa mewujudkan manusia yang
mandiri serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa,
negara dan masyarakat pada umumnya. Secara khusus pendidikan
karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam hati,
cipta, rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai
sebagai perpaduan antara pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik atau buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati
4. Konsep pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara yaitu ;
Pertama, sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara
dikembangkan berdasarkan lima asas pokok yang disebut
pancadharma Taman Siswa, yang meliputi: kemerdekaan, kodrat
alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Kedua, pokok
ajaran yang menjadi tujuan Ki Hajar Dewantara adalah mendidik

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 155


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

rakyat agar berjiwa kebangsaan dan berjiwa merdeka, serta menjadi


kader-kader yang sanggup dan mampu mengangkat derajat nusa dan
bangsanya sejajar dengan bangsa lain yang merdeka dan membantu
perluasan pendidikan dan pengajaran. Ketiga, Pendidikan karakter
tidak hanya melibatkan aspek moral knowing, tetapi juga moral
feeling dan moral action. Ki Hajar Dewantara menerjemahkan
langkah tersebut dengan konsep cipta, rasa dan karsa serta
membaginya menjadi empat tingkatan dalam pengajaran pendidikan
karakter, adapun materi pendidikan karakter tersebut yaitu; taman
Indria dan taman Anak (5-8 tahun), taman Muda (umur 9-12 tahun),
taman Dewasa (umur 14-16 tahun), taman Madya dan taman Guru
(umur 17-20). Keempat, Dalam proses tumbuh kembangnya seorang
anak, Ki Hajar Dewantara memandang adanya tiga pusat pendidikan
yang memiliki peranan besar, yang disebut dengan trisentra
pendidikan, yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat. Dan ketiga aspek tersebut memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam proses pembentukan karakter
pada anak.
Ki Hajar Dewantara mengatakan perlunya penguasaan diri
dalam diri anak untuk mengalahkan nafsu agar dapat terbentuk
karakter anak yang beradab, orang yang memiliki kecerdasan budi
pekerti akan senantiasa memikirkan dan mempertimbangkan terlebih
dahulu sikap dan perilaku yang dilakukannya. Kecerdasan budi
pekerti tersebut meliputi sikap, perilaku dan nilai-nilai yang
dilakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan
kamil. Dalam konteks sekarang telah dikembangkan oleh

156 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

Kementrian Pendidikan Nasional telah dirumuskan dalam 18 nilai


karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai
upaya membangun karakter bangsa, yaitu religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab.
5. Implikasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembentukan moral
generasi muda ; Pertama, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
pendidikan adalah suatu proses bukan hanya sebuah hasil, yang
diterapkan dalam pembelajaran aktif dimana siswa memahami teori
dan juga mempraktekan apa yang sudah dipahaminya dalam
kehidupan nyata. Kedua, sistem among Ki Hajar Dewantara
dijadikan sistem pembelajaran di sekolah, karena pentingnya peran
pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Ketiga, Tripusat
pendidikan Ki Hajar Dewantara merupakan lingkungan pendidikan
yang efektif dimana lingkungan keluarga dijadikan sebagai peletak
dasar pendidikan anak, sekolah sebagai pendamping dalam
keluarga, dan masyarakat adalah pelengkap pendidikan. Keempat,
Trikon Ki Hajar Dewantara dijadikan sebagai dasar pendidikan.

Daftar Pustaka
Abrasyi, Athiyah. 1993. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.

Anshori, Nasruddin. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan.


Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 157


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan


Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.

Ar-Rozi, May Mualifah. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang


Konsep Pendidikan Budi Pekerti. STAIN Salatiga.

Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Damayanti, Deni. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di


Sekolah. Yogyakarta: Pinang Merah.

Darajat, Zakiah. 1968. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta:


Bulan Bintang.

Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral


Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.

Dewantara, BS. 1979. Nyi Hajar Dewantara. Jakarta: Gunung Agung.

Desmon, Achmad. 2007. Ensiklopedia Peradaban Dunia. Jakarta: Restu


Agung.

Doni Kusuma. 2012, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global.
http//:pendidikankarakter/strategi/mendidik/anak/dizaman/global.
Diunduh pada tanggal 8 September 2015.

Dwiyanto, Djoko. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila.


Yogyakarta: Ampera Utama.

Echols, John. 2010. Kamus Inggris Indonesia. Cetakan XXIX. Jakarta:


Gramedia.

Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 4. 2004. Jakarta : Delta Pamungkas

Ismadi, Hurip Danu . 2014. Pendidikan Karakter dalam Perspektif


Kebudayaan. Jakarta: Gading Inti Prima.

Isjoni. 2006. Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jakarta:


Yayasan Obor.

158 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009


Nur Anisah

Jumali. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah


University Press UMS.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Departemen Pendidikan


Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

Kesuma, Dharma. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik


di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Listiyani, Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif,


Inovatif, dan Kreatif. Jakarta: Erlangga.

Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 1977. Karya Ki Hajar Dewantara


Bagian Pertama Pendidikan. Cetakan ke-2. Jogjakarta: Yayasan
Persatuan Taman Siswa.

Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 1994. Karya Ki Hajar Dewantara


Bagian II Kebudayaan. Cetakan ke-2. Jogjakarta: Yayasan
Persatuan Taman Siswa.

Mila. 2012, Menanamkan Sikap Toleransi pada Anak.


http://ahmadrasidi.blogspot.com. Diunduh pada 12 September
2015.

Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Anak Sejak


dari Rumah. Yogyakarta: Pustaka Insani Madani.

Nata, Abuddin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Navis, AA. 1996. Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei. Jakarta:


Gramedia.

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis.


Bandung: Rosdakarya.

Rahma, Ulfi. 2010. Pendidikan Karakter dalam UU NO. 20 TAHUN


2003. Diunduh pada tanggal 29 September 2015.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009 _________________________ 159


Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Ki Hajar Dewantara

Robertus Belamirnus. 2014. (KOMPAS.com, Buku Ki Hajar Dewantara


jadi Referensi di Finlandia). Diunduh pada tanggal 8 Agustus
2015.

Saleh, Muwafik. 2002. Membangun Karakter dengan Hati Nurani.


Jakarta: Erlangga.

Soeratman, Darsiti. 1989. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.

Subono. 2010, Ki Hajar Dewantara Pemikiran dan Pengabdiannya


untuk Pendidikan Bangsa. http//yayasansoebono.org/. Diunduh
pada tgl 25 Agustus 2015.

Sukiman. 2004, Ki Hajar Dewantara. www.tamansiswa.org. Di unduh


pada tanggal 14 Agustus 2015.

Surjomiharjo, Abdurrachman. 1986. Ki Hajar Dewantara dan Taman


Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sinar Harapan.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-


Ruzz.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung:


Rosdakarya.

Suyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Tim Dosen FIP. 1980. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya:


Usaha Nasional.

Wahab, Rochmat. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-


nilai Target. Semarang: Aneka Ilmu.

Wijaya, Cece. 1992. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan Dan


Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zanoism. 2014, Konsep Pendidikan Menyenangkan. http//:edukasi


kompasiana.com. Diunduh pada 28 Mei 2015.

160 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 1, Juni 2009

You might also like