Professional Documents
Culture Documents
Nur Anisah
Instansi
Abstract
The purpose of this study was to determine the concept of character
education in the perspective of Ki Hajar Dewantara and their
implications in education today. This research was focused on the literary
reference books and relevant sources. The data were taken by library
research and qualitative approach literature which is a purely literary
study, using the method of documentation to find the data on things or
variables in the form of notes such like books, magazines, documents,
regulations, daily notes, meeting notes, journals and so on. The research
found that Ki Hajar Dewantara respected by the people as well his
enemy, because he has extensive knowledge and unique thinking. Ki
Hajar Dewantara gives hope for the bottom to be able to get an education
as well as the national spirit culture homage to his educational concept.
Ki Hajar Dewantara has among systems, which educators have a very
important role, namely as role models and mentors for the students, so
that parents and teachers are required to behave well in front of their
students. As pointed out above, it is important to writers to contribute in
the form of suggestion, such as Ki Hajar Dewantara’ concept of thought
has an applicable relevant concept in the purpose of building and
maintaining character education up to now.
Pendahuluan
Bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 17
Agustus 1945, akan tetapi hingga saat ini kondisi bangsa Indonesia masih
mengkhawatirkan. Kurang lebih sudah hampir 70 tahun bangsa
Indonesia menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara bebas dari
penjajah tetapi Indonesia memiliki kondisi yang unik dilihat dari
dan praktik, karakter bangsa yang beradab. Beradab dalam arti luas,
menjadi suatu bangsa yang memiliki karakter berbudaya dan
berperikemanusiaan. Karakter bangsa yang bersatu, dimana didalamnya
termasuk menegakkan toleransi, tidak mungin Indonesia dapat bersatu
tanpa adanya toleransi, keharmonisan, dan persaudaraan. Karakter
bangsa yang berdaya, dalam arti yang luas berdaya berati menjadi bangsa
yang berpengetahuan, terampil, berdaya saing secara mental, pemikiran
maupun teknis. Daya saing bukan hanya sekedar dalam arti materi dan
mekanik, melainkan dalam makna secara mental, hati dan pikiran.
Karakter bangsa yang berpartisipasi. Partisipasi amat diperlukan untuk
menghapus sikap masa bodoh, mau enaknya saja, dan tidak pernah peduli
dengan nasib bangsa Indonesia. Karakter partisipasi ditandai dengan
penuh peduli, rasa dan sikap bertanggung jawab yang tinggi serta
komitmen yang tumbuh menjadi karakter dan watak bangsa Indonesia
(Ismadi. 2014: 29).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam
pidatonya menyinggung minat baca masyarakat Indonesia yang masih
sangat rendah, yakni 0,001 persen dari data United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Melalui persoalan
minat baca tersebut, Anies Baswedan juga menyayangkan Indonesia
tidak belajar dari buku berjudul “Sekolah Taman Siswa” karangan Ki
Hajar Dewantara. Bapak Menteri kecewa karena buku Ki Hajar
Dewantara tersebut telah dujadikan referensi di Finlandia akan tetapi di
Indonesia buku tersebut tidak dibaca, dalam buku tersebut salah satunya
Ki Hajar Dewantara telah menuliskan tentang kondisi belajar yang
menyenangkan. Bung Anies mengatakan bahwa pemerintah Finlandia
telah mengikuti pandangan Ki Hajar Dewantara dengan mengubah sistem
bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat
oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan
masyarakat. Keluarga tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangannya baik secara fisik
maupun mental.
Lingkungan sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan
karena pengaruhnya sangat besar pada jiwa anak. Maka disamping
keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi
sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Sekolah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Lingkungan
masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak, juga meliputi teman-
teman anak di luar sekolah. Kondisi orang-orang di lingkungan desa atau
kota tempat tinggal anak juga turut mempengaruhi perkembangan
jiwanya (Yuwono, 2015: 3).
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan yang
menunjukan bahwa proses pembelajaran tidak harus berlangsung di
sekolah, akan tetapi dapat dilakukan dimana pun dan oleh siapa pun.
Dalam pembelajaran ditekankan pentingnya penanaman nilai moral dan
karakter agar dapat membentuk kemampuan dan watak peradaban bangsa
yang bermartabat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Ki Hajar
Dewantara dengan sistem among, menegaskan bahwa dalam
pembelajaran tidak melulu harus mengedepankan hasil akan tetapi
prosesnya. Sistem among menuntut pamong (pendidik) untuk menjadi
seorang teladan bagi peserta didiknya, karena anak didik lebih cenderung
mencontoh apa yang dilihatnya dari pada apa yang didengarnya.
Permasalahan
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter?
2. Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut Ki Hajar
Dewantara?
3. Bagaimana implikasi konsep pendidikan karakter menurut Ki
Hajar Dewantara?
Tinjauan Pustaka
Penegasan istilah dalam penelitian ini sangat diperlukan agar tidak
terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis
akan menjelaskan istilah-istilah lain adalah didalam judul ini. Istilah yang
perlu penulis jelaskan sebagai berikut :
Metode Penelitian
Metode penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kajian pustaka atau
sering disebut penelitian pustaka, yaitu menghimpun data dengan cara
menggunakan bahan-bahan tertulis, seperti : buku, artikel, surat kabar,
Pembahasan
A. Analisi Data
1. Pengertian pendidikan karakter
Definisi pendidikan karakter cukup beragam sesuai dengan
versi dan sudut pandang keilmuan tertentu, pendidikan
merupakan proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik
untuk lebih manju (Listyarti, 2012: 2). Sedangkan karakter
berasal dari bahasa inggris character, artinya watak. Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah
tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar anak-anak
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ki Hajar
Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah pendidikan
karakter, mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat
membangun budi pekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat
mewujudkan kepribadian (persoonlijkhheid) dan karakter (jiwa
yang berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan
senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli
bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan lain-lain (Tamansiswa.
1977: 24).
Pendidikan karakter merupakan perpaduan antara
kecerdasan ilmu dan kecerdasan berperilaku (akhlak), dimana di
dalamnya terdapat unsur yang penting yaitu nilai moral yang
dalam konteks ini peranan orang tua dan guru sangat penting
dalam mencermati perilaku anak didiknya. Dalam
pelaksanaanya anak perlu diberi pemahaman dan penjelasan
tentang arti dan manfaat kejujuran dalam kehidupan bersama.
Selain itu, anak juga diajak berpikir dan bersikap atas
pernyataan: bagaimana jika kondisi ketidakjujuran ada di
tengah masyarakat. Melalui kegiatan-kagiatan yang kasat mata,
sederhana, serta ada di sekitar sekolah dan keseharian siswa,
anak diajak untuk mengambil sikap yang benar dalam masalah
kejujuran. Nilai dan sikap kejujuran sangat terkait dengan nilai
keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab pada diri manusia.
Salah satu kegiatan yang menuntut kemandirian dan
tanggung jawab siswa adalah kegiatan ekstrakurikuler yang
merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih
kemandirian siswa. Melalui kegiatan ini siswa dilatih dan
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang
dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin.
Kegiatan ekstrakurikuler sangat membantu proses
pengembangan ini, anak yang berbakat diberi kesempatan
untuk mengembangkannya, baik dari sisi akademis maupun
nonakademis.
Kegiatan non akademis yang cukup menarik dan dikenali
secara universal adalah kegiatan pramuka, kegiatan pramuka
yang terencana akan membuat anak senang dan terlatih untuk
dapat menyelesaikan persoalan, baik secara pribadi maupun
bersama. Kemandirian bukan berarti tidak butuh orang lain,
namun justru dalam kebersamaan dengan orang lain.
Kesimpulan
1. Raden Mas Soewardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara adalah
bangsawan keraton Yogyakarta sekaligus masih berada dalam garis
keturunan Sunan Kalijaga sehingga membuat Ki Hajar Dewantara
menjadi keturunan bangsawan dan juga ulama. Kegemaran Ki Hajar
Dewantara bergaul dengan masyarakat menengah ke bawah
mendorongnya untuk membuang gelar bangsawannya dan merubah
namanya menjadi Ki Hajar Dewantara agar dapat lebih merakyat
dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya yang kebanyakan
adalah rakyat biasa.
2. Ki Hajar Dewantara merupakan sosok pejuang sejati yang memiliki
karakter yang teguh, dimana beliau rela mengorbankan segala baik
ilmu, fikiran, tenaga dan materi yang dimilikinya demi membela
Daftar Pustaka
Abrasyi, Athiyah. 1993. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.