You are on page 1of 16

NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam

Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219


Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

GOLONGAN YANG MENDAPATKAN RUKHSAH DALAM IBADAH


PUASA DAN KONSEKUENSI HUKUMNYA

Irsyad Rafi

Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar,


Jl. Inspeksi PAM Manggala-Antang Makassar
Email: irsyadrafi@stiba.ac.id

Keywords : ABSTRACT
category, rukhshah, fasting, This study described the groups granted with Rukhsah (concession)
law consequence in Fasting and its Legal Consequence. The method used in this study
is library research. Various literature was collected to obtain data
and facts. These data are collected, sorted, selected and then analyzed
to answer the four primary studies that are what is the definition of
Rukhsah in general, what are the obstacles that allow Rukhsah to
be granted, what is the concept of Rukhsah in fasting? And which
categories are granted with the Rukhsah in fasting and what are the
legal consequences? The results of the study showed that the Rukhsah
is a law that applies based on an argument, which violates existing
legal arguments (the original law / azīmah) due to udzur (obstacles).
The obstacles as the cause of Rukhshah includes: journey (safar),
sickness, necessity, forgetfulness, ignorance, conditions that are very
difficult to avoid, and insufficiency. Briefly udzur (obstacles) or the
requirements of Rukhsah could be: emergency (ad-ḍarūrah), or the
existence of difficulties (al-masyaqqah) or just needs (al-hājah).
Rukhṣah is concession and the form of concession is concession
granted for not fasting in the month of Ramadhan with the
consequence of replacing the missed fasting in accordance with the
Shari'ah known as qaḍā ’or fidyah. The Groups that are granted
with the Rukhshah in Fasting are sick people, travelers, menstrual
and pureperal women, old people, pregnant or breastfeeding woman.
Those are udzur or the causes of a woman to be granted with
Rukhsah for not fasting.

204
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

PENDAHULUAN 3. Bagaimana konsep rukhṣah dalam


ibadah puasa?
Puasa ramadhan adalah ibadah 4. Siapa saja yang mendapatkan
yang agung, titah perintah dari Sang rukhṣah dalam ibadah puasa dan
Maha Esa yang tertuang dalam QS. al- apa saja konsekuensi hukumnya?
Baqarah/2: 183.
‫ِب‬ ِ ‫علَي ُك ُم‬
َ ‫ٱلصيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ‫ِب‬ َ ‫َٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُواْ ُكت‬ PEMBAHASAN
َ‫علَى ٱلَّ ِذينَ مِ ن َقب ِلكُم لَ َعلَّكُم تَتَّقُون‬
َ
Terjamahnya: A. Tinjauan Umum tentang
“Hai orang-orang yang beriman, Rukhṣah
diwajibkan atas kamu berpuasa Secara bahasa, kata rukhṣah
sebagaimana diwajibkan atas (‫ )رخصة‬berasal dari kata rakhuṣa (‫)رخص‬
orang-orang sebelum kamu agar ُ
yang secara umum bermakna
kamu bertakwa”1
“keringanan dan kemudahan”, juga
Kedudukan puasa ramadhan
memiliki makna lain sebagaimana yang
dalam Islam dan bagi kaum muslimin
disebutkan dalam Lisān al-`Arab(2), kata
sangatlah penting. Ia adalah sebuah
kewajiban yang harus ditunaikan rukhṣah mempunyai banyak makna,
sebagaimana kewajiban shalat lima diantaranya adalah:
waktu. Karena itu, setiap muslim 1. Halusnya sentuhan. Dikatakan
seyogyanya memahami hal-hal yang (‫" )رخص البدن‬rakhuṣa al badanu"
berkenaan dengannya. Agar tercapai (badan yang halus dan lembut
tujuan ibadah yakni diterima disisi sentuhannya).
Allah swt. yang dimana salah satu 2. Turunnya harga. )‫(رخص الشيئ رخصا‬
syaratnya adalah harus sesuai dengan " rakhuṣa asy syai'u rukhṣan"
petunjuk-Nya. (harga barang itu murah).
Sebagian kaum muslimin 3. Izin terhadap sesuatu setelah ada
terlalu longgar dalam menjalankan larangan. )‫ " (رخص له ف األمر‬rakhuṣa
syariat puasa, sampai pada tahap
meninggalkan puasa tanpa lahu fil amri" (dizinkan suatu
menggantinya dengan dalih bahwa perkara untuknya).
syariat tidak memberatkan ummatnya. Kata rukhṣah mengikuti wazan
Sebagian lagi terlalu bersemangat fu`lah, seperti lafadz gurfah, yang
dalam menjalankan ibadah ini hingga menjadi lawan kata dari tasydid
terkesan mempersulit diri, padahal ada (memberatkan), yakni rukhṣah
keringanan yang disiapkan. Keduanya dimaknai sebagai pemberian
merupakan realita yang terjadi kemudahan dalam sesuatu. Dikatakan,
ditengah kaum muslimin, karena "Rakhkhaṣa asy-Syar`u fi każā
kurangnya pemahaman terhadap tarkhīṣah" (syariat memberi
konsep rukhṣah dalam ibadah puasa. kemudahan dalam masalah ini).3
1. Apa pengertian rukhṣah secara Rasulullah saw. bersabda:
umum?
2. Bagaimana ketentuan udzur yang
dianggap sebagai sebab rukhṣah? 2Ibnu al-Manẓūr, Lisan al-‘Arab, Juz VII

(Cet.3, Beirut, Dār Ṡādir, 1994), h. 40-41.


3Kementrian Agama Kuwait, al-
1Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Mawsū’ah al-Fiqhiyyah Juz XXII (Cet.1, Kuwait,
Terjemahya (Depok; Sabiq 2012), h.28. Dār as-Ṡafwah, 1995) h.151.

Irsyad Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…


205
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

‫صهُ َك َما يَك َْرهُ أَ ْن ت ُْؤتَى‬


ُ ‫ب أَ ْن ت ُْؤتَى ُر َخ‬ َ َّ َّ‫إن‬
ُّ ِ‫َّللا يُح‬ “Hukum yang berlaku
ُ‫َمع ِْصيَتُه‬ berdasarkan suatu dalil, yang
Artinya: menyalahi dalil hukum yang
"Sesungguhnya Allah senang sudah ada karena adanya udzur”
jika didatangi rukhṣah Defenisi ini dipilih karena telah
(kemudahan) yang Ia berikan, mencakup defenisi-defenisi lainnya
sebagaimana Dia benci ketika yang diungkapkan para ulama ushul
didatangi maksiatNya”4 yang kesemuanya bersepakat pada tiga
Para ulama Ushul Fiqh poin :
berbeda ketika mendefinisikan rukhṣah 1. Adanya dalil yang menjadi pondasi
dengan beberapa definisi. Prof. Dr. dari berlakunya rukhṣah.
Abdul Karim an-Namlah dalam 2. Adanya udzur yang membolehkan
bukunya(5), setidaknya menyebutkan keluar dari hukum asli(azimah)
empat belas definisi yang diungkapkan menuju rukhṣah.
oleh ulama ushul. 3. Hukum rukhṣah bukanlah
Diantaranya adalah al-Āmidī, merupakan hukum terapan yang
beliau mendefinisikan rukhṣah dengan asli, melainkan ia hanya
sesuatu yang disyariatkan karena merupakan hukum yang
udzur, tetapi dalil pengharaman tetap ditetapkan Allah Subḥānahūwata’ālā
berlaku. Adapun asy-Syāṭibī untuk meringankan
berpendapat bahwa rukhṣah adalah mukallaf/manusia dan mengangkat
sesuatu yang disyariatkan karena udzur kesulitan yang dihadapi.
yang sulit, sebagai pengecualian dari Rukhṣah adalah lawan dari
hukum asli yang umum sebelumnya ‘azīmah, hal ini dikarenakan azīmah
dilarang, dengan ketentuan hanya adalah perintah untuk mengamalkan
dimanfaatkan pada saat-saat yang sesuatu sesuai dengan dalil yang ada.
dibutuhkan. Sementara Imam al- Sementara rukhṣah adalah
Ghazali mendefinisikan rukhṣah mengamalkan sesuatu yang tidak
sebagai sesuatu yang boleh dilakukan sesuai dengan dalil yang ada,
padahal hukumnya haram. dikarenakan adanya udzur yang
Dr. al-Namlah kemudian menjadi halangan pelaksanaannya.
memilih pendapat al-Bayḍāwī dalam Dari sini dapat disimpulkan bahwa
mendefinisikan rukhṣah setelah hukum rukhṣah adalah:
memberikan komentar dan sanggahan 1. Hukum yang disyariatkan pada
pada setiap defenisi para ulama ushul. tahap kedua, sebagai bentuk
Secara umum rukhṣah diartikan pengecualian dari hukum asli yang
dengan: umum yaitu ‘azīmah.
‫الحكم الثابت على خالف الدليل لعذر‬ 2. Bahwa dalil hukum asli yaitu
Artiya: ‘azīmah masih tetap berlaku dan
masih harus dilaksanakan bagi
orang yang tidak memiliki udzur.
3. Faktor udzur lah yang menjadi
4Aḥmad Ibn Hanbal, Musnad Al-Imām
sebab dilaksanakannya rukhṣah.
Aḥmad Ibn Ḥanbal Juz X, (cet, II; t.p, Muassasah
Dari sini dapat disimpulkan
Al-Risālah, 1999), h.107.
5Abdul Karim Al-Namlah, Al-Rukhaṣ Al- bahwa adanya rukhṣah adalah sebagai
Syar’iyyah wa Iṡbātuhā bi Al-Qiyās, (Cet.1, bentuk kemurahan dari Allah
Riyadh, Maktabah ar-Rusyd, 1990) h. 12-44. Subḥānahūwata’ālā kepada para

206
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

hambaNya, terutama ketika kondisi adapula yang tidak kuat walaupun dari
tidak memungkinkan untuk segi medis kadar penyakitnya sama.
melaksanakan ‘azīmah tersebut. Tapi rukhṣah disini diperuntukkan
hanya kepada orang yang tidak kuat
B. Ketentuan udzur yang dianggap saja.
sebagai sebab rukhṣah. Contoh lain: Seorang yang
Sudah diketahui melalui terbiasa bersabar dengan rasa lapar
defenisi rukhsah yang telah dan tidak mempengaruhi keadaannya,
disebutkan, bahwa faktor udzur lah ia tidak diberi rukhsah untuk makan
yang menjadi sebab seseorang bangkai. Beda halnya dengan
mengambil rukhṣah. Sebelum menuju seseorang yang tidak terbiasa dengan
ke pembahasan lebih lanjut, terlebih rasa lapar, ia dibolehkan makan
dahulu kita harus mengetahui udzur bangkai. Karena kalau tidak,
mana saja yang dimaksudkan. Para dikhawatirkan akan mendatangkan
ulama telah menyebutkan udzur atau mudharat pada dirinya.
sebab rukhṣah diantaranya al-Suyuthi Maka sekali lagi udzur tidak
yang menyebutkan tujuh sebab memiliki ukuran yang paten, dan
rukhṣah sebagai berikut6 kesulitan hendaknya dikembalikan
1. Safar (‫)السفر‬. kepada setiap person. Tergantung
dengan ijtihad masing-masing yang
2. Sakit (‫)املرض‬. bersandarkan pada kekuatannya dalam
3. Paksaan (‫)اإلكراه‬. menghadapi kesulitan tersebut,
4. Lupa (‫)النسيان‬. keimanan serta sifat wara’nya.
Akan tetapi satu hal yang perlu
5. Kebodohan (‫)اجلهل‬. diperhatikan bahwa dalam mengambil
6. Keadaan yang sangat sulit rukhṣah, hendaklah setiap orang
dihindari (‫)العسر وعموم البلوى‬. berhati-hati sebisa mungkin. Artinya ia
7. Kekurangan (‫)النقص‬ tidak mengambil rukhṣah tersebut
Secara singkat udzur atau kecuali ia telah benar-benar yakin
sebab seseorang mengambil rukhṣah bahwa ia sangat membutuhkan
itu bisa berupa adanya keterpaksaan rukhṣah tersebut. Karena ada sebagian
(ad-ḍarūrah), atau adanya kesulitan (al- orang “tatabbu’ rukhaṣ” hanya sekedar
masyaqqah) ataupun sekedar kebutuhan mencari kemudahan dan lari dari
(al-hājah). Akan tetapi hal ini tidak perintah dan larangan syariat, maka hal
memiliki ukuran yang pasti antara ini merupakan suatu yang dilarang.7
setiap orang dengan yang lainnya. C. Rukhṣah Dalam Ibadah Puasa
Kapan ia harus bertahan dengan Ditinjau dari segi hukum,
‘azīmah (hukum asal), dan kapan ia puasa terbagi menjadi dua yakni: puasa
sudah bisa mengambil wajib dan puasa sunnah. Akan tetapi
rukhṣah/keringanan. pembahasan pokok dalam rangkaian
Sebagai contoh: Masalah udzur tulisan ini adalah mengenai puasa
sakit, sebagian orang ada yang kuat wajib di bulan ramadhan.
dengan penyakit yang ia derita, Setiap muslim seyogyanya
memahami bahwa Ibadah puasa tidak
6Al-Suyūṭī, Al-Asybāh wa Al-Naẓāir,
(Cet.1, Beirut; Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1983), h. 7Abdul Karim Al-Namlah, Al-Rukhaṣ Al-

77-80 Syar’iyyah wa Iṡbātuhā bi Al-Qiyās, h. 12-44.

207
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

bersifat memberatkan, sehingga setiap Yang akan kami paparkan sesuai


muslim harus mengetahui kemudahan- dengan jenis udzurnya.8
kemudahan yang telah ditetapkan oleh a. Orang Sakit.
Allah swt. kepada para hamba-Nya Yang dimaksudkan sakit
pada keadaan-keadaan tertentu dalam adalah seseorang yang mengidap
berpuasa. Hal tersebut biasa penyakit yang membuatnya tidak lagi
diistilahkan dengan rukhṣah. Tetapi dikatakan sehat. Para ulama telah
dengan adanya rukhṣah, bukan berarti sepakat mengenai bolehnya orang
menjadi alasan untuk meninggalkan sakit untuk tidak berpuasa secara
kewajiban berpuasa di bulan umum. Nanti ketika sembuh, dia
ramadhan. diharuskan mengqaḍā’ puasanya yakni
Sebagaimana yang telah menggantinya kapan pun diluar bulan
dijelaskan bahwa rukhṣah adalah ramadhan sebelum datangnya
keringanan. Maka bentuk keringanan ramadhan berikutnya. Dalil mengenai
yang dimaksud dalam ibadah puasa ini hal ini adalah firman Allah swt. QS.
adalah, keringanan untuk tidak QS. al-Baqarah/2: 185.
berpuasa pada waktu yang telah ‫س َفر َف ِعدَّة ِمن أَيَّ ٍام‬ َ ‫َو َمن كَانَ َم ِريضًا أَو‬
َ ‫علَ َٰى‬
ditentukan yakni bulan ramadhan. ‫أ ُ َخ َر‬
Tentu dengan konsekuensi mengganti Terjemahnya:
puasa yang ditinggalkan sesuai dengan Dan barang siapa sakit atau
ketentuan yang telah digariskan oleh dalam perjalanan (lalu ia
syari’at. berbuka), maka (wajiblah
Secara garis besar, pengganti baginya berpuasa), sebanyak hari
puasa ramadhan ada dua bentuknya: yang ditinggalkannya itu, pada
Pertama: Menggantinya hari-hari yang lain.9
dengan berpuasa yang semisal, Untuk orang sakit ada tiga
sejumlah hari yang ditinggalkan dalam kondisi :
bulan ramadhan, yang biasa Kondisi pertama adalah
diistilahkan dengan qaḍā. Puasa qaḍā apabila sakitnya ringan dan tidak
dikerjakan kapan pun diluar bulan berpengaruh apa-apa jika tetap
ramadhan dengan syarat, yakni berpuasa. Contohnya adalah pilek,
dikerjakan sebelum datangnya pusing atau sakit kepala yang ringan,
ramadhan berikutnya. dan perut keroncongan. Untuk kondisi
Kedua: Membayar fidyah, pertama ini tetap diharuskan untuk
bagi orang yang sama sekali tidak berpuasa dan tidak termasuk golongan
mampu untuk membayar utang yang mendapat rukhṣah.
puasanya dengan cara mengqaḍā. Kondisi kedua adalah apabila
D. Golongan yang Mendapatkan sakitnya bisa bertambah parah atau
Rukhṣah dalam Ibadah Puasa. akan menjadi lama sembuhnya dan
Berikut golongan orang-orang menjadi berat jika berpuasa, namun
yang mendapatkan rukhṣah dalam tidak sampai membahayakannya.
puasa, yakni keringanan berbuka/tidak Untuk kondisi ini dianjurkan untuk
berpuasa di siang bulan ramadhan.
8Kamal bin Sayyid Salim, Ṣaḥīḥ Fiqḥ
Sunnah, Juz II (Cet.1, Cairo; al-Maktabah al-
Tawfīqīyyah), h. 118-127.
9 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan

Terjemahya, h.83.

208
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

tidak berpuasa dan dimakruhkan jika untuk kamu dalam agama suatu
tetap ingin berpuasa. kesempitan”12
Kondisi ketiga adalah apabila
tetap berpuasa akan menyusahkan 4. Sebuah hadis yang
dirinya, bahkan bisa mengantarkan diriwayatkan oleh imam
pada kematian. Untuk kondisi ini Bukharī dan Muslim.
diharamkan untuknya berpuasa. Hal ‫ط ْعت ُ ْم‬ ْ ‫َوإِذَا أ َ َم ْرت ُ ُك ْم بِأ َ ْم ٍر َفأْت ُوا مِ ْنهُ َما ا‬
َ َ ‫ست‬
ini berdasarkan firman Allah swt. QS. Artinya:
al-Nisā’/4: 29. “Jika aku memerintahkan kalian
َ ُ‫َوال ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
‫س ُك ْم‬ untuk melakukan suatu perkara,
Terjemahnya maka lakukanlah semampu
“Dan janganlah kamu kalian.”(13)
membunuh dirimu.” 10
Masalah: Apakah orang yang dalam b. Musafir (orang yang bepergian
kondisi sehat boleh tidak berpuasa jauh).
karena jika berpuasa dia ditakutkan Musafir yang melakukan
sakit? perjalanan jauh sehingga mendapatkan
Boleh untuk tidak berpuasa keringanan untuk mengqaṣar shalat14
bagi orang yang dalam kondisi sehat dibolehkan untuk tidak berpuasa. Dan
yang ditakutkan akan menderita sakit dia diharuskan meng-qaḍā’ puasanya
jika dia berpuasa. Karena orang ini yakni menggantinya kapan pun diluar
dianggap seperti orang sakit yang jika bulan ramadhan sebelum datangnya
berpuasa sakitnya akan bertambah ramadhan berikutnya. Dalilnya adalah
parah atau akan bertambah lama firman Allah swt. QS. al-Baqarah/2
sembuhnya. Allah swt. Berfirman: 185.
1. QS. al-Nisā’/4: 29. ‫س َف ٍر َف ِع َّدةٌ مِ ْن أَيَّ ٍام‬ َ ‫َو َم ْن كَانَ َم ِريضًا أَ ْو‬
َ ‫علَى‬
‫س ُك ْم‬َ ُ‫َوال تَ ْقتُلُوا أَ ْنف‬ ‫أ ُ َخ َر‬
Terjemahnya: Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu Dan barang siapa sakit atau
membunuh dirimu.” dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah
2. QS. al-Baqarah/2: 185. baginya berpuasa), sebanyak hari
‫َّللا بِ ُك ُم ا ْليُس َْر َوال يُ ِري ُد بِ ُك ُم ا ْلعُس َْر‬
ُ َّ ‫يُ ِري ُد‬
Terjemahnya:
“Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”11 12 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan

Terjemahya, h.341.
3. QS. al-Hājj/22 :78. 13Muḥammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn

Al-Mugīrah Al-Bukharī, Ṣaḥīḥ Al-Bukharī, Juz IX,


ِ ‫علَ ْي ُك ْم فِي ال ِد‬
ٍ‫ين مِ ْن ح ََرج‬ َ ‫َو َما َجعَ َل‬
(t.p; Dār Ṭauq Al-Najāh, 1422H), h. 94.
Terjemahnya: 14Para ulama berselisih pendapat
“Dia telah memilih kamu dan mengenai batasan jarak hingga disebut safar
Dia sekali-kali tidak menjadikan sehingga boleh mengqaṣar shalat. Pertama :
jarak perjalanan sehari semalam atau 4 burud =
10
Kementrian Agama, Al-Qur’an dan 16 farsakh = 86 km. Kedua: jarak perjalanan tiga
Terjemahya, h.83. hari tiga malam. Ketiga : tidak adanya batasan
11 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan jarak safar, selama sudah disebut safar(secara
Terjemahya, h.28. ‘urf), maka sudah boleh mengqaṣar shalat.

209
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

yang ditinggalkannya itu, pada melakukan berbagai kebaikan, maka


hari-hari yang lain.15 pada kondisi seperti ini lebih utama
Masalah: Manakah yang lebih utama untuk berpuasa. Hal ini sebagaimana
bagi orang yang bersafar, berpuasa dicontohkan oleh Nabi shallallahu
atau berbuka? ‘alaihi wa sallam, di mana beliau masih
Para ulama dalam hal ini tetap berpuasa ketika safar.
berselisih pendapat. Setelah meneliti Dari Abū Darda ra, beliau
lebih jauh dan menggabungkan berkata:
berbagai macam dalil, dapat kita ‫َخ َر ْج َنا َم َع النَّبِ ِى – صلى هللا عليه وسلم – فِى‬
katakan bahwa musafir memiliki tiga ‫الر ُج ُل يَ َد ُه‬ ٍ ‫سفَ ِار ِه فِى ي َْو ٍم ح‬
َ َ‫َار َحتَّى ي‬
َّ ‫ض َع‬ ْ َ ‫ْض أ‬ ِ ‫بَع‬
kondisi. َّ َ ْ
‫ َو َما فِينا صَا ِئ ٌم إِال َما‬,‫ش َّد ِة الح َِر‬ ْ
ِ ‫س ِه مِ ن‬ ْ
ِ ‫علَى َرأ‬ َ
Kondisi pertama adalah jika ‫كَانَ مِ نَ النَّبِ ِى – صلى هللا عليه وسلم – َواب ِْن‬
berat untuk berpuasa atau sulit َ‫َر َواحَة‬
melakukan hal-hal yang baik ketika itu, Artinya:
maka lebih utama untuk tidak Kami pernah keluar bersama
berpuasa. Dalil dari hal ini dapat kita Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lihat dalam hadits Jabir bin Abdillah di beberapa safarnya pada hari
ra. Beliau mengatakan: yang cukup terik. Sehingga
‫َّللا – صلى هللا عليه وسلم – فِى‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫كَانَ َر‬ ketika itu orang-orang
َ
« ‫ فقَا َل‬,‫علَ ْي ِه‬ َ
َ ‫ َو َر ُجالً ق ْد ظ ِل َل‬,‫ َف َرأى ِزحَا ًما‬,‫سفَ ٍر‬
ُ َ َ meletakkan tangannya di
َ‫ْس مِ ن‬
َ ‫ي‬َ ‫ل‬ « ‫ل‬
َ ‫ا‬َ ‫ق‬‫ف‬َ . ‫م‬
ٌ ‫ئ‬
ِ ‫َا‬
‫ص‬ : ‫وا‬ُ ‫ل‬‫ا‬َ ‫ق‬ َ
‫ف‬ . » ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫ه‬َ ‫ا‬ ‫َم‬ kepalanya karena cuaca yang
َ
» ‫سف ِر‬َّ ‫البِ ِر الص َّْو ُم فِى ال‬ ْ begitu panas. Di antara kami
Artinya: tidak ada yang berpuasa. Hanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sallam ketika bersafar melihat saja dan Ibnu Rowahah yang
orang yang berdesak-desakan. berpuasa ketika itu.17
Lalu ada seseorang yang diberi Apabila tidak terlalu
naungan. Lalu Nabi shallallahu menyulitkan ketika safar, maka puasa
‘alaihi wa sallam mengatakan, itu lebih baik karena lebih cepat
“Siapa ini? ”Orang-orang pun terlepasnya kewajiban. Begitu pula
mengatakan, “Ini adalah orang puasa lebih mudah dilakukan karena
yang sedang berpuasa.” berpuasa dengan orang banyak itu
Kemudian Nabi saw bersabda, lebih menyenangkan daripada meng-
“Bukanlah suatu yang baik jika qaḍā’puasa sendiri sedangkan orang-
seseorang berpuasa ketika dia orang sedang tidak berpuasa.
bersafar”.16 Kondisi ketiga adalah jika
Di sini dikatakan tidak baik berpuasa akan mendapati kesulitan
berpuasa ketika safar karena ketika itu yang berat bahkan dapat
adalah kondisi yang menyulitkan. mengantarkan pada kematian, maka
Kondisi kedua adalah jika kondisi seperti ini wajib tidak berpuasa
tidak memberatkan untuk berpuasa dan diharamkan untuk berpuasa. Dari
dan tidak menyulitkan dalam Jabir bin Abdillah ra, beliau berkata:

15 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan

Terjemahya, h.28.
16Muḥammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn 17Muslim Ibn Al-Hajjāj Al- Qusyairī Al-

Al-Mugīrah Al-Bukharī, Ṣaḥīḥ Al-Bukharī, Juz IX, Naisāburī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz II (Bairūt; Dār Al-
h. 34. Kutub Al-Arābiyah, 2010), h. 790.

210
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

‫ج عَا َم‬ َ ‫ َخ َر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫أَنَّ َر‬ mudik. Apakah mereka boleh tidak
َ ‫ح ِإلَى َمكَّة فِى َر َمضَانَ َفصَا َم َحتَّى بَلَ َغ ك َُرا‬ َ
‫ع‬ ِ ْ‫ا ْلفَت‬ berpuasa?
ُ‫َح مِ ْن َماءٍ َف َر َفعَه‬ َ ُ
ٍ ‫اس ث َّم َدعَا بِقد‬ َّ
ُ ‫يم فصَا َم الن‬ َ ِ ِ‫ا ْلغَم‬ Ulama menjelaskan bahwa
َ َ
َ‫ب فقِي َل لَهُ بَ ْع َد ذ ِلك‬ َ ‫اس إِلَ ْي ِه ث ُ َّم ش َِر‬
ُ َّ‫َحتَّى نَ َظ َر الن‬ sopir jika ke luar kota dan
ُ‫اس َق ْد صَا َم َفقَا َل « أُولَ ِئكَ ا ْلعُصَاة‬ ِ َّ‫ِإنَّ َبعْضَ الن‬ perjalanannya dikatagorikan termasuk
ُ‫أُولَئِكَ ا ْلعُصَاة‬ safar, maka mereka mendapatkan
Artinya: semua rukhṣah (keringanan) safar
Sesungguhnya Rasulullah seperti menqaṣar dan menjamak shalat,
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengusap khuff selama tiga hari.
keluar pada tahun (Fathu Begitupula ia mendapatkan rukhṣah
Makkah) menuju Makkah di tidak berpuasa pada bulan ramadhan
bulan Ramadhan. Beliau ketika dan mengqaḍā’nya di hari yang lain.
itu berpuasa, hingga ketika Dan tentunya juga berlaku hukum
sampai di Kurā’ al-Gamīm lebih utama mana baginya berbuka
(suatu lembah antara Mekkah atau berpuasa, sebagaimana yang telah
dan Madinah), orang-orang dijelaskan. Hal ini sebagaimana yang
ketika itu masih berpuasa. difatwakan oleh Syaikh al-‘Uṡaimin19,
Kemudian beliau meminta Syaikh bin Baz20 dan juga merupakan
diambilkan segelas air. Lalu fatwa resmi dari lembaga komisi fatwa
beliau mengangkatnya dan Saudi Arabiyah, al-Lajnah ad-
orang-orang pun Dāimah.21
memperhatikan beliau c. Wanita Haid dan Nifas
meminum air tersebut. Setelah Para ulama sepakat bahwa
beliau melakukannya, ada yang wanita yang tengah menjalani masa
mengatakan: “Sesungguhnya haid dan nifas tidak boleh berpuasa.
sebagian orang ada yang tetap Keduanya dibolehkan berbuka, tetapi
berpuasa.” Rasulullah shallallahu harus menggantinya pada hari-hari
‘alaihi wa sallam pun yang lain. Dan jika keduanya tetap
mengatakan, “Mereka itu adalah berpuasa, maka puasanya tidak sah.
orang yang durhaka. Mereka itu Sebagaimana sebuah riwayat dari
adalah orang yang durhaka.18 Aisyah raḍiyallahu ‘anhā beliau
Nabi saw. mencela orang- mengatakan :
orang tersebut karena mereka ‫كنا نحيض على عهد رسول هللا فنؤمر بقضاء‬
berpuasa dalam kondisi sangat sulit ‫الصوم وال نؤمر بقضاء الصالة‬
seperti ini. Artinya:
Masalah: Apakah hukum musafir “Kami haidh di zaman
berlaku bagi para sopir mobil, bus, Rasulullah, maka kami
atau truk? Karena pekerjaan mereka
yang terus-menerus di siang hari pada 19Faḥd al-Sulaiman, Majmū’ Fatāwā wa
bulan Ramadhan. Bahkan para sopir
rasāil Syaikh al-‘Uṡaimīn, Juz XIX (Riyadh; Dar al-
luar kota mungkin lebih bekerja giat di Ṡurayyā, 2003), h. 141-142.
bulan ramadhan, terlebih di musim 20Abdullah Bin Baz, Fatwa Nūrun ‘alā Al-

Darb, Juz.XVI, (Cet.1, Riyadh; ar-Riāsah al-


‘Āmmah lil Buhūṡ al-‘Ilmiyyah wal Iftā, 2010), h.
145-147.
18Muḥammad Ibn Ishāq Ibn Khuzaimah, 21Ahmad ad-Duwaysy, Fatāwā al-Lajnah

Ṣaḥīh Ibn Khuzaimah, Juz III (Bairūt; Al-Maktab ad-Dāimah, Juz.X (cet 1, Riyāḍ; Dar al-‘Āṣimah,
Al-Islamiyah, 1970), h. 255. 1996), h. 204.

211
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

diperintahkan untuk mengganti e. Wanita Hamil dan Menyusui


puasa dan tidak diperintahkan Hamil ataupun menyusui
untuk mengganti shalat”22 adalah dua kondisi yang sebenarnya
d. Orang Tua Renta dalam bukan merupakan udzur atau sebab
Keadaan Lemah, dan Orang wanita mendapatkan rukhṣah untuk
Sakit yang Tidak Diharapkan tidak berpuasa. Kesimpulan ini kami
Kesembuhannya peroleh dari apa yang disebutkan oleh
Para ulama sepakat bahwa al-Jaṣṣāṣ dalam bukunya Aḥkām al-
orang tua yang tidak mampu berpuasa, Qur’an24 dan salah satu fatwa syaikh
boleh baginya untuk tidak berpuasa al-‘Utsaimin ra 25 bahwa wanita hamil
dan tidak ada qaḍā’ baginya, walaupun dan menyusui tidak lepas dari dua
mereka berbeda pendapat mengenai kondisi :
keharusan membayar fidyah jika tidak Kondisi pertama: Kondisi wanita
berpuasa. Menurut mayoritas ulama, hamil dan menyusui sehat, kuat, tidak
wajib bagi mereka fidyah yaitu memberi ditimpa kesulitan, dan tidak
makan satu orang miskin setiap hari berdampak buruk bagi anaknya. Maka
yang ditinggalkan. Adapun Imam wanita seperti ini wajib baginya
Malik, beliau berpendapat bahwa berpuasa, karena tidak ada udzur
fidyah hukumnya mustahab, tidak baginya untuk meninggalkan puasa.
harus. Pendapat mayoritas ulama lebih Kondisi seperti ini bisa ditinjau dari
kuat karena berdasarkan dalil-dalil. dua hal:
Diantaranya firman Allah swt. QS. al • Wanita dengan kondisi fisik yang
Baqarah/2: 184. prima dan kuat.
‫ِين‬
ٍ ‫سك‬ َ ٌ‫علَى الَّ ِذينَ يُطِ يقُونَهُ ِف ْديَة‬
ْ ِ‫طعَا ُم م‬ َ ‫َو‬ 1. Ibu hamil yang tidak
Terjemahnya: mengalami sering muntah atau
“Dan wajib bagi orang-orang morning sickness (muntah di pagi
yang berat menjalankannya (jika hari) pada trimester pertama(26).
mereka tidak berpuasa) 2. Semua ibu hamil yang sehat
membayar fidyah, (yaitu): (tidak memiliki penyakit) setelah
memberi makan seorang fase trimester pertama.
miskin”23 3. Ibu menyusui setelah masa
Ibnu Abbas berkata pemberian ASI eksklusif (6 bulan
mengomentari ayat ini bahwa yang pertama).
dimaksudkan adalah orang tua yang • Wanita hamil dan menyusui yang
tidak mampu berpuasa, maka sehat karena asupan nutrisi dan
hendaknya memberi makan satu orang cairan yang tercukupi selama
miskin setiap hari yang ditinggalkan. puasa.
Begitu pula orang sakit yang
tidak kunjung sembuh dan tidak ada
harapan untuk sembuh, dia disamakan
dengan orang tua renta yang tidak 24Al-Jaṣṣāṣ, Aḥkām al-Qurān, Juz I (Beirut,

mampu melakukan puasa sehingga dia Dar Ihyā’ al-Turāṡ al-‘Arabī, 1992), h. 223.
25Faḥd al-Sulaiman, Majmū’ Fatāwā wa
diharuskan membayar fidyah.
rasāil Syaikh al-‘Uṡaimīn, h. 161-162.
26 Trimester kehamilan adalah
22MuslimIbn Al-Hajjāj Al- Qusyairī Al- pembagian usia kehamilan menjadi tiga fase.
Naisāburī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz I, h. 265. Trimester pertama adalah fase pertama pada
23 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan usia kehamilan 0-12 pekan atau 3 bulan pertama
Terjemahya, h.28. usia kehamilan.

212
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

Semua wanita hamil (selain ibu hamil Tidak ada perselisihan bahwa
pada trimester pertama yang ia tidak wajib berpuasa dan wajib
mengalami muntah) dan menyusui mengqodho puasanya, diqiyaskan
(selain ibu menyusui ASI eksklusif) terhadap orang yang sakit.
bisa berpuasa dengan memenuhi Sebagaimana yang dinukilkan oleh
asuapan nutrisi dan cairan selama Ibnu Qudamah ra27) dan Imam
berpuasa agar tidak bermudharat Nawawi ra.28
(seperti mengalami dehidrasi atau 2. Untuk wanita hamil dan
menurunnya kualitas ASI yang menyusui yang
berakibat pada kesehatan bayi). Bisa mengkhawatirkan keadaan
disiasati pada saat berbuka dan sahur, dirinya dan buah hati
serta menghindari mengkonsumsi Kondisi ini sama seperti kondisi yang
makanan atau minuman yang cepat pertama.
menurunkan vitalitas tubuh saat 3. Untuk wanita hamil dan
berpuasa (atau dengan berkonsultasi menyusui yang
dengan ahli). mengkhawatirkan keadaan si
Kondisi kedua: Kondisi fisik wanita buah hati saja
hamil dan menyusui yang tidak prima Kondisi seperti ini, sebenarnya
atau tidak memungkinkan untuk sang wanita mampu untuk berpuasa.
berpuasa, seperti: Akan tetapi akan berdampak buruk
1. Ibu hamil yang mengalami muntah kepada anaknya jika ia tetap berpuasa
pada trimester pertama. walaupun telah memenuhi asupan
2. Ibu hamil dan menyusui, yang jika nutrisi dan cairannya pada saat sahur
ia berpuasa maka akan dan berbuka. Hal ini tentu
mengakibatkan mudharat pada diri berdasarkan pengalaman atau diagnosa
dan atau anaknya atas diagnosa dokter.
ahli/dokter. Untuk kondisi ketiga ini, juga
3. Ibu menyusui ASI eksklusif (6 dibolehkan tidak berpuasa. Tetapi para
bulan pertama), yang jika ia ulama berbeda pendapat tentang
berpuasa maka kualitas ASInya konsekuensi hukum puasa yang
menurun yang berakibat buruk ditinggalkannya. Berikut sedikit
pada kesehatan anaknya. paparan tentang perbedaan pendapat
Kondisi seperti ini, walaupun sudah di tersebut(29) :
siasati pola nutrisinya tetap a. Pertama, mewajibkan wanita
memberikan mudharat jika ia tetap hamil dan menyusui untuk
berpuasa. Maka pada kondisi ini ia mengqaḍā’ saja
hendaknya berbuka. Dalil yang digunakan adalah
Kondisi kedua ini yakni wanita sama sebagaimana kondisi pertama
hamil atau menyusui mendapatkan
rukhṣah untuk tidak berpuasa terbagi 27Ibnu Qudamah Al-Maqdisī, Al-Mugnī,
menjadi tiga keadaan, berikut Juz IV (Cet.3, Riyadh; Dār ‘Ālam al-Kutub, 1997),
penjelasannya disertai rincian h. 394.
konsekuensi hukumnya: 28Al-Nawawī, Al-Majmū’ Syarḥ al-
1. Untuk wanita hamil dan Muhażżab Juz VI (Cet.1, Beirut; Dar al-Turaṡ al-
menyusui yang ‘Arabī, 2001) h. 177.
mengkhawatirkan keadaan 29Kamal bin Sayyid Salim, Ṣaḥīḥ Fiqḥ

dirinya saja bila berpuasa Sunnah, (Cet.1, Cairo, al-Maktabah al-


Tawfīqīyyah), Vol.2, h. 125-127.

213
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

dan kedua, yakni sang wanita hamil memberi makan seroang miskin
atau menyusui ini disamakan statusnya untuk setiap harinya.32
atau diqiyaskan sebagaimana orang Dan ayat QS. al-Baqarah/2:
sakit. Pendapat ini dipilih oleh Imam 184 yang dijadikan dalil bahwa wanita
Abu Hanifah rahimahullah. hamil dan menyusui hanya membayar
b. Kedua, mewajibkan wanita hamil fidyah adalah :
dan menyusui untuk membayar “Dan wajib bagi orang yang
fidyah saja berat menjalankannya (jika
Di antara dalil mereka yaitu : mereka tidak berpuasa)
1. Sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbās ra membayar fidyah (yaitu)
bahwa beliau berkata: memberi makan satu orang
َ ‫علَى أَ ْوالَ ِد ِه َما أَ ْف‬
‫ط َرتَا‬ َ ‫الحَامِ ُل َوال ُم ْر ِض ُع إِذَا َخا َفتَا‬ miskin.”33
‫َوأَ ْطعَ َمتَا‬ Hal ini disebabkan wanita
Artinya: hamil dan menyusui yang
Wanita hamil atau menyusui mengkhawatirkan anaknya dianggap
dalam keadaan keduanya takut sebagai orang yang tercakup dalam
terhadap anaknya boleh bagi ayat ini.
keduanya berbuka (tidak Pendapat ini adalah pendapat
berpuasa) dan wajib bagi yang dikuatkan oleh Syaikh al-Albani
keduanya membayar fidyah.30 ra34 Juga pendapat ini dipilih oleh
2. Juga riwayat Ibnu Abbas penulis buku Ṣaḥiḥ Fiqh as-Sunnah.35
radhiallahu‘anhuma, beliau berkata c. Ketiga, mewajibkan wanita hamil
kepada seorang wanita hamil dan dan menyusui untuk mengqaḍā’
menyusui : disertai membayar fidyah.
Engkau posisinya seperti orang Dalil kewajiban wanita
tua renta yang tidak mampu mengqaḍā’ adalah sebagaimana dalil
(berpuasa). Wajib atasmu pada kondisi pertama dan kedua, yaitu
memberi makan satu orang wajibnya bagi orang yang tidak
miskin untuk setiap hari (yang berpuasa untuk mengqaḍā’ dihari lain
engkau tidak berpuasa) seperdua ketika telah memiliki kemampuan.
ṣā’ hinṭah.31 Para ulama berpendapat tetap wajib
3. Sebuah riwayat dari Nafi’ Mawlā mengqaḍā’ puasa ini karena tidak ada
Ibnu ‘Umar ra, beliau berkata: dalam syari’at yang menggugurkan
Ibnu umar memiliki putri yang qaḍā’ bagi orang yang mampu
dipersunting oleh seorang mengerjakannya.
Quraysy, ia sedang hamil dan
suatu ketika ia merasa kehausan
yang sangat dibulan ramadhan,
maka ia pun diperintahkan oleh
Ibnu ‘Umar untuk berbuka dan 32Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
Irwā’ al-Galīl, Juz IV (Cet.1, Beirut; al-Maktab al-
Islami, 1979), h. 18.
33 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan

Terjemahya, h.28.
30HR. Abu Dawud no. 2318. Dishahihkan 34Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Al- Irwā’ al-Galīl, Juz IV, h. 17-25.
Irwa` no. 912 35Kamal bin Sayyid Salim, Ṣaḥīḥ Fiqḥ

31HR. Abdurrazzaq no. 7567, dan ad- Sunnah, Juz II (Cet.1, Cairo; al-Maktabah al-
Daraqutni (2/206). Tawfīqīyyah), h. 127.

214
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

Sedangkan dalil wajibnya fidyah Pendapat ini adalah madzhab


adalah sebagaimana dalil pendapat Ibnu Hazm. Beliau berkata : Jika
kedua. wanita hamil dan menyusui tidak
Adapun perkataan Ibnu Abbas berpuasa maka gugurlah kewajiban
dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma puasa baginya. Dan mewajibkan bagi
yang hanya mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui mengqaḍā’
kewajiban wanita hamil dan menyusui atau membayar fidyah tidak berdasar
pada kondisi ini adalah fidyah, tanpa sama sekali baik kepada alQuran, as-
menyebutkan kewajiban mengqaḍā’. Sunnah ataupun ijma’.
Karena hal tersebut sudah dipahami Pendapat terkuat adalah
bahwa ketika seseorang berbuka saat pendapat yang menyatakan cukup
ramadhan, maka wajib mengqaḍā’. mengqaḍā’ saja. Ada dua alasan yang
Pendapat ini adalah pendapat bisa diberikan:
Syafi’iyyah36 dan Hanabilah37. Alasan pertama: Sebuah
d. Keempat, mewajibkan wanita hadits dari Anas bin Malik al-Ka’bī ra
hamil untuk mengqaḍā’ saja dan bahwa Rasulullah saw bersabda:
wanita menyusui untuk ‫ْف الص ََّال ِة‬ َ ‫ض َع ع َْن ا ْل ُم‬
َ ‫ساف ِِر نِص‬ َ ‫َّللا َو‬
َ َّ َّ‫إِن‬
mengqaḍā’ disertai membayar ْ َ ْ ْ
‫َوالص َّْو َم َوعَن ال ُح ْبلى َوال ُم ْر ِض ِع‬
fidyah. Artinya
Pendapat ini adalah pendapat “Sesungguhnya Allah
Imam Malik rahimahullah. Beliau meringankan separuh shalat dari
menqiyaskan wanita hamil layaknya musafir, juga puasa dari wanita
seorang yang sakit, maka kewajibannya hamil dan menyusui.”(38)
adalah mengqaḍā’ saja. Adapun wanita Al-Jaṣṣāṣ ra menjelaskan,
menyusui diqiyaskan kepada orang “Keringanan separuh shalat tentu saja
sakit dan orang tua yang tidak sanggup khusus bagi musafir. Para ulama tidak
berpuasa, maka kewajibannya adalah ada yang berbeda pendapat mengenai
membayar fidyah. wanita hamil dan menyusui bahwa
Adapun alasan yang lain mereka tidak dibolehkan mengqaṣar
kenapa juga diwajibkan qaḍā’ adalah shalat. Keringanan puasa bagi wanita
karena wanita menyusui hamil dan menyusui sama halnya
memungkinkan untuk menyewa ibu dengan keringanan puasa bagi musafir.
susuan untuk anaknya. Berbeda Dan telah diketahui bahwa keringanan
dengan wanita hamil, kekhawatiran puasa bagi musafir yang tidak
kepada anaknya bagaikan berpuasa adalah mengqaḍā’, tanpa
kekhawatirannya pada salah satu adanya fidyah. Maka berlaku pula yang
anggota tubuhnya. demikian pada wanita hamil dan
e. Kelima, tidak wajib bagi wanita menyusui. Dari sini juga menunjukkan
hamil dan menyusui untuk bahwa tidak ada perbedaan antara
mengqaḍā’ dan tidak pula wanita hamil dan menyusui jika
membayar fidyah keduanya khawatir membahayakan
dirinya atau anaknya (ketika mereka

36An-Nawawī, Al-Majmū’ Syarḥ al- 38HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah,

Muhażżab, h. 177. An Nasa’i dan Al-Imam Ahmad]. Hadits ini


37Ibnu Qudamah al-Maqdisī, Al-Mugnī, h. dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albaani dalam
394. Shahih Sunan Abu Daud no. 2409

215
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

berpuasa), karena Nabi shallallahu kepada pendapat bahwa wanita hamil


‘alaihi wa sallam sendiri tidak merinci dan menyusui hanya wajib mengqaḍā’
hal ini.39 saja tanpa harus membayar fidyah,
Perkataan al-Jaṣṣāṣ ra ini karena tidak adanya dalil yang kuat dan
sebagai sanggahan terhadap pendapat jelas untuk menopang wajibnya
yang menyatakan wajib mengqaḍā’ fidyah.”(42)
bagi yang hamil sedangkan bagi wanita Pertanyaan : Bagaimana dengan dalil
menyusui adalah dengan meng-qaḍā’ wajibnya fidyah yang berasal dari
dan fidyah, yakni memberi makan riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar
kepada orang miskin setiap hari yang ra?
ia tinggalkan. Pertama yang menjadi
Alasan kedua: Selain alasan di permasalahan adalah riwayat yang
atas, ulama yang berpendapat cukup menyebutkan tentang fidyah adalah
mengqaḍā’ saja (tanpa fidyah) riwayat yang mauquf (perkataan
menganggap bahwa wanita hamil dan sahabat). Apakah riwayat tersebut bisa
menyusui seperti orang sakit. dihukumi sebagaimana riwayat yang
Sebagaimana orang sakit boleh tidak marfu’ (yang riwayatnya sampai pada
puasa, ia pun harus mengqaḍā’ di hari nabi) atau dia hanyalah sekedar
lain. Ini pula yang berlaku pada wanita perkataan sahabat dan hasil istinbat dan
hamil dan menyusui. Karena dianggap ijtihadnya saja ?
seperti orang sakit, maka mereka Maka sebagian ulama kita
cukup meng-qaḍā’ sebagaimana berkesimpulan bahwa pendapat yang
disebutkan dalam firman Allah swt mewajibkan bagi wanita hamil dan
QS. al-Baqarah/2 184: menyusui membayar fidyah saja,
‫سفَ ٍر َف ِع َّدةٌ مِ ْن‬ َ ‫َف َم ْن كَانَ مِ ْن ُك ْم َم ِريضًا أ َ ْو‬
َ ‫ع َلى‬ merupakan pendapat yang marjūh dan
‫أ َ َّي ٍام أ ُ َخ َر‬ lemah. Selain karena bertentangan
Terjemahnya: dengan dalil-dalil yang jelas, juga
Maka barangsiapa di antara riwayat-riwayat tersebut hanyalah hasil
kamu ada yang sakit atau dalam ijtihad sahabat dan tidak sampai pada
perjalanan (lalu ia berbuka), tingkatan riwayat hadits yang marfu’
maka (wajiblah baginya yang bisa dijadikan dalil pegangan.
berpuasa) sebanyak hari yang Hal ini juga dikuatkan oleh al-
ditinggalkan itu pada hari-hari Jaṣṣāṣ dalam bukunya ahkamul quran,
yang lain.40 beliau menyebutkan bahwa dalam
Pendapat ini didukung pula masalah ini ada tiga pendapat
oleh ulama zaman ini, seperti Syaikh dikalangan sahabat yakni : Ali
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berpendapat bahwa yang wajib bagi
ra41. Juga Syaikh Muhammad bin keduanya jika berbuka adalah qadha
Shalih al-‘Utsaimin ra, beliau tanpa fidyah. Ibnu Abbas mengatakan
mengatakan: “Saya lebih condong bahwa yang wajib adalah fidyah tanpa
qadha. Sedangkan ibnu Umar
39Al-Jaṣṣāṣ,
Aḥkām al-Qurān, Juz I (Beirut,
Dar Ihyā’ al-Turāṡ al-‘Arabī, 1992), h. 224.
40 Kementrian Agama, Al-Qur’an dan

Terjemahya, h.28.
41Abdullah Bin Baz, Fatwa nūrun ‘alā ad- 42Faḥd al-Sulaiman, Majmū’ Fatāwā wa

darb, Juz XVI (Cet.1, Riyadh, ar-Riāsah al-‘Āmmah rasāil Syaikh al-‘Uṡaimīn, Juz XIX(Riyadh, Dar al-
lil Buhūṡ al-‘Ilmiyyah wal Iftā, 2010), h. 359-362. ṡurayyā, 2003), h. 159-160.

216
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

mengatakan bahwa yang wajib adalah Karena keadaanya diqiyaskan


qadha dan fidyah.(43) seperti orang sakit, juga seperti
Sebagaimana yang kita ketahui musafir sebagaimana pada
bahwa pendapat yang mewajibkan penjelasan hadits Anas bin Malik
fidyah tanpa qadha berdalilkan riwayat al-Ka’bi.
mauquf (perkataan sahabat) yakni ia 3. Adapun beralih pada fidyah tanpa
adalah hasil ijtihad masing-masing, qaḍā, jika kondisi wanita hamil dan
sehingga mereka pun berbeda dalam menyusui tidak mampu berpuasa
penerapan hukum. Sebuah kaidah usul sama sekali dan tidak mampu
mengatakan bahwa jika perkataan mengqaḍā puasa yang ia
sahabat diselisihi sahabat yang lain, tinggalkan. Maka kondisi seperti
maka perkataan sahabat tersebut tidak ini diqiyaskan pada orang tua renta
bisa dijadikan hujjah atau dalil dan orang sakit yang tidak ada
pegangan tanpa ada dalil yang lain harapan sembuh baginya.
yang menguatkannya. 4. Adapun kondisi hamil dan
Maka dari itu sebagian ulama menyusui dialami wanita yang
berkesimpulan bahwa kewajiban berlanjut terus menerus selama
fidyah yang berasal dari riwayat bertahun-tahun, maka kembali
tersebut dibawa kepada keadaan yang pada tiga poin sebelumnya. Selama
dimana wanita hamil dan menyusui masih bisa untuk mengqaḍā puasa
tidak mampu berpuasa sama sekali. maka ia wajib berpuasa tanpa
Maka kondisi seperti ini diqiyaskan beralih kepada fidyah, kapan pun
kepada orang tua renta dan orang sakit ia memiliki waktu untuk
yang tidak ada harapan baginya untuk mengqaḍā.
sembuh.(44) • Adapun kondisi ini
Kesimpulan Masalah: sebagaimana yang disebutkan,
Setelah meninjau kembali sepertinya tidak mungkin seorang
masalah ini, kami pun tetap pada wanita hamil dan menyusui terus
kesimpulan pertama, walaupun dengan menerus selama bertahun-tahun
tambahan penjelasan kondisi wanita sehingga tidak memiliki waktu
hamil dan menyusui yang telah kami
untuk mengqaḍā. Mengingat
sebutkan. Secara singkat kesimpulan bulan ramadhan yang berkisar
tersebut sebagai berikut:
antara 29 atau 30 hari, dan
1. Wanita hamil dan menyusui yang setelahnya ada 11 bulan yang
mendapatkan rukhsah tidak
memungkinkan baginya untuk
berpuasa, baik karena khawatir membayar utang puasa yang
pada dirinya atau anaknya atau
ditinggalkan.
keduanya, maka ia hanya wajib
• Oleh karena itu kami
menqaḍā puasa yang ditinggalkan.
nasehatkan kepada para muslimah
2. Wanita hamil dan menyusui tetap
untuk bertakwa kepada Allah
diharuskan menqaḍā puasa yang dalam permasalahan ini. Karena
ditinggalkan jika ia masih mampu
sebagian kaum muslimin
untuk berpuasa di lain waktu. mengambil fatwa sebagian ulama
yang mencukupkan mengganti
43Al-Jaṣṣāṣ, Aḥkām al-Qurān, h. 224.
puasa bagi wanita hamil dan
44Faḥd al-Sulaiman, Majmū’ Fatāwā wa menyusui dengan membayar
rasāil Syaikh al-‘Uṡaimīn, h. 165-166. fidyah saja dalam kondisi apapun

217
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

dengan anggapan bahwa syariat bisa berupa adanya keterpaksaan


ini mudah. Dan konsekuensi yang (ad-ḍarūrah), atau adanya kesulitan
paling mudah dan ringan adalah (al-masyaqqah) ataupun sekedar
fidyah. Padahal fidyah adalah kebutuhan (al-hājah).
konsekuensi hukum yang 4. Rukhṣah adalah keringanan. Dan
dijalankan ketika sudah benar- bentuk keringanan dalam ibadah
benar tidak mampu untuk puasa adalah, keringanan untuk
mengqaḍā puasa, seperti orang tua tidak berpuasa pada bulan
renta yang tidak sanggup sama ramadhan dengan konsekuensi
sekali berpuasa dan orang sakit mengganti puasa yang ditinggalkan
yang tidak diharapkan sesuai dengan ketentuan yang telah
kesembuhannya. Sedangkan digariskan oleh syari’at. Yakni
wanita hamil dan menyusui dengan qaḍā’ atau fidyah.
adakalanya masih sanggup 5. Golongan yang Mendapatkan
berpuasa, ada juga yang tidak Rukhṣah dalam Ibadah Puasa.
memungkinkan baginya berpuasa a. Orang sakit yang jika berpuasa
pada kondisi tertentu, namun akan bertambah parah
masih sanggup untuk sakitnya, atau bisa berakibat
menggantinya (puasa qaḍā) di hari kematian. Maka ia wajib
yang lain. Wallahu ‘alam. berbuka dan wajib mengqaḍā’.
Faktor dan penyebab utama Adapun sakit yang ringan
menumpuknya utang puasa bagi maka bukan merupakan udzur.
wanita yang bertahun-tahun dalam b. Musafir yang mendapatkan
kondisi entah hamil atau menyusui, keringanan untuk mengqaṣar
adalah kelalaian. Maka wanita yang shalat, mengambil rukhṣah
memiliki keadaan dan kondisi seperti tidak berpuasa, dan wajib
ini harus memperhatikan waktu-waktu mengqaḍā’.
yang dimana kondisinya c. Wanita haidh dan nifas wajib
memungkinkan ia untuk membayar berbuka dan wajib mengqaḍā’.
utang puasanya. Salah satu caranya
d. Orang tua renta dalam
adalah dengan berkonsultasi dengan keadaan lemah, dan orang
ahli/dokter.
sakit yang tidak diharapkan
kesembuhannya, mengambil
KESIMPULAN
rukhṣah tidak berpuasa, tidak
wajib mengqaḍā’, tapi wajib
1. Rukhṣah adalah hukum yang
membayar fidyah.
berlaku berdasarkan suatu dalil,
e. wanita hamil atau menyusui
yang menyalahi dalil hukum yang
bukan merupakan udzur atau
sudah ada(hukum asal/’azīmah)
sebab wanita mendapatkan
karena adanya udzur.
2. Udzur yang dianggap sebagai rukhṣah untuk tidak berpuasa.
Jika kuat melaksanakan puasa
sebab rukhṣah diantaranya: safar,
dan tidak sulit baginya tanpa
sakit, paksaan, lupa, kebodohan,
adanya mudharat, maka wajib
keadaan yang sangat sulit
puasa. Sebaliknya, ia wajib
dihindari, dan kekurangan.
berbuka jika mengkhawatirkan
3. Secara singkat udzur atau sebab
dirinya atau dirinya dan
seseorang mengambil rukhṣah itu

218
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 4, No. 2 (2018) : Hal. 204-219
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online) 2338-5251 (Printed)

anaknya, maka ia wajib Al-Naisāburī, Muslim Ibn Al-Hajjāj


mengqaḍā’. Tapi jika ia hanya Al- Qusyairī. Ṣaḥīḥ Muslim, Juz
mengkhawatirkan anaknya II. Bairūt; Dār Al-Kutub Al-
saja, para ulama berbeda Arābiyah, 2010.
pendapat dan yang rajihnya Al-Namlah, Abdul Karim. Al-Rukhaṣ
adalah cukup mengqaḍā’. Al-Syar’iyyah wa Iṡbātuhā bi Al-
Qiyās. Cet.1, Riyadh, Maktabah
DAFTAR PUSTAKA ar-Rusyd, 1990.
Al-Nawawī, Al-Majmū’ Syarḥ al-
Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Muhażżab Juz VI. Cet.1, Beirut;
Terjemahya. Depok; Sabiq 2012. Dar al-Turaṡ al-‘Arabī, 2001.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Sayyid Salim, Kamal bin. Ṣaḥīḥ Fiqḥ
Irwā’ al-Galīl, Juz IV. Cet.1, Sunnah, Juz II. cet.1, Cairo; al-
Beirut; al-Maktab al-Islami, Maktabah al-Tawfīqīyyah.
1979. Al-Sulaiman, Faḥd. Majmū’ Fatāwā wa
Bin Baz,Abdullah. Fatwa Nūrun ‘alā rasāil Syaikh al-‘Uṡaimīn, Juz
Al-Darb, Juz.XVI. Cet.1, Riyadh; XIX. Riyadh; Dar al-Ṡurayyā,
ar-Riāsah al-‘Āmmah lil Buhūṡ 2003.
al-‘Ilmiyyah wal Iftā, 2010. Al-Suyūṭī, Al-Asybāh wa Al-Naẓāir.
Al-Bukharī, Muḥammad ibn Ismāīl ibn Cet.1, Beirut; Dar al-Kutub al-
Ibrāhīm ibn Al-Mugīrah. Ṣaḥīḥ ‘Ilmiyah, 1983.
Al-Bukharī, Juz IX. t.p; Dār
Ṭauq Al-Najāh, 1422H.
Al-Duwaysy, Ahmad. Fatāwā al-Lajnah
ad-Dāimah, Juz.X. cet 1, Riyāḍ;
Dar al-‘Āṣimah, 1996.
Ibn Hanbal, Aḥmad. Musnad Al-Imām
Aḥmad Ibn Ḥanbal Juz X. cet, II;
t.p, Muassasah Al-Risālah, 1999.
Ibn Khuzaimah, Muḥammad Ibn
Ishāq. Ṣaḥīh Ibn Khuzaimah, Juz
III. Bairūt; Al-Maktab Al-
Islamiyah, 1970.
Al-Jaṣṣāṣ, Aḥkām al-Qurān, Juz I.
Beirut, Dar Ihyā’ al-Turāṡ al-
‘Arabī, 1992.
Kementrian Agama Kuwait, al-
Mawsū’ah al-Fiqhiyyah Juz XXII.
Cet.1, Kuwait, Dār as-Ṡafwah,
1995.
Al-Manẓūr, Ibnu. Lisan al-‘Arab, Juz
VII. Cet.3, Beirut, Dār Ṡādir,
1994.
Al-Maqdisī, Ibnu Qudamah. Al-Mugnī,
Juz IV. Cet.III, Riyadh; Dār
‘Ālam al-Kutub, 1997.

219
Irsya Rafi. Golongan yang Mendapatkan Rukhshah…

You might also like