You are on page 1of 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


SEKSUAL REMAJA YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN
RESOSIALISASI ARGOREJO KOTA SEMARANG

Shildiane Putri, Zahroh Shaluhiyah, Priyadi Nugraha Prabamurti


Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: shildiane05@gmail.com

ABSTRACT

A teenager is potentially at risk groups and needs serious attention and one of them
about sexuality is considered a major problem in the development of life. Teen living
surroundings resocialization are often exposed by various activities of prostitution. This
research aims to analyze the sexual behavior of teens who live in the Argorejo
Resocialization environment. This research used a cross-sectional study design. The
population in this research as much as 63 respondents with total sampling technique for
quantitative and 5 informants with purposive sampling for qualitative. The instrument
used was a questionnaire and in-depth interview. This research use univariate and
bivariate analysis.The results showed that more than half of respondents are male (60,3
%). Most respondents are in the age 17-25 years (52, %), low educated ≤SMA (92,1
%), it does not work (76,2 %), parents work as self-employed (39,7 %), and status of
residence along with parent (90,5 %). Amount (11,1 %) of respondents behave very
risky sexual. The chi square test showed that the work of respondents (p=0.000),
attitude to sexual behavior (p=0.011) and behaviour of peers (p=0.035) are significantly
related to adolescents sexual behavior. While the variables of gender, age, level of
education, the status of residence, parents work, knowledge of sexual behaviour,
parents support and support health workers are not significantly related to adolescents
sexual behaviour. From the qualitative research results obtained that two of the three
informants did not use a condom during inercourse his sexual behavior is very risky.
Future expected to reactivate teenagers group and formed the PIK-R.

Keyword:sexual behaviour, adolescent, resocialization

PENDAHULUAN
Saat ini remaja merupakan melakukan hubungan seksual
kelompok yang berpotensi beresiko (sexual intercourse).2Hasil survei
dan perlu mendapatkan perhatian SDKI 2012 KRR menunjukkan
serius dan seksualitas dianggap bahwa sekitar 9,3% atau sekitar 3,7
sebagai masalah utama dalam juta remaja menyatakan pernah
perkembangan kehidupan melakukan hubungan seksual
1
remaja. Menurut CDC (Center for pranikah, sedangkan hasil SKRRI
Disease Control), dalam penelitian 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar
yang dilakukan pada beberapa 3 juta remaja.1
orang pelajar SMA di US tahun Menurut PKBI, kondisi tersebut
2015, sekitar 41% pelajar pernah cukup mengkhawatirkan mengingat

1092
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

perilaku tersebut dapat berpakaian terbuka, orang-orang


menyebabkan Kasus Kehamilan yang secara terbuka berpelukan,
Tidak Diinginkan (KTD) yang berciuman, dan saling merayu.
selanjutnya memicu terjadinya Sehingga tidak menutup
aborsi yang tidak aman, kemungkinan, seringnya remaja
pembunuhan bayi, penularan PMS terpapar dengan perilaku seksual
dan HIV/AIDS, bahkan kematian. Di dari para Wanita Pekerja Seks
Indonesia diperkirakan ada 1 juta (WPS) membuat remaja akan
jiwa yang mengalami kehamilan di terjerumus bahkan melakukan
luar nikah, sedangkan dunia pekerjaan sebagai WPS (Wanita
diperkirakan 15 juta remaja setiap Pekerja Seks).Berdasarkan hasil
tahunnya hamil, 60 % diantaranya studi pendahuluan kepada pihak
hamil di luar nikah. Infeksi Menular pengurus PKK diketahui pada tahun
Seksual (IMS) menempati peringkat 2013-2015 ditemukan satu kasus
10 besar alasan berobat di banyak kehamilan diluar nikah dan satu
negara berkembang.3World Health kasus kekerasan seksual yang
Organiation (WHO) memperkirakan dilakukan remaja sekitar
setiap tahun terdapat 350 juta resosialisasi Argorejo.6Berdasarkan
penderita baru IMS di negara data dan hasil studi pendahulu
berkembang.4 tersebut, rumusan masalah dalam
Berdasarkan data dari Dinas penelitian ini adalah : “Faktor-faktor
Kesehatan Kota Semarang pada yang berhubungan dengan perilaku
tahun 2014 diketahui bahwa seksual remaja yang tinggal di
terdapat 104 kasus KTD, 9 kasus lingkungan Resosialisasi Argorejo
remaja yang terkena IMS, dan 3 Semarang”
kasus aborsi. Sedangkan pada
tahun 2015 terdapat 120 remaja METODE PENELITIAN
dengan kasus KTD, dan 93 kasus Penelitian ini merupakan
IMS.5Berdasarkan survei penelitian cross sectionaldengan
pendahuluan yang dilakukan oleh pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
peneliti terhadap pihak Puskesmas Populasinya adalah remaja yang
Lebdosari, dikatakan bahwa 76 tinggal di lingkungan Resosialisasi
kasus IMS pada remaja itu terjadi Argorejo Kota Semarang. Sampel
pada remaja yang tinggal di penelitian kuantitatif yaitu sebanyak
lingkungan resosialisasi. 63 remaja dan 5 informan dengan
Resosialisasi Argerojo purposive sampling untuk
merupakan salah satu tempat kualitatif.Pengumpulan data
dengan tingkat permisivitas tinggi menggunakan wawancara
terhadap perilaku seksual di Kota mendalam dan kuesioner. Analisis
Semarang dan dapat memberikan data yaitu univariat dan bivariat
stimulus perilaku seksual yang tinggi menggunakan uji chi square.
pada warga sekitar, termasuk
remaja. Remaja merupakan masa
dimana mereka mencontoh apa
yang dilakukan disekitar mereka,
dan cenderung mencoba hal-hal
baru serta berkeinginan seperti
orang dewasa. Remaja akan mudah
terpapar oleh berbagai kegiatan
prostitusi seperti melihat perempuan

1093
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

HASIL PENELITIAN Berisiko


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Total 63 100
Perilaku Seksual Remaja
Perilaku Jumlah Sebesar (11,1 %) responden masuk
Seksual Frekuensi % dalam kategori berperilaku seksual
Remaja sangat berisiko. Sedangkan sisanya
Berisiko 56 88,9 sebesar (88,9%) responden
Sangat 7 11,1 tergolong perilaku seksual berisiko.

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat


Perilaku Seksual Remaja
Sangat p-
Variabel Kategori F % Beresiko
Beresiko value
F % F %
Laki-laki 38 60,3 32 84,2 6 15,8 0,228
Jenis Kelamin
Perempuan 25 39,7 24 96 1 4
Umur Remaja awal (12-16 30 47,6 29 96,7 1 3,3 0,107
tahun)
Remaja akhir (17-25 33 52,4 27 81,8 6 18,2
tahun)
Pendidikan Pendidikan rendah ≤ 58 92,1 51 87,9 7 12,1 1,000
SMA
Pendidikan > SMA 5 7,9 5 100 0 0
Pekerjaan Tidak bekerja/sekolah 50 79,4 48 96 2 4 0,000
Bekerja 13 20,6 8 61,5 5 38,5
Pekerjaan Orang Bekerja 58 92,1 52 89,7 6 10,3 0,457
Tua Tidak bekerja 5 7,9 4 80 1 20
Status Tempat Tinggal dengan 59 93,7 54 91,5 5 8,5 0,058
Tinggal keluarga
Tidak tinggal dengan 4 6,3 2 50 2 50
keluarga
Pengetahuan Baik 27 42,9 23 41,1 4 57,1 0,449
Kurang Baik 36 57,1 33 58,9 3 42,9
Sikap Tidak Permisif 31 49,2 31 100 0 0 0,011
Permisif 32 50,8 25 78,1 7 21,9
Perilaku Teman Permisif 37 58,7 30 81,1 7 18,9 0,035
Sebaya Tidak Permisif 26 41,3 26 100 0 0
Dukungan Orang Baik 28 44,4 27 96,4 1 3,6 0,120
Tua Kurang baik 35 55,6 29 82,9 6 17,1
Dukungan Baik 29 38,1 21 87,5 3 12,5 1,000
Petugas
Kurang baik 39 61,9 35 89,7 4 10,3
Kesehatan
Hasil uji chi-square (table 2.) seksual p-value = 0,011 dan perilaku
menunjukkan ada tiga variabel yang teman sebaya p-value = 0,000.
berhubungan dengan perilaku Sedangkan variabel yang tidak
seksual remaja yang tinggal di berhubungan meliputi umur p-value=
lingkungan resosialisasi Argorejo 0,107; jenis kelamin p-value=0,228;
yaitu pekerjaan respondenp-value = pendidikan p-value = 1,000;
0,000; sikap terhadap perilaku pekerjaan responden p-value =

1094
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

0,000; pekerjaan orang tua p-value = seksual.Hal tersebut juga


0,457; status tempat tinggal p-value didukung oleh penyataan dari
= 0,058, pengetahuan p-value= subjek triangulasi yaitu pengelola
0,449;dukungan orang tua p-value= karaoke yang menyatakan bahwa
0,120; dan dukungan petugas remaja yang bekerja di
kesehatan p-value =1,000. Variabel- resosialisasi cenderung untuk
variabel yang tidak berhubungan melakukan perilaku seksual.
karena p-value ≥ α (0,05). ““...hemm... yo pernah toh
mbak. wong mereka kerja ne
PEMBAHASAN gitu. Sering ngobrol sama
a. Perilaku Seksual Remaja mbak-mbak e. Ya itu bahkan
Perilaku seksual adalah ada yang cinlok antara op
segala tingkah laku yang dengan pk . rata-rata yo kayak
didorong oleh hasrat seksual, gitu mbak. Itu hal yang sudah
baik dengan lawan jenis maupun biasa bagi mereka. Melakukan
dengan sesama jenis tanpa aktivitas seksual antara
adanya ikatan yang sah menurut operator dengan pk, ataupun
agama.7Hasil dari penelitian operator dengan anak asuh.
menunjukkan bahwa perilaku Tapi biasanya operator
seksual remaja yang tinggal dengan pk sering pacaran,
dilingkungan resosialisasi, melakukan aktivitas seksual.
sebesar (11,1 %) responden Bahkan melakukan hubungan
berperilaku seksual sangat seksual. Itu udah jadi
beresiko. Hal ini sejalan dengan kebiasaan mbak op pacaran
penelitian yang dilakukan oleh sama pk karna kan mereka ya
Yulita (2008) yang menunjukkan saling menguntungkanlah.
bahwa remaja yang tinggal di Mereka bekerja bersama, Ya
daerah lokalisasi cenderung namanya tinggal dilingkungan
untuk berperilaku seksual tidak sini mbak, mereka saling
wajar, seperti berkata jorok, berinteraksi, pk ya otomatis
melihat dengan segaja hal yang mereka seringlah melakukan
berbau seks, sengaja berfantasi hubungan seksual. Itu udah
seksual, berciuman, berpelukan, hal lumrahlah mbak disini. Kan
memegang bagian tubuh sensitif mereka tiap hari ketemu mulu,
orang lain dan menggesekkan ngobrol, dan segala
alat kelamin ke tubuh orang lain.8 macemnya...”
Aktivitas seksual
dianggapsesuatu hal yang biasa Mereka beranggapan
dilakukan oleh remaja yang bahwa hal tersebut wajar untuk
tinggal di resosialisasi mulai dari dilakukan ketika berpacaran,
touching sampai intercourse bahkan apabila tidak melakukan
terutama bagi mereka yang ikut hal tersebut dikatakan tidak
bekerja di resosialisiasi normal. Alasan mereka
dikarenakan lingkungan mereka melakukannya mayoritas karena
yang mempunyai tingkat faktor lingkungan yang
permivisitas yang tinggi dan membolehkan mereka
dipengaruhi oleh perilaku dari melakukannya, terangsang
teman sebayanya sehingga hal hawa nafsu untuk melakukan
tersebutlah yang mendukung hubungan seksual, dan faktor
untuk melakukan aktivitas teman sebaya. Mayoritas dari

1095
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

mereka yang melakukan laki-laki, karenaketika laki-laki


hubungan seksual tidak tertarik terhadap lawan jenisnya,
menggunakan kondom ketika mereka lebih tertarik dalam
melakukannya dengan pemuasan kebutuhan seksual
pasangannya. Responden dan cenderung untuk
biasanya melakukan hubungan menunjukkan ketertarikan
seksual di wisma tempat dia seksualnya daripada
11
bekerja atau di wisma perempuan. Joshi (2011) juga
pasangannya. Teori pembelajar mengatakan bahwa remaja laki-
sosial Albert Bandura laki yang belum menikah aktif
mengatakan bahwa perilaku secara seksual daripada
seseorang terbentuk perempuan. Remaja laki-laki lebih
dikarenakan tiga hal yang saling menyetujui hubungan seks
mempengaruhi, yaitu orang pranikah dan memiliki banyak
menyangkut proses kesempatan untuk terlibat dalam
kognitif(pengetahuan, sikap, hubungan seksual.12
karakteristik individu, efikasi diri, Perilaku seksual sangat
regulasi diri), beresiko lebih banyak dijumpai
lingkungan(perilaku teman pada responden berpendidikan
sebaya, dukungan orang tua) rendah (12,1%). Hasil penelitian
dan faktor perilaku.Teori ini tidak sejalan dengan penelitian
pembelajaran sosial ini lebih Yuli (2012) yang berjudul
menekankan bahwa kondisi hubungan antara status
lingkungan dapat memberikan pendidikan dan kondisi keluarga
dan memelihara respon tertentu dengan perilaku seks pada anak
pada diri seseorang.9 jalanan di Kota
13
Surakarta. Berdasarkan hasil
b. Karakteristik Responden wawancara mendalam yang
Berdasarkan hasil bivariat dilakukan oleh peneliti terhadap
didapatkan perilaku seksual subjek penelitian, diketahui
sangat berisiko lebih banyak bahwa beberapa responden
pada remaja berusia 17-25 tahun memiliki pendidikan yang rendah
(41,7%),hal tersebut dikarenakan dan beberapa diantara mereka di
setiap orang dengan berbagai drop out dari sekolah bahkan ada
kategori usia berapun bisa saja yang berhenti sekolah ketika
berperilaku seksual dan biasanya kelas 2 SMP. Mayoritas subjek
disebabkan oleh faktor lainnya. penelitian hanya menamatkan
Menurut Elizabeth Hurlock dalam sekolahnya sampai jenjang
Adolescent Development (2001), pendidikan SMP, hanya sedikit
salah satu faktor yang yang melanjutkan ke jenjang
berpengaruh terhadap kegiatan pendidikan SMA.Pendidikan yang
seksual seseorang adalah umur, rendah akan menghambat
hal tersebut karena seiring perkembangan sikap seseorang
dengan pertambahan umur terutama dalam hal menerima
perkembangan organ seksual setiap informasi yang diperoleh
seseorang semakin meningkat Hasil penelitian dlapangan
walaupun belum tentu pada didapatkan bahwa responden
perkembangan kedewasaan.10 yang bekerja cenderung
Selain itu perilaku seksual menghabiskan waktu ditempat
berisiko lebih banyak terjadi pada kerjanya, dan beberapa diantara

1096
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

mereka yang bekerja di seseorang tersebut berinteraksi


resosialisasi yaitu lingkungan dengan lingkungan tempat
kerja yang memiliki tingkat tinggalnya.
permivisitas yang tinggi. Hal
tersebut dikarenakan ingin c. Pengetahuan
membant usaha orang tua, Berdasarkan hasil penelitian
penasaran bagaimana bekerja di didapatkan bahwa lebih dari
resos dan ingin memenuhi setengah responden kurang
kebutuhan ekonomi. memahami mengenai definisi
Berdasarkan tabel tabulasi infeksi menular seksual, gejala
silang diketahui bahwa perilaku dan jenisnya, terlihat lebih dari
seksual sangat beresiko lebih setengah responden menjawab
banyak dijumpai pada orang tua salah. Hasil penelitian ini sejalan
responden yang tidak bekerja (20 dengan studi yang dilakukan Ika
%).Hasil penelitian ini sejalan (2009) , dimana tidak ada
dengan penelitian Suci (2012), hubungan antara pegetahuan
yang menyatakan bahwa tidak tentang kesehatan reproduksi,
adanya hubungan antara IMS dan HIV/AIDS (p value =
pekerjaan orang tua dengan 1.000).15
perilaku seksual.14 Hal ini Tidak adanya hubungan
dikarenakan sebagian orang tua antara pengetahuan dengan
responden bekerja sebagai PNS, perilaku seksual remaja adalah
TNI, karyawan pabrik, jaga parkir, karena adanya faktor lain yang
supir, usaha laundry, ibu rumah mempengaruhi perilaku seksual
tangga dan buruh. Hanya sedikit remaja selain pengetahuan
orang tua responden yang seperti perilaku teman, dorongan
bekerja sebagai mucikari (36,5 hawa nafsu, ajakan untuk
%). Jadi hal tersebut tidak melakukan hubungan seksual.
mempengaruhi perilaku seksual Notoatmodjo mengatakan
responden. Walaupun orang tua bahwa pengetahuan merupakan
mereka kebanyakan bekerja faktor yang sangat penting dalam
sebagai mucikari. membentuk perilaku seseorang
Hidup bersama orang tua atau pengetahuan memiliki
membuat remaja mendapatkan pengaruh bagi seseorang dalam
dukungan , pengawasan dan berperilaku. Namun perlu
kontrol dari orang tua terutama diperhatikan bahwa perubahan
pengawasan dan kontrol pengetahuan tidak selalu
mengenai perilaku seksual menyebabkan perubahan
remaja.Perilaku seksual sangat perilaku.16
beresiko remaja dijumpai pada Menurut Social Learning
remaja yang tinggal dengan Theory Albert Bandura (1990)
keluarga (8,5 %) Orang tua mengungkapkan bahwa perilaku
mereka memang berada dirumah seksual seseorang tidak
bersama anaknya, akan tetapi merupakan hasil langsung dari
bisa saja sang anak melakukan pengetahuan melainkan suatu
kegiatan negatif diluar rumah proses penilaian yang dilakukan
Pembentukan sikap dan perilaku seseorang dengan menyatukan
seseorang tidak hanya ilmu pengetahuan, sikap dan
dipengaruhi oleh dimana tempat lingkungan sehingga ketiga faktor
tinggalnya, melainkan bagaimana

1097
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

tersebutlah yang mempengarui e. Perilaku Teman Sebaya


terbentuknya perilaku tersebut.17 Menurut Santrok (2003)
teman sebaya mempunyai
d. Sikap peranan penting dalam
Berdasarkan hasil penelitian perkembangan remaja.11Remaja
menunjukkan bahwa lebih dari cenderung memilih teman yang
separuh responden memiliki mempunyai minat dan nilai yang
sikap permisif terhadap perilaku sama, hal tersebut agar mereka
seksual (50,8 %). Hal tersebut memiliki kesamaan dalam
juga didukung oleh hasil berbagai hal sehingga mereka
wawancara mendalam kepada nyaman ketika berkomunikasi,
subjek penelitian yang diketahui dapat mengerti satu sama lain,
bahwa hampir semua subjek dan saling percaya serta terbuka
penelitian mempunyai tanggapan terhadap berbagai masalah yang
bahwa melakukan hubungan tidak dibicarakan dengan orang
seksual sebelum menikah adalah tua. Dalam penelitian ini diketahui
hal yang wajar dilakukan di bahwa lebih dari separuh perilaku
lingkungan resosialisasi, teman sebaya permisif terhadap
termasuk melakukan hubungan perilaku seksual (58,7 %).
seksual dengan para wanita Hasil penelitian ini sejalan
pekerja seks. dengan penelitian Solistiowati
“...semuane boleh mbak, kalo (2015) mengenai hubungan
disini lo semuanya boleh. antara interaksi teman sebaya
Rata-rata semuane kayak gitu dengan perilaku pacaran pada
mbak udah ngelakuin semua remaja, yang mengungkapkan
ne. Nek kalo ndak ngelakuin bahwa ada hubungan positif
malah ndak normal, ga wajar antara interaksi teman sebaya
og. wong disini og kok belum dengan perilaku pacaran pada
pernah kayak ngono. Sak remaja.18 Dimana semakin positif
komplek tok, mosok urip sak interaksi teman sebaya maka
komplek e kayak gtu ga semakin tinggi perilaku pacaran,
pernah kan aneh mbak dan begitu juga sebaliknya
hahaha...” semakin negatif interkasi teman
sebaya maka semakin rendah
Teori pembelajaran sosial perilaku pacarannya.
Albert Bandura, menyatakan Berdasarkan hasil wawancara
bahwa kepribadian seseorang mendalam dengan subjek
berkembang melalui proses penelitian diketahui bahwa lebih
pengamatan, dimana orang dari separuh subjek peneltian
belajar melalui observasi atau menghabiskan waktu bersama
pengamatan terhadap perilaku teman-temannya. Hal yang biasa
orang lain terutama pemimpin didiskusikan bersama teman-
atau orang yang dianggap teman meliputi urusan pekerjaan,
mempunyai nilai lebih dari orang pengalaman kerja di resosialisasi,
lainnya. Masa remaja merupakan masalah kehidupan, hobby, dan
masa dimana pencarian jati diri, tak jarang juga membahas
remaja cenderung untuk tentang hal yang berbau seksual.
mencontoh perilaku yang terjadi Mayoritas teman subjek
dilingkunganya.9 penelitian pernah melakukan
hubungan seksual, biasanya

1098
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

mereka melakukannya dengan perilaku seksual yang terjadi di


pasangannya yang juga ikut kalangan remaja.Pada penelitian
bekerja di resosialisasi. subjek ini diketahui bahwa sebesar (55,6
penelitian biasaanya melakukan %) mendapatkan dukungan
hubungan seksual di wisma kurang baik dari orang tua. Hasil
tempat dia bekerja atau di wisma penelitian ini sejalan dengan
pasangannya. Berikut penelitian Ika (2009), dimana
penuturannya : tidak ada hubungan antara
“...buanyaakkk hahahhaaa, pengawasan orang tua dengan
mereka nganggap wajar mbak perilaku seksual pranikah pada
sama pk-pk ne toh hahah. kedua kelompok responden. Hal
Mereka ngelakuin buanyak tersebut dikarenakan responden
mbak, ciuman, ml , pokok e mendapatkan pengawasan
wes semuane.....” rendah dari orang tuanya dan
melakukan perilaku seksual
Subjek penelitian sering pranikah sebanyak 48 (67,6 %).15
mendapatkan ajakan untuk Sebanyak 76,2 % orang tua
melakukan hubungan seksual tidak memberikan pendidikan
dengan teman mereka. seks kepada responden dan
Lingkungan pertemanan yang sebesar 82, 5 % orang tua juga
seperti itu mempunyai pengaruh tidak memberikan informasi
tersendiri terhadap subjek tentang perilaku seksual kepada
penelitian. Hal ini terlihat dalam responden. Tidak adanya
pernyataan sebagai berikut : hubungan karena pada masa
“...Ada mbak, yaa diajak-ajak remaja, perilaku lebih banyak
gitu mbak smaa temen, mau dipengaruhi oleh teman sebaya.
melakukan itu. Ooo pertamane Budaya teman sebaya
dia ngajakin buat nganu apa... mempengaruhi perilaku remaja
apa nyari cewe itu lo mbak. untuk menyepelekan nilai-nilai
Nah trus nanti akuna baru dan kendali orang tua terhadap
dikenalin ke temen cewenya...” mereka.
Menurut asumsi peneliti,
teman sebaya mempunyai g. Dukungan Petugas Kesehatan
pengaruh terhadap perilaku Hasil penelitian menyatakan
seksual remaja. Mengingat masa bahwa masih kurangnya
remaja adalah masa pencarian dukungan petugas kesehatan
jati diri dan mencoba untuk terhadap remaja yang tinggal di
mencontoh apa yang terjadi di lingkungan resosialisasi (61,9 %).
sekitar lingkungannya. Semakin Hal ini terlihat tergambarkan yaitu
dekat subjek penelitian dengan lebih dari separuh responden
teman sebaya maka semakin tidak mendapatkan informasi
besar dampaknya bagi kehidupan seksual dan HIV, IMS di
sehari-hari. lingkungan tempat tinggal
responden.
f. Dukungan Orang Tua Hasil penelitian ini sejalan
Dukungan orang tua dengan penelitian Ayu (2015)
merupakan faktor penting dalam mengenai hubungan antara faktor
pembentukan perilaku terutama internal dan faktor eksternal
remaja. Orang tua mampu dengan perilaku seksual pranikah
melakukan pencegahan terhadap remaja di Indonesia, di ketahui

1099
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

bahwa peran petugas kesehatan pasangannya yang merupakan


terhadap perilaku seksual rekan kerjanya (pemandu
pranikah remaja adalah rendah. karaoke) dan teman bemain,
Hal ini terlihat dimana dari 19.882 sedangkan sisanya melakukan
responden, sebanyak 12.181 aktivitas seksual seperti
melakukan perilaku seksual berciuman, berpelukan, dll.
pranikah dan mereka termasuk
ke dalam kategori yang tidak DAFTAR PUSTAKA
mendapatkan peran dari petugas 1. BKKBN. Survei Demografi dan
kesehatan.19 Kesehatan Indonesia 2012.
(2013).
KESIMPULAN 2. Centers for Disease Control and
1. Sebesar (11,1 %) responden Prevention. Youth Risk
berperilaku seksual sangat Behaviour Surveillance – United
beresiko, dimana sebesar (7,9 States, 2015. Surveill. Summ.65
%) telah melakukan hubungan (6), (2016).
seksual, oral seks dan saling 3. Kementerian Kesehatan.
menempelkan alat kelamin Pedoman Nasional Penanganan
tanpa busana. Infeksi Menular Seksual 2011.
2. Variabel yang berhubungan (Direktorat Jenderal
dengan perilaku seksual remaja Pengendalian Penyakit dan
: pekerjaan (p=0,000), sikap Penyehatan Lingkungan, 2011).
terhadap perilaku seksual 4. Arfrianti, N. A., Harbandinah, P.
(p=0,011) dan perilaku teman & Nugroho, P. Analisis Faktor-
sebaya (p=0,035). faktor Penyebab Niat Wanita
3. Karakteristik responden : lebih Pekerja Seks (WPS) yang
dari separuh responden laki-laki Menderita IMS Berperilaku Seks
(66,3 %), kategori umur remaja Aman (Safe Sex) Dalam
akhir (52,4 %), berpendidikan Melayani Pelanggan. J. Promosi
rendah ≤ SMA (92,1 %), tidak Kesehat. Indones.3 (2), (2008).
bekerja/sekolah (77,8 %), orang 5. Dinas Kesehatan Kota
tua responden bekerja (92,1 %) Semarang. Laporan Program
dan bertempat tinggal bersama Kesehatan Remaja Januari-
keluarga (93,7 %). Desember tahun 2015. (2015).
4. Variabel yang tidak 6. Puskesmas Lebdosari
berhubungan dengan (p- Semarang. Laporan Bulanan
value>0,05)adalah variabel jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
kelamin, umur, pendidikan, Januari - Oktober tahun 2016.
pekerjaan orang tua, status (2016).
tempat tinggal, pengetahuan 7. Sarwono, S. . Psikologi Remaja.
mengenai perilaku seksual, (Rajawali Press, 2012).
dukungan orang tuadan dukuga 8. Amaliyasari Y., N. P. Perilaku
petugas kesehatan. Seksual Anak Usia Pra-Remaja
5. Dari seluruh subjek penelitian Disekitar Lokalisasi dan Faktor
yang bekerja di resosialisasi, 3 yang Mempengaruhinya. J.
orang sudah melakukan Penelit. Dinas Sos.1 (1), (2008).
hubungan seksual dan dua 9. Bandura, A. Social Learning
diantaranya tidak menggunakan Theory. In A. S.R Manstead &
kondom. Biasanya mereka M. Hewstone (eds.) Blackwell
melakukannya dengan encylopedia of social

1100
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

psychology (pp. 600-606). Negeri 1 Baturraden dan SMA


Oxford: Blackwell (1995) Negeri 1 Purwokerto.
10. Elizabeth & Hurlock, B. (Diponegoro, 2009).
Psikologi Perkembangan : Suatu 16. Soekanto. Sosiologi Sebagai
Pendekatan Sepanjang Rentang Suatu Pengantar. (CV Rajawali,
Kehidupan. (Erlangga, 2001). 2002).
11. Santrock, J. W. Adolescence : 17. Bandura, A. Perceived Self
Perkembangan Remaja. Efficacy in The Exercise of
(Erlangga, 2003). Control Over AIDS Infection.
12. Beena, J. & Chauhan, S. (Eval Program Plann, 1990).
Determinants of Youth Sexual 18. Sulistiowati. Hubungan Antara
Behaviour : Program Imlication Interaksi Teman Sebaya dengan
for India. East. J. Med.16, 113– Perilaku Pacaran pada Remaja
121 (2011). Naskah Publikasi.
13. Kusumawati, Y. & Susanti. (Muhammadiyah Surakarta,
Hubungan Antara Status 2015).
Pendidikan dan Kondisi 19. Umaroh Ayu Khoirotul,
Keluarga dengan Perilaku Kusumawa, Y. & Kasjono, H. S.
Seksual pada Anak Jalanan di Hubungan antara Faktor Internal
Kota Surakarta. Pros. Semin. dan Faktor Eksternal dengan
Ilm. Nas. Kesehat. (2012). Perilaku Seksual Pranikah
14. Sari, S. N. Perilaku Seksual dan Remaja di Indonesia. J.
Faktor yang Berhubungan pada Kesehat. Masy. Andalas10 (1),
Mahasiswa S1 Regular Fakultas 65–75 (2015).
X Universitas Indonesia Tahun
2012. (Universitas Indonesia,
2012).
15. Dewi, I. N. C. . Pengaruh Faktor
Personal dan Lingkungan
terhadap Perilaku Seksual 20.
PraNikah pada Remaja di SMA

1101

You might also like