You are on page 1of 6

Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat

Universitas Tanjungpura Pontianak


Hal 403 - 408

BIODIVERSITAS TUMBUHAN SEMAK DI HUTAN TROPIS DATARAN RENDAH


CAGAR ALAM PANGANDARAN, JAWA BARAT
BIODIVERSITY OF SHRUBS ON TROPICAL LOWLAND FOREST
PANGANDARAN PRESERVATION, WEST JAVA
EkaPutri Azrai1, Erna Heryanti2

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Jakarta1


Jl. Pemuda 10 Rawamangun, Jakarta Timur
ep_azrai@yahoo.com
JurusanBiologi FMIPA UniversitasNegeri Jakarta, Jakarta2

ABSTRACT

Tropical rain forest vegetation is very stratified. The stratification depends on the type of
forest. Upper strata dominated by trees, while lower strata filled by shrubs, herbs, and
lianas. Many researchs on upper vegetation or tree have been carried out, but research
on shrub vegetation is still very rare. Dominance and composition of shrubs and
herbaceous plants can be as an identifier of habitat type. This study aims to analyze the
composition, diversity, and richness of shrubs species on lowland forest of Pangandaran
nature reserve. The study was conducted through vegetation analysis using Line Intercept
method. The sampling taken in lowland forest ecosystems found six species of shrubs
following by IVI e.g Mischocarpus sp. (110.34), Psicontriaviridiflora (62.17), Ixora sp.
(44.48), Dilleniaexcelsa (37.56), Barringtoniaracemosa (28.27), and Rhodamniarubecense
(17.18). While in the ecotone area found 8 species of shrubs e.gPsicontriaviridiflora
(66.93), Sambucusjavanica (52.05), Clidemiahirta (43.96), Kebojalu (37.11),
Micromelumpubescens (36.65), Mischocarpus sp. (28.34), Morgania (27.18), and
Dilleniaexcelsa (7.78). Both diversity index of Shannon [10] (1,458) and richness index of
Margalef [4] (1,573) reveal that shrub species in the forest are poorer than in ecotone
(1,717 and 1,882).

Keywords: shrub, forest, lowland

ABSTRAK

Hutan hujan tropis sangat berstratifikasi. Stratifikasi yang terbentuk dalam vegetasi hutan
tergantung pada tipe hutan. Strata atas didominasi oleh pohon, sedangkan strata bawah
diisi oleh semak, herba, maupun liana. Penelitian tentang struktur vegetasi pohon atau
penyusun strata atas telah banyak dilakukan, namun penelitian tentang vegetasi semak
masih sangat jarang. Dominansi dan komposisi tumbuhan semak dan herba dapat
menjadi penciri tipe habita. Penelitian ini bertujuan menganalisis komposisi,
keanekaragaman, dan kekayaan jenis vegetasi semak di hutan dataran rendah CA
Pangandaran. Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi metode Line Intercept.
Cuplikan yang dilakukan pada ekosistem hutan dataran rendah menemukan 6 spesies
semak berikut INPnya sebagai berikut : Mischocarpus sp. (110.34), Psicontria viridiflora
(62.17), Ixora sp. (44.48), Dillenia excelsa (37.56), Barringtonia racemosa (28.27),
danRhodamnia rubescense (17.18). Sedangkan pada daerah ekoton ditemukan 8
spesies semak yaitu Psicontria viridiflora (66.93), Sambucus javanica (52.05), Clidemia
hirta (43.96), Kebojalu (37.11), Micromelum pubescens (36.65), Mischocarpus sp. (28.34),
Morgania ( 27.18), dan Dillenia excelsa (7.78). Baik indeks keragaman Shannon [10]
(1,458) maupun indeks kekayaan Margalef [4] (1,573) spesies semak di hutan lebih kecil
daripada di daerah ekoton (1,717 dan 1,882).

Kata kunci: tumbuhan semak, hutan, dataran rendah

403
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak
Hal 403 - 408

1. PENDAHULUAN
Vegetasi hutan tersusun dalam beberapa strata. Strarifikasi yang terbentuk dalam
vegetasi hutan tergantung pada tipe hutan [2]. Strata atas biasanya didominasi oleh
pohon, sedangkan strata di bawahnya diisi oleh tumbuhan semak, herba, maupun liana.
Penelitian tentang komposisi vegetasi penyusun strata atas atau pohon telah banyak
dilakukan. Telah diketahui jenis-jenis vegetasi pohon sebagai penciri tipe hutan tertentu,
misalnya jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae sebagai ciri dari vegatasi yang
mendominasi tipe hutan hutan tropis primer di sepanjang Pulau Sumatera, P. Jawa, dan
P. Kalimantan. Sedangkan hutan sekunder biasanya didominasi oleh jenis pohon
Macaranga sp. Sementara penelitian tentang komposisi vegetasi semak masih sangat
jarang. Padahal semak juga mempunyai fungsi ekologis yang penting dalam ekosistem
hutan, antara lain adalah sebagai tempat habitat burung, serangga, dan satwa lainnya.
Berdasarkan perawakan atau habitus, tumbuhan dikenali sebagai : pohon, semak
(shrubs), herba (herbaceous), dan tumbuhan pemanjat (climbing plants) [3]. Pohon dan
semak adalah tumbuhan berkayu; pohon mempunyai ciri memiliki batang utama,
sedangkan semak lebih pendek dan tidak memiliki batang utama tetapi melainkan
bercabang-cabang. Herba kurang atau tidak memiliki jaringan berkayu. Tumbuhan
pemanjat dapat berupa liana (berkayu), atau vine (herbaceous), atau diantara keduanya
(suffrutescent plants). Ada juga pembagian habitus tumbuhan sebagai [11] : pohon,
perdu, semak, dan terna.
Stratifikasi yang terjadi di dalam vegatasi hutan tersusun atas stratum A – E,
stratum D terdiri atas lapisan perdu dan semak, tingginya berkisar 1-4 m, dan stratum E
terdiri atas tumbuhan bawah penutup tanah (ground cover), tingginya antara 0-1 m [8].
Vegetasi semak biasanya cepat berkembang di areal dimana cahaya matahari sudah
dapat menerobos masuk sampai ke lantai hutan. Cagar Alam Pananjung Pangandaran
Barat merupakan salah satu ekositem hutan tropis sekunder dataran rendah di Jawa
Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis komposisi jenis, keragaman dan kekayaan
spesies tumbuhan semak di hutan dataran rendah CA Pangandaran.

2. METODE PENELITIAN
CA Pananjung Pangandaran memiliki beberapa tipe ekosistem diantaranya adalah
ekosistem hutan tropis dataran rendah dan savana. Pengambilan data dilakukan di
ekosistem hutan dataran rendah dan di daerah ekoton. Penelitian dilakukan dengan
teknik analisis vagetasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode line intercept.
Penempatan line dilakukan secara systematic sampling with random start pada transek
yang ditempatkan tegak lurus kontur. Penelitian dilakukan pada bulan April – Juli 2014.

404
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak
Hal 403 - 408

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kompas, meteran gulung, tali
transek, meteran jahit, kamera, peralatan untuk membuat herbarium, buku identifikasi
tumbuhan, dan tally sheet atau lembar pengamatan. Alat-alat untuk mengukur variabel
lingkungan adalah weather meter, lux meter, dan mistar untuk mengukur ketebalan
serasah. Data yang diambil adalah panjang semak yang menyentuh line atau tali dan
tinggi semak. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan nilai Indeks Nilai Penting [1],
Indeks keragaman spesies Shannon-Winner [10], dan Indeks kekayaan spesies Margalef
[4].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada ekosistem hutan dataran rendah
ditemukan 6 spesies semak, sedangkan pada daerah ekoton ditemukan 8 spesies. Hasil
analisis vegetasinya disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil analisis vegetasi semak pada ekosistem hutan dataran rendah
Indeks Nilai
No. Nama Spesies FR KR DR
Penting (INP)
1. Mischocarpus sp. 37,50 45,84 27,00 110,34
2. Psicontria viridiflora 25,00 25,00 12,17 62,17
3. Ixora sp. 12,50 8,33 23,65 44,48
4. Dillenia excelsa 6,25 8,33 22,98 37,56
5. Barringtonia racemosa 12,50 8,33 7,44 28,27
6. Rhodamnia rubecense 6,25 4,17 6,76 17,18

Pada ekosistem hutan, spesies yang memiliki INP tertinggi adalah Mischocarpus
sp. (INP 110,34), diikuti dengan Psicontria viridifloria (INP 62,17). Sedangkan spesies
dengan INP terendah adalah Rhodamnia rubecense (17,18). Dengan demikian
Mischocarpus sp. merupakan spesies yang mempunyai nilai ekologis yang paling penting
pada ekosistem hutan dataran rendah. Sementara pada daerah ekoton INP tertinggi ada
pada spesies Psicontria viridifloria (INP 66,93), kemudian berikutnya adalah Sambucus
javanica (INP 52,05). Psicontria viridifloria adalah spesies semak terpenting pada daerah
ekoton, dan menjadi spesies semak terpenting kedua pada ekosistem hutan dataran
rendah.

Tabel 2. Hasil analisis vegetasi semak pada daerah ekoton

405
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak
Hal 403 - 408

Indeks Nilai
No. Nama Spesies FR KR DR
Penting (INP)
1. Psicontria sp. 19,36 28,81 18,76 66,93
2. Sambucus javanica 16,33 13,55 22,37 52,05
3. Clidemia hirta 16,13 20,34 7,49 43,96
4. Kebojalu 9,68 8,48 18,95 37,11
5. Micromelum pubescens 16,13 10,17 10,35 36,65
6. Mischocarpus sp. 12,9 8,48 6,96 28,34
7. Morgania 6,45 8,48 12,25 27,18
8. Dillenia excelsa 3,22 1,69 2,87 7,78

Baik Mischocarpus sp. maupun Psicontria viridifloria dapat tumbuh pada kedua
area penelitian. INP spesies-spesies tersebut di area hutan dan di area ekoton berturut-
turut adalah sebagai berikut: Mischocarpus sp. (INP 110,34 dan INP 62,17), sedangkan
Psicontria viridifloria (INP 66,93 dan INP 28,34). Mischocarpus sp. merupakan spesies
semak yang memiliki nilai ekologis terpenting di hutan, sedangkan Psicontria viridifloria
merupakan spesies terpenting yang kedua di area tersebut. Namun sebaliknya, di area
ekoton Psicontria viridifloria merupakan spesies dengan nilai ekologis terpenting,
sedangkan Mischocarpus sp.menempati urutan ke enam dari delapan spesies semak
yang ditemukan. Berdasarkan hal tersebut, Psicontria viridifloria dapat dikatakan sebagai
spesies semak yang penting di cagar alam Pangandaran
Lebih lanjut, terdapat tiga spesies semak yang dapat dijumpai di kedua area baik
di bawah hutan hutan maupun di daerah ekoton, yaitu Psicontria viridiflora, Dillenia
excelsa, dan Mischocarpus sp. Salah satu kondisi lingkungan yang sangat berbeda
antara ekosistem hutan dengan daerah ekoton adalah faktor intensitas penyinaran
matahari. Sebagai gambaran, data intensitas penyinaran matahari sesaat yang diukur
menggunakan luxmeter di lokasi penelitian adalah sebesar 108 lx pada pagi hari dan 761
lx pada sore hari di bawah tegakan hutan, sedangkan di area ekoton 576 lx pada pagi dan
3900 pada sore hari lx. Sebagai konsekuensinya berarti kelembaban tanah di bawah
tegakan hutan lebih tinggi daripada di area ekoton, karena kelembaban tanah sangat
dipengaruhi oleh penyinaran matahari. Ternyata spesies Psicontria viridiflora, Dillenia
excelsa, dan Mischocarpus sp. mampu tumbuh di rentang ekologis yang lebih luas
dibandingkan dengan jenis-jenis semak yang ada lainnya.
Spesies semak yang hanya terdapat pada ekosistem hutan saja adalah Ixora sp.,
Dillenia excelsa, Barringtonia racemosa, dan Rhodamnia rubecense. Sedangkan spesies

406
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak
Hal 403 - 408

semak yang hanya terdapat pada daerah ekoton saja adalah Sambucus javanica,
Clidemia hirta, Kebojalu, Micromelum pubescens, dan Morgania. Sambucus javanica dan
Clidemia hirta dikenal sebagai tumbuhan yang bersifat invasif dan hidup di tempat terbuka
atau tempat dengan intensitas penyinaran matahari tinggi.
Indeks keragaman Shannon-Winner untuk spesies semak di hutan adalah sebesar
1,458 sedangkan di daerah ekoton adalah sebesar 1,717; yang berarti struktur komunitas
semak di kedua daerah tersebut masuk ke dalam kategori stabil. Sementara Indeks
kekayaan Margalef untuk spesies semak di hutan adalah sebesar 1,573, sedangkan
untuk daerah ekoton adalah sebesar 1,882.
Salah satu hal yang mengejutkan adalahn sedikitnya jumlah spesies semak yang
ditemukan baik di bawah tegakan hutan maupun di daerah ekoton. Hutan dataran rendah
cagar alam Pangandaran merupakan hutan sekunder dimana cahaya matahari sampai ke
lantai hutan. Sebagai perbandingan, di hutan tropis musiman di China, untuk kategori
tumbuhan berpembuluh yang tingginya <1m (terdiri dari anakan pohon, semak, herba,
dan hemiepifit) ditemukan antara 69 – 108 spesies di tiga area yang berbeda.
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode plot [7] Tidak disebutkan berapa
jumlah spesies yang termasuk ke dalam habitus semak. Sementara itu di bawah tegakan
hutan tropis bagian tenggara India, ditemukan 143 spesies liana [8]. Sehingga dapat
dimengerti mengapa jumlah spesies tumbuhan yang berhabitus semak memang sedikit.
Hal tersebut perlu mendapat perhatian pada pengelolaan bidiversitas hutan pada
umunya, dan pengelolaan biodiversitas tumbuhan di bawah kanopi (understory) pada
khususnya.

4. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Jakarta yang telah mendanai penelitian ini.

5. PUSTAKA
[1].Cox, G.W. Laboratory Manual of General Ecology. New York: McGraw Hill.
2002.
[2].Ewusie, J.Y. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB. 1995.
[3].Judd, et. al. Plant Systematics a Phylogenic Approach (second edition). 2002.
[4].Frechette, K.S.R., E.d. McCoy. Method in Ecology : Strategies for Conservation.
Cambridge University Press. 1993.
[5].Kimmins, J.P. Forest Ecology. New Jersey: Prentice Hall. 2002

407
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura Pontianak
Hal 403 - 408

[6].Lü, XT., Jiang-Xia Yin, dan Jian-Wei Tang. Diversity and composition of
understory vegetation in the tropical seasonal rain forest of Xishuangbanna, SW
China. Journal Tropical Biology 2011 March; Vol.59(1):455-463.
[7].Muthumperumal, C., danN. Parthasarathy. A large-scale inventory of liana
diversity in tropical forests of SouthEastern Ghats, India. Systematics and
Biodiversity 2010; 8(2): 289–300.
[8].Odum, E.P. Dasar-Dasar Ekologi (edisi ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1994.
[9].Soerianegara, Indrawan. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan
IPB. 1998.
[10].Smith, R.L. Ecology and Field Biology. New York: Harper and Ror Publisher.
1988.
[11].Tjitrosoepomo, G. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. 2005.

408

You might also like