Professional Documents
Culture Documents
Elisabeth Sarinastitin
Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Santu Paulus Ruteng,
Jl. Jend. Ahmad Yani, No. 10, Ruteng – Flores
e-mail: titienelyzabeth@gmail.com
ABSTRACT. Integritive Education is The Basis for Character Formation. Integrative character formation
requires the involvement of many parties. Both national and international policies and agreements help the
parties in forming the character of early childhood. In fact the character of children is only served by formal
educational istitutions without the active involvement of other elements. Human character has been attached to
a person’s personality and shown in his behavior every day. Since birth, humans have the potential of character
which is shown by their cognitive abilities and innate traits. Innate character will develop if get a touch of
learning experience from the environment. Family is the first learning environtment that children get and will
be a strong foundation for character formation after adulthood. Character building must be continuous done
holisticaclly from all educational environments namely family, school and society. Each environtment has goal
in character building. Character education in the family aims to establish the character of early childhood, in
schoold aming for character development the age of adolescence and in college aimed at stabilzing in
adulthood. The task of educators are to provide a good learning evirontment to form, develop, and strengthen
the character of their students.
Key Word: Integrative, Holistic, Character Formation for Child
ABSTRAK. Pendidikan Holistif Integratif untuk pembentukan Karakter Anak Usia Dini. Pendidikan
holistik integratif merupakan dasar untuk pembentukan karakter pada anak. Pembentukan karakter holistik
integratif ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak. Kebijakan dan kesepakatan baik nasional maupun
internasional membantu para pihak dalam pembentukan karakater anak usia dini. Kenyataannya, pembentukan
karakter anak hanya dilayani oleh lembaga pendidikan formal tanpa keterlibatan aktif dari elemen lainnya.
Karakter manusia telah melekat pada kepribadian seseorang dan ditunjukkan dalam perilaku kehidupannya
sehari-hari. Sejak lahir manusia telah memiliki potensi karakter yang ditunjukkan oleh kemampuan kognitif dan
sifat-sifat bawaannya. Karakter bawaan akan berkembang jika mendapat sentuhan pengalaman belajar dari
lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan menjadi fondasi yang
kuat untuk membentuk karakter setelah dewasa.Pembinaan karakter harus terus menerus dilakukan secara
holistik dari semua unsur atau lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing
lingkungan memiliki tujuan dalam pembentukan karakter. Pendidikan karakter di keluarga bertujuan untuk
pembentukan karakter anak usia dini, di sekolah bertujuan untuk pengembangan karakter pada usia remaja dan
di bangku kuliah bertujuan untuk pemantapan karakter pada usia dewasa. Tugas-tugas pendidik adalah
menyediakan lingkungan belajar yang baik untuk membentuk, mengembangkan dan memantapkan karakter
peserta didiknya.
Kata Kunci: Holistik, Integratif, Pembentuk Karakter Anak
95
96 Jurnal Lonto Leok Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 2, No.1, Januari 2019
hak-hak anak (Convention on the Right of the sifat-sifat bawaannya. Karakter bawaan akan
Child) (3) deklarasi Dakar di Senegal (2000) berkembang jika mendapat sentuhan
yang bertemakan ―Pendidikan untuk Semua pengalaman belajar dari lingkungannya.
dan Semua untuk Pendidikan (Education for Keluarga merupakan lingkungan belajar
all Education)‖, (4) pertemuan pendidikan pertama yang diperoleh anak dan akan menjadi
dunia di New York (2002), yang telah fondasi yang kuat untuk membentuk karakter
menyepakati (World fit for children) dengan setelah dewasa. Setelah dewasa, kecerdasan
dicanangkannya kehidupan sehat bagi anak, maupun perilaku kepribadian sudah relatif
(5) pertemuan di Kairo Mesir (2003) dengan stabil, oleh sebab itu jika ingin membentuk
agenda utama masalah perawatan dan kecerdasan dan karakter, waktu yang paling
pengembangan anak usia dini, dan (6) tepat adalah pada saat usia anak-anak sampai
pertemuan negara ASEAN di Jakarta (2004) dengan remaja.
berupa seminar dengan tema “The 3rd Pendidikan karakter telah lama menjadi
Regional Seminar for ASEAN Project on Early perhatian pemerintah. Dalam Undang-undang
Childhood Care Development (ECCD)” yang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
membahas tentang advokasi dan mobilitas Pendidikan Nasional pada pasal 1 (satu) antara
sosial tentang ECCD dalam konteks global lain disebutkan bahwa pendidikan adalah
(Buletin PAUD, 2004: 20). usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Berbagai bentuk kebijakan dan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
kesepakatan baik nasional maupun peserta didik secara aktif mengembangkan
internasional tersebut mendorong pemerintah potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
Indonesia menyusun program yang terkait spiritual keagamaan, pengendalian diri,
dengan pengasuhan, pengembangan anak usia kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
dini dalam bentuk kebijakan dasar Program keterampilan yang diperlukan dirinya,
Nasional bagi anak Indonesia sampai 2015 masyarakat, bangsa dan negara. Selain di
yang isinya sebagai berikut: (1) mewujudkan dalam Undang-undang, karakter positif juga
anak yang sehat, tumbuh dan berkembang banyak ditulis dalam visi dan misi lembaga
secara optimal melalui pemberdayaan pendidikan. Pada umumnya, lembaga
masyarakat, peningkatan kerja sama sektoral pendidikan menyusun visi yang tidak hanya
perbaikan lingkungan peningkatan kualitas bermuatan untuk menjadikan lulusan cerdas
serta jangkauan upaya kesehatan, peningkatan tetapi juga berakhlak mulia.
sumber daya, pembiayaan dan managemen
kesehatan, serta pengembangan ilmu KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
pengetahuan dan teknologi, (2) mewujudkan Karakter Anak Usia Dini
anak yang cerdas ceria dan berakhlak mulia Secara etimologis, karakter berarti
melalui upaya perluasan aksesibilitas, sifat-sifat kejiwaaan, akhlak atau budi pekerti
peningkatan kualitas dan efiensi pendidikan yang membedakan seseorang dari yang lain;
serta partisipasi masyarakat, dan (3) tabiat; watak (Kemendikbud, KBBI V online).
mewujudkan perlindungan dan partisipasi aktif Dalam konteks pendidikan, karakter
anak melalui perbaikan mutu pranata sosial (character) adalah nilai dasar yang
dan hukum, penelitian pemerataan dan membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
perluasan jangkauan penelitian pelayanan karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
terutama bagi anak yang berada dalam lingkungan, yang membedakannya dengan
keadaan darurat dalam jaringan kerja nasional orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan
dan internasional (Fasli Jalal-editor, 2005: 16). perilakunya dalam kehidupan sehari-hari
Artinya pendidikan yang diberikan kepada (Samani dkk, 2011: 237). Karakter adalah
anak usia dini merupakan intervensi nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau
lingkungan untuk mengoptimalkan kepribadian seseorang yang terbentuk dari
pertumbuhan dan perkembangan anak. hasil internalisasi berbagai kebijakan yang
Karakter manusia telah melekat pada diyakini dan dipergunakan sebagai cara
kepribadian seseorang dan ditunjukkan dalam pandang, berpikir, bersikap, berucap dan
perilaku kehidupannya sehari-hari. Sejak lahir, bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
manusia telah memiliki potensi karakter yang Orang berkarakter berarti orang yang
ditunjukkan oleh kemampuan kognitif dan berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,
Sarinastitin, Pendidikan Holistik Integratif Untuk Pembentukan Karakter.... 97
atau berwatak. Dengan makna seperti itu galanya. Jika timbul masalah, ia akan berusaha
berarti karakter identik dengan kepribadian mencari solusi damai. Mereka mau merugi
atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, bahkan rela sakit, asalkan masalahnya tidak
karakteristik, atau sifat khas diri seseorang berkepanjangan. Kaum plegmatis kurang
yang bersumber dari bentukan-bentukan yang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin.
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga Cenderung diam, kalem, dan bila memecahkan
pada masa kecil dan bawaan sejak lahir masalah umumnya sangat menyenangkan.
(Koesoema, 2007). Dengan sabar ia mau menjadi pendengar yang
Menurut Florence Litteur sebagaimana baik, tetapi kalau disuruh untuk mengambil
dikutip oleh Margono Slamet (2011: 2) keputusan mereka cenderung menunda-nunda
terdapat empat pola watak dasar atau karakter (Slamet, 2011: 10).
manusia, yaitu: (1) sanguinis/yang populer, (2) Sebagaimana sudah dijelaskan, karakter
koleris/yang kuat, (3) melankolis/yang merupakan nilai-nilai yang khas, baik watak,
sempurna, dan (4) plegmatis/yang damai. akhlak atau kepribadian seseorang yang
Keempat karakter tersebut masing-masing terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
memiliki nilai positif dan negatif. Manusia kebijakan yang diyakini dan dipergunakan
jarang hanya memiliki satu model karakter, sebagai cara pandang, berpikir, bersikap,
tetapi merupakan kombinasi dari dua, tiga, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan
atau bahkan keempat karakter tersebut. sehari-hari. Dengan demikian pendidikan
Karakter yang membedakan antara satu karakter menjadi tanggung jawab bersama
dengan lainnya adalah karakter mana yang bagi pendidik, baik di rumah maupun di
lebih menonjol atau mendominasi. Seorang sekolah. Saat ini ada fenomena yang
sanguinis cenderung ingin populer, ingin menunjukkan secara jelas karakter negatif
disenangi orang lain. Hidupnya penuh dengan yang sering muncul dalam diri remaja. Salah
warna. Emosinya meledak-ledak dan satu contohnya adalah bullying yang sering
transparan. Pada suatu saat ia bisa berteriak, terjadi di sekolah. Bullying adalah perilaku
beberapa saat kemudian bisa menangis. Orang negatif yang mengakibatkan seseorang dalam
sanguinis sedikit pelupa, sulit berkonsentrasi, keadaan tidak nyaman atau terluka dan
cenderung berpikir pendek, dan hidupnya tak biasanya terjadi berulang-ulang. Data Yayasan
teratur (Slamet, 2011: 4). Sementara itu, Semai Jiwa Amini yang dikutip Anindita dkk
seorang koleris:suka mengatur dan menunjukkan bahwa bullying di lingkungan
memerintah orang. Akibat sifat ini, banyak sekolah terbagi menjadi tiga, yaitu: (1) fisik:
dari mereka yang tidak punya teman. Orang memukul, menampar dan memalak atau
koleris senang tantangan dan petualangan, meminta dengan paksa apa yang bukan
goal oriented, tegas, kuat, cepat dan tangkas miliknya, (2) Verbal: memaki, menggosip dan
mengerjakan sesuatu. Baginya tidak ada istilah mengejek, dan (3) psikologis: mengintimidasi,
tidak mungkin. Kalau sudah mengobarkan mengucilkan, mengabaikan, dan
semangat, maka hampir dapat dipastikan apa mendiskriminasikan (Anindita dkk, tanpa
yang akan dilakukannya akan tercapai seperti tahun: 1). Penelitian yang dilakukan di tiga
yang diidamkan. Golongan koleris tidak kota besar di Indonesia: Yokyakarta, Surabaya
mudah menyerah dan mengalah (Slamet, 2011: dan Jakarta itu menunjukkan bahwa 67,9%
9). Melankolis cenderung teratur, rapi, kekerasan terjadi di SMA dan 66,1% di SMP
terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya (Anindita dkk, tanpa tahun: 2).
mereka suka dengan fakta, data, angka dan Fakta-fakta tersebut menunjukan bahwa
memikirkan segala sesuatu mendalam. Bila pendidikan karakter harus menjadi tanggung
dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis jawab bersama baik di sekolah, rumah
mendominasi pembicaraan, orang melankolis maupun masyarakat. Pendidikan karakter
cenderung menganalisa, memikirkan, dan harus dimulai sejak dini. Miftahudin (2010)
mempertimbangkan. Apa yang dikatakan telah menyatakan pendidikan karakter pada usia dini
dipikirkan secara mendalam. Selalu ingin di keluarga bertujuan untuk pembentukan,
serba sempurna dan tertata (Slamet, 2011: 7). pada usia remaja di sekolah bertujuan untuk
Orang plegmatis tidak suka konflik, karena itu pengembangan sedangkan pada usia dewasa di
apa saja akan dilakukan, sekalipun mereka bangku kuliah bertujuan untuk pemantapan.
tidak suka. Baginya kedamaian adalah segala- Tugas-tugas pendidik adalah menyediakan
98 Jurnal Lonto Leok Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 2, No.1, Januari 2019
lingkungan belajar yang baik untuk kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa
membentuk, mengembangkan dan ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11)
memantapkan karakter peserta didiknya. cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
Schwartz (2008: 6—10) menjelaskan bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15)
tentang 11 prinsip pendidikan karakter yang gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17)
efektif yaitu: (1) mempromosikan nilai-nilai peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.
kode etik berdasarkan karakter positif, (2) Meskipun telah dirumuskan ada 18 nilai
mendefinisikan karakter secara komprehensif pembentuk karakter bangsa, di setiap satuan
untuk berpikir, berperasaan dan berperilaku, pendidikan dapat menentukan prioritas
(3) menggunakan pendekatan yang efektif, pengembangannya. Pemilihan nilai-nilai
komprehensif, intensif dan proaktif, (4) tersebut berpijak dari kepentingan dan kondisi
menciptakan komunitas sekolah yang penuh satuan pendidikan masing-masing. Hal ini
kepedulian, (5) menyediakan kesempatan dilakukan melalui analisis konteks, sehingga
kepada siswa untuk melakukan dan dalam implementasinya dimungkinkan
mengembangkan tindakan bermoral, (6) terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang
menyusun kurikulum yang menantang dan dikembangkan. Implementasi nilai-nilai
bermakna untuk membantu agar semua siswa karakter yang akan dikembangkan dapat
dapat mencapai kesuksesan, (7) dimulai dari nilai-nilai yang esensial,
membangkitkan motivasi instrinsik siswa sederhana, dan mudah dilaksanakan
untuk belajar dan menjadi orang yang baik di (Kemendiknas, 2011).
lingkungannya, (8) menganjurkan semua guru Penerapan prinsip-prinsip pendidikan
sebagai komunitas yang profesional dan karakter yang telah disebutkan di atas harus
bermoral dalam proses pembelajaran, (9) menjadi bagian dari program sekolah.
merangsang tumbuhnya kepemimpinan yang Pelaksanaan pendidikan karakter perlu
transformasional untuk mengembangkan diintegrasikan melalui peraturan dan tata tertib
pendidikan karakter sepanjang hayat, (10) sekolah, proses belajar mengajar di kelas dan
melibatkan anggota keluarga dan masyarakat kegiatan ekstrakurikuler. Pendidik wajib
sebagai mitra dalam pendidikan karakter, dan memberi teladan perilaku/karakter yang baik
(11) mengevaluasi karakter warga sekolah pada peserta didiknya. The Character
untuk memperoleh informasi dan merancang Education, Guidance, Lifeskills
usaha-usaha pendidikan karakter selanjutnya. (www.livewiremedia.com) mengidentifikasi
Dalam Kebijakan Nasional manusia yang berkarakter baik adalah manusia
Pembangunan Karakter Bangsa, karakter yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1)
didefinisikan sebagai nilai-nilai yang khas- trustworthiness: dapat dipercaya, (2) respect:
baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, menghormati, sopan-santun, (3) responsibility:
nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik memiliki tanggung jawab pada tugas yang
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri diberikan, (4) fairness: bersikap adil dan
dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter bijaksana dalam mengambil keputusan, 5)
secara koheren memancar dari hasil olah pikir, caring: menunjukan kepedulian kepada
olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa sesama, suka menolong, (6) citizenship:
seseorang atau sekelompok orang. Karakter menunjukkan sikap kebangsaan, cinta pada
merupakan ciri khas seseorang atau negara/lembaga, loyal, disiplin menaati
sekelompok orang yang mengandung nilai, peraturan, (7) honesty: memiliki sikap jujur,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran terbuka dan apa adanya, (8) courage: memiliki
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan sikap berani atau suka tantangan, (9)
(Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter diligence: memiliki sikap tekun, ulet, pantang
Pendidikan Nasional, 2014-2014:1). menyerah dan kerja keras, dan (10) integrity:
Kemendiknas (2011) mengindentifikasi memiliki integritas atau kata dan tindakan
18 nilai karakter yang perlu ditanamkan selalu konsisten.
kepada peserta didik yang bersumber dari Pembentukan karakter manusia dengan
Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan ciri seperti itu secara tidak langsung
Pendidikan Nasional. Kedelapan belas nilai menciptakan generasi emas. Namun demikian
tersebut adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) generasi emas tersebut harus dipersiapkan
toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) melalui kebijakan pemerintah, dalam hal ini
Sarinastitin, Pendidikan Holistik Integratif Untuk Pembentukan Karakter.... 99
lingkungannya (sosial, ekonomi, dan alam). pengasuhan yang baik, dan (5) hak
Mempunyai komitmen terhadap kegiatan perlindungan dari kekerasan fisik dan
sosial dan senantiasa memberikan nilai tambah kekerasan psikologis.
kepada lingkungannya (added value). Pengembangan holistik integratif
Kedelapan, mempunyai integritas moral mengacu pada teori ekologi perkembangan
(integrity): memegang teguh prinsip moral, manusia dan teori perkembangan otak
kejujuran, bersikap objektif, dan adil. manusia. Perkembangan otak merupakan
Kesembilan, mempunyai kesadaran spiritual: proses yang terus berlanjut. Dengan demikian
bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan inisiatif untuk perkembangan anak usia dini
dan mengerti bahwa apapun yang pun harus merupakan upaya yang dilakukan
dilakukannya akan membawa konsekuensi terus menerus seiring dengan perkembangan
kepada lingkungannya. Mampu untuk melihat otak manusia. Untuk mencapai perkembangan
kekurangan/kelebihan dirinya, serta otak yang optimal, pengembangan anak usia
mempunyai rasa inter-connection (silaturahmi, dini harus mengacu pada kualitas interaksi
baik dengan Tuhan, manusia, maupun alam), yang disesuaikan dengan tahap pertumbuhan
dan compassion yaitu rasa kasih sayang dan dan prekembangan anak.
kepedulian (www.ihf.or.id). Dalam konteks pendidikan nasional,
Menurut Direktorat Pembinaan PAUD pelayanan pendidikan sejak usia dini sejalan
(2015), holistik dan integratif memiliki dengan Undang Undang (UU) Nomor 20
pengertian sebagai berikut: holistik artinya Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
penanganan anak usia dini secara Nasional, negara memberikan layanan
utuh/menyeluruh yang mencakup layanan gizi pendidikan kepada setiap warga negara sejak
dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, usia dini. Mengelola pendidikan anak usia dini
dan perlindungan, untuk mengoptimalkan (PAUD) merupakan salah satu tugas besar
semua aspek perkembangan anak. yang diemban Kementerian Pendidikan
Integratif/terpadu artinya penanganan anak Kebudayaan (Kemdikbud). Tugas ini
usia dini dilakukan secara terpadu oleh dilatarbelakangi oleh tanggung jawab negara
berbagai pemangku kepentingan di tingkat dalam menyiapkan generasi penerus NKRI.
masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat. PAUD mencakup anak usia 0—6 tahun.
PAUD holistik integratif merupakan Kemdikbud memfasilitasi pendidikan bagi
pendidikan anak usia dini yang anak-anak usia dini dalam bentuk taman
mengintegrasikan segala aspek dan nilai-nilai kanak-kanak (TK), kelompok bermain (KB),
dalam pendidikan seperti nilai moral, etis, taman penitipan anak (TPA), dan satuan
religius, psikologis, filosofis, dan sosial dalam PAUD lainnya yang sejenis. Namun,
kesatuan yang dilakukan secara menyeluruh menangani anak usia dini haruslah sesuai
antara jiwa dan badan serta aspek material dan dengan tahap tumbuh-kembang anak. PAUD
aspek spiritual untuk memenuhi kebutuhan bukan untuk mengajar anak seperti di sekolah,
esensial anak. Disebut PAUD holistik melainkan lebih sebagai wahana memberikan
integratif karena pelayanan yang diberikan kesempatan kepada anak untuk melejitkan
dalam PAUD holistik integratif tidak hanya seluruh potensi kecerdasannya melalui
dalam satu bidang pendidikan saja, akan tetapi pendekatan bermain sambil belajar. Idealnya,
pelayanan yang mencakup kebutuhan yang PAUD tidak boleh hanya memerhatikan aspek
berkaitan dengan kesehatan dan gizi, pola pendidikannya, melainkan secara simultan
pengasuhan dan perlindungan untuk anak. juga harus memerhatikan semua aspek yang
Anak merupakan suatu totalitas yang utuh, diperlukan dalam keseluruhan tumbuh-
oleh karena itu dibutuhkan pendidikan yang kembang anak seperti gizi, kesehatan, dan
menyeluruh untuk memenuhi hak anak. perlindungannya. Dengan kata lain, PAUD
Setidaknya ada lima kebutuhan yang menjadi harus bersifat holistik. Namun, karena selama
hak anak, yaitu: (1) hak anak untuk terjaga dan ini sudah banyak program dan upaya yang
terhindar dari penyakit, (2) hak mendapatkan dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun
kecukupan gizi sebagai sarana untuk pemerintah untuk menangani anak usia dini
memaksimalkan kemampuan otaknya dan (posyandu, bina keluarga balita, bina iman
bereksplorasi, (3) hak mendapatkan stimulasi anak, sekolah minggu, kelompok bermain,
yang baik, (4) hak mendapatkan pola taman penitipan anak, taman kanak-kanak,
Sarinastitin, Pendidikan Holistik Integratif Untuk Pembentukan Karakter.... 101