You are on page 1of 8

Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Parashorea malaanonan

(Blanco) Merr.
(Anatomical Structure and Fiber Quality of Parashorea malaanonan
(Blanco) Merr.)
Supartini1), Listya M Dewi2)
1)
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Jl. AW Syahrani 68 Sempaja, Samarinda,
Kalimantan Timur
2)
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No.5
Corresponding author: lizthya@yahoo.com (Listya M Dewi)

Abstract
Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. is one of Dipterocarps species that listed in Red
List IUCN as critically endangered species. The evaluation of its suitability for pulp and
paper raw material was also needed. The samples were observed by using Johansen’s
Method for the microtome slide making and for the observation of anatomical structure
were using IAWA List. The maceration process was using FPL’s method and fibre quality
criteria according to Rahman and Siagian (1976). The results shows that P. malaanonan
have light brown heartwood and yellow pale sapwood; rough texture; grain straight to
interlocked, and impression touch rough. The main microscopic characters are growth ring
indistinct, vessels diffuse arranged diagonally, vessels mostly solitary with outline rounded.
Tyloses were found in vessels, perforation plate simple, intervessel pits scalariform to
opposite. Axial parenchyma paratracheal thin vasicentric, rays uniseriate and multiseriate.
Axial intercellular canals in long tangential lines and axial canals diffuse. Vasicentric
tracheids present, thin wall fibre (4 µm), fibre length 1368 µm, and diameter 25 µm.
Prismatic chrystals in ray cells and chambered axial parenchyma cells. The fibre quality of
P. malaanonan belongs to the quality class II, which mean moderately good for pulp and
paper.

Key words: anatomical structure, critically endangered species, dipterocarpaceae, fibre


quality, Parashorea malaanonan

Pendahuluan Ketidakmampuan identifikasi sampai


tingkat spesies menyebabkan tingkat
Dipterocarpaceae merupakan famili
eksploitasi terpusat pada jenis-jenis yang
penghasill utama kayu dari hutan hujan
sudah dikenal baik. Namun, semakin
tropis di Indonesia bagian barat, Malaysia,
meningkatnya kebutuhan kayu
Brunei dan Filipina dan menyebar ke arah
menyebabkan jenis yang belum dikenal
timur hingga Irian Jaya dan Papua Nugini.
dengan baikpun ikut dieksploitasi.
Kebanyakan jenis Dipterocarpaceae sulit
Pemanfaatannya yang terus-menerus
diidentifikasi sampai tingkat jenis di
membuat jenis-jenis dipterokarpa menjadi
hutan, terutama di Kalimantan yang
semakin punah. Sebanyak 364 jenis
mempunyai jumlah jenis terbanyak
dipterokarpa sudah masuk ke dalam
(Newman et al. 1999).
International Union for the Conservation

Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. 169
Supartini, Listya M Dewi
of Nature and Natural Resources (IUCN) untuk menghilangkan gliserin dan
Red List for Threatened Species dalam direndam dalam safranin selama 1 jam
kategori Vulnerable, Endangered, untuk pewarnaan. Setelah itu sayatan
Criticallly Endangered, Extinct, Lower dicuci kembali dengan akuades sampai
risk/least concern, dan data deficient. bersih, lalu didehidrasi bertingkat
IUCN Red List merupakan daftar status menggunakan alkohol 30%, 50%, 70%,
kelangkaan spesies-spesies berbagai 96%, dan alkohol absolut masing-
makhluk hidup yang terancam punah yang masingnya selama 5-10 menit. Selanjutnya
diklasifikasikan oleh IUCN. sayatan dibeningkan dengan cara
merendamnya beberapa saat, berturut-turut
Kayu P. malaanonan merupakan salah
dalam karboksilol dan toluen. Sesudah itu
satu jenis dari famili Dipterocarpaceae.
sayatan direkat dengan entelan di atas
Dalam dunia perdagangan jenis kayu ini
gelas obyek, ditutup dengan gelas
dimasukkan ke dalam kelompok meranti
penutup, diberi label dan siap untuk
putih. Dalam Ashton (1998), P.
diamati.
malaanonan dimasukkan ke dalam IUCN
Red List for Threatened Species kategori Metode yang digunakan untuk membuat
Critically Endangered yang berarti spesies preparat maserasi adalah metode Forest
ini menghadapi resiko kepunahan dalam Product Laboratory. Contoh untuk
waktu dekat. Oleh karena itu, penelitian pembuatan sediaan maserasi berupa
ciri anatomi kayu penting dilakukan untuk cacahan sebesar batang korek api.
database pengenalan jenis kayu. Penelitian Maserasi dilakukan dengan cara merebus
ini bertujuan mengidentifikasi struktur kayu dalam larutan 60% asam asetat
anatomi kayu P. malaanonan sebagai glasial dan 30% hidrogen peroksida pada
landasan pengenalan jenis dan menilai suhu ± 80 C selama 1-2 jam, atau sampai
kualitas serat kayunya untuk bahan baku cacahan berubah warna menjadi putih dan
pulp dan kertas. lunak. Perbandingan volume asam asetat
glasial dan hidrogen peroksida yang
Bahan dan Metode digunakan adalah 1:1. Sampel yang telah
Sampel diperoleh dari areal HPH PT. dimaserasi kemudian dicuci dengan air
HSLL (Hutan Sanggam Labanan Lestari), kran yang mengalir sampai cacahan
Berau (Kalimantan Timur). Sampel tersebut bebas asam. Setelah itu dilakukan
diambil dari bagian pangkal batang berupa pemisahan serat menggunakan bantuan
lempengan. Setiap bagian batang diambil jarum sambil dicuci dengan akuades.
sebanyak 4 sampel pada penampang Serat-serat yang terpisah kemudian ditetesi
melintang mulai dari empulur sampai ke dengan safranin dan direndam dalam
lapisan kambium. Jadi dalam satu batang safranin selama kurang lebih 3 jam.
terdapat 12 sampel berukuran (2 x 2 x 2) Setelah itu serat kembali dicuci bersih
cm3. Metode pembuatan preparat sayatan dengan akuades. Serat-serat kemudian
menggunakan metode Johansen (1940) diletakkan pada gelas obyek yang sudah
yaitu dengan melunakkan kayu dengan ditetesi gliserin dan diatur sedemikian
cara merendam ke dalam larutan alkohol rupa agar tidak menumpuk satu dengan
giserin selama 2-3 hari. Setelah cukup lainnya. Lalu ditutup dengan gelas
lunak, sampel disayat dengan mikrotom penutup. Setelah itu dilakukan pengukuran
setebal 20-30 µm untuk bidang dimensi serat dan pembuluh.
transversal, tangensial dan radial. Hasil Dimensi yang diukur adalah panjang serat
sayatan kemudian dicuci dengan akuades sebanyak 25 contoh serta diameter serat

170 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 8 No. 2 Juli 2010
dan diameter lumen masing-masingnya
RR 
2w (d 2  l 2 )
sebanyak 15 contoh. Sedangkan untuk MR   100%
l d2
pembuluh diukur panjang dan diameternya L
sebanyak 25 contoh. Selanjutnya FP 
d l
dilakukan penghitungan turunan dimensi FR 
w d
serat seperti Runkel Ratio (RR), Felting CR 
Power (FP), Muhlsteph Ratio (MR), d
Coefficient Rigidity (CR), dan Flexibility Dimana, w : tebal dinding
Ratio (FR) untuk mengetahui kualitas L : panjang serat
serat kayu untuk bahan paku pulp dan l : diameter lumen
kertas, dengan. rumus sebagai berikut: d : diameter serat
Kualitas serat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas
Kelas I Kelas II Kelas III
Kriteria
Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
Fibre length (mm) > 2.000 100 1.000-2.000 50 < 1.000 25
Runkel Ratio (RR) < 0,25 100 0,25-0,50 50 0,50-1,0 25
Felting Power (FP) > 90 100 50-90 50 < 50 25
Muhlsteph Ratio (MR) < 30 100 30-60 50 60-80 25
Flexibility Ratio (FR) > 0,80 100 0,50-0,80 50 < 0,50 25
Coefficient of Rigidity (CR) < 0,10 100 0,10-0,15 50 > 0,15 25
Interval 450-600 225-449 < 225
Sumber: Rachman dan Siagian (1976)

Hasil dan Pembahasan kelompok pembuluh yang gerombol atau


ganda sampai dengan 4 sel pori, dan
Ciri makroskopis
terdapat tilosis pada sel pori. Tilosis
Kayu P. malaanonan memiliki kayu teras terbentuk di dalam sel pembuluh pada
berwarna coklat muda, kayu gubal kuning proses pembentukan kayu teras yang
pucat seperti terlihat pada Gambar 1. Kayu merupakan hasil pertumbuhan dari sel
bertekstur kasar, arah serat lurus sampai parenkim yang berbatasan dengan
berpadu, saat diraba memberi kesan kasar. pembuluh (Pandit 2005). Selain itu, pada
bidang transversal juga dapat ditemukan
Ciri mikroskopis jenis parenkim aksial paratrakea bentuk
Kayu P. malaanonan tidak memiliki batas vasisentrik dengan selubung parenkim
lingkar tumbuh yang jelas. Karakteristik tipis. Saluran interseluler aksial yang
pembuluh yang dapat ditemukan pada dihubungkan atau selalu diikuti dengan
bidang transversal (Gambar 2) adalah parenkim sehingga membentuk baris
kayu berpori tata baur dengan pembuluh tangensial panjang dan saluran aksial
tersusun secara diagonal, pengelompokan tersebar juga ditemukan pada kayu jenis
pembuluh hampir seluruhnya soliter ini.
(90%), namun sering dijumpai juga

Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. 171
Supartini, Listya M Dewi
c

Gambar 1 Penampang tranversal kayu P. malaanonan; a) Empulur , b) Kayu teras, c) Kayu


gubal.

T Si

Gambar 2 Penampang transversal kayu P. malaanonan; Si: Saluran interseluler aksial


dalam baris tangensial panjang, T: tilosis.

Trakeida vasisentrik dapat diamati pada Kristal prismatik juga dijumpai, terutama
bidang radial dan tangensial. Fei-Tan dalam jari-jari dan terkadang di sel
(1976) menyatakan bahwa trakeida parenkim aksial berbilik. Fei-Tan (1976)
vasisentrik selalu ditemui pada genus juga menyebutkan bahwa kristal selalu ada
Parashorea. Serat mempunyai ceruk pada genus Parashorea biasanya
sederhana dan dinding serat tipis. Bidang rhomboidal, terdapat di parenkim,
perforasi sederhana dengan ceruk antar berbilik, biasanya di untai parenkim yang
pembuluh bentuk tangga sampai panjang; terdapat juga di jari-jari, kadang-
berhadapan. Jari-jari uniseriat dan kadang lebih dari satu butir kristal dalam
multiseriat (Gambar 3). Jari-jari besar satu sel. Dalam Fei-Tan (1976), jenis-jenis
terdiri dari 2-5 seri. Komposisi jari-jari yang masuk ke dalam kelompok meranti
multiserinya adalah heteroseluler dengan putih adalah jenis Shorea spp. sedangkan
tubuh jari-jari sel baring dengan 1-2 jalur untuk genus Parashorea masuk ke dalam
sel tegak. kelompok white seraya, demikian juga

172 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 8 No. 2 Juli 2010
dengan yang tercatat dalam Inside Wood kedua marga ini mempunyai perbedaan
Database. Namun, di Indonesia jenis khusus sehingga dalam pengelompokan
Parashorea ini dikelompokkan ke dalam nama kelompok perdagangan sebaiknya
meranti putih. Fei-Tan (1976) dibedakan penyebutannya antara
menyebutkan perbedaan ciri antara kedua kelompok meranti putih dari marga
jenis ini yaitu mengenai keberadaan kristal Shorea dengan meranti putih dari
yang biasanya terdapat pada semua jenis Parashorea.
meranti kecuali pada meranti putih. Hal ini Ciri kuantitatif struktur anatomi kayu P.
berlawanan dengan ciri Parashorea yang malaanonan disajikan pada Tabel 2.
diungkapkan yaitu kristal selalu ada pada
jenis Parashorea. Secara ciri anatomi

Mr

Ur
Tv

Gambar 3 Penampang tangensial kayu P. malaanonan; Tv: Trakeida Vasisentrik,


Ur: Jari-jari uniseri, Mr: Jari-jari multiseri.

St

Sb

Kr

Gambar 4 Penampang radial kayu P. malaanonan; Kr: Kristal, Sb: Sel baring jari-jari, St:
Sel tegak jari-jari.

Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. 173
Supartini, Listya M Dewi
Tabel 2 Ciri kuantitatif struktur anatomi Persentase sel pori kayu ini (19%), jari-
kayu P. malaanonan jari (12%), parenkim aksial (5%) dan serat
(64%). Sel serat atau serabut berfungsi
Nilai
Struktur Anatomi Kayu sebagai pemberi tenaga mekanik pada
Rataan
batang (Pandit & Kurniawan 2008),
Pori
sehingga semakin tinggi nilai persentase
- Diameter (µm) 235
sel serat maka sifat kekuatan mekanik
- Tinggi (µm) 550
kayu semakin baik.
- Jumlah mm-2 4
Jari-jari Berdasarkan Rahman dan Siagian (1976),
- Tinggi (µm) 727 nilai panjang serat kayu P. malaanonan
- Lebar (µm) 53 termasuk kelas kualitas II. Panjang serat
- Jumlah mm-2 3 berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik
Serat kertas seperti kekuatan dan kekakuan.
- Panjang (µm) 1.368 Serat panjang memungkinkan terjadinya
- Diameter (µm) 25 ikatan antar serat yang lebih luas tetapi
- Diameter Lumen (µm) 17 dengan semakin panjang serat maka kertas
- Tebal dinding (µm) 4 akan semakin kasar. Serat kayu yang lebih
Persentase Sel (%) panjang akan menghasilkan lembaran
- Pori 19 kertas yang mempunyai sifat kekuatan
- Jari-jari 12 yang lebih baik karena memiliki daerah
- Parenkim 5 ikatan antar serat (bonding area) yang
- Serat 64 lebih luas pada saat penggilingan dan sifat
penyebaran tekanan (stress transfer) yang
Diameter rata-rata pori (235 µm) pada lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang
kayu P. malaanonan menurut IAWA dipengaruhi oleh ukuran panjang serat
(2008) termasuk sangat besar, tinggi pori adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat,
(550 µm) termasuk sedang, jumlah pori dan terutama ketahanan sobek. Di sisi lain,
persatuan luas (4) termasuk sangat sedikit, serat kayu yang lebih pendek mampu
panjang serat (1.368 µm) termasuk sedang menghasilkan lembaran kertas yang lebih
(panjang serat 900-1.600 µm). Tebal halus dan seragam (Casey 1980).
dinding serat (4 µm) termasuk kategori Serat dengan Runkel ratio yang rendah
tipis. Casey (1980) menggolongkan menunjukkan bahwa serat tersebut
diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu: memiliki dinding yang tipis tetapi
serat berdiameter besar (0,025-0,04 mm), diameter lumen lebar. Pulp yang
serat berdiameter sedang (0,01-0,025 dihasilkan dari jenis serat demikian lebih
mm), dan serat berdiameter kecil (0,002- mudah digiling (beaten) dan memiliki
0,01 mm). Jadi, jenis kayu ini termasuk ke daerah ikatan antar serat yang lebih luas
dalam serat berdiameter besar. sehingga diduga akan menghasilkan
Menurut Mandang dan Pandit (2002), lembaran pulp dengan kekuatan jebol,
jumlah jari-jari per milimeter persegi (3) tarik, dan lipat yang tinggi. Semakin tinggi
termasuk sangat jarang, tinggi jari-jari nilai Felting power (daya tenun) maka
kayu ini (727 µm) termasuk sangat sifat serat cenderung lebih lentur. Daya
pendek, lebar jari-jari (53 µm) termasuk tenun berpengaruh terhadap kekuatan
agak lebar. sobek kertas. Serat berdinding tipis akan
cenderung memberikan kekuatan sobek
yang rendah. Jalinan ikatan antar serat

174 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 8 No. 2 Juli 2010
yang baik dapat diperoleh dari serat yang dalam kontak yang dekat satu sama lain
lebih panjang karena berperan oleh gaya tegangan permukaan ketika air
meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal dihilangkan pada tahap pembuatan
ini disebabkan karena gaya sobek akan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini
terbagi dalam luas yang panjang. mendukung terjadinya ikatan antar serat
yang lebih sempurna sehingga
Diameter serat menunjukkan tingkat
menghasilkan lembaran dengan sifat
kelangsingannya. Serat yang langsing
kekuatan yang baik, porositas yang
mudah membentuk jalinan sehingga
rendah, dan kerapatan kertas yang tinggi.
terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang
Fleksibilitas serat juga mempengaruhi
baik (Sofyan & Nawawi 1995).
beberapa sifat penting kertas lainnya
Berdasarkan Rahman dan Siagian (1976),
seperti opasitas, permeabilitas udara,
nilai Runkel ratio dan felting power serat
penyerapan cairan, dan ketahanan lemak
kayu P. malaanonan termasuk ke dalam
(Casey 1980).
kelas kualitas II. Nilai kualitas serat kayu
P. malaanonan disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Rahman dan Siagian (1976),
nilai Muhlsteph ratio dan flexibility ratio
Tabel 3 Nilai kualitas kayu P. malaanonan serat kayu P. malaanonan termasuk ke
Kriteria Nilai Nilai* dalam kelas kualitas II. Coefficient of
- Panjang serat (µm) 1.368 50 rigidity mempunyai hubungan negatif
- Runkel Ratio 0,47 50 dengan kekuatan tarik kertas. Coefficient
- Felting Power 54,72 50 of rigidity yang tinggi menunjukkan
- Muhlsteph Ratio (%) 54 50 bahwa serat tersebut memiliki kerapatan
- Flexibility Ratio 0,68 50 yang tinggi pula. Panshin dan de Zeeuw
- Coefficient of Rigidity 0,16 25 (1980) menyatakan bahwa kerapatan serat
Total Nilai* 275 yang tinggi berpengaruh baik terhadap
Kelas Kualitas II rendemen pulp. Selain itu, jenis serat kayu
* Sumber: Rachman dan Siagian (1976) berkerapatan tinggi juga dapat
Muhlsteph ratio adalah perbandingan menghasilkan lembaran kertas dengan
antara luas penampang dinding serat opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang
dengan luas penampang lintang serat yang lebih besar, dan ketahanan sobek tinggi.
berpengaruh terhadap kerapatan lembaran Namun, lembaran kertas yang dihasilkan
pulp Serat kayu dengan Muhlsteph ratio lebih kaku sehingga memiliki ketahanan
yang tinggi memiliki luas permukaan yang lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat
lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan yang terdapat pada lembaran kertas juga
kontak antar seratnya menurun. Hal ini lebih sedikit sehingga cenderung memiliki
menyebabkan lembaran kertas yang ketahanan tarik dan retak yang rendah.
dihasilkan cenderung memiliki ketahanan Berdasarkan Rahman dan Siagian (1976),
tarik dan ketahanan retak yang rendah. nilai coefficient of rigidity serat kayu P.
Flexibility ratio mempunyai peran dalam malaanonan termasuk ke dalam kelas
perkembangan kontak antar serat (fibre to kualitas II.Berdasarkan semua parameter
fibre contact). Serat dengan flexibility yang dianalisis, P. malaanonan termasuk
ratio tinggi, tebal dindingnya relatif tipis ke dalam kelas kualitas II. Serat dengan
dan mudah berubah bentuk. Kemampuan kelas kualitas II mempunyai sifat mudah
berubah bentuk ini menyebabkan memipih pada waktu digiling dengan
persinggungan antara permukaan serat ikatan antar serat yang baik, sehingga
lebih leluasa dan lebih mudah ditarik ke lembaran pulp yang dihasilkan

Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu Parashorea malaanonan (Blanco) Merr. 175
Supartini, Listya M Dewi
mempunyai keteguhan sobek, ketahanan Edition Vol II. A. New York: Willey
pecah, dan keteguhan tarik lembaran pulp and Sons Inc.
yang baik (Rachman & Siagian 1976). Fei-Tan FC. 1974. Anatomical Features of
Dengan demikian, jenis kayu ini dapat the Dipterocarp Timber of Sarawak.
direkomendasikan sebagai bahan baku Singapore: Garden’s Bulletin.
pulp dan kertas.
[IAWA] International Association of
Kesimpulan Wood Anatomists. 2008. Identifikasi
Kayu: Ciri Mikroskopik untuk
Kayu P. malaanonan berwarna coklat
Identifikasi Kayu Daun Lebar.
muda pada kayu terasnya dan kuning
Penerjemah: Agus Sulistyobudi,
pucat pada kayu gubalnya, bertekstur
Mandang YI, Damayanti R, Rulliaty S.
kasar, arah serat lurus sampai berpadu, dan
Bogor: Pusat Penelitian dan
kesan raba kasar. Ciri mikroskopis yang
Pengembangan Hasil Hutan.
utama adalah batas lingkar tumbuh tidak
jelas, porositas tata baur, dan tersusun Johansen DA. 1940. Plant
secara diagonal. Tilosis dijumpai dalam Microtechnique. New York: McGraw
pori, pembuluh hampir seluruhnya soliter Hill Book Co., Inc.
(90%), bidang perforasi sederhana, dan Mandang YI, Pandit IKN. 2002. Pedoman
ceruk antar pembuluh tangga sampai Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan.
berhadapan. Parenkim aksial paratrakea Bogor: Prosea Indonesia.
vasisentrik tipis, jari-jari uniseriat dan Newman MF, Burgess PF, Whitmore TC.
multiseriat. Saluran interseluler aksial 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-
dalam baris tangensial panjang dan Pohon Dipterocarpaceae Pulau
tersebar. Terdapat trakeida vasisentrik, Kalimantan. Bogor: Prosea Indonesia.
dinding serat tipis dengan tebal 4 µm,
panjang serat 1368 µm, dan diameter 25 Pandit IKN. 2005. Karakteristik Struktur
µm. Kristal prismatik dijumpai dalam sel Anatomi Kayu Kuku (Pericopsis
jari-jari dan dalam parenkim aksial mooniana Thwaiters). J Ilmu Teknol.
berbilik. Kayu Trop. 3(1):1-5.
Keberadaan kristal prismatik ini Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur
membedakan ciri P. malaanonan dengan Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku
ciri meranti putih dari genus Shorea. dan Ciri Diagnostik Kayu
Kualitas serat kayu P. malaanonan Perdagangan Indonesia. Bogor:
tergolong ke dalam kelas kualitas II yang Fakultas Kehutanan, IPB.
berarti cukup baik untuk bahan baku pulp Rachman AN, Siagian RM. 1976.
dan kertas. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia
Bagian III. Laporan LPHH No. 75.
Daftar Pustaka Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan.
Ashton P. 1998. Parashorea malaanonan. Sofyan K, Nawawi DS. 1995. Sifat Pulp
In: IUCN 2010. IUCN Red List of Tiga Jenis Kayu Cepat Tumbuh.
Treathened Species. Version 2010.3. Teknolog 8(1):48-52.
www.iucnredlist.org. [28 September
2010]. Riwayat naskah (article history)
Casey J. 1980. Pulp and Paper Chemistry Naskah masuk (received): 23 November 2009
and Chemical Technology. Third Diterima (accepted): 2 Januari 2010

176 J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 8 No. 2 Juli 2010

You might also like