Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Ilmu Kehutanan
Jurnal Ilmu Kehutanan
Jurnal IlmuetKehutanan
al./ Jurnal14
Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
(2020)
84
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
Pendahuluan juta batang pada tahun 2018 (BPS 2018; Widjaja 1994).
85
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
memperlihatkan sifat mekanik papan partikel black Sebagian partikel diberi perlakuan ekstraksi air
spruce yang terbuat dari partikel setelah mengalami dingin dan ekstraksi air panas berdasarkan standar
perlakuan ekstraksi air panas mengalami penurunan ASTM D1110-84 (2002), sedangkan sebagian yang lain
dibandingkan papan partikel dari partikel tanpa tidak diberi perlakuan. Ekstraksi air dingin dilakukan
perlakuan. Di sisi lain, perlakuan ekstraksi air panas dengan merendam partikel pada air bersuhu ruangan
diketahui tidak berpengaruh signifikan pada sifat (±27°C) selama 48 jam, sedangkan ekstraksi air
rekat papan partikel pelepah salak dengan perekat panas dilakukan dengan merebus partikel pada air
asam sitrat sebanyak 20% berat kering partikel mendidih selama 3 jam. Setelah proses perendaman,
(Widyorini et al. 2019). Jenis dan komposisi ekstraktif partikel ditiriskan dan dikeringkan hingga kondisi
diduga turut mempengaruhi mekanisme perekatan kering udara (kadar air ±12%).
yang terjadi. Kandungan pati pada bambu yang
Perhitungan kadar ekstraktif kedua jenis bambu
relatif tinggi diduga mempengaruhi sifat perekatan
masing-masing perlakuan ekstraksi dihitung
produk dari bambu. Pati pada umumnya memiliki
sebanyak 3 ulangan dengan menggunakan ukuran
sifat perekatan yang rendah dengan nilai penyerapan
partikel yaitu lolos 40 mesh tertahan 60 mesh.
air yang tinggi (Wang et al. 2011; Damanhuri et al.
Kerapatan tumpukan partikel hasil masing-masing
2018). Di sisi lain, menurut Widyorini et al. (2017),
perlakuan dihitung berdasarkan berat partikel tanpa
pati dalam jumlah tertentu pada perekat asam
proses penekanan per volume tertentu, dimana pada
sitrat memiliki pengaruh positif pada peningkatan
penelitian ini menggunakan kotak berukuran 10 cm
sifat perekatan papan partikel bambu petung. Oleh
x 10 cm x 10 cm.
karena itu, pengaruh perlakuan ekstraksi bambu,
yang juga dapat menghilangkan pati, terhadap sifat Pembuatan larutan perekat
perekatannya dengan asam sitrat menarik untuk
Larutan perekat dibuat dengan melarutkan
diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk
asam sitrat di dalam pelarut air pada konsentrasi
mengetahui pengaruh perlakuan ekstraksi air panas
59-60% seperti yang dilakukan oleh Widyorini et
dan air dingin pada bambu petung serta bambu
al. (2016). Perekat dibuat dalam kondisi larutan
wulung terhadap sifat fisika dan mekanika papan
dengan tujuan mempermudah dan mengoptimalkan
partikel.
pelaburan perekat di permukaan partikel melalui
Bahan dan Metode metode penyemprotan. Sesuai dengan hasil
penelitian Widyorini et al. (2016), jumlah asam sitrat
Persiapan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 30%
berdasarkan berat kering partikel (kadar air ±12%).
Bahan baku yang digunakan adalah limbah
pasahan bambu petung (Dendrocalamus asper) yang
Pembuatan papan partikel
diperoleh dari pengrajin usuk dan reng di Cebongan,
Sleman, Yogyakarta dan limbah iratan bambu Pembuatan papan partikel dimulai dengan
wulung (Gigantochloa atroviolacea) yang diperoleh mencampurkan larutan perekat menggunakan
dari sentra kerajinan kipas di Kasongan, Bantul, alat semprot di permukaan partikel dan diaduk
Yogyakarta. Limbah tersebut kemudian digrinder secara merata, kemudian partikel terlabur tersebut
menjadi partikel dan disaring menggunakan dikering-ovenkan hingga kadar air ±4%, dicetak
saringan ukuran 10 mesh untuk menyeragamkan pada forming box berukuran 25 cm x 25 cm x 30
ukuran partikel. Partikel yang lolos saringan 10 mesh cm dan dikempa panas pada suhu 180°C, tekanan
kemudian dijadikan bahan baku papan partikel. spesifik 3,5 MPa selama 10 menit. Target kerapatan
Sebagai perekat/pengikat antar partikel, asam sitrat dan target ketebalan papan partikel yang digunakan
anhidrat (Weifang Ensign Industry Co. Ltd., China) secara berturut-turut adalah 0,9 g/cm3 dan 0,7 cm.
digunakan tanpa adanya proses pemurnian lebih Setelah proses pengempaan panas, papan partikel
lanjut. dikondisikan pada ruangan dengan suhu ±27°C dan
86
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
kelembaban relatif ±77% selama 1 minggu sebelum papan yang siginifikan dipengaruhi oleh faktor
proses pengujian. penelitian dilakukan uji lanjut menggunakan Tukey/
Honesty Significance Difference (HSD).
Pengujian sifat papan partikel
87
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
penting karena mempengaruhi nisbah pemampatan wulung berkisar 6,57 – 6,91% (Tabel 3). Semua papan
dan kekuatan papan partikel. Perlakuan ekstraksi partikel memiliki nilai kadar air yang memenuhi
membuat kerapatan tumpukan partikel sedikit persyaratan JIS A 5908 (2003), yaitu 5 – 13%.
meningkat. Hal ini terjadi diduga karena persentase
Kekasaran permukaan papan partikel bambu
partikel yang berukuran kecil meningkat dengan
petung dan bambu wulung berada pada kisaran
adanya perlakuan ekstraksi. Widyorini dan
5,82-6,78 µm (Tabel 3). Nilai kekasaran permukaan
Puspitasari (2011) melaporkan bahwa partikel kayu
tersebut masih di atas (lebih kasar) nilai kekasaran
setelah mengalami perlakuan ekstraksi air panas
permukaan papan komersial di Jepang yaitu 3,67-
menjadi berukuran lebih halus dan berwarna lebih
5,46µm (Hiziroglu & Suzuki 2007). Kekasaran
gelap dibandingkan tanpa perlakuan.
permukaan merupakan sifat yang penting karena
papan partikel biasanya dilapis dengan bahan-
Sifat papan partikel dengan perlakuan ekstraksi
bahan seperti venir, kertas, maupun coating dalam
Semua papan partikel bambu petung dan bambu pengaplikasiannya untuk mebel, panel, dan lain-
wulung yang dibuat dari partikel tanpa perlakuan lain. Pada umumnya, permukaan papan partikel
ekstraksi maupun dengan perlakuan ekstraksi yang halus dapat mempermudah dalam proses
berhasil dibuat tanpa mengalami delaminasi. Sifat pelapisan. Di sisi lain, permukaan yang cukup kasar
fisika papan partikel bambu petung dan bambu diperlukan karena memiliki luas permukaan yang
wulung dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar air papan lebih tinggi sehingga ketahanan pelapisan dengan
tidak dipengaruhi oleh perlakuan ekstraksi secara resin (coating) menjadi lebih kuat (Rolleri & Roffael
signifikan, namun kadar air papan berbeda signifikan 2010). Dampak negatif jika permukaan papan partikel
antar 2 jenis bambu (Tabel 4). Kadar air papan terlalu kasar adalah membutuhkan bahan pelapis
partikel dari bambu petung berkisar 7,41 – 7,76%, yang lebih banyak untuk mendapatkan penampakan
sedangkan kadar air papan partikel dari bambu yang halus.
Tabel 3. Sifat fisika papan partikel bambu petung dan bambu wulung
Table 3. Physical properties of particleboards made from petung bamboo and wulung bamboo
88
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
Signifikansi
Sifat Papan Interaksi Faktor jenis bambu & faktor
Faktor Jenis Bambu Faktor Ekstraksi
perlakuan ekstraksi
Kadar air 3,60 x 10-2 * 9,81 x 10-1 ns 6,94 x 10-1 ns
Pengembangan tebal 4,98 x 10-1 ns 6,09 x 10-2 ns 4,84 x 10-1 ns
Penyerapan air 5,4 x 10-2 ns 3,66 x 10-6 ** 2,54 x 10-2 *
Keteguhan rekat internal 7,63 x 10-8 ** 1,05 x 10-1 ns 1,52 x 10-5 **
Modulus patah kondisi kering 3,41 x 10-3 ** 3,62 x 10-1 ns 2,40 x 10-1 ns
Modulus elastisitas kondisi kering 3,01 x 10-3 ** 4,88 x 10-1 ns 9, 14 x 10-2 ns
Keterangan : ns : tidak signifikan, * : signifikan pada taraf uji 5%, ** : signifikan pada taraf uji 1%
Remarks : ns : non-significant, * : significant at 5% test level, ** : significant at 1% test level
Pengembangan tebal papan partikel cenderung sitrat sangat berpotensi digunakan sebagai bahan
mengalami peningkatan dengan adanya perlakuan baku furnitur. Nilai keteguhan rekat internal papan
ekstraksi pada bahan baku (Tabel 3), walaupun partikel penelitian ini sebagian besar melebihi nilai
tidak secara signifikan (Tabel 4). Pada penelitian keteguhan rekat internal pada papan partikel sweet
ini menunjukkan bahwa semua papan partikel sorghum bagasse dengan jenis dan jumlah perekat
mempunyai nilai pengembangan tebal dibawah yang sama yaitu sebesar ±1 MPa (Kusumah et al.
7%, yang memenuhi persyaratan JIS A 5908 untuk 2016). Papan partikel dari bambu petung dengan
papan partikel (maksimal 12%). Tren peningkatan perlakuan ekstraksi hasil penelitian ini mempunyai
nilai pengembangan tebal akibat perlakuan ekstraksi nilai keteguhan rekat internal 1,48 – 1,52 MPa,
terjadi pada penelitian Lamaming et al. (2013) dan sedangkan papan partikel bambu petung dengan
Widyorini et al. (2019). Namun, Widyorini et al. menggunakan perekat asam sitrat-pati (87,5/12,5,
(2019) lebih lanjut menunjukkan bahwa persentase g/g%) hanya sebesar 1,21 MPa (Widyorini et al. 2017).
peningkatan pengembangan tebal tersebut menurun
Nilai keteguhan rekat internal berbeda signifikan
dengan semakin meningkatnya jumlah perekat asam
karena pengaruh jenis bambu dan interaksi antara
sitrat. Hal ini diduga karena jumlah perekat yang
digunakan cukup tinggi yaitu 20%. Halligan et al. faktor jenis bambu dan perlakuan ekstraksi (Tabel
(1970) menyebutkan bahwa pengembangan tebal 4). Papan partikel dari bambu wulung memiliki
dipengaruhi oleh jumlah perekat dan juga faktor lain keteguhan rekat internal lebih tinggi (1,94 MPa)
seperti jenis kayu, geometri partikel, kerapatan papan, dibanding dengan bambu petung (0,88 MPa). Hal ini
efisiensi pencampuran, dan kondisi pengempaan diduga juga dipengaruhi oleh kerapatan tumpukan
(springback). Selanjutnya berbeda dengan bambu wulung (0,117-0,121 g/cm³) yang lebih rendah
Lamaming et al. (2013) dan Widyorini et al. (2019), dibanding dengan kerapatan tumpukan bambu
nilai penyerapan air pada penelitian ini menurun petung (0,125-0,129 g/cm³). Kerapatan tumpukan
ketika bahan baku diekstraksi. Nilai penyerapan yang rendah menyebabkan nisbah pemampatan
air dipengaruhi secara signifikan oleh perlakuan (compaction ratio) tinggi sehingga kontak antar
ekstraksi dan interaksi antara perlakuan ekstraksi partikel menjadi lebih baik serta sifat lentur (bending)
dan jenis bambu yang digunakan (Tabel 4). Hal ini dan kekakuan menjadi tinggi (Nazerian et al. 2011).
diduga disebabkan oleh pengaruh penghilangan zat- Kontak antar partikel yang baik menyebabkan
zat ekstraktif yang bersifat hidrofilik pada bambu kekuatan rekat antar partikel menjadi tinggi.
yang menyebabkan sifat penyerapan air papan
Pengaruh interaksi perlakuan ekstraksi dan
partikel menjadi menurun.
jenis bambu berperan nyata pada nilai keteguhan
Nilai keteguhan rekat internal papan partikel rekat internal. Hal ini terlihat dari tren yang
pada penelitian ini sangat tinggi berkisar dari berbeda antar 2 jenis bambu. Perlakuan ekstraksi
0,88-1,94 MPa, diatas tipe 18 JIS A 5908 (2003) membuat keteguhan rekat internal papan partikel
yaitu minimal 0,3 MPa. Hal tersebut menunjukkan bambu petung meningkat hingga 73%, namun
bahwa papan partikel bambu berperekat asam justru membuat keteguhan rekat internal papan
89
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
bambu wulung cenderung menurun walaupun Sifat modulus patah dan modulus elastisitas
tidak signifikan. Gambar 1 menunjukkan keteguhan papan partikel pada kondisi kering dapat dilihat
rekat internal papan partikel bambu petung setelah pada Gambar 2. Sama seperti sifat keteguhan
perlakuan ekstraksi air panas dan dingin secara rekat internal, papan partikel dari bambu wulung
berurutan adalah sebesar 1,48 ± 0,11 MPa dan 1,52± mempunyai nilai modulus patah dan modulus
0,12 MPa. Disisi lain, keteguhan rekat internal papan elastisitas yang lebih tinggi dibanding bambu
partikel bambu wulung setelah perlakuan ekstraksi petung pada masing-masing perlakuan ekstraksi.
air panas sebesar 1,69 ± 0,02 MPa dan ekstraksi air Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai modulus patah
dingin adalah 1,86± 0,10 MPa. Tren yang sama untuk dan elastisitas hanya dipengaruhi oleh jenis
bambu wulung juga ditemukan oleh Widyorini et bambu. Nilai modulus patah papan partikel bambu
al. (2019) pada penghilangan ekstraktif air panas wulung dapat memenuhi standar tipe 18 (min. 18
dari partikel pelepah salak. Gugus hidroksil (OH) MPa), sedangkan modulus patah papan partikel
pada komponen ekstraktif diduga turut berperan bambu petung memenuhi standar tipe 13 (min. 13
pada pembentukan ikatan ester dengan asam sitrat. MPa). Disisi lain, nilai modulus elastisitas papan
Perbedaan tren pada kedua jenis bambu pada partikel bambu wulung juga diketahui lebih tinggi
penelitian ini diduga disebabkan oleh perbedaan 56% dibandingkan modulus elastisitas papan
komponen dan komposisi ekstraktif maupun partikel bambu petung. Perlakuan ekstraksi tidak
karakteristik partikel setelah perlakuan ekstraksi.
memberikan pengaruh yang nyata pada modulus
Penelitian lebih lanjut mengenai komponen serta
patah dan modulus elastisitas papan berdasarkan
komposisi ekstraktif air dingin dan air panas kedua
hasil analisis varian (Tabel 4), namun terdapat
jenis bambu menarik untuk dilakukan agar bisa
tren yang sedikit meningkat pada bambu petung
menjelaskan lebih detil mekanisme perekatan
terekstrak dan sedikit menurun pada bambu wulung
dengan asam sitrat. Perubahan karakteristik partikel
terekstrak, sama seperti keteguhan rekat internal
akibat perlakuan ekstraksi seperti distribusi ukuran
(Gambar 1).
partikel menarik untuk diteliti lebih lanjut karena
berkaitan dengan perubahan luas bidang kontak Gambar 3 menunjukkan nilai modulus patah
permukaan perekatan dan kekuatan rekat yang dan modulus elastisitas papan partikel bambu
dihasilkan. pada kondisi basah setelah direbus selama 2 jam
dan direndam air pada suhu ruangan selama 1 jam
(pengujian tipe B, JIS A 5908). Nilai modulus patah
dalam kondisi basah masih tinggi, yaitu berkisar
antara 5,03 – 9,25 MPa atau retensi sebesar 35 –
49% dari nilai modulus patah dalam kondisi kering.
Berdasarkan standar JIS A 5908, papan partikel dari
bambu wulung tanpa ekstraksi memenuhi standar
tipe 18 (minimal 9 MPa), sedangkan papan partikel
dengan perlakuan ekstraksi memenuhi standar
tipe 13 (minimal 6,5 MPa). Semua papan partikel
dari bambu petung tidak ada yang memiliki nilai
modulus patah dalam kondisi basah diatas 6,5 MPa.
Gambar 1. Keteguhan rekat internal papan partikel Di sisi lain, nilai modulus elastisitas dalam kondisi
bambu petung dan bambu wulung. Garis basah berkisar antara 1,66 – 2,66 GPa atau retensi
vertikal yang melewati bar menunjukkan
sebesar 43 – 52% dari nilai modulus elastisitas dalam
standar deviasi
Figure 1. Internal bonding strength of particleboards kondisi kering. Hasil pengujian basah tipe B ini
made from petung bamboo and wulung menunjukkan bahwa papan partikel dari bambu,
bamboo. Vertical lines through the bars re- khususnya bambu wulung, dengan perekat asam
present the standard deviation
sitrat mempunyai potensi untuk digunakan sebagai
bahan baku untuk produk eksterior.
90
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
(a) (b)
Gambar 2. Modulus patah (a) dan modulus elastisitas (b) pada kondisi kering papan partikel bambu petung dan
bambu wulung. Garis vertikal yang melewati bar menunjukkan standar deviasi
Figure 2. Modulus of rupture (a) and modulus of elasticity (b) in dry condition of particleboards made from petung
bamboo and wulung bamboo. Vertical lines through the bars represent the standard deviation
(a) (b)
Gambar 3. Modulus patah (a) dan modulus elastisitas (b) pada kondisi basah papan partikel bambu petung dan
bambu wulung. Garis vertikal yang melewati bar menunjukkan standar deviasi
Figure 3. Modulus of rupture (a) and modulus of elasticity (b) in wet condition of particleboards made from petung
bamboo and wulung bamboo. Vertical lines through the bars represent the standard deviation
91
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
Arsad, E. 2015. Teknologi pengolahan dan manfaat bambu. Liese W, Tang TKH. 2015. Properties of bamboo culm. Hlm.
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan 7(1):45-52. 227-256 dalam Liese W, Kohl M, editor. Bamboo-The
Plant and its Uses. Springer, Swiss.
ASTM. 2002. ASTM D-1110-84. Standard test method for
water solubility of wood. Annual Books of ASTM Liu W, Hui C, Wang F, Wang M, Liu G. 2018. Review of the
Standard. Baltimore. resources and utilization of bamboo in China. Hlm.
133-142 dalam Khalil HPSA, editor. Bamboo: Current
Bamboo Phylogeny Group. 2012. An updated tribal and and Future Prospects. IntechOpen, London.
subtribal classification of the bamboos (Poaceae:
Bambusoideae). The Journal of The American Bamboo Mohmod AL, Khoo KC, Nor AMA. 1992. Carbohydrates
Society 24(1): 1– 10. in some natural stand bamboos. Journal of Tropical
Forest Science 4(4): 310-316.
BPS. 2018. Statistik Produksi Kehutanan 2018. Badan Pusat
Statistik, Jakarta. Nafitri M, Lukmandaru G. 2013. Sifat kimia bambu hitam
(Gigantochloa sp) pada perbedaan arah rasial dan
Canavan S, Richardson DM, Visser V, Le Roux JJ, Vorontsova ketinggian tempat tumbuh. Hlm. 318-324 dalam
MS, Wilson JRU. 2017. The global distribution of Suwinarti W, Kusuma IW, Erwin, Ismail, editor.
bamboos: Assessing correlates of introduction and Prosiding Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
invasion. AoB Plants 9(1):plw078 1-18. (Mapeki) XVI, 6 November 2013. Mapeki, Balikpapan.
Damanhuri AAM, Lubis AMHS, Hariri A, Hussin MSF. Nazerian M, Ghalehno MD, Shojaiishad M, Sharifpoor
2018. Effect of corn starch and wood glue to physical H, Taftiyan MH. 2011. Properties of three-layer
and mechanical properties of rice-husk based particleboard made from wood of athel (Tamarix
particleboard. Hlm 210-211 dalam Abdollah MFB, editor. aphylla) and pruning particles of almond (Amygdalus
Proceedings of Mechanical Engineering Research communis) dan pistachio (Pistacia vera). Jurnal of
Day, 1-2 Mei 2018. Centre for Advanced Research on Basic and Applied Scientific Research 1(8):837-843.
Energy, Faculty of Mechanical Engineering, Universiti
Teknikal Malaysia Melaka, Malaysia. Nirala DP, Ambasta N, Kumari P. 2017. A review on
distribution of bamboos. Life Sciences Leaflets 92:70-
FAO. 2000. Land cover classification system (LCCS): 78.
Classification concepts and user manual. Publishing
and Multimedia Service, Information Division, FAO, Parwita IWPA. 2017. Landasan konseptual perencanaan
Italia. dan perancangan bamboo community centre sebagai
saranan budidaya bambu di Kabupaten Sleman, D.I.
Halligan AF. 1970. A review of thickness swelling in Yogyakarta. Tesis (Tidak dipublikasikan). Magister
particleboard. Wood Science and Technology 4:301- Teknik Arsitektur, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
312.
Razak W, Janshah M, Hashim WS, Shirley B. 2007.
Hiziroglu S, Suzuki S, 2007. Evaluation of surface roughness Morphological and anatomical characteristics of
of commercially manufactured particleboard and managed natural bamboo stands-Gigantochloa
medium density fiberboard in Japan. Journal of scortechinii. Journal of Bamboo and Ratan 6(1-2):115-
Materials Processing Technology 184(1-3):436-440. 121.
JIS A 5908. 2003. Particleboards. Japanese Standard Rolleri A, Roffael E. 2010. Influence of the surface roughness
Association, Tokyo. of particleboards and their performance toward
Kamthai S, Puthson P. 2005. The physical properties, fiber coating. Manderas Ciencia y Technologia 12(2):143-
morphology and chemical compositions of sweet 148.
92
Widyorini et al./ Jurnal Ilmu Kehutanan 14 (2020) 84-93
Sutardi SR, Nadjib N, Muslich M, Jasni, Sulastiningsih IM, editor. Prosiding Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
Komaryati S, Suprapti S, Abdurrahman, Basri E. 2015. (Mapeki) XIV, 2 November 2011. Mapeki, Balikpapan.
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan
Widyorini R, Umemura K, Isnan R, Putra DR, Awaludin
10 Jenis Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan
A, Prayitno TA. 2016. Manufacture and properties of
Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan
citric acid bonded particleboard made from bamboo
Kehutanan, Bogor.
materials. European Journal of Wood and Wood
Terefe R, Teshome SD, Sanbato M, Daba M. 2016. Adaptation Products 74:57-65.
and growth performance of different lowland bamboo
Widyorini R, Umemura K, Kusumaningtyas AR, Prayitno
species in Bako, West Shoa, Ethiopia. Journal of
TA. 2017. Effect of starch addition on properties of
Natural Sciences Research 6(9):61-65.
citric acid-bonded particleboard made from bamboo.
Wang Z, Gu Z, Hong Y, Cheng L, Li Z. 2011. Bonding strength BioResources 12(4):8068-8077.
and water resistance of starch-based wood adhesive.
Widyorini R, Umemura K, Soraya DK, Dewi GK, Nugroho
Carbohydrate Polimers 88:699-706.
WD. 2019. Effect of citric acid and extractives treatment
Widjaja EA. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia. on the manufacturing process and properties of
Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor. citric acid-bonded Salacca frond particleboard.
BioResources 14(2):4171-4180.
Widyorini R, Puspitasari FE. 2011. Pengaruh perlakuan
ekstraksi dan waktu kempa terhadap sifat papan Yemele MCN, Koubaa A, Diouf PN, Blanchet P, Cloutier A,
partikel tanpa perekat dari limbah serbuk gergajian Stevanovic T. 2008. Effect of hot water treatment of
kayu mahoni. Hlm. 225 -232 dalam Sulistyo J, black spruce and trembling aspen bark raw material
Widyorini R, Lukmandaru G, Rofii MN, Prasetyo VE, on the physical and mechanical properties of bark
particleboards. Wood and Fiber Science 40(3):339-351.
93