Professional Documents
Culture Documents
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
Abstract: Reog Ponorogo is a traditional art from Ponorogo which has special characteristics. Distinctive
accompaniment, unique offerings and mystical nuances often accompany this form of art. This was especially
evident in the accompaniment presented. The focus of this article discussion on the presence of accompaniment
in the Reog Ponorogo art which has a mystical nuance. With the support of a number of special instruments, such
as trumpets, gongs, drums, etc., the rhythm and nuances presented are very mystical. Previous research that
discusses the art of Reog Ponorogo, namely Setyo Yuwana (1995) with the title "Reog Ponorogo: Dramatic
Structure, Social Function, and Its Symbolic Meaning". Yuwana took the research object of Reog Ponorogo Circle
of Friends Anom and Jayeng Katong in Ponorogo Regency. The contribution of Yuwana's research in this article
is that it can be used by researchers as an insight into the Reog Ponorogo show in the Ponorogo district that has
not been packaged and still has a complete show structure, as well as with the function and meaning of the show
intact. Thus, researchers are more focused on examining the Reog Ponorogo show that has been packaged in a
packaging show at the Surabaya Youth Hall. Data collection techniques used three ways namely, observation,
interview, and documentation. Traditional existence wherever it has been excluded, is considered to have no place
in today's society, then efforts to preserve and develop arts need to be increased. It is hoped that through
preservation efforts through various packages can help the next generation to appreciate and process creatively.
Abstrak: Reog Ponorogo merupakan kesenian tradisional dari Ponorogo yang memiliki karakteristik khusus.
Iringan yang khas, sajian yang unik dan nuansa yang mistis seringkali menyertai bentuk kesenian ini. Hal itu
terutama tampak pada iringan yang disajikan. Fokus pembahasan artikel ini pada hadirnya iringan dalam kesenian
Reog Ponorogo yang memiliki nuansa mistis. Dengan didukung beberapa instrumen khusus, seperti terompet,
gong, kendang, dan lain-lain, irama dan nuansa yang dihadirkan sangat terasa nuansa mistisnya. Penelitian
sebelumnya yang membahas tentang kesenian Reog Ponorogo, yaitu Setyo Yuwana (1995) dengan judul “Reog
Ponorogo: Struktur Dramatik, Fungsi Sosial, dan Makna Simboliknya”. Yuwana mengambil objek penelitian
Reog Ponorogo Paguyuban Pujangga Anom dan Jayeng Katong di Kabupaten Ponorogo. Kontribusi penelitian
Yuwana pada artikel ini adalah dapat digunakan peneliti sebagai wawasan pada pertunjukan Reog Ponorogo yang
berada di kabupaten Ponorogo yang belum dikemas dan masih dengan struktur pertunjukan yang lengkap, serta
dengan fungsi dan makna pertunjukan yang utuh. Dengan demikian, peneliti lebih terarah mengkaji pertunjukan
Reog Ponorogo yang telah dikemas dalam pertunjukan kemasan di Balai Pemuda Surabaya. Teknik pengumpulan
data menggunakan tiga cara yaitu, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Eksistensi tradisional di mana pun
memang telah tersisihkan, dianggap tidak memiliki tempat dalam masyarakat kini, maka upaya pelestarian dan
pengembangan kesenian perlu ditingkatkan. Diharapkan melalui upaya pelestarian melalui berbagai kemasan
dapat membantu generasi penerus untuk berapresiasi dan berproses kreatif.
1
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
Pertunjukan di Balai Pemuda Surabaya yang adegan Perang Klana Sewandana dengan
dilakukan rutin pada setiap hari Minggu pagi, Dhadhak Merak, adegan tari Merak Tarung dan
sekitar pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WIB adegan iring-iringan. Dijelaskan pula dalam
merupakan pertunjukan yang telah dapat struktur pertunjukan mengenai karakter tokoh
bertahan dalam kurun waktu lebih dari 8 dan elemen pertunjukan. Fungsi sosial Reog
(delapan) tahun. Pertunjukan dilakukan Ponorogo di desa Kauman sebagai media
bergantian pada setiap minggunya, yaitu pendidikan; alat penebal rasa solidaritas; alat
pertunjukan Jaranan dan Reog Ponorogo. Selama yang memungkinkan orang bertindak dengan
pertunjukan berlangsung, penonton relatif penuh kekuasaan; alat mengeluarkan protes
banyak, dengan kategori penonton yang sosial terhadap ketidakadilan; dan sebagainya,
heterogen, mulai dari kalangan anak-anak hingga sedangkan makna simbolik pertunjukan
orang dewasa. ditemukan dalam sikap dan gerak tari.
Reog Ponorogo sebagai materi pertunjukan Penelitian Yuwana tersebut relevan dengan
di Balai Pemuda dari hasil pengamatan peneliti artikel ini karena objek kajian yang digunakan
memberikan kesan menarik dalam adalah seni pertunjukan Reog Ponorogo. Namun
pertunjukannya. Peran yang dibawakan oleh demikian, terdapat perbedaan objek yaitu Reog
pemain dengan berbagai karakter membuat Ponorogo yang dikaji oleh Yuwana adalah
pertunjukan lebih bervariasi dan tidak pertunjukan tradisional yang berada dalam
membosankan. Di samping itu, terdapat adegan lingkup masyarakat pendukungnya yaitu di Desa
lucu sebagai intermezo atraksi pertunjukan Kauman, Kecamatan Kauman Kabupaten
sehingga penonton yang melihat menjadi tertawa Ponorogo; sedangkan objek kajian dalam
dan terhibur melihat pertunjukan. Pemain juga penelitian ini adalah seni pertunjukan Reog
melakukan komunikasi dengan penonton yang Ponorogo yang berkembang di kota Surabaya,
dilakukan di sela pertunjukan, yaitu dengan yang eksis dengan pertunjukan rutinnya di Balai
menyapa penonton dan mengajak dialog, Pemuda Surabaya.
kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan Di samping itu, pengkajian Yuwana
kembali. dilakukan dengan mengkaji seluruh aspek
Fokus pembahasan artikel ini pada hadirnya pertunjukan yang dilakukan pada 2 (dua)
iringan dalam kesenian Reog Ponorogo yang kelompok paguyuban, yaitu Pujangga Anom dan
memiliki nuansa mistis. Dengan didukung Jayeng Katong yang tentu saja hasil kajian
beberapa instrumen khusus, seperti terompet, menjadi kompleks; sedangkan artikel ini
gong, kendang, dan lain-lain, irama dan nuansa memfokuskan pertunjukan Reog Ponorogo yang
yang dihadirkan sangat terasa nuansa mistisnya. telah dikemas dalam durasi waktu 1 (satu) hingga
KAJIAN PUSTAKA 2 (dua) jam saja dengan mengkaji struktur dan
Penelitian sebelumnya yang membahas fungsi sosial pertunjukan.
tentang kesenian Reog Ponorogo, yaitu Setyo Kontribusi penelitian Yuwana pada artikel
Yuwana (1995) dengan judul “Reog Ponorogo: ini adalah dapat digunakan peneliti sebagai
Struktur Dramatik, Fungsi Sosial, dan Makna wawasan pada pertunjukan Reog Ponorogo yang
Simboliknya” merupakan penelitian dengan yang berada di kabupaten Ponorogo yang belum
relevan dengan penelitian ini. Yuwana dikemas dan masih pertunjukan dengan struktur
mengambil objek penelitian Reog Ponorogo pertunjukan yang lengkap, serta dengan fungsi
Paguyuban Pujangga Anom dan Jayeng Katong dan makna pertunjukan yang utuh. Dengan
yang ada di desa Kauman, Kecamatan Kauman, mengetahui bagaimana pertunjukan yang
Kabupaten Ponorogo. Kajian penelitian ini cukup lengkap dan utuh, maka peneliti lebih terarah
kompleks dengan mengkaji struktur lakon, fungsi mengkaji pertunjukan Reog Ponorogo yang telah
sosial dan model pengetahuan masyarakat yang dikemas dalam pertunjukan kemasan di Balai
terekspresi dalam pertunjukan Reog Ponorogo. Pemuda Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian tentang struktur METODE PENELITIAN
pertunjukan yang dikaji melalui lakon, Lokasi penelitian di Balai Pemuda Surabaya
ditemukan struktur adegan pertunjukan yang sebagai tempat pertunjukan Reog Ponorogo. Di
terdiri dari adegan Tari Warok, adegan Tari Balai Pemuda Surabaya, Reog Ponorogo
Jathilan, adegan Tari Bujangganong, adegan tari dipentaskan setiap 2 (dua) minggu sekali
Klono Sewandana, adegan tari Barong Lepas, (menyesuai jadwal periodik Dinas Pariwisata).
adegan Perang Jathilan dengan Dhadhak Merak, Waktu pementasan dilakukan sekitar 1 (satu)
2
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
hingga 2 (dua) jam pertunjukan. Objek penelitian Wawancara dalam penelitian harus dilakukan
adalah seni pertunjukan Reog Ponorogo yang dengan efektif, yang artinya dalam waktu yang
tampil di Balai Pemuda Surabaya, yaitu sesingkat-singkatnya untuk mendapatkan data
kelompok Persatuan Unit-Unit Reog Ponorogo sebanyak-banyaknya. Selanjutnya, Arikunto
Surabaya yang disingkat ‘PUR-BAYA’, (1998:129) menekankan wawancara dilakukan
pimpinan Bapak H. Nirwono, SH. dengan bahasa yang jelas, bahasan terarah,
Teknik pengumpulan data menggunakan 3 dengan suasana rileks agar data yang diperoleh
(tiga) cara yaitu, melalui observasi, wawancara, obyektif dan dapat dipercaya.
dan dokumentasi. Pengumpulan data dalam Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh adalah wawancara bebas terpimpin dengan
bahan, keterangan, atau informasi yang tepat dan peneliti membawa garis besar pedoman
dipercaya. Pengumpulan teknik dan alat yang wawancara yang selanjutnya dikembangkan di
tepat memungkinkan data yang obyektif lapangan dan tetap pada tujuan wawancara yaitu
(Arikunto, 1998:142). Adapun teknik mendapatkan data tentang struktur dan fungsi
pengumpulan data yang digunakan, sebagai seni pertunjukan Reog Ponorogo. Wawancara
berikut: dengan materi struktur pertunjukan dilakukan
Observasi pada pemimpin pertunjukan dan pelaku
Teknik pengumpulan data dengan pertunjukan; sedangkan wawancara dengan
observasi dilakukan peneliti untuk mendapatkan materi fungsi seni pertunjukan dilakukan pada
informasi tentang struktur pertunjukan Reog pelaku seni dan masyarakat penonton
Ponorogo yang ditampilkan di Balai Pemuda pertunjukan.
Surabaya. Dengan melihat secara langsung Dokumentasi
pertunjukan mulai persiapan, pelaksanaan, dan Dokumen adalah semua jenis
akhir pertunjukan maka diketahui dengan rekaman/catatan sekunder, lainnya seperti surat-
lengkap struktur pertunjukan Reog Ponorogo. surat, memo/nota, pidato, buku harian, foto-foto,
Arikunto (1998:146) menjelaskan bahwa kliping berita koran, hasil-hasil penelitian,
pengumpulan data dengan observasi merupakan agenda kegiatan (Faisal, 1990:81). Dokumentasi
pengamatan yang meliputi perbuatan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua
pemantauan terhadap suatu obyek yang bagian, yaitu dokumen video pertunjukan dan
menggunakan seluruh alat indra atau pengamatan dokumen foto pertunjukan dan suasana lokasi
langsung. pertunjukan. Dokumen video pertunjukan
Kegiatan observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji struktur pertunjukan
dilakukan di lokasi pertunjukan Reog Ponorogo Reog Ponorogo. Foto pertunjukan juga
dengan mengamati kondisi fisik lokasi dan digunakan untuk menjelaskan struktur
kondisi pertunjukan untuk menjelaskan struktur pertunjukan; sedangkan foto suasana lokasi
pertunjukan Reog Ponorogo. Kegiatan observasi pertunjukan saat pertunjukan berlangsung
didukung dengan teknik dokumentasi melalui digunakan untuk menjelaskan fungsi sosial
perekaman video pertunjukan dan foto pertunjukan Reog Ponorogo.
pertunjukan agar data struktur pertunjukan akan Miles and Huberman (dalam Sugiyono,
lebih akurat. 2011 :337) menjelaskan bahwa analisis data
Wawancara dalam penelitian ini merujuk konsep yang
Wawancara adalah tehnik pengumpulan data mengelompokkan aktivitas dalam tiga bagian,
untuk menemukan permasalahan yang diteliti, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan
dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal kesimpulan dan verifikasi data. Dalam penelitian
dari responden yang lebih mendalam (Sugiono, konsep tersebut selanjutnya dijabarkan sebagai
2007: 137). Wawancara dalam penelitian ini berikut.
digunakan untuk mengkaji fungsi seni Reduksi Data
pertunjukan Reog Ponorogo bagi pelaku seni dan Reduksi data dalam penelitian ini
masyarakat. Moleong (2002:135) menjelaskan dilakukan dengan memilahkan data berdasarkan
bahwa wawancara adalah percakapan yang kelompok kajian dan mendeskripsikan hasil tiap
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara kelompok kajian tersebut. Hal ini dilakukan
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan untuk memudahkan pengkajian penelitian
pihak yang diwawancarai (interview) yang selanjutnya. Selanjutnya dalam reduksi data juga
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. akan dikelompokkan berdasarkan permasalahan
3
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
4
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
Kendhang
Gambar 3. Saron
Alat ini berukuran sedang dan beroktaf
tinggi. Sama seperti demung, saron barung
memainkan balungan dalam wilayahnya yang
terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua
Gambar 1. Kendhang
saron memainkan lagu jalin-menjalin yang
Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau
bertempo cepat. Seperangkat gamelan
kambing) berfungsi utama untuk mengatur irama.
mempunyai dua saron, tetapi ada gamelan yang
Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa
mempunyai lebih dan dua saron.
alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut
Peking. Berbentuk saron yang paling kecil dan
ketipung, yang menengah disebut kendhang
beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau peking
ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi
ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap
bernama kendang gedhe biasa disebut kendang
empat lagu balungan.
kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau
Gong dan Kempul
gendhing yang berkarakter halus seperti
ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang
irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada
pembukaan lagu jenis lancaran, ladrang irama
tanggung. Untuk bermain kendhang, dibutuhkan
orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan
dimainkan dengan perasaan naluri si pemain,
tentu saja dengan aturan-aturan yang ada.
Demung, Saron, Peking
Alat ini berbentuk bilahan dengan enam atau
tujuh bilah (satu oktaf) ditumpangkan pada
bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai
Gambar 4. Gong dan Kempul
resonator. Instrumen mi ditabuh dengan tabuh
dibuat dari kayu. Menurut ukuran dan fungsinya, Gong menandai permulaan dan akhiran
terdapat tiga jenis saron: (1) Demung (Paling gendhing, serta memberi rasa keseimbangan
besar), (2) Saron (Sedang) dan, (3) Peking setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang
(Paling kecil). panjang. Gong sangat penting untuk menandai
berakhirnya satuan kelompok dasar lagu,
sehingga kelompok itu sendiri (yaitu kalimat lagu
di antara dua tabuhan gong) dinamakan ‘gongan’.
Ada dua macam gong, yakni (1) Gong Ageng
(besar) dan (2) Gong Suwukan atau Gong Siyem
yang berukuran sedang.
Gambar 2. Demung Bonang
5
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
Gambar 6. Slenthem
6
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
dua macam gender: (1) Gender barung dan (2) pada kaki penunjang. Alat musik ini terdapat di
Gender panerus. Pulau Jawa.
Gambang
Gambar 9. Gambang
7
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
terbentuknya satu kesatuan wujud karya itu. yang berbeda berlaras slendro, hal ini bertujuan
Struktur adalah tata hubungan antara bagian untuk menciptakan bunyi yang khas dan menjadi
atau unsur dalam membentuk satu keseluruhan, ciri khas setiap pertunjukan reog ponorogo. Satu
jadi berbicara tentang bentuk berarti berbicara buah seronen atau selompret yang dibunyikan
tentang bagian-bagian. Dengan demikian, dengan cara di tiup, dengan mendendangkan lagu
berbicara masalah bentuk penyajian juga lagu khas reog ponorogo atau lagu jaman dahulu
berbicara masalah bagian-bagian dari bentuk sebagai contoh misalnya lagu “Yen Ing Tawang
pertunjukan (Royce dalam Indriyanto Ana Lintang”, “Walang Kekek”, dan sebagainya.
1998/1999:15). Hal ini juga dikemukakan oleh Dua buah Kempul dan 1 (satu) gong sebagai
Sedyawati (1981:110), yaitu dengan melihat penanda berakhirnya bagian dari lagu. Satu buah
bagaimana kehidupan seni yaitu dalam hal bass drum dan 1 (satu) buah cymbal yang
penyajiannya, yang juga dikaitkan dengan bentuk berfungsi sebagai penguat bunyi kendhang pada
pengungkapan seniman dalam karyanya sehingga saat pukulan kuat pada kendang, sehingga
dapat ditangkap atau dirasakan penikmat dari pertunjukan tampak lebih meriah.
bentuk fisik karya tersebut.
Konsep tersebut digunakan untuk
menjelaskan struktur pertunjukan Reog
Ponorogo ditinjau dari elemen dan struktur
pertunjukan secara utuh pertunjukan yang tampil
rutin di Balai Pemuda dalam bentuk kemasan
pertunjukan.
Sebagai upaya untuk menghidupkan dan
memperkenalkan keberadaan seni pertunjukan
tradisional di masyarakat, Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Timur dan Dinas Pariwisata kota
Surabaya mengkemas seni pertunjukan Gambar. 13 Beberapa Alat Musik atau Gamelan
tradisional dalam kemasan yang ditampilkan Reog Ponorogo
secara rutin. Pengkemasan pertunjukan (Dok.Dhani Kristiandri: 2019)
ditampilkan secara periodik di berbagai tempat
diantaranya pentas rutin di Taman Budaya Sambil menunggu pemain yang
Surabaya yang mengagendakan pentas tiap bulan mempersiapkan diri, beberapa pemain mulai
dengan berbagai seni pertunjukan daerah yang menyiapkan area pentas dengan cara mulai
ada di Jawa Timur. Pentas rutin setiap dua menata penonton dan pedagang untuk menjauh
minggu sekali pertunjukan seni tradisional di dari posisi alat atau gamelan yang sedang
Taman Hiburan Rakyat Surabaya dengan materi dimainkan. Para pemain mulai memainkan pecut
pertunjukan kesenian Ludruk, Wayang Orang sambil berteriak minggir –minggir. Kepada
dan Ketoprak. Balai Pemuda pada setiap hari penonton yang berdiri dan dengan spontan
minggu dengan seni pertunjukan Jaranan dan penonton dan pedangang mulai berhamburan
Reog Ponorogo. berlari kecil sambil tertawa kecil dan ada yang
Struktur karya seni merupakan elemen- menangis karena takur dengan suara cambuk
elemen yang saling terkait (hubungan) dan tidak yang dimainkan oleh pemain. Kemudian pemain
dapat dilepaskan dengan elemen yang lain dan mulai menata dadag merag di samping area
masing-masing. Dalam struktur pertunjukan pentas yang nantinya akan dimainkan. Melihat
Reog Ponorogo yang dipentaskan di Balai Dadak Merak sudah ditata penonton langsung
Pemuda Surabaya dapat dideskripsikan sebagai mendekat untuk melihat dari dekat seperti apa
berikut: Dadak Merak tersebut kemudian penonton juga
Persiapan. melakukan selfie dan ada yang memegang bulu
Pertunjukan Reog Ponorogo dimulai pukul bahkan ada beberapa anak ada yang mencoba
08.00 diawali dengan beberapa pengrawit yang mencabut bulu dari Dadak Merak tersebut.
mulai sibuk menata alat atau gamelan yang akan
digunakan. Alat yang digunakan antara lain: satu
buah Kendhang Bem, satu buah Kendhang
Ketipung, dan satu buah Kendhang Ciblon. Tiga
buah kenong dengan bentuk yang masing masing
8
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
Gambar 14. Penonton mulai memadati area Gambar 16. Pertunjukan diawali dengan penampilan
pertunjukan. Dadak Merak
(Dok.Dhani Kristiandri: 2019) (Dok.Dhani Kristiandri: 2019)
Musik semakin lama semakin keras dan Setelah 15 menit berjalan, muncul penari
tempo yang semakin cepat menandakan bahwa kedua juga menggunakan Dadak Merak, dengan
pertunjukan akan segera dimulai. Penonton mulai pakaian sama seperti dengan penari pertama,
membentuk lingkaran mengelilingi area pentas. namun berbeda kaosnya. Kaos yang digunakan
Oleh karena jumlah penonton yang banyak serta penari kedua berwarna hitam. Penari kedua mulai
anak kecil yang melihat juga antusias, maka unjuk kebolehan dengan meliukkan Dadak
penonton yang di depan dipersilakan untuk Merak secara cepat sebanyak 3 kali kemudian
duduk di sekitar area pentas dengan beralaskan memutar tubuhnya ke belakang. Tangan penari
seadanya. berada di sisi kanan dan kiri Dadak Merak,
bertujuan untuk menyangga sekaligus menahan
Dadak Merak saat meliuk-liuk supaya tubuh
Dadak Merak tidak jatuh.
9
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
10
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
Setelah sepuluh menit berlalu, maka acara ingin melihat wajah penari dari dekat atau
mulai dilanjutkan dengan penampilan ketiga, melakukan foto kepada penari sehingga area
yaitu tari jaranan atau Jathilan yang dimainkan pentas menjadi sempit. Pecut pun akhirnya
oleh 4 orang penari putri yang cantik-cantik dimainkan sehingga penonton berhamburan ke
setingkat usia SMP dan SMA. Busana yang tepi dan area pentas mulai terlihat lebar lagi.
digunakan yaitu baju putih lengan panjang, Penampilan terakhir dari Reog Ponorogo dan
celana pendek berwarna hitam dengan hiasan sebagai penampilan puncak adalah tari topeng
kuning emas dengan motif merak, memakai jarik atau biasa disebut dengan tari penthul atau
dengan stagen warna merah melingkar di Bujangganong, dengan pemain berjumlah 7
pinggang serta tidak lupa sabuk hitam dengan orang berusia setingkat SD dan SMP. Busana
hiasan kuning emas sebagai pengikat selendang yang dikenakan adalah baju merah celana hitam
warna merah dan kuning di pinggang. Iket kepala dengan memakai rumbai-rumbai warna merah
berwarna hitam kemudian menggunakan asesoris dan kuning dengan gambar kepala harimau di
kalung kace, selempang hitam, dan cambuk atau tengahnya.
pecut terselip di belakang badan serta jaran kecil
yang terbuat dari gedheg atau seseg atau bambu
yang sudah diserut tipis dan dibentuk seperti
kuda .
11
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
Selain itu gerakan-gerakan lucu yang Gambar 27. Aksi akhir para pemeran Bujangganong.
mengundang gelak-tawa juga disajikan disana, (Dok.Dhani Kristiandri: 2019)
semisal gerakan garuk-garuk kepala, goyangan
yang diarahkan ke penonton sering kali disajikan Fungsi Seni Pertunjukan.
di sini. Di sela-sela tarian penthul atau Seni pertunjukan tradisional dapat dikaji
Bujangganong, disajikan dagelan atau lawakan melalui fungsi seni bagi individu dan fungsi seni
yang disajikan oleh pemain. Dimana penonton bagi masyarakat yang dapat disebut juga dengan
mulai melempar uang receh atau uang ribuan ke fungsi sosial. Dalam kehidupan sehari-hari,
area pentas dan penari penthul atau fungsi seni berkaitan erat dengan fungsi estetis
Bujangganong berhamburan untuk mengambil bagi seseorang sehingga perwujudannya pun dpat
uang tersebut. Teknik pengambilan ada berbagi dituangkan dengan cara berkarya seni maupun
macam cara dan hal ini menjadi tontonan yang mengapresiasi karya seni. Menurut Soekamto
menarik bagi penonton. Ada yang berlari (1989:6), yang dimaksud fungsi seni adalah
kemudian menduduki uang tersebut supaya kegiatan kesenian yang mempunyai peranan
penari yang lain tidak tahu, kemudian baru penting dalam kehidupan masyarakat; sedangkan
diambil. Ada yang mengambil dari jarak jauh Sedyawati (1983:138) menjelaskan bagaimana
melakukan salto terlebih dahulu sampai suatu kesenian tradisional yang diciptakan oleh
mendekati ke arah uang tersebut. Ada yang suatu masyarakat dapat mempunyai makna dan
seenaknya mengumpulkan dari penari yang lain arti penting bagi masyarakatnya, dengan
dan kemudian masuk ke saku celana pemain demikian kesenian tradisional yang hidup dalam
tersebut. Ada yang gengsi kalau hanya uang 500 kelompok masyarakat tertentu memiliki fungsi
atau 100 rupiah tidak diambil dengan mengambil tertentu pula. Fungsi kesenian bagi masyarakat
uang tersebut dan membuka topeng kalau adalah sebagai sarana upacara, hiburan atau
nominal 1000 atau 500 dikembalikan ke tontonan untuk dinikmati masyarakat umum.
pononton. Menurut Peursen (dalam Djazuli, 1994:36)
dijelaskan bahwa fungsi selalu menunjukan
terhadap sesuatu yang lain, apa yang namanya
fungsional adalah sesuatu yang tidak dapat
berdiri sendiri tetapi apabila dihubungkan dengan
yang lain akan mempunyai arti dan maksud yang
lain pula. Sebagai salah satu unsur kebudayaan,
kesenian memiliki fungsi sebagai acuan pedoman
bertindak bagi pendukungnya, dalam upaya
memenuhi kebutuhan estetikanya.
Konsep tersebut digunakan untuk
menjelaskan fungsi sosial pertunjukan Reog
Ponorogo ditinjau dari fungsi seni bagi individu
Gambar 26. Aksi para pemeran Bujangganong dalam dan fungsi seni bagi masyarakat pada
aksinya saat mengambil saweran. pertunjukan Reog Ponorogo di Balai Pemuda
(Dok.Dhani Kristiandri: 2019)
Surabaya.
12
VIRTUOSO (Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Musik), Vol. 1 No. 2, Juni 2019
ISSN: 2622-0407
Seni pertunjukan tradisional dapat dikaji melalui mulai tergerak untuk mengkemas sajian seni
fungsi seni bagi individu dan fungsi seni bagi tradisional yang ada di Jawa Timur agar tidak
masyarakat yang dapat disebut juga dengan hilang ditelan zaman.
fungsi sosial. Dalam kehidupan sehari-hari fungsi Selain itu menurut Peursen (dalam Djazuli,
seni berkaitan erat dengan fungsi estetis bagi 1994:36) dijelaskan bahwa fungsi selalu
seseorang, sehingga perwujudannya pun dapat menunjukan terhadap sesuatu yang lain, apa yang
dituangkan dengan cara berkarya seni maupun namanya fungsional adalah sesuatu yang tidak
mengapresiasi karya seni. Menurut Soekamto dapat berdiri sendiri tetapi apabila dihubungkan
(1989:6), yang dimaksud fungsi seni adalah dengan yang lain akan mempunyai arti dan
kegiatan kesenian yang mempunyai peranan maksud yang lain pula. Sebagai salah satu unsur
penting dalam kehidupan masyarakat, sedangkan kebudayaan, kesenian memiliki fungsi sebagai
Sedyawati (1983:138) menjelaskan bagaimana acuan pedoman bertindak bagi pendukungnya,
suatu kesenian tradisional yang diciptakan oleh dalam upaya memenuhi kebutuhan estetikanya.
suatu masyarakat dapat mempunyai makna dan Kesenian tradisional Reog Ponorogo jika dilihat
arti penting bagi masyarakatnya, dengan dari sudut pandang manajemen produksi,
demikian kesenian tradisional yang hidup dalam penonton dapat juga dijadikan sebagai indikator
kelompok masyarakat tertentu memiliki fungsi atau tolok ukur keberhasilan dan kesuksesan
tertentu pula. Fungsi kesenian bagi masyarakat suatu pertunjukan, karena pada dasarnya suatu
adalah sebagai sarana upacara, hiburan atau pertunjukan seni tradisi saat ini seperti Reog
tontonan untuk dinikmati masyarakat umum. Ponorogo ini lebih dimaksudkan sebagai sesuatu
Jika merujuk uraian pada bab sebelumnya yang dipertontonkan kepada khalayak untuk
bahwa, sebagai upaya untuk menghidupkan dan dinikmati bersama sebagai fungsi social. Fungsi
memperkenalkan keberadaan seni pertunjukan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah,
tradisional di masyarakat kota pada saat ini, bahwa kesenian tradisional Reog Ponorogo
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur dan Dinas dalam masyarakat kota Surabaya yang semakin
Pariwisata kota Surabaya mengkemas seni modern adalah sebagai fungsi hiburan rakyat.
pertunjukan tradisional dalam kemasan yang PENUTUP
ditampilkan secara rutin dan periodik di Taman Struktur pertunjukan seni tradisional Reog
Budaya Surabaya ini menunjukkan, bahwa dalam Ponorogo diawali dengan penampilan Dadak
eksistensi kesenian tradisional ini, khususnya Merak, dengan jumlah penari dua orang.
kesenian Reog Ponorogo adalah tidak lepas dari Pemeran memutar - mutar tubuhnya sambil
peran agen atau actor dibelakangnya. Seperti meliukkan topeng Dadak Merak yang digunakan
yang dikatakan oleh Burns bahwa, agen manusia beberapa kali mengikuti irama gamelan. Busana
meliputi individu maupun kelompok terorganisir, yang digunakan penari berupa kaos merah,
organisasi dan bangsa (Jazuli, 2014:133) Agen celana hitam dengan hiasan rumbai-rumbai
atau actor dalam hal ini adalah dinas kota merah dan hitam, kemudian selendang terikat di
Surabaya yang telah mengatur dan mengkemas pinggang, dan pemain tanpa menggunakan alas
kesenian Reog Ponorogo untuk selalu tampil kaki. Urutan berikutnya adalah penampilan tarian
secara rutin di Taman Budaya Surabaya. Warok. Tarian Warok disini ditarikan oleh
Walaupun tidak menutup kemungkinan pemuda-pemuda setingkat SMP dan SMA
kelompok seni ini bisa tampil di lain tempat. berjumlah 4 orang. Berikut tampilan ketiga
Upaya-upaya semacam ini adalah sebagai wujud adalah penampilan tari Jaranan atau Jathilan
upaya pelestarian, sehingga kesenian Reog yang dimainkan oleh 4 orang penari putri yang
Ponorogo dapat berfungsi dan eksis bagi cantik - cantik setingkat usia SMP dan SMA.
masyarakat pendukungnya pada jaman yang Penampilan terakhir dari Reog Ponorogo dan
semakin modern. sebagai penampilan puncak adalah tari topeng
Pergaulan global saat ini, mengarahkan atau biasa disebut dengan tari penthul atau
masyarakat untuk mempunyai sikap yang Bujangganong, dengan pemain berjumlah 7
individual dan egoism serta many value atau orang berusia setingkat SD dan SMP. Busana
berkiblat pada uang. Pengaruh media massa yang yang dikenakan adalah baju merah celana hitam
menyebarkan faham konsumerisme, pewarisan dengan memakai rumbai - rumbai warna merah
nilai-nilai instan, internalisasi nilai-nilai global dan kuning dengan gambar kepala harimau di
menyebabkan hilangnya nilai-nilai tradisi. Hal ini tengahnya. Di sela-sela tarian penthul atau
yang menginspirasi pihak dinas kota Surabaya Bujangganong disajikan dagelan atau lawakan
13
Dhani Kristiandri
Mistisisme Musik Iringan Kesenian Reog Ponorogo
14