Professional Documents
Culture Documents
Syafniati
Institut Seni Indonesia, Padang Panjang
e-mail: syafniatimajid@yahoo.co.id
Abstract
Bagurau Lapiak is one of the types of saluang dendang (sing along with saluang—
a type of recorder—play) performance conducted in the corridors of Payakumbuh stores,
using lapiak (mat) for seat. Bagurau Lapiak is organized by a group ‘pagurauan’
(jokers) held on evenings starting at 21.00 until dawn. The singer (‘pendendang’) in the
show is a woman who will fulfill the request of the audience to sing and play certain
tunes by giving some amount of money to a committee called janang. Previously all
singers in Minangkabau are men; women singers are considered to violate traitional and
religious norms and it is not appropriate for women to sing along with the men in public
let alone at night. However, in the case of saluang pendendang, women sungers play an
important role in attracting the ‘joke addict’ in saluang bagurau (joking) activity. This
paper aims to reveal the form of presentation of bagurau lapiak in Payakumbuh and the
society's view of women as singer. This stuy used qualitative descriptive analysis method
with cultural anthropology approach to music which can be seen through the behavior of
musical physic and verbal as cultural facts of individuals and community groups. The
music and the communities’ behavior have a very close relation. This study also uses
feminimisme theory to explain women’s role in the saluang dendang show. The result
shows that the tunes, the rhymed text that are sung by women are a kind of
communication between the singers and the audience. In the other hand, people support
as well as criticize the woman singer based on traditional, religious, and performing art
values.
Keywords: pendendang women, Bagurau Lapiak, community views
Abstrak
Bagurau lapiak salah satu jenis pertunjukan saluang dendang yang dilakukan di
emperan-emperan toko Payakumbuh, dengan menggunakan lapiak (tikar) sebagai
tempat duduk. Bagurau lapiak ini diselenggarakan oleh kelompok pagurauan yang
dilaksanakan malam hari mulai jam 21.00 Wib sampai menjelang subuh. Sebagai tukang
dendang pada acara bagurau lapiak adalah wanita yang akan melayani permintaan
penonton untuk mendendangkan irama-irama dendang tertentu dengan menyerahkan
sejumlah uang melalui panitia yang disebut janang. Semua pendendang di Minangkabau
pada awalnya adalah kaum laki-laki saja, sebab kaum perempuan dianggap melanggar
adat dan norma agama dan tidak pantas seorang perempuan bersamaan dengan kaum
laki-laki bernyanyi di depan umum apalagi pada malam hari. Tetapi dalam kasus seni
pertunjukan saluang pendendang pendendang wanita sebagai vigur yang sangat
berperan penting dan dapat menarik para pencandu gurau dalam aktivitas bagurau
saluang. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap bentuk penyajian bagurau lapiak di
Payakumbuh dan pandangan masyarakat terhadap wanita sebagai pendendang. Untuk
itu digunakan metode kualitatif analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan
antropologi budaya musik yaitu melihat tingkah laku fisik dan verbal musik sebagai
fakta-fakta budaya yang dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat. Antara
musik dan tingkah laku masyarakat (penonton) terdapat hubungan yang sangat erat.
Penelitian ini menggunakan teori feminimisme yaitu bagaimana kehadiran wanita dalam
146
Vol. XIII No.2 Th. 2014
147
Pandangan Masyarakat Terhadap …
bukan di atas namakan nagari asal daerah Ampun baribu kali ampun
mereka, tetapi terbentuk secara spontan saat Ampun sabaleh jo kapalo
pertunjukan diadakan. Di susun jari nan sapuluah
Pada mulanya pertunjukan bagurau Mamintak ampun bakeh rang disiko
lapiak ini berupa kesenian saluang dendang Kami nan bukan cadiak pandai
biasa yang dipertunjukan dalam berbagai ke- Ilmu di tuhan lai tasimpannyo
giatan masyarakat, kemudian melalui perjalan- Oi nan kok salah tolonglah bilai
an waktu maka bentuk kesenian ini berkembang Maalum kito saandiko tuan oiiii
dalam sekelompok-kelompok masyarakat
merupakan salah satu wujud kreatifitas
masyarakatnya, dan keberadaannya mendapat
dukungan oleh unsur-unsur sosial budaya
masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang di-
katakan Umar Kayam (1981 :15.), bahwa:
Kesenian adalah salah satu unsur yang
menyangga kebudayaan, kesenian adalah
ekspresi kebudayaan manusia yang
timbul karena adanya proses sosial
budaya. Oleh sebab itu kesenian
didukung oleh sekelompok masyarakat
tertentu yang menunjukkan ciri serta
sejarah budaya dari suatu daerah.
memintak permintaannya agar dikabulkan maka secara tidak langsung hadir di lokasi dalam
langsung memberikan uang dengan memasuk- rangka menyaksikan pertunjukan bagurau.
kan uang ke kotak yang telah disediakan. Untuk Jenis Dendang dan Teks Pantun yang
itu tukang dendang langsung menukar lagu Dibawakan dalam Acara Bagurau Lapiak
sesuai permintaan. Baru beberapa saat tukang Sebagai salah satu bentuk pertunjukan
dendang melagukan lagu yang diinginkan oleh bagurau saluang dendang di Minangkabau
orang yang meminta tadi, tiba-tiba saja ada lagi secara umum irama dendang yang dibawakan
penonton minta tukar lagu sesuai yang di- oleh tukang dendang kebanyakan dimulai dan
inginkannya dengan membayar lebih mahal dari diakhiri dengan lagu ratok yang isi pantun
orang pertama. Dengan demikian penonton berupa ucapan maaf yang ditujukan kepada
menjadi tertawa, sehingga mereka sesama semua hadirin baik tempatan ataupun pen-
penonton saling sindir menyindir dan saling datang. Setelah itu terserah dari permintaan
membangkitkan semangat, akhirnya mereka penonton dendang apa yang diinginkan dan isi
saling berebut meminta lagu kesukaannya atau pantunnya berupa pesan atau kritikan sebagai
sengaja membuat suasana lebih bersemangat. menyampaikan perasaan terhadap seseorang.
Untuk mengakhiri pertunjukan bagurau Menurut M. Kadir (1990: 13) mengatakan
lapiak ini tukang saluang akan membawakan bahwa: dendang merupakan ungkapan perasaan
dendang jalu-jalu sebagai pertanda pertunjukan atau jiwa masyarakat Minang dalam bentuk
bagurau selesai. Setelah dendang jalu-jalu ini sastra lagu yang indah serta berlatar belakang
berakhir, maka secara resmi janang menutup filsafat Minangkabau.
seluruh rangkaian acara sambil meminta maaf Najir Yunus (1991: 24) menyebutkan,
apabila dalam penyelenggaraannya terdapat bahwa dendang merupakan salah satu bentuk
berbagai kekurangan serta kesalahan, baik kesusasteraan daerah Minangkabau, meng-
disengaja ataupun tidak. Semuanya ini gambarkan perasaan dan pikiran anak Minang
dilakukan hanya sekedar hiburan saja guna yang “berguru pada alam” dan bergolak dengan
untuk menghilangkan beban pikiran yang ada. nasibnya dalam tatanan “alur dan patut” yang
Sedangkan bagi kelompok seniman bagurau diungkapkan dengan bahasa Minangkabau yang
merupakan salah satu mata pencahari-an untuk indah dan menggugah.
menopang ekonomi. Keberadaan dendang memiliki peran
sangat menentukan, karena berfungsi sebagai
salah satu wadah untuk menyampaikan ber-
bagai maksud dan pesan kepada para penonton,
walaupun pemaknaan dari pesan-pesan tersebut
berbeda-beda menurut masing-masingnya.
Salah satu kepuasan penonton dapat dilihat dari
sejauh mana pesan-pesan itu dapat dimaknai
dan dinikmati. Edi Sedyawati (2006: 58-59),
menjelaskan, bahwa salah satu fungsi seni yang
sesungguhnya adalah apabila ia mampu dinik-
Dokumen Yelmi Idrawati 2007 mati serta dapat memberikan kebahagiaan ke-
Gambar 1. Tukang Dendang dan Kotak pada pihak penikmat. Materi dendang pada
Uang dasarnya berupa rangkaian beberapa buah
Gambar di atas adalah seniman saluang pantun yang tersusun sedemikian rupa serta
dendang sedang mempertunjukan bagurau diciptakan secara spontan tanpa harus
lapiak. Di hadapan mereka terletak sebuah dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya Pantun-
kotak gunanya untuk memasukkan uang dari pantun yang dibawakan dalam dendang di-
sipenonton sebagai imbalan minta atau menukar sesuaikan dengan situasi dan kondisi saat itu,
irama dendang sesuai keinginannya. pendendang harus bisa membaca keaadaan
Dalam pertunjukan bagurau lapiak ini penonton, kadang-kadang penonton langsung
penonton tidak saja menonton secara dekat atau menuliskan teks, sehingga tukang dendang
melihat langsung, tetapi juga ada yang sedang hanya melagukan teks yang diberikan penonton
minum kopi ataupun duduk-duduk di warung sesuai dengan irama yang diminta penonton.
kopi sambil main domino, koa, ceki dan Kebanyakan teks-teks dendang berupa sindiran,
sebagainya. Tetapi walaupun demikian mereka yang bertemakan percintaan. Alan P. Merriam
150
Vol. XIII No.2 Th. 2014
1964 mengemukakan bahwa prilaku manusia Secara semiotika, pengertian yang ter-
didalam hubungan musik adalah teks lagu, tentu kandung dalam bahasa bisa termuat
saja teks yang tindak tanduk bahasanya tersebut dalam dua sistem tanda (bahasa sebagai
tercermin dalam suara musik itu sendiri. (ter- sistem tanda), yaitu sistem tanda tingkat
jemahan I Made sudana). Selain itu Merriam pertama dan sistem tanda tingkat kedua.
juga menyatakan bahwa tingkah laku fisik dan Arti tanda bahasa itu disebut meaning
verbal musik sebagai fakta-fakta budaya yang atau arti, sedang arti sastranya disebut
dilakukan oleh individu maupun kelompok makna atau significance, yaitu arti dari
masyarakat. Antara musik dan tingkah laku arti (meaning of meaning) (Rachmat,
masyarakat (penonton) terdapat hubungan yang 1998: 43). Sistem tanda pada tingkat
sangat erat (terjemahan I Nengah Muliana). pertama, berada pada tingkat mengetahui
Sejalan pernyataan tersebut di atas jika arti, sedangkan sistem tanda pada tingkat
dihubungkan dengan teks-teks pantun dalam kedua, berada pada tingkat mengetahui
bagurau saluang dendang yang disampaikan makna. Jadi, pesan yang terkandung
oleh pendendang terdapat beberapa pesan dalam bahasa dendang atau teks nyanyi-
kepada penonton sebagai salah satu cara untuk an dalam pertunjukan saluang dapat
berkomunikasi. Pesan tersebut berupa tingkah ditelusuri melalui dua tingkat – arti dan
laku, ataupun perasaan yang terkandung dalam makna - ini.
dirinya ataupun bisa jadi berupa pengalaman Untuk menelusuri arti atau makna ter-
yang berhubungan dengan kehidupannya. sebut perlu dengan cara menafsirkan
Teks-teks yang disampaikan oleh tukang (hermeneutik), yaitu proses mengubah
dendang kadang-kadang membuat sesama sesuatu atau situasi ketidaktahuan men-
penonton menjadi tersindir dan ada juga teks jadi mengerti (Sumaryono, 1995: 24).
yang didendangkan tersebut berupa perasaan- Hal ini dilakukan berdasarkan pada
nya sendiri. Banoe Pono menjelaskan bahwa pandangan dasar, bahwa benda-benda itu
kehadiran seni vokal merupakan sebuah usaha tidak bermakna pada dirinya sendiri.
manusia untuk berkomunikasi, baik dengan Hanya subjeklah yang kemudian
sang pencipta, alam sekitar, maupun dengan memberi 'pakaian' arti pada objek
sesamanya (Pono 1984:12). Jadi teks yang (Sumaryono, 1995: 30). Penafsiran yang
digunakan dalam bagurau merupakan salah dimaksud dilakukan berdasarkan
satu cara berkomunikasi secara tidak langsung cakrawala intelektual penafsir, pengalam-
terutama antara penonton dengan tukang an masa lalu, hidup penafsir saat ini, latar
dendang. belakang kebudayaan, dan sejarah yang
Contoh: dimiliki (Sumaryono, 1995: 31). Dalam
Ratok Pasaman namo lagunyo menafsirkan ungkapan berupa nyanyian
Oi diek kandunag tolong dangakan dalam pergurau saluang yang dimaksud
Nyampang kok sayang uda tarimo dipertimbangkan keserta-mertaan pen-
Salamo umua ndak wak caraikan dendang yang kecenderungannya adalah
wanita. Jadi dalam situasi ini dipandang,
Cicak rawo nan dimintaknyo bahwa wanita adalah sekaligus sebagai
Sado kandak kakami bari objek "permainan" yang memerankan,
Kok uda datuak lai kini tibo dan bahkan sebagai kreator untuk
Bagurau kito sampai pagi "memuaskan" permintaan peserta gurau.
kecenderungannya adalah wanita. Jadi dalam pengenalan kaset-kaset yang juga memberikan
situasi ini dipandang, bahwa wanita adalah kontribusi menimbulkan cita rasa musikal baru.
sekaligus sebagai objek "permainan" yang me- dalam hal ini penyanyinya perempuan.
merankan, dan bahkan sebagai kreator untuk Walaupun menurut adat dan agama Islam
"memuaskan" permintaan peserta gurau. Untuk di Minangkabau bahwa kurang pantas seorang
menelusuri arti atau makna tersebut perlu perempuan menjadi pendendang, tetapi hal ini
dengan cara menafsirkan (hermeneutik), yaitu tidak dapat dielakkan. Hal ini dipertegas oleh
proses mengubah sesuatu atau situasi ketidak- Navis (1986: 266) yang mengatakan bentuk dan
tahuan menjadi mengerti (Sumaryono, 1995: tema kesenian Minangkabau sederhana,
24). pemerannya semata-mata laki-laki; yang fungsi
Penggemar bagurau lapiak pada per- dan permainannya di samping sebagai alat
tunjukan saluang dendang bisa dipilah jadi dua memenuhi kebutuhan rohani, juga sebagai
kategori, yaitu penggemar aktif dan penggemar media untuk menghayati falsafah hidup mereka.
pasif. Penggemar aktif ialah penggemar yang Namun bila dilihat aktivitas perempuan di
turut secara aktif terlibat dalam percaturan Minangkabau umumnya, dan di daerah-daerah
gurau, dan sebaliknya adalah penggemar pasif khususnya sudah tampak sejak beberapa tahun
yaitu hanya sekedar menonton acara pertunjuk- terakhir ini, walaupun fungsinya masih sebatas
an saja. Ada tiga bentuk keterlibatan seseorang hiburan dan pengisi waktu senggang, tampilan
dalam pergurauan yaitu: meminta lagu untuk perempuan menjadi polemik bagi masyarakat
didendangkan, menyampaikan pesan untuk di- terlebih pada kalangan tua yang masih meng-
dendangkan, dan membuat pertanyaan untuk anut adat istiadat yang ketat di Minangkabau.
dijawab pendendang melalui dendang (Hartati: Kaum tua berpandangan tolok ukur adat yang
1999). Kelompok-kelompok pengemar itulah menjadi norma untuk mengatur para warganya.
yang berpotensi membangun suasana dalam Namun pada sisi yang lain zaman menuntut
pertunjukan bagurau lapiak. Kehadiran teks terbukanya isolasi dan sekat- sekat yang telah
dalam dendang saluang merupakan salah satu membatasi hal tersebut. Oleh sebab itu kaum
objek yang sangat menguntungkan terutama perempuan sudah mencoba menerobos apa
bagi tukang dendang. Semakin banyak yang yang telah membatasi itu, tetapi masih mem-
memesan irama dendang tentu semakin banyak punyai batasan sesuai dengan norma-norma
pula uang yang masuk dalam kotak panitia, dan agama dan adat yang berlaku di Minangkabau
semakin banyak penghasilan yang mereka demi sebuah perjuangan gender. Dangan kata
dapatkan. Adapun dendang-dendang yang di- lain, sikap dan perilaku perempuan dalam ke-
tampilkan pada acara bagurau lapiak adalah senian masih diharapkan untuk mengacu pada
yang bersifat ratok antara lain irama tatanan nilai adat istiadat yang berlaku. Reaksi
Singgalang, cupak ambiak lado, palayaran dan ini dapat diperlihatkan pada pendendang perem-
Piaman Lamo. Sedangkan irama dendang lain puan dalam kesenian Saluang dendang, pada
tidak dibatasi, karena itu permintaan dari acara bagurau lapiak di Payakumbuh yang
penonton harus dilayani dan tukang dendang dahulu dilakonkan oleh laki-laki saja tetapi
harus siap dengan apa yang diminta penonton. dewasa ini perempuan sudah mengambil bagian
dalam pertunjukannya.
Eksistensi Wanita Sebagai Pendendang Sebagaimana yang dikatakan Amir
dalam Acara Bagurau Lapiak (2003: 142), bahwa adat sebagai suatu sistem
Secara umum semua jenis kesenian di nilai hanya akan dapat hidup dan bertahan bila
Minangkabau ini diperankan oleh kaum laki- ada kelompok masyarakat yang masih mau
laki. Sebab kaum perempuan dianggap me- mempertahankannya. Dengan demikian, nilai
langgar adat dan norma agama dan tidak pantas adat itu sendiri sangat tergantung pada persepsi
seorang perempuan bersamaan dengan kaum masyarakat pendukung nilai adat itu sendiri.
laki-laki bernyanyi di depan umum apalagi pada Bila persepsi pendukung berubah terhadap
malam hari. Tetapi karena tuntutan zaman hal suatu nilai, maka otomatis adat itu sendiri akan
tersebut mengalami perkembangan sehingga berubah.
terjadilah perubahan. Halberg (dalam Brooks,1997: 46) me-
Pada awal tahun 1970-an lagu-lagu pop, ngatakan sudut pandang epistemologi feminis
dangdut mulai berpengaruh besar dalam dunia adalah versi feminis mengenai objektivisme.
musik di Indonesia yang disusul dengan Perempuan memiliki posisi privilese secara
152
Vol. XIII No.2 Th. 2014
kognitif di dalam masyarakat sehingga penge- sekarang statusnya masih dianggap orang
tahuan mereka melebihi pengetahuan laki-laki rendah dan para pelakunya dikatakan sebagai
dan posisi privilese tersebut dianggap berakar parewa.3
di dalam pengalaman perempuan. Selanjutnya Secara umum sekarang ini kaum wanita
Agger (2005: 2001) mengatakan teori feminis dan laki-laki tidak ada perbedaan dalam
bukan hanya mempolitisasi seksualitas dan kegiatan baik dalam dunia politik, kekuasaan,
domestikasi, namun juga mengaitkan politik ekonomi dan lain sebagainya baik laki-laki
gender di kehidupan domestik dengan politik maupun wanita tidak ada perbedaannya, semua
gender dan dunia kerja upahan dan kehidupan pekerjaan laki-laki kaum wanitapun bisa
publik. melaksanakannya mulai tukang ojek, tukang isi
Feminisme adalah sebuah gerakan bensin sampai ke pejabat seperti Kepala Negara
perempuan yang menuntut emansipasi atau kaum wanita juga ada. Begitu juga dengan
kesamaan dan keadilan hak dengan pria. berkesenian dan pertunjukan, kaum perempuan
Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina pun sudah mengambil bagian. Hal ini disebab-
atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan kan oleh beberapa faktor antara lain faktor
pada tahun 1890-an, mengacu pada teori ke- emosional, ekonomi, emansipasi, pewaris, dan
setaraan laki-laki dan perempuan serta per- sebagainya.
gerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan Munculnya politik orde baru tahun 1965,
(Fakih, 2010). ketika individu mulai dijamin; sejak itu pula
Secara leksikal, Moeliono, dkk, (1993) kaum wanita telah ikut ambil bahagian sebagai
dalam Sugiastuti, menjelaskan feminisme salah satu emansipasi wanita yaitu wanita juga
adalah gerakan kaum perempuan yang me- ingin berbuat seperti kaum laki-laki, salah satu-
nuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum nya berkarya seni. Semenjak itulah bermuncul-
perempuan dan laki-laki. Persamaan hak itu an karya-karya kaum wanita di mana-mana.
meliputi semua aspek kehidupan baik dalam Salah satu tujuan wanita berbuat seperti kaum
bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya laki-laki adalah berhubungan dengan faktor
(2005: 61). ekonomi. Ternyata kehadiran wanita dalam
Terkait dengan aktivitas perempuan pen- dunia pagurauan sekarang ini lebih banyak
dendang dalam pertunjukan kesenian saluang tampil di depan umum bahkan mempunyai
dendang, ada sebagian masyarakat tidak mene- penghasilan yang lebih dari laki-laki. Tetapi
rima, namun si seniman tetap saja ingin sejajar dalam kehidupan beragama (Islam) dan Adat di
dengan laki-laki, perempuan kurang boleh ber- Minangkabau ini masih dianggap kurang tepat.
kembang hanya karena adat seperti yang di- Awalnya dari semua jenis seni pertunjuk-
jelaskan oleh (Lich, 1998) dalam Suharto an yang ada di Minangkabau, penampilannya
feminis vernacular (kedaerahan) muncul se- didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini lebih
bagai reaksi atas terjadinya ketidakadilan ter- dijelaskan oleh (Navis, 1981:266), bahwa ke-
hadap penggenderan yang vernacular tersebut. senian Minangkabau bentuk dan temanya
Jadi, feminisme vernacular muncul sebagai sederhana, pemerannya semata-mata laki-laki.
reaksi terjadinya ketidakadilan terhadap sebab tampilan perempuan disektor publik atau
perempuan oleh adat setempat dan tafsir agama seni pertunjukan khususnya seni sebagai hibur-
yang salah pada waktu tertentu. an, menjadi polemik masyarakat terlebih pada
kalangan tua yang masih menganut adat istiadat
Pandangan Masyarakat Terhadap Wanita yang ketat di Minangkabau. Kaum tua ber-
Sebagai Pendendang Bagurau Lapiak pandangan tolak ukur adat yang menjadi norma
Bagurau atau bergurau saluang merupa- untuk mengatur para warganya, tetapi pada sisi
kan suatu pertunjukan musik tradisional masya- yang lain zaman menuntut terbukanya isolasi
rakat Minangkabau (Sumatera Barat) sebagai dan sekat sekat yang membatasi sangat tajam
bagian aktivitas budaya masyarakat Minang- antara laki-laki dan perempuan sebagai sebuah
kabau sudah ada di tengah-tengah masyarakat
sebelum adanya konflik antara Kaum Adat 3
Perbuatan sekelompok orang yang melakukan
dengan Kaum Ulama yang semula keberada- kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama
annya ditentang oleh “kaum agama”. Berbagai Islam seperti: berjudi, mengisap candu, menyabung
pandangan masyarakat terhadap orang-orang ayam, meminum minuman yang memabukan dan
yang berkecimpung dalam kesenian ini sampai sejenisnya.
153
Pandangan Masyarakat Terhadap …
155