You are on page 1of 9

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO.

3 2010

Persepsi dan Adopsi Petani terhadap Teknologi Pemupukan Berimbang


pada Tanaman Padi dengan Indeks Pertanaman 300

Wasito1, Muhrizal Sarwani1, dan E. Eko Ananto2


Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
1

Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor, Jawa Barat


2
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi/P4MI Badan Litbang Pertanian
Jl. Ragunan No. 29 Pasar Minggu, DKI Jakarta

ABSTRACT. Farmer’s Perception and Adoption of Balanced sedikitnya petani yang mengadopsi rekomendasi pemupukan
Fertilizer on a 300 Rice Planting Index. Balanced fertilization berimbang. Dengan demikian diperlukan demplot-demplot pemupukan
means that fertilizer is applied at right dosage, type, and time. The berimbang di wilayah kajian.
type of adoption of fertilizer used may either inorganic fertilizer or
organic material. The assessment of balanced fertilization was Kata kunci: Persepsi dan adopsi petani, pemupukan berimbang,
conducted in the village of Gondel, Panolan, Klagen (Kedungtuban indeks pertanaman padi 300

P
Sub-district), in village Ngloram, Jipang, Getas (Cepu Sub-district),
all in Blora district of Central Java. The objective was to determine enggunaan pupuk N di Indonesia cukup tinggi,
whether the adoption of inorganic fertilizer and organic matter in
the 300 Rice Planting Index was in line with the farmer’s perception
dimana rasio N: P2O5: K2O adalah 4,9: 0,8: 1,
of balanced fertilization application. The study was conducted by jauh lebih besar dibandingkan dengan Vietnam
observation and discussion with farmers in farm communities in a dengan rasio N: P2O5: K2O = 3: 1: 1 (Fairhurst 2002 dalam
from of focus group discussions, and indepth participatory Makarim dan Suhartatik 2006). Pada usahatani padi,
interviews involving 48 farmers on a basis of purposive sampling.
The results showed that adoption of the use of urea, SP36 and
pemberian pupuk N secara berlebihan menimbulkan
Ponska fertilizers in the village Gondel, Panolan, and Ngloram varied kahat hara S atau Zn, tanaman menjadi peka terhadap
greatly at level of significantly different, while that in Klagen, Jipang, hama penyakit, mudah rebah (Arsana 2006), meningkat-
Getas Villages was significantly different from that of the regional kan kerusakan tanaman, dan memperpanjang umur
recommendation rates. Adoption rate of urea, SP36, Ponska, and
organic materials was in line with the perception of farmers, but it
tanaman (Stevens et al. 1999 dalam Wahid 2003).
was not in accordance with the principles of balanced fertilization. Penggunaan pupuk urea secara terus-menerus sebagai
Number of farmers with the perception level of “not yet understand” sumber utama N menyebabkan defisiensi hara S (Cuevas
the balanced fertilization concept was much higher than those of 1997 dalam Arsana 2006). Penggunaan pupuk anorganik
fully understood the concept, parallel with the smallness number of
farmers who bad adopted balanced fertilization. Therefore,
tidak berimbang pada usahatani padi sudah umum
demonstration plots on balanced fertilization are suggested in the terjadi di Kabupaten Blora.
study area. Adopsi menurut teori konvensional dan teori adopsi
Keywords: Farmers perception and adoption, balanced Rogers dan Shoemakers (1971) adalah tahap
fertilization application, Rice Planting Index 300 penerimaan, yaitu seseorang telah menggunakan ide
baru secara tetap dalam skala yang lebih luas, setelah
ABSTRAK. Pemupukan berimbang adalah kegiatan memupuk yang tahap kesadaran, minat, penilaian, dan tahap
sesuai dosis, jenis, dan waktu. Jenis pupuk yang digunakan adalah
percobaan. Realitas perkembangan model adopsi
pupuk anorganik dan bahan organik. Kajian pemupukan berimbang
telah dilakukan di Desa Gondel, Panolan, Klagen (Kec. menurut Rogers dan Shoemakers (1971) adalah: (1)
Kedungtuban), Desa Ngloram, Jipang, Getas (Kec. Cepu) Kabupaten proses adopsi memungkinkan menerima atau menolak
Blora. Kajian bertujuan untuk mengetahui apakah adopsi pupuk adopsi, (2) kelima tahapan tersebut tidak selalu terjadi
anorganik dan bahan organik pada indeks pertanaman (IP) padi
secara berurutan, (3) sesudah tahap adopsi masih ada
300, selaras dengan persepsi petani terhadap pemupukan
berimbang. Kajian diawali dengan mengamati dan melibatkan diri tahapan lain. Rogers (1983) menyempurnakan tahapan
pada komunitas petani dalam konteks yang alami (natural setting), tersebut menjadi tahap pengenalan, persuasi,
diskusi kelompok terfokus, dan wawancara mendalam, pada 48 keputusan, penerapan, dan konfirmasi. Menurut
petani perintis, atau pelopor (purposive sampling). Hasil kajian
Mardikanto (1996), adopsi adalah proses perubahan
menunjukkan bahwa adopsi takaran penggunaan urea, SP36,
Ponska di Desa Gondel, Panolan, Ngloram berbeda sangat nyata (p perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun
< 0,01); dan di Desa Klagen, Jipang, Getas berbeda nyata (p < keterampilan pada diri seseorang yang telah menerima
0,05) dengan rekomendasi di Kec. Kedungtuban, Cepu. Adopsi inovasi yang disampaikan penyuluh. Pembentukan sikap
takaran penggunaan urea, SP36, Ponska, dan bahan organik, selaras
dan perilaku didasari oleh persepsi.
persepsi petani, tetapi tidak sesuai prinsip dan rekomendasi
pemupukan berimbang. Tingkat persepsi petani pada taraf kurang Persepsi menurut Zanden (1984), Devito (1989), dan
memahami sangat berbeda nyata lebih banyak jumlahnya Rahkmat (1999) adalah proses pemaknaan terhadap
dibandingkan dengan yang memahami, sesuai dengan masih sangat
objek, kejadian, orang yang melibatkan pancaindera,

157
WASITO ET AL.: PERSEPSI PETANI DAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMUPUKAN BERIMBANG PADA PADI

atau proses pemaknaan terhadap objek berdasarkan responden). Data sekunder berupa potensi desa,
senjang antara benar dan salah dari pernyataan atau kecamatan, dan hasil penelitian/pengkajian usahatani
pertanyaan. Persepsi adalah proses dimana informasi padi di Kab. Blora.
indrawi diterjemahkan menjadi suatu yang bermakna.
Makna persepsi merupakan penilaian, atau proses Pengukuran Persepsi
pemberian arti, atau makna bagi individu, kelompok,
atau masyarakat. Kesan yang terbentuk membentuk Pengukuran persepsi mengacu pada Azwar (1995),
makna baik–buruk, paham–tidak paham (evaluasi), kuat dalam bentuk skala Likert dan Semantik differentials
– lemah (potensi), atau aktif–pasif (aktivitas). dengan skala: 0 = sangat tidak memahami, 1 = tidak
Kajian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan, memahami, 2 = kurang memahami, 3 = memahami, 4
apakah pupuk anorganik dan bahan organik sudah = sangat memahami. Persepsi merupakan dasar
diadopsi pada usahatani IP padi 300, selaras dengan pembentukan sikap dan perilaku. Adopsi adalah proses
persepsi petani terhadap pemupukan berimbang, dan perubahan perilaku (Mardikanto 1996). Menurut teori
sistem keseimbangan ekologi. Untuk menjawab Samovar (1981), kesamaan budaya memberikan
pertanyaan tersebut dilakukan kajian pada enam desa persepsi yang hampir sama terhadap suatu objek.
di dua kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah Perbedaan budaya, nilai-nilai, dan kerangka acuan
(heterofili) merupakan akibat dari perbedaan
pengalaman dan lingkungan. Sebaliknya, kesamaan
budaya (homofili) diadaptasikan pada pengukuran
METODOLOGI persepsi dan adopsi.
Pemilihan sampel lokasi pengkajian tingkat desa Adopsi dan persepsi terhadap pemupukan
berdasarkan kesamaan profil lahan sawah IP padi 300, berimbang dan bahan organik mengacu pada model
ketinggian di atas permukaan laut, neraca air untuk PTT, SK Mentan nomor 40/PerMentan/OT.140/4/2007
kebutuhan usahatani IP padi 300, dan perbedaan nyata tentang rekomendasi pemupukan padi sawah spesifik
antara lahan sawah dan lahan kering (purposive lokasi, dan hasil penelitian Bappeda Kab. Blora dan
sampling). Pengkajian dilaksanakan di Desa Gloram, Agrosemar (2008) tentang pemetaan unsur hara tanah
Jipang, Getas (Kecamatan Cepu), dan Gondel, Panolan, untuk rekomendasi pemupukan tanaman padi sawah
Klagen (Kecamatan Kedungtuban), Kabupaten Blora, di Kab. Blora.
Jawa Tengah, pada tahun 2008 dan 2009.
Analisis Data
Metode Pengkajian Analisis data secara sederhana dilakukan dengan
Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder, mengedit, mengkode, dan mentabulasi data, disusun
meliputi kondisi eksisting pola pemupukan, adopsi, dan dalam kelompok atau kategorisasi (Bungin 2003) untuk
persepsi petani dalam penggunaan pupuk anorganik intrepretasi. Uji t (beda nyata) (Steel and Torrie, 1991)
dan bahan organik pada IP padi 300. Format pengkajian dan teori probabilitas (Hasan 2003) digunakan untuk
bersifat cross-sectional dengan metode survei lapangan. mengetahui perbedaan antardesa tentang persepsi dan
Pengkajian data primer diawali dengan mengamati dan adopsi terhadap pemupukan berimbang, penggunaan
melibatkan diri pada masyarakat desa secara alami bahan organik, dan kesehatan tanah di lokasi IP padi
(natural setting) (Denzin and Lincoln 1994). Tahap 300. Uji t (beda nyata):
selanjutnya adalah menentukan sampel secara sengaja Ý-•
(purposive sampling) pada delapan petani perintis, atau t=
pelopor (innovator or early adopter) di setiap desa, Σ D² - (ΣD)²/N (N – 1)
sebagai responden dan berperan sebagai informan
kunci, sehingga terdapat 48 responden. Sampel di mana:
responden telah mewakili wilayah pedukuhan, rukun Ý = rata-rata skor kelompok/desa 1
warga (RW), dan rukun tetangga (RT) di wilayah lahan • = rata-rata skor kelompok/desa 2,
sawah kajian. Tahap selanjutnya melakukan diskusi D = selisih skor kelompok/desa 1 dan kelompok/desa 2,
kelompok terfokus (focus group discussion, FGD) dan N = jumlah pasangan skor
wawancara mendalam (indepth interview) dengan
Teori probabilitas (Hasan 2003) yang digunakan
pendekatan partisipatif pada responden yang telah
pada kajian ini adalah teori himpunan: operasi irisan
distrata menjadi dua subkelompok (a. petani dan
(interseksi), di mana irisan dari himpunan A (desa 1)
berperan pada institusi = 24 responden, (b) petani = 24
dan himpunan B (desa 2) = A ∩ B = (X: x ∈ A dan x ∈ B),

158
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010

Desa
A B

5,6

7,2
Getas

8
7,2

5,4

6,2
Jipang

MT1 MT2 MT3

6,4

4,6

5,6
Ngloram

6,6

7,2
Klagen

8
Irisan/interseksi

5,8

6,8
Panolan

8
Gambar 1. Operasi irisan himpunan A dan B.

7,2

5,4

6,1
Gondel Hasil (ton/ha)

0 5 10 15 20 25

A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan, seperti


terlihat pada Gambar 1. Gambar 2. Hasil padi pada MT 1, 2, 3 di desa kajian.

800

HASIL DAN PEMBAHASAN 700


Urea
SP36
Phonska
Kondisi Eksisting IP Padi 300
600 KCl

Rata-rata (kg/ha)
500
Pola Tanam dan Hasil Padi 400

Desa kajian terletak di sekitar tepian aliran Sungai 300

Bengawan Solo dengan hari hujan dan curah hujan 200

masing-masing hanya 44 hari dan 860 mm pada tahun 100


2003, 38 hari dan 750 mm pada tahun 2004, 74 hari dan
1482 mm pada tahun 2005, serta 67 hari dan 1810 mm
0
Gondel Panolan Klagen SK.Mentan Ngloram Jipang Getas
pada tahun 2006 (BPS dan Bappeda Blora 2007). Desa
Berdasarkan perhitungan neraca air, desa-desa kajian Gambar 3. Takaran pupuk anorganik (MT 1, 2, 3).
di Kedungtuban dan Cepu, Blora bagian selatan, relatif
lebih lembab, dengan rejim kelembaban ustik,
18,8 t/ha, dan Getas 20,8 t/ha (Kecamatan Cepu). Ada
mengalami defisit air 4-5 bulan, dengan jumlah defisit
perbedaan nyata (p < 0,05) hasil padi antara MT1 dengan
air 107-150 mm (Bachri et al. 2004). Hal ini diduga
MT2, tetapi tidak berbeda nyata antara MT1 dengan MT3
berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan.
(Gambar 2).
Kecamatan Cepu dan Kedungtuban memiliki
daerah pertanian lahan sawah dan lahan kering cukup Pemupukan N, P, K
dominan, yaitu 61,4% dan 54,%, serta kawasan hutan
jati dalam tahap reboisasi 9,7% dan 33,8%. Proporsi Seluruh petani menerapkan pupuk urea dan SP36 pada
sawah masing-masing 42,17% dan 43,75% di kedua MT 1, 2, dan 3 IP padi 300, selaras dengan penelitian
daerah dengan sistem pengairan dominan setengah Ilham (2008) serta Bappeda Blora dan Agrosemar (2008),
teknis dan pompa air. Lahan sawah pada desa kajian setelah ditambah pupuk Ponska (Gambar 2, 3, Tabel 2)
lebih dominan (Tabel 1) (Bappeda dan BPS Blora 2007 nilainya melebihi batas rekomendasi.
dan validasi), sebagian memiliki pola IP padi 300 dengan Ada perbedaan sangat nyata (p < 0,01) penggunaan
pengairan dari Sungai Bengawan Solo, dan sebagian pupuk N, P, dan K di Gondel, Panolan, dan Ngloram, serta
memiliki pola IP padi 200. Pawasan IP padi 200 memiliki berbeda nyata (p < 0,05) antara di Klagen, Jipang, dan
pola tanam padi–padi –jagung, atau padi–padi–kacang Getas dengan Permentan 40/2007 (Gambar 3), selaras
tanah/hijau, sehingga IP 300 tetap terjadi sepanjang dengan kajian Bappeda Blora dan Agrosemar (2008).
tahun. Pelaksanaan IP padi 300 didukung oleh
infrastruktur pengairan yang dibangun oleh program
Adopsi
peningkatan pendapatan petani melalui inovasi (P4MI),
Badan Litbang Pertanian, tahun 2006 dan 2007. Pupuk Berimbang dan Bahan Organik
Produktivitas padi per tahun pada IP padi 300 di
Gondel 18,7 t/ha, Panolan 20,6 t/ha, dan Klagen 21,8 t/ha Adopsi komponen teknologi dasar sistem pemupukan
(Kecamatan Kedungtuban); di Ngloram 16,6 t/ha, Jipang berimbang (sesuai kebutuhan tanaman dan status hara

159
WASITO ET AL.: PERSEPSI PETANI DAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMUPUKAN BERIMBANG PADA PADI

Tabel 1. Penggunaan lahan sawah (IP padi, produksi, pola tanam, olah tanah, pengairan).

Kec./ Sawah Lahan kering IP padi 300 IP Padi 200 Hasil Pola tanam Olah tanah Pengairan P4MI
Desa (%) (%) (%)* (%)* (t/ha) IP padi 200 pengairan (2006-2007)

Cepu 42,2 19,2 1. Padi-padi-jagung Traktor Embung/pompa


Ngloram 56,2 26,4 39,3-16,9 16,9-39,3 4,6-6,4 2. padi-padi- 1/2 teknis sal. irigasi/pompa
Jipang 51,6 28,6 31,0-20,6 20,6-31,0 5,4-7,2 k. tanah/k. hijau + pompa Cekdam/pompa
Getas 58,8 24,7 35,3-23,5 23,5-35,3 5,6-8,0

Kedungtuban 43,8 10,2 1. Padi-padi-jagung Traktor Sumur gali (80)


Gondel 27,2 36,4 25,5-13,2 13,2-25,5 5,4-7,2 2. Padi-padi- 1/2 teknis Glontoran/pompa
Panolan 48,9 25,6 29,3-19,6 19,6-29,3 5,8-8,0 k.tanah/k.hijau + pompa Glontoran/pompa
Klagen 53,6 23,2 40,2-13,4 13,4-40,2 6,6-8,0

* : ** = penggunaan lahan sawah pada musim hujan – kemarau tidak normal,

tanah) dan pemberian bahan organik model PTT, Tabel 2. Kisaran penggunaan pupuk pada IP padi 300 (MT1, 2, 3) di
desa kajian.
rekomendasi Permentan 40/2007, Bappeda Blora dan
Agrosemar (2008) merupakan acuan kajian. Pe- Kecamatan, Urea SP36 KCl/ZA Ponska
ngurangan biaya subsidi pupuk oleh pemerintah tidak desa (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha)
menyebabkan petani mengurangi takaran pupuk,
Cepu 400 125 0 25
terutama urea, karena harganya relatif murah dan telah
Ngloram 350-475 100-175 80-120 100-175
membudaya. Jipang 325-400 100-150 0 100-175
Implikasinya, meningkatnya biaya produksi (pupuk Getas 325-500 125-250 0 0
PerMentan 40/07 300 75 50 0
800 kg/ha setara 11-13% dari total biaya produksi)
Kd.tuban, Cepu
cenderung menurunkan hasil padi pada musim tanam
kedua (Gambar 2, 3, 4). Artinya, ketidakseimbangan Kedungtuban 350 50 0 200
penggunaan pupuk anorganik diduga menjadi Gondel 475-1.000 275-1.000 0 125-300
Panolan 425-750 275-500 0 250-400
penyebab pengurasan hara tanah sehingga hasil padi
Klagen 350-475 100-175 0 100-150
menurun.
Dalam penggunaan pupuk urea, petani tidak
berpedoman pada bagan warna daun (BWD, sesuai
rekomendasi IRRI, setiap 7 hari sekali), karena tidak Ngloram adalah 916: 1.228 (-); Jipang 605: 432 (+); Getas
tersedianya BWD di daerah setempat. Secara nonteknis, 236: 488 (-); Gondel 551: 860 (-); Panolan 298: 512 (-);
mereka sudah berpengalaman dalam pemberian pupuk Klagen 334: 620 (-), belum lagi di lahan kering. Seekor
urea dengan melihat kehijauan daun padi, tanpa BWD. sapi dewasa (250-275 kg) menghasilkan kotoran basah
Pemberian pupuk P dan K tidak berdasarkan analisis ± 4% dari bobot hidup setiap hari (10-11 kg). Setelah
tanah. Penggunaan pupuk N, P, dan K, baik secara melalui proses pengolahan dihasilkan pupuk kandang
tunggal (urea, SP36, KCl) maupun majemuk (Ponska), siap pakai dengan rendeman 45-50% (4,5-5 kg/ekor/hari).
masih berlebihan, tidak sesuai dengan prinsip Teknologi dekomposer untuk pupuk kandang dan
pemupukan berimbang (Tabel 2, 3, 4, Gambar 3). Hal ini fermentasi jerami belum diadopsi karena sulitnya
tampaknya telah menjadi kebiasaan petani setempat mencari dekomposer dan kalupun ada, harganya tidak
yang sulit diubah, untuk mengubahnya diperlukan waktu terjangkau. Rekomendasi pemberian bahan organik
yang cukup lama. Menurut Sairin (2002), nilai-nilai yang melalui pengembalian jerami (5 t/ha) ke sawah juga
dianut secara kolektif menentukan pola pikir, pola tindak, belum diadopsi. Menurut petani, sistem manajemen
dan memiliki kekuatan untuk memaksa anggota kelompok belum memadai sehingga anggota belum
kelompok masyarakat dalam menerapkan perilaku menerapkan pemupukan berimbang dan bahan organik
tersebut. secara optimal. Pemberian pupuk anorganik di atas
Populasi sapi (milik petani), sebagai penghasil pupuk rekomendasi dan pupuk kandang seadanya (Tabel 4)
kandang, belum sesuai rekomendasi Permentan nomor belum mampu meningkatkan harkat C organik dan P
40/2007 (2 t/ha/musim tanam). Hasil perhitungan lahan sawah (Tabel 3). Menurut Karama et al. (1990)
populasi sapi (A = produksi ton) dan luas sawah (B = dan Setyorini (2005), sebagian besar (73%) lahan
kebutuhan ton) (Bappeda dan BPS Blora 2007), rasio pertanian di Indonesia, baik lahan sawah maupun lahan
(A: B) kecukupan minimal untuk dua musim tanam di kering, memiliki kandungan bahan organik rendah (<

160
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010

Tabel 3. Analisis tanah dan pemupukan padi berdasarkan penggunaan pupuk majemuk.

Harkat tanah Bappeda Blora* Pemupukan acuan Abdulrachman et al.** (kali)


Kecamatan/
desa N P K C organik Ponska Urea SP36 KCl

Kedungtuban
Gondel R R T SR 1 4,5-5 14-16 0
Panolan R SR S SR 1,6 4-5 8-9 0
Klagen S S S R 0,5 2-2,5 4-5 0

Cepu
Ngloram R R S SR 0,4 2,5-3 2,5 7,5
Jipang S S R R 0,7 2,5-3 6 0
Getas S SR S SR 0 2,5-3 8 0

* = Bappeda Kab Blora dan CV. Agrosemar (2008); SR = sangat rendah, R = rendah, S = sedang, T = tinggi
** = (Abdulrachman et.al. 2008) Sumber = data primer diolah

Tabel 4. Adopsi dosis pemupukan padi sesuai rekomendasi (rkd) di daerah kajian.

Urea (%) SP36 (%) KCl/ZA (%)# Bahan organik (%)


Kecamatan
« rkd > rkd « rkd > rkd < rkd » rkd Jerami pukan lain

Kedungtuban
Gondel 0 6 0 6 3 3 - ± -
Panolan 0 6 0 6 2 4 - ± -
Klagen 2 4 1 5 3 3 - ± -
Cepu
Ngloram 2 4 1 5 2 4 - ± -
Jipang 3 3 1 5 4 2 - ± -
Getas 1 5 0 6 4 2 - ± -

# = N, P, K dari pupuk phonska, rkd = rekomendasi = Pernentan 40/2007 - = tidak ± = seadanya;


* : 0 = 0%, 1 = 0,5 < x « 20, 2 = 20 < x « 40, 3 = 40 < x « 60, 4 = 60 < x « 80, 5 = 80 < x « 90, 6 = 90 < x « 100,

2%). Iqbal mengatakan (2008), kualitas pupuk kandang Getas


Petani, Rekomendasi

Urea
lebih baik dibanding kompos jerami, karena nisbah C/N G.8.t.ha
SP36
(kecepatan dekomposisi) lebih rendah, kadar hara N, P, Jipang
Phonska
J.8.t.ha
dan K lebih tinggi. Di Amerika Serikat, kandungan bahan Ngloram
KCl/ZA

organik dalam tanah menjadi salah satu kriteria penentu Ng.8.t.ha


kualitas tanah (Seybold et al. 1997, Six et al. 2002 dalam Klagen

Pirngadi 2008), tetapi tidak demikian halnya di Indonesia. K.8.t.ha

Tingkat adopsi pemupukan berimbang sesuai dosis,


Panolan
P.8.t.ha
jenis, dan waktu tidak dianalisis secara mendalam, Gondel
karena penggunaan pupuk urea, SP36, dan Ponska di G.8.t.ha

desa kajian tidak sesuai dengan prinsip pemupukan 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
berimbang (Tabel 2, 3, 4, Gambar 3). Teknologi Takaran pupuk (kg/ha)

pemupukan umumnya diadopsi oleh petani kooperator Gambar 4. Pemupukan petani vs rekomendasi (8 t/ha).
melalui program pemerintah, misalnya pada Program
Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) dan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Bengkulu ketersediaan modal, dan input produksi. Menurut kajian
(Hartono et al. 2006), Bali (Arsana 2006), Lombok Timur Sembiring dan Wasito (2004) pada SIPT di Sumatera
(Hipi et al. 2006), atau melalui program sekolah lapang Utara dan Kushartanti (2002) di Lampung pada jagung
PTT (SL-PTT) pada unit laboratorium lapang. Tingkat Bisma (TJB), tingkat adopsi petani dari yang tertinggi ke
adopsi petani juga dipengaruhi oleh daya dukung terendah dipengaruhi oleh: (1) daya dukung
agroekosistem, motivasi, sikap, tindakan konsisten, agroekosistem, (2) motivasi, sikap, tindakan konsisten,

161
WASITO ET AL.: PERSEPSI PETANI DAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMUPUKAN BERIMBANG PADA PADI

dan pengalaman berusahatani, (3) ketersediaan modal, memahami (3-4) (Gambar 6) manfaat pemupukan
(4) ketersediaan input produksi, dan (5) intensitas berimbang, yaitu meningkatkan produksi dan mutu
mengikuti pertemuan dan peran ketua kelompok tani. hasil, melestarikan kesuburan tanah (meningkatkan
Faktor 1 secara tidak langsung menjadi titik tolak hara tanah dengan status rendah-sedang agar cadangan
berperannya faktor 2, 3, 4, dan 5. Faktor 3 yang dapat hara tanah tidak terkuras dalam jangka panjang),
digunakan untuk mengembangkan faktor 1 adalah menghindari pencemaran lingkungan air dan tanah
faktor 2, 4, 5. akibat penggunaan pupuk yang berlebihan (Zaini et al.
2009).
Persepsi dan Adopsi Adopsi teknologi pemupukan yang tepat, baik jenis,
takaran, maupun aplikasi, dapat meningkatkan efisiensi
Pemupukan Berimbang pemupukan N, P, dan K 40-50% (Anonim 2000 dalam
Adopsi takaran pupuk anorganik dan pupuk kandang Wahid 2003). Pemberian pupuk yang tepat pada
di desa kajian tidak sesuai rekomendasi Permentan 40/ tanaman padi tidak hanya akan menurunkan biaya
2007, Bappeda Blora dan Agrosemar (2008) (Tabel 2, 3, pemupukan, tetapi takaran pupuk juga lebih rendah,
4, Gambar 3), sesuai dengan persepsi mereka tentang hasil padi relatif sama, tanaman lebih sehat, mengurangi
pemupukan berimbang (Gambar 5, 6). Sebagian besar hara yang terlarut dan menimbun dalam air, dan
responden tidak atau kurang memahami (1-2), sangat menekan unsur berbahaya yang terbawa dalam
berbeda nyata (p < 0,01) dengan yang memahami atau makanan. Pemberian pupuk N yang berlebihan dapat
sangat memahami (3-4), telah menjadi kebiasaan merusak lingkungan karena emisi gas N 2 O
bertindak petani dan tidak berbeda nyata (p < 0,05) (Partohardjono 1999).
antardesa. Berdasarkan teori himpunan (Hasan 2003),
terjadi interseksi dan operasi irisan kecil antara persepsi Pemberian Bahan Organik
dan adopsi petani dengan rekomendasi, memiliki
Ada perbedaan nyata (p < 0,05) antara petani yang
kerangka acuan yang heterofili (Gambar 5). Bagi petani,
memahami atau sangat memahami (3-4) dengan yang
takaran pemupukan tinggi dapat meningkatkan hasil
tidak atau kurang memahami (1-2) tentang manfaat
padi.
bahan organik (Gambar 7) melalui pengembalian jerami
Sebagian besar responden tidak atau kurang ke sawah dalam bentuk kompos, atau pupuk kandang
memahami (1-2), sangat berbeda nyata (p < 0,01) terdekomposisi. Mereka Terendah
80
tidak mengadopsi bahan
dibandingkan dengan yang memahami atau sangat
Operasi irisan
organik sesuai rekomendasi, karena kurang atau tidak
70 Tertinggi
(interseksi)
60

tersedia
50 di lokasi, biaya adopsi lebih mahal,
PTT/ biaya tenaga
kerja mahal, aplikasi kurang praktis, dan terjadi interseksi
Petani desa
Permentan
%

40 kajian
40/2007

dan operasi irisan besar (homofili). Sebaliknya terjadi


30

20
interseksi dan operasi irisan kecil (heterofili) untuk
10
HETEROFILI
pemahaman
0 dampak negatif ke tanaman, dan
mengganggu kesehatan petani.
Tidak paham Kurang paham Paham Sangat paham

Persepsi

Dalam hal manfaat pemberian bahan organik, petani


yang memahami atau sangat memahami (3-4) berbeda
nyata (p < 0,05) dengan yang tidak atau kurang
memahami (1-2) (Gambar 8). Manfaat utamanya adalah
dapat memperbaiki struktur dan kesuburan tanah,
Gambar 5. Persepsi petani tentang pemupukan berimbang.

4 Terendah
80
Operasi irisan (interseksi)
Terendah
Operasi irisan (interseksi) 3,5 Tertinggi
Tertinggi
70
3 - lokasi
60 mahal, -
PTT/
Skor

Petani desa 2,5 praktis


Permentan
50 kajian
40/2007
%

2
40
1,5 HOMOFILI
30
1 tanaman, Petani
20 kesehatan
HETEROFILI
0,5
10
0
0
HETEROFILI
Tidak/- Adopsi mahal T.kerja Dampak - Krg.praktis Gg. Sehat
Tidak paham Kurang paham Paham tersedia mahal
Persepsi Persepsi

Gambar 6. Persepsi petani tentang manfaat pupuk berimbang. Gambar 7. Persepsi petani tidak diadopsinya bahan organik.

162
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010

4,5 efisiensi penggunaan pupuk. Pemberian 2 t/ha, 1–2 t/


Terendah
4
3,5
Tertinggi
Operasi irisan (interseksi)
ha, dan 3 t/ha jerami padi meningkatkan hasil padi
3
Tanah baik,
subur, hasil masing-masing 765 kg/ha, 1-1,5 t/ha, dan dua kali lipat
(Mala 1998).
Skor

2,5 naik hemat Petani


pupuk
2
1,5
1 HOMOFILI
0,5 Hemat Petani Sifat Teknologi
0 air
Pbaiki.stk.tanah Pbaiki
subur.tanah
Hemat pupuk
anorganik
Tkan produksi Hemat air
HETEROFILI
Petani yang memahami atau sangat memahami (3-4)
Persepsi sangat berbeda nyata (p < 0,01) dibanding yang tidak
Gambar 8. Persepsi petani terhadap manfaat adopsi bahan organik. atau kurang memahami (1-2) sifat-sifat teknologi
pemupukan berimbang dan pemberian bahan organik,
terutama pada aspek tingkat kerumitan (kompleksitas),
4,5 Terendah Operasi irisan (interseksi)
keuntungan relatif (unggulan), kesesuaian
(kompatibilitas), dan terjadi interseksi dan operasi irisan
4 Tertinggi
3,5 kompabilitas,
3
kompleksitas, Petani
untung relatif
besar (homofili) (Gambar 8). Menurut petani, teknologi
pemupukan berimbang mudah diaplikasikan dengan
Skor

2,5
2
1,5 HOMOFILI tingkat kesulitan rendah, keuntungan relatif yang tinggi
1
Trialibilitas, dibandingkan pemupukan tidak berimbang, dan
Observabi
berwawasan lingkungan sehingga dapat mewujudkan
0,5 Petani
litas
0
Trialibilitas Kompleksitas Untung relatif Kompabilitas Observabilitas
sistem usahatani berkelanjutan. Tingkat kemudahan
Persepsi HETEROFILI
yang dicobakan (trialibilitas) dan diamati (observabilitas)
Gambar 9. Persepsi petani terhadap sifat inovasi (pupuk berimbang). memberikan interseksi dan operasi irisan kecil
(heterofili). Artinya, sebagaian besar petani tidak pernah
80
mencoba terlebih dahulu sebelum mengadopsi, secara
70
Terendah
Tertinggi
teknis agronomis sulit diamati. Persepsi petani terhadap
60
PTT/ Petani desa
sifat-sifat teknologi pemupukan berimbang tidak selaras
dengan tingkat adopsi, karena pemahaman yang tinggi
50 Permentan kajian
%

40/2007
40

30 pada tingkat kerumitan, keuntungan relatif, tingkat


20
kesesuaian tidak diikuti oleh tingkat adopsi yang tinggi,
dan terjadi disonansi inovasi. Persepsi petani terhadap
10
Operasi irisan (interseksi)
0
HETEROFILI
Sangat tdk paham Tidak paham Kurang paham
sifat-sifat teknologi tersebut selaras dengan hasil
penelitian Rangkuti (2009).
Persepsi

Gambar 10. Persepsi petani terhadap kesehatan tanah. Penerapan teknologi pemupukan berimbang tidak
hanya mengubah teknologi yang telah ada tetapi juga
perilaku masyarakat yang bersangkutan. Dampak
menghemat penggunaan pupuk anorganik, penerapannya tidak berhenti pada sistem produksi
meningkatkan hasil padi, dan terjadi interseksi dan secara netral karena membawa dan perangkat etika
operasi irisan besar (homofili). Manfaat lainnya, agar ekonomi, sosial, kebudayaan, dan sistem kongnitif yang
terjadi penghematan penggunaan air, terjadi interseksi terkait (Schumacher 1973). Masyarakat harus dapat
dan operasi irisan kecil (heterofili). Penggunaan bahan menentu-kan cara mengendalikan teknologi yang
organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan hendak di-gunakan, perlu kebebasan nilai untuk
efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Pemberian mengembangkan kreativitas dalam mewujudkan IP padi
bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah secara 300 secara berkelanjutan.
nyata (Thamrin 2000), merupakan suatu tindakan
perbaikan lingkungan tumbuh tanaman, dan Kesehatan Tanah
meningkatkan efisiensi pemupukan (Adiningsih dan
Rochayati 1998). Pemberian pupuk kandang dan pupuk Ada perbedaan sangat nyata (p < 0,01) petani yang tidak
anorganik memberikan hasil 10-15% lebih tinggi dari atau kurang memahami (1-2) dengan yang memahami
pemberian pupuk anorganik pada model PTT, atau 23- atau sangat memahami (3-4) perkiraan dampak
27% pada non-PTT. Pemberian pupuk kandang sapi (2- pemupukan tidak berimbang terhadap kesehatan tanah
3 t/ha) meningkat ±15% (0,8-1,0 ton), menghemat urea sawah, serta terjadi interseksi dan operasi irisan kecil
40-70 kg/ha, dan SP36 35-50 kg/ha (Sembiring dan Wasito (heterofili) (Gambar 10). Menurut petani, semakin tinggi
2004, Suretno et al. 2002). Pemberian kompos jerami takaran penggunaan pupuk (urea, SP36, dan Ponska)
padi (KJP) dapat meningkatkan produksi padi dan maka petani dianggap memiliki strata sosial-ekonomi

163
WASITO ET AL.: PERSEPSI PETANI DAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMUPUKAN BERIMBANG PADA PADI

tinggi. Pemberian pupuk urea, SP36, atau Ponska dengan DAFTAR PUSTAKA
takaran tinggi dan tidak diimbangi oleh pemberian
Abdulrachman, S., E. Suhartatik, A. Kasno, dan D. Setyorini. 2008.
bahan organik cenderung mengakibatkan tanah
Pemupukan padi sawah spesifik lokasi (Modul). Kerjasama
menjadi “sakit” atau lelah (fatigue land), yang diduga Badan Litbangtan dan IRRI. Jakarta. p. 36.
berkaitan erat dengan penurunan produktivitas dan Adiningsih, S.J. dan Rochayati. 1988. Peranan bahan organik dalam
kesehatan tanah. Menurut Makarim dan Suhartatik meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas tanah.
(2006), penurunan produktivitas tanah sawah Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Bogor. p. 161-
intensifikasi disebabkan oleh kuantitas dan kualitas 181.
bahan organik tanah menurun, kelambanan penyediaan Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pertanian nomor 27 tahun 2007,
penetapan rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi
hara N, P, dan K ke dalam bentuk tersedia, terjadi sawah spesifik lokasi. Jakarta.
penimbunan senyawa toksik bagi tanaman, dan Arsana, IGK, D. 2006. Pengkajian pengelolaan tanaman terpadu
ketersediaan hara di tanah menurun. padi sawah di Subak Rijase, Tabanan, Bali. Dalam: Suprihatno
Persepsi berdasarkan pendekatan ekologi et al. (Eds.). Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada
Beras Berkelanjutan. Buku 2. Pusat Penelitian dan
ditentukan oleh pengalaman, yang dipengaruhi oleh Pengembangan Tanaman Pangan. p. 489-498.
kebudayaan termasuk kebiasaan yang sulit diubah, dan Bappeda Kabupaten Blora dan Agrosemar Surakarta. 2008.
untuk mengubahnya diperlukan waktu yang cukup Penelitian pemetaan unsur hara tanah untuk rekomendasi
lama. Persepsi yang benar terhadap suatu objek pemupukan tanaman padi sawah di Kabupaten Blora.
diperlukan, sebab persepsi merupakan dasar Bappeda Kab. Blora dan CV. Agrosemar Surakarta. p.116.
pembentukan sikap dan perilaku (adopsi). BPS (Badan Pusat Statistik) dan Bappeda Kabupaten Blora. 2007.
Blora dalam angka 2006. Kerjasama BPS – Bappeda Kab.
Blora. p. 138.
BPS (Badan Pusat Statistik) dan Bappeda Kabupaten Blora. 2007.
KESIMPULAN DAN SARAN Kecamatan Cepu dan Kedungtuban dalam angka 2006.
Kerjasama BPS – Bappeda Kab. Blora. p. 69.
Adopsi takaran penggunaan urea, SP36, Ponska di Bungin, Burhan. 2003. Analisis data penelitian kualitatif,
pemahaman filosofis dan metodologis ke arah penguasaan
Gondel, Panolan, Ngloram sangat berbeda nyata (p < model aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. p. 148.
0,01), dan di Klagen, Jipang, dan Getas berbeda nyata (p
Denzin, Norman K. Dan Y.S. Lincoln. 1994. Introduction, entering
< 0,05) dengan rekomendasi Permentan 40/2007, the field of qualitative research in Denzin, Norman K. dan
Bappeda Blora (2008), selaras persepsi petani. Persepsi Y.S. Lincoln (ed.) 1994. Handbook of Qualitative Research.
dan adopsi takaran penggunaan pupuk anorganik dan SAGE Publication.
bahan organik, serta manfaatnya tidak sesuai dengan Devito, A. J. 1995. The interpersonal communication. Book Harper
prinsip dan rekomendasi pemupukan berimbang. Collin Collage Publishers. New York.
Persepsi petani pada taraf tidak – kurang memahami (1- Hartono, R., Hamdan, dan Johny. 2006. Implementasi program
peningkatan produktivitas padi terpadu di Bengkulu. dalam
2) sangat berbeda nyata (signifikan, p < 0,01) dengan Suprihatno et.al. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada
yang memahami – sangat memahami (3-4). Terjadi Beras Berkelanjutan. Buku 2. Pusat Penelitian dan
interseksi dan operasi irisan himpunan yang kecil Pengembangan Tanaman Pangan. p. 449-459.
(heterofili) antara persepsi dan adopsi dengan Hasan, M.I. 2003. Pokok-pokok materi statistik 2 (statistik
rekomendasi pemupukan berimbang, dan manfaatnya, inferensia), ed 2. Bumi Aksara, Jakarta. p. 1-35.
tetapi hal ini telah menjadi kebiasaan bertindak Hipi, A., L. Wirajaswadi, Mashur, dan H.M. Toha. 2006. Usahatani
padi sawah dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu
(homofili) para petani. di Lombok Timur. dalam Suprihatno et.al. Inovasi Teknologi
Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Buku 2. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. p. 511-519.
Ilham, Nyak. 2008. Profil teknologi pada usahatani padi dan
UCAPAN TERIMA KASIH implikasinya terhadap peran pemerintah. Analisis Kebijakan
Pertanian 6 (4), Desember 2008. Pusat Analisis Sosial
Terima kasih kepada P4MI Badan Penelitian dan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. p. 335-351.
Pengembangan Pertanian, yang telah memberikan Iqbal, A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi
kesempatan kepada saya untuk melakukan kajian padi organik di tanah inceptisol. Jurnal Akta Agrosia Fak.
Outreach Program (OR) pada P4MI tahun 2007 dan 2008, Pertanian UNSOED 11 (1): 13-18.
dan membantu kajian dampak awal P4MI pada tahun Karama, A.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan
pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya
2009, sehingga menghasilkan artikel ini.
Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Puslit Tanah dan
Agroklimat. Balitbang. p. 397-423.

164
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010

Kushartanti, E. 2002. Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi Schumacher, E.F.1973. Small is beautiful. New York: Harper and
tingkat adopsi teknologi jagung Bisma (TJB). Prosiding Row.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Palawija (Buku 2). Sembiring, Hasil dan Wasito. 2004. Peluang sistem integrasi padi
Puslitbang Sosek Pertanian, Bogor. p. 470-479. ternak dalam pemberdayaan kelompok tani untuk
Makarim, A.K. dan E. Suhartatik. 2006. Budidaya padi dengan peningkatan kualitas lahan dan pendapatan petani di
masukan in situ menuju perpadian masa depan. Iptek Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi
Tanaman Pangan nomor 1, 2006. p. 19-29. Tanaman – Ternak, Denpasar 20-22 Juli 2004. Kerjasama
Mala, Yanti. 1998. Peningkatan produksi sawah bukaan baru dengan Puslitbang Peternakan – BPTP Bali - CASREN, Bogor.p. 104-
penggunaan kompos jerami padi. Pros. Seminar Peningkatan 115.
Produksi Padi Nasional, B. Lam-pung 9-10 Desember 1998. Setyorini, D. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi pertanian.
HIGI – PERAGI – Univ. Lampung. p. 401-405. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 27 (6) p. 13-15.
Mardikanto, Totok. 1996. Penyuluhan pembangunan kehutanan. Steel, Robert G.D. dan James H. Torrie. 1991. Prinsip dan prosedur
Sebelas Maret University Press. Surakarta. statistika, suatu pendekatan biometrik, terjemahan Sumantri,
Partohardjono, S. 1999. Upaya peningkatan efisiensi penggunaan Bambang dari Principles and Procedures of Statistics. 1980.
pupuk nitrogen untuk menekan emisi gas N2O dari lahan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. p. 748.
sawah. dalam S. Partohardjono, J. Soejitno, dan Hermanto Suretno, N.D., T. Kusnanto dan B. Sudaryanto. 2002. Pemanfatan
(ed). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. kotoran ternak sebagai pupuk pada lahan sawah irigasi di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Lampung Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Bogor. p. 1-11. Peternakan dan Veteriner, Bogor 30 September-1 Oktober
Rakhmat, J. 1999. Psikologi komunikasi. Remaja Rosdakarya. 2002. Puslitbang Peternakan. p. 75-78.
Bandung: p. 51. Thamrin. 2000. Perbaikan beberapa sifat fisik dan typic
Rangkuti, Parlaungan A. 2009. Analisis peran jaringan komunikasi kanhapludults dengan pemberian bahan organik pada
petani dalam adopsi inovasi traktor tangan di Kabupaten tanaman padi sawah. Makalah Seminar Skripsi, Faperta
Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi (27) 1: p. 45-60. Universitas Pajajaran, Bandung. Tidak dipublikasikan.
Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Wahid, A.S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi
innovation. New York. sawah dengan metode bagan warna daun. Jurnal Litbang
Pertanian 22 (4), Pustaka Bogor. p. 156-161.
Rogers, E.M. 1983. Diffusion of innovation. New York Free Press.
Zaini, Z., S. Abdurrahman, N. Widiarta, P. Wardana, D. Setyorini, S.
Sairin, S. 2002. Perubahan sosial masyarakat Indonesia: Perspektif Kartaatmadja, dan M. Yamin. 2009. Pedoman umum PTT
antropologi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. padi sawah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian,
Samovar, L.A. dan R. Pester. 1981. Understanding intercultural Jakarta. p. 20.
communication, Wods worth Publishing Company. Callifornia. Zanden, J.W.V. 1984. Social psychology. Third ed. Random House
Inc. Ohio State Univ.

165

You might also like