You are on page 1of 14

Jurnal Penelitian Karet, 2013, 31 (1) : 54 - 67

Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2013, 31 (1) : 54 - 67

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN PEMASARAN KAYU KARET


DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

A study on Institutions and Partnership in Rubberwood Marketing


in South Sumatera Province
Dwi Shinta AGUSTINA, Lina Fatayati SYARIFA, dan Cicilia NANCY
Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet
Jalan Raya Palembang – P. Balai KM 29, PO BOX 1127 Palembang 30001
Email : dwishinta_sbw@yahoo.com

Diterima tanggal 6 Desember 2012 / Disetujui tanggal 8 Maret 2013

Abstract Abstrak

In South Sumatra Province, several Di Provinsi Sumatera Selatan


partnerhsip patterns between smallholders berkembang beberapa pola kemitraan
and rubber wood processing factories has antara petani dengan pabrik pengolahan
been developed. This study aimed to analyze kayu karet. Penelitian ini bertujuan melihat
the institutional marketing of rubberwood, its pola kelembagaan pemasaran kayu karet di
constraints and efforts to optimize rubber Provinsi Sumatera Selatan, kendala dan
wood processing factories. This study was upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan
conducted by survey method. The results kayu karet serta kemitraan yang terjadi
showed that the source of rubber wood for antara pabrik kayu karet dengan petani.
industry was mostly derived from Penelitian ini menggunakan metode survei.
smallholders (74%) and the rest (26%) from Hasil penelitian menunjukkan bahwa
big estates. As many as 68% of smallholders sumber kayu karet untuk industri saat ini
who had replanted their rubber plants sold sebagian besar (74%) berasal dari
the rubber wood to the processing factories perkebunan rakyat dan 26% dari
either through suppliers (73%) or directly to perkebunan besar. Sebanyak 68% petani
the factories (27%). The partnership patterns yang meremajakan kebun karetnya sudah
that had been conducted by factories were to menjual kayu karet ke industri pengolahan
give capital support to rubber nursery kayu baik melalui supplier (73%) maupun
operators to help smallholders who needed menjual langsung ke pabrik (27%). Pola
rubber planting materials and to help kemitraan yang sudah dilaksanakan oleh
smallhoders directly with rubber planting pabrik di antaranya memberikan bantuan
materials by calculating the price of rubber modal kepada penangkar untuk diberikan
wood after wards. Road access from field to kepada petani yang membutuhkan bibit
the factories and administrative systems for karet, dan membantu petani yang
selling rubber wood had been constraints on membutuhkan bibit karet dengan memper-
rubber wood marketing. Licences to sell hitungkan harga kayu. Akses jalan kebun
wood from cultivated plants should be
serta sistem kelengkapan administrasi bagi
simplified. The infrastructure (roads) from
penjualan kayu karet masih menjadi
the rubber planting area to the rubber
kendala dalam pemasaran kayu karet. Perlu
processing factories should be improved in
penyederhanaan perizinan untuk pemasar-
order to keep the sustainability of rubber
an kayu yang berasal dari tanaman budidaya
wood industry.
seperti karet serta perbaikan sarana jalan
Keywords : Hevea brasiliensis, rubberwood, menuju kebun untuk menjaga keber-
institution, marketing, partner- langsungan industri kayu karet.
ship
Kata kunci: Hevea brasiliensis, kayu karet,
kelembagaan, pemasaran,
kemitraan

54
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

PENDAHULUAN tangga, particle board, parquet, MDF


(Medium Density Fibreboard) dan lain
Kebutuhan bahan baku kayu nasional sebagainya.
dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Pada tahun 2003, kebutuhan kayu sebesar Sumber kayu karet di Indonesia
63 juta m3, sementara dalam rangka adalah perkebunan karet rakyat,
pelaksanaan kebijakan soft landing, perkebunan besar negara, dan perkebunan
pemerintah melalui Departemen Kehutanan besar swasta. Kebun karet rakyat umumnya
pada tahun yang sama hanya memberikan diremajakan atau dikonversi jika
jatah tebangan sebesar 6,8 juta m3. Data produksinya kurang dari 200 kg karet kering
tersebut memperlihatkan adanya per ha per tahun, jumlah tanaman kurang
kesenjangan yang sangat besar antara dari 200 pohon per ha, umur tanaman lebih
produksi (supply) dengan kebutuhan dari 30 tahun, kerusakan panel sadap
(demand) bahan baku kayu yaitu sekitar 56 karena penyadapan lebih dari 60%, dan
juta m3. Hal ini disebabkan menurunnya kondisi kebun sudah tidak ekonomis untuk
produktivitas hutan alam akibat tingkat laju dikelola (TKIHH Plus, 1987). Pola
kerusakan hutan yang sangat tinggi. Oleh peremajaan yang umumnya diterapkan di
karena itu perlu dicari alternatif pengganti perkebunan besar adalah 3% dari total areal
kayu hutan alam yang memungkinkan dengan siklus pertanaman 30 tahun. Dari
untuk diekspor (Manurung, 2003). peremajaan satu hektar kebun karet di
perkebunan besar dapat diperoleh kayu
Sebagai tanaman perkebunan, nilai karet sebanyak 75 m3 kayu gelondongan
ekonomi karet terletak pada kemampuan- dengan potongan antara 1 – 1,5 m (Arsjad
nya menghasilkan lateks, sedangkan dan Dereinda, 1988). Volume kayu karet
produk non-lateks seperti kayu karet pada tersebut relatif rendah karena banyak
awalnya dianggap sebagai hasil samping tanaman yang bengkok atau tumbang
terutama sebagai sumber kayu bakar. karena angin dan batangnya benjol-benjol
Dengan berkembangnya teknologi karena kesalahan penyadapan atau karena
pengolahan dan pengawetan kayu karet penyakit.
akhir-akhir ini dan terbatasnya
ketersediaan kayu dari hutan untuk Volume kayu karet di perkebunan
memenuhi pasokan kayu baik untuk pasar karet rakyat relatif rendah karena terdiri
dalam negeri maupun luar negeri, atas tanaman berbagai macam umur dan
menyebabkan permintaan terhadap kayu bercampur dengan tanaman lain, tanaman
karet cukup tinggi dan setiap tahun terus berasal dari biji, banyak batang yang
meningkat. Tingginya permintaan terhadap bengkok dan benjol-benjol. Arsjad dan
kayu karet sejalan dengan membaiknya Dereinda (1988) memperkirakan volume
perekonomian dunia, meningkatnya jumlah kayu gelondongan dari kebun karet rakyat
penduduk, dan terbatasnya ketersediaan dan perkebunan berkisar 40 - 75 m3 per ha.
kayu hutan, terutama setelah kayu ramin, Dengan asumsi perkebunan karet rakyat
meranti putih, dan agathis dilarang untuk meremajakan 2% dari total areal karet tua
diekspor dalam bentuk kayu gergajian. sedangkan perkebunan besar Negara dan
(Boerhendhy et al., 2003). swasta meremajakan 3% dari total areal
karet tua, maka potensi kayu karet yang
Pemanfaatan kayu karet merupakan diperoleh dari perkebunan rakyat dan
peluang baru untuk meningkatkan margin perkebunan besar pada tahun 2010 adalah
keuntungan dalam industri karet. Kayu sebesar 577 ribu m3 per tahun.
karet banyak diminati oleh konsumen baik
dari dalam maupun luar negeri, karena Beberapa pola kemitraan antara
warnanya yang cerah dan coraknya seperti pabrik kayu karet dengan petani karet
kayu ramin. Selain itu, kayu karet juga rakyat telah dikembangkan di Sumatera
merupakan salah satu kayu tropis yang Selatan. Berdasarkan hal tersebut,
memenuhi persyaratan ecolabelling karena penelitian ini bertujuan untuk membahas
komoditas ini dibudidayakan (renewable) tentang kelembagaan pemasaran kayu karet
dengan kegunaan yang cukup luas, yaitu serta kemitraan yang terjadi antara pabrik
sebagai bahan baku perabotan rumah kayu karet dan petani di Sumatera Selatan.

55
Agustina, Syarifa dan Nancy

BAHAN DAN METODE revitalisasi industri kehutanan. Program


revitalisasi industri kehutanan yang
Penelitian dilaksanakan dengan dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan
metode survei di beberapa kabupaten di berupa: perbaikan perizinan industri primer
Propinsi Sumatera Selatan yang memiliki hasil hutan kayu (IPHHK) dari bahan baku
industri pengolahan kayu karet, yaitu kayu bulat yang berasal dari hutan alam
Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Muara menjadi bahan baku kayu yang berasal dari
Enim, Kabupaten Musi Banyuasin, OKU hutan tanaman ataupun hutan rakyat;
Induk, dan Kabupaten Musi Rawas. Data mempermudah proses dan prosedur
yang dikumpulkan meliputi data primer dan perizinan untuk industri yang menggunakan
data sekunder. Data primer diperoleh bahan baku kayu yang berasal dari hutan
melalui wawancara dengan pabrik pengolah tanaman; pengetatan pemberian izin usaha
kayu karet, supplier, dan petani sedangkan (Antoro, 2012).
data sekunder diperoleh dari data statistik,
laporan, dan jurnal. Produk olahan yang Provinsi Sumatera Selatan memiliki
diamati meliputi veneer, kayu pertukangan potensi usaha kayu karet mengingat luas
(sawn timber), MDF, dan kayu bakar untuk lahan karet pada tahun 2009 mencapai 1,06
pabrik bata. Pengambilan sampel dilakukan juta hektar, dan sebanyak 94,3%
dengan metode snow-ball, dimulai dari merupakan karet rakyat (Disbun Sumsel,
pabrik pengolahan kayu kemudian supplier, 2012). Dari total luasan karet, sebanyak 14%
dan terakhir di tingkat petani. Data yang (148 ribu hektar) merupakan areal karet tua
diperoleh dianalisis secara deskriptif. yang siap diremajakan dan merupakan
potensi bahan baku bagi industri
pengolahan kayu karet, selebihnya tanaman
HASIL DAN PEMBAHASAN menghasilkan (TM) seluas 655 ribu ha (62%)
dan tanaman belum menghasilkan (TBM)
Potensi Kayu Karet di Provinsi Sumatera seluas 255 ribu ha (24%) (Tabel 1).
Selatan
Dilihat dari data pada Tabel 1,
kabupaten-kabupaten potensial bahan baku
Pembatasan penggunaan kayu yang
kayu karet tua hasil peremajaan
berasal dari hutan alam sebagai bahan baku
diantaranya adalah Kabupaten Musi Rawas,
industri, bukanlah hal yang mencemaskan
Muara Enim, Musi Banyuasin, dan OKI. Saat
bagi pelaku industri kehutanan. Hal ini
ini, di Kabupaten Musi Rawas, Muara Enim,
justru harus dijadikan tantangan agar
dan Musi Banyuasin telah berdiri unit-unit
industri tetap bertahan dan tidak terjadi
pabrik sebagai perwakilan beberapa pabrik
pengurangan bahkan pemutusan hubungan
pengolahan kayu karet. Sementara di
kerja terhadap karyawan. Berbagai upaya
Kabupaten OKI, belum terdapat unit pabrik
yang bisa ditempuh antara lain melalui
maupun pabrik pengolahan kayu karet. Hal
efisiensi penggunaan mesin dan
ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
penggantian sumber bahan baku yang
pihak pabrik atau pemerintah daerah untuk
berasal dari kayu hutan tanaman, hutan
mendirikan unit pabrik di Kabupaten OKI
rakyat ataupun perkebunan.
mengingat potensi kayu karet tua hasil
peremajaan kebun karet tua masih cukup
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 34/
besar.
2002, kapasitas izin industri primer hasil
hutan tidak boleh melebihi daya dukung
Minat masyarakat menanam karet
hutan secara lestari dan sumber bahan baku
sangat tinggi, hal ini tercermin dari demikian
industri primer hasil hutan selain dari hutan
luasnya penanaman karet yang dilakukan
alam, dapat pula berasal dari hutan
masyarakat. Sebagian besar kebun karet
tanaman, hutan hak dan hasil dari
rakyat yang saat ini diremajakan (95%)
perkebunan berupa kayu.
adalah kebun karet tradisional yang
umumnya berupa hutan karet, sehingga
Guna mendukung program pelestarian
selain tanaman karet dijumpai tanaman
hutan dengan cara tidak menggunakan
hutan lainnya. Hasil wawancara dengan
kayu yang berasal dari hutan alam sebagai
beberapa supplier (pembeli kayu karet)
bahan baku industri kayu, pemerintah
menunjukkan bahwa pada saat kebun karet
Provinsi Sumatera Selatan telah melakukan

56
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

Tabel 1. Luas areal karet di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Kabupaten, 2009
Table 1. Area of rubber in South Sumatra Province by District, 2009

TBM TM TT
Kabupaten Total
Immature Mature Old rubber
District Total
rubber plant rubber plant plant

Lahat 10.476 13.477 3.180 27.133


Empat Lawang 1.443 2.285 271 3.999
Pagar Alam 1.067 227 0 1.294
Musi Banyuasin 22.583 111.149 20.364 154.096
Banyuasin 20.499 53.680 8.696 82.875
Musi Rawas 36.979 155.595 55.611 248.185
Lubuk Linggau 2.160 8.223 3.356 13.739
OKU 18.577 41.416 8.616 68.609
OKU Timur 30.565 28.857 7.406 66.828
OKU Selatan 3.236 531 35 3.802
OKI 25.608 93.756 16.630 135.994
Ogan Ilir 7.956 18.032 1.263 27.251
Muara Enim 68.687 116.384 21.168 206.239
Prabumulih 5.559 11.244 1.573 18.376

Total 255.395 654.856 148.169 1.058.420


Sumber (source): Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan (2012)
TBM = Tanaman belum menghasilkan (immature rubber plant)
TM = Tanaman menghasilkan (mature rubber plant
TT = Tanaman tua (old rubber plant)

tradisional diremajakan, potensi kayu karet desa yang meremajakan karetnya masing-
sekitar 58% dari volume kayu, sedangkan masing seluas 1 ha. Apabila diasumsikan
42% sisanya adalah kayu jenis lain yang juga areal peremajaan hanya 30 ha/desa dan dari
memiliki nilai ekonomi seperti pelawan, setiap ha kebun karet tua dihasilkan kayu
pelangas, leban, seru dan racuk. Sementara karet sebanyak 60 ton atau 40 m3, maka dari
pada perkebunan karet rakyat ex-proyek luas peremajaan seluas 28.650 ha akan
atau yang sudah teratur seluruhnya adalah diperoleh potensi kayu karet setiap tahun
tanaman karet. mencapai 1,7 juta m3 atau 1,1 juta ton.

Hasil estimasi luas areal penanaman Dari hasil studi diketahui bahwa
karet di Sumatera Selatan yang dilakukan terdapat delapan industri pengolahan kayu
oleh Nancy, et al. (2011) disajikan pada Tabel karet di Sumatera Selatan, yang tersebar di
2. Luas areal penanaman karet seluas 46 delapan kabupaten (Tabel 3). Hal ini
ribu ha, sebesar 62% atau 28.650 ha merupakan bagian dari strategi investor
merupakan peremajaan dan selebihnya untuk menghindari kendala persaingan
(38%) adalah perluasan. Areal perluasan bahan baku. Sumber utama bahan baku
umumnya terdapat di wilayah-wilayah yang kayu karet saat ini berasal dari perkebunan
selama ini bukan merupakan daerah rakyat (74%) dan sebanyak 26% berasal dari
konvensional karet, seperti Kabupaten perkebunan besar.
Lahat, OKU Timur, dan OKI.
Data pada Tabel 3 menunjukkan
Estimasi peremajaan pada Tabel 2 bahwa produksi riil yang dicapai saat ini
menggunakan skenario pesimis bahwa belum memenuhi kapasitas terpasang.
setiap tahun hanya terdapat 30 petani per Produksi riil rata-rata yang dicapai oleh

57
Agustina, Syarifa dan Nancy

Tabel 2. Estimasi luas pengembangan karet swadaya di Provinsi Sumatera Selatan per
tahun
Table 2. Yearly estimate area of self-help rubber development in South Sumatra Province
Jumlah Areal Swadaya (ha)
desa Self-help area (ha)
% Desa
Kabupaten Jumlah penghasil Total Area Indeks
karet a
/Kota desa Karet (30 ha/desa) peremajaanb
% of
District Number Number of Total of Area Replanting Peremajaan Perluasan
rubber
/City of villages rubber (30 ha/village) Indexb Replanting Extension
villagea
producing
villages

Banyuasin 251 60 151 4.530 0,7 3.171 1.359


Lubuk Linggau 30 10 3 90 1 90
0
Pagar Alam 25 10 3 90 0 0 90
Prabumulih 13 90 12 360 1 360 0
Lahat 508 40 203 6.090 0,5 3.045 3.045
Muara Enim 279 80 223 6.690 0,9 6.021 669
MUBA 200 80 160 4.800 0,9 4.320 480
Musi Rawas 261 80 209 6.270 0,6 3.762 2.508
Ogan Ilir 155 40 62 1.860 0,3 558 1.302
OKI 374 60 224 6.720 0,5 3.360 3.360
OKU 141 80 113 3.390 0,9 3.051 339
OKU Selatan 200 10 20 600 0 0 600
OKU Timur 253 60 152 4.560 0,2 912 3.648
Total 2.596 1.383 27.668 28.650 17.400

- aPersentase desa karet merupakan nilai asumsi berdasarkan pengalaman di lapangan


a
Percentage of rubber village in assumption value based on field experience
- b Indeks peremajaan merupakan nilai asumsi berdasarkan pengalaman lapang
b
Replanting index is the assumption value based on field experience
Sumber (source): Nancy et al. (2011)

Tabel 3. Pabrik pengolahan kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan


Table 3. Rubberwood processing factory in South Sumatra Province

Produksi riil Sumber bahan baku


Kapasitas Actual production Source of raw material
Pabrik Kabupaten Produk Satuan pabrik
Perkebunan
Factory District Product Unit Factory Perkebunan
capacity 3 rakyat (%)
m % besar (%)
Smallholding
Estate (%)
(%)

PT. A Ogan Ilir veneer m3 50.000 20.000 40 50 50


3
PT. B Musi Banyuasin veneer m 40.000 25.000 63 50 50

PT. C Musi Rawas veneer m3 45.000 23.040 51 0 100


CV. D Muara Enim veneer m3 5.000 2.500 50 0 100
CV. E Banyuasin veneer m3 6.000 4.500 75 20 80
PT. F Ogan Ilir MDF ton 163.056 110.000 67 30 70
PT. G Banyuasin MDF ton 100.000 48.000 48 60 40
PT. H OKU Induk Sawn m3 6.000 4.500 75 0 100
timber
Rata-rata 59 26 74
Sumber (source) : Data primer (2011)

58
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

pabrik pada saat ini baru mencapai 59% dari kan sebagai bahan veneer adalah kayu karet
total kapasitas terpasang. Berdasarkan hal harus memiliki panjang 130 - 135 cm, dia-
tersebut diketahui bahwa sebagian besar meter batang > 15 cm, batang lurus, segar
pabrik masih kekurangan bahan baku dan tidak ada percabangan (Gambar 1).
untuk mencapai produksi sesuai dengan Persyaratan ini sama halnya untuk produk
kapasitas terpasang. Hal ini menjadi kayu gergajian kayu karet (Gambar 2). Kayu
peluang bagi petani karet yang akan gergajian digunakan sebagai bahan
meremajakan kebun karetnya untuk struktural untuk konstruksi, atau pulp kayu
menjual kayu karet ke pabrik pengolahan untuk produk kertas.
kayu karet.
Sementara itu, untuk produk MDF,
Untuk dapat diolah, kayu karet yang kayu karet harus memiliki panjang 2 – 2,5 m,
dibeli oleh pabrik memiliki kriteria khusus diameter batang > 8 cm (Gambar 3). Medium
sesuai dengan produk yang dihasilkan. density fibreboard (MDF) adalah produk
Produk hasil pengolahan kayu karet yang kayu rekayasa yang dibentuk dengan
ada di Sumatera Selatan meliputi produk memecah kayu keras atau kayu lunak yang
veneer, MDF, dan kayu gergajian. Veneer tersisa menjadi serat kayu, biasanya dalam
merupakan irisan kayu tipis, biasanya lebih sebuah defibrator yang digabungkan dengan
tipis dari 3 mm, yang biasanya terpaku pada lilin dan pengikat resin, dan membentuk
panel inti (biasanya kayu, papan partikel panel dengan menerapkan suhu tinggi dan
atau medium-density fiberboard) untuk tekanan. MDF lebih padat daripada kayu
menghasilkan panel datar seperti pintu, lapis, terdiri dari serat dipisahkan, tetapi
atasan dan panel untuk lemari, lantai parket dapat digunakan sebagai bahan bangunan
dan bagian dari furniture. Veneer diperoleh seperti halnya kayu lapis.
dengan mengupas batang pohon atau
dengan mengiris blok empat persegi panjang Kondisi bahan baku kayu karet yang
besar kayu yang dikenal sebagai flitches. dapat digunakan untuk pabrik batu bata
Kriteria kayu karet yang dapat dimanfaat- ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 1. Bahan baku dan produk veneer yang dihasilkan oleh salah satu pabrik
pengolahan kayu karet di Sumatera Selatan
Figure 1. Raw material and veneer product produced by one of rubberwood processing
factories in South Sumatra

59
Agustina, Syarifa dan Nancy

Gambar 2. Bahan baku dan produk kayu gergajian yang dihasilkan oleh salah satu
pabrik pengolahan kayu karet di Sumatera Selatan
Figure 2. Raw material and product of sawn timber produced by one of rubberwood
processing factories in South Sumatra

Gambar 3. Bahan baku dan produk MDF yang dihasilkan oleh salah satu pabrik
pengolahan kayu karet di Sumatera Selatan
Figure 3. Raw material and MDF product produced by one of rubberwood processing
factories in South Sumatra

Gambar 4. Bahan baku kayu karet untuk pembuatan batu bata di Sumatera Selatan
Figure 4. Raw material of rubberwood in brick production in South Sumatra

60
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

Pemasaran Kayu Karet Informasi adanya areal yang akan


diremajakan biasanya berasal dari supplier,
Analisis kelembagaan pemasaran kayu sementara proses pengurusan IPKTM (Izin
karet dilakukan di beberapa kabupaten Pemanfaatan Kayu pada Tanah Milik)
sentra karet di Sumatera Selatan. Dari hasil sampai terbitnya SKAU (Surat Keterangan
penelitian diketahui bahwa di daerah- Asal Usul) di Dinas Kehutanan dan Kepala
daerah sentra karet telah berdiri industri Desa umumnya diurus oleh pihak pabrik.
pengolahan kayu karet. Secara umum, pola Pada saat pengajuan IPKTM harus
pemasaran kayu karet yang ditemui di dilampirkan surat tanah, selanjutnya
lapangan ditampilkan pada Gambar 5. petugas meninjau lokasi kebun yang akan
diremajakan. Pembayaran dari pabrik
Dari Gambar 5 terlihat bahwa sebagian kepada supplier bervariasi, ada yang
besar (73%) bahan baku untuk industri langsung dibayar setelah dilakukan
pengolahan kayu karet diperoleh melalui pengukuran (43%), 2 hari setelah
supplier log yang membeli kayu karet dari pengukuran (14%), dan 1-3 minggu setelah
petani yang meremajakan kebun karet pengukuran (43%).
tuanya. Dari 73% tersebut, sebanyak 42%
supplier menjual kepada unit pabrik, Harga kayu karet di tingkat pabrik
sedangkan sebanyak 31% menjual langsung bervariasi. Biaya operasional yang meliputi
ke industri pengolahan kayu karet. biaya tebang, biaya muat, biaya angkut, dan
Sementara itu, sebanyak 27% bahan baku biaya bongkar ditanggung oleh supplier.
diperoleh industri pengolahan kayu dengan Perincian harga, biaya yang dikeluarkan dan
membeli langsung dari petani. keuntungan supplier disajikan pada Tabel 4.

Kerja sama antara pabrik dengan Data pada Tabel 4 menunjukkan


suplier umumnya tidak terikat kontrak, bahwa kayu karet dapat memberikan
karena supply kayu karet sangat tergantung keuntungan bagi pihak supplier.
musim, sehingga apabila musim kemarau Keuntungan yang diperoleh supplier pada
dikhawatirkan terjadi over supply, masing-masing industri pengolahan
sebaliknya musim hujan stok bahan baku berbeda-beda karena harga jual kayu dan
kosong. Rata-rata masing-masing pabrik biaya yang dikeluarkan juga berbeda.
memiliki 3-5 orang supplier yang aktif Keuntungan terbesar diperoleh dari MDF
sebagai pemasok kayu karet. Menurut yaitu sebesar Rp 750 ribu – Rp 2,9 juta per
informasi yang diperoleh dari pihak pabrik, truk. Hal ini disebabkan karena pada
saat ini supply kayu karet lebih mudah pengolahan MDF, semua bagian pohon karet
didapat dibandingkan dengan kayu hutan dapat dimanfaatkan sehingga volume per
lainnya.

27%

31% Industri (industry):


Petani/Pekebun Supplier Log -MDF
Farmer
-Veneer
-Sawn timber
42% - Batu bata (briek)

Unit Pabrik
Faktory unit

Gambar 5. Rantai pemasaran kayu karet, 2011


Figure 5. Rubberwood marketing chain, 2011

61
Agustina, Syarifa dan Nancy

Tabel 4. Analisis keuntungan supplier kayu karet, 2011


Table 4. Profitability analysis of rubberwood supplier, 2011

Produk
Product
Uraian Batu Bata Kayu gergajian
Description Veneer MDF (Rp/truk) (Rp/truk )
(Rp/truk) (Rp/truk) (Brick) Sawn timber
Rp/truck Rp/truck (Rp/truck ) (Rp/truck)

Harga kayu karet 1.520.000 s/d 3.605.800 s/d 400.000 1.923.100


Price of rubberwood 2.000.000 5.769.200
Biaya-biaya (Costs)
- Biaya tebang 200.000 504.750 0 230.800
Cutting down cost

- Biaya muat 300.000 721.150 0 230.800


Loading cost
- Biaya angkutan 480.000 1.153.850 60.000 538.500
Transportation cost
- Biaya bongkar 40.000 43.300 0 0
Unloading cost
- Biaya gesek 0 0 0 461.500
Sowing cost
- Biaya lainnya 50.000 432.700 10.000 0
Other cost
- Total Biaya 1.070.000 2.855.750 70.000 1.461.600
Total cost
Keuntungan 450.000 s/d 750.050 s/d 330.000 461.500
Benefit 930.000 2.913.450

Sumber (source): Data primer (primary data), 2011

truk dapat lebih banyak dibandingkan Selain di tingkat supplier, penjualan


dengan veneer maupun sawn timber. kayu karet juga memberikan keuntungan
Muatan kayu untuk bahan baku MDF per bagi pihak petani. Kayu karet yang semula
truk dapat mencapai 7 m3 sedangkan hanya dibakar dan tidak dimanfaatkan, saat
muatan kayu untuk bahan baku veneer dan ini dapat memberikan pendapatan
sawn timber hanya berkisar antara 4-5 m3. tambahan terutama untuk biaya
Tingkat keuntungan terkecil pemanfaatan peremajaan. Dari hasil studi diketahui
kayu karet diperoleh pada usaha batu bata bahwa di kabupaten-kabupaten sentra karet
yaitu Rp 330 ribu per truk. Biaya tebang dan di Provinsi Sumatera Selatan, peremajaan
muat supplier yang menjual kayu karet ke per tahun per desa adalah berkisar 13 - 63
pabrik batu bata tidak ada karena kayu ha atau rata-rata 39 ha (Tabel 5). Dari hasil
sudah di tebang oleh petani dan diletakkan penjualan kayu karet ke pabrik pengolahan
di pinggir jalan kebun sehingga supplier kayu karet, pendapatan yang diperoleh
tinggal mengangkut saja. Secara petani berkisar antara Rp 2 juta - Rp 14 juta/
keseluruhan, pengolahan kayu karet ha dengan jumlah tegakan pada saat
menjadi beberapa produk olahan telah peremajaan adalah 300 - 500 batang per ha.
memberikan nilai tambah dibandingkan jika Uang hasil penjualan kayu karet
kayu karet hanya dimanfaatkan sebagai dimanfaatkan petani sebagai tambahan
kayu bakar. biaya untuk pembukaan kebun karet baru.

62
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

Tabel 5. Rata-rata peremajaan dan pemanfaatan kayu karet di kabupaten sentra karet
Propinsi Sumatera Selatan, 2011
Table 5. Average replanting area and usage of rubberwood in the district of rubber producing
centers of rubber in South Sumatra Province, 2011
Keberadaan
Rata-rata Penjualan kayu karet supplier kayu
Purchasing of rubber wood tingkat desa
peremajaan
per desa (ha) Ya T idak (orang)
Kabupaten
The average (%) (%) The existence of
District Sistem penjualan Sistem Pembayaran
of replanting Yes No rubberwood
(%) System of Purchasing System of payment (%)
per village supplier at
(ha) village level
(person)

Banyuasin 18 80 Melalui supplier, supplier Cash; bayar separuh di 20 8 - 10


yang menebang muka dilunasi pada akhir
Through supplier, cutting penebangan
down of the trees was Cash, 50% down payment
conducted by supplier and repaid at the end of the
logging

Musi 57 70 Melalui supplier, supplier Cash 30 1-3


Banyuasin yang menebang
Through supplier, cutting
down of the trees was
conducted by supplier

Musi Rawas 54 70 melalui supplier petani yang Cash; 3-7 hari setelah 30 2
menebang; petani yg diangkut
mengantar langsung ke pabrik Cash, the payment after 3- 7
through supplier, cutting days of transporting
down of the trees was
conducted by smallholders
and they transport to the
factory

OKI 13 0 - - 100 -

Ogan Ilir 63 100 Melalui supplier, supplier Cash; bayar separuh di 0 1


yang menebang muka dilunasi pada akhir
Through supplier, cutting penebangan
down of the trees was Cash, 50% down payment
conducted by supplier and repaid at the end of the
logging

Muara Enim 31 100 Melalui supplier, supplier Cash; bayar separuh di 0 3


yang menebang muka dilunasi pada akhir
Through supplier, cutting penebangan
down of the trees was Cash, 50% down payment
conducted by supplier and repaid at the end of the
logging

OKU Induk 53 20 Pihak pabrik langsung Cash 80 1


membeli ke petani
Factory bought the trees
directly from smallholders

Prabumulih 25 100 Melalui supplier, supplier Cash 0 1


yang menebang
Through supplier, cutting
down of the trees was
conducted by supplier

Rata-rata 39 68 32
(Average)

63
Agustina, Syarifa dan Nancy

Data pada Tabel 5 menunjukkan Dari hasil wawancara dengan pihak


bahwa sekitar 68% petani yang meremaja- pabrik diketahui bahwa produk olahan kayu
kan kebun karet tuanya sudah menjual kayu karet seperti MDF, veneer, dan sawn timber
karet ke industri pengolahan kayu, seperti dipasarkan di dalam negeri (65%) dan ke
MDF, veneer, sawn timber, dan bangsal batu luar negeri (35%). Wilayah pemasaran dalam
bata. Sebanyak 32% petani tidak menjual negeri meliputi Jakarta, Jambi, Sumatera
kayu karet karena di daerah tersebut belum Selatan, Yogyakarta, Surabaya, Tangerang,
terdapat areal peremajaan (tanaman karet dan Bandung, sedangkan pasar ekspor
masih berupa tanaman muda dan tanaman meliputi wilayah Asia seperti Malaysia,
menghasilkan) dan tidak ada supplier yang Thailand, Vietnam, India, RRC, dan wilayah
masuk ke desa karena kondisi kebun jauh Timur Tengah. Untuk produk MDF, jenis
dan sulit dijangkau oleh kendaraan. Pada produk yang diproduksi tergantung
umumnya, petani yang menjual kayu karet permintaan konsumen berdasarkan
ke pabrik MDF, veneer, dan sawn timber Standar European MDF Board (EMB), Japan
memborongkan kayu karetnya kepada Industrial Standard (JIS); California Air
supplier, selanjutnya supplier melakukan Regulatory Board (CARB). Di antara standar-
penebangan kayu. Sementara itu, petani standar tersebut, Japan Industrial Standar
yang menjual kayu karet ke bangsal batu merupakan standar yang paling tinggi
bata, menebang sendiri kayu karetnya dan karena biaya produksi lebih mahal.
meletakkannya di pinggir kebun/jalan
sambil menunggu supplier yang datang
membeli kayu karetnya. Sistem pembayaran Kendala-Kendala yang Dihadapi oleh
pada umumnya adalah pembayaran secara Industri Pengolahan Kayu Karet
langsung oleh supplier kepada petani setelah
melakukan pengukuran kayu yang akan Dari hasil penelitian diketahui
ditebang. Selain dengan sistem pembayaran beberapa kendala usaha industri
secara cash, ada juga supplier yang pengolahan kayu karet, di antaranya:
melakukan pembayaran sebanyak dua kali
(separuh di awal dan dilunasi pada akhir
penebangan).

(a) (b)
Gambar 6. Kondisi kayu karet pada penyadapan (a) benar; (b) berat yang melukai
kambium
Figure 6. Rubberwood on tapping condition (a) right; (b) over tapping

64
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Propinsi Sumatera Selatan

1. Harga karet alam yang tinggi rusak, sehingga kayu sulit untuk
dikeluarkan dari kebun.
Pada saat harga karet meningkat,
sebagian besar petani memutuskan Dari hasil wawancara dengan pihak
menunda peremajaan karetnya. Sebagai pabrik diketahui bahwa pada musim
contoh untuk kebun karet tua yang hanya kemarau yaitu Juni – September pasokan
menghasilkan 50 kg slab/minggu, petani kayu sangat tinggi, dan biasanya dijadikan
masih menerima Rp 1 juta per minggu. stok bahan baku untuk musim hujan, saat
Kondisi saat ini petani akan meremajakan supply kayu menurun drastis. Cadangan
kebun apabila hasil karet kurang dari 25 kg kayu karet untuk veneer dan MDF hanya
slab/ minggu. Berdasarkan hasil dapat disimpan maksimal selama 3 bulan,
wawancara dengan petani diketahui bahwa sehingga pihak pabrik harus dapat
saat ini dengan kondisi harga karet yang menghitung ketersediaan kayu yang ada,
baik, petani baru akan meremajakan kebun agar pabrik dapat beroperasi secara
karet jika produksi yang dicapai kurang 5 berkesinambungan. Upaya yang dilakukan
kg/ hari. pihak pabrik antara lain mencampur antara
stok kayu lama dan baru. Sementara
ketahanan kayu karet untuk sawn timber
2. Keterbatasan jalan produksi di kebun hanya 3 hari.

Kebun karet rakyat sebagian besar Upaya yang dilakukan pabrik agar
terletak di pedalaman yang hanya dapat pabrik dapat tetap beroperasi pada saat
dilalui jalan setapak. Supplier adakalanya supply dari perkebunan karet rakyat
harus membuat jalan khusus untuk merosot, adalah memasok kayu dari
mengeluarkan kayu, yang tidak jarang perkebunan besar baik perkebunan swasta
harus meminta izin pada kebun yang maupun perkebunan milik negara seperti
bersebelahan. Masalah lain apabila harus PTPN, karena perkebunan besar umumnya
melewati kebun produktif dan harus memiliki akses jalan yang baik.
memberikan kompensasi yang nilainya
tinggi. Hal ini akan menambah biaya bagi
pihak supplier. 5. Pabrik kayu karet belum terdapat di
semua lokasi

3. Penyadapan tidak terkendali Nilai kayu karet sangat dipengaruhi


oleh jarak dari kebun ke pabrik pengolah,
Penyadapan karet umumnya dilaku- karena semakin jauh, biaya transport
kan tidak terkendali, petani melakukan over semakin besar dan harga yang diterima
tapping yang mengakibatkan kulit tanaman pekebun semakin rendah. Radius maksimal
rusak, dan konsumsi kulit boros, sehingga dari kebun ke lokasi pabrik yang masih layak
umur ekonomis tanaman menjadi singkat. untuk pemasaran kayu karet adalah 200
Mutu bidang sadap yang rendah akan km.
menyebabkan rendahnya rendemen
produksi dan mutu produk yang
dihasilkan. Kondisi bidang sadap yang 6. Pembangunan pabrik kayu karet yang
ditemukan di perkebunan karet rakyat terlalu berdekatan
ditampilkan pada Gambar 6a dan 6b.
Adanya pabrik kayu karet yang
lokasinya terlalu berdekatan menimbulkan
4. Faktor musim/cuaca persaingan yang tidak sehat, terutama pada
saat suplai kayu karet berkurang. Oleh
Pasokan kayu karet sangat karena itu, izin pendirian pabrik kayu harus
dipengaruhi oleh musim pembukaan lahan, mempertimbangkan keberadaan pabrik
karena petani umumnya melakukan tebas yang telah ada. Namun demikian pihak
tebang pada musim kemarau (Juni- pabrik kayu karet dapat juga berkoordinasi
September). Di samping itu supply kayu satu dengan yang lain, misalnya pabrik MDF
karet dipengaruhi faktor cuaca, pada musim menerima kayu berdiameter 8 - 14 cm,
hujan kondisi jalan di kebun umumnya sedangkan untuk kayu dengan ukuran

65
Agustina, Syarifa dan Nancy

diameter > 15 cm diterima oleh pabrik veneer Beberapa pabrik pengolahan kayu di
atau sawn timber. Sumatera Selatan telah melakukan
kemitraan dengan petani dalam
pemanfaatan kayu karet, sebagai contoh
7. Perizinan angkutan kayu karet salah satu pabrik MDF membina dan
memberi bantuan modal usaha bagi 2
Pengangkutan kayu karet di tingkat penangkar bibit karet. Penangkar diberi
supplier harus memiliki SKAU (Surat pinjaman modal sebesar 30 juta rupiah oleh
Keterangan Asal Usul). Berdasarkan pihak pabrik untuk membuat bibit karet
informasi dari Dinas Kehutanan, prosedur polibeg sebanyak 4000-5000 polibeg.
pengeluaran SKAU adalah dengan Penangkar harus mengembalikan pinjaman
mengajukan pembuatan SKAU dari pihak modal tersebut sebesar 40% dari total
pemohon dengan melengkapi surat pinjaman. Sumber entres dan biji dibantu
keterangan tanah dan keterangan dari oleh pihak Dinas Perkebunan Kabupaten
Kepala Desa. Setelah dokumen-dokumen terkait. Bibit yang dihasilkan oleh
dilengkapi oleh pemohon, petugas dari Dinas penangkar, ditawarkan kepada petani yang
Kehutanan meninjau lokasi kebun yang menjual kayunya ke PT Sumatra Prima
akan diremajakan, selanjutnya SKAU Fibreboard dengan memperhitungkan nilai
diproses dan diterbitkan. Informasi yang kayu karetnya. Program kemitraan ini
tertera pada SKAU meliputi asal kayu (bukti sudah berjalan sejak tahun 2008 dan
kepemilikan, nomor, nama dan alamat sampai dengan tahun 2011 telah tersalur
pemilik, tempat muat, dan jenis alat angkut), 10.000 bibit untuk petani yang
tujuan pengangkutan (nama dan alamat meremajakan kebun karetnya. Di samping
penerima), serta jenis dan volume kayu. itu, petani ditawarkan Garlon (racun
Untuk Kabupaten Muara Enim dan Musi tunggul). Pola kemitraan lain dilakukan oleh
Banyuasin, SKAU ditandatangani oleh pabrik veneer yang memberikan bantuan
Kepala UPTD Kehutanan daerah setempat, bibit sengon melalui supplier serta ada pula
sedangkan kabupaten selain dua kabupaten yang memberi bantuan bibit jabon kepada
tersebut, SKAU ditandatangani oleh Kepala supplier (10 batang bibit jabon untuk setiap
Desa yang bersangkutan. Setiap lembar 10 m3 kayu karet yang dijual ke pabrik).
SKAU berlaku untuk setiap truk yang
mengangkut kayu karet, padahal setiap Program kemitraan pabrik dan petani
hektar kebun karet dapat menghasilkan 8 - merupakan suatu bentuk kelembagaan
25 truk kayu karet. Hal ini dinilai kurang yang sangat baik untuk dikembangkan.
efisien, sehingga dirasakan perlunya Namun pada kenyataannya masih
penyederhanaan perizinan untuk ditemukan kendala untuk melanjutkan
pemasaran kayu yang berasal dari tanaman program kemitraan ini, terutama kendala
budidaya seperti karet. ketersediaan sumberdaya manusia untuk
membina penangkar. Dari hasil wawancara,
diketahui bahwa dari dua orang penangkar
Kemitraan Pabrik Kayu Karet dan Petani yang dibina, hanya satu orang penangkar
yang berhasil menyalurkan bibitnya kepada
Fluktuasi supply bahan baku selama petani.
satu tahun dirasa cukup bagi pihak pabrik,
meskipun pihak pabrik harus melakukan
beberapa strategi untuk menjamin KESIMPULAN DAN SARAN
kecukupan bahan baku selama setahun, di
antaranya dengan membangun Hutan Provinsi Sumatera Selatan memiliki
Tanaman Industri, menjalin kemitraan potensi yang cukup besar untuk
dengan petani yang meremajakan kebun pengembangan industri kayu karet, baik
karet tuanya, memberi fee untuk supplier, dari sisi ketersediaan bahan baku maupun
ataupun dengan mencampur kayu yang dari sisi industri pengolahan kayu karet.
lama dengan kayu yang baru dengan Pemasaran kayu karet di Sumatera Selatan
perbandingan 60% kayu lama dicampur melibatkan pihak supplier sebagai
dengan 40% kayu baru. Salah satu pabrik penghubung antara petani dan pabrik.
memberi fee kepada supplier sebesar Rp Supplier membeli kayu karet dari petani
2000/m3 untuk setiap 100 m3 kayu karet untuk kemudian dibawa ke pabrik
yang dibawa ke pabrik.

66
Kajian kelembagaan dan kemitraan pemasaran kayu karet di Provinsi Sumatera Selatan

pengolahan kayu karet. Beberapa pabrik Boerhendhy, I., C. Nancy, dan A. Gunawan.
telah melakukan kemitraan dengan petani 2003. Kayu karet dapat menggantikan
dalam pemanfaatan kayu karet misalnya kayu hutan alam. Warta Penelitian dan
dengan membina dan memberi bantuan Pengembangan Pertanian 25(1), 3-5.
modal usaha kepada penangkar bibit,
dimana bibit yang dihasilkan, ditawarkan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
kepada petani yang menjual kayu, dengan Selatan. 2012. www.disbunsumsel.
memperhitungkan nilai kayu karetnya. com di unduh tanggal 3 Januari 2012.
Selain itu ada pula yang memberi bantuan
bibit sengon dan jabon melalui supplier. Nancy, C., D. S. Agustina, L. F. Syarifa. 2011.
Program kemitraan pabrik dan petani Potensi kayu karet hasil peremajaan
merupakan suatu bentuk kelembagaan milik petani vs ketersediaannya untuk
yang sangat baik untuk dikembangkan memasok industri kayu. Makalah
terutama dalam rangka pemanfaatan kayu disampaikan pada Workshop Nasional
karet hasil peremajaan di tingkat petani. “Perumusan Arah Kebijakan Nasional
dan Program Aksi Pemanfaatan Kayu
Karet Hasil Peremajaan Milik Petani
DAFTAR PUSTAKA dan Perusahaan Karet dengan
Partisipasi Stakeholder Utama”.
Antoro, R. 2012. Kayu karet sebagai Jakarta, 21-22 Desember 2011. Tidak
substitutsi kayu hutan alam. Majalah dipublikasi.
Kehutanan Indonesia Edisi IV Tahun
2006. www.dephut.go.id di unduh Manurung, T. 2003. Laju kerusakan hutan
tanggal 1 Maret 2012. Indonesia, terparah di planet bumi.
Majalah Gatra, November 2003.
Arsjad, A. dan R. Dereinda. 1988. Potensi
dan nilai ekonomi beberapa klon karet Team Koordinasi Industri Hasil Hutan
dalam menghasilkan bahan baku bagi (TKIHH) Plus. 1987. Usul landasan
industri mebel. Lokakarya Pemuliaan penentuan kebijaksanaan
Tanaman Karet. Medan, 12-14 Januari pengusahaan kayu karet. Jakarta.
1998. Tidak dipublikasi.

67

You might also like