Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The study was aimed to describe breakfast habit in teenage girls of vocational
high school Bogor. Design of this study was a cross sectional and the subject
was 68 students 14–18 years old. Breakfast consumption was collected by a 7-
day food record and verified by researcher. The result showed that there are
45.6% teenage girls having breakfast regularly. Breakfast frequency per week is
associated with BMI and anaemic status. The subject mostly answer breakfast
was defined as eating in the morning. Half of the subject answer breakfast was
defined as eating in the morning is beneficial and the other answered eating in
the morning consist of a solid food and beverage with medium portion. Food and
drink for breakfast was good by subject is bread and milk. The subject declare
breakfast is important, but also the subject ever not breakfast because wake up
late. Almost all of subject declared should be mother who prepare breakfast and
must breakfast at home before starting activity. The teenage girls having a good
quality breakfast with higher consumption of rice, bread, fruit, and milk than
teenage girls having a low quality breakfast with higher consumption of sweet tea
and snack was found in anaemic status (13.2%). Mother education, mother
occupation, parents income, and number of family member were related to
habitual breakfast (p<0.05). There is positive associated between habitual
breakfast and quality breakfast (p=0.000 ; r=0.539).
RINGKASAN
ANNA FEBRITTA INTAN SARI. Kebiasaan Sarapan pada Remaja Siswi Sekolah
Menengah Kejuruan di Bogor. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN dan CESILIA
METI DWIRIANI.
Data menunjukkan masih banyak anak yang tidak terbiasa sarapan sehat
karena hanya sarapan dengan air minum dan memperoleh asupan energi dari
sarapan kurang dari 15% kebutuhan energi per hari, padahal sarapan yang ideal
seharusnya memenuhi seperempat kebutuhan gizi remaja. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah mempelajari kebiasaan sarapan pada remaja siswi sekolah
menengah kejuruan (SMK) di Bogor. Tujuan khususnya meliputi: 1) mempelajari
karakteristik individu dan keluarga remaja siswi SMK, 2) mempelajari
pengetahuan gizi remaja siswi SMK, 3) mempelajari konsep sarapan remaja
siswi SMK, 4) mengidentifikasi kebiasaan sarapan remaja siswi SMK, 5) menilai
kualitas sarapan remaja siswi SMK, 6) menganalisis hubungan karakteristik
keluarga dengan kebiasaan sarapan remaja siswi SMK, 7) menganalisis
hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan dengan kualitas sarapan
remaja siswi SMK, 8) menganalisis hubungan kualitas sarapan dengan status
anemia remaja siswi SMK.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Penelitian ini secara keseluruhan dilakukan pada bulan Oktober-November 2012.
Proses pengumpulan data dilakukan di SMK Pelita Ciampea, Kabupaten Bogor.
Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 68 remaja siswi. Contoh penelitian
memiliki rata-rata usia 16.6±0.74 tahun. Prevalensi anemia dalam penelitian ini
adalah 19.1%. Masalah gizi contoh yaitu kegemukan (1.5%) dan stunted
(23.5%). Lebih dari separuh contoh (60.3%) diberikan uang saku dengan kategori
sedikit (< Rp 12.361). Sebagian besar pendidikan dan pekerjaan ibu contoh
adalah SD dan ibu rumah tangga. Sebagian besar pendapatan orangtua contoh
(29.4%) adalah Rp. 1.000.000-1.499.000 per bulan. Sebagian besar contoh
(94.1%) tergolong dalam kategori keluarga besar (> 4 orang). Sebagian besar
ayah (79.4%) dan ibu (88.2%) contoh berasal dari suku sunda.
Lebih dari separuh contoh (72.1%) memiliki tingkat pengetahuan gizi yang
sedang, sedangkan hanya 17.6% dari contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi
yang tergolong baik. Namun masih terdapat contoh yang tidak dapat menjawab
dengan baik tentang fungsi zat besi didalam tubuh (95.6%), salah satu upaya
menanggulangi masalah anemia gizi besi (76.5%), sumber pangan hewani yang
tinggi zat besi (64.7%), jenis minuman yang menghambat penyerapan (45.6%),
dan jenis vitamin yang membantu penyerapan besi dalam tubuh (48.5%).
Seluruh contoh mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari. Sekitar
separuh contoh (55.9%) mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari yang
memberikan peranan dan manfaat, antara lain sebagai sumber energi dan zat
gizi untuk melakukan aktivitas, mencegah sakit, menghilangkan lapar, dan
memenuhi kebutuhan tubuh dan sisanya (44.1%) mengartikan sarapan adalah
makan di pagi hari yang terdiri dari makanan padat dan minuman dengan porsi
sedang. Makanan dan minuman saat sarapan yang baik menurut contoh adalah
roti dan susu (26.5%). Seluruh contoh menyatakan sarapan penting, namun
seluruh contoh juga pernah tidak sarapan karena kesiangan atau bangun telat.
Hampir seluruh contoh menyatakan sebaiknya ibu yang menyiapkan sarapan
(91.2%) dan terdapat aturan kewajiban sarapan di rumah sebelum memulai
aktivitas (80.9%).
iii
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc
NIP. 19660701 199002 1 001 NIP. 19660527 199203 2 003
Mengetahui:
Ketua
Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Kebiasaan Sarapan pada Remaja Siswi Sekolah Menengah Kejuruan di
Bogor” dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya
hingga akhir zaman. Namun demikian selama penyusunan skripsi ini pun tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN dan Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikirannya; memberikan arahan, kritik dan saran; serta dorongan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahannya selama ini.
3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked selaku dosen pemandu seminar
yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi.
4. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan, kritik, dan saran untuk memaksimalkan perbaikan mutu penulisan.
5. Kepala sekolah, Wali kelas XI dan XII, serta Staff Tata Usaha SMK Pelita
Ciampea Bogor atas kerja sama dalam membantu pengambilan data.
6. Kedua orang tua yang terkasih, atas doa yang selalu dipanjatkan untuk
keberhasilan penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik.
7. Kakak dan adik tercinta yang telah memberikan doa dan motivasinya.
8. Seluruh teman-teman dan civitas akademik yang selalu memberikan
dukungan moril dan pendapat serta saran yang membangun, serta seluruh
pihak telah membantu dalam penyelesaian skripsi.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah
penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
berkepentingan khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................... 3
Tujuan Umum ......................................................................... 3
Tujuan Khusus ........................................................................ 3
Kegunaan Penelitian ...................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
Remaja .......................................................................................... 4
Sarapan .......................................................................................... 6
Konsep dan Pengertian Sarapan ........................................... 6
Peranan dan Manfaat Sarapan ................................................ 6
Kontribusi Energi dan Zat Gizi Sarapan .................................. 8
Jenis Menu Sarapan ............................................................... 9
Ketersediaan Sarapan ............................................................ 10
Aturan Kewajiban Sarapan ...................................................... 11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Sarapan .................. 11
Konsumsi Pangan ......................................................................... . 15
Anemia pada Remaja .................................................................... 18
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 21
METODE PENELITIAN.......................................................................... 23
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .......................................... 23
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh .......................................... 23
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 23
Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 24
Definisi Operasional ....................................................................... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 33
Karakteristik Individu dan Keluarga................................................. 33
Pengetahuan Gizi ........................................................................... 40
Konsep Sarapan Remaja ............................................................... 42
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kecukupan gizi yang dianjurkan pada remaja ................................... 5
2 Kecukupan energi dan zat gizi sarapan yang dianjurkan pada
remaja .............................................................................................. 8
3 Batas normal kadar hemoglobin ........................................................ 18
4 Pengkategorian karakteristik individu dan keluarga dan
pengetahuan gizi remaja siswi smk ................................................... 25
5 Pengkategorian variabel konsep, kebiasaan dan kualitas sarapan
serta status anemia dan status gizi ................................................... 28
6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh............................. 34
7 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ........................................... 38
8 Persentase contoh yang menjawab benar tentang pengetahuan
gizi ................................................................................................... 41
9 Definisi sarapan menurut contoh ...................................................... 43
10 Distribusi frekuensi kebiasaan sarapan contoh menurut
status anemia dan status gizi ........................................................... 49
11 Sebaran contoh berdasarkan waktu dan lokasi sarapan ................... 51
12 Distribusi frekuensi tersedianya sarapan di rumah berdasarkan
pekerjaan ibu .................................................................................... 52
13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan sarapan bersama............... 53
14 Sebaran contoh berdasarkan jenis menu sarapan ............................ 53
15 Rata-rata konsumsi pangan dan asupan energi dan
zat gizi sarapan ................................................................................. 56
16 Rata-rata konsumsi dan kontribusi energi dan zat gizi sarapan (%AKG) 58
17 Sebaran contoh berdasarkan sarapan sehat..................................... 62
18 Hubungan karakteristik keluarga dengan kebiasaan sarapan ........... 63
19 Hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan dengan
kualitas sarapan contoh ................................................................... 66
20 Hubungan kualitas sarapan dengan status anemia ........................... 68
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model teori sebab akibat antara sarapan dan berat badan................ 15
2 Kerangka pemikiran kebiasaan sarapan pada remaja siswi
sekolah menengah kejuruan di bogor................................................ 22
3 Sebaran contoh berdasarkan status anemia ..................................... 37
4 Distribusi IMT/U contoh dibandingkan dengan WHO ........................ 39
5 Distribusi TB/U contoh dibandingkan dengan WHO ......................... 40
6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ..................... 42
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Konsep sarapan ................................................................................ 78
2 Kebiasaan sarapan contoh selama 7 hari ......................................... 83
3 Hasil uji korelasi karakteristik, ketersediaan, anemia dan gemuk ...... 85
4 Hasil uji korelasi karakteristik dengan kebiasaan sarapan ................ 85
5 Hasil uji korelasi pengetahuan gizi, kebiasaan, kualitas sarapan
dan anemia ...................................................................................... 85
6 Harga dan kandungan energi dan zat gizi sarapan ........................... 86
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini adalah masalah gizi
kurang dan gizi lebih. Masalah gizi menyebabkan kualitas sumberdaya manusia
(SDM) menjadi rendah. Rendahnya kualitas SDM merupakan tantangan berat
dalam menghadapi persaingan bebas di era globalisasi. Oleh karena itu,
diperlukan perilaku konsumsi makanan yang baik dan sesuai yang diwujudkan
dalam bentuk pesan umum gizi seimbang (Depkes 2005).
Sarapan merupakan salah satu waktu makan yang penting bagi setiap
orang. Pada anak sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi
untuk mendapatkan sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar, dan
melakukan aktivitas secara optimal setelah bangun pagi. Menurut Depkes
(2005), proporsi asupan zat gizi makro yang dianjurkan untuk anak sekolah
sehari menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) meliputi karbohidrat 50-
60%, lemak sekitar 25%, dan protein sekitar 15%. Proporsi tersebut sudah
mencakup sarapan. Khomsan (2002) berpendapat sarapan dapat menyumbang
kontribusi energi sebesar 25 persen dari angka kebutuhan gizi sehari. Sarapan
dibutuhkan untuk mengisi lambung yang telah kosong selama 8-10 jam,
sehingga kadar glukosa yang semula turun akan kembali meningkat.
Sarapan terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina
anak sekolah. Dengan sarapan kadar gula darah akan kembali normal setelah 8-
10 jam tidak makan. Apabila kadar gula darah normal, maka konsentrasi bisa
lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Namun,
hasil analisis data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, masih banyak
anak yang tidak terbiasa sarapan sehat, yaitu sekitar 35.000 anak usia sekolah
(26.1%) yang hanya sarapan dengan air minum dan 44.6% memperoleh asupan
energi dari sarapan kurang dari 15% kebutuhan energi per hari (Balitbangkes
2010). Sarapan sebaiknya memenuhi 330-550 kkal dan 8.3-13.8 g protein untuk
mencukupi kebutuhan remaja siswi (15%-25% kebutuhan gizi sehari) sehingga
dapat mengikuti berbagai kegiatan sekolah dan berkonsentrasi serta memahami
pelajaran yang diberikan guru.
Kebiasaan sarapan adalah salah satu pola hidup sehat bergizi seimbang
untuk anak sekolah, termasuk remaja. Namun, sarapan relatif lebih sering
dilakukan oleh anak usia kurang dari 10 tahun dan dewasa lebih dari 65 tahun.
Hasil studi yang dilakukan pada remaja usia 13-16 tahun di Amerika Serikat dan
2
Eropa pada tahun 1970 hingga 2004 di pedesaan dan perkotaan menunjukkan
sebanyak 10-30% mempunyai kebiasaan tidak sarapan (Rampersaud et al.
2005). Hasil studi di Indonesia yang dilakukan di enam kota besar (Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpansar) menunjukkan hasil
yang lebih kurang sama, yaitu sekitar 14-25% remaja yang tidak sarapan. Alasan
umum remaja tidak pernah sarapan atau sarapan secara kadang-kadang karena
makanan belum tersedia, tidak terbiasa, malas atau waktu makan sempit pada
pagi hari. Susunan hidangan sarapan pada remaja tidak selalu merupakan
susunan hidangan lengkap yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah,
tetapi hanya nasi dan lauk pauk, nasi goreng, roti dan isi, dan mie goreng
sehingga menyediakan konsumsi zat gizi yang tidak seimbang (Mudjianto et al.
1994). Affenito et al. (2005) juga menunjukkan dalam hasil penelitiannya bahwa
kebiasaan sarapan pada usia remaja cenderung menurun dengan bertambahnya
usia. Persentase remaja perempuan yang memiliki kebiasaan sarapan menurun
dari 77% pada usia 9 tahun menjadi kurang dari 32% pada usia 19 tahun.
Padahal, remaja yang mengonsumsi sarapan secara rutin memiliki asupan
karbohidrat, protein, dan serat yang lebih tinggi dan asupan lemak yang lebih
rendah daripada mereka yang tidak sarapan (Rampersaud et al. 2005).
Penelitian mengenai kebiasaan sarapan pada remaja di Indonesia belum
banyak dibahas. Pearson et al. (2009) menekankan pentingnya meneliti faktor
yang terkait dengan konsumsi sarapan pada remaja, terutama faktor orangtua
karena dapat berimplikasi dalam pengembangan dan implementasi efektif
intervensi gizi pada kelompok risiko tinggi.
Sarapan yang ideal seharusnya memenuhi seperempat kebutuhan gizi
remaja. Sarapan harus ada zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air
dan serat (Bonnie 1998). Namun, kebanyakan remaja tidak makan sarapan
bergizi seimbang. Hal ini terlihat dari masih rendahnya kontribusi energi dan zat
gizi terlihat dalam menu sarapan. Selain itu, ragam jenis pangan yang
dikonsumsi sebagai sarapan juga masih rendah (Hardinsyah 2012). Remaja putri
merupakan golongan umur sensitif terhadap perilaku makan, termasuk perilaku
sarapan. Golongan ini mulai mencari identitas dan sangat menjaga penampilan
tubuh. Menurut Adimuntja et al. (2008), hasil analisis data Riskesdas 2007
adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik perilaku konsumsi remaja,
maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia, yang berarti rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) maupun sel darah merah. Jumlah penderita anemia yang
3
berasal dari kelompok usia sekolah (6-16 tahun) mencapai 65 juta jiwa.
Penelitian Ruxton & Kirk (1997) menunjukkan kebiasaan tidak sarapan dapat
menyebabkan defisiensi Vitamin A, Vitamin B6, Kalsium, Tembaga, Besi,
Magnesium dan Seng. Briawan (2008) menyatakan hasil penelitiannya di Bogor
menunjukkan prevalensi anemia di kalangan remaja putri adalah 25.1% (kategori
sedang). Prevalensi defisiensi gizi besi (IDA) sebesar 16.4% yang menunjukkan
bahwa sekitar 65% anemia di kalangan remaja putri disebabkan oleh defisiensi
zat besi. Data Riskesdas 2007 mengungkapkan 93.6% penduduk Indonesia
diatas usia 10 tahun kurang konsumsi sayur dan buah, sementara konsumsi gula
dan garam meningkat. Hal ini bisa menyebabkan kegemukan serta menimbulkan
penyakit degeneratif (Adimuntja et al. 2008). Oleh karena itu, penelitian ini
penting dilakukan untuk melihat kebiasaan sarapan pada remaja siswi yang
sedang sekolah setingkat sekolah menengah atas.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kebiasaan
sarapan pada remaja siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Bogor.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik individu dan keluarga remaja siswi SMK.
2. Mempelajari pengetahuan gizi remaja siswi SMK.
3. Mempelajari konsep sarapan remaja siswi SMK.
4. Mengidentifikasi kebiasaan sarapan remaja siswi SMK.
5. Menilai kualitas sarapan remaja siswi SMK.
6. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan kebiasaan sarapan
remaja siswi SMK.
7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan dengan
kualitas sarapan remaja siswi SMK.
8. Menganalisis hubungan kualitas sarapan dengan status anemia remaja siswi
SMK.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kebiasaan sarapan remaja SMA/SMK/MA. Informasi
tersebut dapat membantu orang tua dan remaja dalam menyadarkan pentingnya
meningkatkan kualitas sarapan. Informasi ini juga dapat digunakan pihak sekolah
dan pemerintah dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
pentingnya sarapan dengan makanan bergizi.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Istilah adolescence atau remaja yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan
dengan periode sebelum dan sesudahnya. Perkembangan fisik yang cepat dan
disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada
masa awal remaja. Perubahan fisik yang terjadi selama awal masa remaja
mempengaruhi tingkat perilaku individu (Hurlock 1999). Pertumbuhan cepat ini
juga ditandai dengan pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Pada masa remaja pertumbuhan BB perempuan dan laki-laki sekitar 16 g dan 19
g per hari, sedankan pertambahan TB anak perempuan dan laki-laki masing-
masing dapat mencapai kurang lebih 15 cm per tahun. Puncak pertambahan
pesat TB terjadi di usia 11 tahun untuk remaja perempuan dan sekitar usia 14
tahun untuk remaja laki-laki. Masa remaja juga terjadi peningkatan massa tubuh
(tulang, otot, lemak, dan BB) serta perubahan biokimia hormonal (Kurniasih et al.
2010).
Menurut WHO/UNFPA, remaja adalah anak berumur 10-19 tahun.
Remaja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok umur 10-15 tahun dan 15-
19 tahun. Masa remaja dikenal dengan masa pertumbuhan cepat (growth spurt)
yaitu tahap pertama dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan
seksual. Selain itu, ciri-ciri seks sekunder semakin tampak, seperti tercapainya
kematangan fertilitas, serta terjadinya perubahan yang signifikan dalam
kematangan psikologis dan kognitif. Pertumbuhan pesat tersebut terjadi baik oleh
perempuan maupun laki-laki, menjelang dan masa pubertas (Kurniasih et al.
2010). Umumnya laki-laki mengalami kematangan yang lebih lambat daripada
perempuan, sehingga laki-laki mengalami periode masa awal remaja yang lebih
singkat yang mengakibatkan laki-laki tampak kurang matang untuk usianya
dibandingkann dengan perempuan (Hurlock 1999).
Menurut Sarwono (1993), berdasarkan usia tahap perkembangannya
remaja dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Tahap remaja awal (14-17 untuk laki-laki dan 13-17 tahun untuk perempuan)
dengan ciri-ciri yaitu: (a) status sosial belum jelas antara anak-anak dan
remaja; (b) terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang pesat. Perubahan
kejiwaan menyebabkan perubahan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain,
sedangkan pertumbuhan fisik pada tahap ini terjadi sangat pesat
5
dibandingkan tahap akhir; (c) masa peningkatan emosi; (d) masa tidak stabil
(cepat bosan, sulit konsentrasi, dan lain-lain); (e) merasa banyak masalah.
2. Tahap remaja akhir (18-21 tahun untuk laki-laki dan perempuan) dengan ciri-
ciri yaitu: (a) lebih stabil dalam emosi, minat, konsentrasi, dan cara berfikir; (b)
bertambah realistis; (c) meningkatnya kemampuan untuk memecah masalah;
(d) tidak terganggu lagi dengan perhatian orang tua yang kurang; (e)
pertumbuhan yang cenderung lamban.
Masa remaja merupakan masa perubahan yang cepat dalam diri
seseorang. Pertumbuhan pada usia anak yang relatif terjadi dengan kecepatan
yang sama, secara mendadak meningkat saat memasuki usia remaja.
Peningkatan pertumbuhan mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan
hormonal, kognitif, dan emosional. Semua perubahan ini membutuhkan zat gizi
secara khusus, misalnya pada remaja putri secara normal akan mengalami
kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Oleh karena itu, kebutuhan
zat besi remaja putri lebih besar dibandingkan laki-laki (Soetardjo 2011).
Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel jaringan tubuh pada usia remaja
ditandai dengan perubahan bentuk badan, perkembangan organ reproduksi, dan
pembentukan sel-sel reproduksi. Selain itu, kegiatan fisik (jasmani) lebih
meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Oleh karena itu, kecukupan remaja
per orang per hari lebih banyak dibandingkan pada masa anak-anak (Hardinsyah
& Martianto 1992). Kecukupan energi dan zat gizi remaja secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kecukupan gizi yang dianjurkan pada remaja
Perempuan (tahun) Laki-laki (tahun)
Zat Gizi
13-15 16-18 13-15 16-18
Energi (kkal) 2350 2200 2400 2600
Protein (g) 57 55 60 65
Kalsium (mg) 1000 1000 1000 1000
Besi (mg) 26 26 19 15
Vitamin A (RE) 600 600 600 600
Vitamin E (mg) 15 15 15 15
Vitamin B1 (mg) 1.1 1.1 1.2 1.3
Vitamin C (mg) 65 75 75 90
Folat (mg) 400 400 400 400
Sumber: WNPG (2004)
Sarapan
Konsep dan Pengertian Sarapan
Breakfast berasal dari kata break dan fast yang berarti sarapan. Sarapan
merupakan cadangan energi awal untuk beraktivitas. Saat tidur pada malam hari,
tubuh mengalami seperti dalam keadaan puasa. Ketika itu terjadi peningkatan
glukagon, yaitu hormon yang dapat meningkatkan kadar gula di dalam darah.
Keseimbangan konstan di dalam lingkungan internal tubuh akan dicapai kembali
melalui sarapan (Michaud et al. 2001).
Menurut Hardinsyah (2012), sarapan merupakan makan di awal hari
biasanya dilakukan di pagi hari berupa makanan dan minuman. Makanan dan
minuman yang dikonsumsi di pagi hari menyediakan energi dan zat gizi agar
perasaan, berpikir, dan bekerja atau stamina yang lebih baik. Sarapan sehat
mengandung energi cukup (15-25% dari kebutuhan energi per hari), serat
makanan cukup, rendah lemak, tidak ada lemak trans, rendah glukosa dan
karbohidrat sederhana (Indeks glikemik tinggi), minuman (air putih, susu, teh
atau kopi).
Peranan dan Manfaat Sarapan
Seseorang membutuhkan sarapan karena dapat mempertahankan kadar
glukosa darah agar stabil setelah puasa sepanjang malam; memenuhi kebutuhan
gizi di pagi hari yang diperlukan oleh tubuh, sebagai bagian dari gizi seimbang
sehari-hari agar perasaan yang lebih baik dan berpikir dan bekerja optimal;
mencegah hipoglikemia, sakit kepala, dan kelebihan berat badan; dan untuk
membentuk perilaku sarapan sehat (Hardinsyah 2012).
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi
anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan
memudahkan menyerap pelajaran sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik.
Membiasakan sarapan memang terasa sulit. Padahal kebiasaan sarapan
7
makan sayuran dan buah-buahan serta banyak makan junk food, namun hasil uji
statistik tidak signifikan (Abalkhail & Shawky 2002).
Sarapan khas sereal yang kaya akan karbohidrat kompleks dapat
membantu mempertahankan kinerja selama pagi hari (Wesnes et al. 2003). Cho
et al. (2003), seseorang yang sarapan dengan mengkonsumsi sereal siap saji,
sereal dimasak, atau roti memiliki IMT yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan yang tidak sarapan dan pemakan daging dan telur. Hal ini
menunjukkan tidak sarapan bukan merupakan cara untuk mengatur berat badan.
Ketersediaan Sarapan
Khomsan (2002) menyatakan bahwa apabila ibu memiliki peran ganda
yakni tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai pencari nafkah
keluarga, maka terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan anak.
Peranan ibu dalam pembentukan kebiasaan sarapan pada anak sangat
menentukan karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan di rumah
tangga. Ibu yang bekerja seringkali mengakibatkan ibu tidak sempat untuk
membuat sarapan.
Rohayati (2001) menyatakan pekerjaan ibu mempengaruhi frekuensi
sarapan anak karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga
khususnya penyelenggaraan makan keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis
pangan dan penyusunan menu untuk keluarga. Penelitian Svenskarin (2012)
menunjukkan kualitas kebiasaan sarapan baik pada anak dengan ibu bekerja
maupun tidak bekerja berhubungan signikan positif (p<0.01) dengan aturan
sarapan keluarga dan ketersediaan waktu ibu dalam penyediaan pangan
sarapan. Studi FAO (1987) dalam menunjukkan bahwa wanita di negara
berkembang yang mengalokasikan waktu lebih banyak diluar rumah, biasanya
akan mengurangi waktu untuk mengelola makanan rumah tangga baik dengan
cara mengurangi frekuensi memasak maupun mengurangi jenis makanan yang
di masak. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap ketersediaan ibu
adalah status dan jenis pekerjaan ibu, kehadiran ibu di rumah, ketersediaan
peralatan masak modern, dan ketersediaan pangan yang praktis atau siap saji
(Hardinsyah 2007).
Penelitian yang dilakukan pada 217 orang remaja siswi Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Depok pada bulan Desember 2007 menunjukkan
adanya hubungan antara ketersediaan sarapan dengan kebiasaan sarapan
remaja siswi (P<0.05). Adanya kecenderungan bahwa remaja siswi yang terbiasa
11
sarapan sebagian besar karena sarapan tersedia di rumah (62.2%). Apabila tidak
tersedia, remaja putri (40.5%) yang sarapan lebih sedikit (Hermina et al. 2009)
Aturan Kewajiban Sarapan
Norma dan nilai di dalam keluarga berlaku sebagai tata tertib hubungan
antar keluarga. Sebuah keluarga juga berlaku kebiasaan tertentu yang biasa
disebut kebiasaan keluarga, misalnya sebuah keluarga mempunyai kebiasaan
sarapan dengan nasi dan lauk pauk dan secara umum semua anggota
melakukan sarapan. Makan bersama keluarga biasanya dilakukan pada saat
sarapan atau makan malam. Aturan sarapan yang teratur didalam keluarga akan
menyebabkan kebiasaan sarapan yang baik. Ibu memiliki peranan yang besar
terhadap pembentukan kebiasaan makan anak di rumah karena ibu yang
mempersiapkan makanan, mengatur menu, menyiapkan hidangan, dan
mendistribusikan makanan, serta mengajarkan tata cara makan kepada anak.
Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa, kapan,
dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebiasaan makan keluarga
dipengaruhi pula oleh aturan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama
(Pearson et al. 2009).
Hasil penelitian Mudjianto et al. (1994) di enam kota besar, sarapan biasa
dilakukan dirumah oleh remaja lebih dari 70% di masing-masing kota. Selain itu,
remaja melakukan sarapan di sekolah atau dalam perjalanan menuju sekolah.
Sarapan yang dilakukan dalam perjalanan ke sekolah tersebut yaitu dengan cara
makan di warung-warung atau di kendaraan bagi remaja yang diantar dengan
mobil. Menurut Rahkonen et al. (2003) sarapan dirumah membantu
meningkatkan hubungan keakraban sesama anggota keluarga.
Masalah terkait
berat badan
Kualitas
Makanan
Frekuensi Asupan Berat
Sarapan Energi badan
Kontrol Nafsu
Makan
Gambar 1 Model teori sebab akibat antara sarapan dan berat badan
Konsumsi Pangan
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 bahwa pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan
atau minuman. Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan
jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu
tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah
maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat
gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah &
Martianto 1992).
Menurut Supariasa et al. (2001), penilaian konsumsi pangan dapat
berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Penilaian
konsumsi pangan dapat dilakukan secara kuantitaif dan kualitatif. Penilaian
secara kualitatif dilakukan dengan pengumpulan yang lebih menitikberatkan
pada aspek-aspek yang berkaitan dengan kebutuhan makan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Secara kuantitatif dihitung
dengan jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi, sedangkan secara
kualitatif dengan melihat kebiasaan makan, frekuensi konsumsi pangan menurut
jenis pangan dan frekuensi makan.
Data konsumsi pangan sarapan terdiri dari menu makanan, jenis pangan,
Ukuran Rumah Tangga (URT), berat (gram), kandungan energi dan zat gizi
masing-masing jenis pangan, dan total kandungan tersebut setiap satu kali
sarapan. Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam
gram/URT diperoleh menggunakan aplikasi analisis konsumsi pangan. Jumlah
makanan dalam bentuk gram/URT dikonversi menggunakan Daftar Kandungan
Bahan Makanan (DKBM) ke dalam satuan penukar konsumsi. Kemudian
16
oleh dua faktor, yaitu faktor fisiologis dan tekanan sosial. Timbunan lemak pada
bagian tubuh tertentu dan aktivitas disebut sebagai faktor fisiologis. Sedangkan,
adanya trend bentuk tubuh ideal pada wanita yang kurus dan tinggi disebut
sebagai faktor tekanan sosial. Kedua faktor tersebut memicu remaja perempuan
untuk melakukan diet yang buruk sehingga remaja perempuan sering mengalami
kurang gizi (Eastwood 2003). Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada
periode puncak tumbuh kembang, kurang asupan zat gizi karena pola makan
yang salah, pengaruh dari lingkungan pergaulan (ingin langsing). Remaja putri
yang kurang gizi tidak dapat mencapai status gizi yang optimal dan kurang zat
besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (Pardede 2002).
Kebanyakan remaja tidak makan sarapan bergizi seimbang. Jenis
hidangan yang seringkali dikonsumsi pada waktu sarapan hanya terbatas pada
makanan pokok yang kaya karbohidrat. Hal ini terlihat dari masih rendahnya
kontribusi energi dan zat gizi terlihat dalam menu sarapan. Selain itu, ragam jenis
pangan yang dikonsumsi sebagai sarapan juga masih rendah (Hardinsyah 2012).
Sarapan yang ideal seharusnya memenuhi seperempat kebutuhan gizi remaja.
Sarapan harus ada zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat
(Bonnie 1998).
Pangan yang dikonsumsi sangat mempengaruhi absorpsi zat besi di
dalam tubuh. Faktor yang berpengaruh pada absorpsi besi, yaitu faktor yang
mendorong dan menghambat penyerapan zat besi. Faktor yang mendorong
penyerapan zat besi antara lain asam organik, tingkat keasaman lambung dan
bentuk besi yang dikonsumsi (Almatsier 2004). Konsumsi pangan hewani
ataupun nabati sangat berpengaruh terhadap kecukupan zat besi bagi tubuh.
Pangan yang mengandung zat besi tinggi akan sangat membantu terpenuhinya
zat besi sehingga apabila pangan tersebut dikonsumsi bersamaan dengan
pangan yang dapat membantu penyerapannya, kebutuhan tubuh akan zat besi
dapat terpenuhi secara optimal, sedangkan jika pangan sumber zat besi
dikonsumsi bersamaan dengan pangan yang dapat menghambat penyerapan zat
besi, maka kebutuhan tubuh akan zat besi tidak akan terpenuhi secara optimal
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan anemia. Pangan yang dapat
membantu penyerapan zat besi, yaitu vitamin C, makanan hasil fermentasi dan
pangan hewani itu sendiri, sedangkan pangan yang dapat menghambat
penyerapan zat besi antara lain makanan yang mengandung tanin, fitat, dan
kalsium (Morck et al. 1983)
18
namun hanya 21% yang menjawab penyebab anemia karena kurang zat gizi
yaitu zat besi, tergambarkan pada jawaban penyebab anemia kurang makan
makanan yang mengandung zat besi (1.8%) dan kurang makan sayuran (16.4%).
Kejadian anemia secara signifikan lebih lazim di kalangan sekolah negeri
dan siswa dengan ibu yang berpendidikan rendah. Anemia juga secara signifikan
lebih tinggi pada remaja yang telah menstruasi. Diantara 800 siswa yang dalam
penelitian ini, terdapat 119 siswa yang tidak sarapan menunjukkan tanda
anemia. Meskipun anemia lebih sering terjadi pada remaja yang tidak sarapan
atau tidak makan sayuran dan buah-buahan serta banyak makan junk food,
namun hasil uji statistik tidak signifikan (Abalkhail & Shawky 2002). Menurut
Permaesih & Herman (2005) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu remaja 10-
19 tahun yang berpendidikan rendah memiliki hubungan yang signifikan (p<0.05)
dengan kejadian anemia (OR=3.8; 95% CI: 1.9-7.2). Remaja laki-laki memiliki
risiko yang lebih rendah terjadi anemia. Kebiasan sarapan (OR=0.6; 95% CI: 0.4-
0.9), merokok (OR=1.35; 95% CI: 1-1.8), dan konsumsi energi yang cukup
(OR=0.7; 95% CI: 0.6-0.9) menunjukkan hubungan yang signifikan dengan
anemia. Hasil penelitian ini dengan menggunakan uji statistik regresi
menunjukkan bahwa variabel yang terkait dengan anemia adalah pendidikan,
jenis kelamin, usia, asal wilayah, kebiasaan sarapan, keluhan penyakit, dan
kondisi tubuh. Penelitian Ruxton & Kirk (1997) menunjukkan kebiasaan tidak
sarapan dapat menyebabkan defisiensi Vitamin A, Vitamin B6, Kalsium,
Tembaga, Besi, Magnesium dan Seng.
21
KERANGKA PEMIKIRAN
Kebiasaan makan yang optimal dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.
Pola kebiasaan makan dapat mencerminkan pola konsumsi seseorang. Perilaku
konsumsi makanan yang baik diperlukan yakni diwujudkan dalam bentuk pesan
umum gizi seimbang. Sarapan merupakan salah satu perilaku penting dalam
mewujudkan gizi seimbang.
Kebiasaan sarapan membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan
gizinya sehari-hari yang digunakan untuk berpikir, bekerja, dan melakukan
aktivitas secara optimal setelah bangun pagi. Remaja memiliki aktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya sehingga memerlukan zat
gizi lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya. Oleh karena itu, sarapan pada
remaja harus ditunjang dengan asupan zat gizi yang optimal.
Kebiasaan makan dipengaruhi oleh keberagaman dari karakteristik
individu dan faktor lingkungan keluarga dan sekolah. Karakteristik individu seperti
usia dan uang saku. Faktor lingkungan keluarga meliputi struktur keluarga (besar
keluarga), status sosial dalam keluarga (pekerjaan dan pendidikan ibu), status
ekonomi keluarga (pendapatan orang tua), pengetahuan dan kepercayaan
terhadap makanan (suku ayah dan ibu).
Remaja terus tumbuh dan berkembang setiap hari sehingga perlu
menyediakan sarapan bergizi yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,
serat, vitamin dan mineral, terutama besi dan vitamin C. Peningkatan
pertumbuhan mendadak ini disertai dengan perubahan-perubahan hormonal,
kognitif, dan emosional. Semua perubahan ini membutuhkan zat gizi secara
khusus. Perubahan ini akan mempengaruhi remaja dalam menentukan makanan
yang dikonsumsi dimana semakin kurang baik perilaku konsumsi, maka akan
semakin tinggi angka kejadian anemia.
22
Status Anemia
Keterangan:
METODE PENELITIAN
tua, besar keluarga, suku ayah dan ibu); pengetahuan gizi; dan data kadar
hemoglobin.
Sebelum pengumpulan data dilakukan, remaja siswi SMK diberikan
penjelasan umum tentang data yang akan dikumpulkan. Data konsep sarapan
diperoleh dengan mengisi pertanyaan terbuka pada kuesioner konsep sarapan.
Peneliti memberikan kebebasan kepada responden dalam mengisi pertanyaan
terbuka pada kuesioner konsep sarapan untuk menjawab serinci mungkin atas
apa yang ditanyakan peneliti. Data sarapan (kebiasaan dan kualitas sarapan)
diperoleh dengan food record, khusus sarapan selama seminggu (6 hari di hari
sekolah dan 1 hari di hari libur). Pengambilan data sarapan selama seminggu
dilakukan dalam tiga kali kunjungan dengan selang waktu satu hari. Siswi
diwawancarai tentang makanan atau minuman apa saja yang dikonsumsi beserta
ukuran atau takarannya ketika sarapan (mulai bangun tidur hingga pukul 09.00
WIB). Peneliti melakukan verifikasi data kepada siswi agar memastikan konsumsi
sarapan siswi setiap harinya.
Data karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pengetahuan gizi
diperoleh dengan mengisi pertanyaan tertutup dan pilihan ganda pada kuesioner
“Efikasi pangan lokal bergizi untuk perbaikan anemia dan peningkatan prestasi
akademik”. Data anthropometri dikumpulkan meliputi berat badan dan tinggi
badan. Untuk pengukuran berat dan tinggi badan menggunakan alat timbang
(SECA ketelitian 0.1 kg) dan stadiometer (ketelitian 0.1 cm). Data kadar
hemoglobin diperoleh melalui biokimia darah yaitu dengan cara mengambil darah
sebanyak ± 1 ml melalui pembuluh darah kapiler dilakukan dari ujung jari dengan
metode finger prick. Sampel darah diambil oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
dan lainnya. Data pendidikan terakhir ibu dikategorikan menjadi dua, yaitu
rendah dan tinggi. Ibu yang berpendidikan tinggi (apabila > SMA) dan ibu yang
berpendidikan rendah (apabila ≤ SMA). Jenis pendidikan terakhir ibu meliputi
tamat SD/Sederajat, tamat SMP/Sederajat, tamat SMA/Sederajat, dan tamat
Diploma/Akademi, serta tamat Sarjana/Pascasarjana (S1/S2/S3). Data
penghasilan orang tua per bulan meliputi kurang dari Rp. 500.000, Rp. 500.000-
999.000, Rp. 1.000.000-1.499.000, Rp. 1.500.000-1.999.000, Rp. 2.000.000-
2.499.000, Rp. 2.500.000-4.999.000, dan lebih dari Rp. 5.000.000.
Data pengetahuan gizi diukur dengan cara memberikan skor terhadap
setiap jawaban pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan gizi. Data
pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan 15 buah pertanyaan pilihan
berganda dengan memilih jawaban yang paling benar, berkaitan dengan gizi
secara umum dan anemia dalam bentuk kuesioner. Skor jawaban contoh setiap
1 pertanyaan diberi nilai 1 jika memilih jawaban benar dan skor nol jika memilih
jawaban salah atau tidak memilih jawaban. Skor jawaban berkisar 0-15. Tingkat
pengetahuan gizi dihitung dengan cara menjumlahkan skor dan dikelompokkan
menjadi tiga kategori tingkat pengetahuan menurut Khomsan (2000).
Pengkategorian variabel konsep, kebiasaan dan kualitas sarapan dan
status anemia serta status gizi dapat dilihat pada Tabel 5. Data konsep sarapan
meliputi definisi sarapan, makanan dan minuman saat sarapan, peranan dan
manfaat sarapan, alasan dan dampak tidak sarapan, waktu sarapan, penyiapan
sarapan, dan aturan kewajiban sarapan. Definisi sarapan berisi tentang
pengertian sarapan menurut remaja siswi SMK. Makanan dan minuman yang
baik untuk dikonsumsi saat sarapan menurut remaja siswi SMK. Waktu sarapan
meliputi hari sekolah dan libur serta jam sarapan menurut remaja siswi SMK.
Alasan tidak sarapan antara lain bangun telat, tidak merasa lapar, tidak nafsu
makan, terlalu banyak menghabiskan waktu, tidak ada waktu untuk makan, tidak
ada yang menyediakan sarapan dan makanan tidak tersedia (Khan 2005).
Dampak yang dirasakan ketika tidak sarapan antara lain ngantuk, kelaparan,
lemas, kurang aktif, nyeri lambung, sakit kepala, sulit mengerti atau menerima
mata pelajaran, lupa dengan mata pelajaran, keringat dingin, pingsan, tidak
merasakan apapun (Khan 2005). Penyiapan sarapan yakni mencakup siapa
yang sebaiknya mempersiapkan sarapan untuk remaja siswi SMK (diri sendiri,
pembantu, dan ibu, serta anggota keluarga lainnya). Aturan kewajiban sarapan
meliputi sebaiknya ada atau tidak ada aturan didalam keluarga remaja siswi SMK
27
Data konsumsi pangan sarapan terdiri dari menu sarapan, jenis pangan,
Ukuran Rumah Tangga (URT), berat (gram), kandungan energi dan zat gizi
masing-masing jenis pangan, dan total kandungan tersebut setiap satu kali
sarapan. Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam
29
Definisi Operasional
Contoh adalah remaja siswi SMK Pelita Ciampea berusia 14-18 tahun.
Remaja siswi SMK adalah siswa kelas XI dan XII SMK Pelita Ciampea Bogor
yang berjenis kelamin wanitadan termasuk kategori remaja.
Konsep sarapan adalah gambaran atau deskripsi contoh mengenai definisi
sarapan, makanan dan minuman saat sarapan, peranan dan manfaat
sarapan, alasan dan dampak tidak sarapan, waktu sarapan, penyiapan
sarapan, dan aturan kewajiban sarapan.
Penyiapan sarapan adalah sarapan dirumah untuk remaja siswi SMK yang
dipersiapkan oleh diri sendiri, pembantu, dan ibu, serta anggota
keluarga lainnya.
Aturan kewajiban sarapan adalah aturan dalam keluarga contoh terkait
pelaksanaan kegiatan sarapan yang terdiri dari terdapat aturan atau
tidak terdapat aturan untuk melakukan sarapan sebelum beraktivitas.
Sarapan adalah kegiatan konsumsi pangan (makanan dan minuman) dilakukan
mulai bangun tidur sampai dengan pukul 09.00 WIB.
31
berkisar usia 18-21 tahun (Sarwono 1993). Jumlah uang saku diharapkan dapat
menggambarkan keadaan sosial ekonomi contoh. Selain itu, satu alasan remaja
mengkonsumsi makanan yang beragam adalah uang saku. Pemberian uang
saku pada remaja setiap hari merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan
keluarga kepada remaja untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non
makanan.
Siswi yang menjadi sampel penelitian adalah siswi SMK dengan keahlian
butik dan keperawatan. Siswi yang menjadi contoh dalam penelitian ini
merupakan siswi kelas XI dan XII yang memiliki rata-rata usianya adalah 16.6
tahun (16.6±0.74 tahun). Sebagian besar contoh (95.6%) berada dalam kategori
remaja awal dengan kisaran usia antara 14 sampai 17 tahun dan 4.4% contoh
berada dalam kategori remaja akhir dengan usia 18 tahun. Contoh yang termuda
berumur 14.7 tahun dan yang tertua berumur 18.5 tahun. Sebaran contoh
berdasarkan karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 6.
Jumlah minimal uang saku yang diterima contoh sebesar Rp 3.000 setiap hari,
sedangkan jumlah maksimal uang saku yang diterima contoh sebesar Rp 25.000
setiap hari. Rata-rata uang saku yang diterima contoh setiap harinya sebesar Rp
12.631±4.922. Sebagian besar contoh tidak tinggal di kosan, namun masih
tinggal bersama dengan orangtua dengan lokasi tempat tinggal yang cukup jauh
dari sekolah. Kondisi ini menyebabkan contoh lebih banyak mengalokasikan
uang sakunya untuk biaya transportasi menuju dan pulang sekolah,
dibandingkan daya beli terhadap makanan dan minuman (jajanan). Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian, yaitu sebagian besar contoh hanya mampu untuk
membeli mie ayam, bakwan, tempe tepung goreng, bakso dan makanan ringan
lainnya dengan kandungan gizi rendah.
Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga contoh terdiri dari pendidikan dan pekerjaan ibu,
pendapatan orangtua, jumlah anggota keluarga, dan suku orangtua. Pendidikan
ibu contoh dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah (tidak sekolah, SD,
SMP, SMA) dan tinggi (Perguruan Tinggi). Berdasarkan sebaran pada Tabel 6,
hampir seluruh ibu contoh (98.5%) memiliki pendidikan terakhir yang rendah dan
hanya 1.5% ibu contoh yang memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi.
Sebesar 64.7% ibu contoh mempunyai tingkat pendidikan SD, sedangkan
proporsi paling kecil adalah ibu contoh dengan tingkat pendidikan Perguruan
Tinggi (1.5%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu contoh masih
rendah yakni hanya mencapai tingkat pendidikan sekolah dasar dan akan
mempengaruhi keragaman konsumsi pangan.
Pekerjaan ibu dibedakan menjadi ibu yang bekerja dan tidak bekerja.
Berdasarkan Tabel 6, ibu contoh yang mempunyai pekerjaan diluar wilayah
domestik rumah tangga mempunyai proporsi yang sangat kecil hanya 11.8%
terdiri dari 8.8% yang bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang dan masing-
masing 1.5% yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan
swasta. Sedangkan sebagian besar ibu contoh lainnya (88.2%) tidak bekerja,
yaitu ibu contoh (85.3%) berperan sebagai ibu rumah tangga dan 2.9% ibu
contoh yang tidak bekerja dikarenakan telah meninggal dunia.
Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya
beli seseorang. Pendapatan orangtua dalam penelitian ini merupakan jumlah
antara pendapatan ayah dan ibu selama satu bulan. Tabel 6 menunjukkan
bahwa sebagian besar pendapatan orangtua contoh (29.4%) mempunyai
36
ibu contoh 1.5%), jawa (ayah contoh 11.8% dan ibu contoh 8.8%). Suku melalui
sistem sosial budaya mempunyai pengaruh terhadap apa, kapan, dan
bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga. Kebiasaan makan keluarga
dipengaruhi pula oleh aturan yang didasarkan kepada adat istiadat dan agama
(Pearson et al. 2009).
Status Anemia
Anemia gizi disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk pembentukan hemoglobin (Hb) tersebut. Hasil pemeriksaan Hb yang
dilakukan terhadap contoh menunjukkan kadar Hb yang relatif normal. Dengan
menggunakan batas Hb 12 g/dl, ditemukan diantara 68 orang terdapat 13 orang
yang menderita anemia sedang yang terdiri dari contoh kelas keperawatan 11
orang dan masing-masing kelas XI dan XII butik 1 orang. Adapun rata-rata kadar
Hb contoh adalah 13.8±1.7 g/dl. Gambar 3 menunjukkan bahwa hanya 80.9%
contoh yang tidak menderita anemia dan sisanya 19.1% contoh menderita
anemia. Prevalensi anemia pada penelitian ini (19.1%) lebih rendah dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Briawan (2008) pada remaja putri di Bogor, yaitu
terdapat 25.1% remaja putri menderita anemia. Anemia pada remaja terjadi
karena remaja masih dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan zat besi
meningkat namun bioavabilitas rendah yang disebabkan rendahnya pangan
sumber heme dan gangguan inhibitor dalam penyerapan (Briawan 2008).
Menurut Permaesih & Herman (2005), faktor lain yang berpengaruh terhadap
kejadian anemia antara lain gaya hidup seperti merokok, minum minuman keras,
kebiasaan sarapan, sosial ekonomi dan demografi, pendidikan, wilayah, umur
dan jenis kelamin.
19.1%
Tidak anemia
Anemia
80.9%
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang
lama. Salah satu penelitian status gizi secara langsung dengan menggunakan
antropometri (Supariasa et al. 2001). Proses pertumbuhan pada masa remaja
masih berlangsung sehingga IMT belum bisa diklasifikasikan menurut batasan
tertentu. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini
didasarkan jenis kelamin dan pengukuran antropometri berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Dengan menggunakan baku
antropometri usia 5-19 tahun WHO 2007 dihitung nilai z-score TB/U dan IMT/U
masing-masing remaja. Selanjutnya berdasarkan nilai z-score status gizi remaja
dikategorikan berdasarkan indikator TB/U dan IMT/U. Berdasarkan indikator
TB/U meliputi sangat pendek, pendek, dan normal. Berdasarkan indikator IMT/U
meliputi sangat kurus, kurus, normal, kelebihan berat badan dan gemuk. Sebaran
status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo
2003). Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun
keluarga. Kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi kedalam
pemilihan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi (Nasoetion & Riyadi 1995).
41
dampak yang ditimbulkan akibat remaja yang mengalami anemia, sayuran yang
mengandung tinggi zat besi, dan penyebab terjadinya kekurangan zat besi.
(%)
80
72.1
70
60
50
40
30
20
17.6
10.3
10
0
Rendah (<60) Sedang Baik (>80)
(60-80)
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
Pengertian minuman seperti jus, susu, dan teh manis menurut contoh
cukup beragam (Lampiran 2 No. 8-9). Sebesar 75% contoh mengatakan jus,
susu, dan teh manis bisa disebut sarapan dengan alasan yaitu sebagai sumber
energi dan zat gizi, memenuhi kebutuhan cairan dan zat gizi, mencegah
sakit/tetap sehat, memperlancar proses pencernaan, dan sebagai pelengkap
sarapan (minuman), serta membantu pertumbuhan badan. Hanya 25.0% contoh
mengatakan jus, susu, dan teh manis tidak bisa disebut sarapan dengan alasan
sarapan adalah makanan padat (bubur dan nasi) mengandung karbohidrat, tidak
menyehatkan dan tidak mengenyangkan, dan tidak cukup memenuhi kebutuhan
gizi di pagi hari. Padahal minum jus dianjurkan sebelum memulai makan disaat
perut masih kosong sehingga zat yang berguna akan segera cepat terserap oleh
tubuh dan susu mengandung protein cenderung lebih memberikan rasa kenyang
44
sehingga bangun tidur terasa pegal-pegal dan buang air besar menjadi tidak
teratur (Hardinsyah 2012).
Alasan dan dampak tidak sarapan. Makan pagi atau sarapan sangat
bermanfaat bagi setiap orang. Namun, seluruh contoh (100%) menyatakan
pernah tidak sarapan karena kesiangan atau bangun telat, tidak sempat atau
tidak ada waktu sarapan, malas, dan tidak merasa lapar dan nafsu makan, serta
tidak ada yang menyediakan sarapan, terlalu banyak menghabiskan waktu
sehingga takut terlambat, dan tidak terbiasa sarapan. Namun terdapat contoh
yang menjawab alasan tidak sarapan karena justru menyebabkan kondisi
tertentu seperti ingin buang air besar, mual-mual, dan sakit perut (Lampiran 1
No.18-19). 97.1% contoh menyatakan dampak yang terjadi apabila contoh tidak
sarapan adalah nyeri lambung atau maag, mudah mengantuk, lemas, pusing,
sulit mengerti atau menerima pelajaran, pingsan, mudah lupa, dan keringat
dingin. Hanya 2.9% contoh menyatakan tidak merasakan apapun ketika tidak
melakukan sarapan (Lampiran 1 No.20-21). Pernyataan ini sesuai dengan
Depkes (2005) menyatakan seseorang yang tidak sarapan memiliki risiko
menderita gangguan kesehatan berupa menurunnya kadar gula darah dengan
tanda-tanda antara lain lemah, keluar keringat dingin, kesadaran menurun
bahkan pingsan. Bagi anak sekolah kondisi ini menyebabkan merosotnya
konsentrasi belajar yang mengakibatkan menurunnya prestasi belajar.
Hasil uji Anova menunjukkan adanya interaksi nyata antara kebiasaan
sarapan dengan anemia terhadap konsentrasi belajar anak sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa anak yang tidak biasa makan pagi dan menderita anemia
sangat merugikan karena kelompok ini ternyata mempunyai daya konsentrasi
belajar yang rendah (Saidin et al. 1991). Smith et al. (2010) mengungkapkan
bahwa seseorang yang melewatkan sarapan selama masa kecil pada masa
dewasanya akan memiliki kolesterol jahat (LDL) dan total kolesterol yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang terbiasa sarapan. Mekanisme yang terjadi tidak
secara langsung dimana kadar insulin serum turun sehingga produksi kolesterol
di hepar menurun melalui inhibisi 3-hidroksi-3-metil-glutaryl-KoA reduktase.
Waktu sarapan. Semua contoh (100%) mengungkapkan setiap hari
sekolah sebaiknya melakukan sarapan, namun terdapat contoh (2.9%) yang
menjawab tidak setuju apabila setiap hari libur sebaiknya melakukan sarapan
(Lampiran 1 No.1-2). Hal ini menunjukkan masih ada sedikit contoh (2.9%) yang
belum sesuai dengan salah satu pola hidup sehat bergizi seimbang untuk anak
47
sekolah, termasuk remaja adalah dengan membiasakan sarapan setiap hari baik
pada hari libur maupun pada hari sekolah. Menurut Kral et al. (2010) pola
sarapan yang teratur dapat memperbaiki kondisi glikemia, insulinemia, dan
lipidemia.
Waktu sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00
pagi (Khomsan 2002). Namun, organ lambung bekerja pada pukul 07.00-09.00
WIB maka dianjurkan untuk melakukan sarapan sebagai proses pembentukan
energi tubuh. Waktu sarapan contoh meliputi 55.9% contoh yang menyatakan
sebaiknya sarapan pada pukul 07.00-10.00 WIB, 42.6% contoh mengungkapkan
sebaiknya melakukan sarapan pada pukul 06.00-06.59 WIB, dan hanya 1.5%
contoh yang menjelaskan sebaiknya sarapan pada pukul 05.00-05.59 WIB, hal
ini diduga karena tempat tinggal contoh yang sangat jauh dari sekolah sehingga
contoh tersebut menilai sebaiknya melakukan sarapan sebelum pukul 06.00 WIB
agar tidak terlambat ke sekolah.
Penyiapan sarapan. Hampir seluruh contoh (91.2%) menyatakan ibu
yang sebaiknya menyiapkan sarapan untuk mereka sebelum berangkat sekolah,
namun ada sebagian kecil contoh (8.8%) menganggap diri mereka sendiri yang
sebaiknya menyiapkan sarapan sebelum berangkat sekolah dengan alasan
sudah cukup dewasa dan sudah mampu melakukannya (Lampiran 1 No. 4).
Peranan ibu dalam pembentukan kebiasaan sarapan pada anak sangat
menentukan karena ibu terlibat langsung dalam mempersiapkan makanan,
mengatur menu, menyiapkan hidangan, dan mendistribusikan makanan, serta
mengajarkan tata cara makan kepada anak (Khomsan 2002).
Aturan kewajiban sarapan. Norma dan nilai di dalam keluarga berlaku
sebagai tata tertib hubungan antar keluarga. Sebagian besar contoh (80.9%)
menilai sebaiknya didalam keluarga contoh mempunyai aturan untuk sarapan
sebelum berangkat sekolah, namun 19.1% contoh menilai sebaiknya tidak ada
aturan untuk sarapan sebelum berangkat beraktivitas dengan alasan tidak
terbiasa sarapan (11.8%), tidak diharuskan atau diwajibkan sarapan (4.4%), dan
tidak setiap hari tersedia sarapan di rumah (2.9%). Aturan sarapan sebelum
berangkat sekolah sebaiknya dilakukan karena contoh menganggap sarapan
penting untuk mencegah sakit atau menjaga kesehatan (35.5%) dan terdapat
10.3% contoh menyatakan agar terbentuknya kebiasaan sarapan (Lampiran 1
No.5-6). Hal ini sesuai dengan penelitian Pearson et al. (2009) mengungkapkan
aturan sarapan yang teratur didalam keluarga akan menyebabkan kebiasaan
48
sarapan yang baik. Selain itu, kualitas kebiasaan sarapan baik pada anak
dengan ibu bekerja maupun tidak bekerja berhubungan signikan positif (p<0.01)
dengan aturan sarapan keluarga (Svenskarin 2012).
terhadap perilaku makan, termasuk perilaku sarapan. Golongan ini mulai mencari
identitas dan sangat menjaga penampilan tubuh (Soetardjo 2011). Contoh yang
berstatus tidak anemia selalu melakukan sarapan setiap hari (47.3%), sedangkan
contoh yang berstatus anemia kadang-kadang melakukan sarapan setiap hari
(53.8%). Contoh gemuk selalu melakukan sarapan setiap hari (57.1%),
sedangkan contoh tidak gemuk kadang-kadang melakukan sarapan setiap hari
(49.2%). Menurut Adimuntja et al. (2008), berdasarkan data Riskesdas 2007
adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik perilaku konsumsi remaja,
maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia, yang berarti rendahnya kadar
Hb maupun sel darah merah.
Tidak bekerja:
- Ibu Rumah Tangga 38 55.9 15 22.1 5 7.4 58 (85.3)*
Total 42 61.8 19 27.9 7 10.3 68 (100)
*2 contoh sudah tidak memiliki ibu karena meninggal dunia
Umumnya ibu contoh sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai PNS,
karyawati atau pedagang masih melaksanakan fungsi pokoknya sebagai ibu
rumah tangga dalam hal penyelenggaraan sarapan, walaupun masih ditemukan
pula proporsi tersedianya sarapan kadang-kadang (22.1%) dan tidak pernah
(7.4%) pada ibu rumah tangga. Keadaan ini menunjukkan bahwa ibu mempunyai
peran ganda (sebagai ibu rumah tangga dan bekerja) pada umumnya sebelum
pergi bekerja terlebih dahulu mempersiapkan sarapan untuk keluarga. Hasil uji
Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (p<0.05) antara
jenis pekerjaan ibu dengan tersedianya sarapan setiap hari di rumah contoh.
Menurut Hermina et al. (2009) adanya hubungan antara ketersediaan sarapan
dengan kebiasaan sarapan remaja siswi (p<0.05). Adanya kecenderungan
bahwa remaja siswi yang terbiasa sarapan sebagian besar karena sarapan
tersedia di rumah (62.2%). Apabila tidak tersedia, remaja putri (40.5%) yang
sarapan lebih sedikit.
Kebiasaan Sarapan Bersama
Faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku dalam wujud sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lainnya, merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari keluarga, guru, atau teman sebaya
(Hermina et al. 2009). Namun, ini juga bisa menjadi faktor untuk melewatkan
sarapan di pagi hari. Sarapan dengan seluruh keluarga mendorong remaja untuk
secara teratur sarapan (Khan 2005). Tabel 13 menjelaskan sebaran contoh
berdasarkan kebiasaan sarapan bersama. Separuh contoh (66.2%) terbiasa
melakukan sarapan sendiri, sebanyak 30.9% contoh melakukan sarapan terbiasa
bersama anggota keluarga sebagian (kakak atau adik, ibu dan adik, ibu dan
kakak), dan hanya 2.9% contoh melakukan sarapan terbiasa bersama dengan
53
teman. Hasil studi Pearson et al. (2009), sarapan bersama keluarga berkolerasi
besar hubungannya dalam konsumsi sarapan pada remaja. Orang tua menjadi
contoh teladan yang positif terhadap anak-anak mereka dengan mendukung
kebiasaan makan dan struktur keluarga harus dipertimbangkan dalam
merancang program untuk mengenalkan kebiasaan sarapan sehat.
2006). Sayur yang dikonsumsi contoh saat sarapan adalah tumis caysim,
capcay, sayur bayam, sayur sop, sop jagung, tumis kacang panjang, dan tumis
buncis. Buah yang dikonsumsi contoh berupa mangga, pisang, dan semangka.
Makanan sepinggan yang dikonsumsi contoh saat sarapan meliputi nasi
uduk, nasi goreng, bubur ayam, mie instan, roti sandwich isi cokelat, bihun
goreng, lontong sayur, roti bakar isi cokelat, bakso, mie ayam, dan bubur kacang
ijo, serta sereal (energen). Sarapan khas sereal yang kaya akan karbohidrat
kompleks dapat membantu mempertahankan kinerja selama pagi hari (Wesnes
et al. 2003). Cho et al. (2003) menyatakan seseorang yang sarapan dengan
mengkonsumsi sereal siap saji, sereal dimasak, atau roti memiliki IMT yang lebih
rendah secara signifikan dibandingkan dengan yang tidak sarapan dan pemakan
daging dan telur.
Jajanan dan minuman yang dikonsumsi contoh beragam. Jajanan yang
dikonsumsi contoh saat sarapan terdiri dari jajanan tradisional dan industri.
Jajanan tradisional yang dikonsumsi contoh saat sarapan meliputi bakwan,
tempe tepung goreng, lontong isi kentang, lontong isi oncom, nasi ketan abon,
pisang goreng, kue bolu, pisang cokelat, martabak, singkong goreng, tahu isi
tauge, ubi goreng, pisang molen, risoles, cimol, gemblong, keripik singkong,
pastel, dan tahu gehu. Jajanan industri yang dikonsumsi contoh saat sarapan
adalah roti manis, biskuit, wafer, roti tawar, permen, dan chiki. Minuman yang
sering dikonsumsi contoh saat sarapan seperti susu, teh manis, kopi susu, dan
frutang.
Tabel 15 Rata-rata konsumsi pangan dan asupan energi dan zat gizi sarapan
Asupan
Jenis Pangan E P L KH Serat Fe Vit A Vit C
Berat (g)
(kkal) (g) (g) (g) (g) (g) (RE) (mg)
Nasi 14.1±18.4 25 0.4 0.0 5.6 0.0 0.1 0.0 0.0
Lauk Pauk :
- L. Hewani 18.7±25.0 46 4.5 2.8 0.6 0.0 0.8 19.9 0.1
- L. Nabati 3.5±1.3 12 0.4 0.6 1.1 0.1 0.1 0.4 0.1
Sayur 1.1± 0.8 1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 3.5 0.4
Buah 1.0±0.3 1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.9 0.1
Minuman 8.8± 6.0 15 0.3 0.3 2.7 0.0 0.0 8.5 0.4
M.Sepinggan 68.3±61.1 159 3.7 9.5 14.6 0.4 0.8 16.4 0.3
Jajanan :
- J. Tradisional 24.5±28.5 74 1.7 3.0 9.5 0.5 1.0 2.7 0.3
- J. Industri 3.2±1.7 9 0.2 0.2 1.7 0.0 0.0 0.0 0.0
Rata-Rata 342 11.4 16.6 36.4 1.1 2.9 52.7 0.6
550 kkal dan 8.3-13.8 g protein (Hardinsyah 2012). Sarapan akan memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Khomsan
2002).
Tabel 16 Rata-rata asupan dan kontribusi energi dan zat gizi sarapan (%AKG)
Asupan dan Kontribusi
Zat Gizi Hari sekolah Hari libur Rata-rata
Rata±SD % Rata±SD % Rata±SD %
Energi (kkal) 340±162 15.2 359±319 16.2 342±153 15.4
Protein (g) 11.0±6.7 19.8 13.9±18.4 25.1 11.4±6.6 20.6
Lemak (g) 17.2±12.3 27.8 7.8±13.3 21.7 16.6±1.4 26.9
Karbohidrat (g) 35.1±13.2 10.1 22.7±25.1 12.7 36.4±13.6 10.4
Serat (g) 1.1±0.8 4.4 0.9±2.0 3.5 1.1±0.8 4.3
Kalsium (mg) 106.3±127.8 10.6 77.6±133.4 7.8 102.2±110.4 10.2
Fosfor (mg) 134.6±145.7 29.9 102.0±112.8 22.7 129.9±128.1 28.9
Zat besi (mg) 2.9±1.6 11.1 3.0±3.4 11.6 2.9±1.4 11.2
Vit. A (RE) 52.2±69.2 8.7 55.4±85.3 9.2 52.7±60.2 8.8
Vit. C (mg) 1.5±3.5 2.2 2.1±6.9 3.0 1.6±3.2 2.3
Tabel 16 menunjukkan rata-rata asupan dan kontribusi energi dan zat gizi
sarapan terhadap kecukupan gizi contoh. Rata-rata asupan energi dan protein
sarapan contoh adalah 342±153 kkal dan 11.4±6.6 g. Rata-rata asupan energi
dan protein sarapan contoh sudah memenuhi 15%-25% dari kecukupan sehari.
Rata-rata asupan energi dan protein sarapan contoh pada hari sekolah adalah
340 kkal dan 11.0 g. Rata-rata asupan energi dan protein sarapan contoh pada
hari libur adalah 359 kkal dan 13.9 g. Hasil uji beda t-test menunjukkan terdapat
perbedaan antara asupan energi dan protein pada hari sekolah dan hari libur
(p<0.05).
Asupan energi dan protein sarapan contoh pada hari libur lebih tinggi
dibandingkan sarapan contoh pada hari sekolah dikarenakan jumlah dan
komposisi sarapan contoh pada hari libur lebih banyak porsinya dan lengkap
komposisinya (nasi, lauk pauk, sayur/buah, dan minuman). Sedangkan menu
sarapan ketika hari sekolah komposisinya tidak lengkap (makanan sepinggan,
jajanan, dan minuman atau bahkan tidak sarapan) dan besar porsinya sesuai
keinginan contoh.
Kontribusi energi dan protein contoh adalah 15.4% dan 20.6% dari
kecukupan sehari, yang berarti kontribusi energi dan protein contoh termasuk
kategori sedang. Namun demikian, makanan sarapan pada hari libur dapat
memberikan kontribusi energi dan protein lebih tinggi sehingga kontribusi energi
dan protein sarapan contoh hari libur lebih besar daripada hari sekolah.
59
Kontribusi energi dan protein pada hari sekolah adalah 15.2% dan 19.8%.
Kontribusi energi dan protein pada hari libur adalah 16.2 % dan 25.1%.
Asupan energi dan protein sarapan contoh hari sekolah paling sedikit
adalah 45 kkal dan 1.1 g. Hal ini dikarenakan contoh mempunyai frekuensi
sarapan yang jarang (1-3 kali per minggu) dan hanya mengkonsumsi makanan
sepinggan (mie instan) atau minuman bergula (teh manis). Studi yang dilakukan
di Inggris tahun 2003 pada 29 anak sekolah di perkotaan mengungkapkan anak
yang tidak sarapan dan hanya memperoleh minuman glukosa menunjukkan daya
konsentrasi atau tingkat perhatian dan kemampuan mengingat yang menurun
secara signifikan seiring dengan pertambahan waktu (Wesnes et al. 2003).
Menurut Reddan et al. (2002), sarapan dipercaya dapat meningkatkan energi
dan kemampuan anak sekolah untuk memperhatikan guru di sekolah. Menurut
Kral et al. (2010), tingkat konsumsi energi pada seseorang yang tidak sarapan
lebih rendah 362 kkal dibandingkan seseorang yang sarapan. Pola sarapan yang
teratur dapat memperbaiki kondisi glikemia, insulinemia, dan lipidemia. Smith et
al. (2010) mengungkapkan bahwa seseorang yang melewatkan sarapan selama
masa kecil pada masa dewasanya akan memiliki kolesterol jahat (LDL) dan total
kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terbiasa sarapan.
Mekanisme yang terjadi tidak secara langsung dimana kadar insulin serum turun
sehingga produksi kolesterol di hepar menurun melalui inhibisi 3-hidroksi-3-metil-
glutaryl-KoA reduktase.
Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh
dalam jumlah yang sedikit dan berfungsi sebagai zat pengatur tubuh (Almatsier
2004). Vitamin dan mineral memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah. Rata-rata asupan mineral sarapan contoh
masih belum mencukupi 15-25% dari kecukupan sehari (Kalsium 250 mg, Fosfor
163 mg, dan Besi 6.5 mg). Rata-rata asupan Kalsium, Fosfor, dan Besi hanya
102.2±110.4 mg, 129.9±28.1 mg, dan 2.9±1.4mg. Tidak jauh berbeda dengan
mineral, rata-rata asupan vitamin sarapan contoh meliputi Vitamin A dan Vitamin
C juga belum mencukupi 15%-25% dari kecukupan sehari (Vitamin A 150 RE
dan Vitamin C 16.3 atau 18.8 mg). Rata-rata asupan Vitamin A adalah 52.7±60.2
RE dan rata-rata asupan Vitamin C adalah 1.6±3.2 mg. Hal ini menunjukkan
bahwa contoh sedikit mengkonsumsi pangan sarapan yang banyak mengandung
vitamin dan mineral terlihat dari dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
contoh yaitu kurang konsumsi sayur, buah, dan susu (Tabel 15). Kontribusi
60
vitamin dan mineral contoh termasuk dalam kategori tinggi (kontribusi Fosfor
28.9%) dan rendah (kontribusi Kalsium 10.2%, Besi 11.2%, Vitamin A 8.8% dan
Vitamin C 2.3%). Hal ini menunjukkan bahwa saat sarapan konsumsi sayur dan
buah yang merupakan sumber vitamin dan mineral sebagian besar contoh relatif
masih rendah.
Rata-rata asupan mineral sarapan contoh pada hari sekolah lebih tinggi
dibandingkan dengan hari libur. Rata-rata asupan Kalsium, Fosfor, dan Besi
pada hari sekolah adalah 106.3±127.8 mg, 134.6±145.7 mg, dan 2.9±1.6 mg.
Rata-rata konsumsi Kalsium, Fosfor, dan Besi contoh pada hari libur adalah
77.6±133.4 mg, 102.0±112.8 mg, dan 3.0±3.4 mg. Hal ini menunjukkan contoh
pada hari sekolah lebih banyak mengonsumsi pangan sarapan sumber Kalsium,
Fosfor, dan Besi seperti susu dan telur ayam. Namun berbeda dengan rata-rata
asupan vitamin sarapan contoh saat hari libur dan sekolah. Rata-rata asupan
vitamin sarapan contoh pada hari libur lebih tinggi dibandingkan dengan hari
sekolah. Rata-rata asupan Vitamin A dan Vitamin C pada hari libur adalah
55.4±85.3 RE dan 2.1±6.9 mg. Rata-rata asupan Vitamin A dan Vitamin C pada
hari sekolah adalah 52.2±69.2 RE dan 1.5±3.5 mg. Hal ini dikarenakan pada hari
libur contoh lebih banyak tersedia sarapan yang lebih lengkap (nasi, lauk pauk,
sayur, buah dan minuman serta jajanan) dan selalu menyediakan menu
berbahan dasar pangan sumber Vitamin A yaitu wortel, bayam, caysim, dan ubi
jalar. Asupan Vitamin A sarapan contoh hari libur yang tinggi masih dapat
dinyatakan aman karena masih dibawah UL (Tolerable Upper Level Intake)
Vitamin A yaitu 40.000-55.000 µg RE (Almatsier 2004). Kontribusi mineral
sarapan contoh pada hari sekolah lebih besar daripada hari libur, sedangkan
kontribusi vitamin sarapan contoh pada hari libur lebih besar daripada hari
sekolah. Kontribusi Kalsium, Fosfor, dan Besi sarapan contoh pada hari sekolah
adalah 10.6%, 29.9%, dan 11.1% dan kontribusi Kalsium, Fosfor, dan Besi
sarapan contoh pada hari libur adalah 7.8%, 22.7%, dan 11.6%. Sedangkan
kontribusi Vitamin A dan Vitamin C pada hari sekolah adalah 8.7% dan 2.2% dan
kontribusi Vitamin A dan Vitamin C pada hari libur adalah 9.2% dan 3.0%.
Kualitas Sarapan
Kualitas sarapan dilihat dari mutu pangan yang dikonsumsi. Menurut
Hardinsyah (2012), sarapan sehat mengandung energi cukup (15-25% dari
kebutuhan energi per hari), serat makanan cukup, rendah lemak, rendah glukosa
dan karbohidrat sederhana, serta minuman. Kontribusi energi sarapan contoh
61
diolah dengan teknik deep frying seperti ayam goreng, tempe goreng, tahu
goreng, ikan tongkol goreng, bakwan dan tempe tepung goreng, selain itu sedikit
konsumsi sayur dan buah sehingga menyebabkan asupan lemak lebih dari yang
dianjurkan dan asupan serat sangat rendah.
pendidikan ibu dengan kebiasaan makan pagi pada remaja putri (p<0.05). Selain
itu, siswi yang memiliki ibu berpendidikan tinggi 2 kali lebih sering (terbiasa)
sarapan dibandingkan dengan siswi yang memiliki ibu berpendidikan rendah.
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu diasumsikan bahwa ibu akan mempunyai
kemampuan yang lebih besar dalam mengakses dan menyediakan informasi
serta pangan yang baik bagi anggota keluarganya.
Berdasarkan Tabel 18, proporsi terbesar (5.9%) contoh yang mempunyai
ibu bekerja kadang-kadang melakukan sarapan. Hasil uji Chi-Square
menunjukkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kebiasaan
sarapan contoh (p<0.05). Siega et al. (1998) memaparkan anak yang diasuh oleh
ibu yang bekerja diluar rumah memiliki kebiasaan sarapan yang lebih rendah.
Faktor kesibukan ibu seringkali mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuat
sarapan. Rohayati (2001) juga menyatakan bahwa frekuensi sarapan anak dapat
dipengaruhi oleh pekerjaan ibu. Pekerjaan ibu mempengaruhi frekuensi sarapan
anak karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga khususnya
penyelenggaraan makan keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis pangan dan
penyusunan menu untuk keluarga.
Tabel 18 menunjukkan bahwa 1.5% contoh yang mempunyai pendapatan
orangtua per bulan kurang dari Rp. 500.000 jarang melakukan sarapan,
sedangkan 13.2% contoh yang mempunyai pendapatan orangtua per bulan Rp.
1.000.000-1.499.000 selalu melakukan sarapan setiap hari. Hasil uji Chi-Square
menunjukkan hubungan yang bermakna antara pendapatan orangtua dengan
kebiasaan sarapan contoh (p<0.05). Hubungan ini terlihat dari contoh yang
berpendapatan sedang dan tinggi memiliki kebiasaan sarapan yang lebih baik.
Hasil ini bermakna semakin baik keadaan ekonomi suatu keluarga maka
kebiasaan sarapan semakin baik pula. Hal ini terkait dengan kemampuan
keluarga dalam menyediakan sarapan. Keluarga dengan pendapatan terbatas
kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya,
sehingga pendapatan diduga berkaitan dengan kebiasaan sarapan seseorang
(Sukandar 2007). Hasil studi Siega et al. (1998) juga menunjukkan adanya kaitan
antara pendapatan dengan kebiasaan sarapan, yaitu semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga makan kebiasaan konsumsi sarapan juga akan semakin
tinggi.
Tabel 18 menunjukkan bahwa proporsi terbesar (5.9%) contoh yang
mempunyai keluarga dengan kategori besar (>4 orang) jarang sarapan. Hasil uji
65
asupan yang relatif lebih rendah pada total asam lemak tak jenuh tunggal dan
asam lemak tak jenuh ganda. Remaja yang mempunyai kualitas sarapan yang
baik secara signifikan memiliki asupan yang lebih tinggi yang berasal dari roti,
buah, sayuran, buah, susu dan hasil olahan susu. Sedangkan remaja yang
mempunyai kualitas sarapan rendah secara signifikan asupannya lebih rendah
karena cenderung lebih banyak minuman mengandung gula.
Menurut Kral et al. (2010), tingkat konsumsi energi pada seseorang yang
tidak sarapan lebih rendah 362 Kalori dibandingkan seseorang yang sarapan.
Pola sarapan yang teratur dapat memperbaiki kondisi glikemia, insulinemia, dan
lipidemia. Studi di Eropa pada 195 anak usia sekolah memberi gambaran ketika
anak mengkonsumsi sarapan lebih dari 20% kebutuhan total energi per hari,
maka hasil performa ketahanan fisik dan kreatifitas anak secara signifikan lebih
baik dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi energi hanya 10% dari
kebutuhan (Wyon et al. 1997).
Seseorang yang tidak sarapan memiliki risiko menderita gangguan
kesehatan berupa menurunnya kadar gula darah dengan tanda-tanda antara lain
lemah, keluar keringat dingin, kesadaran menurun bahkan pingsan. Bagi anak
sekolah kondisi ini menyebabkan merosotnya konsentrasi belajar yang
mengakibatkan menurunnya pretasi belajar (Depkes 2005). Studi yang dilakukan
di Inggris tahun 2003 pada 29 anak sekolah di perkotaan mengungkapkan anak
yang tidak sarapan dan hanya memperoleh minuman glukosa menunjukkan daya
konsentrasi atau tingkat perhatian dan kemampuan mengingat yang menurun
secara signifikan seiring dengan pertambahan waktu (Wesnes et al. 2003).
Menurut Reddan et al. (2002), sarapan dipercaya dapat meningkatkan energi
dan kemampuan anak sekolah untuk memperhatikan guru di sekolah.
nabati sangat berpengaruh terhadap kecukupan zat besi bagi tubuh. Zat besi
yang berasal dari pangan nabati jumlah yang dapat diserap hanya berkisar 1%-
6%, dan zat besi yang dapat diabsorpsi berasal dari pangan hewani 7%-22%.
Pangan yang mengandung zat besi tinggi akan sangat membantu terpenuhinya
zat besi sehingga apabila pangan tersebut dikonsumsi bersamaan dengan
pangan yang dapat membantu penyerapannya, kebutuhan tubuh akan zat besi
dapat terpenuhi secara optimal, sedangkan jika pangan sumber zat besi
dikonsumsi bersamaan dengan pangan yang dapat menghambat penyerapan zat
besi, maka kebutuhan tubuh akan zat besi tidak akan terpenuhi secara optimal
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan anemia. Pangan yang dapat
membantu penyerapan zat besi, yaitu vitamin C, makanan hasil fermentasi dan
pangan hewani itu sendiri, sedangkan pangan yang dapat menghambat
penyerapan zat besi antara lain makanan yang mengandung tanin, fitat, dan
Kalsium (Almatsier 2004). Kopi dan teh merupakan minuman yang dapat
menghambat penyerapan besi karena kopi banyak mengandung polifenol (tanin).
Konsumsi kopi dan teh setelah makan dapat menurunkan absorpsi besi hingga
39% sehingga apabila sering mengkonsumsi setelah makan makan akan
menyebabkan anemia (Morck et al. 1983). Dampak anemia terhadap daya pikir
akan mempengaruhi remaja didalam prestasi di sekolah. Anemia dapat
menurunkan IQ sekitar 5-10%. Anemia juga berdampak pada imunitas sehingga
mempengaruhi menurunnya produktivitas secara tidak langsung melalui
seringnya tidak masuk sekolah karena sakit (Ernawati & Saidin 2008).
70
Kesimpulan
Rata-rata usia contoh dalam penelitian adalah 16.6±0.74 tahun.
Prevalensi anemia dalam penelitian ini adalah 19.1%. Masalah gizi pada contoh
yaitu kegemukan dan stunted. Lebih dari separuh contoh diberikan uang saku
dengan kategori sedikit (Rp 12.361). Sebagian besar pendidikan dan pekerjaan
ibu contoh adalah SD dan ibu rumah tangga. Sebagian besar pendapatan
orangtua contoh (29.4%) adalah Rp. 1.000.000-1.499.000 per bulan. Persentase
contoh yang memiliki keluarga hanya dengan 2 anak masih sangat sedikit.
Sebagian besar ayah dan ibu contoh berasal dari suku sunda.
Hampir tiga per empat contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang
sedang. Nilai pengetahuan gizi contoh berkisar antara 40 sampai 86.7 dengan
rata-rata 68.5. Namun, masih terdapat contoh yang tidak dapat menjawab
dengan baik tentang fungsi zat besi bagi tubuh, sumber pangan hewani yang
tinggi zat besi, jenis minuman yang menghambat penyerapan, dan jenis vitamin
yang membantu penyerapan besi dalam tubuh.
Seluruh contoh mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari. Separuh
contoh mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari yang memberikan
peranan dan manfaat, antara lain sebagai sumber energi dan zat gizi untuk
melakukan aktivitas, mencegah sakit, menghilangkan lapar, dan memenuhi
kebutuhan tubuh dan sisanya mengartikan sarapan adalah makan di pagi hari
yang terdiri dari makanan padat dan minuman dengan porsi sedang. Makanan
dan minuman saat sarapan yang baik menurut contoh adalah roti dan susu.
Seluruh contoh menyatakan sarapan penting, namun seluruh contoh juga pernah
tidak sarapan karena kesiangan atau bangun telat. Hampir seluruh contoh
menyatakan sebaiknya ibu yang menyiapkan sarapan dan terdapat aturan
kewajiban sarapan di rumah sebelum memulai aktivitas.
Hampir separuh contoh biasa melakukan sarapan setiap hari yang
dilakukan pada pukul 06.00-06.59 WIB (hari sekolah) dan 08.00-08.59 WIB (hari
libur). Hampir separuh contoh tidak anemia dan tidak gemuk selalu melakukan
sarapan setiap hari. Sebagian besar menu sarapan contoh adalah makanan
sepinggan. Contoh tidak anemia lebih sering sarapan dengan nasi dan lauk pauk
dibandingkan contoh anemia. Jenis menu sarapan contoh yang dikonsumsi pada
hari sekolah lebih banyak didominasi dengan makanan sepinggan, jajanan, dan
minuman.
71
Saran
Hasil penelitian menunjukkan asupan dari sumber serat (sayur dan buah)
masih sangat rendah sehingga remaja harus dibiasakan pada saat sarapan
untuk menyukai berbagai macam sayur dan buah sejumlah 45 g (setara dengan
½ mangkuk sayur). Seorang ibu diharapkan dapat lebih memahami pentingnya
sarapan pada remaja serta mengatur alokasi waktu yang optimal dalam
penyediaan sarapan, sehingga sarapan pangan yang tersedia memadai tidak
hanya kuantitas melainkan kualitas gizinya juga. Pemberian penyuluhan kepada
remaja penting dilakukan terkait pentingnya sayur dan buah, serta pengetahuan
gizi terutama tentang fungsi zat besi bagi tubuh, sumber pangan hewani yang
tinggi zat besi, jenis minuman yang menghambat penyerapan, dan jenis vitamin
yang membantu penyerapan besi dalam tubuh. Pihak sekolah dan pemerintah
juga disarankan untuk ikut serta dalam memberikan himbauan kepada
masyarakat tentang pentingnya melakukan sarapan sejak dini baik melalui
berbagai media atau menyisipkan salah satu bahan pojok ajaran terkait sarapan
dalam kurikulum pendidikan sebagai upaya penerapan gizi seimbang.
72
DAFTAR PUSTAKA
Affenito SG. 2007. Breakfast: A missed opportunity. J Am Diet Assoc, 107, 565-
569.
__________, Thompson DR, Barton BA, Franko DL, Daniels SR. 2005. Breakfast
consumption by african-american and white adolescent girls correlates
positively with calcium and fiber intake and negatively with body mass
index. Journal of the American Dietetic Association, 105, 938-945.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Anderson JJB. 1991. The status of adolescent nutrition. Nutrition Today, 26, 7-
10.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Data Sensus BPS. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Cho S, Dietrich M, Brown CJ, Clark CA, Block G. 2003. The effect of breakfast
type on total daily energy intake and body mass index: results from the
Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III). J
Am Coll Nutr, 22 (4), 296-302.
Den Hartog AP, van Staveren WA, Brouwer. 2006. Food Habits and
Consumption in Developing Countries. The Netherlands: Wageningen
Academic Publishers.
Ernawati F & Saidin M. 2008. Determinan status anemia siswa SLTA di DKI
Jakarta. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 31 (2), 82-87.
__________. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Petanian, Institut
Pertanian Bogor.
Kral et al. 2010. Effect of eating breakfast compared with skipping breakfast on
ratings of appetite and intake at subsequent meals in 8 to 10 years old
children. Philadelphia: Department of Psychiatry, University of
Pennsylvania.
Kurniasih D, Hilmansyah H, Astuti MP, Imam S. 2010. Sehat dan Bugar Berkat
Gizi Seimbang. Jakarta: PT. Gramedia.
Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “Gi Psi Sehat” bagi Ibu serta Dampaknya
terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan,
dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Matthys C, Henauw SD, Bellemans M, Maeyer MD, Backer GD. 2006. Breakfast
habits affect overall nutrient profiles in adolescent. Public Health
Nutrition, 10 (4), 413-421.
Moehji S. 2000. Ilmu Gizi 1 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: PT. Bhratara
Niaga Media.
Morck TA, Lynch SR, Cook JD. 1983. Inhibition on food iron absorption by coffee.
Am J Clin Nutr, 37, 416-420.
Pardede N. 2002. Masa Remaja dalam Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak Edisi
ke-1. Jakarta: Sagung Seto.
Preziosi P et al. 1999. Breakfast type, daily nutrient intakes and vitamin and
mineral status of french children, adolescents, and adults. Journal of the
American College of Nutrition, 18 (2), 171-178.
Rampersaud GC, Pereira MA, Girard BL, Adams J, Metzl JD. 2005. Breakfast
habits, nutritional status, body weight, and academic performance in
75
Rohayati. 2001. Perilaku Makan Pagi dan Jajan Anak Sekolah Penerima PMT AS
di Daerah Pantai dan Pegunungan Provinsi NTT [Skripsi]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ruxton CH & Kirk TR. 1997. Breakfast (A review of associations with measures
of dietary intake, physiology and biochemistry). Br J Nutr, 78, 199-213.
Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Siega RA, Popkin BM, Carson T. 1998. Trends in breakfast consumption for
children in the United States from 1965 to 1991. Am J Clin Nutr, 67,
748S-56S.
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi.
Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Svenskarin N. 2012. Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah Dasar pada Ibu Bekerja
dan Tidak Bekerja [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
76
Ulfa M & Latifah M. 2007. Hubungan pola asuh makan, pengetahuan gizi,
persepsi, dengan kebiasaan makan sayuran ibu rumah tangga di
perkotaan dan pedesaan Bogor. Media Gizi dan Keluarga, 31 (1), 30-41.
Warthington R. 2000. Nutrition Throughout The Life Cycle. Editors: William SR.
Boston: McGraw Hill.
Wei Lin, Yang HC, Hang CM, Pan WH. 2007. Nutrition knowledge, attitude, and
behaviour of Taiwanese elementary school children. Asia Pac J Clin
Nutr, 16(S2), 534-546.
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.
Zullig K, Ubbes VA, Pyle J, Valois RF. 2006. Self-reported weight perceptions,
dieting, behaviour, and behaviour eating among high school
adolescents. Journal of School Health, 76, 87-92.
77
LAMPIRAN
78
No Indikator n %
1. Sebaiknya sarapan setiap hari sekolah
Ya 68 100
Tidak 0 0.0
2. Sebaiknya sarapan saat hari libur
Ya 66 97.1
Tidak 2 2.9
3. Jam sarapan
05.00-05.59 1 1.5
06.00-06.59 29 42.6
07.00-07.59 35 51.5
08.00-09.00 3 4.4
4. Sarapan sebaiknya disiapkan oleh
Ibu 62 91.2
Anggota keluarga 0 0.0
Pembantu 0 0.0
Sendiri 4 8.8
5. Sebaiknya didalam keluarga responden mempunyai
peraturan untuk sarapan sebelum berangkat sekolah
Ya 55 80.9
Tidak 13 19.1
6. Alasan sebaiknya didalam keluarga responden
mempunyai peraturan untuk sarapan sebelum berangkat
sekolah
Jika Ya
a. Agar lebih konsentrasi 7 10.3
b. Tidak lemas sehingga dapat melancarkan aktivitas 11 16.2
c. Sumber energi dan zat gizi 4 5.9
d. Sarapan penting untuk mencegah sakit/tetap sehat 24 35.3
e. Menjaga pola makan 2 2.9
f. Terbentuk kebiasaan sarapan 7 10.3
Jika Tidak
a. Tidak terbiasa sarapan 8 11.8
b. Tidak setiap hari tersedia sarapan di rumah 2 2.9
c. Tidak diwajibkan/diharuskan sarapan 3 4.4
7. Sarapan adalah
a. Makan di pagi hari sebagai sumber energi dan zat gizi agar 12 17.6
perasaan, berpikir, dan stamina lebih baik
b. Makan di pagi hari untuk mencegah sakit, tetap sehat dan 7 10.3
hidup
c. Makan di pagi hari untuk memenuhi kebutuhan 1 1.5
pokok/kebutuhan tubuh/jasmani
d. Makan di pagi hari untuk menghilangkan lapar/supaya 7 10.3
kenyang/mengisi perut
e. Makan di pagi hari sebagai cadangan energi awal untuk 11 16.2
melakukan aktivitas
f. Makan diawal hari biasanya di pagi hari berupa makanan 3 4.4
dan minuman
g. Makan di pagi hari dengan makanan padat (nasi, bubur, 3 4.4
roti)
h. Makan di pagi hari dengan porsi sedang 2 2.9
i. Makan pagi untuk menjaga pola makan 1 1.5
j. Makan di pagi hari 21 30.9
79
No Indikator n %
8. Jus, susu, teh manis bisa disebut sarapan
Ya 51 75.0
Tidak 17 25.0
9. Alasan jus, susu, teh manis bisa disebut sarapan
Jika Ya
a. Memenuhi kebutuhan cairan dan zat gizi 4 5.9
b. Sumber energi dan zat gizi 26 38.2
c. Mencegah sakit / tetap sehat 7 10.3
d. Memperlancar proses pencernaan 4 5.9
e. Memberikan kehangatan/ mengisi perut 4 5.9
f. Pelengkap sarapan (minuman) 5 7.4
g. Membantu pertumbuhan badan 1 1.5
Jika Tidak
a. Tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi dipagi hari 1 1.5
b. Tidak mengandung serat 2 2.9
c. Sarapan adalah makanan padat (bubur dan nasi) 10 14.7
mengandung karbohidrat
d. Tidak termasuk 4 sehat 5 sempurna 1 1.5
e. Tidak menyehatkan dan tidak mengenyangkan 3 4.4
10. Jajan di pagi hari bisa disebut sarapan
Ya 45 66.2
Tidak 23 33.8
11. Alasan jajan di pagi hari bisa disebut sarapan
Jika Ya
a. Jika jajan seperti makan nasi uduk, bubur, roti 29 42.6
b. Menghilangkan rasa lapar/ mengisi perut / memberikan rasa 10 14.7
kenyang
c. Menyediakan energi dan zat gizi 3 4.4
d. Mempercepat sarapan agar tidak terlambat sekolah 3 4.4
Jika Tidak
a. Tidak menyehatkan/ tidak hygiens 7 10.3
b. Jajan adalah snack di siang hari 9 13.2
c. Tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari 7 10.3
12. Contoh jajanan yang bisa disebut sarapan
a. Bubur ayam 2 2.9
b. Bubur ayam dan nasi uduk 5 7.4
c. Bubur ayam, nasi uduk, dan lontong 7 10.3
d. Bubur ayam, nasi uduk, dan roti 6 8.8
e. Bubur ayam, lontong, dan gorengan 1 1.5
f. Bubur ayam, lontong, dan roti 5 7.4
g. Bubur ayam, roti dan susu 5 7.4
h. Lontong dan gorengan 1 1.5
i. Lontong dan gorengan, roti 1 1.5
j. Lontong, roti, dan biskuit 3 4.4
k. Nasi rames dan gorengan 1 1.5
l. Nasi rames dan roti 1 1.5
m. Nasi goreng dan lontong 1 1.5
n. Nasi uduk 2 2.9
o. Nasi uduk dan roti 3 4.4
p. Nasi uduk dan gorengan, roti 5 7.4
q. Nasi uduk, nasi goreng, dan roti 1 1.5
r. Nasi, lauk pauk, dan minuman 1 1.5
s. Roti 7 10.3
t. Roti dan kue 1 1.5
u. Roti dan gorengan 2 2.9
v. Roti dan susu 5 7.4
w. Roti dan mie instan 1 1.5
x. Kue 1 1.5
80
No Indikator n %
13. Contoh sarapan yang baik
a. Bubur ayam 3 4.4
b. Bubur ayam, nasi uduk, roti 3 4.4
c. Bubur ayam, nasi uduk, nasi goreng 1 1.5
d. Bubur ayam, nasi uduk, lontong sayur 1 1.5
e. Bubur ayam, outmeal dan susu 1 1.5
f. Bubur ayam, roti dan susu 2 2.9
g. Energen 1 1.5
h. Lontong dan roti 1 1.5
i. Nasi dan lauk pauk / sayur 7 10.3
j. Nasi, lauk pauk/sayur, dan minuman 9 13.2
k. Nasi, lauk pauk, dan sayur 1 1.5
l. Nasi, lauk pauk, sayur, dan minuman 2 2.9
m. Nasi goreng 1 1.5
n. Nasi goreng + lauk pauk 1 1.5
o. Nasi goreng + roti 1 1.5
p. Nasi goreng + roti + susu 9 13.2
q. Nasi uduk dan gorengan, roti 2 2.9
r. Roti 1 1.5
s. Roti dan susu 16 23.5
t. Roti, telur, dan susu 2 2.9
u. Susu dan telur 1 1.5
v. Sereal dan susu 1 1.5
w. Susu / teh manis 1 1.5
14. Apakah sarapan responden selama ini menyehatkan
Ya 35 51.5
Tidak 33 48.5
15. Alasan sarapan responden selama ini menyehatkan
Jika Sehat
a. Terjaga keamanan/ hygiene 6 8.8
b. Makanan mengandung energi dan zat gizi 10 14.7
c. Menu sarapan bervariasi setiap hari 3 4.4
d. Sarapan lengkap sesuai dengan 4 sehat 5 sempurna 10 14.7
e. Sarapan banyak mengandung karbohidrat seperti nasi 6 8.8
Jika tidak Sehat
a. Banyak mengandung minyak dan lemak seperti gorengan 6 8.8
b. Tidak memenuhi kebutuhan gizi 4 5.9
c. Jarang atau tidak pernah sarapan 7 10.3
d. Kurang hygiene 6 8.8
e. Makan makanan pedas 2 2.9
f. Menyebabkan gangguan kesehatan atau sakit 3 4.4
g. Sering sarapan dengan mie instan 5 7.4
16. Apakah sarapan penting
Benar 68 100
Salah 0 0.0
17. 3 alasan sarapan itu penting atau tidak penting
a. Menyediakan energi dan zat gizi, sebagai cadangan energi 4 5.9
awal dan mencegah sakit
b. Menyediakan energi dan zat gizi, menjaga kesehatan dan 4 5.9
mencegah sakit
c. Menyediakan energi dan zat gizi, tidak lemas, dan 8 11.8
meningkatkan konsentrasi
d. Menyediakan energi dan zat gizi, tidak lemas, dan tidak 4 5.9
mengantuk
e. Menyediakan energi dan zat gizi, meningkatkan konsentrasi, 2 2.9
dan memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari
f. Memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari, tidak lemas, dan tidak 2 2.9
mengantuk
81
No Indikator n %
g. Menjaga kesehatan, daya tahan tubuh dan tidak lemas 10 14.7
h. Menjaga kesehatan, mencegah kegemukan dan tidak lemas 1 1.5
i. Menjaga kesehatan, terasa kenyang dan tidak lemas 3 4.4
j. Menjaga kesehatan, mencegah sakit dan tidak lemas 10 14.7
k. Menjaga kesehatan, tidak lemas, dan meningkatkan 6 8.8
konsentrasi belajar
l. Menjaga daya tahan tubuh, mencegah sakit, dan 5 7.4
meningkatkan konsentrasi belajar
m. Meningkatkan konsentrasi belajar, mengontrol jajan di pagi 2 2.9
hari, dan tidak lemas
n. Tidak kelaparan, tidak mengganggu aktivitas, dan lebih 5 7.4
berstamina/bersemangat
o. Tidak mengantuk, tidak lemas, dan mencegah sakit 2 2.9
18. Pada saat tertentu responden pernah tidak sarapan
Ya 68 100
Tidak 0 0.0
19. Alasan responden tidak sarapan
a. Terlalu banyak menghabiskan waktu sehingga takut terlambat 3 4.4
b. Kesiangan / bangun telat 23 33.8
c. Tidak sempat/ tidak ada waktu sarapan/ terburu-buru 23 33.8
d. Malas 8 11.8
e. Tidak ada yang menyediakan sarapan/ makanan tidak 3 4.4
tersedia
f. Tidak merasa lapar dan nafsu makan 5 7.4
g. Sarapan justru menyebabkan kondisi tertentu (Ingin buang air 1 1.5
besar, mual, sakit perut)
h. Tidak terbiasa sarapan 2 2.9
20. Tiga dampak yang ditimbulkan ketika responden tidak
sarapan
a. Nyeri lambung/maag, mudah mengantuk, dan lemas 3 4.4
b. Nyeri lambung/maag, pusing, dan lemas 13 19.1
c. Nyeri lambung/maag, sulit mengerti/menerima pelajaran, dan 14 20.6
lemas
d. Nyeri lambung/maag, aktivitas terganggu, dan lemas 2 2.9
e. Nyeri lambung/maag, kelaparan, dan lemas 6 8.8
f. Nyeri lambung/maag, pingsan, dan pusing 2 2.9
g. Kelaparan, lemas, dan sulit mengerti/menerima pelajaran 6 8.8
h. Kelaparan, lemas, dan keringat dingin 3 4.4
i. Kelaparan, lemas, dan pusing 3 4.4
j. Kelaparan/tidak nyaman, lemas, dan mudah mengantuk 5 7.4
k. Lemas, pusing, dan pingsan 2 2.9
l. Lemas, pusing, dan sulit mengerti/menerima pelajaran 5 7.4
m. Lemas, mudah lupa, dan sulit mengerti/menerima pelajaran 1 1.5
n. Pusing, pingsan, dan sulit mengerti/menerima pelajaran 1 1.5
o. Tidak merasakan apapun 2 2.9
82
No Indikator n %
21. Tiga hal yang dirasakan setelah responden sarapan
a. Aktif, tidak merasa nyeri lambung/maag, dan tidak lemas 7 10.3
b. Aktif, tidak mudah mengantuk dan segar 4 5.9
c. Aktif, mudah mengerti / menerima pelajaran, dan aktivitas 6 8.8
lancar
d. Segar, semangat, dan berstamina lebih baik 4 5.9
e. Tidak merasa nyeri lambung/maag, mudah mengerti / 9 13.2
menerima pelajaran, dan tidak lemas/semangat
f. Tidak merasa nyeri lambung/maag, tidak mudah mengantuk, 5 7.4
dan tidak lemas/semangat
g. Tidak merasa nyeri lambung/maag, tidak merasa 2 2.9
lapar/kenyang, dan aktivitas lancar
h. Tidak merasa lapar/kenyang, tidak pusing, dan aktivitas lancar 4 5.9
i. Tidak merasa lapar/kenyang, tidak lemas/semangat, dan 6 8.8
mudah mengerti / menerima pelajaran
j. Tidak merasa lapar/kenyang, tidak lemas/semangat, dan tidak 1 1.5
mudah mengantuk
k. Tidak merasa lapar/kenyang, tidak lemas/semangat, dan tidak 2 2.9
merasa nyeri lambung/maag
l. Tidak merasa lapar/kenyang, tidak lemas/semangat, dan 10 14.7
segar/fit
m. Tidak mudah mengantuk, mudah mengerti / menerima 6 8.8
pelajaran, dan tidak lemas/semangat
n. Pusing, mual, dan sakit perut/ingin buang air besar 1 1.5
o. Mudah mengantuk, mual, dan sakit perut/ingin buang air besar 1 1.5
83
Keterangan :
Kode Menu Menu Sarapan
0 Tidak sarapan
1 Makanan Lengkap ( Nasi, Lauk, Sayur/ Buah, dan minuman)
2 Nasi + lauk pauk + sayur
3 Nasi + lauk pauk + minuman
4 Nasi + sayur + jajanan industry
5 Nasi + sayur + jajanan tradisional
6 Nasi + lauk pauk
7 Nasi + sayur
8 Nasi + lauk pauk + makanan sepinggan
9 Nasi + lauk pauk + makanan sepinggan + minuman
10 Nasi + lauk pauk + makanan sepinggan + jajanan tradisional
11 Nasi + lauk pauk + jajanan industri
12 Nasi + lauk pauk + jajanan tradisional
13 Makanan sepinggan
14 Makanan sepinggan + minuman
15 Makanan sepinggan + nasi
16 Makanan sepinggan + lauk pauk
17 Makanan sepinggan + buah
18 Makanan sepinggan + jajanan tradisional
19 Makanan sepinggan + jajanan industri
20 Makanan sepinggan + jajanan tradisional + minuman
21 Minuman (teh manis, teh gelas, teh kotak, frutang, kopi susu, susu)
22 Minuman + jajanan tradisional
23 Minuman + jajanan industri
24 Minuman + Jajanan tradisional + buah
25 Jajanan tradisional (kue- kue dan makanan ringan hasil olahan rumah tangga)
26 Jajanan industri (makanan ringan hasil industri)
85
Lampiran 5 Hasil Uji korelasi pengetahuan gizi, kebiasaan, kualitas sarapan, dan anemia
Variabel Hasil uji korelasi
Pengetahuan Gizi Pearson Correlation -0.134
Kualitas Sarapan p-value 0.275
N 68
Kebiasaan Sarapan Pearson Correlation 0.539
Kualitas Sarapan p-value 0.000**
N 68
Kualitas Sarapan Pearson Correlation -0.024
Status Anemia p-value 0.844
N 68
** Signifikan pada p-values (p<0.01) Sig. (2-tailed)
86