You are on page 1of 9

Vol. I, No.

2, Oktober 2011

BUDAYA MUTU DALAM


PELAYANAN PENDIDIKAN
Muhammad Basri
Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar 90221
Telp. 0411 – 866972 ext. 102 Fax. 0411 – 865588

ABSTRACT

Educational services in schools is part of the community and the public school. Service quality is
a product and or services in accordance with established quality standards and customer satisfaction.
Quality in education include the quality of input, process, output, and outcome. Input-grade education
when it is ready to proceed otherwise. The process of quality education to create an atmosphere
where learning is active, innovative, creative, effective, dan fun. Output otherwise qualified if the
learning outcomes of academic and non academic students achieving at least equal to the minimum
completeness criteria specified. Outcome graduates expressed significantly faster when absorbed in
the world of work, fair wages, all parties acknowledge and satisfied with the intelligence, skill,
personality. Government's efforts to service and quality of education is the use of School-Based
Management (SBM) is accompanied by the determination of output criteria, processes, and
educational input at school. Expected Output school student achievement / school both academic
and non academic generated meets the specified criteria. (2) process, ie, among others: the
effectiveness of teaching and learning process, schools have the teamwork of a compact, intelligent
and dynamic, the school has the authority (autonomy), school evaluation and continuous
improvement, (3) input, ie, among other : the school has: policies, goals, and quality objectives are
clear, available resources, feasible, and highly dedicated.

Keywords: Education Services, The Quality of Education

Pelayanan pendidikan di sekolah adalah bagian dari masyarakat dan sekolah umum. Kualitas layanan
adalah produk dan atau jasa sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan dan kepuasan pelanggan.
Kualitas dalam pendidikan termasuk kualitas input, proses, output, dan hasil. Input-kelas pendidikan
bila sudah siap untuk melanjutkan sebaliknya. Proses pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan
suasana di mana pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan Dan. Keluaran dinyatakan
memenuhi syarat jika hasil belajar siswa akademik dan non akademik mencapai paling tidak sama
dengan kriteria kelengkapan minimal yang ditetapkan. Lulusan Hasil mengungkapkan secara signifikan
lebih cepat ketika diserap di dunia kerja, upah yang adil, semua pihak mengakui dan puas dengan,
keterampilan kepribadian kecerdasan,. Upaya Pemerintah untuk pelayanan dan kualitas pendidikan
adalah penggunaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) disertai dengan penentuan kriteria output,
proses, dan input pendidikan di sekolah. Keluaran sekolah diharapkan prestasi siswa / sekolah dihasilkan
akademik baik akademis dan non memenuhi kriteria yang ditentukan. (2) proses, yaitu, antara lain:
efektivitas proses belajar mengajar, sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis,
sekolah memiliki kewenangan (otonomi), evaluasi sekolah dan perbaikan terus-menerus, (3) input,
yaitu, antara lain: sekolah memiliki: kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, sumber daya yang
tersedia, layak, dan berdedikasi tinggi.

Kata kunci: Pendidikan Layanan, Kualitas Pendidikan

110
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

A. LATAR BELAKANG 90 persen dari jumlah guru SMP/MTs yang


diperlukan terpenuhi, (f) 90 persen memiliki
Pelayanan dasar atau pelayanan minimun kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang
menurut jenisnya adalah: (1) pelayanan ditetapkan secara nasional, (g) 100 persen
kewargaan, (2) pelayanan kesehatan, (3) siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap
pelayanan pendidikan, dan (4) pelayanan setiap mata pelajaran, (h) jumlah siswa SMP/
ekonomi. Dalam bidang pendidikan, upaya MTs per kelas antara 30-40 siswa, (i) 90 per-
pemerintah dalam rangka terciptanya pela- sen dari siswa yang mengikuti ujian sampel
yanan pendidikan yang baik diwujudkan mutu pendidikan standar nasional mencapai
dalam aturan hukum antara lain: (1) Undang- “nilai memuaskan” dalam mata pelajaran Baha-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem sa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA,
Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat 1 menyata- dan IPS di kelas I dan II, (j) 70 persen dari
kan pengelolaan satuan pendidikan anak usia lulusan SMP/MTs melanjutkan ke Sekolah
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan Menengah Kejuruan (Diknas, 2005:10).
menengah dilaksanakan berdasarkan standar Di beberapa negara, upaya pelayanan
pelayanan minimal dengan prinsip Manaje- pendidikan diwujudkan dengan penetapan
men Berbasis Sekolah/Madrasah; (2) Undang- batasan wajib belajar terhadap warganya.
undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Bersumber dari Unesco Statistical Yearbook,
Nasional tahun 2000-2004 pada Bab VII RRC menetapkan umur 7-15 tahun, Korea
tentang Bagian Program Pembangunan Selatan sama dengan Jepang masing-masing
Bidang Pendidikan, khususnya sasaran ketiga 6-15 tahun, dan Amerika Serikat 6-16 tahun,
yaitu terwujudnya manajemen pendidikan dan Indonesia wajib belajar warganya umur
yang berbasis pada sekolah dan masyarakat 7-15 tahun (Wijaya, 1999:4).
(school/community based management); (3) The Worldalmanac and Book of Fact 2000
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. melaporkan hasil pelayanan pendidikan
44 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan berdasarkan persentase penduduk yang
Pendidikan dan Komite Sekolah, (4) Kepmen- mampu baca tulis pada beberapa negara-
diknas No.087 tahun 2004 tentang Standar negara: Indonesia mencapai angka 84 persen,
Akreditasi Sekolah, (5) Peraturan Pemerintah RRC 82 persen, Korea Selatan 98 persen,
No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Jepang 100 persen, dan Amerika Serikat 97
Pendidikan (Diknas, 2007:3-4), (6) Kepmen- persen (Wijaya,1999:4). Muhtifah (tanpa
diknas No.129a/U/2004 tentang Standar tahun) mengemukakan bahwa hasil pelaya-
Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Bab 1 nan pendidikan Human Development Index
pasal 1 menyatakan bahwa Standar Pelayanan (Indeks Pengembangan Manusia), prestasi
Minimal (SPM) bidang pendidikan adalah tolok siswa anak Indonesia hanya mampu mengua-
ukur kinerja pelayanan pendidikan yang sai 30 persen dari materi bacaan dan sulit
diselenggarakan oleh Daerah. sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian
Pasal 3 ayat 2 menyatakan: Standar yang memerlukan penalaran. Studi Interna-
Pelayanan Minimal (SPM) Sekolah Menengah tional Association of Educational Achievement,
Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) tahun 1992 menyatakan bahwa keterampilan
terdiri atas: (a) 90 persen anak dalam kelom- membaca siswa kelas IV SD di Indonesia hanya
pok usia 13-15 tahun bersekolah di SMP/MTs, 51,7, sementara siswa SD di Hongkong
(b) anak putus sekolah (APS) tidak melebihi mencapai 75,5, Singapura; 74,0, Thailand;
satu persen dari jumlah siswa yang berseko- 65,1, dan Filipina 52,6.
lah, (c) 90 persen sekolah memiliki sarana dan The Third International Mathematic and
prasarana minimal sesuai dengan standar Science Study-Repeat-TIMSS-R, tahun 1999
teknis yang ditetapkan secara nasional, (d) 80 menemukan prestasi siswa SLTP kelas 2 di
persen sekolah memiliki tenaga kependidikan Indonesia diantara 38 negara peserta, Indo-
non guru untuk melaksanakan tugas adminis- nesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA dan
trasi dan kegiatan non mengajar lainnya, (e) ke-34 untuk Matematika. Balitbang tahun

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
111
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

2003 menunjukkan data ubahwa dari 146.052 adalah produk dan atau jasa yang sesuai
SD di Indonesia ternyata hanya ada delapan dengan standar mutu yang telah ditetapkan
yang mendapat pengakuan dunia dalam dan memuaskan pelanggan. Mutu dibidang
kategori The Primary Years Program (PYP). pendidikan meliputi mutu input, proses, output,
Dari 20.918 SMP di Indonesia hanya ada dela- dan outcome. Input pendidikan dinyatakan
pan SMP yang mendapat pengakuan dunia bermutu jika siap berproses. Proses pendi-
dalam kategori The Middle Years Program dikan bermutu apabila mampu menciptakan
(MYP), dari 8.036 SMA hanya tujuh sekolah suasana yang PAKEMB (Pembelajaran yang
yang mendapat pengakuan dunia dalam Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, dan
kategori The Diploma Program (Basuki, 2010). Bermakna). Output dinyatakan bermutu jika
Salah satu yang diharapkan diterima oleh hasil belajar akademik dan non akademik
masyarakat dari sekolah adalah mutu pendi- siswa yang tinggi. Outcome dinyatakan
dikan yang baik sebagabukti hasil pelayanan. bermakna apabila lulusan cepat terserap di
Dalam hal tersebut, Jalal dan Supariadi dunia kerja, gaji wajar, semua pihak mengakui
(2001:88) menyatakan bahwa terdapat tiga kehebatan lulusan dan merasa puas.
aspek yang dapat memberikan jaminan mutu Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990:26)
pendidikan yaitu: kompetensi, akreditasi, dan menggunakan ukuran kualitas pelayanan
akuntabilitas. dengan: tangible, reliability, responsiveness,
assurence, dan empathy. Tangible, yaitu fasilitas
B. PELAYANAN PENDIDIKAN SEBAGAI fisik, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas
PELAYANAN PUBLIK komunikasi yang dimiliki oleh penyedia laya-
nan. Reliability atau reliabilitas adalah
Sinambela (2008:5) memberikan definisi kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan publik sebagai pemenuhan keingi- pelayanan yang dijanjikan secara akurat. Re-
nan dan kebutuhan masyarakat oleh penyele- sponsiveness atau resposivitas adalah kerelaan
nggara negara. Negara didirikan oleh publik untuk menolong pengguna layanan dan
(masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan,
Undang-undang RI No. 25 Tahun 2009 pasal kesopanan, dan kemampuan para petugas
1 ayat 1 berbunyi: pelayanan publik adalah penyedia layanan dalam memberikan keper-
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka cayaan kepada pengguna layanan. Empathy
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan adalah kemampuan memberikan perhatian
kebutuhan perundang-undangan bagi setiap kepada pengguna layanan secara individual.
warga negara dan penduduk atas barang, jasa Layanan pendidikan di sekolah sebagai
dan/atau pelayanan administratif yang disedia- sistem (Depdiknas, 2007:9) seperti dalam
kan oleh penyelenggara pelayanan publik. gambar 1.
Layanan pendidikan di sekolah sebagai Gambar 1.
layanan publik dinyatakan dalam pasal 5 ayat Sekolah sebagai Sistem (Dikutip dari Depdiknas, 2007:9)
2 UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan
publik yang selengkapnya berbunyi: ruang
lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat 2
meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan
dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan
informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jami-
nan sosial, energi, perbankan, perhubungan,
sumberdaya alam, pariwisata, dan sektor
strategis lainnya.
Tuntutan masyarakat adalah layanan yang
berkualitas atau layanan yang bermutu.
Usman, (2008:479) menyatakan bahwa mutu

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
112
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

Gambar 1 mengilustrasikan bahwa kinerja C. PELAYANAN PENDIDIKAN


sekolah dapat diukur dari dimensi-dimensi
kualitas, produktivitas, efetivitas, baik internal Di sekolah-sekolah sejak tahun 1999 telah
maupun eksternal. Kualitas adalah gambaran diujicobakan perbaikan manajemen yaitu
dan karakteristik menyeluruh dari barang perubahan dari manajemen dari berbasis
atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya pusat menuju manajemen berbasis sekolah
dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan (MBS). UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdik-
atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, nas, pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan
kualitas yang dimaksud meliputi input, proses, satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan
dan output. Khusus untuk kualitas output dasar, dan pendidikan menengah dilaksana-
sekolah dapat dikategorikan menjadi akademik kan berdasarkan standar pelayanan minimal
(misal: Nilai Ujian Nasional), dan non-akade- dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
mik (misal: olah raga dan kesenian). Kualitas Danim, S (2007:34) menyatakan bahwa
output sekolah dipengaruhi oleh tingkat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai
kesiapan input dan proses persekolahan. suatu proses kerja komunitas sekolah dengan
Produktivitas adalah perbandingan antara cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi,
output sekolah dibanding input sekolah. Baik akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas
output maupun input sekolah adalah dalam untuk mencapai tujuan pendidikan dan pe-
bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah, ngajaran yang bermutu. Depdiknas, (2007:11-
misalnya jumlah guru, modal sekolah, bahan, 12) mengemukakan pola baru manajemen
dan energi. Kuantitas output sekolah, misalnya pendidikan masa depan yang lebih bernuansa
jumlah siswa yang lulus sekolah setiap otonomi dan yang lebih demokratis, seperti
tahunnya. Contoh produktivitas misalnya, jika dalam tabel 1. Tabel 1 mengungkapkan bahwa
tahun ini sekolah lebih banyak meluluskan manajemen pola baru, memposisikan sekolah
siswanya dari pada tahun lalu dengan input sebagai suatu lembaga yang otonom, fleksibel,
yang sama (jumlah guru, fasilitas, dsb.), maka dan partisipatif.
dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah Pelayanan pendidikan di era desentralistik
tersebut lebih produktif dari pada tahun dan otonomi pendidikan Jalal dan Supriadi
sebelumnya. (2001:76) menyatakan bahwa dua istilah yang
Efektivitas adalah ukuran yang menya- sering dipertukarkan pemakaiannya yaitu
takan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, desentralisasi dan otonomi. Desentralisasi
dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk berangkat dari otoritas pusat yang diserahkan
persamaan, sama dengan hasil nyata dibagi ke daerah, sedangkan otonomi berangkat dari
hasil yang diharapkan. Misalnya, NUN pengakuan atas otoritas daerah.
idealnya 60, namun NUN yang diperoleh siswa
Tabel 1.
hanya 45, maka efektivitasnya adalah Dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pendidikan
45:60=75 persen.
Efesiensi dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu efesiensi internal dan efesiensi
eksternal. Efesiensi internal menunjuk kepada
hubungan antara output sekolah (pencapaian
prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang
digunakan untuk memproses/menghasilkan
output sekolah.
Efesiensi eksternal adalah hubungan
antara biaya yang digunakan untuk mengha-
silkan tamatan dan keuntungan kumulatif
(individual, sosial, ekonomik, dan non-
ekonomik) yang diperoleh setelah pada kurun
Dikutip dari Manajemen Berbasis Sekolah
waktu yang lama di luar sekolah. (Depdiknas, 2005:7).

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
113
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

Masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dalam era desentralistik yang lebih ‘pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
menarik adalah kesimpulan bersama antara dilaksanakan berdasarkan pelayanan minimal
Regional Education Development and Improve- dengan prinsip menajemen berbasis sekolah’.
ment Project melalui laporan pertama tahun Depdiknas (2007:6-10) menyatakan beberapa
1999, Japan International Cooperation Agency tantangan yang harus ditangani oleh pemerin-
(JICA), Badan Penelitian dan Pengembangan tah dan masyarakat terhadap pelayanan pendi-
(BALITBANG) Depdiknas, International Devel- dikan, terutama pada tiga bidang yaitu: (1) di
opment Center of Japan (IDCJ) menyatakan ada bidang akses (kesempatan memperoleh pen-
delapan masalah yang menjadi tugas Depdik- didikan); (2) bidang mutu, relevansi, dan daya
nas, yaitu: (1) demokratisasi pendidikan; saing pendidikan meliputi: mutu sebagian
kesempatan yang sama dalam mengakses sekolah masih rendah, prestasi non akademik
pendidikan masih belum sepenuhnya terca- masih belum memuaskan, angka mengulang
pai, (2) rendahnya relevansi pendidikan, (3) kelas masih cukup tinggi, proses pembelaja-
rendahnya akuntabilitas, (4) rendahnya pro- ran masih kurang optimal, dan fasilitas
fesionalisme dalam praktik pendidikan dan pembelajaran belum memadai; (3) bidang tata
manajemen, (5) kurang efesien dan efektivitas kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik
dalam alokasi anggaran dan manajemen, (6) kelemahan-kelemahannya meliputi: koor-
adanya keseragaman, (7) desentralisasi dinasi dan sinkronisasi program masih belum
manajemen pendidikan belum tercapai, dan berjalan dengan baik, kualitas pelaksanaan
(8) debirokratisasi manajemen pendidikan program belum optimal, pelaksanaan moni-
belum terlaksana (Syafaruddin, 2010:5-6). toring dan evaluasi belum optimal, prinsip-
Chapman (1990:18) menyatakan bahwa prinsip pengelolaan pendidikan yang ber-
implikasi dalam desentralisasi pendidikan pihak pada rakyat belum dilaksanakan secara
adalah: (1) desentralisasi melahirkan banyak optimal, manajemen dan informasi yang
inisiatif berkenaan dengan respon pemerintah lemah, masih banyak sekolah, Kabupaten/Kota,
terhadap kompleksitas masalah pendidikan, dan Provinsi, yang belum memiliki Renstra
(2) meningkatnya minat terhadap perubahan pengembangan pendidikan, kapasitas Dinas
kurikulum nasional dengan mengajukan Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
standar. Daerah harus memberikan kontribusi kurang memadai, dan implementasi Manaje-
terhadap perbaikan kurikulum dalam rangka men Berbasis Sekolah (MBS) belum memadai.
perbaikan bangsa, (3) dorongan untuk melak- Sekadar perbandingan upaya pelayanan
sanakan persamaan atau pemerataan dalam pendidikan di beberapa Negara, misalnya
pendidikan dengan berbagai kemudahan Amerika, Jerman, Austria, Singapura, Jepang,
mengakses sekolah bagi semua anak, atau Malaysia, dan Australia, Srirahmadhena (2010)
sekolah untuk semua, (4) berusaha mewu- menyatakan bahwa Amerika Serikat telah ber-
judkan efektivitas sekolah dan peningkatan hasil menyediakan pendidikan gratis selama
mutu sekolah menjadi idealisme desentralisasi 12 tahun dan biaya pendidikan relatif murah
pendidikan, (5) peningkatan otonomi bagi pada tingkat perguruan tinggi. Satriawan
guru dalam memperkecil kontrol birokrasi (2008) menyatakan bahwa Jerman dan Aus-
pendidikan sehingga profesi kependidikan tria mendanai seluruh sistem pendidikannya
semakin meningkat kualitasnya, (6) pening- sampai di perguruan tinggi. Di Jerman wajib
katan minat dan perhatian daerah terhadap belajar 9-10 tahun, dengan sistem pendidikan-
pelaksanaan dan pandangan mutu pendi- nya terkenal sebagai yang terbaik di dunia.
dikan, (7) mendorong organisasi sekolah yang Di Jepang anak usia sekolah, 99 persen
unggul, otonomi sampai ke sekolah, memba- terdaftar di sekolah, siswa yang telah menyele-
ngun tim kerja dan akuntabilitas. saikan studinya di SD dapat langsung ke SMP
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 karena SD-SMP termasuk kelompok ‘gimuk-
tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai- youiku’ atau Compulsory Education atau program
mana pasal 51 ayat (1) yang menyatakan wajib belajar dengan menggratiskan (Adeluna,

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
114
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

tanpa tahun). Fanany (2007) menyatakan bah- bahwa tepat untuk dipakai, ditentukan oleh
wa wajib sekolah di Australia hingga 10 tahun. pemakai bukan oleh pemberi layanan. Dasar
Orang tua siswa dapat dipenjara kalau anak- misi mutu sebuah sekolah adalah mengem-
nya tidak disekolahkan. Sistem pendidikan di bangkan program dan layanan yang memenuhi
Australia tidak diatur secara sentral dari kebutuhan pengguna, seperti siswa dan
pusat, tetapi desentralisasi dan sangat otonom. masyarakat. Pandangan Juran tentang mutu
adalah: (1) meraih mutu merupakan proses
D. BUDAYA MUTU yang tidak mengenal akhir, (2) perbaikan
mutu merupakan proses berkesinambungan,
Salusu (2008:454-455) menyatakan bukan program sekali jalan, (3) mutu memer-
bahwa terdapat beberapa istilah yang diguna- lukan kepemimpinan dari anggota dewan
kan berkaitan dengan mutu, khususnya jika sekolah dan administrator, (4) pelatihan mas-
berkaitan dengan manajemen, diantaranya sal merupakan prasyarat.
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Upaya pemerintah terhadap mutu
Quality Management (TQM) yang juga dikenal pendidikan di sekolah diantaranya penetapan
dengan istilah Total Quality Control atau Pengen- kriteria output, proses, dan input pendidikan
dalian Mutu Terpadu. Salusu menjelaskan di sekolah dalam menggunakan MBS. Secara
bahwa MMT adalah salah satu konsep mana- garis besarnya kriteria MBS tersebut meliputi:
jemen yang mula-mula dikembangkan oleh W. (1) output; output sekolah yang diharapkan
Edwards Deming, seorang ahli fisika Amerika adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh
yang kemudian, dikenal sebagai bapak proses pembelajaran dan manajemen sekolah.
manajemen kualitas. Output sekolah diklasifikasikan menjadi dua
Etwar (2011) mengemukakan 5 definisi yaitu prestasi akademik (academic achieve-
mutu menurut tokohnya masing-masing: (1) ment) dan prestasi non-akademik (non-aca-
Philip B. Crosby, mutu adalah kesesuaian demic achievement), (2) proses; karakteristik
terhadap persyaratan atau keunggulan yang proses adalah: (a) proses belajar mengajar
dipublikasikannya, seperti jam tahan air, yang efektivitasnya tinggi, (b) kepemimpinan
sepatu yang awet, atau dokter yang ahli. sekolah yang kuat, (c) lingkungan sekolah
Pendekannya adalah top-down; (2) W. Edwards yang aman dan tertib; (d) pengelolaan tenaga
Deming, mutu berarti pemecahan masalah kependidikan yang efektif, (e) sekolah memi-
untuk mencapai penyempurnaan terus- liki budaya mutu, (f) sekolah memiliki team-
menerus, seperti penerapan ‘Kaizen’ di Toyota work yang kompak, cerdas, dan dinamis, (g)
dan ‘gugus kendali mutu’ pada Telkom. sekolah memiliki kewenangan (kemandirian),
Pendekatannya adalah bottom-up. Deming (h) partisipasi yang tinggi dari warga sekolah
juga tokoh yang menelurkan prinsip Total dan masyarakat, (i) sekolah memiliki keterbu-
Quality Management yang dipakai di seluruh kaan (transparansi) manajemen, (j) sekolah
dunia hingga sekarang; (3) Joseph M. Juran, memiliki kemauan untuk berubah (psikologis
mutu adalah kesesuaian dengan penggunaan, dan pisik), (k) sekolah melakukan evaluasi dan
seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga perbaikan secara berkelanjutan, (l) sekolah
atau sepatu kulit yang dirancang untuk ke responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan,
kantor atau ke pesta. Orientasi Juran adalah (m) memiliki komunikasi yang baik, (n) sekolah
penentuan harapan pelanggan; (4) Ishikawa, memiliki akuntabilitas, (o) manajemen lingku-
mutu berarti kepuasan pelanggan; (5) ISO ngan hidup sekolah bagus, (p) sekolah memi-
9000:2000, mutu adalah derajat/tingkat liki kemampuan menjaga sustaina-bilitas, (3)
karakteristik yang melekat pada produk yang input; input pendidikan karakteristiknya adalah:
mencukupi persyaratan atau keinginan. (a) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran
Arcaro (2007:8-10) menyatakan bahwa mutu yang jelas, (b) sumberdaya tersedia dan
Joseph M. Juran juga diakui sebagai salah siap, (c) staf yang kompeten dan berdedikasi
seorang bapak mutu. Juran menyebut mutu tinggi, (d) memiliki harapan prestasi yang
sebagai tepat untuk pakai, dan menurutnya tinggi, (e) fokus pada pelanggan (khususnya

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
115
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

siswa), dan (f) input manajemen, misalnya DAFTAR PUSTAKA


perincian tugas yang jelas (Depdiknas, 2008).
Adeluna. Tanpa tahun. Pendidikan di Jepang
E. PENUTUP (Online), (http://japanlunatic.do.am/
index/pendidikan_di_jepang/0-926),
Kualitas pelayanan pendidikan di sekolah Diakses (9 Februari 2011)
adalah sejauhmana sekolah dapat menunjukkan
ketersediaan, kelengkapan, kelayakan sarana Arcaro, J.S. 2010. Pendidikan Berbasis Mutu :
dan prasarana sekolah, tenaga pendidik dan te- Prinsip-prinsip dan Tata Langkah
naga kependidikan, reliabilitas tenaga pendidik, Penerapan. Terjemahan Yosal Iriantara.
responsivitas tenaga pendidikan dalam melak- Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
sanakan pelayanan, kepastian dalam pelaya-
nan, dan sikap empati dalam pelayanan pendi- Basuki, M. 2010. Mengurai Masalah Pendidi-
dikan di sekolah. Pelayanan pendidikan dengan kan di Indonesia. (Online), (http://
manajeman pola baru sejatinya senantiasa b e r i ta s o r e . c o m / 2 0 1 0 / 0 5 / 2 5 /
memiliki harapan prestasi siswa baik akademik mengurai-masalah-pendidikan-di-In-
maupun non akademik (olahraga, seni, kepra- donesia) Diakses (30 September 2010)
mukaan, keagamaan) dan prestasi sekolah
yang dapat meningkatkan kepercayaan Chapman, J.D. 1990. School-Based-Decision
masyarakat terhadap sekolah. Sekolah harus Making and Management. New York:
lebih awal untuk memikirkan penerapan ISO The Falmers Press.
(International Standar Organizations) sebagai
antasipasi menghadapi tantangan global Danim, S. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah
bidang pendidikan masa yang akan datang. dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akade-
Harapan masyarakat dari sekolah diantaranya mik. Jakarta: Bumi Aksara.
adalah mutu pendidikan yang baik sebagai ha-
sil pelayanan yang baik, ditandai dengan mini- Depdiknas Direktorat Pendidikan Lanjutan
mal tiga aspek jaminan mutu pendidikan yaitu, Pertama Dirjen Dikdasmen. 2005.
kompetensi, akreditasi, dan akuntabilitas. Pedoman Pendayagunaan Konsultan
Untuk mencapai mutu pendidikan di seko- dalam Pembinaan SMP di Seluruh In-
lah, salah satu pilihannya adalah mengacu pada donesia. Jakarta. Dirjen Manajemen
penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) Dikdasmen Depdiknas.
atau juga dikenal dengan Total Quality Mana-
gement (TQM) dengan implementasi nyatanya ———————.2007. Manajemen Berbasis
disekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Dir. PSMP Dirjen
Sekolah (MBS). MBS menuntut ketersediaan Manajemen Dikdasmen Depdiknas.
dan kesiapan sumber daya manusia (tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan) sumber- ———————.2008. Informasi Program
daya lainnya (uang, peralatan, perlengkapan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
bahan, dsb.), kemampuan, kemauan, kerelaan, Pertama. Jakarta: Dirjen Manajemen
dan dedikasi yang tinggi. Karakteristik sekolah Pendidikan Dasar dan Menengah.
bermutu dengan penerapan MBS diantara-
nya: (1) fokus pada kostumer yaitu masya- Etwar, Emin. 2011. Tokoh-tokoh Mutu Layanan.
rakat/murid, (2) keterlibatan menyeluruh (Online),(http//eminetwar.blogspot.com/
warga sekolah dalam tugas, (3) pengukuran 2011/04/tokoh-tokoh-mutu-layanan.
yang berkesinambungan dan menyeluruh, (4) html, diakses (16 April 2011)
komitmen terhadap tugas sebagai pengabdian,
(5) perbaikan berkelanjutan yang terstandar. Salusu, J. 2008. Pengambilan Keputusan
Standar yang diharapkan adalah International Startegik untuk Organisasi Publik dan
Standardization for Organization (ISO). Organisasi Nonprofit. Jakarta: Grasindo.

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
116
Vol. I, No. 2, Oktober 2011

Satriawan, Mirza. 2008. Sistem Pendidikan Syafie, Inu Kencana., Jamaluddin Tanjung.,
dalam Ideologi Sekuler-Kapitalisme: Supar dan Modeong. 1999. Ilmu Admi-
Studi kasus Sistem Pendidikan nistrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Amerika. (Online), (http://taukhid.
wordpress.com/2008/08/22/sistem- Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. 2003.
pendidikan-dalam-ideologi-sekuler- Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
kapitalisme-studi-kasus-sistem-
pendidikan-amerika/) Diakses (9 Undang-Undang No. 25Tahun 2009. Pelaya-
Februari 2011) nan Publik. Jakarta: AM Asa Mandiri.

Sinambela, P.L. 2008. Reformasi Pelayanan Usman, H. 2008. Manajemen Teori Praktik &
Publik: Teori, Kebijakan dan Imple- Riset Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta:
mentasi. Jakarta: Bumi Aksara. Bumi Aksaara.

Sriramadhena. 2010. Pendidikan di Amerika Wijaya, I. E. 2010. “Studi Komparatif Pendi-


Serikat. (Online), (http://srirahmadhena. dikan di Kawasan Asia: RRC, Korea
wor dpr e s s . c o m / 2 0 1 0 / 0 9 / 2 9 / Selatan dan Jepang”. Educare: Jurnal
pendidikan-di-amerika-serikat/) Pendidikan dan Budaya. (hal. 4-18)
Diakses (9 Februari 2011)
Zeithaml, V.A., A. Parasuraman & Leonard L.
Syafaruddin. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: Berry. 1990. Delivering Quality Service:
Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan Balancing Custumer Perception and
dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Expectations. New York: The Free
Quantum Teaching. Press, MacMilan Inc.

*********

Budaya Mutu Dalam Pelayanan


Pendidikan Dasar - Muhammad Basri
117

You might also like