You are on page 1of 16

ATTHULAB:

Islamic Religion Teaching & Learning Journal


Volume.7 Nomor.1 Tahun 2022
http://journal.uinsgd.ac.id./index.php/atthulab/

Tafsir Al- Qur’an tentang manusia sebagai pelaku Pendidikan


(insan akademik)berkaitan dengan kedudukan dan tugas nya

Cika Nur Inayah1), Daffa Alif Firmansyah2) dan Fani Rahmasari3)


(Book Antiqua, 12 pt, Bold, Centered)
1)
UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
Jalan Cimencrang,Cimencrang, Kec. Gedebage, KotaBandung,Indonesia,
40614
Email: cikanurinayah@gmail.com
2)
UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
Jalan Cimencrang,Cimencrang, Kec. Gedebage, KotaBandung,Indonesia,
40614
Email: daffaaliffirmansyah8@gmail.com
3) UIN Sunan Gunung Djati Bandung,

Jalan Cimencrang,Cimencrang, Kec. Gedebage, KotaBandung,Indonesia,


40614
Email: rahmasarifani07@gmail.com
Abstract: Understanding the meaning of Islamic education in the Koran means having to analyze
pedagogically a major aspect of the Koran as a guide for Muslims which has educational implications
that can guide and direct humans to become believers, Muslims, Muhsin, and muttakin. according to the
purpose of human creation itself through a step-by-step process. As a source of guidance for Muslims, the
Qur’an contains and carries values that civilize humans. Nearly two-thirds of the verses of the Qur'an
contain educational motivations for mankind. If we look closely at how God educates this world, it will
appear that Allah as the Most Educator (al-murabbi ala’dham) with His nature and iradat has modelled a
supersystem. The purpose of this study is to determine the pedagogical implications contained in the letter
Adz-Dzariat 56 and Al-Baqarah verse 30. This research is a library research (library research). Where
the data is obtained from library sources in the form of books related to the subject of research, the research
data is collected using the documentation method. Literature review is carried out to explore concepts,
theories, data from various existing literature sources and then used as a framework in seeing and
assessing the objective conditions of various problems that occur in the field. The Qur’anic concept
of human beings as the goal of Islamic education illustrates how Islamic ideology also adds to planning
in preparation for life in this world and in the hereafter. Islamic education seeks to implement the
principles of the Qur'an or in the sense of preparation for life in the hereafter without forgetting life in the
world. The analysis of this third point, however, has led to another necessity that must be carried out
in an effort to achieve humanitarian goals, namely the orientation of Islamic education.

Keywords: Men, education, position, duty

Abstrak: Memahami makna pendidikan di dalam al-Qur’an berarti harus menganalisis secara pedagogis
suatu aspek utama dari al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat Islam mengandung implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin,
muslim, muhsin, dan Muttakin yang sesuai dengan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri
melalui proses tahap demi tahap. Sebagai sumber pedoman bagi umat Islam, al-Qur’an mengandung

1
dan membawakan Nilai-nilai yang membudayakan manusia. Hampir dua pertiga ayat- ayat al-Qur’an
mengandung motivasi Pendidikan bagi umat manusia. Bila dicermati secara mendalam bagaimana Tuhan
mendidik alam ini, akan tampak bahwa Allah sebagai Yang Maha Pendidik (al-murabbi ala‟dham) dengan
kodrat dan iradat-Nya telah mempolakan suatu suprasistem. Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk
mengetahui manusia sebagai pelaku Pendidikan (insan akademik)berkaitan dengan kedudukan dan tugas
nya yang terdapat dalam surat Adz-Dzariat 56 dan Al-Baqarah ayat 30. Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (library research). Dimana datanya diperoleh dari sumber kepustakaan
berupa buku-buku yang berkaitan dengan pokok penelitian, maka data penelitian dikumpulkan dengan
metode dokumentasi. Kajian pustaka dilakukan untuk menggali konsep-konsep, teori, data-data dari
berbagai sumber literature yang ada dan kemudian dipergunakan sebagai kerangka dalam melihat
dan menilai terhadap kondisi obyektif berbagai persoalan yang terjadi dilapangan. Konsep al-Qur’an
tentang manusia sebagai tujuan pendidikan memberikan gambaran bagaimana ideologi Islam juga
menambah pada perencanaan dalam persiapan bagi kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Pendidikan berupaya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip al-Qur’an atau dalam arti preparasi
bagi hidup di akhirat dengan tidak melupakan kehidupan di dunia. Analisis poin ketiga ini,
bagaimanapun telah mengantarkan pada kemestian.
Kata Kunci: Manusia, Pendidikan, Kedudukan, Tugas
DOI: https://doi.org/10.15575/ath.xxx.xxx
Received: mm, yyyy. Accepted: mm, yyyy. Published: mm, yyyy.
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu berkah yang amat besar yang diberikan
Allah SWT kepada manusia dan hanya manusialah yang ditakdirkan untuk
mendapatkan Pendidikan. Tugasnya sebagai khalifah di bumi Allah
membekali manusia dengan akal kemudian memberi manusia pengetahuan
dan moral untuk budi pekerti atau sikap. Oleh karena itu, pada prinsipnya
konsepsi-konsepsi tentang tujuan pendidikan Islam selalu berlandaskan pada
Al- Qur’an dan Al-Hadist. Meskipun terkadang para ahli dalam
merumuskan konsep pendidikan Islam memunculkan pendapat para tokoh
pendidikan Islam yang otoritatif dan juga tokoh pemikiran barat, akan tetapi
mereka tetap berorientasi pada tawaran Al-Qur’an dan Hadits.
Pendidikan dengan berbagai permasalahannya saat ini tidak pernah
kering untuk dikaji, apalagi krisis moral di era modern saat ini sudah mencapai
tahap akut, sehingga pendidikan seharusnya menjadi solusi bijak dalam
mengatasi berbagai permasalahan manusia. Namun dari sekian banyak
masalah yang menjadi fokus kajian Al-Qur’an salah satunya adalah masalah
pendidikan. Masalah-masalah pendidikan pada zaman sekarang ini yaitu
diantara-Nya tujuan pendidikan yang belum menitikberatkan pada
pembentukan manusia yang mengabdi sepenuhnya kepada Allah
sebagaimana tujuan penciptaan manusia, metode penyampaian materi yang
sering kali tidak relevan dan tidak menyentuh hati para peserta didik, dan
belum banyak orang yang memahami bahwa pembelajaran itu adalah proses
yang berlangsung sepanjang hayat.
Muhammad Qurais Shihab menyatakan bahwa pencapaian akhir dari
pendidiikan adalah terbentuknya insan yang seimbang antara lahir dan batin
dalam menjalankan perannya sebagai khalifah.
Berdasarkan dari uraian keterangan diatas, Pendidikan merupakan
suatu usaha kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-
tingkatan. Setela uasaha atau kegiatan itu selesai maka diharapkan adanya
tujuan yang tercapai, Karena hal tersebut bertahap dan bertingkat maka tujuan
pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia
merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan
seluruh aspek kehidupannya. Hasil penelitian ini yaitu: Konsep tujuan
Pendidikan Islam yang terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 30 adalah
membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya, guna membangun
dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah Swt, dan konsep
tujuan pendidikan Islam dalam QS Ad-Dzariyat ayat 56 adalah membentuk
manusia yang taat dan patuh, khususnya kepada sang Pencipta. Karena ciri
orang terdidik adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap norma dan aturan
yang berlaku.

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 3


B. Hasil Peneltian dan Pembahasan
1. Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Pokok Pembahasan
Tugas hidup manusia yang merupakan amanah dari Allah itu pada
intinya ada dua macam, yaitu : ’Abdullah (menyembah atau mengabdi kepada
Allah), dan Khalifah Allah, yang keduanya harus dilakukan dengan penuh
tanggung jawab (Halik, 2016).
a. Tugas manusia sebagai ’Abdullah (hamba Allah)
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan realisasi dari
mengemban amanah dalam arti: memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari
Allah yang harus dipatuhi, kalimah La ilaaha illa Allah atau kalimat tauhid, dan
atau ma’rifah kepadanya. Sedangkan Khalifah Allah merupakan realisasi dari
mengemban amanah dalam arti: memelihara, memanfaatkan, atau
mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial
(termasuk Indera, akal dan qalbu) atau potensi-potensi dasar manusia, guna
menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup (Masdudi, 2014).
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah bisa dipahami dari firman Allah dalam
Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56:
َ ‫اْل ْن‬
‫س ا َِّْل لِيَ ْعبُد ُْو ِن‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َو‬
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.( Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56)
Mengapa manusia bertugas sebagai ‘Abdullah? Untuk menjawab
masalah ini bisa dikaitkan dengan proses kejadian manusia yang telah
dikemukakan terdahulu. Dari uraian terdahulu dapat dipahami bahwa pada
dasarnya manusia terdiri atas dua substansi, yaitu jasad/materi dan
roh/immateri (Daulay, 2016). Jasad manusia berasal dari alam materi (saripati
yang berasal dari tanah), sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-
aturan atau hukum Allah yang berlaku di alam materi (Sunatullah) (Munawar,
2015a). Jasad manusia berasal dari alam materi (saripati yang berasal dari tanah),
sehingga eksistensinya mesti tunduk kepada aturan-aturan atau hukum Allah
yang berlaku di alam materi (Sunatullah) (Karman, 2018). Sedangkan roh-roh
manusia, sejak berada di alam arwah, sudah mengambil kesaksian di hadapan
Tuhannya, bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhannya dan bersedia
tunduk dan patuh kepadanya sebagaimana firman Allah Swt :
َ ‫س ِه ْۚ ْم اَلَسْتُ بِ َربِكُ ْۗ ْم قَال ُ ْوا ب َٰل ۛى‬
‫ش ِه ْدنَا ۛا َ ْن‬ ْ َ ‫َوا ِْذ ا َ َخذَ َربُّكَ م ْۢ ِْن بَنِ ْْٓي ٰا َد َم م ِْن ظُ ُه ْو ِر ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوا‬
ِ ُ ‫ش َه َدهُ ْم ع َٰلْٓى ا َ ْنف‬
‫تَقُ ْولُ ْوا ي َْو َم ا ْل ِق ٰي َم ِة اِنَّا كُنَّا ع َْن ٰهذَا ٰغ ِف ِل ْي َن‬
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka
(seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat
kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini” (Q.S. al-
A’raf: 172).
Karena itulah, kalau manusia mau konsisten terhadap eksistensi dirinya
atau naturnya, maka salah satu tugas hidup yang harus dilaksanakannya adalah
’Abdullah (hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh kepada aturan dan
KehendakNya serta hanya mengabdi kepadaNya) (Munawar, 2015b).
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

Hanya saja diri manusia juga telah dianugerahi kemampuan dasar untuk
memilih atau mempunyai “kebebasan” sebagaimana firman Allah Swt sebagai
berikut :
‫سا َها‬
َّ ‫اب َم ْن َد‬ َ ‫) َوقَ ْد َخ‬9( ‫) قَ ْد أ َ ْفلَ َح َم ْن َزكَّا َها‬8( ‫ور َها َوت َ ْق َوا َها‬ َ ‫) فَأَلْ َه َمهَا فُ ُج‬7( ‫س َّوا َها‬ َ ‫َونَ ْف ٍس َو َما‬
(10)
Artinya: “Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang
yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.
S. Al-Syams [91]: 7-10).
Sehingga walaupun roh Ilahi yang melekat pada tubuh material manusia
telah melakukan perjanjian dengan Tuhannya (untuk bersedia tunduk dan taat
kepadanya), tetapi ketundukannya kepada Tuhan tidaklah terjadi secara
otomatis dan pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan
keputusannya sendiri (Hamzah, 2015). Dan manusia itu dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu suka melupakan perjanjian tersebut,
sehingga pilihannya ada yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan
ketakwaan) dan ada pula yang mengarah kepada pilihan buruknya (jalan
kefasikan) (Shihab,2015). Karena itu Allah selalu mengingatkan kepada manusia,
melalui para Nabi atau Rasul-rasulnya sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai nabi/rasul terakhir, agar manusia senantiasa tetap berada pada naturnya
sendiri, yaitu taat, patuh dan tunduk kepada Allah SWT (’Abdullah) (Dhin,
2013). Setelah Rasulullah SAW. Wafat, maka tugas memperingatkan manusia itu
diteruskan oleh para sahabat, dan para pengikut Nabi SAW. (dulu sampai
sekarang) yang setia terhadap ajaran-ajaran Allah dan rasulnya, termasuk di
dalamnya adalah para pendidik muslim (Wathoni, 2020).
b. Tugas manusia sebagai Khalifah Allah
Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini
dapat difahami dari firman Allah Swt sebagai berikut :
ۤ
ُ‫الد َم ۤا َۚ َء َونَ ْحن‬
ِ ُ‫س ِفك‬
ْ َ‫س ُد فِ ْي َها َوي‬ ِ ‫ض َخ ِل ْيفَةً ۗ قَالُ ْْٓوا اَت َ ْجعَ ُل فِ ْي َها َمنْ يُّ ْف‬
ِ ‫َواِذْ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َمل ِٕى َك ِة ِان ِْي َجا ِعلٌ فِى ْاْلَ ْر‬
ْ َ ‫ِس لَكَ ۗ قَا َل اِن ِْْٓي ا‬
‫علَ ُم َما َْل ت َ ْعلَ ُم ْو َن‬ ُ ‫سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَد‬
َ ُ‫ن‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan
orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih
memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”( Q.S. Al-Baqarah: 30).
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata
“khalf” (menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang
kemudian) sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu) (Shahid,
2020). Sedangkan arti khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya
karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, atau karena kematian
orang yang diganti, atau karena kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti,
misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi
SAW, yakni penerus dari perjuangan beliau dan pemimpin umat yang
menggantikan Nabi SAW (RAHMAN, 2016).

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 5


Setelah beliau wafat, atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu
Bakar dan seterusnya; dan adakalanya karena memuliakan (memberi
penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti.
Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia
sebagai khalifah di muka bumi”(Basri, 2021). Sebagaimana firman-Nya sebagai
berikut:
ۤ
‫ض فَ َمنْ َكفَ َر فَعَلَ ْي ِه كُ ْف ُر ۗه َو َْل يَ ِز ْي ُد الْكف ِِر ْينَ كُ ْف ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِ ِه ْم اِ اْل َمقْت ًا ََۚو َْل‬ ۗ ِ ‫اْل ْر‬
َ ْ ‫ف فِى‬ َ ‫ِي َجعَلَكُ ْم َخل ِٕى‬ ْ ‫ه َُو الاذ‬
‫ارا‬ ً َ ‫س‬ َ
‫خ‬ ‫ِْل‬‫ا‬ ‫ا‬ ‫م‬ ُ
ْ ُ ‫ه‬‫ر‬ ْ
‫ف‬ ‫ك‬
ُ َ‫ن‬ ‫ي‬
ْ ‫ِر‬
ِ ‫ف‬ ‫ك‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫د‬
ُ ‫ي‬
ْ ‫ز‬
َِ ‫ي‬
Artinya: “Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Barangsiapa
kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-
orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran
orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka”( Q.S. Fathir ayat
39).
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain :
1) Menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi
‫ستَعْ َم َركُ ْم فِ ْي َها‬ ْ ‫ض َوا‬ ِ ‫شاَكُ ْم ِمنَ ْاْلَ ْر‬ َ ‫غي ُْره ۗه َُو ا َ ْن‬ َ ‫ّٰللاَ َما لَكُ ْم ِمنْ اِل ٍه‬ ‫عبُدُوا ه‬ ْ ‫َواِلى ث َ ُم ْو َد ا َ َخاهُ ْم ص ِل ًحا ۘ قَا َل يقَ ْو ِم ا‬
‫ب‬
ٌ ‫ْب ُّم ِج ْي‬ َ
ٌ ‫ست َ ْغف ُِر ْوهُ ث ُ ام ت ُْوب ُ ْْٓوا اِلَ ْي ِه ۗاِ ان َربِ ْي ق ِري‬ ْ ‫فَا‬
Artinya: “Dan kepada kaum samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata,
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah
menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya)” (Q.S.
Hud : 61).
2) Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas:
a) Menuntut ilmu pengetahuan
Sebagaimana firman Allah Swt :
‫الذك ِْر اِنْ كُ ْنت ُ ْم َْل ت َ ْعلَ ُم ْو َن‬ ِ ‫سـَٔلُ ْْٓوا ا َ ْه َل‬ ْ ‫س ْلنَا ِمنْ قَ ْب ِلكَ ا اِْل ِر َج ًاْل نُّ ْوحِ ْْٓي اِلَ ْي ِه ْم فَا‬ َ ‫َو َما ْٓ ا َ ْر‬
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang
laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl Ayat 43).
b) Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan bahaya dan kesengsaraan
Sebagaimana firman Allah Swt :
ۤ
َ ‫شدَا ٌد اْل يَ ْعص ُْونَ ه‬
ْٓ ‫ّٰللا َما‬ ِ ٌ‫علَ ْي َها َمل ِٕىكَة ٌ غ ََِلظ‬ َ ُ‫ارة‬ َ ‫اس َوا ْلحِ َج‬ ُ ‫ارا اوق ُ ْو ُدهَا النا‬ ً َ‫سكُ ْم َوا َ ْهلِ ْيكُ ْم ن‬ َ ُ‫يْٓاَيُّ َها الا ِذ ْي َن ا َمن ُ ْوا قُ ْْٓوا ا َ ْنف‬
‫ا َ َم َرهُ ْم َويَ ْفعَلُ ْو َن َما ي ُ ْؤ َم ُر ْو َن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
c) Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas:
1) Menuntut Ilmu Pengetahuan Sebagaimana
Firman Allah Swt :
‫الذك ِْر اِنْ كُ ْنت ُ ْم َْل ت َ ْعلَ ُم ْو َن‬ ْ ‫س ْلنَا مِ نْ قَ ْب ِلكَ ا اِْل ِر َج ًاْل نُّ ْوحِ ْْٓي اِلَ ْي ِه ْم فَا‬
ِ ‫سـَٔلُ ْْٓوا ا َ ْه َل‬ َ ‫َو َما ْٓ ا َ ْر‬
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang
laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (Q.S.Al-Nahl: 43).
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

2) Menghiasi Diri dengan Akhlak Yang Mulia


Kata akhlak berasal dari kata Khuluq atau khalq. Khuluq merupakan
bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya
tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu
yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin) (Nafi, 2017). Jasmani tanpa rohani adalah
benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang
tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani
tanpa rohani atau disebut mayat (bangkai), yang tidak saja membusukkan
dirinya, bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya (Kartanegara,
2006).
d) Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi :
1) Tugas membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau
keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih
Firman Allah Swt :
ٍ ‫سكُنُ ْْٓوا اِلَيْهَا َو َجعَ َل بَ ْينَكُ ْم َّم َو َّدةً َّو َر ْح َمةً ْۗاِنَّ فِ ْي ٰذ ِلكَ َ ْٰل ٰي‬
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬ ِ ُ‫ق لَكُ ْم ِم ْن ا َ ْنف‬
ْ َ ‫سكُ ْم ا َ ْز َوا ًجا لِت‬ َ َ‫َوم ِْن ٰا ٰيت ِْٓه ا َ ْن َخل‬
َ َ
‫يَّتف َّك ُر ْو َن‬
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir" (Q.S. ar-Rum: 21).
e) Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas :
1) Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Umat
Firman Allah Swt :
َ‫ّٰللا لَ َعلاكُ ْم ت ُْر َح ُم ْون‬
َ ‫ص ِل ُح ْوا بَ ْينَ ا َ َخ َو ْيكُ ْم َواتاقُوا ه‬ ْ َ ‫اِنا َما ا ْل ُم ْؤمِ ن ُ ْونَ ا ِْخ َوةٌ فَا‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
mendapat rahmat” (Q.S. al-Hujurat: 10 ).
2) Menegakkan Keadilan Dalam Masyarakat
Firman Allah Swt :
ْ‫اْل ْق َر ِب ْينَ َۚ اِنْ ايكُن‬ ِ ُ‫ّلِل َولَ ْو عَلْٓى ا َ ْنف‬
َ ْ ‫سكُ ْم ا َ ِو ا ْل َوا ِل َد ْي ِن َو‬ ِ ‫يْٓاَيُّ َها الا ِذ ْي َن ا َمن ُ ْوا ك ُْون ُ ْوا قَ اوا ِم ْينَ بِا ْل ِقسْطِ شُ َهد َۤا َء ِ ه‬
‫ّٰللاَ كَانَ بِ َما‬ ‫اّلِلُ ا َ ْولى بِ ِه َم ۗا فَ ََل تَتابِعُوا ا ْل َه ْٓوى ا َنْ ت َ ْع ِدل ْوا َۚ َواِنْ تَل ْٓوا ا َ ْو تُعْ ِرض ُْوا فاِنا ه‬
َ ْ ُ ‫غنِيًّا ا َ ْو فَ ِقي ًْرا فَ ه‬َ
‫ت َ ْع َملُ ْونَ َخبِي ًْرا‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha teliti terhadap segala apa yang kamu” (Q.S.
Al-Nisa’: 135) .
3) Bertanggung Jawab Terhadap Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Firman Allah Swt :
ۤ
‫ف َويَ ْن َه ْونَ ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر ۗ َواُول ِٕىكَ هُ ُم ا ْل ُم ْف ِل ُح ْو َن‬ ِ ‫َو ْلتَكُنْ ِم ْنكُ ْم ا ُ امة ٌ يا ْدع ُْونَ اِلَى ا ْل َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُر ْو َن بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
Artinya : “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. Ali Imran: 104).

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 7


2. Asbabun Nuzul Ayat Q.S Adzzariyat (51):56 dan Q.S Al-Baqarah (2):30
a. Asbabun Nuzul Ayat Q.S Adzzariyat (51):56
Asbabun Nuzul surat adz-Dzariyat ayat 56, yaitu Ketika para malaikat
mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah
SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah (Hosen,
2019). Maka ketika dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya,
para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud
tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah
hanya diperuntukkan kepada Allah SWT (Haris, 2018).
b. Asbabun Nuzul Q.S Al-Baqarah (2):30
Setelah penulis melakukan penelusuran dalam berbagai kitab tentang
asbabun nuzul, diantaranya: Asbab al-Nuzul: Abi Hasan bin Ahmad al-Wahidi
al-Naisaburi, dan Asbabun nuzul Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat al-
Qur’an, karangan K.H. Qamaruddin Shaleh dkk, dan kitab-kitab lainnya, penulis
tidak menemukan asbabun nuzul dari kedua ayat tersebut di atas. Begitu juga
dari beberapa kitab tafsir yang biasanya menyebutkan tentang asbabun nuzul
ayat dalam penafsirannya seperti Tafsir al-Dur al-Mantsur karangan al-Suyuthi,
Tafsir Jalalain: karangan jalaluddin al-Suyuthi dan Jalalu din al-Mahalli, Tafsir
Ibnu Katsir: karangan imam Ibnu Katsir dll, penulis juga tidak menemuukan
asbabun nuzul tersebut.
Ayat tersebut tergolong kepada kelompok ayat yang turun tanpa sebab-
sebab yang khusus. Namun demikian, meskipun ayat tersebut tidak ditemukan
asbabun nuzulnya, ia tetap berfungsi sebagai petunjuk dan peringatan bagi
seluruh umat manusia, terutama manusia pilihan Allah yang akan memangku
jabatan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini (Tarigan, 2012). Atas dasar ini
manusia lebih mulia dari pada para malaikat, padahal para malaikat selalu taat
dan selalu bertasbih kepada-Nya tidak dijadikan-nya sebagai khalifah di muka
bumi, yang ada hanyalah sekedar diberitahu bahwa Allah akan menciptakan
khalifah (Ernawati, 2017).
Ayat 30 surat Al-Baqarah tersebut mengisyaratkan kepada manusia
bahwa, sebelum sesuatu itu diciptakan harus disosialisasikan terlebih dahulu,
jangan dibuat secara dadakan tanpa pemberitahuan. Ini bermakna bahwa
seorang khalifah tidak boleh semena-mena membuat kebijakan yang akan
diberlakukan, walau pada akhirnya kebijakan itu belum tentu akan diterima oleh
khalayak ramai (Ernawati, 2017).
3. Makna Lafadz-Lafadz yang berkaitan dengan Q.S Adzzariyat (51):56 dan
Q.S Al-Baqarah (2):30
a. Makna Lafadz-Lafadz yang berkaitan dengan Q.S Adzzariyat (51):56
Syaikh Asy Syinqiti dalam tafsir Adhwaul Bayan menafsirkan ayat ‫َو َما‬
ِ ‫نس ِإ اْل ِليَعْبُد‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫ َخلَ ْقتُ ٱ ْل ِجنا َو‬, ,maksudnya adalah : Kecuali untuk diperintahkan
َ ‫ٱْل‬
beribadah kepada-Ku, dan menguji dengan diberikan beban (perintah dan
larangan), kemudian mereka akan dibalas berdasarkan amalan mereka; Jika baik,
maka akan dibalas dengan kebaikan, jika buruk maka akan dibalas dengan
keburukan. Berkata Syaikh Al Bassam: ‫ُون‬ ِ ‫نس إِ اْل ِليَ ْعبُد‬ ِ ْ ‫و َما َخلَ ْقتُ ٱ ْل ِجنا َو‬,
َ ‫ٱْل‬ َ maksudnya
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

adalah : Agar Aku tuntut mereka untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku balas
bagi orang-orang yang ikhlas dan aku adazab bagi orang-orang yang berbuat
keburukan (Simbolon, 2020).
b. Makna Lafadz-Lafadz yang berkaitan dengan Q.S Al-Baqarah (2):30
ً‫ض َخلِيفَة‬ ِ ‫( إِنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر‬Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”). Makna dari (‫ )الخليفة‬adalah penerus bagi para pendahulu (malaikat); dan
yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini adalah Nabi Adam (Alimuddin,
2020). Kalimat ini ditujukan oleh Allah kepada pada malaikat bukan bertujuan
untuk bermusyawarah atau meminta pendapat akan tetapi untuk mengeluarkan
apa yang ada dalam diri mereka.
‫س ُد فِي َها‬ ِ ‫“( أ َت َ ْجعَ ُل فِي َها َمنْ يُ ْف‬Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya) Yakni dengan
melakukan kesyirikan dan kemaksiatan. Para ulama berpendapat bahwa
perkataan ini berasal dari ilmu yang diajarkan oleh Allah kepada malaikat.
Karena mereka pada dasarnya tidak mengetahui hal yang ghaib (Ilyas, 2016).
ِ ُ‫س ِفك‬
‫الد َما َء‬ ْ َ‫(وي‬dan
َ menumpahkan darah) Yakni dengan menyakiti dan
membunuh. َ‫ِس لَك‬ ُ ‫سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَد‬ َ ُ‫( َونَحْ نُ ن‬padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Yakni kami senantiasa memuji
Engkau dan mensucikan Engkau dari apa yang tidak layak untuk dinisbahkan
kepada-Mu. َ‫علَ ُم َما َْل ت َ ْعلَ ُمون‬ ْ َ ‫( قَا َل إِنِي أ‬Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” Qatadah berpendapat dalam tafsir
ayat ini bahwa : Allah mengetahui bahwa akan ada diantara khalifah ini yang
akan menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul, orang-orang sholeh, dan penghuni surga
(Abbas, 2017).
4. Munabah Ayat Q.S Adzzariyat (51):56 dan Q.S Al-Baqarah (2):30
a. Munabah Ayat Q.S Adzzariyat (51):56
Ayat Q.S Adzzariyat (51):56 mempunyai munasabah dengan surat At-
Taubah ayat 31 yang menjelaskan bahwa penyembahan yang dimaksud adalah
kepada Tuhan yang Esa yakni Allah (Shihab, 2019). Ayat ini menegaskan bahwa
Allah tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan
agar menyembah-Nya. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman:
‫س ْي َح ا ْب َن َم ْريَ َۚ َم َو َما ْٓ ا ُ ِم ُر ْْٓوا ا اِْل ِليَعْبُد ُْْٓوا اِل ًها اواحِ د ًَۚا َْلْٓ اِلهَ ا اِْل‬
ِ ‫ّٰللاِ َوا ْل َم‬ َ َ‫اِت ا َخذ ُ ْْٓوا اَحْ ب‬
‫ارهُ ْم َو ُر ْهبَانَ ُه ْم ا َ ْربَابًا ِمنْ د ُْو ِن ه‬
‫ع اما يُش ِْرك ُْو َن‬َ ‫ه َُو سُبْحنَه‬ ۗ
Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya
(Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia.
Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan” (At-Taubah [9]: (31).
b. Munasabah Q.S Al-Baqarah(2):30
Ayat Q.S Baqarah(2):30 mempunyai munasabah ayat dengan Q.S
Baqarah(2) 31:32 dengan melihat aspek linguistik, isi, dan interpretasinya, maka
dapat disimpulkan prinsip-prinsip komunikasi dialogis, yaitu: harus ada yang
memulai sebuah dialog, adanya sikap terbuka dalam memahami lawan dialog,
adanya kepercayaan (trust) antar pelaku dialog, rasionalisasi atas argumentasi
yang diungkapkan, tidak simplikatif, saling menghargai pendapat, dan tentunya

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 9


ada sikap kritis dalam menanggapi wacana yang digulirkan. Berbagai temuan
tersebut pada prinsipnya merupakan komponenkomponen yang mesti ada
dalam membangun dialog yang terbuka (inklusif) terutama di era posttruth
sekarang ini. Hakikat dari melakukan dialog inklusif adalah menggeser
paradigma dari kebenaran subjektif menuju kebenaran objektif. Proses
komunikasi yang mengedepankan kebenaran objektif akan meminimalisir
konflik argumentatif terutama dalam dunia maya (cyber space) seperti nyinyir,
bullying, dan debat kusir. Dialog inklusif adalah cara untuk melihat perbedaan
bukan sebagai pemicu konflik tetapi alat untuk saling memahami dan
mendorong untuk menuju kebenaran objektif (Perwithasari & Kurniawan, 2022).
5. Kajian Tafsir Ayat Q.S Adzzariyat (51):56 dan Q.S Al-Baqarah (2):30
a. Kajian Tafsir Ayat Q.S Adzzariyat (51):56
Menurut pendapat para ahli Tafsir :
1) Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia dan mengutus para rasul
kecuali untuk tujuan luhur, yaitu beribadah hanya kepadaKu semata bukan
kepada selainKu (Siroj, 2006).
2) Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan
Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepada-Ku semata, tidaklah Aku menciptakan mereka agar mereka menjadikan
sekutu bagi-Ku (M. T. Taufik, 2017).
3) Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di
bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor
fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
menyembah-Ku Semata. Aku tidak mengharap rezeki dari mereka, karena Aku
Maha Kaya; tidak pula agar mereka memberi-Ku makanan, karena Aku-lah yang
memberi rezeki kepada seluruh makhluk, Aku Memiliki kekuatan dan
kekuasaan yang Maha Besar (Hasan, 2014).
4) Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman
Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
(Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku) Mujahid berkata: maknanya adalah melainkan Aku akan
memerintahkan dan melarang mereka. Pendapat lain mengatakan yakni
melainkan agar mereka tunduk dan patuh kepada-Ku. Sebab makna ‘ibadah’
secara bahasa adalah tunduk dan patuh (Ritonga et al., 2021).
5) Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Az-Zariyat Ayat 56
Allah memerintah nabi Muhammad beristikamah dalam mengajak
umatnya mengesakan Allah karena sesunguhnya itulah tujuan penciptaan. Aku
tidak menciptakan jin dan manusia untuk kebaikan-ku sendiri. Aku tidak
menciptakan mereka melainkan agar tujuan hidup mereka adalah beribadah
kepada-ku karena ibadah itu pasti bermanfaat bagi mereka (K. H. D. R. M. T.
Taufik, 2018).
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

b. Kajian Tafsir Q.S Al-Baqarah (2):30


1) Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Sebutkan -wahai Rasul- kepada manusia ketika Allah ta'ala berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan di muka bumi
sekumpulan makhluk yang sebagian mereka akan menggantikan sebagian
lainnya untuk memakmurkannya.”Para malaikat berkata: “wahai Tuhan kami
beritahukanlah kepada kami dan Tunjukilah kami apa hikmah dibalik
penciptaan mereka itu, sedangkan karakter mereka itu melakukan kerusakan di
muka bumi dan menumpahkan darah secara dzolim dan sewenang-wenang,
sementara Kami selalu taat terhadap perintah-Mu, kami menyucikan-Mu
dengan penyucian yang sesuai dengan sifat-sifat-Mu yang terpuji dan
kebesaran-Mu, dan kami mengagungkan-Mu dengan seluruh sifat
kesempurnaan dan keagungan?”.
Allah menjawab mereka dengan firman-Nya: “Sesungguhnya aku lebih
mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui dari apa yang mengandung
kemaslahatan besar pada penciptaan mereka” (Prasetyo, 2016).
2) Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan
Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
Allah Subḥānahu wa Ta'ālā- memberitahukan bahwa Dia telah
berfirman kepada para Malaikat, bahwasanya Dia akan menciptakan manusia
untuk ditempatkan di muka bumi secara silih berganti. Tugas utama mereka
adalah memakmurkan bumi atas dasar ketaatan kepada Allah. Lalu para
Malaikat bertanya kepada Tuhan mereka -dengan maksud meminta bimbingan
dan penjelasan- tentang hikmah di balik penempatan anak cucu Adam -
'alaihissalām- sebagai khalifah di muka bumi, sedangkan mereka akan membuat
kerusakan di sana dan menumpahkan darah secara semena-mena. Para malaikat
itu mengatakan, “Sementara kami ini senantiasa patuh kepada-Mu, mensucikan
dan memuji-Mu, serta menghormati keagungan dan kesempurnaan-Mu. Kami
tidak pernah letih dalam melakukan hal itu.” Allah menjawab pertanyaan
mereka dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui tentang adanya hikmah-hikmah besar di balik penciptaan mereka
dan tujuan-tujuan besar di balik penetapan mereka sebagai khalifah di muka
bumi (Mukarromah, 2022).
3) Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di
bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor
fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
Wahai Rasulullah, sebutkanlah kepada hamba-hamba, ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: “Aku akan menciptakan di bumi suatu kaum
yang silih berganti untuk memakmurkan bumi.”
Kemudian para malaikat mempertanyakan hikmah dari penciptaan
kaum tersebut, padahal sebagian mereka akan berbuat kerusakan di bumi
dengan berbagai kemaksiatan dan menumpahkan darah tanpa alasan yang
benar; jika tujuannya adalah agar mereka menyembah Engkau, maka kami telah
senantiasa berzikir dan mengagungkan-Mu serta menyucikan-Mu dari segala
kekurangan (Palebo, 2022).

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 11


4) Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan
tafsir negeri Suriah
Dan ingatkanlah kaummu wahai Muhammad ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi, yaitu Adam. Aku mewakilkan kepadanya
urusan pemakmuran bumi dan pelaksanaan hukum-hukumKu”. Lalu para
malaikat berkata dalam diri mereka sendiri: “Bukankah Engkau akan
menciptakan di dalamnya seseorang yang kelak akan melakukan kerusakan
dengan berbuat kemusyrikan dan kemaksiatan?”. Sungguh mereka telah
mengetahui hal itu karena telah diajarkan oleh Allah dengan suatu cara tertentu.
Maksud ucapan mereka adalah “Apakah Engkau hendak menciptakan di
dalamnya orang yang mengalirkan darah yang haram dengan saling
membunuh, menyakiti dan bertikai, sedangkan kami adalah ciptaan-ciptaan
yang selalu bersyukur, memujiMu dan mensucikanMu dari hal-hal yang tidak
sesuai denganMu?”. Kemudian Allah berfirman: “Aku lebih mengetahui tentang
sesuatu yang tidak kalian ketahui, yaitu akan ada di antara para khalifah itu,
para nabi dan orang-orang shalih (Ismatullah et al., 2021).
5) An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Al-Baqarah ayat 30: Ingatlah wahai nabi Allah pada hari di mana
Tuhanmu berkata kepada malaikat bahwasanya Allah akan menjadikan di bumi
Khalifah untuk menegakkan kalimat Allah dan menjalankan perintah perintah-
Nya serta diberikan kepadanya beban syariat kepada Adam dan keturunannya .
Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memberikan beban syariat kepada Adam dan
keturunannya satu sama lainnya di bumi. bahwasanya para malaikat untuk
menjaganya dan menulis amalan Adam dan keturunannya. Allah mengabarkan
kepada Malaikat akan hal tersebut dengan memuliakan keutamaan Adam.
malaikat bertanya kepada Allah: Apakah engkau wahai Rabb kami akan
menjadikan di bumi perusak dengan menumpahkan darah serta mengerjakan
maksiat dan kerusakan sedangkan kami senantiasa mensucikan mu ,
memuliakanmu dan kami tidak bermaksiat kepadamu selamanya ? pertanyaan
para malaikat ini menunjukkan bahwasanya dahulu telah ada makhluk sebelum
Adam yang menumpahkan darah atau bahwasanya Allah telah mengabarkan
hal tersebut ; sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sebagian ahli tafsir. Maka
Allah membantah mereka para malaikat bahwasanya Allah lebih tahu atas apa
yang mereka tidak ketahui dari rahasia-rahasia penciptaan serta konsekuensi
dari sebuah urusan (BADRUDIN, 2022).
6. Nilai -nilai Pendidikan & Implementasi dari Ayat Ayat Q.S Adzzariyat
(51):56 dan Q.S Al-Baqarah (2):30
a. Nilai-nilai Pendidikan & Implementasi dari Ayat Q.S Adzzariyat
(51):56
Pendidikan sebagaimana dipahami, sebuah proses pengembangan
segala potensi yang dimiliki manusia sehingga ia menjadi manusia yang
bermartabat. Secara sederhana, dapat dikatakan, pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia (Haderani, 2018).
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

Tentu dalam rangka memanusiakan manusia, manusia perlu


mengetahui hakikat dirinya dan tujuan ia diciptakan. Karena manusia tidak akan
sampai pada pemahaman yang benar tentang konsep siapa dia sebenarnya tanpa
mengetahui untuk apa ia hadir di pentas kehidupan. Sebab itu, pendidikan harus
bertujuan mengantarkan manusia pada pemahaman tersebut sehingga ia
menyadari hakikat dirinya (Sumantri & MSM, 2015).
Socrates, filsuf besar dari Yunani, menyatakan, manusia tidak akan
hidup secara wajar kecuali ia menerapkan apa yang tertulis di pulau Delphi,
yang menyatakan: “Ketahuilah dirimu dengan dirimu” (Shihab, 2016). Maka, untuk
dapat menjadi manusia yang wajar dalam arti manusia yang sejati harus
memahami dan mengenal diri sendiri sebagai manusia. Karena dengan
mengenal hakikat diri sebagai manusia yang merupakan makhluk, maka
mengetahui bagaimana ia memposisikan dirinya, di mana ia harus tunduk dan
patuh kepada Sang Pencipta.
Apa yang disampaikan Socrates, hampir semakna dengan ungkapan
yang populer dalam dunia tasawuf Islam, yang menyatakan, “Kenalilah dirimu,
maka kamu (akan) mengenal Tuhanmu” (Sukri, 2010). Pengenalan terhadap diri
sendiri akan mengantarkan manusia mengenal Tuhannya sebagai Pencipta.
Dengan demikian manusia mengetahui apa saja hak-hak Tuhan yang menjadi
kewajiban manusia.
Maka dalam ayat 56 QS al-Zariyat, secara tersirat memberikan pesan
tentang tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia yang taat dan patuh,
khususnya kepada sang Pencipta. Bukankah ciri orang terdidik adalah ketaatan
dan kepatuhan terhadap norma dan aturan yang berlaku. Tidak berbuat sesuatu
yang melanggar hukum atau yang bertentangan dengan norma-norma yang ada
(Megawati et al., 2022).
Selain itu, pendidikan menurut ayat ini bertujuan membentuk manusia
yang memahami dan mengenal Tuhan. Dalam konteks ini dapat juga dimaknai
pendidikan mengantarkan manusia pada keimanan yang akan menjaga manusia
agar tetap berada dalam ketaatan dan tidak melakukan hal-hal yang buruk
(Simanjuntak, 2022).
b. Nilai-nilai Pendidikan & Implementasi dari Ayat Q.S Al-Baqarah
(2):30
Adapun Nilai-nilai & Implementasi Pendidikan yang dapat diambil dari
ayat-ayat tersebut adalah:
1) Kewajiban bertanya bagi orang yang tidak tahu kepada orang yang
lebih tahu.
2) Tidak boleh menghardik orang yang bertanya, tetapi sebaik nya
pertanyaannya itu di jawab atau dialihkan kepada yang lain dengan
lemah lembut (Ardiyanto, 2013).
Dari pelajaran yang terdapat dalam di atas, bahwa salah satu standar
atau ukuran untuk dapat hidup bermasyarakat dengan baik, harus memiliki rasa
saling menghargai dan menghormati sesama manusia. Terinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti saling bertegur sapa, saling membantu, bertanya
jika tidak tahu agar tidak terjadi kesalah pahaman, dan berkata dengan lemah

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 13


lembut ketika ditanya oleh orang lain. Tanya Jawab dalam kegiatan belajar
mengajar sangatlah penting unntuk menigkatkan pemahaman peserta didik
dalam proses belajar nya. Bahkan jika peserta didik sulit untuk melakukan tanya
jawab,guru harus pandai-pandai memberikan stimulus atau rangsangan kepada
peserta didik agar mereka berani untuk mengeluarkan suaranya.
Akan tetapi,dalam tanya jawab juga harusmemperhatikan etika-etika
dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan. Misalnya, bertanya kepada
orang tua, guru, maupun orang yang lebih tua. Dalam bertanya harus
menggunakan suara yang lembut, dan dengan bahasa yang baik dan sopan.
Begitu juga sebalik nya, Ketika ditanya oleh orang yang lebihmuda, sebaik nya
dalam menjawab pertanyaan dengan lemah-lembut, jika tidak bisa menjawab,
maka alihkan pertanyaan tersebut kepada orang yang lebih tau dengan cara
yang sopan pula.
Oleh karena itu, sebagai manusia biasa wajib bertanya apabila tidak tau
kepada kepada orang yang lebih tau. Dan dalam menjawab pertanyaan dari
orang lain, tidak boleh menghardik-nya. Sebaik nya pertanyaan itu dijawab atau
dialihkan kepada orang laindengan lemah lembut.

C. SIMPULAN
Tugas hidup manusia sebagai ’Abdullah merupakan realisasi dari
mengemban amanah dalam arti: memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari
Allah yang harus dipatuhi, kalimah La ilaaha illa Allah atau kalimat tauhid, dan
atau ma’rifah kepadanya. Sedangkan Khalifah Allah merupakan realisasi dari
mengemban amanah dalam arti: memelihara, memanfaatkan, atau
mengoptimalkan penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial
(termasuk Indera, akal dan qalbu) atau potensi-potensi dasar manusia, guna
menegakkan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup.
Asbabun Nuzul surat adz-Dzariyat ayat 56, yaitu Ketika para malaikat
mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah
SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Ayat 30
surat Al-Baqarah tersebut mengisyaratkan kepada manusia bahwa, sebelum
sesuatu itu diciptakan harus disosialisasikan terlebih dahulu, jangan dibuat
secara dadakan tanpa pemberitahuan.
Pendidikan sebagaimana dipahami, sebuah proses pengembangan
segala potensi yang dimiliki manusia sehingga ia menjadi manusia yang
bermartabat. Secara sederhana, dapat dikatakan, pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia. salah satu standar atau ukuran untuk dapat hidup
bermasyarakat dengan baik, harus memiliki rasa saling menghargai dan
menghormati sesama manusia.
D. DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. S. (2017). Syari’at perlindungan dan pemeliharaan alam. Himmah:
Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 1(01).
Alimuddin, A. M. (2020). MAKNA KHALIFAH DALAM AL-QUR’AN. Al-Ihda’:
Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran, 15(1), 509–518.
Cika Nur Inayah, Daffa Alif Firmansyah dan Fani Rahmasari

Ardiyanto, G. (2013). A to Z Cara Mendidik Anak. Elex Media Komputindo.


BADRUDIN, B. (2022). Ilmu Tasawuf Dalam Al-Qur’an “Pendekatan Diri Dengan
Sang Khaliq.”
Basri, M. (2021). Sejarah Peradaban Islam.
Daulay, H. H. P. (2016). Pemberdayaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Prenada
Media.
Dhin, C. N. (2013). Pembinaan Pendidikan Akhlak Di Rumah Penyantun
Muhammadiyah Kota Banda Aceh. PIONIR: Jurnal Pendidikan, 4(1).
Ernawati, E. (2017). Wawasan Qur’an Tentang Ekonomi (Tinjauan Studi Penafsiran
Tematik Al-quran). Esa Unggul University.
Haderani, H. (2018). Tinjauan Filosofis Tentang Fungsi Pendidikan Dalam Hidup
Manusia. Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(1).
Halik, A. (2016). Paradigma pendidikan Islam dalam transformasi sistem
kepercayaan tradisional. AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan Islam, 14(2).
Hamzah, A. A. (2015). Eksistensi Manusia Dan Tugas Pokoknya Dalam Tinjauan
Pendidikan Islam. Ash-Shahabah, 1(2), 26–33.
Haris, A. (2018). Panggilan Quran Kepada Umat Manusia. Jurnal Pemberdayaan
Masyarakat, 6(1), 15.
Hasan, A. F. (2014). Jangan Sesali Hidup Allah Pasti Menolongmu. Elex Media
Komputindo.
Hosen, N. (2019). Tafsir Al-Quran di Medsos: Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci
pada Era Media Sosial (REPUBLISH). Bentang Pustaka.
Ilyas, R. (2016). Manusia sebagai khalifah dalam persfektif Islam. MAWA IZH
JURNAL DAKWAH DAN PENGEMBANGAN SOSIAL KEMANUSIAAN,
7(1), 169–195.
Ismatullah, A., Usman, Z. A., & Fisa, T. (2021). Konsep Al-Muwalah Dan Analisis
Corak Tafsir Al-Munir. BASHA’IR: JURNAL STUDI AL-QUR’AN DAN
TAFSIR, 151–166.
Karman, K. (2018). Tafsir ayat-ayat pendidikan. Rosda Karya Bandung.
Kartanegara, M. (2006). Menyelami lubuk tasawuf. Erlangga.
Masdudi, M. (2014). Landasan Pendidikan Islam Kajian Konsep Pembelajaran. CV.
Elsi Pro.
Megawati, B., Ahyar, S., Abidin, Z., Wibowo, K. A. A., Syawaluddin, F. A.,
Sanusi, M., Ritonga, M., Daulay, A., & Budiman, S. (2022). Konsep Pendidikan
Islam Menurut Alquran Al-Qur’an. Perkumpulan Rumah Cemerlang
Indonesia.
Mukarromah, A. (2022). PERBEDAAN AGAMA DI RANAH KELUARGA
DALAM PERSPEKTIF ALQURAN DAN KOMUNIKASI DAKWAH.
Nida’Al-Qur’an: Jurnal Kajian Quran Dan Wanita, 20(1), 51–62.
Munawar, M. (2015a). Humanisasi dalam Tujuan Pendidikan Islam. INOVATIF:
Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, Dan Kebudayaan, 1(1), 89–102.
Munawar, M. (2015b). Humanisasi dalam Tujuan Pendidikan Islam. INOVATIF:
Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama, Dan Kebudayaan, 1(1), 89–102.
Nafi, M. (2017). Pendidik dalam Konsepsi Imam Al-Ghazali. Deepublish.

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal 7(1) ...2022 15


Palebo, W. N. S. (2022). ANALISIS KONTRASTIF KATA SAKINAH,
MUTHMAINNAH DAN HUDU’DALAM AL-QURAN. Al-Mashadir, 2(01),
85–104.
Perwithasari, R., & Kurniawan, M. (2022). ANALISIS SOSIAL MEDIA
INSTAGRAM DAN WORD OF MOUTH TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN DI KEDAI KOPI BILIK TROPICAL SEPATAN. Dynamic
Management Journal, 6(2), 160–174.
Prasetyo, Y. (2016). Rûh menurut Dr. Aidh al-Qarni dalam tafsir Al-Muyassar.
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
RAHMAN, N. (2016). Karakteristik Manusia; Telaah Tematik Tafsir Al Asas Said
Hawa. Noer Fikri Offset.
Ritonga, A. A., Isa, M., Irwansya, M., Ginting, B. S., & Suyatmika, Y. (2021).
Fungsi Manajemen Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3),
10608–10624.
Shahid, A. (2020). MORAL KEKHALIFAHAN MANUSIA DALAM AL-
QURâ€TM AN MENURUT TEORI ECOTHEOLOGY ISLAM: STUDI TAFSIR
TEMATIK. Jurnal Perspektif, 4(2), 82–106.
Shihab, M. Q. (2015). Pengantin Al-Quran. Lentera Hati.
Shihab, M. Q. (2016). Akhlak: Yang Hilang dari Kita. Lentera Hati Group.
Shihab, M. Q. (2019). Konteks Lokal dalam Penafsiran Ayat-Ayat Toleransi.
Studies, 75(4), 1–9.
Simanjuntak, D. S. (2022). Konsep Tujuan Pendidikan Islam Menurut
Muhammad Qurais Shihab Dalm Qs Al-Baqarah Ayat 30, Qs Hud Ayat 61,
Qs Adz-Dzariyat Ayat 56. JPT: Jurnal Pendidikan Tematik, 3(2), 326–337.
Simbolon, P. (2020). Metode Istinbat Dalam Kitab Tawdih Al-Ahkam Min Bulugh
Al-Maram Karya Al-Bassam (1346-1423 H). JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah),
19(1), 31–44.
Siroj, S. A. (2006). Tasawuf sebagai kritik sosial: mengedepankan Islam sebagai inspirasi,
bukan aspirasi. Mizan Pustaka.
Sukri, M. S. (2010). The Mystery of Human Organ-Menguak Rahasia Allah pada Tubuh
Manusia. Loveable Store.
Sumantri, M. S., & MSM, P. (2015). Hakikat Manusia dan Pendidikan. Yogyakarta.
Tarigan, A. A. (2012). Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-kata
Kunci dalam al-Qur’an.
Taufik, K. H. D. R. M. T. (2018). Tafsir Inspiratif: Ayat-Ayat Al-Quran Pilihan
Penggugah Jiwa. Elex Media Komputindo.
Taufik, M. T. (2017). Tafsir Inspiratif (Vol. 1). Al-Ikhlash.
Wathoni, L. M. N. (2020). Hadis tarbawi: analisis komponen-komponen pendidikan
perspektif Hadis.

You might also like