You are on page 1of 17

MAKALAH

KRITIK SASTRA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori dan Apresiasi Sastra pada Semester Ganjil
Tahun Akademik 2022/2023 dengan Dosen pengampu Awaliah Dahlani, M.Pd.

Disusun Oleh :
Bella Siti Juliani (19210620859)
Moh. Rofi Nurbani (19210620937)
Novia Agustiani (19210620952)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL SUMEDANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan berjudul “KRITIK SASTRA” dapat selesai.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori dan
Apresiasi Sastra. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada
pembaca tentang Kritik Sastra.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Awaliah Dahlani, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Teori dan Apresiasi Sastra. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Sumedang, Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

bbbbb
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra menganalisis teks
karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya sastra, baik
yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalah karangan yang menguraikan
tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan
kesimpulan analisis .
Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, kebenaran, dan
kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi mendorong sastrawan
untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra secara
lebih baik. Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya
sastra . Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi
lebih baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus
memberikan perbaikan.
Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism) dan
impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra yang
melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-ukuran, hukum-
hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan kritik sastra berdasarkan
ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif. Dapat dikatakan kritik ini merupakan
kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif.
Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar
tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada dalam karya
sastra itu secara objektif. Sedangkan kritik impresionik adalah kritik yang dibuat kritikus
dengan mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek kritiknya, tanggapan-
tanggapan tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang dirasakan kritikus tersebut. Dalam
kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk mengagumkan
pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan penilaian.
Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori (thoeritical
criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah bidang kritik sastra
yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-kategori dan kriteria-kriteria
untuk diterapkan dalam pertimbangan dan interprestasi karya sastra, yang dengannya
karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan
dalam penerapan teori-teori kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa materi tentang kritik sastra ?

2. Apa jenis-jenis kritik sastra pengertiannya ?


3. Bagaimana periodesasi kritik sastra Indonesia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui materi tentang kritik sastra ?


2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Aliran kritik sastra pengertiannya ?
3. Untuk mengetahui bagaimana periodesasi kritik sastra Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi Kritik Sastra
2.1.1 Definisi Kritik Sastra
Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra menganalisis teks
karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya sastra, baik
yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik adalah karangan yang menguraikan
tentang pertimbangan baik atau buruk suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan
kesimpulan analisis .
Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, kebenaran, dan
kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi mendorong sastrawan
untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra secara
lebih baik.
Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya sastra .
Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih
baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus
memberikan perbaikan.

2.1.2 Ciri-ciri Kritik Sastra


Kritik sastra mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya.


2. Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan ) sebuah karya
sastra.
3. Pertimbangan bersifat obyektif
4. Memaparkan kesan prebadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
5. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
6. Tidak berprasangka
7. Tidak terpengaruh siapa penulisnya.

2.1.3 Fungsi Kritik Sastra


Ada beberapa fungsi kritik sastra, diantaranya :
1. Bagi Pembaca
Bagi pembaca merupakan penuntun untuk dapat menikmati ciptaan yang dikritik
itu , sehingga dapat memberikan pandangannya dan menghargainya.
2. Bagi Seniman atau Pengarangnya
Bagi pengarangnya merupakan petunjuk yang berharga yang wajib
dipertimbangkan untuk kebaikan ciptaan yang akan datang.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Penulisan Kritik


Prinsip-prinsip penulisan kritik, diantaranya :
1. Penulis harus secara terbuka mengemukakan dari sisi  mana ia menilai karya
sastra tersebut.
2. Penulis harus obyektif dalam menilai
3. Penulis harus menyertakan bukti dari teks yang dikritik

2.1.5 Jenis-jenis Kritik Sastra


Ada beberapa jenis kritik sastra, diantaranya :
1. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur
intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam
karya sastra.

2. Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan karya


sastra dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu juga
melibatkan faktor ekstrinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius, pendidikan
dan sebagainya.

3. Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada sebuah
ukuran yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen.

4. Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua hukum atau
aturan yang berlaku.

5. Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan pribadi


secara subyektif terhadap karya sastra.

6. Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada


ukuran atau aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra baik
atau buruk.
7. Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja

2.2 Jenis-jenis Aliran Kritik Sastra

2.2.1 Menurut bentuknya


Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori
(thoeritical criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah bidang
kritik sastra yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-kategori dan
kriteria-kriteria untuk diterapkan dalam pertimbangan dan interprestasi karya sastra,
yang dengannya karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Adapun kritik terapan
adalah pelaksanaan dalam penerapan teori-teori kritik sastra sastra baik secara
eksplisit, maupun implisit.

2.2.2 Menurut pelaksanaannya


Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism) dan
impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra yang
melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-ukuran, hukum-
hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan kritik sastra berdasarkan
ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif. Dapat dikatakan kritik ini merupakan
kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif.
Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar
tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada dalam
karya sastra itu secara objektif.
Sedangkan kritik impresionik adalah kritik yang dibuat kritikus dengan
mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek kritiknya, tanggapan-tanggapan
tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang dirasakan kritikus tersebut.
Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk
mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan penilaian.

2.2.3 Menurut orientasi kritik


Abram (David Logde, 1972:5-21) membagi jenis kritik berdasarkan orientasinya,
yaitu kritik mimetik, kritik ekspresif, kritik pragmatik dan kritik objektif.
1. Kritik mimetik adalah kritik yang memandang karya sastra sebagai pencerminan
kenyataan kehidupan manusia. Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang
karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan
pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan
kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya.
Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra
itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang
menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.

2. Kritik ekspresif adalah kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai ekspresi,
curahan perasaan, atau imajinasi pengarang. Kritik ekspresif menitikberatkan pada
pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra
merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan
perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus dalam hal ini cenderung
menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan
mata batin pengarang/keadaan pikirannya. Pendekatan ini sering mencari fakta
tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah
membuka dirinya dalam karyanya.

3. Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk
mencapai efek-efek tertentu pada audien (pendengar dan pembaca), baik berupa efek
kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya. Kritik ini cenderung menilai
karya sastra menurut berhasil tidaknya karya tersebut mencapai tujuan tersebut
(Pradopo, 199:26). Kritik ini memandang karya sastra sebagai sesuatau yang
dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien (pendengar dan pembaca),
baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya. Sementara
tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain,
kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan. Ada
yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya
(reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. Sutan Takdir
Alisjabana pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul “Perjuangan
dan Tanggung Jawab” dalam Kesusastraan.

4. Kritik objektif memandang karya satra hendaknya tidak dikaitkan dengan hal-hal di
luar karya sastra itu. Ia harus dipandang dsebagai teks yang utuh dan otonom, bebas
dari hal-hal yang melatarbelakanginya, seperti pengarang, kenyataan, maupun
pembaca. Objek kritik adalah teks satra: unsur-unsur interinsik karya tersebut.
2.2.4 Menurut objek kritik
Karya sastra terdiri atas beragam jenis, yaitu puisi, prosa dan drama. Artinya,
kritik sastra dapat menjadikan puisi, puisi, prosa atau drama sebagai objeknya.
Dengan demikain, jenis kritik ini dapat dibagi lagi menjadi berdasarkan objeknya,
yakni kritik puisi, kritik prosa, kritik drama. Selain itu, kritik satra itu sendiri dapat
dijadikan kritik sehingga dinamakan kritik atas kritik.
Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun
dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehendaki
pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan
(kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan
antarunsur-unsur pembentuknya. Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas
pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi,
kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan
pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-
teori:

1. New Critics (Kritikus Baru di AS)


2. Kritikus formalis di Eropa
3. Para strukturalis Perancis
2.2.5 Menurut sifatnya
Dalam dunia kritik sastra sering terjadi pertentang antara kritik sastra yang
ditulis kalangan akademik dan nonakademik. Hal ini misalnya terlihat pada polemik
antara kritikus sastra yang mengusung apa yang dinamakan metode Ganzheit dengan
tokoh antara lain Goenawan Mohamad dan Arif Budiman versus kritikus sastra yang
kemudian diistilahkan dengan aliran Rawamangun dengan tokoh-tokohnya antaralain
M.S Hutagalung.
Dapat dikatakan kritik aliran Rawamangun mewakili jenis kritik sasta
kalangan akademik. Sedangkan kritik sasta aliran Ganzheti mewakili kalangan
nonakdemik.
Ada perbedaan antara dua kritik sastra dua liran tersebut. Kritik sastra
nonakemik tidak terpaku pada format seperti yang terdapat pada petunjuk Tekhnik
Penulisan Ilmiah; teori dan metode sastra meskipun digunakan ─ tidak diekspilitkan,
dan menggunakan bahasa ilmiah populer.
Jenis-jenis tulisannya berupa esai dan artikel yang dipublikasikan lewat koran,
majalah, atau buku-buku yang merupakan kumpulan kritik sastra. Para penulisnya
umumnya sastrawan, wartawan atau kalangan umum yang tertarik mendalam dunia
sastra. (Perkuliahan).

2.3 Periodesasi Aliran Kritik Sastra


2.3.1 Aliran Kritik Sastra Pada Zaman Balai Pustaka
Kegiatan kritik sastra Indonesia baru dimulai pada periode Balai Pustaka. Yang
menulis kritik sastra pada waktu itu adalah para sastrawan. Di samping menulis karya
sastra, mereka terkadang juga menulis kritik sastra. Adapun yang boleh dikatakan kritik
sastra pertama ialah terkenal dengan nama Nota Rinkes, yakni Nota over de Vlkslectuur
pada zaman Balai Pustaka (tahun 1920-an) yang memuat aturan-aturan untuk buku
yang diterbitkan oleh balai pustaka.
Nota rinkes dapat dikatakan sebagai kritik sastra karena menjadi pedoman penulisan
karya sastra yang antara lain berisi aturan tentang keharusan bersikap netral terhadap
agama, memperhatikan syarat-syarat budi pekerti yang baik, menjaga ketertiban dan
tidak boleh berpolitik melawan pemerintah sesuai dengan Politik Balas Budi. Oleh
Karena itu, teori kritik sastra ini merupakan kritik normatif dan pragmatik. Hasilnya
kelihatan dalam roman yang diterbitkan oleh balai pustaka, yaitu roman yang
berorientasi pragmatik (memiliki tujuan tertentu) untuk memajukan dan mendidik rakyat
untuk bebudi pekerti yang baik dan taat pada pemerintah. Di luar Balai pustaka, pada
zaman itu ada juga penulisan kritik sastra yang meskipun sederhana oleh Mohammad
Yamin. Kritik tersebut merupakan kritik sastra Indonesia yang pertama walaupun
mengkritik karya sastra lama.

2.3.2 Aliran Kritik Sastra Pada Zaman Pujangga Baru


Kritik Sastra zaman Pujangga Baru memiliki beberapa kritikus yang
berorientasi pada ekspresif dan romantik. Para kritikus tersebut adalah Sutan Takdir
Alisyahbana, Armijn Pane, Sutan Syahrir dan J.E. Tatenkeng. Mereka menetujui
adanya konsep sastra ‘ seni untuk seni’ (l’ art pour l’art).
Sebagai kritikus sastrawan pujangga baru, Armijn Pane mengungkapakan
bahwa, dalam kesusasteraan yang terpenting adalah isi dari karya sastra. Sementara
rupa dan bentuk hanya sebagai penarik perhatian. Ia menambahkan, bila hasil karya
sastra seorang pengarang dikritik, iut menjadi ukuran pengarangnya sendiri, karena
dialah cermin masyarakat dan zamannya.
Kritikus pujangga baru lainnya yaitu , J.E Tatenkeng juga berorientasi yang
sama, ekspresif. Selain itu, Sutan Takdir Alisyahbana, tokoh kritikus yang produktif
pada zaman itu, menambahkan bahwa tujuan sastra adalah untuk membangun bangsa.
Serta karya sastra harus mengandung optimisme perjuangan , semangat jangan sampai
ada karya satra lembek, yang hanya akan melemahkan pembaca (masyarakat).
Sedangkan Sutan Syahrir, agak berbeda dengan Takdir, ia lebih mengarahkan
kesusasteraan Indonesia kearah kiri sosialis-politis. Yaitu pragmatik sektoral, bukan
pragmatik nasional. Namun keduanya memiliki kesamaan,yaitu  sastra untuk
pendidikan dan bertendens. W.J.S Poerwadaminta mengatakan bahwa sastrawan
Pujangga Baru, berorientasi ekspresif karena mendasarkan karya sastra sebagai
curahan perasaan, pikiran, jiwa sastrawan dan gerak sukma sebagai pertimbangan dan
gerak intrepertasi.

2.3.3 Aliran Kritik Sastra Pada Periode Angkatan 45’


Dalam periode ini, kritik sastra berupa esai dan terapan kritik. Dan di antara
para kritikus zaman ini, HB Jassin muncul sebagai kritikus yang paling menonjol.
Aliran sastra realisme, naturalisme dengan gaya ekspresionalisme adalah aliran yang
terkenal pada zaman ini. Kritik sastra beraliran realisme dan naturalisme dilaksanakan
pertama kali oleh HB Jassin pada periode ini sebagai suatu teori kritik.
Pada saat itu juga timbul paham individualisme dan humanisme universal.
Paham individualisme baru tampak dalam karya ‘Aku’ Chairil anwar sastrawan
angkatan 45. Dan sajak itu kemudian menjadi lambang individulisme angkatan ’45.

2.3.4 Aliran Teori Sastra Kelompok Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)


Lekra didirikan pada 17 Agustus 1950 atas inisiatif para tokoh PKI , antara
lain Aidit, Nyoto, Henk Ngantung, A.S. sehingga tak heran jika corak Lekra adalah
komunistis. Para seniman dan simpatisannya menganut paham realisme sosialis yang
berkonsep ‘seni untuk rakyat’ dan menolak ‘seni untuk seni’ konsep dari zaman
pujangga baru. Saat itu tokoh sastrawan Lekra Pramoedya Ananta Toer
mempertentangkan realisme sosialis dengan realisme barat meskipun tidak tampak
jelas perbedaan antara keduanya. Iaa juga menjelaskan sastra, politik dan filsafat itu
tidak dapt dipisahkan. Akan tetapi, intinya seluruhnya selalu bernapaskan perlawanan
terhadap segala yang berbau ‘humanisme Borjuis’ dan untuk memenangkan
‘humanisme proletar’. Dan jelaslah kritik sastra Lekra bertipe juga pragmatic.

2.3.5 Teori Kritik Sastra Revolusioner


Teori Kritik Sastra Revolusioner adalah varian dari Teori Lekra. Teori ini
berkembang pada saat Dekrit Presiden Juli 1959 dan berpusat pada gagasan Sitor
Situmorang dalam bukunya Sastra Revolusioner yang mengatakan bahwa teori
revolusioner berorientasi pragmatik. Menurut Sitor, untuk mengambil peran dalam
revolusi serta mendapat isi revolusionernya, tradisi sastra perjuangan masa lalu harus
dibangkitkan, untuk mencapai sastra nasional dan bukan sastra internasional yang
diindonesiakan. Karena sesungguhnya sastra adalah milik rakyat tidak ada kelas-kelas
dalam sastra. Pada hakikatnya teori lekra dan reviolusioner sama, teori pragmatik
yang mengarahkan sasarannya pada penulisan sastra bagi tujuan politik.

2.3.6 Teori Kritik Sastra Akademik


Pada sekitar pertengahan tahun 1950-an timbul kritik sastra corak baru, yaitu
kritik sastra akademik. Disebut demikian karena kritik sastra ini ditulis oleh kritikus
dari kampus universitas dan mendominasi kurun waktu 1950-1988. Kritik akademik
ini berlangsung dari tahun 1956-1975. Munculnya corak kritik baru ini menimbulkan
reaksi sampai akhirnya timbul perdebatan. Dan kemudian periode ini cepat berakhir.

2.3.7 Teori Kritik Sastra Periode 1956-1975


Dari kelompok sastrawan, teori kritik sastra dalam periode ini diwakili oleh Rustandi
Kartakusumah, Harijadi S. Hrtowardoyo dan Ajib Rosidi.
Rustandi Kartakusumah mengatakan kunci selera sastra adalah pengajaran.
Pengajaran di kuliah sastra, mempengaruhi penciptaan sastra dan akhirnya
mempengaruhi selera sastra di Indonesia. Adapun jenis kritik sastranya adalah
judisial, atau memberi penilaian. Berbeda dengan Rustandi, Harijadi menyatakan
membaca adalah menggali hikmahnya. Atau, menemukan diri penyair dalam
karangannya.kritik sastra harus mampu menyelidiki sampai mana penyair dapat
mengungkapkan isi hatinya.
Kritik Ajib Rosidi adalah kritik judisial. Ia mengemukakan bahwa untuk memahami
karya sastra seseorang, diperlukan pembicaraan dan penelitian latar belakang sosio-
budaya pengarang.
R.H Lome dalam kritik sastra, ia melakukan pendekatan objektif, bersifat induktif dan
mimetik. Sedangkan Umar Junus mengemukakan teori penciptaan, yaitu
teoripenilaian yang intinya menyatakan bahwa suatu ciptaan harus bisa menimbulkan
emosi pembaca. Atau juga bisa dikenal dengan teori induktif.
Kritik Subagyo Sastrowardoyo termasuk dalam kelompok kritik ilmiah. Tugas sastra
adalah mengorganisasikan dunia seni menjadi dunia pemikiran. Kesusasteraan tidak
terpisah dari penilaian, dan dalam penilaian, subaqgyo menggunakan kriteria estetik.
Aliran Rawamangun adalah kelompok sastra dari Univ. Indonesia yang lahir di
daerah Rawamangun. Diprakarsai oleh M.S Hutagalung tahun 1975. dasar kritik
aliran ini adalah teori objektif.

2.3.8 Teori kritik Sastra Periode 1976-1988


Pada tahun 1980-an teori sastra dan  kritik sastra Barat yang bermacam
coraknya itu diterapkan di Indonesia oleh para sastrawan dan akademik. Seperti kritik
sastra teori semiotik, kritik sastra kontekstual, realisme sosialis. Teori sastra yang
dirasakan kurang sesuai dengan karya sastra Indonesia yang bercorak latar budayanya
sendiri oleh sastrawan Indonesia dilakukan penyaringan. Para tokoh kritikus pada
periode ini adalahKorrie Layun Rampan, Budi Darma, Pamusuk Eneste.

2.3.9 Teori Kritik Sastra Indonesia/Nusantara Lama/Kuna


Banyak bemunculan kajian dan kritik sastra Indonesia / Nusantara Lama/
Kuna yang menerapkan teori sastra Barat sekirtar tahun 1980-an. Beberapa
mahasiswa mengedisikannya seprti naskah bali, Babad Buleleng oleh P.J Wrsley,
Hikayat Sri Rama oleh Univ Indonesia, Hikayat Hang Tuah dari Fakultas sastra
UGM, Kakawin Gajah Mada oleh Univ. Padjajaran, disertsi Merong Mahawangsa
berbahasa Melayu Kuno, dan disertasi Hikayat Iskandar Zulkarnaen oleh UGM.
Demikianlah bukti bahwa teori modern Barat bisa di adaptasi hingga kritik sastra
Nusantara Lama.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori (thoeritical
criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah bidang kritik sastra
yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-kategori dan kriteria-kriteria
untuk diterapkan dalam pertimbangan dan interprestasi karya sastra, yang dengannya
karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan
dalam penerapan teori-teori kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit.
Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism) dan
impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra yang
melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-ukuran, hukum-
hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan kritik sastra berdasarkan
ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif.
Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk
mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan penilaian.
Ada perbedaan antara dua kritik sastra dua liran tersebut. Kritik sastra nonakemik
tidak terpaku pada format seperti yang terdapat pada petunjuk Tekhnik Penulisan Ilmiah;
teori dan metode sastra meskipun digunakan ─ tidak diekspilitkan, dan menggunakan
bahasa ilmiah populer. Jenis-jenis tulisannya berupa esai dan artikel yang dipublikasikan
lewat koran, majalah, atau buku-buku yang merupakan kumpulan kritik sastra. Para
penulisnya umumnya sastrawan, wartawan atau kalangan umum yang tertarik mendalam
dunia sastra.
Saran
Karya sastra terdiri atas beragam jenis, yaitu puisi, prosa dan drama. Artinya, kritik
sastra dapat menjadikan puisi, puisi, prosa atau drama sebagai objeknya. Dengan
demikain, jenis kritik ini dapat dibagi lagi menjadi berdasarkan objeknya, yakni kritik
puisi, kritik prosa, kritik drama. Selain itu, kritik satra itu sendiri dapat dijadikan kritik
sehingga dinamakan kritik atas kritik.

DAFTAR PUSTAKA

Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta : Grasindo.


Ulfah, Suroto. 2000. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Layun Rampan, Korrie. 1999. Aliran-Jenis Cerita Pendek. Jakarta : Balai Pustaka.
Sardjono Pradotokusumo, Partini. 2005. Pengkajian  Sastra. Jakarta : Gramedia.
The gau’ 2011 : Makalah Kritik Sastra_www.muhsakirmsg.blogspot.com/

You might also like