You are on page 1of 88

Nama : Afifa Andriani Sukma Windarti

Nim : 202102044

Kelas :2B

TUGAS TI

Mencari jurnal maternitas, bukti screenshot dan link, kemudian lampiran jurnalnya berada pada bagian paling bawah

1. scholar.google.com

Link :
https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=+Pemberian+inisiasi+menyusu+dini+pada+bayi+baru+lahir&btnG=#d
=gs_qabs&t=1667821066333&u=%23p%3DQn1FfNE3PEoJ

2. e-resource.perpusnas.go.id

Link : https://onesearch.id/Record/IOS15527.article-2
3. academia.edu

Link :
https://www.academia.edu/62011885/Pelatihan_Teknik_Pijat_Perah_Dan_Teknik_Pijat_Oksitoksin_Pada_Kader_Di_Wilayah_Kerja
_UPT_Puskesmas_Astambul
4. research gate

Link :
https://www.researchgate.net/publication/329607782_Faktor_Risiko_Berat_Badan_Lahir_di_Rumah_Sakit_Umum_Madani_Medan
5. doaj.org/directory

Link : https://doaj.org/toc/2621- 2994?source=%7B%22query%22%3A%7B%22bool%22%3A%7B%22must%22%3A%5B%7B


%22terms%22%3A%7B%22index.is sn.exact%22%3A%5B%222621- 2994%22%5D%7D%7D%5D%7D%7D%2C%22size
%22%3A100%2C%22sort%22%3A%5B%7B%22created_date%22%3A%7B%
22order%22%3A%22desc%22%7D%7D%5D%2C%22_source%22%3A%7B%7D%2C%22track_total_hits%22%3Atrue%7D

6. garuda.kemdikbud.go.id

Link : https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2213658
7. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/PubMed

Link : ncbi.nlm.nih.gov

8. https://sinta.ristekbrin.go.id/
Link : https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikm/article/view/752/506
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

PEMBERIAN INISIASI MENYUSU DINI PADA BAYI BARU LAHIR

Arlin Adam1, Andi Alim2, Novi Purnama Sari3


1
Dosen Jurusan Promkes FKM UPRI Makasar
2
Dosen Jurusan Gizi Kesmas FKM UPRI Makasar
3
Fakultas Kesehatan Masyarakat UPRI Makassar

ABSTRACT

Provision of Early Initiation of Breastfeeding (IMD) to newborns in Indonesia is still


relatively more low. Early Initiation of Breastfeeding can increase potential success of exclusive
breastfeeding for 6 months. Found 40% of infant deaths occur in the first month of life. The infant
mortality can be reduced by up to 22% with action of Early Initiation Breastfeeding. This study aimed
to analyze the influence of knowledge, support health, and social culture of the provision of Early
Initiation of Breastfeeding newborn. This research was conducted at the General Hospital of Makassar
to the entire population that has been doing deliveries, with a total sample of 100 respondents.
Research shows that there is a relationship between the mother's knowledge by giving Early Initiation
of Breastfeeding (p = 0.000). There is a relationship between support services to the administration of
Early Initiation of Breast feeding (p = 0.000). There was no relationship between the social and
cultural perspectives giving Early Initiation of Breastfeeding (p = 1,000). Enough knowledge about the
provision of Early Initiation of Breastfeeding is a need for being able to reduce infant mortality.
Health workers support the Early Initiation of Breastfeeding is an appropriate step to encourage
mothers to give Early Initiation of Breastfeeding. Social effects of culture against early initiation of
breastfeeding sometimes become an obstacle to the provision of Early Initiation of Breastfeeding.

Keyword: IMD, Knowledge, Service Support, Social Cultural.

PENDAHULUAN eksklusif meningkat menjadi 77,18%


Berdasarkan penelitian WHO (World (Kusumawati, 2013).
Health Organization) tahun 2013, di enam Inisiasi Menyusu Dini atau Permulaan
negara berkembang resiko kematian bayi antara Menyusu Dini adalah bayi mulai menyusu
usia 9 – 12 bulan meningkat 40% jika bayi sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi
tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia manusia juga seperti mamalia lain mempunyai
dibawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan
menjadi 48% sekitar 40% kematian balita dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya,
terjadi satu bulan pertama kehidupan bayi. setidaknya selama satu jam segera setelah lahir.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mengurangi Cara melakukan inisiasi menyusu dini ini
22% kematian bayi 28 hari, berarti inisiasi dinamakan the breast crawl atau merangkak
menyusu dini (IMD) mengurangi kematian mencari payudara sendiri (Irawan, 2013).
balita 8,8%. Namun, di Indonesia hanya 8% ibu Pada hari pertama sebenarnya bayi
yang memberikan ASI eksklusif kepada belum memerlukan cairan atau makanan, tetapi
bayinya sampai berumur 6 bulan dan hanya 4% pada usia 30 menit harus di susukan pada
bayi disusui ibunya dalam waktu satu jam ibunya, bukan untuk pemberian nutrisi tetapi
pertama setelah kelahirannya. Padahal sekitar untuk belajar menyusu atau membiasakan
21.000 kematian bayi baru lahir (usia dibawah menghisap puting susu dan juga guna
28 hari) di Indonesia dapat dicegah melalui mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi
pemberian ASI pada satu jam pertama setelah ASI. Apabila bayi tidak menghisap puting susu
lahir. pada setengah jam setelah persalinan, Prolaktin
Angka kematian bayi dan balita di (hormon pembuat ASI) akan turun dan sulit
Sulawesi Selatan dapat digambarkan, antara merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan
lain persentase cakupan pemberian ASI keluar pada hari ketiga atau lebih dan
eksklusif (57,48% pada tahun 2013 dan 57,05% memperlambat pengeluaran kolostrum (Roesli,
pada tahun 2014) dan lain-lain. Untuk data 2010).
tahun 2013 persentase, cakupan pemberian ASI Manfaat Inisiasi Menyusu Dini, bayi
dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres,

7 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

pernafasan dan detak jantung lebih stabil, Keberhasilan pembangunan nasional


dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu dan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
bayi. Sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada sumber daya manusia yang berkualitas.
puting susu ibu akan merangsang pengeluaran Kekurangan gizi yang terjadi pada individu
hormon oxytosin yang menyebabkan rahim dapat merusak kualitas sumber daya manusia.
berkontraksi sehingga mengurangi perdarahaan Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari
ibu dan membantu pelepasan plasenta. Bayi pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan
juga akan terlatih motoriknya saat menyusu, dapat berakibat pada tingginya angka kematian
sehingga mengurangi kesulitan posisi menyusu ibu, angka kematian bayi, angka kematian
dan mempererat hubungan ikatan ibu dan anak balita serta rendahnya umur harapan hidup
(JNKPK-KR, 2013). (Kusumawati, 2013). Berdasarkan latar
Dengan adanya upaya kesehatan ibu belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
bersalin maka peran tenaga kesehatan sangatlah meneliti tentang hubungan pemberian inisiasi
penting, karena bisa memberikan keyakinan menyusu dini pada bayi baru lahir diruang
dan kepercayaan kepada ibu bersalin. Tenaga bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Kota
kesehatan akan sangat berpengaruh dalam Makassar.
pelaksanaan IMD yang dilakukan sesaat setelah
bayi lahir (Notoatmodjo 2010). METODE
Edukasi sangat berpengaruh terhadap Jenis Penelitian
perubahan pengetahuan. Perilaku menyusui Penelitian ini merupakan observasi analitik
bayi sendiri dianggap sebagian orang sebagai yaitu penelitian yang menjelaskan adanya
tingkah laku yang tradisional. Pengetahuan ibu hubungan antara variabel melalui pengujian
tentang IMD sangat penting. Banyak ibu tidak hipotesa. Sedangkan waktu penelitian dengan
mengetahui tentang manfaat IMD. Seringkali metode survey dan wawancara dengan
para ibu memiliki pemahaman yang tidak kuesioner. Berdasarkan waktu penelitian adalah
benar, misalnya tidak perlu meneteki bayi potong lintang (cross sectional) karena
karena ASI belum keluar atau karena air susu mempelajari korelasi antar variabel sebab
yang keluar pertamakali dan berwarna kuning dengan akibat.
adalah kotoran dan basi. Hal lainya yang
membuat pemberian ASI tertunda misalnya ibu Waktu dan Lokasi Penelitian
merasa haus dan perlu istirahat dulu kerena Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum
lelah, masih merasa sakit, atau menganggap Daerah Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
bayi perlu dimandikan terlebih dahulu dimulai pada tanggal 25 April sampai dengan
(Notoatmodjo 2010). 24 Juni tahun 2016
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif
kepada bayi sampai umur enam bulan Populasi dan Sampel
bergantung pada keberhasilan praktik inisiasi Populasi dalam penelitian ini adalah
menyusu dini, juga sangat bergantung pada seluruh ibu yang telah melahirkan pervaginam
factor social. Peran faktor sosial budaya adalah dengan bayi sehat yang ada di Rumah Sakit
dalam membentuk, mengatur, dan Umum Daerah Kota Makassar yang berjumlah
mempengaruhi tindakan dan kegiatan dalam 135 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah
pemberian ASI. Adakalanya faktor sosial sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
budaya dapat mendukung pemberian ASI atau yang diteliti dan dianggap mewakili, dalam
sebaliknya adakalah faktor social budaya penelitian ini adalah semua ibu bersalin
menghindari pemberian ASI. pervaginam dengan bayi sehat di Rumah Sakit
Upaya meningkatkan pemberian ASI Umum Daerah Kota Makassar.
sedini mungkin di Indonesia hingga saat ini Besar sampel yang diambil dengan
masih banyak menemui kendala. Permasalahan menggunakan rumus:
yang utama adalah faktor kurangnya
pengetahuan, sosial budaya, kesadaran akan N . Z2 . p . q
pentingnya ASI untuk kesehatan anak, n = d . (N-1) + Z2 . p . q
2

pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan


yang belum sepenuhnya mendukung program Diperoleh besar sampel sebanyak 100 orang.
peningkatan penggunaan ASI. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
simple random sampling.

7 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

Teknik Pengumpulan Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan


Teknik pengumpulan data yang digunakan Uji Chi-Square (X2) dengan tingkat signifikasi
adalah kuesioner dan observasi. Kuesioner alfa (α = 0,05), taraf kepercayaan 95% dan
adalah suatu daftar pertanyaan yang dibutuhkan derajat kepercayaan df = 1.
dari masing-masing responden yang menjadi
sampel sebanyak ibu yang bersalin. Observasi Penyajian Data
adalah penelitian awal atau pra penelitian Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk
dengan maksud untuk mengidentifikasi tabel kemudian dinarasikan dengan
berbagai permasalahan-permasalahan yang ada menggunakan program Microsoft excel dan
dilapangan yang ada relevansinya dengan Microsoft word.
penelitian ini.
Analisa data HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Makassar

Variabel penelitian n % Variabel Penelitian n %


Umur Tingkat Pendidikan
26 – 30 42 42 Akademi/S1 6 6
21 – 25 39 39 SLTA 52 52
18 – 20 15 15 SLTP 37 37
31 – 35 3 3 SD 3 3
>35 1 1 Tidak Sekolah 2 2
Jumlah 100 100 Jumlah 100 100
Pemberian IMD Pengetahuan
Tidak Dilakukan 81 81 Kurang 77 77
Dilakukan 19 19 Cukup 23 23
Jumlah 100 100 Jumlah 100 100
Dukungan Tenaga Kesehatan Sosial Budaya
Tidak 76 76 Tidak Percaya 68 68
Ya 24 24 Percaya 32 32
Jumlah 100 100 Jumlah 100 100

Berdasarkan tabel 1, distribusi respoden (23%) dan responden yang memiliki


responden berdasarkan umur yaitu pada umur pengetahuan kurang lebih kecil yaitu 77
26-30 sebanyak 42 responden (42%), responden (77%). Berdasarkan dukungan
sedangkan pada umur 21 – 25 sebanyak 39 tenaga kesehatan, sebanyak 76 responden
responden (39%) dan pada umur 18 – 20 (76%) tidak mendapatkan dukungan tenaga
sebanyak 15 responden (15%). Distribusi kesehatan, sedangkan sebanyak 24 responden
responden berdasarkan tingkat pendidikan (24%) mendapatkan dukungan tenaga
responden yaitu 52 responden (52%) kesehatan. Berdasarkan sosial budaya terdapat
mengenyam pendidikan SLTA, sebanyak 3 68 responden (68%) tidak percaya, sedangkan
responden (37%) mengenyam pendidikan sebanyak 32 responden (32%) percaya.
SLTP, pada tingkat Akademi/S1 Sebanyak 6
responden (6%), yang tingkat pendidikan Hasil Analisa Hubungan Variabel
sekolah dasar sebanyak 3 responden (3%) dan Berdasarkan Tabel. 2 menunjukkan
yang tidak bersekolah 2 responden (2%). hubungan pengetahuan ibu dengan Inisiasi
Berdasarkan dari pemberian Inisiasi Menyusu Dini. Responden dengan pengetahuan
Menyusu Dini sebanyak 81 responden (81%) cukup namun tidak memberikan Inisiasi
tidak melakukan Inisiasi Menyusu Dini, Menyusu Dini sebesar 8 (34,78%) serta yang
sedangkan 19 responden (19%) melakukan memberikan Inisiasi Menyusu Dini sebanyak
Inisiasi Menyusu Dini. Responden yang 15 (65,22%), sedangkan yang memiliki
memiliki pengetahuan yang cukup tentang IMD pengetahuan kurang dan tidak memberikan
(Inisiasi Menyusu Dini) adalah sebanyak 23 Inisiasi Menyusu Dini sebanyak 73 (94,81%)

7 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

dan yang memberikan Inisiasi Menyusu Dini hal ini berarti bahwa Ha diterima dan Ho
sebanyak 4 (5,19%). Berdasarkan hasil uji ditolak atau ada hubungan antara pengetahuan
statistik diperoleh nilai p = 0. 000 < α = 0,05, ibu dengan Inisiasi Menyusu Dini.

Tabel 2. Hubungan Pengetahuan Ibu, Dukungan Tenaga Kesehatan dan Sosial


Budaya dengan Inisiasi Menyusu Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah
Makassar

Inisiasi Menyusu Dini


Variabel Penelitian Tidak Total
Dilakukan p
dilakukan
n % n % n %
Pengetahuan
Kurang 73 94,81 4 5,19 77 100 0, 000
Cukup 8 34,78 15 65,22 23 100
Total 81 81,00 19 19,00 100 100
Dukungan Tenaga Kesehatan 100
Tidak 72 94,74 4 5,26 76 0,000
Ya 9 37,50 15 62,50 24 100
Total 81 81,00 19 19,00 100 100
Sosial Budaya
100
Percaya 26 81,25 6 18,75 32 1,000
Tidak Percaya 55 80,88 13 19,12 68 100
Total 81 81,00 19 19,00 100 100

Responden yang tidak mendapatkan


dukungan tenaga kesehatan dan tidak PEMBAHASAN
memberikan IMD sebesar 72 (94,74%) dan Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian
memberikan Inisiasi Menyusu Dini sebesar 4 Inisiasi Menyusu Dini
(5,26%) sedangkan yang mendapat dukungan Dari hasil penelitian yang telah
tenaga kesehatan dan tidak memberikan IMD dilakukan bahwa pengetahuan ibu mengenai
sebesar 9 (37,50%) dan memberikan IMD Inisiasi Menyusu Dini menunjukkan nilai yang
sebesar 15 (62,50%). Berdasarkan hasil uji kurang, hal tersebut mempengaruhi pada
statistic diperoleh nilai p = 0,000 < α = 0,05, hal pemberian Inisiasi Menyusu Dini pada bayi
ini berarti bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang baru saja melewati masa bersalin. Inisiasi
atau adanya hubungan antara dukungan tenaga menyusu dini merupakan tahapan awal dimana
kesehatan dengan pemberian inisiasi menyusu bayi yang telah melewati masa bersalin akan
dini. mengenal asupan berupa air susu ibu.
Responden yang tidak percaya dan pemberian inisiasi menyusu dini juga dapat
tidak melakukan Inisiasi Menyusu adalah memberikan cakupan gizi yang besar bagi bayi,
sebesar 55 (80,88%) dan yang melakukan dikarenakan kandungan air susu pada payudara
Inisiasi Menyusu Dini adalah sebesar 13 ibu yang pertama kali keluar adalah kolostrum
(19,12%) sedangkan responden yang percaya yang sangat bermanfaat bagi bayi khususnya
dan tidak melakukan Inisiasi Menyusu Dini sebagai pembentukan imunitas tubuh bayi.
adalah sebesar 26 (81,25%) dan yang Kurangnya pengetahuan ibu tentu akan
melakukan Inisiasi Menyusu Dini adalah mempengaruhi tindakan ibu untuk memberikan
sebesar 6 (18,75%). Berdasarkan hasil uji Inisiasi Menyusu Dini. Hal ini terjadi karena
statistic diperoleh nilai p = 1, 000 > α = 0,05, semakin tinggi pengetahuan akan semakin
hal ini berarti bahwa Ho diterima dan Ha mudah juga untuk memberikan informasi dan
ditolak atau tidak adanya hubungan antara mengarahkan ibu untuk memberikan IMD.
sosial budaya dengan pemberian inisiasi Pengetahuan adalah pola yang telah
menyusu dini. tersusun secara sistematis melalui pengalaman
indrawi yang tertanam dalam ingatan setiap

7 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602
orang. pengetahuan harusnya membentuk
pola

8 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

perilaku dimana seseorang dapat bertindak itu, keterampilan dalam menerapkan tatalaksana
dengan memikirkan aspek positif dan negatif Inisiasi Menyusu Dini dengan benar memang
yang ada. terbentuknya pengetahuan pada sudah menjadi hal yang mutlak yang harus
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dimana dimiliki oleh petugas kesehatan yang menolong
pada wilayah tersebut senantiasa membahas persalinan. Ibu maupun suami yang
atau membicarakan argument yang menyangkut mendampingi akan mengikuti apa saja yang
pada pola pengetahuan itu sendiri. disarankan dan dilakukan oleh petugas
Penelitian yang sejalan dijelaskan oleh kesehatan pada saat persalinan. Apabila petugas
Winda (2003), dimana dalam pembahasannya kesehatan tidak terampil dalam penerapan
menjelaskan bahwa semakin tinggi langkah-langkah dalam IMD maka
pengetahuan maka semakin tinggi pula kemungkinan besar Inisiasi Menyusu Dini akan
kesadaran atau tindakan yang dilakukan, gagal dilaksanakan pasca persalinan.
sebaliknya jika pengetahuan rendah maka akan Kendala utama yang ditemukan di
berpengaruh pada tidak maksimalnya lapangan yang berhubungan dengan
pemberian Inisiasi Menyusu Dini. pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini antara lain,
Berbeda dengan penelitian yang belum optimalnya komitmen Rumah Sakit dan
dilakukan oleh Ansar Said (2005) tidak ada penolong persalinan untuk selalu melakukan
hubugan yang terjadi, jika pengetahuan Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir,
menunjukkan nilai cukup maka ibu akan gempuran promosi susu formula dengan iming-
memberikan Inisiasi Menyusu Dini. bisa jadi iming bonus yang begitu besar kepada petugas
ibu yang memiliki pengetahuan cukup tidak kesehatan. Faktor ibu bersalin juga berperan
melakukan Inisiasi Menyusu Dini disebabkan pada kegagalan Inisiasi Menyusu Dini antara
oleh aktifitas kerja yang sangat padat atau ada lain rendahnya pengetahuan ibu tentang Inisiasi
hal lain yang menyebabkan sehingga ibu tidak Menyusu dini. Oleh karena itu diharapkan
memberikan Inisiasi Menyusu Dini. petugas kesehatan lebih bijak dalam
memberikan penyuluhan dan pengarahan
Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan tentang IMD jangan malah petugas kesehatan
dengan Pemberian Inisiasi Menyusu Dini sendiri yang memotivasi ibu untuk memberikan
Dari hasil penelitian ini menunjukan susu formula.
bahwa sebagian besar responden yang tidak Hasil penelitian di atas sejalan dengan
mendapatkan dukungan petugas kesehatan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan
terkait pelaksanaan inisiasi menyusu dini tidak (2012), bahwa dukungan tenaga kesehatan yang
melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini. menolong persalinan sebagai faktor
Sedangkan pada responden yang mendapatkan penguatuntuk pemberian ASI Eksklusif kepada
dukungan tenaga kesehatan sebagian besar bayi. Juga penelitian yang dilakukan oleh Ratri
melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini. Penelitian (2000), bahwa ada hubungan bermakna antara
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pemberian ASI pertama kali dengan pemberian
oleh yendra (2011), Suhartatik dkk (2013) yang nasehat ASI yang diterimasaat pemeriksaan
menyatakan bahwa ada hubungan yang kehamilan. Ibu yang menerima nasehat tentang
signifikan antara dukungan tenaga kesehatan ASI memiliki rata-rata pemberian ASI pertama
dengan pemberian Inisiasi Menyusu Dini. kali paling cepat yaitu 26, 25 jam setelah lahir.
Petugas kesahatan penolong persalinan
merupakan kunci utama keberhasilan IMD Hubungan Sosial Budaya dengan Pemberian
karena dalam waktu tersebut peran dan Inisiasi Menyusu Dini
dukungan penolong persalinan masih sangat Dari hasil penelitian yang telah
dominan. Apabila penolong persalinan dilakukan terkait dengan pengaruh sosial
memfasilitasi ibu untuk segera memeluk budaya yang terjadi terhadap pemberian Inisiasi
bayinya maka interaksi ibu dan bayi diharapkan Menyusu Dini bahwa masyararakat tidak
segera terjadi. Dengan pelaksanaan IMD, ibu terpengaruh akan hal tersebut. Pada umumnya
semakin percaya diri untuk tetap memberikan masyarakat saat ini tidak terpengaruh lagi oleh
ASInya sehingga tidak merasa perlu untuk adanya sosial budaya yang mengatakan tentang
memberikan makanan atau minuman kepada mitologi mengenai Inisiasi Menyusu Dini.
bayinya dan bayi akan merasa nyaman Masyarakat lebih cenderung berfikir modern
menempel pada payudara ibu dan tenang dalam dan tidak mempermasalahkan lagi larangan-
pelukan ibu segera setelah lahir. Oleh karena

8 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

larangan yang menjadi penghambat dalam kebiasaan atau social budaya yang tidak
pemberian inisiasi menyusu dini. mendukung pemberian IMD diubah dengan
Pada dasarnya sosial budaya akan adanya pengetahuan, karena sosial budaya yang
mempengaruhi susunan struktur di masyarakat ada dimasyarakat tentang Pemberian ASI
itu sendiri, dikarenakan segala aspek yang ada seperti ASI yang pertama kali keluar di adalah
diwilayah tersebut akan terserap secara sendiri kotoran namun ASI yang pertama keluar atau
sehingga akan di adopsi oleh masyarakat itu yang biasa disebut kolostrum adalah ASI yang
secara turun menurun. Mengubah dari suatu paling baik karena kandungan kolostrumnya.
sosial budaya tentang IMD di masyarakat Kolostrum ini akan keluar hingga hari
khusunya pada ibu untuk melakukan IMD kelima/tujuh. kolostrum ini mengandung zat
dengan memberikan pendidikan non formal putih telur (protein) yang kadarnya tinggi
seperti penyuluhan tenaga kesehatan pada ibu terutama kandungan zat anti infeksi/ daya tahan
hamil atau pada ibu yang melahirkan tentang tubuh. Sedangkan kadar laktosa dan lemaknya
manfaat IMD, secara bertahap akan mengubah rendah sehingga mudah dicerna. Jadi bila
kepercayaan ibu menyusui atau ibu hamil kolostrum berwarna jernih kekuningan ini
tentang IMD. dibuang, bayi tidak atau kurang mendapatkan
Meskipun ASI sangat penting zat-zat yang melindungi dari infeksi.
peranannya bagi bayi, sang ibu tidak begitu saja Walaupun pada masyarakat tradisional
bias menyusui terutama bagi mereka yang pemberian ASI bukan merupakan permasalahan
tinggal di daerah desa, pinggir kota, atau yang besar karena pada umumnya ibu
pedalaman, dimana informasi tentang asi dan memberikan bayinya ASI, namun permasalahan
menyusui tidak bias diankses begitu saja. adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai
Kalaupun ada informasi yang benar masih dengan konsep medis sehingga menimbulkan
harus berhadapan dengan berbagai mitos yang dampak negatif pada kesehatan dan
berkembang dimasyarakat tentang ASI dan ibu pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian
menyusui. Mitos-mitos tersebut telah ASI yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal
berkembang sekian lama, diwariskan secara ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap
turun-temurun, dan sebagian besar tidak bisa makanan yang di komsumsi si ibu baik pada
dibuktikan kebenarannya bahkan cenderung saat hamil maupun sesudah melahirkan.
menyesatkan. Salah satu mitos yang terjadi Sebagai contoh, pada masyarakat tanjung pura
dimasyarakat yaitu ASI bias merusak kulit bayi, ibu yang menyusui pantang untuk
karena anggapan ini telah masyarakat, sang ibu mengkonsumsi bayam, ikan laut, atau sayur
yang mendapati kulit bayinya terkena ASI akan nangka.
buru-buru menjilatnya atau membersikannya Pada beberapa masyarakat tradisional
dengan apa saja yang ada di dekatnya. Jika Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya
terlambat diyakini akan membuat kulit bayi yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan
memerah, dan bayi akan merasa gatal/panas. pola pemberian makanan pada bayi yang
Jika dibersikan untuk tujuan menjaga berbeda dengan konsepsi kesehatan yang
kebersihan tentu hal ini dianjurkan. Bias moderen. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
dilakukan dengan menggunakan kapas yang Muchtar Ali (2004) menyebutkan bahwa saat
dibasahi air hangat. Tapi bila karena ketakutan ini masyarakat telah berfikir modern sehingga
kulit bayinya akan rusak, itu adalah anggapan pengaruh sosial budaya dapat di filter
yang keliru. ASI tidak akan merusak kulit. pada sedemikian rupa.
bayi memang ada penyakit kulit yang disebut
atopic dermatitis atau sering disebut milk KESIMPULAN
dermatitis. Biasanya mneyerang daerah pipi, Terdapat hubungan yang signifikan
tapi penyebabnya bukanlah ASI atau hasil antara pengetahuan ibu dengan pemberian
kontak kulit dengan susu. Kemungkinan besar IMD. Terdapat hubungan yang signifikan
hal ini terjadi karena sebelumnya memang antara dukungan petugas kesehatan dengan
sudah ada kelainan kulit pada bayi tersebut. pemberian IMD. Tidak ada hubungan antara
Sosial budaya yang mendukung sosial budaya dengan IMD.
pemberian IMD dapat dipengaruhi oleh Disarankan pada ibu yang memiliki
pengetahuan, karena kebiasaan dalam konteks pengetahuan kurang agar sesering mungkin
ini adalah kebiasaan ibu meyusui bayi untuk mencari informasi mengenai IMD, ibu
dipengaruhi oleh pengetahuan. Kebiasaan- juga harus senantiasa aktif untuk menanyakan

8 Jurnal Kesehatan
Volume 2, Nomor 2, Desember 2016 p-ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602

pada ahli yang mengetahui tentang manfaat Ratri, C. (2000). Faktor-Faktor yang
IMD. Jika hal tersebut dilakukan maka secara Berhubungan dengan Pemberian ASI
otomatis ibu akan memberikan IMD kepada Pertama Kali di Purwakarta Jawa Barat
bayinya. tahun 1998 (Analisa Data Sekunder
Bagi Petugas layanan kesehatan Pengembangan Survei Cepat Untuk
seharusnya lebih aktif dalam memberikan Menilai Kualitas Pelayanan KIA di DT
informasi mengenai IMD, disamping itu hal II). Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
yang sangat penting harus dilakukan adalah Masyarakat Universitas Indonesia.
petugas harus mendukung Inisiasi Menyusu Roesli U. (2010). Inisiasi Menyusui Dini plus
Dini pada ibu. Bagi Ibu yang masih terpengaruh ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda.
demgan nilai-nilai sosial budaya agar dapat Suhartatik, dkk. (2013). Faktor-faktor yang
lebih dewasa dalam menyikapi segala aspek berhubungan dengan pelaksanaan
yang dapat menghambat pemberian IMD. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) di rumah
Bersalinn Srikandi Kota Kendari. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Volume 1 Nomor 4 Tahun 2012 Hal 1-7.
Ali Muchtar. (2004). Pengembangan Berpikir STIKES Nani Hasanuddin. Makassar.
dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Gelar Diakses Tanggal 4 Juli 2016.
Pustaka Mandiri. Bandung. Taringan, I. (2012). Pengetahuan dan Sikap
Irawan. (2013). Inisiasi Menyusui Dini Perilaku Ibu Dan Bayi Terhadap
Tertunda Meningkatkan Resiko Pemberian ASI Ekslusif (Knowledge,
Kematian Neonatal (jurnal) vol 117 No Attitude and Behavior of The Mother of
31 hal E380-e386. The Baby To The Breast Feeding
JNPK-KR. (2013). Pelatihan Asuhan Exclusively). Jakarta: Pusat Humaniora,
Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan
Dini. Jakarta. Masyarakat, Badan Penelitian Dan
Kusumawati, Anita. (2013). Hubungan Antara Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Pengetahuan Ibu Tentang Imd Dengan Keseharan RI.
sikap Inisiasi Menyusu Dini Di Rb Yendra. (2011). Hubungan Dukungan Sosial
Harapan Bunda Pajang Surakarta Tahun dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui
2010. Surakarta: Program Studi Diploma Dini di Wilyah Kerja Puskesmas Lubuk
IV Kebidanan Universitas Sebelas Maret. Buaya Kota Padang Tahun 2011,
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Skripsi, Fakultas Keperawatan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta; Universitas Andalas. Diakses Tanggal 4
PT. Rineka Cipta. Juli 2016.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi WHO (World Health Organization). (2013).
Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Bresasfeeding. C2013: cited 4 Juli 2016.
Cipta.

8 Jurnal Kesehatan
Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 1

ASUPAN ZAT GIZI PADA IBU HAMIL ANEMIA DAN KADAR FERITIN
RENDAH
Muhammad Nur Hasan Syah1*, Hasnah Supiah2, Anang S. Otoluwa3, Nurhaedar Jafar4,
Burhanuddin Bahar5
1. Program Studi S-1 Gizi STIKes Mitra Keluarga, Bekasi-Indonesia
2. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar-Indonesia
3. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar-Indonesia
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar-Indonesia
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar-Indonesia

*Korespondensi: Muhammad Nur Hasan Syah | STIKes Mitra Keluarga | anca.gizi@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Pola konsumsi wanita di Indonesia pada umumnya mengandung zat besi kualitas rendah. Sumber
bahan makan lebih banyak dari bahan sayuran dimana kadar zat besi pada sumber nabati diketahui memiliki kualitas
besi yang rendah dan untuk penyerapan memerlukan bantuan zat pendorong. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis perbedaan asupan zat gizi pada ibu hamil berdasarkan kadar hemoglobin dan kadar feritin.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 71 ibu hamil. Pengumpulan data selama 2 bulan, September – Oktober 2012. Pemeriksaan Hemoglobin
dilakukan dengan cara cyanmethemoglobin dan kadar besi dengan menggunakan metode HPLC.
Hasil: Hasil yang diperoleh adalah 32,4% anemia dan 5,6% memiliki kadar feritin rendah. Berdasarkan analis pada
kedua kondisi memiliki asupan energi rendah, yaitu 42% Angka Kecukupan Gizi (AKG). Asupan protein cukup
sekitar 70% AKG dan 68% AKG. Aupan zat gizi mikro dibagi menjadi dua bagian, vitamin E, vitamin C, tiamin,
riboflavin, niasin, dan seng memiliki asupan yang rendah yaitu 20-50% AKG. Bagian lainnya, folat dan besi
memiliki asupan sangat rendah yaitu <20% AKG.
Kesimpulan: Asupan zat gizi pada ibu hamil anemia dan kadar feritin rendah memperlihatkan asupan yang rendah
dibanding AKG. Disarankan ibu hamil dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang konsumsi
makanan bergizi seimbang.
Kata Kunci : Anemia, Feritin, Ibu hamil

Diterima 27 Oktober 2018; Accepted 30 Desember 2018

PENDAHULUAN
Masalah gizi di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah gizi
kurang. Bahkan masalah gizi pada kelompok umur tertentu mempengaruhi status gizi pada periode siklus
kehidupan berikutnya. Masalah gizi pada setiap fase kehidupan akan saling terkait, misalnya jika ibu hamil
KEK dan Anemia maka akan berisiko melahirkan anak Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pendek
(stunting), anemia pada bayi yang dilahirkannya, dan dapat berimplikasi kepada kesehatan ibu dan anak.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, bahwa setiap tahunnya wanita yang
bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang. Menurut Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 262/100.000 Kelahiran
Hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32/1000 Kelahiran Hidup. Kematian ibu adalah
kematian seorang wanita yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya
kehamilan, tanpa melihat lama dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan karena kecelakaan.
Data riset kesehatan dasar 2007 menunjukkan kejadian anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 24,5%
dan kejadian BBLR (11,5%), sedangkan data Riskesdas 2010 menunjukkan balita gizi buruk dan kurang
(17,9%) serta stunting (36,8%). Masalah gizi ibu hamil banyak mendapat perhatian karena berpengaruh
besar terhadap janin dan tumbuh kembang anak.
Menurut pernyataan Bank Dunia (2006) bahwa kekurangan gizi yang terjadi pada masa tersebut akan
menimbulkan kerusakan awak kesehatan, pada masa kehamilan anemia memiliki dampak yang signifikan
terhadap kesehatan ibu dan janin. Dibeberapa negara berkembang, anemia lebih sering terjadi pada ibu
hamil dan prevalensinya dilaporkan bahkan sampai 75%. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 2
pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 – 71,2% dan pada tahun
1994 meningkat menjadi 76,17%, 14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan
tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997).
Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung anemia ibu hamil pada
tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar
68,65%. Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi,
kekurangan asam folat dan kelainan hemoglobin.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas.
Pengaruh anemia saat kehamilan dapat berupa abortus, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini (KPD).
Pengaruh anemia saat persalinan dapat berupa partus lama,gangguan his dan kekuatan mengedan serta kala
uri memanjang sehingga dapat terjadi retensio plasenta. Pengaruh anemia saat masa nifas salah salah
satunya subinvolusi uteri, perdarahan post partum, infeksi nifas dan penyembuhan luka perineum lama.
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena
kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau
karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil
butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2 x lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat
berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan
menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting
untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan
cadangan zat besinya.
Status gizi ibu hamil akan sangat berperan dalam kehamilan baik terhadap ibu maupun janin, salah satu
unsur gizi yang penting ketika hamil adalah zat besi. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan
meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah
yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg (Carol,
2008).
Penelitian di Kingston Jamaica menyimpulkan bahwa status gizi ibu mempunyai kerkaitan erat
terhadap bayi berat lahir bahwa status gizi yang rendah mempunyai korelasi dengan BBLR (Mulyono,
2005). Di RS Surakarta bahwa ibu hamil KEK mempunyai pengaruh signifikan terhadap kejadian BBLR
(Pratomo & Wiknjosastro, 1995).
Selain itu, hasil penelitian di Peru menyatakan bahwa absorpsi besi sangat dipengaruhi oleh zat
gizimikro lainnya, suplementasi besi dan zink dapat membantu penyerapan besi sekitar 8-18% dibanding
dengan suplementasi besi saja. Pustaka lain juga mengatakan bahwa asupan Besi dan Seng memiliki
hubungan yang kuat. Ini menyatakan bahwa terjadi interaksi antar zat gizimikro (Brown, Wuehler, &
Peerson, 2001).
Penelitian di Bolivia juga menyebutkan dari 95% ibu hamil anemia di trimester 1, hanya 42% yang
merupakan anemia karena defisiensi besi (Cohen & Haas, 1999) Serum ferritin merupakan petunjuk kadar
cadangan besi dalam tubuh. Pemeriksaan kadar serum ferritin sudah rutin dikerjakan untuk menentukan
diagnosis defisiensi besi, karena terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indicator paling dini menurun
pada keadaan bila cadangan besi menurun (Citrakesumasari, 2012)
Kadar feritin dan hemoglobin sering digunakan untuk mengukur anemia defisiensi besi, khususnya
pada populasi. Jumlah kandungan ferritin dan hemoglobin dalam tubuh dapat menentukan besarnya
cadangan besi tubuh dan besi fungsional yang beredar dalam darah. Dalam metabolisme besi cadangan
besi tubuh akan dimobilisasi apabila besi fungsional tidak mencukupi kebutuhan besi tubuh. Bila keadaan
ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan terjadinya defisiensi besi hingga kondisi anemia.
Selama kehamilan, wanita hamil membutuhkan 1000 besi sedang- kan dari diet harian hanya mampu
menyerap 10-15% besi non heme yang dikonsumsi. Selain itu, pola konsumsi wanita di Indonesia pada
umumnya mengandung zat besi kualitas rendah. Sumber bahan makan lebih banyak dari bahan sayuran
dimana kadar zat besi pada sumber nabati diketahui memiliki kualitas besi yang rendah dan untuk
penyerapan memerlukan bantuan zat pendorong seperti zat asam askorbat.

METODE
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross-sectional dimana pengambilan data
hanya dilakukan satu kali. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Bontonompo dan

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 3
Bontonompo Selatan Kab. Gowa, Sulawesi Selatan. Pada bulan September – Oktober 2012. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh Ibu hamil yang berada di lokasi penelitian.. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 71 ibu hamil, sample dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang
berkaitan dengan data karakteristik ibu hamil, data faktor biomedis (umur, jarak kehamilan, paritas), sosial
ekonomi (pendidikan, pengetahuan gizi, pekerjaan), budaya (pantang makanan), keterpaparan asap rokok,
pemanfaatan layanan kesehatan (Ante Natal Care). Pengukuran Hb diukur dengan menggunakan hemocue.
Pengukuran kadar Feritin ibu hamil yang diambil dari darah vena mediana cubiti sebanyak 3 cc dan diukur
dengan menggunakan metode HPLC Pengukuran antropometrik ibu hamil (berat badan sebelum dan
selama hamil, tinggi badan, Lingkar Lengan Atas (LLA) dengan menggunakan timbangan digital dengan
tingkat ketelitian 0.1 kg, microtoise dengan tingkat ketelitian 0.1 cm, serta pita meter LLA dengan tingkat
ketelitian 0.1 cm. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer, yaitu Program
Nutrisurvey, dan program SPSS for Windows. Data akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik, baik
yang bersifat deskriptif maupun analitik.

HASIL
Tabel 1 menunjukkan bahwa umur ibu hamil sebagian besar masuk dalam kategori yang aman
melahirkan yaitu 19 – 29 tahun sebesar 53,5% dan umur yang berisiko yaitu 16 – 18 tahun sebesar 4,2%.
Adapun usia gestasi ibu hamil pada umumnya masih dalam trimester 1 sebesar 73,2 %, riwayat gravid yang
merupakan gambaran jumlah kehamilan yang dialami oleh Ibu hamil menunjukan bahwa sebagian besar
memiliki riwayat gravida 1 sebesar 50,7% dan terdapat 4,2% yang memiliki riwayat gravida 4. Riwayat
paritas dalam penelitian yaitu banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh ibu hamil menunjukkan
sebagian besar Ibu hamil belum pernah melahirkan 50,7% dan terdapat 2,8% Ibu hamil yang memiliki
riwayat paritas 3. Tingkat pendidikan menunjukkan bahwa ibu hamil sebagian besar termasuk pendidikan
tinggi yaitu tingkat SMA (26,8%) dan D3/S1 (18,3%).

Tabel 1. Karakteristik Umum Responden


Karakteristik n (71) %
Umur (thn)
16 – 18 3 4,2
19 – 29 38 53,5
30 – 49 30 42,3
Usia Gestasi
Tri 1 52 73,2
Tri 2 19 26,8
Riwayat Gravida
1
2 36 50,7
3 15 21,1
4 17 23,9
3 4,2
Riwayat Paritas
0 36 50,7
1 22 31,0
2 11 15,5
3 2 2,8
Pendidikan
Tidak Tamat SD/Mi 1 1,4
Tamat SD/Mi
Tamat SMP/Mts 19 26,8
Tamat SMA/MA 19 26,8
D3/S1 19 26,8

13 18,3

Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel umur berdasarkan status hemoglobin yang anemia lebih tinggi

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 4
rata-rata umurnya yaitu 27,09 tahun dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia yaitu 26,25
sedangkan kadar ferritin yang defisiensi juga lebih tinggi rata-rata umurnya yaitu 31,75 tahun dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak mengalami defisiensi ferritin. Adapun riwayat gravid berdasarkan status
hemoglobin menunjukkan bahwa pada ibu hamil yang anemia dan tidak anemia memiliki riwayat gravid
yang hampir sama yaitu 1,83, namun berdasarkan kadar ferritin, ibu hamil yang mengalami defisiensi
ferritin memiliki riwayat gravid yang lebih tinggi yaitu 2,25 dibandingkan ibu hamil yang tidak defisiensi
ferritin yaitu 1,79. Adapun riwayat paritas menunjukkan bahwa jumlah melahirkan pada ibu hamil yang
anemia dan tidak anemia hampir sama yaitu 0,70, sedangkan berdasarkan kadar ferritin menunjukkan
bahwa ibu hamil yang mengalami defisiensi ferritin memiliki riwayat paritas yang lebih tinggi yaitu 0,75
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak defisiensi ferritin yaitu 0,70.
Pemeriksaan kehamilan oleh ibu hamil ke petugas kesehatan menunjukkan bahwa ibu hamil yang
anemia lebih sering mengecek kehamilannya yaitu 1,86x dibandingkan ibu hamil yang tidak anemia yaitu
1,71x, hal yang sama terjadi pada kadar ferritin yaitu ibu hamil yang mengalami defisiensi ferritin lebih
sering memeriksakan kehamilannya yaitu 2x dbandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami
defisiensi ferritin yaitu 1,74x.
Variabel lingkar lengan atas (LILA) menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia memiliki LILA yang
lebih besar yaitu 26,45 cm dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia yaitu 25,55, hal yang sama
terjadi pada kadar ferritin yaitu ibu hamil yang mengalami defisien ferritin memiliki LILA yang lebih besar
yaitu 27,37 cm dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami defisiensi ferritin yaitu 25,75 cm.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata asupan energy lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami anemia dan
defisiensi ferritin yaitu masing-masing 896,2 ± 436,9 dan 881,0 ± 184,9 dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak anemia dan tidak defisiensi ferritin yaitu 849,5 ± 423,05 dan 863,7 ± 435,9. Hal yang sama
terjadi pada asupan protein yang juga lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami anemia dan defisiensi
ferritin yaitu masing-masing 49,16 ± 4,3 dan 44,35 ± 2,56, namun rata-rata asupan protein tersebut masih
rendah dibandingkan rata-rata AKG protein 67 gr.

Tabel 2. Riwayat ibu hamil berdasarkan status hemoglobin dan kadar ferritin
Jenis Status Hemoglobin Kadar Ferritin Total
Variabel Anemia Tidak Anemia Defisiensi Tidak Defisiensi (N = 71)
(n = 23) (n = 48) (n= 4) (n = 67)
Mean  SD Mean  SD Mean  SD Mean  SD Mean  SD
Umur (thn) 27,09  5,54 26,25  5,32 31,75  1,71 26,21  5,35 26,52  5,37
Gravida 1,83  0,93 1,81  0,96 2,25  0,95 1,79  0,94 1,82  0,94
Paritas 0,70  0,70 0,71  0,89 0,75  0,50 0,70  0,85 0,70  0,83
Frekuensi 1,86  1,32 1,71  1,16 2,0  2,16 1,74  1,59 1,76  1,21
Cek
Kehamilan
LILA (cm) 26,45  2,05 25,55  2,05 27,37  2,05 25.75  2,06 25,84  2,08
HB 10,00  0,92 11,59  0,54 9,72  2,08 11,15  1,01 11,07  1,01

Adapun asupan zat gizi mikro yaitu vitamin D lebih baik dibandingkan dengan asupan zat gizi makro
(energy dan protein), hal ini ditunjukkan dengan asupan vitamin D yang lebih tinggi dan sesuai dengan
AKG vitamin D pada ibu hamil yang tidak mengalami anemia dan tidak defisiensi vitamin D yaitu masing-
masing 5,15 ± 5,48 dan 4,76 ± 5,17. Namun rata-rata asupan zat gizi mikro lainnya seperti vitamin E,
vitamin C, thiamin, riboflavin, niasin, folat, Fe, dan Zn ibu hamil lebih rendah dibandingkan dengan AKG
vitamin E, vitamin C, thiamin, riboflavin, niasin, folat, Fe, dan Zn yaitu masing-masing < 15,0 mg, < 85
mg, < 1,3 mg, < 1,39 mg, <18,0 mg, < 600 µg, < 26 mg dan < 11,4 mg, kecuali vitamin B12 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan AKG yaitu > 2,6 µg.

PEMBAHASAN
Asupan zat gizi makro (energy dan protein) dan mikro pada ibu hamil masih rendah dibandingkan
dengan AKG ibu hamil. Zat besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, vitamin C, tembaga dan
vitamin E diperlukan untuk fungsi yang tepat dalam tubuh. Besi merupakan komponen penting dari
hemoglobin dan sebagian besar anemia gizi di dunia ini disebabkan oleh kekurangan zat besi. Kekurangan

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 5
zat besi cenderung paling umum ketika asupan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
tubuh, misalnya dalam kehamilan, masa bayi dan pada remaja. Infeksi dan infestasi parasit juga penting,
karena dapat mengganggu aktivitas sumsum, atau meningkatkan eritropoiesis yang menyebabkan
kehilangan darah atau hemolisis. Kekurangan zat besi juga terjadi pada sindrom malabsorpsi. (Mother and
Child Nutrition in the Tropics and Subtropics).
Anemia karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 kurang umum. Asam folat dan vitamin B12
memainkan peran kunci metabolisme dalam sel dan diperlukan untuk perkembangan normal eritrosit
dalam sumsum tulang. Kekurangan asam folat lebih umum daripada vitamin B12, dan sebagian besar
terjadi selama kehamilan. Selain kehamilan, kekurangan asam folat dan B12 jarang terjadi kecuali pada
malabsorpsi dan penyakit tertentu dari usus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan zat besi pada ibu hamil dari makanan saja tidak cukup
(Hwang & Ji-Yun, 2013). Hal ini terbukti dari laporan sebelumnya bahwa kebutuhan zat besi selama
kehamilan tidak dapat dipenuhi oleh zat besi dari makanan saja sehingga diperlulkan suplemen zat besi
selama kehamilan guna memenuhi kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin yang normal/memadai
(Milman, 2006). Besi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin normal serta kebutuhan
fisiologis besi selama paruh kedua kehamilan yang tidak dapat dicapai dengan zat besi dari makanan saja.
Suplementasi zat besi selama kehamilan secara konsisten meningkatkan kadar feritin dan hemoglobin serta
menurunkan prevalensi anemia defisiensi besi.

Tabel 3 Asupan Zat Gizi Berdasarkan Status Hb, Kadar Ferritin dan AKG
Jenis Zat Status Hemoglobin Kadar Ferritin AKG Total
Gizi Anemia Tidak Anemia Defisiensi Tidak defisiensi (N = 71)
(n=23) (n=48) (n= 4) (n= 67)
Mean  SD Mean  SD Mean  SD Mean  SD Mean  SD Mean  SD
Energy 896,2  849,5  423,05 881,0  184,9 863,7  435,9 2085,6  864,6  425
(Kcal) 436,9 101,82
Proten (gr) 49,16  4,3 44,35  2,56 45,87  1,36 42,48  2,41 67,0  0,0 42,67  2,36
Vit. D 3,93  4,30 5,15  5,48 4,62  5,07 4,76  5,17 5,0  0,0 4,76  5,13
Vit. E (mg) 4,36  5,14 2,75  2,21 3,62  2,39 3,25  3,55 15,0  0,0 3,27  3,49
Vit.C (mg) 38,76  6,84 22,29  2,39 24,75  26,08 27,79  44,7 85,0  0,0 27,62  43,8
Thiamin 0,35  0,22 0,35  0,19 0,30  0,08 0,35  0,2 1,30  0,2 0,35  0,2
(mg)
Riboflavin 0,49  0,49 0,39  0,29 0,34  0,12 0,43  0,37 1,39  0,02 0,42  0,36
(mg)
Niasin (mg) 6,49  2,81 6,65  3,88 7,75  1,46 6,53  3,63 18,0  0,0 6,6  3,55
Folat (g) 78,13  4,9 71,82  36,5 72,25  8,4 73,9  4,19 600,0  0,0 73,86  40,7
Vit. B12 3,3  3,03 3,87  3,8 4,71  3,77 3,63  3,57 2,60  0,0 3,69  3,56
(g)
Fe (mg) 3,93  4,22 3,69  3,67 4,18  1,24 3,74  3,93 26,0  0,0 3,76  3,83
Zn (mg) 3,95  2,53 4,04  2,7 4,59  1,64 3,98  2,68 11,4  0,83 4,01  2,62

Dengan pertimbangan pengaruh negatif zat besi seperti peningkatan stres oksidatif dan penyerapan
kompetitif dengan logam divalen lainnya selama kehamilan, suplementasi besi dengan dosis yang tepat
berdasarkan status zat besi ibu hamil harus dipertimbangkan (Hwang & Ji-Yun, 2013). Penelitian
menyarankan bahwa profilaksis besi individu sesuai dengan status serum ferritin, menunjukkan risiko
kekurangan zat besi, sebaiknya diutamakan untuk profilaksis umum (Milman, 2006).
Selain itu, bioavailabilitas zat besi dari makanan hewani adalah lebih tinggi dibandingkan zat besi dari
makanan nabati karena komposisi tinggi besi hem dan faktor daging. Komponen dalam makanan seperti
fitat dan polifenol mengurangi penyerapan dari kedua diet dan besi tambahan. Penyerapan maksimum besi
dari suplemen dapat diperoleh ketika tablet dikonsumsi setelah makan (Brise, 1962)
Pola makan yang menyediakan 10-12 mg zat besi per hari, dan setidaknya 40% dari besi berasal dari
daging, akan memberikan jumlah yang cukup untuk orang dewasa normal. Rata-rata diet di Inggris pada
tahun 1976 tersedia 12 mg zat besi setiap hari. Dari jumlah ini 15% diperoleh dari roti putih dan sekitar
23% berasal dari kue-kue dan produk sereal. Daging disediakan sekitar seperempat dari asupan besi total

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 6
sehingga lebih dari setengah asupan zat besi berasal dari roti, tepung terigu dan daging. Dalam diet rata-
rata hem besi hanya menyumbang 1-3 mg zat besi per hari dan dalam komunitas petani miskin bahkan
kurang.
Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara
lain anemia. Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin kurang baik pola makan, akan semakin tinggi
angka kejadian anemia (Herlina & Djamilus, 2006). Beberapa studi dengan besi radioaktif biologis
dimasukkan ke dalam makanan telah membantu pemahaman kita tentang mekanisme serap dan
ketersediaan besi dari berbagai makanan. Dengan demikian, besi lebih baik diserap dari sapi dan ikan
dibandingkan dengan gandum. Paling sedikit penyerapannya adalah kacang, bayam dan jagung. Secara
umum, penyerapan zat besi dari makanan didasarkan terutama pada makanan nabati cukup rendah (1-5
persen) dan penyerapan dari diet yang mengandung jumlah yang cukup dari hewan protein lebih tinggi (8-
10 persen). Penyebab terbesar anemia gizi adalah berkurangnya asupan zat gizi yang berhubungan dengan
pola makan yang tidak baik akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan (Suryadi, 2009)
Pada umumnya, besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi.
Sementara di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang. Sementara
itu, sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam, mempunyai
ketersediaan biologic rendah. Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi
hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam daging hewan dapat
diserap dua kali lipat dari besi-nonhem. Kurang lebih 40% dari besi di dalam daging, ayam, dan ikan
terdapat sebagai besi hem dan selebihnya sebagai nonhem. Besi nonhem juga terdapat di dalam telur,
serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah-buahan. Konsumsi sumber zat besi hem
dan nonhem secara bermakna dapat meningkatkan penyerapan besi nonhem. Daging, ayam, dan ikan
mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi (Almatsier, 2004)
Buah pisang, jeruk, pepaya dan jambu biji merupakan sumber vitamin C yang dapat meningkatkan
optimalisasi penyerapan zat besi nonhem. Masih kurangnya frekuensi konsumsi sumber vitamin ini, bisa
menjadi salah satu penyebab masih terdapatnya ibu hamil yang anemia. Kebiasaan konsumsi serealia oleh
wanita India, memiliki korelasi hampir linier dengan intake kalori dan zat besi. Wanita dengan kadar
hemoglobin di bawah 8,0 g / dl dan berat badan kurang dibandingkan dengan wanita yang tidak anemia
memiliki penghasilan yang hampir sama groups. Data ini menunjukkan bahwa anemia menjadi salah satu
manifestasi dari keseluruhan ibu yang asupan zat gizinya tidak cukup dan memiliki berat badan kurang
(Kalaivani, 2009).
Ada kemungkinan bahwa program pemberian makanan tambahan ditujukan pada peningkatan asupan
makanan ibu yang diharapkan dapat memberikan perbaikan status hemoglobin ibu. Hal ini perlu dilakukan
karena anemia gizi merupakan kelompok terbesar kedua setelah gangguan gizi kurang energi-protein.
Individu yang paling rentan pada periode-periode kehidupan ketika kebutuhan gizi meningkat karena
tuntutan pertumbuhan. Di banyak bagian daerah tropis anemia gizi sangat umum karena asupan zat gizi
yang tidak memadai dan infeksi parasit atau cacing yang selanjutnya meningkatkan kebutuhan kebutuhan
gizi. Di banyak masyarakat yang makmur di Eropa Barat, anemia gizi digunakan untuk menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Mengingat tingginya prevalensi anemia pada kehamilan dan konsekuensi yang
serius pada ibu dan bayi, manajemen anemia pada kehamilan harus menjadi prioritas baik dalam obstetri
dan praktek kesehatan masyarakat. Penelitian telah menunjukkan bahwa konsekuensi buruk dari anemia ibu
dapat mempengaruhi tidak hanya neonatus dan bayi, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit tidak
menular ketika anak tumbuh menjadi dewasa dan risiko berat badan lahir rendah pada generasi berikutnya.

KESIMPULAN
Berdasar dari hasil penelitian maka simpulan yang dapat diperoleh adalah energi dan protein serta
beberapa vitamin dan mineral memiliki rata-rata asupan yang lebih tinggi pada ibu hamil yang mengalami
anemia dan defisiensi ferritin dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia dan tidak defisiensi
ferritin. Perlu disarankan peningkatan asupan zat gizi baik secara langsung melalui pemberian suplemen
maupun secara tidak langsung melalui penyuluhan dan konseling gizi pada ibu hamil.

REFERENSI
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Mitra Kesehatan
DOI:
ISSN: 2580-3379 (print); 2716-0874 7
Brise, H. (1962). Influence of Meals on Iron Absorbsion in Oral Iron Therapy. Acta Med Scand, 39-45.
Brown, K., Wuehler, S., & Peerson, J. (2001). Food and Nutrition Buletin. The Importance of Zinc in
Human Nutrition and Estimation of Global Prevalence of Zinc Deficiency.
Carol, J. L. (2008). Handbook of Nutrition and Pregnancy. Amerika Serikat: Humana Press.
Citrakesumasari. (2012). Anemia Gizi: Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta: Kalika.
Cohen, H., & Haas, D. (1999). Hemoglobin Correction Factors for Estimating the Prevalence of Iron
Deficiency at High Altitudes in Bolivia. Pan Am J Public Health, 392-399.
Herlina, N., & Djamilus, F. (2006). Faktor Risiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Pskesmas Bogor. Jakarta: BPPSDMK.
Hwang, & Ji-Yun. (2013). Maternal Iron Intake at Mid-pregnancy is Associated with Reduce Fetal Growth.
Nutrition Journal, 12-38.
Kalaivani, K. (2009). Prevalence and Consequences of Anemia in Pregnancy. Indian J Med Res, 627-633.
Milman, N. (2006). Iron Prohylaxis in Pregnancy-General or Individual and in Wich Dose? Annals
Hematologi, 821-828.
Mulyono, T. (2005). Anemia Ibu Hamil dan Hubungan dengan Beberapa Faktor di Kabupaten OKU
Provinsi Sumatera Selatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Pratomo, H., & Wiknjosastro, G. (1995). Pengalaman Puskesmas dalam Upaya Keselamatan Ibu: Pilot
Project di Beberapa Puskesmas. Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional, 1-8.
Suryadi, M. (2009). Gambaran Anemia Gizi dan Kaitannya dengan Asupan Serta Pola Makan pada Tenaga
Kerja Wanita di Tangerang. Jurnal Kedokteran Yarsi, 31-39.

J Mit. Desember, 2018 | Vol. 01(01) | Page


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-

ARTIKEL RISET
URL Artikel : http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg

FAKTOR RISIKO BERAT BADAN LAHIR DI RSU MADANI MEDAN

Risk Factor of Low Birth Weight Babies in RSU Madani

Utami1(K), Juliandi2, Zuraidah Nasution3


Bagian Kespro S2 Ilmu KesehatanMasyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
1
2,3
Bagian Kesehatan Masyarakat, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
1
Email Penulis Korespondensi(K): utami21@yahoo.com
No telepon korespondensi : 082367914007

Abstrak
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan BBLR, sepreti fakto ribu (umur ibu,
anemia, kehamilan ganda, komplikasi kehamilan, penyakit ibu).Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
November 2017. Populasi adalah seluruh Ibu yang melahirkan BBLR/< 2500 gram. Jumlah sampel
sebanyak 30 responden, sampel yang diambil adalah 1:1 dengan merekrut sejumlah subjek dengan
efek (kelompok kasus) dan control, yaitu bayi dengan berat lahir normal dan bayi dengan berat lahir
tidak normal. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 29 ibuatau 48,3% ibu hamil melahirkan BBLR
berumur antara 30-35 tahun sebanyak 27 ibu melahirkan bayi sebesar 93,1% merupakan anak
pertama, 20 ibu atau 33,3% mengalami anemia, komplikasi kehamilan sebanyak 33 ibu atau 51,7%
dan penyakit ibu sebanyak 32 ibu atau 53,3%. Gambaran ibu yang melahirkan BBLR adalah ibu
memiliki umur 18-41 tahun, mengalami komplikasi kehamilan dan anemia. Ada hubungan antara
umur ibu dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), ada hubungan antara anemia dengan bayi berat
lahir rendah, kehamilan ganda, komplikasi kehamilan dan penyakit yang dialami ibu.

Kata Kunci : Berat Badan Lahir Rendah, Faktor Risiko

Abstract
Low birth weight Babies infants with birth weight less than 2500 grams without regard the
period of gestation. There are many factors that cause LOW BIRTH WEIGHT, maternal factors like
(aged mother, anemia, multiple pregnancy, pregnancy complications, the disease of the mother). This
research was carried out in November of 2017. The entire population is mother a baby with birth
weight < 2500 grams. The number of samples as many as 30 infants. Sample numbers are taken is
1:1 by recruiting a number of subject with effects (case group) and control, namely baby with normal
birth weight and infant with birth weight is not normal. The result of the low birth weight infant
research that as many as 29 mother or 48.3% of pregnant women have low birth weight between the
ages of 30-35 years as many as 27 mother gave birth to a baby of 93.1% had their first child, mother
or 33.3% 20 experiencing anemia, pregnancy complications as many as 33 51.7% mom or mother's
disease and as many as 32 maternal or 53.3%. The image of the mother who gave birth to low birth
weight is the mother has aged 18-41 years, experiencing pregnancy complications and anemia.
Conclusionbfrom the research is there a relationship between age of mothers with Low Birth Weight,
there is a relationship between anemia with low-birth weight babies, multiple pregnancy, pregnancy
complications and illness experienced by the mother.

Keywords: Low Birth Weight, Risk Factor

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 7


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
PENDAHULUAN
Secara umum, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) lebih besar resikonya untuk mengalami
masalah atau komplikasi pada saat lahir(1).Menurut WHO BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan
derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Secara
statistik, angka kesakitan dan kematian neonatus di negara berkembang masih tinggi, penyebab utama
berkaitan dengan BBLR(2)(3).
Menurut World Health Organization (WHO) yaitu berat badan saat lahir <2500 gram.
Berdasarkan pengamatan epidemologi, bayi dengan berat <2500 gram mempunyai resiko 20 kali
untuk mengalami kematian dibandingkan dengan bayi yang berat badannya normal. BBLR lebih
banyak terjadi di negara berkembang jika dibandingkan dengan negara negara maju (4) (5).
Berdasarkan klasifikasi masa kehamilan maka bayi BBLR dapat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi
kecil masa kehamilan (6). Penyebab BBLR umumnya tidak hanya satu, sehingga kadang sulit untuk
dilakukan tindakan pencegahan. Faktor resiko kejadian BBLR diantaranya ibu hamil yang berumur
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat
BBLR sebelimnya, mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, beratnya
kurang, kurang gizi, perokok, penggunaan obat terlarang, alkohol, anemia, pre-eklamsia atau
hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan dan infeksi selama
dalam kandungan (7).
Ada beberapa faktor resiko BBLR yaitu ditinjau dari faktor ibu, kehamilan,dan faktor janin.
Faktor ibu meliputi gizi saat hamil kurang, umur ibu (<20 tahun dan > 35 tahun), jarak kehamilan
terlalu dekat, dan penyakit menahun, kurang gizi, merokok, konsumsi obat-obatan terlarang,
konsumsi alkohol, anemia, preeklamsia/eklamsia, sedangkan faktor kehamilan seperti hidramnion
dan kehamilan ganda. Adapun faktor janin yang mempengaruhi BBLR seperti cacat bawaan dan
infeksi dalam rahim (8).
Prevalensi BBLR menurut WHO (2010) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi
rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan dinegara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2500
gram. Hal ini dapat terjadi dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ibu mempunyai
penyakit yang langsung berhubungan dengan kehamilan, dan usia ibu (9).
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-
17,2%. Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia(SDKI). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka
ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju
Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%. Menurut SDKI 2002-2003, sekitar 57% kematian bayi
terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi
berat lahir rendah. Menurut perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat badan
rendah (10).
Berdasarkan data kesehatan provinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, lima
provinsi mempunyai presentase BBLR tertinggi adalah Provinsi Papua (27%), Papua Barat (23,8%),
NTT(20,3%), Sumatera Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%). Sedangkan lima provinsi
dengan presentase BBLR terendah adalah Bali (5,8%), Sulawesi Barat (7,2%), Jambi (7,5%), Riau
(7,6%), dan Sulawesi Utara (7,9%)(11).Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan
pada umur <20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan
dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 7


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya
belum matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya
secara sempurna dan sering terjadi komplikasi (12).
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan keputusan. Pendidikan
menentukan kemampuan menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi
pendidikan ibu akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil
dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya (13).
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh semua umur. Dalam arti
istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagin seseorang.
Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan nafkah atau masyarakat yang sibuk
dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yang akan memiliki waktu yang lebih untuk memperoleh
informasi (3).
Penelitian yang dilakukan oleh Simarmata menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan rendah
rata-rata berat lahir bayi lebih rendah daripad aibu yang berpendidikan tinggi, dalam hal ini
pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan ibu yang berkaitan dengan perawatan
selama hamil, melahirkan dan perawatan setelah melahirkan (14).
Meningkatnya kasus BBLR di RSU Madani dari tahun 2015 meningkat ke tahun 2016 menjadi
alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dengan mengetahui faktor resiko yang
berpengaruh terhadap kejadian BBLR, maka dapat dilakukan kegiatan intervensi yang tepat sasaran
yaitu pada kelompok-kelompok yang beresiko tinggi. Pada akhirnya program tersebut dapat
mengurangi kejadian BBLR dan angka kematian neonatal di RSU Madani Medan.
METODE
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan case control (15). Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor risiko umur ibu, anemia, kehamilan ganda, tingkat pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, komplikasi kehamilan, penyakit terhadap pengaruh kejadian berat bayi lahir rendah
(BBLR) di Rumah Sakit Umum Madani Medan (16). Penelitian ini dilakukan di RSU Madani Medan
Tahun 2018, dengan sampel ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir rendah masing-masing
sebanyak 30 responen pada kelompok kasus dan kontrol.Analisa bivariat menggunakan uji statistik
Chi-Square dengan Confident Interval (CI)<95% dengan batas kemaknaan (α<0,05).
HASIL
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa berdasarkan kelompok umur ibu yang berisiko (<20
dan >35 tahun) sebanyak 29 ( 48,3%)dan yang tidak berisiko( 20-35 tahun) sebanyak 31 (51,7%).
Berdasarkan Pendidikan, yang memiliki pendiikan tinggi sebanyak 46 (76,7%) dan pendidikan rendah
14 (23,3%). Sedangkan berdasarkan pekerjaan, baik ibu yang bekerja maupun yang tidak masing-
masing sebanyak 30 (50%). Berdasarkaan anemia ibu yang berisiko sebanyak 20 (33,3%) dan yang
tidak berisiko 40 (66,7%). Berdasarkan riwayat bayi kembar, yang memiliki riwayat kembar sebanyak
23 (38,3%) dan yang tidak memiliki bayi kembar 37 (61,7%). Berdasarkan komplikasi kehamilan
yang berisiko 33 (51,7%) dan yang tidak berisiko 27 (48,3%). Serta berdasarkan Penyakit Ibu, yang
berisiko sebanyak 32 (53,3%) dan tidak berisiko 28 (46,7%).
Tabel 1.
Analisis Karakteristik Responden
Variabel n Persentase
Umur
Beresiko <20 thn >35 tahun 29 48,3
Tidak beresiko 20-35 tahun 31 51,7
Pendidikan
Tinggi 46 76,7
Rendah 14 23,3

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
Pekerjaan
Bekerja 30 50,0
Tidak bekerja 30 50,0
Anemia
Beresiko <8-11gr/dl 20 33,3
Tidak Beresiko 11,5-15gr/dl 40 66,7
Bayi Kembar
Kembar 23 38,3
Tidak Kembar 37 61,7
Komplikasi Kehamilan
Beresiko 33 51,7
Tidak beresiko 27 48,3
Penyakit Ibu
Beresiko 32 53,3
Tidak beresiko 28 46,7

Tabel 2
Analisis Faktor Risio dengan Kejadian BBLR
Bayi yang dilahirkan
Variable Total p
BBLR Tidak BBLR OR
value
n % n % n %
Umur
Beresiko <20 thn >35 tahun 27 45 2 3,3 29 48,3 0,000 126,000
Tidak beresiko 20-35 tahun 3 5 28 46,6 31 51,7
Pendidikan
Tinggi 24 40 22 36,7 46 76,6 0,545
Rendah 6 10 8 13,3 14 23,3
Pekerjaan
Bekerja 17 28,3 13 21,7 30 50 0,306
Tidak bekerja 13 21,7 17 28,3 30 50
Anemia
0,001
Berisiko <8-11gr/dl 16 26,6 4 6,7 20 33,3 7,429
Tidak berisiko 11,5-15gr 14 23,3 26 43,4 40 66,7
BayiKembar
Kembar 22 36,3 1 1,7 23 38,3 0,000 79,750
Tidak Kembar 8 13,3 29 48,4 37 61,7
KomplikasiKehamilan
Beresiko 22 36,3 11 18,3 33 55 0,005 4,750
Tidak beresiko 8 13,3 19 31,7 27 45
PenyakitIbu
Beresiko 22 36,7 10 16,7 32 53,3 0,002 5,500
Tidak beresiko 8 13,3 20 33,4 28 46,7

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa responden dengan umur berisiko sebanyak 29
(48,3%) dimana 27 (45%) melahirkan bayi BBLR dan 2 (3,3%) tidak melahirkan BBLR, umur yang
tidak berisiko sebanyak 31 (51,7%) dimana 3 (5%0 melahirkan BBLR dan 28 (46,6%) tidak
melahirkan bayi BBLR, dengan nilai p value 0,000 dan OR 126,000. Sedangkan berdasarkan
pendidikan menunjukkan bahwa responden berpendidikan tinggi sebanyak 46 (76,6%) dimana 24

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
(40%) melahirkan BBLR dan 22 (36,7%) tidak melahirkan BBLR, pendidikan rendah sebanyak 14
(23,3%) dimana 6 (10%) melahirkan BBLR dan 8 (13,3%) tidak melahirkan BBLR, dengan nilai p
value 0,545. Sedangkan berdasarkan pekerjaan, responden yang bekerja dan tidak bekerja sebanyak
30 (50%) dimana responden yang bekerja terdapat 24 (40%) melahirkan BBLR dan 22 (36,7%) tidak
melahirkan BBLR, responden yang tidak bekerja 13 (21,7%) melahirkan BBLR dan 17 (28,3%) tidak
melahirkan BBLR, dengan nilai p value0,306. Sedangkan berdasarkan kategori anemia, yang berisiko
sebanyak 20 (33,3%) dimana 16 (26,6%) melahirkan BBLR dan 4 (6,7%) tidak melahirkan BBRL
dan
yang tidak berisiko sebanyak 40 (66,7%) dimana 14 (23,3%) melahirkan BBLR dan 26 (43,3%) tidak
melahirkan BBLR, dengan nilai p value 0,001, OR 7,429. Berdasarkan riwayat bayi kembar,
responden yang memiliki riwayat bayi kembar sebanyak 23 (38,3%) dimana 22 (36,2%) melahirkan
BBLR dan 1 (1,7%) tidak melahirkan BBLR, responden yang tidak memiliki riwayat sebanyak 37
(61,7%) dimana 8 (13,3%) melahirkan BBLR dan 29 (48,4%) tidak melahirkan BBLR, dengan nilai p
value 0,000, OR 79,750. Berdasarkan komplikasi kehamilan responden berisiko sebanyak 33 (55%)
dimana 22 (36,3%) melahirkan BBLR dan 11 (18,3%) tidak melahirkan BBLR, yang tidak berisiko
sebanyak 27 (45%) dimana 8 (13,3%) melahirkan BBLR dan 19 (31,7%) tidak melahirkan BBLR,
dengan nilai p value 0,000, OR. 4,750. Sedangkan berdasarkan penyakit ibu, yang berisiko sebanyak
32 (53,3%) dimana 22 (36,7%) melahirkan BBLR dan 10 (16,7%) tidak melahirkan BBLR, tidak
berisiko sebanyak 28 (46,7%) dimana 8 (13,3%) melahirkan BBLR dan 20 (33,4%) tidak melahirkan
BLR, dengan nilai p value 0,002, OR 5,500.
PEMBAHASAN
Hubungan Umur dengan Kejadian BBLR
Adanya hubungan tersebut sesuai seperti yang diungkapkan oleh (Himawan, 2006), bahwa
persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok wanita berusia
lebih dari 40 tahun. Ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang.
Sedangkan pada ibu yang sudah tua meskipun mereka berpengalaman, tetapi kondisi tubuh dan
kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uteri dan dapat
menyebabkan kelahiran BBLR.(14)
Hal itu juga sesuai dengan teori yang terdapat dalam Sistriani (2008), umur yang baik bagi ibu
untuk hamil adalah 20-35 tahun. Kehamilan di bawah umur 20 tahun atau lebih 30 tahun merupakan
kehamilan yang beresiko tinggi. Kehamilan pada usia muda merupakan faktor resiko karena
pada umur < 20 tahun kondisi ibu masih dalam pertumbuhan sehingga asupan makanan lebih banyak
digunakan untuk mencukupi kebutuhan ibu. Sedangkan kehamilan lebih dari 35 tahun organ
reproduksi kurang subur serta memperbesar resiko kelahiran dengan kelainan kongenital dan beresiko
untuk mengalami kelahiran prematur.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang telah dipaparkan diatas maka peneliti berpendapat
bahwa umur dapat mempengaruhi ibu untuk melahirkan bayi BBLR karena pada saat umur ibu
< 20 tahun, karena kesiapan organ reproduksi ibu yang belum matang, juga dari hasil pengumpulan
data ada ibu yang melahirkan pada usia 18 tahun dan 19 tahun, yang pada umur tersebut
wanita masih tergolong usia remaja. Kemudian pada ibu yang melahirkan pada usia >35 tahun, juga
beresiko untuk melahirkan bayi BBLR karena ibu sudah lebih rentan mengalami penyakit degeneratif
dan kondisi tubuh ibu juga sudah menurun.
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian BBLR
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu
dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Madani. Hasil analisa perbedaan proporsi terpapar
faktor resiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara statistik dengan nilai P=0,924
(P>0,05).
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan kesehatan. Pendidikan
yang tinggi memudahkan seseorang menerima informasi lebih banyak dibandingkan dengan

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
pendidikan rendah (17). Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang perilaku hidup sehat dalam
pemenuhan gizi ibu selama kehamilan(18).
Penelitiaan ini dilakukan oleh Yuliva, dkk menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan rendah
memiliki rata rata berat lahir bayi lebih rendah dari pada ibu yang berpendidikan tinggi, dalam hal ini
pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan ibu yang berkaitan dengan perawatan
selama hamil, melahirkan dan perawatan setelah melahirkan. Tinggi rendahnya taraf pendidikan
seseorang akan mendukung dan memberi peluang terhadap daya serap ilmu pengetahuan dan
keinginan serta kemauan untuk mengetahui setiap hal yang berkaitan dengan kehamilan(19).
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian BBLR
Wanita bekerja yang sedang hamil membutuhkan perlindungan khusus. Perlindungan khusus
ini diperlukan karena beberapa alasan. Pertama, pada fase perkembangan embrio lebih rentan
terhadap agen toksik dibandingkan dengan ibu yang terpapar. Kedua, pada beberapa jenis pekerjaan
yang kurang sesuai dikerjakan seorang wanita. Ketiga, kehamilan mungkin menurunkan kapasitas
kemampuan menangani permasalahan kerja. Keempat, wanita cenderung kurang memperhatikan
dirinya dibandingkan dengan pria(19).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Trihardiani Tentang Faktor Risiko
Dengan Kejadian BBLR di Puskesmas Singkawan Timurdan Utara yang menyatakan bahwa pekerjan
memiliki hubungan dengan kejadian BBLR, Ibu yang bekerja cenderung lebih menyibukkan dirinya
untuk bekerja dibandingkan memperhatikan nutrisi selama hamil sehingga menyebabkan BBLR (19).
Walaupun hasil penelitian ini menunjukan bahwa pekerjaan beresiko terhadap kejadian BBLR,
namun ibu hamil yang bekerja harus tetap berhati-hatidan menjaga aktifitas fisik dan pola makan agar
janin yang dikandung tumbuh sehat.
Hubungan Anemia dengan Kejadian B BLR
Anemia pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigen utero plasenta yang
menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga pertumbuhan serta perkembangan
janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan yang rendah. Kadar haemoglobin (Hb) menjelang
persalinan digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya anemia pada seorang ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil akan berakibat buruk pada ibu dan janin. Anemia pada kehamilan akan
menyebabkan risiko kelahiran premature, BBLR, dan perdarahan sebelum dan saat melahirkan(20).
Hasil penelitian Wijaya (2013) mengatakan bahwa ibu dengan anemia yang melahirkan BBLR
(19,6%) lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak anemia (2,4%). Berdasarkan penelitian oleh
Aisyah, et al (2013) anemia dapat menyebabkan peningkatan kejadian BBLR, terlihat dari nilai Odds
ratio (OR) = 4,080. Angka kejadian anemia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada tahun
2013 sebesar 9,7% dan anemia merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Hubungan Bayi Kembar dengan Kejadian BBLR
Adanya hubungan tersebut sesuai seperti yang diungkapkan oleh Prawirohardjo (2007)
dalamManuabayang menyatakan bahwa berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari
pada janin kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu
kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan
berat badan lebih kecil karena regangan yang berlebihan sehingga menyebabkan peredaran darah
plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan
daripada kehamilan tunggal.(21)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merzalia (2012) dengan hasil
penelitian ada hubungan bermakna antara kehamilan ganda (gemeli) dengan berat badan lahir rendah
dengan nilai P=0.002.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang telah dipaparkan di atas maka peneliti berpendapat
bahwa ada hubungan antara kehamilan kembar dengan kejadian BBLR karena asupan makanan dari

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
ibu ke janin harus terbagi 2 sehingga janin kembar memperoleh asupan makanan dari ibu
lebih sedikit dari pada jika janin tunggal.
Hubungan Komplikasi Kehamilan dengan Kejadian BBLR
Walaupun secara statistik, hasil ini tidak dapat dianalisis namun secara biologis hipertensi dapat
menyebabkan retardasi perkembangan janin yang berujung pada berat lahir rendah. Hipertensi dalam
kehamilan adalah komplikasi serius pada trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti edema,
hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma. Dengan terjadinya hipertensi, maka terjadi spasme
pembuluh darah, sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan
terganggu, pasokan nutrisi dan O 2 akan terganggu sehingga janin akan mengalami pertumbuhan janin
yang terganggu dan bayi akan lahir dengan berat bayi lahir rendah(22).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mumbare, et all (2011) di
India menyebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan memiliki resiko terhadap kejadian BBLR
sebesar 3,32 (CI 95% 1,55-7,10). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Countinho, et all (2009)
yang dilakukan di Brazil juga menyatakan bahwa hipertensi beresiko 2,58 (CI 95% 2,34-2,86) kali
lebih besar menyebabkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang telah dipaparkan diatas maka peneliti berpendapat
bahwa ada hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kejadian BBLR karena spasme pembuluh
darah meningkat sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta.
Hubungan Penyakit Ibu dengan Kejadian BBLR
Penyakit dalam kehamilan terdiri dari adanya riwayat penyakit kronis seperti hipertensi,
penyakit jantung, diabetes militus, penyakit hati, asma, penyakit ginjal dan toksemia, adanya penyakit
infeksi seperti malaria kongenital, penyakit kelamin, kandung kemih, infeksi vagina da rubella. Selain
itu, adanya ketidakseimbangan hormonal pada ibu hamil yang dapat menyebabkan keguguran dan
kematian janin dalam kandungan, ketidakseimbangan hormonal juga dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan BBLR. (6)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, adalah meningkatnya tekanan darah atau kekuatan
menekan darah pada dinding rongga di mana darah itu berada. Tekanan Darah Tinggi (hipertensi)
adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. (Hiper artinya Berlebihan, Tensi artinya
tekanan/tegangan; jadi, hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah diatas nilai normal sehuingga bisa menyebabkan bayi berat lahir rendah.
Anemia pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigen utero plasenta yang
menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga pertumbuhan serta perkembangan
janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan yang rendah. Kadar haemoglobin (Hb) menjelang
persalinan digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya anemia pada seorang ibu hamil.
Anemia pada ibu hamil akan berakibat buruk pada ibu dan janin. Anemia pada kehamilan akan
menyebabkan risiko kelahiran premature, BBLR, dan perdarahan sebelum dan saat melahirkan. (23)
Ibu hamil yang memiliki kadar Hb≥11gr/dl lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan
antara 3000–4000 gram, sedangkan Hb kurang dari 11–8 gr/dl berat lahir bayinya sekitar 2500–3000
gram. Kadar Hb dibawah 8gr/dl lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah. Kadar
Hb ibu hamil berpengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkannya karena mula-mula darah yang kaya
oksigen dan nutrisi yang dimiliki oleh ibu akan dialirkan ke bayinya melalui plasenta sebagai
makanan untuk janinnya. Jika ibu hamil dari awal kehamilan sudah mengalami anemia kemungkinan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan sebaliknya. (22)
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang telah dipaparkan diatas maka peneliti berpendapat
bahwa ada hubungan antara Penyakit Ibu dengan Kejadian BBLR karena spasme pembuluh darah
meningkat sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta.
KESIMPULAN
Umur ibu, anemia, kehamilan ganda, pekerjaan ibu dan penyakit ibu merupakan faktor risiko

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
yang memiliki hubungan dengan Berat Badan Lahir Rendah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih saya ucapkan kepada seluruh KepadaDirektur RSU Madani Medan yang telah
menerima penulis dengan baik selama dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroasmoro SI, Klinis SDMP. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 1995.
2. Depkes RI. Penyakit Penyebab Kematian bayi Baru lahir (Neonatal) dan Sistem
Pelayanan Kesehatan Berkaitan di Indonesia. 2003;
3. Muazizah. Hubungan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir di RS
Permata Bunda Kab. Grobogan Tahun 2011. J Unimus.
2011;dhduhdudyd(dhdydydy):duududuudududuud.
4. Nurfilaila. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah Periode
Januari sampai Desember 2012 di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Karya Tulis
Ilm. 2012;
5. Ladewiq P. Asuhan Keperawatan Ibu BBL. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005.
6. Chaitow L. Asma dan Hay Fever. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara; 2005.
7. Wheeler L. Asuhan Prenatal dan Pascapartum. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2014.
8. Manuaba IAC. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: Buku Kedokteran Egc; 2012.
9. Depkes RI. Kumpulan Buku Acuan Kesehatan Bayi Baru Lahir. 2009;
10. Simbolon D. Kehamilan Umur Remaja Prakondisi Dampak Status Gizi Terhadap Berat
Lahir Bayi di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. 2013;
11. Setyaningrum S. Hubungan Antara Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan dan Kadar
Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Ampel I
Boyolali. 2005;
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, Penelitian
B, Pengembangan DAN, Ri KK. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelit dan Pengemb
Kesehat. 2010;78.
13. Sianturi. Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten
Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010-2011. 2010;
14. Simarmata. Hubungan Anemia dan karakteristik Ibu Hamil dengan Bayi berat lahir
Rendah di kamar Bersalin RSUD dr. Zainoel Abidin Badan Aceh. 2010;
15. Muhammad I. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan Menggunakan
Metode Ilmiah Hal 92-98. Bandung: Citapustaka Media Perintis; 2013.
16. Sunaryanto. Faktor Maternal dan Kualitas Pelayanan Antenatal yang Beresiko Terhadap
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) studi Pada Ibu Yang Periksa Hamil Ke
Tenaga Kesehatan dan Melahirkan di RSUD Banyumas. 2010;
17. Anto A, Sudarman S, Manggabarani S. The Effect Of Counseling to Modification the
Lifestyle On Prevention Of Obesity In Adolescents. Promot J Kesehat Masy.
2017;7(2):99–106.
18. Jumirah. Asuhan Keperawatn Ibu BBL. Jakarta: ECG; 2010.
19. Sistiarani C. Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko terhadap
kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) studi pada ibu yang periksa hamil ke tenaga
kesehatan dan melahirkan di rsud banyumas tahun 2008. Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro; 2008.
20. Hulliana M. Panduan menjalani Kehamilan sehat. Niaga Swadaya; 2001.
21. Manuaba IBG. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk
pendidikan bidan. In EGC; 1998.
22. Harnietta. Asuhan Keperawatan Ibu -BBL. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005.

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


Jurnal Kesehatan Global, Vol. 1, No. 2, Mei 2018 : 78-
23. Rati. BBLR Dengan Dismatur. 2012.

Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan 8


EFEK AKTIVITAS FISIK TERHADAP DEPRESI POST-PARTUM: STUDI
LITERATUR

Nur Oktavia Hidayati, Nurul Darmawulan, Melliany Safitrie, Akmal Sybromillsy, Nisa
Humaerotul Jannah, Amilia Rosada, Dina Agustina Suwito, Neng Della Monika Senja,
Angga Rizkiawan

Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia

Article Info Abstract


Article History:
Accepted May 18th 2020 Latar belakang: Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi individu,
menyebabkan tekanan emosional, penurunan kualitas hidup populasi yang
Key words: terkena dampak. Olahraga atau aktivitas fisik selama masa kehamilan telah
aktivitas fisik, baby blues, menunjukkan banyak manfaat bagi ibu dan bayi termasuk dalam mencegah
depresi post-partum depresi post-partum. Tujuan: studi literatur ini untuk mengidentifikasi
efek aktivitas fisik terhadap tingkat depresi post-partum. Metode: metode
yang digunakan adalah studi literatur, pencarian artikel melalui database
elektronik, seperti PubMed, EBSCO, dan ScienceDirect, dengan kata kunci:
exercise AND baby blues OR post-partum depression. Kesimpulan: enam
artikel didapatkan dengan hasil bahwa aktivitas fisik mempunyai efek
terhadap penurunan dan pencegahan depresi post-partum, sehingga terapi
modalitas tersebut dapat digunakan mengikuti protokol yang disesuaikan
dengan sumber yang ada.

PENDAHULUAN jiwa, termasuk langkah-langkah spesifik


yang harus diambil.
Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi
individu, menyebabkan tekanan emosional, Diperkirakan 10%-19% wanita setelah
penurunan kualitas hidup populasi yang melahirkan mengalami depresi post-
terkena dampak, dan konsekuensi sosial partum. Menurut laporan, kecemasan post-
dan ekonomi bagi masyarakat. Manajemen partum terjadi pada 4% hingga 39% dari
gangguan jiwa sangat penting untuk semua wanita hamil dan hingga 16% dari
kesehatan masyarakat. WHO (2020) semua wanita (Goodman et al., 2015).
menekankan pencegahan gangguan jiwa Sekitar 20% wanita dengan riwayat depresi
dan promosi kesehatan jiwa dalam sistem sebelum kehamilan mengalami depresi
perawatan kesehatan. WHO telah berat selama kehamilan atau setelah
mengambil inisiatif untuk menyatukan melahirkan, sedangkan 56% wanita dengan
pengetahuan dan kekuatan lintas batas riwayat kecemasan sebelum hamil
untuk mencapai konsensus tentang mengalami kecemasan selama periode ini.
kegiatan apa yang akan dilakukan untuk Sementara, wanita dengan depresi dan
meningkatkan kualitas layanan kesehatan kecemasan sebelum kehamilan, 29%

Corresponding author:
Nur Oktavia Hidayati
nur.oktavia@unpad.ac.id
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022
DOI: http://dx.doi.org/10.32584/jikm.v5i1.1431
e-ISSN 2621-2994
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1

melaporkan episode depresi berat yang dalam aktivitas fisik per hari dianjurkan
berulang, sementara sebanyak 63% untuk manfaat kesehatan jiwa selama
mengalami kecemasan selama kehamilan kehamilan. Hal ini berbeda dengan terapi
dan setelah melahirkan (Martini et al.,
2015).

Masalah psikologis pada post-partum dapat


mengganggu kemampuan ibu untuk
merawat bayinya, dan intensitasnya dapat
mempengaruhi kualitas secara negatif.
Gejala kecemasan sering muncul selama
kehamilan yang dapat meningkatkan risiko
depresi post-partum dan kondisi kesehatan
lain yang merugikan ibu dan keturunannya.
Depresi dan kecemasan post-partum
memiliki berbagai konsekuensi. Depresi
post-partum dapat berdampak negatif pada
perkembangan kognitif dan emosional anak
serta perilaku sosial. Faktor risiko
terjadinya depresi post-partum, antara lain
depresi kehamilan sebelumnya,
ketidakstabilan emosi, kurangnya dukungan
sosial, tekanan hidup yang tinggi,
kecemasan ibu dan status sosial yang
rendah (Ding et al., 2014).

Intervensi farmakologis dengan cara


pemberian obat antidepresan merupakan
salah satu intervensi depresi, namun
kekurangan dari pengobatan farmakologis
ini adalah sulitnya menyeimbangkan risiko
dan manfaat selama kehamilan dan laktasi,
sebagian besar ibu menyusui menolak
untuk minum obat antidepresan karena
khawatir akan kemungkinan bahaya bagi
bayinya (Fitelson & Leight, 2011).
Intervensi pencegahan depresi post-partum
dan alternatifnya adalah dengan
mengguanakan metode non-farmakologis,
seperti olahraga atau aktivitas fisik.
Beberapa epidemiologis mendukung
hubungan antara latihan dan penurunan
risiko gejala depresi, bahkan setelah
kehamilan. Olahraga diusulkan sebagai
intervensi non-farmakologis dengan potensi
untuk mengurangi depresi (Coll et al.,
2019).

Olahraga atau aktivitas fisik selama masa


kehamilan telah menunjukkan banyak
manfaat bagi ibu dan bayi. Tiga puluh menit

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1
psikologis lainnya. Kekurangan dari terapi (4) Metode penelitian, dan (5) Hasil.
psikologis adalah daftar tunggu yang
panjang untuk mengakses pengobatan,
dan biayanya yang mahal dibandingkan
dengan aktivitas fisik yang berbiaya
rendah, mudah tersedia dan tidak
memakan waktu yang lama dalam
mempersiapkannya. Beberapa artikel juga
mengatakan bahwa olahraga memiliki
pengaruh positif terhadap kesehatan ibu
hamil (Bo K et al., 2017).

Kolaborasi peran perawat maternitas dan


jiwa penting dalam melakukan promosi
kesehatan melalui pemberian edukasi bagi
ibu melahirkan saat transisi fase taking
hold dengan letting go tentang melakukan
aktivitas fisik guna mencegah terjadinya
depresi post-partum berdasarkan
evidence based practice yang menjadi
standar acuan sebelum memberikan
intervensi yang ada. Tujuan studi literatur
ini untuk mengidentifikasi efek aktivitas
fisik terhadap depresi post-partum.

METODE

Metode yang digunakan adalah studi


literatur. Pencarian artikel menggunakan
database elektronik, seperti PubMed,
EBSCO, dan ScienceDirect. Dengan kata
kunci exercise AND baby blues OR post-
partum depression. Kriteria inklusi adalah
artikel yang terpublikasi dalam rentang
tahun 2010-2021, dengan Bahasa Inggris,
open access, dan full text, artikel dengan
jenis penelitian Randomized Controlled
Trial (RCT). Kriteria eksklusi pada studi
ini adalah qualitative studies, studi yang
tidak melakukan pengukuran aktivitas
fisik, studi dengan kombinasi penanganan
(diet, obat antidepresan, dan lain-lain),
dan studi yang gejala depresinya diukur
melebihi 1 tahun.

Identifikasi eligibilitas artikel berdasarkan


kesesuaian hasil dengan tujuan penelitian,
dan kriteria inklusi dan eksklusi. Artikel
sesuai kriteria dimasukkan kedalam tabel
ekstraksi data yang terdiri dari: (1)
Penulis,
(2) Tujuan penelitian, (3) Sampel penelitian,

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1

Dibawah ini proses pencarian artikel


menggunakan alur PRISMA.

Gambar 1. Alur Diagram PRISMA

Identifikasi dengan
Identification

database: PubMed (n=31),


EBSCO
(n=169), Science Direct
(n=107)

Identifikasi setelah duplikasi dikeluarkan


(n=306) Artikel yang dieksklusi berdasa tahun, full text, open ac
Screening

(n =275)

Hasil yang terseleksi (n=31)

Full text yang


Eligibility

dieksklusi:
kombinasi
aktivitas fisik
Identifikasi eligibilitas dengan diet,
dari artikel full text memiliki Riwayat
(n = 9) depresi > 1 tahun,
review
(n=2
Includ

Artikel yang akan


ditinjau (n=6)

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1

Tabel 1. Hasil Pencarian Artikel


Peneliti Tujuan Sampel Metode Hasil
Coll et al., 41 RCT Latihan intensitas
Mengetahui
(2019) pengaruh sedang selama
olahraga teratur kehamilan tidak
selama menyebabkan
kehamilan pada penurunan
pencegahan signifikan dalam
depresi post- depresi post-
partum partum.

Vargas et. al., Mengetahui efek 50 RCT Terjadi penurunan


(2019) program Latihan yang signifikan
fisik selama terhadap kecemasan
kehamilan dengan dan tanda-tanda
resiko depresi depresi post-partum
post-partum
Broberg et al., Mengevaluasi efek 300 RCT Terjadi penurunan
(2017) Latihan yang pada kecmasan dan
diawasi terhadap depresi post-partum
kecemasan dan
Riwayat depresi
saat ini atau
sebelumnya
Mohammadi mengetahui 127 RCT Tidak terjadi
et al, (2015) keefektifan latihan penurunan yang
peregangan dan signifikan terhadap
pernafasan tingkat deprei dan
intensitas rendah kelelahan
pada tingkat
depresi dan
kelelahan
Daley et al., Mengetahui efek 784 RCT Tidak terjadi
(2018) aktivitas fisik penurunan skor yang
terhadap wanita signifikan terhadap
dengan depresi depresi dan perilaku
post-partum dan merokok pada
perilaku meroko kelompok intervensi
Daley et al., Mengetahui 208 RCT Kesejahteraan mental
(2015) efektivitas dan kesejahteraan
intervensi latihan wanita dengan
fisik yang depresi post-partum
difasilitasi meningkat
terhadap
kesejahteraan
mental wanita
dengan depresi
post-partum

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker Serviks
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1

Pembahasan Pada penelitian Coll et al (2019) sekitar


70% sesi exercise dalam 5 minggu baru
Depresi post-partum merupakan gangguan memberikan efek signifikan dalam
yang terjadi pada ibu setelah melahirkan. mengurangi gejala depresi. Hal ini
Gangguan ini terjadi pada suasana hatinya, dikarenakan latihan rutin (olahraga rutin)
kondisi ini dapat menyebabkan ibu mudah dapat mengurangi kejadian depresi pada
sedih, lelah, cepat marah, menangis tanpa ibu, kecuali pada mereka yang meremehkan
alasan yang jelas, mudah sekali gelisah serta latihan rutin dan tidak mematuhi protokol
sulit untuk berkonsentrasi. Untuk olahraga. Gejala depresi post-partum dinilai
mengurangi depresi dan kecemasan yang dengan Edinburgh Postnatal Scale
dialami oleh ibu post-partum, ada beberapa Depression (EPDS) saat 3 bulan setelah
aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk melahirkan. Ditemukan pula antidepresan
menstabilkan emosi yang dihadapi oleh neurobiologis efek olahraga dengan memicu
sang ibu. Dari beberapa penelitian yang respons akut dan kronis. Beberapa laporan
telah ditemukan, bahwa pengaruh aktivitas juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik
fisik yang dilakukan oleh ibu post-partum waktu luang selama kehamilan berperan
dalam mengurangi depresi dan kecemasan penting dalam pencegahan depresi post-
ada yang memberikan efek positif dan ada partum dengan mengurangi risiko depresif
juga tidak. antenatal. Olahraga rutin biasanya
dilakukan
Aktivitas fisik berpengaruh dalam
60 menit sebanyak 3 kali per minggu,
mencegah terjadinya depresi post-partum
aktivitas yang dilakukan biasanya aktivitas
dan pada ibu baby blues. Dalam penelitian
aerobik, latihan kekuatan, dan latihan
Vargas et al (2019) menyatakan bahwa
senam lantai khusus bagi ibu hamil
aktivitas fisik atau olahraga rutin dapat
berpengaruh dalam penurunan signifikan Menurut Daley et al (2018) bahwa aktivitas
tanda-tanda depresi setelah beraktivitas fisik dapat berpengaruh dalam penurunan
fisik selama 40 menit dalam 3 hari/minggu signifikan tingkat depresi ibu post-natal
dari yang tadinya 18,6% gejala depresi, dari 49% selama 6 mingguan dukungan
setelah mendapat intervensi aktivitas fisik perilaku berhenti merokok, atau dukungan
atau olahraga rutin tanda-tanda depresi yang sama ditambah 14 sesi yang
menurun menjadi 14,5% yang dinilai menggabungkan latihan treadmill dan
menggunakan Center for Epidemio-Skala konsultasi aktivitas fisik tingkat depresi
Studi- Depresi logis (CES-D) di awal menurun menjadi 36%. Gejala depresi
kehamilan (minggu 12- 16), di akhir postpartum dinilai dengan Edinburgh
kehamilan (minggu 38-39). Latihan fisik Postnatal Scale Depression (EPDS).
atau olahraga yang rutin dan terstruktur Olahraga biasanya berlangsung selama 30
dipercaya dapat mengurangi kejadian menit dilakukan untuk melakukan aktivitas
depresi dan kecemasan pada ibu baik post- fisik dan 20 menit untuk pemberian
natal sampai post-partum. Olahraga dukungan berhenti merokok.
biasanya berlangsung selama 60 menit dan
dibagi menjadi beberapa menit, 10 menit Broberg et al (2017) menyatakan bahwa
pemanasan terdiri dari 5 menit berjalan depresi dan kecemasan ibu merupakan
kaki dan 5 menit peregangan statis ringan, gangguan jiwa yang paling umum terjadi
otot dan latihan mobilitas sendi, 25 menit pada masa kehamilan dan periode post-
untuk aerobik ringan, 10 menit latihan partum. Pengaruh latihan pada kelompok
penguatan otot, 5 menit latihan kesejahteraan mental diantara wanita hamil
keseimbangan, 5 menit latihan dasar dan resiko depresi pada postpartum adalah
panggul, dan di akhir setiap sesi 5-10 menit rasa aman yang dirasakan oleh para ibu saat
dilakukan untuk peregangan dan relaksasi. mereka berolahraga bersama dengan
dipimpin oleh orang profesional, dimana

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1
fisioterapis dapat memantau latihan fisik

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1

yang benar serta memberikan panduan fisik atau waktu olahraga. Maka dari itu,
pada semua ibu yang masuk pada kelompok untuk latihan rumah ini tidak terlalu
ini. Studi yang digunakan dalam penelitian menunjukan efek positif
ini adalah EWE, The Effect of Group
Exercise on Mental Wellbeing among
Pregnant Women at Risk of Perinatal
Depression trial (EWE) ini merupakan uji
coba terkontrol secara acak dan
menggunakan latihan yang selalu diawasi
dalam kelompok yang dipantau 2 kali dalam
seminggu selama 12 minggu sebagai
intervensi. Hasil dari penelitian bahwa
intervensi ini layak, hemat biaya dan dapat
diterapkan di kehidupan sehari- hari.
Latihan ini diawasi oleh Rigshospitalet,
Rumah sakit Universitas Copenhagen
dengan durasi sesi latihan adalah 70 menit
dan terdapat satu sesi dari pemanasan 10
menit, 20 menit pelatihan ketahanan pada
sepeda olahraga, treadmil atau cross
trainer, 25 menit latihan kekuatan
(punggung, perut, paha, lengan,dan dasar
panggul), terakhir 15 menit peregangan dan
relaksasi.

Mohammadi et al (2014) menjelaskan


umpan balik dari penelitiannya tentang
Following the completion of the Mothers
And Babies Internet Course (eMB), hasil
dari penelitian ini yaitu 119 warga Inggris
dan Spanyol serta wanita dari 27 negara
menyatakan dan memberikan umpan balik
tentang eMB. Latihan campuran dan latihan
ketahanan dapat menunjukkan ukuran efek
yang besar serta latihan intensitas tinggi
mungkin lebih efektif daripada latihan
intensitas rendah. Dari penelitian ini,
latihan yang dapat dilakukan dan memiliki
efek positif adalah seperti latihan
peregangan dan pernafasan intensitas
rendah pada ibu antenatal dan postnatal.
Sedangkan latihan yang sebelumnya, yang
tidak menunjukkan efek positif adalah pram
walking postnatal dan kombinasi
pernapasan, peregangan, yoga, pilates, dan
latihan otot. Alasan kedua adanya
perbedaan tingkat kepatuhan terhadap
program latihan. Tingkat kepatuhan dengan
berbasis rumah, masuk dalam program
yang rendah. Dengan alasan, karena tidak
memiliki waktu untuk melakukan aktivitas

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1
pada masalah yang dihadapi oleh para ibu
antenatal dan postnatal. Daley, A., Riaz, M., Lewis, S., Aveyard, P., Coleman, T.,
Manyonda, I., West, R., Lewis, B., Marcus, B.,
Taylor, A., Ibison, J., Kent, A., & Ussher, M.
(2018). Physical activity for antenatal and
KESIMPULAN

Aktivitas fisik berpengaruh terhadap


penurunan kecemasan pada ibu
postpartum. Aktivitas fisik juga dapat
mempengaruhi tingkat kualitas hidup
yang lebih baik ditandai dengan
perubahan fisiologis seperti berat badan
yang ideal juga citra tubuh ibu membaik
dibandingkan dengan kondisi yang
sebelumnya dialami. Aktivitas fisik
berpengaruh dalam mencegah terjadinya
depresi postpartum.

REFERENSI

Bo, K., Artal, R., Barakat, R., Brown, W. J., Davies, G.


A., Dooley, M., ... & Khan, K. M. (2017).
Exercise and pregnancy in recreational and
elite athletes: 2016/17 evidence summary
from the IOC Expert Group Meeting,
Lausanne. Part 3— exercise in the
postpartum period. British journal of sports
medicine, 51(21), 1516-1525.

Broberg, L., et al (2017). Effect of supervised


exercise in groups on psychological well-
being among pregnant women at risk of
depression ( the EWE Study ): study protocol
for a randomized controlled
trial. 1–
10. https://doi.org/10.1186/s13063-017-
1938-z.

Coll, C. de V. N., Domingues, M. R., Stein, A., da Silva, B.


G. C., Bassani, D. G., Hartwig, F. P., da Silva, I.
C. M., da Silveira, M. F., da Silva, S. G., &
Bertoldi, D. (2019). Efficacy of Regular
Exercise During Pregnancy on the
Prevention of Postpartum Depression: The
PAMELA Randomized Clinical Trial.
JAMA Network
Open, 2(1),e186861.
https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.
20 18.6861.

Daley, A. J., Blamey, R. V., Jolly, K., Roalfe, A. K.,


Turner,
K. M., Coleman, S., ... & MacArthur, C. (2015).
A pragmatic randomized controlled trial to
evaluate the effectiveness of a facilitated
exercise intervention as a treatment for
postnatal depression: the PAM-PeRS trial.
Psychol Med, 45(11), 2413-2425.

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 5 No 1, May 2022/ page 10- 1
postnatal depression in women attempting to
quit smoking: Randomised controlled trial.
BMC Pregnancy and Childbirth, 18(1), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s12884-018-1784-3.

Ding, T., Wang, D. X., Qu, Y., Chen, Q., & Zhu, S. N.
(2014). Epidural labor analgesia is associated
with a decreased risk of postpartum
depression: a prospective cohort study.
Anesthesia & Analgesia, 119(2), 383-392.

Fitelson, E., Kim, S., Baker, A. S., & Leight, K. (2011).


Treatment of postpartum depression: clinical,
psychological and pharmacological options.
International journal of women's health, 3(1).

Goodman, J. H., Prager, J., Goldstein, R., & Freeman,


M. (2015). Perinatal dyadic psychotherapy for
postpartum depression: a randomized
controlled pilot trial. Archives of women's
mental health, 18(3), 493-506.

Martini, J., Petzoldt, J., Einsle, F., Beesdo-Baum, K.,


Hö fler, M., & Wittchen, H.U. (2015). Risk factors
and course patterns of anxiety and depressive
disorders during pregnancy and after delivery:
a prospective-longitudinal study. Journal of
affective disorders, 175, 385-395.

Mohammadi, F., Malakooti, J., Babapoor, J., &


Mohammad‐Alizadeh‐Charandabi, S. (2015).
The effect of a home‐based exercise
intervention on postnatal depression and
fatigue: A randomized controlled trial.
International journal of nursing practice, 21(5),
478-485.

Vargas-Terrones, M., Barakat, R., Santacruz, B.,


Fernandez-Buhigas, I., & Mottola, M. F. (2019).
Physical exercise programme during
pregnancy decreases perinatal depression risk:
A randomised controlled trial. British Journal
of Sports Medicine, 53(6), 348–
353.
https://doi.org/10.1136/bjsports- 2017-0989

Nur Oktavia Hidayati - Studi Fenomenologi: Pengalaman Koping Pada Pasien Kanker
Mapping the literature of maternal-child/gynecologic
nursing
By Susan Kaplan Jacobs MLS, MA, RN, AHIP
susan.jacobs@nyu.edu
Health Sciences Librarian

Elmer Holmes Bobst Library


New York University
70 Washington Square South
New York, New York 10012

Objectives: As part of a project to map the literature of nursing,


sponsored by the Nursing and Allied Health Resources Section of the
Medical Library Association, this study identifies core journals cited in
maternal-child/gynecologic nursing and the indexing services that
access the cited journals.

Methods: Three source journals were selected and subjected to a


citation analysis of articles from 1996 to 1998.

Results: Journals were the most frequently cited format (74.1%),


followed by books (19.7%), miscellaneous (4.2%), and government
documents (1.9%). Bradford’s Law of Scattering was applied to the
results, ranking cited journal references in descending order. One-third
of the citations were found in a core of 14 journal titles; one-third were
dispersed among a middle zone of 100 titles; and the remaining third
were scattered in a larger zone of 1,194 titles. Indexing coverage for the
core titles was most comprehensive in PubMed/MEDLINE, followed by
Science Citation Index and CINAHL.

Conclusion: The core of journals cited in this nursing specialty revealed


a large number of medical titles, thus, the biomedical databases provide
the best access. The interdisciplinary nature of maternal-child/
gynecologic nursing topics dictates that social sciences databases are an
important adjunct. The study results will assist librarians in collection
development, provide end users with guidelines for selecting databases,
and influence database producers to consider extending coverage to
identified titles.

INTRODUCTION for selecting databases to search, and to recommend


additional titles to database producers.
As part of Phase I of a project to map the literature of Maternal-child nursing is defined as, ‘‘The nursing
nursing, sponsored by the Nursing and Allied Health specialty that deals with the care of women through-
Resources Section of the Medical Library Association, out their pregnancy and childbirth and the care of
the purpose of this study is to identify the core jour- their newborn children’’ [2]. CINAHL’s definitions
nals cited in the maternal-child/gynecologic nursing provide a useful framework for the boundaries of this
literature and the indexing services that access these specialty. The subject ‘‘maternal-child nursing’’ has
sources. The common methodology, described in the three subordinate terms in the CINAHL subject head-
overview article [1], subjects selected core journals in ings hierarchy: obstetric nursing (‘‘care of normal, un-
a discipline to citation analysis over a three-year pe- complicated pregnancies only’’), perinatal nursing
(‘‘nursing care of childbearing families who are at risk
riod, 1996 to 1998, and ranks the number of cited ref-
for increased maternal, fetal, or neonatal mortality’’),
erences by journal title in descending order to identify and pediatric nursing [3]. The related area of gyne-
the most frequently cited titles according to cologic nursing is treated as a subdivision of medical-
Bradford’s Law of Scattering. From the core of most surgical nursing in the CINAHL tree structure. Gy-
productive titles, the bibliographic databases that necology is defined as ‘‘the medical-surgical specialty
provide best ac- cess to these titles will be identified to concerned with the physiology and disorders primar-
assist librarians, to provide end users of the ily of the female genital tract, as well as female en-
literature with guidance

E-56 J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006


Mapping the literature of maternal-child/gynecologic nursing

docrinology and reproductive physiology’’ [4]. Mater- were consulted, Martha and her peers were in constant mo-
nal-child/gynecologic nurses practice in hospital set- tion. [13]
tings, home health agencies, and ambulatory settings
[5].
Modern nursing’s beginnings in obstetrics were
While the combined specialization of maternal- tied to public health nursing at end of the nineteenth
child/gynecologic nursing emerged from the medical
cen- tury. Most births—along with antepartum,
model of obstetrics and gynecology, the end of the
postpar- tum, and well child care—took place at
twentieth century has seen a shift to include added
home, fre- quently attended by midwives and the
research priorities for the broader and more holistic
early public health nurses [14]. The movement of
field of women’s health, defined in MEDLINE as ‘‘the
childbirth into hospitals at the beginning of the
concept covering the physical and mental conditions
twentieth century was the result of changing
of women’’ [6] and defined broadly in CINAHL as in-
sociocultural patterns and an increased demand for
cluding ‘‘materials concerned with physical, psycho-
medical intervention, asepsis, and efficiency. By the
social, physiological, and political issues in health
1930s, physicians became the primary caregivers, as
care of women’’ [3]. Raftos, Mannix, and Jackson note
they ‘‘medicalized’’ birth, tak- ing over the role that
that the term ‘‘women’s health,’’ as used in article
midwives and public health nurses traditionally
abstracts, ‘‘appears to be a taken-for-granted notion,
performed. Trained as surgeons to look at
that is sel- dom defined, and is used interchangeably
reproductive processes as ‘‘potentially patho- logic,’’
and syn- onymously to refer to reproductive health,
physicians enlisted nurses in their campaign to
maternal health, neonatal health, family health and
promote hospital birth, not only as a superior setting
sexual health’’ [7]. Yet, the area of sex-based biology
for the use of aseptic technique, but as more economic
has emerged to focus on a much wider view of
and efficient according to ‘‘scientific management’’
women’s health needs [8]. A call for research papers
principles [15, 16]. As nursing migrated to the
for JAMA’s first theme issue on women’s health in
hospital setting and care became more specialized,
almost a decade noted that women’s health involves
nurses had opportunities to develop specialized skills
more than ‘‘navel to knees’’ topics [9]. The
and to gain postgraduate training. Advances in
Association of Women’s Health, Obstetric, and
technology for pre- mature infants, such as incubators
Neonatal Nurses (AWHONN) focuses on
and the use of ox- ygen demanded the involvement
reproductive health and newborn health but proposes
and specialized skills of nurses. The earliest centers
a wider commitment to research in the areas of
using technology to sup- port premature infants were
women’s health that past research has not ad-
demonstrated in tourist- attraction-type settings such
equately studied. Diseases such as heart disease and
as the World Exposition in Berlin and at New York’s
cancer and issues of social origin such as substance
Coney Island. The first US hospital center for
abuse, violence, and health care disparities are includ-
premature infants was established in Chicago in 1923
ed in AWHONN’s current research agenda [5, 10].
So, while the term ‘‘women’s health’’ may be used [14].
loosely to refer to gender-based reproductive issues, it Nursing education moved from hospital diploma
is deliberately not used to describe the focus of this and associate degree programs to institutions of high-
bibliometric study. The current study attempts to cap- er education with the first master’s programs to pre-
ture that literature specific to the research and pare nursing faculty in the 1940s; baccalaureate pro-
practice of nurses in maternal-child and gynecologic grams gained popularity in the 1950s [14, 17]. Post-
nursing, within the larger scope of women’s health. baccalaureate advanced practice specialization for
Nurse-mid- wifery, a distinct specialty of its own, is a nurses began in the 1960s with the advent of
separate study in Phase I of this project [11]. programs for pediatric nurse practitioners, designed
to prepare nurses to perform roles previously in the
HISTORY scope of medical practice. Advanced practice roles for
maternal- child/gynecologic nurses began with the
The rich history of maternal-child/gynecologic care- first certifi- cation examination in 1980 for
givers encompasses the contributions of Lillian Wald obstetric/gynecologic nurse practitioners [14].
and Margaret Sanger [12] and the more invisible con- Specialization for neonatal in- tensive care nurses,
tributions of caregivers throughout history. Ulrich’s neonatal nurse practitioners, fam- ily planners,
Midwife’s Tale provides a record of Martha Ballard coordinators of newborn services, and re- productive
and the eighteenth century community she tended, endocrinology/infertility nurses followed [18].
point- ing out the scope of caregivers: The issues surrounding the history of nurses caring
for women span the spectrum from the ‘‘traditional-
[T]he midwives, nurses, afternurses, servants, watchers, authoritarian’’ model, where all decision making is in
housewives, sisters, and mothers . . . Female practitioners the hands of the physician, to lay-midwife-attended
specialized in obstetrics but also in the general care of wom- home birth. In the 1970s, self-help groups and
en and children, in the treatment of minor illnesses, skin feminist health care began to focus on self-care,
rashes, and burns, and in nursing. Since more than two- wellness, and a holistic perspective. Many patients
thirds of the population . . . was either female or under the moved from the status of recipients to that of
age of ten, since most illnesses were ‘‘minor,’’ at least at participants in treatment [19]. The evolution of the
their onset, and since nurses were required even when
doctors
role of patients—from draped and restrained to
participating, awake with self-control over birth
position, presence of support
J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006 E-57
Jacobs

persons during labor for both vaginal and Cesarean


deliveries, informed decision making, prevention, nursing. D’Auria’s analysis of published maternal-
child nursing research was limited to nonspecialty
breast self-exam, breast cancer support, and improved
journals and reported on authorship patterns [27].
and alternative methods of pain management—was
Gannon, Ste- vens, and Stecker’s analysis of the
an outcome of this movement. The professional role
content of major English-language obstetrics and
of nurses in intrapartum care has been affected by
gynecology journals was critical of the emphasis on
these changes and is inextricably bound to the social
reproduction and the exclusion of the ‘‘nonpregnant’’
history of women, encompassing issues of gender,
and ‘‘nonfertile’’ and did not focus on the nursing
authority, autonomy, and choice. AWHONN
literature [28]. O’Neill’s citation analysis of nursing
(formerly, the Nurs- es Association of the American
literature explored the ex- tent of communication
College of Obstetri- cians and Gynecologists) became
between research and practice components as
an independent pro- fessional association in 1993 to
evidenced by citation patterns [29]. While the core
encompass a more ho- listic approach to women’s
journals for the current study—JOGNN: The Journal of
health as well as to provide nurses with a more
Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nurs- ing; Journal of
autonomous organization, separate from the
Perinatal & Neonatal Nursing (JPNN); and MCN: The
professional organization of physicians [20].
American Journal of Maternal Child Nursing— were
Maternal-child nurses have gained increased autono-
included in O’Neill’s study, the studied variables
my with the advent of education and legislation to
included author education and affiliation and the cit-
support advanced practice specialties and what has
ing relationships between research and practice arti-
been called the ‘‘renaissance of nurse midwifery’’ [21].
cles. No bibliometric studies of maternal-child/gyne-
Women’s health concerns have emerged as promi-
cologic nursing have identified core journals for the
nent policy issues in the national agenda: the continu-
specialty.
ing debate over the Supreme Court’s 1973 Roe v. Wade
decision; late term abortions; AIDS research and pre-
vention; issues of managed care such as hospital METHODS
length of stay for postpartum mothers and infants as
well as for post-mastectomy patients; domestic vio- The methodology of this study, described in detail in
lence; rape; harassment; female genital mutilation; the overview article [1], requires selecting ‘‘source’’
eat- ing disorders; health issues for minority and journals for analysis. The interdisciplinary nature of
immi- grant women; the biological, ethical, and social maternal-child/gynecologic nursing made selection
issues surrounding reproductive technologies; and problematic. Obstetric nursing cannot be separated
postpar- tum depression. Increased access to from gynecologic and neonatal nursing. Maternal-
information, most notably the advent of electronic newborn care is not easily teased from the literature
networks, launched the trend toward evidence-based concerning reproductive issues or pediatrics. Clini-
practice and affected both professional and lay access cians caring for antepartum, laboring, and
to health information as well as the patient- postpartum clients also care for the neonate, and they
caregiver relationship. At the same time, advances in interact with partners and family members. The
monitoring technologies for fe- tal and maternal interactions be- tween nurse and client and parent
assessment, increased rates of in- duced labor and and child and the many psychosocial aspects of health
higher nurse-to-patient care ratios profoundly and illness cannot be separated as a specialty. JOGNN,
affected the work environment [22]. Ma- ternal-child AWHONN’s offi- cial journal, was selected as the first
nursing researchers have collaborated with leaders source journal be- cause of its clear focus on nursing
in medicine and midwifery in areas such as care and obstetrics, the neonatal period, and
management of labor pain and practice implications gynecology. It has been pub- lished under several
[23]. The Centers for Disease Control and Prevention titles bimonthly since 1972. The bimonthly MCN was
listed ‘‘healthier mothers and babies’’ and ‘‘family selected as the second core title for analysis. Published
planning’’ among the ten great public health achieve- since 1976, it was and remains the only professional
ments of the twentieth century [24]. nursing journal aimed at both perinatal and pediatric
Looking forward, the nation’s Healthy People 2010 nurses [30]. While the specialty of pediatric nursing is
initiative, with the overarching goals of ‘‘eliminating distinctly separate, the journal has a cross-disciplinary
health disparities’’ and ‘‘increasing quality and years focus and emphasizes the neo- natal period. The
of healthy life,’’ lists family planning; maternal, quarterly JPNN, published since 1987, was selected as
infant, and child health; HIV; and sexually the third source title for analysis. While each issue
transmitted dis- eases among its twenty-eight focus covers a single topic in critical care, obstetrics,
areas [25]. In this complex and rapidly changing neonatal intensive care, intervention out- comes,
environment, special- ists in home care, professional development, or state- of-the-
maternal-child/gynecologic nursing continue to art technological advances, the author predicted that a
address both the physical and emotional health of three-year analysis of citations would provide a cross-
women and their families [26]. section of topics [31].
All of the source journals contained a mix of both
PREVIOUS BIBLIOMETRIC STUDIES practice and research articles. For the years 1998 to
2000, JOGNN contained approximately 40% research,
MCN approximately 24%, and JPNN approximately
Several bibliometric studies have been conducted re-
11% [32]. These figures are increasing as the editors
lated to the literature of maternal-child/gynecologic
E-58 J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006
Mapping the literature of maternal-child/gynecologic nursing

Table 1 Table 3
Cited format types by source journal and frequency of citations Distribution by zone of cited journals and references
No. citations in
source journals Citations Cited journal references
Cited journals
Frequency Cumulative
Cited format type JPNN JOGNN MCN Total % Zone No. No. total

% %

Journal articles 1,803 4,415 1,296 7,514 74.1% Zone 1 14 1.1% 2,494 33.2% 2,494
Books 323 1,255 422 2,000 19.7% Zone 2 100 7.6% 2,513 33.4% 5,007
Government documents 12 128 53 193 1.9% Zone 3 1,194 91.3% 2,507 33.4% 7,514
Miscellaneous 75 214 140 429 4.2% Total 1,308 100.0% 7,514 100.0%
Total 2,213 6,012 1,911 10,136 100.0%

JPNN = Journal of Perinatal and Neonatal Nursing.


JOGNN = Journal of Obstetric, Gynecologic and Neonatal Nursing.
MCN = American Journal of Maternal Child Nursing.
or fewer years old. For the 3-year period analyzed,
1996 to 1998, citations from the years 1990 to 1995 (1
to 8 years old) were the most heavily cited (54.1% of
set goals to increase research content in these titles the total), regardless of the format type. Citations
[33]. For the years 2001 to 2003, JOGNN contained ap- from 1980 to 1989 (6 to 18 years old) were consistently
proximately 44% research, MCN approximately 29%, sec- ond in terms of percentage of citations and
and JPNN approximately 23% [34]. In 2002, all 3 accounted for another 28.8% of the cited references.
source journals were listed in the Brandon/Hill list of Literature more than 15 years old was rarely cited.
recommended nursing titles, with JOGNN and MCN The total of 7,514 cited journal references in 1,308
starred for initial purchase [35]. titles were arranged in descending order by title and
It is clear that a separate specialty exists for nursing divided into 3 approximately equal zones to apply
in neonatal intensive care units. Neonatal Network: The Bradford’s Law of Scattering. The zones were
Journal of Neonatal Nursing was not selected for this adjusted slightly to keep citations from journal titles
study because of its stated focus on clinical issues rel- being split between zones. Table 3 displays the
evant to level II and III neonatal intensive care units. distribution of the titles by zone. Zone 1, containing
Birth: Issues in Perinatal Care was not selected because 2,494 citations, was dispersed over 14 journal titles,
its focus is more interdisciplinary, aiming beyond a which represented just 1.1% of the total number of
nursing audience to a wider group of health profes- titles. Zone 2, with 2,513 citations, was more widely
sionals, educators, and parents [36]. Citation data for dispersed over 100 titles (7.6% of the total number of
Birth is covered in ISI’s Social Sciences Citation Index. titles). Zone 3, with 2,507 citations was dispersed over
the remaining 1,194 titles (91.3% of the total number
RESULTS of titles). Table 4 displays the cited journal titles in
Zones 1 and 2 and the dis- tribution arranged in
As shown in Table 1, 2,213 citations from articles in descending order of frequency. (Titles in Zone 3 are
JPNN, 6,012 citations from articles in JOGNN, and not displayed but are available from the author by
1,911 citations from articles in MCN were tabulated, request.) The top-ranked 67% of the citations were
for a total of 10,136 citations. Journals were the most concentrated in just 8.7% of the jour- nal titles (114
frequently cited format, accounting for 74.1% of the titles).
total number of citations. Book citations constituted Database coverage for the core titles identified in
19.7% of the total, leaving just 4.2% of the citations as Zone 1 and Zone 2 was determined using the
miscellaneous and 1.9% as government documents. common methodology described in the project
Table 2 shows the age of citations by format types. overview article [1], assigning a relative score to each
Nearly 10% of the total citations in all formats were 3 title based on the percentage of articles indexed in a
bibliographic da- tabase for the year 1998.
PubMed/MEDLINE provided

Table 2
Cited format types by publication year periods
Books Government documents Journal articles Miscellaneous Total citations
Publication
year No. No. % No. % No. % No. %

1996–1998* 200 10.0% 17 8.8% 686 9.1% 84 19.6% 987 9.7%


1990–1995 1,004 50.2% 128 66.3% 4,127 54.9% 226 52.7% 5,485 54.1%
1980–1989 575 28.8% 38 19.7% 2,218 29.5% 90 21.0% 2,921 28.8%
1970–1979 137 6.9% 6 3.1% 322 4.3% 13 3.0% 478 4.7%
1960–1969 47 2.4% 1 0.5% 97 1.3% 1 0.2% 146 1.4%
Pre-1960 31 1.6% 1 0.5% 61 0.8% 2 0.5% 95 0.9%
Not available 6 0.3% 2 1.0% 3 < 0.1% 13 3.0% 24 0.2%
2,000 100.0% 193 100.0% 7,514 100.0% 429 100.0% 10,136 100.0%
* Includes in press materials.

J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006 E-59


Jacobs

Table 4
Distribution and database coverage of cited journals in Zones 1 and 2

Bibliographic databases
EBSCO
Total NAH Health OCLC
Cited journal citations CINAHL PubMed Comp. EMBASE Ref. Center PsycINFO SCI SSCI ArticleFirst

Zone 1
1. Am J Obstet Gynecol 379 0 4 3 4 3 0 5 1 X
2. Obstet Gynecol 312 0 4 0 5 0 0 5 1 X
3. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 306 5 5 0 0 0 0 0 0 X
4. Pediatrics 238 1 2 2 2 2 0 5 1 X
5. Nurs Res 186 4 4 0 0 0 3 5 4 X
6. JAMA 167 1 3 3 3 5 1 4 1 X
7. Birth 157 3 3 0 0 0 0 5 5 X
8. N Engl J Med 144 1 4 2 3 3 1 5 1 X
9. J Pediatr 114 1 4 0 5 0 0 4 1 X
10. Neonatal Netw 109 5 3 0 0 0 0 0 0 X
11. MCN Am J Matern Child Nurs 105 5 4 0 0 0 0 0 0 X
12. Am J Public Health 97 4 4 4 4 4 1 5 5 X
13. J Perinat Neonat Nurs 94 4 3 0 0 4 0 0 5 X
14. Lancet 86 1 3 3 3 2 0 5 1 X
Zone 1 average database coverage 2.50 3.57 1.21 2.07 1.64 0.43 3.43 1.86 100%
Zone 2
15. J Midwifery Womens Health; for- 83 3 4 0 0 0 0 0 5 X
merly, J Nurse Midwifery
16. Res Nurs Health 72 5 4 0 0 0 3 5 5 X
17. BJOG; formerly, Br J Obstet Gynae- 65 0 4 0 4 0 0 5 1 X
col
18. J Spec Pediatr Nurs 2002–; contin- 59 5 4 0 0 4 2 0 0 X
ues J Soc Pediatr Nurs, formerly
Matern Child Nurs J
19. J Nurs Scholars; formerly, Image: J 56 5 4 0 0 4 1 0 0 X
Nurs Sch
20. Clin Perinatol 53 1 4 0 0 0 0 5 0 X
21. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 52 3 3 5 0 3 0 0 0 X
22. Semin Perinatol 51 0 4 0 5 0 0 5 1 X
23. Arch Pediatri Adolesc Med; former- 50 1 4 0 4 4 0 5 1 X
ly, Am J Dis Child
24. Child Dev 49 0 4 0 0 0 5 0 5 X
25. Am J Nurs 47 5 3 4 0 3 0 0 4 X
26. J Adv Nurs 45 2 2 3 0 0 0 0 5 X
27. AWHONNS Clin Issues Perinat 44 NA NA NA NA NA NA NA NA NA
Womens Health Nurs; absorbed in
1994 by JOGNN
28. BMJ 43 0 4 3 2 2 0 5 1 X
29. Arch Dis Child 42 0 3 0 4 0 0 5 1 X
30. Pediatr Res 42 0 5 0 4 0 0 5 0 X
31. Clin Obstet Gynecol 40 0 4 0 4 0 0 5 1 X
32. Am J Perinatol 39 0 5 0 4 0 0 4 0 X
33. ANS Adv Nurs Sci (quarterly) 37 5 4 0 0 4 3 0 5 X
34. Anesthesiology 36 0 2 0 2 0 0 5 1 X
35. Pediatr Nurs 36 5 4 0 0 4 0 0 0 X
36. Fertil Steril 34 0 4 0 4 0 0 5 1 X
37. Health Care Women Int 34 5 4 5 0 0 3 0 0 X
38. Nurse Pract 34 5 4 0 0 5 0 0 0 X
39. Acta Paediatr (includes supple- 32 0 5 0 5 0 0 5 1 X
ments)
40. Nurs Clin North Am 31 5 4 0 0 0 0 0 5 X
41. West J Nurs Res 29 3 3 3 0 3 3 0 5 X
42. Perspect Sex Reprod Health; for- 28 2 1 5 3 1 0 0 4 X
merly, Family Planning Perspec-
tives
43. Pediatr Clin North Am 28 1 4 0 4 0 0 5 2 X
44. J Hum Lact 25 4 5 0 0 0 0 0 0 X
45. J Pediatr Nurs 25 5 5 0 0 0 0 0 0 X
46. J Perinatol 25 0 5 0 0 0 0 0 0 X
47. Heart Lung 24 5 5 0 0 0 0 5 1 X
48. J Pediatr Surg 24 0 4 0 4 0 0 5 1 X
49. ACOG Educational Bull; formerly, 23 0 0 0 0 0 0 0 0
ACOG Tech Bull
50. Am J Orthopsychiatry 23 0 4 0 3 1 4 5 5 X
51. Contraception 23 0 4 0 4 0 0 5 1 X
52. Infant Behav Dev 23 0 0 0 0 0 5 0 5 X
53. J Reprod Med 23 0 4 0 4 0 0 5 1 X
54. Nurs Times 23 5 4 0 0 3 0 0 0
55. Obstet Gynecol Surv 23 0 3 0 5 0 0 0 0 X
56. Contemp Rev Ob Gyn 22 0 0 0 5 0 0 0 0
57. J Adolesc Health 22 3 3 0 2 0 2 5 5 X
58. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 22 0 3 0 3 1 3 5 5 X
59. Soc Sci Med 22 2 3 0 3 1 2 0 5 X

E-60 J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006


Mapping the literature of maternal-child/gynecologic nursing

Table 4
Continued

Bibliographic databases
EBSCO
Total NAH Health OCLC
Cited journal citations CINAHL PubMed Comp. EMBASE Ref. Center PsycINFO SCI SSCI ArticleFirst

60. CMAJ: Can Med Assoc J 21 1 3 3 2 0 0 5 1 X


61. Infant Ment Health J 21 0 0 0 0 0 3 0 5 X
62. J Infect Dis 21 1 5 0 5 0 0 5 0 X
63. Nurs Outlook 21 5 3 0 0 0 0 0 4 X
64. Pain 21 1 5 0 5 0 3 5 1 X
65. Public Health Rep 21 3 4 4 2 3 0 5 5 X
66. Ann NY Acad Sci 19 0 0 0 5 0 0 0 0 X
67. J Fam Pract 19 0 5 0 2 4 1 4 1 X
68. Acta Obstet Gynecol Scand (in- 18 0 5 0 4 0 0 5 1 X
cludes supplements)
69. Am J Clin Nutr 18 2 4 0 3 3 0 5 1 X
70. Am J Epidemiol 18 1 2 0 2 1 0 5 1 X
71. Anesth Analg 18 0 2 0 2 0 0 5 0 X
72. Clin Nurse Spec 18 5 4 0 0 0 0 0 0 X
73. Dev Med Child Neurol 18 1 5 0 5 0 2 5 1 X
74. Med Clin North Am 18 1 5 0 5 0 0 3 1 X
75. Am Fam Physician 17 1 2 5 2 3 0 2 1 X
76. Child Abuse Negl 17 0 4 0 4 1 3 0 5 X
77. Int J Gynaecol Obstet 17 0 5 0 0 0 0 5 1 X
78. J Am Diet Assoc 17 4 3 0 3 3 0 5 1 X
79. Pediatr Infect Dis J 17 0 5 0 4 0 0 4 0 X
80. Am J Psychiatry 16 0 3 0 3 3 3 5 5 X
81. Ann Intern Med 16 1 4 3 4 3 0 5 1 X
82. Early Hum Dev 16 0 3 0 5 0 1 3 1 X
83. J Clin Endocrinol Metab 16 0 4 0 5 0 0 5 1 X
84. Science 16 0 3 0 5 0 1 5 1 X
85. Anaesthesia 15 0 4 5 0 0 0 4 0 X
86. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 15 0 5 0 5 0 0 5 1 X
87. Issues Compr Pediatr Nurs 15 4 5 0 0 0 3 0 0 X
88. J Nurs Adm 15 4 4 0 4 0 0 0 5 X
89. Nurs Manage 15 5 4 4 0 3 0 0 0 X
90. Public Health Nurs 15 5 5 5 0 0 3 0 5 X
91. Zero to Three 15 0 0 0 0 0 0 0 0
92. Arch Intern Med 14 1 4 0 4 3 0 5 1 X
93. Clin Pediatr 14 0 4 5 4 4 1 4 1 X
94. J Holist Nurs 14 5 3 0 0 0 0 0 0 X
95. Oncol Nurs Forum 14 5 4 0 0 0 0 0 0
96. Transplantation 14 0 5 0 5 0 0 5 0 X
97. Am J Respir Crit Care Med 13 0 5 0 5 0 0 5 1 X
98. Cancer 13 0 4 0 5 4 0 4 1 X
99. Cancer Nurs 13 5 5 0 5 0 0 5 5 X
100. Dev Psychol 13 0 4 0 0 4 5 0 5 X
101. J Marriage Fam 13 0 0 0 0 0 3 0 5 X
102. J Prof Nurs 13 5 4 0 0 0 0 0 5 X
103. Midwifery 13 3 3 0 0 0 0 0 5 X
104. Subst Use Misuse; formerly, Int J 13 0 4 0 5 0 3 5 5 X
Addict
105. Circulation 12 0 1 0 2 0 0 5 0 X
106. Int J Obes Relat Metab Disord 12 0 5 0 0 0 0 5 1 X
107. J Consult Clin Psychol 12 0 5 0 5 1 5 0 5 X
108. J Natl Cancer Inst 12 1 4 5 3 3 0 5 1 X
109. J Psychosom Res 12 0 4 0 4 0 4 5 5 X
110. Women Health 12 5 4 4 5 4 4 0 5 X
111. Appl Nurs Res 11 5 4 0 0 0 0 0 5 X
112. Can Nurse 11 5 4 0 0 0 0 0 0 X
113. J Perinat Educ 11 5 0 0 0 0 0 0 0
114. Obstet Gynecol Clin North Am 11 1 4 0 4 0 0 5 1 X
Zone 2 average database coverage 1.78 3.59 0.72 2.26 0.94 0.85 2.65 1.92
Average Zones 1 and 2 1.85 3.55 0.77 2.22 1.02 0.79 2.72 1.89 93%

Based on database coverage score: 5 (95%–100%); 4 (75%–94%); 3 (50%–74%); 2 (25%–49%); 1 (1%–24%); 0 (<1%).
EBSCO NAH Comp. = EBSCO Nursing & Allied Health Comprehensive Edition. SCI
= Science Citation Index.
SSCI = Social Sciences Citation Index.

the best overall coverage of titles in Zone 1 for mater- Sciences Citation Index. The combined average scores
nal-child/gynecologic nursing, followed by Science for both Zones 1 and 2 ranked the biomedical data-
Ci- tation Index and CINAHL, respectively (Table 4). bases PubMed/MEDLINE, Science Citation Index, and
In Zone 2, PubMed/MEDLINE, Science Citation EMBASE above CINAHL and Social Sciences Citation
Index, and EMBASE ranked higher than CINAHL Index.
and Social

J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006 E-61


Jacobs

DISCUSSION perience of ‘‘normalcy’’ in women’s health is not well


examined or documented [16].
The results demonstrate the expected phenomenon Given the strong presence of medical journals in
de- scribed by Bradford: a small core of journals is Zone 1, it follows that, for the thesaural databases,
highly productive (Table 4). As expected, ‘‘journal PubMed/MEDLINE provides more comprehensive
article’’ was the most frequently cited format. All coverage than CINAHL. The social sciences databases
three of the original source journals (JOGNN, MCN, rank lower as sources for this specialty. Yet, while
and Journal of Perinatal & Neonatal Nursing) are found PubMed/MEDLINE and Science Citation Index rank
in Zone 1, along with two other nursing journals higher in terms of articles indexed, the journal titles
(Nursing Re- search and Neonatal Network), seven and associated databases do not tell the whole story.
medical journals, and two titles aimed at a more Topics in this nursing specialty draw from psychoso-
diverse audience (Birth and American Journal of Public cial as well as biologic research. At the article level,
Health). perusing the table of contents of any of the source
Seven of the fourteen titles in Zone 1 were also pre- jour- nals reveals an abundance of interdisciplinary
sent in Zone 1 of the project’s Phase I study of nurse- topics, such as ‘‘Gynecologic Care for Women with
midwifery (Obstetrics and Gynecology, American Journal Mental Retardation’’ or ‘‘Behavioral Characteristics of
of Obstetrics and Gynecology, New England Journal of Very Low Birth Weight Infants of Varying Biologic
Med- icine, JAMA, Lancet, American Journal of Public Risk at 6, 15, and 24 Months of Age.’’ A searcher
Health, and Birth). Journal of Midwifery and Women’s should al- ways use more than one database to ensure
Health (for- merly, Journal of Nurse Midwifery) coverage of psychosocial aspects of a nursing topic. A
narrowly missed ranking in Zone 1. The nurse- combined approach to database searching using both
midwifery mapping study ranked Journal of Midwifery CINAHL and PubMed/MEDLINE is recommended,
and Women’s Health at the top of Zone 1 [11]. given that Science Citation Index and OCLC
In Zone 2 (Table 4), nursing and medical journals ArticleFirst are not based on controlled vocabularies.
have floated to the top of the zone, with titles in the Databases with an underlying hierarchical thesaurus
behavioral sciences occurring more frequently in of terms provide searchers with the necessary link to
lower ranks. Child Development, ranked at number relevant research. When a topic involves the
twenty- four, was the first behavioral science title to psychosocial aspects of nursing practice, PsycINFO
surface, followed by Infant Behavior and Development, and Social Sciences Cita- tion Index might prove more
tied with other titles at number forty-nine. Other titles valuable for locating re- search.
such as Social Science and Medicine and Infant Mental
Health Jour- nal ranked nearby. CONCLUSION
Table 4 displays the relative score assigned for da-
tabase coverage of journals. Given the preponderance This study provides a snapshot of the literature for a
of medical journals identified as core for maternal- three-year period (1996 to 1998) by analyzing the
child/gynecologic nursing in Zone 1, it was not sur- pres- ence of citations, applying Bradford’s Law of
prising that PubMed/MEDLINE and Science Citation Scatter- ing to identify a core of those journal titles
Index emerged as more comprehensive bibliographic most fre- quently cited, and identifying the
database sources than CINAHL. While 100% of the bibliographic data- bases that access those titles. The
Zone 1 titles were indexed in OCLC ArticleFirst, the quantitative picture indicates a remarkably high
data were found to be unreliable due to the way meet- concentration of the lit- erature in biomedical
ing abstracts were counted. In CINAHL, all meeting journals, accessible via biomed- ical databases. But
abstracts in a journal issue were indexed as a whole scholars searching the literature on a topic in
(one record), rather than separately, leading to indi- maternal-child/gynecologic nursing will want to
vidual title index coverage scores similar to those for access the bio-psychosocial, economic, and policy
PubMed/MEDLINE. Similarly, Science Citation Index aspects tangential to an information need, man-
and Social Sciences Citation Index provided separate dating that a search strategy should go beyond bio-
coverage of meeting abstracts and book reviews, medical databases. A search on a behavioral aspect of
which acted to increase the scores for these databases. maternal-child/gynecologic nursing could find bio-
Therefore, scores for indexing coverage—even for a medical databases of little use, with strong coverage
nursing journal such as Nursing Research—were of the literature provided by sources such as CINAHL
and Social Sciences Citation Index. Further study is
higher when a database was not as selective when
needed to examine how authors use the literature
determining article formats to index.
they cite and what other methods of scholarly
The journals identified as core for this nursing spe- communi- cation they use in the current, increasingly
cialty point out that the literature of maternal-child/
electronic, environment.
gynecologic nursing, while known to draw from The beginning of the twenty-first century has seen
many disciplines, cites frequently from medical dramatic changes in the areas of medical and infor-
journals. As a specialty that supports the medical mation technology, educational programs preparing
model of obstet- rics and gynecology—focused on the nurses for advanced practice, research in psychosocial
pathologic as- pects of pregnancy, birth, and the areas, qualitative research, and funding for nursing
neonatal period— this is not surprising. It has been re- search [37]. The results of this study suggest
noted that the ex- other
E-62 J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006
Mapping the literature of maternal-child/gynecologic nursing

nursing specialty areas for mapping using the same The Association. [cited 9 May 2005]. <http://www.awhonn
methodology. Women’s health has been only recently .org/awhonn/?pg=874-6190>.
viewed more holistically and should be mapped as a 11. SEATON H. Mapping the literature of nurse-midwifery. J
separate emerging specialty for nurses. Pediatric Med Libr Assoc [serial online]. 2006 Apr;94(2). <http://
nurs- ing has been mapped as a specialty in Phase III www.pubmedcentral.nih.gov/tocrender.fcgi?action =
of this study [38]; neonatal intensive care nursing archive&journal=93>.
should be mapped separately as well. 12. DAISY C. MCN: highpoints, people, places, policies, in
maternal/child health. MCN Am J Matern Child Nurs 1996
ACKNOWLEDGMENTS Jan/Feb;21(1):18–51.
13. ULRICH LT. A midwife’s tale: the life of Martha Ballard,
based on her diary, 1785–1812. New York, NY: Knopf, 1990.
Special thanks to the intrepid Margaret (Peg) Allen,
14. HAWKINS JW, BELLIG LL. The evolution of advanced
AHIP, for her generosity and leadership as task force practice nursing in the United States: caring for women and
cochair and for coordinating the data collation for Ta- newborns. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 2000 Jan/Feb;
ble 4. Task force members Melody Allison, Kristine 29(1):83–9.
Alpi, AHIP, Allen, Carol Galganski, AHIP, and 15. RINKER SD. The real challenge: lessons from obstetric
Martha (Molly) Harris, AHIP, searched databases and nursing history. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 2000 Jan/
provid- ed consistent data for Table 4. Reviewers Feb;29(1):100–6.
Priscilla Ste- phenson, AHIP, Alpi, and Linda 16. BURKHARDT P. Normalcy throughout the lifespan, intro-
Mayberry provided valuable criticism. Dorice Vieira duction. In: Fitzpatrick J, Montgomery KS, eds. Maternal
and Jennifer Schwartz at New York University child health nursing research digest. New York, NY: Spring-
provided expertise in design- ing and using an Access er, 1999.
17. FONDILLER SH. From the archives: the advancement of
database. Ginny Chaskey and Cinahl Information baccalaureate and graduate nursing education: 1952–1972.
Systems supplied cited references in electronic form Nurs Health Care Perspect 2001 Jan–Feb;22(1):8,10.
for MCN: American Journal of Mater- nal/Child Nursing. 18. LEWIS JA. Advanced practice in maternal/child nursing:
history, current status, and thoughts about the future. MCN
REFERENCES Am J Matern Child Nurs 2000 Nov/Dec;25(6):327–30.
19. RUZEK S. The women’s health movement. New York,
1. ALLEN M, JACOBS SK, LEVY JR. Mapping the literature of NY: Praeger Publishers, 1978.
nursing: 1996–2000. J Med Libr Assoc 2006 Apr;94(2):206– 20. LINDBERG NP. NAACOG to AWHONN: a change and a
20. challenge. AWHONN’s Women’s Health Nursing Scan 1993;
2. NATIONAL CENTER FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION. 7(1):1–2.
MeSH browser: scope note for maternal-child nursing. [Web 21. GIVENS SR, CARPENTER M. Nurses speaking up for
document]. Bethesda, MD: The Center. [cited 17 Jan 2006]. mothers and children: 25 years of public policy
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db= involvement. MCN Am J Matern Child Nurs 2000 Nov–
MeSH&term=maternal child nursing>. Dec;25(6):311–26.
3. CINAHL INFORMATION SYSTEMS. Cumulative index to 22. SIMPSON KA. Critical evaluation of the past 25 years of
nursing and allied health literature, CINAHL subject head- perinatal nursing practice: opportunities for improvement.
ings. v.46, part A. Glendale, CA: Cinahl Information MCN Am J Matern Child Nurs 2000 Nov/Dec;25(6):300–4.
Systems, 2001. 23. CATON D, CORRY MP, FRIGOLETTO FD, HOPKINS DP, LIE-
4. NATIONAL CENTER FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION. BERMAN E, MAYBERRY L, ROOKS JP, ROSENFIELD A, SAKALA
MeSH browser: scope note for gynecology. [Web document]. C, SIMKIN P, YOUNG D. The nature and management of labor
Bethesda, MD: The Center. [cited 17 Jan 2006]. <http://www pain: executive summary. Am J Obstet Gynecol 2002 May;
.ncbi . nlm . nih . gov / entrez / query . fcgi?db = 186(5 suppl):S1–S15.
MeSH&term = 24. CENTERS FOR DISEASE CONTROL AND PREVENTION.
gynecology>. Achievements in public health, 1900–1999: changes in the
5. ASSOCIATION OF WOMEN’S HEALTH, OBSTETRIC AND NEO- public health system. JAMA 2000 Feb 9;283(6):735–8.
NATAL NURSES. About AWHONN. [Web document]. Wash-
25. OFFICE OF DISEASE PREVENTION AND HEALTH PROMO-
ington, DC: The Association. [cited 5 May 2005]. <http:// TION, US DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES.
www.awhonn.org/awhonn/?pg=0-931>. Healthy people 2010: the cornerstone for prevention.
6. NATIONAL CENTER FOR BIOTECHNOLOGY INFORMATION. [Web document]. Rockville, MD: The Department. [rev. Jan
MeSH browser: scope note for women’s health. [Web document]. 2005; cited 9 May 2005]. <http://www.healthypeople.gov/
Bethesda, MD: The Center. [cited 17 Jan 2006].
Publications/Cornerstone.pdf>.
<http://www
26. GIBEAU A. Maternal child emotional health,
.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=MeSH&term= introduction. In: Fitzpatrick J, Montgomery KS, eds.
women’s health>.
Maternal child health nursing research digest. New York,
7. RAFTOS M, MANNIX J, JACKSON D. More than mother-
NY: Springer, 1999.
hood? a feminist exploration of ‘‘women’s health’’ in papers
indexed by CINAHL 1993–1995. J Adv Nurs 1997 Dec;26(6): 27. D’AURIA JP. A bibliometric analysis of published mater-
1142–9. nal and child health nursing research from 1976 to 1990.
Austin, TX: The University of Texas at Austin, 1992.
8. SOCIETY FOR WOMEN’S HEALTH RESEARCH. Funding re-
search in women’s health. [Web document]. Washington, DC: 28. GANNON L, STEVENS J, STECKER T. A content analysis of
The Society. [rev. 4 May 2005; cited 9 May 2005]. <http:// obstetrics and gynecology scholarship: implications for
www.womenshealthresearch.org/rf/home.htm>. women’s health. Women Health 1997;26(2):41–55.
9. DEANGELIS CD, WINKER MA. Women’s health: a call for 29. O’NEILL AL. Information transfer in professions: a cita-
papers. JAMA 2000 May 24;283(20):2714. tion analysis of nursing literature. Chapel Hill, NC: The
10. ASSOCIATION OF WOMEN’S HEALTH, OBSTETRIC AND Uni- versity of North Carolina at Chapel Hill, 1996.
NEONATAL NURSES. AWHONN: research priorities for wom- 30. FREDA M. MCN: 25 years and counting. MCN Am J Ma-
en’s and neonatal health. [Web document]. Washington, tern Child Nurs 2000 Nov/Dec;25(6):286–9.
DC:
J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006 E-63
Jacobs

31. Journal of perinatal & neonatal nursing. [Web docu-


35. HILL DR, STICKELL HN. Brandon/Hill selected list of
ment]. Lippincott Williams & Wilkins. [rev. 2005; cited 9 print nursing books and journals. Nurs Outlook 2002 May–
May 2005]. <http://www.lww.com/product/?0893-2190>. Jun;50(3):100–13.
32. ALLEN M. Key and electronic nursing journals: charac- 36. YOUNG D. Birth: the journal that Madeleine Shearer be-
teristics and database coverage, introduction and chart. gan 25 years ago. Birth 1998 Mar;25(1):1–2.
[Web document]. Kent OH: Nursing and Allied Health 37. KACHOYEANOS MK. The current state of research in
Resources Section, Medical Library Association, 2001. [rev. MCH nursing. MCN Am J Matern Child Nurs 1996 Jan–Feb;
2002; cited 9 May 2005]. 21(1):13.
<http://nahrs.library.kent.edu/resource/>. 38. TAYLOR MK. Mapping the literature of pediatric nurs-
33. FREDA M. Personal communication, 19 May 2005. ing. J Med Libr Assoc [serial online] 2006 Apr;94(2 supp).
34. ALLEN M. Key and electronic nursing journals: charac- <http://www.pubmedcentral.nih.gov/tocrender.fcgi?action
teristics and database coverage. 2005 ed. Glendale, CA: Cin- =archive&journal=93>.
ahl Information Systems, 2005. [email communication: 23
May 2005.] Received May 2005; accepted December 2005

E-64 J Med Libr Assoc 94(2) Supplement 2006


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

Pelatihan Teknik Pijat Perah Dan Teknik Pijat Oksitoksin Pada Kader Di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Astambul
Isrowiyatun Daiyah 1, Magdalena 2, Megawati 3, Norlaila Sofia 3

1,3,4
Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
2
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
E-mail : isrowiyatundaiyah.10@gmail.com

ABSTRAK

Kader merupakan bagian dari masyarakat yang bersedia bekerja sukarela dalam meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat di lingkungannya sendiri. Peningkatan kualitas yang dapat terasa
pada bayi baru lahir adalah pemberian air susu ibu (ASI) yang maksimal. karena di dalam ASI
mengandung sel darah putih, zat kekebalan, enzim, hormon dan protein yang cocok untuk bayi.
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa masih rendahnya cakupan ASI bahkan setiap
tahunnya terjadi penurunan. Penurunan cakupan ini dikarenakan beberapa sebab salah satunya
kurangnya motivasi ibu sehingga rangsangan dalam produksi ASI menjadi kurang yang pada
akhirnya mengakibatkan ASI tidak keluar. Salah satu cara dalam merangsang ASI dapat keluar
adalah dengan melakukan pijatan dengan teknik pijat perah dan teknik pijat oksitoksin. Setelah
dilakukan pelatihan pijat perah dan oksitoksin terjadi peningkatan pengetahuan dan
keterampilan para kader dalam Malakukan tindakan tersebut.

Kata kunci : Teknik Pijat Perah, Teknik Pijat Oksitoksin, ASI

ABSTRACT

Cadres are part of the community who are willing to work voluntarily in improving the quality
of public health in their own environment. The quality improvement that can be felt in newborns
is the provision of maximum breast milk (ASI). because breast milk contains white blood cells,
immune substances, enzymes, hormones, and proteins that are suitable for babies. Based on the
data, it is found that the coverage of breast milk is still low and it even decreases every year.
This decrease in coverage is due to several reasons, one of which is the lack of motivation of the
mother so that the stimulation of breast milk production is less, which in turn results in the milk
not coming out. One of the ways to stimulate breast milk to come out is by doing massage with
milk massage techniques and oxytocin massage techniques. After training in milk massage and
oxytocin, the cadres' knowledge and skills increased in performing these actions.

Keywords : Milk Massage Technique, Oxytocin Massage Technique, Breast Milk

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

PENDAHULUAN
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan yang diciptakan Tuhan khusus bagi
bayi yang mengandung sel darah putih, zat kekebalan, enzim, hormon dan protein yang
cocok untuk bayi (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan laporan Direktorat Jendral (Ditjen)
Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, cakupan pemberian ASI pada
umur 0-6 bulan masih cukup rendah yaitu sebesar 52,3%. Angka tersebut belum
mencapai target pemberian ASI eksklusif tahun 2015 sebesar 80%. Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Banjar tahun 2015 menyebutkan cakupan ASI eksklusif sebesar
60.2%, tahun 2016 sebesar 39.5%, tahun 2017 sebesar 41.8%, tahun 2018 sebesar
46,26%. Cakupan ASI yang rendah disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif dan adanya ideologi makanan yang non eksklusif, sehingga tidak muncul
motivasi yang kuat dari ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya (Afifah,
2007).
Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat
berperan dalam kelancaran produksi ASI, Menyusui dini di jam-jam pertama kelahiran
jika tidak dapat dilakukan oleh ibu akan menyebabkan proses menyusu tertunda, maka
alternatif yang dapat dilakukan adalah memerah atau memompa ASI selama 10-20
menit hingga bayi dapat menyusu. Tindakan tersebut dapat membantu memaksimalkan
reseptor prolaktin dan meminimalkan efek samping dari tertundanya proses menyusui
oleh bayi (Evariny, 2011). Teknik memerah ASI yang dianjurkan adalah dengan
menggunakan tangan dan jari, karena lebih praktis, efektif dan efisien dibanding dengan
menggunakan alat bantu pompa ASI (Marmet, 2003). Metode yang digunakan adalah
cara clhoe marmet yang sering disebut dengan teknik marmet yang merupakan
perpaduan antara teknik memerah dan memijat. Teknik ini memberikan efek relaks dan
mengaktifkan kembali refleks keluarnya air susu atau milk ejection reflex (MER),
sehingga ASI akan menyemprot keluar dengan sendirinya (Ulfah, 2013).
Hasil penelitian Anita Widiastuti (2015) yang berjudul “Effect of Marmet
Technique on Smoothness of Breastfeeding and Baby Weight Gain” dikatakan bahwa
pada ibu postpartum yang dilakukan teknik marmet menunjukkan hasil yang signifikan
terhadap produksi ASI dimana ibu merasakan aliran ASI yang keluar pada saat
menyusui dan aliran ASI terasa deras. Metode lain yang dapat membantu
memaksimalkan reseptor oksitosin, merangsang let down reflex dan meminimalkan efek
samping dari tertundanya proses menyusui adalah dengan cara melakukan pijat
oksitosin (Evariny, 2008). Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi yang tepat untuk
mempercepat dan memperlancar produksi dan pengeluaran ASI yaitu dengan pemijatan
sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat
ini akan memberikan rasa nyaman dan rileks pada ibu setelah mengalami proses
persalinan sehingga tidak menghambat sekresi hormone prolaktin dan oksitosin
(Biancuzzo, 2003).

METODE PELAKSANAAN
Pengabdian masyarakat ini dilakukan di Kecamatan Astambul yang merupakan
daerah yang pesat perkembangannya dan padat penduduk. Menurut data UPT
Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9
EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS
Puskesmas

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

Astambul tahun 2017 jumlah ibu postpartum sebanyak 766 orang dan cakupan ASI
Eksklusif 0-6 bulan tahun 2017 sebanyak 156 bayi dengan persentase 22,60 %. Wilayah
UPT Puskesmas Astambul Kabupaten Banjar sudah memiliki kelas Bayi Balita, Kelas
ibu hamil dan Kelas Ibu Postpartum. Hasil wawancara dengan bidan koordinator dan
penanggung jawab KIA di Wilayah UPT Puskesmas Astambul Kabupaten Banjar belum.
Metode pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah bentuk program
pendidikan masyarakat melalui kegiatan pelatihan kepada kader. Pelaksanaan kegaiatan
ini dilakukan di UPT Puskesmas Astambul yang dimulai dari bulan bulan September
sampai dengan Oktober 2020 dan diikuti oleh 30 orang kader. Pelaksanaan dilakukan
sebanyak 6kali pertemuan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi pada mitra
(kader) disampaikan oleh dengan materi terkait teknik pijat perah dan teknik pijat
oksitosin.
Materi disampaikan oleh seorang penyaji dan dibantu oleh 3 orang asisten serta 3
orang mahasiswa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 : Peserta pelatihan diberikan materi mengenai teknik pijat perah dan teknik
pijat oksitosin.
Langkah 2 : Peserta diberikan kesempatan untuk mendiskusikan materi yang telah
diberikan. Kesempatan tanya jawab diberikan untuk memperjelas hal-hal
yang masih menjadi keraguan.
Langkah 3 : Peserta berlatih untuk melakukan teknik pijat perah dan teknik pijat
oksitosin menggunakan alat peraga phantoom payudara dan pada sesama
peserta
Langkah 4 : Peserta diberikan bimbingan melakukan teknik pijat perah dan teknik pijat
oksitosin menggunakan alat peraga phantoom payudara dan pada sesama
peserta
Langkah 5 : Peserta diberikan kesempatan mengaplikasikan hasil pelatihan kepada ibu
nifas menyusui di desa masing-masing.
Evaluasi dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu untuk mengevaluasi pengetahuan
kader tentang teknik pijat perah dan pijat oksitosin dilakukan pre test sebelum dan post
test menggunakan kuesioner, evaluasi terhadap keterampilan kader sebelum dan setelah
proses pelatihan berlangsung, dengan mempraktikkan langsung/latihan menggunakan
alat peraga phantoom yang di observasi menggunakan daftar tilik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan dari bulan
September sampai dengan oktober tahun 2020 ini yang dihadiri oleh 30 orang kader
kesehatan yang berada di wilayah kerja UPT Puskesmas Astambul diperoleh gambaran
pengetahuan kader sebelum dan setelah diberikan materi pelatihan teknik pijat perah
dan teknik pijat oksitosin.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

Grafik 1. Penilaian pengetahuan kader sebelum dan setelah diberikan


materi pelatihan teknik pijat perah dan teknik pijat oksitosin

120

100

80

60 pre tes
post tes

40

20

0
1357911 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Didapati gambaran keterampilan kader melakukan teknik pijat perah dan teknik
pijat oksitosin, sebelum serta setelah mendapatkan pelatihan teknik pijat perah dan pijat
oksitosin.

Grafik 2 Gambaran keterampilan kader sebelum dan sesudah diberikan pelatihan


teknik pijat perah dan teknik pijat oksitosin

10 Keterampilan kader Teknik


9 Pijat Perah sesudah pelatihan
8
7 Keterampilan kader Teknik Pijat Perah sebelum pela
6 Keterampilan kader Teknik Pijat Oksitosin sebelum
5 Keterampilan kader Teknik Pijat Oksitosin sesudah p
4
3
2
1
0

13579 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Didapati gambaran persentase keterampilan kader melakukan teknik pijat perah


dan teknik pijat oksitosin, sebelum serta setelah mendapatkan pelatihan teknik pijat
perah dan pijat oksitosin.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

Grafik 3 Gambaran persentase keterampilan kader sebelum dan setelah


mendapatkan pelatihan teknik pijat perah dan teknik pijat oksitosin

100%
80%
60%
Persenta

40%
Series1

20%
0%
sebelumsesudahsebelumsesudah
pelatihanpelatihanpelatihanpelatihan
Keterampilan kaderKeterampilan kader Teknik Pijat PerahTeknik Pijat Oksitosin
Keterampilan kader

Grafik 3 menggambarkan hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang


keterampilan kader melakukan teknik pijat perah dan pijat oksitosin sebelum dan
setelah mengikuti pelatihan. Keterampilan kader dalam mengaplikasikan teknik pijat
perah mengalami peningkatan dari 40% menjadi 100% dan pengaplikasian teknik pijat
oksitosin kader memiliki peningkatan keterampilannya dari 0% menjadi 100%. Kader
kesehatan benar –benar merasakan manfaat dari pelatihan ini. Pelatihan ini merupakan
solusi dari permasalahan yang mereka dapati ketika hendak memberikan informasi
ataupun membimbing ibu-ibu nifas dalam masa menyusui bayinya dikarenakan
terbatasnya pengetahuan tentang teknik-teknik yang praktis dalam hal melancarkan
produksi ASI. Hasil evaluasi kegiatan pelatihan pada kader setelah mengikuti pelatihan
ini, didapati kader mengatakan bahwasanya pelatihan teknik pijat perah dan pijat
oksitosin materinya mudah untuk dipahami, sangat mudah dilakukan dan kader
bersemangat untuk memberikan informasi hasil pelatihan kepada orang lain/ibu
nifas/keluarga/masyarakat, kader pun memberi saran agar ada lagi pelatihan-pelatihan
yang lainnya agar masyarakat tahu akan manfaat, pentingnya ASI.

DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN


Dampak dan manfaat kegiatan pengabdian pada masyarakat terkait pelatihan
kader UPT Puskesmas Astambul tentang teknik pijat perah dan pijat oksitoksin
sehingga kader sebagai penyambung informasi dari tenaga kesehatan yang ada di
puskesmas kepada masyarakat dapat lebih percaya diri dalam menjalankan fungsinya di
masyarakat seperti, memberikan informasi, membimbing ibu-ibu nifas dalam menyusui
bayinya, mengatasi permasalahan ketidak lancaran Produksi ASI diawal masa menyusui
bayinya.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


EKOBIS Volume 1, Nomor 2, Desember,
2020
ABDIMAS

SIMPULAN
Kegiatan pelatihan kader di UPT Puskesmas Astambul sebagai representasi
kebutuhan pengembangan keterampilan kader di masyarakat khususnya dalam
memberikan informasi tentang teknik pengeluaran ASI di masyarakat. Karena Dari
kegiatan ini dihasilkan :
1. Pengetahuan dan pemahaman pada kader kesehatan diwilayah kerja UPT
Puskesmas Astambul tentang teknik pijat perah dan teknik pijat
oksitoin terjadi peningkatan dari 40% menjadi 100%.
2. Keterampilan Kader terhadap langkah-langkah teknik pijat perah ASI dan langkah-
langkah teknik pijat oksitosin dilakukan dengan tepat, terjadi peningkatan dari 0%
menjadi 100%.
3. Kader menjadi lebih percaya diri dalam menjalankan fungsinya di masyarakat,
memberikan informasi, membimbing ibu-ibu nifas menyusui bayinya, mengatasi
permasalahan ketidak lancaran Produksi ASI ibu-ibu nifas diawal masa menyusui
bayinya.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kelancaran
pengabdian masyrakat ini antara lain kepada seluruh jajaran UPT puskesmas Astambul
yang melah memberikan izin kepada kami untuk melakukan dapat melakukan
pengabdian masyarakat di wilayah kerja tersebut dan kepada para kader yang telah
bersedia mengikuti kegiatan ini hingga akhir dan segala pihak yang telah membantu
proses jelannya kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D. N. (2007). Faktor yang berperan dalam kegagalan praktik pemberian ASI
eksklusif. Skripsi. Semarang:PSIK FK Undip.
Biancuzzo, M. (2003). Breastfeeding the newborn. Clinical Strategies for nurses. St.
louis: Mosby.
Evariny, A. (2008). Agar ASI lancar di awal masa menyusui.http://www.hypno
birthing.web.id/?.
Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan kementrian kesehatan RI.
Marmet, C. (2003). Manual expression of breast milk marmet technique. Diperoleh dari
http://static1.squarespace.com/static/537cf67ee4b0785074d4a456/t/538286e7e4
b050f84ce173eb/1401063143985/Breastfeeding_ManualExpression.pdf tanggal
06 Desember 2016.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas PGRI Adi Buana 9


METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN
SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST
PARTUM

Ranida Arsi1, Sri Rejeki2, Achmad Zulfa3

1Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Diponegoro


2Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
3Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Article Info Abstract


Article History:
Background: Breast milk is the best food that babies need in the first
Accepted May 31th 2021 6 months of life. The success of exclusive breastfeeding is determined
at the beginning of offering ASI on the first day of birth. Exclusive
breastfeeding can be constrained by the limited production of breast
milk. The SPEOS methods is an alternative to help increase
Keyword: breastfeeding. The SPEOS (Endorphin, Oxytocin, and Suggestive
SPEOS methods, Breast Milk Massage Stimulation) methods is a combination of endorpine,
Production, Post Partum oxytocin, and suggestive massage stimulation carried out sequentially
Mothers. which will feel relaxation that stimulates the brain to release
endorphin, prolactin and oxytocin hormones, so that breast milk
becomes smooth. In addition, it provides comfort to mothers,
increases mother's confidence and removes blockages so that
obstacles in breastfeeding can be resolved properly.

Objective: To determine the effectiveness of the SPEOS methods in

Corresponding author:

Ranida Arsi

ranidaarsi21@gmail.com

Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021

DOI: http://dx.doi.org/10.26594/jikm.1.2.2018.278

e-ISSN 2621-2994
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 2

increasing breast milk production in post partum mothers.

Method: A literature review through a review of nursing articles to


identify SPEOS methods in increasing breast milk production. The
databases used are Scopus, Medica Local Update, One Search and
Google Schoolar. The journal source is obtained using a prism flow
diagram as the database search flow. The article inclusion criteria
used were articles related to the SPEOS methods and breast milk
production in post partum mothers, articles in English and
Indonesian, articles published in 2010 to 2020, and full text articles
while the exclusion criteria were articles published over the past 10
years, the use of foreign languages other than English and
Indonesian, not intervention studies and articles that are not full text.
There were 7 articles that met the inclusion and exclusion criteria
requirements.

Results: This literature review shows that the SPEOS methods


(Endorphin, Oxytocin, and Suggestive Massage Stimulation) effective
in increasing breast milk production in post partum mothers.

Conclusion: the SPEOS methods (Endorphin, Oxytocin, and


Suggestive Massage Stimulation) effective in increasing breast milk
production in post partum mothers.

1. Pendahuluan keluar.(Widhiani et al., 2019) Sebayak 65%

Air Susu Ibu merupakan makanan


terbaik yang dibutuhkan bayi dalam 6
bulan pertama kehidupannya. ASI
mengandung campuran lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam
organik sebagai zat antibodi supaya
melindungi bayi dari penyakit (Melyansari
et al., 2018). Pemberian ASI diawal
kelahiran akan meminimalkan risiko
kematian bayi hingga 45%. Exclusive Breast
Feeding (EBF) efektif mencegah kematian
balita hingga 13%-15% (Widhiani et al.,
2019)

Keberhasilan ASI ekslusif ditentukan


pada awal pemberian ASI di hari pertama
kelahiran. Pemberian ASI ekslusif dapat
terkendala akibat ASI belum

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 3
bayi baru lahir mendapat
makanan selain ASI dalam tiga
hari pertama. Hasil survei data
oleh Desmawati menyebutkan
jumlah bayi baru lahir (0-3 hari
post sectio caesarea)
mengalami
kenaikan
penggunaan pengganti air susu
ibu (PASI) sebesar 3,65%
(Desmawati, 2013). Nurliawati
juga menyebutkan beberapa ibu
menghasilkan air susu yang
sedikit bahkan tidak ada pada tiga
atau empat hari setelah
melahirkan yang disebabkan oleh
cemas dan takut karena produksi
ASI yang sedikit serta minimnya
pengetahuan ibu mengenai proses
menyusui (Nurliawati, 2010).

Perasaan tertekan, cemas,


hingga stres menyebabkan
terjadinya pelepasan adrenalin
dan vasokontriksi pembuluh
darah alveoli sehingga terjadi
down regulation sintesis produksi
ASI yang menghambat refleks let-
down, karena oksitosin sulit
mencapai mioepitelium dan

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 4

berpengaruh pada kontraksi sel sedangkan yang tidak dilakukan metode


mioepitelium akibatnya ASI tidak keluar. SPEOS sebesar 2,250 ml yang artinya dapat
Begitu pun dengan nyeri, pelepasan secara signifikan meningkatkan produksi
oksitosin dari neurohipofise akan ASI setelah dilakukan selama 3 hari dimulai
terhambat oleh adanya reseptor nyeri. dari hari pertama nifas hingga hari ke 3
Penelitian yang dilakukan Kartika (2018) (Melyansari et al., 2018).
menyebutkan nyeri dan stres setelah
persalinan berpengaruh pada waktu Penelitian yang dilakukan oleh
pengeluaran ASI. Semakin berat nyeri dan Nugraheni, dkk (2017) menunjukkan rata-
stres yang dirasakan ibu maka akan rata peningkatan produksi ASI pada
semakin lama waktu pengeluaran ASI minggu I rata-rata sebanyak 96,17 ml
(Kartika et al., 2016). dengan p 0,05 sedangkan minggu ke 2, 3,
dan ke 4 hampir sama. Hal ini sesuai
Masalah dalam pengeluaran ASI dengan teori yang menyebutkan bahwa
berhubungan dengan proses laktasi. Proses kombinasi pijat endorphin, pijat oksitosin
laktasi bergantung pada hormon prolaktin yang dilakukan pada punggung ibu di
dan oksitosin yang dihasilkan oleh sepanjang tulang belakang (vetebrae)
neurohipofise. Hormon prolaktin berperan disertai kalimat sugestif akan membawa
dalam proses pembentukan ASI dan ibu untuk dapat melakukan relaksasi yang
hormon oksitosin berperan dalam proses akan merangsang otak untuk
pengeluaran ASI. Perubahan fisik dan mengeluarkan hormon endorphin, hormon
psikologis mempengaruhi proses laktasi. prolaktin dan oksitosin, sehingga ASI
Cara kerja hormon oksitosin dipengaruhi menjadi lancar, memberikan kenyamanan
oleh psikologis, stres, rasa khawatir pada ibu nifas dan menghilangkan
berlebihan juga ketidakbahagiaan. Hal sumbatan sehingga hambatan dalam
tersebut berhubungan dengan hormon menyusui minggu pertama dapat teratasi
endorphin yang ada didalam tubuh kita dengan baik (Nugraheni & Heryati, 2016).
sehingga hormon endorphin ini juga yang
membantu dalam keberhasilan proses Metode SPEOS merupakan gabungan
laktasi. Selain itu hormon endorphin dari stimulasi pijat endhorpine, oksitosin,
memberikan kenyamanan terhadap rasa dan sugestif yang dilakukan secara
nyeri persalinan (Nugraheni & Heryati,
berurutan. Peranan hipofisis adalah
2016; Widhiani et al., 2019).
mengeluarkan endorfin yang berasal dari
Intervensi keperawatan secara non dalam tubuh dan efeknya menyerupai
farmakologi dapat diberikan pada ibu post heroin dan morfin. Peranan selanjutnya
partum dalam meningkatkan produksi ASI. mengeluarkan prolaktin yang akan memicu
Hal ini dikarenakan metode non
dan mempertahankan sekresi air susu dari
farmakologi lebih murah, mudah, non
invasive, dapat diterima responden dan kelenjar mammae. Sejalan dengan
tanpa efek samping. Intervensi pernyataan diatas, penelitian widayanti
keperawatan yang dpat diterapkan untuk dkk (2016) melaporkan setelah di lakukan
membantu meningkatkan produksi ASI ibu intervensi SPEOS mayoritas ibu
post partum yaitu Metode SPEOS menghasilkan ASI 24 jam setelah
(Stimulasi Pijat Endorphin, Oksitosin, dan
melahirkan sedangkan kelompok kontrol
Sugestif). Melyansari (2018) menyebutkan
rata-rata produksi ASI ibu nifas setelah menghasilkan ASI 72 jam setelah
dilakukan metode SPEOS sebesar 4,766 ml melahirkan (Widayanti et al., 2016).

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 5
Tujuan

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 6

dari systematic review ini adalah untuk sampai 2020. 4) Artikel full text. Kriteria
melihat intervensi non farmakologis yaitu Ekslusi artikel yang digunakan adalah: 1)
metode SPEOS dalam hubungannya Artikel yang terbit lebih dari 10 tahun
terhadap peningkatan produksi ASI terakhir. 2) Penggunaan Bahasa asing selain
Inggris dan Indonesia. 3) Bukan studi
2. Metode intervensi. 4) Artikel tidak full text.
Strategi Pencarian artikel dilakukan
Pencarian menggunakan database Scopus, Medica
Local Update, One Search dan google
schoolar dengan menggunakan kata kunci
Tinjauan sistematis melalui beberapa “Metode SPEOS”, “stimulasi pijat endorphin,
artikel keperawatan yang berkaitan oksitosin, dan sugestif”, “produksi asi” dan
dengan metode SPEOS dalam meningkatkan íbu post partum”. Artikel diurutkan
produksi ASI. Artikel diperoleh dari situs berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
internet yang dilengkapi dengan database Artikel yang hanya menampilkan abstrak
yaitu Scopus, Medica Local Update, One dihilangkan. Kemudian artikel diurutkan
Search dan google schoolar. Pencarian agar tidak ditemukan artikel dengan judul
artikel menggunakan kata kunci “Metode yang sama sehingga didapatkan hasil akhir
SPEOS”, “stimulasi pijat endorphin, artikel yang akan dianalisis.
oksitosin, dan sugestif”,“produksi asi” dan
“ibu post partum. Pencarian artikel dibatasi Hasil Pencarian
pada artikel yang dipublikasi tahun 2010
sampai 2020. Pada diagram alur pencarian literatur,
didapatkan 128 artikel dari database dan
Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
sebanyak 15 artikel. Kemudian di ekslusi
Kriteria inklusi artikel yang kembali bersadarkan judul yang sama
digunakan adalah: 1) Artikel yang menjadi 7 artikel yang akan di analisis.
berhubungan dengan metode SPEOS dan
produksi ASI Ibu post partum 2) Artikel yang
menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia. 3) Artikel yang terbit tahun 2010
Diagram 1.

Alur Pencarian Literatu

Hasil yang diidentifikasi melalui Hasil yang diidentifikasi


Identification

pencarian database (Scopus, melalui sumber lain


Medica Local Update, One Search
dan google schoolar) (n = 0 )

(n = 128)
Hasil yang di ekslusi n =
73
Alasan: menggunakan bahasa asing selain Inggris dan
Indonesia, tidak tersedia online, hanya abstrak/ tidak

MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST full text, bukan studi intervensi, artikel > 10 tahun
Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 7

Tabel 1

Hasil Ekstrasi
Data

No Penulis / Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

1 Risse
Melyansari Pengaruh Metode Mengetahui Penelitian kuantitatif dengan Ada pengaruh metode SPEOS terhadap
dkk, 2018 pengaruh metode desain Pre-Eksperimental, produksi ASI ibu nifas (nilai p=0,00)
Stimulasi Pijat SPEOS dengan metode Static Group setelah dilakuakan selama 3 hari.
Endorphine, terhadap produksi Comparison (Posttest Only
Oksitosin, Dan ASI pada ibu nifas Control Group Design).
pada hari pertama
Sugestif sampai ketiga. Populasi yaitu ibu nifas normal
(Speos berjumlah 36 orang, 18 orang
) Terhadap Produksi kelompok intervensi dan 18
Asi Ibu Nifas di orang kelompok kontrol.
Bidan Praktik
Mandiri Siti Juleha Metode SPEOS dilakukan pada
Pekanbaru 24 jam pertama (minimal 6
jam), kedua, dan ketiga nifas.

PARTU
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 8
Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST

PARTU
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 9

2 Luh Yunita The Different Milk Mengetahui adanya Penelitian kuantitatif dengan Ada perbedaan produksi ASI Ibu Nifas
Widhiani dkk, Production Of perbedaan Metode desain Quasi experimental with pada Metode SPEOS (Stimulasi Pijat
2019 Postpartum Mother SPEOS (Stimulasi post test only design with control Endorfin, Oksitosin dan Sugestif) dan
With SPEOS Methods group. Populasi penelitian ini Metode Marmet dengan nilai p value
(Stimulation Pijat adalah seluruh ibu nifas. 0,043.
of Endorphi
Endorphin Oxytocin n Sampel penelitian dengan jumlah
and , Oksitosin dan
Suggesti Sugestif) dengan 34 orang dengan masing-
f Massage) And TeknikMarmet masing kelompok berjumlah 17
Marmet Method terhadap produksi orang. Kelompok intervensi
ASI ibu nifas. diberikan perlakuan
dengan
metode “SPEOS”
sedangkan kelompok kontrol
dilakukan
intervensi dengan
metode berbeda yaitu metode
marmet.

Tindakan dilakukan pada


hari 1-3 nifas dan di evaluasi
pada hari ke 4 nifas.

3 Diah Eka Metode SPEOS Mengetahui metode Penelitian kuantitatif dengan Metode SPEOS berpengaruh terhadap
Nugraheni dkk, (Stimulasi Pijat SPEOS desain Kuasi eksperimen produksi susu dan peningkatan berat

2017 Endorphin, Oksitosin (Pija dengan rancangan pre and badan bayi.
Dan Sugestif) Dapat t endorphin, post test desain.
oksitosin dan
sugestif) dapat

PARTU
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1
Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST

PARTU
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

Meningkatkan meningkatkan Populasi dalam peneliatian ini


Produksi Asi Dan produksi susu adalah seluruh ibu nifas dengan
Peningkatan dan berat sampel sebanyak 30 orang,
Berat badan bayi. kelompok intervensi 17 orang
Badan Bayi dan kelompok kontrol 17 orang.

Pengukuran dilakukan sebelum


dan sesudah dilakukan
intervensi dimulai 1-6 jam post
partum setiap hari sampai
dengan minggu ke 4.

4 Dewi Pengaruh Metode Untuk mengetahui Penelitian deskriptif kuantitatif Ada perbedaan produksi ASI sebelum
Permit efektivitas metode dengan desain Quasy dan sesudah perlakuan sedangkan hasil
a Sari dkk, Speos Experiment pre test-post test pengukuran kelompok kontrol dan
2017 Terhada SPEOS with control group. Teknik kelompok intervensi dedapatkan p value
p Produksi Asi terhada pengambilan sampel 0,004 artinya ada perbedaan yang
Pada Ibu Post p produksi ASI ibu menggunakan konsekutif signifikan antara kelompok intervensi
Seksio post sectio caesarea. sampling dengan jumlah sampel dan kelompok kontrol sehingga ada
Sesarea di Rumah sebanyak 38 ibu post sectio pengaruh metode SPEOS terhadap
Sakit Umum Daerah caesarea. Metode SPEOS produksi ASI pada ibu post sectio
Tidar Kota Magelang dilakukan dengan durasi 30 caesarea.
Tahun 2017 menit dalam waktu 3 hari

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

5 Wiwin SPEOS (Endorphins Mengamati Penelitian kuantitatif Metode SPEOS meningkatkan jumlah ibu
Widayanti dkk, And Oxytocin efektivitas metode dengan desain nifas yang memproduksi ASI 24 jam
2016 Massage Stimulation SPEOS quasy experimental study with setelah tindakan. Sedangkan ibu nifas
And terhadap produksi control group. Total sampel tanpa perlakuan metode SPEOS
Suggestiv ASI ibu Nifas. sebanyak 44 ibu nifas, 22ibu mayoritas memproduksi ASI 72 jam
e Provision) nifas pada kelompok intervensi setelah responden melahirkan.
Reduced The dan 22 ibu nifas pada kelompok
Duration Of Breast kontrol. Durasi produksi ASI
Milk (dalam jam) dicatat dalam check
list harian hingga hari ketiga
Production Among setelah dipijat.
The Puerperal
Women In Midwife
Private Practitioners
Of
Cirebon District.

6 Hemi The Role Penelitian ini Penelitian kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan kelompok
Fitrian of bertujuan untuk dengan desain quasi- intervensi lebih banyak menghasilkan
Endorphin
i dkk, Stimulation, mengetahui experimental research with ASI yaitu 3,76 cc pada hari ketiga
2019 Oxytocin Massage pengaruh metode non-equivalent control group intervensi dibandingkan kelompok
and Suggestive design. Ada 20 ibu post partum kontrol (2,04 cc). Analisis bivariat
Technique SPEOS yang dilibatkan dalam menunjukkan p value0,001
terhada
(SPEOS) inImproving p produksi ASI ibu penelitian ini dimana masing-
post partum.

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

Breast Milk masing kelompok (kontrol dan yang artinya metode SPEOS efektif dalam
Production among intervensi) sebanyak 10 meningkatkan produksi ASI ibu post
Breastfeeding partum
responden.
Mother at Primary
Health Center in Intervensi dilakukan sebanyak
Cimahi Tengah, West 3 kali dalam sehari selama 15
Java, Indonesia menit, yaitu pagi (07.00 WIB),
siang (12.00 WIB), dan sore
(17.00

WIB). Penilaian post test


dilakukan 15 menit setelah
intervensi ketiga dilakukan.

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

7 Indah Lestari SPEOS (Stimulation Penelitian ini Penelitian kuantitatif dengan Metode SPEOS berpengaruh terhadap
dkk, 2019 of Endorphin, bertujuan untuk menggunakan quasi- peningkatan produksi ASI. Terdapat
Oxytocin and mengetahui pengaruh experimental pre and posttest perbedaan produksi ASI yang signifikan
Suggestive): SPEOS terhadap design with control group. pada kelompok kontrol pre-post dengan
Intervention to peningkatan produksi Jumlah sampel sebanyak 60 ibu t- count 8,923 (p=0,000) dan t-count pada
ASI. nifas dimana 30 responden kelompok intervensi 18,,886 (p = 0,000).
Improvement of pada kelompok kontrol dan 30 Perbedaan tingkat kenyamanan antar
Breastfeeding responden pada kelompok kelompok dengan uji LSD diperoleh p-
Production. intervensi. value

Pengukuran dilakukan sebelum = 0,035.


dan sesudah intervensi metode
SPEOS dimulai 1-6 jam post
partum setiap hari hingga
minggu ke 4.

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

3. Hasil diberikan metode SPEOS (Melyansari et al.,


2018).
Berdasarkan hasil pencarian didapatkan
7 artikel yang sesuai dengan tujuan Sejalan dengan penelitian Widhiani
penelitian setelah dilakukan penyaringan (2019) ibu nifas yang diberikan intervensi
terhadap judul yang sama dan disesuaikan perlakuan metode SPEOS pada hari 1
dengan kriteria inklusi maupun ekslusi. sampai hari ke 3 dan di evaluasi pada hari
ke 4 menunjukkan bahwa rata-rata
Analisis dari 7 artikel ini menunjukkan produksi ASI lebih tinggi yakni 27,06 cc
bahwa semua artikel menggunakan desain dibandingkan ibu nifas yang diberikan
kuantitatif, 2 artikel tidak menggunakan intervensi metode marmet yakni 22,35 cc.
kelompok kontrol, 5 artikel menggunakan Artinya intervensi metode SPEOS dan
kelompok kontrol. Setelah dilakukan metode marmet memiliki perbedaan
pengkajian kualitas studi dari 7 artikel dalam meningkatkan produksi ASI
dapat dikategorikan baik selanjutnya (p=0,043). Ibu yang diberikan pijat akan
dilakukan ekstrasi data dengan merasa rileks, lebih nyaman, kelelahan
menganalisis data berdasarkan nama setelah melahirkan hilang dan ibu merasa
penulis, judul, tujuan, metode, dan hasil yakin dapat secara ekslusif memberikan
penelitian. Adapun hasil ekstrasi data ASI selama 6 bulan (Widhiani et al., 2019).
dapat dilihat pada tabel 1.
Intervensi SPEOS yang dilakukan
selama 4 minggu dimulai sejak 1-6 jam
post partum dengan lama pijat 10 menit
4. Pembahasan
pada minggu I, kemudian dinaikkan 15
menit minggu ke II, kemudian dinaikkan
Berdasarkan analisis artikel didapatkan
sampai 20 menit yang dipertahankan
bahwa metode SPEOS mampu
sampai minggu ke IV menunjukkan rata-
meningkatkan produksi ASI. Metode SPEOS
rata peningkatan produksi ASI banyak
merupakan penggabungan dari pijat
terjadi pada minggu I yakni 96,17 ml
punggung sambil memberikan sugesti
sedangkan minggu ke 2, 3, dan ke 4
positif pada ibu nifas yang nantinya akan
hampir sama. Metode SPEOS dapat
menstimulasi hormon endorphine dan
meningkatkan dan memperlancar
merangsang hormon oksitosin sehingga
produksi ASI sehingga juga akan
meningkatkan pengeluaran produksi ASI
memberikan dampak pada kenaikan berat
secara alami. Penelitian Melyansari (2018)
badan bayi (Nugraheni & Heryati, 2016).
menunjukkan bahwa metode SPEOS dapat
menjadi alternatif non-farmakologis untuk dalam penelitian Nugraheni, 2016
meningkatkan produksi ASI dan mengatasi menunjukkan produksi ASI ibu nifas
masalah dalam pemberian ASI terutama setelah diberikan intervensi metode
pada hari-hari pertama kelahiran. Hasil SPEOS semua ibu berhasil menyusui
penelitian menunjukkan ibu nifas yang karena produksi ASI nya yang cukup serta
diberikan metode SPEOS selama 3 hari ibu dapat melanjutkan pemberian ASI
pada 24 jam pertama (minimal 6 jam) ekslusif (p=0,05). Begitupun dengan
memiliki rata-rata produksi ASI yang lebih penelitian Lestari, dkk (2019) yang
tinggi dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan kelompok kontrol pada ibu
Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

nifas yang dilakukan metode SPEOS menghasilkan hormon endorphin yang


selama bekerja sebagai anti nyeri alami di tubuh
4 minggu menunjukkan bahwa metode dan efek menenangkan. Mekanisme ke dua
SPEOS dapat menjadi salah satu intervensi adalah stimulasi oksitosin yang
untuk meningkatkan produksi ASI. Selain merangsang hormon oksitosin yang
meningkatkan produksi ASI, metode SPEOS menyebabkan refleks let down sehingga ASI
memiliki keunggulan yang dapat meningkat selanjutnya akan merangsang
dilakukan sejak dini karena berdampak produksi prolaktin yaitu hormon yang
baik pada percepatan waktu keluarnya ASI merangsang produksi ASI. Oksitosin akan
serta memberikan rasa percaya diri dan memberikan rasa nyaman, mengurangi
kenyamanan bagi ibu nifas (Lestari et al., pembengkakkan dan penghambatan ASI,
2019). dan menghilangkan stres. Mekanisme ke
tiga adalah pemberian sugestif yang
Pada ibu post SC, metode SPEOS juga memberikan pola pikir positif pada ibu
membantu melancarkan produksi ASI sehingga menimbulkan rasa tenang dan
dengan diberikan 30 menit/ hari selama 3 percaya diri yang akan meningkatkan
hari. Sari, dkk (2017) menyebutkan dalam produksi ASI. Metode SPEOS tidak hanya
penelitiannya bahwa terdapat perbedaan difokuskan pada keadaan fisik saja tetapi
produksi ASI pada kelompok yang juga keadaan psikologis untuk
diberikan intervensi metode SPEOS dan meningkatkan produksi ASI (Hemi Fitriani
kelompok yang tidak diberikan intervensi et al., 2019).
dimana produksi ASI setelah dilakukan
intervensi berada pada kategori cukup.
Metode SPEOS lebih efektif untuk ibu nifas
dengan masalah pengeluaran ASI dengan p 5. Kesimpulan
value 0,000 (Sari et al., 2017).
Metode SPEOS efektif meningkatkan
Pengeluaran ASI pada ibu nifas yang produksi ASI pada ibu nifas, dan
dilakukan metode SPEOS berlangsung pada membantu meningkatkan berat badan
24 jam setelah melahirkan sedangkan pada bayi. Metode SPEOS membantu
kelompok tanpa perlakuan pengeluaran meningkatkan rasa percaya diri dan
ASI berlangsung pada 72 jam setelah kemandirian ibu dengan mengurangi
melahirkan (Widayanti et al., 2016). kecemasan, kelelahan, nyeri, dan stres
Penelitian yang dilakukan pada 20 ibu nifas yang akan memfasilitasi dalam
yang terbagi menjadi 2 kelompok peningkatan produksi ASI. Penyedia
intervensi dan kontrol dengan pemijatan layanan kesehatan terutama perawat
sebanyak 3 kali 15 menit dalam 2 hari dapat menggunakan intervensi ini sebagai
menunjukkan adanya peningkatan salah satu alternatif pilihan dalam
produksi ASI. Metode SPEOS bekerja secara penatalaksanaan peningkatan produksi
sinergis mengurangi kelelahan, kecemasan ASI, karena metode SPEOS terbukti efektif
dan nyeri setelah persalinan dengan meningkatkan produksi ASI namun waktu
memberikan efek relaksasi yang dan durasi pemberian metode SPEOS
memfasilitasi produksi ASI. Mekanisme perlu bagi peneliti selanjutnya untuk
pertama adalah stimulasi endorphin yang

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

mempertimbangkan lebih dekat terkait


Hariyono. (2019). Speos (Stimulation
dengannya.

6. Referensi

Desmawati. (2013). Penentu Kecepatan


Pengeluaran Air Susu Ibu setelah
Sectio Caesarea. Kesmas: National
Public Health Journal, 7(8), 360.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v7
i8.2 2

Hemi Fitriani, H., . I., & Nadira, S.


(2019). The Role of Endorphin
Stimulation, Oxytocin Massage and
Suggestive Technique (SPEOS) in
Improving Breast Milk Production
among Breastfeeding Mother at
Primary Health Center in Cimahi
Tengah, West Java, Indonesia. KnE Life
Sciences, 2019, 898–905.

https://doi.org/10.18502/kls.v4i13.53
49

Kartika, C., Widyawati, & Attamini, A.


(2016). Perbedaan Waktu
Pengeluaran ASI Antara Ibu Post
Partum Persalinan Normal dengan
Persalinan Sectio Caesarea dengan
Anastesi Regional yang Telah Diinisiasi
Menyusui Dini.

Lestari, I., Rahmawati, I., Windarti, E., &

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1
of endorphin, oxytocin and Wilayah Kota Dan Kabupaten
suggestive): Intervention Tasikmalaya [Universitas Indonesia].
to improvement of http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/202
breastfeeding production. 82 685-T Enok Nurliawati.pdf
Medico- Legal Update,
Sari, D. P., Rahayu, heni esti, &
19(1), 210–215.
Rohmayanti. (2017). Pengaruh
https://doi.org/
10.5958/0974-
1283.2019.00042.2

Melyansari, R., Sartika, Y., &


Vitriani, O. (2018). Pengaruh
Metode Stimulasi Pijat
Endhorphine, Oksitosin, dan
Segestif (SPEOS) terhadap
Produksi ASI Ibu Nifas di
Bidan Praktik Mandiri Siti
Juleha Pekan Baru. Jurnal Ibu
Dan Anak, 6(November), 89–
95.

Nugraheni, diah eka, & Heryati, K. (2016).

Metode speos (stimulasi


pijat endorphin , oksitosin
dan sugestif) dapat
meningkatkan produksi asi
dan peningkatan berat
badan bayi. Jurmal
Kesehatan, VIII(1), 1–7.

Nurliawati, E. (2010). Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan
Produksi Air Susu Ibu Pada Ibu
Pasca Seksio Sesarea Di

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas, Vol 4 No 1, May 2021/ page 1

Metode SPEOS Terhadap Produksi Asi


pada Ibu Post Seksio Sesarea di
Rumah Sakit Umum Daerah Tidar
Kota Magelang Tahun 2017. Urecol,
183–190.

Widayanti, W., Soepardan, S., Kholifah, L.


N., Wahyuningsih, D., & Yuliastuti, S.
(2016). SPEOS (Endorphins And
Oxytocin Massage Stimulation And
Suggestive Provision) Reduced The
Duration Of Breast Milk Production
Among The Puerperal Women in
Midwife Private Practitioners of
Cirebon District. 4th Asian Academic
Society International Conference (
AASIC ) 2016, 345–348.

Widhiani, L. Y., Murni, N. nengah arini, &


Suseno, M. R. (2019). Endorphin
Oksitosin Dan Sugestif ) Dan Metode
Marmet The Different Milk Production
Of Postpartum Mother With SEOSM
Methods ( Stimulation of Endorphin
Oxytocin and Suggestif Massage ) And
Marmet Method. Jurnal Kebidanan,
8(1), 8–15.

Ranida Arsi - METODE SPEOS (STIMULASI PIJAT ENDORPHIN, OKSITOSIN, DAN SUGESTIF) DALAM
MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU POST PARTUM
I

Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424


p-ISSN :2746-797X
Volume 3 Nomor 1 |
E
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id

EDUKASI PEMBERIAN IMUNISASI MR (MEASLES RUBELLA)


PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK USIA BALITA

Melia Pebrina*, Fenny Fernando2, Annisa Novita Sary3


Program Studi D3 Kebidanan, 3Program Studi S1 Kesehatan Mayarakat
1,2

Stikes Syedza Saintika


*Email : meliapebrina88@gmail.com

ABSTRAK

Campak dan Rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui saluran nafas yang
disebabkan oleh virus Campak dan Rubella.Vaksin MR (Measles Rubella) memberikan manfaat
seperti dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat komplikasi pneumonia, diare,
kerusakan otak, ketulian, kebutaan, dan penyakit jantung bawaan. Indonesia telah berkomitmen
untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/Congenital Rubella Syndrome
(CRS) pada tahun 2020. Berdasarkan hasil surveilans dan cakupan imunisasi, maka imunisasi
campak rutin saja belum cukup untuk mencapai target eliminasi campak. Sedangkan untuk
akselerasi pengendalian rubella/CRS maka perlu dilakukan kampanye imunisasi tambahan
sebelum introduksi vaksin MR ke dalam imunisasi rutin. Program Pengabdian Masyarakat ini
melalui penerapan Ipteks bagi masyarakat bertujuan mengenalkan dan tercapainya cakupan
imunisasi measles rubella. Kegiatan pengabmas dilaksanakan hari Rabu tanggal 18 Februari
2021 pukul 10.00 Wib, tempat pelaksanaan di Puskesmas Nanggalo Padang. Peserta yang hadir
jumlah 15 orang ibu-ibu yang mempunyai anak usia balita. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut
terjadinya peningkatan pengetahuan ibu yang mempunyai anak usia balita tentang pemberian
imunisasi MR. Diharapkan petugas kesehatan meningkatkan edukasi tentang pemberian
imunisasi MR.
Kata Kunci: Imunisasi MR (Measles Rubella)

ABSTRACT

Measles and Rubella are infectious diseases that are transmitted through the respiratory tract
caused by the measles and rubella viruses. The MR (Measles Rubella) vaccine provides benefits
such as protecting children from disability and death due to complications of pneumonia,
diarrhea, brain damage, deafness, blindness and heart disease. built-in. Indonesia has
committed to achieve elimination of measles and control of rubella / Congenital Rubella
Syndrome (CRS) by 2020. Based on the results of surveillance and immunization coverage,
routine measles immunization alone is not sufficient to achieve the target of measles elimination.
Meanwhile, for the acceleration of rubella / CRS control, it is necessary to carry out an
additional immunization campaign before the introduction of the MR vaccine into routine
immunization. This Community Service Program through the application of science and
technology for the community aims to introduce and achieve measles rubella immunization
coverage. Community service activities will be carried out on Wednesday, February 18, 2021 at
10.00 WIB, the place of implementation is at the Nanggalo Padang Health Center. Participants
who attended were 15 mothers who have children under five. Based on the results of these
activities there is an increase in the knowledge of mothers who have children aged under five
about giving MR immunization. It is hoped that health workers will increase education about

Jurnal Abdimas 4
MR immunization.
Keywords: immunization MR (Measles Rubella)

Jurnal Abdimas 4
I

Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424


p-ISSN :2746-797X
Volume 3 Nomor 1 |
E
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id

PENDAHULUAN Penyakit campak dan rubella


Campak dan Rubella dapat memberikan dampak buruk
merupakan penyakit infeksi menular terhadap kesehatan anak di Indonesia,
melalui saluran nafas yang sehingga pemerintah melaksanakan
disebabkan oleh virus Campak dan kampanye vaksinasi MR (MMR VIS-
Rubella (IDAI, 2017). Batuk dan Indonesia, 2012). Vaksin MR (Measles
bersin dapat menjadi jalur masuknya Rubella) memberikan manfaat seperti
virus campak maupun rubella (WHO, dapat melindungi anak dari kecacatan
2017). Campak merupakan penyakit dan kematian akibat komplikasi
menular yang disebabkan oleh virus pneumonia, diare, kerusakan otak,
genus Morbillivirus (Kutty, et al., ketulian, kebutaan dan penyakit
2013). Gejala campak muncul sekitar jantung bawaan (Ditjen P2P, 2016).
10 hari setelah infeksi, dan ruam coklat Terdapat 83 kasus pasti CRS pada
kemerahan muncul sekitar 14 hari tahun 2015-2016 diantaranya 77%
setelah infeksi (McGee, 2013). Gejala menderita kelainan jantung, 67,5%
penyakit campak diantaranya demam menderita katarak dan 47% menderita
tinggi, bercak kemerahan pada kulit ketulian (Ditjen P2P, 2016). Vaksin
(rash) dapat disertai batuk dan atau MR diberikan pada anak usia 9 bulan
pilek maupun konjungtivitis serta dapat sampai dengan 15 tahun (Ditjen P2P,
mengakibatkan kematian apabila 2016). Berdasarkan masalah dan
terdapat komplikasi penyerta seperti beberapa fenomen diatas peneliti
pneumonia, diare, dan meningitis tertarik untuk melakukan pengabdian
(Ditjen P2P, 2016). Rubella merupakan masyarakat tentang “edukasi
masalah kesehatan yang mempunyai pemberian imunisasi MR pada ibu
berbagai dampak klinis dan dapat yang memiliki anak usia Balita Di
memberikan dampak buruk baik berupa Puskesmas Nanggalo”.
mortalitas dan morbiditas (Nazme, et
METODE
al., 2014). Rubella termasuk dalam
penyakit ringan pada anak, tetapi dapat
Berdasarkan identifikasi
memberikan dampak buruk apabila
masalah, tim pengusul melakukan
terjadi pada ibu hamil trimester
langkah-langkah pendekatan yang telah
pertama yaitu keguguran ataupun
disepakati untuk menyelesaikan maslah
kecacatan pada bayi sering disebut
tersebut. Adapun langkah-langkah
Congenital Rubella Syndrom (CRS)
dalam menyelesaikan masalah tersebut
seperti kelainan jantung dan mata,
adalah :
ketulian dan keterlambatan
perkembangan (Depkes RI, 2017).

Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatan pengetahuan dan


kegiatan memberikan edukasi tentang pemberian imunisasi MR pada ibu
yang memiliki anak usia Balita Di Puskesmas Nanggalo
Isi kegiatan Pendidikan kesehatan dan edukasi tentang pemberian imunisasi MR
Sasaran Ibu yang memiliki anak usia Balita Di Puskesmas Nanggalo

Jurnal Abdimas 4
Strategi Metode kegiatan yang dilakukan berupa:
a. Simulasi
b. Ceramah/penyuluhan
c. Diskusi

Jurnal Abdimas 4
I

Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424


p-ISSN :2746-797X
Volume 3 Nomor 1 |
E
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Tahap Akhir

Kegiatan pengamas
dilaksanakan hari Kamis tanggal 18
Februari pukul 10.00 Wib, tempat
pelaksanaan di Puskesmas Nanggalo
Padang . Peserta yang hadir jumlah 15
orang ibu yang memiliki anak usia
Balita Di Puskesmas Nanggalo. Tim
penyuluh terdiri dari presenter penyaji,
moderator dan dari pihak Puskesmas
melibatkan bidang bagian promkes .
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan
dilakukan dengan 3 tahap yaitu
1. Tahap Perkenalan
Sebelum kegiatan dimulai tim
pengabmas melakukan salam pembuka
dan pekenalan dan dilanjutkan
menjelaskan maksud dan tujuan dari
materi yang diberikan dan kontrak
pelaksanaan yang akan dilakukan.
Disepakati bahwa penyuluhan
dilaksanakan selama 60 menit
2. Tahap Penyajian
Sebelum materi diberikan pemateri
melakukan penggalian pengetahuan
kepada ibu yang mempunyai anak usia
balita dengan memberikan
kuesioner/pretest untuk mengetahui
sejauh mana ibu bayi mengetahui materi
tentang pemberian imuniasai MR..
Materi yang diberikan dengan
powerpoint dengan menggunakan
media infokus ditambah dengan
pemberian leaf let. Materi yang
disampaikan ketika penyuluhan
berlangsung membahasas tentang apa
pengertian, tujuan, manfaat, efek
samping, cara pemberian dan jadwal
pemberian imuniasai MR. Disaat
pemateri memberikan penyuluhan ibu
yang mempunyai anak usia balita
memperhatikan dan antusias dalam
materi yang diberikan selama
penyuluhan berlangsung. Dan tidak ada
peserta meninggalkan tempat selama
penyuluhan berlangsung.

Jurnal Abdimas 4
Sebelum materi diakhiri penyuluhan dapat terukur pengetahuan
moderator memberikan ibu yang mempunyai anak usia balita
kesempatan kepada peseta tentang pemberina imunisai MR dilihat
untuk memberikan dari sebelum dan sesudah pemberian
pertanyaaan. Kegiatan penyuluhan.
penyuluhan diakhiri
dengan sesi tanya jawab SIMPULAN
dimana respon masyarakat Berdasarkan hasil kegiatan
cukup baik terlihat dari tersebut terjadinya peningkatan
beberapa pertanyaan yang pengetahuan ibu yang mempunyai anak
disampaikan kepada usia balita tentang pemberian imunisai
pemateri. Berbagai
pertanyaan tersebut
merefleksikan
keingintahuan ibu terhadap
pemberian imunisasi MR.
Untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan ibu
yang memiliki anak usia
Balita Di Puskesmas
Nanggalo tentang materi
yang diberikan maka
diberika kuesioner kembali
(post test).

Distribusi frekunsi
pengetahuan ibu
sebelum dan sesudah
edukasi Pendidikan
kesehatan n (15) N
Imunisasi Sebelum Sesudah
o MR
1 Pengertian 20% 92%
2 Tujuan dan Manfaat 10% 94,3%
3 Dampak/ efek 30 % 98,2%
samping
4 Cara Pemberian 20% 99,1%
5 Jadwal Pemberian 10% 99,1%
Berdasarkan tabel
diatas membuktikanbahwaadanya
peningkatan pengetahuan
orang tua sebelum dan
sesudah pemberian
penyuluhan dimana terlihat
rata-rata pengetahuan ibu
tentang pengertian, tujuan,
manfaat, cara dan jadwal
pemberian imunisasi MR
rata-rata lebih dari 90%
meningkat pengetahuan
ibu. Jadi dapat disimpulkan
bahwa dengan pemberian
Jurnal Abdimas 5
I

Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424


p-ISSN :2746-797X
Volume 3 Nomor 1 |
E
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
MR. Diharapkan petugas kesehatan
meningkatkan edukasi tentang
pemberian imunisasi MR.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI Imunisasi Measles
Rubella Lindungi Kita. [Online]
Available at:www.depkes.go.id
Dinkes Jateng, 2015. Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah 2015.
Semarang: Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah.
Ditjen P2P, K. R., 2016. Petunjuk
Teknis Kampanye Imunisasi
Measles Rubella (MR). Jakarta:
Kemenkes RI.
IDAI, 2017. Kemenkes RI, 2017.
Imunisasi Measles Rubella
Lindungi Anak Kita.
Kutty, P. et al., 2013. Measles. VP D
Surveillance Manual , Volume 6.
McGee, P., 2013. Measles, mumps,
and rubella. Diversity and
Equality in Health and Care,
Volume 10, pp. 123
MMR VIS - Indonesia, 2012.
WHO, 2017. Status Campak dan
Rubella saat ini di Indonesia.

Jurnal Abdimas 5

You might also like