Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Corruption is one of the criminal acts that is the enemy of all nations in this world.
In the perspective of Islamic criminal law, the crime of corruption is a finger or a
crime that is quite unique, because corruption is not included in the area of jarîmah
jinayat and is not included in the range of hudûd jarîmah. Corruption crimes are
said to be included in the ta'zir finger category and are highly correlated with al-
maksu (extortion), al-ikhtilâs (pickpocketing), al-intihâb (mugging), al-Risywah
(bribery), al-Ghulul (embezzlement), al-Ghasab (forced taking of other people's
assets), and al-Hirabah (robbery) because in the Al-Quran and Hadith there are
no definite provisions, be it the type, form, amount, and technical sanctions that
must be applied to the perpetrators of the criminal act of corruption . The
imposition of the most severe ta'zir punishment in the form of the death penalty
against corruptors can be justified by Islam. The death penalty may be imposed by
a country if it is seen as an effective effort to maintain order and benefit the
community. The management strategy of the government/state in implementing
ta'zir criminal sanctions for perpetrators of corruption is by implementing ta'zir
criminal sanctions through three strategies namely preventive strategies, deductive
strategies, and repressive strategies.
ABSTRAK
Tindak Pidana Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang menjadi musuh
seluruh bangsa di dunia ini. Dalam perspektif hukum pidana Islam, tindak pidana
korupsi merupakan sebuah jarimah atau tindak pidana yang cukup unik, sebab
korupsi tidak termasuk dalam wilayah jarîmah jinayat dan tidak pula masuk dalam
cakupan jarîmah hudûd. Tindak pidana korupsi dikatakan masuk dalam kategori
jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs
(pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul
(penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah
(perampokan) sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik
itu jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi tersebut. Dijatuhkannya hukuman ta‘zir yang paling berat
berupa hukuman mati terhadap para koruptor dapat dibenarkan oleh Islam.
Hukuman mati tersebut boleh diberlakukan oleh suatu negara jika dipandang
sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.
Manajemen strategi pemerintah/negara dalam menerapkan sanksi pidana ta’zir bagi
pelaku korupsi dengan menerapkan sanksi pidana ta‘zîr melalui tiga strategi yaitu
strategi Preventif, strategi deduktif, dan strategi respresif.
Kata Kunci: Korupsi, Manajemen, Perspektif, Islam
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin hari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan
juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-
bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang
teknologi dan ilmu pengetahuan bahkan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan
masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi
3
selama bertahun-tahun. Namun, masih ada juga kejahatan yang menggunakan cara-
cara lama, seperti salah satunya adalah tindak pidana korupsi.1
Tindak Pidana Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang menjadi musuh
seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di
masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia
kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi
sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya
tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa
setempat. Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi
ini meningkat di negara yang sedang berkembang, negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. 2
Meskipun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang tindak pidana korupsi sebenarnya sudah ada. Di Indonesia, Undang-Undang
tentang tindak pidana korupsi sudah 4 kali mengalami perubahan, yakni UU No. 24
Tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Peraturan perundang-undangan ini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa arah politik hukum yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada
upaya pemberantasan korupsi.
Sebagaimana diketahui, penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim,
maka penting dan logis kiranya untuk membahas tentang postulat hukum Islam
kaitannya dengan korupsi dan bagaimana perspektif dan kontribusinya terutama
terhadap kasus korupsi yang ada di Indonesia. Penulis sendiri berkeyakinan bahwa
Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan bukan
malah untuk melegalkan praktik-praktik yang melahirkan eksploitasi dan
1
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum
Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11 (1): 15-32.
2
Ibid
4
ketidakadilan. Tindak korupsi tentu termasuk hal yang harus diperangi Islam karena
dapat menimbulkan masalah besar. Dengan kata lain, hukum Islam harus ikut pula
bertanggungjawab memikirkan dan memberikan solusi terhadap perilaku korupsi
yang sudah menjadi epidemis ini. Sejauh pengetahuan penulis, kata “korupsi”
memang tidak ditemukan dalam khasanah hukum Islam, tetapi substansi dan
persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam hukum Islam. Kajian mengenai
hukum Islam kaitannya dengan korupsi ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih dalam terhadap korupsi yang dampaknya bukan hanya di
dunia namun juga di akhirat kelak.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan pada artikel ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap delik pidana korupsi di
Indonesia?
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan atikel ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui perspektif hukum pidana Islam terhadap delik pidana
korupsi di Indonesia.
PEMBAHASAN
1. Korupsi
a. Definisi Korupsi
Nomenklatur korupsi bermula dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Corruptio sendiri berasal dari kata corrumpere, suatu kata
latin yang lebih tua. Dari bahasa latin corruptio, nomenklatur korupsi
turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari
Bahasa Belanda ini, nomenklatur korupsi diadopsi ke dalam Bahasa
Indonesia. Secara etimologis, korupsi berarti kebusukan, kebejatan,
5
3
Zainuddin, Muhadi. 2012. Sanksi Pidana Mati Bagi Tindak Pidana Korupsi: Responsi Dan
Ijtihat Hukum Islam.
4
Ali, Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 70.
5
Djaja, Ermansyah. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (Implikasi
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-IV/2006). Jakarta: Sinar Grafika.
6
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 24.
7
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit Korupsi
dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies. 1 (2): 141-
154.
6
8
Lubis, E. Z. 2013. Dampak Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal
Administrasi Publik. 7 (2): 10 hlm.
9
Rahantoknam, Brian. 2013. Pidana Mati Bagi Koruptor. Lex Crimen. 2 (7): 9 hlm.
10
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum
Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11 (1): 15-32.
7
11
Hamzah, J. A. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
12
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit Korupsi
dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies. 1 (2): 141-
154.
8
13
Nasoha, A. M. M. 2004. Analisis Kritis Hukuman Mati ditinjau dari Konstitusi dan Hukum
Islam. Kediri.
9
14
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam
Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”. 7 (1): 31-42.
15
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
16
Ibid
10
17
Putra, P. A. A. 2015. Analisis Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ditinjau dari Konsep Ta’zir dan Maqashid Al-Syari’ah
dalam Hukum Pidana Islam. SCIENTICA. 2 (2): 48-64.
11
4. Al-Hirabah (perampokan)
Hirabah adalah aksi seseorang atau sekelompok orang dalam
negara untuk melakukan kekacauan, pembunuhan, perampasan
harta, yang secara terang-terangan dapat mengganggu dan
menentang peraturan yang berlaku, perikemanusiaan, dan
agama.18
18
Jumali, Endang. 2014. Penerapan Sanksi Pidana Ta’zir bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi
di Indonesia. Jurnal Asy-Syari’ah. 16 (2): 113-124.
19
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
12
penggelapan atas harta milik negara, maka segera bisa ditangani dan
diselesaikan, sehingga tidak sampai dikriminalisasikan.20
Menurut penulis, tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia
saat ini masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan
al-maksu (pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-
Risywah (penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-Ghasab (mengambil
paksa harta orang lain), dan al-Hirabah (perampokan). Tindak pidana
korupsi dikatakan masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat
berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb
(penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-
Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah (perampokan)
sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik itu
jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Kendati demikian, walaupun tindak
pidana korupsi hanya masuk ke dalam jenis jarîmah ta’zîr, namun karena
bahaya dan pengaruh negatifnya sangat besar bagi kemaslahatan
masyarakat, maka bentuk hukuman ta’zîrnya dapat berupa pemecatan,
hukuman kurungan, penjara seumur hidup bahkan bisa berupa hukuman
mati. Dengan kata lain, penjatuhan sanksi bagi tindak pidana korupsi dapat
dihukum dengan hukuman yang ringan hingga yang berat.
Tujuan dari ta’zir adalah pengajaran. Apabila tujuan ini tidak
tercapai dan kejahatan tidak mampu diberantas bahkan si pelaku melakukan
kejahatan berulangkali, maka jalan satu-satunya untuk memberantas
kejahatan itu adalah dengan melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya
tidak terus bertambah demi mengusahakan kemaslahatan yang lebih luas
lagi. Dengan demikian, maka hukuman mati bagi koruptor dapat dijatuhkan
ketika si pelaku melakukan lagi setelah dijatuhi hukuman. 21
Menurut Zaid Alfauza Marpaung, hukuman mati yang ditujukan
bagi pelaku jarimah ta’zir (di luar jarimah jinayat dan jarimah qudud) hanya
20
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
21
Muhaki. 2017. Problem Delik Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. PANCAWAHANA: Jurnal
Studi Islam. 12 (2): 22-38.
13
berhak dilakukan oleh penguasa dan hanya boleh dilakukan apabila tindak
kejahatan yang dibuat memiliki mudharat yang sangat berbahaya bagi
kelangsungan hidup dan kemaslahatan masyarakat luas. 22 Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Abd al-Qadir Audah, bahwa hukuman mati
yang diberlakukan untuk kasus tertentu misalnya seperti kasus korupsi
(termasuk kategori hukuman ta’zir / ‘al-qatl al-siyàsì’ /hukuman mati yang
tidak diatur oleh al-Quran dan Sunnah), proses hukuman matinya
diserahkan penuh kepada penguasa (ulil amri) atau negara, baik
pelaksanaan ataupun tatacara eksekusinya. Kendati demikian, dalam
menentukan jenis hukumannya, penguasa harus memerhatikan prinsip
keadilan dan kemaslahatan umum. 23
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
memperhatikan kepentingan umum yang terancam dengan sangat serius
oleh kejahatan korupsi seperti saat ini, maka dijatuhkannya hukuman ta‘zir
yang paling berat berupa hukuman mati terhadap para koruptor dapat
dibenarkan oleh Islam. Hukuman mati tersebut boleh diberlakukan oleh
suatu negara jika dipandang sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan
kemaslahatan masyarakat.
Lantas bagaimana strategi yang dapat dilakukan pemerintah/negara
dalam menerapkan sanksi pidana ta’zir bagi pelaku korupsi? Penerapan
sanksi pidana ta‘zîr bagi pelaku korupsi dapat diupayakan melalui tiga
strategi sebagai berikut:
1. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan
pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap
penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak
22
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam
Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”. 7 (1): 31-42.
23
Audah, A. A. 1992. Al-Tasyri, Al-Jinaiy, Al-Islami: Muqaramah bi al-Qanum al Wadh’i.
Beirut: Muassasah Al-Risalah. Hal 663.
14
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada artikel ini dapat disimpulkan bahwa dalam
konteks hukum pidana Islam, tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia saat
ini masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu
(pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah
(penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang
lain), dan al-Hirabah (perampokan). Tindak pidana korupsi dikatakan masuk dalam
15
kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs
(pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul
(penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah
(perampokan) sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik
itu jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi tersebut. Kendati demikian, walaupun tindak pidana korupsi
hanya masuk ke dalam jenis jarîmah ta’zîr, namun karena bahaya dan pengaruh
negatifnya sangat besar bagi kemaslahatan masyarakat, maka bentuk hukuman
ta’zîrnya dapat berupa pemecatan, hukuman kurungan, penjara seumur hidup
bahkan bisa berupa hukuman mati. Dengan kata lain, penjatuhan sanksi bagi tindak
pidana korupsi dapat dihukum dengan hukuman yang ringan hingga yang berat.
Saran
1. Bagi Pemerintah.
Pemerintah dalam hal ini harus memiliki komitmen politik yang lebih kuat
dalam menerapkan strategi hukum pidana Islam (jarimah ta’zir) bagi para
koruptor, yakni melakukannya dengan lebih sistematis dan komprehensif.
2. Bagi Pembuat Undang-Undang
Perlu dirancang peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang
memasukkan sanksi pidana yang lebih berat dan memberikan efek jera (al-zajr)
bagi pelaku kejahatan korupsi sebagaimana dalam hukum pidana Islam. Sanksi
pidana korupsi perlu disesuaikan, meski harus dengan menghukum mati.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 70.
Audah, A. A. 1992. Al-Tasyri, Al-Jinaiy, Al-Islami: Muqaramah bi al-Qanum al
Wadh’i. Beirut: Muassasah Al-Risalah. Hal 663.
Djaja, Ermansyah. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
(Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-
IV/2006). Jakarta: Sinar Grafika.
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif
Hukum Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11
(1): 15-32.
Hamzah, J. A. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 24.
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum
Pidana Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
Jumali, Endang. 2014. Penerapan Sanksi Pidana Ta’zir bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia. Jurnal Asy-Syari’ah. 16 (2): 113-124.
Lubis, E. Z. 2013. Dampak Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal
Administrasi Publik. 7 (2): 10 hlm.
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi dalam Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”.
7 (1): 31-42.
Muhaki. 2017. Problem Delik Korupsi dalam Hukum Pidana Islam.
PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam. 12 (2): 22-38.
Nasoha, A. M. M. 2004. Analisis Kritis Hukuman Mati ditinjau dari Konstitusi dan
Hukum Islam. Kediri.
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit
Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of
Islamic Studies. 1 (2): 141-154.
Putra, P. A. A. 2015. Analisis Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ditinjau dari Konsep Ta’zir dan
17