You are on page 1of 17

1

TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA


MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

Nama : Zerimah Afgani Hasibuan


NIM : 0506193207

Program Studi : Manajemen 7E


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
E-mail: zerimahafgani17@gmail.com nuriaslami@uinsu.ac.id

ABSTRACT

Corruption is one of the criminal acts that is the enemy of all nations in this world.
In the perspective of Islamic criminal law, the crime of corruption is a finger or a
crime that is quite unique, because corruption is not included in the area of jarîmah
jinayat and is not included in the range of hudûd jarîmah. Corruption crimes are
said to be included in the ta'zir finger category and are highly correlated with al-
maksu (extortion), al-ikhtilâs (pickpocketing), al-intihâb (mugging), al-Risywah
(bribery), al-Ghulul (embezzlement), al-Ghasab (forced taking of other people's
assets), and al-Hirabah (robbery) because in the Al-Quran and Hadith there are
no definite provisions, be it the type, form, amount, and technical sanctions that
must be applied to the perpetrators of the criminal act of corruption . The
imposition of the most severe ta'zir punishment in the form of the death penalty
against corruptors can be justified by Islam. The death penalty may be imposed by
a country if it is seen as an effective effort to maintain order and benefit the
community. The management strategy of the government/state in implementing
ta'zir criminal sanctions for perpetrators of corruption is by implementing ta'zir
criminal sanctions through three strategies namely preventive strategies, deductive
strategies, and repressive strategies.

Keywords: Corruption, Management, Perspective, Islam


2

ABSTRAK

Tindak Pidana Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang menjadi musuh
seluruh bangsa di dunia ini. Dalam perspektif hukum pidana Islam, tindak pidana
korupsi merupakan sebuah jarimah atau tindak pidana yang cukup unik, sebab
korupsi tidak termasuk dalam wilayah jarîmah jinayat dan tidak pula masuk dalam
cakupan jarîmah hudûd. Tindak pidana korupsi dikatakan masuk dalam kategori
jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs
(pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul
(penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah
(perampokan) sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik
itu jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi tersebut. Dijatuhkannya hukuman ta‘zir yang paling berat
berupa hukuman mati terhadap para koruptor dapat dibenarkan oleh Islam.
Hukuman mati tersebut boleh diberlakukan oleh suatu negara jika dipandang
sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.
Manajemen strategi pemerintah/negara dalam menerapkan sanksi pidana ta’zir bagi
pelaku korupsi dengan menerapkan sanksi pidana ta‘zîr melalui tiga strategi yaitu
strategi Preventif, strategi deduktif, dan strategi respresif.
Kata Kunci: Korupsi, Manajemen, Perspektif, Islam

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin hari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan
juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-
bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang
teknologi dan ilmu pengetahuan bahkan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan
masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi
3

selama bertahun-tahun. Namun, masih ada juga kejahatan yang menggunakan cara-
cara lama, seperti salah satunya adalah tindak pidana korupsi.1
Tindak Pidana Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang menjadi musuh
seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di
masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia
kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi
sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya
tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa
setempat. Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi
ini meningkat di negara yang sedang berkembang, negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. 2
Meskipun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang tindak pidana korupsi sebenarnya sudah ada. Di Indonesia, Undang-Undang
tentang tindak pidana korupsi sudah 4 kali mengalami perubahan, yakni UU No. 24
Tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Peraturan perundang-undangan ini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa arah politik hukum yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada
upaya pemberantasan korupsi.
Sebagaimana diketahui, penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim,
maka penting dan logis kiranya untuk membahas tentang postulat hukum Islam
kaitannya dengan korupsi dan bagaimana perspektif dan kontribusinya terutama
terhadap kasus korupsi yang ada di Indonesia. Penulis sendiri berkeyakinan bahwa
Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan bukan
malah untuk melegalkan praktik-praktik yang melahirkan eksploitasi dan

1
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum
Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11 (1): 15-32.
2
Ibid
4

ketidakadilan. Tindak korupsi tentu termasuk hal yang harus diperangi Islam karena
dapat menimbulkan masalah besar. Dengan kata lain, hukum Islam harus ikut pula
bertanggungjawab memikirkan dan memberikan solusi terhadap perilaku korupsi
yang sudah menjadi epidemis ini. Sejauh pengetahuan penulis, kata “korupsi”
memang tidak ditemukan dalam khasanah hukum Islam, tetapi substansi dan
persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam hukum Islam. Kajian mengenai
hukum Islam kaitannya dengan korupsi ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih dalam terhadap korupsi yang dampaknya bukan hanya di
dunia namun juga di akhirat kelak.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan pada artikel ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap delik pidana korupsi di
Indonesia?

Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan atikel ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui perspektif hukum pidana Islam terhadap delik pidana
korupsi di Indonesia.

PEMBAHASAN
1. Korupsi
a. Definisi Korupsi
Nomenklatur korupsi bermula dari bahasa latin corruptio atau
corruptus. Corruptio sendiri berasal dari kata corrumpere, suatu kata
latin yang lebih tua. Dari bahasa latin corruptio, nomenklatur korupsi
turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt;
Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari
Bahasa Belanda ini, nomenklatur korupsi diadopsi ke dalam Bahasa
Indonesia. Secara etimologis, korupsi berarti kebusukan, kebejatan,
5

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari


kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah.3
Korupsi merupakan perbuatan yang sengaja dilakukan oleh orang
lain, bahkan dilakukan secara bersama-sama oleh orang yang
profesional yang pada umumnya dilkukan oleh para pejabat suatu
lembaga pemerintahan yang umumnya berkaitan dengan masalah
birokrasi.4 Korupsi merupakan tindak kejahatan yang tergolong berat
karena ruang lingkup kejahatannya menyangkut kepentingan negara,
mengambil uang negara yang semestinya diperuntukan untuk
kepentingan rakyat. Korupsi telah dianggap hal biasa, dengan dalih
sesuai prosedur. Koruptor tidal lagi merasa malu dan takut, sebaliknya
memamerkan hasil korupsinya secara demostratif.5
Korupsi juga dapat didefinisikan sebagai gejala masyarakat yang
dijumpai disetiap bidang kehidupan masyarakat baik dibidang ekonomi,
hukum, sosial budaya, maupun politik. Fakta adanya sejarah
membutikan bahwa hampir setiap negara di hadapkan pada masalah
korupsi.6 Korupsi merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary
Crime) yang dari segi hukum positif sangat bertentangan begitu pula
dengan Hukum Islam, meskipun di dalam Al-Qur’an tidak disinggung
mengenai korupsi, namun para ulama telah memutuskan bahwa korupsi
merupakan tindak pidana yang luar biasa yang dampaknya sangat besar
terhadap masyarakat pada umumnya. 7

b. Fenomena Korupsi di Indonesia


Tindak Pidana Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih
dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia.

3
Zainuddin, Muhadi. 2012. Sanksi Pidana Mati Bagi Tindak Pidana Korupsi: Responsi Dan
Ijtihat Hukum Islam.
4
Ali, Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 70.
5
Djaja, Ermansyah. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (Implikasi
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-IV/2006). Jakarta: Sinar Grafika.
6
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 24.
7
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit Korupsi
dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies. 1 (2): 141-
154.
6

Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang


ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah
serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilisasi dan juga
politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena
lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan
makmur.8
Seiring berjalannya waktu, korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu
patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Di Indonesia, korupsi sudah menjadi kebiasaan dari oknum-
oknum tertentu. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil
keuangan negara yang sangat besar. Yang lebih memprihatinkan lagi
adalah korupsi menyebabkan terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh anggota legislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di
luar batas kewajaran. Bukan hanya itu saja, korupsi juga dilakukan oleh
oknum atau aparat lain, misalnya kepala desa, ketua RT dan masih
banyak yang lainnya.9
Penelitian lain mengungkapkan bahwa di Indonesia, praktik korupsi
sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang
praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Korupsi sudah seperti
sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik,
menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi negara seperti legislatif,
eksekutif dan yudikatif hingga ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir ditemui di
mana-mana, mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. 10

8
Lubis, E. Z. 2013. Dampak Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal
Administrasi Publik. 7 (2): 10 hlm.
9
Rahantoknam, Brian. 2013. Pidana Mati Bagi Koruptor. Lex Crimen. 2 (7): 9 hlm.
10
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum
Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11 (1): 15-32.
7

c. Penyebab Korupsi di Indonesia


Tentang kausa atau sebab orang melakukan perbuatan korupsi di
Indonesia, berbagai pendapat telah dilontarkan. Ditambah dengan
pengalaman-pengalaman selama ini, ada beberapa hipotesis yang di
kemukakan oleh Jur Andi Hamzah dalam bukunya Pembarantasan
Korupsi yaitu:11
1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri di bandingkan
dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat.
2. Adanya latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang
merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif
dan efesien.
4. Penyebabnya adalah modernisasi.

d. Dampak Negatif Korupsi


Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh korupsi adalah sebagai
berikut:12
1. Menghambat pemerintah dalam mencapai tujuan- tujuan yang
ditetapkan.
2. Menyebabkan kenaikan biaya administrasi dalam setiap
pengurusan.
3. Jika dalam bentuk “komisi” akan mengakibatkan berkurangnya
jumlah dana yang seharusnya dipakai untuk keperluan masyarakat
umum.
4. Mempunyai pengaruh buruk bagi pejabat-pejabat lain dari aparat
pemerintahan.
5. Menurunkan martabat serta harga diri penguasa resmi.

11
Hamzah, J. A. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
12
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit Korupsi
dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies. 1 (2): 141-
154.
8

6. Memberi contoh yang tidak baik terhadap masyarakat.


7. Membuat para pengambil kebijakan enggan untuk mengambil
tindakan-tindakan berkaitan dengan pembangunan. Kalaupun ada
proyek pembangunan, mutu dari pembangunan tersebut rendah dan
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
8. Mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah.
9. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik.

2. Hukum Pidana Islam


a. Kedudukan Hukum Pidana Islam
Hukum pidana Islam memiliki kedudukan yang besar dalam
pembangunan sistem hukum Indonesia (di samping hukum Barat dan
Hukum Adat). Hal ini termaktub pada ideologi negara Indonesia dalam
Sila Pertama yang menyatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa,
artinya bahwa Negara Indonesia harus mengakomodir nilai-nilai yang
hidup dalam ajaran agama khususnya agama Islam. Oleh karena itu,
sebagai negara yang lahir dari benih pemikiran para ulama, Indonesia
sangat menghargai hukum pidana Islam, yang pada akhirnya hukum
pidana Islam memiliki posisi penting dalam pembentukan maupun
pembaharuan hukum di Indonesia. Dengan demikian, dalam
memberikan pertimbangan konstitusional hukum pidana Islam selalu
memiliki posisi yang tinggi di mata hukum Indonesia.13

b. Penerapan Hukum Pidana Islam


Penerapan hukum pidana Islam sebenarnya sangat memperhatikan
nilai-nilai dasar kemanusiaan di dunia yang terlingkup pada lima hal,
yaitu agama (al-dìn), jiwa (alnafs), harta (al-màl), akal (al-aql), dan
keturunan (al-nasl). Perlindungan hak-hak ini sama sekali bukan karunia
penguasa atau karunia masyarakat, tetapi merupakan karunia Allah
SWT. Demi memelihara kelima hak dasar kemanusiaan tersebut, hukum

13
Nasoha, A. M. M. 2004. Analisis Kritis Hukuman Mati ditinjau dari Konstitusi dan Hukum
Islam. Kediri.
9

pidana Islam secara konsisten mencantumkan hukuman mati sebagai


salah satu jenis hukuman pokok, sekaligus hukuman maksimal. 14

c. Istilah Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam


Dalam hukum pidana Islam ada dua istilah yang sering digunakan
untuk tindak pidana, yaitu jinayah dan jarimah. Istilah jinayah
digunakan oleh para fuqaha sama dengan istilah Jarimah. Kedua istilah
tersebut didefinisikansebagai larangan-larangan hukum Allah yang
pelanggarannya membawa hukum yang ditentukanNya. Dalam bahasa
Arab, Jarimah diartikan sebagai perbuatan dosa dan atau tindak pidana.
Dalam terminologi hukum pidana Islam, Jarimah diartikan sebagai
perbuatan-perbuatan yang dilarang dan ditentukan hukumannya oleh
Tuhan, baik dalam bentuk sanksi-sanksi yang sudah jelas ketentuannya
(had) maupun sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Tuhan
(ta’zir).15
Dalam pembahasan mengenai tindak pidana kejahatan yang sanksi
hukumannya yang sudah jelas ada di dalam Al-auran dan hadist disebut
dengan istilah jarimah jinayat dan jarimah hudud. Jarimah Jinayat
membahas tentang pelaku tindak kejahatan beserta sanksi hukuman
yang berkaitan dengan pembunuhan yang meliputi qishash, diyat dan
kifarat. Sedangkan Jarimah Hudud membahas tentang pelaku tindak
kejahatan selain pembunuhan yaitu masalah penganiayaan, zina, qadzaf,
mencuri, miras, menyamun, merampok, merompak dan bughah.16
Adapun tindak pidana kejahatan yang belum jelas ketentuan
sanksinya di dalam Al-quran dan Hadist disebut dengan istilah Jarimah
Ta’zir. Tindak pidana kejahatan yang masuk dalam kategori Jarimah
Ta’zir antara lain al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-
Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah

14
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam
Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”. 7 (1): 31-42.
15
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
16
Ibid
10

(perampokan). Keempat jarimah ta’zir ini hampir mirip dengan tindak


pidana korupsi.17
1. Al-Risywah (penyuapan)
Menurut terminologi fiqh, risywah (suap) adalah segala sesuatu
yang diberikan oleh seseorang kepada seorang hakim atau yang
bukan hakim agar ia memutuskan suatu perkara untuk
(kepentingan)nya atau agar ia mengikuti kemauannya.
Sedangkan menurut Ibnu Nadim, risywah adalah segala sesuatu
yang diberikan seseorang kepada hakim atau yang lainnya untuk
memutuskan suatu perkara atau membawa (putusan tersebut)
sesuai dengan keinginannya (yang memberi suap).
2. Al-Ghulul (penggelapan)
Ghulûl menurut bahasa adalah khianat, sedangkan menurut Ibn
al-Atsir, ghulûl adalah berkhianat mengenai harta rampasan
perang atau mencuri harta tersebut, dan masih menurutnya setiap
orang yang berkhianat secara sembunyi-sembunyi mengenai
urusan sesuatu, maka ia telah berbuat ghulûl. Adapun maksud
dari ghulûl dalam konteks korupsi adalah berupa tindakan
penggelapan yang dilakukan seseorang untuk memperkaya diri
sendiri. Kemudian ada pula yang menganggap harta ghulûl
adalah harta yang diperoleh oleh pejabat (pemerintah atau
swasta) melalui kecurangan atau tidak syar‘i, baik yang diambil
harta negara maupun masyarakat.
3. Al-Ghasab (mengambil paksa harta orang lain)
Ghasab berarti mengambil sesuatu secara paksa dan zalim.
Secara istilah, ghasab dapat diartikan sebagai upaya untuk
menguasai hak orang lain secara permusuhan/terang-terangan.
Ghasab adalah mengambil harta atau menguasai hak orang lain
tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan terkadang
dengan kekerasan serta dilakukan dengan cara terang-terangan.

17
Putra, P. A. A. 2015. Analisis Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ditinjau dari Konsep Ta’zir dan Maqashid Al-Syari’ah
dalam Hukum Pidana Islam. SCIENTICA. 2 (2): 48-64.
11

4. Al-Hirabah (perampokan)
Hirabah adalah aksi seseorang atau sekelompok orang dalam
negara untuk melakukan kekacauan, pembunuhan, perampasan
harta, yang secara terang-terangan dapat mengganggu dan
menentang peraturan yang berlaku, perikemanusiaan, dan
agama.18

Literatur lain menyebutkan, tindak pidana kejahatan yang masuk


dalam kategori Jarimah Ta’zir antara lain al-maksu (pungli), al-ikhtilâs
(pencopetan), dan al-intihâb (penjambretan). Sanksi hukum bagi pelaku
jarimah al-maksu, al-ikhtilâs dan al-intihâb tidak disebutkan secara
kongkrit. Oleh sebab itu terhadap hakim di sebuah Negara diberikan
kesempatan untuk menetapkan jenis sanksi hukum kepada pelaku ketiga
macam jarimah ta’zir tersebut.19

3. Perspektif Hukum Pidana Islam terhadap Delik Pidana Korupsi


Dalam perspektif hukum pidana Islam, tindak pidana korupsi
merupakan sebuah jarimah atau tindak pidana yang cukup unik, sebab
korupsi tidak termasuk dalam wilayah jarîmah jinayat dan tidak pula masuk
dalam cakupan jarîmah hudûd. Kedua macam jarimah ini secara jelas telah
disebutkan dalam berbagai teks keagamaan baik Alquran maupun hadis,
bahkan jenis dan jumlah sanksinya juga telah dijelaskan oleh sumber utama
ajaran agama Islam tersebut. Berbeda dengan tindak pidana korupsi yang
memang tidak secara tegas dinyatakan dalam Alquran dan Hadis. Hal ini
bisa terjadi karena praktik-praktik korupsi, atau beberapa kejahatan yang
mirip dengan korupsi belum banyak terjadi pada saat Nabi Muhammad
SAW masih hidup. Kalaupun pada saat itu pernah terjadi beberapa kasus

18
Jumali, Endang. 2014. Penerapan Sanksi Pidana Ta’zir bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi
di Indonesia. Jurnal Asy-Syari’ah. 16 (2): 113-124.
19
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
12

penggelapan atas harta milik negara, maka segera bisa ditangani dan
diselesaikan, sehingga tidak sampai dikriminalisasikan.20
Menurut penulis, tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia
saat ini masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan
al-maksu (pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-
Risywah (penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-Ghasab (mengambil
paksa harta orang lain), dan al-Hirabah (perampokan). Tindak pidana
korupsi dikatakan masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat
berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb
(penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-
Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah (perampokan)
sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik itu
jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Kendati demikian, walaupun tindak
pidana korupsi hanya masuk ke dalam jenis jarîmah ta’zîr, namun karena
bahaya dan pengaruh negatifnya sangat besar bagi kemaslahatan
masyarakat, maka bentuk hukuman ta’zîrnya dapat berupa pemecatan,
hukuman kurungan, penjara seumur hidup bahkan bisa berupa hukuman
mati. Dengan kata lain, penjatuhan sanksi bagi tindak pidana korupsi dapat
dihukum dengan hukuman yang ringan hingga yang berat.
Tujuan dari ta’zir adalah pengajaran. Apabila tujuan ini tidak
tercapai dan kejahatan tidak mampu diberantas bahkan si pelaku melakukan
kejahatan berulangkali, maka jalan satu-satunya untuk memberantas
kejahatan itu adalah dengan melenyapkan si pelaku agar dampak negatifnya
tidak terus bertambah demi mengusahakan kemaslahatan yang lebih luas
lagi. Dengan demikian, maka hukuman mati bagi koruptor dapat dijatuhkan
ketika si pelaku melakukan lagi setelah dijatuhi hukuman. 21
Menurut Zaid Alfauza Marpaung, hukuman mati yang ditujukan
bagi pelaku jarimah ta’zir (di luar jarimah jinayat dan jarimah qudud) hanya

20
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum Pidana
Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
21
Muhaki. 2017. Problem Delik Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. PANCAWAHANA: Jurnal
Studi Islam. 12 (2): 22-38.
13

berhak dilakukan oleh penguasa dan hanya boleh dilakukan apabila tindak
kejahatan yang dibuat memiliki mudharat yang sangat berbahaya bagi
kelangsungan hidup dan kemaslahatan masyarakat luas. 22 Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Abd al-Qadir Audah, bahwa hukuman mati
yang diberlakukan untuk kasus tertentu misalnya seperti kasus korupsi
(termasuk kategori hukuman ta’zir / ‘al-qatl al-siyàsì’ /hukuman mati yang
tidak diatur oleh al-Quran dan Sunnah), proses hukuman matinya
diserahkan penuh kepada penguasa (ulil amri) atau negara, baik
pelaksanaan ataupun tatacara eksekusinya. Kendati demikian, dalam
menentukan jenis hukumannya, penguasa harus memerhatikan prinsip
keadilan dan kemaslahatan umum. 23
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan
memperhatikan kepentingan umum yang terancam dengan sangat serius
oleh kejahatan korupsi seperti saat ini, maka dijatuhkannya hukuman ta‘zir
yang paling berat berupa hukuman mati terhadap para koruptor dapat
dibenarkan oleh Islam. Hukuman mati tersebut boleh diberlakukan oleh
suatu negara jika dipandang sebagai upaya efektif menjaga ketertiban dan
kemaslahatan masyarakat.
Lantas bagaimana strategi yang dapat dilakukan pemerintah/negara
dalam menerapkan sanksi pidana ta’zir bagi pelaku korupsi? Penerapan
sanksi pidana ta‘zîr bagi pelaku korupsi dapat diupayakan melalui tiga
strategi sebagai berikut:
1. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan
pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap
penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk
melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak

22
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam
Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”. 7 (1): 31-42.
23
Audah, A. A. 1992. Al-Tasyri, Al-Jinaiy, Al-Islami: Muqaramah bi al-Qanum al Wadh’i.
Beirut: Muassasah Al-Risalah. Hal 663.
14

dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah


adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut
akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti Dengan
strategi ini, akan ada banyak sistem yang dibenahi, sehingga
sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai tata aturan
yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Untuk menerapkan strategi ini, dibutuhkan
berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Untuk itu, proses
penanganan korupsi dari tahap penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
demikian pada tahap implementasinya tentu harus dilakukan
secara terintregasi dan sistematis.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada artikel ini dapat disimpulkan bahwa dalam
konteks hukum pidana Islam, tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia saat
ini masuk dalam kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu
(pungli), al-ikhtilâs (pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah
(penyuapan), al-Ghulul (penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang
lain), dan al-Hirabah (perampokan). Tindak pidana korupsi dikatakan masuk dalam
15

kategori jarimah ta’zir dan sangat berkorelasi dengan al-maksu (pungli), al-ikhtilâs
(pencopetan), al-intihâb (penjambretan), al-Risywah (penyuapan), al-Ghulul
(penggelapan), al-Ghasab (mengambil paksa harta orang lain), dan al-Hirabah
(perampokan) sebab dalam Al-quran dan Hadist tidak terdapat ketentuan pasti, baik
itu jenis, bentuk, jumlah, dan teknis sanksi yang harus diberlakukan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi tersebut. Kendati demikian, walaupun tindak pidana korupsi
hanya masuk ke dalam jenis jarîmah ta’zîr, namun karena bahaya dan pengaruh
negatifnya sangat besar bagi kemaslahatan masyarakat, maka bentuk hukuman
ta’zîrnya dapat berupa pemecatan, hukuman kurungan, penjara seumur hidup
bahkan bisa berupa hukuman mati. Dengan kata lain, penjatuhan sanksi bagi tindak
pidana korupsi dapat dihukum dengan hukuman yang ringan hingga yang berat.

Saran
1. Bagi Pemerintah.
Pemerintah dalam hal ini harus memiliki komitmen politik yang lebih kuat
dalam menerapkan strategi hukum pidana Islam (jarimah ta’zir) bagi para
koruptor, yakni melakukannya dengan lebih sistematis dan komprehensif.
2. Bagi Pembuat Undang-Undang
Perlu dirancang peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang
memasukkan sanksi pidana yang lebih berat dan memberikan efek jera (al-zajr)
bagi pelaku kejahatan korupsi sebagaimana dalam hukum pidana Islam. Sanksi
pidana korupsi perlu disesuaikan, meski harus dengan menghukum mati.
16

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 70.
Audah, A. A. 1992. Al-Tasyri, Al-Jinaiy, Al-Islami: Muqaramah bi al-Qanum al
Wadh’i. Beirut: Muassasah Al-Risalah. Hal 663.
Djaja, Ermansyah. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
(Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-
IV/2006). Jakarta: Sinar Grafika.
Fatakh, Abdul. 2015. Kejahatan Pidana Khusus Korupsi di Indonesia Perspektif
Hukum Islam Progresif dalam Integritas Hukum Nasional. Al-Mizan. 11
(1): 15-32.
Hamzah, J. A. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 24.
Irfan, M. N. 2013. Jarimah Al-maksu, Al-Ikhtilas dan Al-Intihab dalam Hukum
Pidana Islam. Jurnal Al-Adalah. 11 (2): 173-186.
Jumali, Endang. 2014. Penerapan Sanksi Pidana Ta’zir bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia. Jurnal Asy-Syari’ah. 16 (2): 113-124.
Lubis, E. Z. 2013. Dampak Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal
Administrasi Publik. 7 (2): 10 hlm.
Marpaung, Z. A. 2019. Kebijakan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi dalam Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah “Advokasi”.
7 (1): 31-42.
Muhaki. 2017. Problem Delik Korupsi dalam Hukum Pidana Islam.
PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam. 12 (2): 22-38.
Nasoha, A. M. M. 2004. Analisis Kritis Hukuman Mati ditinjau dari Konstitusi dan
Hukum Islam. Kediri.
Putra, Doni. 2017. Korupsi di Indonesia Perspektif Hukum Islam (Terapi Penyakit
Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs). ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of
Islamic Studies. 1 (2): 141-154.
Putra, P. A. A. 2015. Analisis Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ditinjau dari Konsep Ta’zir dan
17

Maqashid Al-Syari’ah dalam Hukum Pidana Islam. SCIENTICA. 2 (2): 48-


64.
Rahantoknam, Brian. 2013. Pidana Mati Bagi Koruptor. Lex Crimen. 2 (7): 9 hlm.
Zainuddin, Muhadi. 2012. Sanksi Pidana Mati Bagi Tindak Pidana Korupsi:
Responsi Dan Ijtihat Hukum Islam.

You might also like