Professional Documents
Culture Documents
Kajian Indeks Massa Tubuh (Imt) Dan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Serta Hubungannya Dengan Tumbuh Kembang Bayi Lahir Di Kota Ambon
Kajian Indeks Massa Tubuh (Imt) Dan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Serta Hubungannya Dengan Tumbuh Kembang Bayi Lahir Di Kota Ambon
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN
Key Word : pre-pregnancy BMI, weight gain, birth weight, Apgar score.
ABSTRAK
Kata kunci : IMT, pertambahan berat badan, berat badan lahir, skor Apgar.
RINGKASAN
Tumbuh kembang bayi ditentukan oleh status gizi dan kesehatan ibu selama
kehamilan yang secara sederhana ditandai dengan pertambahan berat badan ibu
serta status gizi ibu sebelum hamil (IMT). Pertambahan berat badan selama
kehamilan yang rendah berkaitan dengan peningkatan resiko retardasi
pertumbuhan janin dan kematian prenatal Oleh karena itu dilakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengkaji indeks massa tubuh dan pertambahan berat badan
ibu hamil serta hubungannya dengan tumbuh kembang bayi lahir di kota Ambon.
Disain penelitian ini adalah cross-sectional study. Contoh dalam penelitian ini
adalah 200 ibu nifas (usia 18-35 tahun) yang diperolah berdasarkan rekam medik
(medical record) ibu selama memeriksakan kehamilan dan ibu yang melahirkan 4
bulan terakhir di rumah sakit dan puskesmas yang mempunyai data catatan medik
relatif lengkap, terutama rekam medik kelahiran bayi (BB, PB, dan skor Apgar)
serta rekam medik kehamilan (TB, BB, tekanan darah, Hb awal dan akhir).
Sebagian besar data yang digunakan adalah data sekunder yakni bersumber dari
rekam medik RS dan KMS ibu hamil. Data primer yang dikumpulkan antara lain
pengetahuan gizi, kebiasaan makan serta keadaan sosial ekonomi keluarga.
Berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) contoh berkisar antara 36-73 kg (49
± 7.4 kg) dan 144-171 cm (156.9 ± 6.3 cm). Status gizi ibu sebelum hamil
menunjukkan bahwa sebanyak 38.5% contoh berada pada IMT normal dan 31%
contoh tergolong kurus sekali. Pertambahan berat badan selama kehamilan dalam
penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada ibu yang melahirkan bayi dengan berat
lahir normal. Kenaikan berat badan contoh berkisar antara 5-20 kg (12.6 ± 2.4 kg).
Rata-rata pertambahan berat badan menurut IMT adalah sebagai berikut: kurus
sekali (14.3 ± 5.1 kg) ; kurus (13.5 ± 3.6 kg); normal (12.9 ± 2.2 kg); gemuk (11.6
± 1.4 kg); serta obes (11.7 ± 3.4). Pertambahan berat badan selama kehamilan
trimester I rata-rata 1.9 ± 0.6 kg dan pada trimester II dan III masing- masing
mengalami pertambahan rata-rata 4.2 ± 1.1 kg dan 6.5 ± 1.6 kg. Faktor- faktor
yang mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil adalah IMT sebelum
hamil, status anemia, jarak dua kehamilan terakhir, tingkat morbiditas (demam
dan tifus) serta pengetahuan gizi dan kesehatan ibu hamil (R2 = 0.489).
Berat badan bayi lahir dari bulan Januari sampai April (n=200) yakni
berkisar antara 1000-4200 gr (2704 ± 617.9 gr), terdapat 47.5 % bayi yang
teridentifikasi BBLR. Rata-rata panjang badan bayi lahir berkisar antara 40-52 cm
(47.5 ± 3.6 cm), 43% bayi dengan PB = 48 cm. Berdasarkan penilaian skor Apgar
pada menit ke-1 dan ke-5 menunjukkan bahwa 20% dari keseluruhan bayi lahir
termasuk kategori rendah. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bayi lahir di
Kota Ambon adalah IMT ibu sebelum hamil, pertambahan BB selama kehamilan,
status anemia serta LILA (R2 = 0.734). Faktor yang mempengaruhi perkembangan
bayi lahir adalah pertambahan berat badan selama hamil, status anemia, tekanan
darah, serta komplikasi kehamilan (pendarahan, eklampsia, dan aspiksia), serta
berat badan bayi lahir terutama BBLR (R2 = 0.820).
© Hak cipta milik Anna Henny Talahatu, Hardinsyah & Ahmad
Sulaeman tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian
Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi,
mikrofilm, dan sebagainya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 9 Maret 1981 dari ayah Isaac
Talahatu dan ibu Merry Maspaitella. Penulis merupakan anak bungsu dari lima
bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ambon dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Universitas Pattimura melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Universitas Pattimura, kemudian pada tahun 2000 pindah ke IPB. Penulis
memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Pada tahun 2003, penulis dinyatakan lulus sebagai sarjana perikanan
(Spi). Tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat, Sekolah
Pascasarjana, IPB.
KAJIAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN
PERTAMBAHAN BERAT BADAN IBU HAMIL SERTA
HUBUNGANNYA DENGAN TUMBUH KEMBANG
BAYI LAHIR DI KOTA AMBON
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
JUDUL PENELITIAN : Kajian Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Pertambahan
Berat Badan Ibu Hamil Serta Hubungannya Dengan
Tumbuh Kembang Bayi Lahir Di Kota Ambon .
Nama : Anna H Talahatu
NRP : A551040111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. AKB, AKI, dan BBLR di Kota Ambon Periode Tahun 2001-2005 ............ 17
2. Kerangka Pemikiran : Faktor- faktor yang berhubungan dengan
penambahan badan ibu selama kehamilan serta status gizi bayi lahir .......... 30
3. Kerangka Penarikan Contoh Penelitian ..................................................... 34
4. Pertambahan BB Ibu Hamil menurut BB, TB, dan IMT ............................. 60
5. Rata-rata Pertambahan Berat Badan Ibu selama Trimester Kehamilan ...... 63
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Latar Belakang
KEK mempunyai resiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) 5 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK (Mustika,
2004). Jumlah bayi lahir dengan berat badan lahir rendah di Kota Ambon pada
tahun 2005 mencapai 2.97% atau terdapat 144 bayi dari 4823 kelahiran hidup
(Dinkes Kota Ambon 2006).
Kehamilan terkait dengan peningkatan berat badan ibu karena zat gizi yang
dikonsumsi ibu hamil selain digunakan untuk pemenuhan gizi ibu juga digunakan
untuk pertumbuhan fetus, peningkatan cairan amniotik dan pembentukan jaringan
lainnya (Tayie & Lartey 2000). Faktor- faktor yang mempengaruhi pertambahan
berat badan total ibu selama kehamilan adalah status gizi ibu sebelum hamil,
etnik, umur dan paritas, aktivitas fisik, status sosial ekonomi dan kebiasaan
konsumsi selama kehamilan (merokok dan minum alkohol) (IOM 1990).
Anjuran pertambahan berat badan selama kehamilan adalah 12.5 kg (Rosso
1990; Depkes 1997). Penambahan BB yang direkomendasikan untuk ibu hamil
saat ini biasanya berpatokan pada indeks massa tub uh (IMT) ibu sebelum hamil.
Sub Committee on Nutritional Status and Weight Gain During Pregnancy, Food
and Nutrition Board (IOM, 1990) menetapkan anjuran pertambahan berat badan
ibu hamil pada trimester kedua dan ketiga masing- masing menurut ukuran indeks
massa tubuh (IMT) misalnya untuk ibu hamil dengan IMT normal rata-rata
pertambahan berat badan adalah 0.4 kg per minggu, underweight 0.5 kg per
minggu, serta obes 0.3 kg per minggu. Dengan demikian bila dikumulatifkan
diperoleh rata-rata pertambahan berat badan selama kehamilan pada trimester
kedua dan ketiga menurut IMT misalnya untuk ibu hamil dengan IMT normal
adalah 4.8 kg dan 5.6 kg; underweight 6 kg dan 7 kg, serta obes 3.6 kg dan 4.2 kg
(IOM 1990). Semakin rendah IMT ibu sebelum konsepsi, semakin tinggi kuantitas
pertambahan BB yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Abrams et al (2000) anjuran pertambahan berat badan ibu selama kehamilan
adalah sebagai berikut : wanita dengan BMI < 20 dianjurkan untuk menambah BB
sebesar 12.5 - 18 kg. Wanita yang BMI sebelum hamilnya normal (20.0-26.0)
idealnya bertambah BB sekitar 11.5-16 kg. Wanita yang termasuk kategori obes
dianjurkan supaya pertambahan BB tak lebih dari 6 kg hingga masa akhir
kehamilannya. Kenaikan berat badan selama hamil dapat digunakan sebagai
3
indeks untuk menentukan status gizi ibu hamil dan merupakan indikasi
pertumbuhan fetal.
Panjang badan dan berat badan lahir serta skor Apgar sering digunakan
untuk menilai secara keseluruhan baik fisik maupun adaptasi neonatal atau
perkembangan bayi selama beberapa jam sesudah kelahiran. Rata-rata panjang
dan berat badan normal untuk bayi baru lahir adalah masing- masing > 48 cm dan
> 2500 gr (Depkes 1996). Skor Apgar untuk bayi normal berkisar antara 7-10.
Status gizi bayi ditentukan oleh status gizi ibu selama kehamilan yang ditandai
dengan pertambahan berat badan ibu serta status gizi ibu sebelum hamil (IMT).
Pertambahan berat badan selama kehamilan yang rendah berkaitan dengan
peningkatan resiko retardasi pertumbuhan janin dan kematian prenatal
(Neufeld dkk 2004).
Berdasarkan latar belakang di atas adalah penting untuk mengkaji hubungan
antara IMT sebelum hamil dengan pertambahan berat badan ibu selama keha milan
yang diduga berhubungan dengan tumbuh kembang bayi lahir. Terkait dengan hal
tersebut maka lokasi penelitian yang dipilih adalah Kota Ambon, dengan melihat
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil dan dampaknya
terhadap outcome berat bayi lahir adalah pengaruh demografi dan etnik.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Manfaat
aktivitas fisik, status sosial ekonomi dan kebiasaan konsumsi selama kehamilan
(merokok dan minum alkohol) (IOM 1990).
Tabel 4 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa
Kategori IMT Nilai titik batas
Kurus Sekali < 17.0
Kurus 17.0 – 18.4
Normal 18.5 – 24.9
Gemuk 25.0 – 27
Obes > 27
Sumber : Depkes (1994)
Tabel 5 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja dan dewasa
Kategori IMT Nilai titik batas
Kurus < 18.5
Normal 18.5 – 25
Gemuk sehat > 25
Obes I > 27
Obes II = 30
Sumber : Depkes (2002)
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan
masyarakat, salah satu diantaranya adalah resiko melahirkan bayi dengan BBLR
(Depkes 2003). Berat badan sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama
hamil berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan janin dalam kandungan.
Pertambahan berat badan selama hamil disesuaikan dengan indikator IMT,
misalnya bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat
badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg. Berat badan sebelumnya adalah berlebih,
maka kenaikan berat badannya cukup antara 6-9 kg. Bila sebelum keha milan berat
badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badan sebaiknya antara 12-15 kg
Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kenaikan berat badan
selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dari jumlah bayi yang
dikandung (Poernomo 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jenifer (2004) menunjukkan bahwa
pertambahan berat badan bayi berasosiasi kuat dengan IMT ibu sebelum hamil,
12
dalam hal ini berkaitan dengan durasi menyusui dan waktu yang tepat dalam
pemberian makanan pendamping ASI. Status gizi sebelum hamil termasuk
kategori kurus maupun obes mempunyai masa pemberian ASI yang relatif singkat
dibandingkan dengan IMT ibu yang sebelum hamil adalah normal. Menurut Alton
(2005) bahwa IMT sebelum hamil merupakan standar pertambahan berat badan
selama hamil untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang optimal. Lebih lanjut dikatakan bahwa IMT sebelum hamil termasuk
kurus serta pertambahan berat badan yang tidak cukup dapat meningkatkan resiko
melahirkan bayi dengan prematur dan BBLR.
Indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil dan pertambahan berat badan
selama kehamilan secara normal menggambarkan hubungan yang positif
signifikan dengan status gizi bayi lahir. Siega-Riz et al (1996) menyatakan bahwa
IMT sebelum hamil < 19.8 mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar
melahirkan prematur, meskipun pertambahan berat badan selama hamil sama
dengan ibu yang mempunyai IMT sebelum hamil normal. Wanita yang bertambah
berat badannya 80% dari acuan pertambahan berat badan selama hamil (12.5 kg),
memiliki bayi yang berat lahirnya lebih tinggi dari ibu yang pertambahan beratnya
di bawah batas tersebut (FAO/WHO 1985). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa berat bayi lahir akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan
berat badan ibu selama kehamilan. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang
dilakukan para peneliti lainnya (Devadas & Chandy 1980; Calandra & Abel
1981; Fawzi & Forman 1997). Hubungan antara IMT sebelum hamil dengan
pertambahan berat badan ibu selama kehamilan seperti pada Tabel 5.
Tabel 6 Anjuran pertambahan berat badan total ibu selama keha milan
menurut IMT
Kategori Indeks Massa Tubuh Anjuran Pertambahan Berat Badan (kg)
Kurus (IMT < 19.8) 12.5-18.0
Normal (IMT 19.8-25) 11.5-16.0
Gemuk(IMT 26.-29) 7.0-11.5
Obes (> 29) 7.0
Sumber : IOM (1990)
13
Masa kehamilan trimester pertama atau saat kehamilan mencapai 1-3 bulan,
adalah masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Pada masa ini
ibu hamil memasuki masa anabolisme yaitu masa untuk menyimpan zat gizi
sebanyak-banyaknya dari makanan yang disantap setiap hari untuk cadangan
persediaan pada trimester berikutnya. Dalam keadaan ini biasanya ibu hamil
mengalami mual, muntah- muntah, dan tidak berselera makan, sehingga asupan
makanan perlu diatur. Makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, porsi
kecil, dan frekuensi pemberian yang sering. Jika diperlukan, bisa mengkonsumsi
suplemen vitamin dan mineral untuk menunjang pertumbuhan janin. Namun, hal
itu perlu konsultasi dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu (Soekirman 2006).
Keadaan demikian menyebabkan bayi yang lahir sekarang ini tidak memenuhi
potensi genetiknya dalam tubuh dan berkembang selain karena faktor utama tidak
tercukupnya penyediaan zat makanan juga faktor sosial dan atau biologis
(Linder 1992).
Banyak kepercayaan, kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan
makanan ibu selama kehamilan. Ada kebiasaan yang menyehatkan dan ada juga
kebiasaan yang merugikan kehamilan. Ada kebiasaan yang melarang ibu makan
ikan dan daging, sehingga banyak ibu hamil menderita kekurangan protein hewani
dan akhirnya melahirkan bayi kecil dan kurang gizi serta perkembangan otaknya
tidak sempurna. Kebiasaan ini salah dan tidak boleh ditiru, karena dalam keadaan
hamil, ibu membutuhkan hampir dua kali lebih banyak protein dibandingkan
ketika ibu hamil tidak usah besar, karena anak yang ukurannya besar susah
dilahirkan. Berbagai nasehat dari orangtua, dari dukun atau sesepuh keluarga
melarang ibu hamil makan banyak. Akibat banyak makanan yang menjadi
pantangan selama hamil, makanan bergizi tidak lagi menjadi menu hariannya.
Hal ini berdampak buruk terhadap kesehatan ibu serta pertumbuhan dan
perkembangan janin (Nadesul 1996).
Pada wanita hamil tertentu timbul gejala ngidam yaitu ibu menginginkan
makanan- makanan tertentu yang dapat berasal dari bahan makanan atau bukan
bahan makanan. Wanita hamil yang menginginkan mengkonsumsi sesuatu yang
bukan berasal dari makanan disebut pica. Pica umumnya dikenal di antara wanita
14
Amerika turunan Afrika dan sering diasosiasikan dengan anemia kekurangan zat
besi. Pica adalah suatu kebudayaan unik yang menggambarkan hikayat bangsa
tersebut ratusan tahun yang lalu yang percaya bahwa makan ”bahan” tertentu
dapat menghilangkan enek dan memperoleh bayi yang sehat serta memudahkan
kelahiran, namun ternyata tidak terbukti (Soekirman 2006). Menurut Giardino
(2002) mendefinisikan pica sebagai suatu kebiasaan mangkonsumsi bahan yang
tidak mempunyai nilai gizi atau non nutritif. Secara umum faktor- faktor penyebab
pica adalah orangtua atau kondisi psikopatologi, depresi lingkungan, epilepsi,
kerusakan otak, retardasi mental dan gangguan pertumbuhan.
Selama kehamilan, prevalensi anemia meningkat dari trimester pertama ke
trimester ketiga, keadaan ini terjadi karena volume plasma ibu meningkat sebagai
akibat adanya reaksi fisiologi yang normal pada ibu hamil. Meskipun massa sel
darah merah juga meningkat selama kehamilan, tetapi peningkatannya tidak
sejalan dengan peningkatan volume plasma (Ladipo 2000). Sebagian besar hasil
penelitian membuktikan bahwa anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko
melahirkan bayi dengan BBLR. Masalah gizi pada ibu hamil yang paling banyak
dijumpai di Indonesia adalah anemia dengan prevalensi 40% pada tahun 2001
(Depkes 2003). Masalah anemia merupakan masalah gizi mikro terbesar dan
tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman 2000).
Manifestasi dari masalah gizi makro pada ibu hamil yang kekurangan energi
kronik (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir rendah (BBLR). Masalah gizi
makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau
ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ibu hamil yang menderita KEK
mempunyai risiko kematian ibu mendadak pada masa perinatal atau risiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada keadaan ini banyak ibu
yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian
ibu dan anak. Data Susenas pada tahun 1999 menunjukkan bahwa ibu hamil yang
mengalami resiko KEK adalah 27,6%. Selain bumil KEK yang masih cukup
tinggi juga terdapat wanita usia subur yang menderita kekurangan energi kronis
(KEK) pada tahun 2002, yaitu sebanyak 17,6 persen dari populasi atau sejumlah
11,7 juta orang, meskipun jumlah tersebut turun dari 24,9 persen pada tahun 1999
(Depkes 2003).
15
Di Indonesia angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
mengalami penurunan, namun demikian pada kenyataannya angka tersebut masih
cukup tinggi. Angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2003 adalah 307 per 100 000
kelahiran hidup, jauh menurun bila dibandingkan AKI 1990 yaitu 450 per 100 000
kelahiran hidup. Pada kurun waktu yang sama juga angka kematian bayi (AKB)
mengalami penurunan dari 51 per 1000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1000
kelahiran hidup (WKNPG 2004). Hasil survei menunjukkan bahwa komplikasi
penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah karena pendarahan, hipertensi
selama kehamilan, infeksi, partus lama dan komplikasi keguguran. Sedangkan
AKB yang baru lahir disebabkan asfiksia, infeksi dan berat bayi lahir rendah
(Azwar 2005).
Tingginya angka kelahiran berat badan lahir rendah merupakan manifestasi
keadaan masyarakat yang buruk yang dapat mengakibatkan gangguan terutama
pada bayi menyebabkan gangguan kecerdasan yang tidak bisa dipulihkan. Oleh
karena itu akhir-akhir ini pemerintah dan lembaga kesehatan internasional
menaruh perhatian yang tinggi pada pengentasan masalah gizi dan kesehatan ibu
hamil sedini mungkin agar ”reproduksi sosial” melahirkan sumberdaya manusia
yang berkualitas (UNICEF 1997).
Hambatan pertumbuhan janin pada hampir 50% kasus disebabkan gizi ibu
yang buruk yang ditandai oleh rendahnya pertambahan berat badan ibu hamil dan
berat badan ibu sebelum hamil. Sebanyak 30% ibu hamil di Asia Tenggara dan
10-20% dibagian lain, mempunyai postur tubuh pendek dan berat badan rendah,
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari 2500
gram. Menurut Depkes (2003) bahwa selama periode tahun 1990-2000 terdapat
2-17% bayi. Jika proporsi ibu hamil 2.5% dari total penduduk maka diperkirakan
355 000-710 000 BBLR dari 5 juta bayi lahir per tahun. Keadaan ini disebabkan
pendeknya periode kehamilan (kurang dari 37 minggu) atau gangguan
pertumbuhan intrauterin (janin kecil dengan umur kehamilan cukup). Bayi BBLR
memiliki kesempatan kecil untuk bertahan hidup dan ketika bertahan mereka
mudah terkena penyakit, retardasi pertumbuhan dan gangguan perkembangan
mental (Norton 1994).
17
Angka Kematian Bayi Di Kota Ambon Angka Kematian Ibu di Kota Ambon
Tahun 2001-2005 (Per 1000 KLH) Tahun 2001-2005 (Per 100.000 KLH)
12 120
10 100
8 80
Jumlah
Jumlah
6 60
4
40
2
20
0
2001 2002 2003 2004 2005 0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Tahun
200
150
Jumlah
100
50
0
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan dan menyusui.
Intik zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat meningkatkan resiko
terhadap ibu dan outcome kelahiran yang merugikan. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama kehamilan
seperti besi, asam folat, seng, vitamin A, kalsium dan iodium
(Ladipo 2000).
Banyak penelitian membuktikan bahwa vitamin A mempunyai peran yang
penting terhadap ketahanan penyakit infeksi. Defisiensi vitamin A juga
menyebabkan ketidaknormalan myelin (Dhopeshwarkar 1983). Vitamin C
mendukung otak memanfaatkan protein dan vitamin B kompleks untuk
pembentukan sel myelin dan neurotransmiter. Defisiensi vitamin C dan asam
folat akan mengakibatkan kelainan yang disebut spina bifida, suatu keadaan
dimana tulang ubun-ubun tidak menutup. Zat besi diperlukan untuk pembentukan
energi, pengangkutan oksigen darah serta penyusunan neurotransmiter dan DNA.
Bayi yang lahir dari ibu yang anemia akan mengalami defisiensi besi dengan
akibat disfungsi otak dan gangguan perbanyakkan jumlah sel otak. Anemia gizi
besi pada ibu hamil berakibat luas, antara lain resiko berat bayi yang dilahirkan
rendah, pendarahan ibu, infeksi setelah lahir dan partus lama. Angka kecukupan
zat gizi yang dianjurkan bagi ibu hamil seperti pada Tabel 6.
Tabel 7 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi ibu hamil yang dianjurkan
Energi dan zat gizi Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari
Trimester I Trimester II Trimester III
Energi (Kkal) 2080 2200 2200
Protein (g) 67 67 67
Kalsium (mg) 950 950 950
Phosphor (mg) 600 600 600
Zat besi (Fe) (mg) 26 35 39
Vitamin A 800 800 800
Vitamin C 85 85 85
Vitamin B1 (mg) 1,3 1,3 1,3
Vitamin B2 (mg) 1,4 1,4 1,4
Vitamin B3 (mg) 18 18 18
Vitamin B6 (mg) 1,7 1,7 1,7
Vitamin B12 (mg) 2,6 2,6 2,6
Asam Folat (µg) 600 600 600
Yodium (µg) 200 200 200
Seng (mg) 11 13,5 19,1
Sumber : WKNPG VIII (2004)
20
gizi bayi lahir, selain dinilai dari berat badan lahir, panjang badan lahir dan
lingkar kepala, juga dapat dinilai berdasarkan Z-skor dengan menggunakan indeks
berat badan menurut umur (BB/U) dan panjang badan menurut umur (PB/U)
(WHO 1995). Rendahnya nilai BB/TB (wasting) sering digunakan sebagai
indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai PB/U (stunting) sebagai indikator
kekurangan gizi kronik serta rendahnya nilai BB/U dapat digunakan sebagai
indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 1990). Menurut ukuran
standar WHO (1995) dikatakan normal bila Z-skor dari -2 SD sampai 2 SD,
underweight dan stunting bila Z-skor < -2 SD sedangkan untuk underweight berat
dan stunting berat bila Z-skor < -3 SD atau dengan kata lain kategori gizi kurang
bila Z-skor <-3 SD sampai -2 SD dan gizi buruk bila Z-skor < -3 SD. Ukuran
standar lain yang sering digunakan untuk menilai status gizi bayi lahir yang
normal adalah BB dan PB yakni masing- masing 2500-4000 g dan 44-53 cm
(Marjono 1999).
Perkembangan bayi baru lahir dilakukan melalui penilaian skor Apgar untuk
menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada
menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi.
Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kela ngsungan hidup. Nilai pada
menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik. Ada pembatasan dalam
penilaian Apgar ini, yaitu : (1). Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan
tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.2. Keputusan perlu-
tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan
menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus
neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat
waktu. Skor Apgar 7-10 untuk kategori bayi dalam kondisi sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewah; skor 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada; skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. (Nanda 2001). Berikut ini skor
Apgar dan hubungannya dengan prognosis menurut US Collaborative Perinatal
22
Project untuk katogori cacat jangka panjang pada bayi yang berhasil hidup, atau
mati pada masa neonatal (Tabel 7).
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang
melahirkan selama empat bulan terakhir yakni bulan Januari hingga April 2006 di
Rumah Sakit Umum Dr. Haulussy, Rumah Sakit Al-Fatah, Rumah Sakit Hative
Besar serta di Puskesmas Waihaong, Rijali, dan Tawiri yang berada dalam
wilayah Kota Ambon. Untuk mengetahui populasi dalam penelitian ini
berdasarkan rekam medik (medical record) ibu selama memeriksakan kehamilan
atau ibu yang melahirkan selama 4 bulan terakhir di rumah sakit dan puskesmas
33
pada lokasi penelitian yang mempunyai data catatan medik relatif lengkap,
terutama rekam medik kelahiran bayi (BB, PB, dan skor Apgar) serta rekam
medik kehamilan ibu meliputi TB, BB awal dan akhir, dan pemerisaan kehamilan.
Contoh diambil dari populasi secara purposif yaitu yang memenuhi kriteria
sebagai berikut ibu berusia 18-35 tahun dan telah mela hirkan selama 4 bulan
terakhir, sehat (tidak menderita sakit kronis), mempunyai data catatan medik
kelahiran bayi (PB, BB, dan skor Apgar) serta catatan medik kehamilan ibu (BB
dan TB sebelum hamil serta pertambahan berat badan selama hamil), melakukan
kontrol selama kehamilan minimal 2 kali (baik trimester 1 dan 3 maupun pada
trimeter 2 dan 3), melahirkan bayi tunggal hidup, tidak merokok dan minum
alkohol, jumlah anggota keluarga = 7 orang. Jumlah contoh minimal yang diambil
ditentuk an secara proporsi berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Ariawan
(1997) sebagai berikut :
Z 21 − α / 2 p (1 − p)
n=
d2
Dimana :
n = Jumlah contoh
p = Perkiraan proporsi berat bayi lahir normal 80%
Z = Selang kepercayaan 95% (1,96)
d = Kesalahan yang dapat ditolerir dari mengestimasi proporsi sebesar 5,5%
Jadi :
(1,96) 2 (0,8) (0,2)
n=
(0.055) 2
Dari perhitungan diperoleh jumlah sampel (ibu nifas) yang memenuhi syarat
adalah 200 orang. Untuk meningkatkan ketelitian serta keterbatasan kemampuan
dan logistik serta maka penarikan ukuran contoh adalah 200 ibu hamil. Dengan
demikian jumlah contoh yang dianalisis datanya adalah 200 ibu nifas yang
dianggap memenuhi kriteria tersebut di atas. Kerangka penarikan contoh
penelitian dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
34
A B C D E F
(N=300) (N=200) (N=50) (N=150) (N=50) (N=50)
Daftar ibu Nifas umur 18-35 tahun, melahirkan bayi tunggal, dan
memiliki jumlah anggota keluarga = 7 orang (N=400)
A B C D E F
(N=165) (N=100) (N=20) (N=50) (N=15) (N=50)
Kontrol kehamilan minimal 2 kali. Ibu Nifas dan Bayi yang menjadi Contoh
dalam Penelitian ini (n=200)
A B C D E F
n= 65: n=50: n= 13: n= 30: n=7 n = 35
Normal : 21 Normal : 20 Normal : 7 Normal : 15 Normal : 7 Normal : 35
BBLR : 44 BBLR : 30 BBLR : 6 BBLR : 15 BBLR : 0 BBLR : 0
Apgar Rndh :15 Apgar Rndh :20 Apgar Rndh :5 Apgar Rndh: 0 Apgar Rndh: 0 Apgar Rndh: 0
0 0
Dari ketiga RS dan Puskesmas diperoleh 1498 ibu nifas (ibu yang
melahirkan dari bulan Januari hingga April 2006). Dari jumlah tersebut
dipetakkan lagi berdasarkan ada tidaknya BBLR serta skor apgar rendah, sehingga
ditemukan 800 ibu nifas dan bayi. Selanjutnya dilakukan stratifikasi menurut
umur ibu nifas (18-35 tahun), melahirkan bayi tunggal serta memiliki jumlah
anggota keluarga = 7 orang maka diperoleh sejumlah 400 ibu nifas. Dari 400 ibu
nifas dilakukan penarikan kesimpulan contoh dengan menggunakan beberapa
kriteria terakhir maka contoh ibu nifas dan bayi untuk keperluan penelitian ini
adalah 200 orang. Adapun sebaran responden dalam hal ini ibu nifas yang
tersaring untuk kepentingan penelitian ini masing- masing pada lokasi
pengambilan data seperti pada Tabel 9.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden
yaitu ibu hamil yang telah melahirkan berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan
sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi (1) keadaan sosial ekonomi
keluarga responden antara lain umur ibu, umur suami, pendidikan ibu dan suami,
pekerjaan ibu maupun suami, pendapatan, dan besar keluarga, (2) pengetahuan
gizi dan kesehatan, (3) kebiasan makan ibu selama hamil antara lain frekuensi
makan dan makanan pantangan/tabu, morbiditas (kejadian penyakit ISPA dan
lain- lain), pelayanan kesehatan (suplementasi Fe dan imunisasi TT), catatan
pertambahan berat badan selama trimester kehamilan, serta masalah persalinan
antara lain pernah tidak mengalami pendarahan, eklampsia, dan aspiksia serta
pecahnya ketuban lebih dini (Tabel 8).
36
Sebagian besar data dalam penelitian adalah data sekunder yang mana
mengacu pada rekam medik (medical record) ibu selama melakukan pemeriksaan
kehamilan hingga persalinan mulai bulan Mei 2005 sampai April 2006 baik di
Rumah Sakit maupun Puskesmas pada lokasi penelitian.
Analisis pertambahan berat badan ibu pada tiap trimester kehamilan menurut
kategori tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh (IMT) disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi. Masalah gangguan tumbuh kembang bayi lahir
berdasarkan ukuran antropometri (BB atau PB) serta skor Apgar diuraikan secara
deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, rata-
rata. Selanjutnya pengolahan data untuk indeks massa tubuh, pertambahan berat
badan ibu hamil, serta pengukuran status gizi bayi lahir dapat dilihat pada Tabel 9.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pertambahan
berat badan ibu selama kehamilan maupun tumbuh kembang bayi lahir dapat
dilakukan menggunakan analisis korelasi Pearson dan Spearman antara variabel
dependen dengan variabel independen. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dilakukan analisis
regresi linier berganda (Agresti 1997). Adapun persamaan statistik secara umum
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y1 = a+ ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + …+ ß13 X13 + e
Dimana :
Y1 = Pertambahan BB ibu selama kehamilan (kg)
a = Konstanta (intercep)
ß1...13 = Koefisien Regresi
X1 = Status sosial ekonomi keluarga
X2 = Kebiasaan makan ibu hamil
X3 = Pengetahuan gizi dan kesehatan
X4 = Pemberian suple men tablet besi
X5 = Imunisasi TT
X6 = Paritas
X7 = Jarak dua kehamilan terakhir
X8 = Umur kehamilan
X9 = Frekuensi penyakit
X10 = Status gizi ibu sebelum hamil (IMT)
X11 = Status anemia; 0 = jika ibu mengalami anemia, 1 = jika tidak
X12 = Abortus ; 0 = jika ibu mengalami abortus, 1 = jika tidak
X13 = Lahir mati; 0 = jika ibu mengalami lahir mati, 1 = jika tidak
38
Y1 = a+ ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + ß6 X6 + ß7 X7 + e
Dimana :
Y2 = a + ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + ß6 X6 + ß7 X7 + e
Dimana :
Batasan Operasional
1. Indeks massa tubuh (IMT) : ukuran antropometri unt uk mengukur status gizi
ibu sebelum hamil berdasarkan data berat badan (kg) dan tinggi badan (cm)
(BB/TB2 ) dengan kategori menurut Depkes (1996) sebagai berikut : kurus
sekali (IMT < 17,0); kurus ( IMT 17-18,4); normal ( IMT : 18,5-24,9);
gemuk (IMT 25,0-27,0) serta obesitas (IMT > 27).
2. Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan : selisih berat badan ibu
hamil menjelang persalinan dengan berat badan awal sebelum hamil yang
dihitung dalam kilogram.
3. Pertumbuhan bayi lahir : kondisi gizi bayi yang diukur berasarkan berat
badan (BB) dan panjang badan (PB). BB bayi ditimbang dengan
menggunakan Baby Spring Scale (gr), sedangkan pengukuran PB bayi
dilakukan dengan menggunakan headboard (cm) . Berat badan normal bayi
lahir > 2500 gram dengan panjang > 48 cm.
4. Perkembangan bayi lahir : kemampuan adaptasi bayi baru lahir yang diukur
dengan skor Apgar yang dilakukan oleh dokter sebagai indikator bayi dalam
keadaan sehat, moderate atau berat. Untuk bayi sehat : 7-10; moderate : 4-6;
berat : 0-3.
5. Status gizi sebelum hamil : keadaan tubuh ibu sebelum hamil yang diukur
secara antropometri dengan metode Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan berat badan (BB) dengan kuadrat tinggi badan (TB):
(BB /TB2 ).
6. Status gizi ibu hamil : kondisi ibu hamil uang diukur berdasrkan kadar Hb
darah, tekanan darah, dan LILA. Kadar Hb darah normal = 11gr/dL; anemia
tingkat ringan (Hb > 10 gr/dL; sedang Hb = 8-10gr/dL; dan berat : Hb < 8
gr/dL) (Depkes, 1996). Sedangkan tekanan darah normal berkisar antara
140/90 mmHg. Ibu Hamil dikatakan normal bila memiliki ukuran LILA = 23,5
cm, tetapi jika < 23,5 cm maka ibu hamil tersebut beresiko KEK (kurang
energi kronis).
7. Status kesehatan ibu hamil : Kondisi kesehatan ibu yang diukur berdasarkan
frekuensi kejadian penyakit, misalnya ISPA dan penyakit lainnya selama
kehamilan.
41
anggota keluarga = 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar > 7
orang.
KERANGKA PEMIKIRAN
Seorang ibu yang sedang hamil memerlukan suatu kondisi yang optimal
agar dapat melahirkan bayi cukup bulan, lahir spontan, berat lahir cukup, dan
sehat. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu diupayakan keadaan gizi dan
kesehatan selama hamil tetap baik, tidak mengalami gangguan psikis maupun
tekanan sosial dan tidak mengalami komplikasi kehamilan (Vermeersch 1981).
Pada kenyataannya kondisi optimal tersebut tidak mudah dicapai oleh beberapa
wanita hamil, karena dapat memiliki faktor resiko tinggi yang bisa mempengaruhi
keadaan bayi yang akan dilahirkan. Kehamilan terkait dengan pertambahan berat
badan ibu atau pertambahan berat antenatal merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi berat badan bayi lahir dan penanganan masalah obstetri
(persalinan).
Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan berkaitan erat dengan berat
badan bayi lahir. Semakin besar peningkatan berat badan ibu selama hamil maka
semakin besar pula peluang berat badan bayi lahir normal. Penambahan berat
badan ibu selama kehamilan secara langsung ditentukan oleh status gizi ibu
sebelum hamil, jarak kelahiran, paritas, riwayat penyakit infeksi (morbiditas) serta
keadaan sosial dan ekonomi keluarga.
Status ekonomi keluarga menggambarkan kemampuan keluarga dalam
pengambilan keputusan untuk bertindak seperti kemampuan untuk menjangkau
pangan, kemampuan dalam mengakses pendidikan baik melalui formal maupun
non formal, serta kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Semakin
tinggi status ekonomi keluarga semakin meningkat kemampuan anggota keluarga
dalam mengakses pangan, pengetahuan, serta pelayanan kesehatan.
Kondisi–kondisi tersebut diatas dapat dibedakan dalam dua faktor utama
yakni faktor sosial ekonomi dan faktor mediko-obstetri. Faktor sosial ekonomi
meliputi faktor umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota
keluarga, pengetahuan gizi dan kesehatan kehamilan serta kebiasaan makan ibu
hamil. Faktor mediko-obstetri meliputi faktor riwayat kesehatan sebelum hamil,
riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu (paritas, jarak antara dua kehamilan
terakhir, umur kehamilan, morbiditas, abortus, lahir mati) dan keadaan gizi serta
29
kesehatan selama kehamilan yang sekarang ini. Ibu hamil dengan faktor mediko
obstetri yang baik berpeluang besar akan melahirkan bayi dengan selamat dan
berat bayi lahir cukup (> 2500 g). Sebaliknya ibu dengan faktor mediko obstetri
buruk berpeluang besar akan mengakibatkan kematian bayi pada saat lahir.
BBLR merupakan manifestasi dari telah terjadinya hambatan pertumbuhan selama
dalam kandungan atau janin yang menderita kurang gizi.
Indikator yang dapat digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan
perkembangan bayi baru lahir adalah berat badan atau panjang badan, dan skor
Apgar. Status gizi ibu hamil dapat dinilai dari penamb ahan berat badan pada tiap
trimester kehamilan serta status gizi ibu sebelum hamil (IMT).
30
Normal BBLR
Indeks Perkembangan Bayi Lahir :
Skor Apgar
HIPOTESIS
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang
melahirkan selama empat bulan terakhir yakni bulan Januari hingga April 2006 di
Rumah Sakit Umum Dr. Haulussy, Rumah Sakit Al-Fatah, Rumah Sakit Hative
Besar serta di Puskesmas Waihaong, Rijali, dan Tawiri yang berada dalam
wilayah Kota Ambon. Untuk mengetahui populasi dalam penelitian ini
berdasarkan rekam medik (medical record) ibu selama memeriksakan kehamilan
atau ibu yang melahirkan selama 4 bulan terakhir di rumah sakit dan puskesmas
33
pada lokasi penelitian yang mempunyai data catatan medik relatif lengkap,
terutama rekam medik kelahiran bayi (BB, PB, dan skor Apgar) serta rekam
medik kehamilan ibu meliputi TB, BB awal dan akhir, dan pemerisaan kehamilan.
Contoh diambil dari populasi secara purposif yaitu yang memenuhi kriteria
sebagai berikut ibu berusia 18-35 tahun dan telah mela hirkan selama 4 bulan
terakhir, sehat (tidak menderita sakit kronis), mempunyai data catatan medik
kelahiran bayi (PB, BB, dan skor Apgar) serta catatan medik kehamilan ibu (BB
dan TB sebelum hamil serta pertambahan berat badan selama hamil), melakukan
kontrol selama kehamilan minimal 2 kali (baik trimester 1 dan 3 maupun pada
trimeter 2 dan 3), melahirkan bayi tunggal hidup, tidak merokok dan minum
alkohol, jumlah anggota keluarga = 7 orang. Jumlah contoh minimal yang diambil
ditentuk an secara proporsi berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Ariawan
(1997) sebagai berikut :
Z 21 − α / 2 p (1 − p)
n=
d2
Dimana :
n = Jumlah contoh
p = Perkiraan proporsi berat bayi lahir normal 80%
Z = Selang kepercayaan 95% (1,96)
d = Kesalahan yang dapat ditolerir dari mengestimasi proporsi sebesar 5,5%
Jadi :
(1,96) 2 (0,8) (0,2)
n=
(0.055) 2
Dari perhitungan diperoleh jumlah sampel (ibu nifas) yang memenuhi syarat
adalah 200 orang. Untuk meningkatkan ketelitian serta keterbatasan kemampuan
dan logistik serta maka penarikan ukuran contoh adalah 200 ibu hamil. Dengan
demikian jumlah contoh yang dianalisis datanya adalah 200 ibu nifas yang
dianggap memenuhi kriteria tersebut di atas. Kerangka penarikan contoh
penelitian dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
34
A B C D E F
(N=300) (N=200) (N=50) (N=150) (N=50) (N=50)
Daftar ibu Nifas umur 18-35 tahun, melahirkan bayi tunggal, dan
memiliki jumlah anggota keluarga = 7 orang (N=400)
A B C D E F
(N=165) (N=100) (N=20) (N=50) (N=15) (N=50)
Kontrol kehamilan minimal 2 kali. Ibu Nifas dan Bayi yang menjadi Contoh
dalam Penelitian ini (n=200)
A B C D E F
n= 65: n=50: n= 13: n= 30: n=7 n = 35
Normal : 21 Normal : 20 Normal : 7 Normal : 15 Normal : 7 Normal : 35
BBLR : 44 BBLR : 30 BBLR : 6 BBLR : 15 BBLR : 0 BBLR : 0
Apgar Rndh :15 Apgar Rndh :20 Apgar Rndh :5 Apgar Rndh: 0 Apgar Rndh: 0 Apgar Rndh: 0
0 0
Dari ketiga RS dan Puskesmas diperoleh 1498 ibu nifas (ibu yang
melahirkan dari bulan Januari hingga April 2006). Dari jumlah tersebut
dipetakkan lagi berdasarkan ada tidaknya BBLR serta skor apgar rendah, sehingga
ditemukan 800 ibu nifas dan bayi. Selanjutnya dilakukan stratifikasi menurut
umur ibu nifas (18-35 tahun), melahirkan bayi tunggal serta memiliki jumlah
anggota keluarga = 7 orang maka diperoleh sejumlah 400 ibu nifas. Dari 400 ibu
nifas dilakukan penarikan kesimpulan contoh dengan menggunakan beberapa
kriteria terakhir maka contoh ibu nifas dan bayi untuk keperluan penelitian ini
adalah 200 orang. Adapun sebaran responden dalam hal ini ibu nifas yang
tersaring untuk kepentingan penelitian ini masing- masing pada lokasi
pengambilan data seperti pada Tabel 9.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden
yaitu ibu hamil yang telah melahirkan berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan
sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi (1) keadaan sosial ekonomi
keluarga responden antara lain umur ibu, umur suami, pendidikan ibu dan suami,
pekerjaan ibu maupun suami, pendapatan, dan besar keluarga, (2) pengetahuan
gizi dan kesehatan, (3) kebiasan makan ibu selama hamil antara lain frekuensi
makan dan makanan pantangan/tabu, morbiditas (kejadian penyakit ISPA dan
lain- lain), pelayanan kesehatan (suplementasi Fe dan imunisasi TT), catatan
pertambahan berat badan selama trimester kehamilan, serta masalah persalinan
antara lain pernah tidak mengalami pendarahan, eklampsia, dan aspiksia serta
pecahnya ketuban lebih dini (Tabel 8).
36
Sebagian besar data dalam penelitian adalah data sekunder yang mana
mengacu pada rekam medik (medical record) ibu selama melakukan pemeriksaan
kehamilan hingga persalinan mulai bulan Mei 2005 sampai April 2006 baik di
Rumah Sakit maupun Puskesmas pada lokasi penelitian.
Analisis pertambahan berat badan ibu pada tiap trimester kehamilan menurut
kategori tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh (IMT) disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi. Masalah gangguan tumbuh kembang bayi lahir
berdasarkan ukuran antropometri (BB atau PB) serta skor Apgar diuraikan secara
deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, rata-
rata. Selanjutnya pengolahan data untuk indeks massa tubuh, pertambahan berat
badan ibu hamil, serta pengukuran status gizi bayi lahir dapat dilihat pada Tabel 9.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pertambahan
berat badan ibu selama kehamilan maupun tumbuh kembang bayi lahir dapat
dilakukan menggunakan analisis korelasi Pearson dan Spearman antara variabel
dependen dengan variabel independen. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dilakukan analisis
regresi linier berganda (Agresti 1997). Adapun persamaan statistik secara umum
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y1 = a+ ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + …+ ß13 X13 + e
Dimana :
Y1 = Pertambahan BB ibu selama kehamilan (kg)
a = Konstanta (intercep)
ß1...13 = Koefisien Regresi
X1 = Status sosial ekonomi keluarga
X2 = Kebiasaan makan ibu hamil
X3 = Pengetahuan gizi dan kesehatan
X4 = Pemberian suple men tablet besi
X5 = Imunisasi TT
X6 = Paritas
X7 = Jarak dua kehamilan terakhir
X8 = Umur kehamilan
X9 = Frekuensi penyakit
X10 = Status gizi ibu sebelum hamil (IMT)
X11 = Status anemia; 0 = jika ibu mengalami anemia, 1 = jika tidak
X12 = Abortus ; 0 = jika ibu mengalami abortus, 1 = jika tidak
X13 = Lahir mati; 0 = jika ibu mengalami lahir mati, 1 = jika tidak
38
Y1 = a+ ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + ß6 X6 + ß7 X7 + e
Dimana :
Y2 = a + ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 + ß4 X4 + ß5 X5 + ß6 X6 + ß7 X7 + e
Dimana :
Batasan Operasional
1. Indeks massa tubuh (IMT) : ukuran antropometri unt uk mengukur status gizi
ibu sebelum hamil berdasarkan data berat badan (kg) dan tinggi badan (cm)
(BB/TB2 ) dengan kategori menurut Depkes (1996) sebagai berikut : kurus
sekali (IMT < 17,0); kurus ( IMT 17-18,4); normal ( IMT : 18,5-24,9);
gemuk (IMT 25,0-27,0) serta obesitas (IMT > 27).
2. Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan : selisih berat badan ibu
hamil menjelang persalinan dengan berat badan awal sebelum hamil yang
dihitung dalam kilogram.
3. Pertumbuhan bayi lahir : kondisi gizi bayi yang diukur berasarkan berat
badan (BB) dan panjang badan (PB). BB bayi ditimbang dengan
menggunakan Baby Spring Scale (gr), sedangkan pengukuran PB bayi
dilakukan dengan menggunakan headboard (cm) . Berat badan normal bayi
lahir > 2500 gram dengan panjang > 48 cm.
4. Perkembangan bayi lahir : kemampuan adaptasi bayi baru lahir yang diukur
dengan skor Apgar yang dilakukan oleh dokter sebagai indikator bayi dalam
keadaan sehat, moderate atau berat. Untuk bayi sehat : 7-10; moderate : 4-6;
berat : 0-3.
5. Status gizi sebelum hamil : keadaan tubuh ibu sebelum hamil yang diukur
secara antropometri dengan metode Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan berat badan (BB) dengan kuadrat tinggi badan (TB):
(BB /TB2 ).
6. Status gizi ibu hamil : kondisi ibu hamil uang diukur berdasrkan kadar Hb
darah, tekanan darah, dan LILA. Kadar Hb darah normal = 11gr/dL; anemia
tingkat ringan (Hb > 10 gr/dL; sedang Hb = 8-10gr/dL; dan berat : Hb < 8
gr/dL) (Depkes, 1996). Sedangkan tekanan darah normal berkisar antara
140/90 mmHg. Ibu Hamil dikatakan normal bila memiliki ukuran LILA = 23,5
cm, tetapi jika < 23,5 cm maka ibu hamil tersebut beresiko KEK (kurang
energi kronis).
7. Status kesehatan ibu hamil : Kondisi kesehatan ibu yang diukur berdasarkan
frekuensi kejadian penyakit, misalnya ISPA dan penyakit lainnya selama
kehamilan.
41
anggota keluarga = 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar > 7
orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Letak Geografis
Kondisi Fisik
1. Topografi
Wilayah Kota Ambon sebagian besar terdiri dari daerah berbukit yang
berlereng terjal seluas ± 186.90 km2 atau 73% dan daerah dataran dengan
kemiringan sekitar 10% seluas ± 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah
daratan. Wilayah daratan tersebar pada tiga kecamatan .
Kota Ambon memiliki 10 buah gunung, diantaranya yang tertinggi adalah
gunung Nona yaitu 600 m dari permukaan laut; dialiri oleh sebanyak 15 buah
sungai, diantaranya yang terpanjang adalah sungai Sikula (Way-Sikula) yaitu
15.50 km.
2. Iklim
Iklim Kota Ambon adalah laut tropis dan iklim musim, karena letak Pulau
Ambon dikelilingi oleh laut. Oleh karena itu iklim sangat dipengaruhi oleh lautan
dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim barat atau utara
dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim
pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat
umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan pada
bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur
berlangsung dari bulan Mei sampai denga n bulan Oktober disusul oleh musim
pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.
Penduduk
yang merupakan daerah pusat kota, dengan masing- masing sebesar 943 jiwa per
km2 dan 924 per km2 . Wilayah terluas dimiliki Kecamatan Teluk Ambon Baguala,
namun jumlah penduduknya paling rendah, sehingga kepadatannya hanya 477
jiwa untuk setiap km2 wilayahnya. Secara keseluruhan, tercatat kepadatan
penduduk di Kota Ambon sebesar 732 jiwa per km2 (Tabel 12).
Kota Ambon
2005 359.45 262967 52967 731.58 4.96
2004 359.45 257774 52103 717.13 4.95
2003 359.45 244890 49395 681.29 4.96
2002 359.45 233319 50917 649.10 4.58
2001 359.45 220988 49806 614.79 4.44
Sumber: Registrasi Penduduk BPS Kota Ambon (2005-2006)
Umur
Umur contoh berkisar antara 18-35 tahun (27 ± 4.5 tahun). Umur Kepala
Keluarga (KK) berkisar antara 20-37 tahun (29 ± 4.4 tahun). Apabila umur
dikelompokkan, persentase terbesar contoh dan KK berumur 20-35 tahun yaitu
masing- masing 96.5% dan 93% (Tabel 13). Secara keseluruhan terlihat bahwa
contoh dan KK masih berada pada usia subur dan produktif yang berarti
kemampuan reproduksi masih tinggi. Menurut Hurlock (1980), tingkat umur
dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosional seseorang, karena
seseorang yang mempunyai umur lebih tua (dewasa) relatif lebih stabil emosinya
dan mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan orang yang lebih muda
usianya.
46
Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Dari 200 contoh yang terlibat dalam penelitian ini terdapat 128 orang (64%)
berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan diantaranya yang masih berstatus
mahasiswa serta lulusan S1 yang belum mendapat pekerjaan. Sebanyak 18%
contoh bekerja sebagai karyawan swasta, lainnya PNS (17%) dan
Pedagang/Wiraswasta (1%). Walaupun lokasi penelitian di daerah perkotaan
namun didalamnya terdapat beberapa wilayah yang berstatus pedesaan sehingga
jenis pekerjaan KK bervariasi mulai dari petani hingga PNS. Terdapat 8% KK
bermata pencaharian sebagai petani, sopir/ojek (19%), pedagang /wiraswasta
(24.5%), karyawan swasta (9%), polisi dan TNI (19.0%), serta PNS (20.5%)
(Tabel 13). Jenis pekerjaan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan yang dapat
47
dicapai untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pangan dan non pangan) baik
kuantitas maupun kualitas.
Pendapatan Keluarga
Besar Keluarga
Konsumsi pangan dan gizi yang cukup serta beragam akan menghasilkan
status gizi yang baik pula, keadaan ini dapat dicapai apabila terjadi keseimbangan
antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya yang
dibutuhkan tubuh (Suhardjo 1990). Atas dasar demikian maka untuk mengetahui
konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang dapat dilakukan dengan cara
menilai konsumsi pangan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penilaian
secara kualitatif berkaitan dengan frekuensi makan, dimana frekuensi makan
menurut jenis yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan
serta cara memperoleh pangan. Kebiasaan makan merupakan cara seseorang
dalam memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan atas pengaruh
fisiologi, psikologis, budaya dan sosial. Kebiasaan makan dalam kelompok
memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dalam
kebiasaan makan keluarga, ditemui keluarga-keluarga yang memprioritaskan
makanan bagi seseorang dengan alasan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian
sebagian besar (76%) contoh lebih memprioritaskan makanan untuk ibu hamil
karena penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandung serta
kesehatan ibu. Sedangkan 15.5% contoh memprioritaskan makanan untuk kepala
keluarga dan 8.5% contoh memilih untuk lebih memprioritaskan makanan untuk
anak.
Pada kehamilan trimester pertama lebih dari separuh contoh (57%)
mengalami penurunan selera makan dan sebesar 43% tidak mengalami penurunan
selera makan. Rata-rata contoh mengalami penurunan selera makan selama 3-4
bulan pertama kehamilan. Penuruan selera makan contoh biasanya mual- mual,
muntah, dan pusing (86%). Untuk mengatasi kurang nafsu makan, makanan yang
paling sering dikonsumsi contoh antara lain makanan yang asam, pedas, dan buah-
buahan. Hal itu dilakukan untuk menimbulkan selera makan ibu hamil yang
mengalami gejala-gejala tersebut diatas. Memasuki trimester kedua, selera makan
sebagian besar contoh kembali normal bahkan meningkat. Pada umumnya
kebiasaan makan contoh selama 6 bulan kehamilan terakhir (trimester II dan III)
adalah lebih banyak dibandingkan sebelum hamil (72%), namun ada juga yang
tidak mengalami perubahan kuantitas makanan, dimana sebelum dan selama
54
hamil selera makan tidak jauh berbeda (20%). Hanya sebagian kecil contoh (8%)
yang memiliki kebiasaan makan selama hamil adalah lebih sedik it dibanding
sebelum hamil
Menurut Khumaidi (1997) dalam kondisi hamil seorang ibu dianjurkan
untuk makan satu sampai dua piring lebih banyak daripada keadaan sebelum
hamil atau tidak hamil. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan frekuensi
makan (menambah jumlah makan setiap kali makan selama hamil). Mengingat
bahwa konsumsi makanan selama hamil bukan hanya untuk ibu sendiri tetapi
untuk dua orang yakni ibu dan pertumbuhan serta perkembangan janin dalam
kandungan.
Adapun jenis makanan utama yang paling sering dikonsumsi contoh selama
hamil adalah makanan pokok (nasi, sagu), lauk pauk (ikan segar), serta sayuran
antara lain bayam, kangkung, daun singkong, sawi dan sayuran hijau lainnya serta
buah (pisang, jeruk, pepaya, semangka). Selain makanan utama, contoh juga
mengkonsumsi makanan selingan atau jajanan (60.5%). Makanan selingan atau
jajanan yang paling sering antara lain roti, biskuit, rujak, cokelat, bakso. Sebagian
besar contoh memilih untuk mengkonsumsi makanan selingan karena ingin
mengatasi gejala- gejala kehamilan, misalnya morning sickness dan memenuhi
rasa ngidam atau yang disebut sebagai bawaan bayi.
Dalam penelitian ini hampir sebagian besar contoh (58%) memiliki
kesadaran pentingnya mengkonsumsi susu bi u hamil selama hamil dan sebesar
19.5% tidak mengkonsumsi susu ibu hamil karena faktor ekonomi keluarga, tidak
mampu menjangkau harga susu ibu hamil dan tingkat kesukaan karena
menyebabkan mual- mual dan muntah. Ada juga contoh yang memilih untuk
mengkonsumsi susu ibu hamil tapi hanya kadang-kadang mengkonsumsi (22.5%),
Hal ini disebabkan selain karena faktor ekonomi juga karena contoh memiliki rasa
takut gemuk sehingga akan menyebabkan kesulitan dalam persalinan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah faktor
ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) yakni pengaruh kelompok sosial.
Dalam penelitian ini anjuran untuk mengkonsumsi makanan tertentu misalnya
buah-buahan, sayur, dan susu paling banyak berasal dari pihak keluarga (67%)
dan teman (14.5%). Hampir sebagian besar contoh mengikuti anjuran yang
55
berasal dari keluarga maupun teman (57%) dan lainnya kadang-kadang (24.5%)
dan tidak mengikuti (18.5%).
Salah satu cara yang mudah untuk mengetahui keadaan gizi adalah dengan
menilai ukuran tubuh. Berat dan tinggi badan merupakan ukuran antropometri,
dimana informasi data berat badan dapat memberi gambaran tentang massa tubuh
(otot dan lemak) sedangkan tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Dari antara kedua ukuran antropometri tersebut, berat badan dikatakan
lebih labil dibandingkan dengan tinggi badan, karena berat badan (massa tubuh)
sangat sensitif terhadap perubahan keadaan mendadak, misalnya terserang
penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan relatif kurang
sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi gizi
terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama
(Riyadi 2003). Berdasarkan hasil penelitian BB dan TB contoh masing- masing
berkisar antara 36-73 kg (49 ± 7.4 kg) dan 144-171 cm (156.9 ± 6.3 cm).
Index berat/tinggi banyak digunakan dalam surve i maupun keperluan klinik
adalah index quetelet yang kemudian oleh Keys dkk (1972) disebut sebagai Body
Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT). Nilai IMT dapat memberikan
indikasi kelebihan timbunan lemak tubuh yang dapat dikaitkan dengan resiko
penyakit. IMT akan sangat bermanfaat apabila dikaitkan dengan mortalitas,
morbiditas dan kemampuan berproduksi. Berdasarkan kategori Depkes (1994)
tentang IMT, menunjukkan bahwa sebanyak 38.5% contoh berstatus gizi normal
dan 31% contoh tergolong kurus sekali. Sedangkan yang lainnya termasuk
kategori kurus, gemuk, dan obes (Tabel 19).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur
Kategori IMT 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35
(IOM 1990) n % n % n % n % n % n %
Kurus 109 54.5 1 0.5 37 18.5 73 36.5 2 1 108 54
Normal 45 22.5 23 11.5 57 28.5 11 5.5 3 1.5 65 32.5
Gemuk 0 0 19 9.5 16 8 3 1.5 2 1 17 8.5
Obes 0 0 3 1.5 3 1.5 0 0 0 0 3 1.5
Total 154 77 46 23 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5
59
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur
Kategori IMT 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35
(Depkes 1994) n % n % n % n % n % n %
Kurus sekali 62 31.5 0 0 22 11 40 20 0 0 62 31
Kurus 32 16 0 0 10 5 22 11 2 1 30 15
Normal 60 30 17 8.5 55 27.5 22 11 3 1.5 74 37
Gemuk 0 0 20 10 18 9 1 0.5 2 1 18 9
Obes 0 0 9 4.5 8 4 2 1 0 0 9 4.5
Total 154 77.5 46 23 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5
Status gizi ibu (IMT) sebelum hamil menurut kategori IOM (1990)
menunjukkan bahwa sejumlah besar contoh (57%) tergolong dalam IMT kurus
dan 32.5% termasuk normal (Tabel 18). Selanjutnya bila dibandingkan dengan
kategori IMT menurut Depkes (2002) menunjukkkan bahwa 46% contoh
tergolong dalam IMT kurus dan 37.5% contoh berada dalam batas IMT normal
(Tabel 20). Dengan demikian dapat dilihat bahwa kategori IMT menurut IOM
(1990), Depkes (1994), dan Depkes (2002) tidak memiliki perbedaan yang berarti.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur
Kategori IMT 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35
(Depkes 2002) n % n % n % n % n % n %
Kurus 94 47 94 47 32 16 63 31 2 1 92 46
Normal 60 30 78 39 56 28 22 11 3 1.5 75 37.5
Gemuk 0 0 18 9 17 8.5 1 0.5 2 1 16 8.0
Obes I 0 0 10 5 8 4 2 1 0 0 10 5.0
Obes II 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 154 77 113 56.5 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5
Depkes (2002) adalah berkisar antara 10-12.5 kg. Berdasarkan anjuran tersebut
maka dapat dibuat kategori pertambahan berat badan ibu selama kehamilan
menurut berat dan tinggi badan sebelum hamil. Pertambahan berat badan selama
kehamilan baik menurut BB maupun TB sebelum hamil menunjukkan bahwa
sebagian besar contoh lebih menyebar normal pada BB dan TB sebelum hamil
yakni 39-55 kg serta 144-156 dengan pertambahan berat badan berkisar antara
10-12.5 kg serta lebih dari 12.5 kg. Rata-rata pertambahan berat badan contoh
menurut IMT adalah sebagai berikut: kurus sekali (14.3 ± 5.1); kurus (13.5 ± 3.6);
normal (12.9 ± 2.2); gemuk (11.6 ± 1.4); serta obes (11.7 ± 3.4).
50
40
30
Jumlah
20
10
0
< 10 10 - 12,5 kg > 12,5
Range Pertambahan BB Selama Hamil
Berdasarkan status gizi sebelum hamil dalam hal ini indeks massa tubuh
menurut kategori Depkes (1994) maka dalam penelitian lebih banyak ditemukan
ibu hamil dengan IMT normal (62.9%), dimana pertambahan berat badan ibu
61
selama kehamilan adalah berkisar antara 5-17 kg (12.9 ± 2.2). Hasil penelitian ini
sejalan dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa pertambahan berat total
badan ibu selama kehamilan berada pada rentang 8-14 kg. Lebarnya rentang
pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat bervariasinya kondisi ibu
misalnya TB, kondisi sosial ekonomi, tingkat konsumsi pangan. Hasil penelitian
yang berkaitan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dari
beberapa lokasi yang berbeda menunjukkan angka pertambahan berat badan yang
berbeda pula yaitu 11.3 kg di kota Manado (Kawengiang 2004); di pedesaan
Kabupaten Bogor 7.8 kg (Hardinsyah 2000) serta di pedesaan Purworedjo 8.3 kg
(Winkvist dkk 2002).
12.62 ± 1.85 kg, sedangkan yang dianjurkan oleh IOM adalah 11.5-16 kg
(Tabel 24).
5.00
4.00 4.27
3.00
2.00 1.87
1.00
0.00
Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
Meskipun laju pertambahan berat badan pada trimester II dan III pada
dasarnya sama, penimbunan proporsi ibu dan pertambahan jaringan janin tidak
berlangsung serentak. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang
trimester II. Sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta pertambahan jumlah
cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.
64
Status gizi ibu, baik sebelum hamil maupun ketika sedang hamil, merupakan
faktor utama, disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan
keadaan kesehatan, sangat mempengaruhi terhadap hasil konsepsi. Bila status gizi
ibu baik dan status kesehatannya selama kehamilan tidak jelek (tidak menderita
misalnya hipertensi), serta tidak mempunyai kebiasaan buruk (perokok atau
pecandu alkohol) maka status gizi bayi yang dilahirkan juga baik dan sebaliknya.
hamil sudah mempunyai resiko anemia gizi besi sehingga pada saat hamil pun
mengalami kondisi demikian.
Beberapa penelitian epidemiologis menunjukkan terdapat hubungan antara
anemia ibu hamil trimester terakhir dengan bayi prematur, berat bayi lahir rendah
(BBLR), dan kematian bayi. Penelitian lain menunjukkan bahwa anemia
merupakan penyebab utama dari tingginya angka kematian ibu melahirkan di
negara berkembang. Berdasarkan Depkes (2003) bahwa masalah gizi pada ibu
hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah anemia dengan prevalensi
40% pada tahun 2001. Hasil penelitian terhadap ibu hamil di Kota Bogor
menunjukkan bahwa faktor utama anemia bumil adalah KEK, umur kehamilan
trimester III serta paritas, dimana ibu hamil yang beresiko KEK berpeluang
menderita anemia 2.76 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak beresiko,
umur kehamilan trimester III 1.92 kali lebih besar dibandingkan trimester I dan II
(Darlina dan Hardinsyah 2003).
Selain ukuran LILA dan jumlah Hb darah, dalam penelitian ini juga
menggunakan indikator tekanan darah sebagai penilaian status gizi ibu hamil.
Sebagian besar contoh (57.5%) memiliki tekanan darah normal (< 140/90 mmHg),
tekanan darah rendah (32.5%) dan sisanya (20%) contoh memiliki tekanan darah
tinggi. Hubungan antara kehamilan dengan tekanan darah terutama yang disebut
sebagai hipertensi adalah tergambar melalui kejadian preeklampsia dan eklampsia.
Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh
kehamilan, yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuri masif setelah
minggu ke 20 dan jika disertai kejang disebut eklampsia (Sudinaya 2000). Dengan
semakin buruknya keadaan ini, wanita hamil bisa mengalami nyeri kepala, pening,
gangguan penglihatan, dan nyeri di bagian atas perut (Trish Booth 2004).
Kejadian ini paling sering terjadi pada ibu hamil yang berusia 20-35 tahun yang
berasal dari golongan ekonomi lemah dan menderita kekurangan gizi. Hal tersebut
juga ditemukan pada responden dalam penelitian ini, dimana responden yang
memiliki tekanan darah tinggi paling banyak berus ia 20-35 tahun dan mempunyai
tingkat ekonomi keluarga lemah. Namun demikian kondisi tersebut tidak
teridentifikasi sebagai defisiensi zat gizi, hanya penurunan selera makan sebagai
akibat bawaan bayi.
67
Berdasarkan kenyataan yang paling sering terjadi bahwa jarak kehamilan ibu
hamil di Kota Ambon adalah = 3 tahun, alasan utama yang mendasari adalah
68
kehidupan perekonomian yang relatif mahal baik pangan maupun non pangan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini, hampir sebagian besar contoh mengatur jarak
kehamilan (rata-rata > 2 tahun). Hal ini nampak jelas dalam laju pertumbuhan
penduduk pada tahun 2005 di Kota Ambon hanya mencapai 2.01% dimana
peningkatan ini merupakan yang terendah dalam waktu lima tahun terakhir
(BPS Kota Ambon 2005-2006).
Belakangan ini setelah pemulihan kondisi Kota Ambon dari konflik
kemanusiaan baru banyak ditemukan kehamilan dengan jarak = 2 tahun dan
biasanya pada umur = 25 tahun terutama di kalangan remaja (SLTA) dan
mahasiswa. Hal ini terkait dengan masalah seksualitas yang sedang meningkat
dan mewarnai kehidupan remaja putri Kota Ambon. Menurut King (2003) bahwa
pada keha milan remaja, BBLR dan keguguran lebih sering dialami sampai dua
kalinya dibandingkan dengan wanita hamil cukup dewasa sedangkan kematian
neonatal hampir mencapai tiga kalinya. Wanita dengan jarak antar kehamilan
pendek ataupun kehamilan usia muda berada pada usia muda berada pada resiko
tinggi mengalami keguguran, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), dan
prematur.
Paritas
Mata dan Wyatt (1985) dalam Satoto (1990) menganalisis bahwa paritas
pada umumnya menggambarkan jarak dua kehamilan, yang manifestasinya nyata
pada persediaan energi dan zat gizi ibu dan kemampuan ibu untuk memelihara
dan memberikan ASI sesudah kelahiran anak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar contoh telah mengalami satu kali kehamilan, dan diikuti
contoh yang belum pernah hamil (sedang hamil anak pertama) dan selanjutnya
dapat dilihat pada Tabel 29.
Berdasarkan informasi paritas dapat diketahui frekuensi kehamilan. Dalam
penelitian ini frekuensi kehamilan contoh berkisar antara 1-5 kali kehamilan (2 ±
1 kali). Dari 200 contoh yang pada persalinan terakhir dengan bayi lahir hidup,
sebelumnya mengalami keguguran = 1kali ( 21%), lahir dengan bayi prematur
(10.5%) dan bayi lahir meninggal (26%). Frekuensi keguguran yang dialami
69
berkisar antara 1 sampai 2 kali, lahir prematur dan lahir meninggal dengan
frekuensi rata-rata 1 (Tabel 30).
Kejadian abortus (keguguran) dan lahir mati yang terjadi pada contoh
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit infeksi (demam/tifus, diabetes),
kandungan yang lemah, kurang adanya kesadaran dalam memelihara kehamilan
seperti pemeriksaan kehamilan dan kesehatan (penimbangan BB, pengukuran TD
dan tinggi puncak rahim, pemberian tablet Fe dan yodium, serta imunisasi TT),
kebiasaan selama hamil (mengkonsumsi obat, gejala kehamilan: mual dan muntah
yang berlebihan sehingga mengurangi nafsu makan) serta aktivitas fisik yang
berlebihan. Selain faktor- faktor tersebut, status sosial ekonomi keluarga juga
mempengaruhi. Sebagian besar yang mengalami abortus dan lahir mati berasal
keluarga dengan tingkat pendapatan (= Rp 500 000.00) dan pendidikan yang
relatif rendah (SMA) serta umur saat hamil masih relatif muda.
70
Faktor resiko diet dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu resiko
selama hamil dan resiko selama perawatan. Riwayat obstetri merupakan salah satu
resiko yang melatarbelakangi masalah gizi dan kesehatan ibu selama hamil
sedangkan pertambahan berat badan merupakan faktor resiko selama perawatan
yang ditandai sebagai respon terhadap intake zat gizi baik jumlah maupun mutu.
Korelasi antara kedua faktor resiko diatas merupakan gambaran dari masalah
71
persalinan misalnya pendarahan dan eklampsia, ketuban pecah lebih dini, kelainan
posisi janin, serta odema.
Dalam penelitian ini masalah persalinan yang dialami oleh sebagian kecil
contoh adalah pendarahan dan eklampsia (18%) serta ketuban pecah lebih dini
(22.5%). Contoh yang mengalami pendarahan dan eklampsia rata-rata memiliki
Hb < 11 g/dL dan memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini terkait dengan beberapa
hasil penelitian yang menyatakan bahwa anemia pada ibu hamil dapat
menyebabkan pendarahan sebelum dan pada saat melahirkan, keguguran,
kelahiran bayi prematur, dan BBLR (Depkes 1995). Ibu hamil dengan faktor
mediko obstetri yang baik berpeluang besar akan melahirkan bayi dengan selamat
dan berat bayi lahir cukup (> 2500 g), sebaliknya ibu dengan faktor mediko
obstetri buruk berpeluang besar akan mengakibatkan kematian bayi pada saat
lahir.
dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan antara lain pendidikan ibu
(r= 0.310 p < 0.01) serta pengetahuan gizi dan kesehatan (r= 0.150 p < 0.05). Hal
ini nampak jelas dari tingkat pendidikan contoh yakni dari sejumlah besar (105)
ibu yang memiliki bayi dengan berat lahir normal adalah SMA (45.7%) dan S1
(39%). Sementara rata-rata pengetahuan gizi dan kesehatan dari contoh dengan
berat bayi normal adalah sedang (51.4%) dan tinggi (41%). Dengan demikian
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan ibu
tentang gizi dan kesehatan ibu hamil sehingga sangat berimplikasi terhadap
pertambahan berat badan ibu sesuai standar normal dan outcome dalam hal ini
berat badan bayi lahir juga normal. Lebih lanjut terdapat korelasi antara pekerjaan
ayah (r= 0.207 p < 0.01) dan tingkat pendapatan keluarga (r= 0.325 p< 0.01)
dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Jenis pekerjaan dengan
tingkat pendapatan keluarga yang memadai dapat menjamin ketersediaan pangan
dan gizi dalam keluarga terutama untuk ibu hamil yang terekspresikan melalui
pertambahan berat badan. Tingkat pendidikan formal dan pengetahuan gizi yang
tinggi serta didukung oleh faktor pendapatan keluarga yang memadai sangat
berpengaruh terhadap perilaku dalam mengelola rumah tangga termasuk konsumsi
pangan dan gizi untuk keluarga.
Kebiasaan makan ibu hamil mempunyai korelasi yang cukup kuat dengan
pertambahan berat badan ibu selama hamil terutama yang melahirkan bayi dengan
berat badan normal. Sebagian besar contoh (98.1%) memiliki kebiasaan makan
selama hamil lebih banyak dibandingkan sebelum hamil dengan frekuensi makan
dalam sehari 3-4 kali. Hal ini terkait denga n tingkat pendidikan, jenis pekerjaan
dengan tingkat pendapatan contoh dalam penelitian ini cukup memadai. Status
ekonomi yang memadai serta didukung tingkat pengetahuan gizi yang baik akan
menjamin tercapainya keadaan gizi yang baik (Hardinsyah 1986). Pengetahuan
ibu terhadap gizi dan permasalahannya sangat berpengaruh pada keadaan gizi
keluarga (Suhardjo, 1989). Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi yang baik
akan mampu memilih jenis makanan yang tepat untuk dirinya dan janinnya baik
dari segi kuantitas maupun kualitas makanan yang dikonsumsi.
73
kesehatan ibu sendiri. Hal ini terlihat jelas bahwa contoh dengan IMT tergolong
kurus mengalami kenaikan berat badan yang berkisar antara 8-20 kg
(13,5 ± 3,6 kg) (Tabel 24). Sesuai dengan anjuran pertambahan berat badan
selama hamil yang direkomendasikan oleh IOM (1990) bahwa ibu dengan IMT
tergolong kurus dianjurkan untuk menambah berat badan sebesar 14-20 kg.
Dengan demikian IMT dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan
pertambahan berat badan selama hamil. Kenaikan berat badan ibu hamil dapat
dipakai sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil, karena terdapat
kesamaan dalam jumlah kenaikan berat badan di waktu hamil pada semua ibu
hamil (As’ad 2002).
Menurut Winkvist (2002) dalam penelitiannya tentang pola pertambahan BB
sebelum hamil dan selama kehamilan di Jawa Tengah menyatakan bahwa
Pertambahan berat badan selama hamil yang tidak adekuat merupakan dampak
dari IMT yang rendah, pendidikan yang rendah, serta status ekonomi yang rendah.
Status anemia juga berhubungan dengan pertambahan BB selama kehamilan
(r = 0.301; p < 0.01). Dalam penelitian ini terdapat sekitar 38.2% contoh yang
tergolong anemia. Namun demikian anemia tersebut hanya terjadi selama
kehamilan berlangsung, bukan karena dari kondisi sebelum hamil. Menurut
Arisman (2002) kehamilan dengan anemia sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan cadangan besi maupun nutrien lain dalam tubuh yang cukup
signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dan
pertumbuhan janin, pertumbuhan plasenta serta peningkatan volume darah ibu
selama hamil. Hal ini diperkuat dengan adanya hubungan yang signifikan antara
jarak dua kehamilan terakhir dengan pertambahan berat badan ibu selama
kehamilan, dimana ibu yang memiliki jarak dua kehamilan terakhir > 2 tahun
mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kondisi tubuh dalam hal ini
memperbaiki persediaan zat gizi dalam tubuh terutama zat besi. Sebagian besar
(n= 72; 68.6%) contoh yang melahirkan bayi dengan berat badan normal memiliki
jarak dua kehamilan terakhir > 2 tahun.
frekuensi penyakit berkorelasi kuat dengan pertambahan berat badan selama
hamil, misalnya pilek (r = -0.328; p < 0.01), batuk (r = -0.408; p< 0.01), demam
(r = -0.265; p < 0.01), tifus(r = -0.279; p < 0.01), dan DM (r =0.128; p <0.05).
75
Dalam penelitian ini, ibu nifas yang menderita penyakit tertentu (pilek, batuk,
demam, dan tifus) selama hamil cenderung mengalami penurunan selera makan,
sedangkan ibu yang menderita DM (0.5%) lebih mengontrol pertambahan berat
badan selama hamil dengn membatasi pangan sumber karbohidrat. Hubungan
antara morbiditas dengan pertambahan berat badan merupakan manifestasi dari
terjadinya perubahan metabolisme tubuh. Pertambahan berat badan harus tetap
terkontrol melalui peningkatan porsi makanan bergizi guna menunjang
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan (Arisman 2002). Demam
dan tifus berhubungan dengan persediaan cadangan gizi dan imunitas tubuh yang
rendah, dimana nampak jelas melalui penurunan selera makan. Selama kehamilan
berlangsung, seorang ibu yang mengalami DM tidak diizinkan untuk menambah
BB lebih dari 10 kg (As’ad 2002). Faktor lain yang juga berhubungan namun
tidak signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama hamil adalah umur
ibu, besar keluarga, paritas, abortus serta suplementasi Fe.
Dari hasil analisis menunjukkan adanya faktor-faktor yang berhubungan
signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Selanjut nya
dilakukan uji regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pertambahan berat badan selama kehamilan, ditemukan bahwa
anemia sangat mempengaruhi pertambahan berat badan, dimana ibu yang
mempunyai resiko anemia selama hamil harus dianjurkan untuk menambah berat
badan lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia. Status gizi ibu
sebelum hamil (IMT) juga mempengaruhi pertambahan berat badan selama
kehamilan, dimana ibu yang memiliki IMT sebelum hamil kategori rendah harus
menambah berat badan lebih besar (14-20 kg), sebaliknya ibu yang tergolong obes
harus menambah berat badan tidak lebih dari 7.5-12.5 kg (IOM 1990). Jarak dua
kehamilan terakhir juga mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil,
dimana ibu dengan jarak kehamilan terlalu dekat harus mengalami pertambahan
berat badan lebih besar melalui peningkatan konsumsi pangan dan gizi sesuai
dengan angka kecukupan yang dianjurkan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan ibu, dalam hal ini ibu tidak
mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kondisi tubuh terutama persediaan
zat gizi dala m tubuh. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertambahan berat
76
badan ibu hamil adalah pengetahuan gizi, jarak dua kehamilan terakhir, frekuensi
penyakit (demam, tifus, dan diabtes), IMT, LILA, dan status anemia. Hal ini dapat
dilihat melalui persamaan regresi yang dihasilkan: Y= 3,884 + 0.231x1 +
(-0.325x2 ) + (-0.500x3 ) + (-1.026x4 ) + (-1.579x5 ) + (-0.347x6 ) + 0.340x7 + 0.672x8
+ 0.459 (R2 = 0.489 dan a= 0.05). Faktor-faktor tersebut mempunyai kontribusi
terhadap pertambahan berat badan selama hamil sebesar 48,9%.
mendapat skor 10 pada penilaian Apgar satu menit, biasanya skor Apgar lima
menit lebih baik daripada satu menit. Selanjutnya bila bayi lahir dengan skor
Apgar rendah (6 atau kurang) merupakan dampak dari kondisi ibu sebelum hamil,
perawatan antenatal selama hamil jelek, serta faktor lingkungan postnatal. Bayi
baru lahir harus berhasil melewati masa transisi dari suatu sistem yang sebagian
besar bergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung pada
kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Salah satu
contoh hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatrum terjadi karena
gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 (Price &Wilson
1995).
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa
hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia yang
bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang homoreseptor pusat
pernafasan untuk terjadinya usaha pernafasan yang pertama yang kemudian akan
berlanjut menjadi pernafasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat
ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung ditemukan pula penurunan
tekanan darah dan bayi nampak lemas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
bayi perempuan (17.5%) mempunyai skor apgar yang lebih rendah. Namun
79
demikian menurut Price & Wilson (1995) dan Towel (1996) bahwa penilaian skor
Apgar tidak dipengaruhi jenis kelamin bayi. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana
kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian.
dan aspiksia (r = 0.493, p < 0.01) serta pecahnya ketuban lebih dini
(r = 0.493, p < 0.01).
badan pada trimester II dan III mempunyai hubungan yang kuat dan sangat
berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir. Proporsi pertambahan berat badan
pada trimester II adalah 60% bagian dari komponen dalam tubuh ibu dan pada
trimester III sekitar 60% adalah bagian dari janin (pertumbuhan janin, plasenta,
dan penambahan jumlah cairan amnion) (WHO 1980;1985 dalam Rosso 1990).
Kenaikan berat badan ibu pada trimester I sangat penting artinya karena
pada waktu inilah janin dan plasenta dibentuk. Kegagalan kenaikan berat badan
trimester I dan II akan meningkatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai
makanan ke janin. Kekurangan gizi pada ibu lebih cenderung mengakibatkan
BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada kelainan anatomik yang
spesifik. Menurut Baker (2004) terdapat hubungan yang kuat antara IMT ibu
dengan berat badan bayi lahir. Hal ini terlihat jelas dalam penelitian ini, dimana
terdapat sebagian besar ibu dengan IMT normal mengalami kenaikan berat badan
selama hamil berkisar antara 5-20 kg (12,8 ± 2,2 kg) cenderung untuk melahirkan
bayi dengan berat badan normal (2700-3500 gr) dan sebaliknya ibu dengan IMT
kurang serta mengalami pertambahan berat badan yang rendah akan melahirkan
bayi BBLR. Dengan demikian terdapat korelasi yang cukup kuat antara status gizi
sebelum hamil (IMT) dengan pertambahan BB selama kehamilan serta
pengaruhnya terhadap berat badan bayi yang dilahirkan (Jenifer dkk 2004)
Faktor-faktor yang berhubungan dan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan bayi lahir dinilai sangat multidimensi, misalnya suplementasi tablet
besi dan imunisasi TT selama masih dalam kandungan. Pelayanan kesehatan
selama kehamilan yakni suplementasi tablet Fe dan imunisasi TT sangat berguna
dalam perawatan antenatal, karena mempunyai korelasi positif dengan
pertumbuhan janin dalam kandungan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh
Neufeld dkk (2004) bahwa defisiensi gizi pada ibu hamil berhubungan dengan
pertumbuhan janin, yang mana berkaitan dengan respon metabolik ibu terhadap
nutrisi terutama yang mengalami penuruan selera makan selama ha mil. Waktu
yang tepat untuk pemberian suplementasi gizi ibu adalah trimester II dan III
dimana pertumbuhan janin berjalan cepat.
Pemberian suplementasi gizi berdampak dalam menurunkan angka BBLR
bila diberikan kepada masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan, yaitu
82
mereka yang makanan sehari- harinya kurang gizi dan berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah (Rush David 1998). Lebih lanjut dikatakan bahwa suplementasi
Fe berhubungan dengan fungsi imunitas, hal ini lebih jelas terlihat pada ibu hamil
yang memiliki kadar Hb darah rendah (< 11 g/dL) atau tergolong anemia sedang
dimana terdapat proporsi T dan lymphosite B cukup rendah sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Dengan demikian pernyataan tersebut
sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa status anemia juga berhubungan
signifikan dan sangat berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Terkait dengan
masalah tersebut dalam peneltian ini terdapat responden yang mengalami anemia
selama kehamilan adalah 38,2%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ibu
yang mengalami masalah dengan faktor-faktor tersebut diatas, misalnya memiliki
IMT sebelum hamil rendah dengan pertambahan berat badan selama hamil tidak
mencukupi standar normal, mengalami anemia baik sebelum maupun selama
hamil serta termasuk dalam kategori KEK (LILA < 23,5 cm) mempunyai resiko
tinggi melahirkan bayi BBLR.
Secara tidak langsung bila dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi dari
contoh yang melahirkan bayi BBLR terlihat dari tingkat pendidikan ibu rata-rata
SMA (69.5%) dan memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan relatif rendah
(96,8%), rata-rata pendapatan keluarga berkisar antara Rp 300 000.00 sampai
Rp 500 000.00 per bulan dan mata pencaharian utama kepala keluarga adalah
sopir/ojek (26.3%) dan wiraswasta (36.8%) serta memiliki jumlah anggota
keluarga > 4 orang (52.6%). Faktor lain yang secara tidak langsung berhubungan
dan berpengaruh terhadap berat bayi lahir adalah jarak dua kehamilan terakhir,
sebagian besar (n = 74; 78.7%) mempunyai jarak kehamilan = 2 tahun, baru
pertama kali hamil (24.2%) serta tiga kali kehamilan (25.3%), memiliki riwayat
kehamilan sebelumnya antara lain abortus (20%) dan lahir mati sekali (33.7%).
perkembangan bayi lahir melalui penilaian skor Apgar. Anemia gizi sering terjadi
akibat kekurangan Fe, asam folat, dan vitamin B12. Anemia zat gizi dapat
mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, BBLR, mortalitas dan
morbiditas ibu dan kematian prenatal secara bermakna lebih tinggi. Volume darah
yang rendah pada ibu hamil dapat mengurangi efisiensi plasenta dalam
mengkonsentrasikan, mensintesis dan mentransport zat-zat makanan, sehingga
menganggu suplai makanan ke janin.
Janin yang kekurangan gizi pada umumnya disebabkan oleh gangguan
suplai makanan dari ibu, misalnya pada kelainan pembuluh darah plasenta, ibu
dengan KEP atau akibat berkurangnya transport zat-zat makanan melalui plasenta.
Diperkirakan 1/3-1/2 BBLR mempunyai lama dikandung lebih dari 37 minggu,
jadi BBLR tersebut disebabkan gangguan pertumbuhan sejak dikandung. Berat
badan lahir memiliki korelasi kuat dengan skor Apgar pada menit ke-5, dimana
bayi yang lahir dengan berat yang cukup/normal mempunyai adaptasi yang kuat,
hal ini terlihat dari kemampuan pernafasan melalui frekuensi jantung yang aktif,
didukung tonus otot dan rangsangan refleks yang normal (Ancri, 1977). Bila
dikaitkan dengan IMT ibu maka ibu yang tergolong kategori obes beresiko tinggi
melahirkan bayi dengan skor Apgar yang rendah, makrosomia, dan neural tube
defect (NTD) (Dereure 2000). Dalam penelitian ini menunjukkan ibu dengan IMT
kurus sekali (n = 62; 31%) yang berpotensi melahirkan anak dengan skor Apgar
rendah, hal ini jelas terlihat dari rata-rata pertambahan berat badan selama hamil
cenderung kurang (10,7 ± 1,6 kg).
Faktor sosial ekonomi walaupun secara statistik tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan serta berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan
perkembangan bayi lahir. Namun demikian pada kenyataannya faktor tersebut
cukup berpotensi untuk menentukan pertumbuhan dan perkembangan bayi lahir
yang tergambar melalui pertambahan berat badan ibu selama hamil serta
perawatan antenatal lainnya. Misalnya faktor usia sangat diperlukan untuk
menentukan besaran kalori serta zat gizi yang akan diberikan. Status sosial
ekonomi, untuk memberikan gambaran kemampuan ibu hamil dalam menjangkau
pangan yang terlihat melalui daya beli dan memilih makanan yang bergizi. Hal ini
tentu didukung juga dengan faktor pendidikan serta pengetahuan gizi dan
86
11,4 ± 2,4 kg cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (2123.77 ±
383.15 gr) dan memiliki skor Apgar rendah.
SARAN
Abrams, Carmichael dan Selvin. 2000. Factor Associated with the Pattern of Maternal
Weigth Gain during Pregnancy. National Institute of Child Health and Human
Development, University of California
ACC/SCN. Nutrition throught the Life Cycle. 2000. Fourth Report on the World
Nutrition Situation. ACC/SCN dan IFPRI. Genewa.
Agresti, Alan & Barbara, Finlay. 1997. Statistical Methods for the Social Sciences (3rd
ed). Prentice Hall, Inc
Alton I. 2005. Reproductive Health Issues. Association of reproductive Health
Professionals, Pennsylvania Ave, Washington DC.
Ancri, Morse, & Clarke. 1977. Comparison of the Nutritional Status of Pregnant
Adolescents with Adult Pregnant Women. III. Maternal Protein and Calorie Intake
and Weight Gain in Relation to Size of Infant at Birth. Am J Clin Nutr, Vol 30, 568-
572.
Anwar F. 2002. Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun dalam Meningkatkan Status
Gizi dan Perkembangan Psikososial. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
As’ad, S. 2002. Gizi – Kesehatan Ibu dan Anak. Proyek penelitian Pendidikan Tinggi.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Makassar
Ariawan, I. 1997. Besar Sampel Pada Penelitian Kese hatan dan Gizi Masyarakat. Jurusan
Biostatistik dan Kependuduk an. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI, Depok.
Arisman. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran,
Universitas Sriwijaya. Palembang. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan
Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Azwar A. 2005. Setiap jam, dua ibu hamil meninggal. Dirjen Binkesmas, Depkes.
http://www.gizinet.com.html [5 April 2005].
Baker, Michaelsen, Rasmussen, dan Sorensen. 2004. Maternal prepregnant body mass
index, duration of breastfeeding, and timing of complementary food introduction
are associated with infant weight gain. Am J Clin Nutr, Vol 80, No.6, 1579-1588.
Bardosono S. 2006. Tubuh Tetap Mungil Selagi Hamil. SEAMEO-TROPMED-RCCN
Fakultas Kedokteran Univer sitas Indonesia. Jakarta.
90
Bayley. 1993. Bayley Scale of Infant Development. The Psychological Corporation, San
Antonio. USA
Biro Pusat Statistik (BPS). 2006. Kota Ambon Dalam Angka 2005-2006.
Calandra C & DA Abel. 1981. Maternal Obesity in Pregnancy. Obstet Gynecol.
Depkes RI. 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa. Departemen
Kesehatan, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Edisi XV. Departemen
Kesehatan, Jakarta.
. 1998. Kematian ibu: Tragedi yang Tidak Perlu Terjadi. Depertemen
Kesehatan, Jakarta.
.2000. Penanggulangan Anak-anak yang Terpuruk Akibat Krisis.
Disampaikan pada Konferensi Nasioanl III Kesejahteraan Anak, 26-28 Oktober.
Departemen Kesehatan, Jakarta.
. 2003. Gizi Dalam Angka (sampai denga n tahun 2002). Departemen
Kesehatan, Jakarta
Dinkes Kota Ambon. 2006. Profil Kesehatan Kota Ambon.
Darlina & Hardinsyah. 2003. Faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil di Kota Bogor.
Media Gizi dan Keluarga Edisi Desember 2003 Vol.27 No.2. Departemen Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Dereure, Bougner, & Bringer. 2000. Suplements. Obesity and Pregnancy: Complications
and Cost. Am J Clin Nutr, Vol. 71, No. 5, 1242S-1248s.
Devadas RP & A Chandy. 1980. Nutritional Status of the Expectant Mothers and the
offspring. Indian. J Nutr Diet, 17(8):275-280.
Euser dkk. 2005. Associtions between Prenatal and Infancy Weight Gain and BMI, Fat
Masss, and Fat Distribution in Young Adulthood : a Prospective Cohort Study in
Males and Females Born Very Preterm. Am J Clin Nutr Vol. 81, No.2, 480-487.
FAO/WHO. 1985. Energi and Protein Requirements. Technical Report Series 724. WHO,
Genewa.
Fawzi W. F & Forman. 1997. Maternal Anthropometri and Infant Feeding Practice in
Israel in Relation to Growth in Infancy; The North African Infant Feeding Study.
Am.J.Clin.Nutr.
91
Kaweingiang S. 2004. Pola Pertambahan Berat Badan Ibu Selama Kehamilan dan
Kaitannya dengan Berat Badan Bayi Lahir Di Kota Manado Provinsi Sulawesi
Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Keys AK, Fidanza F, Karvonen MJ, Kimura N, Taylor HL. 1972. Indicates of Relative
Weight and Obesity. J Chronic Dis; 25: 329-343.
Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.
Khumaidi. 1997. Gizi Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia. IPB. Bogor.
King JC. 2003. Physiology of pregnancy and nutrient metabolism1,2,3 Am J Clin Nutr
1994;59(suppl): Vol. 71, No. 5, 1218S-1225s,.[Abstract]
Ladipo, O.A. 2000. Nutrition in Pregnancy : Mineral and Vitamines Suplements. Am J
Clin Nutr 2000;71:280s-290s.
Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Dengan Pemakaian secara Klinis.
Terjemahan. Universitas Indonesia. UI-press.
Lisdiana. 1997. Waspada Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi. Trubus Agriwidya.
Unggaran.
Mandleco, B. L. 2004. Growth and Development of The Newborn. Delmar Learning,
Division of Thomson Learning, Inc.
Marjono, A.B. 1999. Perinatologi. Catatan Kuliah Obstetri Ginekologi Plus Buat Ko-as
FK-UI. Universitas Indonesia. Http:www.obgin-cakul-plus.com/10/0./06).
Myers R. 1992. The Twelve WHO Survive: Strengthening Programmes of Early
Childhood Development in the Third World. Published by Routledge in
co-operation with UNESCO for the Consultative Group on Early Childhood Care
and Development, London.
Nadesul. 1996. Makanan Sehat Untuk Ibu Hamil. Puspa Swara. Jakarta
Nadesul H. 2006. Apakah Pertumbuhan Bayi Saya Normal. Jakarta
Nanda. 2001. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002. Philadelphia.
Neufeld, Haas, Grajeda, dan Martorell. 2004. Changes in maternal weight from first to
second trimester of pregnancy are associated with fetal growth and infant length at
birth. Am J Clin Nutr, Vol. 79, 646-652.
93
Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Pengamatan Anak Umur 0-18
bulan di Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Disertasi. untuk
Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Kedokteran. Fakultas Kedokteran, Undip.
Semarang.
Sears et al,. 1999. Psikologi Sosial (5th ed). Terjemahan (M.Adryanto dan S. Soekrisno).
Erlangga. Jakarta
Siega-Riz et al. 1996. Maternal underweight status and inadequate rate of weight during
the third trimester of pregnancy increase the risk of preterm delivery. J Nutr.
126:146-153.
Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Depertemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Soekirman SW. 2006. Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil. Didalam: Soekirman, editor.
Hidup Sehat. PT Gramedia, Jakarta.
Soenardi T. 2006. Gizi Seimbang untuk bayi dan Balita. Didalam: Soekirman, editor.
Hidup Sehat. PT Gramedia, Jakarta.
Soetjiningsih. 2000. Kalender Tumbuh Kembang Balita Pendekatan Baru Deteksi Dini
Penyimpangan Tumbuh Kembang Balita Oleh Keluarga Tahun 2000. Editor: DR.
Rohadi Haryanto, MSc. Puslitbang Keluarga Sejahtera. Jakarta.
Sudhaberata Ketut. 2001. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, RS Tarakan, Kalimantan Timur.
Sudinaya, I Putu. 2000. Insiden Preeklampsi dan Eklampsia di RSU Tarakan, Kalimantan
Timur. Bagian Ostetri dan Ginekologi RSU Tarakan, Kalimantan Timur.
Supriasa I D, Bakri B, & Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
IGC. Jakarta.
Tamura, Goldenberg, Freeberg, Cliver, Cutter and Hoffman. 1992. Maternal Serum
Folate and Zinc Concentrations and Their Relationships to Pregnancy Outcome. Am
J Clin Nutr, Vol 56, 365-370.
Tayie & Lartey. 2000. Practice among Pregnant Ghanians: Relationship with Infant Birth
Weight and Maternal Haemoglobin Level. Ghana. Medical Journal, 33:67-76.
Trish, Booth. 2004. Pregnancy Q & A. Meadowbrook Press. Smetana Drive, Minnetonka,
USA.
95
Unicef. 1997. Care and Nutrition. Inte rnational Food Policy Research Institute,
Washington,D.C.
Utomo, B. 1985. Abortus di Indonesia : Suatu Telaah Pustaka. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta
Whitney, Eleanor Noss. 1998. Understanding Normal and Clinical Nutrition. Ed ke-5.
Wadsworth Publishing Company, USA.
WHO. 1995. Physical Status : the Use and Interpretation of Antropometry. Report of a
WHO Expert Committee. WHO Technical Report. WHO, Genewa
WHO. 2000. WHO’s classification oof BMI. Geneva.
Winkvist, Stenlund, Hakimi, Nurdiati, dan Dibley. 2002. Weight gain pattern from
prepregnancy until delivery among women in Central Java, Indonesia. Am J Clin
Nutr, Vol. 75, No.6, 1072-1077.
Zeisel. 2002. Maternal and Infant Nutrition. Nutrition in Medicine. University of North
Carolina at Chapel Hill.
.
Maaf .......................
Lembar Halaman Ini Pada Aslinya Memang Tidak Ada