Professional Documents
Culture Documents
(LAB MANUAL)
EKSPERIMEN FISIKA II (MAF 1620)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
FEBRUARI 2019
1
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM (LAB MANUAL)
EKSPERIMEN FISIKA II (MAF 1620)
DISUSUN OLEH:
TIM PENYUSUN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM FISIKA MODERN
JURUSAN FISIKA, FMIPA, UNIVERSITAS JEMBER
DITERBITKAN OLEH
LABORATORIUM FISIKA MODERN
JURUSAN FISIKA, FMIPA, UNIVERSITAS JEMBER
ALAMAT : JL. KALIMANTAN III/37, TELPON: 0331 339064
2
DAFTAR ISI
3
PREFACE
The manual book is the 16th edition. Some improvements had been added related
to: the experimental procedures, modules and also the format of report. This
experiments in this manual cover virtually every topic you will encounter in the lecture
course. Therefore they are invaluable as an aid to deeper understanding of those topics.
Fundamental laws and relationships will be put to the test and (hopefully) verified. In
order to take maximum advantage of what this course can offer, read up on your
assigned experiment beforehand.Question your instructor if things are unclear. .
This course will also provide you with the opportunity to hone your report-
writing skills. Remember that when you enter the job market, writing ability is one of
the most important qualities that employers are seeking. Or, if you intend to enter
graduate school, you will be required to write a thesis or papers for publication. Your
instructor may be use english language in communication with you in experiment
working. But carefully that you have difficulities or (the warning in modul), I hope you
or your instructor use Indonesia language in communication. I hope you exercise to use
english language when you may be write or speak with your supervisor next master
study.
For the students, please always write the result including the error estimation.
You need the significant-figure concepts also. This is the important thing! Don’t
forget to predict and calculate the measurement errors every time you took data. This
will help you analyzing your results.
Finally I want to thank to all team teaching of “Eksperimen fisika II” helping
correcting the manual. We need positive critics and suggestions from everybody also.
Thank very much for this.
Head of Laboratorium
Modern physics
4
TATA TERTIB, PROSEDUR PRAKTIKUM DAN
KESELAMATAN LABORATORIUM
Prosedur Praktikum:
1. Sebelum praktikum berlangsung (untuk tiap modul), praktikan harus membuat
rancangan praktikum (proposal), tugas pendahuluan dan sudah lulus pre-test.
Perhatikan jadwal pretes (1 minggu sebelum praktikum), jika tidak lulus pretes atau
tidak dapat mengikuti pretes (dengan ijin sakit atau kepentingan akademik), dosen
dapat menjadwalkan pretes di luar jadwal yang telah ditentukan dan harus
dilaksanakan sebelum praktikum berlangsung. Tanpa nilai rancangan praktikum,
tugas pendahuluan dan pretes, nilai kegiatan praktikum dan laporan mingguan
dibatalkan.
2. Dalam setiap praktikum berjalan, praktikan mencatatkan hasil/data pengamatan
pada lembar data pengamatan yang mencakup:
Judul praktikum
Tanggal praktikum, hari, jam dan tempat praktikum.
Nama kelompok, anggota kelompok
Nama asisten.
5
Tabel data pengamatan
Catatan-catatan penting yang teramati selama praktikum
Lembar data pengamatan diperiksa dan disahkan/diparaf oleh asisten dan wajib
dilampirkan dalam setiap laporan mingguan.
3. Selama praktikum berlangsung asisten hendaknya mengawasi jalannya praktikum
secara aktif dan tidak menunggu sampai praktikan mendapatkan masalah.
4. Setiap selesai memandu praktikum, asisten harus menuliskan peristiwa yang terjadi
selama praktikum berlangsung pada buku JURNAL PRAKTIKUM.
5. Setiap 2 minggu praktikan wajib mengumpulkan laporan mingguan dengan format
sesuai ketentuan yang akan dinilai oleh asisten. Tugas-tugas yang diberikan harus
diulas dalam laporan ini. Buatlah analisis berdasarkan teori/konsep dasar dan hasil
pengolahan data.
6. Setelah semua praktikum (6 modul) selesai, mahasiswa diminta menyerahkan
laporan akhir dengan format sesuai ketentuan (format jurnal ilmiah) untuk satu topik
yang akan diberikan. Laporan akhir akan dinilai oleh dosen Pembina.
Keselamatan Laboratoriun:
1. Selama praktikum berlangsung, praktikan harus berhati-hati dalam menggunakan
peralatan praktikum. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum sangat sensitif, oleh
karena itu pastikan semua bagian peralatan praktikum terangkai dengan benar (jika
perlu tanyakan kepada asisten)
2. Selalu memperhatikan sambungan ke listrik PLN sudah benar atau belum.
3. Praktikan harus mengutamakan keselamatan kerja, kerusakan alat akibat
kecerobohan/ kesalahan prosedur menjadi tanggung jawab praktikan.
4. Jangan memandang langsung (lurus kearah sumber) sinar laser.
5. Setelah praktikum selesai, praktikan harus memastikan peralatan sudah
dikembalikan seperti kondisi semula.
6
PENILAIAN HASIL KERJA LABORATORIUM
7
PANDUAN PENULISAN LAPORAN
A. Laporan Mingguan
Penulisan laporan mingguan secara umum mengikuti PPKI Universitas Jember tahun
2016 dengan beberapa penyesuaian dan penyederhanaan. Berikut format penulisan
laporan mingguan :
1. Halaman Sampul
Halaman sampul laporan mingguan Eksperimen Fisika I & II wajib memuat: (a) logo
universitas, (b) judul, (c) Laporan Mingguan Ekperimen Fisika II, (d) identitas
(nama Praktikan, NIM, Kelompok & Nama Asisten), (e) institusi (Nama
Laboratorium-Jurusan-Fakultas-Universitas), dan (f) tahun
2. Ringkasan
Ringkasan (summary) adalah penyajian secara singkat bagian-bagian dari substansi
Laporan Mingguan. Dalam ringkasan diuraikan secara singkat latar belakang, tujuan,
metode pelaksanaan kegiatan, hasil kegiatan, dan kesimpulan. Ringkasan ditulis
dalam bahasa Indonesia yang tidak lebih dari 300 kata atau setara dengan 1 halaman
ukuran A4 dengan jarak antarbaris 1,5 spasi.
3. Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar dan Daftar Lampiran
Daftar isi memuat semua judul bab, subbab, dan subsubbab yang tercantum dalam
karya ilmiah dengan masing-masing halamannya. Format untuk penulisan daftar isi
secara mendetail silahkan dilihat pada buku PPKI Universitas jember tahun 2016.
Demikian juga untuk daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. Sebisa
mungkin gunakan fasilitas di MS Office (table of content, tabel of figure dll).
4. Pendahuluan
Memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan praktikum.
5. Dasar Teori
Dasar teori atau tinjauan pustaka meliputi kajian teori berkaitan dengan praktikum
yang dilakukan. Teori yang disajikan dalam modul praktikum dijelaskan secara lebih
mendetail. Demikian juga dengan rumus-rumus yang ada seharusnya diturunkan dan
diuraikan secara rinci. Dasar teori tidak boleh meng-copy seperti apa adanya di
buku panduan. Mahasiswa harus dapat menuliskan dengan cara dan fikirannya
sendiri. Gunakan minimal 5 referensi selain modul praktikum. Dasar teori minimal
disajikan dalam dua subbab.
6. Metode Penelitian/Praktikum
Metode Penelitian merupakan bagian yang menjelaskan bagaimana praktikum
dilaksanakan oleh praktikan. Metode penelitian untuk kegiatan eksperimental
menguraikan komponen-komponen yang terdiri atas (a) rancangan penelitian, (b)
8
jenis dan sumber data, (c) definisi operasional variabel , (d) metode analisis data dan
(f) kerangka pemecahan masalah
7. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini dipaparkan secara rinci pemecahan masalah melalui analisis data
dengan menggunakan metode, teknik, dan landasan teori yang telah dipilih. Secara
umum, hasil praktikum disajikan secara bertahap dalam tiga bagian, yaitu: (i) uraian
data, (ii) penelaahan analisis dan hasil penelitian ringkas (uraian dan olahan data
secara rinci dapat ditempatkan pada lampiran), (iii) pembahasan dan penjelasan
sintesisnya. Eksperimen fisika merupakan sarana pembuktikan teori-teori yang sudah
ada sehingga seharusnya terdapat kesesuaian antara hasil praktikum dengan teori.
Bandingkan hasil saudara dengan referensi yang ada (sesuai dengan teori-teori yang
tertuang pada tinjauan pustaka) atau perhitungan secara teori, Bahas secara
mendalam dan jelaskan! Jika mungkin tampilkan hasil suadara bersama-sama
hasil secara teori dan referensi lain dalam satu grafik! Hasil penelitian dibandingkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
(i) Setiap variabel fisis yang diukur harus disertakan satuannya
(ii) Jangan lupa menuliskan/menyertakan ralat untuk hasil anda
(iii) Cari hasil pengamatan yang telah dilakukan orang lain bila ada sebagai
pembanding/referensi.
(iv) Hitung dan tuliskan hasil secara benar dengan memperhatikan ralat dan konsep
angka penting. Ingat setiap menuliskan hasil harus dengan ralat beserta
satuannya, misalkan tahanan R = (10,1 ± 0,5) Ω.
(v) Tampilkan grafik secara baik (dengan software Spreadsheet Excel atau
software lainnya). Grafik harus ada judul grafik, nama sumbu grafik, skala
yang proporsional.
8. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan pernyataan yang tegas, tidak menimbulkan multitafsir, dan
merupakan pernyataan akhir penalaran deduktif-induktif sebagai jawaban atas
permasalahan yang dikaji.
9. Daftar Pustaka
memuat judul-judul buku, jurnal dll yang digunakan sebagai referensi.
11. Lampiran
Terdiri dari lembar data pengamatan yang disahkan oleh asisten dan pengolahan data
secara rinci.
Catatan:
(i) Hindari plagiarisme, tindak plagiarisme dapat dipenalti dengan pembatalan nilai.
(ii) Laporan mingguan dijilid sederhana dan rapi
9
(iii) Laporan mingguan wajib diserahkan kepada asisten sebelum praktikum dimulai
(Jam 07.00 untuk shift 1-3 dan 12.30 untuk shift 4-6). Tanpa laporan mingguan
praktikum sebelumnya, mahasiswa dilarang ikut praktikum tanpa inhaln.
(iv) Asisten diharapkan benar-benar menilai laporan sesuai arahan dosen pembina
dan kepala laboratorium.
(v) Laporan dengan nilai di bawah standar (< 60) dapat dikembalikan ke praktikan
untuk direvisi dengan waktu maksimal 2 hari.
Judul Percobaan/Title
Nama Penulis
Nama Jurusan, Fakultas dan Universitas
Alamat Email
Abstrak (Abstract)
(Secara ringkas kurang lebih 100 kata. Memuat apa yang dilakukan dalam praktikum,
metodenya bagaiman dan menampilkan hasil akhir. Jangan lupa menuliskan hasil
beserta ralat dan satuannya. Sertakan kesimpulan singkat terhadap hasil yang diperoleh.
Tulis bagian ini setelah menuliskan bagian yang lain selesai.)
1. Pendahuluan (Introduction).
Memuat latar belakang dilakukannya praktikum dan ulasan teori yang mendasari
praktikum. Tampilkan juga penurunan teoretik yang telah saudara dapatkan.
Tuliskan juga rumusan dan tujuan eksperimen. Pendahuluan ditulis secara singkat
namun ini penting.
2. Metode Eksperimen (Experimental Methods).
Deskripsi metode. Bila dapat berikan dalam bentuk flowchart, block atau diagram.
Bagaimana cara mendapatkan data?. Apa yang akan diukur/dibaca oleh alat?
Berapa kali penukuran dan berapa data yang diambil?
3. Hasil (Result).
Tuliskan hasil beserta ralatnya. Jelaskan dengan rumus apa hasil dihitung.
Diskusikan ketidakpastian pengukuran. Bedakan antara ralat acak (random errors)
dan ralat sistematis (systematic errors) yang berpengaruh pada percobaan saudara.
4. Diskusi (Discussion)
10
Bandingkan hasil saudara dengan referensi yang ada (sesuai literatur). Bandingkan
hasil suadara dengan perkiraan secara teori. Jika mungkin tampilkan hasil suadara
bersama-sama hasil secara teori dan referensi lain dalam satu grafik! (tampilkan ini
dalam bentuk titik-titik data beserta “error bars”.
5. Kesimpulan dan saran
Simpulkan hasil data dan diskusi di atas dan berikan saran
6. Daftar Pustaka (References)
Semua hal yang saudara tulis yang bukan berasal dari saudara sendiri harus
disebutkan referensinya.
Contoh:
1. G.L. Squires, 1986, Practical Physics, Cambridge: Cambridge University Press.
Catatan tambahan:
a) Gambar. Gambar (grafik, atau yang lain) yang ditampilkan harus diberi nomor
urut dan judul gambar, dituliskan di bawah gambar rata tengah.
b) Persamaan/rumus. Persamaan yang muncul harus diberi nomor urut dan
dituliskan rata kanan.
c) Tabel. Tabel harus diberi nomor urut dan judul tabel, dituliskan rata kiri di atas
tabel.
11
ERRORS, SIGNIFICANT FIGURES AND ROUNDING OFF
Error/Uncertainty (ralat)
Every time you want to present an experimental result (data) you write as below:
Rthe best will depend on your own situation. Rthe best may appear from the only single
measurement or from the repeating measurements or from the calculation using certain
formula. Whereas ΔR will depend on how you got your Rthe best. Lets you know the
criteria:
i). Rthe best is from single measurement. What is the error ΔR? You can take this value
of a half of the least scale of measurement gauge.
ii) Rthe best is from the repeating measurements. You can get this value by this mean
formula:
N
Rthe best = R / N
i1
i for N times measurement.
How can you get your error? If the experimenter squares each deviation from the
mean, averages the squares, and takes the square root of that average, the result is a
quantity called the "root-mean-square" or the "standard deviation" ΔR of the
distribution. It measures the random error or the statistical uncertainty of the individual
measurement Ri:
∑𝑁
𝑖=1(𝑅𝑖 − 𝑅𝑡ℎ𝑒 𝑏𝑒𝑠𝑡 )
2
∆𝑅 = √
𝑁−1
About two-thirds of all the measurements have a deviation less than one ΔR from the
mean and 95% of all measurements are within two ΔR of the mean. In accord with our
intuition that the uncertainty of the mean should be smaller than the uncertainty of any
single measurement, measurement theory shows that in the case of random errors the
standard deviation of the mean ΔR mean is given by:
ΔR m = ΔR / √N ,
12
Whenever you make a measurement that is repeated N times, you are supposed to
calculate the mean value and its standard deviation as just described. For a large number
of measurements this procedure is somewhat tedious. If you have a calculator with
statistical functions it may do the job for you. There is also a simplified prescription for
estimating the random error which you can use. Assume you have measured the fall
time about ten times. In this case it is reasonable to assume that the largest measurement
tmax is approximately +2ΔR from the mean, and the smallest tmin is -2ΔR from the mean.
Hence:
ΔR ~ ¼ (Rmax - Rmin)
iii) Rthe best was from the calculation of the certain formula (usually function of more
than two variables). You can find your error from the error propagation method!. For
example if R = R(x,y,z) then your error will be:
2
R R R
2 2
x
y
z
iv) Rthe best is from the graph. Sometime you got your Rthe best from the linear equation
(from graph) like 𝑦 = 𝐴𝑥 + 𝐵. In this case the Rthe best =B is the slope of the graph
and you can get this value using the EXCEL spread sheet for example. What is the
error of Rthe best ? You can use this formula:
𝑁 ∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − ∑ 𝑥𝑖 ∑ 𝑦𝑖
𝐴=
𝑁 ∑ 𝑥 2 𝑖 − (∑ 𝑥𝑖 )2
∑ 𝑦𝑖 − 𝑎 ∑ 𝑥𝑖
𝐵=
𝑁
Before you calculate above A and B you need to table:
𝑥𝑖 𝑦𝑖 𝑥𝑖2 𝑦𝑖2 𝑥𝑦
∑ 𝑥𝑖 ∑ 𝑦𝑖 ∑ 𝑥𝑖2 ∑ 𝑦𝑖2 ∑ 𝑥𝑦
13
Errors in this graph are:
𝑁 𝑁 𝑁
1
𝜎𝑦 = √ (∑ 𝑦𝑖2 – 𝑎 ∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 – 𝑏 ∑ 𝑦𝑖 )
𝑁−2
𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1
𝜎𝑦 𝑁1/2
𝜎𝐴 =
[𝑁 ∑ 𝑥 2 𝑖 − (∑ 𝑥𝑖 )2]1/2
𝑁
1
𝜎𝐵 = 𝜎𝐴 √ ∑ 𝑥𝑖2
𝑁
𝑖=1
So
(𝑦 ± 𝜎𝑦 ) = (𝐴 ± 𝜎𝐴 )𝑥 + (𝐵 ± 𝜎𝐵 )
For measured numbers, significant figures relate the certainty of the measurement. As
the number of significant figure increases, the more certain the measurement. The
means for obtaining the measurement also becomes more sophisticated as the number of
significant figures increase. You have two competing goals:
1. To compute as exactly as possible.
2. To be truthful about the limitations of your input data
Scientific notation is the most reliable way of expressing a number to a given number of
significant figures. In scientific notation, the power of ten is insignificant. For instance,
if one wishes to express the number 2000 to varying degrees of certainty:
2000 2 x 103 is expressed to one significant figure
2000 2.0 x 103 is expressed to two significant figures
2000 2.00 x 103 is expressed to three significant figures
2000 2.000 x 103 is expressed to four significant figures
What do these numbers imply as to the certainty? Let's see what the number can be
distinguished from:
The number 2000 to one significant figure lies between:
1 x 103 = 1000, 2 x 103 = 2000, 3 x 103 = 3000
It is a number that lies between 1000 and 3000 -- not very certain, is it.
The number 2000 to two significant figures lies between:
1.9 x 103 = 1900, 2.0 x 103 = 2000, 2.1 x 103 = 2100
It is a number that lies between 1900 and 2100 -- more certain than before.
14
The number 2000 to three significant figures lies between:
1.99 x 103 = 1990, 2.00 x 103 = 2000, 2.01 x 103 = 2010
It is a number that lies between 1990 and 2010 -- more certain, still.
The number 2000 to four significant figures lies between:
1.999 x 103, 2.000 x 103, 2.001 x 103
It is a number that lies between 1999 and 2001 -- even more certain.
The more significant figures in a measurement, the more sophisticated the means of
measurement. You will see this in the laboratory.
When handling significant figures in calculations, two rules are applied:
Multiplication and division -- round the final result to the least number of significant
figures of any one term, for example:
The answer, 36.8, is rounded to three significant figures, because least number of
significant figures was found in the term, 4.87. The other terms, 15.03 and 1.987, each
had 4 significant figures.
Addition and subtraction -- round the final result to the least number of decimal
places, regardless of the significant figures of any one term, for example:
The answer, 14.4587, was rounded to two decimal places, since the least number of
decimal places found in the given terms was 2 (in the term, 13.45).
Suppose more than one mathematical operation is involved in the calculation? Such a
calculation may be "deceptive" as to how many significant figures are actually involved.
For instance:
The subtraction in the numerator must be performed first to establish the number of
significant figures in the numerator. The subtraction results in:
Since the subtraction in the numerator resulted in a number to two significant figures
(rounding to two decimal places), and the least number of significant figures in the
resulting expression involving multiplication and division is now two significant
figures, the final result must be rounded to two significant figures.
15
Rounding Off Numbers (Pembulatan)
In correcting a number to express the proper number of sig. fig., we often have to drop
off unwanted digits. The rules for rounding off numbers are explained in your textbook
and/or lab manual. Here is a summary of rules for rounding off numbers:
If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is more than 5, you round up.
If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is less than 5, you round down.
35.76 in 3 sig. fig. is 35.8 (round up because it is more than half-way between 35.7 and
35.8)
35.74 in 3 sig. fig. is 35.7 (round down because it is less than half-way between 35.7
and 35.8)
If the digit immediately to the right of the last sig. fig. is equal to 5, you round up if the
last sig. fig. is odd. You round down if the last sig. fig. is even. You round up if 5 is
followed by nonzero digits, regardless of whether the last sig. fig. is odd or even.
24.35 in 3 sig. fig. is 24.4 (round up because last sig. digit is 3, an odd number)
24.25 in 3 sig. fig. is 24.2 (round down because last sig. digit is 2, an even number)
24.258 in 3 sig. fig. is 24.3 (round up because the digits 58 means it is past halfway to
24.3)
After rounding off, if the resulting number has ambiguous zeroes, it should be recorded
in scientific notation to avoid ambiguity.
34821.0 in 2 sig. fig. is 35000 where the three zeroes may or may not be significant.
The correct answer is 3.5 x 10 4.
Rthebest Rreference
DiscrepancyD x100 %
Rreference
Generally your result is a good enough if the discrepancy is relatively small, D < 5%.
16
EKSPERIMEN-EKSPERIMEN
I Interferometer Michelson
1. Tujuan
2. Alat
3. Teori singkat
Interferensi
Satu berkas cahaya dapat dipandang sebagai sebuah gelombang dari medan listrik-
magnetik yang berosilasi. Ketika dua berkas cahaya atau lebih bertemu dalam ruang
maka medan-medan tersebut akan saling menambahkan dengan mengikuti prinsip
superposisi. Resultan medan listrik dan medan magnetik pada setiap titik dalam ruang,
dapat dinyatakan sebagai vektor penjumlahan dari medan masing-masing berkas secara
terpisah.
Jika masing-masing berkas cahaya berasal dari sumber yang terpisah (berbeda)
maka secara umum tidak terdapat hubungan yang tetap di antara osilasi elektromagnetik
dalam masing-masing berkas cahaya tersebut. Setiap saat akan terdapat titik-titik dalam
ruang dimana hasil superposisi medan-medan akan menghasilkan kuat medan
maksimum. Akan tetapi, sifat osilasi cahaya tersebut terlalu cepat jika dibandingkan
dengan penglihatan mata manusia. Sehingga karena tidak adanya hubungan yang tetap
di antara osilasi-osilasi medan tersebut, maka pada satu titik akan menunjukkan kuat
medan maksimum pada saat tertentu tetapi akan segera berubah menjadi minimum pada
saat berikutnya. Sedangkan secara rata-rata penglihatan manusia akan mengamati pada
titik tersebut selalu menunjukkan intensitas yang serbasama.
17
Akan tetapi jika berkas-berkas cahaya yang bersuperposisi diperoleh dari satu
sumber yang sama, maka secara umum kedua berkas akan mempunyai derajat
hubungan yang tinggi baik frekuensi maupun fase osilasi medannya. Sehingga, pada
satu titik tertentu di dalam ruang, cahaya dari berkas tersebut secara kontinu akan
mempunyai fase yang sama. Dalam hal ini, hasil superposisi medannya akan selalu
berharga maksimum dan menghasilkan intensitas yang terang. Pada titik lain, cahaya
dari kedua berkas mungkin secara kontinu mempunyai fase yang berlawanan sehingga
menghasilkan intensitas minimum dan akan terlihat sebagai titik gelap.
Thomas Young merupakan ilmuwan pertama yang mendisain sebuah metode untuk
menghasilkan pola interferensi tersebut. Dia membuat sebuah berkas cahaya tunggal
dan celah sempit yang memancar menuju dua celah sempit yang sejajar dan berdekatan.
Pada sisi luar diletakkan sebuah layar untuk mengamati pola interferensi gelap dan
terang tersebut. Ketika pertama kali dikerjakan, percobaan Young telah menunjukkan
satu fakta bahwa cahaya bersifat sebagai gelombang.
Selanjutnya, celah-celah Young ini dapat digunakan sebagai sebuah interferometer
sederhana. Jika jarak antara dua celah tersebut diketahui maka jarak antara frinji
maksimum dan minimum pada layar dapat digunakan untuk menentukan panjang
gelombang cahaya sumber. Sebaliknya, jika panjang gelombang cahaya tersebut
diketahui, maka jarak antar celah dapat ditentukan dengan pola interferensi tersebut.
Interferometer Michelson
Pada tahun 1881, 78 tahun setelah Young memperkenalkan percobaan celah
gandanya, A. Michelson mendisain dan menciptakan sebuah interferometer dengan
menggunakan prinsip yang sama. Pada mulanya, Michelson mendisain
interferometernya dengan tujuan untuk membuktikan adanya ether, ether merupakan
sebuah medium hipotesis yang digunakan untuk penjalaran cahaya. Dalam usaha
tersebut, keberadaan ether tidak dapat dibuktikan. Akan tetapi setelah itu, interferometer
Michelson telah berkembang menjadi sebuah alat yang banyak digunakan untuk
menentukan panjang gelombang cahaya, dan jika menggunakan sumber cahaya dengan
panjang gelombang yang sudah diketahui, maka alat ini dapat digunakan untuk
menentukan jarak yang sangat pendek serta untuk mengamati sifat medium optik.
18
Gambar 1.1: Desain Interferometer Michelson
Gambar 1.1 menunjukkan desain alat interferometer Michelson. Satu berkas cahaya dari
sumber laser dipancarkan menuju pemisah berkas, yang merefleksikan 50% intensitas
cahaya datang dan mentransmisikan 50% intensitas sisanya. Sehingga berkas cahaya
datang akan dipisahkan menjadi dua bagian; satu bagian berkas ditransmisikan menuju
movable mirror M 1 , dan berkas lainnya direfleksikan menuju adjustable mirror M 2 .
Kedua cermin tersebut akan merefleksikan cahaya menuju pemisah berkas. Sebagian
cahaya dari M 1 direfleksikan oleh pemisah berkas menuju layar pengamatan dan
sebagian cahaya dari M 2 ditransmisikan melalui pemisah berkas menuju layar
pengamatan.
Karena kedua berkas berasal dari sumber yang sama, maka fasenya akan sangat
berhubungan. Ketika sebuah lensa diletakkan di antara sumber laser dan pemisah
berkas, maka berkas cahaya sumber akan disebarkan dan pola interferensinya gelap
terang akan dapat dilihat pada layar pengamatan (seperti gambar 1.2).
Karena kedua berkas cahaya yang berinterferensi diperoleh dari sumber asal yang
sama, maka kedua berkas tersebut mula-mula berada pada fase yang sama. Beda fase
relatif antara kedua berkas tersebut ketika bertemu pada layar pengamatan bergantung
pada perbedaan panjang lintasan masing-masing berkas sebelum mencapai titik
pertemuan tersebut.
19
Dengan menggerakkan cermin M 1 , maka panjang lintasan salah satu berkas dapat
divariasi. Karena berkas melintasi lintasan di antara M 1 dan pemisah berkas sebanyak
dua kali, maka dengan menggerakkan M 1 ¼ panjang gelombang menuju pemisah
berkas akan mereduksi panjang lintasan optic berkas tersebut sejauh ½ panjang
gelombang. Akibatnya pola interferensi akan berubah, radius maksimum akan
diperkecil sehingga berkas tersebut sekarang akan mencapai titik minimum. Jika M 1
digerakkan lagi dengan menambahkan ¼ gelombang lebih dekat menuju pemisah
berkas, radius maksimum kembali akan mengecil sehingga antara maksimum dan
minimum akan bergantian posisinya, tetapi susunan seperti ini akan sulit dibedakan dari
pola sebelumnya, karena bentuknya serupa.
Dengan menggerakkan micrometer secara perlahan-lahan (sampai jarak tertentu d m
seperti terbaca pada micrometer) sambil menghitung berapa kali (N kali)
lingkaran/frinji kembali pada pola awal, maka panjang gelombang cahaya (misal dari
laser He-Ne) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
2.dm
(1.1)
N
(Persamaan ini seharusnya dapat saudara turunkan dan dibuktikan sendiri). Pada
umumnya, sebuah interferometer dapat digunakan dengan dua cara. Jika karakteristik
cahaya sumber telah diketahui dengan tepat (misalnya panjang gelombang, intensitas
dan polarisasinya) maka perubahan panjang lintasan optik dapat dibuat dan
pengaruhnya terhadap pola interferensi dapat dianalisis. Dengan memberikan
perubahan-perubahan khusus pada panjang lintasan optik maka informasi tentang
sumber cahaya dapat diperoleh.
Permasalahan yang ada pada peralatan interferometer Michelson adalah kalibrasi
alat. Kalibrasi ini diperlukan karena interferometer menggunakan cermin (mirror) yang
tidak digerakkan langsung dengan micrometer namun disambung lebih dulu dengan
sebuah Lever System. Oleh karena itu perlu dicari kaitan antara jarak mirror (l)
bergerak terhadap jarak micrometer bergerak (dm) melalui kesebandingan:
l = kdm (1.2)
dengan k adalah tetapan kesebandingan (kalibrasi) yang dapat dicari dengan
mengingat kembali persamaan(1.1), yaitu
N
k (1.3)
2dm
Kita lihat dari persamaan (1.2) seharusnya nilai k sama dengan 1 supaya gerakan
cermin adalah juga gerakan micrometer. Jadi setelah saudara dapat mengkalibarasi
maka interferometer saudara sudah dapat digunakan untuk pengukur panjang
gelombang suatu sumber dengan rumus:
2kdm / N (1.4)
20
Berikut ini adalah salah satu contoh hasil perhitungan nilai k suatu sumber laser
kuning dengan interferometer Michelson selain yang kita gunakan:
1. Bacalah buku lain atau sumber referensi mengenai interferometer Michelson dari
internet untuk menambah pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan
eksperimen ini.
2. Buatlah ringkasan dari sumber tersebut yang merangkum hal-hal yang penting
mengenai tema ini.
5. Tatalaksana Eksperimen
1. Susunlah peralatan eksperimen seperti pada gambar 1.3 (Ini mirip dengan
gambar 1.1). Kompensator dapat ditiadakan jika sumber yang digunakan adalah
laser.
2. Posisikan laser He-Ne pada kedudukan di depan lensa sejajar bangku
interferometer Michelson.
21
3. Dengan menutup M 2 , atur posisi M 1 sehingga berkas pantulannya dapat dilihat di
layar. Dengan cara sama atur posisi M 2 , sehingga cahaya dari M 2 berimpit
dengan cahaya dari M 1 . (Ada beberapa trik untuk mendapat berkas dari M 1 dan
M 2 terkumpul di satu titik. Jika saudara tidak dapat mencarinya, dapat
didiskusikan dengan asisten).
22
11. Ulangi langkah 9 dan 10 untuk jumlah frinji yang berbeda. Jumlah frinji dapat
dibuat kelipatan 25. Lakukan pengamatan untuk mendapatkan 10 pasang data
posisi mikrometer-frinji yang berbeda.
6. Metode Analisis
Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen di atas. Tabel harus
menunjukkan variasi jumlah frinji terhadap posisi mikrometer. Jangan lupa tulis
posisi awal mikrometer. Berdasarkan data pengamatan yang anda peroleh, hitung
posisi relatif tiap frinji terhadap posisi awal mikrometer, ini akan menunjukkan
perbedaan lintasan/pergeseran cermin sesungguhnya dari tiap perubahan frinji yang
anda buat.
1. Buatlah grafik antara jumlah frinji (N) yang berpindah vs pergeseran cermin d m
(pergeseran pada mikrometer) berdasarkan tabel data pengamatan. Tentukan
tetapan kalibrasi k1 dari grafik untuk N f dm yaitu N fungsi dari dm. Apakah
grafik yang saudara peroleh linear? (Note : (2dm/ ) sebagai sumbu x dan N
sebagai sumbu y)
2. Besar panjang gelombang laser He-Ne adalah 632.8 nm . Hitunglah tetapan
kalibrasi k2 dengan rumus persamaan (1.3). Berdasarkan table data pengamatan,
anda seharusnya mendapatkan k2 rata-rata. Dapatkan saudara mengkaitkan antara
tetapan kalibrasi k1 dan k2?
3. Pertimbangkan ralat masing-masing besaran yang diukur dan dihitung sehingga
saudara dapat memperkirakan seberapa baik pengukuran yang anda lakukan.
Referensi :
1. Guenther R.D. (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York,Chapter 4.
2. PASCO LAB MANUAL, Advanced Optics.
3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamental of Optics, McGraw Hill
Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.
23
II Interferometer Febry-Perot
1. Tujuan
2. Alat
3. Teori singkat
24
Gambar 2.1 Interferometer Febry-Perot
digunakan sebagai alasan mengapa alat ini dianggap sebagai sebuah interferometer, dan
jika reflektor tersebut tidak dapat digerakkan (immovable), maka ini dipandang sebagai
FP Etalon.
Interferometer ini mempunyai kegunaan penting dalam aplikasi spektroskopi. IFP
memanfaatkan adanya pemantulan berulang pada medium yang diapit permukaan datar.
Oleh karena itu, analisis matematik IFB dilakukan dari interferensi banyak berkas.
25
5. Sebutkan dan jelaskan aplikasi interferometer Fabry-Perot !
1. Susunlah peralatan eksperimen seperti pada Gambar 2.2, adjustable mirror dan
movable mirror diletakkan sejajar, posisi layar pengamatan diletakkan setelah
movable mirror.
2. Posisikan laser He-Ne pada kedudukan di depan lensa sejajar bangku
interferometer.
3. Dengan menggunakan laser, carilah sedemikian rupa frinji interferensi pada layar
pengamatan dengan mengatur adjustable mirror.
4. Lakukan pengambilan data seperti pada percobaan interferometer Michelson
(langkah 5-11).
6. Metode Analisis
Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen di atas. Tabel harus
menunjukkan variasi jumlah frinji terhadap posisi mikrometer. Jangan lupa tulis
posisi awal mikrometer. Berdasarkan data pengamatan yang anda peroleh, hitung
posisi relatif tiap frinji terhadap posisi awal mikrometer, ini akan menunjukkan
perbedaan lintasan/pergeseran cermin sesungguhnya dari tiap perubahan frinji yang
26
anda buat. Isilah tabel data pengamatan dari pengamatan saudara. Usahakan
pengukuran yang akurat.
1. Buatlah grafik antara jumlah frinji (N) yang berpindah vs pergeseran cermin d m
(pergeseran pada mikrometer) berdasarkan tabel data pengamatan. Tentukan
tetapan kalibrasi k1 dari grafik untuk N f dm yaitu N fungsi dari dm. Apakah
grafik yang saudara peroleh linear? (Note : (2dm/ ) sebagai sumbu x dan N
sebagai sumbu y)
2. Besar panjang gelombang laser He-Ne adalah 632 .8nm . Hitunglah tetapan
kalibrasi k2 dengan rumus persamaan (1.3). Berdasarkan tabel data pengamatan,
anda mestinya akan mendapatkan k2 rata-rata. Dapatkan saudara mengkaitkan
antara tetapan kalibrasi k1 dan k2?
3. Pertimbangkan ralat masing-masing besaran yang diukur dan dihitung sehingga
saudara dapat memperkirakan seberapa baik pengukuran yang anda lakukan.
Referensi :
1. Guenther R.D. (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4.
2. PASCO LAB MANUAL, Advanced Optics.
3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamental of Optics, McGraw Hill
Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.
27
Variasi Indeks Bias Udara terhadap
III Tekanan Tekanan
1. Tujuan
Menentukan hubungan indeks bias udara vs. tekanan udara dengan menggunakan
interferometer Michelson.
2. Alat
3. Teori Singkat
Jumlah partikel di udara akan sangat menentukan besarnya tekanan udara, seperti
yang dinyatakan dalam hukum-hukum gas (pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada
teori kinetik gas dan termodinamika). Ketika tekanan udara diturunkan (divakumkan)
maka sebagian partikel dipindahkan dari udara tersebut. Pengurangan ini menyebabkan
adanya perubahan parameter optik medium tersebut, misalnya perubahan indeks bias.
Eksperimen ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara indeks bias udara dengan
tekanan.
Kebanyakan alat ukur tekanan akan mengukur harga tekanan relatif terhadap tekanan
udara luar (dimana tekanan atmosfir dinyatakan oleh P0 76 cmHg ). Jika sebuah alat
ukur vakum menunjukkan angka 34 cmHg maka artinya ruangan tersebut mempunyai
tekanan 34 cmHg di bawah tekanan atmosfir karena tekanan atmosfir diukur pada
0 cmHg. Tekanan absolutnya dapat ditentukan dengan persamaan:
P P
abs P
atm gage (3.1)
Gelombang cahaya yang mempunyai frekuensi tertentu, akan mempunyai panjang
gelombang yang bervariasi sesuai dengan mediumnya, mengikuti persamaan:
n / n , (3.2)
dimana adalah panjang gelombang cahaya dalam vakum, dan n adalah indeks bias
medium dimana cahaya tersebut merambat. Untuk tekanan yang cukup rendah,
hubungan antara indeks bias medium terhadap tekanan bersifat linear. Tentu saja untuk
28
ruang hampa, dimana tekanannya sama dengan nol, indeks biasnya sama dengan satu (
indeks bias ruang vakum). Dari eksperimen ini anda akan memperoleh grafik hubungan
antara indeks bias dengan tekanan gas.
Ketika tekanan udara diturunkan dari P0 menjadi P1 maka akan terjadi perubahan
indeks bias dari n 0 menjadi n1 . Dengan menggunakan persamaan 3.1, dapat diketahui
perubahan lintasan optiknya. Ketika pada salah satu lintasan interferometer Michelson
diberi perubahan tekanan tersebut, Akibatnya akan terjadi pergeseran frinji sebanyak N,
seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.
d d
Tekanan Tekanan
P0 P1
n0 n1
0 /n0 1 /n1
Pada saat berkas laser melintas datang dan balik di antara pemisah berkas dan movable
mirror, berkas laser akan melintasi sel vakum sebanyak dua kali. Di luar sel vakum
tidak terjadi perubahan lintasan karena posisi interferometer tidak diubah. Sedangkan di
dalam sel vakum, panjang gelombang cahaya akan makin panjang pada saat tekanan gas
dalam sel vakum diturunkan.
Misalkan mula-mula panjang sel vakum adalah d yang ekivalen dengan 10 kali
panjang gelombang. Ketika anda mengosongkan sel vakum, maka panjang gelombang
akan meningkat sehingga pada satu saat, dalam sel hanya terdapat misalnya ekivalen
dengan 9½ kali panjang gelombang. Karena berkas laser melintasi sel vakum dua kali
maka cahaya tersebut berosilasi dalam sel vakum satu gelombang lebih sedikit dari
sebelumnya. Hal ini menyebabkan pengaruh yang sama terhadap pola interferensi
ketika movable mirror didekatkan menuju pemisah berkas sejauh ½ gelombang.
Akibatnya satu frinji akan bergeser dari posisinya.
Pada mulanya pada tekanan P0 di dalam sel vakum terdapat n0 2d/0 kali panjang
gelombang. Pada saat tekanan P1 akan terdapat n1 2d/1 kali panjang gelombang.
Perbedaan panjang gelombang ini kita sebut dengan N, yaitu jumlah frinji yang
berpindah ketika tekanan diturunkan. Dari penjelasan ini diperoleh hubungan
persamaan:
NN0N
1
2d
/02
d/
1
(3.3)
29
Akan tetapi 0 /n0 dan 1 / n1 dimana n0 dan n 1 adalah indeks bias udara
awal dan akhir di dalam sel vakum. Sehingga N2 d n0n1/atau n0n 1 N/2d. Jika
dinyatakan dalam sebuah grafik yang menghubungkan antara indeks bias udara dengan
tekanan absolute, didapatkan kemiringan (slope) grafik yang dinyatakan dalam bentuk
persamaan:
nn
0
Slope
n
1
N
PP
0 P
1 2
dP
0
P
1
(3.4)
dengan d tebal sel vakum (= 3 cm). Untuk tekanan absolut yang cukup rendah hubungan
indeks bias n terhadap tekanan P diasumsikan bersifat linear. Dan tentu saja pada
keadaan vakum dimana tekanannya adalah nol maka indeks bias udara adalah 1.
Hubungan ini dapat kita lihat seperti pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 : Indeks bias (n) suatu gas oleh variasi tekanan (P)
Jadi dengan menentukan slope grafik secara eksperimen maka indeks bias udara untuk
berbagai tekanan (variasi tekanan) dapat kita tentukan.
30
4.b. Tugas Pendahuluan
5. Tatalaksana Eksperimen
6. Metode Analisis
Buatlah data pengamatan yang menunjukkan variasi tekanan terhadap jumlah frinji.
Ingat bahwa tekanan yang anda ukur adalah tekanan gauge sehingga nantinya
setelah anda dapatkan seluruh data pengamatan anda harus mengubahnya ke dalam
tekanan absolute. Buatlah kolom tambahan yang berisi besar tekanan absolute dari
data terukur.
Referensi :
1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4.
2. Pain H.J., (1993), The Physics of Vibrations and Waves, John Wiley & Sons,
Chichester, Chapter 10.
3. Jenkins F.A and White H.E. (1976), Fundamentals of Optics, McGraw Hill
Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.
4. Siers Zemansky (1970), Termodynamics, John Wiley and Sons.
32
IV Indek Bias Gelas dan Akrilik
1. Tujuan
Menentukan indeks bias gelas dan indeks bias akrilik dengan menggunakan
interferometer Michelson.
2. Alat
3. Teori singkat
33
v/kv. Kedua vektor medan tersebut dihubungkan oleh impedansi karakteristik
medium Z yang didefinisikan dengan persamaan:
E
Z 0 / (4.3)
H0
Indeks bias medium n didefinisikan sebagai perbandingan antara laju cahaya dalam
ruang hampa dengan laju cahaya dalam medium, dinyatakan dengan persamaan:
c Z
hampa
n
v
(4.4)
00 Z
medium
N, (4.5)
0
dengan ng indeks bias gelas, nu indeks bias udara, 0 adalah panjang gelombang cahaya
dalam vakum dan N jumlah frinji yang bergeser.
Indeks bias gelas diperoleh dengan menganalisis persamaan (4.5), yang hasilnya
dinyatakan dengan persamaan:
2t
N0
1
cos
n
g
2
t
1
N0
(4.6)
Ralat
2t N 0 1 cos N 0
ng
2t 1
34
dengan t menyatakan ketebalan gelas. Pengukuran lebih akurat dilakukan pada sudut
putar yang cukup kecil.
4.a. Tugas Membaca
1. Dengan membaca literatur anda (buku/internet), diharapkan anda sudah mengerti
definisi lintasan optik dan kaitannya dengan indeks bias medium.
2. Pada prinsipnya metode untuk menghitung indeks bias medium cukup mudah.
Ketika gelas diputar, cahaya akan melintasi medium dengan panjang lintasan
optik yang lebih besar. Oleh sebab itu sebelum melakukan eksperimen anda harus
sudah memahami cara mendapatkan indeks bias tersebut.
35
Gambar 4.2 Set-up percobaan pengukuran indeks bias plat kaca/gelas
5. Pindahkan lensa dari depan keluaran laser. Peganglah layar pengamatan di antara
glass plate dengan movable mirror (M1), Jika pada layar nampak satu titik terang
dan berapa titik sekunder, aturlah sudut meja putar sehingga pada layar hanya
tinggal satu titik terang. Kemudian atur kembali skala pointer. Aturlah agar gelas
tetap tegak lurus terhadap lintasan optik.
6. Pindahkan layar pengamatan dan lensa dan aturlah seperlunya secara perlahan
agar anda mendapatkan satu set frinji pada layar.
7. Secara perlahan putarlah pointer putar dengan menggerakkan lengan pointer dari
pointer putar. Hitunglah jumlah frinji yang bergeser pada saat anda memutar
pointer. Catat skala yang ditunjukkan oleh sudut putar terhadap pergeseran frinji
yang terjadi.
8. Lakukan langkah 7 dengan jumlah frinji yang berbeda.
Lakukan prosedur langkah no.1 sampai no.8 untuk medium/bidang akrilik (acrylic
plate).
6. Metode Analisis
Buatlah tabel data pengamatan yang menunjukkan variasi sudut terhadap jumlah
frinji baik untuk medium gelas maupun akrilik.
Referensi :
1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York, Chapter 4.
2. Pain H.J., (1993): The Physics of Vibrations and Waves, John Wiley & Sons,
Chichester, Chapter 10.
3. Jenkins F.A. and White H.E. (1976), Fundamentals of Optics, McGraw Hill
Kogakusha, Tokyo, Chapter 13.
36
37
V Polarisasi Cahaya (Hukum Malus)
1. Tujuan
2. Alat
3. Teori Singkat
Gejala difraksi dan interferensi terjadi pada setiap jenis gelombang, baik gelombang
mekanik maupun gelombang elektromagnetik. Cahaya, karena merupakan salah satu
gelombang elektromagnetik yang berosilasi secara transversal, mempunyai satu sifat
unik yang tidak dimiliki oleh gelombang pada umumnya. Sifat khusus ini adalah bahwa
cahaya dapat terpolarisasi. Polarisasi cahaya khususnya dapat terjadi pada peristiwa
pantulan, transmisi melalui lapisan-lapisan gelas, melalui kristal dichroic, pembiasan
ganda maupun hamburan.
Etienne Louis Malus (1775-1812), seorang insinyur tentara Prancis, telah
menemukan gejala polarisasi secara tidak sengaja ketika dia mangamati seberkas
cahaya melalui sebuah kristal calsite setelah direfleksikan oleh sebuah jendela di
keraton Luxembourg. Gejala ini kemudian dikenal dengan hukum Malus. Hukum ini
menunjukan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan polarizer dan analiser,
38
intensitasnya bervariasi sebagai fungsi cosinus kuadrat sudut antara dua bidang
transmisinya.
Misalkan A adalah amplitudo cahaya yang ditransmisikan oleh polarizer. Ketika
cahaya ini menyentuh analiser, yang sumbunya membentuk sudut θ terhadap polarizer,
kita dapat menyatakan bahwa vektor A dapat diuraikan ke dalam dua komponen Α1 dan
Α2. Salah satu komponen amplitudo yang ditransmisikan oleh analiser adalah
Α1 = Α cos θ , (5.1)
dan intensitasnya adalah
I
12
A
12
A
. 2
cos
I 2
cos
0
(hukum Malus) (5.2)
dimana I0 adalah intensitas cahaya setelah melintasi polarizer sebelum melewati
analyzer.
Beberapa jenis bahan kristal menunjukan sifat yang dinamakan dichroism dan bahan
seperti ini biasa digunakan untuk menghasilkan cahaya yang terpolarisasi ketika
seberkas cahaya dilewatkan melalui bahan kristal tersebut. Bahan dichroic yang
terkenal adalah tourmaline, misalnya kristal T1. Ketika cahaya dilewatkan melalui
tourmaline maka cahaya yang ditransmisikan akan terpolarisasi linear. Hal ini dapat
dibuktikan dengan menempatkan bahan tourmaline T2 sebagai analiser.Dengan
meletakkan T1 dan T2 saling sejajar,cahaya yang ditransmisikan oleh kristal pertama
akan ditransmisikan oleh kristal kedua. Ketika kristal kedua diputar 90 o, tidak ada
cahaya yang ditransmisikan.
Bahan kristal yang lain bersifat sebagai bifrigence atau pembias ganda. Dengan
pemilihan arah kristal yang tepat, sebuah gelombang cahaya datang pada arah normal
terhadap permukaan kristal akan dipisahkan menjadi dua berkas, satu berkas akan
ditunda beberapa faktor dikali panjang gelombang. Bidang penunda PASCO (OS-9110)
misalnya, dapat menyebabkan sebuah gelombang akan ketinggalan sejauh 140nm dari
gelombang yang lain (atau sekitar ¼ panjang gelombang jika menggunakan cahaya
dengan panjang gelombang 560 nm)
39
4. Tugas Pendahuluan
5. Tatalaksana Eksperimen
Polarizer 1 Polarizer 2
(Analiser) Fotometer
Sumber cahaya
Layar
40
2. Letakkan analyzer pada bangku optik. Arahkan sudut 0° analyzer sejajar dengan
polarizer. Persiapkan selembar kertas sebagai layar pengamatan di belakang
analyzer.
3. Ubah sudut analyzer secara perlahan dengan memutarnya dan amati perubahan
intensitas bayangan pada layar tersebut. Adakah laser terpolarisasi?
Sekarang letakkan probe fotometer pada meja putar. Amati intensitas cahaya
yang ditransmisikan oleh analyzer melalui fotometer.
4. Langkah selanjutnya adalah mengukur intensitas sebagai fungsi sudut antara
polarizer dan analyzer. Pindahkan Layar dan letakkan probe fiber optik untuk
fotometer. Putar sudut analyzer pada angka 10° dan catat intensitas berkas yang
ditransmisikan oleh analyzer. Lakukan pemutaran sampai dengan sudut 90 o dan
catat intensitasnya sebagai fungsi sudut yang berbeda-beda.
5. Sekarang letakkan polarizer ketiga pada holder di antara kedua polarizer pertama
dan kedua pada satu arah dimana sumbu polarizer ketiga membentuk sudut 45 o
terhadap polarizer pertama. Adalah sekarang cahaya ditransmisikan? Jelaskan
mengapa demikian?
Polarizer 2
Polarizer 1 Cermin (Analiser)
Sumber cahaya
Layar
Bidang Penunda
41
(cermin harus diletakkan membentuk sudut sedemikian hingga anda dapat
melihat bayangan pada bagian muka, bersebelahan dengan output laser.
6. Putar bidang penunda dan perhatikan intensitas bayangan tersebut. Cahaya yang
terpolarisasi melingkar dapat mempunyai arah melingkar ke kanan atau
melingkar ke kiri (bergantung pada kedudukan relatif antara arah bidang penunda
dan sumbu polarizer). Pada eksperimen ini, cermin akan merubah bentuk
polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar.
7. Efek bidang penunda dapat divariasi dengan merubah sudut antara bidang
penunda dengan polarizer. Buatlah susunan eksperimen yang dapat digunakan
untuk mengamati variasi sudut ini
5. Metode Analisis
Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen yang telah diberikan
di atas.
Referensi :
42
VI Hukum Pemantulan Fresnel
1. Tujuan Eksperimen
3. Teori Singkat
Polarisasi cahaya dapat terjadi ketika cahaya dipantulkan dan ditransmisikan oleh
perbatasan dua dielektrik. Teori gelombang elektromagnetik telah memprediksikan
bahwa cahaya yang direfleksikan akan terpolarisasi relatif terhadap permukaan bidang
yang merefleksikan dan bergantung pada sudut datangnya.
Ketika gelombang cahaya datang pada perbatasan dua medium yang berbeda indeks
biasnya, misalnya n1 dan n2 dengan sudut datang θ, maka sebagian cahaya akan
dipantulkan dan sebagian akan dibiaskan (ditransmisikan). Berdasarkan hukum Snellius
dapat dipantulkan besar sudut pantul θ dan sudut bias . Besar koefisien reflektansi dan
koefisien transmitansi amplitude berbeda untuk gelombang partikel terhadap bidang
datang. Bidang yang dibentuk oleh arah vektor datang dan normal permukaan disebut
bidang datang.
Untuk gelombang sejajar dinyatakan dengan persamaan:
R
tan
par
tan
(6.1)
43
T
4
sin
cos
par
sin
2
sin
2
(6.2)
dan untuk gelombang tegaklurus bidang datang dalam bentuk:
R
sin
trans
sin
(6.3)
T
2 cos
sin
trans
sin (6.4)
dengan θ adalah sudut datang dan adalah sudut bias.
Pada Gambar 6.1, komponen gelombang EM datang pada bidang batas dengan sudut
datang sebesar θ. Selanjutnya, sebagian gelombang akan dipantulkan dengan sudut
pantul sama dengan sudut datang dan sebagian lagi akan diteruskan dengan sudut bias
sebesar . Jika kita letakkan sebuah polarizer di depan cahaya pantul, maka kita dapat
memvariasi gelombang pantul menjadi dua bagian yakni gelombang yang sejajar
dengan bidang datang dan gelombang yang tegak lurus bidang datang. Dengan memutar
polarizer 90o maka kita telah memilih komponen Eo yang sejajar bidang datang.
Sebaliknya, ketika sudut polarisasi di ubah menjadi 0 0 vertikal maka akan didapatkan
komponen Eo yang tegak lurus dengan bidang datang.
Mengingat persaman Snellius tentang pembiasan, dimana:
n2
sin
n 2, (6.5)
n
sin 1
1
R
n2
12
cos
n2
12
2
sin
par
n2
12
cos2
n
12
2
sin (6.6)
44
dengan n1→2 = n2 /n1,dimana n1 indek bias medium 1 (udara) dan n2 indeks bias medium
2 (gelas atau akrilik). Persamaan (6.6) dan (6.7) dikenal dengan hukum pemantulan
Fresnel.
Ketika θ sangat kecil atau gelombang datang mendekati arah normal maka diperoleh
0 dan 0 (cahaya normal), sehingga
sin( -θ) ~ tan ( - θ ) ~ ( - θ )
dan hukum Fresnel menjadi:
1 1
R par ~ Rtran ~
n2 n1 n1 n2
~ 1 1 n1 n2 , (6.8)
n2 n1
sehingga intensitas gelombang refleksinya adalah
2
I n1
n2
R r
2
(6.9)
1
0 0
I
i n n2
dan
B n2/n1
tan (6.10)
45
2. Gambarkan perubahan arah vektor E0, untuk gelombang yang sejajar bidang
datang, ketika cahaya datang dari medium n1 ke medium n2 dengan sudut θ.
3. Apakah definisi impedansi medium Z? Bagaimana hubungan antara indeks bias
dengan impedansi dalam sebuah medium.
4. Buktikan bahwa sudut datang i sama dengan sudut pantul r (hukum Snellius
tentang pemantulan)!
5. Tatalaksana Eksperimen
3. Letakkan layar pada holder dan amati berkas cahaya terusan. Sekarang pindahkan
layar dan amati berkas cahaya terusan dengan menggunakan fotometer.
4. Letakkan polarizer (sebagai analyzer) di depan fotometer dan atur agar sumbu 0 o
vertikal (tegak lurus bidang datang).
5. Atur posisi pada translator anguler sehingga berkas cahaya datang dan garis
normal membentuk sudut minimum yang bisa didapatkan. Atur posisi fotometer
dan cacat intensitas cahaya pantul.
6. Ubah sudut translator anguler sebesar 5o dari sudut minimum yang sudah anda
tentukan sebelumnya. Catat intensitas cahaya pantulnya.
46
7. Ubah (naikkan) sudut datangnya dan catat Ir sampai posisi sudut 900 (anda
mengamati cahaya datang Io).
Cahaya Paralel Bidang Datang (Sudut Brewster, θB).
8. Pada bagian ini anda akan mengetahui intensitas pantulan cahaya paralel terhadap
bidang datang. Putar polarisator (analiser di depan fotometer) pada sudut 90 0.
Pada keadaan ini cahaya yang ditransmisikan oleh analiser paralel terhadap
bidang datang.
9. Selanjutnya lakukan langkah seperti pada percobaan no.4,5,6 dan 7.
Perhatikan :
Pada eksperimen ini anda akan melewati sudut datang dimana intensitas I r akan
berharga minimum (secara teori berharga nol). Oleh karena itu disarankan anda
memperkecil penambahan sudut datang ketika mendekati sudut kritis tersebut.
Sehingga secara tepat anda dapat menentukan besar sudut polarisasi Brewster.
6. Metode Analisis
Buatlah tabel pengamatan berdasarkan tata laksana eksperimen yang telah diberikan
di atas.
Referensi :
1. Guenther R.D, (1990), Modern Optics, John Wiley & Sons, New York,Chapter 3.
2. Jenkins F.A and White H.E. (1976), Fundementals of optics, Mcgraw Hill
Kogakusha, Tokyo, Chapter 25.
47
Lampiran : Kartu Kendali Praktikum
Nama :......................
NIM :......................
Kelompok/ shift :......................
NILAI NILAI
TGL JUDUL ESKPERIMEN LAPORAN Asisten
PRAK.
1. Interferometer Michelson
2. Interferometer Fabry-Perot
48
Lembar Data Pengamatan
Judul praktikum : ……………………………………………………………………….
Hari/Tanggal/Jam : ……………………………………………………………………….
Tempat : ……………………………………………………………………….
Nama kelompok : ……………………………………………………………………….
Anggota kelompok : ……………………………………………………………………….
Nama asisten : ……………………………………………………………………….
(Asisten)
49