You are on page 1of 9

Bandung Conference Series: Urban & Regional Planning https://doi.org/10.29313/bcsurp.v2i2.

ID

Identifikasi Pengelolaan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan


Sanua
Dheanissa Trifatika*, Yulia Asyiawati
Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas
Islam Bandung, Indonesia.
*
dtrifatika@gmail.com, jully.asyiawati@gmail.com

Abstract. Sanua Village is a village that is indicated as high slum based on the
Kendari Mayor's Decree No. 767/2014 concerning Determination of the Location of
Slum Housing and Slum Settlement in Kendari City, with an area of 21 Ha. The
problem identified in this area is that the sanitation conditions of the residential
environment are not managed properly, so that it has an impact on the quality of the
river in Sanua Village. The purpose of this study is to identify the management of
residential areas in Sanua Village, using descriptive analysis method. From the results
of the study conducted, that the condition of the existing house buildings only 45.47%
that meet the standard of decent housing. Fulfillment of clean water, 68% of people
use water sources from mountain springs, river conditions are not adequate, because
45.53% of people dispose of liquid waste and solid waste directly into the river. This
happens because in the management of this area, the community does not understand
the importance of area management. From this study it can be concluded that (1) in
general, the condition of community housing does not meet the standard of decent
housing; (2) generally the community disposes of liquid waste and solid waste
directly into the river, thus having an impact on the condition of the river; (3) the
community is less concerned and does not understand in the management of the area's
environment. Some things that can be recommended include; (1) rejuvenating
residential areas; (2) conduct socialization on the management of settlement
sanitation; (3) invite the community to take part in the management of settlement
sanitation through increasing public knowledge of healthy residential areas
Keywords: Slum Settlement, Management, Environmental Sanitation of
Settlements.

Abstrak. Kelurahan Sanua merupakan Kelurahan yang terindikasi kumuh tinggi


berdasarkan SK Walikota Kendari No. 767/2014 tentang Penetapan Lokasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Kota Kendari, dengan luas 21 Ha.
Permasalahan yang teridentifikasi pada kawasan ini adalah kondisi sanitasi
lingkungan permukiman tidak terkelola dengan baik, sehingga memberikan dampak
terhadap kualitas sungai di Kelurahan Sanua. Tujuan dari studi ini adalah
teridentifikasinya pengelolaan kawasan permukiman di Kelurahan Sanua, dengan
menggunakan metode deskriptif analisis. Dari hasil kajian yang dilakukan, bahwa
kondisi bangunan rumah yang ada hanya 45,47% yang memenuhi standar hunian
layak. Pemenuhan akan air bersih, 68% masyarakat menggunakan sumber air dari
mata air pegunungan, kondisi sungai sudah tidak memadai, karena 45,53%
masyarakat membuang limbah cair dan limbah padat langsung ke sungai. Hal ini
terjadi karena dalam pengelolaan kawasan ini, masyarakat belum memahami akan
pentingnya pengelolaan kawasan. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa (1) pada
umumnya kondisi hunian masyarakat belum memenuhi standar hunian layak; (2)
umumnya masyarakat membuang limbah cair dan limbah padat langsung ke sungai,
sehingga memberikan dampak terhadap kondisi sungai; (3) masyarakat kurang peduli
dan kurang memahami dalam pengelolaan lingkungan kawasan. Beberapa hal yang
dapat direkomendasikan antara lain; (1) melakukan peremajaan kawasan
permukiman; (2) melakukan sosialisasi tentang pengelolaan sanitasi permukiman; (3)
mengajak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan sanitasi permukiman
melalui peningkatan pengetahuan masyarakat akan kawasan permukiman sehat.
Kata Kunci: Pemukiman Kumuh, Pengelolaan, Sanitasi Lingkungan Permukiman.

Corresponding Author
Email: jully.asyiawati@gmail.com 429
430 | Dheanissa Trifatika, et al.

A. Pendahuluan
Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun dan merupakan salah satu
negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2020 jumlah penduduk meningkat sebesar 32,56 juta jiwa dibandingkan
dengan sensus penduduk tahun 2010, sehingga jumlah penduduk pada tahun 2020 yaitu sebesair
270,20 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 1,25%. Pertumbuhan penduduk
dan perkembangan kota merupakan faktor utama di balik pertumbuhan permukiman.
Terbatasnya jumlah bidang tanah di suatu kota berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah
penduduk perkotaan yang berdampak pada kepadatan permukiman di suatu wilayah tertentu.
Fenomena permukiman kumuh semakin meningkat di Indonesia, akibat tingginya
tingkat urbanisasi yang pada gilirannya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan perkotaan,
baik itu transportasi, perumahan, kesehatan lingkungan, penyediaan transportasi umum dan
infrastruktur, sektor tenaga kerja, perekonomian kota, tata ruang, dan sebagainya. Permukiman
kumuh menjadi masalah hampir di setiap kota besar di Indonesia, bahkan di negara berkembang
lainnya. Beberapa kawasan kumuh ini seringkali berada di kota-kota besar dengan tingkat
urbanisasi yang tinggi. Beberapa kota dengan kasus kumuh yang cukup serius antara lain
Medan, DKI Jakarta, Bali dan Surabaya.
Beberapa usaha penanganan permukiman kumuh telah dilakukan dengan menggunakan
metode penanganan kawasan kumuh, yakni peremajaan kota, program perbaikan kampung
(KIP), rumah susun, relokasi, konsolidasi lahan, pembagian lahan, dan pengembangan lahan
terarah. Metode penanganan ini telah dilakukan oleh (Kumala and Yusman, 2014) dalam
studinya yang berjudul “Kajian Karakteristik dan Kajian Penanganan Kawasan Kumuh”. Di
Provinsi Sulawesi Tenggara, permukiman kumuh juga menjadi masalah besar karena
bertambahnya lokasi pembangunan akibat urbanisasi. Perubahan tersebut telah menyebabkan
kepadatan penduduk dan pemukiman manusia sehingga menimbulkan permasalahan kerusakan
lingkungan, salah satunya adalah terbentuknya beberapa kawasan kumuh.
Berdasarkan SK Walikota Nomor 767 Tahun 2014 ditetapkan beberapa Kelurahan yang
termasuk dalam permukiman kumuh, salah satu Kelurahan yang terindikasi kumuh tinggi adalah
Kelurahan Sanua. Keluharan Sanua merupakan wilayah dengan kepadatan tinggi (2.896
jiwa/km2), serta mencirikan kondisi kumuh sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2018 tentang pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh, kriteria kekumuhan dapat ditinjau dari beberapa
variabel, seperti kondisi bangunan, jalan lingkungan, air bersih, drainase, persampahan, air
limbah, serta proteksi kebakaran.
Pengelolaan permukiman kumuh telah dilakukan di Kelurahan Sanua yakni program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang dimotori oleh BKM Sanua Mandiri dengan melibatkan
masyarakat secara aktif mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dengan mekanisme melalui
rembuk warga. Akan tetapi permasalahan terkait permukiman kumuh masih terjadi di Kelurahan
Sanua, diantaranya terdapat permukiman yang langsung rapat pada bantaran kanal/kali, terdapat
jaringan drainase yang tidak berfungsi dengan baik, terdapat jalan belum dilengkapi dengan
drainase, sampah masih berserakan di mana-mana dan masih ada warga yang membuang
sampah ke sungai sehingga mengakibatkan banjir, terdapat warga yang belum memiliki jamban,
terdapat warga yang jamban nya tidak terhubung ke septict tank, masalah tersebut ditemukan di
kawasan permukiman kumuh Kelurahan Sanua yang terdiri dari 5 RT.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana kondisi pengelolaan permukiman kumuh
berdasarkan aspek fisik permukiman, sanitasi, dan sosial kemasyarakatan di permukiman
kumuh Kelurahan Sanua?”. Selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini diuraikan Untuk
mengidentikasi kondisi pengelolaan permukiman kumuh berdasarkan aspek fisik permukiman,
sanitasi, dan sosial kemasyarakatan di permukiman kumuh Kelurahan Sanua.

B. Metodologi Penelitian
Peneliti menggunakan metode pendekatan mix methods atau campuran, yaitu suatu bentuk studi
yang menggabungkan dua pendekatan studi, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan mix

Vol. 2 No. 2 (2022), Hal: 429-437 ISSN: 2828-2124


Identifikasi Pengelolaan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Sanua | 431

methods pada studi ini digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang akurat, dengan
pendekatan kuantitatif guna melihat data mengenai kondisi kawasan permukiman. Sedangkan
pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara secara terstruktur terhadap pemangku
kekuasaan pada kawasan studi, yakni wawancara terhadap ketua RW 001 dan pengurus BKM
Sanua mandiri yang berguna untuk mengumpulkan data terkait kondisi faktual dari kondisi
pengelolaan kawasan permukiman kumuh.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan dua metode, yaitu pengumpulan data
primer dan sekunder. Metode analisis yang digunakan pada studi ini adalah metode analisis
deskriptif kualitatif dan metode analisis deksriptif statistik deskriptif persentase. Pada tahapan
studi menjelaskan mengenai langkah-langkah kajian yang dilakukan mulai dari awal studi
hingga akhir, dalam tahapan studi ini berupa tabel yang menjelaskan skenario studi berupa alat
bantu dan dasar teori, hal yang dilakukan oleh peneliti, serta dasar studi.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Analisis Kondisi fisik kawasan Permukiman Kumuh
Pada aspek kondisi fisik kawasan dapat dilakukan analisis kondisi kemiringan lereng, ananlisis
kondisi penggunaan lahan, analisis kondisi hidrologi, dan analisis kondisi bangunan, yang
dilakukan dengan membandingkan kondisi faktual dari indikator tersebut dengan standar teknis
yang ada.

Analisis Kondisi Kemiringan Lereng


Menurut undang-undang tata ruang yang dibuat oleh Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah (kimpraswil), kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yakni datar (0-8%),
landai (8-15%), agak curam (15-25%), curam (25-45%), dan sangat curam (>45%). Lahan yang
diperbolehkan untuk berdirinya bangunan adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai
bergelombang yakni lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-25%.
Berdasarkan data pada kondisi kemiringan lereng permukiman kumuh Kelurahan
Sanua, Persentase kemiringan lereng paling tinggi berada di RT 03/ RW 01 dengan tingkat
kemiringan lereng 25 – 45 %, dimana angka tersebut berdasarkan peraturan tata ruang tidak
direkomendasikan untuk dijadikan tempat pembangunan kawasan, karena semakin curamnya
lereng maka akan memperbesar jumlah aliran air permukaan. Hal tersebut selaras dengan
permasalahan yang timbul di RT 03/RW 01 yaitu meningkatnya erosi di daerah tersebut,
sehingga berdampak pada terjadinya bencana tanah longsor yang pernah terjadi di RT 03
sebanyak 1 kali dalam setahun.

Analisis Kondisi Penggunaan Lahan


Selain kondisi topografi, semakin besarnya pembangunan yang terjadi akibat pertumbuhan
jumlah penduduk mengakibatkan lahan lahan dengan kemiringan yang terjal di jadikan sebagai
permukiman baru yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kekuatan tanah sehingga
mengkibatkan bencana tanah longsor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3. Dapat
dilihat bahwa penggunaan lahan pada kawasan permukiman kumuh mayoritas adalah
penggunaan lahan untuk permukiman dan sebagian kecil penggunan lahan untuk hutan tahura.

Analisis Kondisi Hidrologi


Berdasarkan hasil observasi pada sungai Lasolo, masih terdapat banyak sampak rumah tangga
yang mengkibatkan sungai Lasolo tercemar. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada
kualitas air di sungai Lasolo dan terjadinya banjir di kawasan permukiman kumuh Kelurahan
Sanua. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat diperoleh data bahwa Kelurahan Sanua
mengalami banjir dengan frekuensi 2 – 5 kali dalam sebulan.
Bencana banjir yang terjadi pada wilayah kumuh Kelurahan Sanua terjadi akibat ketika
terjadinya hujan dalam jangka waktu tertentu yan kemudian aliran air yang mengalir dar arah
pegunungan yang mengalir melalui kanal-kanal, jaringan drainase ataupun saluran lainnya
mengalir ke wilayah permukiman dengan kondisi topografi yang datar sebelah utara Kelurahan
Sanua. Berdasarkan hasil observasi, terdapat tanggul kali dengan kondisi yang rusak dibeberapa

Urban & Regional Planning


432 | Dheanissa Trifatika, et al.

sisi kali yang mengakibatkan pengikisan tepi kali semakin lebar.

Analisis Kondisi Fisik Bangunan


Persentase keteraturan bangunan di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Sanua cukup
rendah yakni sekitar 22,36%. Hal tersebut mengakibatkan kondisi lingkungan di kawasan
permukiman menjadi kumuh. Tingkat kepadatan bangunan hunian rata – rata pada kawasan
studi yakni 44,70 unit/ha dan kelayakan bangunan hunian sesuai standar teknis hanya berkisar
45,47% yang memenuhi standar bangunan hunian dengan luas lantai >7,2 m2 hal tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas bangunan di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Sanua
belum layak sesuai standar teknis, yang akan berdampak pada rentannya kerusakan bangunan
dan lingkungan yang tidak sehat.
Dari beberapa kondisi fisik permukiman dan kondisi fisik bangunan dapat disimpulkan
bahwa kondisi fisik permukiman dan bangunan di kawasan permukiman kumuh Kelurahan
Sanua masih banyak yang belum sesuai dengan standar teknis. Hal tersebut mengakibatkan
beberapa masalah pada kondisi lingkungan seperti terjadinya banjir, tanah longsor, dan
kerusakan bangunan, serta kondisi lingkungan yang tidak sehat, sehingga dapat dikatakan
bahwa pengelolaan kawasan permukiman belum berjalan dengan maksimal dan menyeluruh.

Analisis sanitasi Permukiman Kumuh


Kualitas lingkungan permukiman kumuh dapat dianalisis dari beberapa aspek sanitasi
permukiman, yakni ketersediaan air minum masyarakat, pengelolaan limbah masyarakat, sistem
persampahan, dan Drainase permukiman. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Ketersediaan air bersih
Ketersediaan air bersih di kawasan studi berasal dari mata air pegunungan, sumur gali,
PDAM dan sumur bor. Berdasarkan hasil kuesioner mayoritas masyarakat menggunakan mata
air pegunungan sebagai sumber air bersih utama mereka, sedangkan hanya sekitar 10-12%
masyarakat yang menggunakan sumber mata air bersih yang lain seperti sumur dan PDAM.
Berdasarkan standar teknis kebutuhan air penduduk adalah 60 liter/ hari, sehingga untuk
kebutuhan air di kawasan studi dengan jumlah penduduk 793 jiwa, maka kebutuhan air perhari
sekitar 47.580 liter/ hari.
Dari supply air bersih mayoritas masyarakat yakni sumber mata air pegunungan dapat
memenuhi kebutuhan harian air bersih masyarakat, hal ini selaras dengan tabel 5.1 yang
menunjukkan persentase KK yang terlayani air bersih yang layak yaitu 94,54%.
Tabel 1. Ketersediaan Air Bersih Masyarakat

Persentase KK terlayani
Jumlah KK terlayani Sarana
Sarana Air Minum untuk
Air Minum untuk minum,
minum, mandi, dan cuci
No Alamat RT/RW mandi, dan cuci (perpipaan
(perpipaan atau non
atau non perpipaan terlindungi
perpipaan terlindungi
yang layak)
yang layak)
1 RT 02 – RW 01 43 100%
2 RT 03 – RW 01 55 100%
3 RT 05 – RW 01 14 100%
4 RT 08 – RW 02 47 100%
5 RT 017 – RW 06 24 72,73 %
Jumlah 183
Rata – rata 94,54%
Sumber : Olah Data Baseline Kel. Sanua, 2021
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa kondisi masyarakat permukiman kumuh di
Kelurahan Sanua mayoritas telah terlayani air bersih untuk kebutuhan sehari-hari dengan rata-
rata persentase sebesar 94,54%. Hal tersebut disebabkan oleh Kelurahan Sanua memiliki sumber
daya alam berupa mata air pegunungan, sehingga akses masyarakat terhadap air bersih sangat
mudah.

Vol. 2 No. 2 (2022), Hal: 429-437 ISSN: 2828-2124


Identifikasi Pengelolaan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Sanua | 433

2. Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah di kawasan studi menunjukkan jumlah jamban keluarga yang sesuai
persyaratan teknis paling banyak terdapat di RT 08/RW 02 dengan jumlah 27 jamban, serta
persentase jamban keluarga yang sesuai persyaratan teknis paling tinggi terdapat di RT 02/RW
01 dengan persentase 79,06%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Kondisi Jamban Masyarakat Sesuai Persyaratan Teknis

Persentase Jamban
Jumlah Jamban keluarga/jamban keluarga/jamban bersama
bersama sesuai persyaratan teknis sesuai persyaratan teknis
No Alamat RT/RW
(memiliki kloset leher angsa yang (memiliki kloset leher
terhubung dengan septic-tank) angsa yang terhubung
dengan septic-tank)
1 RT 02 – RW 01 34 79,06%
2 RT 03 – RW 01 20 36,36 %
3 RT 05 – RW 01 6 42,85%
4 RT 08 – RW 02 27 57,44 %
5 RT 017 – RW 06 22 66,66 %
Jumlah 109
Rata – rata 56,47 %
Sumber : Olah Data Baseline Kel. Sanua, 2021
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa Jumlah Jamban keluarga/jamban bersama sesuai
persyaratan teknis pada permukiman kumuh di Kelurahan Sanua memiliki persentase sebesar
56,47%. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa sekitar 43,53% masyarakat permukiman
kumuh Kelurahan Sanua belum memiliki jamban sesuai dengan persayaratan teknis, yakni
memiliki kloset leher angsa yang terhubung dengan septic-tank, mengingat keterbatasan lahan
serta kontur permukiman yang tidak datar di beberapa wilayah.
3. Persampahan
Persampahan di kawasan studi menunjukkan persentase sarana persampahan pada
kelima RT telah sesuai dengan persyaratan teknis. Sedangkan, persentase sampah yang
terangkut ke TPS minimal 2 kali seminggu, paling tinggi berada di RT 02/RW 01 dengan
persentase 50%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Kondisi Pengelolaan Persampahan

Persentase Sampah
Persentase Sarana
Rumah tangga yang
No Alamat RT/RW Persampahan Sesuai
terangkut ke TPS min
Persyaratan Teknis
2 kali seminggu
1 RT 02 – RW 01 100% 50%
2 RT 03 – RW 01 100% 0%
3 RT 05 – RW 01 100% 0%
4 RT 08 – RW 02 100% 45,65%
5 RT 017 – RW 06 100% 18,18%
Jumlah 100%
Rata – rata 100% 22,76%
Sumber : Olah Data Baseline Kel. Sanua, 2021
Berdasarkan tabel 5.3, pengelolaan persampahan rumah tangga dengan menggunakan
tempat sampah komunal/TPS memiliki persentase yang rendah, yakni hanya sebesar 22,76%
yang memenuhi standar teknis pengelolaan persampahan yakni sampah domestik rumah tangga
terangkut ke TPS minimal 2 minggu sekali. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, opsi
lain yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membuang sampah di ruang
terbuka/lahan kosong. Kondisi tersebut membuat sampah rumah tangga masyarakat dikelola
secara konvensional dengan di buang di lahan kosong/lubang ataupun di bakar langsung.

Urban & Regional Planning


434 | Dheanissa Trifatika, et al.

4. Drainase Permukiman
Kondisi drainase yang terdapat pada permukiman kumuh Kelurahan Sanua beragam
dimana terdapat drainase dengan jenis drainase tipe terbuka ataupun tertutup. Drainase tersebut
ada yang dengan kondisi kualitas memadai (bagus) terdapat pula dengan kondisi drainase yang
rusak dan tidak terawat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Kualitas Drainase Permukiman Kumuh Kel. Sanua

Panjang Kondisi jaringan Persentase Kondisi


drainase pada lokasi jaringan drainase pada
permukiman memiliki kualitas lokasi permukiman
No Alamat RT/RW tidak rusak/berfungsi baik memiliki kualitas
minimum memadai

1 RT 02 – RW 01 121 100%
2 RT 03 – RW 01 105 24,25%
3 RT 05 – RW 01 0 0%
4 RT 08 – RW 02 137 32,24%
5 RT 017 – RW 06 212 100%
Jumlah 575
Rata – rata 51,29%
Sumber : Olah Data Baseline Kel. Sanua, 2021
Ditinjau dari kondisi fisik drainase yang ada di permukiman kumuh Kelurahan Sanua
secara umum masih sangat jauh dari konsep drainase ramah lingkungan yang menjadi konsep
utama di dunia internasional. Dari beberapa kondisi sanitasi diatas dapat disimpulkan bahwa
beberapa aspek sanitasi di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Sanua belum sesuai dengan
standar teknis seperti, pada aspek pengelolaan limbah yang belum terkelola dengan baik ditandai
dengan penyedotan septictak yang seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku
adalah minimal 1 kali dalam 5 tahun, belum terlaksana secara menyeluruh di kawasan studi.
Selain itu sistem drainse permukiman belum menunjukkan persentase kelayakan yang merata,
seperti yang tertera pada tabel 5.4 kondisi drainase pada RT 02 dan RT 17 telah menunjukkan
kualitas yang sangat memadai dengan persentase 100% sedangkan pada RT 05 menunjukkan
kualitas drainase yang rusak dan tidak memadai dengan persentase 0%. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa pengelolaan drainase berbasis masyarakat belum terkelola dengan merata.
Beberapa kondisi dari aspek sanitasi diatas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sanitasi di kawasan permukiman kumuh masih buruk dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya pengelolaan sanitasi permukiman, serta tidak meratanya program
pengelolaan kawasan permukiman kumuh berbasis masyarakat.

Analisis Ekonomi Sosial Masyarakat di Kawasan Studi


Kualitas masyarakat di kawasan studi sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan penanganan
kawasan permukiman kumuh, hal ini berkaitan dengan kemampuan masyarakat dalam
mengelola kawasan permukiman untuk kesejahteraan bersama. Kualitas masyarakat di
permukiman kumuh dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan juga tingkat pendapatan
masyarakat. Berdasarkan data pada tabel 4.2, masyarakat Kelurahan Sanua didominasi oleh
tingkat pendidikan terakhir SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak 49% dan SMP (Sekolah
Menengah Pertama) sebanyak 38% dari jumlah responden. Dengan tingkat pendidikan
mayoritas SMA (sekolah menengah atas) mempengaruhi masyarakat Kelurahan Sanua dalam
mendapatkan pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang layak. Seperti yang tertera pada tabel
4.4, masyarakat Kelurahan Sanua mayoritas memiliki rentang jumlah pendapatan > Rp.
1.500.000 – Rp. 2.000.000 perbulan dengan total 30% dari jumlah responden, yang artinya
jumlah pendapatan mayoritas masyarakat Kelurahan Sanua berada di bawah UMR (Upah
Minimum Regional) kota kendari yakni Rp. 2.822.592.
Berdasarkan kondisi pendapatan masyarakat yang berada di bawah UMR tentunya

Vol. 2 No. 2 (2022), Hal: 429-437 ISSN: 2828-2124


Identifikasi Pengelolaan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Sanua | 435

berakibat pada ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya dan


pindah ke kawasan permukiman yang lebih baik. Selain itu tingkat pendidikan terakhir
masyarakat yang didominasi oleh SMA (sekolah menengah atas) dan SMP (sekolah menengah
pertama) mengakibatkan sulitnya transfer knowledge oleh pemerintah daerah dan pemangku
kekuasaan di Kelurahan Sanua mengenai pengelolaan kawasan permukiman kumuh. Hal
tersebut juga menjadi salah satu penyebab terhambatnya penanganan permukiman kumuh di
Kelurahan Sanua.
Dalam aspek sosial, masyarakat berpartisipasi dalam mengelola kawasan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa, partisipasi masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang ada di
kawasan permukiman lebih besar daripada partisipasi masyarakat dalam mengelola kawasan
dan sanitasi permukiman, hal tersebut menunjukkan ketidakseimbangan masyarakat dalam
mengelola kawasan permukiman dan menggunakan sumber daya yang ada di kawasan
permukiman.

D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan beberapa hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Pada umumnya kondisi hunian masyarakat belum memenuhi standar hunian layak,
seperti pada aspek kondisi kemiringan lereng di RT 03/RW 01 yang memiliki kemiringan
lereng 25 – 45 %, dimana angka tersebut berdasarkan peraturan tata ruang tidak
direkomendasikan untuk dijadikan tempat pembangunan kawasan. Selain itu, kondisi
fisik bangunan di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Sanua masih banyak yang
belum sesuai dengan standar teknis.
2. Pada umumnya masyarakat membuang limbah cair dan limbah padat langsung ke sungai,
sehingga memberikan dampak terhadap kondisi sungai. Hal tersebut diakibatkan karena
kurangnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sanitasi permukiman, serta tidak
meratanya program pengelolaan kawasan permukiman kumuh. Sebanyak 43,53 %
masyarakat permukiman kumuh Kelurahan Sanua belum memiliki jamban sesuai dengan
persayaratan teknis, yakni memiliki kloset leher angsa yang terhubung dengan septic-
tank, mengingat keterbatasan lahan serta kontur permukiman yang tidak datar di
beberapa wilayah.
3. Masyarakat kurang peduli dan kurang memahami dalam pengelolaan lingkungan
kawasan, hal tersebut diakibatkan oleh tingkat pendidikan terakhir masyarakat yang
didominasi oleh SMA (sekolah menengah atas) dan SMP (sekolah menengah pertama)
mengakibatkan sulitnya transfer knowledge oleh pemerintah daerah dan pemangku
kekuasaan di Kelurahan Sanua mengenai pengelolaan kawasan permukiman kumuh. Hal
tersebut juga menjadi salah satu penyebab terhambatnya penanganan permukiman
kumuh di Kelurahan Sanua. Sedangkan dalam aspek sosial masyarakat, tingkat
partisipasi masyarakat dapat dilihat melalui BKM Mandiri, masyarakat melakukan
kegiatan sosial yang dimana diharapkan mampu memupuk kerjasama, kebersamaan
antara individu Kelurahan Sanua sehingga dapat lebih meningkatkan semangat dalam
menuntaskan kumuh, seperti dalam upaya mengurangi dampak banjir, masyarakat
bersama-sama membangun/menambah tinggi tanggul bantaran sungai, normalisasi
sungai, perbaikan jalan, dan penataan bangunan di bantaran sungai dengan harapan
pengelolaan kawasan tetap berjalan tanpa menghilangkan fungsi kawasan sebagai
kawasan pemukiman.

Acknowledge
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih
karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan kesempatan pada peneliti sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Jurnal berjudul “Identifikasi Pengelolaan Kawasan
Permukiman Kumuh di Kelurahan Sanua” disusun untuk memenuhi tugas. Pada Akhirnya,
peneliti berharap semoga jurnal ini dapat bermamfaat bagi kita semua dan menjadi bahan
masukan bagi pengembang dunia pendidikan.

Urban & Regional Planning


436 | Dheanissa Trifatika, et al.

Daftar Pustaka
[1] Arikunto, S. (2006). Prosedur Studi Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta.
[2] Arsyad, S. (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
[3] Barlowe, R. (1978) Land Resource Economics. Prentince Hall. Englewood Cliffs: New
Jersey.
[4] Basrowi. (2010). Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat
Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal
Ekonomi & Pendidikan. Vol 7 No 1. Hal 58–81.
[5] Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
PT. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
[6] Dewi, I. K. (2011). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Kawasan
Permukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Ekologia.
Vol 11(1). Hal 12–20.
[7] Felasari, W. I. E. dan S. (2019). Pengelolaan Permukiman Kumuh Berkelanjutan di
Perkotaan. Jurnal Spektran. Vol 7(2). Hal 178–186.
[8] Hamidah, N., Rijanta, R. and Setiawan, B. (2016). Analisis Permukiman Tepian Sungai
Yang Berkelanjutan Kasus Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya.
Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur. Vol 12(1). Hal 3–24.
[9] Isa, M. et al. (2005). Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevaliensi
Penyakit Scabies (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan). Jurnal
Kesehatan Lingkungan. Vol 2(1). Hal 11–18.
[10] Kaho, Josef R. (2007). Prospek Otonomi Daerah. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
[11] Khomarudin. (1997). Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. PT.
Rakasindo: Jakarta.
[12] Krisandriyana, M., dkk. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Kawasan
Permukiman Kumuh Di Surakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman.
Vol 1 No 1.
[13] Kumala, S. dan Yusman, F. (2014). Kajian Karakteristik dan Metode Penanganan
Kawasanan Kumuh (Studi Kasus : Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang). Jurnal
Teknik PWK. Vol 3(2). Hal 244–253.
[14] Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rhineka Cipta :Jakarta.
[15] Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Kendari Tahun 2010 - 2030.
[16] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
14 tahun 2018 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh.
[17] Rahmawati, A. (2012). Strategi Penanganan Permukiman Kumuh. Jurnal of Public Policy
and Management Review. Vol 1(1). Hal 11–20.
[18] Risnawati .(2014). Perencanaan dan Desain Saluran Drainase Kawasan Perumahan
Mulawarman Residence Kota Samarinda Pada Segmen II. Jurnal Untag. Hal 9.
[19] Sahara, M. (2014). Kajian Kemiringan Lereng dan Curah Hujan Terhadap Tingkat
Kerawanan Longsor di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Geografi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto:
Purwokerto.
[20] Santosa, B, dkk. (2018). Permodelan Hidrologi Daerah Aliran Sungai Sengkarang
Kabupaten Pekalongan Dengan Perangkat Lunak HEC-HMS. Jurnal Teknik Sipil Unika
Soegijapranata. Vol2 (2). Hal 108.
[21] Sinulingga, B. (2005). Pembangunan Kota. Pustaka Sinar Harapan:Jakarta.
[22] Sugiyono. (2011). Metode Studi Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.
[23] Sugiyono. (2016). Metode Studi Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta: Bandung.
[24] Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset:

Vol. 2 No. 2 (2022), Hal: 429-437 ISSN: 2828-2124


Identifikasi Pengelolaan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Sanua | 437

Yogyakarta.
[25] TIPP. (2020). RPLP (Rencana Penataan Lingkungan Permukiman) Kelurahan Sanua.
Kota Kendari.
[26] Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Permukiman
[27] Widiatmaka. (2007). Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah.
Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
[28] F. Amanda and L. S. Akliyah, “Analisis Kondisi Kelayakan Wisata Oray Tapa
berdasarkan Komponen Pariwisata,” pp. 17–22, 2022.
[29] Wijaya, D. W. (2016). Perencanaan penanganan kawasan permukiman kumuh studi
penentuan kawasan prioritas untuk peningkatan kualitas infrastruktur pada kawasan
pemukiman kumuh di Kota Malang. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. Vol 2(1). Hal 1–
10.
[30] Wirawan, R., Mardiyono and Nurpratiwi, R. (2015). Partisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan Pembangunan Daerah. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 4(2). Hal 1–
87.

Urban & Regional Planning

You might also like